Disusun Oleh :
TUTUS PRATOMO NUGROHO
NIM : 20202200065
I
BAB I PENDAHULUAN
1
BAB II PEMBAHASAN
2
e. Menghindari dan mencegah terjadinya benturan kepentingan pihak-
pihak terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang
mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam
pengadaan Barang/Jasa,
f. Menghindari dan mencegah pemborosan dan kebocoran keuangan
negara,
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau
kolusi,
h. Tidak menerima, tidak menawarkan, atau tidak menjanjikan untuk
memberi atau menerima hadiah, imbalan, komisi, rabat, dan apapun dari
atau kepada siapapun yang diketahui atau patu diduga terkait dengan
Pengadaan barang/Jasa.
3
Terdapat beberapa Poin Kebijakan dalam Peraturan Presiden No. 12 Tahun
2021, poin kebijakan tersebut yaitu terkait dengan : Usaha Mikro kecil, Koperasi
dan Produk Dalam Negeri, Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan Pengadaan,
Pelaku Pengadaan, Jasa Konstruksi, Pembinaan Penyedia, Marketplace Pengadaan
Barang/Jasa.
Peran usaha Mikro dan Koperasi tercantum dalam Pasal 19 dan Pasal 65 di
Perpres 12 Tahun 2021, dimana secara garis besar dalam kandungan pada Pasal
tersebut adalah :
a. Penggunaan produk Usaha Mikro dan Kecil serta Koperasi dari hasil
produksi dalam negeri pada penyusunan Spesifikasi Teknis/KAK;
b. Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah wajib mengalokasikan paling
sedikit 40% dari nilai anggaran belanja barang/jasa
kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah untuk Usaka Mikro dan
Koperasi;
c. Nilai Paket Pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya
dengan nilai pagu anggaran sampai dengan Rp.15.000.000.000,-
diperuntukkan bagi usaha kecil dan/atau koperasi;
d. Nilai pagu anggaran pengadaan dikecualikan untuk paket pekerjaan
yang menuntut kemampuan teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh usaha
kecil dan koperasi.
e. Kementrian Koperasi dan UKM dan Pemerintah Daerah memperluas
peran serta usaha kecil dan koperasi dengan mencantumkan barang/jasa
produksi usaha kecil dalam katalog elektronik.
Terkait dengan Penggunaan Produk Dalam Negeri, sesuai dengan yang
tercantum dalam pasal 66 Perpres 12 tahun 2021, disebutkan bahwa kewajiban
penggunaan produk dalam negeri apabila terdapat produk dalam negeri yang
memiliki penjumlahan nilai TKDN ditambah nilai BMP paling sedikit 49%.
Kewajiban tersebut dilakukan pada tahap Perencanaan Pengadaan, Persiapan
Pengadaan, atau Pemilihan Penyedia dan dicantumkan dalam RUP, Spesifikasi
Teknis,/KAK, dan Dokumen Pemilihan.
4
Dalam Sumber Daya Manusia dan Kelembagaan, terdapat sekali perubahan
perubahan dalam rangka meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengadaan.
Perubahan tersebut seperti dalam pasal 74 disebutkan bahwa :
a. Sumber Daya Pengelola Fungsi Pengadaan Barang/Jasa.
Merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan fungsi
pengadaan barang/jasa dilingkungan
Kementrian/Lembaga/Pemerintah Daerah, yang terdiri atas :
1. Pengelola Pengadaan Barang/Jasa, yaitu sebagai Pokja
Pemilihan/Pejabat Pengadaan. Pengelola Pengadaan
Barang/Jasa dapat ditugaskan sebagai PPK, membantu tugas
PA/KPA, melaksanakan persiapan pencantuman barang/jasa
dalam katalog elektronik, dan ditugaskan sebagai Sumber Daya
Pendukung Ekosistem Pengadaan Barang/Jasa.
2. Personel Lainnya.
Personel lainnya adalah Personel selain Pejabat Fungsional
Pengelola Pengadaan Barang/Jasa yang terdiri dari Aparatus
Sipil Negara, prajurit Tentara Nasional Indonesia, dan anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat
yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan Pengadaan
barang/Jasa. Dalam melaksanakan fungsi sebagai Pengelola
Pengadaan Barang/Jasa, personel lainnya wajib memiliki
sertifikat kompetensi di bidang Pengadaan barang/Jasa, dan
minimal wajib mempunyai sertifikat pengadaan Barang/Jasa
tingkat dasar/level-1.
b. Sumber Daya Perancang Kebujakan dan Sistem Pengadaan
Barang/Jasa.
Merupakan sumber daya manusia yang melaksanakan perancangan
kebijakan dan sistem Pengadaan Barang/Jasa.
c. Sumber Daya Pendukung Ekosistem Pengadaan barang/Jasa.
5
Merupakan sumber daya manusia yang terdiri dari berbagai keahlian
tertentu dalam mendukung pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Dalam poin Kelembagaan, sesuai dengan pasal 75 maka disebutkan bahwa
Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah membentuk UKPBJ yang memiliki tugas
menyelenggarakan dukungan pengadan barang.jasa pada
Kementrian.Lembaga/Pemerintah Daerah. Dengan begitu Pemerintah Daerah
berlomba lomba untuk membentuk UKPBJ di Setiap Kabupaten, agar pelaksanaan
pengadaan Barang/Jasa bisa dilaksanakan di Kabupaten sendiri.
Dalam Perpres 12 Tahun 2021 juga melakukan perubahan terkait dengan
Pelaku Pengadaan. Dalam Pasa 9 kewenangan dari Pengguna Anggaran (PA)
ditambah dengan Menetapkan pengenaan Saknsi Daftar Hitam dan menghapus
penetapan PjHP/PPHP. Jadi sesuai dengan pasal tersebut maka Keputusan
Penetapan Daftar hitam berada di PA, dan dapat melimpahkan kewenangannya
sampai denga huruf f1 dalam Pasal 9 Perpres No. 12 Tahun 2021 kepada KPA.
Selain itu dalam Perpres ini, sesuai dengan kebutuhan dan keterbatasan Sumber
Daya Manusia di tingkat Pemerintah Daerah, maka disebutkan bahwa KPA pada
pengadaan Barang/Jasa yang menggunakan anggaran belanja dari APBD, dapat
merangkap sebagai PPK. PPK selaku Pelaku Pengadaan memiliki tugas :
a. Menyusun perencanaan pengadaan;
b. Melaksanakan Konsolidasi Pengadaan Barang/Jasa;
c. Menetapkan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK);
d. Menetapkan rancangan kontrak;
e. Menetapkan HPS
f. Menetapkan besaran uang muka yang akan dibayarkan kepada
Penyedia;
g. Mengusulkan perubahan jadwal kegiatan;
h. Melaksanakan E-purchasing untuk nilai paling sedikit diatas
Rp.200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah);
i. Mengendalikan kontrak;
j. Menyimpan dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan
kegiatan;
6
k. Melaporkan pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan kepada PA/KPA;
l. Menyerahkan hasil pekerjaan pelaksanaan kegiatan kepada PA/KPA
denga berita acara penyerahan;
m. Menilai kinerja Penyedia;
n. Menetapkan tim pendukung;
o. Menetapkan tim Ahli atau tenaga ahli;
p. Menetapkan Surat Penunjukan Penyedia barang/Jasa.
Namun demikian selain melaksanakan tugas tersebut diatas PPK juga
melaksanakan tugas pelimpahan kewenangan dari PA/KPA meliputi :
a. Melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran
belanja;
b. Mengadakan dan menetapkan perjanjian dengan pihak lain dalam batas
anggaran belanja yang telah ditetapkan.
Apabila tidak ada penetapan PPK pada Pengadaan barang/Jasa yang
menggunakan anggaran belanjan dari APBD, PA/KPA menugaskan PPTK untuk
melaksanakan tugas PPK sebagaimana tugas PPK diatas mulai huruf a sampai
denga huruf m. Namun PPTK yang melaksanakan tugas PPK wajib memenuhi
persyaratan kompetensi PPK.
Perubahan terhadap Pelaku Pengadaan yang lain adalah dengan
dihapuskannya PjPHP/PPHP. Dengan dihapuskannya PjPHP/PPHP maka semua
tugas dan wewenang dari PjPHP/PPHP juga di hapus. Pada Perpres 16 tahun 2018,
PPK menyerahkan barang/jasa kepada PA/KPA, PA/KPA meminta PjPHP/PPHP
untuk melakukan pemeriksaan administrasi terhadap barang/jasa yang akan
diserahkan dimana hasil pemeriksaan dituangkan dalam berita acara. Namun dalam
Perpres 12 tahun 2021, PPK menyerahkan barang/jasa kepada PA/KPA dan
dituangkan dalam Berita Acara Serah Terima.
Point perubahan selanjutnya dalam perpres No.12 tahun 2021 adalah terkait
dengan Pembinaan Penyedia. Dalam Pasal 91 Perpres 12 tahun 2021,
mengamanatkan bahwa Sanksi dan Daftar hitam Nasional ditetapkan dengan
Peraturan Kepala Lembaga. Kemudian dilakukan pembinaan oleh masing-masing
7
sector. Dalam pasal 78 dan 80 perpres No 12 tahun 2021 terdapat dua kriteria dalam
Pengenaan Sanksi Daftar Hitam. Kriteria tersebut adalah :
a. Etik
Yang termasuk ke dalam Kriteria ini adalah :
- Menyampaikan Dokumen/KeteranganPalsu/Tidak Benar
- Terindikasi Persekongkolan
- Terindikasi KKN
b. Non Etik
Yang termasuk ke dalam Kriteria ini adalah :
- Mengundurkan diri saat Proses Pemilihan
- Mengundurkan diri sebelum Penandatangan kontrak
- Tidak melaksanakan Kontrak
- Tidak menyelesaikan pekerjaan
- Tidak melaksanakan kewajiban pada masa pemeliharaan.
Poin perubahan kebijakan selanjutnya yaitu terkait E-Marketplace
Pengadaan Barang/Jasa. Dalam pasal 1 perpres No 12 tahun 2021 yang dimaksud
dengan E-purchasing ditambahkan kalimat atau took daring, sehingga yang
dimaksud dengan E-purchasing adalah tata cara pembelian barang/jasa melalui
sistem katalog elektonik atau toko daring. Dengan adanya penambahan toko daring
maka pembelian secara elektronik merupakan salah satu upaya pemerintah dalam
mewujudakan good governance melalui pemanfaatan teknologi, dan melakukan
pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui Usaha Miko.
8
skil dan pengetahuan tentang e-procurement serta jaminan keamanan sistem
tersebut (Gunasekaran et.al,2009).
Seperti yang terjadi pada Pemerintah Kabupaten Kutai Barat terhadap
pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa secara e-procurement yang diperoleh dari hasil
penelitian bahwa Tujuan dari layanan Pengadaan Secara Elektronik Kabupaten
Kutai Barat dalam memberikan pelayanan pengadaan barang dan jasa pemerintah
berjalan tidak beriringan antara Tender dan non Tender. Tender menunjukkan
persaingan yang sehat, namun Non Tender tidak menunjukkan adanya keterbukaan
kepada khalayak umum antara panitia pelaksana dengan kontraktor terkait
Pengadaan langsung (PL)
9
BAB III KESIMPULAN
10
DAFTAR PUSTAKA
Bagian Pengadaan Barang dan Jasa Kabupaten Kutai Barat pada Pemerintah
Kabupaten Kutai Barat. Konsolidasi Peraturan Presiden Republik Indonesai
nomor 16 Tahun 2018 dan Perubahannya tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Hardjowijono. (2009). Prinsip Dasar Pengadaan Barang/Jasa Publik di Indonesia.
Jakarta, 2010, Indonesia Procurement Watch.
Peraturan Presiden No.16 (2018) tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Presiden No.12 (2021) tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden
Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan barang/Jasa Pemerintah.
Siallagan, Rimbun & Bagus Made, Ida & Musmuliadi. 2022 Analisis Pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa Secara Elektronik (E-Procurement) Berdasarkan
Peraturan Presiden nomor 12 Tahun 2021 Pada Pemerintahan Kabupaten Kutai
Barat. JIMAP Universitas Kutai Kartanegara Tenggarong
11