Anda di halaman 1dari 6

Tugas Paper

Protein Efficiency Ratio (PER), Biological Value (BV), Net Protein


Utilization (NPU), Skor Asam Amino

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Ilmu Gizi Dasar

Dosen Pengampu:

Ibu Ana Nur Filiya S.Km.,M.PH

Disusun oleh

Nama : Elvanda Helzalia Putri

NIM : 10322029

S1 KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN KESEHATAN

INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI

2023
1. Protein Efficiency Ratio (PER)
Protein efficiency ratio digunakan untuk menghitung efisiensi suatu protein
makanan yang digunakan untuk sintesis protein di dalam tubuh. Apabila didefinisikan
maka PER adalah perbandingan antara pertambahan berat badan dengan jumlah protein
yang dikonsumsi. PER merupakan metode evaluai mutu protein yang paling banyak
digunakan dan sudah diterima sebagai metode resmi untuk menilai mutu protein dalam
pelabelan gizi oleh Food and Drug Administration (FDA). Komposisi ransum yang
digunakan dan komposisi campuran vitamin adalah sebagai berikut.

Tabel Komposisi Ransum yang Dianjurkan untuk Penetapan PER

Tabel Komposisi Campuran Vitamin untuk Penetapan PER menurut AOAC


Perhitungan PER dilakukan dengan menggunakan rumus:

Perhitungan harus dilakukan untuk setiap sampel, dimana nilai rata-rata dihitung untuk
setiap kelompok. Apabila digunakan kasein selain kasein ANRC, maka nilai PER yang
diperoleh dari percobaan distandarisasi sebagai berikut.

Data PER sampel dapat distandarisasi dengan cara lain, yaitu dihitung sebagai
persentase dari PER kasein. Persentase dari nilai PER kasein bukan merupakan
persentase dari nilai gizi kasein karena PER bukan merupakan fungsi linier. Faktor yang
paling berpengaruh terhadap nilai PER adalah kadar protein ransum sehingga dibuat
standarisasi untuk kadar protein ransum adalah 10%.
2. Biological Value (BU)
Nilai hayati (Biological Value, BV) adalah jumlah senyawa nitrogen protein
yang ditahan dari sejumlah tertentu nitrogen protein pangan yang dicerna dan diserap
(Tejasari, 2005). Nilai biologis adalah perbandingan antara jumlah asam-asam amino
yang dapat ditahan (retensi) oleh tubuh (untuk sintesis protein tubuh) dengan jumlah
asam-asam amino yang dapat diserap oleh usus halus. Artinya, metode ini
menggambarkan seberapa cocok asam amino yang diserap tubuh dapat memenuhi
kebutuhan tubuh. Metode ini melibatkan dua penelitian keseimbangan nitrogen. Studi
pertama adalah studi tanpa memberikan protein dalam diet hewan coba. Hal ini
diperlukan untuk melihat jumlah nitrogen dikeluarkan tubuh melalui feses dan urin
yang bukan berasal dari asupan protein.

Perhitungan BV menggunakan rumus:

Rumus tersebut kemudian diadopsi oleh Mitchell (1923-1924) karena rumus tersebut
memerlukan ketelitian dalam pengumpulan dan pengukuran pangan yang dikonsumsi
serta ekskreta (feses dan urine) sehingga sangat sulit dilakukan. Rumus adopsi tersebut
adalah.

3. Net Protein Utilization (NPU)


Net Protein Utilization (NPU) menunjukkan bagian protein yang dapat
dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan yang dikonsumsi. NPU juga
menunjukkan presentase protein dalam susunan makanan yang mampu diubah menjadi
protein tubuh. Menurut Tejasari (2005), menyatakan bahwa nilai NPU merupakan
nisbah antara jumlah nitrogen yang ditahan atau dipergunakan oleh tubuh dengan
jumlah nitrogen yang diserap.
Net Protein Utilization (NPU) dapat diperoleh dari menghitung dengan rumus sebagai
berikut:

4. Skor Asam Amino


Perhitungan SAA merupakan cara teoritis yang umum digunakan untuk
menaksir nilai BV dari protein yang dikonsumsi. SAA menunjukkan bagian (proporsi)
asam-asam amino essensial yang dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan yang
diserap. Perhitungan daya cerna secara teoritis (DC) yang umum digunakan untuk
menghampiri atau menaksir nilai atau daya cerna yangdilakukan melalui penelitian bio-
assay. SAA asam amino terendah menjadikan asam amino tersebut sebagai pembatas.
Suatu asam amino dikatakan sebagai pembatas apabila memiliki skor <100. Apabila
nilai terendah asam amino >100 maka dikatakan makanan tersebut tidak memiliki asam
amino pembatas. Metionin merupakan asam amino pembatas kacang-kacangan, lisan
asam amino pembatas beras dan triptofan asam amino pembatas jagung. Apabila bahan
makanan dengan asam amino pembatas yang berbeda dikonsumsi bersamaan, maka
terjadi saling mengisi kekurangan asam amino yang menjadikan makanan tersebut
memiliki susunan asam amino yang lengkap (Almatsier, 2009). Perhitungan SAA
dilakukan dengan jumlah asam amino yang dikonsumsi dibandingkan dengan pola
kebutuhan asam amino dalam satuan mg/g protein. Berikut adalah cara perhitungan
SAA menurut Almatsier (2009):
Skor Asam Amino =
𝑚𝑔 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑚𝑖𝑛𝑜 𝑝𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑝𝑟𝑜𝑡𝑒𝑖𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑢𝑗𝑖 𝑥 100
𝑚𝑔 𝐴𝑠𝑎𝑚 𝐴𝑚𝑖𝑛𝑜 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 𝑝𝑒𝑟 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑝𝑎𝑡𝑜𝑘𝑎𝑛
Hasil-hasil perhitungan teoritis tidak jauh berbeda dengan hasilhasil penelitian
yang dilakukan di laboratorium. Disamping itu, cara perhitungan teoritis juga lebih
cepat dan praktis, oleh karena itu komisi ahli Food and Agriculture Organization
(FAO)/ World Health Organization (WHO)/ United Nations University (UNU)
menyarankan penggunaan cara teoritis untuk menilai mutu protein terutama bila
penelitian-penelitian laboratorium sulit dilakukan.
Kadar protein menentukan kepadatan protein pangan, tetapi tidak dapat
menunjukkan komposisi jenis asam amino esensialnya. Kelengkapan komposisi asam
amino esensial sangat penting karena sel memerlukan semua asam amino yang
diperlukan secara serentak untuk sintesis protein. Protein lengkap adalah protein yang
mengandung semua asam amino esensial dalam jumlah yang sesuai kebutuhan
manusia. Protein bermutu tinggi, selain lengkap juga memiliki komposisi asam amino
esensial mendekati protein acuan (telur, atau pola acuan FAO/WHO), serta mudah
dicerna sehingga asam amino tersebut dapat mencapai sel sesuai jumlah yang
dibutuhkan tubuh. Jika jumlah asupan asam amino pangan lebih kecil dari
kebutuhannya, jumlah protein yang dibentuk oleh asam amino yang lain terjadi terbatas
(Tejasari, 2005).
Skor Asam Amino (SAA) menunjukkan proporsi asam amino esensial yang
dimanfaatkan oleh tubuh dibandingkan dengan yang diserap. Metode SAA tidak
dimaksudkan untuk menilai mutu asupan atau konsumsi pangan secara tunggal, tetapi
untuk menilai mutu pangan seseorang atau sekelompok orang secara serempak selama
satu hari atau rata-rata sehari. Untuk menghitung SAA ini diperlukan data dasar tentang
kandungan asam amino esensial dari beragam pangan dan pola kecukupan asam amino
seseorang.
Daftar Pustaka
Harmoko J. 2022. 9 Cara Menghitung Mutu Protein. Situs Web Sains Indonesia

Diakses pada 26 Maret 2023 pukul 14.00 WIB melalui https://materikimia.com/9-


cara-menghitung-mutu-protein/#

Maghfiroh D. S., 2019. Standar Porsi, Daya Terima, Tingkat Konsumsi, Dan Mutu Protein
Makanan Pada Penyelenggaraan Makan Siang Siswa Di Sekolah Dasar Islam
Terpadu Insan Permata Kota Malang. Poltekkes Malang.
Diakses pada 25 Maret pukul 12.45 WIB melalui http://perpustakaan.poltekkes-
malang.ac.id/assets/file/kti/1603410002/12._BAB_II_.pdf

Nio O. K., 2023. Cara Menentukan Kualitas Protein Suatu Bahan Makanan. Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan
Diakses pada 25 Maret 2023 pukul 12.00 WIB melalui
https://123dok.com/article/cara-menentukan-kualitas-protein-suatu-bahan-
makanan.y9r9npvy

Anda mungkin juga menyukai