Anda di halaman 1dari 24

1

BAB 6

2
Kala Sobo adalah sebuah gelar dan nama

keluarga yang sudah turun temurun diwariskan kepada


para anak dan cucu keluarga Sobo sebagai dasar identitas
kemurnian keluarga jawa lama yang tidak dimiliki oleh
sembarang keluarga-keluarga jawa biasa pada umumnya
sejak 20 tahun yang lalu. Selama itu, keluarga Sobo
dipandang sebagai kesatuan keluarga paling dihormati dan
disegani oleh berbagai kelas di masyarakat, bukan karena
tanpa alasan namun sejak dulu bahkan ketika masih dalam
masa jaman penjajahan keturunan-keturunan Sobo
merupakan pejuang-pejuang kemerdekaan paling masyur
dan diakui dari fisik dan mentalnya, bahkan disejajarkan
oleh panglima-panglima perang londo ireng yang dulu
menjadi parasit paling dibenci sebelum republik ini terlahir.
Selain itu mereka juga menjunjung tinggi asas ke-ningratan
dan kepercayaan sebagai keturunan murni dari suku jawa
yang memandang keunggulan mereka ini sebagai
pemberian ilahi paling digdaya yang tak dimiliki oleh
sembarang manusia biasa, semua keunggulan itu

3
menempatkan keluarg Sobo sebagai tetua bakti (pembijak)
yang hidup hanya untuk melayani tuhan.

Seluruh anggota keluarga Sobo juga konon dipercaya


mewarisi sifat-sifat bakti ini di dalam darah yang mengalir
pada setiap tubuh mereka masing-masing, keluarga Sobo
juga dianggap oleh sebagian besar masyarakat sebagai
keturunan dari Dewi Ayu Senda geni yang dulu lebih
dikenal sebagai Kanjeng Puteri, sosok dewi yang akan
memberikan apapun sebagai ganti dari sebuah pengabdian
kepadanya. Banyak sekali kidung dan sajak yang
menceritakan tentang siapa sosok Kanjeng Puteri ini, tapi,
tidak ada yang pernah melihat wujud asli dari makhluk yang
konon perwujudan dari manusia dan binatang ini.

Sebagai seseorang yang kemudian ditakdirkan lahir dan


tumbuh besar dalam lingkungan sebagai keturunan
keluarga Sobo yang masih menganut sistem strata
kejawen murni, orang-orang tidak pernah tau kalau
sebenarnya keluarga Sobo memiliki landasan aturan dan
berbagai ritual keluarga dalem dimana tidak semua pilar
dari keluarga Sobo boleh menggunakan gelar Kala di

4
belakang nama mereka karena gelar Kala sendiri memiliki
arti filosois yang sangat penting dalam pilar paling tinggi
keterbelangsungan keluarga sebagai yang paling utama
dan yang paling tinggi derajatnya diantara anggota
keluarga yang lain sehingga hanya yang paling kuat dan
paling murnilah yang diijinkan sekaligus direstui oleh para
pendahulu-pendahulu dari keluarga Sobo sebagai
penyandang gelar Kala dibelakang nama keluarga Sobo,
hal itu pula yang dialami oleh Baduro Sobo ketika pertama
kali dia membuka matanya dihadapan seorang pria tua
dengan jambang tebal yang nyaris sepanjang dadanya.

Baduro Sobo kemudian tumbuh besar bersama dengan


kedua saudaranya, Gunandar ajisaka Sobo yang biasa
dipanggil dengan nama Nandar dan Dalimah Ayuningdiyah
Sobo yang dikenal oleh orang sebagai Dalimah, satu-
satunya wanita yang lahir dalam generasi ketiga sejak
pertama kali nama keluarga Sobo didirikan, mereka hidup
di dalam Panjengastu sebuah padepokan pribadi yang ada
di bawah kaki gunung Weliyang yang ada di tanah Jawa.

5
Usia mereka sendiri masing-masing hanya terpaut dua
tahun.

Saat itu, Baduro masih berusia 8 tahun, sedangkan Nandar


sudah berusia 10 tahun, Dalimah sendiri yang menjadi
anak paling sulung, berusia 12 tahun.

Baduro tidak bisa mengingat dengan jelas kenangan


sebelum usianya 8 tahun, karena sepengingat dia, ia
dilahirkan di dalam bagian keluarga yang tidak biasa. Sama
seperti Baduro, baik Nandar dan Dalimah pun memiliki
nasib yang kurang lebih sama seperti dirinya dimana
mereka berdua tidak bisa mengingat dengan jelas
kenangan sebelum usia mereka menginjak 8 tahun,
sesuatu yang tentu saja terasa janggal sebagai anak-anak
dari seseorang yang sangat dihormati waktu itu. Kala
Lastowo Sobo, atau orang biasa menjuluki dirinya sebagai
Rai Singo karena perawakannya yang besar dan
menakutkan seperti wujud rupa singa jantan, ia adalah
pemimpin sekaligus kepala keluarga yang saat ini
memimpin semua pilar anggota keluarga Sobo yang orang
begitu takut dan hormati. Dia lah yang tak tergoyahkan.

6
****

Selama dibawah kepemimpinan dan pengawasan

Lastowo Sobo, Baduro dan kedua saudaranya seperti


hidup dalam dimensi dan dunia yang berbeda, Lastowo
adalah orang yang sangat disiplin sekaligus pe-murka yang
tidak memiliki belas kasihan di dalam hatinya, ia tidak akan
segan-segan memberi hukuman yang teramat berat
kepada anak-anaknya meskipun saat itu usia mereka
masih terhitung anak-anak, bahkan saking tegas dan
sintingnya orang itu ia pernah mencambuk tubuh Baduro
hanya karena ia tidak sengaja melahap habis makanan
yang tidak seharusnya dia makan karena saat itu ketiga
anaknya sedang menjalani puasa dasar sebagai calon
Anggup-anggup, tanpa memperdulikan usia dan emosi
mereka yang waktu itu masih tergolong muda.

Kulit punggung Baduro kecil waktu itu bahkan sampai


mengelupas dan mengeluarkan darah segar dari sela
daging-daging yang terbuka pada punggungnya karena
cambuk milik Lastowo yang memang diciptakan dari bahan
dasar khusus yaitu usus dan jeroan binatang-binatang

7
ternak yang dipilin dan dibuat sekering mungkin sampai
memiliki ketajaman yang sama layaknya seperti pisau yang
diasah terus menerus.

Malam itu, setelah hukum cambuk itu selesai diberikan


kepada Baduro karena sudah melakukan pantangan yang
tidak seharusnya dia lakukan, Lastowo kemudian
memanggil Baduro untuk menghadap di ruang utama
Panjengastu, sebuah ruangan jauh di dalam ngaben
diselazar ujung paling jauh dari bangunan utama, Baduro
yang tertatih-tatih menahan sakit karena kulitnya yang
masih terbuka dan terus mengeluarkan darah pun datang
seorang diri, ia mencoba untuk menahan rasa sakit itu dan
sama sekali berusaha untuk tidak menunjukkan tangisan
yang sejak tadi keluar dari matanya yang habis karena
mencoba memelas ketika Lastowo akan menghukumnya,
sayangnya hati manusia orang itu seperti sudah lama mati,
ia sama sekali tidak bergeming sedikitpun, bahkan Lastowo
sama sekali tidak mengurangi kekuatan cambukannya
sedikit pun meskipun hal itu dilakukan dimuka umum dan
membuat seluruh abdi Panjengestu tahu dan melihatnya,
sayangnya mereka semua tidak bisa melakukan apa-apa

8
untuk menolong Baduro, mereka semua hanya menatap
Baduro dengan sorot mata yang tidak tega, Baduro sendiri
mencoba untuk mengerti, orang sinting mana yang akan
berani melawan bapaknya, Lastowo keculi mereka-mereka
yang ingin mengakhiri hidupnya.

Baduro pun mengetuk pintu utama tempat dimana biasa


Lastowo menghabiskan waktu, sebuah ruang utama yang
tidak sembarang orang boleh memasukinya kecuali orang-
orang yang dia kehendaki. “tok tok tok..”, tak berselang
lama setelah ketukan, pintu tiba-tiba terbuka dengan
sendirinya, Baduro yang waktu itu masih belum tahu apa-
apa tentang jati diri keluarga Sobo yang sebenarnya
berjalan masuk, di—sana, Baduro melihat banyak sekali
kanvas sejauh mata memandang dan nyaris memenuhi isi
ruangan ini, beberapa diantaranya sudah dipoles dengan
lukisan-lukisan yang menggambarkan manusia dengan
berbagai gaya dan bentuk, ada wajah wanita, laki-laki, pria
tua bahkan anak-anak, Baduro baru mengetahui kalau
Lastowo, bapaknya ternyata begitu menyukai seni lukisan-
lukisan, selama ini ia kira kalau bapaknya hanyalah
seorang penikmat kesendirian karena sebagian besar

9
waktunya ia pakai untuk menyendiri jauh dari keramaian
bangunan utama tapi siapa yang mengira kalau di tempat
ini rupanya ia menyembunyikan bakatnya yang luar biasa.

Disela-sela kekaguman Baduro mengamati lukisan-lukisan


yang indah itu, tiba-tiba ia tertuju pada satu kanvas yang
terlihat berada tidak jauh dari tempatnya berdiri saat ini,
entah kenapa Baduro menemukan sesuatu yang berbeda
pada polesan cat minyak pada kanvas yang memiliki
keunikannya sendiri tersebut. Dalam balutan warna-warna
cerah dan kelam, tergambar seorang wanita yang
menggunakan sanggul konde diatas kepalanya, wanita itu
begitu cantik dengan riasan dan polesan berwarna jingga
dan merah, dibalur rambut hitam panjangnya. Wanita itu
dilukis diatas sebuah kursi kayu berwarna cokelat jati, sorot
matanya mendayu dengan ekspresi yang sedih dan
prihatin, entah kenapa Baduro merasa familiar dengan
bentuk dan sosok wanita dalam lukisan ini hingga hatinya
seperti tersentuh dibuatnya, tanpa Baduro sadari tangan-
tangan mungilnya seperti ingin menyentuh kulit pipinya
yang mungkin saja terasa lembut meski semua ini hanya
polesan warna diatas sebuah kanvas biasa, sebelum

10
terdengar suara yang dia kenal berbicara. “kowe seneng
karo iku le?” (kau suka dengan lukisan itu nak?)

Baduro seketika berbalik dan mengurungkan niat untuk


menyentuh lukisannya. Ia kemudian menggeleng dengan
begitu keras, berusaha agar tidak membuat bapaknya
Lastowo semakin marah kepadanya, rasa sakit
dipunggungnya saat ini masih berdenyut-denyut semakin
menyakitkan akibat gesekan kulit tubuhnya dengan
pakaian yang saat ini sedang Baduro pakai.

“melu aku le, aku mung kepingin omong-omongan karo


kowe” (ikutlah denganku nak, aku hanya ingin berbicara
saja denganmu)

Baduro pun mengikuti Lastowo yang berjalan dengan


langkah kaki yang cepat menuju kesebuah ruangan lain
yang tidak berada jauh dari tempat dimana lukisan-lukisan
itu sedang berada.

Dibawah anak tangga, Lastowo kemudian membuka pintu-


pintu lain yang ada dihadapannya menggunakan kunci-
kunci yang dia ambil dari saku jarik yang sedang dia
gunakan, setelahnya dia berjalan sambil sesekali matanya

11
yang setajam pisau itu melihat kearah Baduro kecil dan
seakan-akan memastikan kalau bocah itu masih mengikuti
dirinya yang sedang berjalan dibelakangnya.

di—sana lah seusai Lastowo membuka pintu ketiga,


tercium aroma busuk yang begitu menyengat yang
membuat Baduro sejenak menutup kedua hidungnya tapi
Lastowo seperti tidak perduli dengan aroma busuk itu, dia
tetap berjalan masuk sambil berkata kepada Baduro agar
tetap berjalan dibelakangnya. Baduro yang awalnya
nampak ragu-ragu pun akhirnya tetap berjalan mengikuti
Lastowo yang sama sekali tidak terganggu dengan
bebauan yang terasa begitu mengerikan itu. Seusai kaki
kecilnya melewati pintu itu barulah Baduro tau darimana
sumber aroma ini berasal, rupanya di dalam ruangan yang
akan Baduro lewati ini terlihat pemandangan yang jauh dari
bayangan Baduro tentang binatang-binatang yang dibuang
serampangan dengan kepala sudah terpisah dari
tubuhnya, kebanyakan binatang-binatang itu adalah babi
ternak yang selama ini keluarga Sobo pelihara, namun ada
pula kepala kambing, sapi bahkan kerbau yang digantung
diatas dinding-dinding kayu dengan darah berwarna merah

12
kehitam-hitaman yang seolah-olah menunjukkan kalau
kepala-kepala binatang itu sudah tergantung cukup lama
diatas sana. Baduro kemudian mempercepat langkah
kakinya agar dia bisa mengejar Lastowo yang suara gema
langkah kakinya mulai tidak terdengar ditelinganya, pada
pintu-pintu itu lah, Baduro juga melihat banyak sekali foto-
foto yang digantung diatas tembok-tembok secara
serampangan, keseluruhan foto-foto itu dipaku dengan
pasak besi dan diberi benang berwarna merah panjang
yang menghubungkan satu sama lain seakan-akan
menunjukkan kalau foto-foto aneh itu dibuat agar saling
terkait satu sama lain. Semua hal aneh dan janggal ini
rupanya baru pertama kali Sobo lihat dan ketahui, tentu
saja ia tidak tahu menahu apa hubungan benda-benda sial
ini dengan bapaknya, Lastowo, dan lagi Baduro seakan
bertanya-tanya kepada dirinya sendiri tempat apa
sebenarnya ini, kenapa lorong dan ruangan-ruangan ini
seperti memiliki atmosfer yang berbeda dan membuat
sekujur tubuhnya tidak berhenti merinding dibuatnya.

Setelah menelusuri lorong yang panjang sampailah Baduro


pada sebuah anak tangga dimana di-sana terlihat Lastowo

13
sedang menyalakan api diatas sebuah tungku yang berada
tepat ditengah-tengah ruangan, diatasnya terdapat tempah
yang diciptakan dari bahan logam, api menyala-nyala
didalam tungku tersebut membuat tempah besi yang ada
diatasnya membara seperti bara panas, sementara
diatasnya terdapat berbagai jenis sesajen dan
persembahan yang mengepulkan asap berwarna kehitam-
hitaman.

Baduro yang kemudian menyusuri anak tangga menuju


kebawah kemudian melihat kalau tak jauh dari tungku api
itu terdapat sebuah ranjang besar dan mewah yang
diselimuti kain transparan berwarna merah muda. Ranjang
yang menawan itu dikelilingi oleh bunga-bunga cantik,
selain itu tiang-tiang penyangganya ditumbuhi oleh
tanaman merambat sehingga menunjukkan sisi keindahan
yang tidak bisa Baduro jelaskan dengan kata-kata.

Baduro yang semakin bingung dan tidak mengerti sama


sekali dengan apa yang ada ditempat ini hanya bisa diam
sambil melihat kesekeliling dimana selain anak tangga
yang dia lewati ada tiga pilar anak tangga lain dimana dua

14
diantaranya menuju ke pintu lain dengan warna hitam
pekat, hanya satu anak tangga yang ada diseberang
dirinya berada saat ini tempat dimana Lastowo saat ini
sedang berdiri tepat disamping ranjang mewah itu.

Lastowo kemudian duduk pada kursi yang ada disamping


ranjang itu, ia hanya duduk sembari melihat Baduro yang
sedang berdiri disamping tungku api yang menyala-nyala,
tak lama berselang Baduro kemudian baru menyadari
kalau dari tembaram api yang menyala-nyala pada tungku
menunjukkan sebuah bayangan siluet hitam di dalam
ranjang yang diselimuti oleh kain berwarna merah muda
transparan itu, Baduro kemudian melihat ke seseorang
yang ada didalamnya yang saat ini sedang duduk dalam
posisi bersimpuh sambil membisik ditelinga Lastowo yang
hanya diam mematung memandang kearah Baduro, siapa
pun orang yang ada di sana saat ini sedang mengatakan
sesuatu ditelinga Lastowo yang wajahnya seperti
menerawang jauh, melihat ke tempat Baduro yang sejak
tadi tidak melakukan apa-apa.

15
“Le” kata Lastowo kepada Baduro, “Kanjeng Puteri
kepingin ketemu kowe, kanggo milih salah siji sing engkok
bakal dadi penerusku” (nak, Kanjeng Puteri ingin bertemu
denganmu untuk memilih bakal calon siapa yang nanti akan
menjadi pewarisku)

“Kanjeng puteri”, ucap Baduro bingung.

Lastowo kemudian berdiri, ia menuruni anak tangga


kemudian menuju ke tempat Baduro saat ini, tak seberapa
lama, Lastowo kemudian membuka pakaian yang
dikenakan oleh Baduro, membuat bocah itu kini
bertelanjang bulat dan menunjukkan luka-luka yang ada
dipunggungnya akibat cambuk-cambuk yang sudah
Lastowo lakukan. Lastowo kemudian berkata kepada
Baduro, “Keluarga Sobo diciptakan teko wesi karo geni,
iling-ilingen iku, kowe iku istimewa, sebab iku ra onok sing
jenenge belas kasihan, perkoro nek kowe nduduhno iku
nang ngarep e wong liyo, kowe bakal nyesel soale
menungso iku ra perlu diampuni, iling-ilingen opo sing tak
omongno iki, perkoro iki ngunu yo sing diomongke bapakku
karo aku!!” (Keluarga Sobo diciptakan dari besi dan api,

16
ingat-ingat ini, kau itu istimewa, karena itu tidak ada yang
namanya belas kasihan, sebab kalau kamu menunjukkan
perasaan itu didepan orang-orang kau akan menyesal
karena manusia itu tidak sepantasnya diampuni, ingat
semua yang sudah ku katakan karena semua ini sudah
pernah kudengar langsung dari bapakku dulu)

Lastowo kemudian membimbing Baduro menapaki anak


tangga menuju keatas tempat ranjang mewah itu berada,
sembari berjalan Lastowo kemudian berkata sekali lagi,
“kabeh dolormu wes tau tak gowo nang kene, sayange ra
onok tekan dolor-dolormu sing pantes nyandang gelar
Kala, aku mung berharap nang awakmu, yen kowe yo ra
sanggup nyandang gelar iku, iki bakal dadi akhir keluarga
iki le” (kedua saudaramu sudah pernah ku bawa ke tempat
ini, sayangnya tidak ada dari saudara-saudaramu yang
pantas menyandang gelar Kala saat ini, aku hanya
berharap kepadamu karena jika kau tidak bisa juga
menyandang gelar itu, iki akan menjadi akhir perjalanan
keluar ini nak)

Baduro yang mendengar itu kemudian bertanya, “pak, opo


iku Kala” (pak, apa itu Kala)

17
Waktu itu Baduro bisa melihat dengan jelas jika pandangan
mata bapaknya, Lastowo untuk pertama kalinya
menunjukkan sisi kelemahannya yang belum pernah
Baduro lihat, ia ingin marah, menangis, menjerit setelah
mendengar pertanyaan Baduro seakan gelar itu memiliki
tempat tersendiri yang membuat bibir dan tangannya
gemetar hebat, hanya saja, Lastowo masih mampu sedikit
menahan diri sehingga dengan suara yang mencoba untuk
bersikap tetap tenang Lastowo kemudian menjawab “Kala
iku gelar duwur sing ra sembarang Sobo iso nanggung
amergo tanggung jawab e sing gede, engkok kowe bakal
ngerti nek dipilih karo kanjeng Puteri sebagai Kala sing
anyar” (Kala itu gelar tertinggi yang tidak sembarang Sobo
kuat untuk menanggungnya karena tanggung jawabnya
yang teramat besar, nanti kau akan mengerti jika kau yang
dipilih oleh kanjeng puteri sebagai Kala yang baru)

Kini hanya tinggal beberapa jengkal antara Baduro dan


sosok siluet hitam yang sedang bersembunyi dibalik kain
penutup ranjang merah muda tersebut. Lastowo yang
perlahan-lahan menyampirkan sekat kain tersebut tempat
dimana Baduro akhirnya bisa melihat sosok wanita yang

18
sangat cantik sedang duduk di dalam sana. Wanita itu
memiliki mahkota trisula diatas kepalanya, kulitnya
berwarna kuning langsat dengan rambut berwarna hitam
panjang hingga sebahu, tak lama kemudian wanita itu
tersenyum menyambut Baduro dan membimbing bocah itu
agar masuk keatas ranjangnya tempat dimana Lastowo
kemudian meninggalkan mereka.

“kowe bedo nek dibandingno karo dulur-dulurmo” (kau


terlihat berbeda jika dibandingkan dengan saudara-
saudaramu), kata wanita asing itu, Baduro yang sama
sekali tidak mengerti alasan kenapa dia dibawa ke tempat
ini hanya bisa diam saja, karena sejujurnya di dalam
hatinya tiba-tiba ada ketakutan luar biasa terhadap
makhluk yang dipercaya oleh Baduro saat itu sebagai
jelmaan iblis yang membuat sekujur tubuhnya merinding,
meskipun makhluk itu menampakkan rupa yang sangat
cantik dan enak dipandang tapi mata Baduro tidak bisa
ditipu, matanya yang berwarna merah menyala dengan
rambut hitam kusam, membuat Baduro bisa tahu bila
rupanya tidak lebih baik dari seekor babi betina yang cacat.

19
Tapi, makhluk itu hanya membelai tubuh Baduro kecil,
kemudian seperti mengusap-usap mulai dari kepala
sampai ujung kakinya. “Kowe!! Kowe!! Kowe sing tak cari,
sang Kala sing nduwe aroma dadi Wujur nang jerone
keluarga Sobo, akhire, kesabaranku kanggo ngeneteni
kowe kebayar” (Kau!! Kau!! Kau yang kucari, sang Kala
yang memiliki aroma paling wangi di dalam keluarga Sobo,
akhirnya kesabaranku selama ini untuk menunggu dirimu
terbayar lunas)

Sobo hanya diam saja. Ia benar-benar ketakutan dengan


makhluk yang ada dihadapannya ini yang tak lama
kemudian berbisik ditelinganya, “Aku iso nggwo
keluargamu nang puncak sebagai abdi siji-sijine sang
Ratoe nek kowe gelem nyerahno jiwamu kanggo aku!! Tak
pimpin kowe kanggo mateni lan ngajurno enem keluarga
sing sak iki golek aman lan ketentreman, tapi, siji syaratku,
kowe ra oleh ngeraguno keputusanku yo nak?” (Aku bisa
membawa keluargamu berada dipuncak sebagai abdi satu-
satunya sang Ratoe kalau kamu mau menyerahkan
jiawamu kepadaku!! Ku pimpi kamu untuk membunuh dan
menghancurkan enam keluarga yang sekarang hanya

20
mencari tempat yang nyaman dan tentram, tapi, aku punya
satu syarat untukmu, kau tidak boleh meragukan setiap
keputusanku ya nak?)

“enem keluarga? Keluarga opo sing jenengan maksud??”


(enam keluarga? Keluarga apa yang anda maksudkan?),
ucap Baduro yang benar-benar belum mengerti dimana
posisinya.

Makhluk itu kemudian tertawa, “enem keluarga sing bakal


dadi musuh-musuhmu nek wes perang iki pecah nak,
wedus ireng Boko!! Sak Bojo Brauwutane Sengar lan
Bonorogo!! Sampe Anje-anjer menungso sing wujud getih
iku!! Kabeh bakal tak babati nganggo cara sing gak nyalahi
aturane Ratoe!! Kowe bakal onok nang puncak, iki janjiku!!”
(enam keluarga yang kelak akan menjadi pesaing-
pesaingmu kalau perang ini sudah pecah, dimulai dari
kambing hitam Bokolono!! Kemudian sepasang suami isteri
demit hutan Sangarturih dan Bonorogo!! Hingga Anje-Anjer
yang berwujud manusia dengan darah disekujur tubuhnya
itu!! Semuanya akan aku atasi dengan caraku sendiri yang
tidak melanggat aturan dari sang maha Rator!!)

21
Baduro yang hanya diam saja mendengar penjelasan itu
lalu ditunjukkan oleh Kanjeng Puteri mengenai takdirnya,
dan di—sana lah dia melihat semuanya, “itu hanya satu dari
kejadian yang pasti akan kita semua hadapi nak, jadilah
Kala untuk keluargamu, karena Kala yang sekarang,
meskipun berwajah ganas namun sangat-sangat lemah,
berbeda dengan dirimu nanti yang akan menjadi Kala
SOBO terkuat dan paling cerdas, dengan menggabungkan
kepribadian sintingmu ini dengan kecerdasanku, kau akan
berdiri ditempat paling tinggi”

Baduro hanya mematung, wajahnya dipenuhi keringat, ia


belum pernah melihat pembantaian manusia segila dan
seluar biasa ini, anehnya, tubuhnya gemetar hebat namun
jantungnya berdetak lebih cepat, ada perasaan senang
yang tidak biasa saat Sobo melihat kepala-kepala manusia
itu terlepas dari tubuh-tubuh mereka, ada kebahagiaan
pula melihat darah keluar dari mulut-mulut busuk manusia-
manusia ini, tapi dilain hal Baduro masih begitu ketakutan
pada sewujud anak kecil yang tak mengenakan pakaian
berdiri memandang dirinya dengan bola matanya yang
berwarna merah darah, gadis ini hanya diam tapi bisa

22
membuat Baduro menjerit begitu ketakutan, namun,
Kanjeng Puteri menenangkan Baduro kalau tak hanya
dirinya yang takut kepada anak itu, tapi, Kanjeng puteri pun
sama, dia ketakutan dengan anak kecil itu.

“pengelihatanku iso nembus adoh, naning onok aturan


maen sing kudu tak ikuti, sabarno atimu, pelan nanging
pasti kowe karo aku iso ngelewati iki kabeh”
(pengelihatanku bisa menembus jauh, namun ada aturan
bermain yang harus kuikuti, sabarkanlah hatimu, pelan
namun pasti kau dan aku pasti bisa melewati ini semua)

Baduro yang mendengar itu kini mulai tergoda, dia ingin


melihat dunia yang selama ini disembunyikan oleh
bapaknya Lastowo, maka dengan suara yang kini
terdengar yakin Baduro yang waktu itu masih berusia 8
tahun, bertanya kepada Kanjeng Puteri, “opo sing kudu
kulo lakoni yen kepingin jenengan kale kulo dadi siji
kanjeng? (apa yang harus kulakukan jika ingin anda dan
saya mnejadi satu, kanjeng?)

23
Wanita berparas babi betina itu kemudian tersenyum
sebelum berkata kepadanya. “Kawini aku sekarang, bakal
tuanku Kala Baduro Sobo!!”

Malam itu pun berakhir. Setiap jengkal rahasia kelam


keluarga Sobo kini sudah diketahui oleh Baduro Sobo,
termasuk apa yang harus dia lakukan untuk menjadi kepala
keluarga yang baru menggantikan bapaknya Lastowo yang
saat ini menyandang gelar sebagai Kala Sobo.

Tak hanya itu saja, Baduro Sobo mengakhiri hari itu dengan
melihat potongan-potongan tubuh ibu kandungnya yang
sudah lama tewas di—bagian dalam patung keramik yang
tersembunyi di salah satu kamar ber-pintu warna hitam,
tempat dimana Lastowo dulu melakukan hal yang nanti
harus Baduro juga lakukan untuk mendapatkan gelar
sebagai Kala Sobo yang baru.

24

Anda mungkin juga menyukai