Anda di halaman 1dari 7

TUGAS FARMAKOTERAPI II

PAPER OBAT YANG DAPAT MENYEBABKAN NEFROTOXIC


“CISPLATIN SEBAGAI OBAT ANTI-KANKER”

Oleh : Kelompok 1
Nama/ NIM : Tri Handayani I1C015018
Febriana Tri Astuti I1C015026
Icmi Ahitarani I1C015028
Wulan Astutik I1C015030
Khoirun Nisa’ I1C015032
Salsabila Retno W I1C015036
Anna Rizky I1C015040
Arlita I1C015042
Mia Rachmiati N H I1C015044
Mega Dewi Legiana I1C015082
Maya Siti Wulandari I1C0150110

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2018
A. LATAR BELAKANG
Cisplatin (CisPt) merupakan alkylating agent untuk mengobati tumor paru-paru,
testis atau kanker ovarium yang berdampak pada peningkatan harapan hidup untuk
pasien. Efek samping obat tersebut adalah aktivitas efek sitotoksik CisPt dalam
pembentukan adducts ke RNA, thiols-bearing fosfolipid dan protein, reaksi dengan dan
deplesi glutathione intraseluler, dan perbaikan dalam status oksidatif yang terjadi di sel
epitel tubular proksimal ginjal, dimana CisPt akan terakumulasi dan mengakibatkan
toksisitas. Selama siklus kemoterapi, sejumlah sel epitel tubular proksimal ginjal akan
mati sehingga mengakibatkan hilanganya struktur ginjal reversibel dan tidak sepenuhnya
yang disebut Acute Kidney Injury (AKI).
Penggunaan turunan platinum selain cisplatin seperti carboplatin atau oxaliplatin
memiliki sedikit resiko AKI. AKI merupakan permasalahan klinis, khususnya pada
pasien lansia dengan riwayat CKD sebelumnya. Data klinis menunjukkan bahwa injeksi
CisPt dapat menyebabkan stages AKI yang bersifat sementara sekitar 20-30% pada
pasien kanker. Dalam beberapa kasus, pengurangan dosis tinggi merupakan solusi yang
efisien untuk pemeliharaan ginjal, tetapi dicurigai berisiko pada jalannya kemoterapi
maupun prognosis vital pasien.
Sampai saat ini, pemantauan fungsi ginjal pada pasien kanker terbatas hanya terbatas
evaluasi konsentrasi kreatinin plasma (Pcr) dan perhitungan klirens. Peningkatan nilai Pcr
setelah kerusakan ginjal awal dan penurunan nilai GFR merupakan parameter biologis
yang tidak dapat dianggap sebagai penanda prediktif disfungsi ginjal awal. Biomarker
pada ekskresi urin akan meningkat 24-48 jam sebelum peningkatan Pcr termasuk
kerusakan ginjal molekul-1, NeutrophilGelatinase Lipocalin (NGAL), Cystatin C (CyC),
LiverFattyAcidBinding Protein (L-FABP) dan Interleukin-18 (IL-18). Leucine
aminopeptidase (LAP), merupakan enzim dari RPTECs, untuk deteksi lesi struktural
tubular proksimal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meneliti waktu alir biomarker urin dari
ketoksikan tubulus proksimal akut dan untuk memahami kegunaan monitoring saat
kemoterapi rutin menggunakan CisPt berlangsung.
B. METODE PENELITIAN
1. Desain Studi
Desain studi yang digunakan yaitu non-randomisasi prospektif terbuka
dengan skala pilot monosetrik Bagian Kesehatan Belgia National Cancer Plan.
Pasien yang direkrut yaitu antara Mei dan Juli tahun 2009.
2. Kriteria Pasien
Berikut kriteria pasien untuk penelitian, yaitu :
 Inklusi dalam penelitian ini adalah 23 pasien yang berusia 18 - 78 tahun,
pasien penderita kanker, membutuhkan pengobatan berbasis platinum
yang terdaftar (CisPt, carboplatin atau oxaliplatin).
 Ekslusi dari penelitian ini adalah pasien yang menderita multiple
myeloma atau kanker ginjal.
3. Pengumpulan Data
Pengumpulan data berdasarkan grafik pasien secara sistematis dilakukan,
yang meliputi usia, jenis kelamin, jenis kanker, riwayat urologi atau gangguan
ginjal (AKI episode, CKD), komorbiditas kardiovaskular dan obat yang sedang
digunakan saat pengobatan platinum diberikan terutama obat-obatan NSAID,
ACEI, ARB, diuretik, antibiotik nefrotoksik dan agen radiokontras iodinasi.
Kemudian dilakukan pencatatan setiap peristiwa klinis yang terjadi selama 2
bulan yang berfokus pada pada AKI dengan stages yang dianggap baik sesuai
dengan pedoman KDIGO 2012, yaitu:
(i) Nilai Pcr meningkat 0,3 mg/dL atau lebih dalam 48 jam.
(ii) Nilai Pcr 1,5 kali lebih tinggi dari baseline atau lebih dalam 7 hari terakhir
(iii) Output urin adalah < 0,5 mL/kg/jam untuk 6 jam.
(iv) Kejadian klinis lainnya diklasifikasikan sesuai dengan dampak yang
mungkin terjadi pada fungsi ginjal dan dianalisis dalam kaitannya dengan
perubahan plasma dan biomarker urin.
C. HASIL PENELITIAN
1. AKI merupakanKomplikasi Umum yang Disebabkan oleh Kemoterapi
menggunakan CisPt

(Tabel 1.Karakteristik klinis pasien dan kemoterapi terkait)

Dari 28 pasien didapatkan 23 pasien memenuhi persyaratan inklusi dari penelitian


ini (18 pasien menerima CisPt dan 5 pasien carboplatin atau oxaliplatin). Dari 18
pasien yang menerima CisPt, 12 diantaraya memiliki CKD yang sesuai dengan
Modification of Diet in Renal Disease (MDRD) (8 orang diantaranya stages 2 dan 4
orang diantaranya stages 3). Sesuai dengan rekomendasi, semua pasien dilakukan ke
protokol hidrasi pra dan pasca-kemoterapi. Selain itu, dari 5 pasien yang menerima
carboplatin atau oxaliplatin tidak timbul tanda dari gagal ginjal yang jelas.
Berdasarkan data yang didapatkan, faktor pemicu episode AKI disebabkan adanya
dehidrasi berat karena asupan cairan yang tidak memadai dan/ atau penggunaan
diuretic (9/10) pada awal kemoterapi; tidak adanya pemberian cairan dari siklus hari
ke 2 (9/16 episode AKI), paparan dosis tinggi CisPt (lebih dari atau sama dengan
70mg/m2, 8/10), sering menggunakan NSAID dan/atau agen iodinasi (6/10) dan
sepsis (3/10). Dari 23 pasien kemoterapi dengan golongan platinum terdapat 7 pasien
yang menggunakan CisPt mengalami efek samping utama yaitu AKI (4 pasien) dan
neutropenia (3 pasien) sehingga memerlukan pengurangan dosis inisiasi selama
periode siklus kemoterapi. Pada 9 pasien memerlukan pembatalan atau penundaan
siklus kemoterapi karena efek samping yang parah seperti AKI (4), Neutropenia (3),
komplikasi infeksi (2) atau epilepsy (1). Pada pasien yang mengalami polineuropati
kemoterapi CisPt- vinorelbine diganti dengan carboplatin-gemtacibine.
2. Biomarker kemih yang dipilih dapat memprediksi AKI lebih awal dari Pcr

Gambar 1. Nilai Pcr dan ekskresi biomarker Gambar 2. Nilai Pcr dan ekskresi biomarker
urin pada masa perawatan pasien #3 urin pada masa perawatan pasien #2

Gambar 3. Nilai Pcr dan ekskresi biomarker urin


pada masa perawatan pasien #1

Ekskresi biomarker urin dapat dengan mudah diidentifikasi karena dapat


menunjukkan peningkatan 6-60 kali lipat dibandingkan dengan data dasar untuk LAP,
5-80 kali lipat untuk NGAL, dan 5- 100 kali lipat untuk L-FABP. Namun, variabilitas
tinggi dalam konsentrasi baseline di IL-18 dan CyC menghambat interpretasi dan
kemungkinan korelasi dengan AKI. Pada gambar 1 hingga gambar 3, enzim PAP
meningkat secara umum 3-6 jam setelah terpapar CisPt, dan NGAL dan L-FABP juga
menunjukkan waktu yang agak mirip (naik mulai sesegera 3 jam dan puncak diamati
pada 6-12 jam setelah paparan).
3. Biomarker yang dipilih dapat mengetahui lesi ginjal subklinis
Untuk mengetahui adanya lesi pada ginjal dapat dilakukan penentuan biomarker
seperti NGAL, L-FABP, PCr, IL-18, PAP, dan Cyc. Pada pasien yang memiliki PCr
normal dalam jangka waktu 3 hari setelah administasi CisPt, tetap perlu diperhatikan
biomarker lain seperti PAP, NGAL dan L-FABP. Pada pasien #1 dengan siklus kedua
kemoterapi terdapat peningkatan ekskresi biomarker PAP, NGAL, dan L-FABP
seperti yang ditunjukan pada gambar 3. Namun, peningkatan ini lebih rendah
dibandingkan pasien dengan AKI. Peningakatan tersebut diamati pada siklus ke-1
hingga ke-3, tetapi tidak relevan menunjukan adanya AKI. Sehingga digunakan IL-18
sebagai penanda prediktif karena mengalami peningkatan ekskresi selama 24 jam
setelah injeksi CisPt dan tetap tinggi setelah beberapa hari yang dapat menandakan
diagnosis AKI. Pada pasien #1 tidak menunjukan fungsi ginjal sepenuhnya pulih
selama administrasi CisPt.
D. PEMBAHASAN HASIL
Episode berulang AKI (seperti yang terjadi selama kemoterapi) cenderung
menjadi lebih parah dan bertahan lebih lama dengan injeksi berulang CisPt dan pada
akhirnya dapat menyebabkan CKD. Setiap disfungsi ginjal (misalnya CKD) yang sudah
ada sebelumnya ketika kemoterapi Cispt dimulai, dapat menyebabkan lesi tubulo-
interstitial, yang selanjutnya dapat berkembang ke arah peradangan interstisial dan
fibrosis. Sehingga, identifikasi biomarker yang dapat memprediksi lesi ginjal sedini
mungkin sangat penting dilakukan. Hal tersebut dapat membantu ahli onkologi dan
nefrologi untuk melakukan penyesuaian siklus kemoterapi untuk mempertahankan fungsi
ginjal tanpa mengurangi efektivitas obat antikanker seperti dengan cara penyesuaian
dosis untuk GFR, periode pemulihan yang lebih lama antar siklus, pemantauan diuresis
sistematis, beralih terapi dari CisPt ke carbo- atau oxaliplatin, dll. Faktor-faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya AKI yaitu penggunaan CisPt dosis tinggi (80mg/m 2 pada
7/10 pasien) dan pasien mengalami dehidrasi saat pengobatan Sebisa mungkin hindari
penggunaan diuretik, penggunaan NSAID, ACEI, dan atau injeksi agen
iodinatedradiocontast idealnya dapat diganti dengan yang lebih aman untuk ginjal. Selain
itu pada pasien dengan resiko AKI atau preexisting CKD, terapi alternatif seperti carbo-
atau oxaliplatin, penggunaan tunggal atau kombinasinya dapat disarankan. Pada pasien
dengan usia lanjut yang memiliki riwayat hipertensi atau diabetes pula perlu dilakukan
monitoring fungsi ginjal dan penyesuaian dosis terapi antikanker (CisPt). Penggunaan
antibiotik pada pasien sepsis juga perlu diperhatikan karena terdapat beberapa antibiotik
yang bersifat nefrotoksik dengan memonitoring status hidrasi pasien dan melakukan
protokol hidrasi yang sesuai. Dalam penelitian ini, ditunjukkan bahwa selama episode
AKI yang diinduksi oleh pengobatan CisPt, semua penanda urin dari tubulotoxicity
proksimal meningkat dalam beberapa jam setelah inisiasi kemoterapi.
Puncak kemih dari biomarker umumnya sementara dan dinormalisasi dalam
beberapa hari; pada waktu itu, nilai Pcr tetap tinggi. contohya dapat dilihat pada gambar
1 yang mengekskresikan tingkat LAP, NGAL, dan L-FABP tingkat sedang hingga tinggi
setelah awal siklus kemoterapi pertama. Tanda-tanda ini kembali ke nilai normal setelah
1-3 hari, menunjukkan bahwa tubulus telah pulih sebagian dari cedera akut. Di sisi lain,
nilai Pcr yang meningkat hanya pada hari ke-8 dari siklus ke-1 dan kembali ke nilai
normal antara siklus ke-1 dan ke-2, tampaknya menunjukkan bahwa fungsi ginjal telah
pulih. Hal ini dikonfirmasi oleh eGFR, yang turun dari >90 ke 47mL/min/1,73m2 hanya 7
hari setelah administrasi CisPt, dan kembali ke> 90mL/min/1,73m 2 sebelum siklus ke-2
dimulai (10 hari kemudian). Setelah readministrasi CisPt, nilai Pcr tetap tinggi dan eGFR
kolaps dari >90 ke 36mL/min/1,73m2, sehingga menunjukkan bahwa fungsi ginjal tidak
pulih setelah siklus kemoterapi ke-2 ini. Kemudian suntikan berikut dibatalkan dan
pasien dirawat di unit perawatan paliatif.
Biomarker harus dijadikan sebagai parameter biologis karena farmakodinamika
ekskresi urin yang berbeda-beda dari satu pasien ke yang lain. Setiap ekskresi urin yang
meningkat dapat dibandingkan dengan kondisi dasar. Prediksi AKI atau identifikasi
kerusakan ginjal subklinis mungkin muncul berdasarkan pada penentuan dua atau lebih
biomarker. Pada penelitian ini beberapa pasien menunjukkan peningkatan biomarker urin
tanpa peningkatan Pcr. Untuk pasien ini, peningkatan Pcr diamati selama siklus
kemoterapi dengan menurunkan dosis cisplatin untuk mencegah AKI selama siklus
berikutnya. Oleh karena itu, penelitian ini menegaskan kebutuhan untuk pemantauan
fungsi ginjal yang lebih baik selama siklus kemoterapi, tidak hanya berdasarkan nilai Pcr,
tetapi juga dengan bantuan biomarker yang divalidasi.

DAFTAR PUSTAKA

Bunel, V., Tournay, Y., Baudoux, T., De Prez, E., Marchand, M., Mekinda, Z., Maréchal, R.,
Roumeguère, T., Antoine, M.-H., Nortier, J.L., 2017. Early detection of acute cisplatin
nephrotoxicity: interest of urinary monitoring of proximal tubular biomarkers. Clin.
Kidney J. 10, 639–647. https://doi.org/10.1093/ckj/sfx007

Anda mungkin juga menyukai