Anda di halaman 1dari 30

[DOCUMENT

TITLE]
[Document subtitle]

[DATE]
[COMPANY NAME]
[Company address]
BAB 8

1
Sesampainya dikediaman milik tuan Sobo, Arman
berpamitan kepada tuan Baduro, ia ingin segera pulang ke
rumahnya, sekujur badannya terasa lelah sekali, namun
bukan Baduro Sobo jika langsung mengiyakan permintaan
Arman. Pria tua itu, yang lebih dikenal oleh penduduk di
desa ini sebagai figur yang baik dan terhormat kemudian
berkata kepada Arman yang menatap dirinya dengan sorot
wajah yang memelas. “sak durunge kowe muleh, aku jalok
tolong pisan maneh yo nang, kowe isok ngeterke opo sing
onok nang jero mobil nang padepokan sing ono; nggok
mburi” (sebelum kamu pulang nak, boleh aku meminta
tolong sekali lagi, kamu bisa mengantarkan apa yang ada
di dalam mobil itu ke gedong yang ada dibelakang), Arman
sejenak terdiam dari tempatnya berdiri saat ini, ia tidak tahu
apakah bisa melakukannya, seumur hidup Arman tidak
pernah bersinggungan dengan jasad orang yang sudah
mati kecuali kenangan saat dulu harus mengurusi jasad
bapaknya yang meninggal lebih dulu, Arman sebagai anak
satu-satunya yang ada di dalam keluarga harus mau dan
wajib ikut andil dalam memandikan dan mengubur jasad
bapaknya yang sudah terbujur kaku untuk terakhir kalinya.
Bersama dengan yang lain Arman ikut membantu
menurunkan jasad bapak yang kulitnya sudah terasa begitu
dingin kedalam liang lahat peristirahatan terakhirnya.

Arman pun mencoba untuk mengelak dari tugas yang


diberikan oleh tuan Baduro Sobo, ia berniat mencari alasan

2
agar terhindar dari tugas ini tapi belum juga Arman
menemukan jawaban yang tepat untuk menolak tugas ini,
tuan Baduro Sobo kemudian berkata kepadanya. “kowe
gak ijen kok nang, ning mburi wes onok Faiz, dekne bakal
ngerewangi awakmu ndeleh barang apik sing onok ing jero
ne mobil iku,” (kamu tidak sendirian kok nak, dibelakang
ada Faiz, dia akan membantumu meletakkan barang bagus
yang ada di dalam mobil itu) ucapnya diikuti senyuman
yang menyeringai, barang bagus dia bilang, sinting, batin
Arman ketika mendengarnya.

Meski tuan Baduro Sobo sudah menjamin kalau


Arman tidak perlu mengurus jasad ini sendirian, ia masih
belum begitu yakin untuk menerima tugas ini, apalagi ia
tidak cukup mengenal keseluruhan kediaman milik tuan
Baduro sobo ini, ia takut bila terjadi sesuatu yang tidak
menyenangkan kepadanya. Selain itu, Bagaimana pun
juga ada ketakutan besar yang membuat Arman terus
terbayang-bayang sewaktu menyaksikan sekujur tubuh
kaku itu dimasukkan ke dalam mobil dan membuat Arman
melihatnya, sempai dia menyadari kalau tuan Sobo berkata
kepadanya untuk terakhir kalinya, “aku mau ngomong

3
sama Supri dulu yo nang, kamu ndak keberatan kan
melaksanakan perintahku?”

Arman yang mendengar perintah itu dari mulut tuan


Baduro Sobo tiba-tiba merasa menggigil, ia tahu kalau
orang yang ada didepannya ini sedang mengancam dirinya
dengan cara yang tidak langsung, tubuhnya juga
mendadak menjadi dingin seakan-akan jika Arman berani
menolak apa yang sudah beliau perintahkan akan ada
timbal balik yang sangat buruk siap menghancurkannya,
Arman pun akhirnya tak memiliki pilihan lain kecuali
melaksanakan tugas-tugas yang sudah dia dapat, ia
sempat melihat kearah Supri yang sedang menatap dirinya
dari samping tuan Baduro Sobo yang sedang berdiri,
dengan sorot mata yang dingin Supri membuang muka tak
mau melihat wajah Arman yang kini dipenuhi dengan
perasaan yang gelisah, pria itu benar-benar seperti tidak
lagi memiliki hati sebagai manusia, bagaimana bisa setelah
apa yang sudah dia lakukan tadi malam, baik wajah dan
gestur tubuhnya seperti tidak merasakan rasa bersalah
sedikit pun, apakah mungkin kalau semua Anggeng
memiliki hati yang sedingin ini, jika memang seperti itu

4
untuk bisa menjadi Anggeng di dalam lingkaran keluarga
Sobo apakah mungkin itu berarti nanti dirinya juga bisa
menjadi manusia yang seperti mereka. Entahlah, yang
jelas, tuan Baduro Sobo tidak seperti apa yang dia
bayangkan sebelumnya, orang tua itu benar-benar
manusia yang paling keji dan berbahaya sepanjang Arman
hidup sebagai seorang manusia.

Arman pun segera melaksanakan tugas yang sudah


diberikan oleh tuan Baduro Sobo kepadanya setelah ia
mendapatkan kunci kontak mobil dari tangan Supri, dengan
keahlian menyetir yang memang sudah Arman kuasai
sebelumnya, ia dengan mudah memindahkan mobil yang
berukuran cukup besar itu menyusuri jalan setapak yang
masih ada di dalam kediaman milik tuan Sobo yang
memang terkenal sangat besar nan luas ini. Terkadang
Arman bahkan menjadi penasaran berapa sebenarnya luas
tanah orang tua ini, bahkan jika boleh dirinya mengira-ira,
luas tanah tuan Sobo jika disamakan dengan ukuran luas
tanah orang-orang yang ada di desa bagaikan danau dan
luas samudra, tempat ini bahkan bisa dijadikan 2 desa yang
bisa ditinggali oleh ratusan penduduk, selain tanah yang

5
sangat luas dan besar, di dalam tempat ini banyak sekali
ditemukan bangunan-bangunan tua bekas milik orang-
orang belanda jaman dahulu, Arman sendiri tidak
mengetahui fungsi dari bangunan-bangunan tersebut
karena kebanyakan dari bangunan-bangunan itu nampak
kosong tak berpenghuni, selain itu di atas tanah pribadi
milik kediaman tuan Sobo banyak ditumbuhi oleh pohon-
pohon raksasa yang tingginnya bisa menyentuh 20 kaki,
kemungkinan usia pohon-pohon ini sudah berpuluh-puluh
tahun atau mungkin ratusan tahun. Entahlah, karena hanya
dengan melihatnya saja, Arman seperti semut kecil yang
sedang berdiri diantara gedung-gedung tinggi, ia terlalu
kecil untuk berada di tempat seperti ini.

Pohon-pohon itu tumbuh subur dan nampak terlihat


mengintimidasi siapa pun yang melihatnya, untuk ukuran
sebuah pohon biasa beberapanya bahkan sudah tumbuh
dengan bentuk dan ukuran menjulang tinggi keangkasa,
selain itu kebanyakan pohon-pohon raksasa yang ada di
sini ditumbuhi oleh lumut berwarna hijau dengan anggrek-
anggrek liar yang tumbuh menjuntai.

6
Selain pohon, di kediaman pribadi milik tuan Sobo juga
ditumbuhi oleh semak belukar dengan rumput-rumput liar
yang tumbuh secara serampangan disana-sini yang
mengindikasikan kalau pada beberapa titik yang ada pada
tempat ini memang tidak dirawat dengan cukup baik,
mungkin saja hal ini dikarenakan keterbatasan abdi yang
bekerja kepada tuan Sobo yang memang tidak terlalu
banyak. Namun Arman pernah mendengar juga dari mulut
beberapa orang yang sedang berbicara satu sama lain
kalau apa yang ada disini merupakan sedikit dari seluruh
kekayaan yang dimiliki oleh keluarga Sobo sejak turun
temurun, itu berarti, orang tua sinting itu memiliki suatu
kekayaan yang benar-benar tidak bisa dinalar oleh otak
manusia. Hal ini tentu saja membuat Arman kembali
memikirkan siapa sebenarnya keluarga Sobo ini,
bagaimana mereka bisa menjadi orang yang begitu
berpengaruh hingga seperti ini. Entahlah, Arman belum
tahu kebenarannya.

7
Mobil pun terus bergerak menyusuri jalan setapak
tepat dibawah dahan-dahan raksaa yang ada pada pohon-
pohon randu alas yang terkenal berukuran begitu besar,
pohon-pohon ini sendiri bisa hidup sampai ratusan tahun,
figur bentuk dan ukurannya memang terlihat menakjubkan
sekaligus mengerikan, batang pohonnya saja sebesar
pohon-pohon biasa, terkadang Arman sampai merasa
kagum dibuatnya jika melihat pohon-pohon ini, bagaimana
mungkin rumah ini bisa memiliki lahan yang seluas ini
namun ada saja pikiran kalau pemandangan-
pemandangan yang ada di dalam sini mengingatkannya
dengan jalan-jalan setapak yang ada di dalam hutan
kecuali pada beberapa bagian titik dimana Arman melihat
patung-patung manusia yang diletakkan begitu saja
sebagai hiasan atau penanda, Arman tahu betul kalau
patung-patung ini dibuat oleh tuan Baduro Sobo, tapi
patung-patung ini terkadang terlihat menakutkan jika
diperhatikan dengan seksama. Entah apa fungsi dan
kegunaan patung-patung ini yang sebenarnya, Arman
hanya tidak mau melihatnya terus menerus karena

8
sejujurnya melihat patung-patung ini sudah cukup untuk
membuatnya merasa tidak nyaman.

Arman pun mempercepat laju mobil yang ia kendarai,


rasanya ia ingin segera menyelesaikan tugas ini kemudian
pulang ke rumahnya dan melupakan malam yang teramat
berat ini bersama dengan begundal bernama Supri itu.

Jauh di dalam hati Arman ia masih belum bisa melupakan


apa yang sudah terjadi dengan nasib bayi yang mereka
kubur hidup-hidup dengan kepala babi yang begundal itu
sempat lemparkan ke petak kotak kosong sebelum
menguburnya hidup-hidup, ritual macam apa yang
sebenarnya dilakukan oleh tuan Baduro Sobo sampai
harus mengorbankan nyawa manusia sebagai
sesembahannya apalagi kalau tumbalnya hanya manusia
yang belum berlumuran dosa sedikit pun, entahlah, apakah
baginya kalau binatang tidak cukup untuk menjadi
sesembahan pada makhluk sial yang sekarang hidup
dibelakang tuan Sobo, yang jelas setelah mengetahui
kebenaran ini, akan lebih baik bagi Arman kalau ia harus
mencari cara untuk keluar dari posisi yang sudah kelewat

9
sinting ini. Ia harus terbebas dari cengkraman tuan Baduro
Sobo apapun yang terjadi sebelum keluarganya bernasib
sama seperti keluarga yang dia temui di dalam hutan itu,
tapi Arman menyadari kalau hal itu pastilah sangat sulit
untuk dilakukan, bagaimanapun juga tuan Baduro Sobo
tidak akan membiarkannya hal itu terjadi, apalagi terlihat
jelas kalau sekarang beliau memperhatikan setiap detail
gerak gerik yang Arman sudah lakukan.

Di dalam lingkup pikiran Arman, ia memikirkan


semua ini, tanpa ia sadari, ia melihat seorang pemuda
sedang melambai-lambaikan tangan kearahnya. Pemuda
itu tentu saja adalah Faiz, seseorang yang mengaku
sebagai abdi sekaligus dayang milik tuan Sobo, Faiz sendiri
sedang berdiri di depan sebuah gedung yang nampaknya
peninggalan milik belanda, diatas gedung itu terdapat
sebuah lembang plus (+) berwarna merah yang berarti
kalau tempat itu merupakan tempat yang dulu digunakan
sebagai rumah sakit darurat oleh orang-orang belanda
jaman penjajahan, Arman pun mengemudikan mobil
menuju ke tempat Faiz sedang berada, untungnya Arman
cukup dekat dengan pemuda itu sehingga ia tidak perlu

10
menunjukkan muka—nya yang lain seperti apa yang dia
lakukan kepada Supri.

Faiz membuka pintu belakang mobil kemudian


mengeluarkan rak besi yang digunakan untuk menyanggah
tubuh jasad laki-laki yang mungkin usianya berkisar diumur
20 tahunan, masih cukup muda, batin Arman ketika
memperhatikannya, bahkan mungkin dia seumuran
dengan Faiz.

Arman awalnya menolak untuk ikut terlibat dan


membantu Faiz memindahkan tubuh jasad laki-laki yang
misterius itu keatas kereta dorong namun melihat
bagaimana Faiz cukup kewalahan mengangkat tubuh jasad
laki-laki itu yang terlihat jauh lebih besar dari tubuhnya
membuat Arman akhirnya ikut membantu
memindahkannya.

“maturnuwun mas” ucap Faiz kepada Arman setelah


melihat dia membantunya yang sayangnya hanya
ditanggapi Arman dengan ekspresi wajah yang sedikit
kesal, entah kenapa, ketika tangan Arman menyentuh kulit
tubuh jasad laki-laki misterius itu, perasaan dingin seperti

11
menusuk badannya, seakan-akan sebelumnya jasad itu
ditenggelamkan di dalam balok es batu untuk menjaga agar
bentuk fisik dan tubuhnya tetap segar.

Faiz kemudian mendorong jasad laki-laki itu menuju ke


pintu gedung lama yang entah kenapa terlihat cukup
menakutkan bagi Arman padahal saat itu matahari baru
saja terbit tapi tetap saja gedung-gedung tua yang ada
dilingkungan milik kediaman pribadi milik tuan Sobo terasa
begitu mencekam seakan-akan ada sosok mengerikan
yang hidup di dalamnya.

Suara roda kereta terdengar menggema ketika Faiz


mendorong ranjang besi itu masuk kedalam gedung namun
untuk sejenak Faiz berhenti dan menatap Arman dengan
sorot mata yang bingung.

“Masnya ndak ikut masuk?”, tanya Faiz kepada Arman,


“saya kira tuan Sobo sudah menjelaskan kepada jenengan,
kalau jenengan harus ikut saya sampai kedalam”

“Tuan Sobo mengatakan hal itu iz?”

12
Faiz mengangguk, mendengar itu dengan terpaksa Arman
pun kemudian ikut melangkah masuk ke dalam gedung tua
menakutkan itu.

Begitu mereka masuk, aroma debu dan udara yang lembab


seketika langsung tercium, seperti yang dia duga
sebelumnya, apa yang diharapkan dari sebuah bangunan
yang sudah dibangun berpuluh-puluh tahun sebelumnya
kecuali ruang kosong yang terasa hampa dengan debu
yang bertebaran di sana-sini.

“Kita harus membawa pengantin ini ke tempat yang


istimewa mas” kata Faiz, sejenak Arman terdiam sewaktu
mendengarnya. “Pengantin”, benar, Supri juga menyebut
kalau jasad yang sudah mati itu sebagai pengantin untuk
tuan Baduro Sobo, tapi apa yang akan beliau lakukan
kepada tubuh yang sudah mati itu, meskipun hal ini masih
terdengar ganjil baginya namun penyebutan pengantin
disini tentu saja membuat Arman geleng-geleng kepala,
pengantin sendiri tentu saja merujuk pada sebuah
pernikahan atau teman hidup bukan? Lalu apa mungkin
kalau jasad ini akan menjadi teman hidup untuk beliau,

13
jangan bilang kalau tuan Sobo bisa membuat pemuda yang
mati ini hidup lagi, kalau itu benar apa mungkin Faiz,
sejenak Arman melihat Faiz yang tengah mendorong
kereta dengan sorot mata yang dingin, namun, nampaknya
Faiz tahu apa yang saat ini Arman pikirkan, “bukan mas,
saya memang adalah dayang beliau namun saya belum
pernah mati, jadi saya tidak seperti yang jenengan
bayangkan”

Kaget, rupanya anak itu tahu apa yang baru saja


dipikirkan oleh Arman, ia terdiam sejenak mencoba
mencerna apa yang saat ini ada di dalam kepalanya. “kalau
begitu tuan Sobo akan melakukan sesuatu kepada jasad
ini. Sesuatu yang abnormal dan tidak bermoral mungkin”
entahlah, Arman tidak begitu mengenal siapa beliau yang
sebenarnya, Arman kemudian berjalan mendekati Faiz
yang terlihat fokus menyusuri ruang tengah yang ada di
dalam gedung ini, setidaknya sekarang Arman tahu alasan
kenapa beliau menyebut Faiz sebagai dayangnya, orang
tua keparat itu tidak lebih dari seorang laki-laki tua
berkelainan jiwa yang menyukai hubungan sejenis seperti
yang saat ini Arman lihat, sialnya, fetis orang sarap itu

14
melebihin fantasi orang yang sejenisnya, ia memiliki
kesenangan lain fetis sebagai orang yang ingin melakukan
hubungan badan dengan jasad orang yang sudah mati.
Necrophilia. Sial betul aku bertemu dengan orang yang
seperti ini. Ucap Arman.

Arman membantu membukakan pintu-pintu yang


ada di gedung tua tersebut kemudian berjalan tepat
dibelakang Faiz yang saat ini menelusuri lorong yang
terlihat cukup panjang, di—dalam lika-liku bentuk
bangunan yang ada di dalam gedung ini, Arman kemudian
melihat banyak sekali patung-patung lain, mereka
ditempatkan pada beberapa titik bagian seperti firma hidup
yang membuat Arman terkadang sempat bingung
dibuatnya. Untuk ukuran orang yang sudah tua apa yang
mau dilakukan oleh tuan Sobo dengan patung-patung
sialan ini yang ada hampir disegala penjujur kediaman
pribadinya ini.

Beberapa patung bahkan diletakkan seolah-olah


sedang mengisi bangku-bangku yang kosong, mereka
seakan-akan dibuat hidup oleh orang tua itu. seperti patung

15
orang yang terlihat sedang menunggu giliran untuk
bertemu dengan patung yang mengenakan pakaian
kedokteran, atau beberapa patung yang sedang
digambarkan mengenakan setelan suster dan masyarakat
biasa yang sedang sibuk memenuhi tempat yang ada di
dalam gedung tua ini.

Suara gemelincing roda kemudian terdengar


menyeluruh dan perlahan-lahan mulai menjauh dari tempat
Arman sedang berdiri, saat itulah dia sadar Faiz sudah
berada jauh dari tempatnya saat ini, Arman pun segera
bergerak mengejar Faiz dari bunyi roda yang dia dengarkan
menggema disepanjang lorong yang terasa begitu wingit
tersebut. Beberapa kali Arman merasa seperti ada sesuatu
yang sedang mengawasi dirinya dari balik horden-horden
tua yang ada dibeberapa ruangan tak berpintu, entah
kenapa ruangan-ruangan ini membuatnya merasa tidak
nyaman. Arman pun melangkahkan kakinya lebih cepat
menuju ke sumber suara tempat Faiz tadi menghilang
dibalik lorong-lorong yang jauh, tak lama kemudian Arman
menduga kalau pemuda itu sudah lenyap dari

16
jangkauannya, entah kemana Faiz pergi ia mulai merasa
kalau tempat ini seperti sudah menelannya hidup-hidup.

Arman terus berjalan, jauh di dalam hatinya mulai timbul


perasaan takut. Takut oleh sesuatu yang entah apakah
sedang bersembunyi dan mengamati dirinya,

Baduro Sobo, entah kenapa nama itu begitu lekat di dalam


kepalanya saat ini, siapa orang ini dan apa yang
sebenarnya dia lakukan, kemudian bila Arman mengingat-
ingat lagi untuk apa pria tua itu mau membantu dirinya saat
ia saja tidak terikat secara langsung dengan dirinya.

Ditengah-tengah Arman menelusuri lorong-lorong yang


terasa semakin gelap, suara gemelincing roda yang Faiz
dorong sudah tidak terdengar lagi, semuanya digantikan
oleh keheningan yang mengawang-awang sejauh langkah
kaki Arman menuju kekosongan, saat itulah, di dalam
keheningan yang tidak lagi mampu dijelaskan oleh Arman
tiba-tiba dari tempat yang jauh Arman mendengar suara
yang sayup-sayup seperti guyuran air yang sedang
menerjang lantai, Arman pun menuju ke sumber suara, di
dalam gedung rumah sakit tua milik Belanda semasa

17
penjajahan itu Arman kemudian menemukan satu pintu
terbuka dengan kusen berwarna merah, dibalik pintu itu
ada pelastik tebal guna menghalangi bau busuk keluar
sekaligus menjaga agar ruangan itu tetap dalam suhu yang
sangat dingin, dengan langkah kaki hati-hati, Arman
kemudian datang mendekat, dia melewati pelastik-pelastik
tebal itu dan langsung merasakan suhu ruangan yang
benar-benar terasa menusuk langsung ke tulang, tidak
hanya itu saja, Arman masih mendengar suara gemercik air
yang seperti dengan sengaja ditumpahkan diatas sebuah
lantai. Bingung dengan suara apa ini sebenarnya, Arman
terus melangkah masuk sampai ia berhenti di satu ruangan
yang cukup luas dimana dibaliknya ia melihat kereta dorong
yang tadi Faiz bawa tergeletak disamping pintu yang
sengaja dibuka lebar, sayangnya jasad yang sebelumnya
diletakkan disana nampaknya sudah dipindahkan entah
kemana oleh Faiz, dalam kesunyian yang membuat hati
tidak bisa tenang, Arman kemudian berpikir mungkin saja
Faiz berada tidak jauh dari tempat ini maka dengan
perasaan yang berdebar-debar Arman kemudian
melanjutkan langkah kakinya dan benar saja, semakin jauh

18
Arman masuk ke dalam ruangan-ruangan ini yang didesain
dengan satu jalur Arman melihat lebih banyak lagi pelastik
tebal yang digantung dilangit-langit dan terjulur hingga
menyentuh lantai, tapi Arman sempat bertanya-tanya
ruangan ini terasa begitu berbeda jika dibandingkan
dengan ruangan-ruangan yang lain, entah kenapa terlihat
seperti ruang penyimpanan, tidak hanya itu saja, pada
langit-langit tergantung beberapa pengait yang terbuat dari
bahan besi lama yang sedikit berkarat di-sana sini, namun
pengait-pengait tajam itu masih terlihat kokoh, Arman pun
berusaha mengesampingkan pikiran liarnya dan terus
berjalan menapaki lantai yang kosong, di-sana dibalik
pelastik-pelastik yang terlihat transparan akhirnya Arman
menemukan bayangan Faiz, ia sedang berdiri disamping
sebuah ranjang, ditangannya Faiz sedang memegang
sebuah gayung berwarna jingga, ia menunduk mengambil
air dari dalam drum berwarna biru tua, lalu mengguyurkan
air itu keatas ranjang tempat jasad laki-laki misterius itu
sedang dimandikan.

“saya kira jenengan tersesat mas, syukurlah kalau


jenengan berhasil sampai di sini” kata Faiz tanpa sedikt pun

19
berbalik melihat Arman yang sedang menatapnya dengan
wajah bertanya-tanya.

“syukurlah, apa maksudmu dengan tersesat itu iz?”

“tempat ini adalah salah satu tempat yang paling disukai


oleh tuan Sobo” “jadi tidak heran kalau dibeberapa ruangan
tuan Sobo menaruh sesuatu yang lebih baik mas Arman
tidak perlu ketahui, karena rahasia-rahasia gelap keluarga
Sobo lebih baik kalau tidak diceritakan”

Arman pun hanya terdiam ketika mendengarnya, ia


kemudian datang mendekat untuk melihat Faiz dimana
kedua tangannya nampak begitu terlatih dalam mengusap
lembut kulit jasad laki-laki itu yang sebelumnya terlihat
kasar kini nampak begitu halus setelah Faiz
memandikannya.

“kau tuh sudah berapa lama ikut sama tuan Sobo?” tanya
Arman membuka percakapan, ada kejanggal sewaktu Faiz
mendengar pertanyaan Arman dimana kedua tangannya
sejenak berhenti untuk beberapa saat sebelum dia
menundukkan kepalanya.

20
“sudah lama, sejak aku masih kecil, aku sudah ikut
bersama dengan tuan Sobo hanya saja, aku tidak besar
ditempat ini, melainkan di tempat lain”

“tempat lain?”

“iya benar. Tuan Sobo memiliki yayasan yang bergerak


untuk merawat anak-anak yang miskin dan tidak mampu
dirawat oleh orang tua mereka dan aku adalah salah
satunya, setelah usiaku melewati usia akil baligh, tuan
Sobo memilihku dan dia akan menjamin hidupku untuk
terus berada dibawah pengawasannya, sebagai gantinya
aku bisa mendapatkan apapun yang aku inginkan”

Arman nampak tertarik dengan topik tuan Sobo ini


namun gelagat Faiz menunjukkan gestur yang tidak
nyaman sewaktu membicarakannya tetapi ia tidak sedikit
pun keberatan dengan segala pertanyaan Arman yang
terdengar seperti sedang menyelidik.

“kau tadi bilang jasad orang mati ini akan menjadi


pengantin tuan Sobo, apa maksudnya itu? Aku ndak
mengerti sama sekali”

21
Faiz yang sedang mengguyur jasad laki-laki itu kemudian
berhenti lagi, ia meletakkan gayung ke dalam drum dengan
lembut kemudian melewati Arman yang sedang berdiri
sembari melihat tubuh jasad laki-laki itu yang terbaring
dalam kondisi telanjang bulat.

“lebih baik mas Arman ndak usah tau masalah ini mas,
saya ngomong gini karena tau kalau ndak semua orang
siap menerima resiko kalau sudah tau apa yang ada di
dalam lingkaran keluarga Sobo”

“kenapa?”

“tuan Sobo, bukan orang biasa mas, bahkan hanya dari


gerak bola mata mu saja, dia tahu kau sedang berbohong
atau tidak” Faiz menyeringai, kemudian mengambil
beberapa hulu bunga yang ditabur kedalam drum sebelum
ia kembali mengguyur jasad itu dengan air yang terasa
begitu dingin.

Arman tak lagi bicara, ia hanya diam membelakangi Faiz


sembari pandangan matanya melihat kesekeliling,
sementara Faiz masih melakukan tugasnya dengan telaten
ia membersihkan setiap kotoran yang menempel pada

22
jasad orang yang sudah mati tersebut, bahkan Faiz
memotong kuku jari tangan dan kedua kakinya lalu
memangkas rambutnya agar ia terlihat sedikit rapi,
ditengah-tengah keheningan yang ada pada tempat itu,
Arman kemudian menceritakannya.

“aku mau jadi ayah iz. Sebentar lagi, anakku mau lahir”

Faiz yang mendengar hal itu sontak berhenti sebentar dari


tempatnya.

“aku melihat dengan mata kepalaku sendiri apa yang sudah


dilakukan oleh Anggeng bernama Supri itu kepada bayi
kecil yang kami ambil paksa dari tangan ibunya sendiri,
awalnya aku tidak tahu apa yang mau dilakukan oleh Supri,
tapi setelah tahu kalau dia mau mengubur bayi itu hidup-
hidup, aku sekarang diselimuti rasa takut, jujur saja setelah
melihat itu sekarang aku menjadi takut kalau nanti anakku
akan bernasib sama seperti itu” Arman kemudian
mendekati Faiz, “aku memang belum lama mengikuti orang
bernama Sobo ini, tapi aku sudah bisa merasakan kalau
ada yang gak beres dari semua ini, menurutmu kenapa

23
orang tua itu mau membantuku padahal kita saja tidak
saling mengenal satu sama lain?”

Faiz tidak menjawab pertanyaan Arman sebaliknya


ia hanya berdiri saja sembari matanya memandang kearah
jasad laki-laki yang ada dihadapannya. Arman tahu kalau
Faiz pasti mengetahui seluk beluk keluarga Sobo, hanya
saja dari bagaimana pemuda ini bereaksi nampaknya ini
bukan hal baik yang bisa diceritakan kesembarang orang
termasuk Arman sekali pun. Faiz kemudian melanjutkan
tugasnya, ia memandikan jasad laki-laki misterius itu tanpa
mengungkit pertanyaan yang Arman lontarkan, namun,
Arman tidak mau tahu, Faiz harus mengatakan kepada
dirinya apa yang akan terjadi dengan nasib calon anaknya.

Arman berniat mendekati Faiz namun pemuda itu


tiba-tiba saja berbicara kepada dirinya, “jangan lakukan itu
mas, kalau kau berani melakukan sesuatu kepadaku, bisa
ku pastikan isterimu akan mendapatkan kiriman yang akan
membuatnya tidak pernah bisa tidur lagi selama-lamanya”,
Faiz kemudian menoleh melihat Arman yang sedang berdiri

24
memandangnya, “kiriman itu tidak lain adalah potongan
kepalamu”

Arman terdiam sejenak, ia tidak berkata apapun


kepada Faiz. Bagaimana mungkin pemuda ini tahu kalau
dia berniat mau memaksa Faiz agar berbicara kepadanya
sekalipun kalau harus mencekek lehernya. Sepertinya,
lingkaran keluarga Sobo dikelilingi oleh orang-orang yang
gak waras.

Arman pun berniat untuk pergi, namun, Faiz tiba-tiba saja


berkata kembali kepada dirinya.

“bantu aku sekali lagi mendorong jasad ini ke tempat


peristirahatnya, kupikir nanti aku bisa mengatakan sesuatu
untuk pertama dan terakhir kalinya, setelah itu, terserah
kepadamu, apapun keputusan yang kau pilih, semua ada
ditanganmu mas”

Arman pun mengangguk, bersama-sama Faiz dan Arman


kemudian mendorong jasad laki-laki itu masuk kedalam
sebuah kamar yang berada di lantai tiga gedung tua ini
setelah melalui anak tangga khusus, Arman tak berhenti-
hentinya melihat ke jasad laki-laki itu yang kini aroma

25
tubuhnya semerbak dibaui oleh bunga-bunga yang harum,
potongan rambutnya terlihat rapi seperti model majalah
yang akan membuat banyak perempuan jatuh cinta. Siapa
yang menduga kalau nasib laki-laki ini begitu buruk, meski
kematian sudah menjemput ajalnya, jasadnya masih
digunakan oleh orang yang biadab.

Selama perjalanan, Faiz tidak berbicara apapun


kecuali memberi intruksi kepada Arman kemana mereka
harus menuju, setelah melewati beberapa tangga khusus
dan lorong-lorong jauh, mereka akhirnya sampai pada satu
ruangan yang ditutup dengan sebuah pintu berbahan kayu
jati ulin yang memiliki guratan kembang Pitaloka, meskipun
ini kali pertama Arman melihat ukiran dan guratan itu, tapi
dia sangat tahu kalau benda ini sangat langka dan sangat
mahal, hanya orang-orang super kaya yang bisa memiliki
benda seperti ini.

Faiz pun merogoh saku celananya untuk mengambil kunci


khusus guna membuka pintu yang megah tersebut,
sementara Arman merasa kalau gedung tua ini meskipun
terlihat besar dan luas, namun sepertinya masih

26
menyimpan banyak sekali rahasia dan meskipun hari
sudah menjelang siang namun ketika berada di dalam
gedung tua ini, rasanya waktu tidak bisa menjangkau
masuk, perasaan sunyi dan sepi seperti mengelilingi
tempat ini.

Suara kunci kemudian terdengar, Arman lalu menoleh


melihat kearah pintu yang kini mulai terbuka dihadapannya,
dengan gestur memberi aba-aba, Faiz meminta Arman
mendorong jasad laki-laki itu masuk ke dalam sebuah
kamar yang terlihat begitu mewah dengan banyak tikar-
tikar berwarna cerah layaknya kamar pengantin yang akan
melangsungkan bbulan madu, selain itu disamping sebuah
ranjang yang bermatraskan warna putih ada payung-
payung berwarna hijau yang berasal dari kesustraan jawa
timur yang wajib ada di dalam sebuah pernikahan adat
kejawen.

Tak hanya itu saja, lukisan-lukisan kuno tergambar di


dinding-dinding yang ditutupi kain sutra berwarna merah
cerah, dengan kelopak bunga-bunga tujuh rupa yang
bertaburan diatas lantai marmer, diatas meja banyak

27
disajikan makanan-makanan yang lezat lengkap dengan
dupa dan kemenyan yang ditabur diatas sesajen dengan
satu kepala kerbau yang sudah lama mati.

Arman benar-benar tidak bisa berbicara lagi ketika melihat


segala kemewahan yang bahkan belum pernah ia
dapatkan ketika menikahi isterinya. Apa yang mau
dilakukan oleh laki-laki tua itu dengan jasad orang yang
sudah mati ini.

Faiz kemudian meminta Arman membantunya


memindahkan secara lembut jasad laki-laki asing ini keatas
ranjang empat lapis, tak lama kemudian Faiz memakaikan
baju berbalut kain-kain sutra khusus, sebelum
mengguyurnya dengan minyak wangi yang membuat
Arman seketika menutup hidung karena tidak sanggup
membauinya.

Setelah semua persiapan itu, Faiz mengajak Arman


keludar dari tempat itu.

Faiz mengunci kembali pintu kamar misterius itu lalu


mengajak Arman pergi, saat itulah Faiz kemudian
mengatakannya.

28
“aku ndak bisa ngasih tau kamu tentang rahasia-rahasia
tuan Sobo, tapi melihat kesusahan yang sedang kau
hadapi, kusarankan kau menemui saudaramu, Pardi, ia
adalah Anggeng yang sudah sangat lama sekali
mengabdikan hidupnya kepada tuan Sobo, ia akan tahu
cara bagaimana kau bisa keluar dari cengkraman tuan
Sobo, tapi, aku harus memberitahumu, resiko yang kau
hadapi nanti tidaklah kecil, melainkan kematian bahkan
bagi anak dan isterimu, jadi sebelum mengambil sebuah
keputusan, pikirkan baik-baik dari segala sisi resikonya ya
mas”

Begitulah saat terakhir Arman meninggalkan tempat itu


pulang menuju ke rumahnya. Ia harus tahu apa yang bisa
dia lakukan untuk keluar dari masalah ini.

29

Anda mungkin juga menyukai