Anda di halaman 1dari 4

FENOMENA “NO VIRAL NO JUSTICE”, MENYOAL TRUST ISSUE PUBLIK

KEPADA PEMERINTAH & PENEGAK HUKUM

Oleh : Hilman Nawawi, S.Sos

Belakangan ini, kinerja Polri mendapat sorotan dan kritikan tajam dari masyarakat.
Sejumlah tagar menghiasi media sosial, seperti #PercumaLaporPolisi, #PercumaAdaPolisi,
dan #SatuHariSatuOknum. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menanggapi perihal
fenomena “No Viral No Justice” yang menggema di jagat maya.

Lewat fenomena itu, ia mengatakan, masyarakat menilai bahwa suatu laporan tindak
pidana harus viral terlebih dulu agar aparat mau menindaklanjutinya. “Jadi ini kemudian
sudah melekat di masyarakat bahwa harus viral, kalau tidak viral maka prosesnya tidak akan
berjalan dengan baik,” kata Listyo dalam Rakor Anev Itwasum Polri 2021 secara virtual,
Jumat (17/12/2021). (kompas.com, 18/12/2021)

Ia mengajak jajarannya untuk menerima masukan dan mengevaluasi diri dari tagar-
tagar tersebut. Ia meminta agar jajarannya menindaklanjuti laporan yang diadukan melalui
dumas (pengaduan masyarakat) sesuai harapan masyarakat.

Tidak hanya institusi Polri, Pemerintah pun akhir-akhir ini mendapat sorotan yang
serius sehingga berdampak kepada merosotnya kepercayaan masyarakat terhadap pejabat di
negeri ini. Kasus 13.000 karyawan Kemenkeu akhir-akhir ini menjadi perbincangan publik
terkait banyaknya karyawan yang belum melapor SPT tahunan dan peristiwa lainnya
berimbas pada kepercayaan publik yang terus menurun.

Pengamat pajak, Fajry Akbar, melihat aksi tersebut sebagai bentuk kekecewaan yang
jika terus meluas bakal menurunkan penerimaan pajak. Itu mengapa dia mendesak agar kasus
dugaan pencucian uang ataupun penggelapan pajak Rafael dibuka secara transparan dan tidak
berlarut-larut.

Menjawab persoalan ini Menteri Keuangan Sri Mulyani memahami kekecewaan


publik namun ia menjamin bahwa mayoritas pegawai Ditjen Pajak jujur dan profesional.
Pengamat pajak dari Center for Indonesian Taxation Analysis (CITA), Fajry Akbar,
mengatakan kasus pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo dan anaknya Mario Dandy menjadi
peristiwa besar kedua yang paling menggerus kepercayaan publik terhadap Kementerian
Keuangan khususnya Direktorat Jenderal Pajak.

Kekecewaan Publik

Tidak ada asap tanpa api. Tidak ada tagar tanpa rasa kesal dan kecewa. Begitulah
yang publik tangkap dari tagar-tagar yang bermunculan. Publik melihat slogan Polri
“Melindungi, Mengayomi, dan Melayani Masyarakat” atau slogan berkaitan dengan pajak
“Orang bijak, Taat Pajak” “Ayo Peduli Pajak” tampaknya makin jauh dari harapan
masyarakat.

Beberapa kasus harus menunggu viral dulu baru diproses hukum. Polisi baru bereaksi
dan bergerak cepat terhadap kasus-kasus viral dan menjadi perbincangan masyarakat.

1
Contoh kasus viral, beberapa tahun yang lalu seorang polisi berinisial RB yang
meminta seorang mahasiswi mengaborsi kehamilannya. Kasus ini mendapat perhatian banyak
pihak karena korban meninggal bunuh diri akibat depresi.

Kasus viral lainnya yaitu anggota Satresnarkoba Polres Toraja Utara ditangkap oleh
Propam Polri atas pengakuan dari salah satu pengedar narkoba hingga video pengakuannya
viral di media sosial, mereka bersaksi bahwa mereka selama ini dibackingi oleh oknum
Polres. Berdasarkan hasil penyelidikan Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda
Sulawesi Selatan, 1 oknum polisi diduga membekingi bandar narkoba di Kabupaten Toraja
Utara. Hal tersebut diungkapkan, Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Polisi Komang
Suartana, Rabu (22/2/2023).

Semua ini menambah citra buruk yang melekat di lembaga penegak hukum tersebut.
Tidak ayal, masyarakat pun menyimpulkan bahwa tidak ada keadilan hukum sebelum
masyarakat memviralkannya.

Komisi Polisi Nasional (Kompolnas) meminta Polri segera mengevaluasi pelayanan


dan kinerja atas ramainya tagar no viral no justice di media sosial sebagai kritik terhadap
Korps Bhayangkara itu. Kompolnas melihat bahwa harus ada perubahan sistem penanganan
kasus. Mereka berharap Polri juga bertindak tegas terhadap anggota yang melakukan
pelanggaran dengan memberi sanksi sesuai kesalahannya, bukan sekadar sanksi kode etik.
Apalagi kepercayaan publik kepada Polri turun drastis karena kasus Ferdy Sambo hingga saat
ini.

Belum lagi, Media sosial masih ramai dengan ungkapan-ungkapan kekecewaan


terhadap pemerintah dalam hal melaporkan dan membayar pajak, setelah mencuatnya kasus
Rafael Alun Trisambodo, seorang Kepala Biro Umum di Direktorat Jenderal Pajak yang telah
dicopot dari jabatannya oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Rafael dicopot dari jabatannya karena harta kekayaannya di luar kewajaran atau di
luar profilnya, yaitu mencapai Rp 56,1 miliar. Harta Rafael terungkap ke publik seusai
anaknya menjadi tersangka kasus penganiayaan dan pamer harta kekayaan di media sosial
seperti menggunakan mobil dan motor mewah.

Mengembalikan Muruah Penegak Hukum

Beredarnya kasus viral hingga luapan kekesalan serta kekecewaan publik mestinya
menjadikan institusi Polri dan Pemerintah muhasabah diri. Sudahkah melaksanakan tugas
utamanya sebagaimana slogan yang melekat selama ini? Sudahkah menjalankan amanah
sebagai penegak hukum dengan berpegang pada prinsip keadilan tanpa memandang jabatan,
golongan, atau kepentingan? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang seharusnya terjawab kepada
masyarakat.

Kekecewaan publik yang mengemuka bisa kita pahami dari beberapa hal berikut:

Pertama, hilangnya kepercayaan masyarakat (Trust Issue). Kalau sudah tidak percaya, sebaik
apa pun Polri dan Pemerintah masyarakat tidak akan respect lagi. Itulah sebab membangun
kepercayaan publik itu hal yang amat penting. Jika kepercayaan sudah rusak, tidak ada yang
tersisa kecuali saling curiga.

2
Kedua, hukum berat sebelah. Saat ini, keadilan hukum seperti barang langka. Dalam hal ini,
masyarakat menyoroti perbedaan respons penegak hukum terhadap kasus yang berbeda.
Semisal kasus terorisme dan korupsi, dua-duanya terkategori kasus extraordinary crime,
tetapi perlakuan penegak hukum sangat kontras.

Terhadap pelaku terorisme, polisi (Densus 88) main tangkap dan tidak mengindahkan asas
praduga tidak bersalah. Namun, terhadap koruptor, polisi memberikan sikap lebih lembut
ketika menangkap mereka. Lebih beringas terhadap terduga pelaku teror ketimbang terhadap
pelaku korupsi.

Contoh lain seperti dalam kasus pembunuhan Brigadir J dan kasus KM 50 Laskar FPI, yang
memiliki skenario penghapusan CCTV dan pembunuhan berencana tetapi yang terlihat di
publik seolah penegak hukum dan pemerintah meresponnya dengan cara yang berbeda.

Ketiga, terjebak kepentingan kekuasaan. Semisal, sangat responsif terhadap pelanggaran UU


ITE yang menyeret banyak aktivis, ulama, dan kaum oposan. Namun, menjadi pasif jika
berkaitan dengan pelanggaran UU ITE menimpa kelompok pro penguasa.

Respons berbeda inilah yang menyebabkan masyarakat menganggap hukum ditebang pilih
sesuai kepentingan penguasa. Padahal, lembaga penegak hukum harusnya netral dan hanya
berpihak pada kebenaran dan keadilan hukum.

Dengan demikian, untuk mengembalikan muruah dan citra lembaga penegak hukum, Polri
harus menata diri dan introspeksi. Jangan terjebak arus kekuasaan dan politik. Tegakkan
keadilan tanpa pandang bulu.

Jika keadilan hukum tercipta, masyarakat pasti segan. Masyarakat memberi saran, penegak
hukum harus menerima masukan. Masyarakat mengkritik, penegak hukum harus
memperbaiki diri. Begitulah idealnya penegak hukum. Bekerja dengan adil, muhasabah
secara rutin.

Pesan Islam

Tegaknya supremasi hukum adalah kepastian untuk menegaskan mana kebenaran dan
mana kebatilan. Sering kali kita menyaksikan keadilan hukum mudah diperjualbelikan
sehingga muncul istilah di masyarakat, seperti “kasih uang, habis perkara” ataupun “wani
piro”.

Di sinilah urgensi karakter penegak hukum yang adil, jujur, dan hanya berpihak pada
kebenaran. Dalam surah An-Nisa: 135 Allah Swt. memerintahkan hamba-Nya yang beriman
menjadi penegak keadilan (hukum).

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak
keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan
kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya.
Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan
jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”

3
Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini dengan penjelasan bahwa Allah Swt. memerintahkan
kepada hamba-hamba-Nya yang mukmin agar menegakkan keadilan agar mereka tidak
beranjak dari keadilan itu barang sedikit pun.

Jangan pula mereka mundur dari menegakkan keadilan hanya karena celaan orang-
orang yang mencela, dan jangan pula mereka terpengaruh oleh sesuatu yang membuatnya
berpaling dari keadilan.

Rasulullah saw. memiliki pesan khusus untuk para penegak hukum. Yang pertama,
memutuskan perkara dengan adil. Sebagaimana sabda Rasulullah saw., “Barang siapa yang
menjadi hakim lalu menghukumi dengan adil, niscaya ia akan dijauhkan dari keburukan.”
(HR Tirmidzi)

Kedua, hendaknya penegak hukum berhati-hati terhadap tipologi hakim yang telah Rasul
sebutkan dalam sabdanya. Rasulullah saw. bersabda, “Hakim itu ada tiga, dua di neraka dan
satu di surga. Seseorang yang menghukumi secara tidak benar, padahal ia mengetahui mana
yang benar maka ia masuk neraka. Seorang hakim yang bodoh lalu menghancurkan hak-hak
manusia maka ia masuk neraka. Dan, seorang hakim yang menghukumi dengan benar maka
ia masuk surga.” (HR Tirmidzi)

Ketiga, tidak silau jabatan dan kekuasaan. Penegak hukum harus membela kebenaran, tidak
menyalahkan yang benar dan tidak membenarkan yang salah. Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, “Dari
Abi Umamah berkata, ‘Saya mendengar Rasulullah ‫ ﷺ‬bersabda, ‘Di akhir zaman, akan ada
para penegak hukum yang pergi dengan kemurkaan Allah dan kembali dengan kemurkaan
Allah, maka hati-hatilah engkau agar tidak menjadi kelompok mereka.”” (HR Thabrani).

Khatimah

Penegakan hukum berkeadilan dan penegak hukum yang jujur dan benar
membutuhkan sistem hukum yang mampu mewujudkan keadilan dan kejujuran itu sendiri.

Sejarah membuktikan penerapan syariat Islam kafah dapat mewujudkan keadilan


hakiki. Sebab, sistem Islam menjadikan hukum Allah sebagai panduan baku dalam
menetapkan kebenaran dan kebatilan. Sementara, hukum sekuler menjadikan pandangan
manusia sebagai pedoman dalam menentukan benar dan salah.

Jika syariat terterapkan, tidak sulit membentuk penegak hukum yang saleh, jujur, dan
bertakwa. Kriminalitas dapat minim, masyarakat pun terlayani dan terlindungi dengan sistem
hukum yang tegas. No Islam, no Justice.

Wallahu a’lam bi showab.

Anda mungkin juga menyukai