Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN HASIL DISKUSI PRESENTASI MATA KULIAH

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Laporan ini disusun dengan tujuan memenuhi salah satu kriteria kelulusan
pada mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang dibimbing oleh:
Drs. Darmawan, M.Pd.

Disusun Oleh:
Pashakayla Tirza (2201063)

SISTEM INFORMASI KELAUTAN


UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SERANG
TAHUN 2022
Jl. Ciracas No.38, Serang, Kec. Serang, Kota Serang, Banten 42116
A. HASIL DISKUSI
Berikut adalah Pertanyaan yang ditujukan pada Kelompok 5 beserta jawaban dan
sanggahan dari anggota kelompok lain.

TERMIN 1
1. Dimas kelompok 3
Lalu bagaimana pengimplementasian hak anak tersebut pada anak anak yang
kurang berpendidikan/anak jalanan

Dalam memberikan perlindungan hukum terhadap anak terlebih anak jalanan


dalam perspektif hukum positif memiliki dua alasan penting mengapa anak harus
dilindungi pertama anak adalah generasi penerus dan masa depan bangsa, yang
kedua adalah kelompok masyarakat yang secara kodrati lemah. Negara sebagai
pemegang otoritas untuk menjaga dan melindungi setiap warganya tidak
terkecuali anak, wajib memberikan perhatian dan perlindungan bagi anak, dan
salah satu upaya yang dilakukan Negara adalah membuat berbagai macam
peraturan perundang-undangan yang dapat menjaga hak-hak anak sebagai warga
negara dan hak-hak keperdataan lainnya serta melindungi anak dari berbagai
tindak kekerasan dan diskriminasi termasuk anak yang bermasalah hukum.

Konvensi PBB telah menjadikan Indonesia dan mengikat seluruh warga


negara Indonesia. Dan tema besar konvensi tersebut juga telah ada dalam
konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 Pasal 28B ayat (2) UUD 1945
telah memberikan perlindungan terhadap anak dengan menyatakan bahwa
“setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta
berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Demikian juga telah
diadopsi dalam beberpa undang-undang telah diberlakukan misalnya UU No. 39
Tahun 1999 tentang hak azasi manusia yang didalamnya mengatur tentang hak
asasi anak melalui beberapa pasal. Kemudian dalam UU No. 23 Tahun 2002
tentang perlindungan anak (UUPA) UUPA ini dimaksudkan sebagai undang-
undang paying (umbrella’s law) yang secara sui generis mengatur hak-hak anak.
UU No. 23 Tahun 2002 telah mengalami perubahan menjadi UU No. 35 Tahun
2014 tentang perlindungan anak yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.

2. Wawan kelompok 5
Bagaimana analisis kalian mengenai hak asasi manusia di Indonesia?

penegakan hak asasi manusia di Indonesia pada 2019 belum mengalami


kemajuan yang berarti. Berbagai komitmen dan agenda perbaikan kondisi HAM
yang dimandatkan Nawacita, Rencana Pembangunan Jangka Mengengah
Nasional (RPJMN), dan Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia
(RANHAM) belum menunjukkan pencapaian yang signifikan.

catatan penegakan hak asasi manusia pada 2019 yang diterima oleh Komnas
HAM. Sepanjang 2019, Komnas HAM menerima 2.757 (dua ribu tujuh ratus
lima puluh tujuh) aduan yang datang dari seluruh Indonesia. Wilayah terbanyak
pengadu datang dari DKI Jakarta, Sumatera Utara dan Jawa Timur dengan isu
yang paling banyak diadukan adalah hak atas kesejahteraan terkait sengketa
lahan, sengketa ketenagakerjaan, serta kepegawaian.

Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, lembaga yang paling banyak diadukan ke


Komnas HAM adalah kepolisian. Namun, jumlah aduan terkait kepolisian dari
tahun ke tahun mengalami penurunan. Komnas HAM juga memberikan
perhatian khusus untuk isu-isu yang dianggap penting bagi masa depan
demokrasi dan hak asasi manusia seperti penyelesaian pelanggaran HAM yang
berat, konflik agraria, intoleransi, dan lain-lain.

di samping hak atas kesehatan, pelayanan publik dan penyelesaian keadilan yang
berkaitan dengan pengaduan, sengketa dan konflik antara lembaga pemerintah
dengan masyarakat juga terdampak. Pemerintah harus mampu meyakinkan
masyarakat bahwa mereka menghormati kebebasan sipil dan hak asasi manusia.
Dengan begitu, ketika ada kritik, masukan dan partisipasi tidak direspon negatif
dan bahkan berujung pada proses hukum.

3. Rifki kelompok 2
Apakah kasus Ferdi sambo termasuk pelanggaran HAM, apabila termasuk
pelanggaran ham, sebutkan apa saja pelanggan tersebut

Iya, erikut 4 pelanggaran HAM yang ditemukan di kasus Brigadir J.

1. Pelanggaran Hak untuk Hidup


Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara mengatakan, poin yang pertama
ialah pelanggaran hak untuk hidup. Menurutnya, hak untuk hidup ini dijamin
pada Pasal 9 UU No 39 Tahun 1999.

2. Pelanggaran Hak untuk Memperoleh Keadilan


Pelanggaran yang kedua, adalah hak bagi Brigadir J untuk memperoleh keadilan.
Seperti diketahui, Brigadir J dilaporkan melakukan dugaan pelecehan seksual
kepada Putri Candrawathi, tetapi ditembak mati tanpa melalui proses hukum.

3. Pelanggaran Obstruction of Justice


Kemudian, pelanggaran HAM ketiga dalam kasus ini adalah obstruction of
justice atau upaya penghalangan proses hukum. Hal itu dibuktikan dengan fakta
adanya perusakan barang bukti hingga mengaburkan peristiwa yang terjadi
dalam kasus ini.

4. Pelanggaran Hak Anak Keluarga Ferdy Sambo


Keempat, Aadanya pelanggaran hak anak untuk mendapatkan perlindungan dari
kekerasan fisik dan mental. Dalam kasus ini, anak yang dimaksud adalah anak
dari Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

4. Hikmal kelompok 4
bagaimana pendapat kelompok 6 mengenai hukuman mati yang bertentangan
dengan prinsip dan nilai hak asasi manusia?

Pasal 28A Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan setiap orang


memiliki hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran
dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui
sebagai pribadi di depan hukum, serta berhak mempertahankan hidup dan
kehidupannya.

Tetapi, peraturan perundang-undangan di bawahnya tetap


mencantumkan ancaman hukuman mati. Hingga tahun 2006, tercatat ada
sejumlah peraturan perundang-undangan yang masih memiliki ancaman
hukuman mati, di antaranya KUHP, UU Narkotika, UU Anti Korupsi, UU Anti
terorisme, serta UU Pengadilan HAM. Artinya, hukuman mati di Indonesia
memiliki dasar hukum yang jelas, namun hal itu tetap saja dianggap melanggar
HAM. UUD 1945 menghargai hak hidup, namun peraturan perundang-
undangan juga merinci hal-hal khusus.

Hampir tidak pernah dipikirkan bahwa “korban kejahatan” juga memiliki


hak untuk hidup, namun oleh para “penjahat”, hak hidup para korban itu telah
hilang dan tidak pernah diperhatikan. Buktinya, pro-kontra penghilangan hak
hidup itu baru muncul jika negara akan menghukum mati seseorang. “Hampir
tidak pernah diperdebatkan mengenai korban yang ditimbulkan oleh penjahat
bersangkutan, sehingga penjahat tersebut juga layak dihilangkan nyawanya,”
ungkapnya.

Hukuman mati itu tidak melanggar HAM, bahkan hukuman mati itu juga
merupakan bagian dari penegakan HAM, karena HAM juga harus ditegakkan
secara adil untuk semua pihak tanpa kecuali. Artinya, eksekusi mati bukan
berarti eksekusi HAM.
5. Yasmin kelompok 9
Apa pandangan Anda soal “tes keperawanan” yang sekarang dipakai dalam
seleksi para gadis di beberapa sekolah maupun pekerjaan di Indonesia?

Permasalahan tes keperawanan tentu adalah sebuah alarm peringatan bagi


sebuah negara yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum yang memiliki
kewajiban untuk melindungi HAM.

Ada beberapa poin yang patut dijadikan alasan mengapa tes keperawanan
ini patut dihapuskan. Pertama, tes keperawanan adalah sebuah penghinaan
terhadap martabat perempuan. Pasal (1) Convention on The Elimination of All
Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) menyatakan bahwa
“diskriminasi terhadap perempuan” berarti setiap pembedaan, pengucilan atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh
atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau
penggunaan hak-hak azasi manusia dan kebebasankebebasan pokok di bidang
politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum
perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara
laki-laki dan perempuan. Tes ini tentu sangat diskriminatif, karena disini budaya
patriarki terlihat begitu mencolok dengan menjadikan perempuan sebagai objek
dan komoditas, sangat jauh dari kesetaraan.

Kedua, tes keperawanan adalah salah satu bentuk penyiksaan fisik dan
mental terhadap perempuan. Dalam rilis yang dilakukan Human Rights Watch,
salah seorang calon polwan menyatakan bahwa “tes dua jari” yang dialaminya
di sebuah aula dengan 20 orang peserta membuatnya merasa amat malu karena
harus menanggalkan seluruh pakaiannya, bahkan ada seorang peserta pingsan
setelah menjalaninya. [4] pengaturan perihal penyiksaan ini telah tercantum
dalam Pasal (1) Convention Againts Torrture & Others Cruel, Inhuman or
Degraing Punishment (CAT) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU
Nomor 5 tahun 1998 menyatakan bahwa “penyiksaan” berarti setiap perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja sehingga menimbulkan rasa sakit atau
penderitaan yang hebat, baik jasmani maupun rohani, pada seseorang untuk
memperoleh pengakuan atau keterangan dari orang itu atau dari orang ketiga,

Ketiga, diberlakukannya tes keperawanan tidak menjamin akan


terbentuknya perilaku yang baik dan terpuji. Hingga saat ini belum pernah ada
kajian ilmiah yang membuktikan bahwa keperawanan seseorang berbanding
lurus terhadap perilaku yang baik dan terpuji. Justru tes ini akan menggiring
opini publik dengan melabelisasi (stereotip) perempuan dari satu sisi saja.

Keempat, apabila tujuannya untuk mencegah seks bebas, tentu langkah


yang ditempuh seharusnya lebih kearah pencegahan seperti penyuluhan
mengenai bahaya free sex, bukan sebaliknya mengungkap siapa yang perawan
atau tidak.
Kelima, setiap individu memiliki hak untuk menentukan nasibnya sendiri
(right to self determination) yang merupakan salah satu hak fundamental
manusia serta tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun (non-derogable
rights) dan pilihan atas perawan atau tidaknya seseorang adalah tanggungjawab
serta pilihan masing-masing individu. Sehingga negara dalam hal ini memiliki
kewajiban untuk menghormati (to respect), memenuhi (to fulfill), dan
melindungi (to protect) hak tersebut.[5]

6. Rahma kelompok 11
Apa tantangan hak perempuan di Indonesia? Langkah apa yang harus diambil
guna melindungi dan meningkatkan perlindungan hak perempuan? Apakah
Anda dukung RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender?

masalah yang dihadapi perempuan terkait ketidakadilan gender


diantaranya hak integritas fisik, hak atas pemilihan jodoh, hak dalam
melakukan hubungan seksual, hak menentukan kelahiran dan hak atas
pelayanan aborsi yang aman serta masalah perempuan dalam pemerintahan
(perwakilan parlemen

1. Daya tawar lebih kuat dalam negosiasi perundang-undangan


Status Komnas Perempuan saat ini masih lebih berkarakter gerakan sosial,
bahkan kerap terlihat seperti organisasi non pemerintah pada umumnya.
Sebenarnya itu tidak keliru. Tetapi karakter ini cenderung membuat Komnas
Perempuan terpinggirkan dari proses pembuatan kebijakan publik.

2. Memandu pembuatan kebijakan publik soal perempuan


Dengan posisinya yang lebih kuat, Komnas Perempuan bisa mendorong
pembuatan dan pengawasan kebijakan publik lain yang berhubungan dengan
perempuan, misalnya dalam bidang pencapaian tujuan pembangunan yang
berkelanjutan (Sustainable Development Goals—SDGs).

3. Menyelidiki kasus kekerasan terhadap perempuan


Lembaga ini juga perlu diberi kewenangan yang menempatkannya menjadi
bagian dari sistem peradilan pidana. Untuk itu, penguatan landasan hukum
Komnas Perempuan dalam bentuk undang-undang sebaiknya memberi mandat
untuk melakukan penyelidikan, seperti mandat yang dimiliki Komnas HAM.

tersebut merupakan langkah yang dibutuhkan jika Indonesia benar-benar ingin


memperbaiki situasi perlindungan perempuan dan penghormatan atas kesetaraan
berbasis gender, dengan lebih berpihak pada hak-hak korban. Sudah waktunya
kita mendengarkan suara-suara korban

Dan saya setuju dengan adanya RUU Kesetaraan dan Keadilan Gender,
Dalam kenyataan kehidupan masyarakat Indonesia, berbagai studi
menunjukkan, persamaan dan keadilan dalam memperoleh manfaat yang sama
dan adil dari hasil-hasil pembangunan antara laki-laki dan perempuan
(termasuk anak perempuan) belum tercapai, terutama disebabkan masih
sangat kuatnya budaya patriarki dan perspektif laki-laki dalam mempengaruhi
pola pikir, pola perilaku, dan pengambilan keputusan termasuk pengambilan
kebijakan.

Perwujudan keadilan dan kesetaraan gender sebagai asas dalam


pemenuhan hak asasi perempuan, hanya dapat tercapai bila pengetahuan
mengenai konstruksi sosial gender, pengalaman ketubuhan perempuan, sudut
pandang, kebutuhan, dan kepentingan perempuan terintergrasi dalam
keseluruhan tatanan pengetahuan.

7. Hawila kelompok 1
Pada UU 2000 pasal 8 dijelaskan bahwa hukuman bagi pelanggaran HAM
berat yaitu hukuman mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling lama 25 tahun, mengapa pada kasus marsinah pelaku tersebut di
bebaskan, hanya dengan uang jaminan, dan apa jaminan pemerintah bagi
pelaku agar tidak melakukan pelanggaran ham tersebut lagi?

Karena tidak ada bukti murni tentang kasus marsinah dan MA


(Mahkamah agung) membatalkan vonis pembunuh marsinah karena tidak ada
bukti kuat tentang pembunuhan tersebut.

Namun jika merujuk pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia


Tahun 1945 (UUD NRI 1945), jelas bahwa tindakan pembunuhan merupakan
upaya berlebihan dalam menyikapi tuntutan marsinah dan kawan-kawan buruh.
Jelas bahwa tindakan oknum pembunuh melanggar hak konstitusional
Marsinah, khususnya hak untuk menuntut upah sepatutnya. Hak tersebut secara
tersurat dan tersirat ditegaskan dalam Pasal 28D ayat (2) UUD NRI tahun 1945,
bahwa setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja.

Upaya-upaya yang dilakukan pemerintah untuk menegakkan dan melindungi


HAM di antaranya:
1. Memasukkan HAM ke dalam UUD 1945 dan melakukan penyesuaian
terhadap pasal-pasal yang berkaitan dengan penegakan HAM,
2. Menerbitkan berbagai peraturan perundang-undangan sebagai instrumen
nasional HAM,
3. Membentuk Komisi Nasional HAM dan Pengadilan HAM, serta
lembaga-lembaga lain yang berwenang dalam penegakan HAM,
4. Menyelesaikan berbagai pelanggaran HAM dengan menyeret para
pelakunya ke pengadilan HAM.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam upaya penegakan HAM di antaranya
dilakukan dengan cara:
1. Tidak mentolerir setiap pelanggaran HAM yang terjadi,
2. Melaporkan terjadinya pelanggaran HAM kepada Komnas HAM atau
lembaga yang berwenang,
3. Melakukan penelitian atau menyebarluaskan informasi mengenai HAM,
baik secara mandiri maupun bekerja sama dengan Komnas HAM,
4. Mengajukan usulan mengenai perumusan kebijakan yang berkaitan
dengan HAM kepada Komnas HAM atau lembaga lain,
5. Mendukung upaya penegakan HAM, namun tetap bersikap kritis.

8. Alna kelompok 8
Hak relativisme budaya memandang Hak Asasi Manusia berbedabeda, terbatas
pada wilayah tempat tinggal dan kebudayaan, mengapa terbatas?

Teori relativisme budaya memandang Hak Asasi Manusia berbeda-beda,


terbatas pada wilayah tempat tinggal dan kebudayaan. Apa yang menjadi hak
bagi satu kelompok masyarakat belum tentu menjadi hak bagi kelompok
masyarakat yang lain. Perbedaan persepsi tentang hak ini didukung juga oleh
Todung Mulya Lubis yang menyebutkan, “Perbedaan-perbedaan tradisi budaya
di antara masyarakat menyebabkan perbedaan-perbedaan pula pada pemikiran
dan persepsi tentang manusia, termasuk dalam hal hak asasi manusia.”18 Teori
relativisme budaya berseberangan dengan teori universalisme yang memandang
bahwa setiap manusia memiliki Hak Asasi Manusia yang sama.

ada intinya penganut paham relativisme budaya tidak membedakan antara


moral dan hukum, relativisme budaya memiliki pandangan nya sendiri bahwa
perlindungan dan instrumentalisasi hak asasi manusia merupakan bentuk
keangkuhan atau penjajahan budaya (cultural imperialism) dari bangsa Barat.
Relativisme budaya menganggap bahwa universalisme adalah bentuk perusakan
keragaman budaya dan bentuk hegemonisasi budaya (cultural hegemonisation)
menuju satu dunia modern

Anda mungkin juga menyukai