Disusun oleh:
Fatahar Rizky
NPM 154060006395
PKN STAN
TANGERANG SELATAN
2016
A. LATAR BELAKANG
Salah Satu bagian pelaksanaan pengelolaan keuangan negara adalah
pelaksanaan belanja melalui proses pengadaan barang dan jasa. Pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa telah diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Tata cara pelaksanaan
pengadaan barang dan jasa lebih detil juga telah diatur dalam Peraturan Kepala
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun 2012
Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
Salah satu prinsip pengadaan barang dan jasa adalah efisien yakni pengadaan
barang/jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang terbatas
untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan dapat
dipertanggungjawabkan. Namun dengan masih banyaknya temuan audit bahkan vonis
korupsi
seakan-akan
menunjukan
masih
adanya
kelemahan
dalam
prosedur
pengadaan. Kelemahan ini menjadi celah dalam proses pengadaan barang dan jasa
khususnya dalam masalah penetuan perkiraan harga barang dan jasa melalui Harga
Perkiraan Sendiri (HPS).
Penentuan nilai pengadaan berawal dari penentuan nilai harga perkiraan sendiri
(HPS) berdasarkan survey pasar yang dilakukan oleh PPK. HPS nantinya digunakan
sebagai batasan tertinggi dalam dokumen penawaran penyedia barang/jasa yang ikut
dalam pengadaan tersebut. Walaupun nilai HPS tidak dapat menjadi dasar dalam
perhitungan kerugian negara namun HPS yang terlalu tinggi dapat menjadi pemicu
pengadaan tidak dilakukan dengan prinsip efisien. Terutama dalam hal pengadaan
langsung dimana hanya ada satu penyedia yang diundang oleh PPK. Dalam
pengadaan langsung ini tidak terdapat persaingan harga karena hanya ada satu
penyedia yang terlibat dalam pengadaan. Pengadaan Langsung dilaksanakan
berdasarkan harga yang berlaku di pasar.
diambil
pemerintah
dalam
membuat
HPS
yang
efisien
dan
dapat
akan dibahas bagaimana kebijakan yang harus diambil pemerintah dalam mencapai
efisiensi pengadaan langsung.
C. LANDASAN TEORI
Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Harga Perkiraan Sendiri (HPS) adalah komponen yang sangat penting pada
proses pengadaan barang jasa. HPS yang tidak disusun dengan baik akan berakibat
pada kelanjutan proses pengadaan barang jasa. Penyusunan HPS menjadi tanggung
jawab Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Penyusunan HPS yang terlalu rendah akan
menyebabkan para penyedia tidak berani melakukan penawaran sehingga pelelangan
terancam ulang bahkan gagal. Sebaliknya, HPS disusun dengan nilai cukup, tetapi PPK
lupa memasukkan komponen pekerjaan yang penting, maka akibatnya ketika barang
sudah diperoleh, barang tidak bias dioperasikan karena HPS yang disusun tidak
mencakup kegiatan yang mendukung beroperasinya barang tersebut.
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)
Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2010 yang
terakhir diubah dengan Peraturan Presiden nomor 70 Tahun 2012, penyusunan HPS
dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan
meliputi:
a. Harga
pasar
setempat
diproduksi/diserahkan/
yaitu
harga
dilaksanakan,
menjelang
dilaksanakannya
Pengadaan
Barang/Jasa;
b. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik
(BPS);
c. informasi biaya satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh asosiasi terkait dan
sumber data lain yang dapat dipertanggungjawabkan;
d. daftar biaya/tarif Barang/Jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/distributor tunggal;
e. biaya
Kontrak
mempertimbangkan
sebelumnya
atau
yang
sedang berjalan
dengan
f. inflasi
tahun
sebelumnya,
suku
bunga
Indonesia;
g. hasil perbandingan dengan Kontrak sejenis, baik yang dilakukan dengan instansi
lain maupun pihak lain;
h. perkiraan perhitungan biaya yang dilakukan oleh konsultan perencana (engineers
estimate);
i. norma indeks; dan/atau
j. informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam menyusun HPS telah memperhitungkan:
a. Pajak Pertambahan Nilai (PPN); dan
b. keuntungan dan biaya overhead yang dianggap wajar bagi Penyedia maksimal 15%
(lima belas perseratus) dari total biaya tidak termasuk PPN;
HPS tidak boleh memperhitungkan biaya tak terduga, biaya lain-lain, dan Pajak
Penghasilan (PPh) Penyedia. Nilai total HPS terbuka dan tidak rahasia. Riwayat HPS
juga harus didokumentasikan secara baik. HPS sendiri tidak dapat digunakan sebagai
dasar perhitungan kerugian negara. Tim Ahli dapat memberikan masukan dalam
penyusunan HPS.
Yang dimaksud dengan biaya overhead adalah biaya yang dikategorikan
sebagai biaya produksi selain biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.
Dalam sebuah perusahaan yang memproduksi barang, biaya overhead didefinisikan
sebagai biaya penolong, biaya tenaga kerja tidak langsung, dan semua biaya produksi
lainnya yang tidak dapat dengan mudah diidentifikasikan atau dibebankan secara
langsung pada pesanan dan produk tertentu.
Di dalam pengadaan barang jasa, biaya overhead bisa diartikan sebagai biaya
yang diperlukan oleh penyedia selain harga barang itu sendiri, misalnya untuk
mengirimkan barang ke lokasi pengguna. Biaya overhead yang dimasukkan di dalam
komponen penyusunan HPS bisa jadi berbeda untuk setiap jenis pengadaan, tetapi
PPK harus memastikan bahwa semua komponen biaya pendukung ini sudah
diperhitungkan sehingga tidak menimbulkan kesalahan di kemudian hari.
4
Pengadaan Langsung
Pengadaan Langsung dapat dilakukan terhadap pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I;
b) teknologi sederhana;
c) risiko kecil; dan/atau
d) dilaksanakan oleh Penyedia orang perseorangan dan/atau badan Usaha Mikro dan
Usaha Kecil serta koperasi kecil.
Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar
kepada Penyedia yang memenuhi kualifikasi. Penyedia tidak diwajibkan untuk
menyampaikan formulir isian kualifikasi, apabila menurut pertimbangan Pejabat
Pengadaan, Penyedia dimaksud memiliki kompetensi atau untuk Pengadaan Langsung
yang menggunakan tanda bukti perjanjian berupa bukti pembelian/kuitansi. Pengadaan
Langsung dilaksanakan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pengadaan.
Pelaksanaan Pengadaan Melalui Pengadaan Langsung
Proses Pengadaan Langsung dilakukan sebagai berikut:
a. pembelian/pembayaran
langsung
kepada
Penyedia
untuk
pengadaan
yang
Pengadaan
untuk
Pembuat
Komitmen
memerintahkan
Pejabat
Melakukan transaksi;
Menerima barang;
Melakukan pembayaran;
mendapatkan
Penyedia
dengan
harga
yang
wajar
serta
dapat
dipertanggungjawabkan;
7) negosiasi harga dilakukan berdasarkan HPS;
8) dalam hal negosiasi harga tidak menghasilkan kesepakatan, Pengadaan
Langsung dinyatakan gagal dan dilakukan Pengadaan Langsung ulang dengan
mengundang Penyedia lain;
9) Pejabat Pengadaan membuat Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung.
c. Pejabat Pengadaan menyampaikan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung kepada
PPK;
d. PPK melakukan perjanjian dan mendapatkan bukti perjanjian dengan ketentuan:
1) bukti pembelian dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
2) kuitansi dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai sampai dengan
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); atau
3) Surat Perintah Kerja (SPK) dapat digunakan untuk Pengadaan yang bernilai
sampai dengan Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
e. Penyusunan Tahapan dan Jadwal Pengadaan Langsung
1) Tahapan pengadaan langsung meliputi:
a) survei pasar untuk memilih calon Penyedia;
b) membandingkan harga penawaran dengan nilai biaya langsung personil
maksimum 4,0 (empat koma nol) kali gaji dasar yang diterima tenaga ahli tetap
dan maksimum 2,5 (dua koma lima) kali penghasilan
ahli
tidak
dan/atau bukti setor pajak penghasilan tenaga ahli konsultan yang bersangkutan;
c) klarifikasi dan negosiasi teknis dan biaya;
d) menerima bukti transaksi.
2) Penyusunan jadwal pelaksanaan pengadaan langsung diserahkan kepada
Pejabat Pengadaan.
D. PEMBAHASAN
Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam Pengadaan Langsung
Seperti
telah
dijabarkan
dalam
pendahuluan,
perhitungan
HPS
dalam
Nilai HPS = HP + (10% PPN x HP) + (15% Keuntungan dan Overhead x HP)
HP = Harga Pasar
Dengan adanya penambahan ini kecuali untuk biaya overhead jika memang
dibutuhkan dan wajar, maka akan terjadi inefisiensi belanja modal yang dilakukan oleh
PPK. HPS yang dibuat menjadi terlalu tinggi dan mengakibatkan penawaran penyedia
yang diundang pun juga tinggi walaupun tetap dibawah HPS sehingga pengadaan
masih dapat dilangsungkan dan penyedia memenuhi kualifikasi sebagai rekanan.
Dalam pengadaan langsung, pengadaan barang yang sebelumnya telah
dilakukan survey pasar maka seharusnya pembelian juga dilakukan di pasar sehingga
harga yang diperoleh akan sesuai dengan hasil survey pasar tersebut. Tidak perlu lagi
adanya penambahan PPN dan keuntungan. Walaupun nantinya masih akan terdapat
biaya overhead yang harus diperhitungkan sebelumnya dalam HPS berupa biaya kirim,
pemasangan dan biaya lainnya yang memang benar dibutuhkan dan wajar.
Pada kenyataannya panitia pengadaan barang dalam pengadaan langsung lebih
suka menggunakan jasa kontraktor umum (general contractor). Panitian pengadaan
mengundang peserta pengadaan langsung kepada pihak yang tidak secara langsung
memiliki barang yang dibutuhkan. Kontraktor umum ini sebenarnya tidak mempunyai
barang secara langsung melainkan mencari barang dari pasar kembali sehingga dapat
diibaratkan PPK membeli barang dari tangan kedua.
Pembelian dengan cara seperti ini tentu hanya menimbulkan cost tambahan dan
membebani
anggaran.
Permasalahan
ini
timbul
disebabkan
perencanaan
penganggaran yang terlalu tinggi melalui HPS yang dibuat oleh PPK. Harga yang lebih
tinggi dihasilkan karena terdapat penambahan PPN dan keuntungan yang sebenarnya
telah termasuk dalam harga.
Dalam konteks pengadaan langsung yang terjadi secara nasional dapat kita
bayangkan berapa banyak inefisiensi yang harus ditanggung pemerintah akibat
rancunya aturan mengenai pengadaan langsung ini. Adanya kerancuan ini menjadi
celah bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yakni PPK, Panitia Pengadaan
dan penyedia barang dalam mark-up harga barang yang diadakan melalui mekanisme
8
pengadaan langsung. Auditor dalam hal ini juga mempunyai keterbatasan dalam
mengungkap permasalahan ini akibat adanya kerancuan perhitungan harga dalam
pengadaan langsung. Karena PPK akan berpedoman pada peraturan pengadaan
barang dan jasa yang memperbolehkan perhitungan harga dengan penambahan PPN
dan keuntungan sehingga mempunyai cukup alas an dalam menambah unsur biaya
tersebut kedalam harga pengadaan.
Perhitungan Biaya Overhead dalam Pengadaan Langsung
Pengadaan langsung sesuai ketentuan dalam perpres pengadaan ditujukan
terhadap pengadaan barang yang merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I, teknologi
sederhana, risiko kecil, dan dilaksanakan oleh penyedia orang perseorangan. Melihat
konteks ini maka seharusnya biaya overhead yang dibutuhkan dalam menyiapkan
barang sampai dengan siap digunakan pun sederhana. Pada kenyataannya biaya
overhead selama ini oleh PPK tidak dirinci dalam HPS Pengadaan Barang dan Jasa
melalui mekanisme pengadaan langsung. Perhitungan biaya overhead hanya
berdasarkan persentasi sebesar maksimal 5% dari Harga Barang. Hal ini menyebabkan
biaya overhead tersebut tidak dapat dilihat secara langsung tujuan dari pengenaan dari
biaya tersebut.
Sebagai seorang PPK seharusnya dapat merencakan dan membuat HPS
dengan baik dengan memperhatikan biaya overhead yang disusun secara rinci tujuan
dari biaya tersebut. Nilai tersebut dapat diuraikan misalnya seperti biaya pengiriman,
biaya instalasi, upah buruh angkut, biaya part dan biaya lain yang wajar terkait dengan
penyiapan barang sampai dengan siap digunakan.
Tidak dapat dirinci nya biaya overhead ini tentunya juga akan menimbulkan
inefisiensi belanja modal tersebut karena PPK pun tidak mengerti masalah teknis atas
pengadaan barang dan kebutuhan overhead yang diperlukan dalam penyiapan barang.
Hal ini juga menjadi celah dalam upaya pihak yang tidak bertanggung jawab dalam
membuat harga lebih tinggi dari yang seharusnya dengan menambah biaya overhead
yang pada kenyataannya tidak diperlukan atau bahkan tidak ada komponen yang perlu
ditambah atau disiapkan dalam penyiapan barang sampai dengan siap digunakan.
Maka hal semacam ini dapat dikategorikan kerugian negaran karena tidak memperoleh
manfaat atas uang yang dibayarkan oleh negara.
E. ALTERNATIF KEBIJAKAN
Kebijakan Pengadaan Langsung
Pemerintah dalam hal pengadaan langsung tentunya mempunyai peranan yang
sangat penting dalam membuat sistem proses pengadaan barang dan jasa yang
mendukung efisiensi belanja. Efisiensi belanja ini pada dasarnya dapat tercipta dengan
kondisi saat ini apabila para pelaku pengadaan telah menyadari akan pentingnya
efisiensi belanja ditengah kondisi pemerintah yang terus mengalami defisit anggaran.
Namun apabila hal tersebut tidak dapat dilakukan maka pemerintah harus mengambil
langkah dengan melakukan revisi prosedur pengadaan barang dan jasa khususnya
dalam mekanisme pengadaan langsung.
Langkah pertama yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan revisi
bahwa pengadaan langsung dilakukan berdasarkan survey pasar dan harga tersebut
telah mencakup keuntungan dan PPN. Dengan adanya ketentuan ini maka pemerintah
dapat melakukan penghematan yang sangat besar. Unsur keuntungan yang ditetapkan
dalan perpres pengadaan adalah 10% dari harga sama hal nya dengan PPN sebesar
10%. Maka pemerintah secara langsung dapat melakukan penghematan sebesar 20%
dari anggaran belanja modal yang diadakan dengan mekanisme pengadaan langsung.
Dalam penetuan biaya overhead, dari segi aturan tampaknya tidak perlu
dilakukan perubahan karena pada dasarnya biaya overhead sangat tergantung dengan
jenis barang yang dibeli. Efisiensi dapat dihasilkan dengan penambahan kebijakan
pemerintah dengan mewajibkan PPK untuk merinci uraian biaya overhead berdasarkan
aktivitas yang diperlukan.
Penerapan Activity Based Costing (ABC) dalam Penetuan Biaya Overhead pada
HPS
Dalam memperoleh barang artinya mendapatkan barang yang sesuai, dapat
beroperasi dengan baik, dan sesuai dengan kebutuhan. Barang yang sesuai berarti
10
ini bertujuan agar dapat diketahui secara detil kebutuhan yang wajar dalam menyiapkan
barang sampai dengan
kebijakan mengenai pengadaan langsung yang mana harga pasar tidak perlu lagi
ditambahkan unsur keuntungan dan PPN kembali. Hal ini bertujuan untuk
untuk
mencapai efisiensi belanja modal. Keempat, Penyusunan HPS dapat dilakukan dengan
menggunakan
Activity
Based
Costing
(ABC).
Dengan
cara
ini
HPS
akan
menggambarkan kebutuhan secara riil aktivitas yang diperlukan sampai dengan barang
siap untuk digunakan.
Daftar Pustaka
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah.
Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 14 Tahun
2012 Tentang Petunjuk Teknis Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan
Barang/Jasa Pemerintah.
12