Anda di halaman 1dari 9

TUGAS ESAI BSO KKIF

“PENDIDIKAN GENERASI EMAS BANGSA”

Mengatasi Berbagai Problematika Untuk Indonesia Emas 2045

DISUSUN OLEH :

DESTY ZAFIRA RIZTANTI

SHANIA WIDIANINGRUM PUSPITASARI

JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Indonesia Emas 2045 adalah impian besar untuk mencapai Indonesia
yang unggul, mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain, dan cukup
dewasa dalam mengatasi berbagai problematika bangsa, seperti korupsi,
disintegrasi, kemiskinan, kebodohan, dan lain sebagainya. Indonesia Emas
2045 akan menjadi kekuatan bagi bangsa Indonesia untuk menjadi bangsa
yang besar, bermartabat, dan berjaya pada tingkat global. Dengan kata lain
Indonesia akan berusaha untuk mencapai kebangkitan kedua pada tahun
2045. Namun, untuk mewujudkan hal tersebut Indonesia masih memiliki
begitu banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Sehingga untuk
mencapai Indonesia Emas 2045 akan berhadapan dengan tantangan yang
sangat kompleks.
Tahun 2045 merupakan tepat 100 tahun bangsa Indonesia merdeka.
Pada tahun tersebut diperkirakan generasi usia produktifnya atau dikenal
dengan generasi emas, karena bertepatan dengan HUT Emas RI ke-100.
Diperkirakan, pada tahun tersebut Indonesia akan mendapatkan bonus
demografi dengan jumlah penduduk usia muda lebih banyak dibandingkan
dengan usia tua. Dengan lebih banyaknya usia muda maka kita semua
mempunyai tanggung jawab untuk mempersiapkan generasi muda agar
menjadi generasi yang unggul dan berkarakter.
Nelson Mandela mengatakan, “Jika kamu ingin membuat dunia ini
damai maka berikanlah pendidikan bagi anak-anakmu”. Jack MA
mengatakan “walau ada banyak orang sukses yang tidak terlalu
berpendidikan, bukan berarti tidak belajar bisa berhasil. Pengetahuan yang
kita miliki sebagai senjata. Kita bisa saja membangun semuanya dari nol,
tapi bukan dengan tangan kosong.” Dari kedua pernyataan tersebut bisa
disimpulkan betapa tinggi dan mulianya pendidikan hingga seorang Nelson
Mandela dan Jack MA menempatkannya sebagai solusi perdamaian dunia
dan senjata bagi kita. Disinilah pendidikan memegang peranan yang
strategis. Masalah pendidikan merupakan salah satu problematika yang

2
harus diselesaikan dan dikembangkan untuk mencapai Indonesia Emas
2045.
Pendidikan memang bukan problematika yang mudah. Apa yang
dimulai sekarang baru dapat dirasakan hasilnya 20 tahun mendatang. Maka
dari itu semua elemen harus bersinergi untuk mencapai pendidikan yang
bermutu dengan bersama-sama bergandengan tangan agar tidak ada yang
lalai dalam mendidik maupun peserta yang dididik. Pendidikan yang
bermutu harus terus diupayakan oleh guru. Karena guru merupakan agent of
change (pelaku perubahan) untuk menghasilkan manusia yang religius,
cerdas, produktif, andal, dan komprehensif melalui layanan pembelajaran
yang prima terhadap peserta didiknya. Oleh karena itu, pendidikan adalah
suatu proses dimana suatu bangsa mempersiapkan generasi mudanya untuk
menjadi generasi yang unggul, cerdas, dan kompeten dalam bidangnya
untuk mencapai Indonesia Emas 2045.
B. Rumusan Masalah
Bagaimana cara mengatasi masalah pendidikan untuk mencapai
Indonesia Emas 2045
C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui cara mengatasi masalah pendidikan untuk mencapai
Indonesia Emas 2045

3
BAB II
PEMBAHASAN

Telah santer terdengar wacana Indonesia Emas 2045. Seperti yang disampaikan
oleh Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis, “Oleh karena itu kita semua
mempunyai tanggungjawab untuk mempersiapkan anak remaja pemuda sebagai
Sumber Daya Manusia agar menjadi generasi unggul yang berkarakter.” ucap
Darmayanti di Universitas Batam, Kepulauan Riau, Selasa (6/2). Ia menambahkan
“Dunia saat ini telah berubah seiring dengan pesatnya kemajuan teknologi
informasi yang tanpa disadari mengubah cara pandang, gaya hidup, dan merubah
peradaban”. Oleh karena itu, pencanangan Indonesia Emas 2045 merupakan salah
satu solusi dalam menjawab berbagai problematika yang dihadapi bangsa
Indonesia. Tidak seperti Amerika Serikat yang membutuhkan waktu hingga 200
tahun, Indonesia diharapkan mampu mencapai target hanya dengan 100 tahun
untuk menjadi negara maju.

Saat ini masih banyak problematika yang menghambat wacana tersebut, salah
satunya yaitu masalah pendidikan. Kualitas pendidikan yang buruk, biaya sekolah
yang relative mahal, kualitas lulusan yang sangat rendah, serta tidak meratanya
sarana pendidikan makin memperburuk kualitas pendidikan di Indonesia. Padahal
pendidikanlah yang menjadi tonggak utama perubahan. Saat Presiden Soekarno
ditanya bagaimana mampu membawa kepada kemajuan bangsa, Beliau menjawab
berikan 10 pemuda yang memiliki ilmu, dedikasi, integrasi, dan kecerdasan untuk
mengguncang dan menggetarkan dunia. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa
dengan modal pendidikan yang baik akan mengangkat derajat dan martabat suatu
bangsa. Menurut The Learning Curve Pearson Lembaga pendidikan dunia, pada
tahun 2014 Indonesia menduduki peringkat ke-40 dan tergolong bermutu rendah
dibanding negara sesama ASEAN seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Kualitas pendidikan di Indonesia saat ini sangat memprihatinkan. Dibuktikan


dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks Pembangunan Manusia
(Human Development Index), yaitu komposisi dari peringkat pencapaian

4
pendidikan, kesehatan, dan penghasilan perkepala. Indeks pengembangan manusia
makin menurun. Diantara 174 negara di dunia, Indonesia menempati urutan ke-
102 pada tahun 1996, ke-99 pada tahun 1997, ke-105 pada tahun 1998, dan ke-
109 pada tahun 1999. Menurut survey PERC (Political and Economic Risk
Consultant), kualitas pendidikan di Indonesia berada pada urutan ke-12 dari 12
negara di Asia. Kesadaran akan bahaya keterbelakangan pendidikan masih kurang
sehingga problemtika pendidikan masih merajalela yang membuat potret
pendidikan di Indonesia semakin buram.

Peran pendidikan dalam mempersiapkan Generasi Emas 2045 sangatlah penting.


Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) harus benar-benar
menyiapkan menejemen ketenagaan pendidikan yang profesional. Seperti yang
kita ketahui, Indonesia adalah negara yang sering mengganti kurikulumnya,
dikarenakan aspek kepentingan, aspek perbaikan, aspek egoisentris, aspek
ekonomi, aspek perkembangan zaman, dan lain sebagainya. Kurikulum yang baik
adalah kurikulum yang sederhana yang mudah untuk dipelajari dan memberikan
dampak positif pada kualitas pendidikan secara menyeluruh. Bukan kurikulum
yang membuat tersiksa tenaga pendidik, orang tua, dan anak didik. Contohnya,
para siswa diajarkan pelajaran Bahasa Inggris di sekolah, padahal banyak siswa
yang mampu menguasai Bahasa Inggris tanpa harus mengikuti kursus Bahasa
diluar jam sekolah. Selain itu, pembentukkan karakter para siswa banyak yang
terabaikan. Banyak pihak yang lebih memilih mengejar hasil dari pada proses.
Akibatnya, budaya menyontek dianggap hal yang wajar. Dengan menyontek
menunjukkan siswa menjadi pribadi yang tidak jujur. Yang selanjutnya
dikhawatirkan akan timbul sifat buruk lainnya seperti korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Sehingga tidak mampu membangun sikap positif anak terhadap
lingkungan sekitar. Mereka yang berhasil lulus dari pendidikan tinggi cenderung
melakukan aktualisasi1 untuk kepentingan pribadi, bukan melakukan sesuatu yang
bermanfaat bagi banyak orang seperti menciptakan lapangan pekerjaaan. Padahal

1
Aktualisasi adalah keinginan seseorang untuk menggunakan semua kemampuan dirinya untuk
mencapai apapun yang mereka mau dan bias dilakukan. Ahli jiwa Abraham Maslow, dalam
bukunya Hierarchy of Needs menggunakan istilah aktualisasi diri sebagai kebutuhan dan
pencapaian tertinggi seorang manusia.

5
lapangan pekerjaan sangat terbatas. Oleh karena itu, diperlukan reaktualisasi2
yang dapat mengangkat derajat bangsa. Adanya kurikulum 13 seharusnya tidak
perlu terjadi jika terdapat pengertian dan komunikasi yang baik antara pihak yang
memiliki kepentingan (stakeholder dan shareholder) dalam menyempurnakan
kurikulum pendidikan yang telah berjalan. Untuk menyiapkan generasi muda
yang memiliki kapasitas ilmu pengetahuan yang baik, kurikulum setidaknya
memuat 5 karakter yaitu: karakter keagamaan (religious character), karakter
kebahasaan (language character), karakter keilmuan (science character), karakter
teknologi (technology character), dan karakter kebudayaan (culture character).
Selain itu, kurikulum harus mampu menghasilkan insan Indonesia yang
produktif3, kreatif4, inovatif5, dan afektif6 melalui penguatan serta memiliki sikap,
keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi. Untuk membuat pendidikan
Indonesia secara berkualitas dengan waktu 29 tahun dari sekarang menuju 2045
adalah tidak sulit, asalkan ada keinginan dan usaha dari berbagai pihak yang
bersangkutan dengan jujur dan ikhlas untuk memajukan pendidikan di Indonesia
yang mulai dicicil sejak saat ini. Walaupun banyak masyarakat Indonesia yang
kurang “berambisi” dengan visi besar ini, namun kita harus tetap optimis bahwa
Indonesia mampu memancarkan sinarnya di tahun 2045 nanti.

Selain kurikulum, pendidikan Indonesia juga dihadapkan pada problematika mutu


pendidikan. Mutu pendidikan dipermasalahkan jika hasil pendidikan belum
mencapai taraf seperti yang diharapkan. Penetapan mutu hasil pendidikan pertama
dilakukan dengan sistem sertifikasi. Pendidikan yang bermutu hanya bisa dicapai
dengan proses belajar yang bermutu. Pokok permasalahan mutu pendidikan lebih
terletak pada proses pendidikan. Selanjutnya, proses pendidikan tersebut ditunjang

2
Reaktualisasi adalah proses, perbuatan mengaktualisasikan kembali, penyegaran dan
pembaruan nilai-nilai kehidupan masyarakat.
3
Produktif adalah sesuatu hal yang bisa menghasilkan atau mendatangkan keuntungan secara
besar atau banyak.
4
Kreatif adalah suatu kemampuan yang ada pada individu atau kelompok yang memungkinkan
mereka untuk melakukan terobosan atau pendekatan-pendekatan tertentu dalam memecahkan
masalah dengan cara yang berbeda.
5
Inovatif adalah keterampilan dan pengalaman untuk menciptakan atau memperbaiki produk,
atau system yang baru, yang memberikan nilai yang berarti atau secara signifikan.
6
Afektif adalah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Afektif mencakup watak perilaku seperti
perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.

6
oleh komponen pendidikan yang terdiri dari peserta didik, tenaga kependidikan,
kurikulum, sarana pembelajaran, dan juga masyarakat sekitar. Umumnya
pendidikan di daerah pelosok lebih rendah dari daerah perkotaan. Sehingga, mutu
pendidikan di daerah pelosok jauh dari kata bermutu. Padahal daerah pelosok juga
memiliki generasi muda yang bahkan belum banyak tersentuh globalisasi yang
buruk. Generasi muda di daerah pelosok merupakan bagian dari Generasi Emas
untuk mencapai Indonesia Emas 2045. Hal ini seharusnya menjadi perhatian
pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan generasi muda di daerah
pelosok yang mempunyai kesempatan dan peluang yang sama untuk memajukan
Indonesia. Upaya sederhana yang dapat dilakukan yaitu pengembangan prasarana
yang menciptakan lingkungan yang nyaman dalam belajar serta penyempurnaan
sarana belajar seperti buku paket, media pembelajaran, peralatan laboratorium,
dan tenaga pendidik kompeten terutama di daerah pelosok. Tenaga pendidik juga
harus benar-benar difungsikan dengan mengangkat dan menempatkan mereka
sesuai bidang studi yang dikuasainya agar hasilnya lebih optimal.

Bagi orang-orang yang berkompeten terhadap pendidikan pasti menyadari jika


dunia pendidikan saat ini mengalaami “sakit”. Sakit ini disebabkan pendidikan
tidak bisa memanusiakan manusia. Kepribadian manusia cenderung direduksi oleh
sistem pendidikan yang ada. Masalah pertama adalah bahwa pendidikan di
Indonesia tidak seimbang sehingga melahirkan “manusia robot”. Pendidikan tidak
hanya belajar dan berpikir. Sebab, ketika orang sedang belajar, maka orang yang
sedang belajar tersebut melakukan berbagai kegiatan, seperti mengamati,
membandingkan, meragukan, menyukai, semangat, dan lain sebagainya.
Pendidikan sering kali dipraktikkan sebagai instruksi guru kepada murid. Apalagi
dengan istilah viral saat ini “pendidikan yang menciptakan manusia siap pakai”.
Kata “siap pakai” disini berarti menghasilkan tenaga-tenaga yang dibutuhkan
dalam pengembangan dan persaingan bidang industry dan teknologi. Masalah
kedua adalah system pendidikan yang top-down (dari atas kebawah). System
pendidikan ini sangat tidak membebaskan karena para peserta didik (murid)
dianggap manusia-manusia yang tidak tahu apa-apa. Otak murid dipandang
sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan dari guru ditransfer kedalam otak

7
murid dan tinggal diambil kapan saja saat dibutuhkan. Model pendidikan seperti
ini sangat menindas para murid karena mereka diaanggap tidak memiliki
pengetahuan apa-apa. Masalah yang ketiga adalah masalah yang sangat penting,
yang menunjukkan kecintaan peserta didik terhadap negaranya. Bagaimana
mungkin mereka mampu mewujudkan Indonesia Emas jika mereka saja tidak
mencintai negaranya. Kaum muda saat ini cenderung tercabut dari akar-akar
budayanya dan begitu gandrung dengan hal-hal yang berbau Barat. Bukan berarti
kaum muda haruss anti-Barat, namun kaum mudaa harus bisa melihat kenyataan
ini sebagai sebuah tantangan bagi dunia pendidikaan kita. Mampukah kita
membentuk manusia yang sadar akan tradisi dan kebudayaan demi modal dasar
mewujudkan Indonesia Emas 2045? Hal inilah yang perlu direnungkan dan
mendapat perhatian serius. Upaya yang dapat dilakukan antara lain membiayai
guru melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, memberikan pelatihan untuk
meningkatkan kualitas guru, meningkatkan kualitas dan kuantitas materi pelajaran
yang diberikan ke siswa, dan meningkatkan alat-alat peraga dan sarana-sarana
pendidikan secara merata. Dengan solusi-solusi tersebut diharapkan Indonesia
mampu menyelesaikan problematika yang menghambat pendidikannya. Disinilah
dibutuhkan kerja sama antara pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi segala
problematika dalam pendidikan di Indonesia. Sehingga dapat menciptakan
generasi-generasi baru yang bersumber daya manusia tinggi, berkepribadian
Pancasila, dan bermartabat demi mencapai Indonesia Emas 2045.

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Mewujudkan generasi yang cerdas dan berkarakter bias dilakukan
melalui pendidikan, baik pendidikan formal, dan non formal. Sehingga
pemerintah harus memperbaiki pendidikan di Indonesia bila ingin
menciptakan generasi emas yang cerdas dan berkarakter guna mencapai
Indonesia Emas 2045

B. Saran
Semua pihak harus saling bahu-membahu dalam mewujudkan
pendidikan di Indonesia dan menyelesaikan berbagai problematika yang
ada demi tercapainya Indonesia Emas 2045.

Anda mungkin juga menyukai