Anda di halaman 1dari 5

Nama : Vincenzio Jocelino

NIM : 235100507111021
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Cluster : 34
Infrastruktur Bukanlah Katalis Kebangkitan Pendidikan Indonesia, Meritokrasi
Pendidikanlah Jawabannya.

Edukasi adalah senjata yang paling berbahaya di dunia, ucap Nelson Mandela
pada tahun 1990 saat Ia akan menjabat sebagai presiden Afrika. Bahkan
sebelum abad 21, seorang Nelson Mandela sadar betul, untuk mengubah
keadaan afrika yang terpuruk, butuh pendidikan untuk menaikkan derajat
mereka. Sama halnya dengan negara Indonesia, pendidikan juga merupakan hal
yang dinarasikan menjadi penentu masa depan bangsa Indonesia di tahun 2045,
sebab itulah masa keemasan dimana Indonesia akan mengambil buah dari hasil
bonus demografi yang dipunya. Terbukti, penggelontoran biaya APBN untuk
pendidikan Indonesia meningkat jauh lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya.
Lantas, apakah dengan mengeluarkan fulus sebanyak-banyaknya merupakan
kunci satu satunya yang dapat menjadi katalis kebangkitan pendidikan
Indonesia? Atau apakah perlu perubahan struktural yang lebih mendalam dalam
membangkitkan pendidikan Indonesia?

Sebuah masalah se-struktural pendidikan dalam sebuah negara memang


biasanya didasarkan oleh suatu kenihilan infrastruktur yang mendukung. Betul
bahwasannya fulus adalah jawaban instan bagi sebuah instansi untuk
menyelesaikan masalah. Dengan fulus yang banyak, infrastruktur bisa dibangun,
semakin banyak jumlah fulus yang digelontorkan, semakin besar juga skala yang
bisa di trayektori kan dalam bentuk bangunan. Contoh terbaik dari hasil tindakan
ini adalah jumlah mahasiswa di Indonesia yang secara inkremental bertambah
tahun ke tahun. Tentu kenaikan angka tersebut didukung oleh keberadaan
jumlah pembangunan perguruan tinggi baik negeri maupun swasta. Generasi
emas Indonesia 2045 nanti, kini sedang pada tahap menempa diri mereka,
tempat bagi mereka untuk merawat akal sehat dan logika mereka haruslah selalu
terbuka. Sangat betul jawaban bahwa infrastruktur harus rata dan dibangun
sebanyak banyaknya, sebab pendidikan pada dasarnya adalah hak setiap orang
di republik ini, jauhkan pendidikan dari kata eksklusifitas. Hanya saja,
pembangunan yang tanpa didasari kualitas bisa menjadi pedang bermata dua.

Pendidikan yang erat dengan manusia merupakan hal yang sifatnya kompleks
dan multidisiplin, tidak ada suatu pakem pasti tentang bagaimana mendidik insan
manusia menjadi insan yang penuh kualitas dan berintelek. Sehingga, mendidik
manusia tidaklah sama dengan mendirikan pabrik cetakan yang
menyamaratakan semua produknya. Mendidik yang berkualitas perlu hati nurani,
mendidik yang berkualitas perlu koneksi antara intelektualitas dan emosi
seseorang dengan seseorang lainnya. Mendidik adalah hal yang sulit. Oleh
sebab itu, sedikit dari mereka yang bisa menjadi pengajar yang kredibel dan
berkualitas. Perlu pengalaman, ilmu dan waktu yang Maka juga tak jarang
dijumpai di beberapa negara maju, pengajar dijadikan sebagai pekerjaan yang
prestise dan dipandang tinggi. Dipandang tingginya derajat suatu profesi tentu
berkorelasi dengan kemampuan dan profesionalisme rata rata orang
dalam profesi tersebut. Berkaca kembali ke Indonesia, pengajar bukanlah suatu
profesi yang dianggap tinggi, banyak bahkan dari mereka yang tidak bisa hidup
dari mengajar. Padahal, saya tuliskan sebelumnya dipandang tingginya derajat
suatu profesi berkorelasi dengan kemampuan seorang individu dalam melakukan
tugasnya. Sulit untuk menjawab bagaimana bisa profesi pengajar yang
mengemban tanggung jawab yang begitu kompleks dan sulit harus disandarkan
dengan kenyataan pahit bahwa profesi mereka bukanlah profesi yang dipandang
tinggi. Apakah dengan kenyataan seperti itu merupakan salah mereka bahwa
mereka tidak memiliki kualitas yang bersaing dengan pengajar-pengajar
Nama : Vincenzio Jocelino
NIM : 235100507111021
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Cluster : 34
mancanegara lain? Tentu tidak, yang salah adalah lingkungan yang di desain
untuk menjadikan mereka demikian. Sebagai contoh di Korea Selatan pengajar
yang bisa mendapat sertifikasi pengajar adalah top 10% terbaik dari lulusan
mereka, ini membuat kualitas pengajar di sana sangat bersaing, menjadikan
peran pendidik yang sangat sulit diisi oleh individu-individu yang teruji
kualitasnya.

Bisakah Indonesia melakukan langkah tersebut? Perubahan di pendidikan


layaknya membelokkan sebuah kapal pesiar, ketika ingin berbelok haluan kiri
perlu menunggu lama sekali untuk kapal betul-betul bermanuver ke kirim tidak
seperti jetski yang dengan mudahnya bisa mengikuti arah yang kita mau. Ketika
berbicara untuk menaikkan kualitas pengajar di Indonesia, tentu butuh waktu
lama, tidak semudah membangun infrastruktur yang hasil jadinya bisa dilihat
hitungan tahun, membangun kualitas pendidik perlu trial and error serta investasi
jangka panjang. Tentu, dalam hal itu Indonesia tidak dapat bekerja sendiri,
Indonesia harus bergerak cepat memeritokrasikan pendidikan sehingga bisa
menciptakan sebuah katalis yang memicu reaksi berantai. Memeritokrasikan
yang dimaksud disini adalah meritokrasi global yang tak terikat oleh batasan
apapun. Seringkali kita jatuh dalam nasionalisme yang buta dan tak berarah,
padahal nasionalisme adalah melakukan apapun yang positif hasilnya bagi nusa
dan bangsa. Dengan memeritokrasikan pendidikan pada dunia, Indonesia bisa
mengundang talenta-talenta berharga mancanegara untuk mengajar di
Indonesia, dengan begitu ilmu yang relevan dan berharga dapat lebih cepat
terserap dan terealisasikan dalam generasi emas Indonesia. Kita tidak perlu
berlama-lama mengimplementasikan sesuatu hal yang perlu trial and error bila
kita belajar dengan talenta yang sudah merupakan ahli nya langsung. Seperti
kata Pablo Picasso “Good artist copy, great artist steal” kita juga dapat
memainkan strategi bernegara kita dengan mengimpor ilmu dari talenta-talenta
mancanegara untuk diimplementasikan pada sumber daya manusia kita yang
sangat berharga. Sumber daya manusia kita yang hanya akan bisa berkualitas
tergantung bagaimana mereka dididik dan bagaimana mereka dididik, yang tentu
kita harapkan bonus demografi generasi Indonesia emas 2045 tidak justru malah
menjadi bencana.

Tentu, pengadaan strategi meritokrasi global ini juga memerlukan modal, yaitu
fulus untuk mendatangkan talenta-talenta terbaik untuk mau mendidik di
Indonesia, dan percayalah itu tidak sedikit. Namun, fulus sendiri tidaklah cukup,
dalam merealisasikan pengadaan talenta-talenta terbaik untuk mendidik putra
putri terbaik bangsa diperlukan kemampuan berbahasa dari putra putri bangsa
kita, bahasa merupakan paspor bagi masyarakat di era sekarang. Globalisasi
yang menyatukan dunia mensyaratkan kefasihan bahasa internasional seperti
inggris untuk bergabung ke dalamnya. Kefasihan berbahasa akan
mempermudah dua individu untuk mengerti satu sama lain dan mempermudah
perpindahan ilmu. Walau terkesan banyak hal yang perlu dipertaruhkan, tidak
perlulah takut sebab ilmu yang didapat bisa menjadi ilmu sekali seumur hidup
yang merubah seumur hidup. Saya ingin mengambil contoh terjelas yang sudah
sukses melakukan strategi ini, walau bukan negara besar kini GDP Singapura
sudah jauh melampaui Indonesia. Singapura sukses sebab ia membuka pintu
selebar-lebarnya bagi talenta-talenta terbaik di dunia untuk mendidik disana, dan
ketika ilmu itu diserap, sumber daya manusia Singapura berubah menjadi salah
satu yang terbaik di dunia. Lagi-lagi sebab mereka bukan hanya membangun
infrastruktur namun juga tau kemana investasi mereka, mereka taruh dan tahu
strategi apa yang harus mereka terapkan.
Nama : Vincenzio Jocelino
NIM : 235100507111021
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Cluster : 34
Resiko atau tantangan lain dari mengambil tindakan ini adalah menyelesaikan
cara bagaimana kita mau meyakinkan talenta-talenta terbaik dunia untuk
membagikan ilmunya kepada kita Indonesia. Fulus yang banyak mungkin
membantu sampai beberapa tahap, tetapi untuk beberapa hal ada hal yang tidak
bisa dibeli dengan uang. Hal seperti integritas dan idealisme hanya bisa terjawab
bila kita dapat meyakinkan pertanyaan-pertanyaan mereka. Disinilah peran
Indonesia dalam berdiplomasi, Indonesia harus mampu tampil kuat di dunia
Internasional untuk menarik perhatian talenta-talenta terbaik di luar sana untuk
mau datang ke Indonesia. Salah satu syarat terpentingnya adalah dengan
kemampuan berbahasa internasional, bahasa inggris maupun mandarin. Seperti
yang saya katakan sebelumnya bahasa adalah paspor untuk melihat dunia,
dengan kemampuan bahasa yang fasih kita dapat menarik perhatian dunia. Jika
sudah bisa berbahasa asing tentu penting hukumnya untuk bisa memiliki
kemampuan bercerita pada dunia. Contohlah bagaimana negara-negara maju
memiliki cerita yang membakar orang-orang yang membacanya sehingga
seluruh dunia yakin akan keberadaannya. Indonesia pun harus sama jika ingin
mengundang orang-orang terbaik, Indonesia harus vokal akan keberadaan,
tujuan serta pandangannya pada dunia. Sebagai contoh Indonesia dapat keras
bersuara lantang bahwa Indonesia pernah menjadi kerajaan nusantara terbesar
di seluruh penjuru Asia, saat jaman majapahit. Sehingga menarik perhatian
budayawan maupun arkeologis terbaik dunia untuk datang dan belajar maupun
mengajar di Indonesia. Dari Situlah pertukaran ilmu bisa terjadi. Indonesia
mendapat ilmu berharga bagi SDM nya sedangkan mereka mendapatkan
pengalaman baru.

Meritokrasi global bukan berarti menjual negara pada negara lain, meritokrasi
global bukan berarti menjual nasionalisme kita. Di era globalisme, tidak ada
satupun negara yang dapat berdiri sendiri, apalagi dalam dunia pendidikan yang
erat kaitannya dengan dunia pengetahuan yang bergulir bersama waktu kedepan
tanpa kenal siapa yang mendorongnya ke depan. Ilmu pengetahuaan ada untuk
memajukan dan mencegah manusia menghadapi kepunahannya, tidak peduli
manusia mana yang terus mengembangkannya, tujuannya akan tetap satu.
Karena sifatnya yang universal itu, ilmu dalam pendidikan bukan kepunyaan
siapapun, semua hanyalah masalah siapa yang mengelola manusianya sebagai
wadah yang terbaik untuk menampung pengetahuaan yang ada. Bila kita tidak
dapat mengejar untuk membentuk wadah yang terbaik, kejarlah manusia lain
yang sudah memiliki kemampuan itu untuk membagikannya pada kita. Karena
itu sangat penting untuk tampil kuat di kancah dunia. India salah satu negara
yang mirip seperti Indonesia, mengapa India bisa lebih terkenal dan maju di
bidang saintek daripada Indonesia. Alasannya simpel, sebab India mampu
bercerita di panggung dunia, mereka mampu mengekspresikan apa yang mereka
bisa lakukan dan apa yang mereka butuhkan. Oleh karena itu, kepercayaan
dunia hadir pada mereka dan mendukung mereka, salah satunya tentu dalam
dunia pendidikan, dimana mereka menjalin relasi yang dekat dengan talenta-
talenta tercanggih dari Amerika. Itu semua karena kemampuan mereka bercerita
dan keterbukaan mereka memeritokrasikan pendidikan mereka.

Tentu untuk memperkaya diskusi dan diskursus mengenai meritokrasi


pendidikan di Indonesia kuncinya harus dimulai dari keterbukaan. Terbuka
bahwa perlu saling membantu satu sama lain dalam menangani masalah
struktural pendidikan. Negara tidak bisa menutup diri selamanya dalam era
globalisasi, dunia sudah melebur menjadi satu. Solusi lain seperti mengirimkan
mahasiswa-mahasiswa berprestasi Indonesia ke luar negeri untuk belajar di
kampus terbaik dunia juga merupakan usaha yang sangat baik yang sudah
dilakukan menteri pendidikan sekarang. Tapi kembali lagi selama ide itu
Nama : Vincenzio Jocelino
NIM : 235100507111021
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Cluster : 34
mengacu pada keterbukaan dan kemeritokrasiaan dalam dunia pendidikan pasti
akan andil dalam membenahi pendidikan Indonesia menuju yang lebih baik.
Namun, kembali lagi pertanyaan yang perlu dijawab oleh pengambil kebijakan
adalah seberapa besar trayektori yang akan dihasilkan atau semudah apa misi
tersebut di skala besarkan. Tentu, beberapa kebijakan penting yang sudah ada
sekarang harus tetap dilanjutkan, tetapi tetap harus terus selalu dikaji ulang dan
direncanakan mengenai mana kebijakan yang sifatnya lebih game-changing
ketimbang perubahan yang inkremental saja.

Dunia akan terus berubah dan berkembang, perubahan itu konstan dan cepat,
bila Indonesia sekarang sudah tertinggal puluhan hingga ratusan tahun,
pergerakan inkremental tak akan menyusul perkembangan dunia. Indonesia
harus mau terbuka dan memeritokrasikan pendidikannya agar hanya orang
terbaik di bidangnya lah yang layak mengisi tenaga pendidik yang sungguh berat
tugasnya. Sehingga alhasil nanti perubahan eksponensial dapat diraih dan
Indonesia dapat melesat dengan sumber daya manusia yang terdidik inteleknya
dan berkualitas pengetahuannya demi Indonesia emas 2045.
Nama : Vincenzio Jocelino
NIM : 235100507111021
Fakultas : Fakultas Teknologi Pertanian
Cluster : 34
Daftar Pustaka :

1. https://youtu.be/TSER7bEmkXg (Nadiem Makarim: Siap Dihujat Demi


Bela Generasi Berikutnya | Endgame #113)

Dokumentasi :

Anda mungkin juga menyukai