Anda di halaman 1dari 15

BAB III

HASIL KEGIATAN

3.1 Hasil Kegiatan (Observasi dan Analisis Manajemen di Puskesmas M)

a. Kinerja Penilaian Puskesmas

Hasil Pencapaian Kinerja Dalam Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas M

TARGET HASIL
TINGKAT
No KOMPONEN INDIKATOR CAKUPAN KET
KINERJA
% %
1 Promosi Kesehatan 100 78,39 Kurang

100 BAIK >


2 Kesehatan Lingkungan 74,23 Kurang
91%
100
3 KIA 79,42 Kurang CUKUP
81-90 %
100
4 Gizi 70,49 Kurang
KURANG
Pencegahan dan Pengendalian 100 ≤80%
5 79,26 Kurang
Penyakit

RATA-RATA KINERJA 76,36 Kurang

Hasil Pencapaian Kerja Upaya Kesehatan Pengembangan Puskesmas M


No KOMPONEN TARGET HASIL TINGKAT KET
INDIKATOR CAKUPAN KINERJA
% %
1 Lansia 100 92,50 Baik BAIK ≥
91%
2 Pengobatan tradisional 100 100 Baik
CUKUP
≥81-90 %
3 Kesehatan Jiwa 100 100 Baik
KURANG
4 Kesehatan Olah raga 100 100 Baik ≤80%

5 UKS 100 100,04 Baik

RATA-RATA KINERJA 98,51% Baik


Hasil Pencapaian Kerja Upaya Kesehatan Perorangan Puskesmas M
TARGET HASIL
TINGKAT
No KOMPONEN INDIKATOR CAKUPAN KET
KINERJA
% %
Rawat Jalan (Kunjungan
1 100 82,34 Baik BAIK ≥
sehat dan sakit)
91%
100
2 Pelayanan Kefarmasian 95,00 Baik
CUKUP 81-
100
3 Pelayanan Laboratorium 69,82 Kurang 90 %

100 KURANG
4 Pelayanan Tindakan 100 Baik
≤80%
RATA-RATA KINERJA 86,79 Cukup

Hasil Penilaian Kinerja Kegiatan Manajemen Puskesmas M


No KOMPONEN TARGET HASIL TINGKAT KET
INDIKATOR CAKUPAN KINERJA

1 Manajemen Umum Puskesmas 10 9,25 Baik

2 Manajemen Sumber Daya 10 9,5 Baik

3 Manajemen Peralatan dan obat 10 10 baik


4 Manajemen kepegawaian/ SDM 10 9 baik

5 Manajemen Keuangan 10 10 baik

6 Manajemen program 10 10 baik

7 Manajemen Data dan Informasi 10 10 baik

8 Manajemen pemberdayaan 10 5,5 cukup


masyarakat
9 Manajemen Mutu 10 7,0 cukup

RATA-RATA KINERJA 9,5 baik

Keterangan Kategori Kinerja :

a. Kinerja Baik apabila

1. Cakupan hasil pelayanan kesehatan > 91%

2. Cakupan hasil manajemen ≥ 8,5

b. Kinerja Cukup apabila

1. Cakupan hasil pelayanan kesehatan 81-90


%

2. Cakupan hasil manajemen 5,5-8,4

c. Kinerja Kurang apabila

1. Cakupan hasil pelayanan kesehatan ≤ 80 %


2. Cakupan hasil manajemen < 5,5

b. Definisi Mutu dan Dimensi Mutu Pelayanan Kesehatan

Mutu pelayanan kesehatan adalah suatu layanan kesehatan yang


dibutuhkan, dalam hal ini akan ditentukan oleh profesi layanan kesehatan,
dan sekaligus diinginkan baik oleh pasien/konsumen ataupun masyarakat
serta terjangkau oleh daya beli masyarakat (Pohan, 2018).

Mutu layanan kesehatan adalah derajat memberikan pelayanan kesehatan


secara efesien dan efektif sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan
yang dilaksanakan secara menyeluruh sesuai dengan kebutuhan pasien,
memanfaatkan teknologi tepat guna dan hasil penelitian dalam
pengembangan pelayanan kesehatan/petugas sehingga tercapai derajat
kesehatan yang optimal (Nursalam, 2016).

Menurut Avendis Donabedian (1988) dalam Gde Muninjaya (2015) mutu


layanan kesehatan adalah : “The quallity of technical care consist of the
application of medical science and technology in a way than maximizes its
benefit to health without correspondingly increasing its risk. The degree of
its quality is, therefore, the extent to wich the care provided is expected the
most favourable balance of risks an benefit.” Dalam hal ini, mutu layanan
kesehatan harus dikaitkan dengan penerapan ilmu dan teknologi
kedokteran untuk memaksimalkan manfaatnya bagi kesehatan
penggunanya dengan memperhatikan resiko yang ditimbulkan.

WHO (1988) dalam Gdenjaya (2015) menjelaskan mutu produk layanan


kesehatan “proper performance (according to standards) of interventions
that are known to be safe, an impact on mortality, disability, and
malnutrition.” Mutu pelayanan harus sesuai dengan standar intervensi
yaitu aman, terjangkau oleh masyarakat yang membutuhkan, dan produksi
untuk mengurangi kematian, ketidakmampuan, dan gangguan gizi.

Menurut Noor (2018) juga menyatakan mutu pelayanan kesehatan bagi pasien
lebih terfokus pada dimensi daya tanggap petugas dalam memberikan pelayanan
yang dibutuhkan oleh pasien meliputi keramahan petugas dan komunikasi petugas
dengan pasien

Parasuraman dalam Nursalam (2016), menyatakan bahwa konsep kualitas


pelayanan adalah suatu pengertian yang komplek tentang mutu, tentang
memuaskan atau tidak memuaskan. Konsep kualitas layanan dikatakan bermutu
apabila pelayanan yang diharapkan lebih kecil dari pada pelayanan yang dirasakan
(bermutu).

Parasuraman dalam Nursalam (2016) mengemukakan konsep kualitas layanan


yang berkaitan dengan kepuasan ditentukan oleh lima unsur yang biasa dikenal
dengan istilah kualitas layanan “RATER” (responsiveness, assurance, tangible,
empathy dan reliability) yaitu :
1. Daya Tanggap (Responsiveness)
Daya Tanggap yaitu kesediaan untuk membantu pelanggan, respon dan
memberikan pelayanan yang cepat yang meliputi kecepatan karyawan dalam
menangani keluhan pelanggan serta kesigapan karyawan dalam melayani
pelanggan.

Setiap pegawai dalam memberikan bentuk-bentuk pelayanan, mengutamakan


aspek pelayanan yang sangat mempengaruhi perilaku orang yang mendapat
pelayanan, sehingga diperlukan kemampuan daya tanggap dari pegawai untuk
melayani masyarakat sesuai dengan tingkat penyerapan, pengertian,
ketidaksesuaian atas berbagai hal bentuk pelayanan yang tidak diketahuinya. Hal
ini memerlukan adanya penjelasan yang bijaksana, mendetail, membina,
mengarahkan dan membujuk agar menyikapi segala bentuk-bentuk prosedur dan
mekanisme kerja yang berlaku dalam suatu organisasi, sehingga bentuk pelayanan
mendapat respon positif.
Pada prinsipnya, inti dari bentuk pelayanan yang diterapkan dalam suatu instansi
atau aktivitas pelayanan kerja yaitu memberikan pelayanan sesuai dengan tingkat
ketanggapan atas permasalahan pelayanan yang diberikan. Kurangnya
ketanggapan tersebut dari orang yang menerima pelayanan, karena bentuk
pelayanan tersebut baru dihadapi pertama kali, sehingga memerlukan banyak
informasi mengenai syarat dan prosedur pelayanan yang cepat, mudah dan lancar,
sehingga pihak pegawai atau pemberi pelayanan seyogyanya menuntun orang
yang dilayani sesuai dengan penjelasan-penjelasan yang mendetail, singkat dan
jelas yang tidak menimbulkan berbagai pertanyaan atau hal-hal yang
menimbulkan keluh kesah dari orang yang mendapat pelayanan. Apabila hal ini
dilakukan dengan baik, berarti pegawai tersebut memiliki kemampuan daya
tanggap terhadap pelayanan yang diberikan yang menjadi penyebab terjadinya
pelayanan yang optimal sesuai dengan tingkat kecepatan, kemudahan dan
kelancaran dari suatu pelayanan yang ditangani oleh pegawai.

Suatu organisasi sangat menyadari pentingnya kualitas layanan daya tanggap atas
pelayanan yang diberikan. Setiap orang yang mendapat pelayanan sangat
membutuhkan penjelasan atas pelayanan yang diberikan agar pelayanan tersebut
jelas dan dimengerti. Untuk mewujudkan dan merealisasikan hal tersebut, maka
kualitas layanan daya tanggap mempunyai peranan penting atas pemenuhan
berbagai penjelasan dalam kegiatan pelayanan kepada masyarakat. Apabila
pelayanan daya tanggap diberikan dengan baik atas penjelasan yang bijaksana,
penjelasan yang mendetail, penjelasan yang membina, penjelasan yang
mengarahkan dan yang bersifat membujuk, apabila hal tersebut secara jelas
dimengerti oleh individu yang mendapat pelayanan, maka secara langsung
pelayanan daya tanggap dianggap berhasil, dan ini menjadi suatu bentuk
keberhasilan prestasi kerja.

Petugas yang tanggap adalah yang ‘bersedia atau mau membantu pelanggan’ dan
memberikan’pelayanan yang cepat/tanggap’. Ketanggapan juga didasarkan pada
persepsi pasien sehingga faktor komunikasi dan situasi fisik disekitar pasien
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan. Oleh karena itu ketanggapan
dalam pelayanan petugas dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Petugas memberikan informasi yang jelas dan mudah dimengerti
oleh pasien
b. Kesediaan petugas membantu pasien
c. Kemampuan petugas untuk cepat tanggap menyelesaikan
keluhan pasien
d. Tindakan petugas cepat pada saat pasien membutuhkan
(Nursalam, 2016)

2. Jaminan (Assurance)

Jaminan yaitu kegiatan untuk menjamin kepastian terhadap pelayanan


yang akan diberikan kepada pelanggan, hal ini meliputi kemampuan
petugas atas pengetahuan terhadap jasa secara tepat, keterampilan
dalam memberikan pelayanan sehingga dapat menumbuhkan rasa aman
pada pelanggan sehingga dapat menanamkan kepercayaan pelanggan
terhadap perusahaan.

Setiap bentuk pelayanan memerlukan adanya kepastian atas pelayanan


yang diberikan. Bentuk kepastian dari suatu pelayanan sangat
ditentukan oleh jaminan dari pegawai yang memberikan pelayanan,
sehingga orang yang menerima pelayanan merasa puas dan yakin
bahwa segala bentuk urusan pelayanan yang dilakukan atas tuntas dan
selesai sesuai dengan kecepatan, ketepatan, kemudahan, kelancaran dan
kualitas layanan yang diberikan.

Jaminan atas pelayanan yang diberikan oleh pegawai sangat ditentukan


oleh performance atau kinerja pelayanan, sehingga diyakini bahwa
pegawai tersebut mampu memberikan pelayanan yang handal, mandiri
dan profesional yang berdampak pada kepuasan pelayanan yang
diterima. Selain dari performance tersebut, jaminan dari suatu
pelayanan juga ditentukan dari adanya komitmen organisasi yang kuat,
yang menganjurkan agar setiap pegawai memberikan pelayanan secara
serius dan sungguh-sungguh untuk memuaskan orang yang dilayani.
Bentuk jaminan yang lain yaitu jaminan terhadap pegawai yang
memiliki perilaku kepribadian (personality behavior) yang baik dalam
memberikan pelayanan, tentu akan berbeda pegawai yang memiliki
watak atau karakter yang kurang baik dan yang kurang baik dalam
memberikan pelayanan.

Inti dari bentuk pelayanan yang meyakinkan pada dasarnya bertumpu


kepada pelayanan yang ditunjukkan oleh setiap pegawai, komitmen
organisasi yang menunjukkan pemberian pelayanan yang baik, dan
perilaku dari pegawai dalam memberikan pelayanan, sehingga dampak
yang ditimbulkan dari segala aktivitas pelayanan tersebut diyakini oleh
orang-orang yang menerima pelayanan, akan dilayani dengan baik
sesuai dengan bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diyakini sesuai
dengan kepastian pelayanan

Jaminan kepastian dimaksudkan bagaimana petugas dapat menjamin


pelayanan petugas yang diberikan kepada pasien berkualitas sehingga
pasien menjadi yakin akan pelayanan petugas yang diterimanya. Untuk
mencapai jaminan kepastian dalam pelayanan petugas ditentukan oleh
komponen :
a. Kompetensi yang berkaitan dengan pengetahuan dan
keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan petugas
b. Keramahan yang juga diartikan kesopanan petugas sebagai
aspek dari sikap petugas, dan
c. Keamanan yaitu jaminan pelayanan yang menyeluruh sampai
tuntas sehingga tidak menimbulkan dampak yang negatif pada
pasien dan menjamin pelayanan yang diberikan kepada pasien
aman (Nursalam, 2016)

3. Bukti Fisik (Tangibles)

Pengertian bukti fisik dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi


nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pegawai sesuai
dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan
membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan
pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang
sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang
diberikan.

Berarti dalam memberikan pelayanan, setiap orang yang menginginkan


pelayanan dapat merasakan pentingnya bukti fisik yang ditunjukkan
oleh pengembang pelayanan, sehingga pelayanan yang diberikan
memberikan kepuasan. Bentuk pelayanan bukti fisik biasanya berupa
sarana dan prasarana pelayanan yang tersedia, teknologi pelayanan
yang digunakan, performance pemberi pelayanan yang sesuai dengan
karakteristik pelayanan yang diberikan dalam menunjukkan prestasi
kerja yang dapat diberikan dalam bentuk pelayanan fisik yang dapat
dilihat.

Bentuk-bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan sebagai kualitas


layanan dalam rangka meningkatkan prestasi kerja, merupakan salah
satu pertimbangan dalam manajemen organisasi. Arisutha menyatakan
prestasi kerja yang ditunjukkan oleh individu sumberdaya manusia,
menjadi penilaian dalam mengaplikasikan aktivitas kerjanya yang dapat
dinilai dari bentuk pelayanan fisik yang ditunjukkan. Biasanya bentuk
pelayanan fisik tersebut berupa kemampuan menggunakan dan
memanfaatkan segala fasilitas alat dan perlengkapan didalam
memberikan pelayanan, sesuai dengan kemampuan penguasaan
teknologi yang ditunjukkan secara fisik dan bentuk tampilan dari
pemberi pelayanan sesuai dengan perilaku yang ditunjukkan. Dalam
banyak organisasi, kualitas layanan fisik terkadang menjadi hal penting
dan utama, karena orang yang mendapat pelayanan dapat menilai dan
merasakan kondisi fisik yang dilihat secara langsung dari pemberi
pelayanan baik menggunakan, mengoperasikan dan menyikapi kondisi
fisik suatu pelayanan.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam suatu organisasi modern dan maju,
pertimbangan dari para pengembang pelayanan, senantiasa
mengutamakan bentuk kualitas kondisi fisik yang dapat memberikan
apresiasi terhadap orang yang memberi pelayanan. Martul menyatakan
bahwa kualitas layanan berupa kondisi fisik merupakan bentuk kualitas
layanan nyata yang memberikan adanya apresiasi dan membentuk imej
positif bagi setiap individu yang dilayaninya dan menjadi suatu
penilaian dalam menentukan kemampuan dari pengembang pelayanan
tersebut memanfaatkan segala kemampuannya untuk dilihat secara
fisik, baik dalam menggunakan alat dan perlengkapan pelayanan,
kemampuan menginovasi dan mengadopsi teknologi, dan menunjukkan
suatu performance tampilan yang cakap, berwibawa dan memiliki
integritas yang tinggi sebagai suatu wujud dari prestasi kerja yang
ditunjukkan kepada orang yang mendapat pelayanan

Bukti Fisik Merupakan hal-hal yang dapat dilihat dan dirasakan


langsung oleh pasien yang meliputi ‘fasilitas fisik, peralatan, dan
penampilan staf petugas’. Sehingga dalam pelayanan petugas, bukti
langsung dapat dijabarkan melalui:
a. Keberhasilan
b. Kerapian
c. Kenyaman Ruang
d. Penataan Ruang
e. Kelengakapan
f. Kesiapan dan Keberhasilanperalatan yang digunakan
g. Kerapian serta kebersihan penampilan petugas (Nursalam, 2016)

4. Empati (Empathy)

Empati yaitu membina hubungan dan perhatian secara individual yang


diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti mendengarkan keluhan
konsumen, kemudahan konsumen untuk menghubungi perusahaan,
kemampuan petugas untuk berkomunikasi dengan konsumen/pelanggan
dan usaha perusahaan untuk memahami kebutuhan pelanggannya.
Empati lebih merupakan ’perhatian dari petugas yang diberikan kepada
pasien secara individual’. Sehingga dalam pelayanan petugas, dimensi
empati dapat diaplikasikan melalui cara berikut, yaitu: memberikan
perhatian khusus kepada setiap pasien; perhatian terhadap keluhan
pasien dan keluarganya; diberikan kepada semua pasien tanpa
memandang status sosial dan lain-lain.

Setiap kegiatan atau aktivitas pelayanan memerlukan adanya


pemahaman dan pengertian dalam kebersamaan asumsi atau
kepentingan terhadap suatu hal yang berkaitan dengan pelayanan.
Pelayanan akan berjalan dengan lancar dan berkualitas apabila setiap
pihak yang berkepentingan dengan pelayanan memiliki adanya rasa
empati (empathy) dalam menyelesaikan atau mengurus atau memiliki
komitmen yang sama terhadap pelayanan.

Empati dalam suatu pelayanan adalah adanya suatu perhatian,


keseriusan, simpatik, pengertian dan keterlibatan pihak-pihak yang
berkepentingan dengan pelayanan untuk mengembangkan dan
melakukan aktivitas pelayanan sesuai dengan tingkat pengertian dan
pemahaman dari masing-masing pihak tersebut. Pihak yang memberi
pelayanan harus memiliki empati memahami masalah dari pihak yang
ingin dilayani. Pihak yang dilayani seyogyanya memahami keterbatasan
dan kemampuan orang yang melayani, sehingga keterpaduan antara
pihak yang melayani dan mendapat pelayanan memiliki perasaan yang
sama.

Artinya setiap bentuk pelayanan yang diberikan kepada orang yang


dilayani diperlukan adanya empati terhadap berbagai masalah yang
dihadapi orang yang membutuhkan pelayanan. Pihak yang
menginginkan pelayanan membutuhkan adanya rasa kepedulian atas
segala bentuk pengurusan pelayanan, dengan merasakan dan memahami
kebutuhan tuntutan pelayanan yang cepat, mengerti berbagai bentuk
perubahan pelayanan yang menyebabkan adanya keluh kesah dari
bentuk pelayanan yang harus dihindari, sehingga pelayanan tersebut
berjalan sesuai dengan aktivitas yang diinginkan oleh pemberi
pelayanan dan yang membutuhkan pelayanan.

Berarti empati dalam suatu organisasi kerja menjadi sangat penting


dalam memberikan suatu kualitas layanan sesuai prestasi kerja yang
ditunjukkan oleh seorang pegawai. Empati tersebut mempunyai inti
yaitu mampu memahami orang yang dilayani dengan penuh perhatian,
keseriusan, simpatik, pengertian dan adanya keterlibatan dalam
berbagai permasalahan yang dihadapi orang yang dilayani.

Uraian mengenai dimensi mutu di atas akan membantu kita untuk


menentukan mutu pelayanan petugas. Mutu pelayanan petugas jika
dipandang sebagai suatu sistem yang terdiri dari input, proses dan
outcome, maka mutu pelayanan petugas merupakan interaksi dan
ketergantungan antara berbagai aspek, komponen atau unsur pelayanan
petugas. Dan untuk menjaga mutu pelayanan petugas perlu dilakukan
penilaian sebagai evaluasi dari mutu pelayanan tersebut (Nursalam,
2016).

5. Kehandalan (Reliabilty)

Kehandalan yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang tepat


atau akurat dan kemampuan memberikan pelayanan sesuai dengan yang
dijanjikan. Kehandalan dalam pelayanan petugas merupakan
kemampuan untuk memberikan ‘pelayanan petugas yang tepat dan
dapat dipercaya’, dimana ‘dapat dipercaya’ dalam hal ini didefinisikan
sebagai pelayanan petugas yang ‘konsisten’. Oleh karena itu,
penjabaran kehandalan dalam pelayanan petugas adalah: prosedur
penerimaan pasien yang cepat dan tepat; pemberian yang cepat dan
tepat; jadwal pelayanan dijalankan dengan tepat dan konsisten
(pemberian makan, obat, istirahat, dan lain-lain); dan prosedur tidak
berbelat belit (Nursalam, 2016).

Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk


memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan
terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti
ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa
kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
Reliability adalah konsis pemberi jasa dan kemampuan pemberi jasa
dalam memenuhi janji para penerima jasa. Reliability adalah
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat
(accurately) dan kemampuan untuk dipercaya (dependably), terutama
memberikan jasa secara tepat waktu (ontime), dengan cara yang sama
sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan dan tanpa melakukan
kesalahan setiap kali.

c. Kriteria/Indikator Kinerja yang terukur


d. Menghitung
hasil N kerja dengan
INDIKATOR MUTU
SPM o

No 1 Kepatuhan Indikator
KebersihanSPMTangan (KKT) Capaian
1 Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil 86,23%
Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri
2 Pelayanan Kesehatan Ibu Bersalin
2 (APD) 89,97%
3 Pelayanan Kesehatan Bayi Baru
3 Kepatuhan Lahir Pasien
Identifikasi 96,70%
4 Pelayanan Kesehatan Balita 93,19%
5 Keberhasilan
Pelayanan Kesehatan pada Usiapengobatan
Pendidikanpasien
Dasar 101,57%
Tuberkolosis semua kasus Sensitif Obat
6 Pelayanan Kesehatan
4 (SO)pada Usia Produktif 40,33%
7 Pelayanan Kesehatan pada Usia Lanjut 97,26%
Ibu Hamil yang mendapatkan pelayanan
8 Pelayanan Kesehatan Penderita Hipertensi
5 ante natal care (ANC) sesuai standar
26,92%
9 Pelayanan Kesehatan Penderita Diabetes Melitus (DM)
6 Kepuasan Pengguna Layanan
94,35%
10 Pelayanan Kesehatan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) Berat 100,00%
11 Pelayanan Kesehatan Orang Terduga Tuberkulosis 103,43%
Pelayanan Kesehatan Orang Dengan Risiko Terinfeksi Virus yang
12 71,82%
Melemahkan Daya Tahan Tubuh Manusia (HIV)
e. Pengukuran standart kepatuhan petugas
Cakupan
Upaya Tarteg
No Kegiatan Satuan Pencapaian Sub
Pelayanan sasaran Variabel
Variabel
1 2 3 4 5 6 7
KINERJA MUTU 92,31
1 Mutu 87
Kepuasan Pasien Persen 76,61 91,7 119,70
Kepatuhan Identifikasi
Persen 100 100 100,00
Pasien
Angka keberhasilan
pengobatan pasien TB
Persen 100 100 100,00
semua kasus Sensitif
Obat (SO)
Ibu Hamil yang
mendapatkan pelayanan
Persen 100 57,14 57,14
ante natal care (ANC)
sesuai standar
Standar Ruang
Ruang 60,00
Pelayanan di Puskesmas 15 9

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


2 97,25
(PPI)
Kepatuhan Penggunaan
Alat Pelindung Diri Petugas 100 100 100,00
(APD)
Kepatuhan Kebersihan
Persen 85 95 111,76
Tangan (KKT)
Pembuangan jarum Ceklis
100 80 80,00
suntik memenuhi standar Monitoring

3.2 Pembahasan

Puskesmas M telah melaksanakan penilaian kinerja periode tahun 2022


dengan hasil sebagai berikut :
1. Kinerja cakupan kinerja pelayanan kesehatan adalah: rata-rata nilai
upaya kesehatan Masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
adalah (87,44% + 86,79%) / 2 = 87,12 % (kinerja cukup).
2. Kinerja kegiatan manajemen Puskesmas M adalah: 9,5 (termasuk
dalam tingkat kelompok kinerja baik).
Dengan melihat hasil diatas dapat disimpulkan bahwa masih perlunya upaya
Puskesmas M untuk meningkatkan cakupan hasil pencapaian kinerja karena dirasa
masih belum memenuhi harapan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang optimal.
Untuk dimensi mutu yang meliputi “RATER” (responsiveness, assurance,
tangible, empathy dan reliability). Puskesmas M dinilai sudah cukup baik dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat, akan tetapi tetap harus melakukan
peningkatan pelayanan agar masyarakat merasa lebih nyaman dan puas.

Dari 6 indikator yang diukur di Puskesmas M, masih perlu peningkatan di kriteria


ibu hamil mendapatkan pelayanan ANC sesuai standart.

Pelayanan antenatal sesuai dengan standar meliputi

1. Pengukuran berat badan dan tinggi badan,

2. Pengukuran tekanan darah,

3. Pengukuran lingkar lengan atas (LiLA),

4. Pengukuran tinggi puncak rahim (fundus uteri).

5. Penentuan presentasi janin dan denyut jantung janin,

6. Pemberian imunisasi sesuai dengan status imunisasi,

7. Pemberian tablet tambah darah minimal 90 (sembilan puluh) tablet,

8. Tes laboratorium.

9. Tata laksana/penanganan kasus, dan

10. temu wicara (konseling) dan penilaian kesehatan jiwa.

 Trimester 1 : 1 kali kunjungan yaitu pada usia kehamilan 0-13 minggu


Kunjungan I pada TM I (UK 16 minggu) dilakukan untuk Penapisan dan
pengobatan anemia, perencanaan persalinan, pengenalan komplikasi akibat
kehamilan dan pengobatan.
 Trimester 2 : 1 kali kunjungan yaitu pada usia kehamilan 14-28 minggu
Kunjungan II pada TM II (UK <28 minggu) dilakukan untuk komplikasi akibat
kehamilan dan pengobatan, penapisan preeklampsia, gemelli, infeksi alat
reproduksi dan saluran perkemihan.
 Trimester 3 : 2 kali kunjungan yaitu pada usia kehamilan 28-36 minggu dan 36-40
minggu 
Kunjungan III pada TM III (UK <36 minggu), dan kunjungan IV pada TM III
(UK > 36 minggu) dilakukan untuk mengenali adanya kelainan letak dan
presentasi, memantapkan rencana persalinan, mengenali tanda-tanda persalinan.
Sedangkan capain kerja menurut SPM, Puskesmas M mempunyai 2 indikator
yang masih perlu peningkatan yaitu pelayanan kesehatan usia produktif dan
pelayanan kesehatan penderita hipertensi.

Anda mungkin juga menyukai