Anda di halaman 1dari 51

KALEIDOSKOP PENEGAKAN HUKUM OLEH KEPOLISIAN

A. Selama Tahun 2016

1. Jakarta - Ombudsman merilis catatan di bidang hukum selama 2016. Kurun waktu

itu, sebanyak 1.612 laporan pengaduan ditujukan ke lembaga penegak hukum.

"Ada 1.000 pengaduan lebih yang kita terima selama 2016 dan ditujukan kepada

lembaga penegak hukum. Pertanyaannya, apa pelayanan publik kita menurun atau

masyarakat yang ingin mengadu akan pelayanan publik meningkat keras?" kata

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala di kantor Ombudsman, Jl Rasuna

Sahid, Jakarta Selatan, Jumat (30/12/2016).


Menurut Adrianus, laporan pengaduan masyarakat terhadap lembaga penegak

hukum, khususnya kepolisian, menempati angka tertinggi.

"Paling banyak dilaporkan oleh masyarakat untuk pelayanan kepolisian pada tingkat

polres, di mana diskriminasi pelayanan dan penundaan proses kasus yang berlarut-larut

paling banyak dikeluhkan. Ini yang seharusnya menjadi perhatian instansi kepolisian

untuk memeriksa apa yang sebenarnya terjadi," jelas Adrianus.

Dalam catatan Ombudsman sejak pertengahan tahun 2016 ada empat provinsi

dengan jumlah pelaporan pengaduan paling banyak. Bahkan dugaan mal-

administrasi, baik pelayanan penegakan hukum di lembaga peradilan maupun

lembaga pemasyarakatan, yang paling menonjol.

"DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten menjadi tempat dengan

laporan pengaduan mal-administrasi paling menonjol dari daerah lain. Ada 392
laporan pada lembaga peradilan seperti kejaksaan dan 106 laporan di lembaga

pemasyarakatan," sambung Adrianus.

Dengan banyaknya laporan pengaduan terkait bidang hukum, Ombudsman RI

berharap kepolisian atau lembaga peradilan segera membenahi pelayanan

publiknya.

"Kita banyak menerima laporan pengaduan dari pelayanan pemda sampai bidang

hukum. Dari semuanya, bidang hukum mendapat 20 persen laporan paling

banyak. Jadi sudah semestinya, bila ini bisa dibenahi, pelayanan publik kepada

masyarakat dapat terjamin dengan baik," ungkap Adrianus.

SUMBER: https://news.detik.com/berita/d-3384367/kurun-2016-layanan-

penegak-hukum-paling-banyak-diadukan-ke-ombudsman/ diakses pada hari

Kamis, 30 Maret 2017/ Pukul 12.06 WIB

ANALISIS:
Dari karus diatas dapat ktia ketahui bawha kepolisian sebagai salah satu aparat

penegak hukum mengalami kecacadan dalam mengayomi masyarakat. Hal ini

ditandai dengan banyaknya pengaduan yang dilakukan oleh masyarakat kepada

Ombushman. Sedangkan Paling banyak dilaporkan oleh masyarakat untuk

pelayanan kepolisian pada tingkat polres, di mana diskriminasi pelayanan dan


penundaan proses kasus yang berlarut-larut paling banyak dikeluhkan. Ini yang

seharusnya menjadi perhatian instansi kepolisian untuk memeriksa apa yang

sebenarnya terjadi.
Oleh sebab itu dalam sisi penegakan hukum pada tingkatan Polrestabes tidak

efektik dan efisien.


Dalam catatan Ombudsman sejak pertengahan tahun 2016 ada empat

provinsi dengan jumlah pelaporan pengaduan paling banyak yaitu DKI Jakarta,

Jawa Barat, Jawa Timur, dan Banten menjadi tempat dengan laporan pengaduan

mal-administrasi paling menonjol dari daerah lain. Ada 392 laporan pada lembaga

peradilan.
Dari sisi ini dapat kita lihat bahwa JAWA BARAT masuk kedalam

nominasi lembaga penegak hukum yang paling sering diadukan ke Ombushman.

Aduan masyarakt yang banyak tersebut menandakan bahwa tingkat kepercayaan

masyarakat kepada lembaga penegak hukum seperti kepolisian sangat kurang.

Oleh sebab itu fungsi tri brata kepolisian dengan realita yang kita hadapi ini

menjadi kabur dan tidak jelas.

2. Minim Kontrol pada Kewenangan Penegak Hukum

Begitu represifnya legislasi dan kebijakan pidana di tahun 2016 juga diikuti

dengan masifnya penggunaan hukum pidana untuk menyelesaikan berbagai

masalah di Indonesia.

Di awal tahun, peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal

Oemar dijadikan tersangka kasus pencemaran nama baik institusi POLRI atas

komentamya di salah satu program televisi nasional karena menyebut POLRI


sebagai mesin kriminalisasi. Selain itu, pada Agustus 2016, Koordinator

Kontras, Haris Azhar, dilaporkan oleh POLRI, TNI, dan BNN akibat

menyebarluaskan informasi yang diberikan terpidana mati Freddy Budiman

tentang keterlibatan oknum di ketiga institusi tersebut dalam transaksi narkotika.

Meski Haris dihentikan penyelidikannya, dua kasus di atas menunjukkan

minimnya kontrol yang diberikan perundang-undangan atas kewenangan POLRI

untuk menetapkan tersangka. Memang saat ini praperadilan dapat dijadikan

tempat untuk menguji keabsahan penetapan tersangka tersebut, namun proses

praperadilan bersifat post-factum yang baru bisa digunakan ketika seseorang

sudah dijadikan tersangka. Tidak ada mekanisme apapun dalam hukum acara

pidana Indonesia yang memungkinkan penetapan tersangka diuji secara pre-

factum.

Hal ini juga diakibatkan oleh dianutnya prinsip diferensiasi fungsional yang

mengotakkan fungsi penyidikan, penuntutan, dan pengadilan sebagai suatu hal

yang independen dari yang lainnya. Padahal, masing-masing sub sistem tersebut

harus saling mengawasi sebagai bentuk dari mekanisme check and balances

dalam sistem peradilan pidana terpadu. Sebagai akibat dari tidak berjalannya

pengawasan terhadap proses penyidikan tersebut, dalam catatan MaPPI FHUI,

terdapat 44.273 perkara yang menggantung di tahap prapenuntutan selama kurun

waktu 2012-2014. Bahkan terdapat 256.270 perkara yang tidak dilaporkan ke

penuntut umum dalam waktu yang sama. Jika hal ini dibenahi, Jaksa Agung tidak

perlu mengeluarkan deponeering apabila kasus yang diterima Kejaksaan tidak


layak disidangkan ke pengadilan, seperti yang diberikan kepada Bambang

Widjojanto dan Abraham Samad pada Maret 2016.

Terhadap hal-hal di atas, Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI

Fakultas Hukum Universitas Indonesia menyatakan sikap:

a. Meminta lembaga pengawas pengadilan (Badan Pengawasan MA dab

Komisi Yudisial) berkoordinasi dan bersinergi dengan POLRI, KPK,

Kejaksaan, dan Ombudsman untuk memangkas habis praktik mafia

hukum.
b. Mendesak MA mengevaluasi dan menerapkan praktik terbaik (best

practice) dalam pelaksanaan pelayanan publik di pengadilan serta

menyelenggarakan seleksi hakim yang ketat dan tidak berkompromi.


c. Mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memilih Sekretaris MA

(SekMA) yang berintegrasi, kapasitas managerial, dan paham akan

business process peradilan.


d. Mendesak Pemerintah membangun sistem pencatatan data kriminalitas

terpadu, berkelanjutan dan dapat dipertanggungjawabkan.


e. Mendesak pemerintah untuk tidak menggunakan hukum pidana sebagau

solusi terdepan dalam penyelesaian masalah.


f. Mendesak pwmerintah untuk mengambil kebijakan pidana berbasiskan

buktu (evidence-based police) dan tidak emosional.


g. Mendesak pemerintah dan DPR melakuma reklasifikasi tindak pidana dan

gradasi pemidanaan secara serius melalui pembahasa RKUHAP.


h. Mendesak pemerintah dan DPR untuk memasukan RKUHAP dalam

Prolegnas 2017 dan mengatur kontrol atas penyidikan yang bersifat pre-

factum didalamnya.
SUMBER: http://nusantaranews.co/kaleidoskop-2016-catatan-penegakan-hukum-

di-indonesia-bagian-2/ Diakses pada tanggal 30 Maret 2017/ Pukul 12.56

ANALISIS:

Didalam fenomena yang muncul diatas dapat kita ketahui bahwa kepolisian

sebagai salah satu lembaga penegakan hukum cenderung emosional dalam

menangani kasus yang ada. Hal ini terbukti dengan dilaporkannya Haris Azhar

Koordinator KONTRAS, oleh POLRI, TNI, dan BNN akibat menyebarluaskan

informasi yang diberikan terpidana mati Freddy Budiman tentang keterlibatan

oknum di ketiga institusi tersebut dalam transaksi narkotika.

Sehingga pada dasarnya didalam tubuh kepolisian selalu ada oknum yang

bermain dibelakangnya termasuk dalam permasalahan narkotika. Jjika hari ini

negara berkomitmen dengna jelas terhadap narkotika bagaimana dengan

kepolisian yang cenderung tebang pilih? Hal ini tetntunya memperburuk citra

kepolisian dimata masyarakat dan kurangnya tingkap kepercayaan masyarakat.

Didalam menangani perkara kepolisian cenderung gegabah dalam

menetapkan status tersangka bagi seseorang. Sementara aturan mengenai

penetapan tersebut telah diatur dalam KUHAP, PERKAP maupun Putusan MK


No. 21/PUU-XII/2014 yang seharusnya dicermati dan mejadi sumber hukum bagi

kepolisian. Sehingga penetapan tersangka bagi seseorang tidak lagi berdasarkan

pengalaman, namun berdasarkan undang-undang yang berlaku.

Dalam catatan MaPPI FHUI, terdapat 44.273 perkara yang menggantung

di tahap prapenuntutan selama kurun waktu 2012-2014. Bahkan terdapat 256.270

perkara yang tidak dilaporkan ke penuntut umum dalam waktu yang sama. Jika

hal ini dibenahi, Jaksa Agung tidak perlu mengeluarkan deponeering apabila kasus

yang diterima Kejaksaan tidak layak disidangkan ke pengadilan.

Dari fakta ini dapat kita ketahui bahwa profesionalitas kepolisian dalam

penanganan perkara masih sangat kurang. Angka 44.273 perkara untuk

prapenuntutan tentu bukan angka yang kecil. Hal ini diperparah dengan angka

256.270 perkara yang tidak dilaporkan kepada penunut umum sedangkan ini

menjadi sebuah indicator bahwa ada 256.270 orang para pencari keadilan yang

nasibnya digantung oleh kepolisian.

Oleh sebab itu profesionalitas penegak hukum dalam hal ini kepolisian perlu

dibenahi dan ditingkatkan lagi.


3. PEMENUHAN HAK PENCARI KEADILAN
Laporan data pengaduan Komnas HAM RI dapat menjadi bahan

perenungan sejauh mana hak asasi manusia telah dilindungi oleh negara. Dua

klasifikasi hak yang banyak diadukan ke Komnas HAM yaitu Hak Memperoleh

Keadilan dan Hak atas Kesejahteraan. Dalam kurun waktu Januari-November

2016, klasifikasi hak yang diadukan masyarakat adalah Atas Kesejahteraan (2.597

berkas) dan Hak Memperoleh Keadilan (2.539 berkas).

Turunan Hak Memperoleh Keadilan dikategorisasikan menjadi (4) jenis yaitu

kesewenang-wenangan proses hukum di Kepolisian/ Militer/ PPNS, kesewenang-

wenangan proses hukum di Kejaksaan, Kesewenang-wenangan proses hukum di

Peradilan, dan Kesewenang-wenangan proses hukum hak warga binaan/

narapidana.
Kategori kesewenang-wenangan proses hukum di Kepolisian/ Militer/ PPNS

begitu dominan, setidaknya tercatat 1.917 berkas aduan terkait dengan kinerja

pihak Kepolisian sebagai salah satu Aparat Penegak Hukum.

Tidak terpenuhinya hak warga negara atas keadilan menjadi pertanda bahwa hak

asasi manusia di Indonesia masih diabaikan, justru oleh aparaturnya sendiri.

Padahal, Negara memberikan mandat kepada Pemerintah agar berkontribusi

dalam rangka penegakan HAM di Republik Indonesia, artinya, aparatur

Pemerintah wajib berkontribusi dalam peran dan tanggung jawabnya masing-

masing.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

menyatakan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia terutama menjadi tanggung jawab Pemerintah. Begitu pun Pasal
71 dan Pasal 72 menitik beratkan kewajiban dan tanggung jawab Pemerintah

untuk menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi

manusia, pada bidang hukum, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan

keamanan negara, dan bidang lain.


Kepolisian sebagai institusi pemerintah berperan dalam penegakan hukum

nasional, untuk itu patut disadari bahwa seluruh anggota Polri berkewajiban dan

bertanggung jawab dalam penegakan HAM di Indonesia. Implementasi kontribusi

Polri dalam penegakan HAM dapat dan harus ditunjukkan melalui tugas dan

kewenangan yang diemban.

Dinamika Para Pencari Keadilan

Bentuk dugaan kesewenang-wenangan oknum anggota Kepolisian yang dialami

masyarakat pencari keadilan seperti: penanganan kasus lamban, kriminalisasi,

penyiksaan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang, pembiaran,

diskriminasi dan pemerasan. Mandat kewenangan yang dimiliki Kepolisian dalam

penanganan kasus pidana dimaksudkan untuk mewujudkan kepastian hukum dan

keadilan bagi masyarakat. Lambatnya penanganan kasus disebabkan inkonsistensi

penerapan pengawasan dan sanksi atas kinerja Penyidik Kepolisian.

Akibatnya, berbagai tindakan di luar prosedur kerap terjadi misalnya formalisasi

administrasi sekedar menyampaikan Surat Pemberitahuan Penanganan Hasil

Penyidikan kepada Pelapor, Diskriminasi perlakuan terhadap Pelapor berdasarkan

latar belakang dan bahkan tidak menutup kemungkinan adanya pertukaran antara

uang dari Pelapor untuk jasa penanganan kasus kepada Polisi.


SUMBER:

https://www.komnasham.go.id/index.php/opini/2016/12/28/4/pemenuhan-hak-

pencari-keadilan-refleksi-2016.html/ Diakses pada 30 Maret 2017/ Pukul 13.10

ANALISIS
Kehadiran sekaligus keberadaan Perkap Nomor 14 Tahun 2012 tentang

Manajemen Penyidikan Tindak Pidana harus dapat digunakan secara konsisten.

Sesuai dengan tujuannya, yaitu Pertama, digunakan sebagai pedoman dalam

penyelenggaraan manajemen penyidikan tindak pidana di lingkungan Polri;

Kedua, terselenggaranya manajemen penyidikan yang meliputi perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian secara efektif dan

efisien; Ketiga, sebagai evaluasi penilaian kinerja penyidik dalam proses

penyidikan tindak pidana guna terwujudnya tertib administrasi penyidikan dan

kepastian hukum.

Konsistensi segenap korps Bhayangkara dapat terlaksana dengan

didukung reward dan punishment atas kinerja Penyidik. Adapun perbaikan sistem

pada dasarnya dapat diterapkan secara perlahan, misal dengan inovasi berbasis
teknologi dan informasi. Pemberlakuan sistem online dalam pengurusan SIM,

Tilang dan Pelaporan telah menampilkan citra Kepolisian yang lebih maju dan

positif.

Menyoal lambannya penanganan kasus, pengambil kebijakan dalam hal

ini pimpinan Polri, tidak boleh membiarkan persoalan tersebut berlanjut, oleh

karenanya Kapolri harus mendorong jajarannya dalam penerapan teknologi

informasi. Hal itu dimaksudkan agar dapat memonitor perkembangan setiap kasus

yang ditangani penyidik, bahkan masyarakat pun khususnya Pelapor dapat

mengakses informasi tersebut.

Ke depannya diharapkan tidak terjadi lagi lamban atau mangkraknya

penanganan kasus di Kepolisian. Berdasarkan publikasi hasil penelitian LBH

Jakarta dengan Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (Mappi) 21 Juli 2016,

tercatat sepanjang tahun 2012-2014 pelaporan perkara kepada pihak Kepolisian

sebanyak 1.114.108, perkara yang diproses sebanyak 645.780. Perkara yang

diterbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebanyak

386.766, diduga perkara mengendap sebanyak 255.618 dan hilang sebanyak

44.273 perkara.

Angka yang ditampilkan LBH Jakarta dengan Masyarakat Pemantau

Peradilan Indonesia (Mappi) sudah dapat dijadikan acuan dan tolak ukur Polri

untuk mengkoreksi dirinya, khususnya dalam penanganan kasus pidana.

Mangkraknya kasus dan kelambanan penanganan kasus berakibat pada ketidak

pastian hukum masyarakat. Hak untuk memperoleh keadilan lewat proses hukum

yang diawali Penyidik Kepolisian akhirnya terabaikan. Masyarakat selaku pencari


keadilan harus menanti lama dan bahkan dalam situasi ketidak pastian, baik status

dalam proses hukum maupun kepastian waktu.


Penegakan HAM melalui Pemenuhan Hak Memperoleh Keadilan

Catatan kondisi HAM di Indonesia tidak terlepas dari seberapa besar

jaminan dan komitmen negara dalam pemenuhan hak keadilan masyarakat. Fakta

yang terjadi menggambarkan kondisi pemenuhan hak atas keadilan masih jauh

dari harapan. Fakta itu ditunjukkan oleh data aduan masyarakat pencari keadilan

di Komnas HAM RI sebesar 2.539 berkas. Untuk itu, dibutuhkan koreksi internal

Kepolisian sebagai Aparat Penegakan Hukum sehingga Kepolisian menjadi pihak

yang paling berkontribusi dalam penegakan HAM di Indonesia.

Pelaksanaan koreksi secara komprehensif berguna agar fokus tidak sekedar

menyoal hal administrasi teknis dan justru mengaburkan substansi. Upaya

masyarakat mencari keadilan tentu karena adanya jaminan Negara di dalam

Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 28 D ayat (1), Setiap orang berhak atas

pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta

perlakuan yang sama dihadapan hukum dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun

1999 tentang Hak Asasi Manusia, di dalam Pasal 3 ayat (2) bahwa Setiap orang

berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan perlakuan hukum yang adil

serta mendapat kepastian hukum dan perlakuan yang sama di depan hukum.
4. POLSEK JUNTINYUAT ABAIKAN LAPORAN WARGA
INDRAMAYU, (FBI).- Hampir lima minggu tepatnya 04 September 2016 warga

Dadap Kec.Juntinyuat melaporkan tentang kejadian penganiayaan terhadap

Fikiyandi (Korban) yang telah dianiaya oleh Solikin bin Ikin dengan

menggunakan pisau mengenai pipi kanan dan mengalami luka sobek.

Merasa tidak terima Fikiyandi asal Dadap melapor ke Polsek dengan nomer

laporan STBPL/ 152/IX/2016/Polsek awal kejadian Petik dari surat tanda bukti

penerimaan laporan dilakukan dengan cara pada saat korban yang sedang

mengendarai motor tiba-tiba diberhentikan oleh saudara Solikin kemudian

menanyakan tentang Sapa sing brebet kemudian pelapor atau Fikiyandi

menjawab Ya mbuh ora weruh kemudian tiba-tiba Solikin mengancam

Fikiyandi korban sambil melayangkan Pisau ke arah muka korban dan mengenai

pipi sebelah kanan.

Setelah itu saudara Solikin pulang karena pada waktu itu korban merasa tidak

bersalah, korban bersama teman-temannya mencari keberadaan saudara terlapor

untuk menjelaskan kesalah pahaman tersebut setelah korban ketemu dengan

saudara terlapor setelah itu korban mengobrol bersama pelapor dan tiba-tiba

pelapor emosi kemudian terlapor melayangkan pisau kembali ke arah muka

korban dan mengenai pipi korban setelah itu dilerai oleh teman-teman korban dan
akhirnya korban bersama teman-temannya pergi meninggalkan lokasi tersebut dan

berobat ke Puskesmas Karangampel akibat dari kejadian tersebut korban

mengalami luka sobek di bagian pipi sebelah kanan namun hingga sekarang

pelaku masih belum tertangkap dari Polsek beralasan karena pelaku kabur

Sumber: http://tabloid-fbi.com/polsek-juntinyuat-abaikan-laporan-warga/diakses

pada hari selasa, 11 April 2017. Pukul 17.17 wib

ANALISIS:

Dalam kasus ini lembaga kepolisian jelas telah mengabaikan pasal 5 ayat 1

KUHAP bahwa penyidik yang juga bagian dari anggota kepolisian memiliki tugas

dan wewenang yang di dalam nya menyatakan bahwa penyidik berkewajiban

mencari keterangan dan barang bukti.

Lembaga kepolisian yang se harusnya menjadi lembaga pengayom masyarakat

dan pelindung masyarakat tidak lagi berpihak kepada masyarakat. Karena dengan

adanya kasus ini jelas mengindikasikan lembaga kepolisian tenang pilih dalam

menangani kasus pidana yang terjadi.

Hal ini sangat lah di sayang kan karena dengan adanya kasus seperti ini dapat

menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga penegak hukum

khusunya lembaga kepolisian.

Hal ini perlu di berikan perhatian khusus oleh intansi terkait untuk mengevaluasi

kinerja kepolisian dengan adanya kasus semacam ini di tubuh kepolisian yang

akan menyebabkan citra buruk kepolisian di mata masyarakat.


5. WARGA PERTANYAKAN STATUS HUKUM PERIHAL PEMERIKSAAN

KADES SINDANGSARI DI POLRES SUMEDANG


Warga masyarakat Desa Sidangsari, Kec. Sukasari, Kab. Sumedang, mulai

banyak yang mempertanyakan kepemimpinan Ade, Kepala Desa Sindangsari

terkait adanya anggaran yang masuk ke desa.

Kepala desa dianggap tidak transparan terkait penggunaan anggaran dana

Rutilahu, pemasangan PLN, pembangunan gedung serba guna serta ditambah

dengan adanya proyek perumahan seluas 40 hektar lebih yang ada di Desa

Sidangsari.

Terkait dana Rutilahu, Ade, sudah pernah dimintai keteranganya di Polres

Sumedang dan kepala desa waktu itu sudah mengembalikan sebagian dana

tersebut kepada yang berhak. Dana Rutilahu yang diduga disunat oleh Kepala

Desa Sidangsari sudah diberikan kembali setelah dirinya diperiksa di Polres

Sumedang.

Hal ini jelas membuat masyarakat Desa Sidangsari mulai tidak percaya terhadap

kepemimpinan Ade. Seorang kepala desa diduga telah melakukan tindakan

melawan hukum. Karena dana Rutilahu seharusnya tidak boleh ada potongan.

Hal ini jelas tidak bisa diterima apapun bentuknya. Sebab kepala desa yang dipilih

langsung oleh warga seharusnya membantu warga bukan malah memanfaatkan

warga untuk kepentingan pribadi.

Terkait proses hukum yang pernah dilakukan oleh pihak penegak hukum Polres

Sumedang sampai saat ini warga belum banyak yang tahu apa sanksi dari

perbuatan Kepala Desa Sindangsari yang dinilai jelas melakukan pelanggaran

hukum.
Terkait adanya pembangunan perumahan diwilayah Desa Sindangsari, Kepala

Desa Sindangsari, Kec. Sukasari, Kab. Sumedang, Ade, saat diwawancarai oleh

FBI membenarkan kalau pihaknya menerima sejumlah uang dari investor.

Dan terkait anggaran dana desa Rutilahu Ade berharap, agar kasusnya jangan

sampai dipublikasi

Sumber: http://tabloid-fbi.com/page/10/diakses pada tanggal 11 April 2017. Pukul

17.30 WIB

ANALISIS;
Dalam hal ini dapat kita analisis bersama bahwa pihak kepplisian tidak transparan

terhadap kasus yang ditanganinya khususnya dalam kasus diatas adalah Polres

Sumedang. Didalam Pasal 5 ayat (1) jo Pasal 7 ayat (1) a KUHAP dikatakan

bahwa penyidik berwenang menerima laporan atau aduan tentang terjadinya suatu

tindak pidana. Hal ini kemudian dielaboorasi dalam Pasal 108 ayat (6) KUHAP

yang menyatakan bahwa:

Setelah menerima laporan atau pengaduan, penyelidik atau penyidik harus

memberikan surat tanda penerimaan laporan atau pengaduan kepada yang

bersangkutan.

Dengan adanya klausul pasal tersebut ini menandakan bahwa pelapor selaku

orang yang melaporkan adanya suatu tindak pidanna berhak mengetahui sejauh
mana perkembangan laporan yang telah dia leporkan ke kepolisian. Namun

realitanya diatas adalah bahwa kepolisian dalam hal ini Polres Sumedang tidak

memberikan kejelasan sejauh mana perkembangan perkara yang sedang

ditanganinya atapun jenis sanksi yang diberikan kepada tersangka, sehingga

dalam penanganan permasalahan diatas seolah pihak kepolisian ingin memeti

eskan kasus tersebut.

6. WARGA KEPRINGAN RESAH BANYAK PERJUDIAN


Warga Desa Kapringan Kecamatan Krangkeng Kabupaten Indramayu

sangat resah dengan banyaknya perjudian seperti gunyer (selintir), sabung ayam,

judi kartu, bilyar, jual pil destroy, miras, dll. Para penjudi itu datang dari berbagai

daerah tadinya bukan saja orang kapringan.

Warga kapringan sudah berbagai cara untuk menghentikan perbuatan haram itu,

bahkan sampai pernah di grebek dari Polsek Krangkeng hingga sekarang masih

belum jera malah terlihat makin terang-terangan.

Keresahan warga dikarenakan sering kehilangan harta akibat banyak pencurian,

hampir setiap malam warga kehilangan harta. Menurut keterangan warga pula

para penjudi-penjudi itu sering membuat ulah dengan memporak porandakan

kursi, bangku, meja sampai memecahkan botol. Harapan warga semoga desa

Kapringan menjadikan desa yang aman dan tentram.

Sumber: http://tabloid-fbi.com/warga-kapringan-resah-banyak-perjudian/diakses

pada tanggal 11 April 2017. Pukul 17.33 WIB


7. PEDAGANG KECEWA, POLSEK PAMULIHAN TEBANG PILIH
Pedagang minuman bir putih dan bir hitam didaerah Cadas Pangeran, Kec.

Pamulihan, Kab. Sumedang, kecewa dengan Kapolsek Pamulihan yang

melakukan penyitaan minuman di warungnya sebanyak 144 botol. Nenden

Puspitasari menceritakan kepada FBI kalau warungnya di razia tanpa dasar yang

jelas oleh Ipda Dede Juhana (Kapolsek Pamulihan). Sebab daerah Cadas Pangeran

yang berjualan minuman seperti dirinya banyak, tapi kenapa Kapolsek tebang

pilih hanya warungnya saja yang di razia.

Akibat kejadian tersebut Nenden tidak hanya mengalami kerugian dari jualan bir

nya melainkan pihaknya akibat dibawa ke Polsek Pamulihan untuk dimintai

keterangan justru warungnya di bobol orang. Kekecewaan Nenden kepada

Kapolsek Pamulihan semakin memuncak dikalan tidak ada kejelasan dari pihak

Kapolsek terkait semua kerugiannya.

Apalagi setelah 20 botol bir hitam Guiness, 18 botol bir merk Angker, 106 botol

merk Bintang di razia pihaknya juga mengalami kerugian lagi seperti uang dan

barang miliknya yang hilang akibat warungnya di bobol orang.

Dugaan adanya tebang pilih dalam razia yang dilakukan oleh Kapolsek Pamulihan

juga sempat dipertanyakan FBI ke Kapolsek via SMS. Namun hingga berita ini

diturunkan Kapolsek Pamulihan belum merespon SMS tersebut.

Kenapa mesti minumam seperti bir putih dan bir hitam yang di razia, padahal

diwilayah hukum Polsek Pamulihan justru yang berjualan Miras kadar alcohol

tinggi seakan ada pembiaran apa ini yang dinamakan keberhasilan.


Fakta yang ada memang diwilayah hukum Polsek Pamulihan ada yang berjualan

Miras yang bisa mengganggu ketertiban umum tapi kenapa justru orang yang

berjualan bir putih dan bir hitam yang dirazia. Kalau mau razia bir putih dan bir

hitam kenapa tidak datangi swalayan seperti Indomart dan Alfamart. Bahkan

adanya kasus di Polsek Pamulihan yang jelas masuk unsure pidana

penanganannya tidak jelas dan bisa diselesaikan di Polsek Pamulihan. Kalau

masalah Nenden itu kan masalah sepele. Tutur warga Pamulihan yang tidak mau

disebutkan namanya.

ANALISIS;
Selaku aparatur negara (state apparatus) kepolisian adalah salah satu garda

terdepan dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana. Prosesn

awalan dengan dimulai adanya sakwasangka maka kepolisian akan

mengumpulkan bukti permlaan, buukti permulaan yang cukup dan bukti yang

cukup. Namun dalam hal ini kepolisian seolah melakukan tebang pilih kasus

dalam penanganan tindak pidana. Polesek Pamulihan seolah tidak melihat bisnis-

bisnis besar yang menguntungkan jutaan atau ratusan juta yag didualang oleh

supermarket atau pasar moders yang juga menjual minuman-minuman keras atau

bahwakan alcohol dengan kadar yang tinggi.


Dalam kasus diatas kepolisian polsek pamulihan cenderung menncekik pedagang

kecil yang keuntungannya tidak seberapa kalau kita komparasikan dengan bisnis-

bisnis yang lain. Hal ini jelas harus dikeritik dalam penegakan hukum di Jawa

Barat, dimana negara kita menjadikan hukum sebagai panglima oleh sebab itu

dalam penegakannya kepolisian tidak boleh pilih- pilih perkara. Mana yang

menguntungkan dan mana yang tidak menguntungkan.

8. BOGOR PREDIKAT TERTINGGI KRIMINALITAS, BANDUNG POSISI

KEDUA
BANDUNG, TRIBUNJABAR.CO.ID - Kabupaten Bogor menjadi wilayah

tertinggi jumlah kriminalitas sepanjang tahun 2016. Ada 3.338 kasus kriminalitas

yang terjadi di Kabupaten Bogor.

Setelah Kabupaten Bogor, jumlah kriminalitas tertinggi kedua ada di Kota

Bandung. Jumlah kasus di Kota Bandung sendiri mencapai 3.110 kasus.


Sementara jumlah kriminalitas tertinggi ketiga ada Kabupaten Sukabumi. Di

wilayah ini, jumlah kasus mencapai 1.658 kasus.

"Namun secara garis besar tindak pidana kriminalitas di wilayah hukum Polda

Jabar pada tahun ini memperlihatkan penurunan 0,22 persen. Dimana pada tahun

2015 ada sebanyak 26.048 perkara, sedangkan tahun ini 25.991 perkara," ujar

Kapolda Jabar Irjen Pol Anton Charliyan kepada wartawan saat konferensi pers di

Markas Polda Jabar, Jalan Soekarno-Hatta, Kota Bandung, Jumat (30/12/2016).


Untuk kasus kejahatan konvensional, pencurian dengan pemberatan (curat)

mengalami kenaikan sebesar 7,14 persen dari 2858 perkara di tahun 2015 menjadi

3062 perkara di tahun 2016.

Untuk kasus pencurian dengan kekerasan (curas), jumlahnya tetap seperti tahun

sebelumnya yakni 791 kasus. Sementara untuk pencurian kendaraan bemotor

(curanmor) turun 17,93 persen dari jumlah total pada tahun 2015 sebanyak 5192

perkara, menjadi 5005 perkara.

Sumber: http://jabar.tribunnews.com/2016/12/30/bogor-predikat-tertinggi-

kriminalitas-bandung-posisi-dua/ diakses pada tanggal 11 April 2017. Pukul 17.49

WIB

ANALISIS:
Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap kepolisian tentu dicirikan

dengan tingkat kriminalitas yang dapat ditekan di wilayah hukumnya, tentu yang

kita harapkan adalah Jawa Barat dengan 0 kriminalitas (zero kriminalitas). Namun

sampai 2016 kemarin tingkat kriminalitas di wilayah hukum POLDA JABAR

masihlah sangat tinggi dengan jumlah dari 3 kota saja yaitu Bogor, Bandung dan

Sukabumi berjumlah 8.106 kasus tindak pidana. Dengan angka yang tinggi ini

diharapkan keolisian bekerja dengan professional terhadap pencegahan atau

penanggulangan setiap tindak pidana yang ada di wilayah Jawa Barat. Kenyataan

ini tentu menimbulkan sebuah ironi. Dikala jumlah kepolisian saat ini adalah

1:1000 yaitu 1 polisi untuk seribu masyarakat. Padalah PBB telah merilis angka

ideal penegak hukum kepolisian adalah 1:350 dimana 1 polisi untuk 350

masyarakat. Sehingga beban berat ini berimplikasi terhadap penanganan tindak


pidana yang terjadi di suatu wilayah tertentu. Sehingga profefesionalitas

kepolisian tentu sangat diituntut dlam menanggulangi angka sebanyak itu.

9. Polri Tindak 235 Kasus Pungli Oknum Polisi Selama Juli hingga Oktober
Sejak bulan Juli hingga Oktober 2016, Polri telah menindak 235 kasus

pungutan liar (pungli) yang dilakukan oknum polisi. Pelanggaran terbanyak ada di

fungsi lalu lintas dengan 160 kasus.

"Sejak 17 Juli sampai 17 Oktober, itu ada 235 kasus yang kami tangani terkait

dengan pungli yang dilakukan oleh personel Polri," kata Kabag Penum Polri

Kombes Martinus Sitompul di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru,

Jakarta Selatan, Selasa (18/10/2016).

Menurut Martinus, data kasus itu ada di seluruh Indonesia. Yang paling banyak

terjadi pelanggaran pungli adalah fungsi lalu lintas sebanyak 160 kasus, kemudian

fungsi Reskrim 26 kasus, fungsi Baharkam 39 kasus serta fungsi intel 10 kasus.

Dari jumlah 235 kasus itu, lanjut Martinus, ranking teratas dengan kasus

terbanyak ada di Polda Metro Jaya dengan 33 kasus, disusul Polda Jawa Barat 19

kasus, Polda Sumatera Utara 19 kasus, Polda Jawa Tengah 14 kasus dan Polda

Lampung 13 kasus.

"Dari 235 kasus ini, itu semua dilakukan dengan tertangkap tangan dan kami

identifikasikan jadi pelanggaran disiplin ada 140 kasus, kode etik 83 kasus,

pidana ada 12 kasus," ujarnya.


Terkait di fungsi lalu lintas yang paling banyak terjadi pelanggaran, Martinus

menuturkan ada tiga hal yang jadi peluang pelanggaran yaitu pembuatan SIM,

penindakan tilang di jalan dan pembuatan BPKB atau STNK.

"Data yang kami peroleh tidak merinci dimana saja, tapi tiganya dilakukan OTT,"

tuturnya.

Terkait pelanggaran di 235 kasus itu, kata Martinus, para Kepala Bidang Propam

masing-masing Polda melakukan penindakan sesuai dengan tiga aturan hukum

yang berlaku di lingkungan Polri, yaitu ketentuan pidana, disiplin, dan

pelanggaran kode etik.

Sumber: http://news.detik.com/berita/d-3323508/polri-tindak-235-kasus-pungli-

oknum-polisi-selama-juli-hingga-oktober

ANALISIS:
Seorang penegak hukum pun tidak luput dari masalah hukum. Ini menjadi sebuah

qironi dikala jumlah perbandingan kepolisian 1:1000 dimana 1 polisi untuk 1000

masyarakat keadaan ini diperparah dengan sebuah kenyataan bahwa kepolisian

juga tidak luput dari permasalahan pungli dalam setiap penegakan hukum dari

tindak pidana yang dilakukan. Dengan Polda Jawa Barat 19 kasus pungli.

Terlebih ini bukanlah masalah kuantitas yang berjumlah 19 namun secara kualitas
tindak pidana teresebut dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum yang

seharusnya menegakan hukum. Namun, alih-alih menegakah hukum para oknum

penegak hukum ini malah berlindung dibalik baju kebesaran yang dilindungi oleh

undang-undang.
Hal ini patut menjadi sorotan besar dikala tingkat kepuasan masyarakat terhadap

aparat penegak hukum khususnya kepolisian sangat kurang dengan banyaknya

laporan ke Ombushman terkait kinerja kerpolisian kemudian diperparah dengan

adanya tindak pidana pungli justru dalam tubuh kepolisian sendiri. Sehingga

dimanakah kode etik yang harusnya dipegang oleh para penegak hukum

kepolisian dan sumpah jabatan yang dipegangnya?

10. Peras Warga Rp10 Juta, Anggota Polres Bekasi Dibekuk Propam
Petugas Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Metro Jaya meringkus

seorang anggota Reserse Narkoba Polres Metro Bekasi. Anggota reserse yang

berinisial NN itu terkena operasi tangkap tangan (OTT) saat melakukan

pemerasan terhadap warga sebesar Rp10 juta dari kasus narkoba yang tengah

ditanganinya.

Berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus ini berawal saat NN menangkap

seorang pelayan kafe di daerah Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi pada Sabtu

Maret lalu. Pelayan kafe berinisial MM (20), itu dibekuk berdasarkan informasi

warga setempat. Setelah ditangkap, keluarga MM berinisial NR (40), langsung

bertemu dengan NN untuk membicarakan nasib MM yang juga adiknya.


Dalam pertemuan itu, NN diduga meminta uang Rp40 juta kepada NR agar

adiknya MM dibebaskan dalam kasus narkoba. Namun NR keberatan dan

meminta keringanan, sehingga terjadi negosiasi dan sepakat dengan besaran Rp10

juta.

Keesokan harinya, NR membawa uang Rp10 juta berupa pecahan Rp100.000

sebanyak 100 lembar ke tempat pertemuannya di daerah Tambun. Ketika uang itu

berpindah tangan, oknum polisi berinisial NN itu kemudian diamankan penyidik

Propam Polda Metro Jaya. Belum diketahui terungkapnya kasus itu berkat laporan

NR kepada anggota Propam atau penyelidikan Propam.

"Memang benar kabar tersebut, kasus ini masih didalami oleh penyidik propam,"

kata Kapolres Metro Bekasi, Kombes Pol Asep Adi Saputra, Minggu (12/3/2017).

Mantan Kapolres Tanjung Priuk, Jakarta Utara ini enggan menjelaskan secara

detail kasus yang menjerat anak buahnya itu. dia mengatakan, penyelidikan perlu

dilakukan lebih dalam guna mengungkap kebenaran kabar tersebut.

Dia juga belum mengetahui, apakah anggotanya bersikap pasif atau cenderung

aktif dalam dugaan pemerasan itu, karena yang diduga memberi uang itu, ada

hubungannya dengan perkara yang sedang ditangani. "Kita cek dahulu yang

terjadi kepada keduanya," katanya.

Asep mengatakan, telah melakukan berbagai upaya untuk melakukan pencegahan

adanya pungutan liar atau pemerasan yang melibatkan anggotanya. Salah satunya

selalu mengingatkan tentang kode etik, disiplin Polri dan pidana di hadapan

anggota ketika apel upacara tiap pekan. "Kalau terbukti memang harus diproses,"

tegasnya.
Sumber: https://metro.sindonews.com/read/1187655/170/peras-warga-rp10-juta-

anggota-polres-bekasi-dibekuk-propam-1489314514

ANALISIS:
Negara hukum (rechtstaat) adalah konsep dimana negara memegang hukum

sebagai penglimanya diatas segala-galanya. Namun, dengan kejadian diatas kita

pahami bersama bahwa ternyata pemegang mandat supermasi hukum itu justru

melakukan tindakan-tindakan yang kita kualifikasikan kedalam tindakan yang

tidak manusiawi. Seolah hukum itu tumpul keattas dan tajam kebawah.
Aparat kepolisian yang kemudian menjadi slah satu pilah penegakan hukum di

Indonesia menalah melakukan tindakan yang justru melawan hukum. Tri bratha

kepolisian yang selama ini kita kenal melekat dan menjadi identitias bagi

kepolisian seolah hancur karena banyak peristiwa yang termasuk tindak pidana

justru melibatkan kepolisia didalamnya.

11. Jawa Barat Terbanyak Kena Operasi Tangkap Tangan Pungli


jakarta, CNN Indonesia -- Jawa Barat menjadi provinsi paling banyak

kena Operasi Tangkap Tangan yang dilakukan Satuan Tugas Sapu Bersih

Pungutan Liar (Saber Pungli) hingga akhir 2016.


Berdasarkan data yang dirilis Polri, dari 41 kasus OTT, sembilan kasus terjadi di

Jabar dengan jumlah tersangka 26 orang dan barang bukti Rp 7,46 juta.

Provinsi Jawa Timur dan Sumatera Utara menjadi daerah ke-dua dan ke-tiga

terbanyak OTT dengan masing-masing empat kasus. Jatim menangkap 11

tersangka dengan total barang bukti mencapai Rp2 miliar, sementara Sumut 13

tersangka, dan total barang bukti Rp372 juta.

Data OTT Satgas Saber Pungli 2016 tersebut disampaikan Kepala Bagian

Penerangan Umum Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Komisaris Besar Martinus

Sitompul. Polri ditunjuk oleh Presiden Joko Widodo sebagai sektor utama

pemberantasan pungutan liar pada Oktober lalu.

"Ada sekitar 41 hasil OTT yang dilakukan oleh Polri mau pun masing inspektorat

yang ada di kementerian dan lembaga," ujar Martinus saat jumpa media di kantor

Divisi Humas Polri, Jum'at (30/12).

Dari data yang dirilis kepolisian, ada 20 provinsi yang tercatat kena OTT Saber

Pungli. Selain Jabar, Jatim dan Sumut, provinsi lainnya yakni Aceh (1 kasus),

Banten (1), DIY (1), Gorontalo (1), Jambi (2), Kalbar (1), Kaltim (1), Kepri (1),

Lampung (2), Malut (1), NTB (2), NTT (1), Sulsel (2), Sulteng (1), Sulut (1),

Sumbar (1), dan Sumsel (1).

Total barang bukti terbesar ada di Jatim senilai Rp2 miliar, sementara yang

terendah di Gorontalo dengan Rp45 ribu.


Selain merunut 20 provinsi yang terkena OTT Saber Pungli, data tersebut juga

menunjukkan terjadinya kasus pungli di dua lembaga negara, yakni Kejaksaan

Agung dan Kepolisian. Ada satu OTT yang dilakukan di Kejaksaan Agung

dengan total barang bukti sebanyak Rp 1,5 miliar.


Sementara, dua OTT yang terjadi di tubuh Polri melibatkan tiga tersangka dan

barang bukti sebesar Rp3,43 miliar.

Salah satunya adalah OTT di Polsek Pamulang yang diketahui menerima uang

sebesar Rp10 juta agar seseorang tidak ditahan. Ada tiga orang yang ditangkap

pada kasus ini yang salah satunya merupakan Kapolsek Pamulang.

Saat ini Kapolsek Pamulang dan dua anggota lain sudah dicopot dari jabatannya.

Kapolsek tersebut masih dalam tahap pemeriksaan Divisi Propam Polda Metro

Jaya. Posisi Kapolsek Pamulang digantikan Kasat Binmas Polres Tangerang

Selatan.
Martinus menjelaskan akan mencari tahu siapa yang memiliki niat untuk

melakukan suap tersebut. Menurutnya, niat dalam kasus suap bisa berasal dari

pemberi suap atau penerima suap yang dalam hal ini merupakan anggota Polri.
"Dalam hal Saber Pungli yang memberikan suap tidak kita kenakan. Tapi siapa

yang menerima itu akan kita proses," kata Martinus. (rah)

Sumber: http://www.cnnindonesia.com/nasional/20161231003535-12-

183256/jawa-barat-terbanyak-kena-operasi-tangkap-tangan-pungli/

ANALISIS:
Seorang penegak hukum pun tidak luput dari masalah hukum. Ini menjadi sebuah

ironi dikala jumlah perbandingan kepolisian 1:1000 dimana 1 polisi untuk 1000

masyarakat keadaan ini diperparah dengan sebuah kenyataan bahwa kepolisian

juga tidak luput dari permasalahan pungli dalam setiap penegakan hukum dari

tindak pidana yang dilakukan. Dengan Polda Jawa Barat 19 kasus pungli.

Terlebih ini bukanlah masalah kuantitas yang berjumlah 19 namun secara kualitas

tindak pidana teresebut dilakukan oleh seorang aparat penegak hukum yang

seharusnya menegakan hukum. Namun, alih-alih menegakah hukum para oknum

penegak hukum ini malah berlindung dibalik baju kebesaran yang dilindungi oleh

undang-undang.
Berdasarkan data yang dirilis Polri, dari 41 kasus OTT, sembilan kasus terjadi di

Jabar dengan jumlah tersangka 26 orang dan barang bukti Rp 7,46 juta.

Hal ini patut menjadi sorotan besar dikala tingkat kepuasan masyarakat terhadap

aparat penegak hukum khususnya kepolisian sangat kurang dengan banyaknya

laporan ke Ombushman terkait kinerja kerpolisian kemudian diperparah dengan

adanya tindak pidana pungli justru dalam tubuh kepolisian sendiri. Sehingga

dimanakah kode etik yang harusnya dipegang oleh para penegak hukum

kepolisian dan sumpah jabatan yang dipegangnya?

12. Perwira Polrestabes Bandung Ditangkap Propam Polda Jabar Terkait Pungli
Bandung - Seorang perwira pertama Polri dari satuan Polrestabes Bandung

diamankan oleh Bidang Propam Polda Jawa Barat. Perwira tersebut diamankan

karena terlibat kasus pungutan liar (pungli).


Berdasarkan infromasi yang didapat, perwira polri yang diamakan dalam operai

tangkap tangan (OTT) pungli ini berpangkat AKP. Saat dikonfirmasi atas kejadian

tersebut, Polrestabes Bandung pun membenarkan hal itu.

"Betul memang ada OTT yang dilakukan oleh Bidang Propam Polda Jawa Barat

terhadap salah seorang perwira di wilayah hukum Polrestabes Bandung," ujar

Kapolrestabes Bandung, Kombes Pol Winarto, saat ditemui di Mapolrestabes

Bandung, Rabu (19/10/2016).

Winarto belum menyebutkan identitas siapa nama perwira tersebut. Pihaknya

hanya menyebut jabatan dari anggotanya tersebut.

"Itu jabatannya sebagai Kanit Reskrim di wilayah Polsek Bandung Kidul,"

terangnya.

Winarto turut membenarkan kalau kasus yang menjerat salah satu anak buahnya

adalah kasus pungli. Penangkapan perwira tersebut terjadi pada hari Selasa 18

Oktober 2016 sekitar pukul 20.00 WIB.


(err/try)

Sumber: http://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-3324657/perwira-polrestabes-

bandung-ditangkap-propam-polda-jabar-terkait-pungli
ANALISIS
Korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sebuah penyakit yang dewasa ini telah

mengakar didalam tubuh birokrasi Indonesia. Dalam sebuah tulisannya Yudi Latif

mengatakan bahwa pada dasarnya KKN adalah bukan berasal dari Negara

Indonesia. Namun mengapa KKN begitu mengakar dalam diri bangsa ini?
Sebuah pertanyaan besar itu kemudian terbukti hari ini dengan sebuah realita

bahwa ternyata untuk aparat dengan pangkat perwirapun tidak luput dari

permasalah pungli yang kalau kita kulaifikasikanpun adalah termasuk tindakan

meminta dan meneriima suatu hadiah atau sesuatu atas dasar jabatannya. Oleh

sebab itu hal ini menjadi sedemikian jelas bahwa dalam dunia hukum kita patut

menaruh curiga bahwa untuk sekelas ketua dari setiap instansipun bisa jadi

terlibah dalam permasalahan ini.


Dilema besar ini adalah ketika aparat penegak hukum yang mendapat mandate

langsung dari konstitusi untuk memberantas dan menegakan marwah negara

hukum, justru telah dicederai dngan tindakan melawan hukum yang dilaukan oleh

state apparatus tesebut. Perwira dengan pangkat AKP di wilayah hukum

polrestbes Bandung sebagai contoh konkrit dari apa yang kita uraikan diatas.

Sehingga sudah seharusnya kepolisian dalam wilayah POLDA JABAR

melakukan reformasi birokrasi guna dapat dijaganya marwah negara hukum yang

diamanhka oleh konstitusi tersebut.

13. Polisi di Bandung yang Memeras Tahanan Terancam 20 Tahun Penjara


Bandung - Sidang perdana digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Kelas 1A

Bandung, Jalan RE Martadinata, Rabu (18/1/2016). Dalam sidang yang dipimpin

Martahan Pasaribu, tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Bandung yang

dipimpin Wahyu Sudrajat membacakan dakwan secara bergiliran sekitar 15 menit.

Darius yang mengenakan setelan kemeja putih dan celana jeans gelap duduk di

kursi pesakitan. Ia didampingi sejumlah pengacara.

Dalam berkas dakwaan terungkap Darius memeras tahanan bernama Tommy

Sanjaya sebesar Rp 1 miliar lebih. Tommy merupakan tahanan kasus

penganiayaan.

Rabu 5 Oktober 2016 sekitar pukul 01.00 WIB, Tommy Sanjaya bersama

Pramandani, Irvan, dan Jimen berangkat ke kontrakan Santoso di Batununggal

Lestari. Mereka menganiaya Santoso dan anaknya Antonius Santoso lantaran

diduga belum mengembalikan uangnya Rp 6 miliar.

Setelah kejadian itu, Santoso melaporkan Tommy ke Polsekta Bandung kidul.

Atasan laporan Santoso, terdakwa Darius yang merupakan kanitreskrim bersama

11 orang timnya menangkap Tommy di rumahnya di Jalan Semar, Kecamatan

Cicendo.

Saat penangkapan, Darius dan timnya menyita sejumlah barang milik Tommy,

yakni mobil Mercy Type C 250, tas hitam, handphone, laptop Apel Macbox, note

book Sony Vaio, dan enam botol miras berbagai jenis.

Tommy dibawa ke Polsek Bandung Kidul. Sesampainya di kantor polisi, Darius

membawa Tommy ke sebuah ruangan tertutup. Hanya berdua di ruangan tersebut.

Darius memarahi Tommy dengan kata-kata kasar. Ia juga mengacungkan senjata


jenis airsoft gun ke arah Tommy. Selanjutnya Darius menawarkan bantuan bisa

menyelesaikan kasus Tommy asal diberikan imbalan. "Saya mau Fortuner VRZ

putih baru," ujar salahsatu jaksa membacakan isi berkas dakwaan.

Namun saat itu Tommy tidak mengetahui maksud Darius. Tommy pun ditahan.

Darius sempat memberikan nomor pribadi kepada Tommy.

Keesokan harinya, Kamis 6 Oktober 2016 sekitar pukul 12.00 WiB, paman saksi

Tommy, Oeun tjandra datang ke Polsekta Bandung Kidul dan menemui Darius

untuk mengklarifikasi dan menyelesaikan kasus yang menimpa keponakannya.

"Saat itu terdakwa meminta Tommy sediakan Rp 1,2 miliar. Namun setelah tawar

menawar akhirnya sepakat Rp 1,05 miliar sebagai uang penyelesaian perkara dan

uang damai kepada Santoso," katanya.

Pada sore harinya sekitar pukul 17.00 WIB, Oeun Tjandra bersama Darius

menggunakan mobil Avanza hitam nopol DF 235 MOB datang ke sebuah rumah

makan di Batununggal untuk menemui Yongky kakak saksi Tommy.

Tapi saat itu terdakwa tidak turun dari mobilnya, dan hanya Tjandra saja yang

keluar kemudian mengambil dua bungkusan plastik hitam dari Yongky. Dua

plastik hitam itu disimpan di bagasi mobil Darius. Kemudian mereka kembali ke

Polsek. Sekitar pukul 22.00 WIB Tommy dan Pramandani akhirnya dikeluarkan

dari penjara.

Usai bebas, Tommy melaporkan pemerasan tersebut ke Propam Polda Jabar.

Atas perbuatannya, terdakwa dijerat dakwaan primer pasal 12 huruf e, dakwaan

subsidair pasal 5, dan lebih subsidair pasal 11 UU Tindak Pidana korupsi.


"Ancaman maksimalnya 20 tahun penjara," kata JPU Wahyu Sudrajat usai

persidangan.

Terdakwa Darius dan kuasa hukumnya tidak mengajukan eksepsi. Sidang

dilanjutkan pekan depan dengan agenda keterangan saksi dari tim JPU.

Sumber : https://news.detik.com/berita-jawa-barat/d-3399245/polisi-di-bandung-

yang-memeras-tahanan-terancam-20-tahun-penjara
ANALISIS
Maksud pemerasan menurut Pasal 368 adalah dengan maksud untuk

menguntungkan dirinya atau orang lain dengan melanggar hukum. Memaksa

orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan

sesuatu barangnya atau orang ketiga atau supaya dia mengutang atau menghapus

piutang. Tindakan ini disebut afpersing.


Penjelasan di atas adalah penjelasan secara khusus dari pengertian pemerasan.

Dalam Pasal 368 ayat (2) KUHP memberikan pengertian secara luas tentang

pemerasan. Pengertian secara luas adalah tindakan melawan hukum memaksa

seseorang dengan kekerasan atau pencurian yang didahului disertai kekerasan

atau ancaman kekerasan, baik diambil sendiri oleh tersangka maupun penyerahan

barang oleh korban.


a. Unsur obyektif.
1) Dalam pemerasan terdapat unsur kesengajaan yang bersifat tujuan, yaitu

mengambil barang orang lain dengan cara kekerasan atau ancaman kekerasan atau

mengambil barang dengan membunuh korban.


2) Unsur memaksa pelaku terhadap korban. Memaksa merupakan tindakan

yang merugikan orang lain


3) Yang dipaksa yaitu orang (yang menjadi korban)

4) Cara memaksa menggunakan ancaman tertulis, lisan, maupun akan

membuka rahasia korban.


b. Unsur subyektif
1) Maksud yang dituju. Maksud pelaku untuk melakukan pemerasan

merupakan tindakan pidana yang dilarang


2) Menguntungkan diri atau orang lain.Perbuatan ini dilakukan, untuk

menguntungkan diri atau orang lain, sebagaiman dijelaskan dalam pasal

pemerasan
3) Melawan hukum. Pemerasan merupakan pidan terhadap benda orang lain,

yang sudah menjadi kekuasaan mereka.


Sehingga adapun hal ini dilakukan oleh oknum kepolisian seharusnya

menjadi sebuah tamparan keras bagi tubuh instansi kepolisian. Kita menuntut

agar kepolisian lebih bersifat professional dalam berindak dan dalam menegakan

hukum yang ada di Indonesia.

14. Polri bantah mutasi pejabat Polda Jabar akibat kasus KKR Natal
BANDUNG, Indonesia Sejumlah pejabat tinggi kepolisian mengalami

pergantian posisi, pada Selasa, 13 Desember. Termasuk di antaranya adalah Irjen

Pol Bambang Waskito yang sebelumnya menjabat sebagai Kepala Kepolisian

Daerah Jawa Barat menjadi Kapolda Sulawesi Utara.

Selain Bambang, Kapolrestabes Bandung Kombes Pol Winarto juga dimutasi

menjadi Dirlantas Polda Sulawesi Selatan. Rotasi tersebut tertuang dalam

telegram bernomor ST/2987/XII/2016 tanggal 12-12-2016


Pergantian dua pejabat tinggi di wilayah Jawa Barat itu memunculkan rumor hal

itu terkait dengan insiden pembubaran kegiatan ibadah Kebaktian Kebangunan

Rohani (KKR) di gedung Sasana Budaya Ganesha (Sabuga), Jalan Taman Sari,

Bandung, pada Selasa pekan lalu, 6 Desember.

Namun rumor itu dibantah oleh pihak kepolisian.

Ya, enggak lah, kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes

Polri Kombes Pol Martinus Sitompul saat dihubungi Rappler, Selasa, 13

Desember.

Ia menjelaskan, pergantian kedua pejabat Polri itu merupakan mutasi biasa untuk

pengembangan karier dan menjelang masa purnabakti.

Merupakan mutasi yang biasa. Tour of duty dan tour of area untuk

pengembangan karir dan ada juga yang memasuki masa purnabakti, kata

Martinus.

Ia mengatakan, selain Bambang dan Winarto, juga ada puluhan pejabat polri

lainnya yang juga dimutasi.

Winarto sendiri terbilang singkat memimpin kepolisian di level Kota Bandung ini.

Ia resmi menjabat sebagai Kapolrestabes Bandung pada 4 Mei 2016. Posisinya

nanti akan digantikan oleh Kombes Pol Hendro Pandowo yang kini menjabat

sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Pidana Umum Bareskrim Polri.

Sama halnya dengan Winarto, Bambang menjabat posisi Lodaya satu dalam kurun

waktu yang pendek. Ia dilantik sebagai Kapolda Jabar pada 31 Mei 2016. Kapolda

Sulawesi Selatan Irjen Pol Anton Charliyan disebut akan menggantikan posisi

Bambang.
Sebelumnya, puluhan anggota organisasi masyarakat Pembela Ahlus Sunnah

(PAS) menghentikan KKR Natal di Gedung Sabuga, pada 6 Desember silam.

Aksi tersebut menuai kecaman masyarakat yang menilai tidak seharusnya pihak

kepolisian membiarkan ormas melakukan dugaan pembubaran terhadap kegiatan

ibadah agama lain. Rappler.com

Sumber: http://www.rappler.com/indonesia/berita/155383-polri-bantah-mutasi-

pejabat-polda-jabar-kkr-natal

ANALISIS
Menjadi sebuah ironi ketika keolisian yang seharusnya menjadii garda terdepan

tegaknya aturan hukum justru malah menimbulkan rasa tidak nyaman dan tentram

bagi masyarakat.
Dalam Pasal 28 UUD 1945 Amandemen Ke IV termaktub bahwa:
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang.


Hal tersebut .dielaborasi dalam Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 Amandemen ke IV

yang mengatakan bahwa: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk

untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya

dan kepercayaannya itu.


Adapun definisi HAM sebagaimana tercantum dalam Pasal 1 ayat (1) UU No. 39

tahun 1999 adalah:


Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan

keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan

anugerah-nya yang wajib di hormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara,

hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan ahrkat

dan martabat manusia.


Sehingga pada dasarnya menurut hukum setiap warga negara memiliki hak untuk

melakukan ibadat dan berkumpul menrut agama dan kepercayaanya masing-

masing. Sehingga sungguh tidak masuk diakal seandainya kepolisian yang

seharusnya menjadi pelindung masyarakat akan setiap pemenuhan hak-haknya

selaku warga negara justru malah melakukan pembubaran dan penjegalan

terhadap hak-hak masyarakat tersebut.


Didalam aturan turunan dari UU-pun mengatakan bahwa setiap hak-hak warga

negara harus dihormati oleh setiap orang tanpa terkecuali seperti yang diakatan

dalam UU No. 39 Tahun 1999. Sehingga tindakan Polrestabes Bandung dalam hal

ini yang melakukan pembubaran kegiatan keagamaan di SABUGA tersebut patut

mendapat perhatian yang tinggi karena hal ini adalah merupakan pelanggaran hak

asasi manusia yang berat karena dilakukan oleh aparatur penegak hukum.
15. LSM-LSM yang Paling Disegani oleh Polri
Ternyata, dari ribuan LSM-LSM yang ada di Indonesia beberapa diantaranya

merupakan LSM-LSM yang paling disegani oleh Polri. Buktinya adalah kalau

mereka yang melaporkan suatu kasus maka dengan segera oleh Polri, khususnya

oleh Bareskrim Budi Waseso langsung ditindak-lanjuti.Ini sangat mengherankan

bin aneh. Biasanya kalau ada LSM melapor ke Polisi tentang suatu kasus

umumnya laporan-laporan itu akan sangat lama diprosesnya dan kadang tidak

diproses sama sekali.


Kalau memang ingin diproses biasanya harus rajin-rajin datang kembali ke Polisi

hingga berkali-kali. Tetapi untuk 3 LSM ini memang oleh Polri diberi

keistimewaan khusus. Dalam hitungan 1x24 jam langsung diproses dan langsung

dikeluarkan Surat Perintah Penyidikannya (Sprindik). Ini benar-benar Aneh. Gw

nggak tahu apa keistimewaan 3 LSM ini sehingga membuat Polri, khususnya

Bareskrim begitu segan kepada mereka. Jangankan gw yang rakyat nggak jelas.

Presiden Jokowipun sangat penasaran dengan pihak mana yang melaporkan

Tempo ke Bareskrim. Dan ternyata yang melaporkan salah satu dari 3 LSM yang

paling disegani Polri itu.Dan berikut investigasi gw pribadi lewat google untuk 3

LSM Istimewa tersebut.


1.LSM GACD (Government Against Corruption and Discrimination) LSM

GACD ini adalah LSM yang sangat Misterius. LSM ini diketahui dipimpin oleh
seseorang yang bernama Andar Situmorang.Tapi hanya info tersebut yang dapat

dilacak. Gw nggak tau kenapa ini LSM sangat sulit dilacak jejak keberadaannya.

Mungkin keberadaan LSM ini dilindungi pihak tertentu demi rahasia Negara.

Atau jangan-jangan LSM ini LSM jadi-jadian yang tidak pernah ada dan bisa

muncul begitu saja. Yang jelas Polisi sangat segan dengan LSM ini sehingga

Laporan pengaduan diproses oleh Polri. Laporan LSM ini tentang mantan Wakil

Ketua KPK Chandra Hamzah dan Deputi Pencegahan KPK Johan Budi atas

dugaan penyalahgunaan wewenang terkait pertemuan keduanya dengan mantan

Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin pada 2008-2010.

2. LSM KPK Watch Indonesia Mirip dengan LSM GACD, LSM KPK Watch

Indonesia juga sangat sulit dicari lewat google maupun search engine lainnya.

Umumnya sebuah LSM yang eksis dan bekerja selalu membuat sebuah aktivitas

pelaporan sehingga ada arsip yang bisa dilacak lewat internet.Tapi oleh Polri LSM

ini cukup disegani. Buktinya ketika Direktur Eksekutif LSM KPK Watch

Indonesia Muhamad Yusuf Sahide telah melaporkan Abraham Samad ke Badan

Reserse Kriminal Mabes Polri pada 22 Januari. Laporan tersebut terkait

pertemuan Samad dengan sejumlah petinggi partai politik mejelang Pilpres 2014.

Dan langsung diproses oleh Polri. Dan sama-sama kita ketahui Bareskrim telah

memproses laporan ini dan diberitakan berbagai media. Jejak dari LSM ini hanya

bisa ditemui di laman Facebook dengan akun LSM KPK Watch Indonesia.

Sayangnya akun Fesbuk ini jarang sekali aktif. Terakhir aktif pada 17 Juli 2014

dengan membuat sebuah status berisi : Dukungan terhadap KPK dan komitmen

pemberantasan Korupsi Jokowi-JK jauh lebih unggul


3.LSM Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) Berbeda dengan 2 LSM

diatas, LSM ini bisa dilacak aktivitasnya terutama yang berkaitan dengan

Pimpinan LSM ini atas nama Mohammad Fauzan Rahman. LSM ini dapat dilacak

dengan aktivitasnya yang mayoritas dan mungkin spesialis merupakan aksi-aksi

demo terhadap sejumlah pihak dalam beberapa tahun terakhir.LSM GMBI yang

berkantor di Bandung dan dipimpin oleh M. Fauzan Rahman mantan Caleg

DPRD dari Partai Demokrasi Kebangsaan untuk Dapil IX Jawa barat ini tercatat

pernah melakukan beberapa Demo seperti : a.Demo ke KPK pada Mei 2013

mendesak KPK mengusut kasus PT. Bio Farma dan Korupsi PT.Telkom.

b.Februari 2014, GMBI dibawah pimpinan Fauzan berdemo dan mengancam

Pemkot Bandung untuk mengeksekusi lahan tanah sengketa tanah di Kelurahan

Darwati, Bandung.( Gw nggak tahu detail masalahnya jadi catatan ini hanya jejak

yang gw dapat dari Google. Lihat saja di link yang gw lampirin) c.Berdemo dan

mengepung kantor DPRD Karawang pada 12 April 2012. Dibawah pimpinan M

Fauzan rahman GMBI menuntut DPRD menekan Bupati Karawang berkaitan izin

pengelolaan lahan 52 Hektar yang diberikan pada PT. Surya Cipta Swadaya

padahal menurut GMBI lahan tersebut milik Janda-janda purnawirawan AD.

d.Berdemo di Sidang Tipikor Bandung pada 28 april 2014. Mereka menuntut

Hakim agar Hukuman buat Koruptor Dada Rosada (mantan walikota Bandung)

dijatuhkan seminim mungkin. Aneh ya demo-demonya? Hehehe..


GMBI juga pada Pilpres lalu (Juni 2014) berdemo menyatakan dukungannya

kepada Jokowi-JK. Kelihatannya pimpinannya M Fauzan Rahman sangat segan

dengan PDIP. Bahkan ada satu tulisannya di sebuah blog tentang kekagumannya

pada Almarhum Taufik Kiemas. f.M Fauzan Rahman juga dari beberapa berita
terlihat cukup akrab dengan Eggi Sudjana. Gw nggak tahu karena sama-sama dari

Garut Jawa Barat atau sama-sama punya kemampuan menggerakan Demo atau

karena Eggi Sudjana dekat dengan Budi Gunawan. Jadi untuk Jokowi sekarang

mungkin tidak usah penasaran lagi tentang siapa yang melaporkan Tempo ke

Bareskrim Polri. Pelapornya adalah M Fauzan Rahman ketua LSM GMBI.

Fauzan melaporkan Tempo ke Bareskrim Polri didampingi Eggi Sudjana pada

tanggal 22 Januari 2015. Tempo dituduh telah membocorkan rahasia Bank

berkaitan dengan Rekening Budi Gunawan. Aneh ya, bukan Bank yang

melaporkan tetapi sebuah LSM. Dan lebih aneh lagi oleh Bareskrim laporan itu

ditindaklanjuti dengan langsung mendatangi Dewan Pers untuk meminta

dukungan untuk menyidik Tempo. Dan ternyata bukan hanya Tempo yang

dilaporkan oleh M Fauzan. Tercatat nama Yunus Husein mantan pimpinan

PPATK, Abraham Samad dan Bambang Widjojanto juga dilaporkan M fauzan

yang sering didampingi Eggi Sudjana. Gila bener nih LSM yang satu ini. Semua

orang yang berhubungan dengan rekening BG dilaporkan ke Bareskrim Polri dan

langsung ditindak-lanjuti. Satu lagi dari GMBI, ternyata ada juga laporan ke

Bareskrim dengan dugaan Abraham Samad memiliki Senjata Api Ilegal alias

Surat Izinnya sudah kadaluawarsa. Senpi itu dikabarkan merupakan Pemberian/

Kenang-kenangan dari mantan Kabareskrim Suhardi Alius kepada Samad.

Laporan GMBI ini kali ini bukan dilakukan oleh M Fauzan tetapi oleh pengurus

GMBI lainnya yang bernama Moch Mansyur ke Bareskrim tanggal 6 Februari

2015. Heran ya, kok bisa ya sebuah LSM di Bandung tahu bahwa Samad punya

senjata api pemberian Suhardi Alius? PIHAK MISTERIUS LAINNYA YANG


DISEGANI POLRI Ternyata selain 3 LSM diatas yang sangat disegani Polri, ada

2 orang Misterius lagi yang juga disegani Bareskrim Polri. Laporan kedua orang

itu langsung direspon secara kilat oleh Bareskrim. Dan kedua orang itu adalah :

1.Feriyani Lim. Melalui Pengacaranya Feriyani melaporkan Abraham Samad

membantunya membuat KTP dan KK Palsu tahun 2007. Laporan diterima

Bareskrim dengan nomor TBL/72/II/2015/Bareskrim Ini sungguh aneh. KTP

dibuat untuk keperluan Feriyani Lim tetapi malah Feriyani yang melaporkan

Samad. Dan setelah 2 bulan pengaduan tersebut sampai saat ini public nggak

pernah tahu yang mana orangnya. Kasus aneh dan Pelapornya Misterius.

Sayangnya oleh Polri langsung ditanggapi sehingga AS dijadikan tersangka

berikut selanjutnya dinonaktifkan dari Komisoner KPK. 2.Andi Syamsul Bahri.

Orang ini juga misterius. Entah darimana asalnya tiba-tiba melaporkan Deny

Indrayana ke Bareskrim tanggal 10 Februari 2014 untuk kasus Payment Gateway.

Bareskrim Polri begitu dilapori Andi Syamsul langsung bergerak membentuk Tim

untuk menyelidikinya. Bahkan Amir Syamsudin mantan Menteri Hukum dan

HAM sudah dipanggil untuk dimintai keterangannya untuk kasus aneh ini.

Pokoknya kesimpulannya, Polri akan lebih cepat memproses laporan sebuah

kasus kalau yang melapor adalah pihak-pihak yang misterius.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/fadlizontor/lsm-lsm-yang-paling-

disegani-oleh-polri_552afec66ea8349b76552cf6

ANALISIS
Inilah yang terjadi apabila hukum sebagai aturan tertinggi dalam sebuah negara

tidak dijiwai dengan benar. Dalam dunia hukum kita mengenal asa equality before
the law atau persamaan dimuka hukum. Sehingga makna dari asas tersebut adalah

bahwa hukum tidak diatasi oleh hal lain. Sehingga dalam teori hukum murni

(reine rechtlehre) yang dikemukan oleh Hans Kelsen mengatakan bahwa hukum

harus dippisahkan dari segala macam anasir-ansir non hukum. Hal ini dilakukan

demi menjaga marwah dan kemurnian hukum itu sendiri.


Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 Amandemen ke IV mengatakan bahwa Negara

Indonesia adalah negara hukum. Sehingga dari satu payung hukum itu saja dapat

kita ketahui bersama bahwa tentu hukum menjadim kesetaraan (egalite). Hal

diatas menjadi sebuah ironi ketika ada ribuann kasus yang mandeg di kepolisian

baik dalam tahap penyidikan ataupun tahan prapenuntuta, namun disisi lain ada

LSM-LSM yang seolah memiliki golden ticket untuk mendapatkan pelayanan

yang special dari kepolisian sehingga laporannya langsung diproses dan

ditindaklanjuti sementara pihak-pihak lain dibiarkan terlantar begitu saja.


Maka, kepolisian arus bersikap objektif dalam rangka pelayanan terhadap

masyarakt tanpa melihat latar belakang bendera atau organisasi yang dimilikinya.

Sehingga kita tempatkan hukum didalam mihrab tertinggi sebagai guiden

kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan politik ataupun siapa yang memiliki

masa yang paling banyak.

16. Kapolri Tegur Polisi yang Foto dengan 5 Mayat Begal: Tidak Etis
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kepolisian RI Jenderal Tito Karnavian menilai aksi

anggota Kepolisian Resor Kota Bandar lampung, Lampung yang berfoto di depan

lima jenazah pelaku begal sebagai tindakan tidak etis.


"Saya hargai mereka berhasil mengungkap perkara begal yang meresahkan

masyarakat di sana. Setelah itu seharusnya tidak perlu ada foto seperti itu," ujar

Tito di Jakarta, Kamis 6 April 2017.

Menurutnya, tindakan polisi foto dengan mayat lima begal tersebut tidak humanis

dan tidak profesional. Dalam foto yang menjadi viral di media sosial tersebut,

belasan anggota kepolisian tampak berdiri dan ada pula yang berjongkok di depan

jenazah para pelaku begal yang dijajarkan di tanah.

Secara hukum, menembak mati diperkenankan sepanjang polisi berhadapan

dengan pelaku tindak kejahatan yang membahayakan mereka. Namun aksi berfoto

bersama jenazah pelaku tidak dibenarkan. Tito mengaku akan berangkat menuju

Lampung pada Jumat 7 April 2017 untuk memberi arahan kepada para

anggotanya di provinsi paling selatan Sumatera itu. "Tidak boleh lagi hal seperti

itu terulang," ucapnya.

Sebelumnya, tim Ranger Tekab 308 Polresta Bandarlampung menyergap

kelompok begal dan pencurian kendaraan bermotor pada Sabtu 1 April 2017.

Menurut Kapolresta Bandarlampung Kombes Murbani Budi Pitono, penyergapan

yang dilakukan pukul 03.00 WIB di wilayah Kota Bandarlampung berlangsung

dengan sengit, sebab pelaku melakukan perlawanan aktif dengan menembakkan

senjata api rakitan ke arah petugas.

Kelompok ini melakukan perlawanan aktif saat akan ditangkap, sehingga petugas

memberikan tindakan tegas dan terukur. "Sempat tejadi baku tembak antara para

pelaku dan petugas, hingga akhinya lima orang pelaku berinisial SF, JN, RK, IN

dan HM yang seluruhnya warga Kecamatan Jabung, Kabupaten Lampung Timur


berhasil dilumpuhkan," kata dia. Kelima pelaku tewas saat dibawa ke Rumah

Sakit Bhayangkara Bandarlampung.

Sumber: https://nasional.tempo.co/read/news/2017/04/07/063863588/kapolri-

tegur-polisi-yang-foto-dengan-5-mayat-begal-tidak-etis

ANALISIS
Didalam melakukan tuugasnya tentunya seorang penegak hukum terikat oleh
kode etik, sehingga para penegak hukum yang dalam bertugas dilinndungi oleh
Undang-Undang sekalipun tidak seanaknya dalam bertugas dengan dalih perintah
undang-undang. Dalam kasus diatas seolah petugas kepolisian melakukan foto
didepan jenazah yang ditembaknya adalah merupakan sebuah kebanggaan
sehingga petugas tersebut sefie didepan jenazah yang telah dilumpuhkannya.
Namun, mayat tetaplah harus dihormati walaupun telah meninggal dan tidak
peduli latar belakang mayat tersebut.
Adapaun mengenai etika adalah terdapat dua macam etika, yakni Etika Deskriptif

dan Etika Normatif. Etika deskriptif adalah etika yang menelaah secara kritis dan

rasional tentang sikap dan prilaku manusia serta apa yang dikejar oleh setiap

orang dalam hidupnya sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya, etika deskriptif

berbicara mengenai fakta secara apa adanya. Sedangkan, etika normatif adalah

etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang idel dan seharusnya

dimiliki manusia atau apa yang seharusnya dijalankan oleh manusia dan tindakan

apa yang bernilai dalam hidupnya. Menurut K. Bertens: Etika adalah nilai-nila

dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sehingga kedepan seorang penegak

hukum harus benar-benar memegang kode etik sebagai penegak hukum supaya

kedepan masyarakat tidak berlaku anti pati. Bahwa kebanggaan bersama jika

kepolisian bisa meringkus seorang penjahat namun, hal tersebut menjadi

disayangkan apabila setelah melakukan pemberantasannya petugas tersebut

melakuka tindakan yang menurut etika tidak baik.

17. Mabes Polri Benarkan Kapolda Jabar Jadi Ketua Pembina GMBI
WARTA KOTA, JAKARTA - Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas

Polri Brigjen Pol Rikwanto membenarkan bahwa Kapolda Jawa Barat Anton

Charliyan merupakan Ketua Dewan Pembina Gerakan Masyarakat Bawah

Indonesia (GMBI).

Ormas ini sempat mengawal pemeriksaan pimpinan FPI Rizieq Shihab sebagai

saksi dalam kasus dugaan penodaan lambang negara di Mapolda Jawa Barat.
Sekretariat ormas tersebut di Bogor kemudian dibakar oleh kelompok lain yang

diduga dipicu oleh isu penusukan anggota FPI.

"Memang demikian. Namun, masalah pidananya siapa berbuat apa," ujar

Rikwanto, di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (13/1/2017).


Rikwanto menganggap wajar keterlibatan Anton dalam sebuah ormas. Bukan hal

baru jika polisi akrab dengan ormas tertentu.

"Pejabat kepolisian di tempat manapun sering diminta ke perkumpulan tertentu,"

kata Rikwanto.
Namun, jika ada dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh kelompok tersebut,

tak serta merta menyalahkan pengurusnya.


"Kalau yang ada tindak pidana itu tanggung jawab pribadi siapapun dia," kata

Rikwanto.
Pembakaran Sekretariat GMBI di Bogor diduga dipicu oleh isu penusukan

anggota FPI dan perusakan mobil akibat bentrok.


Namun, kata Rikwanto, isu tersebut tidak jelas kebenarannya.
"Itu berita yang beredar di medsos. Sampai saat ini sudah saya konfirmasikan ke

Polda Jabar, itu belum ada faktanya," ujar Rikwanto.


Rikwanto mengimbau ormas dan masyarakat untuk tidak mudah terpanving

dengan pemberitaan di media sosial.


Masyarakat diminta cerdas dengan tidak memercayai begitu saja informasi yang

ada.

Sumber: http://wartakota.tribunnews.com/2017/01/13/mabes-polri-benarkan-

kapolda-jabar-jadi-ketua-pembina-gmbi

ANALISIS
Didalam pasal 2 UU No. 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia mengatakan bahwa kepolisian memmiliki fungsi pemerintahan negara

di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,

perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.


Alih-alih menciptakan sebuah keamanan dan ketertiban bagi masyarakat justru

dalam kasus diatas kepolisian pada khususnya POLDA JABAR malah

menimbulkan kegaduhan dengan terjadinya bentrok antara masa GMBI dan FPI.
Hal ini kemudian menjadi sebuah posisi yang sangat dilematis ketika KAPOLDA

JABAR justru adalah seorang Ketua Pembina GMBI. Sehingga bukan

menimbulkan keamanan dan ketertiban justru sebaliknya. Dalam komunikasi


politik dapat kita analisis bahwa dengan jabatan KAPOLDA JABAR sebagai

Ketua Pembina GMBI adalah: Pertama, KAPOLDA JABAR sengaja membiarkan

bentrokan terjadi sehingga menimbulkan konflik atau kedua, KAPOLDA JABAR

memang tidak bisa mengkondusifkan masa GMBI msekipun opsi kedua ini agak

mustahil bagi seorang pejabat tinggi di kepolisian di Jawa Barat.


Sehingga kedepan memang yang harus kita waspadai adalah konflik-konflik yang

justru dilator belakangi oleh oknum-oknum kepolisian sendiri. Sehingga isu-isu

yang besekala besar kemudian direduksi kedalam konflik-konflik organisasi-

organisasi atau LSM-LSM.

18. Hindari Pungli, Orang Tua Calon Taruna Polisi Wajib Tandatangan Pakta

Integritas
UNTUK menghindari pungutan liar atau penyuapan, para orang tua yang anaknya

melamar program penerimaan taruna kepolisian di Indramayu wajib

mendatangani pakta integritas. Bertempat di halaman Mapolres setempat,

penandatanganan disaksikan wakil dari Polda Jawa Barat, Polres Indramayu serta

anak-anak yang mendaftar.

Rilis dari Humas Polres Indramayu, Rabu (19/4/2017) menyebutkan acara itu

dipimpin Kasubbid Tekkom Bid Tipol Polda Jabar, AKBP Eddy Arwadi Girsang,

A Md. Turut menyaksikan Wakapolres Indramayu, Kompol Asep Agustoni, SE,

MM, para kapolsek, perwira dan seluruh panitia Penerimaan Polri tahun 2017

Polres Indramayu.

Usai penandatanganan, Eddy menyampaikan amanat Kapolda Jabar terkait

dengan pakta integritas tersebut. Diantaranya menyangkut bahwa pakta integritas


sebagai sarana kontrol, pengendalian dan pengawasan melekat pada proses

penerimaan calon anggota Polri.

Dengan begitu, tambah Eddy, proses penerimaan akan benar-benar mendapatkan

calon anggota Polri yang terbaik, baik calon taruna/taruni akpol, bintara dan

tamtama. Baik secara fisik, mental, intelektual dan kerohanian.

Lewat penerimaan ini, Polri juga akan membuktikan perubahan ke arah perbaikan

yang tengah dilakukan jajaran Polri. Polri, termasuk Polda Jabar menerapkan

prinsip BETAH dalam proses rekrutmen anggota kepolisian yang meliputi

Bersih, Transparan, Akuntabel, Humanis serta Clear and Clean.

Rekrutmen ini harus bersih, tidak dikotori oleh tindakan seperi penyuapan

maupun berbagai macam pungutan yang tidak ada dalam aturan, tutur Eddy.

Sementara itu, Wakapolres Indramayu, Kompol Asep Agustoni menyampaikan

amanat Kapolres Indramayu, AKBP Eko Sulistiyo yang berhalangan hadir karena

ada keperluan lain. Asep menjelaskan, proses penerimaan calon anggota Polri ini

tidak dipungut biaya dan dilarang untuk kasak-kusus menggunakan uang.

Semua peserta harus percaya diri. Persiapkan bekal pengetahuan dan stamina

fisik. Banyak belajar dan berlatih untuk bisa memperoleh nilai terbaik agar bisa

lulus, tutur dia.

Pada kesempatan itu, Polres menyerahkan kartu nama berisi nomor WA

(whatsapp) dan nomor handphone untuk layanan pengaduan masyarakat. Dengan

nomor 0853 2055 0648, para calon taruna dan orang tua bisa menanyakan seputar

informasi proses penerimaan anggota Polri.


Sumber: http://www.galamedianews.com/halo-polisi/143286/hindari-pungli-

orang-tua-calon-taruna-polisi-wajib-tandatangan-pakta-integritas.html
ANALISIS
Dewasa ini kita dihadapkan dengan sebuah realita bahwa pungli telah mejalar

kedalam hamper semua lini kenegaraan termasuk kepolisian tidak lupus di

dalamnya. Proteksi sebagaimana telah termaktub didalam UU No. 30 Tahun 2002

Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan UU No. 30 Tahun 2001

Tentang Komisi Pemberantats Korupsi terasa masih saja kurang dalam

memberantas tindak pidana kerah putiih ini.


Kepolisian sebagaiman terdapat dalam UU No. 2 Tahun 2002 yang juga memiliki

kewenangan malakukan penyidikan sebagaiman tertuang juga didalam UU No. 8

Tahun 1981 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana mengatakan

bahwa dalam hal tindak pidana korupsi dalam bentuk apapun, maka kepolisian

juga berwenang melakukan penyiidikan atasnya. Namun keadaan yang dilematis

kemabali terjadi dalam lembaga negara ini. Sebuah kenyataan yang tidak bisa

dielakan bahwa justru kepolisian menjadi salah satu penyumbang kasus pungli itu

senditi seperti apa yang ada didalam kasus diatas.


Kedepan kepolisian harus dikembalikan kepada fungsinya sebagaimana terdapat

dalam Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisain Negara Republik

Indonesia yaitu: fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan

dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan

pelayanan kepada masyarakat. Sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman

ketika polisi ada disekitarnya bukan malah merasa tidak nyaman dan takut akan

sosok kepolisian.

Anda mungkin juga menyukai