Anda di halaman 1dari 61

ANALISIS RESPON KETAHANAN TERHADAP CEKAMAN SALIN- PANAS PADA

PADI LOKAL INDONESIA

TESIS

Oleh
Dwi Arum Suryaningtyas
NIM. 201520101009

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
ANALISIS RESPON KETAHANAN TERHADAP CEKAMAN SALIN-
PANAS PADA PADI LOKAL INDONESIA

TESIS

Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Persyaratan Untuk Menyelesaikan Program


Magister Pada Program Studi Magister Agronomi
Fakultas Pertanian Universitas Jember

Oleh
Dwi Arum Suryaningtyas
NIM. 201520101009

PROGRAM STUDI MAGISTER AGRONOMI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2023
PERSEMBAHAN

Tesis ini saya persembahkan untuk :


1. Keluarga saya, yaitu Ayah Moh Sodik, Ibu Lilik Ning Trisilowati dan Adek
Moh Arif Setiawan, yang telah menjadi sumber penyemangat saya dalam
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
2. Dosen Pembimbing Utama saya Prof. Dr. Ir. Sri Hartatik, M.S., dosen
pembimbing anggota Mohammad Ubaidillah, S.Si., M.Agr., Ph.D, dosen
penguji utama Prof Tri Agus Siswoyo, S. P., M.Agr.,Ph.D, dosen penguji dua
Tri Handoyo, SP., Ph.D. yang sudah memberikan arahan, kritikan dan masukan
terkait penelitian ini.
3. Para sahabat dan teman-teman yang telah banyak membantu dan mendukung
proses belajar;
4. Seluruh Teman-teman Magister Agronomi 2020;
5. Almamater Program Studi Magister Agronomi Fakultas Pertanian Universitas
Jember yang saya banggakan.
MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya


sesudah kesulotan itu ada kemudahan.
(Q.S AL- Insyirah: 5-6)

So be patient. Indeed, the promise of Allah is truth.


-Dwi Arum S-
PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan dibawah ini :


Nama : Dwi Arum S
NIM : 201520101009
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul:
“Analisis Respon Ketahanan Terhadap Cekaman Salin-Panas Pada Padi Lokal
Indonesia” adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali disebutkan sumbernya
dan belum pernah diajukan pada institusi manapun, serta bukan karya jiplakkan.
Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap
ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya
tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi
akademik jika teryata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jember, Juli 2023


Yang menyatakan

Dwi Arum Suryaningtyas


NIM. 20152010100
TESIS

ANALISIS RESPON KETAHANAN TERHADAP CEKAMAN SALIN-


PANAS PADA PADI LOKAL INDONESIA

Oleh:
Dwi Arum Suryaningtyas
NIM 201520101009

Pembimbing :

Pembimbing Utama : Prof.Dr.Ir.Sri Hartatik, M.S.


NIP. 196003171983032001

Pembimbing Anggota : Ubaidillah,S.Si.,M.Agr.,Ph.D.


NIP. 198612112019031008
PENGESAHAN

Tesis berjudul “Analisis Respon Ketahanan Terhadap Cekaman Salin-Panas Pada


Padi Lokal Indonesia” telah diuji dan disahkan pada:

Hari :
Tanggal : Juli 2023
Tempat : Fakultas Pertanian Universitas Jember

Dosen Pembimbing Utama, Dosen Pembimbing Anggota,

Prof. Dr. Ir. Sri Hartatik, M.S. Mohammad Ubaidillah,S.Si.,M.Agr., Ph.D


NIP. 196003171983032001 NIP. 198612112019031008

Dosen Penguji Utama, Dosen Penguji Anggota,

Prof Tri Agus Siswoyo,SP., M.Agr.,Ph.D. Tri Handoyo, S.P., Ph.D


NIP. 197008101998031001 NIP. 197112021998021001

Mengesahkan Dekan,

Prof. Dr. Ir. Soetriono, M.P.


NIK. 196403041989021001
RINGKASAN

Analisis Respon Ketahanan Terhadap Cekaman Salin-Panas Pada Padi


Lokal Indonesia; Dwi Arum Suryaningtyas, 201020151009; 00 halaman;
Program Studi Magister Agronomi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.

Salinitas dan suhu tinggi (heat stress) merupakan salah satu kendala utama dalam
budidaya padi yang menyebabkan penurunan produksi padi Kombinasi cekaman
salin-panas akan menjadi kondisi yang sering diterima tanaman padi yang
dibudidayakan di Indonesia. Teknik budidayakan padi semi aquatik yang banyak
diterapkan di Indonesia akan meningkatkan resiko tanaman terdampak cekaman
salin-panas. Pada saat suhu tinggi laju transpirasi tanaman akan meningkat,
sedangkan kemampuan akar dalam menyerap air dan nutrisi akan terhambat akibat
adanya cekaman salinitas. Jika kondisi tersebut terjadi dalam waktu yang lama
maka akan berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman
padi. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari mekanisme tanaman dalam
merespon cekaman salin-panas dan mengetahui tingkat ekspresi gen ketahanan
pada padi lokal Indonesia. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2023
bertempat di laboratorium Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Penelitian dilakukan dengan metode Rancangan Acak Lengkap (RAL) non
factorial yang terdiri dari dua faktor perlakuan dan diullang empat kali Faktor
pertama adalah dua puluh empat varietas padi (di skrening). Sementara itu, faktor
kedua adalah perlakuan kombonasi cekaman (Panas dan Salinitas). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kombinasi cekaman salin dan panas memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap morfologi dan fisiologi pada tanaman padi
serta menginduksi gen – gen antioksidan.
SUMMARY

Analysis of Resistance Response to Copy-Heat Stress in Indonesian Local Rice;


Dwi Arum Suryaningtyas, 201020151009; 00 pages; Master of Agronomy Study
Program, Faculty of Agriculture, University of Jember.

Salinity and high temperature (heat stress) are the main obstacles in rice
cultivation which cause a decrease in rice production. The combination of saline-
heat stress will be a condition that is often accepted by rice plants cultivated in
Indonesia. Semi-aquatic rice cultivation techniques that are widely applied in
Indonesia will increase the risk of plants being affected by heat-saline stress. At
high temperatures the transpiration rate of plants will increase, while the ability of
roots to absorb water and nutrients will be hampered due to salinity stress. If this
condition occurs for a long time it will have a negative impact on the growth and
development of rice plants. This study aims to study the mechanism of plants in
responding to heat-saline stress and to determine the level of expression of
resistance genes in local Indonesian rice. The research was carried out in March
2023 at the Agrotechnology Laboratory, Faculty of Agriculture, University of
Jember. The study was conducted using a non-factorial Completely Randomized
Design (CRD) consisting of two treatment factors and repeated four times. The
first factor was twenty four rice varieties (screened). Meanwhile, the second factor
was stress combination treatment (Heat and Salinity). The results showed that the
combination of heat and saline stress had a significant effect on the morphology
and physiology of rice plants as well as inducing antioxidant genes.
PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT Tuhan Yang


Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusuan tesis yang berjudul “Analisis
Ketahanan Respon Terhadap Cekaman Salin-Panas Pada Padi
Lokal Indonesia” sebagai suatu kewajiban yang merupakan syarat untuk
menyelesaikan studi pada jenjang pendidikan Strata Dua (S2) di Program
Pascasarjana Jurusan Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan tesis ini berbagai kesulitan,
hambatan dan tantangan dihadapi akan tetapi atas bantuan, dukungan dan
bimbingan dari berbagai pihak maka semuanya itu dapat diatasi. Oleh
sebab itu penulis tak lupa mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Soetriono, M.P., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Jember yang telah memberikan dukungan dalam bentuk
material maupun moral untuk penulis selama mengikuti pendidikan di
Program Pascasarjana Agronomi Universitas Jember.
2. Bapak Tri Handoyo, SP. Ph.D, selaku Ketua Jurusan Agronomi
Fakultas Pertanian Universitas Jember yang telah memberikan
dukungan dalam bentuk material maupun moral yang penulis gunakan
selama mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Agronomi
Universitas Jember.
3. Prof. Dr. Ir. Sri Hartatik, M.S selaku dosen pembimbing utama yang
telah mencurahkan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing dan
mengarahkan penulis sejak penyusunan proposal, pelaksanaan
penelitian hingga selesainya penulisan tesis ini.
4. Bapak Mohammad Ubaidillah, S.Si., M.Agr., Ph.D selaku dosen
pembimbing anggota, yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan penulis sejak
penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian hingga selesainya
penulisan tesis ini.
5. Prof Tri Agus Siswoyo, S.P., M.Agr.,Ph.D sebagai dosen penguji
utama, yang memberikan koreksi berupa kritik dan saran dalam
penulisan tesis ini.
6. Bapak Tri Handoyo, S.P., Ph.D sebagai dosen penguji anggota, yang
memberikan koreksi berupa kritik dan saran dalam penulisan tesis ini.
7. Bapak dan ibu dosen serta karyawan/i Fakultas Pertanian Universitas
Jember, penulis mengucapkan terima kasih atas pelayanan dan bekal
ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis selama
mengikuti pendidikan di Program Pascasarjana Agronomi Universitas
Jember.
8. Rekan-rekan seangkatan tahun 2020 Program Magister Agronomi
Fakultas Pertanian Universitas Jember dan rekan-rekan Agroteknologi
yang telah membantu penulis selama mengikuti pendidikan di
Universitas Jember.
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..........................................................................................................2
PERSEMBAHAN..............................................................................................................3
MOTTO.............................................................................................................................4
PERNYATAAN.................................................................................................................5
PENGESAHAN.................................................................................................................7
RINGKASAN....................................................................................................................8
SUMMARY.......................................................................................................................9
PRAKATA.......................................................................................................................10
DAFTAR ISI....................................................................................................................12
BAB 1. PENDAHULUAN...............................................................................................13
1.2 Rumusan Masalah................................................................................................14
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................15
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................15
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................16
2.1 Respon Tanaman terhadap Cekaman Panas dan Salinitas.....................................17
2.2 Mekanisme Ketahanan Tanaman Terhadap Cekaman Panas................................21
2.3 Mekanisme Ketahanan Tanaman Terhada Cekaman Salinitas..............................21
2.4 Kombinasi Cekaman.............................................................................................22
2.5 Regulasi Gen terhadap Stres Tanaman Padi.........................................................24
2.6 Hipotesis...............................................................................................................26
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN..........................................................................27
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................................27
3.2.2 Bahan................................................................................................................27
3.3 Rancangan Percobaan...........................................................................................27
3.4 Prosedur Penelitian...............................................................................................29
1. Perlakuan Tanaman..................................................................................................29
3.5 Variabel Pengamatan............................................................................................30
3.5.2 Panjang Akar Tanaman (cm)............................................................................30
3.5.3 Diameter Batang (mm).....................................................................................30
3.5.4 Panjang Daun Nekrosis.....................................................................................30
3.5.5 Biomassa..........................................................................................................30
3.5.6 Kadar Air Relatif Daun.....................................................................................30
3.5.7 Kandungan Total Klorofil.................................................................................31
3.5.8 Akumulasi Kadar MDA dan ROS....................................................................31
3.5.9 Ekspresi Gen.....................................................................................................32
3.5.10 Analisis Proline................................................................................................34
3.6 Analisis Data........................................................................................................35
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN...........................................................................36
4.1.1 Pengaruh Perlakuan Salin-Panas terhadap Morfologi Padi...............................36
A 35..............................................................................................................................37
4.1.2Pengaruh Perlakuan Salin-Panas terhadap Aktivasi Gen-Gen Antioksidan..............43
4.2 Pembahasan................................................................................................................45
BAB 5. PENUTUP...........................................................................................................51
5.1 Kesimpulan.....................................................................................................52
5.2 Saran......................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................53
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Beras (Oryza sativa L.) adalah bahan pangan sumber karbohidrat utama di
Indonesia. Konsumsi beras terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah
penduduk, dalam rangka pemenuhan kebutuhan akan beras maka produksi padi
secara nasional perlu ditingkatkan dan distabilkan untuk menjamin ketahanan
pangan (Rozaq Khamid, 2016). Namun, usaha untuk meningkatkan produksi padi
nasional masih menghadapi banyak kendala, salah satunya adalah perubahan
kondisi lingkungan yang semakin fruktuatif. Kondisi tersebut dapat menyebabkan
kerentanan tanaman dalam menerima cekaman biotik dan abiotik yang dapat
berdampak pada pertumbuhan dan hasil tanaman padi (Irawan et al., 2021).
Salinitas merupakan salah satu kendala utama dalam budidaya padi. Tingkat
salinitas pada lahan persawahan salah satunya diakibatkan oleh akumulasi residu
pupuk kimia (Dolly Sojuangan Siregar, 2018). Dampak salinitas pada tanaman
padidiantaranya yaitu menyebabkan pertumbuhan tidak normal, luas daun
menurun, penurunan jumlah anakan hingga penurunan hasil padi. Hal tersebut
terjadi sebagaiakibat dari tergangunya keseimbangan osmotik dalam jaringan serta
terhambatnyakemampuan akar dalam menyerap air dan nutrisi (Pattanagul &
Thitisaksakul, 2008). Disisi lain, tanaman yang memiliki toleransi terhadap
cekaman salinitas akan memiliki kemampuan untuk menjaga keseimbangan
osmotik didalam jaringan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menghasilkan
genotip padi baru yang memiliki ketahanan terhadap salinitas, baik secara
pemuliaan konvensional atupundengan bantuan bioteknologi.
Selain salinitas, suhu tinggi (heat stress) juga dapat menjadi faktor pembatas
dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi (Nurita, 2019). Beberapa
penelitian telah melaporkan, jika terjadi kenaikan suhu sebesar 4 0C dari kondisi
optimal akan berdampak pada kualitas bunga padi (Tian et al., 2010). Hal
tersebut menyebabkan penurunan terhadap hasil produksi padi (Khamid et al.,
2019). Suhu tinggi juga dapat mendorong terjadinya peningkatan transpirasi,
sehingga tanaman memerlukan suplai air yang lebih banyak dibandingan pada
kondisi normal. Fluktuasi perubahan kondisi lingkungan yang semakin ekstrim
akan meningkatkan resiko tanaman padi dalam menerima kondisi cekaman suhu
tinggi (Tanaka et al., 2009). Tanaman yang megalami cekaman suhu tinggi, pada
umumnya akan diikuti oleh cekaman lingkungan yang lain seperti salinitas
ataupun kekeringan (Usamah Jaisyurahman et al., 2020).
Kombinasi cekaman salin-panas akan menjadi kondisi yang sering diterima
tanaman padi yang dibudidayakan di Indonesia. Teknik budidayakan padi semi
aquatik yang banyak diterapkan di Indonesia akan meningkatkan resiko tanaman
terdampak cekaman salin-panas. Pada saat suhu tinggi laju transpirasi tanaman
akanmeningkat, sedangkan kemampuan akar dalam menyerap air dan nutrisi akan
terhambat akibat adanya cekaman salinitas (Zannati et al., 2015). Jika kondisi
tersebut terjadi dalam waktu yang lama maka akan berdampak buruk terhadap
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi (Joseph, 2013).
Berdasarkan latar belakang tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk
menganalisis respon tanaman dalam menerima kombinasi cekaman salin- panas.
Informasi yang didapat dari hasil penelitian ini sangat bermanfaat untuk
pengembangan pemuliaan tanaman padi unggul baru yang adaptif terhadap
dampak fluktuasi perubahan lingkungan yang ekstrem.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang maka rumusan masalah dalam
penelitian ini yaitu:
1 Bagaimana respon ketahanan padi lokal Indonesia terhadap cekaman salin-
panas.
2 Bagaimana ekspresi gen ketahanan padi lokal Indonesia yang tahan
terhadap cekaman salin-panas.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan pada penelitian ini yaitu untuk:
1. Mempelajari mekanisme tanaman dalam merespon cekaman salin-panas
sehingga didapatkan sumber genetik potensial untuk merakit varietas
padiunggul baru.
2. Mengetahui tingkat ekspresi gen ketahanan pada aksesi padi lokal Indonesia
yang tahan terhadap cekaman salin-panas.

1.4 Manfaat Penelitian


Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkait bentuk
respon ketahanan dan ekspresi gen pada padi lokal Indonesia yang mengalami
cekaman salin-panas. Padi lokal yang memiliki ketahanan dibawah cekaman dapat
dimanfaatkan sebagai sumber genetik potensial untuk pengembangan program
pemuliaan padi yang adaptif terhadap fruktuatif perubahan lingkungan yang
ekstrem.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Padi


Padi merupakan sumber karbohidrat utama bagi mayoritas penduduk dunia
(Rahmawati 2006). Padi termasuk dalam famili padi-padian atau Poaceae
(sinonim Gramine atau Glumiflorae). Sejumlah ciri familia ini juga menjadi ciri
padi, misalnya berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat
daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk
dengan satuan bunga berupa floret, floret tersusun dalam spikelet, khusus untuk
padi satu spikelet hanya memiliki satu floret, buah dan biji sulit dibedakan karena
merupakan bulir (grain) atau kariopsis/ terdapat dua spesies padi yang
dibudidayakan manusia yaitu Oryza sativa yang berasa dari daerah hulu sunngai
di kaki Pegunungan Himalaya (India dan Tibet) dan O. Glaberrima yang berasal
dari Afrika Barat (hulu sungai Niger) Oryza sativa terdiri atas dua varietas yaitu
Indica dan Japonica (Rahmawati 2006).
Padi kultivar Nipponbare merupakan jenis padi yang termask dalam
varietas Japonica dengan karakteristik umumnya berumur panjang, postur
tanaman tinggi mencapai 110 sampai 120 cm, namun mudah rebah, anakan
produktif 10 sampai 14 batang, warna batang hijau, daun tebal, warna dau telinga
putih, warna daun hijau, muka daun kasar pada sebelah bawah, posisi daun tegak,
warna gabah kuning bersih, biinya cenderung bulat dan bentuk tanaman tegak
(Siregar 2001). ). Padi jenis Japonica mudah tumbuh di negara-negara beriklim
lebih dingin, sedangkan padi jenis Indica banyak tumbuh di negara beriklim tropis
seperti Indonesia (Sharma, 2010).
Kondisi iklim tropis di kawasan Asia Tenggara dapat mendukung terbentuknya
gen-gen ketahanan pada padi lokal terhadap cekaman biotik (Jaisankar et al.,
2018), maupun cekaman abiotik seperti kekeringan (Salsinha et al., 2020),
salinitas, paparan sinar UV, genangan, logam berat, maupun cekaman abiotik
lainnya. Salah satu mekanisme pertahanan padi dihasilkan dari produksi metabolit
sekunder dari golongan fenolik, flavonoid, terpenoid, steroid, alkaloid, dan jenis
turunan lainnya (Wang et al., 2018). Metabolit sekunder tersebut berperan dalam
membentuk senyawa antioksidan, antimikroba, sitotoksik, hingga anti-
inflammatory bagi tanaman. Beberapa kultivar padi lokal yang memiliki
ketahanan terhadap penyakit tertentu adalah kultivar Cendana dan Mandel yang
memiliki ketahanan terhadap penyakit blas (Prabawa dan Damanhuri, 2018), serta
kultivar Ciherang dan Pari Eja yang memiliki ketahanan terhadap penyakit hawar
daun bakteri (Setiawan dkk., 2021).
2.1 Respon Tanaman terhadap Cekaman Panas dan Salinitas
Cekaman didefinisikan sebagai faktor luar yang tidak menguntungkan yang
berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan, reproduksi, dan kelangsungan hidup
tanaman (Gardener 2001). Menurut Fallah (2006), pada umumnya cekaman
lingkungan pada tanaman dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (1) cekaman biotik
yang terdiri atas kompetisi intra spesies dan antar spesies, infeksi oleh hama dan
penyakit, dan (2) cekaman abiotik berupa suhu(tinggi dan rendah), air (kelebihan
dan kekurangan), radiasi (ultraviolet, infra merah, dan radiasi mengionisasi),
kimiawi (garam, gas, dan pestisida), angin,dan suara.
Penelitian terkait kajian respon tanaman padi terhadap kondisi cekaman
telah banyak dilakukan, beberapa diantaranya yaitu respon ketahanan padi
terhadap cekaman salinitas dan suhu tinggi. Respon awal padi terhadap cekaman
salinitas yaitu berkaitan dengan hormon-hormon pertahanan (ABA, JA, GA, dan
BR) dan biosintesis kalsium (Ca2+). Respon selanjutnya yaitu adanya perubahan
pada transcription factor (TF), metabolisme ion dan transfer kation (Na+, Ca2+, K+,
dan Mg2+), serta metabolisme nitrogen yang bertujuan untuk menghasilkan kondisi
homeostatis pada tanaman (Wang et al., 2018).
Gambar 2.1 Skema respon morfologi, fisiologi, dan biokimia tanaman padi
terhadap cekaman salinitas (Razzaq et al., 2020)

Adanya cekaman salinitas dapat merubah morfologi tanaman karena


cekaman salinitas termasuk cekaman osmotik, sehingga dapat mengganggu laju
transport ion dan nutrisi tanaman. Cekaman salinitas menyebabkan peningkatan
akumulasi ion Na+ pada akar, batang, dan daun tanaman (Thu et al., 2017).
Perubahan akumulasi ion ini dapat merusak jaringan perisikel pada akar sehingga
berdampak pada ketidakseimbangan laju air dan nutrisi oleh xylem (Liu et al.,
2019). Hal ini menyebabkan salinitas dapat menurunkan biomassa karena adanya
penurunan laju pertumbuhan dan perkembangan tanaman akibat terganggunya
homeostatis laju ion dan nutrisi dalam tanaman (Razzaq et al., 2020). Beberapa
respon morfologi tanaman padi saat terkena cekaman yaitu keluarnya malai yang
tidak sempurna, prosentase gabah hampa tinggi, dan perkembangan biji tidak
sempurna sehingga menyebabkan penurunan bobot malai. Cekaman dapat
menurunkan fertilitas malai selama perkembangan kotak sari dan serbuk sari,
yakni tanaman padi gagal menyerbukkan tepungsarinya. Selain itu juga postur
tanaman padi relatif lebih pendek dibanding dengan tanaman padi normal
(Wening dan Susanto, 2015).
Penyebab adanya kerusakan tanaman padi akibat cekaman adalah (1)
terganggunya pertukaran gas CO2 dan O2 antara tanaman dan lingkungannya, (2)
berkurangnya penetrasi cahaya matahari dan (3) adanya gen pengendali toleransi
terhadap cekaman. Ketiga faktor tersebut menyebabkan terhambatnya proses
respirasi dan fotosintesis tanaman selamatercekam. Semua respon fisiologis dalam
mengatasi cekaman diatur oleh genSub1 atau lebih spesifik lagi gen Sub1A,
merupakan tipe gen ethylene response factor. Adanya gen tersebut mengurangi
sensitivitas tanaman padi terhadap etilen, yaitu hormon tanaman yang mendorong
prosespemanjangan tanaman, pelepasan energy yang disimpan dan penguraian
klorofil (Yullianida dkk., 2014).
Cekaman panas pada tanaman padi yang berada di fase vegetatif dapat
meningkatkan laju transpirasi, menghambat proses fotosintesis, serta dapat
menyebabkan tanaman mengalami stress oksidatif (Xu et al., 2020). Cekaman
panas juga dapat mempercepat proses pembungaan pada tanaman padi
(Mukamuhirwa et al., 2019). Penurunan hasil produksi padi juga dapat terjadi
akibat berkurangnya durasi pertumbuhan tanaman padi, namun hal ini bergantung
pada jenis cekaman panas yang diterima dan fase pertumbuhan tanaman saat
terpapar cekaman (Xu et al., 2020).
Respon pertahanan tanaman padi terhadap cekaman panas diantaranya
peningkatan kuantitas hormon ABA, peningkatan level ekspresi gen-gen
pengkode transport sukrosa, dan peningkatan level MDA. Kuantitas ABA yang
meningkat pada tanaman berdampak pada produksi energi (ATP dan NAD(H))
dan tingkat konsumsi gula yang juga meningkat. Peningkatan konsumsi gula ini
mengakibatkan tanaman kekurangan energi dan nutrisi dalam waktu singkat
karena tidak diimbangi dengan peningkatan laju fotosintesis. Cekaman panas akan
meningkatkan laju respirasi sel, sehingga untuk mengatasinya stomata akan
menutup dan laju fotosintesis menjadi terganggu. Apabila kondisi ini terus
berlangsung, tanaman dapat mengalami defisiensi energi dan nutrisi hingga
menyebabkan kematian (Li et al., 2020).
Gambar 2.2 Skema respon tanaman padi terhadap cekaman panas pada semua fase
pertumbuhan (Xu et al., 2021)

Jenis perlakuan multiple stress yang akan digunakan yaitu kombinasi


cekaman salinitas (salt stress) dan suhu tinggi/panas (heat stress). Kombinasi
kedua cekaman ini dapat berpengaruh negatif bagi tanaman karena akan
meningkatkan laju transpirasi akar saat temperatur udara tinggi, sehingga dapat
meningkatkan laju penyerapan garam hingga ke permukaan atas tanaman (Suzuki
et al., 2016). Selain itu, cekaman salinitas dan panas dapat terjadi bersamaan di
alam, hal ini disebabkan temperatur udara yang tinggi mengakibatkan garam dan
nutrisi mengendap di dalam tanah karena ketidakseimbangan laju evaporasi
dengan laju presipitasi (laju evaporasi tinggi sedangkan laju presipitasi rendah)
(Zhao et al., 2010). Pemberian kombinasi cekaman salinitas dan panas dapat
menyebabkan produksi ROS pada tanaman tinggi (Jan et al., 2021).
Produksi ROS yang tinggi pada tanaman dapat merusak molekul-molekul
penting seperti protein, lipid, dan asam nukleat. Peningkatan kadar ROS juga
dapat mendegradasi klorofil (Ahmad et al., 2018). Kadar ROS dapat diturunkan
melalui mekanisme ROS (reactive oxygen species) scavenging, yaitu dengan
adanya peningkatan enzim-enzim antioksidan, seperti ascorbate peroxidase (APX)
dan catalase (CAT) (Qu et al., 2013), serta adanya regulasi dari hormon-hormon
pertahanan, diantaranya hormon ABA, SA, JA, dan etilen (Jan et al., 2021).
2.2 Mekanisme Ketahanan Tanaman Terhadap Cekaman Panas
Kemampuan adaptasi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi berbeda- beda
antar genotipe tanaman. Tanaman memiliki mekanisme ketahanan yang terdiri
dari escape (meloloskan diri) adalah tanaman yang mampu berbunga lebih awal
pada pagi hari sebelum suhu rata-rata meningkat, avoidance (penghindaran)
adalah tanaman yang mampu menurunkan suhu malai melaluitranspirasi sehingga
suhu malai lebih rendah daripada suhu lingkungan, dan toleran adalah
karakteristik tanaman dengan kemampuan memproduksi bulirberisi pada kondisi
cekaman suhu tinggi (Wahid et al. 2007). Tanaman yang toleran terhadap suhu
tinggi memiliki benang sari yang panjang untuk meningkatkan jumlah serbuk sari
yang terbentuk dan pori stigma yang lebar berperan untuk meningkatkan jatuhnya
serbuk sari saat pembuahan (Matsui dan Kagata 2003). Selain itu, struktur putik
yang dikelilingi atau dinaungi oleh beberapa daun bendera, hal ini merupakan
mekanisme tanaman untuk menjaga suhu di kepala putik untuk stabil sehingga
dapat meningkatkan serbuk sari (Wassmann et al. 2009).
Mekanisme adapatasi lainnya yaitu dengan penguraian pati yang dilakukan
dengan produksi energi dalam mitokondria. Suhu tinggi menurunkan kadar
amilosa dan meningkatkan rasio ikatan adhesi pada saat pemasakan, sehingga
menghasilkan nasi yang yang bertekstur lembut dan tidaklengket pada varietas
toleran (Tanaka et al. 2009). Ying et al. (2008) melaporkan bahwa terdapat
mekanisme toleransi tanaman terhadap cekaman suhu tinggi, tanaman memiliki
enzim antioksidan yang dikeluarkan tanaman untuk mengatasi cekaman. Enzim
antioksidan yang dikeluarkan oleh tanaman adalah malondialdehyde, peroksidase,
superoksida, dismutase, dan katalse meningkat untuk menekan aktifitas radikal
bebas ROS (Reaktive oksigen spesices).

2.3 Mekanisme Ketahanan Tanaman Terhada Cekaman Salinitas


Salinitas merupakan tingkat kadar garam yang terlarut dalam air. Tanah
dikatakan salin apabila mengandung garam-garam yang dapat larut dalam jumlah
banyak sehingga mengganggu pertumbuhan tanaman. Penyebab lahan salin
terbagi atas dua bagian yaitu penyebab primer dan penyebab sekunder. Lahan
salin primer
terjadi secara alami dan sekitar 7% dari permukaan bumi. Lahan salin sekunder
terjadi akibat aktifitas manusia. Salinitas sekunder saat ini diperkirakan terjadi
pada sekitar 80 juta ha yang awalnya cocok untuk pertanian (Barret-Lennard,
2002).
Gejala salinitas terhadap pertumbuhan tanaman pada tanah dengan tingkat
salinitas yang cukup tinggi akan mengakibatkan pertumbuhan yang tidak normal
seperti daun mengering di bagian ujung dan gejala khlorosis (Levitt,1980).
Penggunaan varietas toleran merupakan cara paling efektif untuk memanfaatkan
potensi lahan salin dalam upaya meningkatkan produksi padi nasional.
Respon pertahanan tanaman padi saat tercekam salinitas dengan mengalami
mekanisme yaitu mengakumulasi senyawa organik yang tidak memiliki efek racun
untuk mempertahankan keseimbangan osmotik dengan larutan tanah, seperti
prolin, glisinbetain, beberapa gula (sukrosa), poliol-poliol, dan malat. Tanaman
akan mengeluarkan Na+ dan mencegah penurunan kandungan K+ dari pada
tanaman padi yang tidak toleran cekaman salinitas. Tanaman padi saat terkena
tekanan salinitas secara langsung akan mengaktifkan senyawa prolin sebagai
osmoprotektan yang telah terakumulasi pada tanaman dengan memodulasi
aktivitas enzim antioksidan. Konsentrasi salinitas yang tinggi menyebabkan
peningkatan senyawa prolin yaitu molekul organik yang dominan bertindak
sebagai mediator penyesuaian osmotik dibawah tekanan salinitas (Kibria et al.,
2017).

2.4 Kombinasi Cekaman


Kondisi stres lingkungan seperti kekeringan, panas, salinitas dapat
berdampak buruk pada pertumbuhan dan hasil tanaman di bawah kondisi
lapangan. Lingkungan lapangan sangat berbeda dari kondisi terkontrol yang
digunakan di studi laboratorium, dan sering melibatkan paparan simultan tanaman
ke lebih dari satu kondisi cekaman abiotik atau biotik, seperti kombinasi
kekeringan dan panas, kekeringan dan salinitas atau salinitas dan panas.
Kemampuan tanaman untuk mengenali dan merespon kombinasi stres tertentu
sangat penting ketika stres individu dapat menimbulkan efek negatif pada
pertumbuhan dan reproduksi tanaman. Model perubahan iklim memprediksi
bahwa kejadian dan intensitas kekeringan dan gelombang panas akan meningkat
di masa depan dan menyebabkan
penurunan produksi pertanian (IPCC, 2007, 2008). Suhu tinggi dan kekeringan
mungkin merupakan dua faktor lingkungan utama yang membatasi pertumbuhan
dan hasil tanaman di seluruh dunia, dan kombinasi dari tekanan ini menyebabkan
banyak perubahan fisiologis yang mempengaruhi hasil dan kualitas tanaman
(Rizhsky et al., 2002, 2004; Mittler, 2006 Prasad). dkk, 2011;Vile dkk., 2012).
Jadi, untuk memenuhi permintaan pangan nasional perlu dikembangkan tanaman
dengan toleransi yang ditingkatkan terhadap kekeringan, tekanan panas, dan
kombinasinya. Studi terbaru telah mengkarakterisasi efek kekeringan, panas, dan
kombinasinya pada pertumbuhan dan sifat fisiologis berbagai tanaman dan
tanaman Vile dkk. (2012).
Efek stres salinitas dapat diperburuk bila dikombinasikan dengan stres
panas, karena peningkatan transpirasi dapat mengakibatkan peningkatan
penyerapan garam (Keles & Oncel, 2002; Wen et al., 2005) selain itu, secara
signifikan menurunkan pertumbuhan tanaman, kandungan Chl, laju fotosintesis,
efisiensi fotokimia PSII (Fv/Fm), potensi air dan potensi osmotik (Ahmedet
al., 2013). Intensitas cahaya yang tinggi dapat menjadi masalah bagi tanaman
yang mengalami cekaman (Giraud et al., 2008; Haghjou et al., 2009).
Dalamkondisi ini, reaksi gelap terhambat sebagai akibat dari suhu rendah atau
ketersediaan CO2 yang tidak mencukupi, dan energi fotosintesis yang tinggi
yang diserap oleh tanaman (sebagai akibat dari intensitas cahaya yang tinggi)
meningkatkan reduksi oksigen dan dengan demikian spesies oksigen reaktif.
Interaksi negatif panas dan cekaman garam diamati pada gandum
(Yousfi et al., 2010). Biomassa berhubungan positif dengan konsentrasi
nitrogen serta rasio K+ : Na+ pada kondisi panas atau cekaman garam; namun
demikian, korelasi antara parameter pertumbuhandan fisiologis ini lebih lemah
ketika panas dikombinasikan dengan cekaman garam, menunjukkan mode
korelasi yang kompleks antara pertumbuhan dan sifat fisiologis di bawah
kombinasi cekaman ini. Adanya perlakuan multiple stress abiotik pada tanaman
akan berdampak pada perubahan plastisitas tanaman sehingga juga akan
mempengaruhi morfologi tanaman seperti panjang daun ataupun biomassa dari
tanaman (Kim et al., 2018). Beberapa perlakuan cekaman abiotik yang umumnya
diberikan adalah radiasi sinar
UV, kekeringan, dan salinitas (Bahuguna et al., 2018). Cekaman abiotik yang
telah terkonfirmasi adalah iradiasi sinar ultraviolet dan logam berat berupa CuCl2
(Shimizu et al., 2012).

2.5 Regulasi Gen terhadap Stres Tanaman Padi


Pada kondisi tercekam atau stres abiotik, tanaman padi memberi sinyal
transduksi kemudian mengekspresikan beberapa gen pertahanan, salah satunya
gen OsCAT dimana gen tersebut mengkode katalase (CAT) dimana katalase
terdapat di peroksisom dan organel mikro yang menyimpan berbagai oksida.
Enzim katalase mengkatalis reaksi reduksi senyawa hidrogen peroksida (H2O2)
menjadi oksigen (O2) dan air (H2O). mekanisme kerja enzim antioksidan katalase
yaitu O2- (radikal superoksida) yang dihasilkan dalam perubahan NADH menjadi
NAD, PADH2 menjadi PADH dirubah menjadi H2O2 oleh MnSOD dan
selanjutnya produk H2O2 dirubah menjadi H2O dan O2 oleh Katalase. Gen
OsCAT berperan sebagai menurunkan atau menghilangkan H2O2 di peroksisom.
Menurut penelitian dari Wutipraditkul et al. (2011), terdapat beberapa gen
katalase pada tanaman padi berupa gen OsCATA, OsCATB, dan OsCATC dimana
gen OsCATC menunjukkan ekspresinya lebih tinggi pada kondisi stres salinitas
dibandingkan dengan gen OsCATA dan OsCATB pada konsentrasi 60 mM.
Pada tanaman, APX (Askorbat peroksidase) adalah enzim yang penting
dalam mendetoksifikasi H2O2 di dalam kloroplas dan sitosol. Kloning molekuler
terbaru dari APX merupakan APX Cytosolic. Ekpresi APX digunakan untuk
menanggapi tekanan abiotik dan biotik seperti kekeringan, garam, cahaya tinggi,
dingin, radiasi UV, ozon, tekanan oksigen, luka, dan serangan pathogen. Pada
stress
lingkungan, OsAPX1 menyajikan nilai ekspresi yang lebih tinggi dari pada gen
lainnya yaitu OsAPX2, OsAPX3, OsAPX4, OsAPX5, OsAPX6,OsAPX7, dan
OsAPX8 pada tanaman di lingkungan stres dibandingkan dengan kontrolnya.Gen
OsAPX1 merupakan gen yang mengkode APX berperan mengubah H2O2 menjadi
H2O dan O2. Dua gen APX yang berperan dalam beragam sinyal untuk respon
stres atau pertahanan yaitu gen OsAPX1 dan OsAPX2 (Rossatto et al., 2017).
Ekspresi gen OsCATA dan gen OsAPX1 meningkat pada perlakuan
cekaman salinitas konsentrasi 100 mM dimana aktivitas antioksidan CAT dan
APX lebih tinggi dibandingkan dengan keadaan normal. Hal ini berbeda pada
aktivitas SOD tidak begitu terlihat kenaikan secara signifikan, hal ini
menunjukkan gen katalase dan askorbat peroksidase lebih berperan dalam
pertahanan terhadap cekaman salinitas. Pada saat pemberian asam salisilat dengan
konsentrasi 0,5 mM dan 1 mM pada kondisi salinitas, aktivitas CAT dan APX
lebih rendah dibandingkan dengan tanpa pemberian asam salisilat (Kim et al.,
2018) SOD merupakan salah satu enzim penting untuk melindungi sel dari
kerusakan oksidatif. Mn-SOD merupakan enzim antioksidan yang penting karena
dapat menghilangkan ROS di dalam sel tanaman di bawah tekanan lingkungan.
Tidak hanya aktivitas Mn-SOD, tetapi juga aktivitas enzim antioksidan lainnya
seperti Cu/Zn-SOD, Fe-SOD, katalase (CAT), dan Peroksidase (POD). Mn-SOD
berfungsi mencegah akumulasi produksi ROS yang berlebih dan melindungi selsel
terhadap ROS yang disebabkan oleh stress lingkungan. Ada 3 isoform SOD utama
dalam sel tanaman, yaitu Mn-SOD di dalam mitokondria, Cu/Zn-SOD di dalam
kloroplas dan sitoplasma, dan Fe-SOD di dalam plastid. Aktivitas Mn-SOD tidak
terhambat di dalam mitokondria, apabilah ROS diproduksi berlebihan dapat
menyebabkan penyakit mitokondria dan penuaan pada daun. Pada prosesnya
dalam mengeliminasi produksi ROS di dalam sel, yaitu SOD mendismutasi O2-
menjadi H2O2. Kemudian H2O2 dengan cepat didekomposisi menjadi O2 dan
H2O oleh CAT dan POD (Nahar et al., 2018).
OsLEA (late embryonic proteins abundant) memiliki peran penting dalam
cekaman panas. Enzim LEA penting dalam meningkatkan toleransi tanaman
terhadap panas berkorelasi dengan asam absisat dan hormone lainnya sebagai
bentuk signaling terhadap stres panas (Wang et al., 2007). Gen OsAB13
(abscisic
acid insensitive 3) memiliki peran penting dalam perkembangan pertumbuhan
tanaman terhadap cekaman panas dikarenakan ekspresinya meningkat saat
tercekam panas (Vashisth et al., 2021).

2.6 Hipotesis
Adapun Hipotesis pada penelitian ini yaitu:
1. Terdapat pengaruh nyata pada respon morfologi, fisiologi, genetik padi lokal
terhadap perlakuan cekaman panas dan salinitas yang diberikan.
2. Terdapat peningkatan level ekspresi gen-gen antioksidan pada padi lokal setelah
diberi perlakuan cekaman panas dan salinitas.
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


Kegiatan penelitian Analisis Respon Ketahanan terhadap Cekaman Salin- Panas
dilakukan di Laboratorium Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Jember.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2023 hingga selesai.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat - alat yang dibutuhkan diantaranya: glass ware (petri dish, gelas ukur,
dan beaker glass), mikropipet, pipette tip, kertas saring, gunting, scalpel, oven,
nampan plastik, pot tray, pinset, penggaris, jangka sorong, tube 1.5 ml, sentrifuge,
vortex, spektrofotometer UV-Vis, tangki elektroforesis, lemari pendingin,
inkubator, mortar, neraca analitik, unit rtPCR, UV transluminator, mesin RNeasy,
nanodrop, autoclave, alat tulis, dan kamera digital.
3.2.2 Bahan
Bahan utama dalam penelitian ini adalah 24 aksesi padi lokal Indonesia
yangdiperoleh dari BB Padi Subang Jawa Barat Indonesia. Daftar 24 aksesi padi
disajikan pada tabel 3.1. Bahan-bahan lain yang digunakan diantaranya NaCl, AB
mix, aquadest, fungisida, etanol 70% dan 95%, nitrogen cair, Green Master Mix
2X, Greenstar, 4x DN Master Mix, 5x RT Master Mix II, 2- Thiobarbituric Acid
(TBA), Trichloro- acetic-acid (TCA), Buffer Fosfat (pH = 7), Kalium Iodida,
BufferRPL, Buffer RBW, Buffer RNW, Primer, Nuclease-free Water, dan Dnase
I.
3.3 Rancangan Percobaan
Percobaan disusun dengan menggunakan rancangan acak lengkap non-
faktorial dengan aksesi padi sebagai faktor utama dan kombinasi cekaman panas-
salin sebagai faktor kedua. Berdasarkan padafaktorial tersebut maka didapatkan
empat puluh delapan kombinasi perlakuan dan
setiap kombinasi perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali, sehingga didapatkan seratus empat
puluh empat unit percobaan. Seluruh data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis Sidik Ragam
(ANOVA), setiap hasil yang menunjukkan berbeda nyata ataupun berbeda sangat nyata akan diuji
lanjutmenggunakan uji DMRT. Berikut merupakan tabel aksesi padi lokal Indonesia
Faktor Pertama:
Tabel 3.1 Aksesi Padi Lokal Indonesia
Nama Aksesi
Gajah Mugkur (V1) Bengawan (V9) Bengawan Solo (V17)
Kalimutu (V2) Sintha (V10) Cisadane (V18)
Jatiluhur (V3) Rojolele (V11) Memberamo (V19)
Batang Ombilin (V4) Sukamandi (V12) Cibodas (V20)
Kapuas (V5) Seratus Malam (V13) Gilirang (V21)
Mahakam (V6) IR64 (V14) Fatmawati (V22)
Nona Bokra (V7) Cabacu (V15) Ciherang (V23)
Pucuk (V8) Barumun (V16) Cisokan (V24)

Fakor Kedua:
a. P1 : Tanpa Cekaman (kondisi normal)
b. P2 : Cekaman Panas-salin
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui respon ketahanan padi lokal
(Oryza sativa L.) Indonesia terhadap cekaman salin-panas. Penelitian
inidilaksanakan melalui beberapa rangkaian kegiatan, diantaranya:
1. Perlakuan Tanaman
Persiapan benih dengan merendam pada larutan aquadest selama 24 jam pada kondisi
gelap dan larutan fungisida selama 1 jam sebelum penanaman

Penanaman bibit padi pada pot tray berisi 200 lubang dengan media pasir

Perawatan tanaman dengan memberikan larutan nutrisi AB mix (10 ml/liter) pada
nampan pot tray setelah tanaman berumur 4 HST

Perlakuan cekaman pada tanaman setelah berumur 14 HST

Pengambilan sampel tanaman untuk analisis morfologi pada 5 hari setelah perlakuan,
sedangkan sampel untuk analisis fisiologi dan genetik diambil tepat setelah perlakuan
cekaman pada tanaman diberikan

2. Pemeliharaan Tanaman
Pemeliharaan tanaman padi dilakukan dengan memperhatikan suhu,
kelembaban, serta pencahayaan secara intensif. Pemeliharaan tanaman dilakukan
hingga pengamatan dan pengambilan sampel tanaman selesai dilakukan.
3.5 Variabel Pengamatan

3.5.1 Tinggi Tanaman (cm)


Tinggi tanaman diukur mulai dari leher akar hingga ujung daun tertinggi.
Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris dan dilakukan pada H+5 setelah
perlakuan.
3.5.2 Panjang Akar Tanaman (cm)
Panjang akar tanaman diukur mulai dari bagian pangkal hingga ujung akar
tanaman padi. Pengukuran dilakukan menggunakan penggaris pada H+5 setelah
perlakuan.
3.5.3 Diameter Batang (mm)
Diameter batang diukur dengan cara mengukur diameter batang
sampeltanaman padi menggunakan jangka sorong. Pengukuran dilakukan pada
H+5 setelah perlakuan cekaman pada sampel tanaman.
3.5.4 Panjang Daun Nekrosis
Panjang daun nekrosis diketahui dengan cara mengukur panjang daun
nekrosis dari ujung daun hingga pangkal daun yang mengalami gejala nekrosis
(area daun yang berwarna kuning kecokelatan dan kering). Pengukuran dilakukan
menggunakan jangka sorong pada H+5 setelah perlakuan.
3.5.5 Biomassa
Sampel tanaman dari tiap perlakuan diambil pada H+5 setelah perlakuan.
Sampel tanaman ditimbang berat segarnya menggunakan neraca analitik,
kemudiandikeringkan dalam oven pada suhu 70˚C selama 72 jam dan ditimbang
berat keringnya menggunakan neraca analitik. Biomassa tanaman kemudian
dihitung dengan mengurangkan antara berat segar tanaman dengan berat kering
tanaman.
3.5.6 Kadar Air Relatif Daun
Kadar air relatif daun diukur setelah tanaman diberi perlakuan selama 7 hari
(21 HST). Daun tanaman dipotong sepanjang ±10 cm kemudian ditimbang berat
segarnya (FW). Berat turgid daun (TW) yang akan ditimbang, sebelumnya
direndam dalam larutan aquadest selama 12 jam. Daun kemudian dioven dengan
suhu 70˚C selama 24 jam dan ditimbang sebagai berat kering (DW) (Rafique,
2019). Kadar air relatif daun (Relative water content) dapat dihitung
menggunakan rumus:
(FW −DW )
RWC = ×100
(TW −DW )
3.5.7 Kandungan Total Klorofil
Sebanyak 100 mg daun tanaman padi diambil kemudian digerus dengan
menambahkan ethanol 95% sebanyak 5 ml. Hasil gerusan yang telah homogen
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit. Larutan
supernatan kemudian diukur nilai absorbansinya pada panjang gelombang 664
dan649 nm. Kandungan klorofil A dan B dihitung dengan menggunakan rumus:
Chl. A = (13.36 × Abs. 664) – (5.19 × Abs. 649)
Chl. B = (27.43 × Abs. 649) – (8.12 × Abs. 664)
Chl. Total = (5.24 × Abs. 664) + (22.24 × Abs. 649)

3.5.8 Akumulasi Kadar MDA dan ROS


Kandungan MDA dihitung dengan menambahkan larutan asam
trikloroasetat(TCA) 0.1% sebanyak 5000 μl pada sampel daun padi (100 mg) yang
telah dihomogenkan. Sampel yang telah homogen kemudian dipindahkan ke
dalam tube 1.5 ml dan disentrifuge pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit
pada suhu 4˚C.Kemudian sebanyak 4000 μl TBA ditambahkan pada 1000 μl
supernatant dan diinkubasi pada suhu 90˚C selama 30 menit. Sampel kemudian
dilihat nilai absorbansinya pada panjang gelombang 532 dan 600 nm
menggunakan spektrofotometer UV- Vis. Sebanyak 100 mg sampel daun segar
dihomogenkan menggunakan 1 ml 0.1% trichloro-acetic-acid (TCA). Sampel
kemudian disentrifuge dengan kecepatan 12.000 rpm selama 15 menit. Larutan
supernatan diambil sebanyak 0.5 ml lalu dipindahkan ke tube 1.5 ml yang baru,
selanjutnya ditambahkan 0.5 ml 10 mM Buffer Fosfat (pH = 7) dan 1 ml 1M
Kalium Iodida dandiinkubasi pada suhu ruang selama 30 menit. Analisis
kandungan hidrogen peroksida (H2O2) diukur nilai absorbansinya pada panjang
gelombang 390 nm.
3.5.9 Ekspresi Gen
Ekspresi gen yang akan diamati meliputi Mn-SOD, Cat, GPOD, Cytosolic APX, OsActin,
OsCATA, Cu/Zn SOD, OsAPX1, dan OsABI3. Pengambilan sampel dilakukan saat tanaman padi telah
diberikan perlakuan berupa kombinasi cekaman salinitas dan panas. Tahapan dalam analisis ekspresi gen
terdiri dari isolasiRNA, sintesis cDNA, dan PCR. a) Isolasi RNA Sampel daun sebanyak 100 mg digerus
dengan menambahkan nitrogen cair hingga halus. Sampel daun yang telah halus kemudian dimasukkan
ke dalam tube 1.5 ml dan sebanyak 350 μl Buffer RPL ditambahkan, kemudian dihomogenkan dengan
vortex dan diinkubasi selama 3 menit. Sampel kemudian dipindahkan ke dalam EzPureTM yang berada
di dalam tube koleksi untuk kemudian disentrifuge pada kecepatan
≥ 12.000 rpm selama 30detik. Larutan supernatan kemudian dipindahkan ke tube 1.5 ml yang baru.
Selanjutnya dilakukan tahap pengikatan RNA, sebanyak 350 μl ethanol 70% ditambahkan ke sampel
kemudian diaduk secara perlahan. Sampel kemudian segeradipindahkan ke kolom RNeasy yang terdapat
pada tube koleksi. Setelah itu, sampeldisentrifuge dengan kecepatan ≥ 12.000 rpm selama 30 detik.
Supernatan yang tersaring kemudian dibuang, sedangkan kolom RNeasy dikembalikan ke tube koleksi.
Endapan RNA pada pellet kemudian dicuci menggunakan 500 μl Buffer RBW pada bagian tengah kolom
RNeasy, kemudian disentrifuge dengan kecepatan ≥ 12.000 rpm selama 30 detik. Supernatan kemudian
dibuang dan kolom RNeasy dikembalikan pada tube koleksi. Sampel kemudian ditambah 70 μl Dnase
pada bagian tengah kolom RNeasy dan diinkubasi selama 10 menit. Sebanyak 500 μl Buffer RBW
ditambahkan ke dalam sampel kemudian diinkubasi selama 2 menit. Sampel kemudian disentrifuge
dengan kecepatan ≥ 12.000 rpm selama 30 detik. Supernatan yang tersaring dibuang, sedangkan pellet
pada kolom RNeasy dikembalikan pada tube koleksi. Sebanyak 500 μl Buffer RNW
ditambahkan pada sampel di bagian tengah kolom RNeasy kemudian disentrifuge dengan kecepatan ≥
12.000 rpm selama 30 detik, larutan supernatan dibuang sedangkan pellet pada kolom RNeasy diletakkan
kembali ke tube koleksi. Tahapan tersebut diulang sebanyak dua kali. Pellet yang mengandung sampel
RNA kemudian dielusi dengancara meletakkan kolom RNeasy pada tube koleksi 1.5 ml yang baru,
kemudian ditambahkan 50 μl Nuclease-free Water pada bagian tengah matrik kolom RNeasy. Sentrifuge
kemudian dilakukan pada kecepatan ≥ 12.000 rpm selama 1 menit yangbertujuan untuk mengelusi RNA
purifikasi. Konsentrasi RNA dapat dihitung menggunakan nanodrop dengan kemurnian RNA dapat
dilihat melalui nilai absorbansi pada panjang gelombang (λ) antara 260 dan 280 nm. b) Sintesis cDNA
Perubahan sampel RNA menjadi cDNA dilakukan melalui transkripsi balik. Larutan RNA diinkubasi
pada suhu 65˚C selama 5 menit untuk kemudian disimpandalam es. Volume larutan reaksi Dnase I yang
dibutuhkan adalah sebanyak 8 μl, terdiri dari 4x DN Master Mix 2 μl, RNA template 0.5 pg – 0.5 μg, dan
Nuclease- free Water X μl. Larutan kemudian diinkubasi pada suhu 37˚C selama 5 menit. Selanjutnya
yaitu pembuatan larutan reverse transcription yang terdiri dari DNaseI 8 μl dan 5x RT Master Mix II 2 μl
sehingga diperoleh volume total sebanyak 10 μl. Siklus yang terdapat pada PCR terdiri dari 2 siklus.
Siklus pertama sampel yangdiinkubasi berada pada suhu 37˚C selama 15 menit dan suhu 50˚C selama 5
menit.Sedangkan pada siklus kedua, sampel akan dipanaskan pada suhu 98˚C selama 5 menit. c) PCR
PCR dilakukan menggunakan 10 μl volume reaksi yang terdiri dari kompononen- komponen sebagai
berikut: Green Master Mix 2X 5 μl, 1 μl (10 μM)dari setiap primer Forward (F) dan Reverse (R), 1 μl
cDNA template, dan 2 μl Nuclease-Free Water. Proses PCR melewati beberapa siklus, yang meliputi:
denaturasi (95˚C selama 30 detik), annealing (50˚C selama 30 detik), extension (72˚C selama 1 menit),
dan siklus akhir (72˚C selama 5 menit). Hasil amplifikasi PCR kemudian dielektroforesis ke dalam
agarose gel 2% yang diwarnai menggunakan Greenstar dan divisualisasikan pita
PCR-nya menggunakan UV transluminator.
Tabel 3.2 Primer Sekuen untuk Analisis Ekspresi Gen
Gen Primer Sumber
OsActin Forward: 5’ TCC ATC TTG GCA TCT CTC AG 3’ Kim et al.,
Reverse: 5’ GTA CCC GCA TCA GGC ATC TG 3’ (2018)
Forward: 5’ CAT CTG GCT CTC CTA CTG GTC T
3’ Kim et al.,
CAT
Reverse: 5’ CAG GAG AAA CGT GTC TTC AGG T (2007)
3’
Forward: 5’ CGG ATA GAC AGG AGA GGT TCA Kim et al.,
OsCATA 3’ (2018)
Reverse: 5’ AAT CTT CAC CCC CAA CGA CT 3’
Forward: 5’ GGA AAC AAC TGC TAA CCA GGA
C 3’ Kim et al.,
Mn-SOD
Reverse: 5’ GCA ATG TAC ACA AGG TCC AGA A (2018)
3’
GPOD Forward: 5’ ACC GTG AGC GAG GAC TAC CT 3’ Kim et al.,
Reverse: 5’ AGC GTC AAG TGA GCC TTA GC 3’ (2007)
Cytosolic Forward: 5’ AGT ACA TTG CCC GTG GTA CTC T Kim et al.,
APX 3’ (2007)
Reverse: 5’ CGC ATT TCA CAA CAC ATC T 3’
Forward: 5’ CAA TGC TGA AGG TGT AGC TGA G
Cu/Zn 3’ Kim et al.,
SOD Reverse: 5’ GCG AAA TCC ATG TGA AGC TGA G (2018)
3’
OsAPX1 Forward: 5’ CCA AGG GTT ACC ACC TA 3’ Kim et al.,
Reverse: 5’ CAA GGT CCC TCA AAA CCA GA 3’ (2018)
Forward: 5’ CTG AAT TCG CAG ACA ACA AAT
C 3’ Kim et al.,
GABA-T
Reverse: 5’ TTA TCA TCG TCA TCG TCG TCT C (2007)
3’
Forward: 5’CAA ATG CTC CTT TTA GCC TGT T
3’ Kim et al.,
P5CS
Reverse: 5’ GCG TTG GTA CAC AAG TTC TCA G (2007)
3’
3.5.10 Analisis Proline
Sampel daun sebanyak 100 mg dihomogenkan dengan menambahkan 1 ml asam – sulfosalisilat 3%.
Setelah homogen dipindahkan kedalam tube ependorf 2 ml dan disentrifuse dengan kecepatan 12000 rpm
selama 10 menit. Mengambil 0.5ml supernatan dan memindahkan kedalam tabung reaksi. Menambahkan
0.5 ml asam ninhidrin dan 0.5 ml asam aseta glasiol kedalam tabung reaksi dan selanjutnya
diinkubasi selama 1 jam pada suhu 1000C. Setelah inkubasi, sampel ditempatkan diatas ice bath lalu
ditambahkan reagen toluene sebanyak 1 ml dan divortex selama20 detik. Larutan yang terbentuk diukur
nilai absorbansinya dengan menggunakan panjang gelombang 520 nm.
3.6 Analisis Data
Data yang telah didapatkan kemudian dianalisis menggunakan sidik ragam ANOVA. Apabila hasil
yang diperoleh berbeda nyata maka dilakukan analisis lanjut menggunakan uji Duncan’s Multiple Range
Test (DMRT) dengan taraf kepercayaan 95%.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Kajian ini dilakukan uji pendahuluan dengan menggunakan 24 aksesi, hasil
pendahuluan mendapatkan 2 aksesi yang memiliki tingkat resisten tinggi diantara
yaitu , Shinta, Rojolele dibandingkan dengan varietas IR64. Selanjutnya pada
penelitian ini dilakukan kajian mendalam terhadap 3 varietas tersebut
dibandingkan dengan varietas padi IR64.
4.1.1 Pengaruh Perlakuan Salin-Panas terhadap Morfologi Padi

IR64 SINTHA

C T C T

ROJOLELE KAPUAS

C T C T
Gambar 4.1 Tanaman padi varietas IR64, Rojolele, Sintha, dan Kapuas setelah diberi
perlakuan kontrol (C) dan kombinasi cekaman salin-panas (T) selama 5 hari (scale bar = 2
cm)
Gambar 4.1 di atas menunjukkan kondisi tanaman padi setelah terpapar
kombinasi cekaman salin dan panas selama 5 hari. Tanaman yang diberikan
treatment cekaman menunjukkan pertumbuhan yang terhambat dibandingkan
dengan tanaman pada variabel kontrol. Perlakuan berupa kombinasi cekaman salin
dan panas juga menyebabkan daun tanaman mengalami nekrosis yang dapat
dilihat
pada perubahan warna dan tekstur daun padi menjadi kuning kecokelatan dan bertekstur kering yang
menandakan sel-sel tanaman di area daun tersebut telah rusak dan mati. Apabila kondisi terus berlanjut,
maka tanaman akan mengalami pertumbuhan yang abnormal hingga kematian.

A 35 B Kontrol
a Nacl + 40°C
a b
30 1.60
1.40 a
a b a b
Tinggi Tanaman (cm)

25 b b b

Diameter Batang (mm)


a 1.20
a
20 1.00
b
15 a b 0.80
0.60
10
0.40
5
0.20
0 0.00
IR64 Kapuas Rojolele Sintha IR64 Kapuas Rojolele Sintha
Gambar 4.2 Hasil pengamatan morfologi padi terhadap perlakuan cekaman yang telah diberikan,
Parameter yang diamati meliputi; (A) Tinggi Tanaman; (B) Diameter Batang

Hasil diperoleh berdasarkan perhitungan ragam analisis ANOVA (Analysis of Variance) dan diuji
lanjut menggunakan metode DMRT (Duncan Multiple Range Test) apabila terdapat perbedaan nyata
dengan taraf kepercayaan 95%. Gambar 4.1 menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara tinggi
tanaman pada beberapa varietas padi yang diberikan cekaman panas-salin dengan tanaman kontrol.
Varietas IR64 mengalami reduksi paling tinggi pada parameter tinggi tanaman sebesar 39,33%
dibandingkan tanaman varietas lain. Hasil serupa ditunjukkan pada varietas Rojolele dengan penurunan
sebesar 28,51% sedangkan pada varietas Sintha dan Kapuas secara berturut-turut mengalami reduksi
sebesar 8,43%; dan 3,41%. Perbedaan nyata juga dihasilkan pada parameter diameter batang. Reduksi
diameter batang tertinggi dihasilkan oleh varietas Kapuas yakni
sebesar 16,08%, kemudian diikuti oleh varietas IR64, Rojolele, dan Sintha yang secara berturut-turut
mengalami reduksi sebesar 14,57%; 1,08%; dan 0,69%.

9.00 Kontrol

8.00 NaCl + 40ºC


Panjang Akar Tanaman (mm)

7.00
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0.00
IR64RojoleleSinthaKapuas
Gambar 4.3 Hasil pengamatan panjang akar tanaman padi setelah diberi perlakuan cekaman

Berdasarkan gambar 4.3 parameter panjang akar tidak menunjukkan adanya perbedaan signifikan
antara tanaman dengan perlakuan cekaman dan kontrol. Rata- rata panjang akar tertinggi dihasilkan oleh
varietas Rojolele sebesar 6,55 cm dengan perlakuan cekaman sedangkan hasil terendah ditunjukkan oleh
varietas IR64 perlakuan cekaman dengan rata-rata sebesar 4,95 cm.
Perlakuan Kontrol Perlakuan NaCl + 40°C

3.50 b b b
3.00
Panjang Nekrosis Daun (mm)

2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
b

a a a a

IR64 Kapuas Rojolele Sintha


Gambar 4.4 Hasil pengamatan morfologi padi terhadap perlakuan cekaman yang telah diberikan. Parameter yang
diamati Panjang Daun Nekrosis

Parameter morfologi selanjutnya adalah panjang daun nekrosis. Perlakuan cekaman


menyebabkan tanaman mengalami nekrosis pada daun. Parameter panjang
daun nekrosis juga menunjukkan adanya perbedaan signifikan antara tanaman
kontrol dengan perlakuan cekaman. Rata-rata panjang daun nekrosis pada varietas
Kapuas, Sintha, Rojolele, dan IR64 secara berturut-turut adalah 2.6 cm; 0.75 cm;
2.55 cm; 2.73 cm. Varietas IR64 mengalami pemanjangan daun nekrosis terbesar
dibandingkan dengan ketiga varietas lainnya, sedangkan pemanjangan daun
nekrosis terkecil ditunjukkan oleh varietas Sintha.

0.50 0.05
Kontrol

0.40 0.04 NaCl + 40ºC

Biomassa Berat Kering (gr)


Biomassa Berat Basah (gr)

0.30 0.03

a a a
0.20 0.02
b b b
b
0.10 0.01
a

0.00 0.00
IR64RojoleleSinthaKapuasIR64RojoleleSinthaKapuas

Gambar 4.5 Hasil pengamatan biomassa berat segar (kiri) dan berat kering (kanan)
tanaman padi setelah diberi perlakuan cekaman

Pemberian perlakuan berupa kombinasi cekaman salin-panas pada padi


lokal berpengaruh signifikan pada penurunan biomassa berat kering tanaman
dibandingkan dengan kontrol (Gambar 4.5). Pada parameter berat basah tanaman,
tidak ditemukan perbedaan yang signifikan antara perlakuan kontrol dengan
kombinasi cekaman. Walau demikian, penurunan biomassa berat basah tetap
terjadi pada semua varietas padi lokal yang diamati setelah diberikan kombinasi
cekaman salin-panas (Gambar 4.5). Penurunan biomassa berat kering terbesar
dialami tanaman padi varietas Sintha dengan nilai reduksi sebesar 18.36%; diikuti
oleh varietas IR64 dan Kapuas yang juga mengalami penurunan biomassa secara
berturut-turut sebesar 18.73% dan 18.36%. Sementara itu, varietas Rojolele justru
mengalami peningkatan berat kering sebesar 79.96% dibandingkan dengan
variabel kontrol.
4.1.2 Pengaruh Perlakuan Salin-Panas terhadap Fisiologi Padi

A B
4.80 11.00 Kontrol

NaCl + 40ºC
4.75 10.80
Total Klorofil A (mg/g FW)

Total Klorofil B (mg/g FW)


4.70 10.60

4.65 10.40

4.60 10.20

4.55 10.00

4.50 9.80

4.459.60
IR64RojoleleSinthaKapuasIR64RojoleleSinthaKapuas

C 16.00 D 100.00 a a a
ab a
a 90.00 ab ab
a ab
Total Klorofil (mg/g FW)

15.50 a ab a 80.00
Kadar Air Relatif (%)

ab
70.00
15.00 ab 60.00
50.00
14.50 40.00
30.00
14.00
20.00
13.50 10.00
0.00
IR64RojoleleSinthaKapuas IR64RojoleleSinthaKapuas

Gambar 4.6 Hasil pengamatan fisiologi padi setelah diberi perlakuan cekaman. Parameter yang diamati meliputi;
(A) Total Klorofil A; (B) Total Klorofil B; (C) Total Klorofil; dan (D) Kadar Air Relatif

Kombinasi cekaman salin-panas yang diberikan pada padi lokal berpengaruh nyata terhadap
peningkatan total klorofil tanaman padi (Gambar 4.6). Peningkatan total klorofil terbesar ditemukan pada
varietas Rojolele dengan peningkatan sebesar 4.99%, kemudian diikuti oleh varietas Kapuas, IR64, dan
Sintha yang mengalami peningkatan secara berturut-turut sebesar 3.12% dan 2.32% (IR64 dan Sintha
memiliki persentase peningkatan yang sama). Sementara itu, pada pengamatan total klorofil a dan b, tidak
ditemukan perbedaan yang signifikan antara variabel kontrol dan perlakuan sehingga tidak dilakukan uji
lanjut.
Parameter fisiologi yang diamati selanjutnya adalah kadar air relatif (Relative Water Content /
RWC). Gambar 4.6 menunjukkan jika pemberian kombinasi cekaman salin-panas pada padi lokal
berpengaruh signifikan terhadap
penurunan persentase RWC tanaman. Penurunan terbesar dialami oleh varietas Sintha dengan nilai
reduksi sebesar 11.01%, kemudian diikuti oleh varietas Kapuas, Rojolele, dan IR64 yang secara berturut-
turut mengalami reduksi sebesar 9.71%; 6.38%; dan 4.95%. Penurunan persentase RWC terkecil pada
varietas IR64 mengindikaskan bahwa varietas tersebut bersifat lebih resisten dibandingkan ketiga varietas
padi lokal lainnya.

Kontrol
9.00
0.624 Treatment NaCl + 40˚C
8.00 0.622 b
7.00
0.620 b
0.618 a a

H2O2 (μM/g FW)


a
MDA Level (nmol/gr)

6.00 0.616 a
b b
5.00
0.614
0.612
4.00 0.610
3.00
0.608
0.606
2.00

1.00

0.00
IR64 Rojolele Shinta Kapuas Shinta Rojolele IR64 Kapuas
Gambar 4.7 Kuantifikasi kadar MDA (kiri) dan H2O2 (kanan) tanaman padi setelah perlakuan salin-panas selama
±4 jam
Pemberian perlakuan salinitas dan panas secara bersamaan menyebabkan kenaikan kadar ROS,
khususnya dari jenis hidrogen peroksida (H2O2) pada tanaman padi. Varietas Sintha menunjukkan
peningkatan H2O2 tertinggi dibandingkan dengan ketiga varietas padi lokal lainnya, yaitu dengan
peningkatan sebesar 0.34%, diikuti oleh varietas Rojolele, IR64, dan Kapuas yang mengalami
peningkatan berturut-turut sebesar 0.32%; 0.16%; dan 0.15% dibandingkan dengan perlakuan kontrol.
Perolehan data ini menunjukkan bahwa varietas Sintha mengalami kerusakan sel terbesar dibandingkan
ketiga varietas padi lokal lainnya, berbanding terbalik dengan varietas Kapuas yang mengalami
peningkatan kadar H2O2 terkecil. Sementara itu, pada analisis kadar MDA tanaman padi, perlakuan
kombinasi cekaman salin-panas tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap kadar MDA yang
dihasilkan.
Varietas Kontrol
18.00 Varietas NaCl + 40˚C
16.00 b b
14.00 Proline (μg/g FW)
12.00 b b
10.00
8.00
6.00
4.00 a a a
2.00 a
0.00

IR64 Kapuas Rojolele Shinta


Gambar 4.8 Kandungan proline padi setelah perlakuan salin-panas selama ±4 jam

Gambar 4.8 menunjukkan kandungan prolin daun padi setelah diberi perlakuan kombinasi
cekaman salin-panas selama 4 jam. Diketahui ketempat varietas padi lokal mengalami peningkatan
kandungan prolin yang signifikan dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pemberian cekaman berupa
kombinasi cekaman salin (NaCl 150 mM) dan suhu tinggi (40˚C) meningkatkan kandungan prolin
sebesar 46.67% pada varietas Sintha, 62.78% pada varietas Rojolele, IR64 61.31%, dan 61,11% pada
pada varietas kapuas. Peningkatan kandungan prolin terbesar ditemukan pada varietas Rojolele yang
mengindikasikan varietas Rojolele lebih resisten dibandingkan tiga varietas lainnya karena memproduksi
prolin tertinggi sebagai salah satu bentuk respon pertahanan tanaman padi terhadap kombinasi cekaman
salin-panas.
4.1.2Pengaruh Perlakuan Salin-Panas terhadap Aktivasi Gen-Gen Antioksidan
GEN IR64 ROJOLELE SINTHA KAPUAS
C T C T C T C T

Mn-SOD 297 bp

Cu/Zn SOD
300 bp

Cytosolic APX
207 bp

OsAPX1 185 bp

CAT 286 bp

OsCATA 175 bp

GPOD 225 bp

P5CS 285 bp

GABA-T 301 bp

OsActin 321 bp

Gambar 4.9 Hasil visualisasi PCR gen-gen antioksidan (Mn-SOD, Cu/ZnSOD, Cytosolic APX, OsAPX, CAT,
OsCATA, dan GPOD) serta P5CS dan GABA-T
pada padi varietas IR64, Rojolele, dan Sintha setelah diberi perlakuan kontrol (C) dan kombinasi cekaman salin
(NaCl 150 mM) dan suhu tinggi (T)

Berdasarkan Gambar 4.9 diketahui jika salah satu respon tanaman padi dalam menghadapi
kombinasi cekaman salin-panas adalah melalui aktivasi ekspresi gen-gen antioksidan. Selain gen-gen
pembentuk enzim antioksidan, terdapat juga gen P5CS dan GABA-T yang dianalisis untuk mengetahui
produksi dari senyawa prolin dan GABA pada padi setelah diberi perlakuan kombinasi cekaman. Ekspresi
gen OsActin berfungsi sebagai kontrol positif serta sebagai housekeeping yang akan aktif dalam jumlah
yang sama baik sebelum atau sesudah tanaman diberi perlakuan cekaman. Dalam penelitian ini, terdapat
beberapa gen antioksidan yang diamati, diantaranya adalah gen-gen yang mengkode pembentukan enzim
antioksidan dari jenis SOD, APX, CAT, dan GPOD. Ekspresi gen pengkode pembentukan enzim SOD
meliputi Mn-SOD dan Cu/ZnSOD. Gambar 4.9 menunjukkan varietas IR64
memiliki ketebalan pita gen Mn-SOD terbesar, diikuti oleh varietas Sintha dan Rojolele. Sementara itu,
pada ekspresi gen Cu/ZnSOD ketiga varietas padi lokal menunjukkan ketebalan pita yang serupa dan
sangat tipis.
Ekspresi gen selanjutnya yang diamati adalah Cytosolic APX dan OsAPX1. Kedua ekspresi gen
ini berfungsi dalam memproduksi enzim ascorbate peroxidase (APX). Ekspresi gen Cytosolic APX
terkonfirmasi aktif pada ketiga varietas padi lokal, varietas Rojolele dan Sintha memiliki ketebalan band
yang serupa, sementara varietas IR64 memiliki ketebalan pita paling tipis dibandingkan kedua varietas
padi lokal lainnya. Gambar 4.9 juga menunjukkan ekspresi gen OsAPX1 pada ketiga varietas padi
lokal setelah diberikan perlakuan kombinasi cekaman salin-panas. Ekspresi gen OsAPX1 terlihat jelas
pada varietas IR64 setelah diberikan perlakuan kombinasi cekaman. Sementara pada varietas Rojolele
dan Sintha, ekspresi gen OsAPX1 juga terkonfirmasi aktif, namun memiliki ketebalan pita yang sangat
tipis. Gen-gen antioksidan selanjutnya yang dianalisis dan berfungsi dalam memproduksi enzim catalase
(CAT) adalah CAT dan OsCATA. Ekspresi gen CAT terkonfirmasi aktif pada ketiga varietas padi lokal
pada perlakuan kontrol maupun kombinasi cekaman salin-panas. Ketebalan pita tertinggi pada ekspresi
gen CAT ditemukan pada varietas Sintha, kemudian diikuti oleh varietas Rojolele dan IR64. Sementara
itu, pada ekspresi gen OsCATA, ketiga varietas padi lokal juga menunjukkan aktivasi gen OsCATA
pada perlakuan kontrol dan kombinasi cekaman. Varietas IR64 menunjukkan pita ekspresi paling tebal
dan terang dibandingkan kedua varietas padi lokal lainnya, diikuti varietas Rojolele dan Sintha
dengan perlakuan yang sama.
Ekspresi gen antioksidan selanjutnya yang dianalisis adalah GPOD. Ekspresi gen GPOD
terkonfirmasi aktif pada ketiga varietas padi lokal setelah diberi perlakuan kombinasi cekaman salin-
panas. Gambar 4.9 menunjukkan ketebalan pita (band) terbesar dan paling terang dimiliki oleh varietas
IR64, sementara varietas Rojolele memiliki ketebalan pita paling tipis dibandingkan kedua varietas padi
lokal lainnya. Hal ini mengindikasikan jika varietas IR64 dan Sintha memproduksi enzim GPOD cukup
tinggi setelah tanaman terpapar kombinasi cekaman salin-panas.
Selain gen-gen antioksidan, terdapat juga gen-gen akseptor antioksidan meliputi gen P5CS dan
GABA-T yang juga diamati dalam penelitian ini. Pada pengamatan gen P5CS, diketahui jika pada varietas
IR64 dan Sintha terdapat pita ekspresi gen P5CS yang cukup tebal, sedangkan pada varietas Rojolele
terdapat band dari gen P5CS namun sangat tipis (Gambar 4.9). Hal ini menunjukkan jika produksi prolin
pada varietas Rojolele cukup rendah setelah tanaman terpapar kombinasi cekaman salin-panas. Ekspresi
gen akseptor antioksidan lainnya yaitu GABA-T, dimana pada varietas IR64 dan Sintha terdapat pita
ekspresi gen yang cukup tebal namun keduanya memiliki cukup buram. Sementara itu, pada varietas
Rojolele tidak ditemukan pita ekspresi gen GABA-T pada tanaman setelah diberikan perlakuan kombinasi
cekaman salin-panas.

4.2 Pembahasan
Perlakuan cekaman panas-salin memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan tanaman.
Cekaman panas-salin dapat menyebabkan reduksi pada beberapa parameter pertumbuhan (Pattanagul and
Thitisaksakul et al., 2008). Tinggi tanaman merupakan salah satu parameter dalam penelitian ini yang
menunjukkan adanya perbedaan nyata antara tanaman kontrol dengan perlakuan sebagai respon tanaman
terhadap cekaman panas-salin yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan reduksi pada parameter
tinggi tanaman dialami oleh varietas Kapuas dan Shinta. Berdasarkan penelitian Joshep and Mohanan
(2013), perlakuan cekaman salin dengan konsentrasi 10mM hingga 200 mM NaCl dari usia 45-90 hst
mampu menurunkan tinggi tanaman beberapa kultivar padi secara signifikan. Cekaman salinitas dapat
mempengaruhi tekanan osmotik serta ionik dalam tanaman, cekaman osmotik akan mengganggu proses
penyerapan air dan nutrisi pada akar sehingga berakibat pada terhambatnya pertumbuhan tanaman
(Nawaz et al., 2010; Safdar et al., 2019).
Tingginya temperatur dapat merusak fungsi normal akar dengan menurunkan kelembaban tanah,
hal tersebut akan mengganggu proses metabolisme dalam tanaman seperti aktivitas enzim antioksidan
dan partisi karbon serta mengakibatkan penurunan tekanan turgor pada sel akibatnya proses fisiologis
tanaman terganggu (Bermudez et al., 2022). Cekaman salinitas juga dapat meningkatkan ion Na+ pada
tanaman, konsentrasi Na+ yang meningkat dapat berakibat pada kerusakan sel tanaman (Nemati et al.,
2011). Diameter batang merupakan salah satu parameter yang juga menunjukkan kecenderungan
terjadinya reduksi pertumbuhan sebagai akibat dari perlakuan cekaman panas-salin, meskipun antar
varietas tidak menunjukkan perbedaan yang cukup signifikan.
Respon tanaman terhadap cekaman juga dapat dilihat dari perubahan morfologi akar. Morfologi
akar berperan penting dalam proses penyerapan air dan hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhan dan
pemanjangan sel bagi tanaman. Akar merupakan organ penting yang berperan dalam mengurangi dampak
stress kekeringan pada tanaman (Bermudez et al., 2022). Tanaman dengan sifat resisten terhadap
cekaman akan cenderung memiliki morfologi akar lebih panjang untuk beradaptasi dalam pencarian
sumber air dan hara pada kondisi tercekam, namun temperatur yang terlalu tinggi mampu mengganggu
fungsi normal dari akar dengan menurunkan kelembaban yang dapat mengganggu aktivitas antioksidan
dan partisi karbon (Bermudez et al., 2022). Rerata panjang akar tertinggi dihasilkan oleh varietas Rojolele
setelah diberikan perlakuan cekaman yang menunjukkan adanya potensi sifat resistensi tanaman terhadap
cekaman.
Gambar 4.1 menunjukkan perlakuan cekaman panas-lain berdampak pada morfologi daun
tanaman. Beberapa respon tanaman dalam kondisi tercekam terhadap perubahan morfologi daun dapat
diamati dengan adanya penurunan luas daun, penggulungan daun, serta potensi kemunculan nekrosis pada
daun dalam kondisi tanaman sangat tercekam (Goufo et al., 2017). Nekrosis pada daun menandakan
penurunan kandungan karetonoid dan klorofil pada tanaman serta kematian sel pada jaringan daun (Jan et
al., 2021). Panjang daun nekrosis terendah terdapat pada varietas Sintha sehingga menyebabkan
ketahanan yang menghasilkan rata-rata jumlah nekrosis daun paling sedikit dibandingkan ketiga varietas
lainnya. Nekrosis pada daun ditandai dengan permukaan daun kering dengan warna kuning kecokelatan
seperti terbakar (Hameed et al., 2011).
Setiap varietas tanaman padi mengalami perubahan morfologi sehingga juga berpengaruh
terhadap biomassa tanaman baik dari berat segar maupun berat
keringnya. Cekaman salin-panas diketahui mempengaruhi terjadinya penurunan biomassa pada seluruh
varietas (Gambar 4.5). Cekaman salinitas menyebabkan konsentrasi nitrogen di dalam sel menjadi rendah
akibat ketidakseimbangan ion K+/ Na+ pada area perakaran sehingga penyerapan nutrisi menjadi
terganggu dan perkembangan tanaman terhambat (Nahar et al., 2022). Kondisi cekaman panas juga
memicu penurunan biomassa karena tanaman sulit memenuhi kebutuhan air tanah akibat water loss
sehingga laju fotosintesis menjadi terganggu yang menyebabkan pertumbuhan tanaman pun menjadi
terhambat (Akram et al., 2019). Gambar 4.5 menunjukkan terdapat perbedaan penurunan biomassa pada
tanaman yang diberi perlakuan cekaman dibandingkan dengan tanaman kontrol pada tiap varietas. Hal ini
menunjukkan bahwa setiap varietas memiliki mekanisme toleransi yang juga berbeda dalam merespon
cekaman, termasuk pada signaling pathways yang disebabkan oleh stress sehingga mempengaruhi total
akumulasi biomassa yang dihasilkan (Perdomo et al., 2015).
Kombinasi cekaman salinitas dan panas pada tanaman padi juga dapat mempengaruhi terjadinya
perubahan kandungan klorofil tanaman. Hal ini disebabkan karena cekaman dari tingkat ringan hingga
berat dapat mempengaruhi reaksi-reaksi biokimia fotosintesis. Salah satu aspek fotosintesis yang sangat
sensitif dalam merespon cekaman adalah biosintesis klorofil. Penurunan biosintesis klorofil berkaitan
dengan penurunan kandungan klorofil yang merupakan salah satu respon pertahanan tanaman terhadap
cekaman abiotik. Penurunan tersebut dikaitkan dengan terjadinya stres oksidatif karena tingginya
kandungan ROS (Reactive Oxygen Species) dalam sel akibat cekaman sehingga terjadi kerusakan
kloroplas (Sattar et al., 2020). Namun demikian, pada penelitian ini menunjukkan hasil yang kontradiktif,
yakni terjadi peningkatan kandungan total klorofil pada kondisi cekaman (Gambar 4.6). Hal ini
menandakan bahwa perlakuan cekaman salin-panas yang diberikan masih berada diatas ambang batas
toleransi ketahanan tanaman sehingga keempat varietas tersebut masih memiliki kemampuan untuk tetap
mensintesis lebih banyak klorofil pada kondisi tercekam (Anggraini et al., 2015).
Kadar Air Relatif / Relative Water Content (RWC) daun merupakan parameter karakteristik untuk
mengetahui respon fisiologi tanaman terhadap kondisi cekaman yang diberikan. Melalui persentase
RWC, dapat diketahui seberapa besar kemampuan penyimpanan air suatu sel tanaman dalam kondisi
cekaman. Tingginya persentase RWC mengindikasikan bahwa tanaman tersebut toleran terhadap
cekaman tertentu (Rafique et al., 2019). Tanaman yang toleran cenderung akan melakukan penyesuaian
osmotik untuk membantu mempertahankan kadar air daun (Blum, 2005). Gambar 4.6 menunjukkan
adanya penurunan persentase RWC pada keempat varietas setelah diberi perlakuan cekaman. Penurunan
RWC dipengaruhi oleh terjadinya penguapan pada daun serta penurunan serapan air oleh padi. Nahar et
al., (2022) menyatakan bahwa penurunan kemampuan sel dalam menyimpan air dapat mempengaruhi
terjadinya penurunan pertumbuhan sel tanaman karena terhambatnya proses transformasi nutrisi di sekitar
dinding sel. Peningkatan kadar H2O2 di area sel penjaga merupakan salah satu dampak dari adanya
cekaman sehingga mengakibatkan tertutupnya stomata (Huang et al., 2009). Penutupan stomata adalah
salah satu bentuk respon tanaman untuk menurunkan laju transpirasi dalam kondisi tercekam. Kondisi
kurangnya kadar air pada tanaman akan merangsang sintesis hormon ABA dari sel-sel mesofil daun,
hormon ABA akan mempertahankan stomata tetap menutup untuk menurunkan dampak kehilangan air
(Fischer and Fukai, 2003).
Analisis kandungan ROS pada tanaman dilakukan untuk mengetahui tingkat stress oksidatif yang
dialami tanaman setelah terpapar stress. Pada Gambar 4.7 diketahui jika varietas Sintha mengalami
peningkatan H2O2 (salah satu bentuk ROS) tertinggi dibandingkan ketiga varietas lainnya, sementara
varietas Kapuas mengalami peningkatan terkecil. Adapun peningkatan ROS pada tanaman umumnya
terjadi saat tanaman berada pada kondisi tercekam sebagai salah satu respon persinyalan dan pertahanan
pada tanaman. Namun, apabila produksi ROS terlalu tinggi, resiko tanaman mengalami kerusakan dan
kematian sel, sehingga produksi ROS pada tanaman harus dikendalikan dan berada dalam konsentrasi
yang kecil (Waszczak et al., 2018).
Gambar 4.8 menunjukkan akumulasi kadar prolin pada padi lokal setelah
diberi perlakuan kombinasi cekaman salin-panas. Varietas Rojolele dapat
dikategorikan sebagai varietas resisten karena memproduksi prolin dalam jumlah
tinggi sebagai salah satu respon pertahanannya dalam menghadapi kondisi stress.
Akumulasi prolin dalam jaringan pada umumnya mengalami peningkatan saat
tanaman terpapar cekaman, seperti kekeringan, suhu ekstrem, logam berat,
salinitas, dan defisiensi energi. Suhu tinggi pada tanaman mengakibatkan tanaman
kehilangan air dengan mudah dan berdampak pada ketidak seimbangan
fotosintesis dan fotorespirasi. Prolin berperan sebagai osmoprotektan yang
berfungsi dalam menjaga keseimbangan osmotik pada sel selama stress osmotik
terjadi (Kumar et al., 2012; Siddique et al., 2018). Peningkatan kadar prolin saat
tanaman terpapar cekaman salinitas bertujuan untuk meningkatkan aktivitas
enzim-enzim antioksidan serta menstimulasi aktivitas seluler tanaman. Prolin juga
berperan penting dalam mengendalikan protein dan enzim dalam sel agar
metabolisme dapat terus berlangsung serta meminimalisir kerusakan sel akibat
ketidakseimbangan ion di sekitar sel (Hosseinifard et al., 2022).
Analisis ekspresi gen antioksidan yang meregulasi produksi enzim SOD
dalam penelitian ini meliputi gen Mn-SOD dan Cu/Zn SOD. Gambar 4.9
menunjukkan jika pada varietas IR64 dan Sintha, ekspresi gen Mn-SOD cukup
jelas dan tebal. Hal ini mengindikasikan bahwa kedua varietas tersebut lebih
toleran karena mampu memproduksi enzim SOD dalam jumlah yang cukup tinggi
dalam menguraikan molekul ROS (O2·−). Sementara itu, pada analisis ekspresi gen
Cu/Zn SOD tidak ditemukan pita ekspresi gen yang terlihat jelas pada keempat
varietas padi lokal. Hal ini dimungkinkan karena kualitas sampel yang kurang
baik atau adanya kesalahan (human error) selama proses penelitian berlangsung.
Analisis ekspresi gen-gen antioksidan ditujukan untuk mengetahui aktivitas gen-
gen antioksidan dalam meregulasi ROS scavenging. Dalam penguraiannya, enzim
antioksidan akan menguraikan ROS dari jenis tertentu, dimana terdapat ROS jenis
O2·− (reaktif) yang dapat diuraikan oleh enzim antioksidan SOD (superoxide
dismutase) dan H2O2 yang akan diuraikan oleh enzim CAT, APX, dan GPOD
(Waszczak et al., 2018). Produksi enzim SOD diregulasi oleh gen Mn-SOD,
Cu/Zn
SOD, dan FeSOD. Peningkatan aktivitas enzim SOD dalam sel ditandai dengan
aktivasi ekspresi gen regulatornya. Enzim ini berperan dalam menguraikan O 2·−
menjadi bentuk H2O2 (Filiz et al., 2019).
Analisis ekspresi gen antioksidan selanjutnya adalah Cytosolic APX dan
OsAPX1, dimana kedua gen tersebut bertanggung jawab dalam memproduksi
enzim APX untuk menguraikan H2O2 menjadi H2O dan O2 (Khan et al., 2021).
Berdasarkan Gambar 4.9 diketahui jika ekspresi gen Cytosolic APX terlihat jelas
pada keempat varietas padi lokal dengan ketebalan dan ukuran yang cenderung
sama. Pada ekspresi gen OsAPX1 terlihat cukup jelas pada varietas IR64,
sedangkan pada ketiga varietas lainnya juga terlihat namun sangat tipis. Hal ini
menunjukkan jika keempat padi lokal tersebut memiliki aktivitas gen Cytosolic
APX yang serupa dalam menghadapi kondisi cekaman salinitas dan suhu tinggi
secara bersamaan.
Ekspresi gen selanjutnya yang dianalisis adalah CAT dan OsCATA, yaitu
gen yang meregulasi produksi enzim catalase. Pada Gambar 4.9 diketahui bahwa
ekspresi gen CAT terlihat sangat jelas pada varietas IR64, namun lebih tebal pada
varietas Sintha, Rojolele, dan Kapuas. Sementara pada ekspresi gen OsCATA pita
ekspresi gen terlihat pada varietas IR64, diikuti oleh Sintha, Rojolele, dan Kapuas.
IR64 sebagai varietas resisten moderat memproduksi enzim CAT untuk
menguraikan H2O2 ke dalam bentuk H2O dan O2. Peningkatan aktivitas enzim
CAT dalam sel menunjukkan peningkatan penguraian ROS yang diakibatkan oleh
kombinasi cekaman salin dan suhu tinggi (Park et al., 2022).
Analisis ekspresi gen GPOD dilakukan untuk mengetahui aktivitas gen
GPOD pada tanaman padi setelah diberi kombinasi cekaman salin dan panas
secara bersamaan. Hasil ekspresi gen GPOD dapat dilihat pada Gambar 4.9,
dimana varietas Sintha menunjukkan pita ekspresi paling tebal dibandingkan
ketiga varietas padi lokal lainnya. Ekspresi gen GPOD ini mengindikasikan
adanya aktivitas produksi enzim GPOD (Glutathione peroxidase), dimana enzim
ini berperan penting dalam ROS scavenging dengan menguraikan H2O2 menjadi
molekul H2O dan O2 sehingga kerusakan sel tanaman saat tercekam dapat
diminimalisir (Filiz et al., 2019).
Gambar 4.9 menunjukkan ekspresi gen P5CS terkonfirmasi aktif pada
varietas Sintha dan IR64, sementara pada varietas Rojolele dan Kapuas ekspresi
gen P5CS tidak dapat dilihat secara jelas. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa
varietas Sintha dan IR64 memproduksi senyawa proline yang cukup tinggi selama
berada dalm lingkungan tercekam. P5CS merupakan gen yang meregulasi
pembentukan prolin dalam sel. Senyawa prolin dibutuhkan dalam menghambat
produksi ROS agar konsentrasinya lebih terkendali dan tidak merusak sel
tanaman. Prolin juga berfungsi dalam meningkatkan aktivitas enzim-enzim
antioksidan dan menghasilkan kondisi homeostatis pada tanaman saat mengalami
stress osmotik yang diakibatkan oleh perlakuan kombinasi cekaman salin dan
panas (El-Moukhtari et al., 2020). Analisis ekspresi gen yang diamati terakhir
adalah GABA-T. Pada gambar 4.9 diketahui ekspresi gen GABA-T dapat dilihat
secara visual pada varietas IR64 dan Sintha, sementara pada kedua varietas
lainnya tidak ditemukan ekspresi dari gen GABA-T. GABA-T berperan dalam
pembentukan enzim GABA transaminase dan berperan penting dalam biosintesis
GABA shunt pathway. GABA diperlukan tanaman sebagai agen pertahanan dalam
menghadapi cekaman abiotik seperti salinitas dan suhu tinggi, beberapa
diantaranya yaitu dengan meningkatkan tekanan turgor pada daun, meningkatkan
regulasi osmoprotektan, serta berperan dalam meningkatkan aktivitas enzim-
enzim antioksidan (Li et al., 2021). GABA juga berperan penting dalam
mengurangi penyerapan ion toksik seperti Na+ di area perakaran selama cekaman
salinitas berlangsung (Su et al., 2019).
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Pemberian kombinasi cekaman salinitas dan panas, berpengaruh signifikan
terhadap parameter morfologi tanaman, diantaranya pada penurunan tinggi
tanaman, panjang akar. Kombinasi cekaman yang diberikan juga
berdampak pada parameter fisiologi tanaman, meliputi; penurunan
kandungan klorofil tanaman, penurunan kadar air relatif (RWC), proline
serta peningkatan kadar H2O2 dalam sel.
2. Ekspresi gen-gen penginduksi enzim antioksidan (SOD, CAT, APX, dan
GPOD) pada varietas IR64,Rojolele, Shinta terkonfirmasi aktif setelah
diberi perlakuan multiple stress dan gen-gen antioksidan (Mn-SOD,
Cu/ZnSOD, OsCATA, CAT, OsAPX1, Cytosolic APX, dan GPOD), serta
gen-gen akseptor antioksidan (P5CS dan GABA-T) pada varietas IR64 dan
Shinta

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperlukan penelitian lebih
lanjut terkait ekspresi gen agar dapat lebih dikembangkan dan dimanfaatkan
secara optimal.
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, B. 2006. Potensi padi liar sebagai sumber genetik dalam pemuliaan padi.Buletin Iptek Tanaman
Pangan 1(2):143-152.

Ahmed IM, Dai H, Zheng W, Cao F, Zhang G, Sun D, Wu F. 2013. Perbedaan genotip dalam karakteristik
fisiologis dalam toleransi terhadap kekeringan dan salinitas gabungan stres antara jelai liar dan budidaya
Tibet. Fisiologi dan BiokimiaTumbuhan 63: 49–60

Akram, R., S. Fahad, N. Masood, A. Rasool, M. Ijaz, M. Z. Ihsan, M. M. Maqbool,


S. Ahmad, S. Hussain, M. Ahmed, S. Kaleem, S. R. Sultana, M. Mubeen,
S. Saud, M. Kamran, and W. Nasim. 2019. Plant Growth and Morphological Changes in Rice Under
Abiotic Stress. Advances in Rice Research for Abiotic Stress Tolerance, 4: 69-85.

Anggraini, N., Faridah, E., dan Indrioko, S. (2015). Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Perilaku Fisiologis
dan Pertumbuhan Bibit Black Locust (Robinia pseudoacacia). Jurnal Ilmu Kehutanan, 9(1): 40-56.

Azwir, dan Ridwan. 2009. Peningkatan Produktivitas Padi Sawah dengan Perbaikan Teknologi Budidaya. Akta
Agosia. 12 (2) : 212-218.

Bermúdez, M. S., J. C. del Pozo, and M. Pernas. 2022. Effects of Combined Abiotic Stresses Related to Climate
Change on Root Growth in Crops. Frontiers in Plant Science, 13: 1-25.

Blum, A. 2005. Drought Resistance, Water Use Efficiency, and Yield Potential– Are They Compatible,
Dissonant, or Mutually Exclusive? Aust. J. Agric. Res. 56: 1159–1168.

Dolly Sojuangan Siregar. (2018). Tingkat Ketahanan Plasma Nutfah Padi Gogo (Oryza Sativa L.) Lokal Aceh
pada Cekaman Suhu Tinggi selama Fase Reproduktif. AGROSAMUDRA, Jurnal Penelitian, Vol. 5
No(Cekaman Suhu Tinggi), 69.

Filiz, E., I. I. Ozyigit, I. A. Saracoglu, M. E. Uras, U. Sen, and B. Yalcin. 2018. Abiotic Stress-Induced
Regulation of Antioxidant Genes in Different Arabidopsis Ecotypes: Microarray Data Evaluation.
Biotechnology & Biotechnological Equipment, 33(1): 128-143.

Fischer, K.S. and S. Fukai. 2003. How Rice Respond to Drought. Breeding Rice for Drought-Prone Environment.
IRRI.

Flohe, R. B. and L. Flohe. 2020. Regulatory Phenomena in the Glutathione Peroxidase Superfamily. Antioxidant
& Redox Signaling, 33(7): 498-516.
Giraud E, Ho LH, Clifton R, Carroll A, Estavillo G, Tan YF, Howell KA, Ivanova A, Pogson BJ, Millar AH dkk.
2008. Tidak adanya ALTERNATIF OXIDASE1a di Arabidopsis menghasilkan sensitivitas akut terhadap
kombinasi tekanan cahaya dan kekeringan. Fisiologi Tumbuhan 147: 595–610.

Goufo, P., Moutinho-Pereira, J. M., Jorge, T. F., Correia, C. M., Oliveira, M. R., Rosa, E.A.S. 2017. Cowpea
(Vigna Unguiculata L. Walp.) Metabolomics: Osmoprotection as A Physiological Strategy for Drought
Stress Resistance and Improved Yield. Front. Plant Sci. 8:586.

Hameed, A., M. Goher, and N. Iqbal. 2011. Heat Stress-Induced Cell Death, Changes in Antioxidants, Lipid
Peroxidation, and Protease Activity in Wheat Leaves. Journal of Plant Growth Regulation, 31: 283-291.
Hawkes, J.G., N. Maxted, and B.V. Ford-Lloyd. 2000. The ex situ conservation of plant genetic
resources. Kluwer Academic Publishers.london. 250p.

Hosseinifard, M., S. Stefaniak, M. G. Javid, E. Soltani, L. Wojtyla, and M. Garnczarska. 2022. Contribution of
Exogenous Proline to Abiotic Stresses Tolerance in Plants: A Review. International Journal of
Molecular Sciences, 23(9): 1-20.

Huang, X. Y., D. Y. Chao, J. P. Gao, M. Z. Zhu, M. Shi, and H. X. Lin. 2009. A Previously Unknown Zinc
Protein, DST, Regulates Drought and Salt Tolerance in Rice via Stomatal Aperture Control. Genes &
Development, 23: 1805-1807.

IPCC. 2007. Solomon S, Qin D, Manning M, Chen Z, Marquis M, Averyt KB, Tignor M, Miller HL, eds.
Perubahan iklim 2007: dasar ilmu fisika. Kontribusi Kelompok Kerja I untuk laporan penilaian keempat
Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim. Cambridge, Inggris & New York, NY, AS:
CambridgeUniversity Press.

IPCC. 2008. Kundzewicz ZW, Palutikof J, Wu S, eds. Perubahan iklim dan air. Makalah teknis Panel
Antarpemerintah tentang Perubahan Iklim. Cambridge, Inggris & New York, NY, AS: Cambridge
University Press.

Irawan, Budi, dan K. Purbayanti. 2008. Karakterisasi dan kekerabatan kultivar padilokal di Desa Rancakalong,
Kecamatan Rancakalong, Kabupaten Sumedang. Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional PTTI,
21-23 Oktober 2008

Irawan, H. A., Maryani, Y., & Arnanto, D. (2021). VARIETY IR 64, INPARI 42, INPARI 33, NUTRI ZINK,
CIHERANG. 11.
IRRI. 2005. Varietas unggul padi yang paling luas ditanam di Indonesia tahun 2005.
IRRI Representative Indonesia. Bogor

Jaisankar, I., A. Velmurugan, and C. Sivaperuman. 2018. Biodiversity Conservation: Issues and Strategies for the
Tropical Islands. Biodiversity and Climate Change Adaptation in Tropical Islands. 19: 525-552.

Jan, R., N. Kim, S. H. Lee, M. A. Khan, S. Asaf, Lubna, J. R. Park, S. Asif, I. J. Lee and K. M. Kim. 2021.
Enhanced Flavonoid Accumulation Reduces Combined Salt and Heat Stress Through Regulation of
Transcriptional and Hormonal Mechanisms. Frontiers in Plant Science. 12: 1-14.

Jiang, C.-J., & Liang, Z.-W. (2018). A Multi-year Beneficial Effect of Seed Priming with Gibberellic Acid-3
(GA3) on Plant Growth and Production in a Perennial Grass, Leymus chinensis. Scientific Reports, 8(1),
13214.

Joseph, E. A. (2013). A Study on the Effect of Salinity Stress on the Growth and Yield of Some Native
RiceCultivars of Kerala State of India. Agriculture, Forestryand Fisheries, 2(3), 141.

Joseph, E. A., and Mohanan, K. V. 2013. A Study on The Effect of Salinity Stress on The Growth and Yield of
Some Native Rice Cultivars of Kerala State of India. Agric for Fish, 2: 141-150.

Keles Y, Oncel I. 2002. Respon sistem pertahanan antioksidan terhadap kombinasi suhu dan cekaman air pada
bibit gandum. Ilmu Tumbuhan 163: 783–790.

Khamid, M. B. R., Junaedi, A., Lubis, I., & Yamamoto, D. Y. (2019). Respon Pertumbuhan dan Hasil Padi (Oryza
sativa L.) terhadap Cekaman Suhu Tinggi. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal of
Agronomy), 47(2), 119–125.
Khan, M. A., M. Hamayun, S. Asaf, M. Khan, B. W. Yun, S. M. Kang, and I. J. Lee. 2021. Rhizospheric
Bacillus spp. Rescues Plant Growth Under Salinity Stress via Regulating Gene Expression, Endogenous
Hormones, and Antioxidant System of Oryza sativa L. Frontiers Plant Science, 12: 1-17.

Khush, G.S. 1997. Origin dispersal cultivation and variation of rice. Plant Mol.
Biol. 35:25-34.

Kibria, M. G., M. Hossain, Y. Murata, and Md. A. Hoque. 2017. Antioxidant Defense Mechanisms of Salinity
Tolerance in Rice Genotypes. Science Direct., 24(3): 155-162.

Kim, Y., B. G. Mun, A. L. Khan, M. Waqas, H. H. Kim, R. Shahzad, M. Imran, B.


Kumar, S., D. Gupta, and H. Nayyar. 2012. Comparative Response of Maize and Rice Genotypes to Heat Stress:
Status of Oxidative Stress and Antioxidants. Acta Physiology of Plant, 34: 75-86.

Li, L., N. Dou, H. Zhang, and C. Wu. 2021. The Versatile GABA in Plants. Plant Signaling & Behavior, 16(3):
1-12.

Liu, J., S. Shabala, L. Shabala, M. Zhou, H. Meinke, G. Venkataraman, Z. Chen, F. Zeng, and Q. Zhao. 2019.
Tissue-Specific Regulation of Na+ and K+ Transporters Explains Genotypic Differences in Salinity Stress
Tolerance in Rice. Frontiers in Plant Science. 10: 1-15.

Ma, H.-Y., Zhao, D.-D., Ning, Q.-R., Wei, J.-P., Li, Y., Wang, M.-M., Liu, X.-L.,
Matsui T, Kagata H. 2003. Characteristics of floral organs related to reliable self pollination in rice
(Oryza sativa L). Annals of Bot. 91:473-477. Mittler R. 2006. Stres abiotik, lingkungan lapangan dan
kombinasi stres. Tren IlmuTumbuhan 11: 15–19.

Moradi, F. and A. M. Ismail. 2007. Respons of Photosynthesis, Chlorophyll Fluorescence and ROS-Scavenging
Systems to Salt Stress during Seedling and Reproductive Stages in Rice. Annals of Botany, 99(6): 1161-
1173.

Moukhtari, A. E., C. C. Hourton, M. Farissi, and A. Savoure. 2020. How Does Proline Treatment Promote Salt
Tolerance During Crop Plant Development. Frontiers in Plant Science, 11: 1-16.

Nahar, L., M. Aycan, S. Hanamata, M. Baslam, and T. Mitsui. 2022. Impact of Single and Combined Salinity
and High-Temperature Stresses on Agro- Physiological, Biochemical, and Transcriptional Responses in
Rice and Stress-Release. Plants, 11(4): 1-22.

Nahar, S., Vemireddy, L. R., Sahoo, L., & Tanti, B. 2018. Antioxidant Protection Mechanisms Reveal Significant
Response in Drought-Induced Oxidative Stress in Some Traditional Rice of Assam, India. Rice Science,
25(4), 185– 196.

Nawaz, K., K. Hussain, A. Majeed, F. Khan, S. Afghan, and K. Ali. 2010. Fatality of Salt Stress to Plants:
Morphological, Physiological and Biochemical Aspects. African Journal of Biotechnology, 9(34): 5475-
5480.

Nemati, I., F. Moradi, S. Gholizadeh, M. A. Esmaeili, and M. R. Bihamta. 2011. The Effect of Salinity Stress on
Ions and Soluble Sugars Distribution in Leaves, Leaf Sheats and Roots of Rice (Oryza sativa L.)
Seedlings. Plant Soil Environment, 57(1): 26-33.
Nurita, S. (2019). KERAGAAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI VARIETAS UNGGUL BARU PADI DI
LAHAN PASANG SURUT KABUPATEN SAMBAS. 7.
Park, J. R., E. G. Kim, Y. H. Jang, R. Jan, M. Farooq, M. Ubaidillah, and K. M. Kim. 2022. Application of
CRISPR/Cas9 as New Strategies for Short Breeding to Drought Gene in Rice. Frontiers in Plant Science,
13: 1-15.

Pattanagul, W., & Thitisaksakul, M. (2008). Effect of salinity stress on growth and carbohydrate metabolism in
three rice (Oryza sativa L.) cultivars differing in salinity tolerance. INDIAN J EXP BIOL, 7.

Pattanagul, W., and Thitisaksakul, M. 2008. Effect of Salinity Stress on Growth and Carbohydrate Metabolism in
Three Rice (Oryza sativa L.) Cultivars Differing in Salinity Tolerance. Indian Journal of Experimental
Biology, 46(1): 736-742.

Perdomo, J. A., Conesa, M. À., Medrano, H., Ribas‐Carbó, M., and Galmés, J. (2015). Effects of Long‐term
Individual and Combined Water and Temperature Stress on the Growth of Rice, Wheat and Maize:
Relationship with Morphological and Physiological Acclimation. Physiologia Plantarum, 155(2), 149-
165.

Prabawa, P. S. dan Damanhuri. 2018. Evaluasi Ketahanan Genotip Padi Beras Merah (Oryza sativa L.) terhadap
Penyakit Blas Daun (Pyricularia oryzae Cav.) Ras 173. Agro Bali. 1(2): 82-87.

Prasad PVV, Pisipati SR, Mom cilovi c I, Ristic Z. 2011. Mandiri dan efek gabungan dari suhu tinggi dan
cekaman kekeringan selama pengisian biji-bijian pada hasil tanaman dan ekspresi EF-Tu kloroplas
pada gandum musim semi. Jurnal Agronomi dan Ilmu Tanaman 197: 430– 441.

Rafique, S., M. Z. Abdin, and W. Alam. 2019. Response of Combined Abiotic Stress on Maize (Zea mays L.)
Inbred Lines and Interaction Among Various Stresses. Maydica Electronic Publication, 64(22): 1-8.

Razzaq, A., A. Ali, L. B. Safdar, M. M. Zafar, Y. Rui, A. Shakeel, A. Shaukat, M. Ashraf, W. Gong, and Y.
Yuan. 2020. Salt Stress Induces Physiochemical Alterations in Rice Grain Composition and Quality.
Journal of Food Science. 85(1): 14-20.

Rizhsky L, Liang H, Mittler R. 2002. Efek gabungan dari stres kekeringan dan kejutan panas pada ekspresi
gen dalam tembakau. Fisiologi Tumbuhan 130: 1143-1151.

Rizhsky L, Liang H, Shuman J, Shulaev V, Davletova S, Mittler R. 2004. Saat


jalur pertahanan bertabrakan. Respon Arabidopsis terhadap kombinasi kekeringan dan stres panas.
Fisiologi Tumbuhan 134: 1683–1696.

Rossatto, T., M. N. do Amaral, L. cia Carvalho Benitez, I. L.Vighi, E. J. Bolacel Braga, A. M. de Magalhaes
Junior, M. A. Colares Maia, L. da Silva Pinto. 2017. Gene Expression and Activity of Antioxidant
Enzymes in Rice Plants, cv. BRS AG,under Saline Stress. Physiol Mol Biol Plants, 23(4) : 865– 875.

Rozaq Khamid, M. B. (2016). Review: Mekanisme Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dalam Menghadapi Cekaman
Suhu Tinggi Pada Stadia Generatif. Jurnal Agrotek Indonesia, 1(2).

RRI. 1995. Parentage of IRRI crosses. Plant breeding, genetics, and biochemistry division. IRRI, Manila,
Philipines. p.334.

Salsinha, Y. C. F., D. Indradewi, Y. A. Purwestri, and D. Rachmawati. 2020. Selection of Drought-Tolerant


Local Rice Cultivars from East Nusa Tenggara, Indonesia during Vegetative Stage. Biodiversitas. 21(1):
170- 178.

Sattar, A., Sher, A., Ijaz, M., Ul-Allah, S., Rizwan, M. S., Hussain, M., ... and Cheema, M. A. (2020). Terminal
Drought and Heat Stress Alter Physiological and Biochemical Attributes in Flag Leaf of Bread Wheat.
Plos one, 15(5), e0232974.

Setiawan, A., A. Sebastian, dan Y. A. Purwestri. 2021. Deteksi Gen Ketahanan Hawar Daun Bakteri Xa21 pada
Padi (Oryza sativa L.) Hitam dan Merah Lokal Indonesia. Vegetalika. 10(2): 120-132.
Sharma, S. D. 2010. Rice: Origin, Antiquity and History. Cuttack: CRC Press Siddique, A., G. Kandpal,
and P. Kumar. 2018. Proline Accumulation and its
Defensive Role Under Diverse Stress Condition in Plants: An Overview.
Journal of Pure and Applied Microbiology, 12(3): 1655-1659.

Su, N., Q. Wu, J. Chen, L. Shabala, A. Mithofer, H. Wang, M. Qu, M. Yu, J. Cui, and S. Shabala. 2019. GABA
Operates Upstream of H+ - ATPase and Improves Salinity Tolerance in Arabidopsis by Enabling
Cytosolic K+ Retention and Na+ Exclusion. J. Exp. Bot., 70(21): 6349-6361.
Tanaka, K., Onishi, R., Miyazaki, M., Ishibashi, Y., Yuasa, T., & waya-Inoue, M. (2009). Changes in NMR
Relaxation of Rice Grains, Kernel Quality and Physicochemical Properties in Response to a High
Temperature after Flowering in Heat-Tolerant and Heat-Sensitive Rice Cultivars. Plant Production
Science, 12(2),185–192.

Thu, T. T. P., H. Yasui, and T. Yamakawa. 2017. Effects of Salt Stress in Plant Growth Characterictics and
Mineral Content in Diverse Rice Genotypes. Soil Science and Plant Nutrition. 63(3): 264-273.

Tian, X., Matsui, T., Li, S., Yoshimoto, M., Kobayasi, K., & Hasegawa, T. (2010). Heat-Induced Floret Sterility
of Hybrid Rice ( Oryza sativa L.) Cultivars under Humid and Low Wind Conditionsin the Field of
Jianghan Basin, China. Plant Production Science, 13(3), 243–251.

Usamah Jaisyurahman, Desta Wirnas, Trikoesoemaningtyas, & Dan Heni Purnamawati. (2020). Dampak Suhu
Tinggi terhadap Pertumbuhan dan HasilTanaman Padi. Jurnal Agronomi Indonesia (Indonesian Journal
of Agronomy), 47(3), 248–254.
Vashisth, A., Singh, D.K., Chakraborty, N., Purty, R.S. and Chatterjee, S., 2021. Genome-Wide Study of the
ABI3 Gene Family and Identification of Putative miRNA Targeting ABI3 Gene in Oryza Sativa ssp.
Indica.

Vavilov, N.I. 1926. Studies on origin of cultivated plants. Bull. Appl. Bot. 16(2): 248.

Vile D, Pervent M, Belluau M, Vasseur F, Bresson J, Muller B, Granier C, Simonneau T. 2012.


Pertumbuhan Arabidopsis di bawah suhu tinggi yang berkepanjangan dan defisit air: efek
independen atau interaktif? Tanaman, Sel & Lingkungan 35: 702–718.

W. Yun, and I. J. Lee. 2018. Regulation of Reactive Oxygen and Nitrogen Species by Saalicylic Acid in Rice
Plants under Salinity Stress Conditions. Plos One, 13(3):1-20.

Wahid A, Gelani S, Ashraf M, Foolad MR. 2007. Heat tolerance in plant: an overview. Env Exp Bot. 61(3):199-
223.

Wang, W., Y. Li, P. Dang, S. Zhao, D. Lai, and L. Zhou. 2018. Rice Secondary Metabolites: Structures, Roles,
Biosyntesis, and Metabolic Regulation. Molecules. 23(12): 1-50.
Wang, X. S., Zhu H. B., Jin GL, Liu HL, Wu WR, Zhu J. 2007. Genome-scale identification and analysis of LEA
genes in rice (Oryza sativa L.). Plant Science, 172(2): 414-420.
Wassmann R, Jagadish SVK, Heuer S, Ismail A, Redona E, Serraj R, Singh RK, Howell G,
Pathak H, Sumfleth K. 2009. Climate change affecting rice production:the physiological
and agronomic basis for possible adaptation strategies. Adv Agron. 101:59-122.

Waszczak, C., M. Carmody, and J. Kangasjärvi. 2018. Reactive Oxygen Species in Plant
Signaling. Annual Reviw of Plant Biology, 69: 209-236.
Wening, R. H., dan U. Susanto. 2015. Uji Toleransi Plasma Nutfah Padi terhadap Cekaman Suhu
Rendah Pada Agroekosistem Gogo. Pros. Sem. Nas. Masy. Biodiv. Indon., 1(1): 155-
161.
Wutipraditkul, N., S. Boonkomrat, and T. Buaboocha. 2011. Cloniing and Characterization of
Catalases from Rice, Oryza sativa L. Biosci. Biotechnol. Biochem., 75(10): 1900-1906.
Ying CY, Hua D, Nian YL, Qing WZ, Jun LL, Chang YJ. 2009. Effects of high temperature
during heading and early filling on grain yield and physiological characteristics in Indica
rice. Acta Agron Sin. 35(3):512-521.

Yousfi S, Serret MD, Voltas J, Araus JL. 2010. Pengaruh salinitas dan cekaman air selama
tahap reproduksi pada pertumbuhan, konsentrasi ion, D13C, dan d15N gandum
durum dan amphiploid terkait. Jurnal Botani Eksperimental 61: 3529– 3542

Yullianida, Suwarno, S. W. Ardie, dan Hajrial Aswidinnoor. 2014. Uji Cepat Toleransi Tanaman
Padi terhadap Cekaman Rendaman pada Fase Vegetatif. Agronomi Indonesia, 42(2): 89-
95.

Zannati, A., Widyastuti, U., & Nugroho, S. (2015). Skrining Salinitas Padi Mutan Insersi
Pembawa Activation-Tagging pada Fase Perkecambahan. Jurnal PenelitianPertanian
Tanaman Pangan, 34(2), 10

Anda mungkin juga menyukai