Anda di halaman 1dari 127

Catatan Akhir Tahun 2009

Laporan Hukum dan HAM

SUMMUM IUS SUMMA INIURIA


“Siapa yang paling mendukung hukum adalah yang tidak adil”
The extreme law is the greatest injustice (Cicero)

LEMBAGA BANTUAN HUKUM (LBH) JAKARTA


Jl. Diponegoro No. 74 Jakarta
Telp. (021) 3145518 | Faks. (021) 3912377
e-mail : lbhjakarta@bantuanhukum.org
Website: www.bantuanhukum.org
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR __ 4
BAB I: PENDAHULUAN __ 6
A. LBH Jakarta dalam Lima Tahun Terakhir __ 6
B. Jenis dan Kecenderungan Kasus __7
B.1. Kasus Perburuhan __ 7
B.2. Kasus Pelanggaran Hak Sipil dan Politik __ 8
B.3. Kasus Perkotaan dan Masyarakat Urban __ 9
B.4. Kasus Perempuan dan Anak __ 9
B.5. Kasus Keluarga __10
B.6. Kasus Khusus __10
C. Profil Pengadu __11
C.1. Pendidikan Pengadu __ 11
C.2. Penghasilan Pengadu __ 12
C.3. Pekerjaan Pengadu __12
C.4. Tempat Tinggal Pengadu __13
C.5. Jenis Kelamin __ 14
D. Pengaduan online __ 15

BAB II: POLA PELANGGARAN HAK __ 16


1. Hak atas Pekerjaan __ 16
2. Hak atas Kebebasan Berserikat __ 28
3. Hak atas Kesehatan __ 31
4. Hak atas Perumahan __ 40
5. Hak atas Pendidikan __ 49
6. Hak atas Fair Trial __ 57
7. Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak __ 76

BAB III: REFORMASI INSTITUSI DAN MEKANISME PEMULIHAN __ 82


1. Advokasi Litigasi Secara Umum __ 82
2. Kepolisian RI __ 82
3. Pengadilan Negeri __ 86
4. Pengadilan Tinggi __89
5. Mahkamah Agung __ 90

2
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

6. Pengadilan hubungan Industrial __ 92


7. Pengadilan Niaga __ 94
8. Pengadilan Tata Usaha Negara __ 95
9. Komisi-Komisi Negara __ 96
I.1. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) __ 99
I.2. Komisi Kepolisian Nasional (KOMPOLNAS) __ 100
I.3. Komisi Yudisial __ 101
I.4. Komisi Kejaksaan __ 102
10. Pengawasan Ketenagakerjaan __ 102
11. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia __ 104
12. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta __ 105

BAB IV: ADVOKASI KEBIJAKAN __ 107


A. Arah advokasi kebijakan __ 107
B. Pendekatan Strategi : Networking, Kampanye, monitoring dan Lobby __ 108
C. Pencapaian dan Effektivitas __ 108
D. Uji Materil UU NO. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan
Agama Terhadap UUD 1945 __112

BAB V: PROGRAM-PROGRAM LBH JAKARTA 2009


I. Program Membuka Akses Masyarakat Marjinal Terhadap Keadilan – Pelatihan Dasar Paralegal
2009 __ 115
II. Program Countering and Preventing Radicalization Pada Lembaga Pemasyarakatan 2009-
2010 __ 116
III. Program Reformasi Hukum Acara Pidana (KUHAP) __ 117
IV. Program Penyusunan Legal Review (Kajian Hukum) Tentang Human Rights Defender __ 117
V. Kaderisasi __ 117
V.1. Karya Latihan Bantuan Hukum 2009 __ 117
V.2. Rekrutmen Relawan/Asisten Pengacara Publik 2009 __ 118
V.2. Rekrutmen Staf Pengacara Publik Muda __ 119
VI. Program Capacity Building Staf __ 119

BAB VI: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI __ 123


Kesimpulan __ 123
Rekomendasi __ 124

3
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

KATA PENGANTAR

“Summum Ius Summa Iniuria”

Sebuah prase latin yang kira-kira berarti “siapa yang paling mendukung hukum adalah yang paling tidak
adil”. Prase ini kami pilih sebagai catatan atas kondisi hukum kita setahun belakangan ini. Kondisi ini
terjadi ketika hukum –baik substansi maupun prosedurnya—dipakai oleh pihak-pihak yang berkuasa atau
siapa saja yang terancam untuk mempertahankan kepentingan dan kekuasannya.

Terdapat dua alasan yang kuat menunjukan kecenderungan ini: pertama, substansi dan prosedur hukum
yang digunakan oleh Pihak yang menindas untuk membungkam mereka yang berjuang untuk merebut
dan mempertahankan haknya, Ini terjadi ketika Prita mengeluhkan suatu pelayanan kesehatan yang
merupakan hak dasarnya sebagaimana diakui oleh kovenan internasional hak ekonomi, sosial dan
budaya di serang balik oleh RS. Omni Internasional dengan pasal pencemaran nama baik, pun halnya
yang terjadi kepada Ko Seng-Seng yang menulis surat pembaca dan Agus Wandi yang dituduh mencuri
listrik, semuanya terjadi ketika mereka berupaya untuk memperjuangkan dan mempertahankan haknya
dalam sengketa dengan pengembang. Bahkan sebenarnya juga terjadi pada Minah dengan tiga buah
cokelatnya, yang ternyata terkait dengan perseteruan antara warga dan perusahaan perkebunan.
Demikian terjadi pula pada Usman Hamid ketika menuding Muchi PR dan Emerson dan Illian ketika
mempertanyakan uang sitaan perkara dari Kejaksaan Agung. Keduanya dituduh dengan pasal-pasal
pencemaran nama baik. Kondisi serupa terjadi juga dalam perseteruan fenomenal antara Cicak dan
Buaya tentunya. kriminalisasi dua pimpinan KPK menjadi bagian yang telah menyebabkan terhambatnya
upaya pemberantasan korupsi dan pelemahan secara sistematis KPK di Indonesia. Puluhan kasus
serupa diterima LBH Jakarta sepanjang tahun ini meski mungkin tidak mendapatkan porsi pemberitaan
yang sama dengan kasus-kasu publik seperti disebut di atas.

Demikianlah hukum dipakai untuk menyerang balik dan membungkam sikap kritis warga negara. kita
menyebut ini sebagai SLAPP Suit. (strategic law against public participation). Penggunaan pasal-pasal
karet warisan kolonial, pasal pencemaran nama baik dipakai effektif juga untuk membungkam aktivis anti
korupsi, pembela hak asasi manusia, intelektual, dan lebih banyak lagi jumlah korbannya di kalangan
kaum buruh dan masyarakat marginal lainnya.

Kedua, hukum dipakai sebagai alat untuk menyandera keadilan dan menghadirkan impunitas. Impunitas
-- satu kondisi dimana satu atau sekelompok pelaku de facto kebal hukum, terhindar dari jerat hukum
atau memang tak tersentuh hukum--, dalam tahap tertentu ia melangkah lebih jauh dan sangat
berbahaya dampaknya, karena ia tidak sedang berupaya untuk sekedar menghindarkan diri dari jerat
hukum, malainkan ia mempergunakan hukum untuk melegitimasi (mencuci dosa-dosa), juga untuk
menyerang (slapp suit) pihak-pihak yang menjadi ‘musuh’.

Kedua motif di atas diperparah oleh pola penegakkan hukum yang banal dan diskriminatif. Meminjam
istilah Hannah Arendt—Banal terjadi ketika tindakan instrumental ditempuh tanpa melalui deliberasi atau
diskursus. Banalitas menjadikan proses pengambilan keputusan untuk meraih keadilan sebagai proses
rutin, sebagai prosedur tetap, hampir secara otomatis, tanpa berpikir panjang. Seandainya penalaran itu
ada, pemikiran ini hanya menyangkut sumber, sarana dan metode yang singkatnya bersifat instrumental.
Banalitas terjadi ketika perspektif keadilan lebih condong ke keadilan proseduralnya dan mengabaikan
keadilan substansialnya. Suatu yang adil yang sifatnya prosedural belum tentu adil dalam arti kadilan
substansialya. Dalam sebuah kasus konkrit orang miskin mencuri roti untuk mempertahankan hidupnya

4
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

karena bahan-bahan pangan tidak tersedia dan kalaupun ada harganya sangat mahal atau dengan kata
lain Negara gagal menjalankan kewajibannya untuk mensejahterakan rakyatnya. Ada bukti menurut
hukum formil si miskin melakukan pencurian. Di sini si miskin harus memperoleh keadilan substansi, di
mana dia mencuri roti karena untuk mempertahankan hidupnya, dan bukan untuk memperkaya diri
seperti koruptor yang mencuri harta Negara. Sudah merupakan kewajiban penegak hukum
menggunakan keadilan substantif dalam menghadapi kasus-kasus pidana yang berkaitan dengan
permasalahan prosedural. Demikianlah banalitas terjadi kendati lapar dan kemiskinan yang mendorong
si pencuri Buah semangka, tetap saja ia ditahan dan dihukum dengan berat pula.

Diskriminasi penegakkan hukum tak dapat dipungkiri ketika perasaan publik tersakiti melihat perlakuan
yang berbeda oleh kepolisian kepada Anggodo dibanding dengan perlakuan kepada nenek Minah dan
mereka yang marginal lainnya. Diskriminasi terjadi dan terkait erat dengan praktik mafia peradilan yang
telah lama menjangkiti sistem hukum dan peradilan negeri ini. Keseluruhan Pola-pola di atas terjadi
seiring dengan lemah dan tidak berjalannya mekanisme remedy yang disediakan oleh intitusi-intitusi
negara dan disharmonni peraturan perundang-undangan yang cenderung inkonstitusional.

Demikianlah banalitas yang berkawin dengan diskriminasi penegakkan hukum, lengkaplah prase
“summum ius summa iniuria”. The extreme law is the greatest injustice demikian Cicero. Dalam waktu
dekat, kondisi buruk ini menghadirkan trauma dan teror bagi mereka yang kritis, melemahkan partisipasi
publik untuk turut serta dalam pembangunan dan pemerintahan, membungkam kritisisme. Lebih jauh ia
mengancam konsolidasi demokrasi negeri ini.

Catatan akhir tahun mengenai kondisi hukum dan hak asasi manusia ini LBH persembahkan sekaligus
juga sebagai bagian dari upaya LBH Jakarta untuk menjaga akuntabilitas dihadapan publik dan
konstituen pada khususnya. mereka kaum papa dan tertindas yang menjadi penerima benefit dari
kebersamaan kerja-kerja pembelaan dan eksistensi LBH Jakarta.

LBH Jakarta menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh konstituen LBH
Jakarta, jaringan kerja, dan lembaga donor yang selama ini membantu dan mendukung kerja-kerja LBH
Jakarta. Juga khususnya kepada segenap pengacara publik, valunteer dan karyawan LBH Jakarta yang
telah bekerja keras selama ini. Masukan, kritik dan teguran bagi kami merupakan pelecut bagi kami
untuk terus memberikan pelayanan terbaik bagi klien-klien LBH Jakarta pada khususnya dan publik pada
umumnya.

Salam perjuangan!

Jakarta, 29 Desember 2009

Nurkholis Hidayat

5
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB I
PENDAHULUAN

A. LBH Jakarta dalam Lima Tahun Terakhir

T AB E L 1
P erbanding an K as us P ertahun
250,000
201,615
200,000

150,000

100,000
32,370 20,837 45,638
50,000 21,409 10,015
1,097 1,134 1,123 1,140 1,144 1,061
0
2004 2005 2006 2007 2008 2009

K as us Orang

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Dalam lima tahun terakhir upaya pemberian bantuan hukum yang dilakukan oleh LBH Jakarta mencapai
jumlah yang signifikan. Jumlah kasus yang diterima dan jumlah orang yang terbantu relatif meningkat.
Dibandingkan tahun lalu, jumlah kasus yang masuk ke LBH Jakarta menurun. Namun jumlah orang yang
terbantu meningkat tajam.

Pada tahun 2008 LBH Jakarta menerima 1144 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak
45.638 . Sedangkan pada tahun 2009, LBH Jakarta menerima 1.061 pengaduan dengan jumlah orang
terbantu sebanyak 201.615 orang. Artinya jumlah orang yang terbantu melonjak lebih dari 4 kali lipat
dibandingkan tahun sebelumnya. Kasus perburuhan memberi kontribusi terbesar terhadap meningkatnya
jumlah orang terbantu. Dari jumlah 201.604orang terbantu, 172.195 di antaranya adalah buruh.

Jumlah Pengaduan dan Orang Terbantu pada tahun 2009

Jenis Kasus Jumlah Pengaduan Orang Terbantu


Perburuhan 227 172195
Sipol 138 6620
PMU 91 20419
PA 23 26
Khusus 394 2143
Keluarga 188 212
1061 201615
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Penerimaan kasus pada tahun 2009 dibagi dalam enam klasifikasi besar, yaitu kasus perburuhan, kasus
pelanggaran hak sipil dan politik (Sipol), kasus perkotaan dan masyarakat urban (PMU), kasus

6
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Perempuan dan Anak, kasus khusus dan kasus keluarga. Klasifikasi ini dibagi berdasarkan isu dan telah
digunakan selama bertahun-tahun dengan sedikit perubahan. Perlu diperhatikan bahwa suatu kasus
diklasifikasikan pada tahap awal pengaduan. Dalam penanganan lebih jauh, suatu kasus ternyata
termasuk dalam lebih dari satu klasifikasi.

TAB E L 2
172195
B erdas arkan J enis K as us

6620 20419
23 394 188
227
138 91 26 2143 212
P erburuhan S ipol P MU PA K hus us K eluarga

J umlah Pengaduan Orang Terbantu

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Di antara enam klasifikasi kasus, pengaduan yang paling banyak masuk adalah kasus khusus sebanyak
394 pengaduan. Pengaduan kedua dan ketiga terbanyak adalah perburuhan sebanyak 227 dan kasus
keluarga sebanyak 212.

B. Jenis dan Kecenderungan Kasus

B.1. Kasus Perburuhan

T AB E L 3
163165
K as us P erburuhan
J umlah Pengaduan Orang Terbantu

7853 133 591 420 4


52

14 8 10 3 15
29
125
Hu

Ha

Ke

Se

Kr

PR

BM
im
bu

kN

pe

rik

I
ina
ng

ga

a
or

tP

lis
an

wa
m

ek

as
at

ia
Ke

er
if

iB
n

ja
rja

(P

ur
NS

uh
)

Sumber: Litbang LBH Jakarta

7
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kasus perburuhan mencakup hubungan kerja, hak normatif, kepegawaian, serikat pekerja, kriminalisasi
buruh dan buruh migran yang secara keseluruhan berjumlah 227 kasus dengan 172.195 orang terbantu.
Pengaduan terbanyak adalah PHK (hubungan kerja) yaitu 125 pengaduan dengan 7.853 orang terbantu.
Jumlah pengaduan hak normatif adalah yang 52 kasus dengan jumlah orang terbantu mencapai angka
tertinggi yaitu 163.165. Kasus kepegawaian mencapai 14 pengaduan dengan 133 orang terbentu. Kasus
serikat pekerja sebanyak 8 pengaduan dengan 591 orang terbantu. Kasus kriminalisasi buruh mencapai
10 pengaduan dengan 420 orang terbantu. Kasus pekerja rumah tangga sebanyak 3 kasus dengan
jumlah orang terbantu 4 orang. Kasus buruh migran 15 pengaduan dengan 29 orang terbantu. Melihat
jumlah orang terbantu yang relatif banyak dibandingkan jumlah pengaduan, maka berdasarkan data-data
tersebut, kasus perburuhan bersifat kolektif dalam hal satu pengaduan berimplikasi terhadap sekelompok
orang.

B.2. Kasus Pelanggaran Hak Sipil dan Politik (Sipol)

T AB E L 4
6000 K as u s S IP O L
5000 5008
4000
3000
2000
1000 1221

0 7 17
11 1 1 22
18 57 54
29 20
1 9 1 2
1 266
2
l

r
n
i

um

t
ga

ka
ad

BT
an

ju
na

..

t. .

..
Ju

n.

rik
ng

ua
s.
a

ib

uk

LG
ha

um
ks

ga
Pr

ek
Se
Ti

iS
H
Ta
si

ila

an

er
s
uk

ar
T4
an

ita
l&
ad
s

dp

&B
en
H.

nc
ba

an

or
pu
ah

ng

a
w

Pe
a

in
Be

am

an
uk
m
nd

m
se
Pe

M
u

ak
sa

as
H.

Ke

pi

Ke

rk

m
di
H.

eb

H
Be

au
s

an
&

n
ba

eb
ga

ku

aa

.K
an

H.
Be

K
du

am
ga
as

J ML K A S US
as
H.

en
eb

rli

es

At
.P
Kb

Pe

k
H.
H

Ha
H.

ORA NG TERBA NTU


H.

Sumber Litbang LBH Jakarta

Kasus Sipol secara keseluruhan berjumlah 138 pengaduan dengan 6620 orang yang terdiri dari
beberapa sub klasifikasi. Adapun jumlah orang terbantu relatif sama dengan jumlah pengaduan yang
masuk. Sub klasifikasi kasus sipol adalah hak untuk bebas dari siksaan yang mencapai 7 pengaduan
dengan 7 orang terbantu. Hak kebebasan dan keamanan dengan 17 pengaduan dengan jumlah orang
terbantu 17 orang. Hak tahanan 1 pengaduan dengan jumlah yang terbantu sebanyak 1 orang. Hak
bebas pindah tempat tinggal 1 pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 1 orang. Hak atas
pengadilan yang jujur 18 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 22 orang. Hak atas pengakuan yang
sama di depan hukum 29 pengaduan dengan jumlah yang terbantu sebanyak 54 orang. Hak berkumpul
dan berserikat 1 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 20 orang. Hak kaum minoritas LGBT 1
pengaduan dengan jumlah orang terbantu 1 orang. Hak atas kebebasan berekspresi sebanyak 2
pengaduan dengan jumlah orang terbantu sebanyak 2 oran. Hak pengungsu sebanyak 2 pengaduan
dengan jumlah orang terbantu sebanyak 266 orang. Kasus pengungsi yang ditangani LBH Jakarta
sepanjang 2009 adalah pencari suaka dari vietnam dan dari Tamil/Sri Lanka. Dibandingkan dengan
kasus perburuhan, kasus Sipol bersifat lebih individual sebagaimana tercermin dalam angka pengaduan
yang tidak terpaut jauh dengan angka orang terbantu kebanyakan sama dengan jumlah orang terbantu.
Walaupun bersifat relatif individual, pelanggaran hak sipol berdampak langsung dan fatal bagi korban,
misalnya terampasnya kebebasan korban secara tidak sah ataupun mengalami penderitaan secara
langsung dan biasanya berkepanjangan karena penyiksaan. Khusus kasus pencari suaka, keduanya
bersifat kolektif karena pencari suaka biasanya tergabung dalam kelompok.

8
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

B.3. Kasus Perkotaan dan Masyarakat Urban

TAB E L 5
K as us P MU
J umlah Pengaduan 11210
Orang Terbantu

5941

2403
848
6 8
57 5 5 8 2 2 1
11
H.
H.

H.

H.

H.

Pe

Pe

H.
Ta

Ke

na

la
Us

Pe

Li

Id
ya
ng
na

e
ng
se
ah

nd

nt
na
ku
h

ha

an

ita
a

id
&

n
ng
i
&

an

s
ta
ka

Pu
T4

an
Ek

(2
n
n

Be

bl

07
(2
(2
Ti

on

(2

ik
04

nc
0
ng

)
05
om

3)

(2
an
)
ga

08
i(

a
l(

20

)
(2
20

2)

0
1)

6)
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Kasus PMU secara keseluruhan berjumlah 91 pengaduan dengan jumlah 20.419 orang terbantu. Kasus
ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu hak atas tanah dan tempat tinggal sebanyak 57 pengaduan
dengan 5.941 orang terbantu, hak atas usaha dan ekonomi sebanyak 5 pengaduan dengan 2.403 orang
terbantu. Hak atas pendidikan 5 pengaduan dengan jumlah 6 orang terbantu. Hak atas kesehatan
sebanyak 8 pengaduan sama dengan jumlah orang terbantu. Hak atas Lingkungan sebanyak 11
pengaduan dengan 848 orang terbantu. Penanganan bencana sebanyak 2 pengaduan dengan 11.210
orang terbantu. Hak identitas sebanyak 1 pengaduan sama dengan jumlah orang terbantu.

B.4. Kasus Perempuan dan Anak

TAB E L 6
K as us P &A
20
15
10
5
0
J ml. P engaduan O rang Terbantu
P erlindungan A nak (501) 14 16
P erlindungan P erempuan 9 10
(502)

Sumber: Litbang LBH Jakarta

9
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kasus perempuan dan anak secara keseluruhan berjumlah 23 pengaduan dengan 36 orang terbantu.
Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu perlindungan anak terdiri dari 14 pengaduan dengan
jumlah 16 orang terbantu, perlindungan perempuan sebanyak 9 kasus dengan jumlah 10 orang terbantu.

B.5. Kasus Keluarga

T AB E L 7
K as u s K eluarg a 93
100 87
87
80
60 70
40 21
11
20 21
10
0
P ernikahan K DR T P erc eraian W aris
J ml. Pengaduan

Orang Terbantu

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Kasus keluarga secara keseluruhan berjumlah 188 pengaduan dengan jumlah 212 orang terbantu.
Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu pernikahan sebanyak 10 pengaduan dengan jumlah
orang terbantu 11 orang, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 21 pengaduan dengan jumlah 21
orang terbantu, kasus perceraian sebanyak 87 pengaduan dengan jumlah 87 orang terbantu, kasus
warisan sebanyak 70 kasus dengan jumlah 93 orang terbantu.

B.6. Kasus Khusus

T AB E L 8
K as us K hus us
1400
1200 1221
1000
915
800
J ml Pengaduan
600
Orang Terbantu
400
200 226
161
0 7
P erdata P idana Umum P idana K hus us

Sumber: Litbang LBH Jakarta

10
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Klasifikasi kasus terakhir adalah kasus non struktural atau khusus yang mencakup beberapa sub
klasifikasi kasus yang tidak termasuk dalam klasifikasi-klasifikasi lainnya. Kasus khusus secara
keseluruhan berjumlah 394 pengaduan dengan jumlah 2.143 orang terbantu. Kasus ini terdiri dari
beberapa klasifikasi yaitu perdata umum sebanyak 226 pengaduan dengan jumlah 1.221 orang terbantu,
pidana umum sebanyak 161 pengaduan dengan jumlah 915 orang terbantu, pidana khusus sebanyak 7
pengaduan yang sama dengan jumlah orang terbantu.

C. Profil Pengadu

Identifikasi pengadu LBH Jakarta didasarkan pada beberapa elemen yaitu pendidikan pengadu,
penghasilan pengadu, status pekerjaan pengadu dan tempat tinggal pengadu. Elemen inilah yang
dijadikan pertimbangan untuk menilai apakah suatu pengaduan akan ditangani atau tidak, selain
mengenai dimensi struktural suatu kasus sebagaimana dijelaskan pada bagian sebelumnya. Perlu
diperhatikan bahwa yang teridentifikasi adalah pengadu, baik yang mewakili kepentingannya maupun
yang mewakili kepentingan kelompoknya. Dengan demikian, profil pengadu yang berupa kelompok tidak
dapat teridentifikasi karena tidak terdata dalam formulir pendaftaran awal.

C.1. Pendidikan Pengadu


T abel 9
P endidik an P eng adu
500 453
400
300
230
200
143
100 72 83
36 30 11
3
0
in
S1

S2
a

h
t.
SD

A
P

om

la
Ke
SM

SM

la

ko
-
pl

in

se
Di

La

Ad

k
k

da
Td

Ti

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Terdapat 11 pengadu atau sekitar 10 % tidak mengenyam pendidikan. Sebanyak 155 pengadu atau
sekitar 15% dari keseluruhan pengadu mengikuti pendidikan dasar sekolah (Sekolah dasar dan Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama). 453 pengadu atau sekitar 43% dari keseluruhan pengadu mengikuti
pendidikan menengah atas. 409 pengadu atau 39 % dari keseluruhan pengadu menempuh pendidikan
tinggi ( Diploma, S-1 dan S-2). Sebanyak 30 pengadu atau sekitar 3% dari keseluruhan pengadu tidak
memberikan keterangan.

11
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

C.2. Pengasilan Pengadu

T A B E L 10
P eng has ilan P eng adu
400 371
350
300
250 230
200 152
150 124
100 47 63 42
50 16 5 11
0

0
p

0
00

00
an

00

00

00

00
ta

00

.. .
s il

00
00
Te

00
00

00

00

00

00
ha

10

50

20

35

50

10

00
10
k

ng

d
da

>1
d

d
s.

d
s.
Pe
Ti

s.

s.

s.

s.

s.
00

00

0
00
a

10
ad

00

00

00

00
10

10

10

20

10

00
10
k

50
Ta

10

20

35

55
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Dari keseluruhan pengadu LBH Jakarta, angka tertinggi adalah pengadu yang tidak memiliki penghasilan
yaitu sebanyak 371 pengadu atau 35 % dari keseluruhan pengadu. Pengadu yang berpenghasilan satu
juta hingga dua juta rupiah sebanyak 230 orang atau sebesar 22%. Sedangkan pengadu yang
berpenghasilan satu juta rupiah ke bawah sebanyak 204 pengadu atau 19%. Pengadu yang
berpenghasilan lebih dari sepuluh jutaanya 11 orang atau kurang lebih 1% dari keseluruhan pengadu.
Hal ini mencerminkan profil kebanyakan pengadu adalah kelompok yang miskin secara ekonomi dan itu
berarti masyarakat miskin mempersepsikan LBH Jakarta sebagai tempat mengadukan masalah
hukumnya. Jika dikaitkan dengan latar belakang pendidikan pengadu yang tertinggi adalah mereka yang
menempuh pendidikan tinggi (D3, S-1 dan S-3), ternyata berbanding terbalik dengan penghasilan
pengadu. Angka tertinggi pengadu berdasarkan penghasilan adalah mereka yang tidak berpenghasilan.
Dengan demikian, pendidikan tinggi yang telah ditempuh pengadu tidak berarti pengadu berpenghasilan
tinggi.

C.3. Jenis Pekerjaan Pengadu


TAB E L 7
J enis P ekerjaan P eng adu
226

153
160
114 136

32 28 32 40
12 6 24 23 1 3 6 3 9 11
4 2 1 3 3 8
2 1 1 7 2 2 1 4 1

et I ni S r T a r g S ia l ut T g n di g N t ni m n ja p t
K r uh n n e u d
B M T a ulta P N ok te os e a nc G ur I R wa n D es la ja g a n /P N o s ela P R ulun a me mu O je B U M a wa e ta tpa ima ker e ta s t a wa n oc a a s ta
np
a Bu u h on s C D D e el y a ka t a /P e ed a MN k . S P m n g n g e T k. S / P e r P S a en B e k T U rta dv s w
r r e S a A
Ta Bu K F r
K a a ng is w P B U Pe P P e
Pe P N
Ta
k T W
a ir a
r s i n W
P e a ha wa na
M e ga n s iu
P Pe

Sumber: Litbang LBH Jakarta

12
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Jenis pekerjaan para pengadu LBH Jakarta sangat beragam mulai dari buruh manufaktur, buruh migran,
perawat, dokter, dosen, guru, perangkat desa, mahasiswa, pensiunan PNS/BUMN, satpam, ustad,
wartawan, wiraswasta hingga pekerja informal seperti pekerja rumah tangga (PRT), petani, pengamen
dan tukang ojeg. Beberapa pengadu mengindentifikasi jenis pekerjaan sebagai karyawan, karyawati
atau buruh. Namun untuk penyusunan data statistik karyawan, karyawati dan buruh berada di bawah
jenis pekerjaan yang sama yaitu buruh.

Banyaknya jenis pekerjaan, membuat tidak ada mayoritas pengadu dengan jenis pekerjaan tertentu.
Namun tetap dapat teridentifikasi angka tertinggi pengadu adalah yang bekerja sebagai buruh yaitu
sebesar 340 orang atau 32% dari keseluruhan pengadu. Pengangguran 153 orang atau sebanyak
kurang lebih 14% dan Ibu Rumah Tangga 160 sebanyak 15%.

Hal ini mencerminkan bahwa LBH Jakarta dipersepsikan sebagai tempat pencari keadilan bagi
masyarakat dari berbagai profesi atau dengan kata lain profesi tidak menjadi hambatan bagi pencari
keadilan mendapat manfaat dari LBH Jakarta.

Sama halnya dengan tingkat penghasilan, bantuan hukum dibutuhkan oleh setiap lapisan masyarakat
dari berbagai tingkat penghasilan dan berbagai pekerjaan dan jabatan. Meskipun LBH Jakarta
mengkhususkan dirinya untuk memberi bantuan bagi masyarakat miskin, namun masyarakat yang tidak
miskin pun tetap membutuhkan bantuan hukum dengan mengadu ke LBH Jakarta.

C.4. Tempat Tinggal Pengadu

T AB E L 12
K ateg ori P en g adu B erdas ark an
T emp at T ing g al

145 149 176


109 122
63 116 66
13 1 5 14 16 9 2 1 2 1
45 5 1
ET
M

IM
A

T
R

G
G

PA B
LI

T
S
R
R
S

O
R

TT
PU
TA
N

KU
O

TI
UN

R
E

T
TE

BA

A
KA
BA

KT

K
TE

N
DU
KS
EP

KP
G

TE

KB
JA
N

AN

PA
JA
D

JA
BO

JA
BE

JA
A

JA

JA
BA

JA

A
N
M

TN
M
BA
SU

LI
KA

Sumber: Litbang LBH Jakarta

LBH Jakarta membatasi dirinya untuk melakukan pemberian bantuan hukum di wilayah Jakarta, Bogor,
Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek). Namun, LBH Jakarta tidak dapat mencegah pengadu
yang datang dari wilayah diluar Jabodetabek yaitu yang berasal dari Sumatera, Bali, Banten, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Nusa Tenggara Barat dan Papua yang secara keseluruhan
sebesar 176 pengaduan atau hampir 17% dari keseluruhan pengadu. Terdapat 2 pengadu tanpa
keterangan wilayah.

13
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Sepanjang tahun 2009, menerima pengadu tertinggi dari wilayah Jakarta 651 pengaduan atau sebesar
61%. Bagi pengadu di luar wilayah LBH Jakarta, tindak lanjut dilakukan dengan melibatkan jaringan LBH
yang berada di wilayah terdekat dengan tempat tinggal pengadu.

C. 5. Jenis Kelamin Pengadu


T AB E L 13
P eng adu B erdas arkan J enis K elamin

428
633 40%
60%

P erem pua n L a ki-la ki

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Bantuan hukum juga dibutuhkan oleh setiap orang tanpa dipengaruhi jenis kelamin. Pengadu laki-laki
sebanyak 60% dan pengadu perempuan sebanyak 40%. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan pun
menjadi aktor sosial yang aktif dalam mencari keadilan. Menurut Feminist Legal Theory hukum
kebanyakan telah gagal memperhitungkan pengalaman dan kekhasan perempuan serta keberagaman
yang ada. Keberadaan perempuan kerap tidak diperhitungkan dan karenanya tidak diuntungkan dalam
sistem hukum (Byod dan Sheely, 1986). Jumlah pengadu perempuan yang signifikan justru menjadi
modalitas awal bagi perempuan untuk memiliki posisi penting dan menjadi agen perubahan sistem
hukum. Minimal dalam interaksinya dengan sistem hukum, perempuan mampu menentukan arah
penyelesaian kasus sesuai dengan perspektif dan kepentingannya.

D. Pengaduan On Line

Pengaduan melalui Internet tahun 2009


No Jenis kasus Jenis Kelamin
1 Penggelapan l
2 Warisan l
3 Malpraktek l
4 Sengketa Tanah p
5 Pernikahan p
6 BMI p
7 Perburuhan l
8 Utang-piutang p
9 PHK l
10 Hak Asuh Anak p
11 Ijin Usaha l

14
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pengadu melalui Internet tahun 2009

Perempuan 5
Laki-laki 6
11

Catatan

1. Rekapitulasi kasus ini dihitung dari Bulan Desember 2008 - 17 Desember 2009
2. Kasus via email ini dihitung dari bulan juli sampai desember 2009 karena ada pergantian
provider internet di LBH Jakarta
3. Identitas lainnya dari klien yang konsultasi via email tidak dapat diketahui.

Untuk pengaduan secara on line terdapat sebelas pengaduan yang masuk melalui web site LBH Jakarta
dengan sub klasifikasi kasus yang berbeda beda yang masuk dalam kasus-kasus antara lain
Perburuhan, Perdata Umum, Keluarga,Perkotaan Masyarakat Urban (PMU). Pengadu laki-laki sebanyak
6 orang dan perempuan berjumlah 5 orang. Identitas pengadu melalui internet tidak selengkap pengadu
yang datang langsung ke kantor LBH Jakarta, karena biasanya pengadu hanya mencantumkan nama
dan jenis kasus. Beberapa pengadu menyebutkan tempat tinggal antara lain di Arab Saudi dan Inggris.
Para pengadu melalui internet berkorespondensi dengan LBH Jakarta melalui surat elektronik. Beberapa
di antaranya mengetahui alamat elektronik LBH Jakarta melalui kerabat maupun pencarian di internet.

15
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB II
POLA PELANGGARAN HAK

A. Hak atas Pekerjaan

“ Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak atas kebebasan memilih pekerjaan, berhak atas syarat – syarat perburuhan
yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran “
( Pasal 23 ayat (1) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia )

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Pekerjaan yang ditangani LBH Jakarta pada tahun 2009

No KASUS Posisi Kasus Singkat Langkah yang sedang Kondisi terakhir hambatan
dan telah dilakukan
Korban1 Pelaku
1 Pekerja PT. PT. FP PHK massal terhadap 73 orang, Gugat ke PHI Menunggu - Pengurus yang
FP berawal dari perselisihan panggilan sidang di aktif sangat
(73 orang) kepentingan (kenaikan upah Melaporkan ke PHI sedikit.
berkala) yang direspon oleh pengawasan Disnaker - Pemberi kuasa
pengusaha dengan merumahkan Serang ada yang sudah
yang berlanjut dengan PHK pindah ke luar
dengan alasan merugi selama 2 Melaporkan ke Komnas Serang (surat
tahun berturut-turut. HAM kuasa)

2 DR PT. SI Pada masa pengobatan, Pengumpulan bukti. - Pelaporan ke ke Sulit bertemu


Perusahaan menjanjikan Kepolisian dengan saksi
pengangkatan menjadi pekerja Bekerjasama dengan - Investigasi
tetap. Setelah kembali bekerja LBH Apik & KPKB mengenai mesin
malah dinyatakan kontrak Sakamto.
kerjanya telah berakhir. Tripartit (perselisihan - Desak
PHK). pengawasan
agar segera
mengeluarkan
nota pengawas.

3 Pedagang Pemda DKI Penggusuran paksa dan Audiensi - Komnas HAM Kien tidak terbuka
Keramik Jakarta, sewenang-wenang terhadap (pendampingan ke sedang pada LBH Jakarta.
Rawasari Camat pedagang keramik sekalipun Komnas HAM) melakukan
Cempaka status tanah tersebut belum jelas penyelidikan atas
Putih, dan masih berada dalam proses status tanah
Walikota hukum. (meminta
Jakarta Pusat, keterangan dari
Gubernur DKI BPN)
- Klien tidak
menghubungi lagi

4 BR RSCM Bd menjadi CPNS Depkes sejak - Mediasi, Depkes belum


April 2005. Namun akibat adanya - korespondensi. memberikan balasan
laporan bahwa Bd menerima atas surat LBH
uang untuk mengurus formasi Jakarta
CPNS untuk beberapa rekannya
ia harus melalui proses
pemeriksaan terkait tuduhan itu
sejak 4 April 2006. saat ini
proses berada di Irjen IV
Depkes. Namun sejak November
2008 belum dikeluarkan putusan
atas tuduhan itu.

5 YS Sb Pada tahun 2004, YS direkrut - Berjaringan dengan Polisi masih Klien tidak
menjadi Buruh migran oleh Calo SBMI melakukan menganalisa delik menyampaikan secara
yang bernama Sb, ia investigasi yang akan dikenakan lengkap kronologi

1 Inisial dan jumlah orang

16
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

diberangkatkan ke Malaysia saat - Pembuatan LO pada Sb. kasus.


masih berumur 15 tahun. Biaya - Somasi
pemberangkatan ditalangi oleh - Pendampingan
Sb dengan konsekuensi gaji Yl - Korespondensi
akan dipotong 6 bulan.
Sepulang di Indonesia, Yl
diminta Sb untuk membayar
biaya pemberangkatan. Agar
dapat melmenuhi permintaan Sb,
Yl berangkat lagi ke Malaysia
pada Mei 2006. September
2008, Yl kembali ditagih oleh Sb
untuk membayar uang sebesar 3
juta rupiah. Karena tidak punya
uang maka surat tanah keluarga
Yl ditahan oleh Sb.

6 RF, dkk. PEC Klien bekerja selama 2 tahun. Konsultasi via email. CO (diskusi buruh) -
Klien tidak pernah diberikan
THR dan kenaikan upah.

7 IT BPK Pnb i Bekerja di BPK Pnb Nasional Korespondensi dengan Letak yang jauh
plus sejak Juni 2009, surat pihak lawan untuk
perjanjian kerjanya: PKWT klarifikasi
(12bln). September 2009 diputus
kontrak kerjanya secara sepihak
oleh pihak sekolah tanpa alasan
yang jelas dan terjadi
pemaksaan penandatanganan
surat pemutusan kontrak kerja,
tetapi klien menolak.

8 ES, dkk. (12 1. Drs. F MM Tahun 2004, ES, dkk di PHK,


orang) 2. Yayasan WU namun Yayasan menolak mem-
PHK dan tidak mengakui
hubungan kerja dengan klien.

9 MU, dkk PT.CI Setelah menjadi Pegawai - Bipartit Gugatan pertama Ada Ancaman
anggota SPCI Tetap dan nyaman bekerja di - Mediasi d Disnaker diCabut, dan akan Skorsing
Mangga Dua PT CI Mangga Dua, Tiba-tiba Propinsi memasukkan
(8 orang), dimutasi ke PT.CI Pluit Mall - Gugatan Ke PHI gugatan Baru
yang sangat jauh lokasinya
dari tempat Tinggal yang
bersangkutan, selain tanpa
pertimbangan Lokasi, salah
satu yang dimutasi sedang
Hamil, Surat Mutasi diberikan
dengan Bahasa Inggris, dan
Dengan tanpa dialog dan
diskusi terlebih dahulu.

10 Sy, dkk PT.Mtr Sy. CH, dkk., (pekerja), Telah - Membentuk Serikat Setelah Ada hal yang tidak
(18 Orang) bekerja di PT. MSW dengan Pekerja dimediasikan, disampaikan oleh
masa kerja bervariasi 5 – 32 - Mediasi dengan perusahaan Berjanji Klien, dan ketika di
tahun, Perusahaan akan memenuhi dan Mediasi terungkap.
telah lebih 2 (dua) tahun - Melaporkan Ke mengganti Hutang
pembayaran upah dan/atau Pengawasan dan memberikan
honor yang dibayarkan Pesangon, tapi
dengan cara dicicil 4x (empat kepada Beberapa
kali) dalam sebulan dan hanya orang yang
memberikan upah kepada bermasalah karena
Sdr. Sy. CH, dkk hanya 25 % dianggap
dari upah sebenarnya. menggelapkan,
Semakin lama jumlah cicilan perusahaan tidak
atas upah dan/atau honor memberikan
perbulan semakin mengecil, kompensasi
sejak November 2007 hingga tersebut.
bulan May 2009.

11 SA PT. OD Bekerja di PT.OD, bekerja - Mediasi Bipartit Mediasi Bipartit I


(1 orang) tanpa Perjanjian Kerja dan - Pengaduan Ke gagal, dan
Jamsostek. pada 12 Juni 2008 Pengawasan reschedule

17
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

mengundurkan diri. Setelah 2


minggu Pihak OD mengaku
mengalami kerugian stock
opname.

12 SK dkk (4 KFC Pihak Perusahaan mengakui Mediasi Mediasi tidak -


orang) bahwa klien tidak bersalah, ditindaklanjuti
namun tetap menolak disnaker karena
mempekerjakan pekerja pengusaha tidak
kembali hadir

13 BD KWI klien merupakan pegawai Korespondensi surat KWI memberikan -


(1 orang) tetap KWI sejak 25 September berupa Protes dan klarifikasi
2001, sekitar bulan Desember Klarifikasi Ke
2008 yang bersangkutan telah Konferensi Wali Gereja.
difitnah dan dituduh
melakukan Perbuatan asusila
dengan Saudara Ts, yang
merupakan sepupu dari Sdri.
BD. Tuduhan berasal dari
Saudari Mm Maryan dengan
mengirimkan email ke
beberapa orang di Kantor
Konferensi Wali-Gereja
Indonesia. Akibat fitnah ini,
Saudari BD dipaksa mengaku
dan mengundurkan diri dari
Kantor KWI oleh Rm. Lks dan
Rm. Sgt, dan jika tidak
mengundurkan diri diancam
tidak akan mendapatkan apa-
apa. Akhirnya sdri. BD
mengirimkan Surat
Pengunduran diri dari KWI
pada tanggal 16 Februari
2009. Dan keluarlah surat
pemberhentian dengan
sejumlah kompensasi.

14 CKD PT. DC Klien bekerja tanpa ada - Mediasi Klien tidak


(1 orang) perjanjian tertulis dan - Somasi melanjutkan
Kejelasan status, tiba-tiba di - Pengaduan Ke kasusnya lagi
mutasi ke Surabaya, tanpa Pengawasan
alasan yang jelas.

15 SPCI PT. CI Dua orang pekerja PT.CI di PHK Konsolidasi dengan Tuntutan PHK Perspektif hakim
(2 orang) sepihak oleh perusahaan karena pihak SPCI apakah perusahaan yang memudahkan
PKWT dianggap telah habis. akan mengajukan terhadap klien masalah, jika terjadi
Bipartit perselisihan hak, di kasasi atau tidak, disetujui oleh hakim. perselisihan maka
tripartit ternyata menjadi karena PHI menyetujui Padahal hakim sulit terjadi
perselisihan kepentingan, di PHI PHK yang dilakukan menyetujui PKWT hubungan industrial
menjadi gugatan PHK.. perusahaan namun berubah menjadi yang harmonis.
PKWT batal demi hukum sesuai menyetujui bahwa PKWT. PHK hanya
kepmen 233 tahun 2003 dan status klien adalah karena hubungan
Pasal 59 ayat 1 dan 2 UUK PKWTT dan harmonis tidak dapat
menghukum diwujudkan lagi
perusahaan agar
membayar uang
pesangon,
penghargaan masa
kerja, dan penggantian
hak sehingga lebih
besar dari
kesanggupan
perusahaan
sebelumnya.

16 Warga Kebun Perum PPD Warga menempati lahan Korespondensi Warga masih siaga - Sebagian kecil
Sayur Ciracas seluas 7,5 ha sudah sejak 5 Surat 1menghadang warga tidak mau
(1000 orang) hingga 15 tahun. PPD - Meminta Dirut PPD penggusuran bergabung
mengklaim kepemilikan atas untuk mengadakan dengan membuat - Lemahnya
tanah tersebut dan musyawarah dengan jadual piket jaga, Mobilitas warga

18
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

rencananya akan di jadikan warga, dan rencana aksi


pool bus dimana pool di - Permohonan mediasi pada senin 26 Okt.
cawang akan dijual untuk ke-2 Meminta Meneg 2009 ke Meneg
membayar pesangon 2300 BUMN mengadakan BUMN, Istana, dan
karyawan. Warga adalah mediasi Komnas HAM
petani yang terancam tergusur mempertemukan
kedua belah pihak
- Meminta kejelasan
status dan riwayat
tanah ke BPN Jaktim;
- Memberi Somasi ke
PPD agar tidak
melakukan
penggusuran,
pengrusakan dan
intimidasi serta
kekerasan terhadap
warga;
Aksi:
- ke meneg BUMN
hearing dan meminta
meneg BUMN untuk
mengadakan mediasi
- ke DPRD: DPRD
telah mengirim surat
ke Dirut PPD
menunda
pelaksanaan
penggusuran
- warga aksi
menghadang rencana
penggusuran tanggal
10 dan 18 oktober
(limit waktu
pengosongan
menurut SP II dan SP
III PPD)
17 Bsk HAL Bsk merupakan buruh kapal Korespondensi surat Perusahaan tidak
(1 orang) pesiar. Dalam perjanjian meminta perusahaan hadir dalam
kerjanya dicantumkan kewajiban memenuhi hak atas undangan
perusahaan untuk mengganti pekerja dan melakukan perundingan
biaya transportasi, namun tidak perundingan
dilakukan.

18 M.Tfk BB Telah bekerja selama 10 tahun, Bipartit 3 kali Mediasi/Tripartit M.Taufik


(1 orang) diangkat sebagai karyawan Menunggu hasil (1 orang)
tetap/PHL. Pada bulan Januari mediasi
M. Tfk sakit selama 1 bulan,
kemudian bekerja lagi. Kurang
lebih 17 hari kerja, disuruh stop
operasi karena sakit, padahal M.
Taufik setelah diperiksa hanya
sakit darah tinggi dimana
memang dari awal sudah
dideritanya.

19 Od dkk JGS Od dkk merupakan pekerja tetap Bipartit 2 kali Tidak ada kabar Perusahaan pindah
(10 orang) PT. Jvt, sudah 8 bulan tidak lanjutan dari klien ke jawa tengah
diberi upah dan di PHK secara
sepihak. Perusahaan akan
pindah ke Jawa Tengah.

21 SK Perum SK dkk (6 orang) diterima di Bipartit LBH menarik diri, Klien tidak jujur
(8 orang) pegadaian Perum Pegadaian sebagai Mediasi krn SK dkk ternyata
PKWTT lewat seleksi dan telah sudah mediasi tanpa
mengikuti training. Kemudian sepengetahuan
mengikuti masa percobaan LBH.
selama tiga bulan, namun SK sudah maju ke
ternyata dipekerjakan lebih 3 pengadilan
bulan, yaitu selama 5 bulan dan
kemudian di PHK secara
sepihak.

19
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

22 Warga Kamal PT Mrnd Warga tersebut memasuki


Muara lahan untuk membuat tambak
(3orang) sebagai mata pencaharian
sehari-hari.

23 AG, dkk Pemerintah AG dkk adalah pegawai honorer Audiensi ke Dinas Belum ada tindak Sulit menemukan
( 104 orang) dinas kebudayaan selama 10-20 Pariwisata dan lanjut dari celah hukum agar AG
tahun. Sampai saat ini tidak Kebudayaan DKI. pemerintah diangkat apabila tidak
diangkat menjadi PNS, bahkan dianggap sbg pegawai
akan di-outsourcingkan ke pihak Dalam audiensi, pihak honorer.
ke 3. dinas mengatakan
bahwa AG adalah Selain it, banyak
Pegawai Harian Lepas terdapat kendala
bukan honorer, jd tidak teknis administrasi
bisa diakomodasi oleh dan anggaran.
PP 48 2005 dan PP 43
2007. Tidak semua pegawai
Jelas terlihat bahwa mau berjuang, krn ada
tidak masuknya AG usia yg sudah lebih 46
sebagai Pegawai Tidak tahun dan banyak yg
Tetap dan tidak punya belum punya
kesempatan jadi PNS kesadaran.
krn kelalaian Dinas
Kebudayaan yang tidak
mendaftarkan AG dkk
ke BKD pada tahun
2004-2007.

Konsolidasi pegawai
honorer

Membuat LO yg fix.

Advokasi kebijakan, krn


menpan rencananya
akan membuat PP baru
tentang tenaga honorer.

Audiensi ke
Komnasham.

24 IH PT. DPM Idr, dkk (60 orang) melamar ke PT. DPM memang telah Konsolidasi korban Korban tidak
(60 orang) perusahaan penyalur tenaga berganti nama dan penipuan. terkonsolidasi.
kerja (PT. DPM), namun hanya berpindah tempat.
dijanji-janjikan akan Sudah ada yg Laporan ke Polda Polisi berpihak ke
dipekerjakan. Diduga melaporkan ke polsek, Metro Jaya perusahaan.
perusahaan tersebut adalah fiktif namun ditolak. Selain
dan memang ingin menipu, itu ada yang Pelaku tidak jelas
karena setelah di cross check ke melaporkan ke Polda dimana.
beberapa perusahaan, karena namun polda
PT. DPM tidak dikenali oleh menganjurkan
perusahaan yg diklaim telah berdamai.
bekerjasama dengannya. PT.
DPM jg kemudian berpindah LBH berencana akan
tempat dan berubah nama. mendampingi laporan
penipuan, namun
sampai saat ini Idr dkk
belum menghubungi
kembali dan belum tahu
kapan laporan akan
diajukan.

25 AS PT. Prn AS dkk adalah supir PT Prm Mengajukan somasi ke Mendesak Penyidikan di Polda
(PT SPM) dimana ia dkk bekerja dibawah PT Parani kemudian Pengawasan dan terhambat karena
UMP, dan tidak ada perjanjian dilakukan bipatrit dan Polda untuk penyidik kurang
kerja, dan gagal. melanjutkan capable. Tidak ada
penyidikan. saksi ahli.

20
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Permohonan
pengawasan ke Mengajukan saksi ahli
Pengawasan ke Polda Metro Jaya.
Sudinakertrans Jakarta
Utara dan sedang
dilakukan penyidikan.

Melaporkan PT Parani
ke Polda
Metrojaya karena
melanggar tindak
pidana ketenagakerjaan
dan sedang dilakukan
penyidikan.

Agt dilaporkan ke
Polres Jakarta utara
karena menggelapkan
uang serikat pekerja.

25 EA, Ys dan PT. KHM EA, Ys, dan Mch adalah buruh Mengajukan gugatan Putusan terhadap Bukti kurang.
Mch PT KHM. Mereka diberhentikan PHI Gugatan Evi Alfiani
(tiga orang) sepihak karena perusahaan DKK ditolak.. Saksi tidak dapat
mewajibkan buruh harus memiliki dihadirkan ke
motor untuk distribusi barang. EA dkk mengajukan persidangan.
Selain itu terdapat pelanggaran kasasi dan sedang
hak normative seperti upah di menunggu putusan
bawah UMR, tidak diberikan kasasi
surat pengangkatan, dan tidak
ada cuti tahunan

26 AS Mr. Byn Ap adalah supir pribadi dari Dirjen Perlindungan Menunggu teguran
konsuler kedutaan Korea Selatan WNI dan Badan Hukum dari Deplu.
(Mr. Byn), diberhentikan dari Indonesia Deplu
pekerjaannya. kemudian memanggil
AS untuk mengetahui
lebih lanjut mengenai
pokok perkara dan
pada pertemuan
tersebut LBH meminta
agar Mr. Byn dan
kedutaan Korea ditegur
oleh Deplu. Kemudian
agar terdapat perbaikan
sistem ketenagakerjaan
di kedubes asing.
Deplu menjanjikan akan
mengirim surat teguran
ke Dubes Korea.
29 Hyn dkk (80 Yayasan SHK Yayasan mendirikan SHK Yayasan mengeluarkan Hyn dkk dipindahkan
KK) didirikan pada tahun 1975 somasi agar Hyn, dkk dari gedung dan
dengan maksud membangun mengosongkan gedung mendapatkan
kelompok penyandang cacat yayasan. Kemudian kompensasi
(Hyn, dkk) agar mampu mandiri LBH menjawab dengan
dan menjadi manusia somasi terbuka.
berkualitas.
Hyn,dkk dan LBH
kemudian ke
Komnasham dan
dipertemukan dengan
lawyer Yayasan.

Komnasham kemudian
memerintahkan agar
pengosongan ditunda
selama dua bulan untuk
selanjutnya dapat
berkoordinasi dengan
yayasan dan menpera.

Mengajukan gugatan

21
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

dan selesai dalam


proses mediasi di mana
para pihak tercapai
kesepakatan
perdamaian antara
Penca dengan YHK
dengan ketentuan
pemberian uang
sebesar 3 milyar rupiah
dan limit waktu
pengosongan gedung
selama 6 bulan.

30 CW PT. OCS CW telah memenangkan LBH Jakarta telah dua Menunggu balasan
perselisihan hubungan kali mengirimkan surat dari PN Pusat.
industrialnya dengan PT. OCS protes ke PN Jakarta
melalui putusan P4D dan P4P. Pusat terkait eksekusi Diharapkan bisa
Namun sampai sekarang tersebut, namun tidak mendampingi Bpk.
putusan tersebut tidak dapat ada tangggapan. CW langsung ke PN
dieksekusi karena objek Pusat krn berkaitan
eksekusi diklaim oleh pihak lain Protes tersebut jg dengan
dan PN Pusat tidak tegas dalam ditembuskan ke kesejahteraan hidup
eksekusi tersebut. CW jg selalu ombudsman. buruh.
dipersulit dalam mengurus
eksekusi kasusnya. Bpk. CW berulangkali
ke PN Pusat untuk
mengurus eksekusi,
namun birokrasi
berbelit-belit.

31 Az, dkk PT. GJ Az dkk adalah ABK pada kapal Hasil perundingan Kasus selesai di
penangkap ikan berbendera mediasi tgl 21 Juli 2009 tingkat mediasi
Taiwan bernama M.V Bln.yang yakni pihak perusahaan
diberangkatkan oleh telah mengembalikan
PT.GJ.Sejak bekerja pada kapal dokumen –dokumen
tersebut,Az dkk sering asli milik Az dkk.
mengalami tindak kekerasan
fisik/penganiayaan yang hasil perundingan
dilakukan oleh Fishing/chief mediasi tgl 03 Agustus
officer kapal M.V Bln. 2009 yakni pihak
perusahan telah
membayarkan upah Az
dkk sebesar US$ 300 (
2 bulan upah ).
Dengan telah
dilakukannya proses
mediasi tahap II yakni
pembayaran upah
maka, kedua pihak
sepakat tidak akan
melanjutkan proses
hukum / kasus ditutup
.
32 Buruh PT. PT. Slnd Buruh PT. Slnd melakukan aksi Bahwa pihak Disnaker Melakukan
Slnd mogok kerja dgn tuntutan Kota Tangerang telah pertemuan dengan
perubahan upah sesuai dgn mengeluarkan surat pihak Komisi B
UMK. Kemudian pihak mengenai kewajiban DPRD kota
perusahaan telah merumahkan perusahaan membayar Tangerang.dan
dan menskorsing beberapa upah sesuai dengan Disnaker kota
pengurus Serikat Buruh tanpa UMK dan Kebebasan Tangerang pada hari
alasan yg jelas. Berserikat kepada PT. selasa tgl 30 Juni
Sulindafin. 2009 di DPRD kota
Tangerang

33 Pengurus KJ PT. KJ Pengurus PT.KJ beserta Drs. Membuat legal


dan Drs. AW AW diduga telah melakukan opinion.
penggelapan uang sebesar Rp.
400.000,000,- dalam rangka
melakukan negosiasi
penyelesaian Hutang pokok,
penghapusan hutang bunga dan
denda kredit PT.KJ di Bank

22
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Bukopin.
34 Ad dan Rth PT. RIEC Bahwa Ad dan Rth bekerja pada Pihak perusahaan telah memberikan surat
PT. RIEC sebagai tenaga membayarkan upah somasi kepada
pengajar Bahasa Inggris full time dengan cara mencicil pihak perusahaan
dengan jabatan Academia dengan alasan agar segera
Officer sejak bulan MEI dan perusahaan sedang membayar upah
Agustus 2008..dalam beberapa tidak mempunyai uang. yang belum dibayar
kelas mengajar sejak bulan
Januari – Maret 2009, Ad dan mengimkan surat
Rth belum mendapatkan honor undangan
dan tunjangan transportasi yang musyawara bipartit
mestinya diperoleh. kepada pihak
perusahaan.

35 RS PT. ILS Sebanyak 24 mantan karyawan Memberikan konsultasi Pengumpulan


(24 orang) PT. ILS belum mendapatkan dan melengkapi dokumen
upah selama 4 bulan yakni dokumen
September 2008-Desember
2008. sebelum masa kerja
berakhir.

36 KJ PT. GKJ Sebanyak 25 orang karyawan Mengirimkan surat Sudah ada


(25 orang) PT.GKJ yang berstatus sebagai somasi kepada kesepakatan antara
kurir tidak dibayarkan upahnya perusahaan. buruh dan
terhitung sejak bulan Mei 2009 pengusaha melalui
sampai dengan bulan Juni 2009. musyarawag
Berdasarkan Surat Keputusan
Direksi yang dikeluarkan pihak
perusahaan tertanggal 10 Juli
2009, seluruh karyawan yang
berstatus sebagai kurir
dirumahkan dengan waktu
yang tidak ditentukan.

37 LH PT. Pndl LH adalah pekerja di PT. Pndl Membuat legal opinion Belum ada tindak
dikenakan Skorsing oleh pihak lanjut
perusahaan dgn alasan telah Melakukan pertemuan
melakukan provokasi kepada dengan pengurus SPK
sesama pekerja. Selama Pindodeli , Lukman
perusahaan melakukan hakim dan pengurus
skorsing Lukman Hakim tidak FSPEK Kasbi di
pernah dibayar upahnya. Karawang.
Berkoordinasi dengan
KASBI dan melaporkan
ke pengawasan
38 Warga Gubernur DKI Dalam penggusuran yang Korespondensi Proses persidangan
papanggo, Jakarta, dilakukan melalui surat Komnas HAM, DPRD di Pengadilan Negeri
Jakarta Utara Pemkot perintah bongkar dan peta Jakarta Utara; Jakarta Utara.
Jakarta Utara, pemagaran yang dikeluarkan
Sudin Trantib, oleh Gubernur DKI Jakarta, Mengajukan gugatan
Camat para warga papanggo telah class action PMH ke
Tanjung Priok, kehilangan pekerjaannya yang PN Jakarta Utara;
Lurah kesehariannya sebagai petani
Papanggo Mempersiapkan ahli
Jakarta Utara dari Komnas HAM RI;

Mempersipkan ahli dari


hukum Pertanahan
untuk persidangan.

39 MAD (SPN PT. FPT Buruh melakukan protes Pemeriksaan gugatan Menunggu putusan
SERANG) mengenai PHK yang PHI yang diajukan klien PHI
(1 orang) dilakukan perusahaan. Aksi
tersebut diresponi perusahaan
dengan menuduh ketua
serikat pekerja yaitu Maya
Agung melakukan
penggelapan uang. Klien
diberhentikan secara sepihak.

40
Beberapa orang supir dan awak - mereka datang,

23
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

MB Perusahaan bis milik AMB i datang ke LBH namun tidak hingga


AMB Jakarta untuk meminta bantuan saat ini belum kembali
hukum karena ketdakjelasan lagi.
upah yang mereka terima.
Beberapa kali ketemu, LBH
Jakarta meminta mereka untuk
aktif datang dan membentuk
serikat.

41
Hmw PT. STK Hmw bekerja sebagai security. Ia Gugatan Klien Menunggu putusan
dituduh melakukan pencurian dikabulkan oleh PHI, kasasi
kemudian di PHK. Proses PHI di klien bertindak sebagai
lakukan. Terakhir putusan PHI ghost lawyer.
keluar dengan memenangkan
Hmw. Kemudian perusahaan
Kasasi.

42
GG PT. DKB Gt adalah ketua serikat pekerja Pendampingan di Polda
galangan kapal yang diadukan Metro Jaya
oleh direktur utama ke POLDA
atas tuduhan Pencemaran nama
baik. Awalnya gatot mengadukan
direkturnya ke Meneg BUMN
karena lima hal salah satunya
adalah permainan judi golf yang
dilakukan di Kantor.
Gt juga di PHK perusahaan.

43
Adalah pekerja di Pull Taksi Prs - mengajukan - Menunggu surat
& Spk. Yang sudah bekerja sejak permohonan penetapan
tahun 1988.Bahwa Perusahaan pelaksanaan mengenai
pada tahun 2005 mengeluarkan Putusan pelaksanaan
Shm Taksi Prs i kebijakan secara lisan yaitu Mahkamah Agung sita eksekusi
apabila taksi tidak beroperasi RI No. 422
maka pekerja Sdr. Shm tidak K/PHI/2007
mendapatkan upah.Apabila
menolak maka dianggap berhenti
oleh pihak perusahaan.

44
PT. AUI DU Dkk (6 orang ) bekerja pada - Mengajukan
koperasi Gatra kemudian di PHK permohonan
dengan hanya diberikan uang Pelaksanaan sita
tanda terima kasih yang tidak Eksekusi atas
sesuai dengan masa kerja yakni Putusan Panitia
selama 5 tahun.,kemudian Penyelesaian
dialihkan ke PT. AIUI dgn posisi Perselisihan
DU yg sama.tapi masa kerja 5 tahun Perburuhan
pada Koperasi Gatra tidak Daerah DKI
dihitung..Bahwa pada tanggal 6 Jakarta
Agustus 2004 DU dkk telah di
PHK secara sepihak dan tanpa
adanya surat PHK oleh
perusahaan dgn alasan karena
dianggap melakukan mogok
kerja.

45
Bahwa sdr. BS diberhentikan - Bipartit - Menunggu
dengan tidak hormat dari pertemuan
pekerjaannya oleh pimpinan CA, bipartit
atas kejadian tersebut sdr. berikutnya
BS Bambang setiadji gajinya dibayar
hanya sampai bulan desember
CA padahal menurut kontrak kerja
sdr. BS bekerja terhitung sampai
dengan bulan april.

24
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

46 - Bipartit - Disnaker sudah


Bahwa pekerja Ids bekerja di - Tripartit mengeluarkan
perusahaan induk koperasi TNI anjuran
AL dengan cara melamar dan
melalui proses seleksi serta
dengan keputusan
pengangkatan menjadi karyawan
SPBU yang mana sebagian dari
mereka SK pengangkatannya
hilang. Bahwa pada tahun 1995
SPBU tersebut dikelola atau
dikontrakkan kepada Bp. M. Ids
dalimunthe selama kurang lebih
12 tahun, setelah itu bahwa pada
tahun 2005 BP. M. Ids
Sdr. Ids dkk Inkopal dalimunthe meninggal dunia dan
pengelolaan SPBU digantikan
oleh istrinya ibu Rsl sebagai
ketua unit dan kurang lebih 2
tahun dikelola oleh ibu roslina
SPBU mengalami bangkrut.
Bahwa setelah itu Ids dkk untuk
sementara dirumahkan, selama
dirumahkan idris dkk menerima
gaji rp. 240.000/bln selama 5
bulan terhitung dari bulan april
hingga oktober tahun 2007.
bahwa selepas dari bulan
oktober 2007 sdr. Ids dkk tidak
lagi menerima gaji.

47 Pada tahun 2009, MA 5 (lima) - Membuat legal opion


kali dirawat karena sakit
Diabetes. Perusahaan tidak
memberikan Hak Ansori yakni
MA
jaminan pemeliharaan kesehatan
PT. NM
sesuai ketentuan UU.
Perusahaan baru akan
memenuhi hak tersebut jika Asr
mau dipensiunkan dini.

48. AH merupakan pegawai PT. AMI Yayasan mengeluarkan Upaya melibatkan Litigasi sudah kalah.
dg status PKWT. Kemudian somasi agar penca pihak pemerintah
terdapat pengakhiran sepihak mengosongkan gedung diantaranya Penca sudah
oleh PT. AM. Kemudian dibuat yayasan. Kemudian KOMNAS HAM, terpecah.
perjanjian Bersama. Namun LBH menjawab dengan Dinsos Prov.DKI
perjanjian mengenai uang somasi terbuka. Jakarta, Pada sidang
kompensasi tidak dilaksanakan. Menkokesra, pertama,para penca
Penca dan LBH Depsos, Menpera, selaku tergugat
kemudian ke Depnaker, telah sebanyak 73 orang
Komnasham dan dilaksanakan datang ke PN Jak-
dipertemukan dengan Pus.tetapi sebagian
lawyer Yayasan. Penca dan LBH ke tidak diijinkan masuk
KOMNAS HAM oleh penjaga
Komnasham kemudian pada tanggal 29 juni keamanan
memerintahkan agar 2009 dikarenakan alasan
AH PT. AM pengosongan ditunda mereka tidak
selama dua bulan untuk berpakaian rapi
selanjutnya dapat
berkoordinasi dengan tgl 14 Agts 2009,
yayasan dan menpera. diadakan mediasi
antara Penca / (
Sidang pertama tanggal kuasa hukum ) dan
1 Juli 2009 kuasa hukum
YHK.di Dinsos DKI
Jakarta.
Tgl 14 Agustus 2009
tercapai kesepakatan
perdamaian antara
Penca dengan YHK
dengan ketentuan
pemberian uang

25
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

sebesar 3 milyar rupiah


dan limit waktu
pengosongan gedung
selama 6 bulan.

49. Ev, Ys, dan Mch adalah buruh Mengajukan gugatan Buruh melakukan Bukti kurang.
PT KMB. Mereka diberhentikan PHI kasasi
sepihak karena perusahaan Saksi tidak dapat
mewajibkan buruh harus memiliki dihadirkan ke
EA, Ys dan motor untuk distribusi barang. persidangan.
Mch PT. KMH Selain it terdapat pelanggaran
(tiga orang) hak normative seperti upah di
bawah UMR, tidak diberikan
surat pengangkatan, dan tidak
ada cuti tahunan.

50. Pengusaha melakukan PHK Mediasi


kepada seluruh karyawan secara
sepihak pd tgl.7 Sep 2009 tanpa
adanya surat teguran atau
pemberitahuan terlebih dulu.
BE.dkk Pengusaha juga melakukan lock
PT. BSM
(11 orang) out tidak sah tanpa adanya
perundingan lebih dulu, dan
barang-barang pribadi para
karyawan masih berada di dalam
kantor yang ditutup.

Sumber: litbang LBH Jakarta

Pada tahun 2009, sekurangnya Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta mendapat pengaduan
sebanyak 50 (lima puluh) kasus ditambah dengan kasus – kasus lainnya yang masih ditangani yang
masuk pada tahun – tahun sebelumnya yang berdimensi hak atas pekerjaan. Dari jumlah tersebut,
perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK) masih menjadi kasus yang paling sering dilaporkan oleh
buruh kepada LBH Jakarta, disamping kasus - kasus lainnya.

Dalam kasus perburuhan, selain perselisihan pemutusan hubungan kerja, permasalahan pelanggaran
hak – hak normatif juga menjadi perselisihan yang sering dilaporkan oleh kalangan buruh, seperti
pelanggaran upah, outsourcing, dan lain – lainnya. Untuk pemutusan hubungan kerja, pola – pola
pengusaha dalam melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap buruhnya, masih memakai pola –
pola yang lama. Yaitu mulai dari pelanggaran perjanjian kerja, mutasi, skorsing, dan pemaksaan untuk
mengundurkan diri.

Kasus yang menimpa 2 buruh PT. CI, merupakan salah satu kasus pemutusan hubungan kerja dengan
melalui pelanggaran kontrak. Pengusaha PT. CI memutus kontrak pekerja begitu saja, padahal pekerja
telah dikontrak lebih dari 3 kali berturut – turut, padahal kalau melihat dari ketentuan Pasal 59 ayat (4)
Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, maka maksimal pekerja diperpanjang
kontraknya adalah 2 kali.

“Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas jangka waktu tertentu dapat diadakan
untuk paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka
waktu paling lama 1 (satu) tahun”.
Dan akibat dari pelanggaran ini adalah, maka demi hukum hubungan kontrak itu beralih menjadi
hubungan tetap (Pasal 59 ayat (6) Undang – Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Selain itu, mutasi juga sering di berikan kepada pekerja yang terkenal aktif diperusahaan, mereka
dimutasi ditempat lain yang jauh, dengan harapan mereka tidak dapat lagi mengganggu pengusaha, ini

26
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

terjadi pada 5 orang pekerja dari SP AP I, yang dimutasi dari Kantor Jakarta ke kantor – kantor lainnya
yang ada di wilayah Indonesia. Permasalahan dari mutasi tersebut, apabila pekerja menolaknya, maka
dapat dikatagorikan sebagai pengunduran diri.
Namun, yang patut dicatat dalam tahun 2009 adalah mengenai cara penyelesaian terhadap kasus –
kasus perburuhan. Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) yang diharapkan dapat menyelesaikan kasus –
kasus perburuhan ternyata tidak se-efektif yang selama ini dijargonkan oleh pemerintah. PHI tidak
menjamin penegakan terhadap hak atas pekerjaan.

Ketika buruh memilih mekanisme


PHI, maka buruh akan terjebak
dalam proses formalisme yang
justru mempersulit buruh
mendapatkan haknya, belum lagi
PHI sangat lama memberikan
keputusan hukum yang tetap.
Sebagaimana mekanisme hukum
perdata, untuk jenis – jenis
perselisihan tertentu (PHK dan
Hak), maka memungkinkan bagi
pengusaha untuk menempuh
Kasasi bahkan Peninjauan Kembali.
Belum lagi ketika suatu keputusan
sudah memiliki keputusan hukum
tetap, maka buruh harus mengaju-
Aksi Buruh Memperingati Hari Buruh Sedunia

kan permohonan eksekusi, ini terjadi dalam kasus buruh PT. IM, buruh PT. Grf, dan Pak Shr (buruh Pool
Taxi Prs & Spk). Kondisi ini diperparah dengan semakin tidak berfungsinya Pengawasan dari
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Padahal yang paling penting dalam hak atas pekerjaan ini adalah hak mendapatkan perlindungan dalam
pekerjaan, yaitu hak untuk tidak dipecat secara semena – mena atau tidak adil. Dan negara sebagai
bentuk perlindungannya adalah menciptakan sebuah sistem nasional (peraturan perundang – undangan)
yang melindungi hak ini, bukan menciptakan sistem yang kompromis atau yang mempermudah buruh
kehilangan pekerjaannya, seperti yang sekarang ada dalam sistem penyelesain perselisihan hubungan
industrial (UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial).

Masalah yang lebih pelik pasca di undangkannya PPHI adalah tentang putusan – putusan yang
dikeluarkan oleh Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah/Pusat (P4D/P). Banyak putusan
P4P yang tidak bisa dieksekusi (non executable). Kami mencatat sedikitnya ada 2 kasus yang tidak bisa
dieksekusi meskipun telah memiliki kekuatan hukum tetap, yaitu kasus Pak Windu, dkk (11 orang) dan
buruh PT. MS (1400 orang).

Khusus kasus buruh PT. MS adalah cermin bahwa pemerintah tidak melakukan harmonisasi antara
mekanisme penyelesaian kasus perburuhan yang lama dengan yang baru. Buruh PT. MS dikalahkan di
tingkat P4P, kemudian mereka banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara dan kembali
dikalahkan. Selanjutnya mereka mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA), dan MA memenangkan
kasasi buruh.

27
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Di sini letak masalahnya, karena yang menjadi objek sengketa adalah putusan P4P, dimana P4P adalah
sebuah lembaga negara yang bersifat adminstratif, maka MA membatalkan putusan P4P, dan
memerintahkan agar P4P membuat keputusan baru. Masalahnya adalah P4P telah bubar sejak
Pengadilan Hubungan Industrial didirikan (16 Januari 2006), dan pemerintah tidak menunjuk lembaga
pengganti P4P, padahal masih banyak kasus – kasus buruh yang dibawah kendali P4P.

Bahwa kami melihat, akan masalah dari lemahnya penegakkan hak atas pekerjaan adalah terletak
diregulasi yang lemah, yang bersifat negosiatif dan kompromis, sehingga hak – hak buruh yang
sebenarnya mutlak harus diberikan menjadi sesuatu hak yang dapat ditawar, dan kondisi inilah yang
membuat posisi tawar buruh selalu berada dikondisi yang lemah, akibat tekanan, baik itu tekanan
pengusaha dan tekanan pemerintah melalui regulasinya yang tidak pro buruh.

B. Hak atas Kebebasan Berserikat

“ Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat – serikat pekerja


untuk melindungi kepentingan. “
( Pasal 23 ayat (4) Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia )

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Kebebasan Berserikat ditangani LBH Jakarta pada 2009
No KASUS Posisi Kasus Singkat Langkah yang Kondisi terakhir Hambatan
sedang dan telah
Korban Pelaku dilakukan

1. Pekerja PT. FP PT. FP, PHK karena buruh menuntut Mengajukan banding Menunggu putusan Hakim tidak
(73 orang) kenaikan upah berkala. PHK atas putusan banding memiliki
dilakukan pertama-tama pengadilan negeri pemahaman
terhadap para pengurus serang yang tentang anti serikat
serikat, selain itu pengusaha menjatuhkan pidana
juga melakukan kriminalisasi terhadap pengurus
terhadap salah satu
pengurus.

2. IS GM Hotel GM In adalah mantan Ketua Mendampingi BAP di Menunggu SP3 Klien Tidak
FSPM Hotel GM. Ia dituduh POLDA Metro Jaya bergerak Cepat
menggelapkan dana Serikat dengan
Pekerja oleh Manajemen memberikan data
Hotel GM. kepada Penyidik
POLDA Metro

3. MU, dkk anggota Carrefour Klien secara bersama- Serikat buruh - Aparat keamanan
SPCI sama menolak mutasi, melakukan aksi di melrang serikat
(8 orang), dan karenanya PT.CI pusat melakukan aksi
dikenakakan SP 2, SP 3,
dan diancam di skorsing
apabila tidak mengajukan
gugatan ke PHI.

4. Buruh Progressip PT. Lmd Karena hak normatif buruh Melakukan Upah sesuai UMK, Pengusaha
PT.Lmd tidak terpenuhi, serikat perundingan dengan cuti buruh berbelit-beli dalam
(150 orang) buruh melakukan mogok perusahaan diberikan, dan melakukan
kerja dan dibalas serikat diberikan perundingan
mengenakan Surat sekretariat oleh
Peringatan ketiga dan perusahaan
dengan lock out dengan
perusahaan.

5. Afn dkk (10 orang) PT. Mtl dan Afn dkk terancam pidana - Akan melakukan LBH belum
kepolisian pemalsuan surat karena pendampingan melaporkan karena
jakarta barat salah satu anggota serikat - Korespondensi kepolisian belum
mewakilkan tanda tangan - Melaporkan ke mulai memproses
kepada arifin. Hal ini Propam Polda perkara.

28
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

merupakan tindakan untuk Metro Jaya.


mengkriminalisasi buruh - surat protes
agar bungkam. Didukung mengenai delik yg
oleh Polisi yang selalu dikenakan dan
membujuk Acu agar melapor proses penyidikan.
pemalsuan surat.

6. MAD PT. FPT Buruh melakukan protes Pendampingan Tanggal 7 Oktober Adanya mafia
(1 orang) mengenai PHK yang pemeriksaan di 2009 putusan telah peradilan
dilakukan perusahaan. Aksi kepolisian dan di dijatuhkan dengan
tersebut diresponi persidangan pidana 6 bulan
perusahaan dengan Melakukan banding penjara dengan
menuduh ketua serikat dan membuat memori masa percobaan 8
pekerja yaitu Maya Agung banding. bulan. Klien
melakukan penggelapan mengajukan
uang. Padahal penggunaan banding dan saat ini
uang adalah untuk sedang menunggu
kepentingan advokasi dan putusan banding
telah disetujui oleh rapat
koperasi.
Akibat tuduhan tersebut,
klien diperiksa sebagai
terdakwa di Pengadilan
Negeri Serang dan
dinyatakan bersalah.

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Berbicara akan hak atas kebebasan berserikat tentu bukan hanya hak akan mendirikan serikat atau
bergabung dengan serikat saja, namun melekat juga hak untuk menjalankan fungsi serikat termasuk
perlindungan terhadap pengurus dan anggota serikat. Pengakuan atas sebuah serikat mutlak harus
diakui bukan hanya oleh pemerintah namun juga oleh pengusaha.

Namun kenyataannya, banyak serikat yang baru berdiri tidak diakui oleh perusahaan. Bentuk tidak diakui
bermacam–macam, mulai tidak memfasilitasi pendirian sekretariat serikat sampai tidak menerima ajakan
berunding yang diajukanoleh serikat. Menurut catatan kami, hampir semua kasus mengenai pemutusan
hubungan kerja bernuansa anti serikat. Seperti kasus yang dialami oleh Bapak Gatot Gardjito, ketua
serikat pekerja PT. DKB, yang di PHK lantaran melaporkan atasanya karena terlibat judi online.

Pola yang dipakai pengusaha dalam menghabisi serikat buruh adalah dengan mengkriminalisasi ke
aparat kepolisian. Tahun 2009 merupakan tahun kriminalisi terhadap pengurus serikat, sebagaimana
terlihat dalam tabel-tabel di bawah ini:

No. NAMA TUDUHAN STATUS PERKEMBANGAN

1. IJ Pasal 310 & 311 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda
Ketua SP Angkasa Pura I Metro Jaya.
2. GG Pasal 310 & 311 KUHP Saksi Masih dalam proses pemeriksaan di Polda
Ketua SP DKB Metro Jaya.
3. Ksy Pasal 167 & 310 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda
Ketua Serikat Pekerja SBKU Metro Jaya.
PT. Istana Magnoliatama
4. MA Pasal 372 & 374 KUHP Terdakwa Di PN. Serang dinyatakan bersalah dan
Pengurus DPC Serikat Pekerja dihukum 6 bln penjara dengan masa
Nasional Serang percobaan 8 bulan.
5. IS Pasal 372 KUHP Tersangka Masih dalam proses pemeriksaan di Polda
Ex. Ketua FSPM Hotel GM Metro Jaya.
Sumber: Litbang LBH Jakarta
Catt : Pasal 310 KUHP tentang Pencemaran Nama Baik, Pasal 311 KUHP tentang Fitnah, Pasal 167 KUHP tentang Memasuki Tanah Orang Tanpa Izin
Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, Pasal 374 KUHP tentang Penggelapan Dalam Jabatan

Pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP), khususnya Pasal 310, 311 dan 335
(Perbuatan Tak Menyenangkan) merupakan pasal yang biasa digunakan oleh pengusaha untuk menjerat

29
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

para pengurus serikat. Memang setiap warga negara berhak untuk membuat laporan di kepolisian.
Namun sikap polisi yang cenderung lebih cepat merespon laporan pengusaha dipandang sebagai
keberpihakan aparat negara kepada pemilik modal.

Aksi Serikat Buruh

Lain halnya apabila serikat yang melaporkan ke polisi, seperti yang pernah dilaporkan oleh Serikat
Pekerja AP I. Mereka melaporkan Direktur Utama PT. AP I ke polisi karena telah melakukan tindakan
anti serikat (Pasal 28 Undang – Undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja). Namun, pada
bulan Oktober lalu ternyata pihak Polda Metro Jaya mengeluarkan Surat Perintah Penghentian
Penyidikan (SP3).

Selain itu, pola melakukan mutasi terhadap pengurus serikat juga kerap dilakukan oleh pengusaha,
dengan dalih menyesuaikan kebutuhan perusahaan. Sehingga buruh yang juga merupakan pengurus
serikat akan sulit lepas dari argumen tersebut. Ini terjadi bagi 5 orang pengurus pusat Serikat Pekerja AP
I, yang dimutasi ke berbagai daerah, padahal mereka sedang mengurus permasalahan Perjanjian Kerja
Bersama dengan manajemen.

Kami melihat, meskipun pemerintah telah membuat regulasi tentang perlindungan terhadap serikat
pekerja melalui Undang – undang No. 21 Tahun 2000, namun saluran penegakkannya masih lemah.
Polisi masih gagap ketika menangani kasus–kasus tindakan anti serikat, malah ada beberapa kantor
polisi yang langsung menolak mentah – mentah laporan buruh tentang tindakan anti serikat yang
dilakukan oleh pengusaha. Polisi menganggap permasalahan serikat pekerja merupakan domain Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Padahal apabila kita melihat dari Pasal 28 dan Pasal 43 UU No. 21
Tahun 2000, jelas bahwa tindakan anti serikat merupakan tindak pidana kejahatan.
Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh untuk membentuk atau tidak membentuk, menjadi
pengurus atau tidak menjadi pengurus, menjadi anggota atau tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan atau tidak
menjalankan kegiatan serikat pekerja/serikat buruh dengan cara :
a. melakukan pemutusan hubungan kerja, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
b. tidak membayar atau mengurangi upah pekerja/buruh;
c. melakukan intimidasi dalam bentuk apapun ;
d. melakukan kampanye anti pembentukan serikat pekerja/serikat buruh.

30
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pasal 43
1. Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28,
dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan tindak pidana kejahatan.

Jelas bahwa tindakan anti serikat merupakan bentuk kejahatan, dan dengan begitu polisi mempunyai
wewenang untuk menerima laporan buruh dan kemudian melakukan pemeriksaan. Dan kondisi ini kami
prediksikan akan tetap sama pada tahun 2010.

C. Hak atas Kesehatan

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Kesehatan ditangani LBH Jakarta pada 2009

No KASUS Posisi Kasus Singkat Langkah yang sedang Kondisi terakhir hambatan
dan telah dilakukan

Korban2 Pelaku

1. NR Dr. M N berobat kepada Dr. M disalah satu RS Pendampingan, - Klien diobati - Klien menempuh
di Jakarta. Berdasarkan saran sang Mediasi, surat gratis selama langkah-langkah
dokter, N dioperasi. Namun setelah menyurat. masa tertentu tanpa
dioperasi kondisi kesehatan justru perundingan. berkoordinasi
semakin memburuk. Terdapat dugaan dengan LBH.
malpraktek, sbb : - Klien
memberikan - Memudarnya
1. Keputusan untuk menempuh tindakan kuasa baru tanpa hubungan saling
operasi hanya melalui proses memberitahu percaya antar
pemeriksaan sekedarnya dan terburu- kuasa hukum Klien dengan
buru. sebelumnya LBH Jakarta
(Tom)
2. Pengobatan berlebihan yang tidak
sesuai dengan kebutuhan pasien.

3. Ketika menyatakan tidak mampu lagi


mengobati, merujuk pasien bukan
kepada tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dalam penyakit
tersebut, tetapi kepada paranormal.

2. M. A PT. NM MA dipaksa oleh perusahaan untuk Membuat legal opion


pensiun dini karena diabetes. MA
akhirnya membuat surat pengunduran
diri namun ternyata jaminan hanya
untuk rawat inap saja, tidak termasuk
obat-obatan.

3. E. S RS. GS Pada tahun 1984 ybs mengalami Korespondensi surat Dapat Balasan
gangguan pendengaran pada telinga somasi dan keterangan dari

2 Inisial dan jumlah orang

31
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

kiri dan keluar cairan pada telinga permohonan klarifikasi Rumah sakit. Dan
kanan, dan kemudian diperiksa oleh Pernyataan bahwa
Dr. SS (spesialis THT) si RS. GS, ES Tidak akan
dan di kemudian dioperasi. Namun menuntut lagi.
hasil operasi membuat telinga kiri
sdr. E tidak bisa mendengar sama
sekali. Kemudian dioperasi sampai
dengan tiga kali. 1986, 1987, &
1990. Juni 1990 di PHK dari
Pekerjaan. 2001 mengirimkan surat
untuk menanyakan dugaan
malapraktek. 10 Agustus 2001 Dr. S
mengutus Suster NC untuk
menandatangani pernyataan. ybs
diberikan uang simpati sebesar Rp.
3 juta.

4. Ibu Tn RSC Ibu Tn memiliki anak yang baru Mendampingii Bayi dapat diambil Administrasi tidak
melahirkan. Bayi tidak bisa dibawa langsung ke RSC dan administrasi lengkap.
(4 orang) pulang karena administrasi belum untuk mengeluarkan akan dilengkapi
lengkap, jaminan kesehatan tidak bayi. kemudian Ada peraturan
diterima krn tidak ada surat keterangan bahwa untuk hamil
pindah dan anaknya hamil di luar di luar nikah tidak
nikah. ditanggung jaminan
kesehatannya

5.

R.M RS AA P.R, anak dari Bapak R.M dan ibu - Mengirimkan surat - Pihak N
HY.menderita diare.Kemudian si anak ke PT. N perihal menelepon dan
dibawa ke RS AA, disana ternyata penegasan kembali memberikan
dalam perawatan si anak diberikan ttg keamanan pernyataan
susu yang sudah kadaluarsa. mengkonsumsi yang sama
susu kadaluarsa seperti yg
tercantum
- Mengirimkan surat dalam surat
ke Prof Dr. A. F mereka
perihal klarifikasi sebelumnya.
mengenai
pernyataan beliau - Prof. Dr. A.F
dalam surat mengirimkan
tanggapan RS AA balasan surat yg
terhadap surat intinya
bapak R.M mengkonsumsi
susu kadaluarsa
tidak boleh
karena tidak
bagus untk
kesehatan.

- Dalam proses
pembuatan
gugatan

32
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

C.1. Pengertian Hak Atas Kesehatan

Kesehatan dan penyakit berpengaruh besar pada keberlangsungan hidup dan kehidupan manusia itu
sendiri. Perbedaan latar belakang sosial dan pendidikan akan sangat mempengaruhi pemahaman dan
pemaknaan atas kedua hal tersebut. Bagi mereka yang miskin dan tidak berpendidikan, kesehatan
dimaknai sebagai kondisi tubuh dalam keadaan yang setidaknya dapat menjalani pekerjaan demi
keberlangsungan hidup, sedangkan penyakit berarti ketidakberdayaan dan ancaman terhadap
keberlangsungan hidup.

Bagi masyarakat yang relatif berpendidikan tinggi, sehat dimaknai tidak lagi sebatas mengenai tubuh
namun juga mental, serta kondisi lingkungan yang mendukung bagi peningkatan kondisi kedua hal
tersebut. Sedangkan penyakit dapat dimaknai sebagai ancaman namun juga sekaligus tantangan dan
peluang. Benar bahwa penyakit memberikan ancaman nyata pada keberlangsungan hidup, namun juga
penyakit dapat diibaratkan sebagai peta harta karun, sekalipun terdapat bahaya yang mengintai namun
jika misteri dalam peta berhasil dipecahkan maka akan berubah menjadi lumbung emas yang tak ternilai.

Kondisi kekinian juga menunjukan perkembangan yang menarik mengenai perubahan pemahaman atas
frasa kesehatan dan penyakit. Istilah “obat kecantikan” yang kian mengakrabi telinga masyarakat secara
tidak langsung menyatakan bahwa kondisi “tidak cantik” masuk dalam kategori penyakit. Maka untuk
mengobatinya diperlukan “obat kecantikan”. Salon kecantikan tidak lagi menjadi satu-satunya tempat
untuk menyelesaikan permasalahan “ketidak cantikan”, karena ketika “ketidak cantikan” dianggap
menjadi penyakit maka sudah selayaknya rumah sakit juga menyediakan tenaga medik khusus untuk
mengobatinya.

Untuk menjembatani jurang pemahaman akan hak atas kesehatan, maka penting terdapatnya
pemahaman yang universal mengenai frasa “sehat”. Pada tahun 1946, World Health Organization dalam
konstitusinya menyatakan yang dimaksud dengan sehat ialah keadaan sempurna fisik, mental dan
kesejahteraan sosial dan tidak semata-mata ketiadaan penyakit atau kelemahan fisik belaka3.

Selang 20 tahun kemudian, tepatnya 16 Desember 1966, Komite Ketiga Majelis Umum Perserikatan
Bangsa-Bangsa melahirkan definisi baru yang semakin memperluas dan mendetailkan pengertian hak
atas kesehatan sebagaimana termaktub dalam pasal 12 Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi,
Sosial dan Budaya. Kalimat “pencapaian tertinggi standar kesehatan fisik dan mental” pada pasal 12
ayat 1 Kovenan Internasional Tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya tidak lagi hanya terbatas pada
hak atas perawatan kesehatan. Lebih lanjut, dalam sejarah perancangan pasal 12 ayat 2, terdapat
pengakuan bahwa hak atas kesehatan juga mencakup berbagai faktor sosio ekonomi yang dapat
meningkatkan keadaan di mana manusia dapat menuju kehidupan yang sehat, dan memperluas faktor
utama yang mendasari kesehatan, seperti pangan dan nutrisi, perumahan, akses ke air minum yang
bersih dan layak minum dan sanitasi memadai, kondisi kerja yang aman dan sehat serta lingkungan yang
sehat.

3Konstitusi diadopsi oleh Konferensi Kesehatan Internasional di New York pada 19 Juni
hingga 22 Juli 1946, ditandatangani pada 22 Juli 1946 oleh wakil-wakil dari 61 negara. Konstitusi dapat diakses melalui
http://www.who.int/governance/eb/who_constitution_en.pdf .

33
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

C.2. Empat Prinsip Pemenuhan Hak Atas Kesehatan

Dari penjelasan di atas dapat diketahui bahwa hak atas kesehatan bukan sekedar hak atas perawatan
kesehatan yang tepat waktu dan sesuai, namun juga termasuk faktor-faktor menentukan yang mendasari
kesehatan. Untuk pemenuhan kedua hak tersebut, terdapat empat prinsip pedoman yang harus dipenuhi
oleh negara, antara lain4 :

a. Ketersediaan Layanan Kesehatan


Negara harus memiliki sejumlah layanan kesehatan yang mencakupi bagi penduduk
secara keseluruhan.
b. Aksesbilitas.
Fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus mudah diakses oleh setiap orang tanpa
diskriminasi, didalam wilayah hukum negara. Aksesbilitas memiliki empat dimensi yang
salin tumpang tindih, yakni : non diskriminasi, aksesbilitas fisik, aksesbilitas
perekonominan (keterjangkauan), aksesbilitas informasi.
c. Aksepbilitas
Semua fasilitas kesehatan, barang dan jasa harus menghormati etika medis dan sesuai
dengan budaya.
d. Kualitas

Fasilitas kesehatan, barang dan jasa juga harus sesuai secara ilmu pengetahuan dan medis.

C.3. Indivisibilitas Hak Atas Kesehatan

Korelasi hak atas kesehatan dan hak asasi manusia lainnya merupakan perwujudan dari prinsip
indivisibalitas ham, yakni setiap kategori hak merupakan satu kesatuan yang utuh. Pelanggaran
terhadap HAM memiliki konsekuensi yang serius terhadap kesehatan. Penyiksaan misalnya, selain akan
mengakibatkan kesehatan fisik terganggu juga akan mengakibatkan munculnya trauma berat yang
berdampak pada kesehatan mentalnya. Tidak setiap kebijakan atau program kesehatan sejalan dengan
pemenuhan hak asasi manusia lainnya, Kebijakan dan program kesehatan dalam design atau
pelaksanaannya dapat mempromosikan atau justru melanggar hak asasi manusia, seseorang yang
mengidap penyakit menular, maka dapat diisolasi di tempat khusus oleh negara untuk menghindari
penularan terhadap lebih banyak orang. Korelasi lainnya ialah bahwa pemenuhan terhadap hak-hak
asasi manusia dapat mengurangi kerentanan seseorang terhadap penyakit. Pemenuhan hak atas
pendidikan, hak atas informasi, hak atas air serta hak atas pangan dan nutrisi akan menunjang
penciptaan kualitas kesehatan yang baik bagi semua orang. Untuk lebih jelas lihat diagram berikut ini:

4Terhadap 4 pedoman prinsip tersebut, negara seperti layaknya hak lainnya, memilki 3 kewajiban yang diemban, yakni :
a. Menghormati.
Secara sederhana diartikan negara tidak boleh menggangu penikmatan hak atas kesehatan.
b. Melindungi
Negara harus dapat memastikan bahwa pihak ketiga (aktor non negara seperti Rumah sakit, perusahaan farmasi)
tidak melakukan pelanggaran hak atas kesehatan.
c. Memenuhi
Negara harus mengambil langkah-langkah positif untuk mewujudkan hak atas kesehatan.
Lihat Pasal 12 Komentar Umum No. 14 (sidang Keduapuluh dua, 2000), UN doc.E/C.12/200/4.

34
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

DIAGRAM HUBUNGAN ANTARA HAM DAN KESEHATAN5

C.4. MALPRAKTEK ; Momok Bagi Pemegang Hak Atas Kesehatan

“Law Profefessors had been telling their students for years that medical malpratice kills more people than auto and
workplace accidents combined” 6

Pernyataan di atas terasa sedikit provokatif, namun bukanlah tanpa dasar. Menurut laporan Institute of
Medicine of the U.S National Academy of Sciences yang berjudul To Err Is Human (November 1999),
kesalahan medis telah membunuh hingga 98.000 orang di Amerika Serikat. Tom Baker, seorang Guru
Besar Ilmu Hukum dan Kesehatan dari University Penslyvania Law School bahkan telah
mengkategorikan malpraktek sebagai epidemi7. Akan tetapi sekalipun dikategorikan sebagai epidemi,
laporan yang sama juga menyatakan bahwa sebagian besar korban tidak menempuh proses hukum.

Pada tahun 2009, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima 3 pengaduan kasus malpraktek. Para
korban malpraktek tersebut hingga tulisan ini dibuat masih menempuh langkah penyelesaian di luar
peradilan. Pilihan penyelesaian diluar peradilan ditempuh karena kurangnya bukti yang dimiliki atau
hilangnya bukti karena peristiwa telah berlangsung lama.

Pengertian malpraktik tidak dapat ditemukan diperaturan perundangan yang mengatur baik tentang
kedokteran ataupun kesehatan. Secara harfiah “mal” memiliki arti salah sedangkan “praktik” arti

5 Sebagaimana di diterjemahkan dari http://www.who.int/hhr/HHR%20linkages.pdf

6 Hal 22, Tom Baker, The Medical Malpractice Myth, The University Chicago Press, Chicago, 2005.

7 ibid

35
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

pelaksanaan atau tindakan. Sehingga malpraktik berarti pelaksanaan atau tindakan yang salah.
seseorang yang tidak melakukan pekerjaannya secara profesional. Sedangkan World Medical
Associations pada tahun 1992 menentukan yang dimaksud malpraktik adalah Involves the physician’s
failure to conform to the standard of care for treatment of the patient’s condition, or a lack of skill, or
negligence in providing care to the patient, which is the direct cause of an injury to the patient8.

Pada 14 September 2009, Dewan Perwakilan Rakyat mensahkan Rancangan Undang-Undang


Kesehatan menjadi Undang-Undang Kesehatan. Dalam pasal 58 ayat 1 Undang-Undang No. 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan, dinyatakan :

“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan
yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.”

Melalui mekanisme penuntutan ganti rugi, negara telah memposisikan penikmat hak atas kesehatan
seolah-olah sejajar dengan tenaga kesehatan dan atau penyelenggara kesehatan. Padahal salah satu
permasalahan mengapa kasus-kasus malpraktek jarang diselesaikan melalui proses peradilan salah
satunya adalah ketimpangan pengetahuan antara penikmat hak atas kesehatan dengan penyelenggara
kesehatan hingga menyulitkan pembuktian. Misalnya, untuk menentukan apakah seseorang terkena
infeksi setelah operasi akibat kelalaian dokter ketika mempersiapkan sebuah operasi atau memang
sebelum operasi infeksi itu telah ada pada si pasien ? orang awam, tidaklah mungkin menjawab
pertanyaan itu, dibutuhkan keahlian khusus untuk menjawabnya9.

Selain itu, proses pengadilan yang memerlukan biaya tidak sedikit, waktu yang panjang serta tenaga
yang tidak sedikit justru akan semakin menambah beban korban malpraktek. Di satu sisi, korban harus
konsentrasi memikirkan kasusnya namun pada sisi lain ia pun harus berjuang untuk menyembuhkan
penyakit awal serta penyakit yang timbul kemudian sebagai dampak dari malpraktek. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa kasus malpraktek begitu ramai menjadi topik yang diperbincangkan di
masyarakat namun sedikit yang masuk dalam proses hukum10.

8 Terjemahan : adanya kegagalan dokter untuk menerapkan standar pelayanan terapi terhadap pasien, atau kurangnya
keahlian, atau mengabaikan perawatan pasien, yang menjadi penyebab langsung terhadap terjadinya cedera pada pasien

9 Pada proses gugatan perdata, pihak penggugat yang mendalilkan terjadinya malpraktek akan kesulitan membuktikannya
karena keterbatasan pengetahuannya akan dunia medis. Sedangkan dalam proses pidana, kepolisian juga seringkali
kesulitan dalam pembuktian, hal ini disebabkan tidak adanya penyidik polri yang memiliki latar belakang pendidikan dokter
dan sulitnya mendapat rekam medis. Lihat “malpraktek harus dibuktikan dari sisi hukum dan kesehatan”, yang dapat diakses
melalui http://hukumham.info/index.php?option=com_content&task=view&id=259&Itemid=99999999

10 Dalam wawancaranya dengan kompas, Dewan Penasehat Ikatan Dokter Indonesia, Prof. Hasbullah Thabrany mengatakan
“dari seratus kejadian malpraktik mungkin Cuma sepuluh yang dilaporkan.” Lihat
http://regional.kompas.com/read/xml/2009/08/02/22105282/Wah..60.Persen.Kasus.Malpraktek.Disebabkan.Dokter

36
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Box Kasus Malpraktek

NY (48) , seorang ibu rumah tangga korban malpraktek. 20 Juni 2008, NY mengalami nyeri dibagian perut kemudian dia
berobat ke dr. Im, yang kemudian mendiagnosa bahwa NY sakit maag. Setelah meminum obat dari dr. Im, kondisi NY tidak
kunjung membaik. Atas saran tetangganya ia berobat ke dr. NP. Menurut dr. NP, NY menderita sakit lambung. Atas saran dr.
NP pula, NY melakukan pemeriksaan darah. Karena kondisi kesehatannya semakin menurun, NY kembali berobat ke dr. NP,
ia kemudian menjalani rawat inap di RS. K, Jakarta, pada hari pertama rawat inap, dr. NP mengatakan bahwa NY sakit usus
buntu dan harus segera dioperasi. Namun diagnosis tersebut diragukan oleh NY, karena ia masih bisa berjalan dan buang air
besar. Keesokan harinya, NY muntah-muntah, ia diperiksa oleh dokter jaga. Ia diminta mengoyang-goyang serta melipatkan
kakinya,dokter menanyakan apakah NY merasakan sakit atau tidak, Nuryati menjawab tidak. Dokter jaga heran atas
diagnosis dr. NP yang menyatakan NY usus buntu. Esok hari, NY di rontgen oleh DR. YS, dari hasil rontgen tersebut dr. NP
sekali lagi menyatakan NY harus dioperasi usus buntu. dr. NP mengatakan bila dioperasi usus buntu maka “penyakit
lambungnya bisa sembuh”, kesimpulan ini diambil berdasarkan pengalamannya. Siang hari NY dioperasi tanpa melalui
melewati proses puasa dan pemeriksaan darah. NY dioperasi dengan bius lokal, pada saat operasi ia mendengar salah satu
dokter mengatakan “NP, kata lo usus buntut, mana ?” kemudian dr. NP mengatakan “udah angkat aja!”. Paska operasi
kesehatan NY semakin memburuk, ia meminta pertanggungjawaban dr. NP, namun dr. NP justru menyatakan tidak sanggup
mengobati dan malah merujuk NY ke ahli pengobatan alternatif. Ketika hendak menuntut keadilan atas malpraktek yang
menimpa dirinya, NY juga harus berkonsentrasi memikirkan penyembuhan penyakitnya. Keadaan ekonomi keluarga
bertambah sulit karena, suami NY tidak dapat bekerja karena harus merawat NY. NY juga berusaha mencari pendapat dari
dokter lain sebagai pembanding, banyak dari dokter yang didatangi menyatakan bahwa ini adalah kasus malpraktek, namun
tidak satu pun dari mereka yang bersedia memberikan keterangan ahli jika kasus ini masuk proses peradilan. Hingga saat ini,
proses hukum kasus NY masih tersandung dengan hambatan serius ketiadaan ahli.

Ketiadaan ahli yang mau memberikan kesaksian dalam kasus malpraktek seringkali terjadi dan menjadi
penghambat mengapa kasus malpraktek sedikit yang berlanjut ke proses hukum. dalam kasus NY,
ketiadaan ahli terjadi karena para dokter tidak mau tersangkut paut dengan permasalahan hukum.
Namun dibanyak kasus lainnya, Conspiracy of silence sering juga didasari oleh semangat melindungi
rekan seprofesi (solidaritas korps).

Ketika saluran hukum menuntut dugaan malpraktek tersumbat, para korban malpraktek justru rentan
dikriminalisasi. Peraturan perundang-undangan yang ada tidak berpihak pada korban. Permasalahan
informasi dalam medis, seperti rekam medis dan hasil laboratorium yang harusnya adalah milik dari
pasien seringkali disembunyikan dan tidak
diberikan ketika pasien/keluarga pasien
bersangkutan memintanya. Dalam kasus Prita
Mulyasari misalnya, ketika ia meminta rekam
medis dan hasil laboratorium pemeriksaan
darah yang merupakan haknya justru tidak
dikabulkan oleh RS Omni Internasional. Prita
menuangkan keluhannya dalam surat
elektronik yang kemudian menyebar di dunia
maya. Bukannya menyelesaikan pokok
permasalahannya yakni memberikan rekam
medis dan hasil laboratorium pemeriksan
Pasien RSCM yang terusir dari Rumah Sakit darah, RS Omni Internasional dan kedua

dokter yang disebut dalam surat elektronik tersebut malah melaporkan Prita ke kepolisian dan
menggugatnya secara perdata. Ironisnya, RS Omni menjadikan rekam medis sebagai amunisi tawar

37
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

menawar dalam penyelesaian perselisihannya denga Prita. Mereka akan mencabut gugatannya dengan
salah satu syaratnya yakni Prita berhenti menuntut haknya atas rekam medis.11

Rekam medis merupakan hak pasien sebagaimana dijamin dalam Undang-Undang No. 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran, namun Mahkamah Konstitusi melalui Putusan No. 4/PUU-V/2007 tertanggal
justru mencabut kewajiban negara untuk melindungi pasien ketika berhadapan dengan dokter yang
dengan sengaja tidak membuat rekam medis. “Hukuman kurungan paling lama 1 tahun” yang
diancamkan kepada dokter yang dengan sengaja tidak membuat rekam medis dinyatakan tidak
mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Padahal rekam medis sangatlah penting untuk diketahui
dan dimiliki oleh pasien sebagai salah satu bentuk kontrol pasien terhadap kinerja dokter dan
penyelenggara sarana kesehatan.

C.5. Keselamatan Dan Kesehatan Kerja ; Pengabaian Hak Pekerja Dimulai Sedari Mereka Memeras
Keringat Di Tempat Kerja.

“Every 15 seconds, a worker dies from a work related accident or disease. Every 15 seconds 160 workers
have a work-related accident. It means that by the end of this day nearly 1 million workers will suffer a
workplace accident. It means that by the end of this day, around 5.500 workers will die due to an accident or
disease from their work!”12

Fakta yang diajukan ILO di atas membuka mata kita betapa malangnya buruh. Ketika masih tertatih-tatih
memperjuangkan hak atas pekerjaan dan hak mendapatkan perlindungan dalam pekerjaan (baca : tidak
di PHK semena-mena), ancaman terhadap keselamatan dan kesehatan kerja mengintai mereka setiap
saat. Buruh tidak menerima upah untuk siap kehilangan jemarinya, tidak juga untuk kehilangan sebelah
matanya, tidak juga untuk siap paru-parunya menjadi tidak berfungsi akibat terlalu banyak menghirup
debu. Namun, dalam kondisi hubungan industrial yang belum berpihak pada mereka, maka sebagian
besar buruh terkadang mengangap resilko diatas adalah “bagian dari pekerjaan, yang mana mereka
dibayar untuk itu”. Indonesia dari hasil penelitian ILO menempati urutan ke 152 dari 153 negara yang
diteliti mengenai kecelakaan kerja. Hal ini menunjukan betapa buruknya perhatian negara terhadap
keselamatan dan kesehatan kerja13.

Pada dasarnya, buruh dibayar sebagai upah atas pekerjaan yang mereka lakukan, namun bukan berarti
mereka juga harus menghadapi bahaya/resiko yang sebenarnya dapat dihindari. Teknologi sudah
semakin maju dan pengetahuan manajerial terus berkembang, dengan perpaduan kedua hal itu maka
tempat kerja yang aman dan sehat bukanlah sekedar mimpi.

Dari sisi peraturan perundang-undangan, Undang-Undang yang secara khusus mengatur mengenai
keselamatan dan kesehatan kerja, yakni Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tidak sesuai lagi dengan
kondisi kekinian. Produk hukum yang telah berusia 39 tahun ini harus direvisi dan disesuaikan dengan
perkembangan yang ada. Indonesia baru meratifikasi satu instrumen hukum internasional terkait
keselamatan dan kesehatan kerja, yakni Convention concerning Hygiene in Commerce and Offices 1964.
11 Lihat http://www.detiknews.com/read/2009/06/03/180638/1142241/10/rs-omni-cabut-gugatan-bila-prita-tak-minta-hasil-lab-
trombosit.

12 Health And Life At Work : A Basic Human Right, Internasional Labour Organization Booklet, Switzerland, 2009.

13 Lihat http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id=9491&Itemid=691

38
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Sedangkan instrumen ILO terkait prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja hingga kini
belum diratifikasi14.

Box Kasus Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Pada kasus DR, buruh perempuan berusia 25 tahun, yang bekerja di PT. SI, Bekasi dapat dilihat dampak dari fleksibilitas
pasar tenaga kerja terhadap jaminan keselamatan dan kesehatan kerja. DR bekerja di PT. SI sejak Februari 2007, dengan
status pekerja kontrak. Awal bekerja ia menjalani training selama 3 bulan. Tanggal 20 Oktober 2007, DR melakukan aktifitas
kerjanya seperti biasa, ketika ia telah selesai mengerjakan pekerjaannya, oleh salah seorang atasannya ia diminta untuk
lembur. Ketika lembur, DR masih mengerjakan pekerjaan yang sama dengan yang ia biasa kerjakan. Namun selang dua jam
kemudian, DR diminta oleh atasannya untuk pindah ke bagian mesin karena salah seorang operator mesin mau istirahat. DR
menolak karena ia tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan untuk mengoperasikan mesin dan saat itu ia sedang haid.
Namun karena didesak terus akhirnya DR menuruti perintah atasannya. Namun malang tak dapat dihindari, tak lama ia
mengoperasionalkan mesin, tiba-tiba mesin mati akibat material yang gagal dalam proses pencetakan tersangkut di dalam
mesin. Ketika hendak mengambil material tersebut dengan tangan kanannya, tiba-tiba bagian mesin yang bernama Based
alas mata pisau (berbobot puluhan kilogram) jatuh menimpa tangan kanan DR. DR menjalani pengobatan di salah satu
rumah sakit swasta di Bekasi. Karena tak mungkin diselamatkan lagi maka keempat jari tangan kanan (kecuali ibu jari)
terpaksa harus diamputasi. Ketika dirawat, Presiden Direktur PT. SI menjenguk DR di Rumah Sakit. Pada saat itulah salah
serang keluarga DR meminta agar setelah DR sembuh dapat dipekerjakan kembali dan diangkat menjadi pekerja tetap.
Presiden Direktur pun mengiyakan permintaan itu. Setelah melewati masa penyembuhan dan kondisinya membaik, Mei 2008
DR kembali bekerja, ia diminta untuk memilih bagian dimana ia dapat bekerja tanpa tangan kanan. Ia memilih bekerja di
bagian administrasi dengan tugas utama memasukan data ke komputer. Pada pertengahan Januari 2009, DR di PHK dengan
alasan kontraknya telah berakhir sejak 31 Desember 2008, padahal DR tidak pernah menandatangani kontrak lagi setelah
kontrak pertamanya berakhir pada tahun 2007. keesokan harinya, DR tidak lagi diperbolehkan masuk ke wilayah
perusahaan15.

Pekerja kontrak sebagai salah satu wujud dari fleksibilitas pasar tenaga kerja memiliki dampak yang
signifikan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Mempekerjakan pekerja kontrak menguntungkan
perusahaan, karena jika sewaktu-waktu terjadi kecelakaan kerja yang mengakibatkan cacatnya pekerja
maka pengusaha hanya memiliki kewajiban hukum memperkerjakan hingga masa kerja dalam perjanjian
selesai16. Tidak ada kewajiban hukum bagi pengusaha untuk memperpanjang atau memperbaharui atau
mengangkat pekerja menjadi pekerja tetap. Praktek dilapangan justru menunjukan pekerja yang
mengalami kecelakaan kerja hingga mengalami cacat tubuh mengalami diskriminasi dan dinilai tidak
dapat bekerja secara maksimal. Dalam logika persaingan pasar bebas, pekerja yang tidak bekerja
maksimal adalah penghalang yang harus disingkirkan. Dalam kasus DR, pengusaha seharusnya
bertanggungjawab penuh karena kesalahannya memerintahkan DR yang tidak pernah dilatih untuk
mengoperasikan mesin justru diperintahkan bekerja pada mesin. Bukannya bertanggung jawab,
perusahaan dengan melawan hukum justru mem-PHK DR.

14 Instrumen ILO mengenai yang terkait prinsip-prinsip dasar keselamatan dan kesehatan kerja antara lain : Convention
Concerning Occupational Safety and Health and the Working Environment (1981) beserta protokol 2002, Convention
concerning Occupational Health Services (1985) dan Convention concerning the promotional framework for occupational
safety and health (2006).

15 Kasus DR saat ini diadvokasi oleh Kelompok Perempuan Untuk Keadilan Buruh (KPKB), KPKB merupakan jaringan

kerja yang beranggotakan organisasi dan individu yang peduli terhadap persoalan ketidakadilan gender dan diskriminasi
khususnya pada upaya perlindungan pemenuhan hak atas keselamatan dan kesehatan kerja. LBH Jakarta adalah salah satu
anggota KPKB.

16Dalam kasus DR hal ini sebenarnya tidak berlaku. DR pada dasarnya telah berstatus pekerja tetap sejak pertama kali
bekerja, dimana DR harus melewati masa training 3 bulan. Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan training / masa percobaan hanya dapat dilakukan kepada pekerja tetap.

39
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

C.6. Rekomendasi

Berdasarkan kondisi sebagaimana dijabarkan di atas, berikut ini rekomendasi LBH Jakarta :
 Revisi Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dengan penambahan
pasal yang dapat meminimalisir pengabaian hak pasien atas rekam medis oleh Dokter maupun
penyelenggara sarana kesehatan.
 Negara harus mengubah mekanisme pembuktian malpraktik dalam proses peradilan (perdata
dan pidana). Tidak membebankannya pada korban, namun atas dasar fakta kesenjangan
pengetahuan antara korban dengan tenaga medis, maka beban pembuktian ditaruh di pundak
tenaga medis. Pembuktian ini dikenal sebagai pembuktian terbalik17.
 Negara harus segera meratifikasi kovenan-kovenan ILO mengenai prinsip-prinsip dasar
keselamatan dan kesehatan Kerja serta disusul dengan penyesuaian peraturan perundangan
terkait dengan standar keselamatan dan kesehatan kerja yang terdapat didalam instrumen ILO
tersebut.

Negara harus menghapuskan pasal mengenai pekerja kontrak dan outsourcing dari ketentuan
ketenagakerjaan, jika tetap diperbolehkan menggunakan pekerja kontrak atau outsourcing maka
pengusaha/majikan yang memperkerjakan pekerja yang dikemudian hari mengalami kecelakaan atau
penyakit berkaitan dengan pekerjaannya wajib memberikan ganti rugi yang dapat menjamin pemulihan
baik fisik maupun mental serta mencukupi penghidupan pekerja beserta keluarga.

D. Hak atas Perumahan

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Perumahan ditangani LBH Jakarta 2009
No KASUS Posisi Kasus Singkat Langkah yang sedang Kondisi terakhir hambatan
dan telah dilakukan

Korban18 Pelaku

1. Warga K.S.C Perum PPD Warga menempati lahan Korespondensi Warga masih siaga - Sebagian kecil
seluas 7,5 ha sudah sejak 1menghadang warga tidak mau
(1000 orang) 5 hingga 15 tahun. PPD Surat penggusuran dengan bergabung
mengklaim kepemilikan membuat jadual piket
atas tanah tersebut dan - Meminta Dirut PPD jaga, dan rencana - Lemahnya
rencananya akan di untuk mengadakan aksi pada senin 26 Mobilitas warga
jadikan pool bus dimana musyawarah dengan Okt. 2009 ke Meneg
pool di cawang akan dijual warga, BUMN, Istana, dan
untuk membayar Komnas HAM
pesangon 2300 karyawan. - Permohonan mediasi ke-
Akibatnya 281 KK 2 Meminta Meneg BUMN
terancam hak atas mengadakan mediasi
perumahan dan mempertemukan kedua
pekerjaannya belah pihak

17 Pembuktian terbalik biasanya digunakan dalam perkara yang sulit pembuktiannya (invisible crime), hal ini telah diadopsi
oleh Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan hidup dan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen.

18 Inisial dan jumlah orang

40
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

- Meminta kejelasan
status dan riwayat tanah
ke BPN Jaktim;

- Memberi Somasi ke PPD


agar tidak melakukan
penggusuran,
pengrusakan dan
intimidasi serta
kekerasan terhadap
warga;

Aksi:

- ke meneg BUMN hearing


dan meminta meneg
BUMN untuk
mengadakan mediasi

- ke DPRD: DPRD telah


mengirim surat ke Dirut
PPD menunda
pelaksanaan
penggusuran

- warga aksi menghadang


rencana penggusuran
tanggal 10 dan 18
oktober (limit waktu
pengosongan menurut
SP II dan SP III PPD)

2. SO dkk (3 HI Bapak SO dkk merupakan - Menyurati kepolisian Setelah batas waktu Klien adalah orang
orang) pensiunan PT. Hotel N.I untuk perlindungan. pengosongan rumah mampu secara
yang menempati wisma 30 berlalu belum ada ekonomi
– 40 tahun. Saat ini kabar dari klien.
terancam diusir dari wisma
tersebut pada 5 Oktober - Menyurati perusahaan
2009. Padahal wisma pada untuk pemenuhan janji
awalnya merupakan atas perumahan
tempat sementara karyawan
sebelum perusahaan
memberikan rumah.

- Melaporkan ke
komnasham.

3. HO dkk (80 Yayasan S.H.K Berdasarkan putusan Yayasan mengeluarkan HO, dkk dipindahkan HO, dkk kurang
KK) MA, Yayasan yang somasi agar HO, dkk dari gedung dan kompak
menampung para mengosongkan gedung mendapatkan
penyandang cacat (HO, yayasan. Kemudian LBH kompensasi
dkk) ditutup. Akibatnya menjawab dengan somasi
80 orang penyandang terbuka.
cacat terancam
kehilangan tempat
tinggal dan kehilangan
HO,dkk dan LBH Pada sidang

41
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

pekerjaan. kemudian ke Komnasham pertama,para


dan dipertemukan dengan penca selaku
lawyer Yayasan. tergugat sebanyak
73 orang datang ke
PN Jak-Pus.tetapi
sebagian tidak
Komnasham kemudian diijinkan masuk
memerintahkan agar oleh penjaga
pengosongan ditunda keamanan
selama dua bulan untuk dikarenakan alasan
selanjutnya dapat mereka tidak
berkoordinasi dengan berpakaian rapi
yayasan dan menpera.

Mengajukan gugatan dan


selesai dalam proses
mediasi di mana para
pihak tercapai
kesepakatan perdamaian
antara Penca dengan YHK
dengan ketentuan
pemberian uang sebesar 3
milyar rupiah dan limit
waktu pengosongan
gedung selama 6 bulan.

4. Warga PGO, Gubernur DKI Warga PGO adalah warga Korespondensi Proses persidangan Hakim masih
Jakut Jakarta, Pemkot yang digusur oleh Pemkot di Pengadilan Negeri kurang memahami
Jakarta Utara, Jakarta Utara. Pemkot Komnas HAM, DPRD Jakarta Utara. prosedur tentang
Sudin Trantib, Jakarta Utara Jakarta Utara; gugatan class
Camat Tanjung beranggapan bahwa yang action
Priok, Lurah digusur adalah warga yang
Papanggo mendirikan rumah di
Taman BMW. Padahal Mengajukan gugatan class
Jakarta Utara warga PGO adalah diluar action PMH ke PN Jakarta
kawasan taman BMW, dan Utara;
warga PGO. Hal ini
didasarkan atas tidak
adanya surat perintah
bongkar dan peta Mempersiapkan ahli dari
pemagaran. Setelah Komnas HAM RI;
tergusur, Pemkot tidak
bertanggung jawab atas
kondisi korban dan mereka
telah kehilangan tempat Mempersipkan ahli dari
tinggal, tempat usaha, hukum Pertanahan untuk
trauma bagi anak dan ibu. persidangan.
Pendidikan anak2
terhambat karena
perlengkapan sekolah turut
rusak ketika penggusuran.

5. Warga B. D, PT. PMJ Warga yang berjumlah 122 Korespondensi kepada PT. Rencana Beberapa bukti
Cilincing Jakut kepala keluarga dengan PMJaya, Gubernur DKI mengajukan gugatan masih berada di
keseluruhan sekitar 525 Jakarta, Walikota Jakarta ke PTUN atas pengadilan
orang menempati lahan Utara; keluarnya surat
sejak seputaran tahun perintah bongkar

42
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

1998. yang dikeluarkan


oleh Pemkot Jakarta
Tanah tersebut di klaim Korespondensi dengan Utara.
oleh PT. PMJ dengan Komnas HAM;
dasar girik C yang
berlokasi di Jl. TPU
semper RT. 003 RW. 03
Kel. Semper Timur, Audiensi dengan DPRD
Cilincing, Jakarta Utara. Jakarta Utara.
Dengan dasar ini,Pemkot
Jakarta Utara
mengeluarkan surat
perintah bongkar terhadap
bangunan.

Disisi lain, warga ada yang


memiliki girik dengan
nomor lain.

6. K. G Kapolsek Metro Mengontrak sebuah Korespondensi Mendapatkan


Pondok Gede rumah, karena pemilu Jawaban Dari
2009, ybs pulang ke surat Protes Ke Polsek Kapolsek, Dan Bid
kampung. Dan ketika Pondok Gede, dan Propam POLDA
kembali ke rumah ditembuskan ke Kapolri, METRO Jaya, kasus
kontrakan Rumah Kompolnas, Kapolda ybs P-21(diteruskan
sudah dibongkar dan Metro, Kabid Propam ke persidangan)
dibuka oleh Pemilik Polda Metro, dan Kapolres
rumah, barang-barang Bekasi.
ybs hilang. Melapor Ke
Kepolisian, namun
lambat, tidak profesional
dan berupaya untuk
mendamaikan.

7.

Ibu Snh PT. A.P Ibu Snh merupakan cucu Terakhir kita mengirimkan Mengupayakan ada
dari alm. WHD, pensiunan surat A.P agar kasus Ibu mediasi.
karyawan AP sie navigasi Snh dipisah dengan cara
pelud kemayoran sejak ganti rugi yang layak dsb.
1960 an. Bapak WHD dulu Namun yang muncul
mengajukan pembuatan adalah surat peringatan
perumahan diatas tanah untuk mengosongkan
milik A.P dengan izin rumah.
pejabat milite, termasuk,
PT A.P. Beberapa waktu
yang lalu sekitar bulan
april, pihak A.P meminta
Ibu Snh untuk
mengosongkan rumah
tersebut bersama 2 orang
yang lain. Ibu Snh menolak
karena ia tidak menempati
tanah dan rumah,
melainkan hanya tanah.
Rumahnya milik keluarga
WHD.

43
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

8.

RSCM bergerak di bidang sosial - Mengirimkan surat


kesehatan.Sekretariat dari klarifikasi kepada
YBM terletak di Jl. Kimia Direktur RSCM
No.8 yang merupakan mengenai
lahan rumah dinas milik pengambilalihan lahan
RSCM yg pada akhir rumah dinas tersebut
Oktober akan diambil alih
oleh RSCM untuk
YBM pembangunan Eye Center
- RSCM telah
membalas surat
permohonan klarifikasi
tersebut dan
menyatakan bahwa
segala sesuatu yang
berkaitan dengan
pihak ketiga
diselesaikan dengan
pihak penghuni rumah
dinas tersebut.

9. Lamanya proses Aksi ke curug tangerang Klien kurang aktif


pembangunan perumahan
sejak tahun 2007 sampai Menyusun LO
dengan saat ini belum
selesai juga proses
pembangunan perumahan
tersebut yang dijanjikan
AT pada akhir tahun 2008
SV selesai dibangun, dan
bahwa adanya kenaikan
harga rumah sebesar 15 %
per januari 2008 tanpa
pemberitahuaan terlebih
dahulu

Sumber: Litbang LBH Jakarta

D.1. Pendahuluan

Tahun 2009 menjadi perjalanan berbeda dari tahun sebelumnya bagi pemenuhan hak atas perumahan di
DKI Jakarta. Tanggung jawab negara yang diemban oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta
untuk melakukan perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak atas tempat tinggal masih
jauh panggang dari apinya, padahal tanggung jawab tersebut merupakan tanggung jawab konstitusi19.
Keinginan besar pemerintah dalam pemenuhan hak atas perumahan melalui pengadaan rumah-rumah

19 Pasal 28I ayat (4) UUD 1945 amandemen kedua.

44
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

murah20 telah menjadi program prioritas guna memenuhi kebutuhan perumahan di perkotaan, namun
program tersebut di nilai belum mampu menjawabnya.

Hak atas tempat tinggal dimaknai sebagai hak untuk mendapatkan tempat tinggal berupa tempat
perlindungan yang memiliki atap di atas kepala sebagai tempat berlindung yang layak mencakup
kelayakan privasi, kelayakan ruang, kelayakan keamanan, kelayakan cahaya dan ventilasi, kelayakan
infrastruktur dasar dan kelayakan lokasi. Termasuk keseluruhan dengan biaya yang masuk akal yang
kesemuanya adalah untuk menuju hak untuk hidup di manapun dengan aman, damai, dan
bermartabat21. Definisi tersebut telah mencakup kebutuhan dasar dari setiap orang, namun untuk
memudahkan di dalam mendefinisikan hak atas tempat tinggal, di dalam tulisan ini akan menggunakan
istilah hak atas perumahan yang bermakna hak untuk hidup di manapun dengan aman, damai dan
bermartabat dengan mendapatkan tempat tinggal berupa bangunan yang berfungsi sebagai tempat
perlindungan.

Di dalam tulisan ini juga akan dikupas mengenai pengusiran paksa yang disamakan dengan
penggusuran yang kemudian didefinisikan sebagai tindakan pemindahan sementara atau permanen
yang bertentangan dengan keinginan sejumlah individu, keluarga, dan/atau komunitas atas tanah-tanah
yang mereka kuasai, tanpa adanya ketetapan-ketetapan dan akses hukum yang layak atau perlindungan
lainnya, larangan atas pengusiran paksa tidak berlaku pada pengusiran yang dilakukan secara paksa
yang berkaitan dengan hukum dan sejalan dengan ketetapan ketetapan dalam perjanjian internasional
Hak Asasi Manusia22.

D.2. Kecenderungan, Pola, dan Aktor

Berdasarkan pengaduan yang masuk ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta sepanjang periode
Januari 2009 hingga November 2009, peristiwa terkait dengan hak atas perumahan berjumlah 8
pengaduan dengan 1.409 jiwa terdampak. Angka ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yakni
21 pengaduan terkait dengan isu hak atas perumahan termasuk didalamnya adalah Penggusuran
dengan jumlah korban yang terkena dampak berkisar 5.104 jiwa terdampak. Sedangkan pada tahun
2007, pengaduan terkait dengan hak atas perumahan mencapai 9 pengaduan dengan 359 jiwa
terdampak. Meski angka pengaduan pada tahun 2009 menurun dari tahun 2008 yakni menjadi 8
pengaduan, namun orang yang terdampak masih terhitung besar yakni 1.409 jiwa. Bila dirata-ratakan
maka pada setiap pengaduan akan berdampak kepada 176 jiwa artinya setiap terjadi pelanggaran
terhadap hak atas perumahan akan berdampak pelanggarannya terhadap 176 jiwa.

Pada tahun 2009 ini, pelaku penggusuran masih didominasi oleh aparat pemerintahan yakni melalui
tangan-tangan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Diawali dengan adanya permohonan dari pihak
ketiga dalam hal ini adalah peng-klaim tanah (dari 3 pengaduan yang masuk, peng-klaim merupakan
pihak swasta dan Badan Usaha milik Daerah, mereka adalah Perusahaan Pengangkutan Djakarta, PT.

20 Di perkotaan besar khususnya DKI Jakarta, pengadaan rumah dilakukan dengan bentuk rumah susun milik

(Rusunami) dan rumah susun sewa (Rusunawa).


21 Komentar umum nomor 4 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak

Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya
22 Butir 4 komentar umum nomor 7 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-

Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2005 tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya

45
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pulomas Jaya, dan badan hukum berupa yayasan serta individu-individu), maka kepala daerah dalam
hal ini Gubernur yang selanjutnya diturunkan kepada Walikota mengeluarkan surat Peringatan dan Surat
Perintah Bongkar23. Melalui surat ini kemudian dengan menggunakan kekuatan Satuan Polisi Pamong
Praja (Satpol PP) penggusuran terhadap orang-orang beserta bangunan dilakukan. Kerap kali
penggusuran juga menyertakan aparat kepolisian dan Tentara Nasional Indonesia (TNI). Keberadaaan
mereka justru adalah bentuk pendiaman terhadap tindakan penggusuran, kerap kali ketika terjadi
kekerasan atapun pengrusakan terhadap barang, aparat Kepolisian hanya diam tanpa bertindak sesuai
dengan perannya yakni memberikan perlindungan serta menegakan hukum. Disini dapat dilihat bahwa
ada diskriminasi terhadap perlakuan pemohon penggusuran dengan korban penggusuran. Bahwa
pemohon lebih dilindungi dari pada korban penggusuran.

Pelanggaran lain yang terjadi adalah tidak adanya pelibatan korban dalam menentukan solusi pasca
penggusuran. Penggusuran akan tetap menjadi momok bagi rakyat miskin, tawaran untuk berbagi lahan
yakni dengan konsep “geser bukan gusur” menjadi sampah bagi pemerintah provinsi (pemprov). Bahkan
beberapa diwilayah, lahan penggusuran digunakan untuk kepentingan komersial. Penertiban yang
dilakukan oleh Pemprov tidak memiliki perspektif untuk melakukan penataan namun pemberangusan
terhadap rakyat miskin. Kerap kali penggusuran tidak memberikan solusi terbaik bagi rakyat miskin
sehingga mengakibatkan adanya degradasi ekonomi yang dialami oleh korban penggusuran. Bahkan
yang lebih buruk lagi adalah siklus kemiskinan masih terus berputar, dimana korban penggusuran akan
mencari tempat baru. Hal ini disebabkan karena tidak ada pilihan yang lebih baik.

Ketidakpatuhan pemerintah terhadap prosedur masih kerap terjadi. Beberapa tahap yang wajib dilakukan
secara ketat oleh penggusur24 dan tidak dapat dilanggar adalah :
1. adanya konsultasi serius dan saling mendengarkan antara korban dan penggusur
2. adanya informasi yang jelas dan tepat tentang alasan penggusuran
3. pemberitahuan yang memadai dan rasional kepada semua orang yang terimbas
4. para pejabat pemerintah atau wakil-wakil mereka harus hadir selama pelaksanaan penggusuran
5. semua orang yang melaksanakan penggusuran itu harus diidentifikasi secara tepat
6. penggusuran tidak boleh dilaksanakan dalam cuaca buruk atau pada malam hari

23 Proses ini masih diatur di dalam UU No 51 Prp Tahun 1960.


24

Komentar Umum Nomor 7 yang merupakan penjelasan dari Pasal 11 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak
Ekonomi, Sosial dan Budaya sebagaimana telah diratifikasi oleh Indonesia menjadi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2005
tentang Ratifikasi Konvensi Internasional Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya. Selain hal tersebut, masih ada beberapa
peraturan perundang-undangan yang terkait dengan prosedur yakni Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2004 serta
tersebar di beberapa peraturan daerah di wilayah DKI Jakarta.

46
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Box Kasus
Penggusuran di wilayah RT 03 RW 03 Budi Dharma, Jakarta Utara, tanggal 18 November 2009

Penggusuran dilakukan dengan informasi yang tidak jelas, pada awalnya PT. Pulomas Jaya menjelaskan bahwa akan
dilakukan pelebaran sungai yakni program normalisasi sungai, namun belakangan informasi yang diberikan adalah akan
dibangunnya Rumah Susun Milik yang ini merupakan program pemerintah. Pelaksanaan penggusuran dilakukan saat hari
masih gelap yakni pada Pukul 05.00 WIB serta kondisi sedang hujan. Tindakan tersebut mengakibatkan timbulnya kerugian
yang lebih besar sebab para warga belum sempat melakukan pemindahan harta bendanya. Banyak harta benda yang
berada di dalam rumah harus rusak karena terkubur oleh puing-puing bangunan serta rusak karena terkena air hujan.
Hingga minggu kedua pasca penggusuran, korban masih tinggal di tenda-tenda darurat serta gubuk-gubuk darurat. Selain
itu, ada tindakan juga dilakukan dengan pengerahan aparat yang berlebihan yakni Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP)
serta di dukung oleh aparat kepolisian dan TNI yang jumlahnya diperkirakan sebanyak 3000 personil. Akibat pengerahan
yang berlebihan ini, 5 (lima) orang yang mengalami luka berat dan 20 orang luka ringan. Pelaku tidak mampu di identifikasi
oleh korban sebab para oknum Satpol PP tersebut menggnakan atribut huru hara sehingga menutupi identitas (nama) yang
melekat di dadanya. Tindakan kekerasan seharusnya tidak terjadi jika aparat kepolisian bertindak adil tanpa harus menjadi
tameng bagi penggusur yakni Satpol PP. Tidak hadirnya atasan/pejabat pemerintah yang memiliki otoritas untuk
mengeluarkan keputusan merupakan salah satu alasan tindakn ini bisa terjadi.

D.3. Program Pemerintah yang Tidak Tepat Sasaran

Sepanjang tahun 2009, Pemprov DKI Jakarta bersama pemerintah pusat serta bekerja sama dengan
swasta melakukan pembangunan rumah susun sewa dan milik. Wilayah Jakarta Timur adalah wilayah
dengan angka paling tinggi pembangunannya yakni 7 pembangunan dengan jumlah unit yang disediakan
adalah 15.825 unit. Wilayah Jakarta Barat dengan 3 pembangunan dengan jumlah 2922 unit, Jakarta
Selatan dengan 1 pembangunan dengan jumlah 6.097 unit, serta Jakarta Utara dengan 1 pembangunan
dengan jumlah 6.097 unit.25 Dari keseluruhan pembangunan tersebut, rumah susun sewa/milik belum
bisa dihuni sebab masih dalam tahap pengerjaan.

Pemenuhan hak atas perumahan melalui pengadaan rumah susun dianggap pemerintah adalah salah
satu cara untuk mengatasi pemenuhan terhadap kebutuhan perumahan. Program ini belum bersentuhan
langsung terhadap rakyat miskin. Ada beberapa hal yang menjadi permasalahannya, pertama adalah
rakyat miskin dibiarkan begitu saja untuk bersaing dengan kalangan menengah dan atas dalam
mengakses Rusun. Sasaran dari pengadaan
Rusun di bagi menjadi 3 golongan yakni
mereka yang dari kalangan bawah,
menengah, dan atas. Setiap kalangan
diberikan kesempatan yang sama untuk
mengakses Rusun. Disatu sisi ini merupakan
tidakan yang tidak diskrimininasi namun
disisi lain akan dipastikan bahwa rakyat
miskin akan kalh tertinggal dari mereka-
mereka yang memiliki kemapuan ekonomi
serat akses informasi. Seharunya
pemerintah memperhatikannya dan
berpadangan bahwa mereka berhak
Penggusuran Mengatasnamakan Pembangunan
25 Di susun dari berbagai sumber

47
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama
guna mencapai persamaan dan keadilan.26 Kedua, sulitnya syarat administrasi, kesulitan ini berupan
diwajibkannya pemohon Rusun menyertakan slip gaji, padahal sebagaimana kita ketahui bahwa
pekerjaan rakyat miskin banyak pada wilayah informal. Ketiga adalah biaya pembelian yang masih
tinggi. Masih minimnya subsidi yang diberikan oleh pemerintah memperlihatkan bahwa niat untuk
memberikan kesempatan bagi sasaran bawah untuk mengakses perumahan masih kecil.

Selain itu, ada ketidakseriusan pemerintah terhadap pembangunan rumah susun. Seperti yang terjadi
pada pembangunan rumah susun di wilayah Kalibata yang mengalami permasalahan perizinan sehingga
sempat terhenti pembangunannya. Tidak adanya perencanaan yang baik dari masing-masing pihak
mengakibatkan hambatan yang seharunya tidak terjadi. Menjadi penting bahwa adanya forum yang
mampu mempertemukan masing-masing pihak (termasuk didalamnya adalah masyrakat yang menjadi
sasaran pembangunan) guna membicarakan dan mendapatkan suatu perencanaan yang baik sehingga
di dapat hasil yang baik bagi seluruh para pihak.

Melihat itu semua, dapat dikatakan bahwa belum adanya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan
pemenuhan hak atas tempat tinggal di DKI Jakarta. Pemerintah yanag memiliki kewajiban untuk
mengadakan perumahan belum mampu memberikan keadilan bagi rakyat miskin, terlebih lagi ketika
ketidakmampuan ini masih terus terjadi pemerintah masih kerap melakukan penggusuran terhadap
perumahan-perumahan yang dalam faktanya telah dibuat secara mandiri oleh masyarakat. Selain itu
masih ada kelemahan-kelemahan di dalam pemenuhan terhadap hak atas perumahan yakni kelemahan
permasalahan teknis dan masih adanya oknum-oknum aparat pemerintahan yang tidak memiliki
perspektif keadilan.

D.4. Rekomendasi

Berdasarkan kondisi yang ada, penting untuk melakukan terobosan dalam berbagai bidang guna
mencapai perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak atas tempat tinggal di DKI Jakarta.
Pertama, hentikan penggusuran sepanjang pemerintah belum secara penuh mampu mengadakan
perumahan bagi seluruh kalangan masyarakat. Kedua, adanya afirmative action27 terhadap rakyat miskin
kota untuk mengakses perumahan di DKI Jakarta. Ketiga, adanya lembaga pengawasan pelaksanaan
pemenuhan terhadap hak atas tempat tinggal di tingkat provinsi.

26 Lihat Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 amandemen kedua


27 Kegiatan proaktif yang bersifat sementara untuk mengatasi kesenjangan sehingga kelompok minoritas bisa
berkompetisi secara adil

48
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

E. Hak atas Pendidikan

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Pendidikan ditangani LBH Jakarta pada 2009
No KASUS Posisi Kasus Klasifikasi Sub Langkah yang Kondisi terakhir hambatan
Singkat Hak Klasifikasi sedang dan
hak telah dilakukan

Korban28 Pelaku

1. Warga Perum PPD Warga Hak Hak atas Warga 5 ha sudah sejak 5
Kebun menempati Ekosob pendidikan menempati lahan hingga 15 tahun.
Sayur lahan seluas seluas 7 PPD mengklaim
Ciracas 7,5 ha sudah kepemilikan atas
sejak 5 hingga tanah tersebut dan
(1000 15 tahun. PPD rencananya akan di
orang) mengklaim jadikan pool bus
kepemilikan dimana pool di
atas tanah cawang akan dijual
tersebut dan untuk membayar
rencananya pesangon 2300
akan di jadikan karyawan. Warga
pool bus adalah petani yang
dimana pool di terancam tergusur
cawang akan
dijual untuk
membayar
pesangon
2300
karyawan.
Warga
terancam
dipindahkan ke
lokasi yang
jauh dari
satuan
pendidikan
formal dan
informal bagi
anak-anak
warga

2. Siswa SD Yayasan Prw Yayasan Pwr Hak Hak atas Gugat ke Sudah Putusan.
Pwr dan AP bekerja sama Ekosob Pendidikan Pengadilan
dengan Angkasa Negeri Jakarta Gugatan di tolak.
Pura I mendirikan Pusat.
Sekolah Dasar
Perwara pada
tahun 1972.
Namun semenjak
tahun 2000, SD
Perwara
mengalami
kemunduran,
Yayasan Pwr
tidak

28 Inisial dan jumlah orang

49
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

menyelenggaraka
n pendidikan yg
bermutu dan
tidak memelihara
fasilitas
pendidikan.
Sehingga minat
masy terhadap
SD Perwara
menururun dan
akhirnya pada
tahun 2008 SD
Perwara ditutup
oleh Dikdas
Jakarta Utara.
Ada fakta sekolah
memang
dirancang untuk
ditutup.

3. Warga Gubernur DKI Atas Hak Hak Atas Korespondensi Proses persidangan Hakim
papanggo, Jakarta, penggusuran Ekosob Pendidikan di Pengadilan Negeri masih
Jakarta Pemkot yang terjadi di Komnas HAM, Jakarta Utara. kurang
Utara Jakarta Utara, daerah DPRD Jakarta memahami
Sudin Trantib, Papanggo Utara; prosedur
Camat mengakibatka tentang
Tanjung Priok, n anak-anak di gugatan
Lurah sekitar class
Papanggo terhambat Mengajukan action
untuk gugatan class
Jakarta Utara mengikuti action PMH ke
pendidikan PN Jakarta Utara;
dan
sekolahnya
karena
perlengkapan Mempersiapkan
sekolahnya ahli dari Komnas
turut rusak HAM RI;
pasca
pengusuran.

Mempersipkan
ahli dari hukum
Pertanahan untuk
persidangan.

4. Ant, dkk Yayasan PH Pada seputaran Hak Hak atas Korespondensi Berencana akan Kepolisian
(10 Orang) dan UPH Januari 2007 Ekosob Pendidikan dengan Dikti dan mengajukan belum
Para korban Mendiknas; gugatan PMH ke mengeluar
mendapatkan Pengadilan Negeri kan SP2HP
informasi tentang Jakarta Selatan.
program
beasiswa Lapor ke Polda
Teachers College Metro Jaya atas Mahasiswa
(TC) dari UPH pelanggaran yang
melalui brosur. Pasal 72 UU No. berjumlah
Brosur tersebut 20 tahun 2003. 800 orang
menerangkan belum
bahwa seluruh sadar

50
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

biaya kuliah dengan


(almamater, hak-
registrasi ulang, Mengirim surat ke haknya.
observasi tugas Polda untuk
akhir, wisuda, dll) meminta tindak
dan biaya hidup lanjut
akan ditanggung
sepenuhnya oleh
UPH, termasuk
biaya makan dan
tempat tinggal,
serta para
mahasiswa akan
mendapatkan 3
gelar yakni S.Pd.,
2 gelar dari
australia.
Belakangan
diketahui bahwa
UPH belum
memiliki izin dari
DIKTI untuk
menyelenggaraka
n program TC
kecuali untuk
jurusan
matematika yang
sudah keluar izin
tahun 2008.

5. Klien
terlalu
Erik UPH Erik merupakan Hak Hak atas Mengirimkan mendikte
mahasiswa S2 ekosob pendidikan surat klarifikasi ke LBH
UPH. Dia Universitas Pelita Jakarta
dikeluarkan dari Harapan
kampus karena
dituduh
melakukan
keributan dan
membuat
suasana
perkuliahan tidak
kondusif. Padahal
yang ia lakukan
adalah protes
karena kondisi
perkuliahan yang
tidak sehat,
dosen yang
jarang masuk,
kurikulum tidak
jelas dsb.

Sumber: Litbang LBH Jakarta

51
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

E.1. Latar Belakang

Indonesia telah merativikasi Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi Sosial dan Budaya dengan
Undang-Undang No. 11 Tahun 2005. Berdasarkan UU tersebut dan juga mengacu ke Undang-Undang
Dasar, Negara merupakan pihak yang bertanggungjawab dalam pemenuhan hak atas pendidikan.
Kewajiban tersebut terbagi menjadi dua, yang pertama adalah kewajiban untuk mencapai hasil-hasil
tertentu (Obligation of Result) secara progressive, seperti: pendidikan dasar wajib dan bebas bagi
semua, pendidikan lanjutan hendaknya tersedia dan terjangkau oleh semua orang, pendidikan tinggi
terjangkau, bebas biaya diupayakan secara progressive, intensifikasi pendidikan dasar bagi yang tidak
memperoleh pendidikan dasar, program pendidikan khusus bagi penyandang cacat/difabel, serta
pemberantasan buta huruf dan kebodohan. Sedangkan yang kedua adalah Obligation of Conduct,
seperti membuat dan melaporkan rencana aksi untuk hak atas pendidikan.

Pada tahun 2009, pemerintah mengklaim telah menganggarkan lebih dari 20% Anggaran Pendapatan
Belanja Negara sesuai yang telah diamanatkan oleh konstitusi, yaitu sekitar 207, 4 triliun dari total 1030
triliun APBN Indonesia tahun 2009 dengan rincian Anggaran Pendidikan Melalui Belanja Pemerintah
Pusat sekitar 89.5 triliun dan anggaran Pendidikan Melalui Transfer ke daerah sekitar 117.8 triliun.29
Selain itu pada tahun 2009 pemerintah tetap membangga-banggakan Bantuan Operasional Sekolah
(BOS) yang bertujuan membantu akses warga negara terhadap pendidikan dasar. Faktanya angka putus
sekolah tingkat pendidikan dasar masih tetap tinggi. Biaya pendidikan gratis untuk pendidikan dasar tidak
dijalankan dengan benar sampai tingkat sekolah dan BOS tidak mampu membantu akses warga negara
terhadap pendidikan menengah.

Besarnya anggaran untuk pendidikan dan berbagai bantuan untuk pendidikan tidak bisa dijadikan tolak
ukur keberhasilan pemerintah untuk memenuhi hak atas pendidikan. Dalam pleminary reportnya (1999)
kepada Commission on Human Rights United Nations, pelapor khusus hak atas pendidikan, Katarina
Tomasevski, mengemukakan empat ciri (features) yang essensial yang perlu diperhatikan baik untuk
primary education (pendidikan dasar), secondary education, maupun higher education. Dalam butir 6
General Comment E/C.12/1999/10, 8 Desember 1999 empat ciri-ciri tersebut adalah:
a. Availability (ketersediaan)
Berbagai institusi dan program pendidikan harus tersedia dalam jumlah yang memadai,
seperti bangunan dan perlindungan fisik, fasilitas sanitasi untuk laki-laki dan perempuan, air
minum yang sehat, guru-guru yang terlatih dengan gaji kompetitif, materi-materi pengajaran,
serta tersedianya fasilitas-fasilitas perpustakaan, laboratorium komputer dasn teknologi
informasi.
b. Accessibility (dapat diakses)
Berbagai institusi dan program pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang tanpa
diskriminasi. Aksestabilitas mempunyai tiga dimensi karakter umum, yakni:
a) Tanpa diskriminasi: pendidikan harus dapat diakses oleh semua orang, terutama
kelompok-kelompok yang paling rentan, secara hukum dan faktual, dan tanpa
diskriminasi terhadap kawasan yang dilarang dimanapun.

29
Undang-Undang RI No. 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009

52
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

b) Aksesbilitas fisik: pendidikan harus secara fisik aman dan terjangkau


c) Aksesbilitas ekonomi; biaya pendidikan harus terjangkau oleh semua orang.
Dimensi aksesbilitas ini tunduk pada pasal 13 ayat (2) dalam kaitannya dengan
pendidikan dasar, menengah dan tinggi. Pendidikan dasar harus bebas biaya bagi
semua orang dan negara harus secara progresif memperkenalkan pendidikan
menengah dan tinggi yang bebas biaya.
c. Acceptability (dapat diterima), yaitu formulasi dan substansi dari pendidikan termasuk
kurikulum dan metode pengajarannya harus mudah diterima, relevan sesuai dengan budaya
setempat dan berkualitas.
d. Adaptability (kesesuaian), pendidikan harus fleksibel dan dapat beradaptasi dengan
kebutuhan masyarakat dan komunitas yang selalu berubah dan selalu bisa merespon
kebutuhan peserta didik tanpa membedakan status sosial dan budayanya.
Terkait akses ekonomi dan pembiayaan pendidikan, pembiayaan pendidikan tidak lepas dari cara melihat
pendidikan barang publik atau privat. Pendidikan sebagai barang publik berarti pemenuhannya tanggung
jawab negara. Sebaliknya, sebagai barang privat warga barus membayar guna memperoleh pendidikan.
Jika melihat ketentuan Pasal 13 ayat (2) Kovenan Internasional Hak Ekonomi Sosial dan Budaya,
pendidikan dasar harus bebas biaya bagi semua orang dan negara harus secara progresif
memperkenalkan pendidikan menengah dan tinggi yang bebas biaya. Jadi cita-cita besarnya adalah
pendidikan gratis dari pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi. Namun dalam implementasinya tidak
ada satu pun kebijakan mengarah untuk merealisasikan hal tersebut, mungkin tidak terfikirkan karena
masih banyak orang yang beranggapan bahwa pendidikan tinggi harus bayar, bahkan pemerintah dan
DPR yang meratifikasi kovenan ini sekalipun.
E.2. Aktor Pelanggar Hak atas Pendidikan

Tahun 2009 ini, Negara masih menjadi pihak yang memiliki andil besar dalam pelanggaran hak atas
pendidikan, dalam hal ini yaitu DPR dan pemerintah (Presiden, Wakil Presiden, Menteri Pendidikan dan
seluruh jajaran di bawahnya, serta Badan Standar Nasional Pendidikan). Hal tersebut terlihat jelas dalam
pengesahan UU BHP dan juga pemaksaan pelaksanaan Ujian Nasional. Adanya kesepakatan
pemerintah dengan badan internasional seperti Bank Dunia menjadi latar belakang cetak biru kebijakan
terhadap pendidikan.

Partai politik juga mempunyai andil yang sangat besar dalam pelanggaran hak atas pendidikan karena
beberapa parpol punya platform sendiri mengenai pendidikan yang kemudian memaksakan kebijakan
yang melanggar hak atas pendidikan. Selain itu, beberapa pimpinan parpol memang memiliki bisnis
pendidikan sehingga mempengaruhi kebijakan partai di legislatif.

Selain pemerintah, DPR dan partai politik, swasta juga menjadi actor pelanggar hak atas pendidikan.
Pendidikan menjadi lahan untuk bisnis kemudian menerapkan komersialisasi pendidikan, menerapkan
kurikulum yang tidak sesuai dan tidak dapat diterima oleh setiap peserta didik, bahkan terdapat juga
swasta yang memanipulasi ataupun melakukan penipuan karena status lembaga pendidikan yang tidak
terdaftar.

53
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

E.3. 2009 adalah Tahun Keberhasilan Liberalisasi Pendidikan melalui Pengesahan Undang-
Undang Badan Hukum Pendidikan

Adanya otonomi atau liberalisasi pendidikan yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dimulai dilakukan
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah No. 61 tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi
Negeri Sebagai Badan Hukum, dan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Tahun ini adalah
puncaknya yaitu dengan disahkannnya UU No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan. Tinggal
bagaimana mengimplementasikan liberalisasi tersebut.

Dalam UU Sisdiknas dan UU BHP pendanaan pendidikan formal yang diselenggarakan badan hukum
pendidikan menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, pemerintah daerah dan masyarakat.
Untuk pendidikan menengah pemerintah menanggung sedikitnya 1/3 biaya operasional (Pasal 41 ayat
(1) UU BHP), dan untuk pendidikan tinggi pemerintah paling sedikit ½ biaya operasional pendidikan
tinggi (Pasal 41 ayat (6) UU BHP). Artinya negara akan lepas tanggungjawab jika telah menyediakan
batas minimal biaya operasional tersebut dan masyarakat tidak dapat menuntut lebih, kekurangan dana
menjadi tanggungjawab badan hukum pendidikan. Selain itu dana yang diberikan pemerintah diberikan
dalam bentuk hibah dimana badan hukum pendidikan diharuskan kompetetitif dalam mengajukan
proposal hibah (Pasal 41 ayat (10) UU BHP), jadi tidak semua badan hukum pendidikan mendapatkan
bantuan.

Jika ditinjau kebelakang, maka liberalisasi pendidikan berasal dari kesepakatan di General Agreement
on Trade in Services (GATS) dimana pendidikan dimasukkan sebagai salah satu sektor jasa sehingga
Indonesia harus menyesuaikan diri dengan kesepakatan tersebut. Oleh karena itu dibentuklah UU
Sisdiknas, UU Guru dan Dosen, dan UU BHP. UU BHP juga muncul dengan adanya program Bank
Dunia dengan nama Indonesia Managing Higher Education for Relevance dan Efficiency (IMHERE),
dimana Indonesia mendapatkan pinjaman sebesar $50.000.000. Program tersebut bertujuan
menjadikan pendidikan lebih evisien tanpa adanya intervensi dari pemerintah dan salah satu kunci
indikatornya adalah adanya Badan Hukum Pendidikan. Jadi jelas bahwa tujuan dibentuknya UU BHP
adalah untuk melepaskan tanggungjawab Negara terhadap pendidikan atau meliberalisasikan
pendidikan, bukan bertujuan menjawab tantangan globalisasi.

Akibat dari kebijakan otonomi atau liberalisasi pendidikan tersebut adalah biaya pendidikan akan
semakin mahal dan warga negara semakin sulit untuk mendapatkan pendidikan. Saat ini pun kita
sebenarnya sudah merasakan mahalnya biaya pendidikan tersebut. Hal tersebut sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh salah satu pengacara LBH dengan menyebarkan questioner kepada
148 orang. Sebagian besar responden (85,82%) mengatakan bahwa pendidikan di Indonesia mahal,
27,02% diantaranya beranggapan pendidikan di Indonesia sangat mahal. Hanya 3 orang dari 148
responden yang beranggapan pendidikan di Indonesia murah (0,2%) dan hanya 12,16% yang
beranggapan biasa saja30.

Melihat kondisi di atas, LBH Jakarta bersama 14 organisasi lain kemudian membentuk Aliansi Ki Hadjar
(Kita semua berhak atas pendidikan dan pengajaran) dan melakukan kampanye secara simultan untuk
menolak UU BHP tersebut, baik melalui diskusi, seminar maupun aksi bersama. Hal tersebut juga
merupakan upaya untuk mendukung upaya permohonan Judicial Review yang telah dilakukan oleh
Education Forum dan rekan-rekan terhadap UU Sisdiknas dan UU Badan Hukum Pendidikan.

30
Aksesibilitas Ekonomi Hak Atas Pendidikan oleh Alghiffari Aqsa S.H. Penelitian dilakukan pada Juni 2009.

54
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

E.4. Putusan Mahkamah Agung terhadap Gugatan Citizen Law Suit: Anjing Menggonggong
Khafilah Tetap Berlalu, Ujian Nasional Tetap Diadakan

Pada tanggal 14 September 2009 putusan


gugatan Citizen Law Suit UN dikuatkan oleh
MA atau kasasi dari Para Tergugat (Presiden,
Wakil Presiden, Menteri Pendidikan dan Ketua
Badan Standar Nasional Pendidikan) ditolak.
Dengan demikian hakim Kasasi tetap
menguatkan putusan hakim tingkat pertama
yang berbunyi: 1) mengabulkan gugatan
subsider para penggugat, 2) Menyatakan
bahwa Presiden, Susilo Bambang Yudoyono,
Wapres M. Yusuf Kalla, Mendiknas Bambang
Sudibyo dan Ketua BSNP Bambang Suhendro
telah lalai dalam memberikan pemenuhan dan
perlindungan HAM terhadap warga negara khususnya hak atas pendidikan dan hak anak, 3)
Memerintahkan para tergugat untuk meningkatkan kualitas guru terutama sarana dan prasarana sekolah,
akses informasi yang lengkap di seluruh daerah sebelum melaksanakan kebijakan Ujian Nasional, 4)
Memerintahkan Para Tergugat segera mengambil langkah-langkah kongkrit untuk mengatasi ganguan
psikologis dan mental para peserta didik usia anak akibat penyelenggaraan Ujian Nasional.

Walaupun telah dikalahkan di Mahkamah Agung, namun ternyata pemerintah/Para Tergugat tetap
bersikukuh akan tetap melaksanakan Ujian Nasional pada Maret 2010. Mendiknas dan Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP) mengatakan putusan Mahkamah Agung tidak akan mempengaruhi
penyelenggaran UN pada 2010. Ujian Nasional tetap diadakan karena UN merupakan amanat Peraturan
Pemerintah Nomor 19/2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Selain itu Depdiknas bakal menerima
keputusan apapun setelah peninjauan kembali (PK) diajukan. Pada 13 Oktober 2009 Mendiknaspun
mengeluarkan Peraturan Mendiknas No. 75/2009 tentang UN tingkat SMA dan SMP serta Permendiknas
No. 74/2009 tentang Ujian Akhir Sekolah Berstandar Nasional (UASBN) untuk SD.

Adanya putusan Kasasi Mahkamah Agung yang menguatkan putusan Pengadilan Negeri dan
Pengadilan Tinggi tersebut seharusnya membuka mata pemerintah dan kemudian melaksanakan
putusan dengan terlebih dahulu meningkatkan kualitas guru, sarana dan prasarana sekolah serta akses
informasi sebelum melaksanakan Ujian Nasional sehingga dampak Ujian Nasional bagi peserta didik
dapat dihindari. Adapun dampak tersebut yaitu terganggunya psikologis peserta didik, seperti bunuh diri
dan menutup diri dari masyarakat, peserta didik hanya terfokus pada kemampuan kognitif dan pada
pelajaran yang diuji, merusak moralitas karena demi kelulusan peserta didik dan guru kemudian berbuat
curang. Akhirnya tujuan luhur pendidikan untuk mebentuk manusia seutuhnya tidak tercapai.

E.5. Trend dan Perbandingan Dengan Tahun Sebelumnya: Banyak Pelanggaran, Namun Sedikit
Pengaduan

Banyak sekali pelanggaran hak atas pendidikan yang bias kita temukan dalam kehidupan sehari-hari,
namun hanya sedikit orang mau melaporkan pelanggaran tersebut kepada lembaga yang concern
mengenai pendidikan ataupun ke LBH Jakarta. Masyarakat masih cenderung pasrah ketika hak atas
pendidikannya dilanggar, misalkan saja banyak orang tua pasrah dan terpaksa memberhentikan

55
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

anaknya karena tidak mampu membayar uang pendidikan ataupun justru rela menjual harta benda dan
juga berhutang untuk membayar biaya pendidikan tersebut. Hal ini sangat berbeda dengan
permasalahan pelanggaran hak pekerja ataupun hak atas peradilan yang jujur (fair trial) yang
mendominasi kasus di LBH Jakarta, dimana jika terjadi pelanggaran maka masyarakat akan segera
melaporkan ke lembaga bantuan hukum.

Pada tahun 2005 terdapat 8 kasus pelanggaran hak atas pendidikan, tahun 2006 terdapat 94 kasus hak
atas pendidikan (korban UN), tahun 2007 hanya 1 kasus (korban 15 orang), 2008 hanya 6 kasus (korban
24 orang), sedangkan pada tahun 2009 ini hanya terdapat 5 kasus baru mengenai hak atas pendidikan
yang masuk ke LBH Jakarta. Kelima kasus tersebut adalah mengenai kualitas pengelolaan lembaga
pendidikan, seperti lembaga pendidikan yang ternyata tidak memiliki izin dari DIKTI, penerapan
peraturan dan kurikulum yang tidak toleran dan tidak sesuai dengan kondisi peserta didik, serta drop out
karena mengeluhkan kualitas pendidikan.

Berdasarkan kasus hak atas pendidikan yang masuk ke LBH Jakarta semenjak tahun 2005, terlihat
bahwa kasus yang mendominasi adalah kasus mengenai mutu pendidikan, pelayanan pendidikan
ataupun pengelolaan pendidikan. Misalkan tahun 2005 terdapat 8 kasus dimana 3 kasus adalah
pelanggaran akses atas lembaga, 3 kasus terkait dengan korupsi dan kolusi. Tahun 2006 didominasi
kasus korban Ujian Nasional sebanyak 94 kasus, dan tahun 2009 ini pun demikian seperti telah
diterangkan di atas kasus mengenenai kurikulum yang tidak toleran, institusi pendidikan yang tidak
memiliki izin dan juga terkait kualitas pendidikan. Tidak banyak kasus mengenai akses terhadap
pendidikan dari sudut pandang kemampuan ekonomi masuk ke LBH Jakarta.

E.6. Kesimpulan dan rekomendasi

Dengan melihat 4 indikator pemenuhan hak atas pendidikan (ketersediaan, akses, keberterimaan, dan
kesesuaian) tentunya kita dapat mengatakan pemerintah masih gagal dalam pemenuhan hak atas
pendidikan. Tingginya angka putus sekolah, mahalnya biaya pendidikan, dan Ujian Nasional yang
dipaksakan bisa jadi cermin yang sangat nyata. Hal tersebut diperkuat juga oleh putusan gugatan UN
yang mengatakan bahwa pemerintah telah lalai dalam memenuhi hak atas pendidikan warga negaranya.

Terdapat banyak pelanggaran terhadap hak atas pendidikan, terutama mengenai akses terhadap
pendidikan seperti tidak melanjutkan pendidikan karena tidak mampu mampu membayar uang
pendidikan. Namun masyarakat sangat enggan sekali untuk mempermasalahkan hal tersebut sehingga
pembuat kebijakan ataupun institusi pendidikan dengan leluasa melanggar hak atas pendidikan.
Masyarakat belum memahami bahwa pendidikan itu adalah hak. Oleh karena itu hak atas pendidikan
harus menjiwa dalam masyarakat sehingga menjadi suatu kesadaran masyarakat luas untuk
memperjuangkan hak tersebut sehingga pembuat kebijakan menjadi terdesak. Kita tentunya banyak

56
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

berharap pada berhasilnya Judicial Review UU Sisdiknas dan UU BHP ke Mahkamah Konstitusi, namun
bagaimana jika gagal ataupun jika berhasil bagaimana dengan implementasinya. Masyarakat yang sadar
hak atas pendidikan adalah hak merupakan kunci utama.

F. Hak atas Fair Trial

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Fair Trial ditangani LBH Jakarta pada 2009

No KASUS Posisi Kasus Singkat Klasifikasi Sub Langkah Kondisi hambatan


Hak Klasifikasi yang sedang terakhir
Korban31 Pelaku hak dan telah
dilakukan

1. ES 3. Drs. Frands Pada tahun 2007 MA Hak Sipol Hak atas Laporan ke - -
MM menolak kasasi Peradilan yang Polda Metro
pengusaha, namun jujur Jaya
4. Yayasan kemenangan tersebut
Wirasakti hanya diatas kertas karena
Utama (M.) Drs. Frn MM selaku
perwakilan klien telah
mengadakan perdamaian
tanpa persetujuan klien.
Drs. Fra diduga telah
melakukan pemalsuan
tanda tangan dan
penipuan dalam proses
perdamaian tersebut.
Ketika hendak melaporkan
dugaan tindak pidana ke
Polres Jaksel, klien ditolak.

2. Ibr dkk. (7 Anggota Klien merupakan saksi dari Hak Sipol Hak atas Pendampinga Kasus - Kuasa
orang) kepolisian dugaan Pembunuhan peradilan n, dipetieskan hukum
Polres Jakut terhadap Sdr. Fahri yang yang jujur belum
(RH) meninggal dan terbakar di korespondensi memiliki
kebun kosong, Saksi , BAP
dipanggil ke Kepolisian Ibrahim,
tanpa Surat Panggilan, konfrensi pers, dkk.
diperiksa dengan CO.
mengalami Penyiksaan - Trauma
(Nano dan Leo), Diinapkan pada
3 hari, dan Hp disita tanpa Ibrahim,
surat sita, Penangkapan, dkk.
penahanan sewenang-
wenang yang dilakukan
oleh Kepolisian Polres
Jakarta Utara tanpa
mekanisme yang jelas
terhadap Ibrahim, dkk
(saksi) terkait kematian
Fakhri.

31 Inisial dan jumlah orang

57
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

3. DR Polres Jakarta DR terlibat perkelahian Hak sipol Hak atas Korespondens


Barat dengan tetangganya. Ia peradilan yang i dengan
kemudian dilaporkan ke jujur penyidik untuk
Polres Jakarta Barat. permintaan
Permintaan ia atas salinan BAP
BAP ditolak oleh penyidik.

4. Rss A.N SJ Kapolsek Atas dasar perjanjian Hak Sipol Hak atas Korespondens Mendapatkan
Metro dan hutang kerjasama peradilan yang i surat Protes Penjelasan
Jatinegara ybs ditangkap dan jujur Ke Polsek dari Polsek
ditahan di Polsek Metro Jatinegara, Jatinegara
Jatinegara. dan
ditembuskan
ke Kapolri,
Kompolnas,
Kapolda
Metro, Kabid
Propam Polda
Metro, dan
Kapolres
Jakarta Timur.

5. IS Polsek Ciputat Klien adalah korban salah Hak Sipol Hak atas - korespond Draft gugatan
tangkap karena peradilan yang ensi praperadilan
pengkambinghitaman jujur
(“tukar kepala”), tadinya - Investigasi
klien adl. pelapor yang
tidak mendapatkan respon
baik dari polisi, namun
akhirnya ketika terjadi
tawuran antar ormas, klien
dituduh sebagai orang yang
telah mengakibatkan
matinya anggota ormas
lain. Terdapat dugaan :

- Surat perpanjangan
penahanan diberikan
terlambat.(sudah lewat
waktu)

- Keluarga tidak
mendapatkan
tembusan surat
perpanjangan
penahanan

- Ada indikasi “suap” di


kepolisian

BS PT. PI a & Bekerja Pada Kantor PI, Hak Sipol Hak atas Bekerja Tidak ada
namun dikeluarkan peradilan yang Pada tindak lanjut
POLDA Metro karena dianggap telah jujur Kantor POS
Jaya melakukan kesalahan Indonesia,
berat, dipaksa mengaku namun

58
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

dan akhirnya dipalsukan dikeluarkan


tandatangannya bahwa karena
telah mengakui. dianggap
telah
Atas kejadian tersebut, melakukan
klien melaporkan kepada kesalahan
Polda Metro Jaya bahwa berat,
telah dipalsukan dipaksa
tandatangan, namun mengaku
dipersulit malah disuruh dan
untuk mencari barang bukti akhirnya
yakni tandatangan dia dipalsukan
selama dia bekerja di tandatanga
perusahaan agar ada nnya bahwa
pembanding. telah
mengakui.

Atas kejadian
tersebut, klien
melaporkan
kepada Polda
Metro Jaya
bahwa telah
dipalsukan
tandatangan,
namun
dipersulit
malah disuruh
untuk mencari
barang bukti
yakni
tandatangan
dia selama dia
bekerja di
perusahaan
agar ada
pembanding.

6. Mrn Polda Metro Klien adalah korban Hak Sipol Hak atas Korespondens Belum ada
Jaya kekerasan dalam rumah peradilan yang i surat Protes tindak lanjut.
tangga. Melaporkan jujur dan minta
KDRT ke Kepolisian SP2HP,
Polda Metro Jaya Kepada Polda
melakukan penyidikan Metro Jaya,
baik terhadap pelapor dan
maupun terlapor, ini ditembuskan
dibuktikan dengan surat ke Kapolri,
panggilan dengan No. Pol Kompolnas,
S.Pgl/13408/VII/2008/Dt dan Kabid
Reskrimum dan ditangani Propam Polda
oleh Unit II Sat IV di Metro Jaya
Ruang Perempuan dan
anak dan sejak
pemeriksaan terakhir
tanggal 22 Jul 2008, tidak
ada perkembangan dari
hasil penyidikan perkara
ini

7. Ibu Nzw Poedji Ibu Nzw dan anaknya Hak Sipol Hak atas - Surat Poedji
dan MA Rahardjo, mengalami KDRT oleh peradilan yang menyurat ke Rahardjo

59
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

dan MAB Polisi dan Poedji Rahardjo (Jaksa jujur Kejagung, divonis 2
jaksa senior di Kejagung), dalam Komnasham tahun penjara
(2 orang) proses peradilan terdapat , MA, dll;
berbagai ketidakadilan spt:
terjadi diskriminasi, - Mengawal
perlindungan yg sidang;
dibocorkan ke pelaku,
dakwaan yang dirubah, dll. - Mendorong
Fair Trial.

8. Rud Luc Rud telah menjalani 3 kali Hak Sipol Hak atas Korespondens Dalam proses
pidana atas pelaporan peradilan i dengan AJI; persidangan di
istrinya yang bernama Luc. yang jujur Pengadilan
Saat ini sedang menjalani Negeri Jakarta
proses persidangan untuk Timur,menung
kali keempat atas tindak Siaran pers; gu putusan
pidana Pasal 310 dan 311 pengadilan
oleh istrinya. Semua
laporan istrinya diproses
oleh penegak hukum Pendampinga
sedangkan laporan Rud ke n hukum
Polda tidak pernah di (dugaan Pasal
tindak lanjuti. 310 dan 311
KUHP) dalam
akumulasi terhadap Persidangan
pemidanaan Rud di PN Jakarta
menjadi permasalahan Timur;
tersendiri. Sekarang
Rud menjalani hukuman
selama 13 tahun atas 3
tindak pidana, Mengajukan
seharusnya ahli linguistik.
pemidanaan
menggunakan
concursus realis, karena
Indonesia tidak Berdiskusi
mengenal akumulasi dengan
pemidanaan. beberapa
alumni terkait
dengan
pemidanaan

9. EZB B, an. Kapolsek Terlibat perkelahian Hak Sipol Hak sebagai Korespondens Dapat Respon
LN Metro Bekasi dengan Seseorang subjek hukum i surat mohon dari
Barat karena masalah anak, pemantauan Kompolnas
di upayakan untuk ke kompolnas
berdamai namun tidak
berhasil. Klien
dilaporkan
Penganiayaan yang
mengakibatkan luka,
dan ybs menjadi
tersangka. Namun
kepolisian tidak
memanggil dan
memeriksa saksi yang
meringankan klien dan
sesuai dengan

60
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

keterangan klien.

10. Rud Luc Rud telah menjalani 3 kali Hak Sipol Hak sebagai Korespondens Dalam proses
pidana atas pelaporan subyek i dengan AJI; persidangan di
istrinya yang bernama Luc. hukum Pengadilan
Saat ini sedang menjalani Negeri Jakarta
proses persidangan untuk Timur,menung
kali keempat atas tindak Siaran pers; gu putusan
pidana Pasal 310 dan 311 pengadilan
oleh istrinya. Semua
laporan istrinya diproses
oleh penegak hukum Pendampinga
sedangkan laporan Rud ke n hukum
Polda tidak pernah di (dugaan Pasal
tindak lanjuti. 310 dan 311
KUHP) dalam
Persidangan
di PN Jakarta
Timur;

Mengajukan
ahli linguistik.

Berdiskusi
dengan
beberapa
alumni terkait
dengan
pemidanaan

11. Str an Alm Kepala Menikah dengan Hak Sipol Hak sebagai Mengirimkan
HM Kepolisian seorang gadis Cianjur, subjek hukum Surat Protes
Resort Cianjur pada 09 Mei 2009 Istri dan Klarifikasi,
Sektor tersebut pulang ke Kapolsek, dan
Campaka rumah Orang tuanya, ditembuskan
dan pada tanggal 18 kepada
Mei 2009 ybs menyusul Kapolri,
ke Rumah Orang Tua Kapolda
Istri ke Cianjur. Tanggal Jabar, Kabid
20 Mei 2009, Rumah Propam,
Istri terebut kebakaran, Kapolres
dan ybs meninggal Cianjur.
terbakar. Pihak keluarga
Curiga bahwa ybs
meninggal karena ada
rekayasa, karena
keluarga ybs tidak
diberikan visum dan
hasil otopsi dengan
alasan rahasia.\

12. RW Vs DIRLANTAS Saudari Rumpi Hak Sipol Hak sebagai LBH Jakarta LBH Jakarta
POLDA Widyastuti (Pengemudi mengirimkan menerima

61
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Hkm METRO JAYA Bus TransJakarta) subjek hukum Protes Perdamaian


dengan Saudara tersebut,
Hikmatullah, dimana karena
keduanya mengalami kehendak
Kecelakaan Tabrakan klien
Beruntun Pada Tanggal
22 April 2008, namun
kemudian mereka
berdamai. Pihak
kepolisian tidak
memproses perkara,
karena klien ingin
berdamai.

13. KG Kapolsek Mengontrak sebuah Hak Sipol Hak sebagai Korespondens Mendapatkan
Metro Pondok rumah, karena pemilu subjek hukum i Jawaban Dari
Gede 2009, ybs pulang ke Kapolsek, Dan
kampung. Dan ketika surat Protes Bid Propam
kembali ke rumah Ke Polsek POLDA
kontrakan Rumah Pondok Gede, METRO Jaya,
sudah dibongkar dan dan kasus ybs P-
dibuka oleh Pemilik ditembuskan 21(diteruskan
rumah, barang-barang ke Kapolri, ke
ybs hilang. Melapor Ke Kompolnas, persidangan)
Kepolisian, namun Kapolda
lambat, tidak profesional Metro, Kabid
dan berupaya untuk Propam Polda
mendamaikan. Metro, dan
Kapolres
Bekasi.

14. Rss a.n.SJ Kapolsek Klien melakukakan Hak Sipol Hak sebagai Korespondens Mendapatkan
Metro perjanjian bisnis, namun subjek hukum i surat Protes Penjelasan
Jatinegara karena pengiriman Ke Polsek dari Polsek
barang di-stop, Jatinegara, Jatinegara
sehingga mengalami dan
kerugian, dan jadi ditembuskan
memiliki hutang sebesar ke Kapolri,
Rp. 173 Juta Rupiah. Kompolnas,
Karena hutang tersebut Kapolda
klien dilaporkan dan Metro, Kabid
menjadi tersangka di Propam Polda
kepolisian. Metro, dan
Kapolres
Jakarta Timur.

15. NR / JS. S Kejaksaan Ditunjuk sebagai Hak Sipol Hak sebagai Mengirimkan Kejaksaan
Negeri Nabire Konsultan Pengawas subjek hukum Protes Ke merespon
pada Proyek Kepala surat
Pengadaan perahu Kejaksaan menjelaskan
untuk tahun anggaran Nabire, proses
2007 di Nabire, karena Kepala perkara
belum selesai ybs Kejaksaan
diperpanjang Tinggi Papua,
kontraknya dan Kejaksaan
diberikan uang jasa Agung, jaksa
konsultasi sebesar Rp. Agung Muda
1.800.000,-. Pengawasan,
Komisi
Karena tidak dirawat, Kejaksaan
perahu kemudian

62
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

rusakr. Atas peristiwa


tersebut, klien diminta
oleh Dinas Pariwisata
Kebudayaan Pemuda
dan Olah Raga
Pemerintah Kabupaten
Nabire untuk hadir di
Kantor Kejaksaan
Negeri Nabire pada 13
Maret 2009. Ketika
memenuhi permintaan
tersebut, klien dijadikan
tersangka dan ditahan.

16. BS PT. PI & Bekerja Pada Kantor Hak Sipol Hak sebagai Koresponde Tidak ada
POS Indonesia, namun subjek hukum nsi surat tindak lanjut
POLDA Metro dikeluarkan karena Protes dan
Jaya dianggap telah minta
melakukan kesalahan SP2HP,
berat, dipaksa mengaku Kepada
dan akhirnya dipalsukan Polda Metro
tandatangannya bahwa Jaya, dan
telah mengakui. ditembuska
n ke
Atas kejadian tersebut, Kapolri,
klien melaporkan Kompolnas,
kepada Polda Metro dan Kabid
Jaya bahwa telah Propam
dipalsukan Polda Metro
tandatangan, namun Jaya
dipersulit malah disuruh
untuk mencari barang
bukti yakni tandatangan
dia selama dia bekerja
di perusahaan agar ada
pembanding.

17. Mrn Polda Metro Mengalami tindak Hak Sipol Hak sebagai Mengalami Mariani
Jaya kekerasan dalam rumah subyek hukum tindak
tangga, dilakukan oleh kekerasan
suami yang bersangkutan, dalam rumah
yakni sdr. Ang , tangga,
melaporkan kejadian dan dilakukan oleh
perbuatan in kepada Pihak suami yang
Kepolisan Polda Metro bersangkutan,
Jaya, dengan No. Laporan yakni sdr.
No.Pol. Anggono,
1536/K/VI/2008/SPK UNIT melaporkan
III; kemudian, yang kejadian dan
bersangkutan divisum et perbuatan in
repertum , dan kemudian kepada Pihak
diantar pulang oleh satu Kepolisan
tim Kepolisian. Setelah Polda Metro
beberapa kali pemeriksaan Jaya, dengan
saksi, kasus tidak berlanjut No. Laporan
No.Pol.
1536/K/VI/200
8/SPK UNIT
III; kemudian,

63
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

yang
bersangkutan
divisum et
repertum , dan
kemudian
diantar pulang
oleh satu tim
Kepolisian.
Setelah
beberapa kali
pemeriksaan
saksi, kasus
tidak berlanjut

18. Warga POLRES Pembangunan PLTU III di Hak Sipol Hak - Pengaduan Mengundurka - Ada Nuansa
Lontar, Tangerang daerah Mauk. Setiap hari sebagai Ke n diri dari politik di
Mauk Truk dan alat berat subjek Kompolnas Kuasa Hukum, Kalangan
Tangerang mengangkut Tanah, hukum karena Warga warga,
sehingga mengeluarkan - Pengaduan memberikan nuansa
(29 orang) banyak debu di jalanan. Ke Komnas Kuasa Kepada perpecahan
Pemerintahan Desa HAM Pihak Lain pasca
membebankan retribusi tanpa Pilkades
kepada setiap truk - Hearing dan sepengetahua masih
pengangkut tanah dan Alat bertemu n dari Tim terasa
Berat. Penarik Retribusi dengan Advokasi
ditahan dengan tuduhan Pejabat - Jauhnya
pemaksaan dan penarikan Kepolisian Jarak dan
biaya ilegal. Warga Tangerang Lokasi
menyerbu, dan merusak melambatka
fasilitas Pembangunan - Meminta n Advokasi
Pembangkit ListrikTenaga Visum
Uap tersebut. Warga
Kampung Kosong karena - Membentuk
Laki-laki banyak yang Tim
ditangkap, dan sebagian Advokasi
bersembunyi sehingga bersama
yang tersisa adalah KontraS,
Perempuan dan Anak- PBHI,
anak YLBHI, dan
PAHAM
Banten

- Diskusi dan
Penguatan
dengan
Warga

19. Tmy & Hrs Kepolisian Tommy dan Haris Hak Sipol Hak - Pendampi - Pemeriksaa ``
Resort Jakarta merupakan Pengacara sebagai ngan BAP n saksi WA,
(2 orang) Utara Publik dan Asisten subjek N dan K di
Pengacara Publik di LBH hukum - Korespon Polres
Jakarta yang mendampingi densi Jakarta
BAP saksi di Polres Utara
Jakarta Utara. Saksi yang - konfrensi
didampingi adalah Anak. pers dan - Pemeriksaa
CO n terhadap
Laporan
- Membent atas
Dalam pemeriksaan,Saksi uk Tim Kekerasan
kelelahan karena diperiksa Solidarita dan
dari pagi hingga Malam, s Korban Perbuatan
serta ada hal-hal dalam Kekerasa Tidak
pemeriksaan yang n Menyenang

64
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

mencurigakan seperti Kepolisian kan Di Polda


Nama-nama di Hp saksi (SKAP) Pun
yang di mainkan, sehingga dengan dilanjutkan
saksi mengiinginkan Jaringan dengan
Pulang terlebih dahulu Advokasi Pemeriksaa
karena merasa tertekan n Saksi
dan besok harus sekolah. - Melapork
an
perbuatan
tidak
Tommy dan Haris meminta menyena
penyidik untuk melanjutkan gkan ke
BAP saksi esok harinya POLDA
namun tidak diijinkan oleh Metro
Penyidik. Krn protes Jaya
Tommy dan Haris disekap
oleh penyidik selama satu
malam dan dipukul oleh
anngota kepolisian.

20. SRB Kepolisian Klien adalah anak berusia Hak Sipol Hak sebagai - Pendampi Permohonan Pendampingan
Sektor Bojong 14 tahun yang dipanggil subjek ngan Pra Peradilan di Polsek
(1 orang) Gede sebagai saksi atas hukum. digugurkan Bojonggede
terjadinya pencurian. - korespon dengan dihalang-
Dalam pemeriksaan densi masuknya halangi
penyidik memaksa klien Pokok
untuk mengaku dengan - konfrensi Perkara
alasan akan dibebaskan. pers dan
Setelah pemeriksaan, CO Orang tua dan
status klien menjadi keluarga klien
tersangka dan disidik - mengajuk Klien histeris.
tanpa mendapatkan an dinyatakan
bantuan hukum. Klien juga permohon bebas dalam
sempat ditahan bersama an Pra putusan
tahanan dewasa selama 5 Peradilan Pengadilan
hari. Negeri 10
- Pendampi Agustus
ngan di 2009, diputus
Persidang Bebas
an Anak (Vrijspraak)
di PN
Cibinong
dan
mendapat Jaksa
kan mengajukan
konseling kasasi dan
psikolog masih
menunggu
- Kasasi, putusan
kasasi

21. Rss a.n. AJ Kapolsek Atas dasar perjanjian Hak Sipol Hak sebagai Korespondens Belum ada
Metro dan hutang kerjasama subjek hukum i tindak lanjut
Jatinegara ybs ditangkap dan
ditahan di Polsek Metro Mengririmkan
Jatinegara. Surat Protes
dan Klarifikasi
ke Polda
Metro Jaya,

65
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kabid Propam
Polda Metro
Jaya, dan
ditembuskan
ke Kapolri,
Kompolnas,
dan Itwasum
Mabes Polri

22. BD i KWI klien difitnah melakukan Hak sipil da hak sebagai Korespondens KWI -
perbuatan asusila dan politik subyek hukum i surat berupa memberikan
(1 orang) diberhentikan sepihak Protes dan klarifikasi
oleh KWI tanpa Klarifikasi Ke
melewati proses yang Konferensi
adil (fair) dengan Wali Gereja.
pembuktian hukum dan
putusan Pengadilan.
Tapi langsung di PHK
saja.

23. IS HGM Diduga tuduhan Hak Sipol Hak sebagai Mendampingi Menunggu Klien Tidak
didasarkan pada subjek hukum BAP di SP3 bergerak Cepat
ketidaksukaan pihak POLDA Metro dengan
manajemen terhadap Jaya memberikan
aktivitas Imam ketika data kepada
menjabat sebagai ketua Penyidik
serikat. POLDA Metro

Tidak ada bukti permulaan


yang cukup yang
mendasari statusnya
sebagai tersangka.

24. NT a.n IES Kapolsek Berkelahi dengan Hak Sipol hak sebagai Korespondens Kasus sudah
Metro Pasar tetangga karena subjek hukum i surat Protes dilimpahkan
Minggu tetangga tersebut Ke Polsek ke kejaksaan
memukul anak ybs, Pasar Minggu,
& tetangga tersebut dan
melaporkan ke Polsek ditembuskan
H. Musa Metro Pasar Minggu, ke Kapolri,
kepolisian langsung Kompolnas,
menahan klien. Klien Kapolda
juga melaporkan ke Metro, Kabid
Polres Jaksel terkait Propam Polda
pemukulan terhadap Metro, dan
anak namun belum Kapolres
diproses. Jakarta
Selatan.

25. ES dkk. (12 5. Frd Yayasan yang menolak Hak Sipol Hak sebagai
orang) mem-PHK dan tidak subjek hukum
6. Yayasan mengakui hubungan kerja
Wrs dengan klien. Upaya
hukum atas PHK telah
ditempuh, Panitia
Penyelesaian Perselisihan
Perburuhan Pusat

66
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

memenangkan klien.

26. Tmy dan Kepolisian Tmy dan Hrs merupakan Hak Sipol Hak untuk - Pendampi - Pemeriksaa Tommy dan
Hrs Resort Jakarta Pengacara Publik dan bebas dari ngan BAP n saksi WA, Haris
Utara Asisten Pengacara Publik penyiksaan N dan K di merupakan
(2 orang) di LBH Jakarta yang - Korespon Polres Pengacara
mendampingi BAP saksi di densi Jakarta Publik dan
Polres Jakarta Utara. Utara Asisten
Saksi yang didampingi - konfrensi Pengacara
adalah Anak. pers dan - Pemeriksaa Publik di LBH
CO n terhadap Jakarta yang
Laporan mendampingi
- Membent atas BAP saksi di
Dalam pemeriksaan,Saksi uk Tim Kekerasan Polres Jakarta
kelelahan karena diperiksa Solidarita dan Utara. Saksi
dari pagi hingga Malam, s Korban Perbuatan yang
serta ada hal-hal dalam Kekerasa Tidak didampingi
pemeriksaan yang n Menyenang adalah Anak.
mencurigakan seperti Kepolisian kan Di Polda
Nama-nama di Hp saksi (SKAP) Pun Dalam
yang di mainkan, sehingga dengan dilanjutkan pemeriksaan,
saksi mengiinginkan Jaringan dengan Saksi
Pulang terlebih dahulu Advokasi Pemeriksaa kelelahan
karena merasa tertekan n Saksi karena
dan besok harus sekolah. - Melapork diperiksa dari
an pagi hingga
perbuatan Malam, serta
tidak ada hal-hal
Tommy dan Haris meminta menyena dalam
penyidik untuk melanjutkan gkan ke pemeriksaan
BAP saksi esok harinya POLDA yang
namun tidak diijinkan oleh Metro mencurigakan
Penyidik. Krn protes Jaya seperti Nama-
Tommy dan Haris disekap nama di Hp
oleh penyidik selama satu saksi yang di
malam dan dipukul oleh mainkan,
anngota kepolisian. sehingga
saksi
mengiinginkan
Pulang
terlebih dahulu
karena
merasa
tertekan dan
besok harus
sekolah.

Tommy dan
Haris meminta
penyidik untuk
melanjutkan
BAP saksi
namun tidak
diijinkan oleh
Penyidik. Krn
protes Tommy
dan Haris
disekap oleh
penyidik
selama satu
malam dan

67
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

dipukul oleh
anggota
kepolisian.

27. Warga POLRES Warga menolak Hak Sipol Hak bebas - Pengaduan Mengundurka - Ada Nuansa
Lontar, Tangerang pembangunan PLTU III di dari Ke n diri dari politik di
Mauk daerah Mauk. Penolakan penyiksaan Kompolnas Kuasa Hukum, Kalangan
Tangerang dilakukan melalui karena Warga warga,
penyerbuan dan - Pengaduan memberikan nuansa
(29 orang) pengrusakan fasilitas Ke Komnas Kuasa Kepada perpecahan
Pembangunan Pembangkit HAM Pihak Lain pasca
ListrikTenaga Uap tanpa Pilkades
tersebut. Warga Kampung - Hearing dan sepengetahua masih
Kosong karena Laki-laki bertemu n dari Tim terasa
banyak yang ditangkap, dengan Advokasi
dan sebagian bersembunyi Pejabat - Jauhnya
sehingga yang tersisa Kepolisian Jarak dan
adalah Perempuan dan Tangerang Lokasi
Anak-anak melambatka
- Meminta n Advokasi
Visum

Pada saat penangkapan - Membentuk


pihak Kepolisian Tim
melakukan Penyiksaan. Advokasi
bersama
KontraS,
PBHI,
YLBHI, dan
PAHAM
Banten

- Diskusi dan
Penguatan
dengan
Warga

28. Ibr, dkk. (7 Anggota Pada tanggal 5-7 Mei 2009 Hak Sipol Hak untuk Pendampinga Kasus  Kuasa
orang) kepolisian Ibrahim dkk mengalami bebas dari n, dipetieskan hukum
Polres Jakut penyiksaan yang dilakukan penyiksaan belum
(RH) oleh anggota Kepolisian korespondensi memiliki
Polres Jakarta Utara , BAP
dalam proses penyidikan Ibrahim,
kasus kematian Fakhri konfrensi pers, dkk.
CO.
 Trauma
pada
Ibrahim,
dkk.

29. SRB Kepolisian Klien anak usia 14 tahun Hak Hak bebas - Pendampi Permohonan Pendampingan
Sektor Bojong dituduh mencuri dan Sipol dari ngan Pra Peradilan di Polsek
(1 orang) Gede disiksa dengan tujuan penyiksaan digugurkan Bojonggede
mengakui bahwa dirinya - korespon dengan dihalang-
adalah pelaku pencurian. densi masuknya halangi
Dengan terpaksa akhirnya Pokok
mengakui perbuatan yang - konfrensi Perkara
tidak dilakukan, pers dan
CO Orang tua dan
keluarga klien
- mengajuk Klien

68
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

an dinyatakan histeris.
permohon bebas dalam
an Pra putusan
Peradilan Pengadilan
Negeri 10
- Pendampi Agustus
ngan di 2009, diputus
Persidang Bebas
an Anak (Vrijspraak)
di PN
Cibinong
dan
mendapat Jaksa
kan mengajukan
konseling kasasi dan
psikolog masih
menunggu
- Kasasi, putusan
kasasi

30. IS Polsek Ciputat Salah tangkap karena Hak Sipol Hak atas Korespondensi Draft gugatan
pengkambinghitaman perlindungan surat praperadilan
(“tukar kepala”), tadinya dari
klien adl. pelapor yang kesewenang- Investigasi
tidak mendapatkan respon wenangan
baik dari polisi, namun hukum
akhirnya ketika terjadi kriminal
tawuran antar ormas, klien
dituduh sebagai orang yang
telah mengakibatkan
matinya anggota ormas
lain. Klien masih tetap
ditahan walaupun masa
penahanan sudah habis

31. Riss a.n JS Kapolsek Hak Sipol Hak bebas dari Korespondens Mendapatkan
Metro penahanan i surat Protes Penjelasan
Jatinegara karena gagal Ke Polsek dari Polsek
memenuhi Jatinegara, Jatinegara
Klien tidak sanggup perjanjian dan
membayar hutang dan (utang) ditembuskan
karenanya dilaporkan ke Kapolri,
penipuan/penggelapan Kompolnas,
ke Polsek Metro Kapolda
Jatinegara Metro, Kabid
Propam Polda
Metro, dan
Kapolres
Jakarta Timur.

69
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

F.1. Latar Belakang

Pemerintah Indonesia telah meratifikasi Kovenan Hak Sipil dan Politik pada tahun 2005 dengan
dikeluarkannya UU No. 12 Tahun 2005 dan Konvensi anti penyiksaan (CAT) pada tahun 1998 dengan
dikeluarkannya UU No.5 tahun 1998. Dengan meratifikasi, berarti Indonesia memiliki kewajiban untuk
menurunkan dalam peraturan domestic dan membangun legal framework dan institusional framework
untuk mengakui dan menghormati hak untuk bebas dari penyiksaan dan hak-hak sipil dan politik
termasuk didalamnya Hak atas peradilan yang jujur dan adil (fair trial) sebagaimana diatur dalam Pasal
14 ICCPR. Sebelum ratifikasi, prinsip-prinsip Fair Trial diakomodasi sebagian oleh Indonesia dalam
KUHAP yang menentukan prosedur-prosedur dan hak-hak dari setiap orang dalam setiap tahap
penyelidikan dan peradilan. Sementara KUHAP menyediakan banyak jaminan perlindungan untuk hak-
hak tersangka dan terdakwa, namun tidak berarti banyak jaminan dalam standard international mengenai
fair trial yang diakomodasi. bahkan jaminan yang ada dalam KUHAP sendiri masih banyak dilanggar dan
diabaikan.

Pemerintah indonesia sendiri dalam jangka waktu yang cukup lama telah memulai untuk memperbaharui
KUHAP dengan menyediakan jaminan perlindungan hukum yang lebih luas bagi tersangka, terdakwa,
saksi dan korban. suatu tim bentukan pemerintah telah mempersiapkan draft pembaharuan dan setahun
belakngan ini banyak didiskusikan dan menjadi perdebatan seiring dengan kasus-kasus yang menarik
perhatian public. versi final dari draft tersebut kini telah diserahkan ke parlemen dan menjadi prioritas
RUU yang akan dibahas dalam program legislasi nasional tahun 2010.

LBH Jakarta menyambut baik semua perkembangan positif ini dan bersama-sama NGO lainnya yang
tergabung dalam komite pembaharuan hukum acara pidana menyiapkan briefing paper untuk setiap
tematik/isu pilihan dalam RUU KUHAP. LBH Jakarta berharap pembaharuan KUHAP ditujukan untuk
perlindungan yang lebih kuat dan memadai atas hak asasi manusia, khususnya hak untuk bebas dari
penyiksaan (CAT) dan Fair tial (ICCPR) serta pemihakan terhadap kelompok yang rentan (perempuan,
anak, LGBT dan difabel) yang tampaknya belum mendapatkan perhatian dalam naskah final draft RUU
KUHAP.

Terdapat beberapa kemajuan dalam RUU KUHAP namun lebih banyak juga prinsip-prinsip fair trial yang
masih belum ada dalam RUU KUHAP. Pada tahun 2002, pemerintah Indoensia mengundang Pelapor
khusus untuk independensi hakim dan advokat namun tidak cukup eksaminasi untuk implementasi dari
rekomendasi-rekomendasinya.32 Terkini, pemerintahan Indonesia bersatu jilid II memprioritaskan
pemberantasan mafia hukum/peradilan dalam program 100 hari mereka.33
Namun demikian, studi dan telaah atas fakta-fakta yang dikumpulkan oleh koalisi NGOs untuk
pembaharuan hukum acara pidana (KuHAP) menggambarkan bahwa praktek peradilan yang tidak fair

32 lihat laporan dari UN Special Rapporteur on the independence of judges and lawyers, Dato' Param Cumaraswamy,
dalam kunjungannya ke Indonesia (E/CN.4/2003/65/Add.2). ini kunjungan UN expert terkahir dalam kapasitasnya ke
Indonesia, observasinya dan laporannya masih relevan hingga hari ini dan patut untuk dilihat oleh siapapun yang memiliki
perhatian pada kondisi peradilan dan hak asasi manusia di Indonesia.

33 Kabinet Indonesia Bersatu jilid II membentuk sebuah Satuan Gugus Tugas atau task force untuk memerangi mafia
peradilan/hukum yang dikoordinir oleh KUKP3 (Kepala Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan) Mr. Kuntoro Mangkusubroto. namun hingga tulisan ini dibuat Keppres dari Presiden mengani gugus tugas ini
belum dikeluarkan.

70
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

terus berlanjut di Indonesia.34 Laporan akhir tahun LBH Jakarta sejak 2004 sampai 2008 merlaporkan
bahwa jumlah pelanggaran atas prinsip-prinsip fair trial relatif stabil dan tinggi. kasus-kasus yang diterima
LBH Jakarta terkait fair trial.35 juga berhubungan atau kombinasi dengan pelanggaran kebebasan
berekspresi dan berserikat, pelanggaran hak untuk bebas dari penyiksaan, termasuk penggunaan pasal-
pasal karet seperti pencemaran nama baik. 36

F.2. Definisi operasional/ Ruang Lingkup

Hak atas peradilan yang jujur dan adil adalah jarring pengaman mendasar untuk menjamin hak-hak
individu untuk tidak begitu saja diproses hukum. ini juga sangat krusial untuk melindungi hak asasi
lainnya seperti hak untuk bebas dari penyiksaan dan perlakuan kejam serta penghukuman yang tidak
manusiawi, hak untuk bebas dari penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, hak untuk
kebabasan berekspresi dan berserikat. lebih jauh berkaitan dengan hak hidup yang dalam konteks
indonesia masih memberlakukan hukuman mati.
Hak atas peradilan yang fair secara jelas dirumuskan dalam pasal 14 ICCPR. meliputi beberapa hal
diantaranya Pengadilan yang Kompeten, Independen dan Tidak Memihak yang Ditetapkan Hukum,37
penerapan azas praduga tidak bersalah,38 Persidangan Terbuka untuk Umum dan Dilakukan secara
Lisan,39 dan Jaminan Prosedur Minimal40, Hak untuk membela diri41, hak atas peradilan yang sederhana,
cepat dan biaya ringan.42
Sementara itu yang dimaksud dengan
penyiksaan adalah sebagaimana diatur dalam
pasal 1 Konvensi Anti Penyiksaan (CAT) dan
pasal 26 terkait dengan perlakuan tidak
manusiawi dan penghukuman kejam dan
merendahkan martabat manusiawi.

Dalam KUHAP hak atas fair trial tersebar


dibeberapa bab dan dimasukkan dalam hak-hak
tersangka dan terdakwa, azas praduga tidak
bersalah, hak atas bantuan hukum, hak saksi
dan seterusnya. Sementara itu jaminan hak
Aksi Peringatan Hari Anti Penyiksaan

34 Briefing Paper RUU KUHAP 2009 oleh Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana (KuHAP)

35 Catahu LBH Jakarta 2004-2008 rata-rata mencatat sekitar 30 kasus fair trial setiap tahunnya.

36 Tahun 2009, LBH Jakarta menangani lima kasus pencemaran nama baik/defamation dengan korban human rights
defenders, trade union activists and anti corruption activists.

37 Pasal 14 (1) ICCPR/Konvensi Internasional Hak-hak Sipil dan Politik

38 Pasal 14 (2)ICCPR

39 pasal 14 (1) ICCPR

40 pasal 14 (3) ICCPR

41 pasal 14 (3) d ICCPR

42 pasal 14 (3) c ICCPR

71
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

asasi manusia di lingkup domestic terkait dengan hak atas fair trial juga diatur dalam Pasal 18 (1) UU
No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Berbeda dengan fair Trial yang sebagiannya telah
diakomodir dalam KUHAP, penyiksaan sama sekali belum diakomodasi baik dalam KUHAP maupun
dalam KUHP.

Hak atas peradilan yang jujur atau fair trial control atas kewenangan lembaga-lembaga penyelidikan,
penyidikan, penuntutan dan upaya paksa lainnya dalah hukum acara pidana. ia melibatkan kepolisian,
kejaksaan, kehakiman sampai lembaga pemasyarakatan. Berbagai pelanggaran tugas dan fungsi serta
penyalahgunaan wewenang mereka dengan sendirinya menjadi kasus pelanggaran fair trial.

Berdasarkan definisi operasional diatas, LBH Jakarta memasukkan kasus-kasus di kepolisian, kejaksaan
dan pengadilan sebagai bagian dari kasus-kasus Fair Trial. kasus-kasus tersebut misalnya kasus
pelanggaran hak-hak tersangka-terdakwa seperti salah tangkap, menghalangi bantuan hukum, dan
kriminalisasi.

F.3. Aktor, pola relasi, kepentingan

Tahun 2009 juga mencatat pengaduan LBH Jakarta terkait dengan upaya pemulihan atau remedy dalam
kasus-kasus yang bernuasa fair trial. 26 di kompolnas, 1 kasus di komisi kejaksaan, 1 kasus di Komisi
yudisial dan 1 kasus di pengawasan Mahkamah Agung.

Tahun 2009 pelaku dominan untuk pelanggaran fair trial didominasi oleh lembaga penyelidikan dan
penyidikan atau lebih khusus Kepolisian. tercatat dari 29 kasus fair trial yang ditangani, 29 melibatkan
kepolisian. sementara 3 kasus melibatkan kejaksaan dan 2 kasus melibatkan institusi pengadilan.

Keterlibatan kepolisian dalam kasus pelanggaran fair trial dilakukan dengan berbagai macam pola,
diantaranya dapat digambarkan sebagai berikut:

• Failure (kesalahan) dan Rekayasa Kasus (upaya menutup kesalahan dengan rekayasa)

Kasus-kasus salah tangkap menjadi sorotan pada tahun ini. tercatat sedikitnya 4 kasus salah tangkap
yang dilakukan kepolisian. kasus yang paling menyita perhatian public adalah kasus JJ Rizal seorang
sejarawan UI, Kasus Rico seorang waria, dan kasus Koko seorang remaja yang dtuduh mencuri.

Dalam kasus-kasus tersebut terlihat jelas kepolisian bekerja secara tidak professional dan melakukan
kesalahan fatal yakni salah target operasi atau salah tangkap. dalam kasus Rizal yang dikenal public,
kepolisian menyatakan permintaan maafnya secara terbuka dan mengajak rizal berdamai, namun
sayangnya pengakuan kesalahan serupa tidak terjadi dikasus-kasus yang lain. polisi justru berupaya
sekuat tenaga untuk melegitimasi kesalahannya dan memaksakan untuk diajukan ke persidangan
kendati bukti-bukti tidak cukup. Hal berbahaya dari sikap polisi seperti ini seperti dalam kasus koko
adalah kecenderungan untuk merekayasa kasus semakin besar. hal ini dapat dilihat dari fakta-fakta
persidangan yang sangat ganjil, saksi-saksi memberatkan yang tidak saling berkaitan. pemaksaan polisi
untuk meneruskan perkara koko juga diikuti oleh jaksa. bahkan sampai setelah putusan bebas, jaksa
tetap mengajukan kasasi. Rekayasa kasus juga cenderung terlihat dalam kasus Bejo Suseno di Polda
Metro Jaya.

Yang patut mendapat perhatian juga adalah tempat dan pelaku. hampir semua salah tangkap terjadi di
tingkat Polsek, Rizal di polsek Beji, Koko di polsek Bojong gede, dan satu saja ditingkat Polres yakni

72
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

polres Jakarta selatan dalam kasus Rico. kenyataan ini menunjukan bahwa ada problem ketidak
profesionalan yang cenderung besar ditingkat polsek. Hal ini juga terkait dengan usia dan pengalaman
kerja. Beberapa penyelidikan dan penindakan oleh provost dalam kasus Rizal menunjukan pelaku yang
masih baru dikepolisian.

• Undue Delay, Tindakan abusive (sewenang-wenang) dan diskriminasi

Tahun 2009 LBH mencatat bahwa kasus-kasus perdata umum, persengketaan antar tetangga, kasus
keluarga, KDRT yang dibawa kepolisian oleh salah satu pihak menjadi peluang bagi polisi untuk
bertindak sewenang-wenang atau melampaui kewenangannya sebagai penyidik. Dalam beberapa kasus
turunan dari kesewenang-wenangan ini adalah praktik diskriminatif dalam penegakkan hukum.

Diskriminatif biasanya terkait dengan adanya pengaruh dan kekuasaan yang membuat polisi bias dalam
menjalankan posisi dan kewenangannya. Diskriminasi dilakukan dengan mempercepat penanganan
perkara dengan pelapor yang diduga menyuap kepolisian, atau terlapor yang menyuap kepolisian dan
menjadikan penanganan menjadi terhambat atau bahkan sengaja digantung tanpa kepastian hukum.
Seperti tahun 2008, kecenderungan pola undue delay juga terjadi. Undeue delay terjadi dalam bentuk
penolakan laporan, buruknya respond an lambatnya kinerja, perkara yang digantung atau tanpa
kejelasan, sehingga seseorang menyandang status tersangka untuk waktu yang tidak jelas.

Di ranah publik, diskriminasi dirasakan sekali oleh masyarakat yang marah terhadap polisi. tak dapat
dipungkiri bagaimana perasaan publik tersakiti melihat perlakuan yang berbeda oleh kepolisian kepada
Anggodo dibanding dengan perlakuan kepada nenek Minah dan mereka yang marginal lainnya.
Demikianlah diskriminasi menjadi pola dan terkait erat dengan praktik mafia peradilan yang telah lama
menjangkiti sistem hukum dan peradilan negeri ini.

• Berhubungan dan kombinasi dengan Penyiksaan

Pelanggaran fair trial biasanya juga terkait dengan praktik penyiksaan. Tercatat 4 (empat) kasus
penyiksaan yang terjadi sepanjang tahun ini. Penyiksaan menjadi bagian utama untuk mendapatkan
keterangan dan pengakuan tersangka secara paksa dan kekerasan. Ibrahim, seorang saksi yang
dicurigai terlibat pembunuhan di Polres Jakarta utara mengalami penyiksaan dengan terlebih dahulu
dibawa dan disiksa di dalam mobil polisi. Koko si anak malang juga mengalami penyiksaan sampai
akhirnya terpaksa mengaku di saat interogasi, belakangan di pengadilan mencabut pengakuannya
dengan alasan penyiksaan. penyiksaan juga dilakukan kepada warga lontar Tanggerang dalam
penangkapan masal terhadap warga yang demo dan merusak PLTU III.

Setelah kedatanagan pelapor khusus penyiksaan tahun 200743, tampaknya beberapa rekomendasi untuk
membenahi legal framework dan institusional framework belum juga dipenuhi oleh pemerintah Indonesia.
Hingga kini Optional Protocol Konvensi anti penyiksaan (CAT) dan mekanisme pencegahan penyiksaan
belum juga diselesaikan. sementara itu pemidanaan terhadap pelaku-pelaku penyiksaan untuk
diakomodir dalam KUHP juga belum tercapai seiring mandegnya pembahasan RUU KUHP.

43 lihat laporan Mr. Manfred Nowak Special Rapporteur on Torture dalam kunjungannya ke Indonesia

73
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

• SLAPP Suit dan kriminalisasi korban


Substansi dan prosedur hukum yang digunakan oleh Pihak yang menindas untuk membungkam mereka
yang berjuang untuk merebut dan mempertahankan haknya terjadi ketika Prita mengeluhkan suatu
pelayanan kesehatan yang merupakan hak dasarnya sebagaimana diakui oleh kovenan internasional
hak ekonomi, sosial dan budaya di serang balik oleh RS. Omni internasional dengan pasal pencemaran
nama baik, pun halnya yang terjadi kepada Ko Seng-Seng yang menulis surat pembaca dan Agus Wandi
yang dituduh mencuri listrik, semuanya terjadi ketika mereka berupaya untuk memperjuangkan dan
mempertahankan haknya dalam sengketa dengan pengembang. Bahkan sebenarnya juga terjadi pada
Minah dengan tiga buah cokelatnya, yang ternyata terkait dengan perseteruan antara warga dan
perusahaan perkebunan. Jauh sebelumnya sebuah perusahaan tambang raksasa Newmont menggugat
Dr. Rignolda jamaludin yang kritis dalam kasus dugaan pencemaran teluk buyat. Demikianlah hukum
dipakai untuk menyerang balik dan membungkam sikap kritis warga negara. kita menyebut ini sebagai
SLAPP Suit. (Strategic Law Against Public Participation).
Penggunaan pasal-pasal karet warisan kolonial, pasal pencemaran nama baik dipakai effektif juga untuk
membungkam aktivis anti korupsi, pembela hak asasi manusia, intelektual, dan lebih banyak lagi jumlah
korbannya di kalangan kaum buruh dan masyarakat marginal lainnya. Demikianlah terjadi pada Usman
Hamid ketika menuding Muchi PR dan Emerson dan Illian ketika mempertanyakan uang sitaan perkara
dari Kejaksaan Agung, dan aktivis Buruh Itje Julinar yang berhadapan dengan PT. Angkasa Pura.
Ketiganya dituduh dengan pasal-pasal pencemaran nama baik. Dan kondisi serupa terjadi juga dalam
perseteruan fenomenal antara Cicak dan Buaya tentunya. kriminalisasi dua pimpinan KPK menjadi
bagian yang telah menyebabkan terhambatnya upaya pemberantasan korupsi dan pelemahan secara
sistematis KPK di Indonesia.

• Mempidanakan kasus perdata

Kriminalisasi terkait juga dengan sesuatu yang bukan domain pidana namun dipaksakan menjadi suatu
yang dapat dipidanakan. Misalnya terlihat dalam kasus Rissa di Polsek Jatinegara, suatu sengketa
perdata biasa terkait hutang-piutang yang sejatinya dalam perspektif LBH tidak mengandung dimensi
struktural namun karena salah satu pihak menyelesaikan melalui kepolisian dan kepolisian
menindaklanjuti dengan sewenang-wenang, maka terjadilah kriminalisasi yang telah bersifat structural44
dan menjadikan LBH terpanggil untuk mengintervensi (membela).

Box. Kasus
Salah Tangkap dan rekayasa: Koko
Tanpa bukti permulaan yang cukup dan hany berdasarkan kesaksian dari tetangga korban pencurian,
koko/anak usia 14 tahun dituduh mencuri dan disiksa oleh aparat polisi Polsek Bojong Gede dengan tujuan
mengakui bahwa dirinya adalah pelaku pencurian. Dengan terpaksa akhirnya koko mengakui perbuatan
yang tidak dilakukan. Pendampingan oleh LBH Jakarta di Polsek Bojonggede sempat dihalang-halangi oleh
Polisi. LBH Jakarta mencoba meyakinkan polisi bahwa polisi telah salah tangkap orang, namun polisi
berkeras dan tetap menahan koko. LBH Jakarta akhirnya mengajukan Permohonan Pra Peradilan. belum
sempat diperiksa, praperadilan digugurkan karena jaksa melimpahkan perkara ke Pengadilan negeri.
Setelah menjalani persidangan, Klien dinyatakan bebas dalam putusan Pengadilan Negeri 10 Agustus 2009,
diputus Bebas (Vrijspraak). namun demikian Jaksa mengajukan kasasi dan masih menunggu putusan
kasasi.

44 Pasal 11 ICCPR

74
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

F.4. Trend dengan tahun sebelumnya

Pelanggaran atas hak atas fair trial tahun 2009 berjumlah 29 kasus atau naik dari tahun sebelumnya
yang berjumlah 27 kasus. sementara kasus penyiksaan menurun dari 15 di tahun 2008 menjadi 4 kasus
di tahun 2009. Berikut ini menunjukan trend pelanggaran fair trial dan penyiksaan dalam lima tahun
terakhir:

Tahun
Kasus
2004 2005 2006 2007 2008 2009
Fair Trial 31 26 36 28 27 29
Penyiksaan/Torture 4 4 9 1 15 4

Dari segi jumlah terjadi kenaikan dibanding tahun sebelumnya, hal ini faralel dengan persepsi public
yang cenderung melihat tahun 2009 dipenuhi dengan kesewenang-wenangan kepolisian dan system
peradilan yang korup. Perhatian publik yang sangat besar terkait dengan konflik antara Cicak dan Buaya
ikut berandil besar untuk membukakan kasus-kasus yang melibatkan kepolisian ke ranah public. hampir
semua kasus yang terkait dengan arogansi, brutalitas, kesewenang-wenangan dan mafia peradilan yang
menyangkut polisi menjadi konsumsi public diberbagai media.
Padahal ditahun inilah Kepolisian untuk kali pertama meluncurkan peraturan Kapolri mengenai
implementasi HAM dalam tugas dan fungsi kepolisian. namun tampaknya upaya baik tersebut terlibas
dalam kasus-kasus yang terus menerus mencoreng kepolisian.

F.5. Kesimpulan dan rekomendasi

Banyaknya pelanggaran fair trial, seperti yang tergambar dalam kasus-kasus di atas disebut terkait
dengan informasi dan akses atas keadilan (access to justice) dan bantuan hukum serta advokat yang
terbatas, namun problem ini lebih kompleks dari sekedar masalah akses atas keadilan, ini juga terkait
suatu pemahaman dan mind set aparat penegak hukum kita yang masih jauh dari memegang prinsif-
prinsif fair trial dan peradilan yang bebas dari korupsi. Karenanya suatu percepatan aksi untuk
memberantas mafia peradilan mutlak dibutuhkan dan komitmen 100 hari presiden untuk memberantas
mafia hukum yang terlepas dari ketidakjelasan metode dan segudang kekurangannya patut diapresiasi.
Masalah struktural lain yang mendasar tentunya terkait dengan hukum pidana dan hukum acara pidana
yang tidak lagi memadai dengan semangat pemajuan dan perlindungan Hak Asasi Manusia khususnya
dengan menjabarkan lebih jauh ICCPR dan CAT termasuk meratifikasi Optional Protocol-nya dan
membuat mekanisme nasional mencegah praktek penyiksaan. Karenanya suatu reformasi hukum yang
ditujukan kepada pembaharuan hukum pidana dan hukum acara pidana tak pelak merupakan agenda
utama yang harus menjadi komitmen semua pihak. Program Legislasi Nasional DPR yang telah
mamasukkan RUU KUHP dan RUU KUHAP sebagai prioritas RUU pada tahun 2010 merupakan
momentum untuk memperbaiki substansi hukum kita menjadi lebih baik.
Tahun depan 2010 yang akan datang adalah jadwal bagi pemerintah Indoensia untuk melaporkan
implementasi dari Kovenan International Hak Sipil dan Politik, laporan tersebut nantinya akan faralel
dengan laporan alternative versi masyarakat sipil. dan tentunya jadwal tersbeut merupakan momentum
bagi pemerintah untuk membangun dan memnuhi kewajiban mereka dalam mengimpelemntasikan
ICCPR khususnya pasal 14 tentang fair trial.

75
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

G. Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak

Tabel Kasus Pelanggaran Hak atas Perlindungan Perempuan dan Anak pada 2009
NO Kasus Posisi Kasus Singkat Langkah yang sedang Kondisi Hambatan
Korban Pelaku dan telah dilakukan terakhir
1. YS Sueb Pada tahun 2004, YS direkrut menjadi Buruh - Berjaringan dengan Polisi masih Klien tidak
migran oleh Calo yang bernama Sueb, SBMI melakukan menganalisa menyampaikan
dengan janji akan dipekerjakan sebagai PRT investigasi delik yang akan secara lengkap
di Malaysia. Waktu diberangkatkan YS - Pembuatan LO dikenakan pada kronologi kasus.
berusia 15 tahun. Kerja selama 15-18 jam - Somasi Sueb.
sehari, hingga akhirnya YS kabur dari rumah - Pendampingan
majikan karena dipaksa menjadi PSK. - Korespondensi

2. Syf & RNN Tn. Sheikh Klien adalah suami dari Rani Nur Ngatinah Korespondensi Tidak ada -
Kamaruddin yang bekerja sebagai buruh migran di Mengirimkan Surat Ke tindak lanjut
Sheikh Ahmad Malaysia. Keluarga kehilangan kontak Departemen Luar
(Wn Malaysia) dengan Rani Negeri, dan
Mengirimkan Surat Ke
Mabes POLRI,
melaporkan ke Dirjen
BHI di Deplu

3. ISA - KUA Buku nikah klien awalnya dikatakan hilang Korespondensi surat Menunggu Iqbal S. Ahmad
(1 orang) - Polsek oleh mertuanya. Setelah bikin surat untuk mendorong tindak lanjut (1 orang)
Jampang kehilangan di polsek, klien mengkroscek tindak lanjut laporan Polsek
Tengah pencatatan buku nikah di KUA Jampang kepada Kapolsek
Suka Bumi Tengah, ternyata nomor seri pencatatan Jampang Tengah
nikah pada KUA bukan atas nama klien dan
istrinya.

4. LL Suami Semenjak bercerai, suami tidak pernah Membuatkan draf surat Transfer ke
memberikan nafkah untuk anak, akan gugatan dan transfer ke alumni LBH
menuntut suami untuk memberikan nafkah alumni LBH Jakarta Jakarta
anak mulai dari sejak bercerai sampai anak
dewasa.

5. Warga Gubernur DKI Pasca penggusuran menimbulkan trauma Korespondensi Proses Hakim masih
papanggo, Jakarta, terhadap keluarga yang menjadi korban, Komnas HAM, DPRD persidangan di kurang
Jakarta Utara Pemkot terutama anak dan ibu yang harus hidup Jakarta Utara; Pengadilan memahami
Jakarta Utara, terlantar kerena tempat tinggalnya Negeri Jakarta prosedur tentang
Sudin Trantib, dihancurkan. Mengajukan gugatan Utara. gugatan class
Camat class action PMH ke action
Tanjung Priok, PN Jakarta Utara;
Lurah
Papanggo Mempersiapkan ahli
Jakarta Utara dari Komnas HAM RI;

Mempersipkan ahli dari


hukum Pertanahan
untuk persidangan.

6. Ibr, dkk. (7 Anggota Terkait penyidikan kasus kematian Fahkri. Pendampingan, Kasus
kepolisian Berlanjut pada penahanan sewenang- korespondensi, dipetieskan
orang)
Polres Jakut wenang pada saksi perempuan W dan N konfrensi pers, CO.
(RH) serta K pada tanggal 27-28 Agustus 2009.

8. Oke 1. Nl (calo TKI) Ike seorang calon TKI perempuan yang - Menjemput ibu Oke di Konflik internal
2. PT. NIP hendak membatalkan rencananya untuk tempat penampungan. antara ibu Oke
berangkat ke Malaysia. Namun hal tersebut - Menghubungi ibu Nila dengan
ditentang oleh ibu Nila (calo). Ia tidak untuk musyawarah suaminya.
diijinkan keluar dari rumah penampungan di terkait tagihan yang
Pt. Nuraini Indah Perkasa sebelum dibebankan terhadap
membayarkan sejumlah uang. ibu Oke.

9. Mrn Polda Metro Klien adalah korban kekerasan dalam Korespondensi surat Belum ada
Jaya rumah tangga. Melaporkan KDRT ke Protes dan minta tindak lanjut.
Kepolisian Polda Metro Jaya melakukan SP2HP, Kepada Polda
penyidikan baik terhadap pelapor maupun Metro Jaya, dan

76
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

terlapor, ini dibuktikan dengan surat ditembuskan ke Kapolri,


panggilan dengan No. Pol Kompolnas, dan Kabid
S.Pgl/13408/VII/2008/Dt Reskrimum dan Propam Polda Metro
ditangani oleh Unit II Sat IV di Ruang Jaya
Perempuan dan anak dan sejak
pemeriksaan terakhir tanggal 22 Jul 2008,
tidak ada perkembangan dari hasil
penyidikan perkara ini
10. Nzw dan PR Ibu Nazwita dan anaknya mengalami KDRT - Surat menyurat ke Poedji
MAB +Polisi+jaksa oleh Poedji Rahardjo (Jaksa senior di Kejagung, Rahardjo
(2 orang) Kejagung), dalam proses peradilan terdapat Komnasham, MA, dll; divonis 2
berbagai ketidakadilan spt: terjadi - Mengawal sidang; tahun penjara
diskriminasi dan perlindungan yg dibocorkan - Mendorong Fair Trial.
ke pelaku.

11. Jl dan shn (2 Iw Juliho (PRT) pada 21 Agustus 2008 Pembuktian telah Pihak lawan
orang) diperkosa oleh Iwan, sehingga Shinta dilaksanakan dan berhasil
(majikan) melapor ke kepolisian. Dengan sudah ada kesimpulan. membuktikan
desakan polisi dan lawyer Iwan, Shinta dan Putusan keluar pada bahwa ada
Juli akhirnya mencabut laporan. Namun Iwan tanggal 26 Mei 2009. pencabutan
justru menggugat perdata Shinta dan Juli Dalam pembuktian kita laporan.
atas PMH pencemaran nama baik krn ada berhasil mendatangkan Ditakutkan hakim
media yang memberitakan pemerkosaan oleh wartawan yang lupa bahwa delik
Iwan. membuat berita dan pemerkosaan
berhasil membuktikan tidak bisa
bahwa Shinta dan dicabut.
Juliho tidak aktif
memberitakan.

Putusan dimenangkan
oleh Shinta dan Juliho.

Sumber: Litbang LBH Jakarta

G.1. Latar Belakang

Menjadi sangat penting untuk memberikan potret dan ruang tersendiri mengenai perlindungan
perempuan dan anak dalam laporan ini. Hal ini karena pengarusutamaan Gender menjadi satu bahasa
yang harus diserap dalam semua sudut pandang advokasi dan bantuan Hukum. Ia menjadi perspektif
yang selalu dipakai dalam semua kasus dan permasalahan yang ada.

Reformasi memberikan ruang baru yang luas untuk Negara Indonesia dalam hal menghormati,
menghargai, dan memenuhi Hak Asasi Bagi Kaum Perempuan dan anak-anak. Yang selama dekade
Orde Lama dan Orde baru tenggelam dan tidak berkembang.

Setidaknya beberapa capaian penting sebagai bagian dari proses demokratisasi yang berkeadilan jender
telah dinikmati oleh sebagian kaum perempuan Indonesia45.
1. Adanya serangkaian jaminan hukum yang bertujuan menangani kekerasan terhadap
perempuan, mendorong pertanggungjawaban pelaku, memberdayakan kembali perempuan
korban dan mencegah segala bentuk kekerasan terhadap perempuan;
2. Berkembangnya beragam kelembagaan yang dibentuk untuk mendukung akses perempuan
korban kekerasan terhadap keadilan, pemulihan dan kebenaran;
3. Tumbuhnya bangunan pengetahuan tentang kekerasan terhadap perempuan dalam berbagai
konteks (konflik, migrasi tenaga kerja, keluarga, dsb).

45Catatan tahunan 2008: 10 Tahun Reformasi: Kemajuan dan Kemunduran Perjuangan Melawan Kekerasan dan Diskriminasi
Berbasis Jender, Komnas Perempuan.

77
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Dalam masa ini lahir Komnas Perempuan, Unit Pelayanan bagi Perempuan dan Anak di Polres, Pusat
Pelayanan Terpadu di rumah-rumah sakit, Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan
Anak (P2TP2A), Organisasi Non Pemerintah/LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan,
pendampingan Perempuan, dan women’s crisis center (WCC) di berbagai daerah. Gerakan Perempuan
menjadi gerakan yang solid dan terbukti banyak mendorong kemajuan-kemajuan akan hak-hak
perempuan.

Bukan hanya dalam hal pengarus utamaan Gender dalam pemenuhan hak anak pun ada sedikit
kemajuan ini ditunjukkan dengan adanya UU Perlindungan Anak, kemudian ditetapkannya ketentuan 20
% anggaran APBN untuk bidang pendidikan, kenaikan anggaran kesehatan, serta dimasukkannya
fungsi-fungsi perlindungan anak dalam nomenklatur baru nama Kementerian Negara Pemberdayaan
menjadi Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak.

G.2. Di Tahun 2009

Situasi kekerasan di Tahun 2009 tidak banyak berubah dibandingan tahun sebelumnya. Serangkaian
kemajuan dalam regulasi dan lembaga tidak berjalan seiring dengan fakta dan kejadian di lapangan.
Laporan kekerasan terhadap perempuan tetap terjadi, bahkan meningkat dan dalam eskalasi yang terus
meluas.

Ada beberapa kemungkinan untuk menjelasan mengenai meningkatnya angka kekerasan terhadap
perempuan. Pertama, pendidikan yang merata, keterbukaan dan keberanian perempuan. Kedua,
perubahan belum terjadi di level masyarakat dan kekerasan serta penindasan terus hadir dan terulang.

Pada tahun 2009 Lembaga Bantuan Hukum Jakarta menerima 1.601 Pengaduan, dengan jumlah orang
terbantu sebanyak 201. 615 orang.

Dari Pengaduan tersebut tercatat bahwa Pengadu laki-laki sebanyak 60% dan perempuan sebanyak
40%. Dari Pengaduan ini tergambar bahwa Bantuan hukum juga dibutuhkan oleh setiap orang tanpa
dipengaruhi jenis kelamin. Hal ini mencerminkan bahwa perempuan pun menjadi aktor sosial yang aktif
dalam mencari keadilan.
Dalam banyak analisis hukum kritis, perempuan masih dianggap sebagai kelompok rentan yang tidak
diuntungkan dalam sistem hukum. Sehingga dengan jumlah pengadu perempuan yang signifikan maka
perempuan memiliki posisi penting untuk menjadi agen perubahan sistem hukum, minimal dalam
interaksinya dengan sistem hukum dalam menyelesaikan kasusnya sendiri.

Bahkan dari 409 pengaduan yang dilakukan Perempuan, beberapa kasus justru mereka lah yang
mengadvokasi dan memimpin permasalahan yang dialami. Kasus Angkasa Pura, Kasus Pertanahan di
Cilengsi, Kasus Pegawai Honorer Departemen Keuangan dan kasus-kasus lain terlihat bahwa
Perempuan yang menjadi penggerak dan nahkoda dari advokasi.

Dari jumlah Laporan tersebut tercatat bahwa kasus perempuan dan anak secara keseluruhan berjumlah
23 pengaduan dengan 26 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam beberapa klasifikasi yaitu :
perlindungan anak terdiri dari 14 pengaduan dengan jumlah16 orang terbantu dan perlindungan
perempuan sebanyak 9 kasus dengan jumlah 10 orang terbantu. Angka Ini meningkat dari tahun 2008
yang mencapai 6 pengaduan dengan 35 korban.
Kasus-kasus tersebut tersebut tidak termasuk laporan dalam lingkup Kasus keluarga yang secara
keseluruhan berjumlah 188 pengaduan dengan jumlah 212 orang terbantu. Kasus ini terbagi dalam

78
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

beberapa klasifikasi yaitu kasus pernikahan sebanyak 10 pengaduan dengan jumlah orang terbantu 11
orang, kekerasan dalam rumah tangga sebanyak 21 pengaduan dengan jumlah 21 orang terbantu, kasus
perceraian sebanyak 87 pengaduan dengan jumlah 87 orang terbantu, kasus waris sebanyak 70 kasus
dengan jumlah 93 orang terbantu.

G.3. Perempuan dan anak adalah Korban terbesar dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Sudah hampir 4 tahun UU PKDRT No. 23 tahun 2004 disahkan dan menjadi pertanyaan besar, apakah
UU ini efektif dalam mengurangi kekerasan dalam Rumah tangga. Terobosan Hukum memang termuat
di dalam UUPKDRT diantaranya adanya identifikasi aktor-aktor yang memiliki potensi terlibat dalam
kekerasan. Pada pasal 2 UUPKDRT disebutkan bahwa lingkup rumah tangga meliputi (a) suami, istri dan
anak; (b) orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga sebagaimana dimaksud pada huruf a karena
hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetarp dalam rumah
tangga; dan/atau (c) orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut sehingga dipandang sebagai anggota keluarga.

Kasus Mrn dan NImenunjukkan laporan kekerasan senantiasa diterima dan tidak memandang dasar dan
pengetahuan. NI justru menjadi korban dari suaminya yang merupakan Jaksa Senior di Kejaksaan
Agung, sekali lagi relasi yang tidak seimbang menciptakan perempuan menjadi korban, walau pelakunya
faham hukum.

Perlindungan terhadap Korban yang sangat diharapkan agar tidak terulang dan berlanjut, belum didapati
secara maksimal. Peran Aparat Kepolisian dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban belum efektif,
bahkan dalam kasus Mrn Kepolisian menjadi mediator yang meminta agar permasalahan diselesaikan
secara kekeluargaan, ditengah ketidakseimbangan relasi.

G.4. Buruh Migran: Potret yang tak pernah berubah dan semakin buruk

Pengiriman buruh migran Indonesia yang mayoritas


adalah perempuan, dengan semangat bisnis, semangat
mendapatkan remitansi tanpa diiringi oleh semangat
pengawasan dan perlindungan menjadi pelembagaan
perdagangan manusia dan perbudakan modern.

Permasalahan sudah ada sejak pemberangkatan, buruh


migran perempuan mengalami penipuan, diskriminasi,
bahkan pemaksaan. Iming-iming mendapat gaji yang
besar dan jaringan serta calo yang mengikat memaksa
para buruh migrant tidak bisa melakukan apa-apa ketika
dalam proses ini terjadi penyekapan, tidak boleh
berkomunikasi. Permasalahan berikutnya ketika
penempatan di Negara tujuan, minimnya akses dan
informasi ke KBRI/KJRI menjadikan kekerasan fisik dan
seksual semakin berpotensi besar.

Minimnya peran Negara dalam melindungi para


perempuan buruh migrant semakin menambah banyak
daftar hitam buruh migran yang menjadi korban. Bukan
PRT = Pekerja Rumah Tangga

79
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

hanya mendapatkan kekerasan dan penyiksaan, tapi juga dipaksa menjadi pekerja seks komersil.

Hal ini terlihat dari kasus YS, dimana YS direkrut menjadi buruh migran oleh Calo yang bernama Sueb,
dengan janji akan dipekerjakan sebagai PRT di Malaysia. Waktu diberangkatkan YS berusia 15 tahun.
Kerja selama 15-18 jam sehari, hingga akhirnya YS kabur dari rumah majikan karena dipaksa menjadi
PSK.

Kasus lain adalah kasus Nrh, Tenaga Kerja Indonesia selama 3 tahun. yang bekerja di Saudi Arabia
melalui PT. Amri Megatama,selama 6 bulan tidak ada kabar, tiba-tiba ada surat dari Pemerintah Saudi
disertai Surat Visum bahwa Nrh mengalami kecelakaan dan meninggal Dunia. Dan ditanyakan apakah
akan dimakamkan di Saudi Arabia atau dipulangkan ke Indonesia. Keluarga minta dipulangkan ke
Indonesia. Keluarga pun curiga meninggalnya Nrh tidak wajar. Jenazah pun dipulangkan ke Indonesia.
Ketika Jenazah hendak dikuburkan terlihat penuh keganjilan dimana tubuh Korban terlihat biru-biru
legam seperti bekas luka benda tumpul.

Upaya advokasi yang dilakukan dengan melaporkan ke BNP2TKI dan kepolisian memperoleh respon
yang lambat dan penanganan yang tidak serius. Walau dalam kasus Nrh asuransi didapat oleh keluarga.
Desakan kepada Negara agar segera meratifikasi Konvensi Perlindungan Bagi Buruh Migran dan
keluarganya juga hanya sampai Rancangan Aksi Nasioal Hak Asasi Manusia (RANHAM), sementara
Departemen Tenaga Kerja merasa belum perlu meratifikasi Konvensi.

G.5. Tak adanya Perlindungan terhadap Anak, ketika Anak berhadapan dengan Hukum

Tahun 2009 merupakan tahun yang cukup fenomenal dalam memotret kekerasan terhadap anak dan
kesewenangan aparat dalam menghadapi anak yang berhadapan dengan hukum. Anak yang
seharusnya diperlakukan berbeda, dan dianggap hanya sebagai kenakalan diperlakukan seperti
penjahat dan orang dewasa.

Buruknya perlakuan yang dilakukan oleh aparat dan sangat menyimpang dari penghormatan,
perlindungan, dan pemenuhan Hak Asasi Manusia, padahal Indonesia sudah sejak lama meratifikasi
Konvensi Hak anak, yang kemudian di iringi oleh UU No. 3 Tahun 1997 Tentang pengadilan Anak, dan
UU No. 23 tahun 2003 tentang Perlindungan Anak. Jelas dan tegasnya Regulasi nyatanya tidak berlaku
dan tidak diketahui oleh Aparat Negara.

Di tahun 2009 ini media dihiasi oleh berita proses hukum yang sewenang-wenang terhadap anak-anak.

Box Kasus
Syahri Ramadhan (15 tahun), Klien (14 tahun) dituduh mencuri dan disiksa (dengan dipukul, dijambak, dipaksa
menggigit sendal) dengan tujuan mengakui bahwa dirinya adalah pelaku pencurian. Dengan terpaksa akhirnya
mengakui perbuatan yang tidak dilakukan, ditahan dengan tahanan dewasa. 5 hari setelah ditahan, tertangkap
pelaku sesungguhnya. BAP direkayasa dan kasus pun diteruskan ke Pengadilan Negeri Cibinong. Di BAP tanpa
didampingi oleh Advokat/Pengacara, tidak didampingi pula oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS), bahkan tidak
boleh didampingi oleh Orang Tua. Di Pengadilan terbukti saksi-saksi memberikan keterangan yang bertentangan
dengan BAP dikepolisian dan mengaku disuruh oleh Kepolisian untuk memberikan keterangan yang disuruh oleh
Kepolisian. Hakim akhirnya memutus bebas ( vrijspraak), dan segala harkat, martabat, dan haknya dipulihkan.
Seorang anak yang tidak bersalah, harus mendekam di Tahanan dan di Lapas seama 63 hari. Walapun telah
terbukti tidak bersalah, namun JPU tetap mengajukan kasasi.

80
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

G.6. Aparat Justru menjadi Pelaku

Kekerasan dan Diskriminasi dalam prakteknya tidak hanya dilakukan oleh masyarakat sipil dan warga
Negara. Aparat penegak hukum yang ditugaskan untuk melindungi Warga Negara dari Tindakan
Kekerasan dan diskriminasi justru menjadi pelaku dari kekerasan dan tindakan diskriminasi tersebut.

Dalam kasus yang dialami oleh N dan W di Polres Jakarta Utara, justru Negara yang menyalahgunakan
kekuasaan terhadap anak dan perempuan. Status N dan W yang hanya sebagai saksi justru
mendapatkan tekanan dan pemeriksaan yang bertentangan dengan amanat Undang-undang
Perlidungan Anak. W diperiksa sejak Pagi hari hingga malam, dan tidak diperkenankan pulang. Bukan
hanya mengganggu jadwal belajar dan sekolah, Tapi Kepolisian Resort Metro Jakarta Utara juga
melakukan tekanan-tekanan dalam pemeriksaan penyidikannya. Terhadap N Kepolisian Resort Jakarta
Utara memeriksa dan memanggil N sebagai saksi tanpa surat panggilan, menahan N dan kawan-
kawannya di Polres selama 2 hari 2 malam.

Dalam Kasus SRB kekerasan, justru dilakukan adalah Aparat Kepolisian Sektor Bojong Gede untuk
mendapatkan pengakuan yang tidak dilakukannya. Dalam kasus NI dan anaknya MAB, Kekerasan dalam
Rumah tangga dilakukan oleh Suami sekaligus ayah seorang Jaksa senior di Kejagung yang seharusnya
menjadi contoh dalam taat melindungi Hak Asasi Manusia dan menegakkan hukum. Korban tidak
mendapatkan perlindungan dan pemulihan. Tetapi justru dalam proses peradilan terdapat berbagai
ketidakadilan, ancaman, diskriminasi dan perlindungan yang dibocorkan ke pelaku.

G.7. Kesimpulan dan Rekomendasi

Lahirnya kebijakan-kebijakan dalam upaya perlindungan perempuan dan anak ternyata tidak berjalan
seimbang dengan kenyataan dilapangan. Kekerasan terus lahir dan terjadi, baik dalam ranah domestik
rumah tangga atau pun di luar rumah. Beberapa perubahan yang perlu dilakukan antara lain:
1. Pemerintah perlu mengevaluasi dan melengkapi peraturan-peraturan untuk mendorong agar
lebih terlindunginya kelompok rentan khususnya perempuan dan anak; di Advokasi Buruh
Migran misalnya Perlunya Ratifikasi Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya
2. Pemerintah harus mengevaluasi dan memastikan bahwa peraturan yang ada berjalan efektif,
tepat guna, dan peka gender dilakukan oleh seluruh lembaga dan aparat yang menangani
kasus-kasus perempuan dan anak;
3. Pemerintah harus mendorong adanya pelayanan pemulihan terhadap korban kekerasan, bukan
hanya bagi korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tapi juga bagi korban Trafficing, TKI yang
mengalami penyiksaan oleh majikan, dll
4. Masyarakat, Lembaga Swadaya, serta lembaga-lembaga lain diluar Pemerintah harus
meningkatkan kontrol sosial dan pengawasannya kepada pemerintah agar permasalahan bisa
diangkat dan menjadi pelajaran buat semua.

81
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB III

REFORMASI INSTITUSI DAN MEKANISME PEMULIHAN

A. Advokasi Litigasi secara umum


Jenis Kasus Jumlah Kasus Jumlah orang terbantu

Pidana 33 1.484
Perdata Umum 20 5.009
PHI 28 2.162
Niaga 1 835
Tata Usaha Negara 5 3.675
Total 87 13.165
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 33 kasus pidana dengan jumlah orang terbantu
sebanyak 1.484 orang, 20 kasus perdata umum dengan jumlah orang terbantu sebanyak 5.000 orang,
28 kasus pengadilan hubungan industrial dengan jumlah orang terbantu 2.162 orang, 1 kasus niaga
dengan jumlah orang terbantu sebanyak 835 orang dan 5 kasus tata usaha negara dengan jumlah orang
terbantu sebanyak 3.675 orang. Seluruh kasus-kasus yang masih berlanjut pada tahun 2009 walaupun
pengaduan atas kasus-kasus tersebut masuk pada tahun-tahun sebelumnya atau yang biasa disebut
sebagai ”kasus warisan”. Dengan demikian jumlah keseluruhan kasus yang ditangani LBH Jakarta
sepanjang tahun 2009 lebih banyak daripada jumlah pengaduan masuk dan ditangani pada tahun 2009.

Advokasi berkelanjutan yang paling banyak dilakukan dalam kasus-kasus pidana, namun jumlah orang
terbantu yang paling banyak adalah dalam kasus-kasus perdata umum. LBH Jakarta memilih beberapa
insitusi untuk evaluasi, karena institusi-institusi tersebut yang paling sering berhubungan dengan klien
LBH Jakarta dalam rangka pemulihan. Beberapa institusi tersebut adalah Kepolisian RI, Peradilan Umum
(Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Pengadilan Hubungan Industrial, dan Pengadilan Niaga)
Peradilan Tata Usaha Negara, Mahkamah Agung, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Komisi Yudisial (KY), Komisi Kejaksaan, Dinas dan Suku Dinas
Tenaga Kerja (Disnaker dan Sudinaker), Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR RI) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah DKI Jakarta (DPRD DKI Jakarta).

B. Kepolisian RI
No Pihak Posisi Jenis Kasus46 Catatan kritis Kondisi terakhir
mengenai proses
1. Buruh PT.Lmd Pelapor Dugaan tindak pidana Lapor ke Polda Metro Penyidik polda akan
perburuhan upah dibawah jaya. Tanggal 11 memanggil terlapor
UMK/UMP (melanggar Pasal 185 November saksi (Boad of Directions,
UU No. 13 tahun 2003 tentang keempat diperiksa HRD, dan bagian
Ketenagakerjaan) penyidik polda. keuangan PT
Lembanindo) untuk
dimintai
keterangannya.

2. Warga kebun sayur Pelapor Dugaan Intimidasi (368 dan 369 Telah dilaporkan ke Belum ada tindak
KUHP) kompolnas. Polres lanjut dari polres
Melanggar kode etik kepolisian. Jaktim memanggil
saksi pelapor untuk di
BAP

46 Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

82
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

3. NI Terlapor dan - Pemalsuan surat nikah dan keduanya baik NI Kasus NI sebagai
Pelapor akta kelahiran (Pasal 263 sebagai terlapor pelapor sudah
KUHP) ataupun pelapor, disidangkan,
- Pengeroyokan (Pasal 170 sudah di BAP oleh sedangkanNi sebagai
KUHP) penyidik polda. terlapor di SP3 oleh
- Penganiayaan (Pasal 351 penyidik polda
KUHP)

4. Bzl Pelapor Dugaan Penganiayaan (Pasal Mendampingi Bzl Penyidikan telah


351 ayat (2) jo Pasal 34 KUHP) melapor ke ke Polda dimulai dan telah ada
pemanggilan saksi
Penyidikan berjalan
lambat

5. Warga KM Pelapor Dugaan Penangkapan dan - Mendampingi Polisi belum


penahanan sewenang-wenang penyidikan terhadap melakukan
(Melanggar Pasal 70 ayat (1) dan Warga pemeriksaan BAP
(2) UU Kehutanan) - Mengajukan sama sekali
penangguhan
penahanan, dan
- Menyurati berbagai
lembaga meminta
dukungan

6. Mrn Pelapor Dugaan Penyiksaan dan terlapor - Lapor ke Berkas Muhron akan
dugaan tindak pidana lain Kompolnas, dilimpahkan ke
Irwasda, Propam, Kejaksaan Negeri
dan Ombudsman Jakarta Utara

7. AS Pelapor Dugaan Pidana upah dan Penyidikan Polisi belum


jamsostek menyelesaikan
penyidikan karena
kurang bukti dan
kurang pemahaman
akan pidana
perburuhan

8. SMI Pelapor Dugaan Pidana perbuatan tidak Penyelidikan AD selaku pelapor


menyenangkan/hak atas mencabut laporan
kebebasan beragama/hak anak berdasarkan
kesepakatan
perdamaian antara
Sari dan dirinya

9. Wnd Pelapor Dugaan tindak pidana Wndidak mengenali Kepolisian merasa sulit
Pengeroyokan pelaku menentukan para
pelaku sebab korban
tidak mengetahui siap
yang mengeroyoknya

10. Mahasiswa TCU Pelapor Dugaan tindak pidana penipuan Penyidik belum Penyidik sedang
berupa Penyelenggaraan satuan menentukan tersangka memanggil para
pendidikan yang tidak memiliki terlapor
izin

11. Warga KP Pelapor Dugaan tindak pidana Pemalsuan Kepolisian tidak Masih di penyidik
dan penipuan menyertakan Polda Metro Jaya
tersangka saat
pelimpahan berkas ke
kejaksaan

12. Syf Terlapor Dugaan tindak pidana BAP Syafril terkait Belum ada
Penyerobotan tanah dengan dugaan tindak tindaklanjutnya
pidana penyerobotan
tanah

13. Mly Pelapor Dugaan tindak pidana - Pelaporan ke Pemeriksaan saksi


Penganiayaan oleh polisi (Hak Propam Mabes
bebas dari penyiksaan) Polri
- BAP Korban

83
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

14. RS Pelapor Dugaan tindak pidana - Pelaporan ke Pemeriksaan saksi


Penganiayaan oleh polisi (Hak direskrim Polda
bebas dari penyiksaan) Metro Jaya
- Visum di RSCM
15. RS Pelapor Dugaan tindak pidana Melaporkan Tidak ada kelanjutan
penganiayaan dan penggunaan penganiayaan ke proses di kepolisian
akta palsu Polda dan
penggunaan akta
palsu ke Polres
Jakarta. Parapenyidik
sudah memeriksa
beberapa saksi.
Namun kasus tidak
berjalan, sementara
kasus RS sebagai
terlapor berlanjut
hingga persidangan

16. SRB Terlapor Dugaan tindak pidana Pencurian Sudah Putusan Bebas
Pengadilan
17. Warga Plmp Saksi Dugaan tindak pidana Proses BAP di Polres Permohonan Surat
Pembunuhan i Jakarta Utara Perintah Penghentian
Proses Hukum Pidana

18. Tmy dan Hrs Terlapor dan Dugaan Polisi menggunakan Permohonan Surat
Pelapor menghalang-halangi Penyidikan pasal yang sudah Perintah Penghentian
Pelapor tindak pidana dibatalkan MK Proses Hukum Pidana
penganiayaan dan perbuatan di Polres Jakarta Utara
tidak menyenangkan Pihak kepolisian Polres
Jakarta Utara
melepaskan Terlapor
dan sempat
menghentikan
penyidikan, meskipun
belakangan
melanjutkan lagi
kasusnya.
Pemeriksaan saksi
lainnya di Polda Metro
Jaya

19. IMJ Terlapor Penggelapan Proses BAP di Polda Menunggu SP3


Metro Jaya

20. Ksy Terlapor Dugaan tindak pidana perbuatan Pemeriksaan di Polda Ksy telah ditetapkan
tidak menyenangkan 167, 335 Metro Jaya. sebagai tersangka
KUHP Masih tahap
(terkait dengan penguasaan pemeriksaan saksi –
pabrik PT. IM) saksi.

21. GG Terlapor Dugaan tindak pidana Pemeriksaan di Polda GG masih berstatus


pencemaran nama baik 310, 311 Metro Jaya. saksi
KUHP Masih tahap
(dilaporkan karena membuat pemeriksaan saksi –
surat ke Meneg BUMN atas judi saksi
yang dilakukan oleh direktur
utama pada saat jam kantor)

22. IJ Terlapor Dugaan tindak pidana 310, 311 IJ telah ditetapkan Eks. Direktur SDM
KUHP yang bermula dari aksi sebagai tersangka telah ditahan oleh
mogok pekerja oleh Polda Metro KPK, sedangkan kasus
(dilaporkan oleh Eks. Direktur Jaya. di Polda tidak jelas
SDM, karena menuduh kelanjutannya
melakukan korupsi)

23. Ibm, dkk Saksi Dugaan tindak pidana Pemeriksaan


pembunuhan di Polres Jakut

24. DR Pelapor Dugaan Kecelakaan kerja di Pelaporan & BAP Pemanggilan saksi
Polres Bekasi untuk pemeriksaan

84
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

25. YS Pelapor Dugaan tindak pidana ekspolitasi Pelaporan & BAP Polisi belum menjawab
anak, perdagangan manusia di permintaan SP2HP
Polres Karawang
26. IS Pelapor Penangkapan dan penahanan Surat ke Propam Pemeriksaan oleh
sewenang-wenang di Polsek Polda Metro Jaya penyidik Propam Polda
Ciputat Metro Jaya

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Dalam sistem peradilan pidana, Institusi Kepolisian adalah garis terdepan dari pemerintah yang
berhubungan dengan korban. Mayoritas klien LBH Jakarta di kepolisian adalah mereka yang menjadi
pelapor atau yang secara sosiologis sebagai korban. Hanya 6 dari 26 kasus di mana klien menjadi
terlapor atau tersangka. Sebagai pelapor, proses pemulihan di Kepolisian mengalami banyak hambatan
yang membuat kasus menjadi berkepanjangan dan tidak pasti. Hambatan tersebut berasal dari institusi
kepolisian sendiri, antara lain laporan tidak ditindaklanjuti sama sekali, pemeriksaan kasus berjalan
lambat atau, pemeriksaan kasus tidak berlanjut tanpa alasan yang jelas, alasan kurang bukti atau
karena aparat kepolisi kurang memahami tindak pidana yang dilaporkan. Akibat hambatan ini, korban
mengalami proses berkepanjangan yang tidak pasti dan kembali menjadi korban sistem pemulihan yang
tidak berjalan efektif.

Sementara, klien yang berstatus sebagai terlapor/tersangka juga mengalami hambatan yang serupa
walaupun terdapat kecenderungan diproses lebih cepat dan pasti seperti dihentikannya proses
penyidikan dengan dikeluarkannya SP3, perkara dilimpahkan ke kejaksaan dan pengadilan, dan
meningkat statusnya dari sebagai saksi menjadi sebagai Tersangka.

Proses pidana yang panjang dan tidak pasti di tingkat kepolisian menjadikan masyarakat yang menjadi
korban menjadi korban berulang kali (viktimisasi). Sementara bagi masyarakat yang menjadi terlapor
atau tersangka, proses pidana dan tidak pasti membuat masyarakat merasa tidak aman karena
statusnya yang menjadi tersangka yang membuat masyarakat mengalami masalah psikologis dan
sosiologis karena dianggap sebagai orang yang bermasalah.

Selain viktimisasi dan penundaan secara tidak sah (undue delay), institusi kepolisian juga lebih
berkontribusi dalam proses kriminalisasi daripada proses pemulihan. Kriminalisasi adalah suatu istilah
yang digunakan untuk menjelaskan sebuah keadaan saat seseorang dapat dinyatakan sebagai pelaku
kejahatan atau penjahat oleh karena hanya karena adanya sebuah pemaksaan interpretasi atas
perundang-undangan. Kriminalisasi terlihat dalam 5 kasus dari 6 kasus yang melibatkan klien LBH
Jakarta sebagai terlapor/tersangka, diawali dengan tindakan para klien yang membela hak-nya, antara
lain:
1. NI yang adalah korban kekerasan rumah tangga yang melaporkan kekerasan yang dilakukan
suaminya ke pihak kepolisian
2. Syf yang menempati lahan selama bertahun tahun hingga ada pihak lain yang mengklaim tanah
sebagai miliknya tanpa bukti yang sah
3. Tm dan Hr yang menjadi tersangka karena membela kepentingan saksi anak yang diperiksa di
kepolisian
4. Ksy Ketua Serikat Buruh SBKU yang menduduki pabrik yang ditinggal pergi pihak pengusaha
tanpa memberikan hak para pekerja
5. IJ yang mengorganisir aksi mogok para pekerja

85
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Dari 26 kasus yang berada di kepolisian, 13 di antaranya adalah kasus yang terjadi pada basis buruh
dan miskin kota, selebihnya adalah kasus-kasus yang bernuansa sipil dan politik. Artinya, kinerja
kepolisian sangat rendah dalam penegakan hak ekonomi, sosial dan budaya.

Dengan kondisi demikian, kepolisian tidak menjalankan fungsinya sebagai institusi pemulihan bagi
masyarakat korban tindak pidana yang mencari keadilan. Institusi kepolisian sebagai target perubahan,
harus responsif terhadap masalah-masalah viktimisasi, undue delay dan kriminalisasi dalam
hubungannya dengan masyarakat pencari keadilan.

C. Pengadilan Negeri

No. Pihak Posisi Jenis Kasus47 Catatan Kritis Kondisi terakhir


mengenai Proses

1. MAD Vs PT. FP Terdakwa Tuduhan melakukan - PN Serang memutus 6


pengelapan dan SHU bulan penjaran dengan
koperasi PT. FP 8 bulan percobaan
Sedang menyusun
memori banding untuk
diajukan banding ke
PT. Banten.
2. Orangtua 5 Siswa SS Prw vs. Penggugat Perdata/PMH/Hak Atas - Putusan Majelis Hakim
Yayasan Prw dan AP Pendidikan menolak gugatan
orangtua siswa.
3. S J dan St vs Iwn Tergugat Perdata/PMH/ Tergugat adalah korban Putusan menolak
perkosaan gugatan Iwan
4. Hrn ,dkk (80 orang Penggugat Perdata/Gugatan Menghadapi gugatan, Dicapai kesepakatan
penyandang cacat) vs. YHK Pengosongan mediasi damai dengan
lahan/Hak atas kompensasi 3 miliar
perumahan dan hak rupiah kepada para
atas pekerjaan penyandang cacat
6. RS Terdakwa Didakwa Pencemaran JPU meminta agar Sidang, proses
nama baik (Pasal 310 pemeriksaan dibuka Tuntutan
KUHP) dan fitnah kembali, namun ditolak
(Pasal 311 KUHP)

7. AH, dkk Terdakwa Pemerasan (Pasal 368 JPU kerap melakukan Klien sudah menjalani
ayat (1) dan ayat (2) penundaan putusan
KUHP) dan perbuatan persidangan
tidak menyenangkan
(Pasal 335 KUHP jo
Pasal 55 ayat (1) ke-1

8. Warga Papanggo Jakarta Penggugat Gugatan class action Hakim kurang Pemeriksaan
Utara (47 kk) Vs. Gubernur PMH hak atas menguasai acara
DKI Jakarta, Pemkot Jakarta perumahan, hak atas gugatan class action
Utara, Sudin Trantib, Camat pendidikan, hak atas
Tanjung Priok, Lurah pekerjaan, prosedur
Papanggo Jakarta Utara administrasi
pemerintahan.

9. Ans, dkk (5 orang ) Vs UPH Penggugat PMH atas - Belum disidangkan


dan Menteri Pendidikan penyelenggaraan
Nasional satuan pendidikan yang
tidak memiliki ijin dan
pengawasan serta
pembinaan pemerintah
yang lemah
10. SPHI (11 orang) vs PTHIN Pemohon Eksekusi penetapan P4 mengajukan sita pembatalan penetapan
eksekusi ke Pengadilan ekekusi oleh KNP

47 Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

86
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Negeri Jak-Pus, sitas Pusat


eksekusi dilaksanakan,
audiensi dengan Ketua
Pengadilan Negeri.
11. Nzl dkk (4 orang) vs PT. GM Pemohon Eksekusi Putusan P4D - mengajukan sita PN. Jak Pus belum
No. eksekusi ke PN Jak- membuat penetapan.
415/P.382/09/IX/PHK/V Pus.
II-2002 - Buat surat desakan ke
PN Jak Pus
12. Chy, dkk (1200 org) vs PT. Pemohon Eksekusi Putusan Mengajukan sita PN Jakarta Pusat
TMS & PT. PKM Mahkamah Agung RI eksekusi ke PN. Jak mengeluarkan surat
No.230 K/ TUN/2006 Pus bahwa Putusan
Jo. Putusan Mahkamah Agung RI
Pengadilan Tinggi No.230 K/ TUN/2006
Tata Usaha Negara Jo. Putusan Pengadilan
Jakarta No. 174 Tinggi Tata Usaha
/G/2005/PT.TUN.JKT Negara Jakarta No. 174
/G/2005/PT.TUN.JKT
tidak dapat
dilaksanakan eksekusi,
dan menyarankan agar
mengajukan gugatan
kembali ke PHI.

13. Shm vs TP & S Pemohon Eksekusi Putusan Mengajukan sita Berdasarkan informasi
Mahkamah Agung RI eksekusi ke PN. Jak dari bagian juru sita,
No. 422 K/PHI/2007 Pus penetepan eksekusi
tinggal ditandatangani
oleh Ketua PN

14. DU, dkk (6 org) vs PT. AUI Pemohon Eksekusi Putusan P4D Mengajukan sita PN Jak-Pus belum
DKI Jakarta eksekusi ke PN. Jak membuat Penetapan
Pus
15. SR vs PT. KP Pemohon Eksekusi Putusan P4P - Mengajukan sita Hingga kini belum ada
no 870/728/167- eksekusi ke PN. pelaksanaan eksekusi
8/X/PHK/7-1998 ke PN Jak Pus oleh Pengadilan Negeri
Jakarta pusat - karena alamat Tangerang
termohon di
Tangerang, maka
Ketua PN Jak Pus
mengeluarkan
penetapan No
095/2003.EKS.
- PN Jakarta Pusat
mengirim surat
Nomor W7.Dc.Ht.
095 /
2003.Eks.VII.203.04
dengan tujuan agar
PN Tangerang
dapat melakukan
Eksekusi sesuai
dengan penetapan
ketua PN jakarta
Pusat.
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Sebagai bagian dari sistem peradilan, pengadilan negeri adalah tingkat paling awal di dalam peradilan
umum bertugas dan berwenang memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara pidana dan
perkaraperdata di tingkat pertama.48 Setelah adanya publikasi yang terus menerus mengenai tidak
efektinya pengadilan negeri dalam memberikan keadilan, USAID mendonasikan dana kepada
Mahkamah Agung untuk perbaikan peradilan. Dana tersebut dialokasikan selama periode implementasi

48 Pasal 50 UU No 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum sebagaimana telah diubah oleh UU No 8 Tahun 2004

87
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Desember 2005-30 Septermber 2009 sebanyak 17, 034 juta USD.49 Namun sayangnya, hingga hari ini
Pengadilan Negeri tidak berfungsi secara efektif memberikan keadilan bagi masyarakat miskin.

Secara keseluruhan advokasi berkelanjutan LBH Jakarta yang berada di Pengadilan Negeri memiliki
kesamaan dengan tahun lalu dalam hal didominasi kasus perburuhan. Sepanjang tahun 2009 sebanyak
15 kasus, 7 kasus diantaranya adalan kasus perburuhan yang kebanyakan terkait dengan permohonan
eksekusi.. 6 kasus yang terkait dengan permohonan eksekusi adalah kasus-kasus perburuhan warisan
sebelum berlakunya UU No 2 Tahun 2004 Tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (”UU
PPHI”). Kasus-kasus pidana adalah tindak lanjut dari kriminalisasi korban yang berlanjut ke proses
persidangan di pengadilan negeri. Kasus tersebut adalah kriminalisasi ketua serikat buruh dan
kriminalisasi korban perkosaan.

Beberapa catatan kritis mengenai proses pemulihan melalui institusi pengadilan negeri antara lain adalah
sulitnya eksekusi putusan, undue delay perkara perburuhan, persektif hakim terhadap kasus publik dan
penundaan persidangan secara tidak sah. Padahal dalam hukum terdapat prinsip bahwa keadilan yang
tertundah adalah keadilan yang diingkari (justice delayed is justice denied). Proses pemulihan di
pengadilan negeri berdampak terhadap putusan pengadilan negeri dan hasil akhir yang diraih oleh para
korban.

Masalah mengenai kesulitan mengeksekusi putusan dan undue delay perkara perburuhan disebabkan
oleh transisi ketentuan mengenai perselisihan perburuhan. Sebelum berlakunya UU PPHI, perselisihan
perburuhan diatur dalam UU No 12 Tahun 1964 Tentang Pemutusan Hubungan Kerja di Perusahaan
Swasta dan UU No 22 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan. Berdasarkan UU
lama tersebut, setiap perselisihan perburuhan menjadi kewenangan P4D/P4P di mana peran negara
(pemerintah dan pengadilan) sangat aktif. Sementara mengenai pelanggaran hak diserahkan kepada
pengawasan ketenagakerjaan.50

UU PPHI yang mulai dilaksanakan pada tahun 2005, menggeser pelanggaran hak buruh menjadi
perselisihan, di mana peran negara hanya sebagai penengah dalam perselisihan antara buruh dan
pengusaha. Akibatnya dituntut untuk menguasai teknis persidangan layaknya seorang pengacara.

Mengenai perkara perburuhan yang ada sebelum berlakunya UU PPHI diatur dalam peraturan peralihan
UU PPHI. Dalam peraturan peralihan UU PPHI, perkara yang belum diputus oleh P4D diselesaikan oleh
Pengadilan Hubungan Industrial (”PHI”) pada Pengadilan Negeri setempat. Sementara putusan P4D
yang ditolak dan diajukan banding oleh salah satu pihak atau para pihak dan putusan tersebut diterima
masih dalam tenggang waktu 14 (empat belas) hari, maka diselesaikan oleh Mahkamah Agung. Perkara
yang masih diproses di P4P dan belum diputuskan, diselesaikan oleh Mahkamah Agung. Sementara
perkara yang sduah diputus oleh P4P yang ditolak dan diajukan banding oleh salah satu pihak atau para
pihak dan putusan tersebut diterima masih dalam tenggang waktu 90 (sembilan puluh) hari, diselesaikan
oleh Mahkamah Agung.51

49 http://www.bpk.go.id/doc/hapsem/2009i/APBN/080_MA_LK.pdf

50Pasal 1 UU No 3 Tahun 1951 Tentang Pernyataan Berlakunya Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nr.
23 dari Republik Indonesia untuk Rakyat Indonesia

51 Pasal 124 ayat 2 UU PPHI

88
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Peraturan peralihan dalam UU PPHI menyederhanakan masalah sosial dalam perselisihan perburuhan.
Peraturan peralihan dibuat di atas asumsi bahwa peradilan di Indonesia berjalan dengan cepat dan
sederhana serta mampu mengikat para aktor dengan aturan yang ada. Padahal peraturan peralihan
tersebut justru membawa masalah baru yang semakin merugikan buruh.

Terdapat 5 perkara perburuhan di pengadilan negeri yang merupakan ”perkara warisan” akibat
munculnya UU PPHI. Perkara tersebut telah diputus di lembaga P4D/P4P dan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara ( ”PT TUN”) namun terhambat eksekusinya, antara lain Nzl, dkk (4 orang) vs PT. GM,
Chy, dkk (1200 org) vs PT MS, DU, dkk (6 org) vs PT. AUI, dan SR vs PT. KP. Hanya satu kasus yang
selesai korban mendapatkan haknya, namun itupun karena dilesaikan melalui kesepakatan para pihak,
yaitu kasus Hyn dkk (80 orang penyandang cacat) vs. YHK.

Dengan demikian, tidak efektifnya pengadilan negeri untuk berkontribusi bagi pemulihan korban,
disebabkan oleh kerusakan di dalam tubuh pengadilan itu sendiri yang diperparah oleh kebijakan yang
dikeluarkan negara. Sebagai institusi yang didanai negara, Pengadilan Negeri masih perlu melakukan
perubahan dalam dirinya untuk memberikan pemulihan bagi korban yang mencari keadilan. Maka
sebagai rekomendasi, pengadilan negeri perlu merespon secara cepat terhadap masalah undue delay
dalam perkara perburuhan dengan mengeksekusi putusan yang sudah dikeluarkan lembaga perselisihan
sebelumnya. Pengadilan negeri juga perlu melihat konteks sosial dalam sebuah perkara sehingga
responsif dan berani melakukan terobosan hukum terhadap kasus publik yang diajukan ke pengadilan
negeri. Selain itu, pemahaman akan konteks sosial juga akan berdampak pada pengurangan
kriminalisasi masyarakat yang justru sedang mencari keadilan.

D. Pengadilan Tinggi
Pihak Posisi Jenis Kasus52 Proses Kondisi terakhir
Siti Khamida, dkk Penggugat PMH atas Mengajukan gugatan di Masih proses di tingkat
Vs penanggulangan Pengadilan Negeri Pusat dan banding, belum ada
Gubernur DKI Jakarta, bencana Banjir di DKI dikalahkan. Penggugat putusan.
Walikota Jakarta Pusat, Jakarta pada tahun mengajukan banding ke
Walikota Jakarta Timur, 2007 Pengadilan Tinggi Jakarta
Walikota Jakarta Utara, Tidak ada informasi dan jawaban
Walikota Jakarta Selatan, dari Pengadilan tinggi Jakarta
Walikota Jakarta Barat
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Pengadilan Tinggi merupakan pengadilan tingkat banding yang berwenang mengadili perkara pidana
dan perkara perdata di tingkat banding. Pengadilan Tinggi juga bertugas danberwenang mengadili di
tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar Pengadilan Negeri di daerah
hukumnya.53 Sebagai pengadilan tingkat banding, Pengadilan Tinggi memeriksa ulang fakta-fakta yang
telah diputus oleh Pengadilan Negeri berdasarkan permohonan Banding. Meskipun merupakan
pengadilan ulang, dalam prakteknya pemeriksaan perkara di Pengadilan Tingggi tidak dilakukan secara
terbuka, para pihak tidak dapat mengikuti jalannya persidangan di Pengadilan Tinggi dan hanya
menerima putusan setelah mendapatkan pemberitahuan. Kondisi ini menyulitkan pemantauan publik
terhadap pengadilan tinggi.

52 Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

53 Pasal 51 ayat (1) dan (2) UU No 2 Tahun 1986. op.cit

89
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Selain masalah tidak transparannya proses di Pengadilan Tinggi, terdapat masalah lambatnya respon
dan proses di Pengadilan Tinggi sendiri. Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta hanya menangani satu
perkara yang diperiksa di pengadilan banding, yaitu gugatan PMH penanggulangan banjir yang diajukan
pada tahun 2007. Gugatan ini diputus oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 1 Oktober 2007.
Meskipun hanya satu gugatan, namun jumlah korban dalam gugatan banjir diperkirakan sebanyak
7.550.285 (tujuh juta lima ratus lima puluh lima ribu). Sejak diajukannya permohonan banding, telah 2
tahun perkara ini diproses di Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan belum diputus.

Dengan kondisi demikian, Pengadilan Tinggi tidak menjalankan fungsinya secara efektif dalam proses
pemulihan korban. Dalam gugatan para korban banjir mengalami kerugian berupa kehilangan nyawa,
menderita sakit dan/atau penurunan kondisi kesehatan, kehilangan harta benda, kerusakan harta
benda,kehilangan potensi pendapatan dan/atau pengurangan pendapatan dan/atau kehilangan
pekerjaan. Dengan demikian, sebagai target reformasi institusi untuk pemulihan korban, Pengadilan
Tinggi perlu memberikan perbaikan khusus secara cepat dalam hal transparansi proses dan
penyelanggaraan peradilan yang cepat. Tanpa adanya perubahan tersebut, korban pelanggaran HAM
akan terus mengalamai kerugian yang semakin besar.

E. Mahkamah Agung

No. Pihak Posisi Jenis Kasus54 Proses Kondisi terakhir

1. Igs vs. PT BNI Persero Pemohon Kasasi Gugatan PMH/PHK Igs Mengajukan kasasi Menunggu Putusan
sewenang-wenang setelah dikalahkan di Kasasi
tingkat pertama dan
banding

2. Warga kampung Plr Pemohon Kasasi Pengesahan sertifikat dan Warga mengajukan kasasi MA menolak kasasi
Vs penyerobotan tanah atas putusan pengadilan
EC tinggi yang menolak
permohonan warga untuk
sertipikasi tanah.
EC mengajukan kasasi
atas putusan pengadilan
tinggi yang mendakwa
warga melakukan
penyerobotan tanah

3. Bhr Pemohon Kasasi PMH atas pembongkaran Bhr mengajukan banding Menunggu Putusan
Vs bangunan ke Pengadilan Tinggi dan Kasasi
PD PJ dan PT. PDI Hakim Pengadilan Tinggi
telah dalam
pertimbangannya
menyatakan bahwa Bhr
masih memiliki waktu
kontrak 2 tahun. Namun
putusannya menolak
permohonan Bhr untuk
pengembalian kios.
Bhr mengakukan kasasi

4. SS Pemohon Kasasi PMH atas kelalaian yang Hakim Pengadilan Tinggi Menunggu Putusan
Vs menyebabkan korban dalam pertimbangannya Kasasi
PT GB, PT Ptm, Dirjen luka telah menyatakan bahwa
Perhubungan darat, dan PMH yang didalilkan oleh
Menteri Perdagangan klien tidak hanya
dan Perindustrian mencakup pada UU
Perlindungan Konsumen
saja. Namun Hakim

54 Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

90
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pengadilan Tinggi
menolak permohonan SS.
SS mengajukan kasasi

5. YLBHI, PBHI, ELSAM, Pemohon Kasasi PMH atas penyiksaan Hakim PN Jakpus Menunggu Putusan
dan Kontras yang terjadi di Indonesia menggunakan Kasasi
Vs pertimbangan gugatan
Presiden, Menteri Hukum class action padahal
dan HAM, dan Kapolri gugatan yang diajukan
penggugat menggunakan
mekanisme legal standing.
Dalam penetapannya
Majelis Hakim menolak
mekanisme yang
digunakan. Penggugat
mengajukan kasasi

7. SRB Terdakwa Pencurian Penuntut Umum Kasasi Menunggu Putusan


atas Putusan Bebas Kasasi

8. MU Pemohon Kasasi Pencurian dengan MU adalah korban Kasasi ditolak


Pembunuhan pengkambinghitaman
pembunuh yang dijatuhi
hukuman pidana penjara
14 tahun dan mengajukan
Permohonan Kasasi

9. Kst, dkk Vs Negara Termohon Kasasi Perbuatan Melawan Kasasi dari Pemerintah Kasasi ditolak
Hukum

10. LL, dkk vs Rektor UI Pemohon Kasasi Gugatan TUN Kasasi Kasasi dari Rektor UI
di Tolak
11. YH vs Meneg BUMN Termohon Kasasi Gugatan TUN Meneg BUMN Menunggu putusan
mengajukan kasasi Kasasi
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Mahkamah Agung memiliki beberapa fungsi. Pertama, sebagai pengadilan tertinggi untuk semua
lingkungan peradilan, yang karenanya MA berwenang memeriksa dan memutus permohonan kasasi,
sengketa tentang kewenangan mengadili dan permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang
telah, memperoleh kekuatan hukum tetap.55 Kedua, sebagai pengawas untuk semua pengadilan di
Indonesia dari seluruh lingkungan peradilan. Ketiga, sebagai pengadilan yang menguji kesesuaian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang dengan undang-undang. 56

Analisa dalam bagian ini, secara khusus mengkritisi MA sebagai pengadilan tertinggi untuk semua
lingkungan peradilan. Pengadilan Hubungan Industrial, meskipun berada di bawah MA dianalisa secara
terpisah dari bagian ini, karena memiliki beberapa karakteristik.

Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 11 kasus yang masih diproses di MA. Dari 11 kasus
tersebut, terdapat dua kasus yang berasal dari lingkungan peradilan tata usaha negara, selebihnya dari
peradilan umum. Kasus-kasus tersebut adalah kasus-kasus publik dengan korban kolektif, antara lain
claimming tanah yang ditempati warga kampung pilar, pembongkaran bangunan pedagang oleh PD PJ,
Penyiksaan, dan kriminalisasi para mahasiswa UI yang mengkritik rektor. Hanya 5 dari 12 kasus yang
sudah diputus oleh MA, kasus tersebut diputus setelah diproses selama kurang lebih 5 tahun sejak
diperiksa di pengadilan tingkat pertama. Lambatnya proses pemeriksaan di MA mencerminkan bahwa
prinsip peradilan sederhana, cepat dan biaya ringan, hingga hari ini tidak dipenuhi di tataran praktek.

55 Pasal 28 ayat 1 UU No 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung sebagaimana diubah oleh UU No 5 Tahun 2004

56 Ibid. Pasal 31 ayat (1)

91
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Mengingat kasus-kasus tersebut adalah kasus publik, penundaan dan lamanya proses akan berdampak
jauh lebih luas daripada kasus individual. Lambatnya pemeriksaan kasus membuat kerugian publik
semakin meluas dan semakin sulit dipulihkan.

Sebenarnya dalam beberapa kasus, MA terbukti mampu memeriksa kasus dengan waktu yang relatif
cepat. Kasus-kasus tersebut kebanyakan adalah kasus yang menarik perhatian masyarakat melalui
media massa dan menyangkut kepentingan pihak berkuasa, misalnya kasus Tempo vs Tommy Winata.
Sayangnya, hal serupa tidak terjadi terhadap kasus-kasus publik yang ditangani LBH Jakarta.

Berdasarkan kondisi demikian maka MA masih menjadi target perubahan untuk menciptakan sistem
pemulihan bagi korban. Salah satu hal yang harus dibenahi oleh MA adalah menciptakan mekanisme
yang pemeriksaan perkara yang lebih cepat dan transparan.

F. Pengadilan Hubungan Industrial

No. Pihak Posisi Jenis Kasus57Jumlah Proses Kondisi terakhir


1. SPCI vs PT. CI Tergugat Perselisihan PHK PHI Jakpus Sampai habisnya jeda
menetapkan PHK waktu untuk
perusahan sah, melakukan kasasi (14
namun, juga hari), SPCI yang
menetapkan bahwa dipercaya LBH Jakarta
2 anggota SPCI membuat dan
tersebut sebagai mengajukan memori
pegawai tetap, dan kasasi, tidak juga
menaikkan menyerahkan memori
pesangon yang kasasi tersebut ke MA
diberikan kepada sehingga putusan
keduanya. menjadi in kracht.

2. EA, Ys dan Mcl vs. PT. Penggugat Perselisihan Hak & PHK Mengajukan Putusan menolak
KMB gugatan, gugatan EA dkk.
persidangan,
putusan EA dkk. Telah
mengajukan kasasi.
3. Dd, dkk (39 orang) – PT. Penggugat Perselisihan PHK Pemeriksaan Pengajuan
FPS Sidang permohonan putusan
sela atas hak atas
upah selama skorsing
4. Shm Vs KNOC Penggugat Perselisihan Hak & PHK Gugatan dikabulkan Pemeriksaan Kasasi
di tingkat PHI dan
Pengusaha
mengajuka Kasasi

5. Hrs Vs YLIA Penggugat Perselisihan HAK & PHK Gugatan, Replik, Ditolak, mengajukan
Pembuktian, Kasasi
Kesimpulan,
Putusan

6. SPKAJ vs PT.KAI Penggugat Perselisihan Hak Musyawarah Gugatan tidak dapat


bipartit, Mediasi, diterima
gugatan, replik,
pembuktian,
kesimpulan,
putusan

7. Wst Vs SA Penggugat Perselisihan PHK Peninjauan Kembali Peninjauan Kembali


ditolak, menunggu
eksekusi
8. WC Vs TG Penggugat Perselisihan PHK Musyawarah Gugatan dicabut

57 Ketentuan hokum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

92
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

bipartit, mediasi,
gugatan

9. TH, dkk vs TBS Penggugat Perselisihan PHK Muswarah bipartit, Proses pembuktian
mediasi, gugatan,
replik

10. MU, dkk vs PT CI Penggugat Perselisihan Hak Musyawarah Menunggu panggilan


bipartit, mediasi, sidang
gugatan

11. Ksy, dkk (77 org) vs PT. Tergugat Perselisihan Hak - Gugatan Menunggu penetapan
IM dikabulkan oleh dari Ketua Pengadilan
PHI Negeri Jak Pus
- Mengajukan
eksekusi ke PN
Jak Pus

12. SP AP (1300) vs PT. API Tergugat Perselisihan Kepentingan Gugatan pengusaha Pengusaha
di PHI Jakarta mengajukan kasasi
ditolak oleh
pengadilan.

13. SW, dkk (4 org) vs PT. Penggugat Perselisihan PHK - Gugatan - Berdasarkan
MOI dikabulkan oleh perkembangan
PHI perkara yang ada di
- Pengusaha website MA, MA
Kasasi telah memutus
perkara
permohonan kasasi
pengusaha.
- Tinggal menunggu
salinan putusan
kasasi

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta menangani 13 kasus perburuhan yang menggunakan mekanisme
pengadilan hubungan industrial (”PHI”). Angka tersebut meningkat dari tahun lalu ketika hanya 7 kasus
perburuhan yang masuk ke PHI. Seluruhnya adalah kasus yang masuk ke LBH Jakarta pada tahun-
tahun sebelumnya dan juga sepanjang tahun 2009. Jumlah kasus perburuhan yang masuk PHI sangat
sedikit jumlahnya dibandingkan kasus perburuhan yang diadukan ke LBH Jakarta sepanjang tahun 2009
sebanyak 212 pengaduan atau hanya sebanyak 6%. Kasus-kasus tersebut sedang dalam proses
pengajuan gugatan, jawab menjawab, pemeriksaan bukti, menunggu putusan, proses kasasi hingga
proses eksekusi.

Pilihan untuk menyelesaikan suatu perkara melalui pengadilan hubungan industrial menjadi pilihan
terakhir bagi LBH Jakarta. Hal ini karena LBH Jakarta menilai PHI sengaja diciptakan untuk melepaskan
tanggungjawab negara terhadap pelanggaran hak buruh. Pelepasan tanggungjawab tersebut dilakukan
antara lain menggeser sengketa publik menjadi sengketa perdata dengan mekanisme perdata. PHI juga
dengan mengubah pelanggaran hak buruh menjadi perselisihan hak yang diselesaikan hanya oleh para
pihak. Selain itu, jangka waktu penyelesaian perselisihan perburuhan yang direncakan hanya selama
140 hari, didasarkan di atas penyangkalan realita bahwa peradilan Indonesia belum siap dilaksanakan
secara cepat dan sederhana, akibatnya banyak terjadi undue delay.

Proses PHI yang kaku secara hukum, menuntut buruh untuk memiliki kemampuan teknis hukum yang
seimbang dengan pengacara perusahaan dalam hal perburuhan. Akibatnya, beberapa buruh gagal
mendapatkan keadilan karena kesalahan teknis hukum tersebut, antara lain SPCI vs PT CI. Masalah
lain adalah berjalan atau tidaknya proses hukum di PHI sangat tergantung oleh inisiatif para pihak.
Beberapa sengketa perburuhan yang telah diproses oleh mediator, berujung pada anjuran. Anjuran yang

93
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

memenangkan buruh tersebut kerap diabaikan oleh pengusaha. Walaupun pengusaha tidak menerima
anjuran, namun hal tersebut tidak secara otomatis mewajibkan pengusaha untuk mengajukan gugatan
ke PHI. Akibatnya, buruhlah yang harus bersusah payah membuat sistem PHI bekerja dengan cara
mengajukan gugatan ke PHI. Pihak pengusaha yang tidak menerima putusan, dengan mudah
mengajukan kasasi dan oleh mekanisme PHI buruh dipaksa untuk ”meladeni” kasasi pengusaha tersebut
yang jangka waktu penyelesaiannya juga melebihi batas waktu yang ditentukan undang-undang.

Hal lainnya adalah kesulitan eksekusi. Penghitungan waktu selama 140 hari dalam PHI tidak
memperhitungkan proses administrasi dan jangka waktu eksekusi yang tidak terbatas. Dalam beberapa
kasus, buruh hanya menang di atas kertas karena hingga tulisan ini dibuat eksekusi putusan PHI tidak
dilakukan, misalnya dalam kasus Ksy,dkk melawan PT MI.

Berdasarkan kondisi di atas, maka PHI terbukti tidak mampu memberikan keadilan bagi buruh. PHI justru
menambah beban dan masalah bagi buruh untuk mendapatkan perlindungan haknya. Mekanisme yang
diperlukan oleh buruh adalah yang menjamin pemenuhan hak buruh secara cepat melalui intervensi
negara. Model penyelesaian perselisihan yang menyerahkan penyelesaian masalah kepada para buruh
dan majikan hingga saat ini tidak berjalan efektif dan justru memperparah pelanggaran hak buruh.
Pelanggaran merupakan wilayah hukum publik yang membutuhkan tindakan tegas oleh aparat negara.

G. Pengadilan Niaga
Pihak Jenis Kasus58 Proses Kondisi terakhir
Pj, dkk Vs PT. TS Kepailitan Lelang Aset oleh Kurator Hasil lelang aset Sudah dibagikan ke seluruh
Buruh tetapi buruh tidak mendapatkan pesangon
sesuai dengan UU Ketenagakerjaan
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Sepanjang tahun 2009 LBH Jakarta hanya menangani satu kasus kepalitan, itupun terkait dengan buruh
yang terkena dampak putusan pailit perusahaan. Kasus tersebut adalah kasus warisan dari tahun
sebelumnya yang penyelesaiannya berlarut-larut paska putusan pailit pengadilan niaga. Namun
demikian di balik kasus tersebut, terdapat 835 buruh yang terbantu. Kasus perburuhan memang memiliki
karakteristik kolektif.

Meskipun buruh adalah penggerak perusahaan, namun dalam proses pailit, kepentingan dan hak buruh
tidak diprioritasnya. Semangat UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan adalah menjamin dipenuhinya
hak para kreditor (baca: pemegang modal) yang memberikan piutang kepada perusahaan dipailitkan.

Posisi buruh yang tidak prioritas dalam kepalitan berdampak langsung terhadap pemenuhan hak buruh.
Dalam kasus Pj dkk vs PT TS misalnya, penjualan aser perusahaan melalui lelang tidak cukup untuk
membayar pesangon buruh sesuai dengan perataturan perundang-undangan. Padahal dalam beberapa
kasus di mana pabrik ditinggal pergi oleh pengusahanya, produski pabrik masih bisa dijalankan kembali
oleh para buruhnya misalnya Pabrik garmen PT IM. Upaya ini dapat mencegah ledakan pengangguran
yang lebih besarnya lagi.

Berdasarkan kondisi demikian, maka UU No 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan perlu diubah. Dalam
perubahan ke depan, UU tersebut harus memberikan ruang bagi buruh untuk menjalankan kembali
perusahaan yang ditinggal pergi oleh pengusahanya.UU juga harus menempatkan buruh sebagai

58 Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

94
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

prioritas yang setingkat dengan kreditor lainnya. Dengan demikian, buruh memiliki akses untuk
menentukan arah jalannya perusahaan.

H. Pengadilan Tata Usaha Negara


Pihak Posisi Jenis Kasus59 Proses Kondisi terakhir
Dr dkk. (20 orang petani PB Penggugat Sengketa hak atas Mengajukan gugatan, Putusan menyatakan
Jawa Tengah) vs. PT. Pgl tanah/perampasan hak atas persidangan, putusan gugatan De dkk. Tidak dapat
tanah diterima.
Sumber: litbang LBH Jakarta

Pengadilan Tata Usaha Negara adalah pengadilan yang bertugas dan berwenang memeriksa, memutus,
dan menyelesaikan sengketa Tata Usaha Negara.60 Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang
timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau
Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Sedangkan yang dimaksud dengan Keputusan Tata Usaha Negara adalah suatu penetapan
tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata
usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang bersifat konkret,
individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
Dengan demikian, pada prinsipnya pihak yang menjadi tergugat dalam sengketa TUN adalah pejabat
negara atau pihak yang memiliki otoritas publik.61

Gugatan terhadap KTUN tidak menunda atau menghalangi dilaksanakannya keputusan badan atau
pejabat tata usaha negara serta tindakan badan atau pejabat tata usaha negara yang digugat62.
Penundaan hanya bisa dilakukan jika permohonan penundaan dikabulkan hakim dengan alasan
keadaan mendesak yang mengakibatkan kepentingan penggugat sangat dirugikan jika Keputusan Tata
Usaha Negara yang digugat itu tetap dilaksanakan. Sementara permohonan penundanaan tidak dapat
dikabulkan dengan alasan ada kepentingan umum dalam rangka pembangunan mengharuskan
dilaksanakannya keputusan tersebut. Alasan tersebut yang kerap dijadikan dasar bagi hakim untuk
menunda pelaksaan KTUN, karena biasanya pejabat mengeluarkan KTUN dengan alasan untuk
kepentingan umum, misalnya surat perintah bongkar pemukiman warga dan sertifikasi tanah atas
wilayah yang telah lama ditempati atau dikelola oleh masyarakat.

Sepanjang tahun 2009, LBH Jakarta hanya menangani sebuah kasus di Pengadilan Tata Usaha terkait
perampasan hak atas tanah warga oleh perusahaan. Jumlah ini menurun dari tahun sebelumnya ketika
terdapat 3 kasus yang menempuh Pengadilan Tata Usana Negara. Sengketa tersebut berawal dari para
petani yang berada di sekitar perkebunan teh milik PT. Pgl tidak bisa menggunakan lahan pertanian
karena lahan tersebut telah dikuasai oleh PT. Pgl selama rentang waktu 1965-2008. HGU atas nama PT.
Pgl dikeluarkan oleh BPN dan kemudian diperpanjang. Setelah melewati proses yang panjang karena PT

59 Ketentuan hukum yang digunakan: Misal. Anti serikat, penganiayaan oleh polisi

60Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara sebagaimana diubah dalam UU No.9 Tahun
2004. Pasal 47

61 Ibid. Pasal 1 angka 3 dan 4

62 Ibid. Pasal 67

95
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pgl berkali-kali tidak melengkapi berkas, gugatan warga dinyatakan tidak dapat diterima oleh Majelis
Hakim.

Tidak efektifnya Pengadilan Tata Usaha untuk memberikan keadilan bagi kelompok miskin, membuat
LBH Jakarta jarang sekali menggunakana mekanisme TUN. Sengketa TUN menjadi sangat normatif dan
teknis karena hanya memeriksa bukti formal yang kebanyakan berupa surat. Akibatnya masalah inti yang
diatur dalam KTUN tidak diperiksa secara berimbang di dalam persidangan. Selain itu, keputusan
pejabat yang merugikan langsung masyarakat, dianggap sah dan tetap dapat dilaksanakan kecuali
ditetapkan lain oleh pengadilan. Akibatnya, Pengadilan Tata Usaha Negara tidak dapat diandalkan
sebagai alat perlindungan kepentigan rakyat.

Masalah lainnya dari PTUN adalah tidak dapat dieksekusinya putusan. Keputusan pengadilan yang
berupa pembatalan KTUN atau menyatakan KTUN sah, pada akhirnya diserahkan kepada pejabat
negara yang mengelurkan KTUN tersebut. Akibatnya, eksekusi tergantung pada niat baik dari pejabat
yang digugat.

I. Komisi-Komisi Negara

Insitusi Pihak Hal yang telah dilakukan Perkembangan terakhir

Komnas HAM Warga Kebun Sayur, - Dua kali audiensi dan dua kali TIDAK ada tindakan apapun
Ciracas, JakartaTimur Sny, pula meminta Komnas HAM
dkk., Vs PT. NI mengadakan mediasi Beberapa polisi mendatangi
menengahi Pihak warga dan Sny dkk untuk memberi
Perum PPD pengamanan atas anjuran
- Sunaryo, dkk mendatangi Komnas HAM.
Komnas HAM untuk
beraudiensi

Hry dkk (80 orang Mengadukan soal adanya potensi Komnas telah
penyandang cacat) vs. pelanggaran hak atas perumahan dan hak mempertemukan Haryono
YHK atas pekerjaan. dkk, LBH Jakarta dan Kuasa
Hukum YHK, Ynd & Rekan.

Komnas kemudian kembali


melakukan pertemuan
dengan pihak YHK bersama
kuasa hukumnya, sertta
meminta data kepemilikan
lahan.

Komnas mempertemukan Hry


dkk. dan LBH Jakarta dengan
Pihak Pemerintah yang terdiri
dari Pihak Menkokesra,
Menpera, Depsos, dan
Depnaker. Yang kemudian
pertemuan selanjutnya dalam
rangka penyelesaian masalah
dilakukan di Menkokesra.

Tmy & Hrs (Pengacara Mengadukan penangkapan sewenang- Belum ada tindaklanjut dari
Publik LBH Jakarta) LBH wenang terhadap Pembela HAM. Komnas
Jakarta) vs. Polres Jakarta
Utara
Pencari Suaka Tamil (255 Mengadukan pelanggaran hak-hak Komnas HAM telah
orang) pencari suaka dan meminta Komnas untuk melakukan kunjungan dan
mengunjungi para pencari suaka di Merak. wawancara kepada para
pencari suaka Tamil di
Pelabuhan Merak.

Komnas HAM berjanji akan


memanggil pihak pemerintah

96
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

terkait.

Korban penggusuran Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas Tidak ada tindak lanjut
Papanggo, Jakarta Utara HAM memanggil pihak Pemkot Walikota
Jakarta Utara mencoba untuk
memediasikan

Warga BD, Cilincing, Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas Tidak ada tindak lanjut
Jakarta Utara HAM memanggil pihak Pemkot Walikota
Jakarta Utara mencoba untuk
memediasikan

MP dkk, Cilengsi Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas Warga diminta membuat surat
HAM memanggil pihak Hotma Lumbagaol keberatan atas penerbitan
dan meminta klarifikasi dari kantor sertifikat
pertanahan Kabupaten Bogor terkait
dengan status tanah

Keluarga Besar Pedagang Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas Tergusur dan tidak ada tindak
Pasar KB HAM memanggil Pihak Pemkot Jakarta lanjut
Utara

RS Mengadukan ke Komnas HAM. Komnas Tidak ada tindak lanjut


HAM akan mengirimkan surat kepada
Polres Jaksel dan Polda Metro Jaya agar
memproses hukum para pelaku

Ibr dkk (8 orang) Mengadukan Permasalahan dan Audiensi Komnas Ham mengirimkan
dengan Komisioner surat Ke Polres Jakut dan
meminta Klarifikasi
Memberikan penjelasan
kepada Klien

Warga Lnt, Mauk Mengadukan permasalahan dan audiensi Komnas Ham mengirimkan
Tangerang dengan Komisioner surat kepada Kapolres
(29 orang) vs Tangerang
POLRES Tangerang
MU Mengadukan bahwa penahanan MU telah Putusan didapatkan setelah
lewat batas waktu penahanan, dan belum melakukan desakan.
juga menerima putusan

Rss.A.N SJ Mengadukan permasalahan Menembuskan surat, bahwa


Kapolsek Metro Jatinegara Komnas Ham telah
mengirimkan surat kepada
Kapolres Jakarta Utara

Ksy dkk (77 org) vs PT. IM Audiensi dengan pihak KOMNAS HAM KOMNAS HAM
mengeluarkan rekomendasi
kepada Depnaker
Kompolnas Warga kebun sayur Melaporkan intimidasi dan pemerasan Saksi pelapor (pihak warga)
ciracas, Jakarta Timur yang dialami warga telah di BAP, namun belum
ada tindakan lanjutan dari
penyidik polres Jaktim.
Sayangnya Kompolnas pun
tidak mampu menekan polres
untuk mematuhi prinsip
mudah, cepat dan biaya
ringan

OMT Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

SS Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

FA Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

97
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Nhd Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

MHM Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

RH Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

DAI Mengadu melalui surat Belum ada tindak lanjut

Mly Mengadu dengan mendatangi kompolnas Dipublikasikan dalam acara


TV Kompolnas Jalur 259 dan
dipertemukan dengan
Propam dan Mabes Polri

Sry dkk vs Polres Jakarta Tembusan surat tindak lanjut pengaduan Tidak ada respon.
Utara ke Kepala Divisi Propam Polda Metro Jaya

IS vs Polsek Ciputat Tembusan surat protes atas perpanjangan Tidak ada respon
penahanan yang tidak sah.

BD Mengirimkan surat Tembusan Protes dan Ada balasan surat yang


Vs Kepolisian Resort Metro Permintaan Klarifikasi menyatakan bahwa kasus ini
Jakarta Barat sudah diteruskan ke
Kepolisian, dan meminta
melaporkan kembali jika
dalam 3 Minggu Tidak ada
perkembangan

EZB an. LN Mengirimkan surat Tembusan Protes dan Ada balasan surat yang
vs Permintaan Klarifikasi menyatakan bahwa kasus ini
Kapolsek Metro Bekasi sudah diteruskan ke
Barat kepolisian, dan meminta
melaporkan kembali jika
dalam 3 minggu tidak ada
perkembangan

NT a.n IES Mengirimkan surat tembusan protes dan Ada balasan dari Polsek
Vs permintaan klarifikasi Pasar Minggu dan Kabid
Polsek Metro Pasar Propam Polda Metro Jaya
Minggu bahwa telah menangani
& H. M sesuai dengan prosedur
Str a.n HM Mengirimkan surat tembusan protes dan Tidak ada perkembangan
vs permintaan klarifikasi
Kepala Kepolisian Resort
Cianjur Sektor Campaka

KG Mengirimkan surat tembusan protes dan - Surat balasan dari


Vs Kapolsek Metro Pondok permintaan klarifikasi Kompolnas bahwa kasus
Gede ini sudah diteruskan ke
Kepolisian, dan meminta
melaporkan kembali jika
dalam 3 minggu tidak ada
perkembangan
- Surat balasan dan
penjelasan dari Kapolsek
Metro Pondok Gede
Alx Mengirimkan surat tembusan protes dan Tidak ada perkembangan
Vs POLDA RIAU, Mabes permintaan klarifikasi
POLRI,
& UHAM dan AI
Rss a.n. SJ Mengirimkan surat tembusan protes dan - Surat balasan dan
Kapolsek Metro Jatinegara permintaan klarifikasi penjelasan dari Kapolsek
Metro Jatinegara
- Surat penjelasan dari

98
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kabid Propam bahwa


telah menangani sesuai
prosedur

BS vs Mengirimkan surat tembusan protes dan Surat balasan dari


PTPI & permintaan klarifikasi Kompolnas bahwa kasus ini
POLDA Metro Jaya sudah diteruskan ke
Kepolisian, dan meminta
melaporkan kembali jika
dalam 3 minggu tidak ada
perkembangan

Mrn Mengirimkan surat tembusan protes dan Surat balasan dari Kompolnas
Polda Metro Jaya permintaan klarifikasi bahwa kasus ini sudah
diteruskan ke Kepolisian, dan
meminta melaporkan kembali
jika dalam 3 minggu tidak ada
perkembangan

SRB Mengadukan permasalahan dan meminta Menelpon Kapolsek agar hati-


agar ditindaklanjuti hati dan melakukan tindakan
hukum yang sesuai prosedur
&
ada balasan dari Kompolnas
bahwa kasus ini sudah
diteruskan ke Kepolisian, dan
meminta melaporkan kembali
jika dalam 3 minggu tidak ada
perkembangan

Ibr dkk Mengadukan permasalahan dan meminta Ditayangkan dalam program


agar ditindaklanjuti Tv One Jalur 259,

Warga Lnt, Mauk Mengadukan permasalahan, meminta Meminta dan menelpon


Tangerang agar kepolisian yang bersalah di tindak Kapores Tangerang untuk
(29 orang) tidak melakukan penyiksaan
Polres Tangerang terhadap tersangka dan
meminta untuk dilakukan
Visum, dan Visum tersebut
dilakukan;

Komisi Yudisial AH dkk, Tangerang Mengadu melalui surat KY menerlpon untuk meminta
berkas-berkas pengaduan.
Komisi yudisial telah
memanggil hakim yang
menangani perkara

Komisi Kejaksaan AH dkk, Tangerang Mengadu melalui surat Tidak ada respon

Sumber: Litbang LBH Jakarta

Dari komisi-komisi negara yang ada, LBH Jakarta secara khusus mengevaluasi empat komisi negara.
Hal ini karena LBH Jakarta memandang keempat Komisi ini memiliki wewenang terkait dengan
pemulihan korban sebagaimana dimandatkan oleh peraturan perundang-undangan. Sehingga LBH
Jakarta lebih sering menggunakan keempat Komisi ini dalam mengupayakan pemulihan hak korban.
Keempat Komisi tersebut antara lain : Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (”Komnas HAM”), Komisi
Kepolisian Nasional (”Kompolnas”), Komisi Yudisial (”KY”), dan Komisi Kejaksaan.

I.1. Komnas HAM

Sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia, Komnas HAM memiliki
tujuan mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia serta meningkatkan
perlindungan dan penegakan hak asasi manusia (Pasal 75). Dan untuk mencapai tujuannya, Komnas
HAM melaksanakan fungsi pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi tentang hak
asasi manusia (Pasal 76 ayat (1)). Komnas HAM juga dapat menerima laporan dan pengaduan lisan

99
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

atau tertulis dari setiap orang yang memiliki alasan kuat bahwa hak asasinya telah dilanggar (Pasal 90
ayat (1)). Bahkan Komnas HAM memiliki wewenang untuk melakukan penyelidikan terhadap kasus
pelanggaran HAM berat, wewenang ini diatur di Pasal 18 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000
Tentang Pengadilan HAM.

Mengacu pada kewenangan yang dimilikinya itu, LBH Jakarta telah mengadukan sebanyak 15 kasus
dugaan pelanggaran hak asasi manusia. Dari kasus-kasus yang diadukan ke Komnas, hampir
setengahnya atau 7 kasus tidak ditindaklanjuti. Kalaupun ditindaklanjuti, Komnas HAM hanya sebatas
melakukan korespondensi. Sangat jarang Komnas HAM melakukan fungsi-fungsi lainnya, apalagi
melakukan penyelidikan pro-yustisia. Hanya 1 kasus dimana Komnas HAM melakukan pemantauan atau
mediasi. Hal ini menunjukan bahwa selama kurun waktu tahun 2009, Komnas HAM tidak menjalankan
fungsinya seperti dimandatkan oleh undang-undang. Tidak bekerjanya fungsi Komnas HAM
mengakibatkan mekanisme pemulihan melalui saluran ini menjadi kurang efektif. Selain masalah
koordinasi internal Komnas HAM yang membuat tidak bekerjanya fungsi Komnas HAM, kami menilai ada
persoalan keterbatasan wewenang yang dimiliki tidak sampai pada tahap penindakan. Belum lagi,
persoalan birokrasi di dalam struktur Komnas HAM semakin menghambat efektifitas kerja-kerjanya.

I.2. Kompolnas

Sedangkan terkait dengan Kepolisian dimana kinerjanya akan sangat mempengaruhi mekanisme
pemulihan bagi korban pelanggaran hak asasi, Negara sebenarnya telah membentuk Kompolnas melalui
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia jo. Peraturan
Presiden Nomor 17 Tahun 2005 Tentang Komisi Kepolisian Nasional yang mana menurut Pasal 38 ayat
(2) huruf c UU No. 2 Tahun 2002, Kompolnas memiliki wewenang untuk menerima saran dan keluhan
dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden. Dan yang
dimaksud dengan "keluhan" dalam ayat tersebut menyangkut penyalahgunaan wewenang, dugaan
korupsi, pelayanan yang buruk, perlakuan diskriminatif, dan penggunaan diskresi yang keliru, dan
masyarakat berhak memperoleh informasi mengenai penanganan keluhannya.

Terkait dengan kewenangannya itu, LBH Jakarta telah melakukan pengaduan sebanyak 22 kasus yang
mayoritas mengenai penyalahgunaan wewenang oleh aparat kepolisian, pelayanan yang buruk, atau
perlakuan yang diskriminatif. Dari keseluruhan pengaduan yang dilakukan, terlihat bahwa hanya
setengahnya yang ditindaklanjuti. Selebihnya, atau sebanyak 11 pengaduan belum ada tindaklanjut
apapun sampai saat ini. Langkah tindaklanjut yang paling sering diambil oleh Kompolnas adalah
korespondensi. Sebanyak 8 kasus ditindaklanjuti dengan korespondensi, dengan cara meneruskan
pengaduan ke pihak kepolisian dimaksud. Akan tetapi tidak terlihat ada respon yang signifikan dari
korespondensi yang dilakukan, kecuali jawaban dari pihak kepolisian dimaksud atas korespondensi
Kompolnas.

Yang menarik dari kinerja Kompolnas dalam menjalankan fungsinya, yakni dengan dibukanya jalur 259
yang bekerjasama dengan TV One sebagai salah satu stasiun teve swasta, dimana masyarakat yang
memiliki keluhan atas kinerja kepolisian dapat menyampaikan keluhannya itu melalui forum yang
disediakan oleh stasiun teve tersebut. Jalur 259 ini ternyata membawa dampak yang cukup positif dalam
hal akses pengadu ke kepolisian. Perhatian pihak kepolisian terhadap kasus yang diadukan meningkat
sejak ditampilkannya pengadu melalui acara teve Jalur 259 tersebut. Meskipun acara tersebut juga dapat
menimbulkan risiko bagi pengadu dapat dengan mudah dikenali oleh aparat kepolisian yang diadukan
sehingga rentan pelanggaran hak asasi berikutnya.

100
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kontak langsung yang dilakukan oleh Kompolnas kepada pihak kepolisian yang diadukan atau
atasannya, juga merupakan metode efektif lainnya yang dapat dilakukan Kompolnas. Terlihat dalam 1
kasus yang diadukan oleh LBH Jakarta, dimana Kompolnas langsung melakukan kontak, meskipun
hanya melalui telepon, dapat segera memberi efek positif bagi upaya pemulihan korban.

Sayangnya, Kompolnas hanya memiliki wewenang sangat terbatas dalam upaya pemulihan korban. Hal
ini dikarenakan mandat yang diberikan oleh UU No. 2 Tahun 2002 tidak mencakup wewenang
penindakan, melainkan menerima keluhan untuk kemudian disampaikan ke Presiden. Sehingga
keputusan penindakannya bukan berada di tangan Kompolnas sendiri.

I.3. Komisi Yudisial

Mekanisme pemulihan korban pelanggaran hak asasi manusia yang paling utama terletak di badan
peradilan. Badan peradilan dinilai sebagai benteng terakhir para pencari keadilan. Namun kenyataan
membuktikan bahwa penyalahgunaan wewenang, kolusi, atau yang lebih dikenal dengan ”mafia
peradilan” begitu marak terjadi di badan-badan peradilan. Alih-alih menjadi saluran utama upaya
pemulihan yang efektif, badan peradilan, badan peradilan malah turut berperan dalam menghambat
upaya pemulihan yang diupayakan oleh korban.

Kelahiran Komisi Yudisial melalui UU Nomor 22 Tahun 2004 membawa harapan besar para korban dan
pencari keadilan dalam memastikan saluran pemulihan utama tersebut dapat bekerja sesuai mandat
yang diberikan oleh undang-undang.

Sesuai UU tersebut, Komisi Yudisial mempunyai wewenang menegakkan kehormatan dan keluhuran
martabat serta menjaga perilaku hakim (Pasal 13 huruf b). Dan dalam melaksanakan wewenangnya itu,
Komisi Yudisial mempunyai tugas melakukan pengawasan terhadap perilaku hakim (Pasal 20). Komisi
Yudisial bahkan dapat mengajukan usul penjatuhan sanksi terhadap hakim kepada pimpinan Mahkamah
Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi (Pasal 21). Terkait dengan wewenang pengawasanya itu Komisi
Yudisial dapat menerima laporan masyarakat tentang perilaku hakim, meminta laporan secara berkala
kepada badan peradilan berkaitan dengan perilaku hakim, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran perilaku hakim, memanggil dan meminta keterangan dari hakim yang diduga melanggar
kode etik perilaku hakim, dan membuat laporan hasil pemeriksaan yang berupa rekomendasi dan
disampaikan kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan
kepada Presiden dan DPR.

Berdasarkan kewenang yang diberikan oleh undang-undang, Komisi Yudisial dapat dilihat sebagai
peluang untuk upaya pemulihan efektif. Berbagai prilaku hakim yang menyimpang termasuk yang
berpengaruh besar pada terhambatnya upaya pemulihan korban, dapat diawasi oleh Komisi Yudisial.
Namun sayang, wewenang tersebut tidak dibarengi kewenangan menjatuhkan sanksi. Sebab,
kewenangan itu diserahkan kepada Mahkamah Agung.

Dari pengalaman LBH Jakarta melakukan pengaduan kepada Komisi Yudisial, tidak terlihat efektifitas
kerja Komisi ini dalam kerangka pemulihan yang efektif. Terlebih tidak ada peluang bagi korban untuk
mengetahui sampai sejauh mana fungsi pengawasan itu dilakukan oleh Komisi. Sebab, Pasal 22 UU
Komisi Yudisial hanya memungkinkan Komisi ini memberikan laporan hasil pemeriksaan dan
rekomendasi kepada Mahkamah Agung dan/atau Mahkamah Konstitusi, serta tindasannya disampaikan
kepada Presiden dan DPR. Tidak transparanya proses pengawasan ini berpotensi untuk penyimpangan
fungsi dan wewenang yang diembannya.

101
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

I.4. Komisi Kejaksaan


Komisi Kejaksaan yang dilegitimasi oleh UU No. 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan RI sesungguhnya
dapat menjadi peluang untuk mendorong kinerja kejaksaan dalam rangka mewujudkan pemulihan. Di
dalam Pasal 38 UU tersebut dinyatakan bahwa Untuk meningkatkan kualitas kinerja kejaksaan, Presiden
dapat membentuk sebuah komisi yang susunan dan kewenangannya diatur oleh Presiden.

Terkait dengan ketentuan Pasal ini, Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2005 Tentang Komisi
Kejaksaan menjelaskan tugas dan wewenang yang dimiliki oleh Komisi Kejaksaan dimana dapat
mempengaruhi upaya pemulihan bagi korban pelanggaran HAM. Seperti terlihat dalam Pasal 10, Perpres
ini menyebutkan bahwa salah satu tugasa Komisi Kejaksaan yakni melakukan pengawasan,
pemantauan, dan penilaian terhadap kinerja Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas
kedinasannya;

Selanjutnya, Pasal 11 Perpres ini memberikan jaminan kepada masyarakat untuk menyampaikan
laporan tentang perilaku Jaksa dan pegawai Kejaksaan dalam melaksanakan tugas baik di dalam
maupun di luar kedinasan. Khususnya prilaku yang berpengaruh pada upaya pemulihan korban. Bahkan
Komisi Kejaksaan, menurut Pasal 12 UU tersebut, dapat mengambil alih pemeriksaan apabila:
a. pemeriksaan oleh aparat internal tidak menunjukkan kesungguhan atau berlarutlarut;
b. hasil pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal dinilai tidak sesuai dengan kesalahan yang
dilakukan oleh Jaksa atau pegawai Kejaksaan yang diperiksa; dan/atau
c. terjadi kolusi dalam pemeriksaan oleh aparat pengawasan internal.

Meskipun Komisi Kejaksaan sebenarnya memiliki wewenang yang cukup untuk memastikan salah satu
mekanisme pemulihan yang efektif, yakni melalui institusi Kejaksaan, namun sesuai pengalaman LBH
Jakarta berdasarkan 1 pengaduan yang diajukan ke Komisi Kejaksaan, Komisi ini ternyata tidak
menjalankan tugas dan wewenangnya itu. Dengan demikian, LBH Jakarta memandang bahwa
masyarakat tidak dapat berharap banyak pada Komisi Kejaksaan untuk mendorong upaya perwujudan
pemulihan yang efektif.

J. Pengawas Ketenagakerjaan di Suku Dinas, Dinas dan Departemen Ketenagakerjaan

No. Para Pihak Hal yang telah dilakukan Perkembangan Terakhir

1. AS dkk. vs. PT. PAM Melaporkan pelanggaran hak-hak pekerja ke Pengawas di Sudinaker melempar kasus
Pengawas Ketenagakerjaan Sudinaker Jakarta Utara ini ke Disnaker Propinsi DKI Jakarta dan
belum ada tindak lanjut
2. Serikat Pekerja SC – PT. Tembusan surat mendorong pembuatan Perjanjian Belum ada respon
BS Tbk Kerja Bersama

3. SPKAJ vs PT.KAI Melaporkan ke Dirjen Pengawasan mengenai Belum ada tindakan pengawasan justru
pelanggaran ketentuan perjanjian kerja waktu tertentu dimediasikan
dan outsourcing

4. TH dkk vs TBS Melaporkan pelanggaran hak jamsostek, upah di Diteruskan ke Sudinnakertrans Jakarta
bawah UMP, tidak adanya peraturan perusahaan dan Selatan dan belum ada tindak lanjut,
pemaksaan pengunduran didi Ke Pengawasan sedangkan pemaksaan pengunduran diri
Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta menjadi perselisihan PHK

5. SPHI Meminta Penetapan Nilai atas Putusan P4P Diarahkan ke PN Jak-Pus

6. Sry dkk Melaporkan ke Pengawasan mengenai pelanggaran Belum ada perkembangan


upah tidak dibayar dan kondisi kerja yang tidak
kondusif Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta

Sumber: Litbang LBH Jakarta

102
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Pada tahun 2003, Indonesia meratifikasi konvensi ILO No.81 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan
dalam Industri dan Perdagangan melalui UU No. 21 Tahun 2003. Dalam penjelasan umumnya, UU No
21 Tahun 2003 menegaskan bahwa pengawasan ketenagakerjaan memiliki misi dan fungsi agar
peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat ditegakan. Bahkan dijelaskan lebih
jauh hal-hal yang menjadi obyek pengawasan ditetapkan secara tegas antara lain kondisi kerja dan
perlindungan tenaga kerja dan peraturan yang menyangkut waktu kerja, pengupahan, keselamatan,
kesehatan serta kesejahteraan, tenaga kerja anak serta orang muda. Bahkan Pengawasan juga
berfungsi untuk memberikan sanksi kepada pengusaha, apabila pengusaha tersebut secara nyata telah
melakukan bentuk – bentuk pelanggaran terhadap UU Ketenagakerjaan. Pengawasan juga berwenang
untuk melakukan penyidikan dalam menindaklanjuti laporan buruh yang telah dilanggar hak normatifnya,
karena beberapa dari mereka melekat tugas sebagai Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS).

Sayangnya, peraturan tersebut tidak berjalan efektif justru karena lembaga pengawasan itu sendiri. Hal
ini terlihat dari tabel di atas. Dalam menyikapi pengaduan mengenai pelanggaran hak pekerja, LBH
Jakarta memilih untuk melaporkannya kepada pengawasan daripada menyelesaikannya sebagai
sengketa PHI. Hal ini dilakukan untuk memberdayakan lembaga pengawasan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Sepanjang 2006, LBH Jakarta menangani enam kasus yang secara khusus
menempuh mekanisme pengawasan tidak ada yang maju ke proses selanjutnya. Padahal laporan ke
pengawasan dilakukan dalam rangka perlindungan hak-hak pekerja yang dilanggaran oleh perusahaan
dan dalam rangka pelaksanaan putusan.

Sejak adanya PPHI, pengusaha dan pengawasan kerap menolak proses pengawasan. Alih-alih
mengenakan sanksi terhadap pengusaha yang melanggar undang-undang, pegawai pengawasan justru
mengalihkannya menjadi perselisihan hak dalam kerangka pengadilan hubungan industrial, seperti
terjadi dalam kasus SPKAJ vs PT Kereta Api Indonesia.

Selain itu, lembaga pengawasan kerap berlindung di balik otonomi daerah untuk menghindari kewajiban
menindaklanjuti laporan. Akibatnya buruh yang melapor dilempar ke pengawasan di wilayah lain.
Padahal dalam Permenaker No 9 Tahun 200563 diatur bahwa pengawasan ketenagakerjaan dilakukan
secara terpusat langsung di bawah Menteri, artinya tidak mengikuti pembagian daerah kerja dalam
otonomi daerah. Akibat hukumnya, setiap individu atau kelompok pekerja boleh melaporkan pelanggaran
undang-undang terkait ketenagakerjaan di manapun. Sedangkan hal mengenai pelimpahan pemeriksaan
berkas ke instansi yang lebih tinggi diserahkan kepada pengawas yang menerima laporan (Pasal 4).
Laporan dari masyarakat yang kemudian dijadikan dasar bahan pertimbangan dalam rangka
pengambilan keputusan, penyusunan kebijakan pengawasan ketenagakerjaan dan penyempurnaan
peraturan perundang-undangan (Pasal 6 ayat 1).

Berdasarkan kondisi di atas, maka lembaga pengawasan baik yang ada di Sudinaker, Disnaker maupun
Disnaker, tidak berjalan secara efektif untuk memulihkan hak-hak pekerja yang dilanggar. Untuk itu,
lembaga pengawasan perlu membenahi dirinya dengan melakukan beberapa hal. Pertama, bersikap pro
atif dalam melakukan pengawasan dengan memeriksa perusahaan secara rutin dalam hal ketaatan
perusahaan pada peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan. Kedua, tidak menolak
laporan pelanggaran hak. Ketiga, tidak mengalihkan laporan pelanggaran hak menjadi perselisihan
hubungan industrial.

63Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 9 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Penyampaian Laporan
Pengawasan Ketenagakerjaan.

103
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

K. Dewan Perwakilan Rakyat

No Pihak Hal yang telah dilakukan Perkembangan terakhir

1. Warga Ciracas Audiensi ke Fraksi demokrat Komisi III Tidak ada tindakan apapun dari fraksi
demokrat. Malah mereka
mempingpong warga untuk menemui
komisi II
2. SRB Mengirimkan surat kepada ketua Komisi III dan Permasalahan ini dibahas dalam rapat
sejumlah anggota Komisi III Kerja dengan Kapolri,
Kapolri membentuk Tim dari irwasum
untuk investigasi,
hasil Investigasi dinyatakan tidak ada
Kesalahan dalam pemeriksaan;
3. TAT & HB Mengirimkan Surat Pimpinan Komisi III Tidak ada tindak lanjut,
Kasat Reskrim Polres Jakut di Mutasi
ke Polda Metro Jaya hanya menjadi
Penyidik
4. Tenaga Honorer Depkeu Audiensi dan bertemu dengan Fraksi Demokrat, Fraksi Demokrat dan Fraksi PKS
Fraksi PKS, Komisi 11, mengirimkan surat ke Menteri
Keuangan, Komisi 11
Audiensi dengan Komisi 2 merekomendasikan Ketua MPR agar
menyurati Menteri Keuangan. Wakil
Ketua MPR menyurati Menteri
Keuangan.
Tidak ada tindak lanjut
Sumber: Litbang LBH Jakarta

Mengacu pada Pasal 20A Undang-Undang Dasar 1945, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki fungsi
legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan. Dan dalam melaksanakan fungsinya itu, DPR
mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Serta hak mengajukan
pertanyaan, menyampaikan usul dan pendapat, serta hak imunitas.

Untuk menjalankan fungsinya, DPR memiliki alat kelengkapan, dimana di dalamnya termasuk komisi-
komisi yang susunan dan keanggotaannya ditetapkan oleh DPR dalam Rapat Paripurna pada permulaan
masa keanggotaan DPR. Khusus untuk menjalankan fungsi pengawasan, Komisi memiliki tugas
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta peraturan
pelaksanaannya, membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan yang
terkait dengan ruang lingkup tugasnya, melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; serta
membahas dan menindaklanjuti usulan DPD. Dan dalam dalam melaksanakan tugasnya Komisi dapat:
mengadakan Rapat kerja dengan Presiden, yang dapat diwakili oleh Menteri; mengadakan Rapat Dengar
Pendapat dengan pejabat pemerintah yang mewakili intansinya, mengadakan Rapat Dengar Pendapat
Umum, mengadakan kunjungan kerja dalam Masa Reses.

Di dalam DPR juga terdapat fraksi-fraksi yang dibentuk dalam rangka optimalisasi dan keefektifan
pelaksanaan tugas dan wewenang DPR. Pembentukan fraksi-fraksi dalam DPR didasarkan pada Tata
Tertib DPR.

Meskipun tidak secara eksplisit diatur tentang wewenang, fungsi, maupun tugas di bidang pemulihan
terhadap korban pelanggaran hak asasi, namun demikian, fungsi pengawasan serta hak-hak yang
dimiliki, membuka peluang bagi korban untuk mengupayakan suatu pemulihan yang efektif. Melalui
Komisi-Komisi ataupun melalui fraksi-fraksi yang ada di DPR, korban menyampaikan pengaduan terkait
dengan pelanggaran hak yang dialami. Yang biasanya, disampaikan dalam suatu rapat dengar pendapat
umum. Berdasarkan pengaduan tersebut, komisi-komisi sesuai dengan ruang lingkup tugasnya dapat
pula mendengar keterangan dari pejabat pemerintah terkait.

104
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

LBH Jakarta telah memanfaatkan peluang ini dalam penanganan kasus-kasusnya sebagai suatu upaya
untuk mewujudkan pemulihan bagi korban pealanggaran hak. Setidaknya, selama tahun 2009, LBH
Jakarta telah menyampaikan sebanyak 4 pengaduan pelanggaran hak, baik melalui fraksi-fraksi maupun
melalui Komisi. Fraksi-fraksi dimaksud, diantaranya Fraksi Partai Demokrat dan Fraksi Partai Keadilan
Sejahtera. Sedangkan Komisi-komisi, diantaranya Komisi III yang membidangi Hukum, HAM dan
Keamanan, serta Komisi XI yang membidangi keuangan.

Dua dari empat pengaduan yang dilakukan, terbukti tidak ditindaklanjuti. Sedangkan dua pengaduan
lainnya, meskipun ada tindak lanjut, akan tetapi hanya merupakan suatu formalitas belaka. Dalam hal ini,
tidak ada tindak lanjut yang secara konkret dan berkelanjutan terhadap pengaduan-pengaduan yang
disampaikan. Pihak pemerintan pun seakan tidak peduli dengan tindak lanjut yang dilakukan oleh DPR.
Padahal, sebagai mitra kerja pemerintah yang memiliki fungsi pengawasan, DPR sesungguhnya dapat
mengoptimalkan fungsinya itu dengan mendesak pemerintah untuk memberikan akses pemulihan bagi
korban. Fakta menunjukan, bahwa DPR bukanlah saluran yang efektif dalam rangka pemulihan korban
pelanggaran hak.

L. DPRD DKI Jakarta

No. Pihak Hal yang telah dilakukan Perkembangan terakhir

1. Korban penggusuran Papanggo, Jakarta Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung Mengeluarkan rekomendasi bahwa
Utara pemda DKI Jakarta segera melakukan
penelitian dan menyelesaikan
permasalahan penggusuran paksa
tersebut Rekomendasi diabaikan oleh
Pemda DKI jakarta
2. Warga BD Cilincing, Jakarta Utara Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung Mengeluarkan rekomendasi agar
Pemkot Jakut menunda penggusuran
3. Keluarga Besar Pedagang Pasar KB Mengadu dengan mendatangi DPRD langsung Mengeluarkan rekomendasi yang
ditujukan kepada Gubernur DKI
Jakarta dan PD Pasar Jaya
Rekomendasi diabaikan oleh PD Pasar
Jaya
Sumber: Litbang LBH Jakarta

DPRD merupakan lembaga perwakilan rakyat yang berkedudukan sebagai unsur penyelenggara
pemerintahan daerah propinsi. Sebagai bagian dari lembaga Pemerintahan Daerah, DPRD memiliki
fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran.64 Dalam rangka fungsi pengawasannya, DPRD
berwenang untuk antara lain mengawasai pelaksanaan peraturan daerah dan penggunaan APBD,
meminta pertanggungjawaban dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah propinsi dan
memberikan persetujuan terhadap rencana kerjasama pemerintah daerah setempat dengan pemerintah
daerah lainnya atau dengan pihak lain yang membebani masyarakat dan daerah (Pasal 293 ayat 1).

Sepanjang tahun 2009, upaya pemulihan melalui DPRD dilakukan terhadap tiga kasus terkait dengan
fungsi pengawasan. Pengaduan ke DPRD atau dalam bahasa advokasi disebut hearing dilakukan untuk
meminta pengawasan DPRD terhadap pemerintah daerah (kota ataupun propinsi). Ketiga kasus tersebut
adalah kasus penggusuran warga dan pedagang pasar tradisional yang dilakukan oleh Pemerintah
Daerah. Hal menarik adalah sikap DPRD yang cukup responsif terhadap pengaduan warga dengan cara
mengeluarkan rekomendasi terhadap pemerintah daerah. Namun, rekomendasi tersebut tidak
berdampak apapun terhadap pemulihan warga karena diabaikan oleh pemerintah daerah. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pengawasan terhadap penyelenggaraan negara oleh Pemda tidak

64 PAsal 292 ayat (1) Undang-undang No 27 Tahun 2009 Tentang

105
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

berjalan efektif. Akibatnya, Pemda dapat dengan leluasa melakukan pelanggaran hak terhadap
warganya dengan dalih menyelenggarakan pemerintahan.

106
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB IV
ADVOKASI KEBIJAKAN

Sepanjang Tahun 2009, LBH Jakarta terlibat aktif dan juga menginisiasi beberapa upaya reformasi
hukum dan reformasi institusi. Dari ruang lingkup issue yang disasar, 11 regulasi yang terkait langsung
dengan hak-hak ekosob mulai dari hak atas pendidikan (3 regulasi), hak atas pekerjaan / sektor informal
(5 regulasi) , Kesehatan (1), dan 2 regulasi terkait korupsi dan anggaran.

Dalam lingkup hak sipil dan Politik keseluruhan terdapat 8 regulasi yang disasar LBH Jakarta. 2 regulasi
menyangkut kebebasan beragama dan pluralisme yakni UU no.1/PNPS dan RUU produk Halal, 3
regulasi menyangkut isu penyiksaan, fair trial yakni RUU KUHAP, RUU KUHP dan Qanun Jinayah Aceh,
2 regulais terkait kebebasan berekpresi dan non diskriminasi yakni UU Pornografi dan KUHP untuk
Defamation. terkahir ditujukan untuk membangun kebijakan melalui pembuatan mekanisme perlindungan
Pembela HAM.

Di lihat dari lingkup wilayah, dari 19 isu advokasi kebijakan, hampir semuanya merupakan isu nasional
yang terkait dengan pemerintah pusat, dan hanya 1 isu yang khusus terkait pemerintah daerah Khusus
Ibukota yakni menyangkut Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban
Umum, bahkan LBH Jakarta beserta jaringan kebebasan beragama juga ikut berkampanye untuk
mensikapi pembentukan Qanun Jinayat di Nangro Aceh Darussalam (NAD).

A. Arah advokasi kebijakan

Secara umum arah advokasi kebijakan ditujukan pertama, untuk pemajuan HAM dengan mendorong
implementasi dari ratifikasi instrumen HAM internasional, dan kedua, untuk mendorong konsolidasi
demokrasi dengan jalan menghilangkan hambatan-hambatan struktural dari masyarakat yang terbuka
dan demokratis.

Beberapa regulasi yang disasar LBH Jakarta merupakan upaya implementasi dan inkorporasi dari
instrumen internasional mengani hak asasi manusia. beberapa instrumen yang telah diratifikasi
pemerintah indonesia menjadi mengikat secara hukum (legally binding) dan pemerintah Indonesia
berkewajiban untuk mengimplementasikan serta menginkorporasi dalam peraturan perundang-undangan
domestik. hal in menjadi acuan utama LBH Jakarta dan menjadi alat untuk mengawal, memonitoring atau
menginisiasi pembentukan perundang-undangan nasional, dan juga untuk mereview berbagai ketentuan
perundang-undangan yang tidak lagi relevan dan menghambat pemajuan dan implemntasi norma-
normauniversal hak asasi manusia.

Seiring berjalannya transisi demokrasi di indonesia menuju konsolidasi demokrasi, LBH mencatat masih
banyak peraturan-perundang-undangan yang tersisa yang merupakan warisan dari regim sebelumnya
yang menghambat konsolidasi demokrasi. Ruang masyarakat yang terbuka masih terancam oleh pasal-
pasal karet pencemaran nama baik warisan kolonial yang dengan mudah dijadikan penguasa untuk
membungkam masyarakat yang kritis. Hal yang sama terkait dengan UU No.1 PNPS yang mengancam
keragaman dan kebebasan beragama dan berkeyakinan. maka dengan demikian upaya advokasi LBH
Jakarta diarahkan untuk membersihkan kerikil-kerikil yang masih tersisa untuk memperlancar konsolidasi
demokrasi dan mencegah kembalinya status quo.

107
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

B. Pendekatan Strategi : Networking, Kampanye, monitoring dan Lobby

Dunia Peradilan yang merupakan core dari kerja-kerja bantuan Hukum, menjadikan pendekatan court
base advocacy menjadi trademark LBH Jakarta dibanding dengan yang dikerjakan NGO-NGO lainnya.
untuk meurunkannya dalam aksi, LBH jakarta menjadikan pengadilan sebagai ajang untuk melawan atau
mereview peraturan-perundang-undangan yang tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi dan HAM.
Karenanya beberapa gugatan CLS, Judicial Review baik di MA maupun MK menjadi bagian yang tidak
terpisahkan dari pendekatan strategi ini.

selain court base advocacy, upaya menggalang sekutu dan mendidik serta memperkuat basis kesadaran
dan konsolidasi masyarakat sipil tentu menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam upaya mendorong
perubahan kebijakan. advokasi RUU KUHAP, RUU Bantuan Hukum sinergi dengan upaya capacity
building dan pembentukan paralegal-paralegal LBH di Jabodetabek. sepanjang tahun ini LBH Jakarta
mendidik sekitar 150 Paralegal berbasis komunitas korban yang tersebar di jabodetabek dan terdapat 10
posko dikeseluruhan wilayah. Keseluruhannya dibungkus dalam suatu payung memperluas access
masyarakat atas keadilan.

LBH Jakarta mengambil insitif dan membentuk koalisi-koalisi strategis dengan NGO lainnya misalnya
dalam advokasi RUU KUHAP dengan membentuk dan menjadi sekretariat Komite untuk pembaharuan
hukum acara pidana (KuHAP). inisistif lain dari LBH Jakarta ialah membentuk koalisi kebebasan
beragama dan melakukan Judicial review ke MK dalam upaya mereview UU No. / PNPS/65 yang
menjadi alat effektif untuk menkriminalisasi keyakinan dan menyerang kebebasan beragama di
Indonesia.

Menyadari semakin rentannya pembela HAM, pekerja bantuan hukum, dan kondisi korban yang sering
direpresi, maka LBH Jakarta bersama beberapa NGO lainnya membantuk Human Rights Support
Facilities (HRSF) untuk mengupayakan legal reform dan institusinal reform terkait perlindungan pembela
HAM. tahun ini LBH mewakili HRSF membuat MoU dengan Komnas HAM untuk melakukan legal review
dan pembentukan desk khusus di komnas HAM untuk melindungi pembela HAM.

Selain menginisisi, LBH Jakarta turut serta menjadi anggota aktif dalam Koalisi-koalisi. LBH Jakarta turut
aktif dalam jaringan NGO untuk pengadilan tipikor bersama-sama ICW dan KRHN, LBH Jakarta turut
serta memonitor perkembangan pembahasan RUU Pengadilan tipikor di Parlemen. Dalam upaya
melindungi Pekerja Rumah Tangga LBH Jakarta terlibat dalam JALA PRT, hal yang sama untuk
mendesak ratifikasi konvensi migran, LBH Jakarta tergabung beserta Serikat Buruh migran dan HRWG.

C. Pencapaian dan Effektivitas

Beberapa advokasi kebijakan yang disasar LBH Jakarta ada yang gagal untuk mengubah suatu
kebijakan dikarenakan ditolaknya review atas kebijakan yang bersangkutan. diantaranya ialah Perda DKI
No. 8 Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang permohonan Reviewnya ditolak MA. Hal yang sama
menyangkut regulasi-regulasi dalam Hak atas pendidikan. kendati MA telah mengabulkan gugatan CLS
untuk ujian Nasional yang salah satu petitumnya memerintahkan pemerintah untuk meninjau ulang
kebijakan UN namun tidak membuat pemerintah bergeming untuk mengubah kebijakannya. kebijakan
yang lain yang tidak cukup bergeming adalah RUU kesehatan yang akhirnya disahkan DPR.

Atas kegagalan tersebut LBH Jakarta melihat faktor political will dan mind set dari pemerintah menjadi
penyebab membenturnya upaya advokasi kebijakan, selain tentunya perlunya evaluasi atas upaya

108
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

advokasi yang vis-avis pemerintah melalui upaya menggugat. Diperlukan pendekatan lain untuk
meyakinkan dan membujuk pemerintah untuk mengubah regulasi-regulasi diatas.

Pencapaian yang cukup memuaskan terjadi dalam advokasi RUU Bantuan Hukum, RUU KUHAP yang
keduanya menjadi prioritas dalam prolegnas 2010 dan beberapa substansi dalam kedua RUU cukup
banyak mengadopsi materi-materio yang disusulkan masyarakat sipil.

Sementara itu, beberapa RUU dan judicial review sampai tulisan ini dibuat masih dalam proses, dan kita
masih melihat dan memonitor mengani arah perkembangan masing-masing. JR atas UU No.1/PNPS dan
UU Pornografi masih belum dapat ditebak putusan akhirnya. sementara beberapa draft JR sedang
dipersiapkan dan tertunda pendaftarannya ke MK seperi UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan
Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP-PK) dan pasal-pasal Pencemaran Nama Baik dalam KUHP.

Advokasi Kebijakan oleh LBH Jakarta tahun 2009

No Kebijakan Isu Analisis Singkat Perkembangan terakhir

1. UU No. 27 tahun 2007 tentang Privatisasi laut sebagai Semangat lahirnya UU ini sedari awal Bersama jaringan masyarakat
Pengelolaan Wilayah Pesisir barang publik oleh adalah semangat privatisasi bukan kelautan (gabungan NGO dan
dan Pulau-Pulau Kecil (PWP- swasta perlindungan hak publlik. UU ini organisasi-organisasi nelayan)
PK) melegalkan laut untuk dikuasasi oleh telah disusun draft JR UU ini.
individu atau perusahaan badan
hukum sehingga pasti akan melanggar
hak-hak nelayan misalnya untuik
mencari nafkah di laut karena lautnya
telah dimilliki oleh seseorang/badan
hukum dengan HP3.

2. UU No. 1/PNPS/1965 Kebebasan Beragama Keberadaan UU tersebut melanggar Pendaftaran Permohonan Uji
kebebasan beragama sebagaimana Materil ke MK
dijamin dalam Pasal 28E UUD 1945.
Banyak korban telah berjatuhan
dengan diterapkannya UU tersebut,
khususnya melalui Pasal 156a KUHP
yang merupakan ketentuan sisipan
yang berasal dari Pasal 4 UU ini.

3. RUU Jaminan Produk Halal Diskriminasi berdasarkan Keberadaan RUU ini menunjukan Monitoring di DPRRI
agama adanya diskriminasi berdasarkan
agama. Perlakuan istimewa terhadap
satu agama, yakni Islam, dibandingkan
dengan agama-agama lainnya
merupakan suatu bentuk diskriminasi.

4. Qanun Jinayat Aceh Kebebasan Beragama & Pengesahan Qanun Jinayat dan Monitoring dan kampanye
Hak untuk bebas dari Qanun Acara Jinayat pada 14 Akan membentuk tim untuk
penyiksaan dan tindakan September lalu mengundang melakukan kajian mendalam
yang kejam, tidak kontroversi. Dalam Qanun itu soal ini.
manusiawi serta mengatur soal jarimah dan minuman
merendahkan martabat keras, maisir (judi), khalwat, ikhtilath,
zina, pelecehan seksual,
pemerkosaan, qadzaf, liwath, dan
musahaqah. Para pelanggar pidana
yang telah diatur dalam qanun ini
diancam dengan hukuman cambuk
berkisar antara 10 hingga 400 kali
cambukan. Sementara khusus pelaku
zina yang telah menikah akan dirajam
dengan cara melempar batu hingga
meninggal.
Penerapan sanksi hukum melalui
Qanun demikian jelas melanggar hak
asasi manusia, diantaranya hak atas
kebebasan beragama, hak untuk

109
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

bebas dari penyiksaan dan


penghukuman yang kejam, tidak
manusiawi dan merendahkan
martabat, serta hak atas kepastian
hukum.

5. Uji Materi terhadap Perpres Hak pekerjaan Peraturan Presiden ini mempunyai Proses di Mahkamah Agung
No. 112 tahun 2007 tentang Persamaan hukum legalitas sebagai Izin Usaha Pusat
Penataan dan Pembinaan Perbelanjaan (IUPP) dan/atau Izin
Pasar Tradisional, Pusat Usaha Toko Modern (IUTM)
Perbelanjaan dan Toko berdasarkan Peraturan Presiden ini.
Modern Sehingga terhadap Izin Usaha yang
diterbitkan sebelum berlakunya
Antara Peraturan Presiden ini dinyatakan
Federasi Organisasi Pedagang telah sesuai dengan peraturan
Pasar Indonesia (FOPPI), dkk perundang-undangan baik peraturan
vs perundang-undangan yang menjadi
Presiden RI dasar ketika Izin Usaha tersebut
diterbitkan ataupun Peraturan
Presiden ini. Hal ini membawa
konsekuwensi logis bahwa terhadap
Izin Usaha yang diterbitkan sebelum
berlakunya Peraturan Presiden ini
walaupun penerbitan Izin Usaha
tersebut bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang
ada pada saat penerbitan

6. Uji Materi terhadap Peraturan Hak atas tanah dan Proses penyusunan Perda Tibum Mahkamah Agung menolak
Daerah DKI Jakarta Nomor 8 tempat tinggal berlangsung secara tertutup dan minim permohonan
Tahun 2007 tentang Ketertiban Hak atas usaha dan akan proses konsultasi publik.
Umum ekonomi Pemberlakuan Peraturan Daerah No 8
Hak bebas berpindah Tahun 2007 tentang Ketertiban Umum
Antara dan memilih tempat (Perda Tibum) bertentangan dengan
Institute Ecosoc Rights, dkk tinggal prinsip-prinsip hak asasi manusia yang
Vs Hak Pekerjaan diakui oleh negara Republik Indonesia
Gubernur dan DPRD DKI Hak atas Perlindungan dan juga kalangan internasional,
Jakarta terhadap keluarga, ibu, peraturan perundang-undangan yang
dan anak-anak lebih tinggi serta prinsip-prinsip umum
yang berlaku umum

7. PP Nomor 21 Tahun 2007 Kesewenang-wenangan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Proses di Mahkamah Agung
Tentang perubahan ketiga atas kekuasaan dalam (PP)Nomor 21 Tahun 2007 tentang
Peraturan Pemerintah Nomor pembentukan Peraturan perubahan ketiga atas Peraturan
24 tahun 2004 tentang Perundang-Undangan Pemerintah Nomor 24 tahun 2004
Kedudukan Protokoler dan tentang Kedudukan Protokoler dan
Keuangan Pimpinan dan Korupsi Keuangan Pimpinan dan Anggota
Anggota Dewan Perwakilan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
Rakyat Daerah Melawan melanggar Undang-undang tentang
Presiden RI Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan, Undang-undang tentang
Antara Otonomi Daerah, Undang-undang
Masyarakat sipil, dkk tentang Perpajakan, Undang-undang
Vs tentang Keuangan Negara dan
Presiden RI Undang-undang tentang
Perbendaharaan Negara, cacat secara
formil maupun materiil serta melanggar
prinsip kepatutan, keadilan, tertib
anggaran, dan prinsip pengelolaan
keuangan negara yang bertanggung
jawab, melegitimasi tindakan korupsi,
sehingga telah mencederai hati nurani
rakyat dan telah menimbulkan
gelombang protes masyarakat di
Indonesia

8. Judicial Review UU Pornografi Perlindungan UU Porno dibuat dengan JR di MK dan menunggu


Perempuan & anak, mendiskriminasi kelompok perempuan, Putusan
Kebebasan Berekspresi, mengabaikan keaneka ragaman
Kepastian Hukum Indonesia dengan berbagai
budayanya. UU ini justru
mengkriminalkan perempuan dan para

110
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

pegiat seni,
9. Ratifikasi Konfensi Buruh Perlindungan Buruh Kondisi Buruh Migran Indonesia yang Menteri tenaga Kerja dan
Migran dan Keluarganya Migran Indonesia sangat mengkhawatirkan, sedangkan Transmigrasi menyatakan
Pemerintah lalai dalam menegakkan bahwa Ratifikasi Konvensi
RANHAM yang telah disusunnya Buruh Migran dan
sendiri yakni akan meratifikasi Keluarganya tidak harus
Konvensi Buruh Migran, diratifikasi karena percuma
dan bertentangan dengan UU
ketenaga kerjaan yang berlaku
di indonesia
10. UU BHP Hak Atas Pendidikan UU ini menjadikan Pendidikan dan Sedang Ada Judicial Review di
Kampus susah dijangkau oleh Orang MK, dan sedang menunggu
Miskin. Putusan tapi LBH tidak
Kampus menjadi seperti perusahaan tergabung. Hanya mendukung
yang harus mencari uang, dan bahkan gerakan saja, menginisiasi
bisa dipailitkan Kobar (Komite Aksi Bersama
untuk 2 Mei) dan Aliansi
Kihadjar (Kita berhak atas
Pendidikan dan Pengajaran)

11. RUU Perlindungan PRT Hak atas pekerjaan yang UU ini memberikan perlindungan bagi Masuk dalam prolegnas 2010-
layak pekerja rumah tangga, antara lain 2014 dan menajdi prioritas di
pengakuan bahwa PRT adalah pekera 2010. persiapan gugatan CLS
(bukan pembantu), adanya jaminan meminta RUU disahkan.
upah yang layak, jam kerja yang jelas
dan terbatas, adanya hari libur dan hak
istirahat, mekanisme sengketa
pelanggaran hak PRT dan larangan
PRT anak
12 PP 19 Tahun 2005 Tentang Hak atas pendidikan Menjadi dasar bagi pelaksanaan Ujian Belum ada review seiring
Standar Pendidikan Nasional nasional yang terbukti melanggar HAM putusan MA untuk gugatan
dan hak anak CLS dari LBH dkk dalam
TeKUN.
13 UU Sisdiknas Hak atas pendidikan Menjadi dasar bagi pelaksanaan Ujian Belum ada review seiring
nasional yang terbukti melanggar HAM putusan MA untuk gugatan
dan hak anak. CLS dari LBH dkk dalam
UU ini juga membuat biaya kuliah TeKUN.
menjadi mahal karena privatisiasi
universitas menjadi BHP
14 Pasal-Pasal Pencemaran Hak atas kebebasan Pasal 310, 311, 316, 207,208 LBH Jakarta bersama jaringan
nama baik dalam KUHP berekpresi merupakan pasal-pasal dalam KUHP anti defamasi mempersiapkan
mengenai pencemaran nama baik. draft Judicial review ke MK
Pasal ini telah cenderung digunakan
untuk mengkriminalisasi kritik,
menyerang balik kontrol dan
membungkam partisipasi masyarakat.
15 RUU KUHAP Hak atas fair trial, Hak RUU KUHAP dipersiapkan lama oleh LBH Jakarta bersama Komite
atas bantuan hukum, hak tim yang dibentuk pemerintah dan untuk Pembaharuan Hukum
untuk bebas dari menjadi salah RUU terpenting untuk Acara Pidana (KuHAP)
penyiksaan dll menginkorporasi ICCPR dan CAT Membuat briefing paper atas
yang telah diratifikasi indonesia. RUU isu-isu tematik dalam RUU
KUHAP menjadi salah satu instrumen KUHAP
hukum utama untuk mengkontrol
penegak hukum dan melindungi hak- RUU KUHAP dalam prolegnas
setiap orang dihadapan hukum. prioritas 2010.
16 RUU Bantuan Hukum Hak atas bantuan hukum RUU Bantuan hukum merupakan Masuk dalam prolegnas
inistitif masyarakat sipil dan khusunya prioritas tahun 2010.
LBH Jakarta sejak tahun 2005. kini
mendapat respon besar dari LBH Jakarta beserta YLBHI
pemerintah yang membentuk tim dan NGO lainnya
perumus. memonitoring proses
pembuatan dalam tim
perumus.
17 UU Kesehatan Hak atas kesehatan UU Kesehatan mempriviatisasi sifat Monitoring di parlemen sampai
publik dari tanggungjawab negara disahkan
dalam pemenuhan hak atas
kesehatan.
18 RUU Pengadilan Tipikor Hak atas pembangunan RUU Pengadilan tipikor yang pasca LBH Jakarta bersama Koalisi
putusan MK harus segera direvisi oleh Pengkor memonitoring
Bebas dari korupsi DPR akhirnya direvisi namun DPR pembahasan RUU Pengadilan
berupaya mencerabut beberapa Tipikor di Parlemen

111
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

kewenangan KPK dan membuat


eksistensi Pengadilan tipikor di tiap
provinsi dan menyerahkan pemilihan
hakim ke ketua PN. hal ini menapikkan
kondisi peradilan yang masih korup.
19 Human Rights Defender Perlindungan Human Pasca Kedatangan Hina Jilani, LBH Jakarta bersama HRSF
/pembela HAM Rights Defender beberapa rekomendasi penting untuk (Human Rights Support
/pembela HAM membangun legal dan institusional Facilities) membuat
framework untuk melindungi pembela MoU dengan Komnas HAM
HAM dibutuhkan. salah satunya untuk membuat Legal Review
melalui pembentukan UU khusus bersama perlindungan
perlindungan pembela HAM atau pembela HAM dan
membuat mekanisme pemulihan dan membentuk desk Khusus
perlindungan yang memadai di untuk perlindungan pembela
lembaga-lembaga independen HAM di Komnas HAM
negara.
Sumber: Litbang LBH Jakarta

D. Uji Materil UU NO. 1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan


Agama Terhadap UUD 1945

UU No.1/PNPS/1965 Tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama pertama kali


diterbitkan dalam bentuk Penetapan Presiden pada tahun 1965 oleh Presiden Soekarno yang pada saat
itu menerapkan sistim demokrasi terpimpin dan memusatkan kekuasaan di tangan presiden, termasuk
membuat dan melaksanakan peraturan perundang-undangan.

Penguasa kala itu menilai bahwa timbulnya aliran-aliran atau organisasi kepercayaan masyarakat
bertentangan dengan ajaran dan hukum agama yang dianut sebagian besar penduduk Indonesia,
diantaranya: Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, dan Konghucu, serta membahayakan agama-agama
tersebut. Sehingga Penguasa memandang bahwa hal ini dapat memecah persatuan nasional serta
membahayakan persatuan Bangsa dan Negara.

Untuk mencegah terjadinya penyelewengan-penyelewengan dari ajaran-ajaran agama yang dianggap


sebagai ajaran-ajaran pokok oleh para ulama dari agama dimaksud di atas, dan untuk melindungi
agama-agama tersebut dari penodaan/penghinaan, maka Presiden mengeluarkan Penetapan yang
selanjutnya pada tahun 1969 ditetapkan menjadi UU. UU ini pada pokoknya berisi larangan kepada
mereka yang :
1) menceritakan, menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan penafsiran
atau kegiatan yang menyimpang dari pokok ajaran 6 agama tersebut,
2) mengeluarkan perasaan atau perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau
penodaan terhadap 6 agama yang dilindungi oleh UU ini.

Meskipun iklim politik di Indonesia sudah jauh berbeda, dan demokratisasi di Indonesia sudah lebih baik,
termasuk pengakuan terhadap hak asasi manusia, akan tetapi UU ini masih tetap diberlakukan, dan
digunakan untuk mempidanakan para penganut agama atau keyakinan minoritas, penganut sekte dalam
agama, serta penganut agama-agama atau keyakinan baru yang berbeda dengan ajaran agama
dimaksud tadi.

Dalam praktek, UU ini digunakan untuk:

1. Melarang ajaran, kegiatan atau keberadaan aliran atau organisasi keagamaan atau kepercayaan
yang dinilai menyimpang (sesat) oleh ulama dari 6 agama yang dilindungi dengan menggunakan

112
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

suatu Surat Keputusan Kejaksaan Agung, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama, atau
Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh jajaran di bawahnya. Yang diantaranya dialami oleh:
a. Aliran Darul Hadits;
b. Islam Jamaah;
c. Yayasan Pondok Pesantren Nasional (JAPPENAS);
d. Saksi Yehova; dan
e. Jemaat Ahmadiyah

2. Mempidanakan pemimpin atau pengikut aliran atau organisasi keagamaan atau kepercayaan
yang dinilai menyebarkan ajaran atau melakukan penafsiran atau kegiatan yang menyimpang
(sesat) oleh ulama dari 6 agama yang dilindungi. Pemidanaan ini menggunakan Pasal 156a
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang memang bersumber dari Pasal 4 UU
No.1/PNPS/1965. Beberapa korban kriminalisasi dengan menggunakan ketentuan ini
diantaranya:
a. H.B. Jasin (Kasus Cerpen Langit Makin Mendung Karya Ki Pandji Kusmin);
b. Arswendo Atmowiloto (Kasus Tabloid Monitor);
c. Saleh (Kasus Situbondo);
d. Mas’ud Simanungkalit (Kasus Islam Al-Hanif);
e. Mangapin Sibuea (Kasus Sekte Pondok Nabi);
f. Rus’an (Kasus Artikel Islam Agama Yang Gagal);
g. Ardhi Husein (Kasus YKNCA Probolinggo); dan
h. Syamsuriati (Kasus Lia Eden)

Aksi kebebasan beragama dan berkeyakinan

Keberadaan UU ini pun mendorong berbagai aksi intoleransi dan diskriminasi terhadap kelompok
keagamaan minoritas. Perbedaan tafsir dan kegiatan keagamaan yang tumbuh berkembang di
masyarakat dipandang sebagai suatu hal yang menyimpang atau menodai ajaran keagamaan arus
utama (mainstream), karenanya dinilai pula telah melanggar ketentuan UU ini. Dengan dalih agar
pemerintah menegakan hukum dan mempidanakan mereka yang telah menyimpang atau menodai
ajaran keagamaan arus utama, aksi massa dilakukan, bahkan disertai dengan kekerasan. Aksi tersebut,
oleh pihak kepolisian dipandang sebagai gangguan ketertiban umum. Akan tetapi, pihak korban lah yang
kemudian dianggap sebagai pemicu dari terjadi aksi tersebut, yang pada akhirnya dijadikan alasan oleh
pihak kepolisian untuk melarang atau mengkriminalisasi para korban dengan menggunakan ketentuan
dalam UU ini.

113
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

LBH Jakarta bersama dengan beberapa LSM lain yang tergabung dalam Tim Advokasi Kebebasan
Beragama menilai bahwa UU ini bertentangan dengan UUD 1945, dan oleh karenanya pada Bulan
Oktober 2009 atas nama beberapa lembaga dan individu yang merasa hak konstitusionalnya dirugikan
dengan adanya UU ini, diantaranya: Imparsial, Elsam, PBHI, Demos, Setara, Desantara, YLBHI, Gus
Dur, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq, Tim Advokasi Kebebasan Beragama
mengajukan Uji Materil (Judicial Review) di Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Dalam permohonan tersebut, diajukan beberapa Pasal dalam UUD 1945 yang dijadikan batu uji,
diantaranya: Pasal 1 ayat (3) tentang Negara Hukum, Pasal 27 ayat (1) tentang Persamaan di Muka
Hukum, Pasal 28D ayat (1) tentang Kepastian Hukum, Pasal 28E ayat (1) dan (2) tentang Kebebasan
Beragama atau Berkeyakinan, Pasal 28I ayat (2) tentang Kebebasan Beragama yang tidak dapat
dikurangi dalam keadaan apapun (non derogable), dan Pasal 29 ayat (2) tentang Kemerdekaan Memeluk
Agama dan Beribadah.

Khusus terkait dengan Kebebasan Beragama atau Berkeyakinan, UU ini jelas melanggar kebebasan
beragama atau berkeyakinan utamanya kelompok keagamaan minoritas, sebab UU ini mengkriminalisasi
mereka yang memiliki penafsiran yang berbeda, padahal penafsiran merupakan bagian dari keyakinan
yang tidak dapat dikurangi. Lebih lanjut, UU ini merupakan bentuk koersi yang sebetulnya dilarang dalam
standar kebebasan beragama atau berkeyakinan.

Di dalam permohonan tersebut, dijelaskan pula bahwa UU ini tidak memenuhi syarat pembatasan yang
diperkenankan dalam hak asasi manusia, yaitu; dengan undang-undang, dalam suatu masyarakat
demokratis untuk melindungi kesehatan, keselamatan, ketertiban, dan moral publik, serta hak-hak asasi
orang lain. Oleh karena itu, permohonan uji materil tersebut diajukan untuk meminta agar Mahkamah
Konstitusi menyatakan UU tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

114
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB V
PROGRAM-PROGRAM LBH JAKARTA 2009

I. PROGRAM MEMBUKA AKSES MASYARAKAT MARJINAL TERHADAP KEADILAN –


PELATIHAN DASAR PARALEGAL 2009

Pelatihan Dasar Paralegal merupakan suatu kegiatan di dalam Program Membuka Akses Masyarakat
Marjinal Terhadap Keadilan yang diselenggarakan oleh LBH Jakarta dengan didukung oleh Yayasan
TIFA. Pelatihan ini bertujuan untuk membentuk paralegal sebagai pendamping masyarakat dalam
menghadapi masalah hukum. Di dalam pelatihan tersebut diberikan materi-materi, antara lain:
Keparalegalan, Sistem Hukum Di Indonesia, Pengantar HAM, Pendokumentasian Kasus, Strategi
Advokasi, Mekanisme Kerja. Terakhir dilakukan Rencana Tindak Lanjut. Dan Metode yang digunakan
dalam pelatihan pertama: presentasi oleh para pemateri berupa pengetahuan – pengetahuan dasar
tentang hukum dan Hak Asasi manusia. Kedua: adalah metode partisipatoris dimana para perserta akan
terlibat aktif dalam diskusi dan simulasi dengan dipandu oleh seorang fasilitator. Dengan Metode ini
diharapkan Pelatihan lebih partisipatif sehingga Peserta dapat langsung berlatih dan berpraktek
seandainya ada masalah yang dihadapi.

Pelatihan Dasar Paralegal 2009 diadakan di 5 wilayah di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang, Bekasi).

WILAYAH TEMPAT PELATIHAN WAKTU


Gedung Pusdiklat Kopertais Jl. Asrama Putra Koplek UIN
Jakarta Syarif Hidayatullah. 30 Oktober – 1 November 2009
Depok Graha Insan Cita Jl. Prof Lafran Pane, Depok. 6 – 8 November 2009
Bogor Resort-Hotel Sitamiang, Jl. Raya Puncak Km.82 Cibeureum 13 – 15 November 2009
Cisarua- Bogor 16750.
Bekasi Hotel Grand Pangestu, Jl. Raya Kosambi, Karawang Timur. 20 – 22 November 2009
Tangerang Gedung Pusdiklat Kopertais Jl. Asrama Putra Koplek UIN 4 – 6 Desember 2009
Syarif Hidayatullah.

Pelatihan ditiap wilayah, diikuti oleh 25 orang peserta yang terdiri dari klien LBH Jakarta dan dari
beberapa jaringan, yang terdiri dari Serikat Buruh, Korban Unfair Trial, Komunitas Miskin Kota,
Komunitas – Komunitas yang sedang dalam sengketa tanah, Siswa / Mahasiswa, Komunitas LGBT,
Petani, Komunitas Pedagang, dll.

115
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

II. Program Countering and Preventing Radicalization Pada Lembaga Pemasyarakatan 2009-2010

Program ini dilakukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta bersama dengan Search For Common
Ground Indonesia (SFCGI). Program ini bertujuan untuk mengembangkan pesan-pesan positif dan
model perubahan perilaku yang memperkuat institusi (terutama lembaga pemasyarakatan (lapas),
masyarakat sipil, organisasi, dan media), untuk menumbuhkan toleransi, kesalingpahaman, moderas,
penghapusan tindak kekerasan, dan de-radikalisasi di lapas-lapas di Indonesia. Sasaran pelaksanaan
program adalah terhadap para petugas lapas serta warga binaan. Program dilaksanakan di 8 lapas yakni
lapas Cipinang di Jakarta, Lapas Tangerang di Tangerang, Lapas Palembang di Palembang, Lapas Batu
dan Permisan di Nusakambangan, Lapas Kedung Pane di Semarang, Lapas Porong di Surabaya, serta
Lapas Palu.

Program ini di bagi menjadi beberapa tahap, yakni melakukan baseline assessment terhadap petugas
lapas dan warga binaan, adanya pertemuan para pihak pemangku kebijakan yakni pihak Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan, Kantor Wilayah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, serta para
Kepala Lembaga Pemasyarakatan, melakukan pengembangan kurikulum manajemen konflik, kemudian
dilakukan pelatihan manajemen konflik terhadap sasaran di 8 lapas.

Dokumentasi

Baseline Assesment pada Petugas Lapas

Stakeholder meeting Training of Trainer

116
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

III. PROGRAM REFORMASI HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP)

LBH Jakarta bersama dengan jaringan mengerjakan program reformasi hukum acara pidana (KUHAP).
Jaringan yang tergabung dalam Komite untuk Pembaharuan Hukum Acara Pidana terdiri dari 14
organisasi yaitu LBH Jakarta, LBH Masyarakat, LBH Mawar Saron, LBH Pers,LBH Apik Jakarta, LBH
Semarang, HRWG, ILRC, Arus Pelangi, HuMA, MAPPI, LeiP, Imparsial dan PSHK. Membangun
dukungan dari masyarakat (komunitas hukum adat, korban, akademisi, media, organisasi profesi, CSO
dan OR) dalam proses advokasi RUU KUHAP agar KUHAP ke depan memberikan keadilan dan
perlindungan terhadap kelompok rentan dan termarjinalkan dalam proses pidana. Program yang didanai
oleh Yayasan TIFA dan The HIVOS (The Dutch Embassy in Jakarta) telah berjalan sejak Agustus 2008.
Kegiatan yang telah dilakukan antara lain melakukan sejumlah diskusi publik, penyusunan position
paper, penyusunan renstra periode 2009-2011 dan melakukan pertemuan dengan lembaga-lembaga
negara. Capaian terakhir program ini adalah masuknya RUU Amandemen KUHAP dalam program
legislasi nasional untuk prioritas 2010.

IV. PROGRAM PENYUSUNAN LEGAL REVIEW (KAJIAN HUKUM) TENTANG HUMAN RIGHTS
DEFENDER

LBH Jakarta, Kontras, Yayasan Pulih, HRWG, dan Yayasan Tifa yang tergabung di dalam Human Rights
Support Facilities (HRSF) bekerjasama dengan Komnas HAM melakukan Legal Review (Kajian Hukum)
terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia yang memiliki dampak baik
melindungi maupun menghambat kerja-kerja pembela HAM (human rights defender). Dalam melakukan
review kami menggunakan hak-hak Pembela HAM yang mengacu pada Deklarasi Pembela Ham dan
Panduan Uni Eropa untuk Perlindungan Hak-hak Pembela HAM. Hak-hak Pembela HAM tersebut antara
lain: Hak atas Informasi, Hak atas Berpendapat, Hak atas Publikasi, Hak atas Gagasan Baru HAM, Hak
untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan, Hak atas Pemulihan, Hak atas Berkumpul, Hak Berserikat dan
Berorganisasi, Hak atas Pengakuan sebagai Pembela HAM, dan Hak Menggalang Sumberdaya.

Sebanyak kurang lebih 42 peraturan perundang-undangan yang lingkupnya nasional direview untuk
melihat peluang perlindungan juga hambatannya terhadap hak-hak yang dimiliki oleh pembela HAM.
Legal Review ini berlangsung sejak Oktober – Desember 2009. Pada 23 Desember 2009 telah dilakukan
FGD untuk pengayaan draft Legal Review ini, dengan melibatkan stake holders yang terdiri dari
perwakilan lembaga-lembaga Negara (Kejaksaan Agung, Departemen Hukum dan HAM, dan Komisi
Yudisial) serta perwakilan LSM dari berbagai sector, baik Perburuhan, Lingkungan, Hukum dan HAM.
Hasil sementara Legal Review ini, banyak menunjukan adanya peluang perlindungan atas hak-hak yang
dimiliki oleh pembela HAM, meskipun tidak secara spesifik ditujukan bagi pembela HAM, begitu pula
hambatan terhadap hak-hak pembela HAM dimaksud.

V. KADERISASI
V.1. KALABAHU 2009
LBH Jakarta untuk ke 20 kalinya sejak Tahun 1980 menyelenggarakan Karya latihan Bantuan Hukum
(Kalabahu 2009) dengan Peserta berasal dari kalangan sarjana hukum, mahasiswa hukum dan para
pembela hak asasi manusia dengan total 50 (limapuluh) Peserta, termasuk 5 (Lima) orang yang berasal
dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)/Non-Ilmu Hukum;. Acara pelatihan diadakan pada tanggal 30
Maret sampai Dengan 7 Mei 2009.

117
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

KALABAHU merupakan pembekalan dasar kepada sarjana maupun mahasiswa hukum yang ingin
menjadi praktisi hukum progresif. Penting bagi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta untuk
menyelenggarakan KALABAHU setiap tahunnya. Terdapat dua alasan strategis, pertama KALABAHU
diperuntukan bagi penyebaran ide-ide bantuan hukum structural kemasyarakat. Peserta yang begitu
beragam dan menyebar di berbagai tempat, memudahkan penerapan visi dan misi bantuan hukum.
Setidaknya visi dan misi tersebut dapat dipergunakan sebagai pendekatan atau cara untuk
menyelesaikan sebuah masalah yang muncul.

Kedua, strategis bagi proses regenasi di LBH-LBH, khususnya di LBH Jakarta sendiri. Adanya ribuan
orang pencari keadilan datang ke LBH Jakarta setiap tahunnya, menjadikan KALABAHU sebagai salah
satu tempat mencari bibit tangguh, kreatif, inovatif dan progresif. Kebutuhan sumber daya manusia di
LBH Jakarta sangat penting, karena sangat jarang para praktisi memilih untuk menjadi pembela atau
sering disebut sebagai pembela HAM.

V.2. Rekrutmen VOLUNTEER 2009


Dari 50 orang peserta kalabahu 2009 dan Juga Dari Peserta Kalabahu 2008 LBH Jakarta merekrut 10
orang volunteer sebagai assisten Pengacara publik LBH Jakarta untuk masa bakti satu tahun.

NAMA ASAL PERGURUAN TINGGI


1. Diah Kurniati Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sumpah Pemuda
2. Hendrikus Markus Dhema Universitas Nasional
3. Intan Kumalasari Universitas Nasional
4. M. Ali Fernandes Universitas Islam Negeri Jakarta
5. M. Haris Barkah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Maruli Tua Rajagukguk Universitas Lampung
7. Pratiwi Febry Universitas Indonesia
8. Reza Dimas D Universitas Jayabaya
9. Sidik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Vicky Sylvanie Universitas Udayana

118
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

V.2. Rekrutmen Staf Pengacara Publik Muda


LBH Jakarta merekrut dua orang staff pengacara public muda yakni Sdr. Tommy Albert Tobing, SH
alumnus Universitas Kristen Indonesia tahun 1999, dan Sdr. Alghiffari Aqsa, SH alumni Universitas
Indonesia tahun 2003. Keduanya resmi bertugas sebagai penagacara public LBH sejak 15 Juni 2009.

VI. PROGRAM CAPACITY BUILDING STAF

Edy Halomoan Gurning

1. Kursus HAM tingkat Lanjutan Untuk Pengacara

Kursus diadakan oleh Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat pada tanggal 18 Januari–8 Februari
2009 yang mengambil tempat di GG House, Bogor. Pelatihan ini diisi dengan materi konsep, sejarah
dan Hak Asasi Manusia; Administrasi Keadilan dalam Hukum Hak Asasi Manusia Internasional;
Administrasi Keadilan dalam Hukum Hak Asasi Manusia Nasional; Konsep, tanggung jawab dan
pemenuhan hak asasi manusia pada kelompok perempuan dan anak; Konsep, tanggung jawab dan
pemenuhan hak asasi manusia dalam isu tertentu (agraria; diskriminasi rasial; konflik bersenjata;
lingkungan; ILO; buruh migran); Hukum Humaniter dan Hak Asasi Manusia ; Mekanisme pelaporan di
PBB (UPR); Kejahatan Serius Hak Asasi Manusia; Pengadilan Hak Asasi Manusia Internasional;
Analisa Hukum (Legal Opinion; Legal Audit); Legal Drafting; Citizen Lawsuit; Class Action; Judicial
Review; Strategi dan Tehnik Beracara (Perdata; Pidana; HAM; Mahkamah Konstitusi). Peserta
pelatihan berasal dari lembaga-lembaga advokasi seperri Lembaga Bantuan Hukum (LBH), serikat
buruh, pengacara, serta beberapa lembaga advokasi lainnya yang berasal dari berbagai daerah di
Indonesia.

119
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

2. Advocacy Skill Training for Legal Aid Lawyers (ASTFLAL) 2009

Pelatihan ini diadakan oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) bekerja sama
dengan Kemitraan dan Legal Developmen Facility pada tangga 8-13 Juni 2009 yang mengambil
tempat di Bali. Pelatiahn ini diisi dengan materi Pemeriksaan Saksi-Saksi, Penggunaan dan
Pengajuan Bukti, Menyusun Argumentasi dan Dokumen Hukum, Tinjauan Proses Beracara dalam
Sistem Hukum Common Law, dan Nilai, Prinsip & Kode Etik serta Peran Organisasi Profesi. Peserta
merupakan para pengacara publik yang berasal dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) kantor di
seluruh Indonesia.

3. Training of Trainers (ToT) dalam Manajemen Konflik

Training dilakukan oleh Search For Common Ground (SFCG) pada tanggal 21-26 Juli 2009 di Hotel
Borobudur di Jakarta. Training ini diajarkan oleh rekan-rekan yang berasal dari Consensus, New
York, USA. Mereka membantu peserta untuk mendesain kurikulum dan juga memberi pelatihan
kepada peserta bagaimana melakukan Pelatihan Manajemen Konflik. Peserta pelatihan ini terdiri dari
2 orang dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, 2 orang dari SFCG, 2 orang dari Yayaysan
Prasasti Perdamaian, serta 8 orang petugas lapas yang berasal dari Lapas Cipinang, Tangerang,
Porong, Kedungpane, Nusakambangan, Palembang dan Palu. Training sendiri bertujuan untuk
meberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pengelolaan konflik, mengetahui peran dan
tanggung jawab dari seorang pelatih, mengajarkan keterampilan yang dibutuhkan untuk memfasilitasi
program pelatihan.

120
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Febi Yonesta

4. BASICS OF INTERNATIONAL HUMANITARIAN RESPONSE WORKSHOP

Workshop yang diselenggarakan oleh UNHCR eCentre pada 5 – 12 Oktober 2009 di Hua Hin,
Thailand ini diikuti oleh sekitar 32 peserta yang berasal dari berbagai lembaga baik Pemerintah, non
pemerintah, dan lembaga internasional. Para peserta rata-rata datang dari Negara-negara kawasan
Benua Asia dan Australia. Pokok bhasan workshop ini meliputi: Legal Basis for Humanitarian Work,
Assessment Basics and Bias, Safety in the Field, Basics of Humanitarian Negotiation, dan lain
sebagainya.

5. PELATIHAN KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN UNTUK ADVOKAT DAN PENYUSUNAN RENCANA
STRATEGIS ADVOKASI

Pelatihan yang diselenggarakan oleh YLBHI dengan dukungan dari TIFA Foundation dan Oslo
Coalition ini diikuti oleh perwakilan kantor-kantor LBH di seluruh Indonesia, ditambah beberapa
perwakilan lembaga yang melakukan advokasi isu pluralisme. Pelatihan ini diselenggarakan di
Cipanas, Cianjur, Jawa Barat, pada 9 – 15 Agustus 2009. Pokok bahasan dalam pelatihan tersebut
meliputi: Sejarah dan Falsafah KBB, Hubungan Negara dengan Agama/Kepercayaan dan para
Penganut/Pengikutnya, KBB sebagai hak asasi, Agama dan Kebebasan Berpendapat/Berekspresi,
Strategi dan Pendekatan Advokasi KBB.

M. Isnur

6. Pelatihan Hak Asasi Manusia Tahunan/Internasional Human Right Training Program


Pelatihan ini diselenggarakan oleh Equitas - International Centre for Human Rights Education dan
Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM), Peserta sebanyak 30 orang. merupakan hasil
seleksi dari utusan Lembaga-Lembaga HAM, LSM, dan lembaga Lainnya Se-Indonesia. Pelatihan ini
diselenggarakan di Cimanggis-Bogor Pada Bulan Februari 2009. Pelatihan ini Selain bertujuan untuk
memberikan pemahaman yang mendalam tentang Hak Asasi Manusia dan Strategi Advokasi, juga
memberikan penguatan dan pembelajaran agar semua peserta bias menjadi Pendidik Ham dan
Fasilitator Pendidikan HAM

121
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Kiagus Ahmad B.S.

7. Workshop for Community Trainers

Workshop for Community Trainers, merupakan workshop yang diselenggarakan oleh Centre on
Housing Rights and Evoctions (COHRE) dan Bridges Across Borders Southeast Asia (BABSEA) di
Phnom Penh, Kamboja, 26 – 30 Oktober 2009. Peserta dari Workshop ini berasal dari Indonesia,
India, Vietnam, Kamboja, Timor Timur, Laos, dan Burma, dimana masing – masing negara
mengirimkan 3 peserta. Dari Indonesia yaitu Kiagus Ahmad BS (Kepala Divisi Advokasi dan
Penangan Kasus LBH Jakarta), Siti Rahmawati (Direktur LBH Semarang) dan Martha Sumampaouw
(Staf Program YLBHI).

Workshop ini memberikan pembekalan bagi para partisipan dalam mengadakan pelatihan –
pelatihan yang berkaitan dengan hak atas perumahan di dikomunitas, dan panduan atas informasi
dan aktifitas apa yang harus dilakukkan komunitas dalam menghadapi penggusuran. Selain itu
tujuan dari advokasi ini adalah peserta diharapkan dapat melakukan advokasi yang strategis dalam
menghadapi penggusuran.

122
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

BAB VI
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Data kasus dan kebijakan yang dikerjakan LBH Jakarta sepanjang 2009 secara keseluruhan meningkat.
Hal ini mencerminkan bahwa pelanggaran HAM masih terjadi sepanjang tahun 2009 dengan pola yang
berulang, yaitu kriminsalisi, diskriminasi, undue delay, privatisasi, deregulasi, disharmonisasi.
Pelanggaran tersebut dilakukan oleh negara dengan cara berbuat (by comission) ataupun dengan cara
tidak berbuat (by omission).

Negara secara aktif mengeluarkan kebijakan hukum yang justru mengkriminalisasi rakyat miskin,
termasuk mereka yang mempertahankan hak dan kritis terhadap pemerintah. Hal ini terlihat dari tidak
diterimanya uji material terhadap Perda Ketertiban Umum yang mengkriminalisasi pekerja sektor
informal, disahkannya UU Pornografi dan meningkatnya penggunaan pasal-pasal penghinaan aktivis
buruh, pengungkap korupsi, korban buruknya pelayanan publik dan aktivis HAM.

Kebijakan yang diskriminatif juga meningkat sepanjang tahun 2009, baik dalam hal substansi maupun
dalam hal prosedur, perda-perda diskriminatif yang tidak singkron dengan tata urutan perundang-
undangan, dibiarkan berlaku oleh pemerintah. Sementara sistem hukum yang dibuat sangat rapuh dan
fleksibel sehingga dengan mudah dimanfaatkan oleh pihak yang berkuasa untuk merepresi rakyat
miskin, seperti yang terjadi dalam perkara pidana dan perkara perdata yang tumpul ketika digunakan
oleh rakyat marjinal namun sangat tajam ketika digunakan untuk mengkriminalkan rakyat marjinal.

Berdasarkan studi kebijakan yang menawarkan perspektif dalam memposisikan negara, hukum dan
masyarakat (John Howe, 2005:148) maka kebijakan hukum pada dasarnya dilihat sebagai alat
perubahan masyarakat tetapi juga alat politik kekuasaan. Berdasarkan studi in maka kebijakan yang
berdampak pada kriminalisasi, privatisasi, dan diskriminasi memang sengaja diciptakan untuk mencapai
tujuan politik tertentu.

Deregulasi sebagai strategi menghadapi globalisasi yang digunakan beberapa negara, terjadi juga di
Indonesia. Deregulasi tidak berarti menghapuskan seluruh kebijakan yang ada dan menyerahkan
sepenuhnye kepada pasar (liberalisasi), namun berarti pengaturan ulang wewenang negara di dalam
sistem ekonomi, sosial dan politik untuk mencapai tujuan tertentu. Dengan demikian campur tangan
negara diarahkan sesuai dengan tujuan tersebut. Deregulasi terjadi di seluruh pola pelanggaran hak
asasi manusia. Dalam hak ekosob misanya, kebijakan negara justru mengurangi intervensi negara untuk
penegakan hukum terhadap pelanggaran hak atas pekerjaan. Namun dalam pelanggaran kebebasan
berserikat negara justru bersama dengan modal merepresi aktivis buruh. Dalam hak sipol, intervensi
negara justru diarahkan terhadap aktor yang mengkritik pemerintah atau pihak yang berkuasa secara
ekonomi dan politik. Negara melalui aparatnya mengkriminalisasi mereka yang menggunakan hanya
dalam berpendapat dan beragama/berkeyakinan.

Mereka yang menjadi korban diskriminsasi, krimisalisasi, deregulasi menghadapi jalan buntu ketika
menempuh mekanisme pemulihan. Mekanisme pemulihan yang dibangun oleh negara tidak mampu
memberikan jalan keluar. Program yang diarahkan pada pengembangan institusi justu berujung pada
berlarut-larutnya proses hukum yang membuat masyarakat korban menjadi korban berkali-kali seperti
yang terjadi dalam kasus di kepolisian yang menahun. Proses yang berlarut-larut diperparah dengan

123
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

ketidaktransparanan proses, di mana semakin tinggi tingkat penyelesaian, semakin rendah tingkat
transparansinya. Akibatnya masyarakat korban dan pencarian keadilan dikeluarkan dari proses
pemulihan. Proses terhadap beberapa kasus publik justru terhenti di dalam institusi negara itu sendiri
karena aparat penegak hukum tidak mau melakukan terobosan hukum yang responsif terhadap
kebutuhan masyarakat.

Di tengah buruknya penegakan hukum dan HAM oleh negara, terdapat kecenderungan meningkatnya
sikap kritis masyarakat. Tingginya angka kriminalisasi juga mencerminkan semakin beraninya
masyarakat berkonfrontasi dengan penguasa yang menjadi pelaku pelanggar hukum dan HAM. Selain
itu, semakin banyak masyarakat yang menggunakan mekanisme hukum untuk mengeluhkan buruknya
pelayanan publik.

Walaupun tingkat kesadaran masyarakat belum merata, namun sepanjang tahun 2009 media massa
berhasil mengekspos reaksi masyarakat terhadap kebijakan negara yang dirasa tidak adil. Sayangnya
kesadaran tersebut belum mampu menghasilkan perubahan yang mendasar terhadap penegakan hukum
dan HAM yang adil.

B. Rekomendasi

Setelah menganalisa pola pelanggaran hukum dan HAM melalui seluruh kasus dan kebijakan sepanjang
tahun 2009, maka LBH Jakarta merumuskan beberapa rekomendasi yang ditujukan kepada negara dan
masyarakat. Beberapa rekomendasi sebagian masih sama dengan tahun sebelumnya, namun tetap
diusulkan karena hingga tahun ini belum dikerjakan oleh negara.
1. Perlunya mengarusutamakan keadilan substansial baik dalam implementasi tugas dan
wewenang aparat penegak hukum maupun dalam upaya pembaharuan hukum acara pidana;
2. Perlunya memperkuat pengawasan eksternal terhadap insitusi negara yang befungsi sebagai
remedy dan berperan dalam penegakan hukum dan HAM. Masyarakat perlu diberikan ruang
seluas-luasnya untuk turut berpartisipasi dalam mengawasi kinerja aparat secara langsung tanpa
terhalangi oleh ancaman kriminalisasi dan viktimisasi. Secepatnya mengurangi undue delay
dalam mekanisme pemulihan dan kriminalisasi terhadap pencari keadilan
3. Negara harus mencabut berbagai paraturan diskriminatif dan inkonstitusional yang hadir dan
menjadi penghambat terwujudnya konsolidasi demokrasi. Lebih Jauh untuk segera melakukan
harmonisasi dengan UUD 1945 dan Instrumen Internasional HAM.
4. Negara perlu memperkuat kontrolnya terhadap modal yang kerap menyebabkan pelanggaran
HAM. Implementasi atas sanksi yang tegas terhadap perusahaan yang melanggar hak buruh
dan masyarakat. Khususnya terkait hak kebebasan berserikat dan berorgabnisasi bagi buruh.
5. Negara harus mencegah semakin luasnya pergeseran sifat publik dari kewajiban negara untuk
melindungi hak-hak asasi manusia khususnya hak eksosob ke ruang-ruang privat.
6. Perlunya untuk memainstreamkan penegakkan hak-hak ekosob termasuk memberikan prosedur
yang memadai sehingga hak-hak eksosob dapat diklaim secara effektif oleh korban
(justiciabilitas)

124
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

LAMPIRAN

LAPORAN KEUANGAN

PENGELUARAN PER NOVEMBER 2009


LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA

No Keterangan Jumlah
1 BIAYA PROGRAM 492,997,850
2 BIAYA OVERHEAD 406,253,850
3 BIAYA LAINNYA 1,395,890

TOTAL 900,647,590

125
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

PENERIMAAN PER NOVEMBER 2009


LEMBAGA BANTUAN HUKUM JAKARTA

No Keterangan Jumlah
1 ADMINISTRASI KLIEN 17,330,000
2 DONASI KLIEN 66,969,200
3 LEMBAGA DONOR DRSP 89,713,450
4 LEMBAGA DONOR TIFA 226,225,000
5 LEMBAGA DONOR HIVOS 144,820,000
6 LEMBAGA DONOR COMMON GROUND 112,500,000
7 LEMBAGA DONOR LAINNYA 5,151,000
8 SUMBANGAN STAF 30 % HONOR 8,281,600
9 LAINNYA 38,056,670

TOTAL 709,046,920

126
[Catatan Akhir Tahun-Laporan Hukum dan HAM 2009 - LBH Jakarta]

Team Penyusun
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta

Editor :
Nurkholis Hidayat
Restaria Hutabarat

Kontributor/ penulis:

Alghifari Aqsa
Dwi Septiyani
Edy Halomoan Gurning
Febi Yonesta
Kiagus Ahmad Belasati
Muhamad Isnur
Nurkholis Hidayat
Restaria F. Hutabarat
T. Sri Haryanti
Tommy Albert Tobing

Asisten Pengacara Publik:

Diah Kurniati
Hendrikus Markus Dhema
Intan Kumalasari
M. Ali Fernandes
M. Haris Barkah
Maruli Tua Rajagukguk
Pratiwi Febry
Reza Dimas D
Sidik
Vicky Sylvanie

Staf Umum:

Uni Illian Marchianty


Eva Verawati
Ratman
Sagino
Abdul Rosyid

(c) semua dokumentasi foto-foto diambil dari Pubdok LBH Jakarta

127

Anda mungkin juga menyukai