I. PENDAHULUAN
Sejalan dengan kebijakan demokratisasi dan desentralisasi, proses pengadaan (procurement barang
dan jasa di Indonesia kini tidak lagi dilaksanakan secara pengadaan iriah sentralists Dhantars
jajaran pemerintah pusat, mekanisme dilaksanakan di dalam sebuah sistem yang melibatkan
banyak kementerian dan lembaga yang masing-masing berbeda fungsi dan peranannya.
Desentralisasi juga mengharuskan bahwa pengadaan tidak hanya melibatkan perumus kebijakan di
jajaran pemerintah pusat tetapi pemerintah daerah, baik di tingkat provinsi maupun di tingkat
kabupaten/kota. Diharapkan bahwa dengan sistem yang lebih demokratis, desentralistis dan
terbuka ini proses pengadaan akan lebih efektif, efisien dan akuntabel.
Namun sejauh ini tujuan untuk menciptakan sistem pengadaan barang dan jasa yang ideal masih
jauh dari harapan. Data dan informasi dari data sekunder maupun pengamatan langsung dalam
proses pengadaan menunjukkan bahwa ada banyak hal yang harus dibenahi secara serius.
Indonesia Procurement Watch (IPW), misalnya, menunjukkan bahwa 70% kasus korupsi di
Indonesia berbentuk penyimpangan pengadaan barang/jasa. Persoalan korupsi di bidang
pengadaan memang bukan hanya di Indonesia tetapi juga terdapat di kebanyakan negara
berkembang lainnya. Kontrak-kontrak yang diberikan oleh pemerintah di dalam proyek-proyek
infrastruktur memang merupakan lahan subur bagi berbagai bentuk transaksi di bawah meja yang
melibatkan par politisi maupun para birokrat pemerintah. Masalahnya adalah bahwa jika angka
70% tersebut memang akurat, tidak dapat dipungkiri bahwa agenda untuk mencegah dan
mengurangi korupsi dalam pengadaan barang/jasa memang demikian berat. Upaya untuk
membenahi situasi dengan melaksanakan reformasi pengadaan barang/jasa mungkin juga akan
menghadapi tantangan yang berat dari para polisi atau birokrat yang seringkali mengambil untung
dari transaksi pengadaan barang/jasa yang terjadi.
Sementara itu, upaya untuk mendesentralisasikan proses pengadaan di Kabupaten Lampung Barat
yang diharapkan akan meningkatkan efisiensi dan transparansi ternyata masih menemui berbagai
masalah di lapangan. Pengawasan yang ketat atas proses pengadaan barang/jasa merupakan
sesuatu yang mutlak dilakukan di tengah keterbatasan aparat Pemerintah Daerah Kabupaten
Lampung Barat yang memenuhi syarat kemampuan dan kompetensi mengakibatkan semakin
lambatnya proses pengadaan barang/jasa dan daya serap anggaran oleh Instansi di lingkungan
Pemerintah Kabupaten Lampung Barat.
Reviu HPS merupakan salah satu fungsi pelaksanaan tugas pokok yang menjadi tanggung jawab
dan wewenang SDM Pengelola Pengadaan Barang dan Jasa untuk memastikan HPS disusun secara
akuntable dan berdasarkan keahlian. Salah satu dokumen persiapan pengadaan yang wajib direviu
oleh Pokja pemilihan adalah Dokumen Harga Perkiraan Sendiri (HPS) yang telah ditetapkan oleh
PPK
Di Kabupaten Lampung Barat terdapat 10 paket yang direviu yang merupakan paket strategis
dalam rangka melaksanakan pembangunan Kabupaten Lampung Barat dan menjadi visi dan misi
Bupati lampung Barat. Paket strategis tersebut meliputi :
1. Untuk memastikan bahwa nilai HPS telah cukup dan sesuai dengan spesifikasi teknis/KAK.
2. Untuk memastikan bahwa nilai HPS telah cukup dan sesuai dengan ruang lingkup pekerjaan.
Reviu HPS dapat dilakukan dengan menggunakan perkiraan biaya/RAB yang telah disusun
pada tahap perencanaan pengadaan data/informasi pasar terkini.
membandingkan pekerjaan yang sama pada paket yang berbeda, dan/atau;
memeriksa komponen/unsur pembayaran pada uraian pekerjaan telah sesuai dengan
spesifikasi teknis/KAK dan ruang lingkup pekerjaan.
Pada tahap persiapan reviu dokumen persiapan pengadaan, hal-hal yang harus dilakukan
oleh pokja pemilihan adalah antara lain:
a. Rapat Persiapan reviu oleh Pokja Pemilihan :Membahas mengenai distribusi penugasan
dan penunjukan koordinator Reviu dokumen persiapan pengadaan termasuk koordinator
yang menangani reviu HPS, melakukan koordinasi dengan tenaga fungsional umum yang
melakukan analisis pasar (di beberapa UKPBJ terdapat jabatan fungsional umum yang
menangani analisis pasar) atau meminta pendampingan tenaga ahli/APIP/BPKP.
kemudian Menetapkan tujuan, sasaran, pendekatan/ metodologi dan jadwal reviu serta
mengidentifikasi risiko dan titik kritis reviu HPS.
b. Telaah lingkungan, kebijakan dan Organisasi Pengadaan Tujuannya adalah untuk
Menilai ketepatan struktur, personil dan tidak terjadi perangkapan tugas dalam organisasi
pengadaan yang mengakibatkan Conflict of Interest (Col), dengan menelusuri dan
mendapatkan informasi antara lain :
informasi mengenai struktur organisasi Pengadaan Barang/Jasa yang terdiri atas; PA
(Pengguna Anggaran)/KPA (Kuasa Pengguna Anggaran). PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen), PPHP dan Pejabat Pengelola Keuangan.
informasi bahwa PPK memiliki Sertifikat Keahlian Pengadaan Barang/Jasa sesuai
dengan kompetensi yang dipersyaratkan.
informasi bahwa PPK memiliki latar belakang keilmuan dan pengalaman yang sesuai
dengan tuntutan teknis pekerjaan.
informasi bahwa PPHP berasal dari pegawai yang memiliki pengalaman di bidang
PBJ dan memahami administrasi proses PBJ.
Metode Perhitungan berbasis Biaya (cost-based rates) yang terdiri dari Biaya langsung
personel (Remuneration) dan Biaya langsung non personel (Direct Reimbursable Cost).