Anda di halaman 1dari 6

Persiapkan Generasi Millennial dengan Pendidikan Karakter

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud)


Muhadjir Effendy mengatakan, untuk mempersiapkan generasi millennial menghadapi
tantangan ke depan, yang terpenting adalah menata karakter. Selain itu, diperlukan juga
memberi kemampuan adaptasi serta memiliki pondasi yang kuat sehingga setiap mengalami
perubahan tidak akan kehilangan arah.

"Karena itu, pendidikan karakter ini sangat mendasar, dan masalah ini tidak hanya terjadi di
Indonesia, tapi juga di Malaysia," kata Mendikbud saat memberikan pidato kunci pada
seminar pendidikan "Perubahan Pola Pikir Pendidikan Era Milenial" di Jakarta, Selasa (6/3).

Mendikbud mengatkan, Indonesia akan mengalami bonus demografi beberapa tahun ke


depan. Menurut dia, bonus demografi bisa menjadi malapetaka jika gagal menyiapkan
generasi produktif. "Jadi, kalau kita tidak siapkan generasi produktif, nanti setelah itu kita
masuk generasi tua."

"Kalau kita tidak memiliki cadangan ekonomi yang kuat dalam bonus demografi maka akan
menjadi malapetaka. Kita harus menghitung aging society (generasi tua)," ujar Muhadjir.

Lebih lanjut, Muhadjir mengatakan, kata kunci menghadapi tantangan pada abad millennial
sebetulnya adalah adaptasi. Karena itu, bagaimana menyiapkan generasi muda agar bisa
beradaptasi dengan perubahan jaman.

"Kita tidak ingin menyiapkan generasi yang hanya bekerja, tapi tidak produktif. Ini yang jadi
beban kita, termasuk Presiden Joko Widodo menekankan untuk menyiapkan program
vokasi," kata dia menambahkan.

Perlunya Pendidikan Karakter untuk Selamatkan Masa Depan Bangsa

“Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani.” Di depan memberi contoh,
di tengah memberi semangat, dan di belakang memberi daya kekuatan.
Sebuah gagasan yang timbul dari pemikiran tajam dan sarat pengalaman seorang Raden Mas Soewardi
Soerjaningrat, atau yang lebih dikenal dengan nama Ki Hadjar Dewantara, saat mendirikan Peguruan
Taman Siswa pada tahun 1922. Sejarah mencatatkan bahwa Perguruan Taman Siswa menjadi salah satu
elemen penting pergerakan kemerdekaan Indonesia, khususnya melalui dunia pendidikan. Gagasan
tersebut kemudian dikenal secara luas dan menjadi semboyan yang memberikan arti penting bagi pengajar
dalam dunia pendidikan di tanah air.
Semboyan tersebut menjadi pondasi penting bagi sikap guru dalam mendidik muridnya. Selain
memberikan ilmu yang bermanfaat bagi murid, seorang guru wajib memberi contoh positif,
menyemangati, dan mendukung murid agar memiliki nilai dan karakter utama bangsa yang diperlukan
dalam kehidupannya, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Nilai dan karakter
tersebut tidak mungkin dapat tertanam secara utuh pada diri seorang murid apabila guru tidak memiliki
nilai dan karakter yang sama.
Seakan tidak pernah habis ditelan zaman, apa yang diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara pada sembilan
puluh lima tahun yang lalu, ternyata masih dibutuhkan dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya
dewasa ini. Efek globalisasi dan pesatnya perkembangan teknologi menyebabkan alur informasi masuk
dengan deras, baik informasi positif maupun informasi negatif.
Celakanya, sepertinya secara naluriah otak manusia akan lebih tertarik untuk membaca informasi negatif
dibandingkan dengan informasi positif. Sebagai contoh sederhana, berita ricuhnya rapat paripurna DPD-RI
di Jakarta lebih digemari oleh masyarakat dibandingkan dengan berita membaiknya outlook sovereign
credit rating Indonesia dari stable menjadi positive yang diberikan oleh Rating and Investment
Information, Inc. (R&I), salah satu lembaga pemeringkat rating investasi kelas dunia.
Berbagai studi ilmiah telah membuktikan bahwa informasi negatif akan melekat lebih kuat dalam memori
seseorang dibandingkan dengan informasi positif (Ito et al, 1998). Penelitian Merrel (2012) juga
menyimpulkan bahwa informasi negatif dapat memberikan efek negatif jangka panjang bagi psikologis
seseorang.
Kurangnya kemampuan dalam menyaring informasi akan sangat berbahaya bagi perkembangan berpikir
dan kehidupan anak-anak. Berdasarkan data yang dirilis oleh Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI), jumlah kasus di bidang pendidikan yang menimpa anak-anak Indonesia pada tahun 2015
meningkat sebesar 16.7% (yoy), dari semula 461 kasus menjadi 538 kasus.
Sebagian besar kasus ini berupa bullying yang ironisnya terjadi di sekolah. Belum lagi jika ditambahkan
dengan data kasus narkoba dan pornografi pada anak yang juga meningkat setiap tahunnya. Tidak jarang
kita dengar di media bahwa kasus narkoba maupun pornografi kini telah banyak merambah ke sekolah-
sekolah, bahkan hingga ke tingkat SMP.
Kegagalan dalam mendidik murid akan mengancam masa depan bangsa ini. Berbagai dampak negatif akan
ditimbulkan dari kondisi tersebut, mulai dari hilangnya minat murid dalam belajar dan berprestasi,
meningkatnya probabilitas putus sekolah dan bunuh diri, serta yang paling utama adalah hilangnya nilai
dan karakter utama bangsa yang telah ditanamkan sejak dahulu oleh para pahlawan nasional, termasuk Ki
Hadjar Dewantara.
Lima Nilai dan Karakter Utama Bangsa Indonesia
Sebagaimana telah disinggung di awal, ada lima nilai dan karakter utama yang perlu ditanamkan kepada
generasi muda penerus bangsa sejak dini. Karakter pertama adalah religius. Karakter ini merupakan yang
terpenting dalam membentuk generasi muda. Setiap agama mengajarkan penganutnya untuk senantiasa
takut akan Tuhan. Dengan sikap takut akan Tuhan, maka seseorang akan berbuat baik kepada diri sendiri,
keluarga, dan sesamanya, saling membantu dan tenggang rasa, serta menghormati pemeluk agama lainnya.
Ilmu yang tidak dibarengi dengan karakter religius akan sangat berbahaya bagi kelangsungan bangsa ini.
Karakter kedua adalah nasionalis. Cerminan seorang nasionalis tentu bisa kita temukan dari kisah para
pahlawan dalam merebut kemerdekaan. Namun demikian, dengan berbagai keterbukaan di era globalisasi
teknologi, tantangan menanamkan karakter nasionalis pada generasi muda semakin berat. Proklamator dan
Presiden RI pertama, Ir. Soekarno, pernah berkata, “Tugasku lebih ringan karena melawan penjajah. Tugas
kalian lebih berat karena menghadapi bangsa sendiri.” Pendidikan karakter nasionalis pada generasi muda
sangat diperlukan demi menciptakan masa depan yang senantiasa mengedepankan kepentingan bangsa dan
negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Karakter selanjutnya adalah mandiri. Sejak dahulu, bangsa ini telah dianugerahi kekayaan alam dan
sumber daya yang berlimpah. Namun ada satu kekurangan mendasar pada bangsa ini yang menyebabkan
kekayaan alam tersebut belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, yaitu kurangnya jiwa kemandirian.
Karakter mandiri dapat diartikan percaya kepada kemampuan diri sendiri dalam menggapai prestasi dan
cita-cita. Karakter ini sangat diperlukan guna menghindari beberapa sifat negatif yang menjadi stigma
generasi milenial saat ini, antara lain berpangku tangan, pamrih, dan ingin mendapatkan prestasi yang
serba instan tanpa berusaha. Dalam tatanan yang lebih luas, penanaman karakter mandiri akan
mewujudkan kemandirian bangsa baik secara ekonomi, teknologi, kreativitas, maupun prestasi.
Karakter keempat adalah gotong royong, sebuah karakter yang secara perlahan mulai terkikis karena
euforia demokrasi. Nilai positif demokrasi yang mengedepankan perbedaan pendapat dalam mencari solusi
terbaik, seringkali disalahartikan. Perbedaan pendapat terkadang menjadi konten utama dari pemberitaan,
dibandingkan dengan solusi yang dimunculkan atas perbedaan pendapat itu sendiri. Hal ini akan
menggiring masyarakat menjadi terkotak-kotak, dan berkebalikan dengan nilai karakter gotong royong.
Oleh karena itu, pendidikan karakter gotong royong menjadi sebuah keharusan dalam mendidik masa
depan bangsa ini.
Karakter terakhir adalah integritas. Karakter ini sangat perlu ditanamkan sejak dini kepada generasi muda.
Karakter integritas akan menyembuhkan salah satu penyakit bawaan kolonial Belanda yang tumbuh subur
hingga sekarang, yaitu korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Peran Pendidikan dalam Merevolusi Karakter Bangsa
Mencermati berbagai kondisi tersebut, peran pendidikan dalam merevolusi karakter bangsa harus menjadi
prioritas utama negeri ini. Seperti yang pernah diajarkan oleh Ki Hadjar Dewantara, mengembalikan peran
guru sebagai contoh teladan bagi muridnya menjadi sebuah tantangan yang sangat berat, khususnya
dewasa ini. Menanamkan kembali lima nilai dan karakter utama bangsa pada generasi milenial bukanlah
suatu hal yang mudah. Dibutuhkan upaya terus menerus untuk mengubah suatu kebiasaan hingga akhirnya
terbentuk menjadi sebuah karakter dalam diri seorang murid.
Ada beberapa langkah dalam menerapkan pendidikan karakter di Indonesia. Pertama, sebagai pendidik,
kualitas dan kapabilitas seorang guru harus ditingkatkan. Kesenjangan kualitas pendidikan antara
Indonesia bagian barat dan timur harus dipersempit. Sebagai pendidik, seorang guru harus mencerminkan
nilai dan karakter utama bangsa dalam setiap tindakannya, agar dapat ditularkan kepada muridnya dengan
sempurna.
Kedua, pendidikan karakter harus menjadi sebuah kurikulum dalam setiap tingkatan pendidikan, terutama
pada jenjang pendidikan usia dini. Ketiga, pendidikan karakter harus melibatkan setiap unsur pendidikan,
tidak hanya guru, namun juga kepala sekolah, lingkungan sekolah, hingga orang tua. Dan yang terakhir
adalah upaya pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan guna penyempurnaan di masa yang akan
datang.

Tidak hanya mengajar, seorang guru juga harus memberikan contoh positif bagi muridnya | Sumber
Ilustrasi : www.astrowani.com
Pencanangan pendidikan karakter telah menjadi program prioritas pemerintah, yang dalam hal ini menjadi
ranah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Program merevolusi karakter bangsa
dilakukan dengan menghadirkan program Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) di setiap sekolah, baik
negeri maupun swasta. Sampai dengan akhir tahun 2016 PPK telah diimplementasikan di 542 sekolah di
seluruh Indonesia. Seluruh sekolah di Indonesia ditargetkan untuk menerapkan PPK pada akhir tahun
2020.
Dalam konsep PPK, peran pendidikan vokasi diutamakan sebagai langkah strategis peningkatan
produktivitas dan daya saing bangsa. PPK akan menggeser peran dari masing-masing elemen pendidikan.
Kepala sekolah akan berperan sebagai teladan dan kepemimpinan di dalam sekolah, sedangkan guru akan
berperan sebagai inspirator bagi murid. Selain itu, program PPK mendorong partisipasi orang tua dan
masyarakat untuk terlibat aktif dalam penguatan pendidikan karakter di sekolah.
Pada akhirnya, rasanya kita sepakat bahwa pendidikan karakter telah menjadi kebutuhan dasar untuk
menyelamatkan masa depan bangsa ini. Seperti buah pikiran Ki Hadjar Dewantara lainnya, “Dengan ilmu
kita menuju kemuliaan.” Semoga bangsa ini dapat menuju kemuliaan sejati dengan pendidikan karakter.
Perubahan itu memang susah, tetapi bukan berarti tidak usah.

Artikel ini juga dipublikasikan di blog pribadi penulis.

Daftar Referensi :
Ito, Tiffani A. et al. 1998. Negative Information Weights More Heavily on The Brain : The Negativity Bias
in Evaluative Categorization. Journal of Personality and Social Pscychology Vol.75 No.4. American
Phsychological Association, Inc.
Merrel, Woodson. 2012. The Long Lasting Effects of Negative Information. [online]
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 2016. Data Kasus Berdasarkan Klaster Perlindungan Anak,
2011-2016. [online],
Tribunnews.com. 2016. Tahun 2017, Mendikbud Genjot Penguatan Pendidikan Karakter. [online],

Pentingnya Pendidikan
Karakter dalam Upaya
Membentuk Generasi yang
Berkualitas

Penulis: Rodiah SAg Guru SMP Negeri 5 Bengkalis

TRIBUNPEKANBARU.COM, PEKANBARU – Saat ini marak kasus moral dikalangan remaja. Di antaranya,
penggunaan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba), tawuran pelajar, pornografi, pornoaksi, perkosaan,
pelacuran, perjudian, pembunuhan dan lainnya. Pelaku dan korbannya ada dari golongan remaja yang berstatus
pelajar.

Kenyataan yang demikian menunjukkan bahwa dunia pendidikan harus memberi peran penting dalam
menangkal dekadensi moral anak bangsa dalam upaya menyiapkan generasi muda masa depan yang berkualitas
tinggi. Terkait hal ini, perlu disadari bahwa tujuan pendidikan pada dasarnya adalah memperbaiki moral atau
"memanusiakan manusia".
Maka, muncul gagasan pentingnya pendidikan karakter sebagai solusi menjawab permasalahan moral dalam
dunia pendidikan khususnya di Indonesia. Pendidikan karakter merupakan bagian dari pendidikan nilai (values
education) melalui sekolah. Harapannya, sekolah tidak hanya bertanggung jawab dalam mencetak peserta didik
yang unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi tetapi juga dalam diri, karakter dan kepribadian.

Untuk itu, konsep pendidikan karakter menjadi sangat penting dalam upaya menyiapkan anak didik yang
unggul, beriman, profesional dan berkepribadian sebagaimana dituntut dalam tujuan pendidikan.

Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, yang menyatakan bahwa pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.

Seorang anak dalam mencari nilai-nilai hidup, harus mendapat bimbingan sepenuhnya dari pendidik, karena
menurut ajaran Islam, saat anak dilahirkan dalam keadaan lemah dan suci, alam di sekitarnyalah yang akan
memberi corak warna terhadap nilai hidup atas pendidikan seorang anak, khususnya pendidikan karakter.

Islam sangat memperhatikan masalah pendidikan terhadap anak dan memberikan konsep secara kongkrit yang
terdapat dalam Alquran dan penjelasan Rasulullah SAW yang ada dalam hadits. Alquran adalah petunjuk bagi
umat Islam.

Dalam pendidikan karakter kita wajib untuk berbuat baik dan saling membantu serta melatih untuk selalu sabar,
menahan amarah dan memaafkan kesalahan orang lain sebagaimana firman Allah SWT dalam Surat Ali Imran
ayat 134 yang artinya "Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema'afkan (kesalahan) orang. Allah
menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan".

Dari uraian di atas maka tujuan pendidikan karakter menurut Islam adalah membentuk pribadi yang berakhlak
mulia, karena akhlak mulia adalah pangkal kebaikan. Harapannya anak yang berakhlak mulia akan segera
melakukan kebaikan dan meninggalkan keburukan. Allah SWT juga berfirman dalam surat Ala'raf ayat 172
yang artinya "Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan
Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): bukankah Aku ini Tuhanmu, mereka
menjawab: Betul (Engkau tuhan KAmi), kami menjadi saksi, (Kami lakukan demikian itu) agar dihari kiamat
kamu tidak mengatakan: Sesungguhnya kami bani Adam telah lalai terhadap hal yang demikian ini".

Al Maraghi dalam Tafsirnya menegaskan bahwa Allah SWT telah menjadikan dalam tiap diri pribadi umat
manusia berupa fitrah keislaman yang disebut gharizah imaniy (naluri keimanan), dan melekat didalam hati
sanubari mereka, sehingga potensi beriman kepada Allah telah terlebih dahulu tertanam dalam diri manusia dan
baik buruknya pribadi manusia tersebut tergantung upaya untuk mengembangkan potensi ketuhanan itu.
(Muhammad Mustafa al-Maraghi, tth:103)

Jika pendidikan karakter jauh dari akidah Islam, lepas dari ajaran religius dan tidak berhubungan dengan Allah,
maka tidak diragukan lagi bahwa anak akan memiliki sifat kefasikan, penyimpangan, kesesatan, dan kekafiran.
Bahkan ia akan mengikuti nafsu dan bisikan-bisikan setan, sesuai dengan tabiat, fisik, keinginan dan
tuntutannya yang rendah.

Dari sini, jelaslah bahwa yang menjadi fundamen utama yang harus terbina dalam lingkungan keluarga adalah
prinsip tauhid. Hal ini dianggap sebagai prasyarat utama dalam pendidikan karakter bagi anak oleh orang tuanya
sebagai identitas keimanan yang harus ditanamkan sejak dini.

Adapun tujuan yang paling mendasar dari pendidikan karakter adalah untuk membuat seseorang menjadi
good and smart serta berakhlak yang mulia. Dalam sejarah Islam, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa
misi utamanya dalam mendidik manusia adalah untuk mengupayakan pembentukan karakter yang baik (good
character).

Sebagaimana bunyi hadist Rasulullah SAW yang artinya, "Seaungguhnya aku diutus ke atas dunia ini untuk
menyempurnaan akhlak". (Nol)

Anda mungkin juga menyukai