Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

Dalam Rangka Ujian Tengah Semster

POIN KEBIJAKAN TERHADAP


PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 12 TAHUN 2021
TENTANG
PERUBAHAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG
PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH

Disusun Oleh :
TUTUS PRATOMO NUGROHO
NIM : 20202200065

PROGRAM MAGISTER TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................ i


BAB I PENDAHULUAN ................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Prinsip dan Etika Pengadaan .................................................... 2
2.2 Poin Kebijakan Perubahan dalam Perpres No.12 Tahun 2021 .. 3
2.3 Implementasi E-Procurement ................................................... 8
BAB III KESIMPULAN .................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 11

I
BAB I PENDAHULUAN

Dalam pelaksanaan roda pemerintahan baik dalam lingkup negara, provinsi,


maupun Kabupaten, tentunya tidak akan lepas dari apa yang disebut dengan
pengadaan. Pengadaan yang dimaksud adalah Pengadaan barang atau jasa sesuai
dengan kebutuhan masing masing instansi dalam lingkup Pemerintahan, yang
selanjutnya dikenal dengan nama Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.
Dalam pelaksanaan kegiatan Pengadaan barang dan Jasa Pemerintah,
tentunya harus ada sebuah aturan yang bisa menjadi payung hukum bagi setiap
pelaku pengadaan tersebut. Aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah dimulai
dengan adanya Keputusan Presiden Republik Indonesia dengan nomor 80 Tahun
2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Dengan
seiring berjalannya waktu, Keppres tersebut diganti dengan keluarnya Peraturan
Presiden No.54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Selanjutnya Perpres No.54 Tahun 2010 seiring dengan perkembangan jaman dan
dinamika pengadaan selalui diperbarui agar semakin mewujudkan pengadaan yang
transparan dan akuntabel hingga keluar Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16
Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Proses pengadaan barang dan jasa memang berjalan sangan dinamis dan
juga harus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, serta untuk mewujudkan
pengadaan barang jasa yang bersih, transparan dan akuntabel, serta untuk
meningkatkan pelayanan public dan pengembangan perekonomian nasiona dan
daerah. Sehingga diperlukan pengaturan Pengadaan Barang/Jasa yang memberikan
pemenuhan nilai manfaat yang sebesar-besarnya (value for money) dan kontribusi
dalam peningkatan penggunaan produk dalam negeri, peningkatan peran Usaha
Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah serta pembangunan yang berkelanjutan.
Dalam memenuhi semua itu maka dilakukan perubahan perubahan pada
Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah, dengan dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
12 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018
tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

1
BAB II PEMBAHASAN

2.1 Prinsip dan Etika Pengadaan


Pengadaan Barang/jasa pemerintah perlu memegang prinsip-prinsip berikut
yaitu : Efisien, Efektif, Transparan, Terbuka, Bersaing, Adil, dan Akuntabel.
Penjelasan dari prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
a. Efisien, maksudanya sumber daya yang digunakan minimal tetapi dapat
menghasilkan output semaksimal mungkin,
b. Efektif, artinya memperhatikan kebutuhan sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan
c. Transparan, artinya informasi dapat diketahui baik oleh penyedia
maupun masyarakat luas.
d. Terbuka, dapat diakses oleh semua orang dengan memenuhi persyaratan
e. Bersaing, persaingan yang sehat selama proses pengadaan berlangsung,
tanpa ada intervensi yang dapat mempengaruhi persaingan
f. Adil, artinya perlakuan yang diberikan sama tanpa membeda-bedakan.
g. Akuntabel, artinya harus sesuai dengan peraturan dan ketentuan yang
berlaku dan dapat dipertanggungjawabkan.
Selanjutnya setiap pelaku Pengadaan Barang/Jasa pemerintah wajib
menjunjung tinggi etika-etika pengadaan sebagai berikut :
a. Melaksanakan tugas dengan tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk
mencapai tujuan, kelancaran, dan ketepatan tujuan Pengadaan
Barang/Jasa,
b. Bekerja secara professional, mandiri, dan menjaga kerahasiaan
informasi yang sifatnya harus dijaga kerahasiaannya untuk mencegah
terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan barang/Jasa,
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat,
d. Menerima dan bertanggungjawab atas segala keputusan yang diambil
sesuai dengan kesepakatan tertulis para pihak yang bersangkutan,

2
e. Menghindari dan mencegah terjadinya benturan kepentingan pihak-
pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam
pengadaan Barang/Jasa,
f. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan
negara,
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi,
h. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apapun dari
atau kepada siapapun yang diketahui atau patu diduga terkait dengan
Pengadaan barang/Jasa.

2.2 Poin Kebijakan Perubahan dalam Perpres No.12 Tahun 2021


Tujuan Pengadaan Barang/Jasa dalam Perpres No.12 Tahun 2021
mengalami penambahan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan peningkatan
ekonomi. Penambahan tersebut yaitu :
a. Menghasilkan barang/jasa yang tepat dari setiap uang yang
dibelanjakan, diukur dari aspek kualitas, kuantitas, waktu, biaya, lokasi,
dan Penyedia;
b. Meningkatkan peran serta Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi;
c. Mewujudkan pemerataan ekonomi dan memberikan perluasan
kesempatan berusaha;
d. Meningkatkan Pengadaan yang berkelanjutan.
Berdasarkan tujuan diatas terdapat apa yang dimaksud dengan pengadaan
yang berkelanjutan ? Pengadaan yang berkelanjutan yaitu Pengadaan Barang/Jasa
yang bertujuan untuk mencapai nilai manfaat yang menguntungkan secara
ekonomis tidak hanya untuk Kementrian/Lembaga/Perangkat Daerah sebagai
Penggunanya tetapi juga untuk masyarakat, serta signifikan mengurangi dampak
negative terhadap lingkungan dan social dalam keseluruhan siklus penggunaannya.

3
Terdapat beberapa Poin Kebijakan dalam Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2021, poin kebijakan tersebut yaitu terkait dengan : Usaha Mikro kecil, Koperasi
dan Produk Dalam Negeri, Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan,
Pelaku Pengadaan, Jasa Konstruksi, Pembinaan Penyedia, Marketplace Pengadaan
Barang/Jasa.
Peran usaha Mikro dan Koperasi tercantum dalam Pasal 19 dan Pasal 65 di
Perpres 12 Tahun 2021, dimana secara garis besar dalam kandungan pada Pasal
tersebut adalah :
a. Penggunaan produk Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil
produksi dalam negeri pada penyusunan Spesifikasi Teknis/KAK;
b. Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling
sedikit 40% dari nilai anggaran belanja barang/jasa
kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah untuk Usaka Mikro dan
Koperasi;
c. Nilai Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp.15.000.000.000,-
diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi;
d. Nilai pagu anggaran pengadaan dikecualikan untuk paket pekerjaan
yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha
kecil dan koperasi.
e. Kementrian Koperasi dan UKM dan Pemerintah Daerah memperluas
peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa
produksi usaha kecil dalam katalog elektronik.
Terkait dengan Penggunaan Produk Dalam Negeri, sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 66 Perpres 12 tahun 2021, disebutkan bahwa kewajiban
penggunaan produk dalam negeri apabila terdapat produk dalam negeri yang
memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai BMP paling sedikit 49%.
Kewajiban tersebut dilakukan pada tahap Perencanaan Pengadaan, Persiapan
Pengadaan, atau Pemilihan Penyedia dan dicantumkan dalam RUP, Spesifikasi
Teknis,/KAK, dan Dokumen Pemilihan.

4
Dalam Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, terdapat sekali perubahan
perubahan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan.
Perubahan tersebut seperti dalam pasal 74 disebutkan bahwa :
a. Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa.
Merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi
pengadaan barang/jasa dilingkungan
Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah, yang terdiri atas :
1. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yaitu sebagai Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan. Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai PPK, membantu tugas
PA/KPA, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa
dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya
Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
2. Personel Lainnya.
Personel lainnya adalah Personel selain Pejabat Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang terdiri dari Aparatus
Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan
barang/Jasa. Dalam melaksanakan fungsi sebagai Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa, personel lainnya wajib memiliki
sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan barang/Jasa, dan
minimal wajib mempunyai sertifikat pengadaan Barang/Jasa
tingkat dasar/level-1.
b. Sumber Daya Perancang Kebujakan dan Sistem Pengadaan
Barang/Jasa.
Merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan
kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
c. Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan barang/Jasa.

5
Merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian
tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Dalam poin Kelembagaan, sesuai dengan pasal 75 maka disebutkan bahwa
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk UKPBJ yang memiliki tugas
menyelenggarakan dukungan pengadan barang.jasa pada
Kementrian.Lembaga/Pemerintah Daerah. Dengan begitu Pemerintah Daerah
berlomba lomba untuk membentuk UKPBJ di Setiap Kabupaten, agar pelaksanaan
pengadaan Barang/Jasa bisa dilaksanakan di Kabupaten sendiri.
Dalam Perpres 12 Tahun 2021 juga melakukan perubahan terkait dengan
Pelaku Pengadaan. Dalam Pasa 9 kewenangan dari Pengguna Anggaran (PA)
ditambah dengan Menetapkan pengenaan Saknsi Daftar Hitam dan menghapus
penetapan PjHP/PPHP. Jadi sesuai dengan pasal tersebut maka Keputusan
Penetapan Daftar hitam berada di PA, dan dapat melimpahkan kewenangannya
sampai denga huruf f1 dalam Pasal 9 Perpres No. 12 Tahun 2021 kepada KPA.
Selain itu dalam Perpres ini, sesuai dengan kebutuhan dan keterbatasan Sumber
Daya Manusia di tingkat Pemerintah Daerah, maka disebutkan bahwa KPA pada
pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat
merangkap sebagai PPK. PPK selaku Pelaku Pengadaan memiliki tugas :
a. Menyusun perencanaan pengadaan;
b. Melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
c. Menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
d. Menetapkan rancangan kontrak;
e. Menetapkan HPS
f. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada
Penyedia;
g. Mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
h. Melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit diatas
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
i. Mengendalikan kontrak;
j. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan;

6
k. Melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
l. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA
denga berita acara penyerahan;
m. Menilai kinerja Penyedia;
n. Menetapkan tim pendukung;
o. Menetapkan tim Ahli atau tenaga ahli;
p. Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia barang/Jasa.
Namun demikian selain melaksanakan tugas tersebut diatas PPK juga
melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA meliputi :
a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja;
b. Mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan.
Apabila tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan barang/Jasa yang
menggunakan anggaran belanjan dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk
melaksanakan tugas PPK sebagaimana tugas PPK diatas mulai huruf a sampai
denga huruf m. Namun PPTK yang melaksanakan tugas PPK wajib memenuhi
persyaratan kompetensi PPK.
Perubahan terhadap Pelaku Pengadaan yang lain adalah dengan
dihapuskannya PjPHP/PPHP. Dengan dihapuskannya PjPHP/PPHP maka semua
tugas dan wewenang dari PjPHP/PPHP juga di hapus. Pada Perpres 16 tahun 2018,
PPK menyerahkan barang/jasa kepada PA/KPA, PA/KPA meminta PjPHP/PPHP
untuk melakukan pemeriksaan administrasi terhadap barang/jasa yang akan
diserahkan dimana hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara. Namun dalam
Perpres 12 tahun 2021, PPK menyerahkan barang/jasa kepada PA/KPA dan
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
Point perubahan selanjutnya dalam perpres No.12 tahun 2021 adalah terkait
dengan Pembinaan Penyedia. Dalam Pasal 91 Perpres 12 tahun 2021,
mengamanatkan bahwa Sanksi dan Daftar hitam Nasional ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Lembaga. Kemudian dilakukan pembinaan oleh masing-masing

7
sector. Dalam pasal 78 dan 80 perpres No 12 tahun 2021 terdapat dua kriteria dalam
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam. Kriteria tersebut adalah :
a. Etik
Yang termasuk ke dalam Kriteria ini adalah :
- Menyampaikan Dokumen/KeteranganPalsu/Tidak Benar
- Terindikasi Persekongkolan
- Terindikasi KKN
b. Non Etik
Yang termasuk ke dalam Kriteria ini adalah :
- Mengundurkan diri saat Proses Pemilihan
- Mengundurkan diri sebelum Penandatangan kontrak
- Tidak melaksanakan Kontrak
- Tidak menyelesaikan pekerjaan
- Tidak melaksanakan kewajiban pada masa pemeliharaan.
Poin perubahan kebijakan selanjutnya yaitu terkait E-Marketplace
Pengadaan Barang/Jasa. Dalam pasal 1 perpres No 12 tahun 2021 yang dimaksud
dengan E-purchasing ditambahkan kalimat atau took daring, sehingga yang
dimaksud dengan E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui
sistem katalog elektonik atau toko daring. Dengan adanya penambahan toko daring
maka pembelian secara elektronik merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mewujudakan good governance melalui pemanfaatan teknologi, dan melakukan
pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Usaha Miko.

2.3 Implementasi E-Procurement


Secara teoritik pengadaan barang/jasa secara elektronik lebih banyak
keuntungannya di banding secara manual oleh pengguna maupun penyedia
barang/jasa. Namun demikian, seringkali instrument yang secara teori baik, dalam
pelaksanaannya tidak demikian. Pada kenyataannya e-procurement masih memiliki
kelemahan-kelemahan serta hambatan dalam pelaksanaannya, seperti kurangnya
dukungan finansial, terdapat beberapa instansi dan penyedia jasa lebih nyaman
dengan sistem konvensional, kurangnya dukungan dari top manajemen, kurangnya

8
skil dan pengetahuan tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem
tersebut (Gunasekaran et.al,2009).
Seperti yang terjadi pada Pemerintah Kabupaten Kutai Barat terhadap
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara e-procurement yang diperoleh dari hasil
penelitian bahwa Tujuan dari layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten
Kutai Barat dalam memberikan pelayanan pengadaan barang dan jasa pemerintah
berjalan tidak beriringan antara Tender dan non Tender. Tender menunjukkan
persaingan yang sehat, namun Non Tender tidak menunjukkan adanya keterbukaan
kepada khalayak umum antara panitia pelaksana dengan kontraktor terkait
Pengadaan langsung (PL)

9
BAB III KESIMPULAN

Peraturan Presiden Republik Indonesi No.12 Tahun 2021 melakukan


perubahan terhadap Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018, untuk semakin
meningkatkan standar pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Hal ini
dapat dilihat dengan penambahan klausal pada Pelaku pengadaan, terutama pada
Pokja Pemilihan, Pejabat Pembuat komitmen, dan Peningkatan Standar pada
Lembaga UKPBJ.
Dalam Perpres No. 12 Tahun 2021 ini juga sangat mengakomodir bagi
usaha kecil, baik mikro maupun koperasi. Hal ini bisa dilihat dari kewajiban
memasukkan klausal usaha kecil didalam spesifikasi teknis/KAK. Selain itu Nilai
batas paket untuk pekerjaan konstruksi yang boleh dikerjakan oleh usaha kecil juga
berubah, yang semula maksimal Rp. 2.500.000.000,00 (Dua setengah milyar
rupiah) untuk usaha kecil, sekarang naik menjadi Rp. 15.000.000.000,00 (lima
belas milar rupiah). Sehingga hal ini akan semakin meningkatkan kompetensi dan
pengalaman bagi usaha kecil.

10
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kutai Barat pada Pemerintah
Kabupaten Kutai Barat. Konsolidasi Peraturan Presiden Republik Indonesai
nomor 16 Tahun 2018 dan Perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Hardjowijono. (2009). Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa Publik di Indonesia.
Jakarta, 2010, Indonesia Procurement Watch.
Peraturan Presiden No.16 (2018) tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden No.12 (2021) tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah.
Siallagan, Rimbun & Bagus Made, Ida & Musmuliadi. 2022 Analisis Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement) Berdasarkan
Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2021 Pada Pemerintahan Kabupaten Kutai
Barat. JIMAP Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong

11

Anda mungkin juga menyukai