Anda di halaman 1dari 13

Financial Architecture tentang

Penyusunan HPS Pengadaan Langsung

Disusun oleh:
Fatahar Rizky
NPM 154060006395

PKN STAN
TANGERANG SELATAN
2016

A. LATAR BELAKANG
Salah Satu bagian pelaksanaan pengelolaan keuangan negara adalah
pelaksanaan belanja melalui proses pengadaan barang dan jasa. Pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tata cara pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa lebih detil juga telah diatur dalam Peraturan Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012
Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Salah satu prinsip pengadaan barang dan jasa adalah efisien yakni pengadaan
barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas
untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Namun dengan masih banyaknya temuan audit bahkan vonis
korupsi

seakan-akan

menunjukan

masih

adanya

kelemahan

dalam

prosedur

pengadaan. Kelemahan ini menjadi celah dalam proses pengadaan barang dan jasa
khususnya dalam masalah penetuan perkiraan harga barang dan jasa melalui Harga
Perkiraan Sendiri (HPS).
Penentuan nilai pengadaan berawal dari penentuan nilai harga perkiraan sendiri
(HPS) berdasarkan survey pasar yang dilakukan oleh PPK. HPS nantinya digunakan
sebagai batasan tertinggi dalam dokumen penawaran penyedia barang/jasa yang ikut
dalam pengadaan tersebut. Walaupun nilai HPS tidak dapat menjadi dasar dalam
perhitungan kerugian negara namun HPS yang terlalu tinggi dapat menjadi pemicu
pengadaan tidak dilakukan dengan prinsip efisien. Terutama dalam hal pengadaan
langsung dimana hanya ada satu penyedia yang diundang oleh PPK. Dalam
pengadaan langsung ini tidak terdapat persaingan harga karena hanya ada satu
penyedia yang terlibat dalam pengadaan. Pengadaan Langsung dilaksanakan
berdasarkan harga yang berlaku di pasar.

Dalam pengadaan langsung, HPS yang ditetapkan berdasarkan survey pasar


akan menjadi alat control harga yang sangat penting dalam mencapai efisiensi
pengadaan langsung. Namun disisi lain juga harga yang terlalu rendah dapat
menyebabkan tidak ada penyedia yang berminat menjadi rekanan. Harga pasar yang
diperoleh dari survey pasar yang dilakukan oleh PPK seharusnya merupakan harga
yang telah mengandung unsur keuntungan dan PPN. Sementara formula perhitungan
HPS mengkehendaki adanya penambahan keuntungan dan biaya overhead yang
dianggap wajar bagi penyedia maksimal 15%. Formula perhitungan ini dapat
menimbulkan permasalahan dan celah bagi PPK untuk mencari keuntungan atau
bekerja sama dengan penyedia dalam penentuan harga. Sehingga dalam hal ini
terdapat potensi adanya perhitungan dua kali keuntungan yang harus dibayar negara
dalam pengadaan langsung ini yang dapat merugikan negara dan pengadaan menjadi
tidak efisien.
Pada saat penyusunan HPS, PPK juga terkadang tidak merinci uraian pekerjaan
tambahan yang diperlukan yang menjadi penambah dari harga barang misalnya seperti
biaya pengiriman, biaya instalasi maupun item barang tambahan yang digunakan dalam
rangka instalasi tersebut. PPK cenderung memasukan overhead hanya berdasarkan
persentasi penambah biaya overhead saja. Hal ini juga dapat berpotensi menjadikan
pengadaan tidak efisien.
Berdasarkan latar belakang ini, makalah ini akan membahas bagaimana proses
penyusunan HPS pada pengadaan langsung dalam mencapai efisiensi belanja modal.
Serta bagaimana cara dalam memperhitungkan overhead dalam penyusunan HPS.
Selain itu dalam makalah ini juga akan dibahas bagaimana alternative kebijakan yang
dapat

diambil

pemerintah

dalam

membuat

HPS

yang

efisien

dan

dapat

dipertanggungjawabkan khususnya dalam pengadaan langsung.


B. RUMUSAN MASALAH
Pembahasan utama dalam makalah ini adalah bagaimana proses penyusunan
HPS pada pengadaan langsung dalam mencapai tujuan efisiensi. Selain itu bagaimana
cara perhitungan biaya overhead dalam penyusunan HPS. Dalam bagian akhir juga

akan dibahas bagaimana kebijakan yang harus diambil pemerintah dalam mencapai
efisiensi pengadaan langsung.
C. LANDASAN TEORI
Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah komponen yang sangat penting pada
proses pengadaan barang jasa. HPS yang tidak disusun dengan baik akan berakibat
pada kelanjutan proses pengadaan barang jasa. Penyusunan HPS menjadi tanggung
jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Penyusunan HPS yang terlalu rendah akan
menyebabkan para penyedia tidak berani melakukan penawaran sehingga pelelangan
terancam ulang bahkan gagal. Sebaliknya, HPS disusun dengan nilai cukup, tetapi PPK
lupa memasukkan komponen pekerjaan yang penting, maka akibatnya ketika barang
sudah diperoleh, barang tidak bias dioperasikan karena HPS yang disusun tidak
mencakup kegiatan yang mendukung beroperasinya barang tersebut.
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 yang
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2012, penyusunan HPS
dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan
meliputi:
a. Harga

pasar

setempat

diproduksi/diserahkan/

yaitu

harga

dilaksanakan,

barang/jasa dilokasi barang/jasa

menjelang

dilaksanakannya

Pengadaan

Barang/Jasa;
b. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik
(BPS);
c. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan
sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
d. daftar biaya/tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
e. biaya

Kontrak

mempertimbangkan

sebelumnya

atau

yang

faktor perubahan biaya;

sedang berjalan

dengan

f. inflasi

tahun

sebelumnya,

suku

bunga

berjalan dan/atau kurs tengah Bank

Indonesia;
g. hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi
lain maupun pihak lain;
h. perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineers
estimate);
i. norma indeks; dan/atau
j. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam menyusun HPS telah memperhitungkan:
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
b. keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia maksimal 15%
(lima belas perseratus) dari total biaya tidak termasuk PPN;
HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain, dan Pajak
Penghasilan (PPh) Penyedia. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Riwayat HPS
juga harus didokumentasikan secara baik. HPS sendiri tidak dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan kerugian negara. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam
penyusunan HPS.
Yang dimaksud dengan biaya overhead adalah biaya yang dikategorikan
sebagai biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi barang, biaya overhead didefinisikan
sebagai biaya penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan semua biaya produksi
lainnya yang tidak dapat dengan mudah diidentifikasikan atau dibebankan secara
langsung pada pesanan dan produk tertentu.
Di dalam pengadaan barang jasa, biaya overhead bisa diartikan sebagai biaya
yang diperlukan oleh penyedia selain harga barang itu sendiri, misalnya untuk
mengirimkan barang ke lokasi pengguna. Biaya overhead yang dimasukkan di dalam
komponen penyusunan HPS bisa jadi berbeda untuk setiap jenis pengadaan, tetapi
PPK harus memastikan bahwa semua komponen biaya pendukung ini sudah
diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan kesalahan di kemudian hari.
4

Pengadaan Langsung
Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
b) teknologi sederhana;
c) risiko kecil; dan/atau
d) dilaksanakan oleh Penyedia orang perseorangan dan/atau badan Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar
kepada Penyedia yang memenuhi kualifikasi. Penyedia tidak diwajibkan untuk
menyampaikan formulir isian kualifikasi, apabila menurut pertimbangan Pejabat
Pengadaan, Penyedia dimaksud memiliki kompetensi atau untuk Pengadaan Langsung
yang menggunakan tanda bukti perjanjian berupa bukti pembelian/kuitansi. Pengadaan
Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.
Pelaksanaan Pengadaan Melalui Pengadaan Langsung
Proses Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
a. pembelian/pembayaran

langsung

kepada

Penyedia

untuk

pengadaan

yang

Pengadaan

untuk

menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, meliputi antara lain:


1) Pejabat

Pembuat

Komitmen

memerintahkan

Pejabat

melakukan proses pengadaan langsung;


2) Pejabat Pengadaan dapat memerintahkan seseorang untuk melakukan proses
pengadaan langsung untuk barang/jasa lainnya yang harganya sudah pasti dan
tidak bisa dinegosiasi sekurang-kurangnya meliputi:

Memesan barang sesuai dengan kebutuhan atau mendatangi langsung ke


penyedia barang;

Melakukan transaksi;

Menerima barang;

Melakukan pembayaran;

Menerima bukti pembelian atau kuitansi;

Melaporkan kepada Pejabat Pengadaan;

3) Pejabat Pengadaan meneliti dan mempertanggungjawabkan proses pengadaan


langsung.
4) Pejabat Pengadaan menyerahkan bukti pembelian atau kuitansi kepada PPK.
b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi teknis dan
harga kepada Penyedia untuk pengadaan yang menggunakan SPK, meliputi antara
lain:
1) Pejabat Pengadaan mencari informasi terkait pekerjaan yang akan dilaksanakan
dan harga, antara lain melalui media elektronik dan/atau non-elektronik;
2) Pejabat Pengadaan membandingkan harga dan kualitas paling sedikit dari 2
(dua) sumber informasi yang berbeda;
3) Pejabat Pengadaan mengundang calon Penyedia yang diyakini mampu untuk
menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan harga;
4) undangan dilampiri spesifikasi teknis dan/atau gambar serta dokumen-dokumen
lain yang menggambarkan jenis pekerjaan yang dibutuhkan;
5) Penyedia yang diundang menyampaikan penawaran administrasi, teknis, dan
harga secara langsung sesuai jadwal yang telah ditentukan dalam undangan;
6) Pejabat Pengadaan membuka penawaran dan mengevaluasi administrasi dan
teknis dengan sistem gugur, melakukan klarifikasi teknis dan negosiasi harga
untuk

mendapatkan

Penyedia

dengan

harga

yang

wajar

serta

dapat

dipertanggungjawabkan;
7) negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS;
8) dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, Pengadaan
Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan
mengundang Penyedia lain;
9) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung.
c. Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung kepada
PPK;
d. PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:

1) bukti pembelian dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
2) kuitansi dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atau
3) Surat Perintah Kerja (SPK) dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
e. Penyusunan Tahapan dan Jadwal Pengadaan Langsung
1) Tahapan pengadaan langsung meliputi:
a) survei pasar untuk memilih calon Penyedia;
b) membandingkan harga penawaran dengan nilai biaya langsung personil
maksimum 4,0 (empat koma nol) kali gaji dasar yang diterima tenaga ahli tetap
dan maksimum 2,5 (dua koma lima) kali penghasilan
ahli

tidak

yang diterima tenaga

tetap berdasarkan perhitungan dari daftar gaji yang telah diaudit

dan/atau bukti setor pajak penghasilan tenaga ahli konsultan yang bersangkutan;
c) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;
d) menerima bukti transaksi.
2) Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan langsung diserahkan kepada
Pejabat Pengadaan.

D. PEMBAHASAN
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam Pengadaan Langsung
Seperti

telah

dijabarkan

dalam

pendahuluan,

perhitungan

HPS

dalam

pengadaan langsung dilakukan berdasarkan harga pasar. Namun dengan adanya


aturan dalam Perpres 70 tahun 2012 dengan penambahan unsur keuntungan, PPN dan
overhead sebesar 25% maka perhitungan HPS menjadi rancu. Karena dalam hal
pengadaan langsung harga yang diperoleh berdasarkan harga pasar pada dasarnya
telah mengandung unsur PPN dan keuntungan penjual. Sehingga nilai yang terbentuk
dari harga pasar yang menjadi HPS nantinya akan bertambah nilainya sebesar 25%
dari harga pasar. Berikut adalah formula yang terbentuk dari perhitungan tersebut:

Nilai HPS = HP + (10% PPN x HP) + (15% Keuntungan dan Overhead x HP)
HP = Harga Pasar
Dengan adanya penambahan ini kecuali untuk biaya overhead jika memang
dibutuhkan dan wajar, maka akan terjadi inefisiensi belanja modal yang dilakukan oleh
PPK. HPS yang dibuat menjadi terlalu tinggi dan mengakibatkan penawaran penyedia
yang diundang pun juga tinggi walaupun tetap dibawah HPS sehingga pengadaan
masih dapat dilangsungkan dan penyedia memenuhi kualifikasi sebagai rekanan.
Dalam pengadaan langsung, pengadaan barang yang sebelumnya telah
dilakukan survey pasar maka seharusnya pembelian juga dilakukan di pasar sehingga
harga yang diperoleh akan sesuai dengan hasil survey pasar tersebut. Tidak perlu lagi
adanya penambahan PPN dan keuntungan. Walaupun nantinya masih akan terdapat
biaya overhead yang harus diperhitungkan sebelumnya dalam HPS berupa biaya kirim,
pemasangan dan biaya lainnya yang memang benar dibutuhkan dan wajar.
Pada kenyataannya panitia pengadaan barang dalam pengadaan langsung lebih
suka menggunakan jasa kontraktor umum (general contractor). Panitian pengadaan
mengundang peserta pengadaan langsung kepada pihak yang tidak secara langsung
memiliki barang yang dibutuhkan. Kontraktor umum ini sebenarnya tidak mempunyai
barang secara langsung melainkan mencari barang dari pasar kembali sehingga dapat
diibaratkan PPK membeli barang dari tangan kedua.
Pembelian dengan cara seperti ini tentu hanya menimbulkan cost tambahan dan
membebani

anggaran.

Permasalahan

ini

timbul

disebabkan

perencanaan

penganggaran yang terlalu tinggi melalui HPS yang dibuat oleh PPK. Harga yang lebih
tinggi dihasilkan karena terdapat penambahan PPN dan keuntungan yang sebenarnya
telah termasuk dalam harga.
Dalam konteks pengadaan langsung yang terjadi secara nasional dapat kita
bayangkan berapa banyak inefisiensi yang harus ditanggung pemerintah akibat
rancunya aturan mengenai pengadaan langsung ini. Adanya kerancuan ini menjadi
celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yakni PPK, Panitia Pengadaan
dan penyedia barang dalam mark-up harga barang yang diadakan melalui mekanisme
8

pengadaan langsung. Auditor dalam hal ini juga mempunyai keterbatasan dalam
mengungkap permasalahan ini akibat adanya kerancuan perhitungan harga dalam
pengadaan langsung. Karena PPK akan berpedoman pada peraturan pengadaan
barang dan jasa yang memperbolehkan perhitungan harga dengan penambahan PPN
dan keuntungan sehingga mempunyai cukup alas an dalam menambah unsur biaya
tersebut kedalam harga pengadaan.
Perhitungan Biaya Overhead dalam Pengadaan Langsung
Pengadaan langsung sesuai ketentuan dalam perpres pengadaan ditujukan
terhadap pengadaan barang yang merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I, teknologi
sederhana, risiko kecil, dan dilaksanakan oleh penyedia orang perseorangan. Melihat
konteks ini maka seharusnya biaya overhead yang dibutuhkan dalam menyiapkan
barang sampai dengan siap digunakan pun sederhana. Pada kenyataannya biaya
overhead selama ini oleh PPK tidak dirinci dalam HPS Pengadaan Barang dan Jasa
melalui mekanisme pengadaan langsung. Perhitungan biaya overhead hanya
berdasarkan persentasi sebesar maksimal 5% dari Harga Barang. Hal ini menyebabkan
biaya overhead tersebut tidak dapat dilihat secara langsung tujuan dari pengenaan dari
biaya tersebut.
Sebagai seorang PPK seharusnya dapat merencakan dan membuat HPS
dengan baik dengan memperhatikan biaya overhead yang disusun secara rinci tujuan
dari biaya tersebut. Nilai tersebut dapat diuraikan misalnya seperti biaya pengiriman,
biaya instalasi, upah buruh angkut, biaya part dan biaya lain yang wajar terkait dengan
penyiapan barang sampai dengan siap digunakan.
Tidak dapat dirinci nya biaya overhead ini tentunya juga akan menimbulkan
inefisiensi belanja modal tersebut karena PPK pun tidak mengerti masalah teknis atas
pengadaan barang dan kebutuhan overhead yang diperlukan dalam penyiapan barang.
Hal ini juga menjadi celah dalam upaya pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
membuat harga lebih tinggi dari yang seharusnya dengan menambah biaya overhead
yang pada kenyataannya tidak diperlukan atau bahkan tidak ada komponen yang perlu
ditambah atau disiapkan dalam penyiapan barang sampai dengan siap digunakan.

Maka hal semacam ini dapat dikategorikan kerugian negaran karena tidak memperoleh
manfaat atas uang yang dibayarkan oleh negara.

E. ALTERNATIF KEBIJAKAN
Kebijakan Pengadaan Langsung
Pemerintah dalam hal pengadaan langsung tentunya mempunyai peranan yang
sangat penting dalam membuat sistem proses pengadaan barang dan jasa yang
mendukung efisiensi belanja. Efisiensi belanja ini pada dasarnya dapat tercipta dengan
kondisi saat ini apabila para pelaku pengadaan telah menyadari akan pentingnya
efisiensi belanja ditengah kondisi pemerintah yang terus mengalami defisit anggaran.
Namun apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka pemerintah harus mengambil
langkah dengan melakukan revisi prosedur pengadaan barang dan jasa khususnya
dalam mekanisme pengadaan langsung.
Langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan revisi
bahwa pengadaan langsung dilakukan berdasarkan survey pasar dan harga tersebut
telah mencakup keuntungan dan PPN. Dengan adanya ketentuan ini maka pemerintah
dapat melakukan penghematan yang sangat besar. Unsur keuntungan yang ditetapkan
dalan perpres pengadaan adalah 10% dari harga sama hal nya dengan PPN sebesar
10%. Maka pemerintah secara langsung dapat melakukan penghematan sebesar 20%
dari anggaran belanja modal yang diadakan dengan mekanisme pengadaan langsung.
Dalam penetuan biaya overhead, dari segi aturan tampaknya tidak perlu
dilakukan perubahan karena pada dasarnya biaya overhead sangat tergantung dengan
jenis barang yang dibeli. Efisiensi dapat dihasilkan dengan penambahan kebijakan
pemerintah dengan mewajibkan PPK untuk merinci uraian biaya overhead berdasarkan
aktivitas yang diperlukan.
Penerapan Activity Based Costing (ABC) dalam Penetuan Biaya Overhead pada
HPS
Dalam memperoleh barang artinya mendapatkan barang yang sesuai, dapat
beroperasi dengan baik, dan sesuai dengan kebutuhan. Barang yang sesuai berarti
10

barang yang diperoleh mempunyai spesifikasi dan kemampuan sesuai dengan


keinginan pengguna. Barang dapat beroperasi dengan baik berarti ketika barang
diterima, pengguna yakin bahwa barang berfungsi dan telah siap untuk digunakan.
Sesuai kebutuhan berarti terdapat kesesuaian antara rencana dan realisasi, misalnya
membeli AC maka seharusnya barang tersebut bisa dipasang sesuai di ruang yang
telah direncanakan. Tidak terdapat sesuatu hal yang kurang sehingga barang yang
telah dibeli tidak dapat dipasang di lokasi seharusnya. Misalnya pada pembelian AC ini
telah juga dibeli dengan item-item yang dibutuhkan seperti selang air dan kabel
tembaganya.
PPK sebagai pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan
barang/jasa dan bertugas menyusun dan menetapkan HPS harus teliti dalam
memasukkan semua komponen biaya untuk menjamin tercapainya proses tersebut.
Cara yang dapat dilakukan oleh PPK dalam membuat HPS adalah dengan penyusunan
anggaran berdasarkan aktivitas atau biasa disebut activity based costing (ABC)
Activity based costing adalah pembiayaan berdasarkan aktivitasnya. Jadi, semua
aktivitas untuk mendapatkan barang/jasa yang sesuai, dapat beroperasi dengan baik,
dan sesuai kebutuhan harus diperhitungkan dalam penyusunan HPS. Penerapan
sistem ini kita lakukan dengan cara memasukkan segala aktivitas yang berpotensi
menimbulkan biaya dalam pengadaan barang/jasa. Semua komponen biaya yang
diperkirakan muncul ini selanjutnya akan dituangkan dalam spesifikasi teknis pekerjaan
sebagai bagian dari proses penyusun HPS. Jadi penyusunan HPS tidak lagi
menyebutkan persentasi dari biaya overhead melainkan merinci aktivitas apa saja yang
akan muncul sampai dengan barang siap digunakan.
F. SIMPULAN
Berdasarkan pembahasan diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal.
Pertama HPS merupakan alat control dalam mencapai efisiensi belanja modal yang
melalui mekanisme pengadaan langsung. HPS pada pengadaan langsung tidak perlu
ditambahkan unsur keuntungan dan PPN kembali karena harga pasar yang telah
disurvey telah mengandung unsur keuntungan dan PPN penjual. Kedua, PPK harus
dapat merinci uraian biaya overhead pada HPS pengadaan langsung barang/jasa. Hal
11

ini bertujuan agar dapat diketahui secara detil kebutuhan yang wajar dalam menyiapkan
barang sampai dengan

siap untuk digunakan. Ketiga, Pemerintah harus membuat

kebijakan mengenai pengadaan langsung yang mana harga pasar tidak perlu lagi
ditambahkan unsur keuntungan dan PPN kembali. Hal ini bertujuan untuk

untuk

mencapai efisiensi belanja modal. Keempat, Penyusunan HPS dapat dilakukan dengan
menggunakan

Activity

Based

Costing

(ABC).

Dengan

cara

ini

HPS

akan

menggambarkan kebutuhan secara riil aktivitas yang diperlukan sampai dengan barang
siap untuk digunakan.

Daftar Pustaka
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun
2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.

12

Anda mungkin juga menyukai