Anda di halaman 1dari 3

Tak Hanya Pintar, Karakter Diri juga

Menentukan Keberhasilan

“Sekolah kita umumnya sangat tradisional, konservatif, biokratif, dan resistan


terhadap perubahan. Satu cara yang harus dilakukan untuk menyelamatkan generasi
muda adalah melalui kemerdekaan belajar.” Kutipan kata pengantar dalam buku
“Freedom to Learn” oleh Carl Rogers tahun 1969.

Di ruang aula salah satu universitas favorit di Indonesia terlaksana kegiatan


seminar yang menghadirkan motivator profesional sekaligus penulis ternama yaitu
Tsana. Nadhifa Allya Tsana, nama lengkapnya. Dalam cerita semasa SMA, Tsana
mempunyai mimpi untuk menjadi mahasiswi universitas tempatnya mengisi acara.
Mimpi itu tercapai, Tsana sempat menjadi bagian dari universitas tersebut. Namun,
apakah semua berjalan sesuai ekspektasi?

Diketahui Tsana memasuki fakultas teknik karena faktor lingkungan SMA


yang mendukungnya untuk memasuki jurusan itu, padahal bidang yang menjadi
keunggulan dirinya adalah bahasa dan sastra. Hal tersebut menyebabkan Tsana tidak
begitu tertarik dengan jurusan yang sedang dijalaninya. Meskipun sanggup mengikuti
proses perkuliahan, namun rasa jenuh dan lelah tidak dapat dihindari.

Selama kuliah, ia selalu menyempatkan waktu untuk mengikuti kelas menulis


agar dapat menciptakan karya yang dapat dinikmati publik. Ia merasa selama
mengikuti kelas menulis, otaknya bekerja penuh secara maksimal. Ide-ide kreatif
dalam diri tersalurkan di tempat yang tepat. Tentunya hal itu semakin meyakinkan diri
Tsana untuk terus menekuni kegiatan menulisnya.

Tsana pun mulai berpikir kembali tentang tujuan awal dirinya sendiri dalam
menginjakkan kaki di fakultas teknik. Namun hasilnya nihil. Ia tak menemukan satu
jawaban pun dari dirinya sendiri. Sebagai sosok umat beragama, akhirnya Tsana
meminta petunjuk dan berdo’a kepada Tuhan Yang Maha Esa agar tidak salah dalam
melangkah.

Setelah melalui proses yang tak singkat, titik akhir jatuh dengan keputusan
Tsana untuk mengakhiri perkuliahannya saat itu meski belum tamat. Keputusan yang
berat dan tak mudah. Dapat dipastikan banyak pertanyaan orang-orang mulai dari
yang ringan hingga berat akan didapatkannya, apalagi universitas tempatnya kuliah
merupakan impian Tsana selama 3 tahun duduk di bangku SMA. Namun hal itu tak
menjadi kekhawatiran baginya, berbagai jawaban sudah disiapkan dengan matang
agar dapat mudah diterima dan diharapkan dapat menjadi pelajaran untuk
menumbuhkan sikap berpikir kritis bagi orang lain terkhusus pelajar sebelum
memutuskan suatu perkara dalam kehidupan.

“Banyak orang berpendapat saya gagal karena memutuskan keluar pada saat
itu. Tapi lihat apa yang terjadi sekarang? Saya bukan jadi orang yang mendengarkan
materi lagi, justru yang membawakan materi. Di tempat ini, tempat yang menjadi
impian selama bertahun-tahun harus dilepaskan dengan berat hati pada saat itu.
Namun rencana Tuhan memang selalu yang terbaik. Berkat alur hidup dari-Nya saya
dapat berdiri dan berbicara di sini. Satu hal penting, ini tak terjadi begitu saja.
Berbagai macam rintangan harus kalian rasakan dan hadapi apabila ingin
mendapatkan hasil yang manis. Sekalipun bagian terburuknya adalah jikalau hasil
tidak sesuai dengan yang diharapkan, akan tetap ada rasa bangga yang tersimpan
dalam diri atas usaha yang telah kalian lakukan secara mandiri dan hasil keringat
sendiri,” ujar Tsana.

Keputusan yang tepat dan cermat diambil oleh Tsana. Ketekunan dalam
bidang yang disukainya menghasilkan buku dengan judul “Geez dan Ann” yang
diciptakan oleh Tsana pada tahun 2017 ketika ia berusia 18 tahun. Tak disangka,
karya pertamanya banyak memikat hati dan perhatian khalayak umum. Kini tahun
2022, sudah berjalan 5 tahun karirnya tentu semakin banyak karya-karya indah
tercipta dari diri Tsana. Bahkan, ia sudah di kenal dunia dengan podcast-nya yang
bernama “Rintik Sedu”. Dilansir dari projectwithus.id, Rintik Sedu pernah ditawarkan
untuk membuat podcast dalam bahasa Inggris. Hal ini tentunya membawa nama
penulis Indonesia ke tingkat dunia.

Dapat diambil kesimpulan bahwa setiap orang dilahirkan dengan kemampuan


dan keistimewaan yang berbeda. Namun dengan kemerdekaan belajar yang sama.
Dilansir dari kemenkopmk.go.id, merdeka belajar memiliki arti sebuah pendekatan
yang dilakukan supaya siswa dan mahasiswa bisa memilih pelajaran yang diminati
dengan tujuan agar dapat mengoptimalkan bakat dan bisa memberi sumbangan terbaik
dalam berkarya bagi bangsa.

Proses belajar mengajar membutuhkan suasana yang bahagia. Bahagia bagi


sang guru, bahagia bagi peserta didik, dan bahagia bagi seluruh pihak yang terkait di
dalam prosesnya. Namun realita menunjukkan masih banyak pihak sekolah dan siswa
yang sering kali bertentangan dalam menentukan tingkat keberhasilan suatu
pembelajaran yang mengakibatkan kebahagiaan itu tak tercipta. Pihak sekolah selalu
memberi patokan kepada siswa untuk mendapat nilai yang bagus dalam setiap mata
pelajaran, sedangkan pihak siswa sendiri menginginkan hal lain yang dirasa akan
lebih leluasa dalam mengembangkan potensi dan pengetahuan diri.

Nadiem Makarim (Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi


Republik Indonesia) pernah berkata, "Kita memasuki era di mana gelar tidak
menjamin kompetensi. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin
kesiapan berkarya. Kita memasuki era di mana kelulusan tidak menjamin mutu. Ini
hal-hal yang harus segera disadari.”

Hal ini bukan berarti menutup kemungkinan bahwa orang yang pintar dalam
akademik tidak akan sukses. Melainkan orang sukses tidak cukup dengan
kepintarannya saja. Dibutuhkan keterampilan untuk mengaplikasikan ilmu dan teori
yang dimiliki ke dalam aksi kehidupan nyata. Dan tak menutup kemungkinan juga
bahwa orang yang kurang menonjol di bidang akademik jika memiliki soft skills
(keterampilan non-teknis) unggul akan memiliki peluang yang sama untuk menjadi
orang sukses.

Hal terakhir yang perlu diingat adalah merdeka belajar dapat berjalan sesuai
tujuan yang menjadikan generasi muda sebagai agen perubahan (agent of change)
apabila seluruh pihak ikut andil dalam mengupayakannya. Kualitas pendidikan yang
bagus harus disertai dengan kualitas diri peserta didik yang bagus pula. Saat ini juga
tercipta Profil Pelajar Pancasila yang sesuai dengan peraturan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Bahwasanya Pelajar
Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,
dengan enam ciri utama :

cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id

Dengan ke-enam ciri atau karakter utama pelajar dan generasi muda Indonesia
yang disertai dengan zaman modernisasi dan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi (IPTEK) yang pesat tentu besar harapan dan peluang bahwa akan terlahir
generasi besar, generasi sukses, generasi hebat, generasi penerus bangsa yang akan
terus membawa perubahan dan perkembangan bagi Indonesia dalam segala aspek,
baik segi ekonomi, politik, pendidikan, kesehatan, maupun sosial budaya, dan lainnya.
Serta membawa nama Indonesia ke tingkat internasional dan semakin terlihat nyata
eksistensinya di mata dunia.

Anda mungkin juga menyukai