NPM : 12162201200038
PRODI : AKUNTANSI
ANGKATAN : 2020
JUDUL TUGAS :
Masalah – Masalah Penegakan Hukum Oleh Aparat Penegak Hukum dalam Kehidupan
Sehari – hari dan Analisis Masalahnya .
Jawaban :
Untuk menjalankan hukum sebagaimana mestinya, maka dibentuk beberapa lembaga aparat
penegak hukum, yaitu antara lain: Kepolisian yang berfungsi utama sebagai lembaga
penyidik; Kejaksaan yang fungsi utamanya sebagai lembaga penuntut; Kehakiman yang
berfungsi sebagai lembaga pemutus/pengadilan; dan lembaga Penasihat atau memberi
bantuan hukum.
Nyatanya dalam kehidupan Berbangsa masih banyak perilaku warga negara khususnya
oknum aparatur negara yang belum baik dan terpuji, terbukti masih ada praktik KKN, praktik
suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji.
Masih ada potensi konflik dan kekerasan sosial yang bermuatan SARA, tawuran, pelanggaran
HAM, dan sikap etnosentrisme.
Maraknya kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan
ditangani secara tuntas.
Mengapa banyak oknum aparatur negara yang belum baik dan terpuji? Siapa aparat penegak
hukum atau badan peradilan yang ada di Indonesia? Mereka masih melakukan praktik KKN
yang merugikan keuangan negara yang dikumpulkan dari uang rakyat melalui pajak, praktik
suap, perilaku premanisme, dan perilaku lain yang tidak terpuji. Padahal, ketika bangsa
Indonesia memasuki era reformasi masalah-masalah tersebut telah menjadi perhatian dan
target bersama untuk diberantas atau dihilangkan;
Mengapa masih terjadi konflik dan kekerasan sosial yang bernuansa SARA, bahkan mereka
tawuran dengan merusak aset negara yang dibiayai dari pajak, melanggar HAM, bersikap
etnosentrisme padahal bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang ramah, santun, dan
toleran? Siapa saja yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konflik dan
kekerasan?;
Mengapa setelah Indonesia merdeka lebih dari setengah abad masih marak terjadi
kasus-kasus ketidakadilan sosial dan hukum yang belum diselesaikan dan ditangani secara
tuntas? Siapa yang bertanggung jawab untuk menyelesaikan masalah konflik dan kekerasan?;
Mengapa masih saja terdapat warga negara yang tidak patuh akan kewajibannya
sebagai Wajib Pajak? Sebagaimana kita tahu bahwa pajak adalah tulang punggung
penerimaan negara, akan tetapi masih saja terdapat kasus di mana Wajib Pajak berusaha
melakukan penghindaran pajak maupun rekayasa perpajakan yang bersifat melanggar hukum
sebagaimana yang dilakukan PT. Asian Agri pada Tahun 2002-2005. Siapa yang
bertanggungjawab terhadap pelanggaran terhadap Hukum ini ?
Banyaknya kasus perilaku warga negara sebagai subyek hukum baik yang bersifat
perorangan maupun kelompok masyarakat yang belum baik dan terpuji atau melakukan
pelanggaran hukum menunjukkan bahwa hukum masih perlu ditegakkan. Persoalannya,
penegakan hukum di Indonesia dipandang masih lemah. Dalam beberapa kasus, masyarakat
dihadapkan pada ketidakpastian hukum. Rasa keadilan masyarakat pun belum sesuai dengan
harapan. Sebagian masyarakat bahkan merasakan bahwa aparat penegak hukum sering
memberlakukan hukum bagaikan pisau yang tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas. Apabila
hal ini terjadi secara terus menerus bahkan telah menjadi suatu yang dibenarkan atau
kebiasaan maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi revolusi hukum. Oleh karena itu,
tantangan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia saat ini adalah menghadapi persoalan
penegakan hukum di tengah maraknya pelanggaran hukum di segala strata kehidupan
masyarakat.
Penegakan hukum bertujuan untuk mewujudkan peraturan hukum demi terciptanya ketertiban
dan keadilan masyarakat. Apa yang tertera dalam peraturan hukum (pasal-pasal hukum
material) seyogianya dapat terwujud dalam proses pelaksanaan/penegakan hukum di
masyarakat. Dengan kata lain, penegakan hukum pada dasarnya bertujuan untuk
meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat sehingga masyarakat
merasa memperoleh perlindungan akan hak-hak dan kewajibannya.
Namun ada beberapa masalah penegakan Hukum Oleh aparat Penegak Hukum dalam
kehidupan sehari – hari Mari kita perhatikan kasus yang terjadi di masyarakat sebagai
berikut.
Sumber: http://hukum.kompasiana.com/2012/01/08/
Pada kasus pencurian sandal jepit oleh AAL sangat tidak mencerminkan suatu keadilan
seperti makna keadilan yang ada dari beberapa teori hukum. Briptu Rusdi Harahap sebagai
aparat penegak hukum yang langsung menuduh AAL serta melakukan tindakan main
hakim sendiri dan memperlakukan AAL secara semena-mena. AAL beserta temannya
dipukul, ditendang, ditinju dan bahkan disekap oleh Briptu Rusdi Harahap. Hal ini sangat
mencerminkan ketidakadilan, apabila jika kita bandingkan kasus-kasus AAL dengan
kasus-kasus besar yang ada di Indonesia.
AAL diputus oleh Pengadilan Palu, Sulawesi Tengah secara formal terbukti bersalah
walaupun sandal yang menjadi barang bukti itu bukan merupakan sandal merk “eiger”
yang dituduhkan oleh Briptu Rusdi Harahap. Hukum memang mengandung tiga nilai seperti
yang dikemukakan oleh Gustav Radbruch, yaitu kepastian, keadilan dan kemanfaatan. Dari
ketiga aspek ini yang menjadi prioritas pertama adalah keadilan terlebih dahulu, baru diikuti
dengan kemanfaatan lalu baru kepastian. Akan tetapi pada kasus AAL ini hanya kepastian
hukum yang diprioritaskan dan mengesampingkan keadilan dan kemanfaatan.
Sandal yang dicuri AAL adalah merk “ando” bukan merk “eiger” yang dimaksud oleh Briptu
Rusdi Harahap. Sehingga sandal yang diambil oleh AAL merupakan sandal tidak bertuan.
Apabila mengambil sandal yang tidak bertuan diibaratkan seperti mengambil ikan dilaut.
Seharusnya AAL tidak dinyatakan bersalah. Sangat jelas terlihat bahwa hakim
menyalahgunakan kekuasaannya dengan tidak memperhatikan barang bukti yang tidak sesuai
dan bahkan tidak ada yang dirugikan dengan diambilnya sandal jepit tersebut . Malah
sebaliknya Aal sebagai terdakwa bahkan dapat di balik yaitu sebagai korban yang dirugikan,
karena sebagai seorang anak yang tidak paham haknya dalam hukum hanya menuruti
perintah-perintah dari yang berkuasa. Aspek finalitas yang menunjuk pada tujuan keadilan,
yaitu memajukan kebaikan dalam hidup manusia. Tidak didapatkan oleh Aal sebagai korban.
Sebagai anak-anak seharusnya untuk dipenuhinya aspek finalitas dan aspek kepastian Sanksi
pada kasus kenakalan anak adalah pembinaan oleh orang tuanya. Namun, prosesnya tidak
bagus. Aal diperlakukan seperti terdakwa yang telah dewasa.
Sejalan dengan aliran Sociological Jurisprudence yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa
hukum positif akan berjalan secara efektif apabila selaras dengan hukum yang hidup dalam
masyarakat. Hukum positif hanya memilik nilai keadilan yang terbatas, sedangkan
hukum yang ada dan hidup dalam masyarakat mempunyai kadar keadilan yang langgeng.
Hukum yang baik harus dapat memenuhi rasa keadilan yang selalu berkembang mengikuti
nilai keadilan yang ada dalam masyarakat. Dengan berkaca pada aliran Sociological
Jurisprudence ini, diharapkan para aparat penegak hukum dapat memperhatikan hukum yang
hidup dalam masyarakat baik bentuknya tertulis maupun tidak tertulis. Sehingga dalam kasus
sandal jepit oleh Aal ini harus juga diperhatikan rasa keadilan yang ada dalam masyarakat,
apakah adil apabila seorang Aal yang mengambil sandal jepit yang tidak ada nilai
ekonominya dan juga tidak bertuan itu dinyatakan bersalah.
Proses restorative justice pada dasarnya dilakukan melalui diskresi (kebijaksanaan) dan
diversi ini, merupakan upaya pengalihan dari proses peradilan pidana ke luar proses formal
untuk diselesaikan secara musyawarah. Penyelesaian musyawarah sebenarnya bukan hal
yang baru untuk bangsa Indonesia . Sasaran akhir restorative justice ini mengharapkan
berkurangnya jumlah tahanan di dalam penjara, menghapuskan stigma/cap dan
mengembalikan pelaku kejahatan menjadi manusia normal, pelaku kejahatan dapat
menyadari kesalahannya, sehingga tidak mengulangi perbuatannya serta mengurangi
beban kerja polisi, jaksa, rutan, pengadilan dan lapas, menghemat keuangan negara tidak
menimbulkan rasa dendam karena pelaku telah dimaafkan korban, korban cepat mendapatkan
ganti kerugian, memberdayakan masyarakat dalam mengatasi kejahatan dan pengintegrasian
kembali pelaku kejahatan dalam masyarakat.
Para penegak hukum dan pemerintah saat ini belum berpihak terhadap rakyat bahkan tak
jarang mereka tidak membantu rakyat kecil untuk mendapatkan keadilan ketika berhadapan
dengan hukum. Hukum hanya tajam jika ke bawah dan tumpul jika berhadapan dengan
kalangan atas. Penerapan hukum yang tumpul terhadap kalangan atas dapat dilihat ketika
hukum tidak dapat diterapkan kepada mereka dengan ekonomi tinggi. Proses hukum
mereka berbelit-belit bahkan putusan hakim sering tidak sesuai dengan undang- undang.
Banyak faktor yang dijadikan alasan untuk tidak sepenuhnya menerapkan hukum kepada
mereka dengan ekonomi tertentu. Namun bagi kalangan dengan ekonomi rendah, hakim
menerapkan undang-undang secara tegas tanpa memperhatikan hak mereka. Aspek keadilan
yang merujuk pada kesamaan hak di depan hukum tidak dirasakan oleh kalangan ekonomi
rendah.
Kesimpulan : Untuk menyelesaikan perkara-perkara yang terjadi di masyarakat secara adil,
maka para aparatur hukum harus menegakkan hukum dengan sebaik-baiknya. Penegakan
hukum bertujuan untuk meningkatkan ketertiban dan kepastian hukum dalam masyarakat
sehingga masyarakat merasa memperoleh pengayoman dan hak-haknya terlindungi. Dalam
menegakkan hukum terdapat tiga unsur yang harus selalu diperhatikan yaitu: kepastian
hukum, kemanfaatan, dan keadilan.
Dalam rangka mewujudkan sistem hukum nasional yang berlandaskan Pancasila dan
UUD NRI 1945, pembangunan bidang hukum mencakup sektor materi hukum, sektor sarana
dan prasarana hukum, serta sektor aparatur penegak hukum. Aparatur hukum yang
mempunyai tugas untuk menegakkan dan melaksanakan hukum antara lain lembaga
kepolisian, kejaksaan, dan kehakiman. Fungsi utama Lembaga kepolisian adalah sebagai
lembaga penyidik; sedangkan kejaksaan berfungsi utama sebagai lembaga penuntut; serta
lembaga kehakiman sebagai lembaga pengadilan/pemutus perkara.