Anda di halaman 1dari 92

KETIKA NEGARA BERSIMPUH DI HADAPAN KUASA MODAL ( 14.

949 Orang Miskin Kehilangan Pekerjaan dan Tempat Tinggal)

Mengapa kami memilih judul laporan hukum dan HAM Tahun 2005 dengan kalimat itu ? Mengapa pula kami, LBH Jakarta, menyatakan, Negara bersimpuh di hadapan pemilik modal ? Mari kita lihat angka penggusuran pedagang kaki lima, penggusuran rumah, pemutusan hubungan kerja dan produk hukum. Semuanya merujuk pada kesimpulan, Negara terkapar di hadapan pemilik modal. Data LBH Jakarta, Desember 2004-Oktober 2005 menunjukkan, 6.308 pekerja di Jakarta kehilangan pekerjaan, 4.631 rumah dan 4.000 PKL digusur. Produk hukum dibuat sebaik-baiknya untuk mengesahkan kepentingan pemilik modal. Arti dari semua jerit tangis warga Jakarta dan sekitarnya itu menyiratkan makna tunggal. Negara memang masih bersimpuh di hadapan pemilik modal. Bukan kebetulan jika LBH sejak lama selalu mengatakan hal itu. Catatan Akhir Tahun LBH 2002, berjudul Hukum dalam Cengkraman Kaum Merkantilis. Setahun kemudian, kami memilih judul yang hampir sama, Neo-Liberalisme Mewarnai Produk Hukum di Indonesia. Pada tahun ini, kami memilih judul Ketika Negara Bersimpuh di Hadapan Pemilik Modal karena Warga Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) sepanjang Desember-Oktober 2005 kembali merasakan pahitnya bersentuhan dengan kekuatan pemilik modal. Ironisnya, pemerintah daerah di mana kaum miskin itu bertempat tinggal, terkapar di hadapan pemilik modal. Karena itu, judul yang menggarisbawahi ketidakberwibawaan Negara di hadapan pemilik modal, kami pilih.
Laporan ini merupakan catatan atas fakta-fakta berupa kasus-kasus dan isu-isu yang terjadi sepanjang 2005 yang diadvokasi oleh LBH Jakarta. Data statistik dalam laporan ini disusun berdasarkan kasus-kasus yang diterima LBH Jakarta sejak Desember 2004 hingga November 2005. Sedangkan kasus-kasus yang dijadikan dasar analisis HAM dalam laporan ini adalah kasus-kasus yang ditangani, baik itu berupa litigasi, pendampingan dengan korespondensi dan pemberdayaan kelompok, maupun musyawarah serta pendampingan konsultasi berjalan. Dalam Laporan Hukum dan HAM ini akan disajikan 2 (dua) tabel kasus. Tabel pertama, berisi gambaran jumlah kasus yang masuk ke LBH Jakarta berdasarkan pembagian isu-isu Sipil-Politik (Sipol), Perburuhan, Perkotaan dan Masyarakat Urban serta Perempuan dan Anak. Sedang tabel kedua adalah tabel pelanggaran HAM yang telah diklasifikasi berdasarkan jenis-jenis hak. Tabel ini menggambarkan secara rinci tentang bagaimana pelanggaran terjadi, jumlah korban, upaya yang telah dilakukan serta hambatan struktural yang dialami. Hak dalam tabel ini telah dikeluarkan dimensi pelanggaran HAM-nya sehingga sebuah kasus dengan 3 dimensi pelanggaran HAM akan dicatat sebagai 3 jenis pelanggaran HAM.

Secara umum, sejak Desember 2004 hingga Oktober 2005 LBH Jakarta menerima 1.134 kasus dengan jumlah orang terbantu sebanyak 49.030 orang dengan rincian sebagai berikut : Hak Sipil Perburuhan Politik (Kasus/orang (Kasus/orang terbantu) terbantu)1 318/13.557 261/6.333 Perkotaan dan Masyarakat Urban (Kasus/orang terbantu) 81/20.886 Perempuan dan Anak (Kasus/orang terbantu) 176/3.461 Kasus Khusus Perdata murni dan Pidana murni (Kasus/orang terbantu) 298/3.891

Dari jumlah kasus yang masuk tersebut LBH Jakarta membuat klasifikasi sesuai dengan klasifikasi Hak Asasi Manusia dan sub klasifikasi kasusnya sebagai berikut :

Orang terbantu di sini dimaksudkan orang yang mendapat bantuan hukum dari LBH Jakarta berupa konsultasi

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Hak atas Pekerjaan dan Kondisi yang Adil & Menguntungkan atas Pekerjaan Hak atas Pekerjaan Sektor Informal Hak atas Perumahan dan Standar Hidup yang Layak Fair Trial Hak untuk Tidak Disiksa, Perlakuan atau Hukuman Keji, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat Hak Perempuan dan Anak Dugaan Korupsi Hak atas Pendidikan Hak atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Sebagai perbandingan, dalam hal jumlah/kuantitas, kasus yang masuk ke LBH Jakarta mengalami kenaikan. Hal ini dapat terlihat melalui tabel di bawah ini:

Tahun

Kasus Perburuhan

2005 2004 2003 2002 2001 2000

261/6.333 233/3.741 279 352 371 389

Kasus Perkotaan dan Masyarakat Urban 318/13.557 81/20.886 315/1.110 75/26.367 261 79 275 182 289 116 232 186

Kasus Sipil Politik

Kasus Perdata Murni 298/3.891 328/1.003 206 277 292 237

Kasus Perempuan dan Anak 176/3.461 146/149 201 252 190 Tergabung dalam kasus perdata

Jumlah Kasus

Jumlah orang terbantu 49.030 32.370 21.409 11.478 20.252

1.134 1.097 1.026 1.338 1.280 1.026

Sesuai dengan kondisi-kondisi yang diuraikan di atas, maka Laporan Hukum dan HAM tahun 2005 ini dibuat dengan susunan sebagai berikut: A. Kondisi Hukum 1. Tantangan Membongkar Praktek Mafia Peradilan 2. Gagalnya Negara Memenuhi Hak Korban atas Pemulihan (victims rights to reparation) 3. Penegakan Hukum yang Masih Setengah Hati 4. Perenggutan Hak-hak Masyarakat melalui Peraturan Perundang-Undangan B. Kondisi HAM a. Kondisi Umum HAM b. Kondisi HAM berdasarkan jenis pelanggaran instrumen HAM C. Rekomendasi

A KONDISI HUKUM 1. Tantangan Membongkar Praktik Mafia Peradilan Ketika puncak gunung es-nya semakin terlihat, maukah kita membongkar dan memberantas sampai ke dalam lautan? Perlahan dan satu persatu fakta bermunculan bahwa mafia peradilan benar-benar ada dan sudah semakin sulit terbantahkan! Selama ini LBH Jakarta selalu mengangkat permasalahan mafia peradilan dan bahkan menerima dan mengadvokasi kasus-kasusnya. Sampai saat ini juga LBH Jakarta masih konsisten dengan slogannya, yakni: Lawan Mafia Peradilan! Namun untuk memberantas sampai ke akar-akarnya dibutuhkan kerja sama seluruh pihak, masyarakat, penegak hukum, termasuk pula badan peradilan tertinggi di negeri ini, yakni Mahkamah Agung. Judicial corruption yang diduga melibatkan pengacara, para hakim termasuk hakim agung, serta staf-staf pengadilan pada kasus Probosutedjo serta Abdullah Puteh merupakan sebagian kecil dari praktek-praktek

mafia peradilan yang selama ini terjadi. Praktek mafia peradilan yang sesungguhnya berada di keseharian proses peradilan di semua tingkatan mulai dari kepolisian, kejaksaan, pengadilan negeri dan tinggi, serta MA. Hasil penelitian LBH Jakarta dalam kasus perburuhan bahkan menunjukkan praktek-praktek mafia peradilan juga merambah lembaga penyelesaian perburuhan, mulai dari pemerantaraan di dinas tenaga kerja, Panitia Penyelesaian Perselisihan Daerah (P4D) hingga Panitia Penyelesaian Perselisihan Pusat (P4P). Tindakan seperti tidak menindaklanjuti laporan buruh, melakukan mal administrasi hingga meminta pungli kerap menghambat buruh yang mencari keadilan. Bagaikan sebuah penyakit yang akut, mafia peradilan menjadi virus yang masih saja hidup dan belum terberantas. Badan-badan peradilan yang baru seperti pengadilan untuk kasus perburuhan yakni Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), Pengadilan Perikanan, dan Pengadilan ad hoc Tipikor dapat saja terjangkiti mafia peradilan apabila tidak dibentengi dengan suatu prosedur dan pengawasan yang ketat dari segala unsur termasuk unsur masyarakat. Inilah tantangan bagi semua pihak untuk menjaga bayi-bayi pengadilan baru agar tidak menjadi anak nakal yang gemar bermain uang dengan bertopeng mafia peradilan. Tantangan yang sama juga dihadapi oleh instrumen-intrumen baru pengawas peradilan dan kinerja aparat hukum. Komisi Yudisia (KY)l, Komisi Pengawas Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Pengawas Kejaksaan (Kopaja) bisa berada di persimpangan jalan. Mau memilih kemana? Menggunakan segala kewenangannya secara maksimal untuk memberantas mafia peradilan, atau menjadi bagian mengolah lahan mafia peradilan dan menikmati panennya bersama-sama, atau hanya menjadi sebuah badan yang hanya sayup-sayup terdengar di kejauhan tanpa ada hasil yang menjadi lecutan besar. Sekali lagi, peran masyarakat untuk mengawasi dan kemauan dari para anggota komisi untuk menggunakan kewenangannya sangat dibutuhkan. Inilah tantangan untuk mengangkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum. Ketika semua lini dan sendi telah terjangkiti virus mafia peradilan, menjadi tanggung jawab kita semua untuk memberantasnya. Jangan sampai sedikit kasus yang mulai terkuak di tahun 2005 ini tidak ditindak lanjuti dan menggelinding bagaikan bola salju yang menggulung tikus-tikus dunia peradilan. Jangan pula badan-badan baru justru terkontaminasi penyakit akut ini. Bongkar dan berantas mafia peradilan. Saatnya bertindak sekarang juga!

2. Gagalnya Negara Memenuhi Hak Korban Atas pemulihan (Victims Right to Reparation) Hal selanjutnya yang menjadi permasalahan negeri ini adalah gagalnya Negara memenuhi hak korban atas pemulihan. Prinsip hukum internasional yang diakui secara universal menegaskan bahwa hak atas pemulihan (right to reparation), yakni kompensasi, rehabilitasi dan restitusi adalah hak yang melekat pada korban dan merupakan kewajiban negara untuk memenuhinya. Namun faktanya, Negara telah mangkir dari kewajibannya tersebut. Hal ini diperparah ketika justru aturan perundang-undangan yang baru dibuat bertentangan dengan prinsip tersebut atau ketika aturan perundang-undangan yang dibuat tidak disinkronkan dengan prinsip-prinsip hukum internasional mengenai HAM. UU No 24 tahun 2004 tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) yang disahkan di akhir tahun 2004 adalah salah satu buktinya. UU ini menempatkan hak korban atas pemulihan digantungkan pada amnesti. Artinya, korban baru bisa mendapatkan hak-hak pemulihannya setelah pelaku mendapat pengampunan dari presiden. Sungguh menjadi pertanyaan, mau dibawa kemanakah politik hukum di Indonesia, ketika aturan-aturan hukum maupun kebijakan yang dibuat tidak dapat memenuhi prinsip-prinsip hukum yang berlaku secara universal. Lebih jauh, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak gugatan class action stigma PKI dengan menyatakan bahwa yang berwenang mengadili persoalan ini adalah Pengadilan Tata Usaha Negara karena objek gugatan berkaitan dengan kebijakan pemerintah (saat ini kasusnya ada di tingkat banding). Hal ini menunjukkan Negara tidak (atau tidak mau) menyediakan mekanisme bagi para korban untuk mendapatkan haknya atas pemulihan. Korban harus terombang-ambing dalam ketidakpastian disebabkan oleh ketidakmauan Negara menjalankan kewajibannya.

3. Penegakan Hukum Masih Setengah Hati Justice Delayed is Justice Denied Bukan tidak beralasan bila pameo hukum di atas menjadi begitu terkenal. Bagi pencari keadilan, keadilan yang datang terlambat sama dengan tidak adanya keadilan itu sendiri.. Alm. Sunarti, seorang buruh, sudah membuktikannya. Setelah berjuang 6 tahun ia meninggal sebelum putusan MA atas kasusnya keluar. Apalah artinya putusan MA tersebut, bahkan bila ia dimenangkan. Kisah tak kalah tragis dialami Pak Sadjum dan kawan-kawan yang di PHK pada tahun 1992 dan baru mendapatkan putusan MA pada tahun 2003. Itupun hingga saat ini masih dalam proses eksekusi di PN Jakarta Selatan. Artinya sejak 1992 hingga 2005, mereka masih belum mendapatkan hak-haknya. Sunarti dan Sadjum hanya contoh kecil saksi tidak efektifnya sistem hukum Indonesia. Sebagai gambaran, tumpukan perkara yang menunggu untuk diselesaikan oleh MA per Januari 2005 sebanyak 20.099 kasus.2 Bentuk terparah dari keadilan yang dihambat adalah tidak ditindaklanjutinya laporan masyarakat kepada aparat penegak hukum, termasuk laporan ke pengawasan internal instansi penegak hukum yang bersangkutan. Sudah menjadi modus bila laporan masyarakat miskin cenderung untuk tidak ditindaklanjuti secara serius. Beberapa kasus menunjukkan laporan mereka bahkan tidak ditindaklanjuti sama sekali. Hal ini sungguh berbeda dengan perlakuan terhadap laporan pemilik modal yang cenderung ditanggapi segera. Perbedaan perlakuan ini yang menjadi akar kriminalisasi terhadap pelapor korupsi ataupun kaum miskin yang sedang dalam perjuangan menuntut haknya. Hal menonjol lain adalah aparat masih menggunakan pendekatan perlakuan secara terbalik. Aksi demonstrasi, penggusuran PKL dan rumah masyarakat miskin, diperlakukan secara represif. Tetapi aksi kekerasan seperti perusakan, pemukulan oleh kelompok-kelompok paramiliter dibiarkan berlangsung. Keraguan aparat untuk melindungi kelompok-kelompok minoritas pada tahun 2005 ini sungguh berbahaya karena seakan bensin dalam sebuah kebakaran. 4. Perenggutan Hak-Hak Masyarakat melalui Peraturan Perundang-Undangan UU No. 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan materi muatan peraturan perundang-undangan mengandung asas antara lain pengayoman, kemanusiaan, keadilan serta kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan.3 Tapi seperti sejumlah aturan tak bergigi lainnya, yang terjadi jauh panggang dari api. Sejumlah peraturan perundang-undangan tingkat peraturan presiden (Perpres), betul-betul (berpotensi) menyengsarakan rakyat. Perpres No. 36 tahun 2005 tentang Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah satu yang mengancam hak milik rakyat atas tanah. Tidak adanya independensi lembaga penyelesaian sengketa tanah (karena dibentuk oleh Kepala daerah), mengguritanya kekuasaan kepala daerah (karena berhak menetapkan lokasi pembangunan, menetapkan ganti kerugian, persetujuan untuk pembelian tanah dan mengajukan usul pencabutan hak atas tanah) serta tidak jelasnya definisi pengertian untuk kepentingan umum hanya sedikit alasan mengapa perpres ini berbahaya bagi kepentingan masyarakat banyak. Perpres No. 55 tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak (BBM) juga banyak menimbulkan korban. Kenaikan BBM tidak saja membuat berat rakyat dalam penggunaan BBM untuk kebutuhan seharihari tetapi berdampak luas ke seluruh sendi kehidupan. Meningkatnya harga-harga yang mengikuti kenaikan BBM, mulai dari kebutuhan pokok, transportasi, obat-obatan hingga biaya pendidikan menyebabkan turunnya standar mutu kehidupan rakyat. Selain kesamaan ditolak secara luas keberlakuannya oleh masyarakat, dua perpres ini juga lahir dari kepentingan pemodal. Perpres 36/2005 hasil implementasi Infrastucture Summit pada 17 januari 2005 sedangkan Perpres No. 55 tahun 2005 senafas dengan UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang lahir dengan dilatarbelakangi langkah dan jadwal reformasi sektor energi oleh IMF dengan kompensasi bantuan sebesar 260 juta dollar AS dan lima milyar dollar AS dalam tiga tahun berikutnya.4 Penetapan
2 3

Laporan Tahunan MA, 2004. Undang-Undang 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, pasal 6 ayat 1 4 Kenaikan Bahan Bakar Akibat Privatisasi Migas, 14 Oktober 2005, dapat http://www.walhi.or.id/kampanye/energi/051014_privmigas_cu/

dilihat

di

kenaikan BBM ini juga sebuah potret ketidakpatuhan hukum pemerintah karena Perpres 55/2005 dibuat dengan tidak mengacu pada putusan MK tentang judicial review UU 22/2001.5 Perenggutan hak masyarakat ini tidak hanya melalui peraturan perundang-undangan tetapi dikukuhkan pula melalui putusan Mahkamah Konstitusi. Tahun 2005 ini tercatat sejumlah penolakan atas judicial review menyangkut undang-undang mengenai hajat hidup orang banyak antara lain UU No. 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Perpu Kehutanan menjadi UU Kehutanan dan UU No. 7 tahun 2004 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air.

B KONDISI HAM
Negara masih gagal memenuhi kewajiban pokoknya (core obligation) yang berkaitan dengan HAM, yakni menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fulfill) hak asasi warga negaranya. Meskipun Indonesia berusaha mengadopsi prinsip-prinsip HAM dalam beberapa aturan perundangundangannya, hampir semuanya tidak implementatif. Amandemen UUD 1945, Undang-Undang (UU) No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, UU No. 26 tahun 2000, UU No. 5 tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan, dan lain-lain (dll) masih merupakan aturan normatif belaka yang tak bergigi. Hal ini terbukti dengan belum adanya fakta-fakta empirik yang menunjukkan bahwa aturan-aturan tersebut telah dapat melindungi HAM warga negara Indonesia maupun adanya penegakan hukum terhadap pelanggarannya. Kekhawatiran akan ketiadaan implementasi yang nyata ini pun dapat pula berlanjut pada dua instrumen Internasional pokok yang diratifikasi pemerintah Indonesia pada 2005. Patut dicatat bahwa akhirnya Pemerintah Indonesia bersedia meratifikasi Kovenan Hak-hak Sipil dan Politik (UN Covenant on Civil and Political Rights) dan Kovenan Hak-hak Ekonomi Sosial dan Budaya (UN Covenant on Economics, Social and Cultural Rights), namun ratifikasi kedua instrumen harus diikuti pengimplementasiannya melalui penyesuaian peraturan perundang-undangan. Persoalan penting lainnya yang harus diperhatikan pemerintah ialah harmonisasi atas setiap kebijakan yang berkaitan dengan kedua kovenan tersebut. Secara umum, tahun 2005 penuh dengan perenggutan hak-hak ekonomi, sosial budaya. Penggusuran --baik terhadap rumah maupun tempat berdagang PKL-- menelan ribuan korban. Sementara itu, buruh yang kehilangan pekerjaannya tetap menunjukkan data signifikan. Hal ini diperparah oleh kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Kebijakan yang diberlakukan sejak 1 Oktober 2005 ini tidak hanya semakin mencekik kehidupan rakyat, melainkan merembet ke berbagai persoalan, antara lain penentuan upah minimum. Kenaikan BBM yang terjadi bersamaan dengan agenda tahunan penentuan UMP ini, menyebabkan buruh/serikat buruh dalam posisi yang amat sulit. Pada satu sisi buruh sangat memerlukan penyesuaian upah sesuai dengan kenaikan harga-harga yang mengikuti kenaikan BBM, tetapi pengusaha juga memiliki kepentingan untuk menekan sebesar-besarnya kenaikan UMP demi mempertahankan keuntungannya. Catatan penting lain pada 2005 ialah maraknya tindak kekerasan yang dilakukan sesama warga masyarakat kepada warga lainnya, entah melalui paramiliter berbasis etnik, agama maupun kelompok-kelompok masyarakat lainnya. Kekerasan ini juga didukung oleh aparat negara melalui aksi-aksi maupun sikap pembiaran. Meluasnya perusakan, penutupan bangunan-bangunan milik Jamaah Ahmadiyah maupun gereja merupakan contoh nyata. Ketidakmampu(mau)an aparat penegak hukum dalam kasus-kasus kekerasan horizontal hanya satu dari sekian masalah persamaan di depan hukum sepanjang 2005. Hukum masih tidak berpihak kepada masyarakat miskin dan masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap kekuasaan. Hal ini telah menyebabkan penegakan hukum terus terseok-seok. Terlebih bila hukum harus mengadili aparat negara. Kasus pembunuhan pejuang HAM, Munir, dan kasus-kasus penyiksaan menjadi saksi tumpulnya hukum ketika berhadapan dengan aparat negara. Gambaran lebih mendalam atas kondisi pelanggaran tiap-tiap jenis HAM akan dipaparkan berikut ini dalam laporan pelanggaran HAM yang telah diklasifikasikan.

1. HAK ATAS PEKERJAAN DAN KONDISI YANG ADIL DAN MENGUNTUNGKAN ATAS PEKERJAAN

Lihat surat Ketua MK No. 026/KA.MK/X/2005 tanggal 6 Oktober 2005 perihal pelaksanaan putusan MK RI

Hingga Oktober 2005, Indonesia sudah meratifikasi 17 Konvensi ILO. 6 Ironisnya, kondisi buruh dan masalah perburuhan di Indonesia tidak menunjukkan perkembangan kea rah yang lebih baik. Kebijakan Upah Murah Kebijakan upah murah secara gamblang dapat dilihat pada proses penetapan upah minimum propinsi (UMP). Untuk DKI Jakarta misalnya, kebutuhan hidup layak (KHL) pada 2005 berdasarkan survei bersama Dewan Pengupahan adalah Rp 759.953. Tetapi kemudian, secara sepihak Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso memutuskan UMP pada tahun tersebut sebesar Rp 711.843. Hal ini kembali terjadi pada penentuan UMP 2006 ketika serikat pekerja melakukan survei dan menghasilkan angka kebutuhan hidup layak sebesar Rp. 1.100.0207. Tetapi Gubernur DKI Jakarta melalui SK Gubernur No.2093/2005 memutuskan UMP 2006 sebesar Rp 819.100. Kalangan serikat buruh menengarai bahwa hal ini bisa terjadi karena Dewan Pengupahan memanipulasi data dengan menggunakan data sebelum kenaikan BBM.8 Ironisnya, kebijakan upah murah ini tetap dibarengi dengan ekonomi biaya tinggi yang masih terus dipertahankan pemerintah. Sebesar 15-17% dari total produksi ternyata digunakan untuk retribusi mulai dari Ppn, pajak bea masuk, pajak reklame, retribusi keamanan, retribusi parkir, retribusi masuk kota hingga retribusi siluman.9 Bila dibandingkan negara lain di ASEAN, upah minimum buruh Indonesia ternyata hanya kalah rendah dibandingkan dengan Vietnam yang relatif baru membangun negerinya setelah perang saudara antara Vietnam Utara dan Vietnam Selatan mereda pada tahun 1996.10 Malaysia, Singapura dan Brunei tidak memiliki peraturan upah minimum karenanya tidak diperbandingkan di sini. Lihat tabel berikut :

Negara Indonesia-Jakarta

32.356,5 rupiah11 (711.843 dibagi 22 hari)

Upah Minimum 2005 (per hari)

Nilai Tukar 1 US$


9.757,6512 rupiah

Upah Minimum Dalam US$ 3, 316

GDP/GNP

GDP: $224,4 billion GDP per capita: $1.05913

Thailand-Bangkok

181 bath (sejak 41,2243 bath14 Agustus 2005)

4,39

GDP: $184,8 billion GDP per capita: $3.00015

Filipina-Metro Manila

325 peso16

53,525 peso17

6,07

GDP: $96,7 billion GDP per capita: $1.20918

ILO Conventions Ratified by Indonesia, tersedia di http://www.ilo.org/public/english/region/asro/jakarta/convention/index.htm dan tambahan satu ratifikasi Konvensi ILO yaitu No. 81 dengan UU 21 tahun 2003 tentang Pengawasan Perburuhan di Bidang Industri dan Perdagangan 7 Kompas, Buruh Tuntut Upah Minimum 1, 2 juta, 17 Oktober 2005, tersedia di http://www.kompas.com/metro/news/0510/17/083905.htm 8 Media Indonesia, Ratusan Pengunjuk Rasa Nyaris Bentrok dengan Polisi Di Depan Balaikota, 23 November 2005, tersedia di http://www.mediaindo.co.id/berita.asp?id=81999, 9 Ibid 10 Pikiran Rakyat Cyber Media, Eks Kamp Pengungsi Vietnam : Pulau Galang, Catatan Sejarah Tragedi Kemanusiaan, 2 Desember 2005, tersedia di http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1205/03/0502.htm 11 Tempo Interaktif, Meski DPRD Minta Penundaan, Pemerintah Tetap Sosialisasikan UMP 2005, 2 Desember 2004, tersedia di http://www.tempointeraktif.com/hg/jakarta/2004/12/02/brk,20041202-29,id.html 12 Menggunakan nilai tukar per 13 Desember 2005, tersedia di http://www.xe.com/ucc/convert.cgi 13 2005 Index of Economic Freedom Indonesia, tersedia di http://www.heritage.org/research/features/index/country.cfm?id=Indonesia 14 Ibid 15 2005 Index of Economic Freedom Thailand, tersedia di http://www.heritage.org/research/features/index/country.cfm?id=Thailand 16 The Failure of Revolution, Antonio C. Abaya, tersedia di http://www.iskandalo.com/failure-of-revolution.html 17 Op.Cit., tersedia di http://www.xe.com/ucc/convert.cgi

VietnamBagian kota Hanoi and Ho Chi Minh City

15.906 dong 28.454,5455 dong19 (626,000 dibagi 22 hari) untuk foreign direct investment

1,78891899

GDP: $33,2 billion GDP per capita: $41220

Hilangnya Rasa Aman atas Hak Pekerjaan


Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh 21 Sejak berlakunya UU No. 13/2003 pada 25 Maret 2003, praktik hubungan kerja subkontrak (outsorcing) yang merugikan buruh menjadi sah secara hukum. Bagi buruh hal ini mengakibatkan hubungan kerja semakin tidak pasti dan karenanya lebih rentan untuk dipertahankan. Hal ini tidak saja karena praktik-praktik pelanggaran yang dilakukan pengusaha melainkan lebih karena lemah sekaligus tidak mudahnya penerapan aturan hukum yang ada, misalnya, pasal 66 UU 13 tahun 2003 Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan oleh peberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. Kriteria tentang jasa penunjang yang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi amatlah tidak jelas. Di dalam penjelasan pasal terkait disebutkan bahwa beberapa pekerjaan yang masuk dalam kriteria boleh disubkontrakkan, antara lain, jasa kebersihan dan keamanan. Pembolehan seperti itu semakin mengaburkan isi pasal tersebut karena beberapa industri seperti perhotelan, kebersihan dan keamanan jelas sangat berhubungan dengan core business. Kasus-kasus outsorcing dan kontrak yang ditangani LBH menunjukkan tidak adanya perlindungan hukum terhadap buruh atas pelanggaran kedua ketentuan tersebut. Pelemahan Serikat Buruh (SB) secara Sistematis Bila pada kurun waktu 2001 2005 SB dilemahkan melalui UU No 21/2000 yang memperbolehkan berdirinya satu organisasi SB hanya dengan 10 orang, yang sering dinilai sebagai penyebab timbulnya perpecahan di kalangan buruh, maka mulai 2005 ini instrumen pelemahan SB akan kian bertambah dengan akan berlakunya UU No. 2/ 2004 tentang Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Secara garis besar hal ini disebabkan oleh halhal berikut. 1. Perselisihan perburuhan diletakkan dalam kerangka hukum perdata murni, yang merupakan pengingkaran terhadap sifat hukum administrasi dalam hukum perburuhan. Artinya PHI bernuansa penyelesaian perselisihan antarindividu. Lihat contoh-contoh berikut ini. a. Sistem tripartisme yang ada pada penyelesaian perselisihan perburuhan yang lama dihapuskan. Walaupun PHI memiliki hakim ad hoc yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja dan organisasi pengusaha, para hakim ad hoc diwajibkan mengundurkan diri dari organisasinya masing-masing. Artinya mereka tidak lagi memiliki hubungan dengan organisasi yang sebelumnya mereka wakili. b. Ketentuan ambang batas pembebasan biaya, termasuk biaya eksekusi, dengan nilai eksekusi di bawah Rp 150 juta (pasal 58 UU 2 tahun 2004) tidak berpihak kepada buruh yang terlibat dalam perselisihan kolektif. Apalagi dalam UU ini juga tidak terdapat aturan yang dibuat dengan asumsi perselisihan massal. Sebab untuk PHK di atas 100 orang saja, jumlah Rp 150 juta akan menjadi tidak ada artinya sama sekali setelah dibagi-bagikan ke tiap-tiap buruh. c. Pasal 84 tentang diperbolehkannya perselisihan massal digabung dengan surat kuasa khusus. Ketentuan ini tidak saja mempersulit buruh jika dibandingkan dengan ketentuan yang lama melainkan juga

18

2005 Index of Economic FreedomPhilippines, tersedia di http://www.heritage.org/research/features/index/country.cfm?id=Philippines 19 Country Reports on Human Rights Practices - 2004 Released by the Bureau of Democracy, Human Rights, and Labor, February 28, 2005, tersedia di www.state.gov/g/drl/rls/hrrpt/2004/41665.htm - 135k 20 2005 Index of Economic Freedom Vietnam, tersedia di http://www.heritage.org/research/features/index/country.cfm?id=Vietnam 21 UU 13 Tahun 2003, pasal 64

mengabaikan hak serta kewajiban serikat buruh untuk mewakili anggota seperti ketentuan dalam UU SP/SB. 2. Salah satu kewenangan PHI ialah menangani perselisihan antar-SP. Sebagai kelanjutan UU SP/SB yang memunculkan keragaman SB tanpa kontrol atas kualitasnya, UU Ketenagakerjaan yang membuka potensi perselisihan antar-SB pada satu perusahaan, UU PPHI ini menggenapinya dengan menyediakan sistem perselisihannya. Mengingat maraknya fenomena pembentukan SB tandingan oleh perusahaan, ketentuan ini mengancam kebebasan berserikat para buruh. Dapat dibayangkan pula pembentukan perjanjian kerja bersama (PKB) yang akan terhambat karena ketentuan ini. Permasalahan di atas masih ditambah dengan tidak berfungsinya perlindungan pemerintah (pengawas ketenagakerjaan) terhadap kasus-kasus anti-SP. Ketidakseriusan ini berarti juga tidak seriusnya pemerintah memenuhi hak-hak buruh mengingat SB adalah sarana perjuangan bagi buruh untuk menuntut hak-haknya

Mandulnya Penegakan Hukum Perburuhan Penelitian LBH Jakarta tentang mafia peradilan dalam kasus perburuhan, menemukan salah satu modus, yakni bahwa laporan buruh ke bagian pengawasan ketenagakerjaan dialihkan ke bagian lain sehingga hal yang terjadi bukanlah penegakan hukum melainkan justru PHK. Walaupun tidak dapat disebut sebagai penyebab utama macetnya pengawasan ketenagakerjaan, otonomi daerah telah ikut andil dalam memperparah berjalannya pengawasan ini. Direktorat Jendral Pembinaan dan Pengawasan Depnakertrans menjadi tidak memiliki otoritas penuh terhadap pengawas ketenagakerjaan di daerah. Hal ini juga bertentangan dengan Konvensi ILO No. 81 yang telah diratifikasi dengan UU tentang Pengawasan Perburuhan di Bidang Industri dan Perdagangan, yang mensyaratkan pengawasan perburuhan secara terpusat. Melihat kondisi di atas, maka tidak benar bahwa upah buruh murah = rasa aman atas hak pekerjaan dan lapangan kerja. Pemangkasan ekonomi biaya tinggi serta kepastian hukum dalam arti penegakan hukum seharusnya menjadi solusi bagi masalah perburuhan di Indonesia.

Tabel Pelanggaran Hak Dalam Pekerjaan

N O 1.

NAMA ISU KORBAN / KASUS Iyet Kurniasari, Dkk Jamsostek

PARA PIHAK Korban Pelaku 6 orang

2.

Suherman

PHK

1 orang

3.

Nurhaidah

PHK

1 orang

HAMBATAN DALAM PENANGANA N PT. Pelita Air Korban tidak diberikan Binawas tidak tegas Musyawarah Service. jamsostek ketika keluar dari dan tidak tegas Lapor ke Bidang perusahaan pada tahun 1993 Binawas Disnaker menjalankan fungsi pengawasan, Jakarta Pusat, perusahaan bersedia kadang melakukan membayar hak-hak fungsi Pemerantaraan korban (kasus yang bukan selesai) fungsinya Taxi Prestasi Korban bekerja sebagai tukang Musyawarah Setelah 3 minggu las di PT. Taxi Prestasi baru ada panggilan Lapor Disnaker Sepakat.. Karena menolak pemerantaraan Jakarta kebijakan perusahaan yang (seharusnya 1 Sidang P4D tidak membayar upah bila taxi minggu wajib tidak beroperasi korban untuk dipanggil) akhirnya di PHK secara lisan tanpa diberi pesangon yang sesuai dengan UU. Bakmi Toko Korban di PHK setelah Musyawarah Tiga bekerja selama 4 bulan tanpa diberi pesangon Korban diberi upah dibawah UMP

KRONOLOGIS

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN

4.

Rini PHK Wirani, dkk

24 orang

PT. Jaddi Pastrisindo Gemilang

Korban dipaksa mengundurkan diri dan membuat surat pernyataan serta persetujuan bersama yang sudah diformat oleh perusahaan. Kasus masih diperantarai tapi P4P mengeluarkan penetapan mem-PHK korban

Musyawarah Lapor P4P Gugatan ke PTTUN

P4P menghambat dan tidak menghargai proses penyelesaian di Pemerantaraan, serta melanggar pasal 23 UU 22 Tshun 1957.

5.

Ferli Hasiholan, dkk

Anti Serikat Pekerja PHK

30 orang

Hotel Mulia

Dipaksa mengundurkan Lapor ke Polda diri dengan cara disekap Metro Jaya, sudah selama 2-29 jam, kemudian dilakukan proses dipaksa mengaku BAP para saksi menggelapkan uang dan menandatangani surat pengunduran diri Korban terpaksa tanda tangan. Rata-rata masa kerja mereka sudah mencapai 9 tahun Korban di PHK oleh perusahaan dan sudah ada kesepakatan tentang pesangon tetapi perusahaan tidak melaksanakannya Musyawarah, perusahaan bersedia membayar hak-hak korban (kasus selesai)

Kepolisian tidak memasukkan tindakan penyekapan tapi hanya fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan, dan menolak menambah dan merubah pasal.

Cristina Johanna

PHK

1 orang

PT. Maju Makmur

7.

Omar Basya

PHK

1 orang

Kedutaan Amerika

Korban seorang chef yang di PHK tanpa pesangon setelah ia mengalami cacat pada jarijari tangannya akibat kecelakaan kerja

Lapor ke Suku Dinas Sudinaker tidak Tenaga Kerja (ghost mau menangani lawyer) dengan alasan goverment to goverment sehingga harus ditangani Deplu Musyawarah Pemerantaraan di Sudinaker Jakarta Utara -

Dody Supendi, dkk

PHK

32 orang

PT. Mutiara Ritelinti Wira (The Club Store

Korban bekerja di The Club Store cabang Mall Artha Gading yang baru dibuka tahun 2004. Dengan alasan merugi terus, tahun 2005 toko ditutup dan pekerja di PHKdengan pesangon yang tidak sesuai UU Ketengakerjaan.

Djasri Nasution

OutsorcingPHK

1 orang

Korban bekerja di Arco Arco PT. Supraco melalui agen tenaga kerja PT. Supraco. Tahun 1998 korban di PHK oleh ARCO dengan alasan perusahaan sedang menurun produktifitasnya dan dikembalikan ke PT. Supraco, namun sampai saat ini korban tidak dipekerjakan lagi tanpa alasan, surat peringatan dan pesangon

Musyawarah P4P, tinggal menunggu putusan

10

M. Nurhasani

PHK

1 orang

Mabes Polri

11

Didin Nuryadin, dkk

Pelanggaran hak normatif Anti Serikat Pekerja PHK

+ 80 rang PT. Mulia Industrindo

Korban di tahan karena melakukan pemalsuan surat Selama ditahan tidak mendapat gaji Sidang disiplin dilakukan saat ia ditahan padahal seharusnya dihadiri yang bersangkutan Korban diberhentikan dengan tanggal surut Korban sebagai PUK di SP PT. Mulia Industrindo menuntut hakhak normatif pekerja Perusahaan melalui DPC dan sebagian pengurus PUK menskorsing Didin, dkk dari kepengurusan Pekerja kemudian melalukan mogok Pasca mogok, perusahaan menskorsing beberapa pekerja

Korban mengajukan gugatan ke PTUN

Sudinaker Cikarang bidang Pengawasan Pengaduan ke Bupati Pengaduan ke Menteri Tenaga Kerja

Bidang Pengawasan tidak menjalankan fungsi pengawasan dengan baik

12

Madiyusin

Kecelakaan kerja PHK

1 orang

CV. Sinar Harapan Plastik

Korban bekerja sebagai sopir dan mengalami kecelakaan kerja (patah kaki) Perusahaan hanya menanggung biaya pengobatan di rumah sakit, sedangkan biaya pengobatan alternatif tidak mau Juga tidak ada kejelasan apakah korban dipekerjakan kembali atau tidak Korban sudah bekerja di PT. Satria Balitama selama 16 tahun dan terakhir sebagai project manager. Karena alasan efisiensi, korban di PHK. dengan pesangon tidak sesuai peraturan ketenagakerjaan.

Musyawarah Korban dipekerjakan Kembali (kasus selesai)

13

Zulhasviar

PHK

1 orang

PT. Satria Balitama

Musyawarah

14

Wesnoto, dkk

PHK

29 orang

PT. Tsuzuki & Asama

Korban bekerja di PT. Tsuzuki & Asama sebagai karyawan kontrak dan diberhentikan rtanpa pesangon. Korban menolak dengan alas an seharusnya adalah karyawan tetap.

Bersama Forspek Menyurati Perusahaan, DPRD, Bupati, Menaker. Pemerantaraan di Sudinaker Karawang. mengeluarkan anjuran pekerja untuk bekerja kembali P4P sudah putus

Menaker dan Bupati yang disurati tidak berespon Aparat Binawas tidak menjalankan penetapan yang dibuatnya. Pegawai Pemerantara tetap memerantarai meskipun kasus telah diadukan ke Bid. Pengawasan -

15

Chandra, dkk

PHK

60 orang

PT. Sapta Persona Prima

Perusahaan dalam keadaan Pemerantaraan pailit dan kurator yang bertanggungjawab mengurus harta perusahaan mengajukan permohonan PHK Dalam permohonan tersebut pengusaha minta untuk diijinkan membayar pesangon dan hak-hak normatif sesuai dengan kemampuan perusahaan, yang jauh dari ketentuan yang seharusnya

16

Eni Nuraini

Kriminalisasi buruh Anti Serikat Pekerja

1 orang

PT CBA

Pada 7 Maret 2004 buruh mendirikan serikat dan perusahaan berusaha menghalangi dengan mengkriminalisasi buruh yaitu Eni yang dilaporkan pengusaha ke polisi karena pemalsuan ijasah

Surat ke kepolisian Konsultasi berjalan

17

Hidayat Supangkat

PHK

1 orang

Harian Buana

Korban di PHK tanpa Disnaker pesangon setelah bekerja P4D selama 37 tahun, hanya dibebaskan hutang yang sebenarnya ongkos transport ke NY untuk melaksanakan tugas kantor Korban tidak diberi pesangon karena dianggap bukan pekerja tetap.

Awalnya Disnaker bertele-tele dan melempar-lempar kasus, namun kendala sudah teratasi

18

Sutarno Kady

Pekerja migran 1 orang

Yayasan Sarekah Insan Atama

Anak korban yaitu Budi Musyawarah Pramono menjadi TKI di Konsultasi Jepang melalui Yayasan berjalan Sarekah dan dijanjikan kerja di pabruik elektronik. Namun sesampainya di Jepang dipekerjakan di jenis usaha berbeda dengan yang sudah diperjanjikan yaitu peleburan logam. Yayasan memberi kabar bila anak korban tidak tahan bekerja dan melarikan diri Yayasan minta ganti rugi pada korban

19

Pekerja PT. Kebebasan Bauma berserikat PHK

4 orang

PT. BAUMA

Korban dipaksa Musyawarah mengundurkan diri dari (setelah lebaran) perusahaan.dengan alas an absensi tidak baik, namun tidak ada surat peringatan. Jumlah pesangon tidak sesuai dengan UU 13/2003 Pihak perusahaan juga menekan dengan mengatakan proses telah sesuai dengan KKB KKB sendiri buatan perusahaan karena baru muncul ketika buruh telah bekerja, tidak ada SB dan saat penandatangan buruh diberi 2 pilihan untuk menandatangani KKB atau keluar

20

SPHI Pelanggaran (Kelompok hak normatif 2)

1.060 orang

Hotel Indonesia

Berawal dari Bipartit yang Gugat ke PT TUN tidak menghasilkan kesepakatan dimana pekerja menolak di PHK. Tanggal 30 April 2004, pekerja terpaksa menerima PHK dengan pesangon 1,5 x ketentuan UU 13/2003 karena diancam bila menolak hanya akan mendapat hak normatif tanpa tambahan apapun. Tanggal 2 Agustus 2005 telah keluar putusan P4P yang sama sekali tidak menyebutkan hak normatif, hanya berisi bahwa perusahaan dapat melakukan PHK

Pekerja awam hukum menandatangani surat PHK di bawah ancaman dan bujuk rayu pengusaha.

21

Gathryca P. Lumba

PHK

1 orang

Sinode GPIB

Korban seorang pendeta di Musyawarah tidak Sanggau yang diisukan ada kesepakatan dekat dengan seorang Somasi, tidak jemaat perempuannya ditanggapi setelah konflik mengenai Pengaduan ke pemilihan Majelis Gereja Disnaker Korban dipanggil oleh Sinode dan di skors 3 bulan tanpa mendengar klarifikasi sesuai Peraturan Tata Gereja Setelah 3 bulan skorsing tidak dicabut kembali dan gaji sejak Januari 2003 tidak diberikan.

22

Sadiyah

Pekerja migran 1 orang

PT. Avida Avia Duta

Respon instansi Korban bekerja di Riyadh Surat ke PJTKI lambat dan hanya bulan pertama Surat ke Dirjen yang dibayarkan gajinya P2TKILN Saat ini masa kontrak sudah Depnaker habis, tapi tidak jelas Surat ke KBRI di statusnya apakah akan Riyadh diperpanjang atau tidak dan belum dipulangkan ke Indonesia

23

Meliyani Nasution, dkk

PHK

20 orang

PT. Bouraq Airlines

Korban bekerja di Bouraq Airlines sejak 1 April 2003 sebagai pramugari dengan status kontrak. 1 April 2005 kontrak tidak diperpanjang. Perusahaan belum membayar gaji dan jam terbang Bulan Februari, uang cuti dan sisa uang DPLK (dana pensiun) dengan alasan omzet perusahaan menurun.

Musyawarah I 19 Maret 2005, pengusaha telah mentransfer gaji dan uang jam terbang Februari. Uang cuti, uang jam terbang Maret dan sisa uang DPLK sedang dihitung. Pekerja menyelesaikan sendiri tanpa LBH Jakarta. (kasus selesai) Musyawarah I dan II pengusaha tidak hadir Korban demo di depan perusahaan (Konsultasi berjalan) Mengirim surat ke perusahaan Mengirim surat ke DPRD, Bupati, Menaker

24

Ex karyawan PT.Shields Indonesia

PHK

+ 35 orang

PT. Shield Indonesia

Korban sudah sepakat dengan pihak perusahaan mengenai PHK dengan diberikan kompensasi tertentu tetapi belum dibayarkan juga.

25

Rahmat

Anti serikat Pelanggaran hak normatif Skorsing

1 orang

PT. Titan Superindo Wood, Mfg

Korban menolak rencana perusahaan yang akan melakukan pengurangan hari kerja terutang dengan alasan perusahaan tidak mendapatkan order dan mutasi terhadap pengurus Serikat Pekerja PUK FSPI. Pengurus PUK menolak rencana itu.

26

Mariana, dkk

Relokasi pabrik PHK

58 orang

PT. Lion Wings

Korban yang bekerja di Musyawarah, perusahaan yang pengusaha tidak memproduksi shampoo mau bertemu Emeron menolak untuk Aksi demonstrasi dipindahkan ke pabrik baru baru pengusaha Korban ingin di PHK mau dengan pesangon bermusyawarah dengan pihak perusahaan, perusahaan membayar hakhak korban (kasus selesai) Korban di PHK sepihak oleh perusahaan dan sudah ada putusan PTTUN yang memenangkan korban Perusahaan tidak mau melaksanakan putusan Permohonan dan mendesak pelaksanaan putusan ke pengawasan Sudinaker Cibinong.

27

Ratna Suryani

PHK

1 orang

PT. Sin Young Abadi

Bidang Pengawasan hanya mengeluarkan penetapan namun tidak melakukan fungsi pengawasan seperti menyidik, mengajukan berkas ke kejaksaan.

28

Merry

PHK

1 orang

May-May Salon

Korban di PHK dan Permohonan anjuran memenangkan banding ke P4P korban P4D mempekerjakan kembali pekerja dan korban keberatan atas putusan ini

29

Dadan Kamaludin dkk

PHK

3 orang

Lutuye

Korban bekerja di PT. Romli Musyawarah gagal sapta Buana sejak 1997. Perusahaan berganti nama menjadi PT. Lutuye dan korban diubah statusnya menjadi pekerja honorer dan masa kerja dianggap nol tahun tanpa pesangon. Perusahaan berpendapat bahwa masalah ini tanggung jawab perusahaan lama sesuai perjanjian akuisisi. Korban seorang satpam di PT. Indolook Kontrak pertama selama 2 tahun dan tertulis Kontraknya diperpanjang selama 1 tahun tetapi tidak secara tertulis Korban diancam akan di PHK bila terus minta bantuan LBH Korban menggarap dan mengelola tanah milik Ir. Dandut selama 3 tahun dan tidak diberi upah Tahun 2005 korban diusir dari rumah setelah dirusak tanpa ada penggantian apapun Korban melapor ke Posek Limo Musyawarah

Pihak perusahaan tidak pernah menghadiri musyawarah. Korban cenderung apatis dan tidak kooperatif

30

Burhan Mubarak

Status Hubungan Kerja (kontrak)

1 orang

PT. Indolook Bakti Utama

31

HM Baskoro

Upah

1 orang

Ir. Dandut Soewarto

Musyawarah Desakan ke Kapolsek Limo untuk segera menindaklanjuti laporan korban Konsultasi berjalan

Pihak kepolisian kurang merespon pengaduan warganya

32

Naek Siregar

PHK

1 orang

PT. Atlas Nusantara

Korban bekerja sebagai asisten direksi di PT. Atlas Nusantara. Dengan alasan tidak masuk secara berturutturut, perusahaan mem-PHK dengan pesangon jaun dibawah ketentuan perundangan dan rumah korban juga akan digusur Korban bekerja sebagai Kepala Personalia dan Umum Ia menjalani masa percobaan 3 bulan, setelah itu dikontrak 9 bulan dan 6 bulan untuk kontrak kedua Saat kontraknya habis ia tidak mendapat pesangon Korban telah bekerja sebagai Chef selama 2 tahun dengan dikontrak secara lisan saja. Saat ini akan di PHK dengan pesangon 1 bulan gaji. Korban di PHK sepihak dengan pesangon yang tidak sesuai dengan UU 13/2003 Korban dikalahkan di P4P dan akan mengajukan gugatan ke PT TUN.

Musyawarah I tgl 11 Agustus 2005 Musyawarah II

33

Arief Hidayat

Status Hubungan Kerja (kontrak) PHK

1 orang

PT. Grafiti Medika Pers

Musyawarah I tgl 11 Agustus 2005 Musyawarah II

34

Abdul Gani

PHK

1 orang

Caf 39

Musyawarah

35

Yanosel Vosri

PHK

1 orang

Perusahaaan Farmasi

Konsultasi berjalan dan membuat konsep gugatan ke PT TUN

36

Tri Mulyani

Kontrak Pelanggaran hak normatif

1 orang

Bale-Bale spa

Korban di kontrak sejak 25 Maret 2005 selama 20 bulan. Dalam perjanjian korban harus membayar 100 ribu untuk setiap bulannya bila berhenti sebelum masa kerja berakhir untuk biaya penggantian training Korban tidak pernah ikut training, tunjangan seperti yang dijanjikan Korban akhirnya mengundurkan diri dari karena dipaksa menandatangani perjanjian kerja khusus yang bertentangan dengan perjanjian awal Korban (dan 5 orang lain) tidak mendapat promosi dan penambahan gaji sesuai perjanjian bila melakukan pekerjaan tambahan Karena perusahaan tidak memberikan tanggapan korban mengadu ke BP Migas Teguran dari BP Migas tidak ditanggapi perusahaan Salah seorang korban adalah Ketua SP

Surat klarifikasi

37

Awalus Sadeq, dkk

Pelanggaran hak normatif

3 orang

PT. Primair Oil

38

Abdul Gofar

Jamsostek Pelanggaran hak normatif

1 orang

Pertamina

Korban sakit tapi tidak ditanggung biayanya oleh perusahaan Tahun 2001, korban juga mengalami kenaikkan pangkat namun tidak sesuaikan gajinya

Konsultasi

39

Rohim Ahmad Yani

PHK

1 orang

PT. Connusa PT TUN menetapkan putusan Energindo menolak gugatan penggugat yaitu perusahaan yang menolak putusan P4P mengenai perselisihan korban dengan perusahaan. PT. Heidelberg Indonesia Korban melakukan investigasi tentang kebocoran informasi yang mengakibatkan perusahaan kehilangan pelanggan. Setelah melaporkan hasil investigasi kepada Presdir, tiba-tiba korban di-PHK secara lisan dengan alasan tidak di percaya lagi dan dipaksa untuk mengundurkan diri Korban mengundurkan diri dan perusahaan berjanji akan membayar uang pisah dan penggantian hak namun belum dibayarkan oleh pihak perusahaan.

Musyawarah untuk pelaksanaan eksekusi karena putusan sudah incraahct Musyawarah Kasus ditangani ASPEK Indonesia

??????

40

Budi Mukti santoso

PHK

1 orang

41

Soetjipto

PHK

1 orang

PT. Calmusindo Energy Services

42

Wellsing Hutasoit, dkk

PHK

23 orang

PT. PT. STC Pihak perusahaan dengan para Shields kayawan telah mempunyai kesepakatan untuk PHK dan pembayaran hak-hak dari karyawan akan tetapi perusahaan lalai dam pembayaran tersebut RS PGI Cikini Korban tidak masuk kerja dengan memberitahu lewat telpon. Karena alasan ini kemudian korban di PHK. Selama bekerja tidak pernah diperkenankan mengambil cuti.

Musyawarah Konsultasi berjalan

43

Andi Tofan

PHK

1 orang

Musyawarah Perusahaan menawarkan pesangon 1x UU 13/2003 dan diterima korban (Kasus selesai) -

44

Suyatno, dkk

Hak-Hak normatif

19 orang

PT. Ichiya Indonesia

Buruh melakukan mogok Penyusunan dan pemblokiran dalam strategi advokasi upaya menuntut cuti massal bersama. yang diuangkan karena Bipartit walau setuju, pengusaha mensyaratkan buruh yang tidak mengambil cuti tersebut, dibayar lembur tetapi tetap dipotong cuti. Karena terjadi berulang kali, Pengusaha berniat mem-PHK buruh yang melakukan mogok

45

Budi Susanto

PHK

1 orang

Dunkin Donut

Korban pekerja kontrak yang Musyawarah. tidak masuk 3 hari karena mertuanya meninggal dunia. Saat menunjukkan surat kematian ia malah diberi SP 3. Ia diharuskan membayar uang 3,5 juta agar ijasahnya dapat diambil. Buruh menuntut cuti dan Pendampingan di ditolak pengusaha Polres Jakarta Utara. Buruh mengajukan tuntutan lain yakni cuti Penyusunan massal 1 hari sebelum dan strategi advokasi sesudah lebaran serta yang bersama. tidak mengambil cuti dibayar lembur dan tidak dipotong masa cuti. Yang dikabulkan tuntutan cuti dan lembur tetapi tetap akan memotong masa cuti. Karena di skorsing menuju PHK saat masih berunding, buruh mogok dan memblokir perusahaan Perusahaan melapor ke Polres Jakarta Utara dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan. Para buruh ditangkap dan diperiksa.

46

Buruh PT. Mesuya

Hak-hak normatif

44 orang

PT. Mesuya

47

Dewan Pekerja Radio Jakarta News FM

PHK

25 orang

Radio Jakarta News FM

48

Ruslan, dkk

PHK

4 orang

PT. Beston Inti Perkasa

Ketidakjelasan status buruh Radio Jaknews FM, akibat perselisihan pemilik modal, sejak Agustus 2005 buruh tidak menerima upah. Radio Jaknews sejak 15 Mei 2005 tidak mengudara lagi dan sejak 1 Juli 2005 frekuensi 97.5 Mhz dipergunakan oleh Radio Otomotion. Korban bekerja sebagai satpam dan ingin menuntut upah lembur selama 3 tahun yang tidak pernah dibayar Korban sekretaris yang diskorsing tanpa batas waktu karena dituduh dan dipaksa mengaku memalsukan tanda tangan Manager Director. Ia benar memalsukan tanda tangan tapi karena disuruh oleh atasan. Ia juga dipaksa mengakui tanda tangan yang tidak dibuatnya serta akan dimutasikan ke bagian lain. Korban dikontrak sejak Mei 2003 hingga September 2005. Kontrak menyalahi UU karena ia bagian produksi. Saat ini di PHK tanpa pesangon

Musyawarah Pemerantaraan 3 (tiga) kali, tapi pengusaha tidak datang.

Musyawarah Konsultasi berjalan Musyawarah Konsultasi berjalan

49

Suryani Nirmala

Skorsing menuju PHK Mutasi

1 orang

PT. International Coating

50

Tri Ernawati

PHK

1 orang

PT. Nidec Nissin

Konsultasi berjalan agar pengawasan Disnakertrans Kab. Bekasi menjalankan tugas

51

Karyawan PT. Texmaco

PHK

1400 orang

PT. Texmaco Perkasa Engineering

PT. Texmaco Perkasa Engineering (PT. TPE) merupakan salah satu unit usaha PT. Texmaco Group yang telah diambil alih oleh pemerintah karena mengalami kebangkrutan. Akibatnya pekerja dirumahkan dan di PHK. Pesangon belum dibayarkan hanya dijanjikan akan dibayar Rp 1 jt di bulan Oktober dan 1 jt menjelang lebaran. Korban manager marketing di PT. A tapi diperbantukan ke PT. D. saat ini di PHK tanpa pesangon dengan alasan tidak jelas yaitu melanggar disiplin padahal peraturan perusahaan tidak ada. Gaji selalu terlambat sehingga pekerja selalu menomboki. Korban merumahkan pekerja. Pekerja mau dengan pembayaran 40 ribu/hari. Perusahaan menerima tapi akan menutup perusahaan Nota penyelidikan telah dikeluarkan Pengawasan dan tinggal menunggu penindakan.

Mengajukan permohonan pelaksanaan eksekusi atas putusan P4P ke PN Jakarta Selatan. (pelimpahan eksekusi dari PN Jakrta Pusat).

Perusahaan telah diambil alih pemerintah dan sekarang menunggu proses divestasi sehingga tidak dapat dilakukan eksekusi (SEMA tentang penundaan ekseksi terhadap aset negara).

52

Hendry

PHK

1 orang

PT. Datonindo

Musyawarah

53

Kusnojo, dkk .

Hak-hak normatif

35 orang

PT. Lulu Garmen

Konsultasi berjalan, mogok kerja, Lapor pengawasan disnaker Bipartit Pengorganisasian dan pembentukan PKB

54

Agus Dwitarto

Hak-hak normatif

1 orang

BUMN Sucopindo

Klaim asuransi tidak dipenuhi oleh dan tidak sesuai dengan masa kerja

55

Epi Ningsih

Kriminalisasi PHK

1 orang

PT. United Can Company PT. Lutuye Indonesia

Dituduh melakukan penggelapan karena aktif dalam serikat buruh, ia juga di PHK. Pemutusan Hubungan kerja

Investigasi lanjutan laporan ke tim investigasi meneg BUMN lapor KPK/Kejagung dll publikasi ke media Konsultasi berjalan (ditangani GSBI)

56

Nanda Setiawan

PHK

1 orang

57

Jenny Rosdiani Gultom, dkk.

Hak-hak normatif

60 orang

PT. Buana Korban diliburkan oleh Kwalitasindo perusahaan tanpa kepastian kerja dan masalah tunggakan pembayaran gaji. Tidak ada jamsostek dan hak normatif lainnya. Serikat buruh yang ada tidak independen. CV. Brahmana Korban bekerja di CV Brahmana sejak tahun 1994 tapi jamsostek dimulai tahun 1998. Perusahaan juga mendaftarkan jamsostek pekerja dengan upah yang lebih rendah

Musyawarah Kasus berhenti, klien tidak meneruskan Pengorganisasian Desakan ke pengawasan Disnaker untuk penegakan hakhak normatif buruh. Laporan ke pengawasan ketenagakerjaan Depnakertrans

Perusahaan tidak koopratif dan klien cenderung apatis

58

Dahniar

Jamsostek

1 orang

59 60

Oki Muhamma d Quddus

Mutasi Outsorcing Kontrak) PHK

1 orang 1 orang

PT Mega Pratama SD Perconto han IKIP Jakarta Yayasan Amal Saleh

Mutasi yang mengarah PHK Korban guru honorer yang hubungan kerjnya melalui kontrak dengan yayasan dari 1995-2000. Lalu tiap tahun dikontrak oleh SD secara lisan. Pemanggilan kerja lewat telp. Klien mempertanyakan status karyawan extra guru dengan gaji 600 rb/bulan. DiPHK tanpa pesangon. Pekerja sudah 16 tahun bekerja dan karena alasan efisiensi akan di PHK. Pekerja menolak karena hitungan pesangon yang tidak sesuai dengan undang-undang Klien bekerja 15 tahun di PHK dan tidak diberi pesangon karena dianggap sebagai pekerja honorer. K menuntut uang pesangon.

Konsultasi berjalan

61

Zulhasviar

PHK

1 orang

PT. Satria Balitama

Musyawarah Pemerantaraan (tripartit)

62

Nyimas komalasari

PHK

1 orang

PT. Van Louven and tube indonesiaSingapore

Mediasi dan uang pesangon dibayarkan (kasus selesai)

63

HF

PHK Jamsostek

1 orang

PT. GTIE

Korban mencuri barang di perusahaan untuk biaya pengobatan istrinya. Korban karyawan kontrak dan tidak disediakan asuransi kesehatan, wakaupun jenis pekerjaannya bukan untuk dikontrak. Korban di PHK. Di kepolisian, pengusaha menambah jumlah barang yang dicuri. Di perusahaan sering terjadi mutasi terhadap karyawan yang kritis menyuarakan aspirasi ke posisi yang lebih rendah. Korban ingin membentuk serikat buruh Korban dipaksa mengundurkan diri tapi ditolak oleh korban. Korban di PHK dengan alas an perusahaan merugi, hanya dapat penggantian 1 bulan gaji. Korban dikontrak 1 tahun namun tidak ada perjanjian kerja Korban di paksa mengundurkan diri dengan alasan sering tidak masuk kerja, padahal korban sakit dan memberikan surat dokter

Musyawarah Konsultasi berjalan

64

MA

Anti union

10 orang

PT. IND

Pendampingan fasilitasi pembentukan serikat buruh (SPMI) Musyawarah Konsultasi berjalan Musyawarah Konsultasi berjalan

65.

IP

PHK

1 orang

PT. WED

66

MN

PHK Pelanggaran normatif

1 orang

EC

67

Fd

PHK

1 orang

PT. MKI

Musyawarah Konsultasi berjalan

68

Mul

PHK Anti union Pelanggaran normatif

176 orang

PT. IO

Korban membentuk serikat Konsultasi berjalan pekerja karena perusahaan sering melanggar hak normatif namun dihalanghalangi dan satu demi satu di PHK Sudah ada putusan P4P tapi perusahaan tidak mau melaksanakan Korban di PHK Maret 2005 namun hak-haknya belum dibayar oleh perusahaan seperti uang jasa, sisa cuti, upah jam terbang, Asuransi Pensiun Korban bekerja 3 tahun 3 bln dan mengundurkan diri tertulis dan disetujui, namun gaji 1 bulan dan hak lainnya pasca pengunduran diri belum dibayar Tidak mendapatkan bayaran atas pekerjaanya sebagai pelukis grafis karena di stigma PKI P4P memutuskan buruh diberi pesangon tapi belum dibayarkan karena ketidakjelasan pihak yang bertanggung jawab, pengusaha atau negara Konsultasi berjalan

69

EN

PHK

7 org

PT. BA

70

MHT

PHK

1 orang

PT. CES

Musyawarah Konsultasi berjalan

71 Sutedjo 72 Sopari,dkk

Pelanggaran hak normatif Pelaksanaan putusan

1 orang

Setneg

Bergabung dengan class action Tahap penetapan barang eksekusi

1. 250 orang

Texmaco Karawang

2. HAK ATAS PEKERJAAN SEKTOR INFORMAL


Pada 2005 ini juga tercatat bahwa tindakan represif negara terhadap pekerja sektor informal seperti PKL dan rakyat miskin perkotaan kembali meningkat. Penggusuran dan penggarukan kembali dipertontonkan secara telanjang oleh aparat negara atas nama ketertiban. Kekerasan ini muncul justru pada saat menguatnya tuntutan rakyat miskin yang menolak Perpres 36/2005 dan tuntutan pengakuan hak mereka atas kota. Sebagaimana tema sentral dalam peringatan Hari Habitat Sedunia 2005, kota menjadi hak bagi siapa pun termasuk rakyat miskin! Tema tersebut menemukan konteksnya di Jakarta dan beberapa kota-kota besar lainnya di negara-negara miskin, yang penduduknya dalam jumlah besar merupakan penduduk daerah yang berpindah ke kota (urbanisasi) untuk mencari pekerjaan dan berharap menaikkan tingkat kesejahteraan hidupnya. Tingkat pendidikan yang rendah serta tidak dimilikinya dokumen-dokumen formal seperti ijazah dan KTP memaksa mereka mengambil pekerjaan di sektor-sektor informal seperti pemulung, PKL, nelayan dan sebagainya. Ketidakmampuan pemerintah menyediakan lapangan kerja ini masih harus ditambah dengan hambatan terhadap mereka yang memiliki kemampuan menciptakan lapangan kerja sendiri. Potret telanjang tentang betapa buruknya kinerja pemerintahan atas penghormatan nilai-nilai dasar manusia serta pelecehan atas prinsip-prinsip pemerintahan yang baik, juga dipertontonkan dalam bentuk aksi penggusuran dan banyaknya kasus kebakaran --khususnya di kawasan pemukiman kumuh Jakarta setelah Lebaran 2005. Sudah menjadi pola pemerintah yang sistematis, khususnya Dinas Trantib DKI Jakarta untuk senantiasa menggusur kaum miskin kota PKL-rumah-rumah lapak-- pada saat para penghuni tidak berada di tempat atau mudik Lebaran. Hal ini menunjukan sifat asli pemerintah yang antidialog, enggan menghormati HAM dan pengecut. Berikut data penggusuran PKL pada tahun 2005 :

No Kasus 1. Pengusuran PKL kebon jati Tanah Abang, dan Sawah Besar 2 Pasar loak Kampung Bali, Tanah Abang, Jakarta Pusat 3 Pembongkaran lapak di Jalan Kisamaun, jalan Ahmad Yani, dan jalan pasar Ciledug, Tangerang 4 Jalan Pancoran, Glodok, Taman Sari, Jakarta Barat 5 6 7 8 9 10 11 12 13 PKL Jl. AM Sangaji, Jakarta Pusat Jalur DDT /rel ganda Manggarai-Cikarang, Jakarta Timur Jl Sadar IV Petojo Ilir Jakarta Pusat Pasar Semanan

korban 300 pedagang 100 pedagang Tidak diketahui 856 pedagang Puluhan lapak Puluhan rumah petak dan lapak Puluhan lapak

keterangan /Pelaku 2 November 2005/malam takbiran / Trantib & Linmas Jakpus Kelurahan Kampung Bali Malam takbiran, 2 November 2005 /Trantib & Linmas Kamis, 3 November 2005/ Trantib & Linmas Jakarta Barat, Polresta, Koramil Sudin Tantib dan Linmas Jakarta Pusat Walikota Jaktim 15 November 2005 Sudin Tantib dan Linmas Jakarta Pusat 2005 2005 2005 2005 2005 2005

Sumber Warta Kota, 7 November 2005 Koran Tempo, 11 November 2005 Republika, 7 November 2005 Warta Kota, 7 November 2005 Republika, Kompas, 8 November 2005 Warta Kota, 16 November 2005 APKLI22 APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI

200 Pedagang Pasar Ikatan Pedagang Kaki 100 Lima Indonesia (IPKLI) pedagang Stasiun Beos Kota 100 pedagang Cengkareng 50 pedagang Jln. Daan Mogot 100 pedagang Kemayoran 300 pedagang

22

APKLI (Asosiasi Pedagang Kaki Lima) adalah _________

14 15 16 17 18 19 20 21 22

Jiung Senen Mampang Prapatan Pasar Minggu Cawang Pulo Gadung Penjaringan, Jakarta Utara Tanjung Priuk Kelapa Gading

400 pedagang 100 pedagang 300 pedagang 300 pedagang 100 pedagang 500 pedagang 2000 pedagang 100 pedagang 100 pedagang

2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005 2005

APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI APKLI

Tabel Pelanggaran Hak Atas Pekerjaan Sektor Informal N O 1 NAMA KORBAN/ KASUS PKL Taman Surya ISU Pembakaran lapak pedagang K5 PARA PIHAK Korban Pelaku 265 orang Preman (tak dikenal) Polisi KRONOLOGIS UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Bersama APKLI Lapor ke Polsek Kalideres HAMBATAN DALAM PENANGANAN

Sukahati

Penggusuran PKL

Pedagang Sukahati, 30 orang

Korban awalnya berjualan di jalur hijau T.Surya hingga akhirnya digusur dan dipindah pemda ke kios dan harus meyewa 4,5 s/d 7,5 juta per tahun dan retribusi per hari Rp 5000 Juli 2004, walikota Jakbar meminta pedagang mengosongkan kios karena tidak memiliki IMB Karena tidak ada solusi pedagang nekad berjualan di depan reruntuhan hingga akhirnya dibakar preman saat 3 mobil polisi berjaga Pemkab Bogor Warga membangun tempat berdagang diatas tanah masyarakat yang diklaim sebagai tanah negara. Pendirian tersebut sejak tahun 1998, dan pada akhirnya dibongkar pada bulan desember 2005.

Para korban telah melayangkan keberatan atas pembongkaran kepada pihak Pemkab Bogor, upaya tersebut ditolak. Sesudah penggusuran korban pun minta ganti rugi bangunan namun tetap ditolak.

Tak ada respon dari pihak Pemkab, dan paradigma menggusur telah menjadi trend muspida Kabupaten Bogor

Pedagang Salemba II Univ. Indonesia

Penggusuran PKL

20 orang

UI Pemda DKI Jakarta

PKL Fatmawati

Penggusuran PKL

24 PKL

Manajemen RS Fatmawati

Joki 3 in 1

Penangkapan joki

3 orang

Trantib

Pedagang Blok Penggusuran F Pasar Ciluar Blok F Pasar Ciluar

29 Pedagang

Muspida Kabupaten Bogor

Warga telah menempati lahan sejak 1957, tiba-tiba UI mengklaim lahan sebagai miliknya. Beberapa mantan aparat desa menyatakan bahwa lahan tersebut bukan milik UI. Saat ini pihak UI telah meminta pemda Jakpus untuk melakukan penggusuran dan telah ada 2 surat peringatan bongkar. Korban telah menempati tanah tersebut 5 tahun serta membayar sewa dan retribusi lainnya. Mereka di gusur dengan alasan tanah akan dipakai rehabilitasi rumah sakit Para anak-anak kecil pengangguran yang berprofesi menjadi joki ditangkap dan dibawa ke panti. Korban diancam digusur jika tidak menerima tawaran ganti rugi dari Pemkab Bogor

Meminta pihak-pihak (UI dan Pemda) untuk menghentikan penggusuran hingga ada kepastian pemiliknya.

korespondensi terhadap manajemen Rumah Sakit

Didampingi di trantib dan berhasil di keluarkan Pasar dibongkar paksa dan korban tidak mendapat ganti rugi

PKL Jatinegara

Penggusuran

60 orang

Manajemen Jatinegara Plaza Kecamatan Jatinegara

Audiensi ke DPRD Kabupaten Bogor, Pemkab Bogor Laporan ke Polres Bogor Berdagang mulai tahun 1989 sebelum Plaza Jatinegara dibangun. Sejak JP berdiri dan sekarang akan dibuat tempat grosir, PKL yang tepat di depan JP mulai digusur namun PKL dikanan maupun dikirinya tidak digusur.

10

Sogo Jongkok (Asosiasi Sogo Jongkok)

Penggusuran

850 orang

Kelurahan Kampung Bali Walikota Jakarta Pusat FORKABI

Berjualan sejak 1978 dan hanya di hari Minggu dengan jumlah pedagang 850 orang. 1998 muncul lagi PKL sejumlah 1500 orang (Sogo jongkok bawah)- Setiap berjualan/pedagang memberi retribusi sebesar Rp 3000,kepada oknum-oknum FORKABI Dilarang berjualan Khusus warga setempat diperbolehkan berjualan di Blok F lantai VI dan VII (parkir) PD. Pasar Jaya Tanah Abang Muncul rata-rata sejak 1998 (krismon) dan juga di hari Minggu saja. Keluar Surat Peringatan dari Walikota Jakarta Pusat dilarang berjualan.

11

Sogo Jongkok (Paguyuban Sogo Jongkok)

Penggusuran

1500 orang

Kelurahan Kampung Bali Walikota Jakarta Pusat

3. HAK ATAS PERUMAHAN DAN STANDAR HIDUP LAYAK


Berbicara tentang hak atas perumahan, khususnya di Jabodetabek, sama sekali tidak bisa mengabaikan masalah kebijakan tata ruang dan konflik agraria. Struktur yang timpang dalam distribusi kekayaan dan alokasi pembiyaan negara, akses terhadap lahan dan ruang, serta diskriminatifnya perlakuan pemerintah dalam upaya penegakan kebijakan dan peraturan perundang-undangan penataan kota dan perumahan menjadi faktor terpenting penyebab buruknya kondisi pemenuhan hak atas perumahan. Dibandingkan tahun 2004, hampir tidak terjadi perubahan yang signifikan. Sebaliknya, justru mengalami pemunduran dalam semua dimensi hukum (substansi hukum, institusional dan kinerja).

Jakarta, Ruang Penuh Stigma


Bagi para sosiolog, urbanisasi merupakan salah satu ciri kunci industrialisasi kapitalistis yang memiliki sifat ambivalen. Ambivalensi hadir ketika kota sebagai tanda kemajuan dan lompatan besar dalam produktivitas yang dibawa kapitalisme juga menghadirkan kemiskinan, ketidakpedulian dan kekotoran. Kota menjadi penyangga demokrasi modern industrial yang pada saat bersamaan juga melahirkan nalar instrumental dan penjara organisasi birokratis. Sebagai kota, Jakarta lahir dari tesis tersebut. Segala keistimewaan pembangunan di Jakarta menjadi penarik utama terjadinya urbanisasi yang terus menerus. Hal ini memunculkan konflik perebutan ruang antara si kaya dan si miskin. Pemerintah dalam hal ini kemudian cenderung untuk memihak pada si kaya, yang dapat memberikan modal bagi nafsu membangun pemerintah. Lihat misalnya, operasi yustisi/razia KTP yang dilakukan secara berkala oleh Pemprov DKI Jakarta. Mereka yang mampu menyuap untuk mendapatkan KTP pasti tidak akan terjaring dalam operasi ini. Upaya lain yang dilakukan pemerintah untuk meminggirkan kaum miskin dari ruang kota adalah dengan stigma. Stigma terhadap kaum miskin kota dimulai dengan penyebutan terhadap mereka sebagai Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS). Stigma muncul pula di area pemukiman elit dan perkantoran lewat papan pengumuman bertuliskan Pemulung Dilarang Masuk dan tulisan-tulisan serupa. Berikutnya muncul perlakuan diskriminasi dalam berbagai aspek pelayanan pemerintahan dan berujung pada tindakan kekerasan. Konflik ruang dan stigma sebagai alat pelaksananya ini merupakan akar dari pelanggaran atas hak perumahan dan standar hidup layak Kebijakan penggusuran didasarkan atas ketiadaan hak legal-formal atas tanah yang ditempati kaum miskin kota. Warga yang telah menempati lahan selama puluhan tahun dengan mudah distigma sebagai penduduk liar/gelap karena tidak memiliki KTP. Dalam beberapa kasus, kaum miskin kota yang berKTP dan memiliki kartu keluarga pun tak lepas dari aksi penggusuran. Ada beberapa penyebab penggusuran yang dominan terjadi selama ini. Pertama, korban dianggap melanggar Perda 11/1988 tentang Ketertiban Umum, yang melarang orang tinggal di jalur hijau, taman dan tempat-tempat umum, tanggul, bantaran sungai di pinggir kali dan saluran, dan pinggir rel kereta api. Kedua, korban dianggap menyerobot tanah orang lain (atau perusahaan), padahal rakyat telah tinggal di kampung-kampung tidak bersertifikat/tanah negara; dan ketiga, tanah/perkampungan korban yang akan digunakan untuk pembangunan yang katanya untuk umum (real estate, hotel, mal, dll). Buruknya kondisi pemenuhan hak perumahan ini juga diperparah oleh banyaknya kasus kebakaran yang acap disertai tontonan buruknya pelayanan dinas pemadam kebakaran (beserta keterbatasannya) dan buruknya kondisi listrik (korslet) yang menunjukkan tingkat tertinggi penyebab kebakaran. Maka tak jarang muncul dugaan di masyarakat bahwa kebakaran-kebakaran tersebut memang dikehendaki oleh pihak-pihak yang berkepentingan. Berikut data kebakaran di Jakarta yang terjadi setelah Idul Fitri

No Tempat 1 Kampung Muka, Ancol, Pademangan, Jakarta Utara 2 3 Cikoko, Pancoran, Jakarta Selatan Pesanggrahan, Kembangan, Jakarta Barat

Kasus kebakaran Korban Waktu/ Keterangan 259 rumah Sabtu, 355 KK /2155 5 November 2005 jiwa 2 rumah Minggu, 6 November 2005 4 bangunan Senin, 14 November 2005

Sumber Warta Kota, 7 November 2005 Warta Kota, 7 November 2005 Republika, 15 November 2005

4 5 6 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Kampung Sawah, RT 4/04 Kebayoran Lama, Jakarta Selatan RT 11,12 /04 Kebayoran Lama Selatan, Jakarta Selatan Kawasan Gandaria, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan Jalan Kampung Gustoi, Jakarta Barat Pertokoan Pasar Senen Jalan Mangga Besar IV A, RT 04/02 Taman Sari, Jakarta Barat Kompleks pertokoan Dbest, Fatmawati, Jakarta Selatan Pesanggrahan, Bintaro, Jakarta Selatan Pasar Pal Sigunung, Depok

19 rumah 44 rumah 44 rumah 27 rumah petak 2 kios 26-61 rumah 1 gudang. 60 kios 8 kios

Rabu, 9 November 2005 Kompor meledak Rabu, 9 November 2005 Rabu, 9 November 2005 3 November 2005 3 November 2005 Jumat, 4 November 2005 Rabu, 9 November 2005 6 November 2005 3 November 2005 3 November 2005 Jumat, 4 November 2005 Jumat, 4 November 2005

Republika, 10 November 2005 Kompas, 10 November 2005 Koran Tempo, 10 November 2005 Republika, 7 November 2005 Republika, 7 November 2005 Warta Kota, 7 November 2005 Republika, 10 November 2005 Republika, 7 November 2005 Republika, 7 November 2005 Republika, 7 November 2005 Warta Kota, 7 November 2005 Warta Kota, 7 November 2005

Sungai Bambu, Jakarta 1 rumah Utara Rt 08/06 Wijaya Kusuma, Grogol Petamburan, Jakarta Barat Kampung Menceng, Cengkareng, Jakarta Barat

* Dalam catatan Dinas pemadam kebakaran Jakarta, selama 3-6 November terdapat 18 kebakaran, Barat, Utara, Pusat masing-masing 4, dan Selatan, Timur masing-masing 2. (Koran Tempo, 7 November 2005) Jakarta Sebagai Teks Terbuka
Sebagai sebuah teks, Jakarta juga hadir ke hadapan kita lewat peraturan perundang-undangan. Regulasi mengenai seluk-beluk tentang ruang kota dimulai dari APBD, peruntukan ruang/ RUTR, izin mendirikan bangunan, dan lain sebagainya. Sebagai sebuah teks, Jakarta bisa dibaca siapa saja, dan pembacaan atas sebuah teks bernama Jakarta ini tentunya penuh dengan beragam penafsiran para pembacanya. Kehadiran sebuah teks juga melahirkan masalah. Problem dominasi dan homogensiasi daftar bacaan yang menjauhkan kita dari bacaan-bacaan lain merupakan awal permasalahan. Statistik ketimpangan jarang sekali kita dapatkan dalam laporan resmi pemerintah. Tidak mengherankan bahwa ribuan kaum miskin kota beserta segudang problematikanya tidak termuat dalam profil resmi pemerintah tentang Jakarta.

Klasifikasi Ruang; Diskriminasi dan Perlakuan Istimewa


Kota juga dapat dikatakan sebagai produk postmodern pada tingkat tertentu. Kota memunculkan kombinasi desentralisasi dan sentralisasi ulang atas zona-zona spasial kota. Berikutnya, pola-pola baru fragmentasi, segregesi dan polarisasi sosial yang menghadirkan ketidakadilan sosial, ekonomi dan kultural yang makin tajam di samping deindustrialisasi, globalisasi dan penataan ruang spasial geografi kota. Dengan demikian, ruang-ruang dalam tradisi postmodern juga mengalami klasifikasi. Klasifikasi ruang menunjukan dua pertentangan yang sangat antara representasi dan dominasi. Problem representasi dalam hal kuasa atas ruang, ditunjukan Jakarta dalam potret diskriminasi yang tersebar dalam hampir peruntukan ruang. Sebaran ketimpangan itu antara lain dalam klasifikasi-klasifikasi seperti, penggunaan ruang terbuka hijau. Saat ini sebaran pelanggaran atas penggunaan ruang terbuka hijau justru lebih di dominasi oleh pengusaha dan konlomerat ketimbang oleh kaum miskin kota. Sejak 2001 hingga saat ini pengusaha telah mengubah 2/3

kawasan hutan lindung di Kapuk, menjadi kompleks perumahan mewah Pantai Indah Kapuk, daerah terbuka hijau di Tomang berubah menjadi Mal Taman Anggrek, ruang terbuka Senayan menjadi Hotel Mulia dan Taman Ria, jalur hijau Kuningan menjadi Mal Ambassador dan ITC Kuningan, dan sepanjang jalur hijau berdiri sekitar 32 SPBU. Dengan fakta-fakta tersebut, tengoklah kemudian perlakuan pemerintah atas mereka. Pemerintah bukannya merobohkannya atau menggusurnya sebagaimana lazim mereka lakukan kepada kaum miskin kota. Sebaliknya, mereka malah memberikan IMB meskipun pembangunannya melanggar tata ruang. Kemudian layaknya hendak mencuci dosa-dosanya, pemerintah melegitimasi pelanggaran-pelanggaran tersebut lewat penyusunan RTRW baru periode 2000-2010. Dari ketimpangan penggunaan ruang, diskriminasi menjalar ke masalah-masalah berikutnya, tidak saja dalam hak untuk mendapatkan tempat tinggal, melainkan juga hak atas pelayanan dan penyediaan prasarana dasar, penguasaan lahan, hak atas ruang untuk berusaha, dan bermuara pada penegakkan hukum.

Tabel Pelanggaran Hak Atas Perumahan dan Standar Hidup yang Layak N NAMA ISU PARA PIHAK KRONOLOGIS O KORBAN/ Korban Pelaku KASUS 1 Ajun Karjuli Pencemaran Warga + 25 PLN Pembangunan tapak tower lingkungan KK (Gitet Sutet) oleh PLN di luar perjanjian dengan warga yang tanahnya tidak dibebaskan Warga kuatir pembangunan tersebut akan memberikan dampak negatif jangka panjang terhadap kesehatan 2 Sengketa tanah Warga Kp. Pedurenan Rawaterate Warga _____ (KK/orang) Sdri. Khodijah Tanah yang sudah hampir 30 tahun ditempati warga Kp. Pedurenan Jakarta Timur diaku oleh seseorang dengan menunjukkan surat jual beli sawah dan pembayaran PBB Warga sudah menempati tanah selama 30 tahun kemudian diaku sebagai milik Mabes AD Warga ditawari uang penggantian Data dari BPN tanah tersebut dahulu adalah HGB dan sudah kadaluwarsa hingga beralih menjadi tanah negara

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Audiensi di DPRD dan menghasilkan surat dari DPRD untuk menghentikan pembangunan tapak tower Aksi di depan PLN Warga membuat forum komunikasi warga Kp. Pedurenan Surat untuk sertifikasi tanah kepada BPN Bersama PBHI Meminta data tentang status tanah ke BPN Pengaduan ke KASAD

HAMBATAN DALAM PENANGANAN PLN tetap meneruskan pembangunan

Penggusuran tanah oleh Mabesad

Penggusuran

Warga Jl. Veteran 25 KK

Mabes AD

Cakung Cilincing

Penggusuran

Warga Jl. Cacing Raya, Rt. 005/06, Cakung, Jakarta Timur, 27 KK

Trantib Aparat Kecamatan Cakung

Warga menguruk rawa dan kemudian mendiaminya sejak 1994. Warga telah mendapat surat garap dari Lurah setempat juga KTP dan Kartu Keluarga berdasarkan alamat setempat Rumah warga digusur tanpa surat perintah. Warga yang menolak penggusuran dianiaya oleh oknum trantib dan aparat kecamatan Cakung Korban diusir tanpa alasan yang kuat. Rt membuat petisi dan kemudian mengumpulkan tanda tangan warga. Rt juga mendesak pemilik rumah untuk mengusir korban Korban akhirnya terpaksa pergi dari rumah tersebut karena diusir oleh anak pemilik rumah secara sewenang-wenang dan melawan hukum

Pengaduan ke DPRD Pengaduan ke Komnas HAM Pengaduan ke Walikota Jakarta Timur Laporan ke Polda Metro Jaya

Anak jalanan rumah kita

Hak atas perumahan

20 orang

sebagian warga RT/RW 04/03 kelurahan gunung batu

Musyawarah dengan RT dan RW Pertemuan dengan warga yang mengisi petisi (gagal karena warga tidak datang) Musyawarah dengan pemilik rumah

Wismo

Surat ukur palsu

1 KK

BPN Alie Cendrawan

Korban membeli tanah yang diberikan negara kepada PNS tahun 1965 dari kawannya sesama pensiunan PNS Saat korban mengajukan permohonan ukur ternyata telah diterbitkan surat ukur atas nama Alie Cendrawan. Walau korban memiliki bukti penguasaan fisik, pembayaran PBB, dan letak tanah yang diklaim Alie berbeda dengan tanah korban, BPN tetap menolak menerbitkan sertifikat Masalah yang sama juga terjadi pada _____ orang pensiuanan PNS lainnya PT.GGS membuang limbah berupa pasir yang masih sangat panas yang mengakibatkan beberapa pemulung tersembur gas panas dan terluka bakar

Surat klarifikasi ke BPN

Pembuangan limbah PT. GGS

Pencemaran lingkungan

18 orang

PT.GGS

Penggusuran Kramat Jaya

Penggusuran

150 KK

Dephub

Penggusuran Cikini

Penggusuran

400 orang

Pol PP. Aparat Kecamatan Menteng Aparat Kelurahan Gondangdia Polsek Jakpus

Rumah korban akan diambil secara paksa oleh pihak Dephub karena dinggap tidak memiliki ijin Sebenarnya rumah tersebut merupakan kompensasi dari pemindahan mereka dari Asrama Koja saat terkena pelebaran area pelabuhan Korban pemulung dan penjual minuman yang tinggal di bawah jembatan layang KA di Kelurahan Gondangdia Kecamatan Menteng, dan berjumlah + 500 KK Setelah mendapat SP 1, 2, dan 3 tempat tinggal mereka digusur dan dibongkar tanpa diberi uang ganti rugi Alasan Pembongkaran karena akan dibuat taman

Musyawarah dengan pihak departemen perhubungan Melakukaan aksi damai Audiensi dengan MenHub Mendatangi dan menyurati Lurah. Audiensi dengan Walikota Jakarta Pusat Audiensi dengan Komisi A DPRD DKI Jakarta

10

Penggusuran TMII

Penggusuran

100 KK

Yayasan TMII

Korban sudah tinggal selama 25 tahun dan ingin membayar PBB, tetapi tidak diberikan dengan alasan tanah yang mereka tempati adalah milik Yayasan TMII Korban mempunyai data bahwa lahan yang mereka tempati bukan milik Yayasan TMII, dibuktikan dengan surat dari Kelurahan Pinang Ranti

Investigasi

11

Buyat

Pencemaran lingkungan

+ 75 warga

PT NMR

Korban pencemaran teluk Buyat yang memberikan kuasa kepada LBH Kesehatan di tipu karena LBH Kesehatan melakukan perdamaian dengan PT. NMR dan mencabut gugatan dengan memalsukan tandatangan warga Buyat dalam surat kuasa perdamaian

Bersama dengan tim Advokasi Buyat : Melaporkan Meneg LH (saat itu), Menteri ESDM (saat itu) dan Dirut PT. NMR ke Mabes Polri Melaporkan LBH Kesehatan ke Perkumpulan Advokat Indonesia (Peradi) Melaporkan LBH Kesehatan ke polisi tentang pemalsuan surat kuasa Memonitor persidangan perdata antara Meneg LH dengan PT. NMR Membantu relokasi warga Buyat ke pemukiman baru

12

Bachtarudin Syah

Penggusuran

1 KK

Dirjen Diknas

Korban diberi ijin oleh Dirjen Diknas untuk mengelola Gedung Data dengan ijin tinggal sementara tapi tidak ada batas waktunya Saat gedung Data akan dibangun, rumah korban ternyata juga akan digusur Korban sudah tinggal selama 22 tahun dengan pajak dan lainnya dibayar oleh yang bersangkutan Warga terganggu oleh aktivitas perusahaan karena suara bising yang ditimbulkan alat-alat berat Terlebih di lingkungan pabrik terdapat sebuah Gereja kuno dan sekolah Korban telah menempati tanah ulayat sejak sebelum penjajahan Jepang Tahun 1943 tanah diambil paksa oleh Jepang kemudian diambil lagi oleh korban Saat ini TNI AU mengklaim tanah tersebut berdasarkan SK Mendagri tahun 1950 padahal warga sudah memiliki sertifikat

Surat permintaan penangguhan pengosongan rumah Audiensi dengan Dirjen Diknas

13

Kampung Cilincing

Lingkungan

111 orang

PT. SPM

Bersama UPC : Melakukan rapat bersama warga

14

Warga Bogor

Penggusuran

600 KK (2425 orang) Bojong Bantarsari Seblak Barat

TNI AU

Bersama Kontras : Pertemuan dengan DPRD

15

Dadap

Reklamasi Pantai

Warga Pesisir Pantai Dadap, 200 KK 12 KK

Koperasi Pasir Putih

16.

Djohan Effendi dkk

Penggusuran Rumah Dinas

Departemen Agama

Lingkungan warga rusak akibat adanya reklamasi pantai Status desa akan berubah menjadi kelurahan Korban tahun 60an ditunjuk menempati mess Depag. 1999 menteri agama menetapkan sebagai rumah dinas golongan 1 dan mulai menyuruh penghuni meninggalkan rumah dengan kompensasi yang menurut warga tidak layak. Korban telah menempati lahan fasos perumahan sejak 1980 kemudian digusur oleh walikota dengan pemberian kompensasi 250 ribu yang ditolak warga 7 Oktober 2005 mereka digusur hingga akhirnya menginap di walikota dan berhasil memaksa wakil walikota bermusyawarah dan membayarkan uang kerohiman sebaanyak satu juta per KK dan pembayaran ganti rugi lainnya untuk ongkos pindah dan barang-barang.

Pelatihan Para Legal Persiapan gugatan class action Penyuluhan hukum Pengorganisasian warga Diskusi dan pembahasan Legal opinion.

17.

Ayub, dkk

Penggusuran

30 KK

Pemerintah Kota Bekasi

Bersama PMII Kota Bekasi Pengaduan ke Komnas HAM Pendampingan dan pengorganisasian

18

Ibu Nani, dkk

Lingkungan dan tata ruang

19 KK

PT. Cyber Korban menolak Access pembangunan menara Communication komunikasi dengan tanpa persetujuan mayoritas warga dan manipulasi beberapa warga yang menandatangani persetujuan karena mengancam kesehatan dan keselamatan warga

Pendampingan Penguatan Komunitas

4. HAK ATAS PENDIDIKAN


Pendidikan merupakan jalan penting untuk mencerdaskan kehidupan masyarakat. 1 Dengan mengenyam pendidikan, setiap orang diharapkan mampu memajukan kehidupannya menjadi lebih baik. Tidak mengherankan bahwa pendidikan acap dijadikan alat penting bagi negara untuk mencapai tujuannya dan bagi kalangan politisi digunakan untuk mencapai tujuan politik kelompok berkuasa.2 . Perjalanan waktu kemudian mengubah cara pandang tentang pendidikan, sebagai hak paling mendasar manusia. Puncak perubahan cara pandang ini menjadi isu penting bagi seluruh bangsa yang terhimpun dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Tepatnya pada 10 Desember 1948 muncul Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM) PBB, dimana di antara komitmen dalam deklarasi tersebut terdapat jaminan atas pengembangan hak ekonomi, sosial dan budaya yang salah satunya pengembangan hak atas pendidikan bagi setiap orang.3 Negaranegara anggota PBB bersepakat menunaikan kewajibannya menerapkan standar nilai internasional tanpa terkecuali, kepada siapa pun dan di manapun. Hak atas pendidikan kemudian diuraikan lebih lanjut dalam International Covenan Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Covenan Economic Social & Cultural Rights (ICESCR) sebagai bentuk komitmen negara-negara anggota PBB.4 Dalam ICCPR hak atas pendidikan lebih diarahkan pada kebebasan individu orang tua untuk menentukan pilihan pendidikan anak. Pandangan ini lebih dikenal dengan perlindungan individual yang banyak diterapkan pada negara dengan idiologi liberal. Sedangkan pada ICESCR penjabaran tentang hak atas pendidikan lebih banyak dijelaskan. Penjelasan tersebut lebih banyak ditujukan kepada tanggungjawab Negara dalam menyediakan sarana dan pra-sarana pendidikan bagi setiap orang serta penciptaan sistem yang menjadikan setiap orang mumpuni mengikuti pendidikan. Paradigma dalam kovenan ini lebih banyak dipengaruhi oleh socialist philosophy sehingga tidak heran bahwa kemudian campur tangan negara atas pemenuhan ESCR lebih dominan.5 Pemenuhan hak atas pendidikan memiliki standar yang harus diterapkan negara-negara peserta kovenan. Oleh sebab itu, untuk mencapai komitmen yang telah dituangkan dalam ICESCR, khususnya persoalan pendidikan, terdapat indikator penting yang harus dikerjakan oleh negara peserta. Berdasarkan rumusan Komite HAM PBB, terdapat empat indikator yang penting terdiri dari : (1) Ketersediaan lembaga pendidikan, institusi yang terdiri dari bangunan dan fasilitas sekolah yang memadai termasuk didalamnya program-program pendidikan untuk setiap orang ; (2) Aksesibilitas, dengan maksud setiap orang memiliki akses atas lembaga, institusi dan program-program pendidikan termasuk dapat diakses secara ekonomis ; (3) Akseptibilitas, dimaksudkan format, subtansi pendidikan seperti kurikulum, metode pengajaran mesti berkesesuaian dengan situasi, kondisi dan budaya siswa ; (4) Adaptibilitas, pendidikan harus fleksibel, dapat disesuaikan dengan perubahan situasi masyarakat; 6 Merupakan hari bersejarah bagi Indonesia, ketika ICCPR dan ICESCR7 telah diratifikasi8 secara bersamaan. Dengan demikian, Negara wajib melindungi, memenuhi, dan menghormati hak asasi manusia yang terkandung dalam kedua kovenan tersebut. Termasuk di dalamnya hak atas pendidikan yang telah diatur dalam ICESCR menjadi tanggungjawab negara untuk melaksanakannya. Ketersediaan lembaga pendidikan, aksesibilitas, akseptibilitas, adaptibilitas, sejak terjadinya ratifikasi, sistem pendidikan di Indonesia mau tidak mau harus

4 5

6 7

A. Patra M. Zen, Tak Ada Hak Asasi Yang Diberi, Jakarta, YLBHI, 2005 hal. 27 yang mengutip General Comment, No. 5, para 1, International Covenant Economic Soscial Cultur Right I.N. Thut & Don Adams, Pola-pola Pendidikan dalam Masyarakat Kontemporer, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2005, hal. 47 - 48 Afif Hasbullah, M., Politik Hukum Ratifikasi Kovensi HAM di Indonesia, Upaya Mewujudkan Masyarakat yang Demokratis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, Cetakan I, 2005, hal. 35 dan silahkan baca pasal 26-29 DUHAM PBB ICCPR & ICESCR telah ditetapkan oleh Majelis PBB pada tahun 1966 Silahkan baca position paper yang berjudul Potret Perlindungan, Pemenuhan, dan Penghormatan Hak Atas Pendidikan di Indonesia yang ditulis oleh Jayadi Damanik pada halaman 7 10 yang intinya membedakan pengaruh idiologi dunia terhadap pembentukan kovenan ICCPR dan ICESCR, namun uraian tersebut tidak mengurangi subtansi pembahasan hak atas pendidikan berdasarkan standar Internasional. Uraian ini mengutip ICESCR, General Comment, No. 13, para. 8., oleh A. Patra M. Zen., op.cit., hal. 30-31 Hasil ratifikasi dua kovenan (ICCPR dan ICESCR) dibacakan oleh Ketua Komisi I DPR RI Theo L. Sambuaga. Dengan demikian pengesahan RUU tentang kedua kovenan tersebut telah berlaku positif di Indonesia sambil menunggu pencatatan di lembaran negara. Lihat Suara Pembaruan, 30 September 2005 Istilah Ratifikasi berasal dari bahasa latin yaitu ratificare yang terbentuk dari kata ratus yang berarti dimantapkan (fixed) dan facto yang berarti dibuat atau dibentuk (made). Jadi ratifikasi secara harfiah dapat dikatakan dibuat mantap atau disahkan melalui persetujuan (make valid by approving). Dikutip oleh Afif Hasbullah, M., opcit., hal. 15 dari Priyatna Abdurrasyid, Instrumen Hukum Nmasional bagi Peratifikasian Perjanjian Nasional dalam Makalah Hukum Nasional BPHN, No. 1 Tahun 1991, BPHN, Jakarta, 1991, hlm. 29

disesuaikan dengan komentar umum (General Comment) tentang indikator keberhasilan pendidikan yang telah ditentukan oleh Komite HAM PBB. Meskipun tidak terjadi ratifikasi, kedua kovenan tersebut sebenarnya dengan sendirinya telah berlaku dan mengikat bagi negara-negara anggota PBB. Dari 191 negara anggota PBB, terdapat 155 negara yang telah meratifikasinya.9 Artinya, terdapat jumlah 50 negara lebih anggota PBB yang telah melakukan ratifikasi, sehingga kedua kovenan tersebut telah berlaku universal. Seyogyanya Indonesia sejak dulu telah melaksanakan prinsip-prinsip hak asasi yang diatur dalam kedua kovenan tersebut, sehingga setiap pelanggaran HAM, khususnya soal pendidikan dapat diselesaikan secara Internasional.

Pelanggaran-pelanggaran yang Terjadi


Dalam Laporan Hukum dan HAM LBH Jakarta 2004 terekam pelanggaran hak atas pendidikan. Delapan kasus yang dilaporkan seiring dengan proses pendampingan LBH Jakarta merupakan cermin bahwa negara belum mampu memenuhi standar pendidikan. Sesuai dengan indikator keberhasilan yang digariskan dalam Komentar Umum nomor 5 paragraf kesatu, ICESCR, terdapat 2 kasus (Yayasan Tridaya/SMIP Jayawisata III dan Yayasan Sang Timur) pelanggaran penyediaan gedung sekolah dan akses menuju sekolah, 5 kasus pelanggaran atas akses atas informasi dalam lembaga pendidikan serta permasalahan biaya pendidikan (IPB, FS UKI, FK UI, SMA Advent Salemba dan SMP) dan penolakan atas Ujian Akhir Nasional (UAN) yang sangat jelas menggunakan metode pendidikan yang tidak fleksibel dan mengakar pada budaya lokal serta kemampuan siswa. 10 Sepanjang 2005 terdapat 8 kasus pelanggaran hak atas pendidikan yang dilaporkan korban ke dan dibantu LBH Jakarta. Terdiri dari 3 kasus pelanggaran akses atas lembagainstitusi (terjadi di SMAN 24, SMAN 36, IPB), dimana ketiga korban dipersulit untuk menyelesaikan masalahnya. Tiga kasus lainnya (terjadi di IPDN, SMP 271 dan SDN 06 Tanjung Duren) sama peristiwanya dengan tiga kasus sebelumnya, namun kecenderungan yang menonjol dari ketiga laporan ini terkait dengan dugaan korupsi dan kolusi. Korban yang berasal dari IPDN harus mengeluarkan sejumlah uang pelicin untuk dapat belajar di Jatinangor. Seluruh penilaian pada tahapan-tahapan ujian dinyatakan lulus, akan tetapi sewaktu keluar surat keputusan dari Menteri Dalam Negeri RI namanya tidak tercantum sebagai siswa yang lulus. Murid SMPN 271 harus kehilangan waktu belajar untuk mencari uang demi menutupi biaya sekolahnya. Padahal institusi sekolah mendapatkan block grant yang harus dibagikan kepada murid-murid. Kenyataannya dana bantuan tersebut tidak dibagikan, dampaknya beberapa murid lainnya harus berhenti bersekolah dan ijasahnya tidak dapat diambil.11 Termasuk juga terjadi di SDN 06 Tanjung Duren yang tidak transparan menyalurkan penggunaan block grand serta bantuan beasiswa lainnya. Murid-murid tidak mendapatkan pembebasan dari biaya pendidikan, meski diberikan, itu pun telah dipotong dan tidak sesuai dengan petunjuk pelaksana Kepala Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta Nomor 288/2004 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Block Grand Biaya Pendidikan TKN/SDN/SMPN DKI Jakarta. Ujian Nasional (UN), satu dari sekian banyak pelanggaran hak atas pendidikan yang masih diterapkan oleh pemerintah. Konteks pelanggaran terdapat pada nasionalisasi standar nilai kelulusan, padahal sarana dan prasarana serta penunjang lainnya antara kota-kota besar dengan kota biasa tidak sama. Dengan kata lain, akseptibilitas dan adaptibilitas tidak menjadi indikator keberhasilan pelaksanaan pendidikan di Indonesia. Adanya kultur perbedaan belajar-mengajar serta ukuran penilaian yang semestinya diketahui pengajar, tidak dijadikan standar kelulusan. Pemerintah melakukan penilaian berdasarkan penilaian hitam putih. Patokan nilai 4,25 pada 2005 jelas melanggar hak asasi para murid-murid yang memiliki kecerdasan selain empat mata pelajaran yang diujikan. Penutupan paksa oleh sekelompok massa terhadap Kampus Al MubarakAhmmadiyah, Parung menambah deretan kisah pelanggaran hak asasi oleh negara. Sebagian masyarakat yang ingin belajar di Kampus tersebut akhirnya harus berhenti tanpa batas waktu yang jelas. Pemerintah dalam hal ini justru membenarkan penutupan kampus yang memberikan pendidikan kepada siswanya. Tidak ada tindakan pemerintah untuk memberikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan pendidikan dengan memberikan sanksi kepada pihak yang menghalang-halangi proses pendidikan di Kampus Al MubarakAhmmadiyah. Uraian atas kasus-kasus di atas semakin menggambarkan bahwa negara tidak serius memperhatikan masalah pendidikan. Padahal dalam UUD 1945 disebutkan bahwa negara memiliki kewajiban perlindungan hak atas pendidikan, menyelenggaran pendidikan dasar, menyediakan sistem pendidikan dan memajukan ilmu pengetahuan bagi setiap orang. (pasal 31 ayat (1), (2), (3), (4) dan (5) ). Indikator penyelenggaran pendidikan
9 10 11

Baca komentar Hasan Wirayuda di Suara Pembaruan, 30 September 2005 lihat table Laporan Hukum dan HAM LBH Jakarta 2004, Hujan Impunitas Bagi Pelanggar HAM, hal. 57 Baca Kompas, Sabtu 02 Juli 2005

yang dijelaskan dalam Komentar Umum tidak dijadikan rujukan praktis pelaksanannya. Sehingga tidak heran apabila seringkali muncul pelanggaran hak asasi terkait pendidikan di Indonesia, di mana kasus-kasus tersebut dari tahun ke tahun memiliki kemiripan peristiwa. Mengutip laporan Tomasevksi sebagai pelapor khusus Hak Atas Pendidikan yang memberikan 4 (empat) rekomendasi bagi negara anggota PBB untuk memasukkan (1) strategi pendidikan berdasarkan HAM, (2) pengentasan kemiskinan dan pencegahan konflik, (3) kewajiban pemerintah untuk memenuhi hak atas pendidikan, dan (4) penghapusan masalah keuangan, antara lain usulan tentang pembebasan biaya pendidikan, pemberantasan korupsi dan kolusi.12 Empat rekomendasi ini sejalan dengan masalah-masalah yang muncul di Indonesia. Pertama, adanya kasus pelanggaran hak atas pendidikan yang muncul dari tahun ke tahun memberikan gambaran bahwa pemerintah tidak memiliki strategi pendidikan berdasarkan HAM kepada masyarakat. Hal ini sangat berpengaruh bagi masyarakat yang kelak menduduki jabatan-jabatan struktural di pemerintahan. Jika penyampaian pendidikan berdasarkan HAM maksimal, maka tidak akan terjadi kesengajaan atau kelalaian pemerintah dalam memberikan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi manusia di Indonesia. Kedua, terdapat beberapa kasus yang dilatarbelakangi oleh kemiskinan dan konflik yang berkepanjangan. Untuk masalah kemiskinan dapat dilihat dalam table kasus, di mana hampir setiap tahunnya tidak sedikit warga masyarakat yang berhenti sekolah lebih disebabkan oleh ketidakmampuan secara ekonomi. Begitu pun masalah konflik, misalnya kasus Yayasan Sang Timur (2004) dan Kampus Al MubarakAhmadiyah (2005), jelas sangat menghambat pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, konteks pemenuhan hak atas pendidikan dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional (UN) dari tahun ke tahun. Tiga kali pelaksanaan UN (2003, 2004, 2005), angka ketidaklulusan rata-rata mencapai 70 persen siswa di Indonesia. Fakta ini menunjukan bahwa betapa pemerintah tidak memberikan perbaikan sarana pendidikan bagi siswa baik pada pengajar maupun fasilitas sekolah dari tahun ke tahun. Banyaknya siswa yang tidak lulus UN seharusnya dijadikan koreksi atas kegagalan dalam hal pemenuhan hak atas pendidikan, bukannya malah mengembalikan lagi pemenuhan hak atas pendidikan tersebut kepada murid, orang tua murid dan guru. 13 Dengan penggunaan anggaran ujian yang mencapai ratusan milyar, UN jelas tidak menyelesaikan masalah keterpurukan pendidikan. Bila pemerintah cerdas, maka alokasi anggaran UN dapat sepenuhnya dialihkan pada penyediaan sarana pendidikan yang maksimal, penyediaan tenaga pengajar yang baik, dan kurikulum yang fleksibel, dengan artian seluruh indikator pendidikan terpenuhi. Keempat, pungutan-pungutan dan korupsi dalam institusi pendidikan sangat menghambat kesempatan pendidikan bagi setiap orang. Kasus di IPDN, SMPN 271, dan SDN 06 Tanjung Duren telah membenarkan tesis Tomasevksi bahwa korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) mematikan kesempatan setiap orang untuk mengikuti pendidikan. Membongkar praktik seperti ini tidaklah mudah, oleh karenanya transparansi penggunaan anggaran pendidikan merupakan jalan keluarnya. Transparansi ini harus diumumkan secara luas, sehingga masyarakat mengetahui penggunaan pos-pos keuangan. Selama ini masyarakat sangat kesulitan mendapatkan penjelasan penggunaan anggaran pendidikan, baik dari institusi sekolah maupun pemerintah terkait pendidikan. Penyelenggara pendidikan terkadang bekerja sama untuk merahasiakan kebocoran anggaran pendidikan. Empat poin merupakan fakta yang terjadi selama ini dan merupakan usulan solusi yang harus dipertimbangkan pemerintah. Kembali pada tujuan pemenuhan hak atas pendidikan, yang merupakan kesepakatan bangsa-bangsa untuk membangun peradaban manusia yang lebih baik, hingga sejauh ini, usaha ke arah sana belum tampak secara nyata. Hal yang ada hanyalah janji dan semangat tidak bersalah dari pemerintah. Padahal berbagai peraturan perundang-undangan yang mewajibkan negara melakukan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan terhadap HAM telah ditulis. UUD 1945, UU HAM sampai PP tentang Standar Pendidikan Nasional telah dikeluarkan. Perlu diingat pula bahwa kedua kovenan telah berlaku, sehingga peraturan perundang-undangan disesuaikan dengan kovenan tersebut. Selain itu yang tidak kalah penting, terkait perubahan paradigma birokrasi pendidikan, harus menjadi agenda dan itikad pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang mudah diakses dalam segala hal. Pendidikan pun tidak dijadikan sebagai komoditi melainkan hak pribadi setiap orang, sehingga tujuan perlindungan, pemenuhan dan penghormatan dapat tercapai. Pandangan pendidikan seperti inilah yang harus terimplementasi dalam birokrasi pemerintah dengan baik.

12 13

Opcit., A. Patra M. Zen, hal. 32 Pernyataan Jusuf Kalla ketika menggelar konfrensi pers. Kompas Cyber Media, 01 Juli 2005

Solusi yang ditawarkan untuk mengtasi masalah-masalah di atas, sebenarnya memudahkan pemerintah untuk bertindak lebih jeli dalam menyelesaikan masalah. Tahun-tahun penuh pelanggaran dapat dikurangi dengan segudang rencana aksi nasional tentang pendidikan yang mengakar pada indikator pendidikan, dan permasalahan lain yang muncul. Apalagi anggaran pendidikan dalam RAPBN 2006 telah diusulkan sebesar Rp. 31 triliun, yang merupakan angka terbesar dibandingkan pos-pos anggaran lain. Jika anggaran ini dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya melalui pengawasan ketat dan memangkas korupsi di dunia pendidikan, maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak atas pendidikan di Indonesia dapat tercapai.

Tabel Pelanggaran Hak atas Pendidikan NO NAMA ISU KORBAN/ KASUS IPDN Percaloan PARA PIHAK Korban Pelaku La Ode Muhammad Faisal Depdagri IPDN KRONOLOGIS

1.

Korban dinyatakan lulus dalam tahapan seleksi penerimaan calon praja di IPDN Ketika baru mengikuti perkuliahan selama 3 bulan, korban tiba-tiba disuruh keluar dengan alasan tidak ada formasi Korban terpaksa pindah ke universitas lain Ingin menggugat keberadaan SDN Percontohan di Jakarta karena dianggap diskriminasi dan rawan penyimpangan.

UPAYA HAMBAT YANG DALAM TELAH PENANGAN DILAKUKAN Klarifikasi ke Rektor IPDN

2.

M. Fuad

Ibu Nurhaidah

1 orang (12 tahun)

Guru-guru SDN 01 Pagi Ujung Menteng Cakung Jakarta Timur

Korban mendapat tekanan psikologis dari guru-guru di sekolah karena melaporkan perkosaan yang menimpanya dan dilakukan tukang kebun sekolah. Korban diminta mencabut laporan, kalau tidak, tidak boleh sekolah di situ. Hal ini diucapkan di depan kelas Korban juga di suruh untuk menceritakan kejadiannya oleh kepala sekolah dan direkam Pihak sekolah juga tidak melindungi korban dari hinaan temantemannya Istri pelaku beberapa kali teriak di depan kelas dan di depan sekolah dengan menuduh korban tukang fitnah, juga pernah dimarahi dan didorong pada waktu istirahat di sekolah; Diakuinya kembali komite sekolah yang diduga melakukan korupsi serta tidak terjawabnya penyalahgunaan bantuan biaya pendidikan

Menyurati SDN 01 Pagi Ujung Menteng Surat dukungan kepada Jaringan (Jangka PKPKTP) Surat pengaduan ke Komnas Perlindunga n Anak Surat ke Dikdas Mendatangi pihak sekolah dan guru-guru minta maaf kepada orang tua korban

Transparansi Anggaran

Orang tua murid / komite sekolah

SDN 06 Pagi Tanjung Duren Utara

Klarifikasi ke kepala sekolah Audiensi dengan Diknas .

1 orang

IPB Bogor

1 orang

SMAN 24 Jakarta Pusat

Telah ada upaya kelanjutan studi,setelah menyelesaikan administrasi tetapi tidak juga berlanjut ke ujian Dinyatakan tidak naik kelas oleh wali kelas, padahal terdapat murid yang bernilai dibawah rata-rata yang naik kelas, tidak boleh melihat nilai murid lain Lembaga Pendidikan Ahmadiyah di Parung- Bogor Ditutup paksa dan juga dirusak karena dianggap menyebarkan ajaran sesat

Mediasi

Mediasi

7.

JAI

Penutupan dan Kampus Al FPI perusakan Mubarak, GUI, Sekolah Ahmmadiyah Amin Jalaludi H. A. Assegaf Muspida Kab. Bogor Penyelewengan SMPN Anggaran 271, Jakarta Barat

Lapor Polisi Lapor Komnas HAM Gugat ke PTUN

Pemerintah ti melindungi sa pendidikan ya sempat dirusa dan tidak menindaklanj laporan

1 orang

10

Ujian Akhir Nasional

Evaluasi belajar

Publik

Siswa-siswa hanya diminta tanda tangan untuk mendapatkan separuh dari beasiswa. Sebagian tidak diberikan sehingga harus keluar sekolah Tidak diperkenankan mengikuti ujian SMAN 36 oleh karena izin Jakarta sakit yang terlalu Timur lama dan tidak boleh pendidikan jarak jauh Pemerintah Ujian Nasional RI tetap dilaksanakan padahal telah mendapatkan kritik dan bertentangan dengan prinsipprinsip penyelenggaran pendidikan

Mengadukan di BAWASDA DKI dan BAWASKO JAKBAR

Mediasi

Aksi bersama Koalisi Pendidikan

5. HAK PEREMPUAN DAN ANAK

Sudah menjadi sejarah panjang bahwa kaum perempuan tereksklusi oleh kaum pria di berbagai bidang, mulai pendidikan, ekonomi, sosial-politik, sejarah, hingga budaya. Dalam berbagai isu, misalnya, manusia perempuan lebih banyak menjadi korban kekerasan baik di ranah domestik (rumah tangga) maupun di ranah publik seperti masalah ketenagakerjaan (pendapatan perempuan selalu jauh lebih rendah daripada laki-laki), pelecehan seksual dan perkosaan, banyaknya perempuan menjadi korban kekerasan di wilayah bencana maupun konflik, kebijakan-kebijakan pemerintah daerah yang cenderung mengkriminalisasikan perempuan (kasus-kasus peraturan daerah sejak otonomi daerah digulirkan yang memosisikan perempuan tidak boleh keluar malam semakin merebak serta kekerasan terhadap pekerja seks komersial) serta maraknya perdagangan perempuan. Isu kekerasan dengan korban perempuan ini telah dilaporkan oleh Komnas Perempuan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia pada 2004 mencapai 14.000 kasus, dan pada 2003 sebanyak 7.000 kasus. Artinya, data ini menunjukkan bahwa kasus kekerasan terhadap perempuan telah mengalami kenaikan sebesar 100% dalam satu tahun, dengan pelaku terbesarnya adalah laki-laki.23 Laporan ini akan lebih mencoba menyoroti isu KDRT yang bertolak dari data yang setiap tahunnya secara mencolok dilaporkan LBH Jakarta melalui Catatan Akhir Tahun. Menurut data LBH Jakarta tahun 2002, pengaduan kasus KDRT yang masuk sebesar 118 kasus,24 dan pada 2003 meningkat menjadi 133 kasus.25 Pada 2005 ini jumlah kasus KDRT yang masuk menurun menjadi 57 kasus. Penurunan ini bisa disebabkan faktor kampanye UU PKDRT yang begitu massif mendorong pertimbangan ulang bagi pelaku untuk melakukan aksinya serta banyaknya data pengaduan kasus KDRT yang tersebar di ke lembaga-lembaga penyedia layanan seperti LBH APIK Jakarta, SIKAP, Kalyanamitra, Mitra Perempuan, Rekan Perempuan, LKBH PEKA, Pusat Krisis Terpadu RSCM, dsb. Sebagaimana diketahui, KDRT merupakan setiap perbuatan terhadap seseorang, terutama yang berakibat pada timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga (pasal 1 butir 1 UU No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga). Ruang lingkup korban KDRT tidak hanya dialami perempuan maupun anak, namun bisa terjadi pada siapa pun dalam lingkup domestik baik dalam hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, perwalian yang menetap dalam rumah tangga maupun hubungan kerja antara majikan dan pekerja rumah tangga (PRT) dan menetap dalam rumah tangga. Namun yang terbanyak dialami perempuan dan anak karena ketidaksetaraan jender antara laki-laki dan perempuan mendudukkan perempuan dan anak dalam ranah domestik dalam posisi rentan terhadap KDRT. Bisa dibayangkan ketika kekerasan demi kekerasan terjadi dalam keluarga dan anak-anak menyaksikannya. Bukan tidak mungkin anak-anak pun menjadi korban bahkan beberapa di antaranya mengalami langsung KDRT berupa penganiayaan, kekerasan seksual (incest), tidak dinafkahi, dsb. Anak-anak yang tumbuh dalam suasana kekerasan juga memiliki kecenderungan melakukan dan mencontoh kekerasan yang sering dilihat dan dialaminya sebagai sebuah bentuk sikap dan perilaku yang wajar (re-modelling). KDRT berwujud dalam dimensi yang berbeda-beda, yakni tidak hanya kekerasan terhadap fisik seseorang melainkan juga terhadap psikis/psikologis, verbal, ekonomi serta seksual.. Berdasarkan data LBH Jakarta, kasus perceraian menduduki peringkat tertinggi yang kesemuanya memiliki unsur KDRT. Kekerasan tersebut tidak hanya terjadi dalam bentuk penganiayaan terhadap tubuh seseorang melainkan juga pada bentuk-bentuk lain seperti tidak bersedia menafkahi, mengeluarkan kata-kata kasar, memaksa melakukan hubungan seksual pada pasangan suami/istri (marital rape), meninggalkan keluarga bertahun-tahun tanpa kabar, menikah diam-diam dengan wanita lain (berselingkuh), kejahatan perkawinan, perkelahian terus-menerus sehingga berakibat pada tergoncangnya jiwa seseorang. Bertolak dari konsep KDRT yang luas tersebut, KDRT yang terjadi dalam hubungan suami-istri cenderung berujung pada perceraian di antara pilihan-pilihan lainnya yang masih dapat ditempuh. Sangat jarang terjadi korban KDRT mengambil tindakan pidana yakni melaporkan pelaku KDRT ke polisi dengan pertimbangan pelaku biasanya adalah anggota keluarga terdekat yang apabila ditahan maka pemberian nafkah akan terputus. Pertimbangan lainnya ialah adanya rasa takut dan enggan bahwa pelaku dengan mudah akan mengulangi tindakannya kepada korban mengingat tidak adanya perlindungan saksi bagi korban-korban KDRT. Secara sosial korban umumnya merasa malu terhadap lingkungan sekitar apabila melaporkan anggota keluarga sendiri

23 24

Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2002 Catatan Akhir Tahun LBH Jakarta 2003 25 Saya dan CEDAW, oleh : Valentina Sagala, 2 Agustus 2004, dapat dilihat di www.kompas.co.id,

ke pihak yang berwajib dan masih adanya perasaan kasihan terhadap pelaku yang notabene masih memiliki hubungan dekat dengan korban.
Bagaimana mungkin saya mengadukan suami saya sendiri ke polisi, biar bagaimanapun juga dia adalah bapaknya anakanak. Bagaimana perasaan anak-anak bila melihat bapaknya dipenjara. Saya pun malu kepada saudara-saudara dan tetangga sekitar. Suami saya selalu mengetahui dimanapun saya berada, dia sudah gila, dia akan terus mengejar saya. Bahkan untuk bercerai pun saya takut, dia akan memukuli saya dan anak-anak lagi. Apa yang harus saya perbuat ? berikut ungkapan Mar, yang mengalami berbagai macam bentuk KDRT dari suaminya (mengadukan kasusnya ke LBH Jakarta pada tahun 2003).

Oleh sebab itu dari sekian banyak kasus KDRT periode 2003 hanya ada 2 (dua) korban, yakni Was dan Hj yang memberanikan diri mengadukan suami mereka masing-masing ke polisi. Kasus Hj (2003) telah diputus di PN Jakarta Pusat. Terdakwa (suami Hj) divonis pidana 5 bulan penjara oleh Majelis Hakim. Kasus Was masih dalam penyidikan di RPK Polda Metro Jaya. Selanjutnya pada 2004 tidak ada, dan 2005 terdapat 1 (satu) kasus di mana orangtua korban perkosaan melaporkan suaminya ke Polres Bekasi (lihat table I dibawah).

Upaya pemerintah
Sebenarnya melalui UU No. 7 No. 1984 Indonesia meratifikasi konvensi PBB tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, yang merupakan instrumen hukum komprehensif yang mengakui pelanggaran HAP; memastikan pelaksanaan HAM yang mengintegrasikan hak sipil-politik dan sosial-ekonomi; menghapuskan dikotomi publik-privat dalam mengakses, mengaktualisasi, dan menanggulangi pelanggaran HAP; serta memberikan definisi jelas tentang diskriminasi dan persamaan (Nursyahbani Katjasungkana, 2004).i Namun sangat disayangkan sampai dengan saat ini CEDAW dalam konteks hukum, belum menjadi pertimbangan bagi aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus-kasus KDRT. Bahkan para hakim jarang mempergunakan CEDAW dalam pertimbangan mereka sebelum mengambil keputusan. Pemerintah telah membentuk Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan --yang lebih dikenal dengan nama Komnas Perempuan-- melalui Keppres No. 181 Tahun 1998. Sebagai lembaga bentukan pemerintah, Komnas Perempuan memainkan peran yang cukup strategis dalam advokasi kebijakan bagi perempuan sehingga fungsi dan wewenangnya diharapkan membawa perubahan bagi kebijakan nasional yang memberikan keadilan bagi perempuan serta memberikan pendidikan bagi masyarakat yang mengedepankan kesetaraan jender. Selamat Ulang Tahun UU PKDRT Harapan akan adanya kebijakan yang memberikan jaminan perlindungan bagi korban-korban KDRT kembali muncul ketika 27 organisasi non-pemerintah (ornop) yang tergabung dalam Jaringan Advokasi Kebijakan Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan (JANGKA PKTP) yang memiliki kepedulian terhadap advokasi instrumen hukum yang menjamin adanya perlindungan bagi perempuan, termasuk menjadi pemrakarsa UU PKDRT ini sejak 1996. Perjalanan UU PKDRT tentu saja melibatkan berbagai pihak di berbagai kota seperti Jakarta, Yogyakarta, Bandung, Palembang, Bengkulu, dsb, mulai dari bentuk ornop, komunitas, individu, hingga Kementerian Pemberdayaan Perempuan, Komnas Perempuan, KAPPS (Komunitas Artis Peduli Politik dan Sosial), media massa, forum-forum di parlemen, hingga anggota parlemen sendiri. UU ini disahkan pemerintah RI pada tanggal 22 September 2004. Tidak terasa, setahun sudah usia UU PKDRT. Sebuah evaluasi atas implementasi UU sangat diperlukan sebagai alat ukur untuk mengetahui sejauh mana UU ini menjamin perlindungan bagi korban-korban tindak KDRT.. Baik sebelum maupun sesudah diberlakukan, usaha-usaha mensosialisasikan instrumen ini terus dijalankan kepada masyarakat, pemerintah maupun aparat penegak hukum sebagai pelaksana dan penegak instrumen ini. Namun pelaksanaan UU ini tidak semudah membalikkan telapak tangan. Berbagai permasalahan muncul, antara lain ketidaksiapan kebijakan mekanisme UU PKDRT guna memperjelas substansinya. Misalnya, keberadaan relawan pendamping, perlindungan saksi, dsb aparat penegak hukum masih menggunakan KUHP dalam menghadapi kasus KDRT; dan ketidakpahaman atau ketidaktahuan aparat penegak hukum terhadap pemberlakuan UU PKDRT. Bukan tidak mungkin, mekanisme baru yang seharusnya dibuat bagi pelaksanaan UU PKDRT ini yang menjadi kendala besar. Sebuah mekanisme membutuhkan instrumen-instrumen peraturan dan supporting system. Misalnya, adanya kebutuhan akan Surat Edaran Mahkamah Agung untuk Relawan Pendamping dalam pemeriksaan di pengadilan yang konsepnya saat ini sedang digodok oleh JANGKA PKTP. Keseriusan pemerintah dituntut bagi penyediaan peraturan-peraturan turunan dari UU PKDRT yang menjelaskan lebih lanjut substansi dari UU Ini. Hal ini berguna demi menghindari alasan-alasan mengapa KUHP lebih sering diberlakukan daripada UU PKDRT sendiri. Pada akhir kata, harapan kita bersama adalah sebuah keadaan yang menunjukkan bahwa UU PKDRT tidak lagi menjadi sapi ompong tanpa gigi sehuingga aparat hukum masih memberlakukan hukum sisa-sisa kolonial yang tidak kontekstual dan tidak menjawab kebutuhan sebuah bangsa.

Tabel Pelanggaran Hak Perempuan dan Anak N NAMA ISU PARA PIHAK O KORBAN Korban Pelaku / KASUS 1 Dy Nafkah Istri Suami

KRONOLOGIS

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Penangguhan penahanan Pendampingan di ke polisian

HAMBATAN DALAM PENANGANA N

Korban meminta janji nafkah ditepati oleh eks suami Ketika pulang ia membawa bayi eks suaminya Malam hari eks suami datang ke rumah korban bersama polisi dan menangkapnya Korban diperkosa 3 kali oleh tukang kebun sekolah Polisi mengubah BAP sepihak karena saksi tidak mau untuk bersaksi Korban, seorang PRT, diberi makanan yang dicampur obat, kemudian korban diperkosa dalam keadaan tidak sadar

Perkosaan anak

Anak (12 th)

Tukang kebon sekolah

Perkosaan anak

PRT

majikan

Pendampingan di kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan Terdakwa divonis penjara Pendampingan di Polres Bekasi dan Kejaksaan Negeri

FA

Nafkah Mafia peradilan

Istri

Suami

Korban menikah dengan Afrizon th 2003 dan setahun kemudian pelaku menggugat cerai korban dengan alas an diguna-gunai oleh istri. Sidang di Peng. Agama Jaksel hanya 1x dan putus, pengakuan pelaku dia membayar hakim agar sidang cukup sekali dan langsung putus. Putusan tidak dijalankan pelaku.

BK

Perkosaan

Bk

Tetangga (Im)

Korban diperkosa dibawah ancaman akan dibunuh bila berteriak. Dengan didampingi suami telah melapor ke Polres Pusat walau tanggapan tidak baik. Pihak pelaku mengajak berdamai dengan keluarga korban, tapi korban menolak.

Ghost lawyer, konsultasi berjalan bagaimana meminta eksekusi ke Peng. Agama dan melalui atasan pelaku Menyarankan membuat surat protes ke ketua PA dan Majelis Hakim perjkara tersebut. Pendampingan di kepolisian

IM

KDRT

Istri

Suami (BS)

K mengalami KDRT Menyurati (penganiayaan, Provost Mabes penelantaran ekonomi Polri selama bertahun-tahun Membuat laporan sejak menikah tahun 1998) di Polda Metro oleh suami seorang dokter Jaya. di FK Unair. Korban sudah lapor polres Surabaya dan Jakarta selatan tetapi tidak ada tanggapan yang baik.

Sai

Janji kawin

PRT

Bonar Manulang

Korban dirayu untuk melakukan hubungan badan dengan dijanjikan kawin. Setelah hamil ditinggal kabur

8.

Cn

Perkosaan anak

Murid

Walikelas

Melakukan pendampingan ke aparat POLRI di LIMO dan POLRES DEPOK Korban diperkosa pada saat Visum ke RSCM belajar di rumah seorang guru Lapor Komnas wali kelas Anak Lapor polisi Pelaku sudah ditangkap telah disidang pada bulan Mei 2005 Korban berumur 4 tahun dicabuli Oleh ayahnya sendiri Penganiayaan oleh suami (dipukul) dan sudah dilaporkan Korban hamil oleh adik majikan kemudian disuruh pulang kampung dengan ditinggal di jalan raya dan diberi uang 30 ribu rupiah Desakan ke Polres Bekasi Surat ke RPK Polda Metro Jaya Pengaduan lanjutan

Pihak Sekolah mencoba menutupi kasusnya

9.

Sy

Pencabulan anak dibawah umur KDRT

Anak

Ayah

Polisi tidak memasukkan ke bagian RPK

10

Istri

Suami

11

Su

KDRT

PRT (Su)

Adik majikan

Laporan ke Polres Depok

6.

HAK ATAS KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN

Pemerintah Indonesia sudah lama melakukan pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan meskipun telah mengakui lima agama ( Islam, Protestan,Katolik, Hindu, Budha) dan kemudian Kong Hu Cu. Berbagai pelanggaran, termasuk pengontrolan perizinan pendirian rumah ibadah maupun munculnya konflik antaragama dan kepercayaan maupun kekerasan yang bersifat internal agama dan kepercayaan itu sendiri, yang secara langsung maupun tidak langsung merupakan akibat dari sikap intervensi negara. Amademen kedua UUD 1945 (Konstitusi) pasal 28 E dan I menjelaskan bahwa negara mengakui kebebasan beragama dan berkepercayaan. Konstitusi juga mengakui hak bergama sebagai hak yang tidak bisa dikurangi dalam kondisi apapun. Namun konstitusi bisa membatasi hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sesuai dengan pasal 28 J ayat (1) dan (2) perubahan kedua UUD 1945. Ini sangat kontradiktif dengan ketentuan pasal sebelumnya, yang mengakui hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Bahkan juga kontradiktif terhadap pasal 18 ayat (3) Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik (Sipol) mengenai pembatasan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan yang hanya didasarkan atas pelindungan keamanan publik, ketertiban, kesehatan, atau moral atau hak dan kebebasan fundamental lainnya. Indonesia sudah meratifikasi Kovenan Hak Sipol dan hal ini berarti bahwa Indonesia harus mempunyai komitmen yang kuat untuk pemenuhan, perlindungan dan penegakan hak sipol termasuk hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan. Pasal 18 (1) Kovenan Sipol memberikan perlindungan hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan termasuk hak untuk memeluk agama, mempunyai agama dan hak atas manifestasi kebebasan beragama dan keprcayaan tersebut. Hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan tidak dapat dibatasi walaupun negara dalam keadaan darurat (public emergency), dan termasuk salah satu non derogable rights. Terminologi kepercayaan, menurut Kovenan Hak Sipol, harus diartikan kepercayaan berketuhanan, tidak berketuhanan, dan non-ketuhanan. Hak atas manifes kebebasan beragama dan kepercayaan meliputi pendirian rumah ibadah dan bangunan tempat beribadah, yang juga meliputi hak untuk melakukan ibadah keagamaan dan kepercayaan termasuk kebiasaan untuk memakai pakaian keagamaan dan kepercayaan, melakukan ritual, dan menggunakan bahasa dari agama dan kepercayaan tersebut (Pendapat Umum Komisi Komisi Tinggi HAM PBB untuk Hak atas Kebebasan Beragama, Kepercayaan dan Berpikir No. 22). Instrumen hukum HAM internasional yang memberikan perlindungan terhadap kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah deklarasi penghapusan segala bentuk intolerasi dan diskriminasi didasarkan atas agama dan kepercayaan. Bentuk disriminasi yang dimaksud oleh deklarasi tersebut ialah pembedaan, eksklusifisme, pembatasan atas dasar agama dan kepercayaan dengan maksud untuk menghalangi hak setiap orang untuk mengakui agama dan kepercayaan, dan menikmati pelaksanaan hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan atas dasar yang sama. Praktik-praktik diskriminasi agama dan kepercayaan sering terjadi ketika ada ketidakseimbangan kekuatan antara minoritas dan mayoritas. Tetapi sebenarnya istilah mayoritas dan minoritas datang dari negara-negara kolonial, yang juga menciptakan pola diskriminasi, tidak hanya dalam bentuk agama dan kepercayaan, melainkan juga dalam bentuk etnis, bahasa dan lain-lain.

Kasus-Kasus Pelanggaran Hak Atas Kebebasan Beragama dan Kepercayaan


Beberapa kasus yang melanggar hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia antara lain berupa kasus pelarangan dan penghancuran fasilitas milik Ahmadiyah di beberapa daerah di Indonesia dan penutupan sejumlah gereja dan pelarangan ibadah untuk orang-orang Kristen. Sejak Indonesia merdeka, paling sedikit ada 945 gereja yang dirusak, dan perusakan dalam jumlah paling besar terjadi pada masa pemerintahan BJ Habibie periode 1998-1999, yakni terhadap 156 gereja. Pada masa satu tahun pemerintahan Susilo Bambang Yidhoyono (SBY) terdapat 20 kasus perusakan gereja. Semua kasus terjadi dengan mendasarkan aksi perusakan pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No.01/BER/mdn-mag//1969) mengenai perizinan pendirian rumah ibadah. Menurut SKB Dua Menteri tersebut, pendirian rumah ibadah harus mendapatkan izin dari pemerintah daerah dan terlebih dahulu mendengarkan masukan dari tokoh agama dan masyarakat setempat. SKB inilah yang menjadi sumber masalah, karena untuk mendirikan rumah ibadah harus mendapatkan izin pemerintah daerah. SKB ini juga telah dijadikan rujukan oleh aparat penegak hukum di beberapa daerah untuk melakukan aksi penutupan atas sejumlah gereja SKB Dua menteri tersebut sebenarnya tidak termasuk sumber hukum yang dapat dijadikan rujukan oleh aparat penegak hukum. Karena UU No.10/2004 tentang Tata Cara Pembuatan UU, hanya mengenal struktur peraturan hukum dari UUD 1945 sampai dengan peraturan desa. UU No.10/2004 tidak mengenail istilah SKB, sehingga SKB tersebut hanya berlaku hal-hal terkait pada lingkungan internal pemerintahan, dan sifatnya pun non exutable. Di samping itu, SKB tersebut juga melanggar pasal 18 Kovenan Sipol terutama hak manifes atas kebebasan beragama dan kepercayaan dalam hal mendirikan rumah ibadah yang tidak memerlukan perizinan.

Kejadian lainnya adalah kasus pelarangan dan penghancuran fasilitas Ahmadiyah di beberapa daerah. Dengan pola dan modus yang sama di beberapa daerah seperti di Sintang (Kalimantan Barat), Bogor (Jawa Barat), Manis Lor, Kuningan (Jawa Barat), Pancor, Lombok (Nusa Tenggara Barat), Cianjur (Jawa Barat), Garut dan Tasikmalaya (Jawa Barat), dll. Musyawarah Pimpinan Daerah (Muspida) yang terdiri dari aparat pemerintah daerah, pengadilan negeri, kejaksaan negeri, polres, kodim secara bersama-sama mengeluarkan SKB pelarangan Ahmadiyah atas desakan kelompok orang di masyarakat. SKB inilah yang dijadikan dasar oleh aparat penegak hukum, dan bersama-sama sekelompok orang di masyarakat merusak fasilitas Ahmadiyah, termasuk menutup masjid-masjid yang digunakan untuk beribadah bagi warga Ahamdiyah. Efek pelarangan dan perusakan rumah ibadah milik Ahmadiyah secara langsung mengandung stigmatisasi terhadap warga Ahmadiyah seperti kejadian di Manis Lor dan Garut. Di Manis Lor Kab. Kuningan, akses warga Ahamdiyah tertutama anak-anak ke bidang pendidikan terhambat karena mereka terstigmatisasi istilah Ahmadiyah Sesat yang sengaja dibangun untuk membunuh citra Ahmadiyah. Anak-anak Ahmadiyah tidak bisa bersekolah di lingkungan terdekatnya sehingga mereka harus memilih sekolah di tempat lain. Di Garut, sejumlah warga Ahmadiyah dipaksa keluar dari keyakinannya dengan menandatangi surat pernyataan bermaterei. Di bawah ancaman golok dari kelompok garis keras , lebih dari 40 warga ahamdiyah terpaksa menandatangi surat tersebut. Atas kejadian tersebut pemerintah terutama aparat penegak hukum tidak bisa berbuat apa-apa. Artinya penegak hukum juga dengan sengaja membiarakan pelanggaran hal atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. Kejadian di Parung Kab Bogor pada akhir Juli 2005, ketika penyerangan Kampus Mubarak Ahamdiyah berlangsung, secara jelas terlihat aparat penegak hukum telah berpihak kepada kelompok garis keras yang menginginkan Kampus Mubarak ditutup. Bahkan fasilitas (seperti kendaraan) aparat penegak hukum (polisi) digunakan oleh kelompok garis keras untuk menyerang Kampus Mubarak. Ini berarti aparat penegak hukum tidak hanya membiarkan terjadinya pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan, melainkan juga memfasilitasi terjadinya pelanggaran tersebut. Bahkan hingga sekarang belum ada satu pun tersangka pelaku penyerangan Kampus Mubarak, yang dibawa ke pengadilan. Hal ini menunjukan adanya diskriminasi dalam penegakan hukum. Pada satu sisi penegak hukum aktif menindak kaum marjinal namun pada sisi lain aparat penegak hukum tidak bisa menindak para pelaku yang nyata-nyata melakukan pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan. LBH Jakarta melihat bahwa pelarangan dan perusakan terhadap Ahmadiyah dilakukan secara sistematis, menyebar dan terencana dengan baik. Hal tersebut terbukti dari pola penyerangan dan pelarangan yang terjadi di beberapa daerah yang nyaris hampir sama dalam hal aktor pelaku penyerangan, nyaris nihilnya respon pemerintah dan aparat hukum. Dasar hukum untuk melakukan pelarangan tersebut juga sama yaitu SKB/Surat Penutupan Bersama (SPB). Bisa juga dikatakan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat berupa kejahatan terhadap kemanusiaan, yaitu pelarangan, pengusiran secara paksa, penghancuran asset-aset/fasilitas-fasilitas Ahmadiyah yang dilakukan secara sistematis, terencana dengan baik, dan menyebar secara cepat tidak hanya di satu daerah melainkan juga di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Pola pelanggaran atas hak kebebasan beragama dan berkeyakinan juga menimpa kalangan masyarakat adat dan penganut kepercayaan. Tindakan-tindakan represif ditujukan kepada penganut kepercayaan Kejawen (Kepercayaan terhadap Tuhan YME), di mana hak mereka untuk mendapatkan kewarganegaraan dipersulit oleh pemerintah seperti kejadian di Kab Cilacap (Jawa Tengah). Akibat tidak memperoleh surat kelahiran, para penganut Kejawen itu tidak bisa menikmati hak atas pendidikan dan akses ke dunia pekerjaan. Kasus tersebut sama persis dengan kasus yang menimpa masyarakat Karuhunan Sunda di Kab. Kuningan. Identitas kultural mereka tidak diakui pemerintah, seperti identitas kewarganegaraan dan kelahiran, sehingga akses mereka ke dunia pendidikan dan pekerjaan terbatas. Ini juga merupakan bentuk diskriminasi atas penganut kepercayaan sehingga terjadi pembatasan untuk menikmati dan pengakuan kebebasan beragama. Pola dan aksi represif juga terjadi di kalangan masyarakat adat yang mempunyai kepercayaan sendiri. Bentuknya adalah tidak adanya pengakuan terhadap kepercayaan yang mereka anut sekaligus perlakuan diskriminatif dalam pemenuhan hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan. Pola represif sengaja dipakai agar masayarakat adat tidak menggunakan kepercayaan dan memaksa untuk beralih kepercayaan. Pola-pola ini terjadi di daerah yang masyarakat adat hidup. Pada kasus di Sulawesi Tengah (Palu), aparat penegak hukum melakukan aksi represif terhadap masyarakat adat Madi. Aksi tersebut dilanjutkan dengan tindakan pemutarbalikan opini seolah-olah Madi merupakan kelompok sesat dan mengajarkan ritual-ritual berbahaya. Dari kasus-kasus pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan itu terlihat jelas adanya intervensi negara atas hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan di Indonesia. Padahal di dalam Hak Sipol ada istilah obligasi negatif, yaitu negara tidak boleh melakukan intervensi dalam upaya pemenuhan, penghormatan dan pemajuan tersebut. Sifat liberal melekat dalam Hak Sipol, penekanannya ada pada individu sebagai manusia yang mempunyai derajat dan hak yang sama sejak lahir.

Kaitannya dengan kebebasan beragama dan kepercayaan, eksistensi Departemen Agama dan Badan Pengendalian Kepercayaan di lembaga Kejaksaan harus dihilangkan karena sudah tidak relevan lagi dengan prinsip obligasi negatif dari negara di dalam Hak Sipol. Pada pihak lain , aparat penegak hukum (terutama kepolisian) harus bersikap responsif dan proaktif ketika pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan terjadi bahkan ketika masih berupa potensi, atau dengan kata lain, tidak boleh terjadi diskriminasi dalam penegakan hukum. Pencabutan berbagai aturan mulai dari UU hingga Perda yang bersifat diskriminatif atas pengakuan, pemenuhan dan pemikmatan hak atas kebebasan beragama dan kepercayaan harus menjadi prioritas agenda parlemen dan pemerintah. Pemerintah juga harus menghapuskan tindakan-tindakannya yang diskriminatif terhadap kebebasan hak atas agama dan kepercayaan yang menghalangi pemenuhan dan pengakuan hak tersebut. Dan yang lebih penting adalah keharusan adanya perubahan paradigma tentang kebebasan beragama dan kepercayaan. Perlu diketahui bahwa selama ini pemikiran negara bersifat inklusif , yang hanya mengakui enam agama resmi, sehingga terlalu sering menimbulkan konflik. Sesuai dengan komitmen penandatangannan ratifikasi Kovenan Hak Sipol, paradigma negara atas kebebasan beragama dan kepercayaan harus berubah, dengan keharusan meletakkan prinsip pluralisme dalam setiap kebijakan negara. Pluralisme diartikan sebagai pandangan yang mengakui keragaman agama dan kepercayaan, dan tidak ada pembatasan dalam pengakuan agama dan kepercayaan. Prinsip pluralisme ini akan merekatkan kebangsaan. Tanpa pluralisme jangan mengharapkan Indonesia bisa tumbuh menjadi bangsa yang besar. LBH Jakarta memandang bahwa tanpa pluralisme maka kehancuran bangsa hanya tinggal menunggu waktu.

Kasus Pelanggaran Hak Beragama dan Berkeyakinan No Kasus 1. Pemboman Gereja Immanuel, Kec. Palu Timur, Sulteng 2 Penembakan Gereja Jemaat Anugerah, Jl. Tanjung Manimbaya 3 Penutupan Gereja Gerekan Pantekosta, Ds. Tawali, Kec. Cikalong Wetan, Bandung 4 Penutupan Gereja Kristen Pasundan, Bandung 5 Penutupan tempat pembinaan iman Gereja Isa Almasih, Karangkoto, Lec. Genuk, Semarang 6 Penutupan Gereja Sidang Jemaat Allah (GSJA) dan Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Bandung 7 Penutupan Gereja Kristen Kemah Daud, Kp. Warung Mekar, Ds. Bungursari, Purwakarta 8 Penutupan Gereja Anglikan, Bandung 9 Penutupan Gereja Sidang Pantekosta, Kel. Tani Mulya, Kec. Ngamprah Bandung 10 Penutupan Gereja Pantekosta, Kel. Tani Mulya, Kec. Ngamprah Bandung 11 Penutupan Sidang Gereja Pantekosta, Kel. Tani Mulya, Kec. Ngamprah Bandung 12 Penutupan GKI Anugerah, Kel. Tani Mulya, Kec. Ngamprah Bandung 13. Penyerangan dan penutupan Gereja Bethel Injil Sepenuh, Kel. Tani Mulya, Kec. Ngamprah Bandung 14 Penutupan Gereja Kristen Pantekosta, Bandung 15 Penutupan Gereja Kristen Pantekosta Citeurep 16 Penutupan rumah milik Pdt. Syarif Hidayatullah yang juga berfungsi sebagai gereja, Grogol, Sukoharjo 17 18 19 Masjid dan Rumah Missi dihancurkan hingga rata dengan tanah, Sintang, Kalbar Masjid dihancurkan hingga rata dengan tanah, Cenae, Kab. Wajo, Sulsel Demo dan ancaman penyerbuan Waktu 12 Desember 2004 12 Desember 2004 21 Februari 2005 14 April 2005 16 Juli 2005 Pelaku 2 orang pengendara motor 2 orang pengendara motor Muspika Kec. Cikalong Wetan Massa Camat Sumber Rm. Ismartono, SJ Idem Idem Idem Idem

27 Juli 2005

Muspika

Idem

7 Agustus 2005

Camat atas desakan FPI Massa

Idem

14 Agustus 2005

Idem Idem Idem Idem Idem Idem

22 Agustus 2005 Agustus 2005 5 September 2005

Massa Massa Massa, KUIS (gabungan Majelis Mujahidin Indonesia dan Laskar Hizbullah)

Idem Idem Idem

18 Februari 2005 20 Juni 2005 8 Juli 2005 Dipimpin oleh:

JAI Idem Idem

20

21

22 23 24 25

26 27

Kampus Mubarak jika Ahmadiyah tidak mengosongkan kegiatan dalam 7X24 jam dan tidak menghentikan kegiatan Pertemuan Tahunan (Jalsah) dalam waktu 1X24 jam Penyerbuan Kampus Mubarak (perusakan gerbang, mobil, pelemparan batu terhadap warga Ahmadiyah hingga 16 orang lukaluka) Penyerbuan Kampus Mubarak II (Pengusiran paksa Anggota Ahmadiyah, perusakan gedunggedung, pembakaran Sepeda Motor, perusakan papan nama oleh Polisi Pamongpraja, pengrusakan serta penjarahan rumah 2 warga Ahmadiyah) Pemalangan/penutupan paksa mesjid di Cisalada, Kab. Bogor, Jabar Penghancuran mesjid di Ciaruteun, Kab. Bogor, Jabar Pemalangan/penutupan paksa 8 mesjid, mushala di Kuningan, Jawa Barat Warga Ahmadiyah 'dipaksa masuk Islam' dengan ancaman Golok di leher, Cisurupan, Kab. Garut Perusakan masjid dan rumah anggota Ahmadiyah, Cijati, Cianjur Perusakan masjid dan rumah anggota Ahmadiyah, di Sadasari, Majalengka

Abdurrahman Assegaf dan Amin Djamaludin

9 Juli 2005

Massa LPPI

FPI

&

Idem

15 Juli 2005

Massa LPPI

FPI

&

Idem

21 Juli 2005 27 Juli 2005 29 Juli 2005 30 Juli 2005 Satpol Pemda Kuningan

Idem Idem Idem Idem

6 Agustus 2005 19 Agustus 2005

Idem Idem

7. FAIR TRIAL
Hak atas fair trial (peradilan yang adil dan tidak memihak) merupakan sebuah norma dalam hukum HAM internasional yang dirancang untuk melindungi individu dari pembatasan yang tidak sah dan sewenang-wenang atau perampasan atas hak-hak dasar dan kebebasan-kebebasan lainnya. Jaminan atas fair trial diatur di dalam pasal 14 Perjanjian Internasional tentang Hak Sipil dan Politik yang berbunyi : Semua orang sama di hadapan pengadilan dan badan pengadilan. Dalam menentukan tuduhan pidana terhadapnya, atau dalam menentukan segala hak dan kewajibannya dalam suatu gugatan, setiap orang berhak atas pemeriksaan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang berwenang, mandiri dan tidak berpihak dan yang dibentuk menurut hukum Fair trial tidak hanya melihat keberkeadilan dalam proses persidangan, melainkan juga menilai proses penyelidikan dan penyidikan yang mendahului proses persidangan maupun pasca persidangan. Proses penangkapan, penahanan terhadap tersangka/terdakwa harus dilakukan berdasarkan ketentuan di dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan juga mengindahkan ketentuan-ketentuan di dalam HAM. Dalam kasus Ican, dutemukan fakta bahwa korban ditangkap atas tuduhan turut serta melakukan pembunuhan. Korban dipukuli dan dipaksa mengaku oleh polisi dan dipaksa menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP) sesuai keinginan polisi, yaitu berisi pengakuan turut serta dalam aksi pembunuhan. Karena diancam akhirnya korban menandatangani BAP. Dalam proses hukum ini terjadi pelanggaran terhadap ketentuan di dalam KUHAP, yaitu pasal 52 KUHAP yang berbunyi: dalam pemeriksaan pada tingkat penyidikan dan pengadilan, tersangka atau terdakwa berhak memberikan keterangan secara bebas kepada penyidik atau hakim. Walaupun secara kelembagaan institusi Kepolisian telah dipisahkan dari Tentara Nasional Indonesia

dengan diundangkannya UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian dengan tujuan agar watak kepolisian yang militeristik berubah menjadi lembaga yang berwatak sipil dan professional, pola-pola dan cara-cara kekerasan masih selalu dilakukan untuk mendapatkan pengakuan tersangka/terdakwa (lebih lanjut lihat : torture). Kasus yang sering terjadi ketika tersangka/terdakwa ditangkap/ditahan adalah bahwa aparat kepolisian memperlakukan tersangka/terdakwa sebagai orang yang bersalah sehingga hak-haknya sebagai manusia tidak diberikan, seperti berhak didampingi penasihat hukum, berhak menghubungi dan menerima kunjungan dokter pribadi untuk kepentingan kesehatan, berhak dikunjungi keluarganya. Asas praduga tak bersalah tidak hanya harus diberlakukan di dalam proses penyidikan di lingkungan kepolisian saja, melainkan juga harus diberlakukan pula di dalam proses pengadilan (persidangan). Dalam kasus Ican, pelaku utama memberikan kesaksian dalam persidangan bahwa Ican tidak terlibat dalam kasus pembunuhan. Pernyataan ini juga telah disampaikan pada tingkat penyidikan, namun polisi menolak dan menyuruh menggunakan BAP yang sama dengan korban. Dari kasus ini terlihat aparat kepolisian dan majelis hakim yang memeriksa perkara ini tidak menggunakan asas praduga tak bersalah sehingga kesaksian pelaku utama kasus ini tidak dipertimbangkan dalam memeriksa kasus ini. Majelis hakim mempunyai persepsi sendiri bahwa orang yang telah disidik oleh polisi pasti telah melakukan kejahatan dan tidak mempercayai saksi (pelaku utama) karena dia adalah tersangka/terdakwa yang telah distigma sebagai orang yang tidak bisa dipercaya. Tindakan aparat penegak hukum ini telah melanggar ketentuan di dalam pasal 14 (2) Perjanjian Internasional tentang Hak-hak Sipil dan Politik, 1976, Setiap orang yang didakwa melakukan satu tindak pidana punya hak untuk dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan bersalah menurut hukum. Satu kriteria yang paling penting dalam mengevaluasi fair tidaknya suatu persidangan adalah ketaatan untuk mengikuti prinsip kesetaraan kekuasaan (equality of arms) antara pihak pembela dan pihak penuntut dari suatu persidangan yang fair. Kesetaraan kekuasaan ini harus ditaati dalam seluruh persidangan. Artinya kedua pihak diperlukan dalam suatu keadaan yang menjamin posisi mereka yang sama secara prosedural selama suatu persidangan berlangsung.26 Dalam proses persidangan, hakim, jaksa dan pengacara memiliki hak yang sama dalam mengajukan pertanyaan kepada terdakwa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Dalam kasus Buyat, hakim telah berpihak kepada kepentingan penggugat (P.T. Newmont) dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menjebak dan mengiring korban. Keberatan-keberatan yang diajukan pengacara tidak diindahkan hakim sehingga pengacaramelakukan aksi walk out (WO) dari persidangan. Dalam kasus ini hakim yang mempunyai kekuasaan yang besar untuk mengarahkan jalannya persidangan berpihak pada salah satu pihak yang berperkara dan membatasi kewenangan dari pengacara.

. Tabel Pelanggaran Fair Trial

26

Seri Revisi KUHAP, Fair Trail Prinsip-prinsip Peradilan yang adil dan tidak memihak, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997, hlm. 17.

N O 1

NAMA ISU KORBAN / KASUS HDW

PARA PIHAK Korban Pelaku Polres Jaksel Ibu Nur (Istri Jaksa) Polres __ PT. RTP, dkk (7 perusahaan)

KRONOLOGIS

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Mendesak kepolisian untuk menindaklanjuti kasusnya

HAMBATAN DALAM PENANGANA N

Laporan tidak Harold ditindaklanjuti DW

Laporan korban tentang penggelapan sertifikat tanah ke polisi sejak September 2003 tidak ditindaklanjuti

Kriminalisasi

Kandy

Korban dilaporkan ke Pendampingan kepolisian dengan dalih penggelapan Laptop perusahaan setelah ia meminta perusahaan melaksanakan semua kewajiban hukum terhadapnya. Saat ini kasus tersebut telah di putus dan korban dinyatakan bebas. Korban melaporkan dugaan korupsi ke kejaksaan, KPK dll tapi sudah 7 bulan tidak ada perkembangan CMNP balik melaporkan korban ke polisi dengan tuduhan pencemaran nama baik dan korban segera dipanggil polisi dan di BAPsebagai saksi Korban membuat pernyataan ampun di media

3.

Jan Malik

Kriminalisasi

1 orang

Polda Metro Jaya CMNP

4.

Anak jalanan rumah kita HM Baskoro

Hak atas rumah

17 orang

Kepolisian Polresta Bogor Polsek Limo

Upah

1 orang

Laporan korban, karena diusir secara sewenang-wenang dari rumah yang mereka sewa, ditolak oleh kepolisian Polresta Bogor Laporan korban ke kepolisian, karena diusir dari rumah yang ditempatinya serta dirusak, tidak ditindaklanjuti Laporan korban tentang penggelapan jamsostek yang dilakukan oleh manajemen, di SP3 dengan alasan perkara perdata Laporan korban tentang dugaan korupsi atas dana pensiun, tidak ditindaklanjuti Korban terdakwa dalam tindak pidana perikanan tapi di sidang dengan KUHAP, hingga harus menjalani masa tahanan dan persidangan yang lebih panjang Korban ditangkap dan diputuskan bersalah atas tuduhan turut serta melakukan pembunuhan, walau pelaku utama telah menyatakan korban tidak ikut melakukan

Surat protes atas sikap polisi yang menolak menerima pengaduan. Desakan ke Kapolsek Limo untuk segera menindak lanjuti laporan korban Desak polda untuk cabut SP 3 Pengumpulan data-data baru Surat untuk mendesak polisi menindaklanjuti Laporan ke Pengadilan Tinggi, Ombudsman, Komnas HAM, dan MA Investigasi

SPHI (1)

SP3

1062 orang

Polda Metro Jaya

7 8

SPHI (2) Warasdi

Korupsi dana pensiun Penerapan hukum yag salah

250 orang 1 orang

Kejaksaan Agung Pengadilan Negeri Jakarta Utara Polres Bekasi PN Bekasi

9.

Ican

Salah tangkap dan peradilan sesat

1 orang

10

BK

Viktimisasi

1 orang

Polres Pusat Korban perkosaan yang Pendampingan melaporkan kasusnya dituduh penyidik melakukan perbuatan atas dasar suka sama suka dan berselingkuh. Penyidik juga mengajukan pertanyaan yang menyudutkan Majelis Hakim PN Manado Ketua PN Menado Persidangan gugatan perdata PT NMR melawan pembuat artikel tentang pencemaran yang dilakukan NMR., penuh dengan unfair trial seperti jadwal persidangan yang tidak diberitahukan, pertanyaan yang menjebak dan menggiring korban Bersama koalisi menyurati MA, Ketua PN Manado, serta melakukan protes dan meminta Majelis Hakim diganti

11

Buyat

Peradilan yang tidak berimbang

Dr. Rignolda

12

Satin, dkk

Laporan tidak ditindaklanjuti

Polda

13

Imam Mat Djufri dkk,

Laporan tidak ditindaklanjuti

3 orang

Polda Metro Jaya Trantib

Korban dilaporkan ke polisi Lapor Peradi dengan tuduhan pencemaran Desak Polda nama baik oleh pengacaranya karena korban hendak mencabut kuasa karena beberapa kali dibohongi. K melapor balik atas tuduhan tindak penipuan tetapi tidak ada perkembangan Laporan tentang penganiayaan yang dilakukan trantib saat melakukan penggusuran tidak ada tindak lanjut

14.

Ir. Buyung Hazairin

Laporan tidak ditindaklanjuti

1 orang

Polres Jakpus Polda Metro Jaya

Korban dilaporkan ke Polres Jakpus atas tuduhan penggelapan dan pencurian karena menyimpan sertifikat tanah milik saudaranya dan baru akan memberi bila uangnya dikembalikan. Korban dimintai sejumlah uang Korban melaporkan balik dengan tuduhan keterangan palsu dan tidak ditindaklanjuti. 3 kapal nelayan tradisional ditangkap oleh PANGMATIM TNI AL di Kota Bru Kalimantan Barat. 28 awak kapal termasuk nakhoda dan mekanik mesin ditahan lebih dari masa penahanan kepolisian. Korban berdemonstrasi menolak perpress 36 tahun 2005 di depan istana negara. Dalam proses penangkapan korban dipukul oleh aparat

Surat protes ke Polres Jakpus. Melaporkan polisi pemeriksa ke provost Polda Metro Jaya

15

Serikat nelayan Tradisional indramayu

Penahanan sewenangwenang

32 awak kapal

PANGMA TIM

16

Gammulya dkk

Brutalitas Polisi (Police Brutalitiy)

2 orang

Polres Jakpus

Bersama SNT Jakarta berdemonstrasi di depan Istana negara, Dewan Perikanan dan Kelautan dan PANGMABAR TNI AL Akhirnya 2 minggu kemudian mereka dibebaskan. Pendampingan di kepolisian Pengaduan ke Komnas HAM.

17

SBTPI

Penangkapan sewenangwenang

Pengurus SBTPI

Polres Jakut

18

STT

Aparat tidak berperspektif gender

1 orang

Polres Bekasi

19

Mul

Mafia peradilan

176 orang

PN Jakarta Utara

SP yang sedang mengadvokasi Pendampingan anggotanya yang di PHK dengan melakukan aksi demonstrasi di tangkap dengan paksa hingga baju yang dipakai robek-robek, dan beberapa aktifis bahkan di pukul oleh polisi Polisi tidak memasukkan Pendampingan laporan pencabulan anak 4 tahun ke bagian RPK dan menolak menggunakan UU PKDRT&UU Perlindungan Anak Korban dimintai uang berkali- Konsultasi berjalan kali untuk eksekusi putusan P4P. Korban akhirnya membayar agar bisa mendapat haknya Laporan korban tentang penyekapan/perampasan kemerdekaan yang dilakukan pihak perusahaan ke Polda dicatat sebagai fitnah dan perbuatan tidak menyenangkan Mendesak tambahan pasal tentang perampasan kemerdekaan Track record penyidik tidak baik, yaitu pernah menangani kasus lain yang pelakunya sama yaitu grup M namun kasus di SP3-kan

20

FH

Keterangan pelapor dan saksi yang tidak ditanggapi

30 orang

Polda Metro Jaya

21

Byt

Laporan tidak ditindaklanjuti

75 orang

Mabes Polri

Laporan warga pada Agustus Pendampingan 2004 ke Mabes Polri terhadap Menkes, Menteri ESDM, Menteri LH dengan tuduhan pencemaran nama baik tidak ada tindak lanjut hingga saat ini Laporan SM, mewakili Tim Terpadu yang melakukan penelitian pencemaran Teluk Buyat, terhadap Menteri LH dan PT. NMR karena memberikan informasi palsu tidak ada tindak lanjut dari kepolisian Pengaduan KDRT tidak langsung diterima karena polisi berpendapat masalah bisa diselesaikan secara perdata Laporan ke Polres dan Mabes Polri tentang perusakan sekretariat hanya ditindaklanjuti tentang penyewaan rumah sedangakn untuk pengrusakan tidak ditindaklanjuti Pendampingan

22

Byt

Laporan tidak ditindaklanjuti

75 orang

Mabes Polri

23

Rina Huriawati

24

GSPMII

1 orang Laporan tidak diterima Aparat tidak berperspektif gender Laporan tidak ditindaklanjuti

Pendampingan

Polres Bekasi Mabes Polri

25

Omang dan Caman

Kriminalisasi

2 orang

Polres Tigaraksa

26

PKL Taman Surya

Penyelewengan laporan

265 orang

Polsek Kali deres

Unjuk rasa penolakan perubahan status desa menjadi kelurahan Dadap disusupi massa desa lain yang melakukan kekerasan, akhirnya terjadi penangkapan dengan tuduhan penghinaan terhadap pemerintah Laporan atas penyerangan dan pembakaran lapak PKL tidak memasukkan data adanya keterlibatan polisi dalam bentuk pembiaran

Pendampingan di Kepolisian

Pendampingan di Kepolisian

8. KORUPSI
Bagi semua kebenaran baru, atau pembaruan kebenaran-kebenaran lama, pastilah seperti diatas Perahu Nabi Nuh antara dunia yang telah hancur dan dunia yang akan diperbarui. Burung gagak harus dilepaskan lebih dahulu sebelum burung merpati, dan perdebatan seru menyeramkan harus mendahului perdamaian dan kalung buah zaitun. Samuel Taylor Coleridge27 Kisah sukses Indonesia sebagai bangsa yang korup belum berakhir. Hasil survei terbaru yang dilakukan Political and Economic Risk Consultancy Ltd (PERC), dan diumumkan di Singapura, Senin, 5 Desember 2005 menunjukkan bahwa Indonesia masih dianggap sebagai negara yang paling korup di Asia. Dari hasil survei yang dilakukan terhadap 96 eksekutif di 12 negara Asia itu, Indonesia memperoleh skor 9,44 (dari skala 10, dengan 0 paling bersih dan 10 paling korup). Singapura menempati posisi tertinggi dengan skor 0,89, disusul Hong Kong dengan 1,22. Urutan berikutnya adalah Korea Selatan, Malaysia, Taiwan, Thailand, Cina, India, Filipina, dan Vietnam. Menurut PERC, korupsi masih menjadi halangan terbesar bagi masuknya investor luar negeri di Idonesia. Bahkan jika dibandingkan hasil survei PERC pada 2004, skor Indonesia pada 2005 melanglami kenaikan karena saat itu skor yang dicapai Indonesia adalah 9,25 poin. Untuk tingkat dunia, pada 2004 Indonesia, bersama Kenya, berada pada peringkat ke-6 atau rangking ke 122 negara-negara terkorup dunia dari 133 negara yang masuk dalam indeks persepsi korupsi (IPK) yang dirilis Transparrency International (TI). Nilai IPK Indonesia saat itu adalah 1,9 dari rentang nilai 1-10 atau naik kelas satu tingkat dibandingkan tahun sebelumnya, yakni peringkat ke-5. Kisah sukses sebuah puak yang miskin, terjerat utang, birokrasi yang bobrok dan lembaga peradilan yang menjadi supermarket keadilan terus menjadi pembicaraan masyarakat yang sedang mengalami kesulitan ekonomi, apalagi setelah diberlakukannya kebijakan penaikan harga BBM pada akhir 2005 ini. Misalnya kasus dugaan korupsi di lembaga penyelenggara pemilu (KPU), yang selalu menjadi berita utama di media lokal maupun nasional. Kasus Dana Abadi Umat (DAU) yang menyeret mantan Menteri Agama, dan berbagai pejabat lainnya. Dua kasus besar ini telah mensyahihkan anggapan tentang korupsi sistemik atau bahkan transistemik 28 juga korupsi berjamaah. Dua kasus di atas pula telah memberikan fakta bahwa korupsi telah begitu kronis dan menyerupai misteri gunung es. Dan hal itu juga menunjukkan birokrasi pemerintahan telah begitu bobrok. Dan yang paling tragis adalah keterlibatan lembaga yang seharusnya menjadi pengawas justru menjadi bagian dari pelaku korupsi itu sendiri. Namun dengan dua kasus tersebut kita juga patut bersyukur, kinerja para aparat penegak hukum, munculnya KPK dan TIMTAS TIPIKOR setidak-tidaknya telah menjadi secangkir kopi pagi yang memberikan harapan baru bagi Indonesia yang bersih dari korupsi, sekalipun masih banyak kasus korupsi yang belum terungkap apalagi diproses hingga ke pengadilan, terutama kasus BLBI yang merampok uang negara triliunan rupiah. Pengaduan Kasus ke LBH Jakarta Selama 2005 LBH Jakarta mendapatkan pengaduan dari masyarakat terkait dugaan korupsi sebanyak 7 (tujuh) kasus. Dari kasus tersebut didapati modus praktik atau tindak korupsi yang berlangsung secara sistemik, atau melibatkan berbagai pihak. Beberapa kasus sudah diserahkan ke lembaga penegak hukum (seperti dugaan korupsi di KPU, CMNP) dan beberapa kasus masih dalam proses investigasi berlanjut.

27 28

The Writing on the Wall: Peace at the Berlin Wall oleh Terry Tillman yang dikutip oleh Jeremy Pope dalam Strategi Memberantas Korupsi hal. 3. Karena melibatkan banyak lembaga dan berbagai system social dan struktur birokrasi dan masyarakat transistemik Artinya, korupsi terdapat dalam semua system socialfeodalisme,kapitalisme,komunisme,dan sosialisme. (Syed Hussei Alatas 1990, Corruption: Its Nature, Causes and Functions (Aldershot, Surrey), Hal. 11 yang dikutip oleh Jerremy Pope dalam Strategi Memberantas Korupsi , 2003 hal. 4

Bahkan dalam kasus KPU yang akhirnya terkuak dengan terbongkarnya kasus suap anggota KPU Mulyana W. Kusuma terhadap pegawai BPK Khairiansyah Salman telah memberikan dampak yang sangat besar bagi pembongkaran kasus-kasus serupa (KPUD) di berbagai daerah. Sekalipun perbuatan yang memalukan dan melanggar HAM itu selalu terjadi di semua proses birokrasi negara, kasus suap yang sebenarnya hampir nyaris tak pernah diungkap apalagi diproses secara hukum, sebagaimana diungkapkan ahli hukum John T. Noonan, Jr: meskipun suap itu sama tuanya dengan pemerintahan, itu bukan karena suap tersebut disetujui dalam kebudayaan-kebudayaan tertentu. suap itu secara universal dianggap memalukan.29 Kasus-kasus yang masuk ke LBH Jakarta menampakkan diri bahwa korupsi sangat terkait secara silang-sengkrut dalam struktur birokrasi sekaligus sitemik dan dalam hal transaksi ekonomi di lembaga-lembaga keuangan. Sisi lain yang cukup menarik adalah pada 2005 LBH Jakarta mendapati pengaduan kasus korupsi yang sebelumnya (pada 2004) nyaris tidak ada. Fakta dan hasil analisis atas kasuskasus tersebut memberikan gambaran bahwa rentannya para pengadu kasus dugaan korupsi atas teror, intimidasi, bahkan kriminaliasi yang justru menjadikannya tersangka baru berkait pengungkapan kasus dugaan korupsi tersebut, telah menjadi alasan yang kuat bagi para klien LBH untuk mendapatkan perlindungan dan pendampingan hukum dari LBH Jakarta. Suarat Edaran Mabes Polri dan Perlindungan terhadap Saksi dan Pelapor Meskipun telah banyak aktivis antikorupsi menjadi korban setelah mengungkap kasus-kasus perampokan uang negara, harapan banyak pihak untuk disegerakannya pengesahan RUU tentang Perlindungan Saksi hingga kini tidak kunjung terpenuhi. Beberapa wakt lalu, sebagian orang mungkin masih ingat Endin Wahyudin yang justru menjadi tersangka dalam kasus pencemaran nama baik karena membongkar permaianan suap di Mahkamah Agung (MA). Selain Endin, telah banyak aktivis antikorupsi menjadi bulan-bulanan kepolisian justru karena membongkar dugaan korupsi, tanpa keculi para aktivis dari Koalisi LSM Pemilu Bersih dan Berkualitas, koalisi yang juga melibatkan LBH Jakarta. Karena mengungkap dugaan korupsi di KPU LBH Jakarta juga harus menghadapi proses di Polda Metro Jaya. Berbagai desakan yang terus dilakukan berbagai pihak terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menerapkan kewenangannya berdasarkan UU NO. 31 Tahun 1999 akhirnya membuat KPK tergerak. KPK kemudian meminta Kapolri memberikan perlindungan kepada para aktivis maupun warga masyarakat yang mengungkapkan adanya tindak pidana korupsi. Berdasarkan permintaan KPK itu Kapolri melalui Badan reserse Kriminal Mabes Polri mengeluarkan surat edaran (SE) dan mengirimkannya ke semua kapolda di Indonesia tentang permohonan perlindungan saksi/- pelapor tertanggal 7 maret 2005 dengan No. Pol : B/345/III/2005/Bareskrim. Dalam SE tersebut muncul perumusan yang berbunyi: . mengutamakan penyelidikan dan penyidikan kasus dugaan korupsi, mengesampingkan kasus pencemaran nama baik yang muncul akibat melaporkan dugaan korupsi. Dengan adanya SE tersebut setidak-tidaknya muncul nuansa baru dalam agenda bersama memberantas korupsi. Dan menjadi pelindungantara sebelum disahkanya RUU Perlindungan saksi yang sudah masuk Prolegnas. Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi atau Konvensi Antikorupsi Pada 9-11 Desember 2003 telah ditandatangi Konvensi PBB tentang Pemberantasan Korupsi di Mexico dan salah satu penadatngannya adalah Indonesia. Dengan penandatanganan konsvensi tersebut, maka kerjasama antarbangsa untuk memberantas korupsi menjadi lebih mudah dan terwadahi, yakni dalam hal saling berbagi informasi dan kemudahan terhadap penangkapan pelaku yang melarikan diri serta penyitaan harta yang disimpan pelaku korupsi di luar negeri. Dan dengan ditandatanganinya konvensi antikorupsi oleh Indonesia itu bearti Indonesia harus serius memberantas korupsi agar tidak diberikan sanksi oleh dunia internasional.

29

John T. Noonan, Jr., Bribes (New York : Macmillan, 1984), 702-703. yang dikutip oleh Robert Klitgaard dalam Membasmi Korupsi, 2001.

Beberapa hal yang cukup penting yang ada dalam konvensi antikorupsi ini adalah perkara pembekuan dan penyitaan serta pengembalian harta benda hasil korupsi di sektor publik maupun swasta.. Namun berbagai fakta dengan merujuk pada hasil survei TI dan PERC maupun fakta-fakta yang hadir di depan mata secara telanjang, jelas membuat bangsa ini memilik PR besar tentang implementasi atas isi konvensi antikorupsi tersebut. Misalnya, pembuatan perangkat hukum yang sesuai dengan standar internasional atau konvensi antikorupsi tersebut. Hal ini jelas sangat berkaitan dengan political will pemerintah serta dorongan dari masyarakat sendiri. Artinya masih banyak kerja besar yang harus terus dilakukan sementara bangsa ini masih harus terus bertarung dengan waktu maupun suasana, yakni mentalitas masyarakat untuk berani melawan meratanya praktik korupsi di semua lapisan dan mendarahdagingnya mental korup juga di semua lapisan kehidupan. Tabel Kasus Dugaan Korupsi

N O 1

NAMA ISU KORBAN / KASUS Penggelapan pajak Korupsi

PARA PIHAK Korban Pelaku Publik PT. Rukun Tri Pilar, dkk (7 perusahaan)

KRONOLOGIS

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN Surat tindak lanjut laporan

Dugaan penggelapan pajak yang dilakukan oleh PT RTP cs (7 perusahaan). Hal ini telah dilaporkan oleh seorang mantan karyawan ke berbagai instansi (Dirjen Pajak, Kejagung, Mabes POLRI).

HAMBATAN DALAM PENANGANA N PPNS lambat bertindak dan salah pengertian atas data yang berpengaruh pada metode penyelidikan.

2. 3. 4.

SPHI Korupsi KPU T

Dugaan korupsi Dugaan korupsi KPU Mark up dan tanpa tender Normalisasi Sungai

Publik Publik Publlik

Manajemen Penggelapan dana pensiun di Kejaksaan agung HI Lembaga BUMN KPU Mark up dan pengadaan Dalam proses barang dan jasa publik tanpa pengadilan tender Pemda DKI Terjadi mark up anggaran dan Pengumpulan bukti pengadaan barang dan jasa publik tanpa melalui tender terbuka.

5.

Mark Up dan pemalsuan dokumen

Publlik

Kepala Terjadi mark up dan pemalsuan Pengumpulan buktiPusat dokumen pengadaan barang di bukti Bimbingan Pusat Bimbingan Kerohanian Kerohanian (PUSBINR OH) DKI Jakarta tahun 2002 Droso Tukar menukar NCD yang Pendampingan di phila dikeluarkan unibank antar kepolisian CMNP dengan Drosophila Pelaporan ke PT. melalui perantara PT. Bhakti KPK Bhakti yang mengakibatkan Investama CMNP rugi sebesar 92 M berdasarkan hasil audit CMNP juga rugi 28 milyar karena NCD itu tidak dapat dicairkan karena penerbitannya tidak sesuai dengan SEMA BI dan diduga bodong Negara akan rugi kembali bila gugatan CMNP (yang sahamnya telah diambil PT. Bhakti Investama) untuk dapat mencairkan NCD dikabulkan oleh MA Camat Beberapa pedagang yang Pendampingan Jatinegara sedang dalam proses digusur pernah melihat Camat Jatinegara menemui manajemen Jatinegara dan menerima amplop dari Manajemen JP Sikap tertutup pemerintah menyulitkan pemantauan kasus.

Korupsi di CMNP

Korupsi

Publlik

PKL Jatinegara

Dugaan suap

Publlik

IPDN

Percaloan

La Ode Depdagri Muhamma IPDN d Faisal

Korban sudah kuliah di Klarifikasi ke Rektor IPDN selama 3 bulan IPDN setelah dinyatakan lulus dalam tahapan seleksi penerimaan calon praja ketika disuruh keluar dengan alasan tidak ada formasi Kemudian ada orang yang menggantikan posisi korban padahal orang tersebut tidak pernah dinyatakan lulus dalam proses seleksi di IPDN

9. HAK UNTUK TIDAK DISIKSA, PERLAKUAN ATAU HUKUMAN KEJI, TIDAK MANUSIAWI DAN MERENDAHKAN MARTABAT
Sungguh amat mengerikan, ketika aparat hukum yang seharusnya menjamin keselamatan seorang warga justru menjadi pelaku tindak penyiksaan pada saat dia sedang menjalankan tugasnya. Tindak penyiksaan dan perlakuan kejam, tidak manusiawi serta tidak bermartabat lainnya yang terjadi di kantor-kantor polisi masih terus menerus berlangsung sepanjang tahun 2005. Tujuh tahun telah berlalu sejak Indonesia meratifikasi Konvensi Antipenyiksaan atau The United Nations Convention Against Torture, and Other Cruel, Inhuman, or Degrading Treatment or Punishment (CAT) melalui UU No. 5 tahun 1998, namun tidak ada implementasi yang signifikan sebagaimana yang diwajibkan oleh konvensi tersebut. Pasal 2 dan pasal 4 dari CAT mewajibkan setiap negara peserta untuk melakukan upaya legislatif, yudikatif dan eksekutif yang efektif untuk mencegah terjadinya tindak penyiksaan dan menjamin tindakan tersebut dihukum melalui hukuman yang berat. Penilaian yang diberikan LBH Jakarta atas isu penyiksaan dari tahun ke tahun, mau tidak mau akan tetap sama pada akhirnya, karena tidak ada kemajuan berarti pada pemerintah, yakni Pemerintah tidak serius memenuhi kewajibannya untuk menghentikan penyiksaan! LBH Jakarta secara khusus melakukan advokasi baik melalui penanganan kasus, advokasi kebijakan dan legislasi, maupun pemantauan dan penelitian. Dalam penanganan kasus, LBH Jakarta mendampingi para korban penyiksaan untuk menuntut penegakan hukum maupun mendapatkan haknya sebagai korban atas pemulihan (victims right to reparation). Melalui advokasi kebijakan, LBH Jakarta terus mendesak mengenai perlunya aturan pidana yang dapat di-aplikasikan (applicable) untuk tindak penyiksaan. Selain itu LBH Jakarta juga terlibat aktif dalam pemantauan implementasi konvensi dan bersama-sama jaringan lain mempersiapkan laporan ke Komisi Menentang Penyiksaan PBB. Untuk mengetahui pola-pola tindak penyiksaan yang terjadi di Jakarta, LBH Jakarta juga melakukan penelitian melaui metode interview pada lembaga-lembaga pemasyarakatan, kemudian mengkaji hasil kesaksian dari para korban tersebut. Upaya menegakkan hukum tidak dapat dijadikan alasan bagi aparat penegak hukum untuk berbuat kejam dan tidak manusiawi. Tindakan-tindakan yang dilakukan pihak kepolisian terhadap seseorang, sebagaimana dialami korban SB yang dituduh terlibat aksi pencurian, berupa pentupan mata dengan lakban, diancam akan diseret menggunakan sepeda motor dan dilucuti pakaiannya di depan umum, merupakan salah satu bentuk pelanggaran hak untuk tidak disikisa dan diperlakukan secara kejam. Menurut KUHAP, pengakuan yang diperoleh melalui tindakan-tindakan tersebut tidak dapat dijadikan bukti hukum. Bahkan, pengakuan di bawah tekanan seperti itu dapat mengakibatkan kesalahan pemidanaan, sebagaimana kasus yang dialami korban In, yang dituduh turut terlibat dalam suatu kasus pembunuhan. Korban In harus dipidana akibat pengakuan yang diberikan di bawah siksaan dan tekanan. Sementara dalam persidangan, pelaku utama sempat mengaku bahwa korban tidak terlibat dalam kasus ini. Ia juga sempat mengemukakan kejadian yang sebenarnya ketika berada dalam pemeriksaan oleh kepolisian, tetapi polisi menolak dan menyuruhnya menggunakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang sama dengan korban, yang diperoleh di bawah tekanan. Saat ini LBH Jakarta masih mendalami kasus tersebut untuk memperoleh bukti-buktinya sebagai penunjang bagi upaya hukum selanjutnya. Selain contoh-contoh kasus di atas, hasil penelitian yang dilakukan LBH Jakarta (dalam proses publikasi) juga menambah panjang daftar ata kasus-kasus yang terjadi. Hal ini semakin menunjukkan bahwa tindak penyiksaan masih terus terjadi dan belum ada upaya pemerintah untuk menjadikan tindak penyiksaan ini sebagai kejahatan HAM yang harus dicegah dan diberikan hukum setimpal terhadap pelakunya. Sementara itu, dalam laporannya kepada Komisi menentang Penyiksaan PBB yang dikirimkan pada 2005 ini, pemerintah masih juga menyajikan hal-hal yang normatif berupa penjelasan tentang peraturan perundang-undangan di Indonesia. Padahal, fakta-fakta di lapangan menunjukkan bahwa kasus-kasus terus terjadi tanpa adanya tindakan hukum yang semestinya, namun tidak dilaporkan atau mungkin bahkan pemerintah tidak peduli akan adanya kasus-kasus tersebut. Oleh karena itu, dari seluruh kegiatan advokasi tersebut, LBH Jakarta mencatat hal-hal sebagai berikut:

1. Tidak ada upaya pemerintah untuk melakukan perubahan peraturan perundang-undangan untuk mencegah tindak penyiksaan dan membuat penyiksaan menjadi sebuah kejahatan yang harus diberi hukuman yang relevan sesuai dengan beratnya tingkat pelanggaran HAM tersebut. 2. Tidak ada upaya untuk membuat aturan-aturan prosedural yang memudahkan penegakan hukum terhadap tindak penyiksaan. Hal ini diperlukan mengingat bahwa pelaku tindak penyiksaan --sebagaimana dimaksudkan oleh konvensi anti penyiksaan-- dilakukan oleh pejabat publik atau pihak lain yang bertindak sebagaimana seorang aparat negara. 3. Tidak ada upaya signifikan dari penegak hukum untuk melakukan tindakan penegakan hukum yang nyata dan transparan atas tindakan-tindakan penyiksaan yang dilakukan aparat penegak hukum. 4. Belum ada upaya yang dilakukan pimpinan Kepolisian yang dapat memberikan perubahan dan pengaruh besar bagi jajarannya untuk mencegah terjadi tindak penyiksaan dalam penanganan perkara. 5. Belum adanya perubahan yang signifikan dalam mental dan perilaku aparat, sehingga peluang-peluang atas terjadinya tindak penyiksaan masih terbuka. 6. Secara umum, masih terlihat tidak adanya keseriusan pemerintah menjalani kewajiban-kewajibannya sebagaimana tercantum dalam konvensi menentang penyiksaan. Tabel Pelanggaran Hak untuk Tidak Disiksa, Perlakuan atau Hukuman yang Keji, Tidak Manusiawi dan Merendahkan Martabat

N O 1.

NAMA ISU KORBAN / KASUS Ican Torture

PARA PIHAK Korban Pelaku 1 orang Polisi Bekasi

KRONOLOGIS

UPAYA YANG TELAH DILAKUKAN

HAMBATAN DALAM PENANGANAN

Korban ditangkap atas tuduhan turut Investigasi serta melakukan pembunuhan, ia dipukuli dan dipaksa mengaku oleh polisi saat pemeriksaan Korban dituduh sebagai pencuri Investigasi kambuhan karena nama depannya sama Pra peradilan dengan pelaku. Saat diculik polisi, ia ditutup matanya, dipukul sembari dipaksa mengaku. Korban juga dibawa ke tempat saksi untuk dikenali dengan kondisi mengenakan celana dalam dan mata ditutup lakban Korban berdemonstrasi menolak perpress Pengaduan ke Komnas HAM. 36 tahun 2005 di depan istana negara. Dalam proses pemeriksaan korban dipukul oleh polisi Korban dituduh menggelapkan uang perusahan. Saat di Polsek dipukuli agar mengaku. Korban tidak ditahan dan saat ini bersembunyi. Korban diintimidasi hingga mencabut surat kuasa Aturan hukum tentang pra peradilan tidak berpihak pada korban

2.

SB

Torture

1 orang

Polda Metro Jaya

Gamulya, dkk NR

Torture

2 orang

Polres Jakpus

4.

Torture

1 orang

B. REKOMENDASI Melihat berbagai fakta dalam kondisi hukum dan HAM di atas, LBH Jakarta memberikan rekomendasi sebagai berikut: I. Pemerintah Pusat dan Daerah Memfasilitasi kebutuhan dasar rakyat : pekerjaan, perumahan, pendidikan Harmonisasi aturan hukum sesuai ratifikasi Kovenan Sipil Politik dan Ekosob Membuat kebijakan dengan melibatkan partisipasi penuh masyarakat, transparan dan sesuai prinsip HAM Birokrasi bersih dari KKN, melayani masyarakat Menghormati prinsip fairness dalam proses hukum dengan tidak melakukan intervensi proses peradilan dan menghormati hukum II. DPR 1. Harmonisasi aturan hukum sesuai ratifikasi Kovenan Sipil Politik dan Ekosob 2. Menjalankan fungsi-fungsinya (legislasi, pengawasan dan anggaran) dengan berpedoman pada prinsip-prinsip HAM demi kepentingan masyarakat luas terutama masyarakat miskin 3. Melibatkan partisipasi penuh masyarakat serta membuka akses seluas-luasnya bagi pengawasan masyarakat 4. Menciptakan kondisi internal DPR yang bebas dari KKN III. Aparat Penegak Hukum Penegakan hukum 1. MA Mengikis semangat semangat korps Hakim dan Hakim Agung yang resisten terhadap upaya pemberantasan Mafia Peradilan; Transparansi dalam proses pemberantasan mafia peradilan di internal pengadilan Reformasi internal, dimulai dengan rekrutmen hakim agung yang memiliki integritas tinggi, kapasitas intelektual, memiliki komitmen pada keadilan dan HAM serta berani memberantas mafia peradilan 2. Kejaksaan Agung Menghapuskan fungsi-fungsi pengawasan yang berimplikasi pada pembatasan hak sipil politik masyarakat seperti Tim Pengendalian Aliran Kepercayaan Menjalankan fungsi penyidikan dan penuntutan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip HAM Melakukan reformasi internal untuk mendukung pemberantasan mafia peradilan 3. Kepolisian RI Menjalankan fungsi penyidikan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip HAM Melakukan reformasi internal untuk mendukung pemberantasan mafia peradilan Menghilangkan budaya dan badan-badan yang bersifat militeristik IV. KPK Tidak melakukan diskriminasi dalam pembongkaran kasus-kasus korupsi Transparan dalam melakukan penegakan hukum V. Komisi Yudisial Menjaga integritas anggota-anggotanya Menjalin kerja sama yang lebih luas dengan masyarakat Mengawal reformasi MA sesuai dengan tugas dan wewenang VI. Masyarakat Tidak menggunakan pendekatan kekerasan dalam menyelesaikan konflik Menghormati keberagaman

Anda mungkin juga menyukai