Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 meletakan landasan yang lebih


fundamental dalam upaya penyediaan pangan dengan menyatakan bahwa
penyelenggaraan pangan dilakukan dengan berdasarkan atas kedaulatan,
kemandirian dan ketahanan pangan. Kedaulatan pangan diartikan sebagai
hak Negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan
yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi
masyarakat untuk menentukan system pangan yang sesuai dengan potensi
sumberdaya local. Kemandirian pangan diartikan sebagai kemampuan
Negara dan bangsa dalam memproduksi pangan yang beraneka ragam dari
dalam negeri yang dapat menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang
cukup sampai di tingkat perseorangan dengan memanfaatkan potensi
sumberdaya alam, manusia, social, ekonomi dan kearifan local secara
bermanfaat. Ketahanan Pangan diartikan kondisi terpenuhinya pangan bagi
Negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya
pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi
merata dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan
dan budaya masyarakat untuk hidup sehat, aktif dan produksif secara
berkelanjutan.

Sedangkan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan


Pangan dan Gizi pada Bab VI Pasal 71 ayat (2) memuat bahwa perhitungan
neraca pangan secara berkala merupakan salah satu instrumen bagi
pemerintah dalam melakukan pengawasan terhadap pemenuhan
ketersediaan pangan dan/atau kecukupan pangan bagi masyarakat. Adapun
metode yang dapat menggambarkan data / informasi ketersediaan pangan

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 1
berupa Neraca Bahan Makanan (NBM) yang disusun untuk mengetahui
tingkat produksi dan ketersediaan pangan suatu negara/wilayah/daerah
dalam periode tahunan.

Pada Tabel NBM juga dapat diketahui adanya perubahan jenis bahan
makanan yang dikonsumsi penduduk dan perubahan ketersediaan bahan
makanan secara keseluruhan, tingkat kecukupannya menurut kebutuhan gizi.
Tabel NBM memberikan informasi tentang situasi pengadaan /penyediaan
pangan suatu negara/wilayah dalam kurun waktu tertentu, yang menunjukkan
kecenderungan pasokan, penggunaan pangan, dan ketersediaan pangan
untuk dikonsumsi penduduk. Disamping itu, NBM juga berguna untuk meneliti
dan meramalkan situasi pangan suatu wilayah, dengan dasar analisis
informasi pangan yang disajikan oleh masing-masing negara/wilayah/daerah.

Penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau merupakan


kegiatan yang dapat memberikan gambaran tentang situasi ketersediaan
pangan bagi penduduk di Provinsi Riau yang selanjutnya dapat dijadikan
sebagai acuan dalam pengambilan kebijakan yang berkaitan dengan
ketahanan pangan perencanaan dan pembangunan.

1.2. Tujuan Penyusunan NBM

Tujuan penyusunan Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau adalah :


1. Untuk mengetahui informasi penyediaan/pengadaan berbagai jenis
bahan makanan di Provinsi Riau;
2. Untuk mengetahui gambaran penggunaan berbagai jenis bahan makanan
di Provinsi Riau;
3. Untuk mengetahui gambaran ketersediaan bahan pangan untuk
dikonsumsi penduduk dalam bnetuk volume maupun zat gizi.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 2
1.3. Manfaat NBM

Neraca Bahan Makanan digunakan untuk :


1. Sebagai bahan evaluasi penyediaan pangan dan penggunaan pangan di
Provinsi Riau;
2. Sebagai bahan evaluasi tingkat ketersediaan pangan berdasarkan
rekomendasi kecukupan gizi dan pola pangan harapan ketersediaan;
3. Sebagai bahan acuan dalam perencanaan produksi penyediaan pangan
di Provinsi Riau;
4. Sebagai bahan acuan dalam penyusunan kebijakan pangan dan gizi di
Provinsi Riau.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 3
BAB II

METODOLOGI

2.1. Pengertian dan Konsep Neraca Bahan Makanan

Neraca Bahan Makanan merupakan tabel yang menyajikan gambaran menyeluruh


tentang penyediaan (supply) dan penggunaan (utilization) pangan disuatu wilayah
dalam periode tertentu (biasanya dalam satu tahun ). Komoditas bahan makanan
yang disajikan dalam Tabel NBM terdiri dari komoditas utama (asal) dan
komoditas/produk turunan yang tersedia untuk dikonsumsi penduduk.

NBM menunjukan ketersediaan bahan pangan untuk setiap komoditas dan


olahannya yang lazim dikonsumsi penduduk berdasarkan sumber penyediaan dan
penggunaannya. Penyediaan diperoleh dari jumlah total bahan pangan yang
diproduksi dikurangi dengan perubahan stok ditambah dengan jumlah total yang
dimpor dan dikurangi dengan jumlah total yang diekspor selama periode tersebut.
Penggunaan diperoleh dari jumlah total kebutuhan pakan, bibit, industri makanan
dan non makanan, tercecer, serta bahan makanan yang tersedia untuk dikonsumsi
manusia. Ketersediaan per kapita untuk dikonsumsi diperoleh dengan membagi
ketersediaan bahan makanan dengan jumlah penduduk pertengahan tahun.

Selain itu NBM menyajikan angka rata-rata bahan makanan per komoditas yang
tersedia untuk dikonsumsi penduduk dalam kilogram per kapita pertahun serta
dalam gram per kapita per hari. Selanjutnya untuk mengetahui nilai gizi bahan
makanan yang tersedia untuk dikonsumsi tersebut, maka angka ketersediaan
bahan makanan per kapita per hari diterjemahkan kedalam satuan energy,
protein dan lemak.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 4
Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan parameter sederhana yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan penyediaan pangan, dengan tingkat
diversifikasi/keanekaragaman pangan dan menilai mutu gizi pangan. Informasi
tersebut dicantumkan dalam 19 (sembilan belas) kolom yang diuraikan sebagai
berikut :

Kolom I (Kelompok/Jenis Bahan Makanan)

Bahan makanan yang dicantumkan dalam kolom ini adalah semua jenis bahan
makanan baik nabati maupun hewani yang lazim/umum tersedia untuk dikonsumsi
oleh masyarakat. Bahan makanan tersebut dikelompokkan jenisnya dan diikuti
prosesnya dari produksi sampai dengan dapat dipasarkan atau dikonsumsi dalam
bentuk lain yang berbeda sama sekali setelah melalui proses pengolahan. Adapun
pengelompokkan bahan makanan tersebut disajikan sebagai berikut :

1. Padi-padian
Padi-padian adalah kelompok komoditas yang terdiri dari padi, jagung dan
gandum serta produksi turunannya.
2. Makanan Berpati
Makanan berpati adalah bahan makanan yang mengandung pati yang berasal
dari akar/umbi dan lain-lain bagian tanaman yang merupakan bahan pangan
pokok lainnya yang dikonsumsi masyarakat. Adapun yang termasuk dalam
kelompok komoditas ini adalah ubi kayu, ubi jalar, dan sagu.
3. Gula
Gula adalah kelompok komoditas yang terdiri atas gula pasir dan gula merah
(gula mangkok, gula aren, gula semut dan lain-lain) baik merupakan hasil
olahan pabrik maupun rumah tangga.
4. Buah/Biji Berminyak
Buah/biji berminyak adalah kelompok bahan makanan yang mengandung
minyak dan berasal dari buah dan biji-bijian.Komoditas yang termasuk dalam

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 5
kelompok ini adalah kacang tanah, kacang kedelai, kacang hijau, dan kelapa.
Sebagian dari komoditas ini khususnya kelapa, diolah menjadi kopra yang
selanjutnya dijadikan minyak goreng, sehingga produk turunannya tercantum
dalam kelompok minyak dan lemak.
5. Buah-buahan
Buah-buahan adalah sumber vitamin dan mineral dari bagian tanaman yang
berupa buah.Umumnya merupakan produksi tanaman tahunan atau musiman
yang biasa dapat dikonsumsi tanpa dimasak.
6. Sayuran
Sayuran adalah sumber vitamin dan mineral yang dikonsumsi dari bagian
tanaman yang berupa daun, bunga, buah, batang atau umbi.Tanaman tersebut
pada umumnya berumur kurang dari satu tahun.

7. Daging
Daging adalah bagian dari hewan yang sengaja disembelih atau dibunuh dan
lazim dimakan manusia, kecuali yang telah diawetkan dengan cara lain dari
pendinginan.
8. Telur
Telur yang dimaksud adalah telur unggas, yaitu telur ayam buras, telur ayam
ras dan telur itik.
9. Susu
Susu terdiri atas susu sapi termasuk susu olahan impor yang disetarakan
dengan susu segar.
10. Ikan
Ikan adalah komoditas yang berupa binatang air dan biota perairan lainnya.
Adapun yang dimaksud komoditas ikan disini adalah yang berasal dari
kegiatan penangkapan di laut maupun di perairan umum (waduk, sungai dan
rawa) dan hasil dari kegiatan budidaya (tambak, kolam, keramba dan sawah)
yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum dikonsumsi
masyarakat, termasuk rumput laut.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 6
11. Minyak dan Lemak
Minyak dan lemak adalah kelompok bahan makanan yang berasal dari nabati,
seperti minyak kelapa, minyak sawit, minyak kacang tanah, minyak kedelai,
dan minyak jagung, serta yang berasal dari hewani yaitu minyak
ikan.Sedangkan lemak umumnya berasal dari hewani seperti lemak sapi,
lemak kerbau, lemak kambing/domba, lemak babi dan lain-lain.

Kolom 2 dan 3 (Produksi)

Produksi adalah jumlah keseluruhan hasil masing-masing bahan makanan yang


dihasilkan dari sektor pertanian (tanaman pangan, peternakan, perikanan dan
perkebunan) yang belum mengalami proses pengolahan. Produksi dibedakan
menjadi dua kategori, yaitu :
a) Masukan (input)
Masukan adalah produksi yang masih dalam bentuk asli maupun dalam
bentuk hasil olahan yang akan mengalami proses pengolahan lebih lanjut.
b) Keluaran (output)
Keluaran adalah produksi dari hasil keseluruhan atau sebagai hasil turunan
yang diperoleh dari hasil berproduksi atau hasil utama yang langsung
diperoleh dari kegiatan berproduksi yang belum mengalami perubahan.
Besarnya output sebagai hasil dari input sangat tergantung pada besarnya
derajat ekstraksi dan faktor konversi.

Produksi untuk komoditas tanaman pangan mencakup hasil seluruh panen, baik
yang berasal dari lahan sawah maupun lahan kering serta lahan lama maupun
baru. Sedangkan produksi turunannya diperoleh dengan menggunakan faktor
konversi dan tingkat ekstraksi dari komoditas yang bersangkutan.

Produksi daging diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Riau. Produksi daging (masukan) dinyatakan dalam bentuk karkas dari semua

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 7
jenis ternak, sedangkan keluaran dalam bentuk daging murni. Untuk daging
unggas, tidak lagi mengkonversi karkas ke daging murni sehingga pengisian data
produksi (karkas) langsung di kolom 3 (keluaran) dan menyesuaikan Bagian yang
Dapat Dimakan (BDD) yang ada Khusus untuk jeroan dihitung dari berat karkas
masing-masing jenis, dan langsung dimasukkan ke kolom 3 (keluaran). Produksi
telur juga diperoleh dari Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan dan langsung
dimasukkan ke kolom 3 (keluaran).

Produksi komoditas perkebunan seperti sagu dimasukan dikolom 2 dan


dikonversikan 70 persen untuk menghasilkan tepung sagu, kelapa dan kelapa
sawit diperoleh dari Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi Riau dan produksi
yang di data produksi perkebunan milik rakyat dan swasta. Produksi minyak nabati
didasarkan pada jumlah yang diolah untuk makanan, sedang produksi untuk
lemak hewani didasarkan pada produksi daging (karkas).

Produksi perikanan adalah semua hasil penangkapan ikan/binatang air/ biota


perairan lainnya yang ditangkap baik dari laut, perairan umum maupun dari hasil
kegiatan budidaya yang dapat diolah menjadi bahan makanan yang lazim/umum
dikonsumsi.

Kolom 4 (Perubahan Stok)

Stok adalah sejumlah bahan makanan yang disimpan/dikuasai oleh pemerintah


yang dimaksudkan sebagai cadangan dan akan digunakan apabila sewaktu-waktu
diperlukan. Data stok yang digunakan adalah data stok awal dan akhir tahun yang
diperoleh dari Perum BULOG Sub Divre Riau dan Kepri.
Perubahan stok adalah selisih antara stok akhir tahun dengan stok awal tahun.
Perubahan stok ini hasilnya bisa negatif (-) dan bisa positif (+), negatif berarti ada
penurunan stok akibat pelepasan stok ke pasar sehingga komoditas yang beredar
dipasar bertambah. Positif berarti ada peningkatan stok yang berasal dari

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 8
komoditas yang beredar di pasar sehingga komoditas yang beredar di pasar
menjadi menurun.

Kolom 5 (Impor)
Impor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang sudah
mengalami pengolahan, yang didatangkan/dimasukkan dari luar negeri dan dari
wilayah daerah administratif lain ke dalam wilayah Provinsi Riau dengan tujuan
untuk diperdagangkan, diedarkan atau disimpan.

Kolom 6 (Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor)


Penyediaan dalam negeri sebelum ekspor adalah sejumlah bahan makanan yang
berasal dari produk (keluaran) dikurangi perubahan stok ditambah impor.

Kolom 7 (Ekspor)

Ekspor adalah sejumlah bahan makanan baik yang belum maupun yang telah
mengalami pengolahan yang dikeluarkan dari wilayah Provinsi Riau, baik yang
langsung keluar wilayah Republik Indonesia maupun yang keluar ke wilayah
administratif lain (perdagangan antar pulau atau antar kabupaten).

Kolom 8 ( Penyediaan dalam negeri)

Penyediaan daerah adalah sejumlah bahan makanan yang berasal dari produksi
(keluaran) ditambah impor, dikurangi perubahan stok dan ekspor.

Kolom 9 – 14 (Pemakaian Daerah)

Pemakaian daerah adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk


pakan, bibit/benih, diolah untuk industri makanan dan bukan makanan, yang
tercecer dan yang tersedia untuk dimakan oleh penduduk.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 9
a. Pakan
Pakan adalah sejumlah bahan makanan yang langsung diberikan kepada
ternak peliharaan baik ternak besar, ternak kecil, unggas maupun ikan.
b. Bibit/benih
Bibit/benih adalah sejumlah bahan makanan yang digunakan untuk keperluan
reproduksi.
c. Diolah untuk Makanan
Diolah untuk makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih
mengalami proses pengolahan lebih lanjut melalui industri makanan dan
hasilnya dimanfaatkan untuk makanan manusia dalam bentuk lain.
d. Diolah untuk Bukan Makanan
Diolah untuk Bukan Makanan adalah sejumlah bahan makanan yang masih
mengalami proses pengolahan lebih lanjut dan dimanfaatkan untuk kebutuhan
industri bukan untuk makanan manusia, termasuk untuk industri pakan
ternak/ikan.
e. Tercecer
Tercecer adalah sejumlah bahan makanan yang hilang atau rusak, sehingga
tidak dapat dimakan oleh manusia, yang terjadi secara tidak sengaja sejak
bahan makanan tersebut diproduksi hingga tersedia untuk konsumen.
f. Bahan Makanan
Bahan makanan adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk
dikonsumsi oleh penduduk suatu daerah, pada tingkat pedagang pengecer
dalam suatu kurun waktu tertentu.

Kolom 15-19 (Ketersediaan per Kapita)

Ketersediaan per kapita adalah sejumlah bahan makanan yang tersedia untuk
dikonsumsi setiap penduduk suatu daerah dalam suatu kurun waktu tertentu, baik
dalam bentuk natural maupun bentuk unsur gizinya. Unsur gizi utama tersebut
adalah sebagai berikut:

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 10
1) Energi adalah sejumlah kilo kalori (Kkal) hasil pembakaran karbohidrat yang
berasal dari berbagai jenis bahan makanan. Energi ini sangat dibutuhkan oleh
tubuh untuk kegiatan tubuh seluruhnya.
2) Protein adalah suatu persenyawaan yang mengandung unsur “N”, yang
sangat dibutuhkan tubuh untuk pertumbuhan serta penggantian jaringan-
jaringan yang rusak.
3) Lemak adalah salah satu unsur zat makanan yang dibutuhkan oleh tubuh
sebagai tempat penyimpanan energi, protein dan vitamin.
4) Vitamin merupakan salah satu unsur zat makanan yang sangat diperlukan
tubuh untuk proses metabolisme dan pertumbuhan yang normal.
5) Mineral merupakan zat makanan yang diperlukan manusia agar memiliki
kesehatan dan pertumbuhan yang baik.

Untuk mengetahui nilai gizi masing-masing jenis bahan makanan tersebut, maka
angka ketersediaan pangan untuk konsumsi per kapita per hari harus dikalikan
dengan kandungan Kkal, protein dan lemak per satuan berat masing-masing jenis
bahan makanan.

Namun sampai saat ini, data yang dihasilkan baru mencakup ketersediaan per
kapita untuk energi, protein dan lemak. Jumlah ketersediaan per kapita dalam
Neraca Bahan Makanan (NBM) hanya menunjukkan rata-rata yang tersedia bagi
penduduk secara keseluruhan dan tidak menunjukkan apa yang sebenarnya
dikonsumsi oleh penduduk. Jika ketersediaan per kapita ini digunakan sebagai
perkiraan konsumsi per kapita maka penting untuk memperhitungkan bahwa ada
perbedaan antara tingkat ketersediaan dan tingkat konsumsi.

2.2. Cara Perhitungan NBM

Tabel Neraca Bahan Makanan terbagi menjadi 3 kelompok penyajian utama ; (a)
pengadaan/penyediaan, (b) penggunaan/pemakaian, (c) ketersediaan perkapita.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 11
a). Penyediaan (supply), komoditas pangan diperoleh dari jumlah produksi
dikurangi dengan perubahan stok, ditambah dengan jumlah yang diimpor dan
dikurangi dengan jumlah yang diekspor jadi berarti komponen penyediaan
terdiri dari atas produksi, perubahan stok , impor, ekspor. Total penyediaan
dinyakan dalam persamaan :
TS = O - St + M – X
Dimana :
TS = Total Penyediaan dalam negeri (supply)
O = Produksi
St = Perubahan stok = stok awal akhir – kurang stok awal
M = Impor
X = Ekspor
b). Penggunaan/Pemanfaatan (utilization), merupakan total penyediaan dalam
negeri yang digunakan untuk keperluan pakan, bibit, industri makanan,
tercecer, dan industri bukan makanan, serta bahan makanan yang tersedia
pada tingkat pedagang pengencer atau tersedia untuk dikonsumsi penduduk.
Komponen tersebut merupakan komponen pengunaan/pemanfaatan
(utilization). Total samaan sebagai berikut :
TG = F + S + I + W + Fd
dimana :
TG = Total Pengunaan
F = Bibit
I = Industri
W = tercecer
Fd = Ketersediaan bahan makanan

c) Ketersediaan bahan makanan (pangan)per kapita, diperoleh dari


ketersediaan masing-masing bahan dibagi dengan jumlah penduduk, disajikan
dalam bentuk kuantum (volume) dan kandungan nilai gizinya dalam satuan
Kkal energi, gram protein, dan gram lemak.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 12
BAB III
GAMBARAN UMUM PROVINSI RIAU

3.1. Kondisi Geografis dan Kependudukan

Provinsi Riau merupakan Provinsi yang terdiri atas wilayah daratan dan wilayah
lautan/perairan dengan keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan
sampai dengan Selat Malaka. Secara geografis terletak pada posisi 1 0 05’ 0000
Lintang Selatan sampai 20 25’ 00’’ Lintang Utara atau antara 1000 00’ 00’’– 1050
05’00’’’ Bujur Timur Greenwich. Luas area Provinsi Riau sebesar kurang lebih
8.915.016 hektar.

Di wilayah daratan Provinsi Riau terdapat 15 sungai, empat diantaranya


mempunyai arti penting sebagai prasarana perhubungan dan tempat domisili
serta sumber penghasilan sebagian penduduk. Sungai–sungai tersebut
adalah Sungai Siak (300 km) dengan kedalaman 6 – 12 m,, Sungai Rokan (400
km) dengan kedalaman 6 – 8 m, Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman
lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 km) dengan kedalaman 6 – 8 m.

Provinsi Riau memiliki keunggulan komparatif posisi strategis berbatasan


dengan kawasan pedagangan dan pelayaran internasional, memiliki cadangan
sumber daya alam baik tidak dapat diperbaharui berupa kandungan bahan
tambang/galian di daratan serta dapat diperperbaharui berupa potensi
sumberdaya hutan dan pertanian. Secara umum mempunyai iklim tropika
basah dengan rata-rata curah hujan antara 2,000–3,000 mm pertahun dengan
rata-rata jumlah hari hujan sebanyak 155 hari pertahun. Kisaran suhu udara
antara 21.2 0 C sampai dengan 34.9 0 C.

Jumlah penduduk Riau pada tahun 2018 berdasarkan angka Badan Pusat
Statistik (BPS) Riau adalah 6.814.909 jiwa. Jumlah tersebut terdiri atas 51,29
persen laki-laki (3.495.705) jiwa) dan 48,71 persen perempuan (3.319.204

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 13
jiwa). Penduduk terpadat berada di kota pekanbaru yaitu 1.117.359 jiwa (16,40
persen), dikuti oleh kabupaten Kampar 851.837 (12,50 persen), Kabupaten
Indragiri Hilir 731.396 (10,73 persen), Kabupaten Rokan Hilir 697.218 jiwa
(10,23 persen), Kabupaten Rokan Hulu 666.410 jiwa (9,78 persen, Bengkalis
566.228 jiwa (8,31 persen), Siak 477.670 (7,01 persen), Pelalawan 460.780
jiwa (6,76 persen), Indragiri Hulu 433.934 jiwa (6,37 persen), Kuantan Singingi
324.413 jiwa ((4,76 persen), Kota Dumai 303.292 jiwa (4,45 persen) dan
Kepulauan Meranti 184.372 jiwa (2,71 persen).

Tabel 1. Jumlah Penduduk Provinsi Riau Menurut Kelompok Umur Tahun


2018.
Tahun 2018
Kelompok Umur
Laki-Laki Perempuan Total (Jiwa)
0-4 376.965 362.106 739.071
5-9 355.559 340.109 695.668
10 - 14 325.681 308.403 634.084
15 - 19 304.878 290.995 595.873
20 - 24 298.100 289.069 587.169
25 - 29 311.747 301.049 612.796
30 - 34 292.150 282.676 574.826
35 - 39 274.310 267.065 541.375
40 - 44 257.871 238.041 495.912
45 - 49 215.570 193.123 408.693
50 - 54 167.891 149.811 317.702
55 - 59 124.141 111.857 235.998
60 - 64 85.642 76.819 162.461
65 - 69 51.380 47.528 98.908
70 - 74 28.536 29.825 58.361
75 + 25.284 30.728 56.012
Jumlah 3.495.705 3.319.204 6.814.909
Sumber Data : BPS (Provinsi Riau Dalam Angka 2019)

Tabel diatas menunjukan bahwa rata-rata anak usia sekolah mencapai 28,26
persen (umur 5 – 19 tahun), kemudian oleh BALITA (umur 0 – 4 tahun)
sejumlah 10,84 persen, usia produktif 66,51 persen (umur 15 – 64 tahun) dan

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 14
yang paling sedikit proporsinya adalah Lansia (umur 65 – lebih 75 tahun), yaitu
hanya mencapai 3,13 persen.

Jumlah penduduk cenderung meningkat dari tahun ke tahun (laju pertumbuhan


penduduk yang positif) dan persentase penduduk dengan usia produktif yang
tinggi dapat menjadi sebuah tantangan, namun juga dapat menjadi modal
dasar untuk mencapai tujuan pembangunan, terutama pembangunan dalam
bidang pertanian.

Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan,


seperti tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan berpengaruh juga pada
tingginya penyediaan tenaga kerja. Penawaran tenaga kerja yang tinggi tanpa
diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup akan menimbulkan
pengangguran dan setengah pengangguran.

3.2. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat

Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi oleh


tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan berarti akan
membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang
kehidupan. Demikian pentingnya peranan pendidikan senantiasa banyak
mendapat perhatian dari pemerintah maupun masyarakat.

Tabel 2. Persentase Penduduk 7 – 24 Tahun di Provinsi Riau Menurut


Kelompok Umur Sekolah dan Partisipasi Sekolah Tahun 2018.

Kelompok Tidak/Belum Tidak


Masih
Umur Pernah Sekolah
Sekolah
Sekolah Sekolah Lagi
7 - 12 0,83 98,87 0,30
13 - 15 0,60 94,63 4,79
16 - 18 0,30 75,68 24,03
19 - 24 0,54 26,18 73,28
7 - 24 0,58 72,57 26,85
Sumber Data : Riau Dalam Angka 2019alam Angka 2018).

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 15
Tahun 2018, persentase penduduk miskin di Riau 7,39 persen dengan garais
kemiskinan yang meningkat menjadi Rp. 479.944. Pemerintah selalu berupaya
untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat melalui kebijakan-kebijakan.
Pembnagunan manusis di Riau terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2018
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Riau mencapai 72,44 angka ini
meningkat sebesar 0,65 poin atau tambah besar 0,91 persen disbanding tahun
2017.

Tabel 3. Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin


Menurut Kabupaten/Kota 2017 - 2018.

Persentase
Jumlah Penduduk
Garis Kemiskinan (Rp.) Penduduk Miskin
No. Kabupaten/Kota Miskin (000)
(%)

2017 2018 2017 2018 2017 2018


1 Kuantan Singingi 497.747 521.591 31,95 32,10 9,97 9,92
2 Indragiri Hulu 432.589 457.871 29,42 27,22 6,94 6,30
3 Indragiri Hilir 368.134 435.202 55,40 51,42 7,7 7,05
4 Pelalawan 487.648 515.581 44,40 44,29 10,25 9,73
5 Siak 414.501 431.814 26,83 25,81 5,8 5,44
6 Kampar 398.138 419.306 66,33 69,32 8,02 8,18
7 Rokan Hulu 446.901 467.343 69,24 72,28 10,91 10,95
8 Bengkalis 496.657 508.633 38,19 35,11 6,85 6,22
9 Rokan Hilir 367.338 371.067 53,19 48,92 7,88 7,06
10 Kepulauan Meranti 445.025 462.535 53,05 51,17 28,99 27,79
11 Pekanbaru 473.788 499.852 33,09 31,62 3,05 2,85
12 Dumai 403.244 418.597 13,53 11,19 4,57 3,71
Jumlah 456.493 479.944 514,62 500,44 7,78 7,39
Sumber : BPS (Riau Dalam Angka 2019).

Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar


dibandingkan peranan komoditi bukan makanan (perumahan, sandang,
pendidikan, dan kesehatan). Adapun jenis komoditi makanan yang
berpengaruh terbesar terhadap nilai Garis Kemiskinan di perkotaan maupun di
perdesaan, di antaranya adalah beras, rokok, daging sapi, telur ayam ras, gula
pasir, mie instan, bawang merah dan tempe.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 16
Salah satu faktor penyebab tingginya angka kemiskinan adalah masuknya
penduduk dari provinsi lain yang cukup tinggi dimana umumnya mereka yang
melakukan perpindahan ke Provinsi Riau adalah pencari kerja (unskilled
labour). Oleh sebab itu pengentasan kemiskinan menjadi salah satu strategi
penting dalam pembangunan Provinsi Riau saat ini dan masa mendatang.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 17
BAB IV
ANALISIS NERACA BAHAN MAKANAN

4.1. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak

Ketersediaan bahan makanan berasal dari produksi dalam negeri, perubahan


stok dan net impor, kemudian dikurangi ekspor, penggunaan pakan, bibit,
industry dan tercecer.
Ketersediaan bahan makanan dalam bentuk zat gizi perkapita pada tahun
2017 yaitu energy sebesar 3168 kkalori/hari, protein 75,12 gram per hari
(protein nabati 51,99 gram/hari dan protein hewani 23,13 gram/hari) serta
lemak 88,17 gram/hari). Pada tahun 2018, ketersediaan zat gizi untuk energy
menjadi 3180 kkalori/hari, protein 78,19 gram/hari dan 89,52 gram/hari lemak,
dan ketersedian zat gizi tahun 2019 (angka sementara) dapat dilihat pada
tabel 4.

Tabel 4. Ketersediaan Energi, Protein dan Lemak Tahun 2017-2019*.


Ketersediaan Perubahan Naik/Turun (%)
Energi Protein Lemak Energi Protein Lemak
Tahun (Kalori/hari) (g/hari) (g/hari) Selisih % Selisih % Selisih %
2017 3168 75,12 88,17
Nabati 2949 51,99 75,35
Hewani 219 23,13 12,82
2018 3180 78,19 89,52 12,00 0,38 3,07 4,09 1,35 1,53
Nabati 2958 55,3 76,21 9,00 0,31 3,31 6,37 0,86 1,14
Hewani 223 22,89 13,31 4,00 1,83 -0,24 (1,04) 0,49 3,82
-
2019* 3185 78,70 88,12 4,89 0,15 0,51 0,65 -1,40 1,56
-
Nabati 2948 54,72 73,79 -9,70 (0,33) -0,58 (1,05) -2,42 3,18
Hewani 237 23,98 14,33 13,59 6,095 1,09 4,77 1,02 7,69
Keterangan : * Angka Sementara
Sumber : NBM Provinsi Riau (diolah)

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 18
Ketersediaan energy per kapita per hari pada tahun 2018 mengalami
kenaikan 0,38 % dibanding dengan tahun 2017, dari 3168 kkal menjadi 3180
Kkal. Ketersediaan protein per kapita per hari pada tahun 2018 mengalami
kenaikan sebesar 4,09 % dibanding tahun 2017, dari 75,12 gram menjadi
78,19 gram. Begitu juga ketersediaan lemak per kapita per hari pada tahun
2018 mengalami kenaikan sebesar 1,35 % dibanding tahun 2017 dari 88,17
Gram naik menjadi 89,52 Gram. Kenaikan ketersediaan ini disebabkan
karena banyak dari komoditas bahan makanan yang mengalami kenaikan
dalam produksinya seperti padi, jagung dan lainnya.

Ketersediaan energy dan protein tahun 2017, 2018 dan 2019* lebih tinggi
dari Angka Kecukupan Energi (AKE) berdasarkan rekomendasi Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) Tahun 2012 sebesar 2400
kkal/kapita/hari dan protein 63 gram/kapita/hari, rincian dapat dilihat pada
tabel berikut.

Tabel 5. Ketersediaan Energi dan Protein Tahun 2017-2019* Terhadap


Rekomendasi WNPG X Tahun 2012.

Persentase Ketersediaan
Ketersediaan Terhadap Rekomendasi
Tahun WNPG Th. 2012
Energi Protein Energi Protein
Kalori/kap/hari gram/kap/hari % %
2017 3168 75,12 132,00 119,24
2018 3180 78,19 132,50 124,11
2019* 3185 78,70 132,71 124,92
Keterangan : * Angka Sementara
Sumber: NBM Provinsi Riau (diolah).

Ketersediaan energy, protein dan lemak tahun 2017, 2018 dan tahun 2019*
masih didominasi bahan pangan sumber nabati. Kontribusi energy pangan
nabati tahun 2017 adalah sebesar 93,09 %, protein sebesar 69,21 % dan

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 19
85,46 % untuk lemak dari total energy, protein dan lemak. Tahun 2018
kontribusi energy, protein dan lemak dari bahan sumber nabati masing-
masing sebesar 93,02 %, 70,73 %, dan 85,13 % dari total energi, protein dan
lemak. Demikian pula dengan tahun 2019 (angka Sementara), kontribusi
energy, protein dan lemak dari bahan sumber nabati sebesar 92,57 %,
69,53 % dan 83,73 % dari total energi, protein dan lemak.

4.2. Ketersediaan Menurut Kelompok Bahan Makanan


Keragaan ketersediaan energy per kapita perhari Provinsi Riau tahun 2017
adalah 3168 kkalori, ketersediaan protein 75,12 gram perkapita perhari,
ketersediaan lemak 88,17 gram perkapita per hari. Tahun 2018, ketersediaan
energy per kapita per hari adalah 3180 kkalori,ketersediaan protein 78,19
gram per kapita per hari, ketersediaan lemak 89,52 gram per kapita per hari.
Tahun 2019 (Angka sementara), ketersediaan energy 3185 kkalori,
ketersediaan protein 78,70 dan ketersediaan lemak 88,12 gram per kapita per
hari.

NBM Tahun 2018, ketersediaan energi tersebut disumbangkan oleh


kelompok Padi-padian sebesar 1.327 Kkalori (41,72 persen) disumbangkan
oleh komoditi padi, jagung pipilan, jagung basah/muda/manis dan tepung
gandum. Ketersediaan energi kelompok Makanan Berpati sebesar 152
Kkalori (4,77 persen) disumbangkan oleh komoditi ubi jalar, ubi, kayu dan
sagu. Ketersediaan energi kelompok Gula sebesar 122 Kkalori (3,84 persen)
disumbangkan oleh komoditi gula pasir dan gula mangkok/gula merah.
Ketersediaan energi kelompok Buah Biji Berminyak sebesar 283 Kkalori (8,90
persen) disumbangkan oleh komoditi kacang tanah, kacang kedelai, kacang
hijau, kelapa berkulit/daging dan kelapa daging yang diolah menjadi kopra.
Ketersediaan energi kelompok Buah-buahan sebesar 59,4 Kkalori (1,87
persen) disumbangkan oleh kelompok buah-buahan (Alpokat, Jeruk, Duku,
Durian, Jambu, Mangga, Nanas, Pepaya, Pisang, Rambutan, dan lain-lain.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 20
Ketersediaan energi kelompok Sayur Sayuran sebesar 58 Kkalori (1,82
persen) disumbangkan oleh komoditi bawang merah, ketimun, kacang
panjang dan lain-lain. Ketersediaan energi kelompok Daging adalah 103
Kkalori (3,24 persen). Ketersediaan energi kelompok Telur adalah 41 Kkalori
(1,29) persen. Ketersedian energi kelompok Susu adalah 13 Kkalori (0,41
persen). Ketersediaan energi kelompok Ikan adalah 62 Kkalori (1,95 persen).
Ketersediaan energi kelompok minyak dan lemak adalah 1.016 Kkalori (31,13
persen).

Tabel 6. Keragaan Ketersediaan Pangan Menurut Kelompok Bahan


Makanan Tahun 2017 dan 2018.

Tahun 2017 Tahun 2018


Kelompok Bahan
Makanan Energi Protein Lemak Energi Protein Lemak
% % % % % %
(kkal) (gram) (gram) (kkal) (gram) (gram)
Padi-padian 1321,828 41,72 31,48 41,90 5,26 5,96 1327 41,71 31,62 40,43 5,52 6,16

Makanan Berpati 146,48577 4,62 0,52 0,69 0,27 0,31 152 4,78 0,48 0,61 0,31 0,35

Gula 119,39485 3,77 0,06 0,08 0,20 0,22 122 3,85 0,07 0,09 0,24 0,27

Buah biji berminyak 233,98041 7,39 16,42 21,85 14,67 16,64 283 8,91 19,56 25,02 17,90 20,00

Buah-buahan 58,975716 1,86 0,60 0,80 0,35 0,40 59 1,87 0,63 0,80 0,39 0,44

Sayur-sayuran 55,96504 1,77 2,90 3,86 0,58 0,66 58 1,81 2,92 3,73 0,57 0,64

Daging 97,5247 3,08 6,61 8,80 7,71 8,74 103 3,22 7,03 8,99 8,06 9,01

Telur 40,074626 1,26 3,10 4,13 2,88 3,26 41 1,28 3,08 3,94 2,97 3,32

Susu 13,378338 0,42 0,70 0,93 0,77 0,87 13 0,42 0,70 0,90 0,77 0,86

Ikan 64,407208 2,03 12,71 16,91 1,06 1,20 62 1,94 12,07 15,44 1,03 1,15

Minyak dan lemak 1016 32,07 0,04 0,05 54,43 61,73 960,425 30,20 0,04 0,05 51,75 57,80

Total 3168,0147 100 75,12 100 88,17 100 3180,48 100 78,19 100 89,52 100

Sumber : NBM Provinsi Riau (diolah).

Pada Gambar 1 terlihat ketersediaan energi per kelompok pangan,


sumbangan terbesar adalah kelompok padi-padian, diikuti oleh kelompok
pangan minyak dan lemak, kelompok pangan buah biji berminyak, kelompok
pangan makanan berpati, kelompok pangan gula, kelompok pangan daging,
kelompok pangan ikan, kelompok pangan buah-buahan, kelompok pangan
sayur-sayuran, kelompok pangan telur dan kelompok pangan susu.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 21
Gambar 1. Diagram Ketersediaan Energi di Provinsi Riau Tahun 2018.

Sedangkan ketersediaan protein yang paling besar disumbangkan oleh


kelompok pangan padi-padian, kelompok pangan buah biji berminyak,
kelompok pangan ikan, kelompok pangan daging, kelompok pangan telur,
kelompok sayuran, kelompok pangan gula, kelompok pangan susu,
kelompok buah-buahan, kelompok pangan makanan berpati, dan kelompok
pangan minyak dan lemak.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 22
Gambar 2. Diagram Ketersediaan Protein di Provinsi Riau Tahun 2018.
Ketersediaan lemak yang paling besar disumbangkan oleh kelompok pangan
minyak dan lemak, dikuti kelompok pangan buah biji berminyak, kelompok
pangan daging,kelompok pangan padi-padian, kelompok pangan telur,
kelompok ikan, kelompok pangan susu, kelompok sayuran, kelompok buah-
buahan, kelompok pangan makanan berpati, dan kelompok pangan gula.

Gambar 3. Diagram Ketersediaan Lemak di Provinsi Riau Tahun 2018.


Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 23
Melalui pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH) dapat dinilai mutu pangan
penduduk berdasarkan skor pangan. Semakin tinggi skor mutu pangan,
menunjukkan situasi pangan yang semakin beragam dan semakin baik
komposisi dan mutu gizinya. Pendekatan PPH merupakan salah satu
parameter sederhana, untuk menilai tingkat keanekaragaman dan mutu gizi
di tingkat ketersediaan dan konsumsi pangan. Dengan penyusunan PPH
ketersediaan maka akan menghasilkan suatu komposisi norma (standar)
pangan dalam memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang
mempertimbangkan keseimbangan gizi berdasarkan cita rasa, daya cerna,
daya terima masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli. PPH dapat
digunakan sebagai pedoman dalam evalusi dan perencanaan produksi,
ketersediaan dan konsumsi pangan penduduk baik secara kuantitas, kualitas
maupun keragamannya.

Berdasarkan tabel perhitungan PPH, diketahui bahwa jumlah ketersediaan


energi di Provinsi Riau pada Tahun 2018 sebesar 3.180 kkal/kapita/hari. Jika
dibandingkan dengan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG)
X tahun 2012 bahwa angka kecukupan rata-rata pada tingkat ketersediaan
energi bagi masyarakat Indonesia sebanyak 2.400 kKkal/kapita/hari, maka
persentase tingkat ketersediaan energi di Provinsi Riau sebesar 133 persen
(surplus). Berdasarkan klasifikasi tingkat kecukupan menurut Departemen
Kesehatan Tahun 1996 dapat dikategorikan bahwa kondisi ketersediaan
energi Provinsi Riau tahun 2018 termasuk klasifikasi surplus/ diatas Angka
Kecukupan Gizi (AKG) atau tahan pangan.

Sedangkan skor pola pangan harapan (PPH) tahun 2018, dapat diketahui
bahwa tingkat keragaman ketersediaan pangan di Provinsi Riau sebesar
86,50 dari skor maksimum 100. Dengan demikian, komposisi keragaman
ketersediaan pangan di Provinsi Riau hanya sebesar 86,50 persen dari Pola
Pangan Harapan ideal (100 persen). Untuk kelompok pangan padi-padian,

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 24
umbi-umbian, minyak dan lemak, buah biji berminyak dan kelompok kacang-
kacangan skor riil-nya melebihi skor maksimal. Kondisi iini menandakan
ketersediaan kelompok bahan makanan ketersediaannya berlebihan dan
dapat membuka peluang untuk diekspor keluar daerah atau untuk kelompok
pangan yang sudah kelebihan tersebut diperlukan menjaga ketersediaan
baik dari sektor produksi dan stok di bulog sebagai cadangan pangan.

Sedangkan skor riil kelompok gula, sayuran dan buah, pangan hewani masih
kurang, artinya kelompok bahan pangan tersebut masih harus ditingkatkan
ketersediaannya sehingga skor pola pangan harapannya dapat mendekati
angka 100. Untuk gula sudah mencapai skor ideal. Pada kelompok pangan
yang mengalami kekurangan keragaman ketersediaan ini harus menjadi
perhatian karena komoditas pangan tersebut merupakan sumber protein,
dan energi. Kekurangan penyediaan akan berkolerasi positif dengan
kekurangan asupan pangan (konsumsi pangan).
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa komposisi keragaman
ketersediaan pangan di Provinsi Riau telah memenuhi sebesar 86,50 persen
dari Pola Pangan Harapan ideal (100 persen), secara kuantitas ketersediaan
bahan pangan sumber energi tahun 2018 telah memenuhi, baik untuk
dikonsumsi maupun dari sisi standar nasional, namun secara kualitas masih
belum sepenuhnya memenuhi keseimbangan zat gizi seperti yang
diharapkan.
Potensi sumberdaya di Provinsi Riau apabila dimanfaatkan secara optimal,
dapat mewujudkan pemantapan ketahanan pangan yang dicirikan dengan
setiap warga mengkonsumsi pangan yang cukup dalam jumlah, mutu, gizi,
aman, beragam dan terjangkau. Untuk itu, pengembangan konsumsi pangan
dilakukan dengan berbasis pada keanekaragaman baik sumber bahan
pangan maupun kelembagaan dan budaya lokal perlu ditingkatkan.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 25
Tabel 7. Perhitungan Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat
Ketersediaan Berdasarkan NBM Provinsi Riau (ATAP 2018).
Kelompok Bahan Energi Skor Skor
No. % AKE Bobot Skor riil Ket
Makanan (kalori) PPH Maks

1. Padi-padian 1327 55,28 0,5 27,64 25,00 25 +


2. Umbi-umbian 160 6,69 0,5 3,34 2,50 2,5 +
3. Pangan Hewani 214 8,90 2 17,81 17,81 24 -
4. Minyak dan Lemak 965 40,21 0,5 20,11 5,00 5 +
5. Buah/biji berminyak 57 2,38 0,5 1,19 1,00 1 +
6. Kacang-kacangan 226 9,43 2 18,86 10,00 10 +
7. Gula 122 5,10 0,5 2,55 2,55 2,5 +
8. Sayuran dan buah 109 4,53 5 22,64 22,64 30 -
9. Lain-lain 0 0,00 0 0,00 0,00 0
Jumlah 3180 133 114,14 86,50 100
Sumber : NBM Provinsi Riau (ATAP 2018).

Ketersediaan pangan per kapita mengindikasikan rata-rata peluang individu


untuk memperoleh bahan pangan. Berikut gambaran situasi ketersediaan
pangan pada periode 2018 di Provinsi Riau secara rinci seperti diuraikan
berikut ini :

4.2.1. Kelompok Padi-padian


Kelompok Padi-padian terdiri dari komoditi gabah/beras, jagung,
jagung basah dan tepung gandum. Ketersediaan pangan kelompok
padi-padian pada tahun 2018 kalori sebesar 1.327 kkal/hari (41,71
persen dari total energi), protein sebesar 31,62 gram/hari dan lemak
tersedia 5,52 gram/hari. Kelompok padi-padian termasuk kelompok
pangan nabati dengan sumbangan energi beras sebesar 1.160
kkal/hari atau 87,42 persen dari total padi-padian. Komponen beras
tersebut berasal dari produksi padi 401.085 ton gabah diolah
menjadi beras 236.945 ton, sebagian gabah digunakan untuk bibit
dan tercecer, ketersediaan dalam negeri ditambah dengan impor
beras sejumlah 591.253 ton dan perubahan stok di gudang bulog
19480 ton. Kontribusi komoditi jagung pipilan kering dan jagung
Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 26
basah terhadap kelompok padi padian energi sebesar 40,10 kkal/hari
dan protein 1,05 gram/hari atau sebesar 3,01 persen dan 0,01
persen jagung basah, berasal dari produksi lokal 59.296 ton dari total
penyediaan dalam negeri dan impor 2440 ton. Kontribusi tepung
gandum pada kelompok padi-padian menyumbangkan energi
sebesar 126 kkal/hari, dengan persentase sumbangan ketersediaan
energi gandum terhadap ketersediaan energi kelompok padi-padian
adalah 9,50 persen. Semua tepung gandum ini berasal dari produk
impor. Besaran import biji gandum yang telah diproses menjadi
tepung ke Provinsi Riau adalah 94.255 ton. Secara konsep
perdagangan dan pengeluaran negara tingginya kebutuhan
konsumsi rumah tangga terhadap tepung terigu membuat nilai impor
semakin tinggi, hal ini menyebabkan berkurangnya nilai devisa
negara. Persentase ketergantungan ketersediaan energi dari
kelompok padi-padian cukup besar sehingga ketergantungan dan
tekanan untuk memenuhi konsumsi karbohidrat asal padi-padian
cukup tinggi. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dengan
mensubsitusi kebutuhan tepung terigu dengan berbagai jenis
tepung-tepungan yang ada di daerah Riau yaitu tepung sagu, ubi
kayu (mokaf dan casava) serta tepung ubi jalar. Sebagai tindak
lanjut adalah melakukan penelitian dan praktek modifikasi resep
serta mensosialisasikan ke tingkat ibu rumah tangga dan
masyarakat.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 27
Tabel 8. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Padi-
padian.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1
Gabah/Beras 1.160 27,17 4,65
2
Jagung 40 1,05 0,49
3
Jagung Basah 0,10 0,00 0,00
4
Tepung Gandum 126 3,40 0,38
Jumlah 1.327 31,62 5,52
Sumber : NBM Provinsi Riau

4.2.2. Kelompok Makanan Berpati

Kelompok makanan berpati terdiri dari komoditi ubi kayu, ubi jalar
dan sagu, makanan berpati meyumbangkan energi perkapita
sebesar 152 kkal/kapita/hari, tersedia 0,48 gram/kapita/hari protein,
tersedia 0,31 gram/kapita/hari lemak. Kontribusi makanan berpati
terhadap total energy adalah 4,78 persen, kontribusi terhadap total
energi pangan nabati adalah 5,13 persen. Pangsa komoditas ubi
jalar terhadap total penyediaan energi kelompok makanan berpati 5
kkal/kapita/hari (3,20 persen), tersedia 0,05 gram/kapita/hari protein,
dan tersedia 0,14 lemak gram/kapita/hari, yang berasal dari produksi
dalam daerah 3.738 ton dan impor sejumlah 10.325 ton.

Ubi Kayu menyumbangkan energy 35 kkal/kapita/hari ( 23,03 persen


dari sumbangan makanan berpati), tersedia protein 0,23
gram/kapita/hari, tersedia lemak 0,07 gram/kapita/hari terdiri dari
produksi lokal 92.366 ton. Pemanfaatan ubi kayu hanya digunakan
sebagai bahan pangan, tidak ada yang diolah untuk pabrikan dan
keperluan industri lainnya.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 28
Tepung sagu menyumbangkan energy 112 kkal/kapita/hari (73,68
persen dari sumbangan kelompok makanan berpati), tersedia protein
0,20 gram/kapita/hari, tersedia lemak 0,1 gram/kapita/hari, berasal
dari produksi dalam daerah 324.963 ton tepung sagu.

Peluang penyediaan energi pada kelompok makanan berpati yang


sangat potensial dan dapat dijadikan makanan alternatif penganti
makanan pokok beras adalah komoditas sagu. Rendahnya
sumbangan energi dari komoditas sagu karena masih kurangnnya
tepung sagu yang diolah menjadi produksi makanan, padahal
komoditas ini pada zaman dahulunya sudah merupakan makanan
pokok kelompok masyarakat pada beberapa wilayah. Kedepan
komoditas ini memberikan peluang yang besar terhadap sumber
penyediaan energi alternatif setelah pangan pokok beras, karena
potensi bahan baku sangat potensial untuk dikembangkan. Faktor
sosial juga mendukung pengembangan penyediaan tepung sagu
sebagai karbohidrat penganti, karena masyarakat yang tinggal pada
didaerah pesisir pada zaman dahulu mengkonsumsi sagu sebagai
makanan pokok. Pada saat sekarang masyarakat masih
mengkonsumsi sagu sebagai sarapan pagi dan makanan selingan.
Diperlukan trobosan untuk dapat menjadikan sagu sebagai makanan
pengganti beras, teknologi beras analog harus diupayakan sehingga
upaya mengurangi tekanan terhadap kecukupan penyediaan sumber
karbohidrat dari beras dapat dikurangi.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 29
Tabel 9. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Makanan
Berpati.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Ubi Jalar 5 0,05 0,14
2 Ubi Kayu 35 0,23 0,07
3 Sagu 112 0,20 0,1
Jumlah 152 0,48 0,31
Sumber : NBM Provinsi Riau.

4.2.3. Kelompok Gula

Ketersediaan Kelompok gula yang ada di Provinsi Riau adalah gula


pasir dan gula mangkok atau gula merah. Ketersediaan energi
kelompok gula perkapita adalah 122 kkal/kapita/hari, tersedia
protein 0,07 gram/kapita/hari dan tersedia lemak 0.24
gram/kapita/hari. Persentase ketersediaan energi dari kelompok gula
terhadap energy total adalah 3,85 persen. Ketersediaan gula pasir
sejumlah 78.110 ton berasal dari penyediaan impor karena di
Provinsi Riau tidak ada produksi lokal gula pasir. Produksi lokal gula
merah yang berasal dari gula kelapa dan gula aren, angka produksi
belum terlalu besar sehingga sumbangannya terhadap ketersediaan
masih rendah dan menyumbangkan energi sebesar 9
kkal/kapita/hari, protein 0,07 gram/kapita/hari dan lemak 0,34
gram/kapita/hari. Produksi gula merah masih memakai cara
konvensional sehingga angka produksi belum dapat ditingkatkan, jika
produksi dapat meningkat maka ketersediaan gula juga akan
bertambah, karena sekarang tingkat kesadaran masyarakat
mengkonsumsi gula merah dengan beragam keunggulan dan
kandungannya sangat baik untuk kesehatan. Sampai saat ini gula
kelapa masih banyak digunakan khususnya masyarakat jawa

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 30
sebagai bumbu masak karena memiliki aroma dan rasa yang khas
karamel palm. Disamping itu, gula kelapa juga digunakan untuk
pemanis minuman, bahan pembuat kecap, bahan pembuat dodol,
dan pembuat kue serta bahan penambah cita rasa pada makanan.
Selain gula kelapa dalam setengah tempurung kelapa dan bulat
silindris, adapula dalam bentuk gula semut. Istilah gula merah
biasanya disosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira
yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palm,
seperti kelapa, aren, dan siwalan.

Tabel 10. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Gula
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Gula Pasir 113 0,00 0,00
2 Gula Mangkok 9 0,07 0,34
Jumlah 122 0,07 0,24
Sumber : NBM Provinsi Riau.

4.2.4. Kelompok Buah Biji Berminyak


Ketersediaan energi kelompok pangan buah biji berminyak adalah
283 kkal/kapita/hari, tersedia protein 19,56 gram/kapita/hari, tersedia
lemak 17,9 gram/kapita/hari. Pangsa kelompok buah biji berminyak
terhadap ketersediaan total energi sebesar 8,90 persen dan
terhadap ketersediaan energi kelompok nabati cukup besar yaitu
9,57 persen. Ketersediaan kelompok buah biji berminyak
disumbangkan oleh komoditas kacang tanah, kacang kedelai,
kacang hijau dan kelapa berkulit.
Sumbangan energi terbesar disumbangkan oleh komoditi kedelai 124
kkal/kapita/hari, tersedia protein 13,18 gram/kapita/hari, tersedia
lemak 5.45 gram/kapita/hari, kedelai dari produksi lokal 21.283 ton
dan impor 64.456 ton. Kacang tanah menyumbangkan energi 72

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 31
kkal/kapita/hari, tersedia protein 4,00 gram/kapita/hari, tersedia
lemak 6,77 gram/kapita/hari, berasal dari produksi lokal 2856 ton.
Kacang hijau menyumbangkan energi sebesar 31 kkal/kapita/hari,
tersedia protein 1,83 gram/kapita/hari protein, tersedia lemak 0,16
gram/kapita/hari, berasal dari produksi lokal 448 ton. Kelapa
menyumbangkan energi sebesar 57 kkal/kapita/hari, tersedia protein
0,54 gram/kapita/hari, tersedia lemak 5,52 gram/kapita/hari, kelapa di
produksi dari produksi lokal sebanyak 392.701 ton kelapa bulat.
Kelapa diolah daging buahnya untuk dimakan langsung, diolah
menjadi santan kemasan dan diolah menjadi kopra. Kabupaten
penghasil kelapa yang paling dominan adalah kabupaten Indragiri
Hilir, di kabupaten ini sudah ada perusahaan yang mengolah kelapa
menjadi santan kemasan.

Sumbangan protein buah biji berminyak terhadap total penyediaan


protein adalah 25,02 persen, terhadap protein nabati 35,37 persen.
Sumbangan lemak terhadap total penyediaan lemak adalah 19,99
persen dan terhadap total penyediaan lemak nabati adalah 23,49
persen. Apabila kekurangan penyediaan protein nabati dapat kita
tinggkatkan dengan meningkatkan penyediaan buah biji berminyak
dengan cara meningkatkan produksi dan pasokan serta pengolahan
menjadi makanan. Jika dilihat potensi produksi, Provinsi Riau
merupakan provinsi terbesar penghasil kelapa, tetapi tidak
menyumbangkan energy yang besar terhadap penyediaan makanan
bersumber dari buah biji berminyak karena buah sudah diekspor
dalam bentuk mentah kelapa belum diolah menjadi produk turunan s

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 32
Tabel 11. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Buah
Biji Berminyak.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Kacang Tanah 72 4,00 6,77
2 Kedelai 124 13,18 5,45
3 Kacang Hijau 31 1,83 0,16
4 Kelapa 57 0,54 5,52
Jumlah 283 19,56 17,9
Sumber : NBM Provinsi Riau

4.2.5. Kelompok Buah-Buahan


Ketersediaan energi kelompok buah-buahan perkapita adalah 59
kkal/kapita/hari, tersedia protein 0.63 gram/kapita/hari, tersedia
lemak 0.39 gram/kapita/hari. Kelompok buah-buahan sumbangan
energi terhadap energi total sebesar 1,86 persen, dibandingkan
terhadap ketersediaan energi asal nabati sebesar 1,99 persen.
Ketersediaan kelompok buah-buahan ini berasal dari produksi lokal
369.858 ton dan impor 214.938 ton. Produksi buah-buahan
didominasi oleh buah nenas 95.018 ton, pisang 46.587 ton, jeruk
36.151, salak 27.443 ton, durian 27.443 ton, nangka 23.790,
rambutan 21.903, pepaya 19.783 ton, mangga 19.743 ton, semangka
17.177 ton, jambu 9.950 ton, manggis 8.934 ton, duku 4.786 ton,
sawo 4.658 ton, sukun 2.178 ton, belimbing 1.602 ton, alpokat 1.103
ton, sirsak 712 ton, dan lai-lain 894 ton.
Komoditas buah-buahan yang masuk atau impor ke Provinsi Riau
didatangkan dari provinsi tetangga, seperti komoditas jeruk, durian,
markisa, semanggka, melon, duku, alpokat dan lainnya. Komoditas
buah-buahan yang datang dari luar Provinsi Riau lebih banyak
numpang lewat karena wilayah Riau merupakan jalur transportasi
dari wilayah produsen jeruk dari Sumatera Utara ke wilayah
Kepulauan Riau, Jambi, Palembang bahkan ke pulau Jawa.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 33
Sedangkan duku dari Indragiri Hilir dan Jambi juga didistribusikan ke
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Aceh dan Kepulauan Riau. Buah-
buahan yang umumnya didatangkan dari Provinsi Sumatera Utara
adalah komoditi Jeruk, Pisang, Markisa, Melon, sedangkan komoditi
buah yang berasal dari Sumatera Barat seperti Alpokat, Pisang,
Markisa, Semangka dan Durian. Komoditi yang sedang digalakkan
penanamannya di wilayah Riau adalah manggis, durian dan sirsak,
komoditas ini merupakan komoditi utama dalam gerakan menanam
buah.
Tabel 12. Ketersediaan Zat Gizi/Kapita untuk Kelompok Buah
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Alpokat 1 0,01 0,06
2 Jeruk 5 0,09 0,03
3 Duku 4 0,06 0,01
4 Durian 2 0,04 0,04
5 Jambu 2 0,03 0,01
6 Mangga 4 0,04 0,02
7 Nenas 2 0,03 0,01
8 Pepaya 2 0,02 0,00
9 Pisang 14 0,16 0,05
10 Rambutan 1 0,01 0,02
11 Salak 15 0,05 0,02
12 Sawo 2 0,02 0,06
13 Semangka 0 0,01 0,00
14 Belimbing 0 0,00 0,00
15 Manggis 1 0,01 0,01
16 Nangka 1 0,01 0,00
17 Markisa 0 0,00 0,00
18 Sirsak 0 0,00 0,00
19 Sukun 1 0,01 0,00
20 Lainnya 2 0,03 0,05
Jumlah 59 0,63 0,39
Sumber : NBM Provinsi Riau.
4.2.6. Kelompok Sayur-sayuran
Ketersediaan energi kelompok sayur-sayuran perkapita adalah 58
kkal/kapita/hari, tersedia protein 2,92 gram/kapita/hari, tersedia

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 34
lemak 0,57 gram/kapita/hari. Ketersediaan kelompok sayur-sayuran
terhadap ketersediaan energi total adalah 1,82 persen terhadap total
energi kelompok nabati adalah 1,96 persen. Ketersediaan pangan
kelompok sayur-sayuran yang berasal dari produksi cabe 30.015 ton,
ketimun 72.631 ton, terong 14.154 ton, kacang panjang 12.082 ton,
kangkung 13.833, bayam 11.182 ton, labu siam 87 ton, buncis 160
ton, tomat 240 ton.

Pasokan sayuran berasal dari Sumatera Utara, jenisnya adalah


untuk sayuran dataran tinggi seperti kol, kembang kol, wortel, cabe
merah merah, petsai, arcis dan tomat buah, Sumatera Barat adalah
wortel, buncis, bungan kol, brokoli, daun bawang, sledri, cabe merah
kriting, bawang merah, antar pulau jenis sayuran yang berasal dari
pulau Jawa diantaranya cabe merah dan bawang merah, Sumatera
Selatan diantaranya adalah cabe merah.
Sayuran yang diproduksi di provinsi Riau adala jenis sayuran dataran
rendah seperti, kangkung, bayam, kailan, sawi, produksinya
mencukupi kebutuhan konsumsi, dan ada beberapa eksportir sudah
mengeksport sayuran tersebut ke luar negeri seperti Singapura dan
Malaysia. Provinsi Riau juga merupakan pintu keluar untuk eksport
sayuran yang datang dari Sumatera Barat untuk memasok Batam
dan Kepulauan Riau.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 35
Tabel 13. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Sayur-
sayuran.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Bawang Merah 7 0,26 0,06
2 Ketimun 1 0,05 0,02
3 Kacang Panjang 1 0,10 0,02
4 Kentang 8 0,28 0,03
5 Kubis 1 0,08 0,01
6 Tomat 3 0,15 0,05
7 Wortel 5 0,13 0,08
8 Cabe 6 0,19 0,07
9 Terong 5 0,19 0,07
10 Petsai/Sawi 0 0,03 0,01
11 Kangkung 1 0,17 0,04
12 Lobak 1 0,03 0,00
13 Labu Siam 1 0,02 0,00
14 Buncis 1 0,08 0,01
15 Bayam 1 0,06 0,03
16 Bawang Daun 1 0,05 0,02
17 Bawang Putih 4 0,20 0,01
18 Jamur 4 0,49 0,04
19 Melinjo 1 0,08 0,01
20 Petai 1 0,04 0,01
21 Jengkol 6 0,25 0
Jumlah 58 2,92 0,57
Sumber NBM Provinsi Riau

4.2.7. Kelompok Daging


Ketersediaan energi kelompok daging perkapita adalah 103
kkal/kapita/hari, protein 7,03 gram/hari, lemak 8,06 gram/hari, jumlah
kelompok daging terhadap ketersediaan energi total adalah 3,24
persen, terhadap total ketersediaan energi kelompok pangan hewani
adalah 46,19 persen.
Ketersediaan pangan kelompok daging Sapi 12 kkal/kapita/hari,
tersedia protein 1,09 gram/kapita/hari, tersedia lemak 0,82

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 36
gram/kapita/hari. Ketersediaan energi daging kerbau 1
kkal/kapita/hari, ketersediaan protein 0,30 gram/kapita/hari,
ketersediaan lemak rendah (0,01). Ketersediaan energi daging
kambing 1 kkal/kapita/hari, ketersediaan protein 0,05
gram/kapita/hari, ketersediaan lemak 0,03 gram/kapita/hari.
Ketersediaan energi daging domba adalah 0 kkal/kapita/hari,
ketersediaan protein 0.00 gram/kapita/hari, ketersediaan lemak 0,00
gram/kapita/hari. Ketersedian energi daging babi 2 kkal/kapita/hari,
ketesediaan protein 0,7 gram/kapita/hari, ketersediaan lemak 0,96
gram/kapita/hari. Ketersediaan pangan kelompok daging ruminansia
berasal dari produksi lokal adalah 12.512 ton dan impor dari daerah
tetangga sebesar 7.843 ton.

Ketersediaan pangan daging unggas berasal produksi lokal adalah


daging ayam ras 59.957 ton dan daging ayam buras 2.975 ton.
kalau dibandingkan dengan kebutuhan konsumsi maka Provinsi Riau
belum swasembada daging unggas, begitu juga untuk daging
ruminansia produksi lokal Provinsi Riau belum mencukupi
kebutuhan konsumsi. Kekurangan daging dan unggas di Provinsi
Riau didatangkan dari provinsi tetangga, seperti dari Lampung,
Sumatera Barat dan Sumatera Utara untuk ternak besar (sapi) dan
ayam Sumatera Barat dan Sumatera Utara.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 37
Tabel 14. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Daging
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1
Daging Sapi 12 1,09 0,82
2
Daging Kerbau 1 0,30 0,01
3
Daging Kambing 1 0,05 0,03
4
Daging Domba 0 0,00 0,00
5
Daging Babi 2 0,06 0,19
6
Daging Ayam Buras 12 0,7 0,96
7
Daging Ayam Ras 70 4,22 5,8
8
Daging Itik 0 0,01 0,02
9
Jeroan Semua Jenis 5 0,58 0,24
Jumlah 103 7,03 8,06
Sumber : NBM Provinsi Riau.
4.2.8. Kelompok Telur
Ketersediaan energi kelompok telur perkapita adalah 41
kkal/kapita/hari, protein 3,08 gram/kapita/hari, lemak 2,97
gram/kapita/hari. Jumlah energy kelompok telur terhadap
ketersediaan energi total adalah 1,29 persen, terhadap total energi
kelompok hewani adalah 18,39 persen, jumlah Ketersediaan protein
3,94 persen dari total ketersediaan energi protein dan 13,46 persen
dari total ketersedian protein hewani. Ketersediaan pangan kelompok
telur yang berasal dari produksi lokal telur ayam ras berjumlah 2.509
ton, telur ayam buras 14.855 ton, telur itik 1.862 ton, impor telur
ayam ras 55.682 ton, ayam buras 6.324ton, itik 7.645 ton.

Produksi lokal baru dapat menyumbangkan 27,60 persen dari total


ketersediaan telur, sisanya 72,40 persen berdasarkan impor dari
produksi tetangga yaitu Sumatera Utara dan Sumatera Barat, jumlah
pasokan dari Sumatera Utara lebih tinggi karena industri peternakan
ayam petelur lebih berkembang di Sumatera Utara, pasokan juga
berasal dari Sumatera Barat dari Jambi dan Sumatera Selatan, dari
segi umur telur ada perbedaan karateristik antara telur dari Sumatera

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 38
Utara dan Sumatera Barat, telur Sumatera Utara umurnya lebih tua
diabandingkan telur dari Sumatera Barat, sehingga daya simpan telur
Sumatera Barat lebih panjang dari telur Sumatera Utara, sasaran
pedagang juga terdapat perbedaan, telur Sumatera Barat
sasarannya rumah tangga sedangkan telur dari Sumatera Utara
adalah industri kue dan makanan. Potensi pengembangan
peternakan telur di Provinsi Riau kurang menjanjikan karena
produksi telur belum ada perusahaan intinya di daerah Riau,
sehingga untuk peluang membuat plasma menjadi kurang
menjanjikan, suhu udara Riau juga terlalu panas untuk ayam petelur,
sedangkan bahan baku makanan kurang tersedia, karena makanan
ayam petelur itu kandungannya banyak mengandung karbohidrat
dan protein dari jagung.

Tabel 15. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Telur
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Telur Ayam Buras 8 0,49 0,58
2 Telur Ayam Ras 28 2,28 1,98
3 Telur Itik 5 0,31 0,41
Jumlah 41 3,08 2,97
Sumber : NBM Provinsi Riau.

4.2.9. Kelompok Susu


Ketersediaan energi kelompok susu perkapita adalah 13 kkal/hari,
protein 0,70 gram/hari, lemak 0,77 gram/hari. Jumlah energy
kelompok susu terhadap ketersediaan energi total adalah 0,41
persen terhadap total energi kelompok hewani adalah 5,83 persen.
Ketersediaan pangan kelompok susu yang berasal dari impor 54.610
ton.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 39
Ketersediaan susu dalam bentuk susu bubuk dan susu cair dari
berbagai merk dagang lebih didominasi oleh ketersediaan susu untuk
anak-anak dibandingkan susu untuk manusia dewasa, hal ini
mengambarkan kalau kesadaran orang tua untuk menyiapkan
perkembangan otak dan pertumbuhan anak dengan menambah
asupan gizi anak balita dengan mengkonsumsi susu, karena susu
merupakan asupan yang sangat penting dalam meningkatkan daya
tumbuh dan kembang anak

Tabel 16. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Susu.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Susu Sapi 0 0,00 0,00
2 Susu Impor 13 0,70 0,77
Jumlah 13 0,70 0,77
Sumber : NBM Provinsi Riau.

4.2.10. Kelompok Ikan

Ketersediaan energi kelompok ikan perkapita adalah 62


kkal/kapita/hari, protein 12,71 gram/kapita/hari, lemak 1,06 gram/hari,
jumlah energy kelompok ikan terhadap ketersediaan energi total
adalah 1,95 persen, terhadap ketersediaan total energi kelompok
hewani adalah 27,80 persen.

Ketersediaan pangan kelompok ikan berasal dari produksi lokal


adalah 259.071 ton dan 59.869 ton dari impor, pangan impor berasal
dari luar wilayah Provinsi Riau, impor ikan sebagian besar berasal
dari Sumatera Barat. Ketersediaan zat gizi perkapita komoditas ikan
adalah 62 kg/kapita/tahun, penyediaan adalah, kakap (852 ton),
bawal (3417 ton), tenggiri (394 ton), belanak, ikan mas (11.314 ton),

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 40
lele (20.573 ton), patin (37.989 ton), nila (24.862 ton), gurami (2.156
ton), udang (2.699 ton), rajungan dan kepiting (5 ton), kekerangan
(8.531 ton), dan lain-lainnya (142.800 ton). Jika dilihat per jenis ikan
sangat banyak sekali sehingga dalam perhitungan lebih ditonjolkan
jenis ikan yang memiliki nilai produksi tinggi.

Ketersediaan ikan dari produksi saja sudah mencukupi kebutuhan


konsumsi penduduk provinsi Riau, produksi berasal dari peraian
tangkap dan budidaya sehingga fungsi pasokan dari luar adalah
untuk meningkatkan keragaman jenis konsumsi ikan, kelebihan
produksi sudah diolah dalam bentuk produk olahan seperti bakso
ikan, nutget ikan, ikan salai dan ikan asin.
Tabel 17. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Ikan.
Ketersediaan Zat Gizi Perkapita
No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Tuna 0 0,00 0,00
2 Kakap 0 0,04 0,00
3 Cucut 0 0,00 0,00
4 Bawal 1 0,20 0,02
5 Teri 0 0,00 0,00
6 Kembung 0 0,00 0,00
7 Tenggiri 0 0,02 0,00
8 Belanak 0 0,00 0,00
9 Ikan Mas 2 0,45 0,06
10 Lele 5 0,95 0,15
11 Patin 11 2,22 0,13
12 Nila 6 1,24 0,10
13 Gurami 1 0,14 0,02
14 Udang 0 0,10 0,00
15 Rajungan 0 0,00 0,00
16 Kekerangan 1 0,10 0,02
17 Cumi-cumi 0 0,00 0,00
18 Bandeng 1 0,17 0,04
19 Mujair 0 0,01 0,00
20 Lainnya 33 6,44 0,49
Jumlah 62 12,07 1,03
Sumber : NBM Provinsi Riau.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 41
4.2.11. Kelompok Minyak dan Lemak

Ketersedian energi kelompok minyak dan lemak adalah 960


kkal/kapita/hari. Jumlah penyediaan minyak dan lemak terhadap total
energy adalah 30,19 persen. Penyediaan minyak dan lemak sumber
nabati berasal dari minyak kacang tanah, minyak kopra (minyak
goreng), minyak sawit (palm oil) dan minyak sawit (minyak goreng),
dengan ketersediaan per kapita 38,73 kg/tahun dan sumbangan
energi sejumlah 960 kkal/kapita/hari, protein 0,04 gram/kapita/hari
dan lemak 51,75 gram/kapita/hari. Selain hal tersebut sumber
kelompok minyak dan lemak juga berasal dari penyediaan lemak
sapi, lemak kerbau, lemak kambing, lemak domba dan lemak babi
dengan ketersediaan per kapita 0,19 kg/tahun dan sumbangan
energi 4 kkal/kapita/hari, sumbangan protein 0,01 gram/kapita/hari
dan sumbangan lemak 0,47 gram/kapita/hari.

Sumbangan lemak minyak dari kopra terhadap ketersediaan lemak


nabati adalah 3,75 persen, ketersediaan lemak minyak sawit
terhadap lemak nabati adalah 62,46 persen. Ketersediaan minyak
dan lemak di Provinsi Riau karena adanya pabrik minyak goreng dari
kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir dan ada 4 (empat) perusahaan
besar mengolah CPO menjadi minyak goreng di kota Dumai,
sehingga ketersediaan minyak khususnya minyak curah dapat
mencukupi kebutuhan konsumsi minyak dan lemak penduduk
Provinsi Riau.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 42
Tabel 18. Ketersediaan Zat Gizi Per Kapita Untuk Kelompok Minyak
dan Lemak.

Ketersediaan Zat Gizi Perkapita


No. Komoditas Kalori Protein Lemak
(Kkal/hari) (Gram/hari) (Gram/hari)
1 Kacang Tanah/Minyak 7 0,00 0,81
2 Kopra/Minyak Goreng 25 0,03 2,86
3 Minyak Sawit/Minyak Goreng 923 0,00 47,61
4 Lemak Sapi 3 0,01 0,31
5 Lemak Kerbau 0 0,00 0,04
6 Lemak Kambing 0 0,00 0,03
7 Lemak Domba 0 0,00 0,00
8 Lemak Babi 1 0,00 0,09
Jumlah 960 0,04 51,75
Sumber : NBM Provinsi Riau

4.3. Ketersediaan Pangan Strategis

Berdasarkan tabel pada Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau,


prakiraan kelebihan produksi dibandingkan dengan ketersediaan pangan
strategis terjadi pada komoditas jagung, ubi kayu dan sagu yaitu jagung
sebesar 20.554 ton (tahun 2017) dengan rasio produksi terhadap
ketersediaan 301,23 persen dan 24.359 ton (tahun 2018) dengan rasio
produksi terhadap ketersediaan 169,72 persen, ubi kayu sebesar 4.929 ton
(tahun 2017) dengan rasio produksi terhadap ketersediaan 104,12 persen
dan 3.814 ton (tahun 2018) dengan rasio produksi terhadap ketersediaan
104,31 persen. Sagu sebesar 160.408 ton (tahun 2017) dengan rasio
produksi terhadap ketersediaan 335,75 persen dan 242.694 ton (tahun 2018)
dengan rasio produksi terhadap ketersediaan 395,00 persen, sedangkan
komoditas bahan pangan strategis yang lainnya, produksinya lebih rendah
dari pada ketersediaan. Komoditas bahan pangan strategis yang tidak ada di
produksi sama sekali di Provinsi Riau adalah gula pasir, dengan demikian

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 43
komoditas ini harus didatangkan dari luar provinsi, begitu juga pada
komoditas bahan pangan yang produksinya rendah.

Produksi beras tahun 2018 sebesar 236.945 ton dan tahun 2017 sebesar
216.067 ton atau naik sebesar 20.878 ton (8,81 persen). Hal ini
mengindikasikan salah satunya dipengaruhi oleh penanaman beberapa kali
dalam 1 tahun (IP 100 – IP 200). Dengan pertumbuhan penduduk selama
lima tahun ini (2014 – 2018) sebesar 1,95 persen maka ketersediaan beras
menurun, sehingga impor beras diperkirakan untuk tahun 2018 sebesar
591.253 ton. Kondisi ini menunjukan bahwa masih tingginya tingkat
ketergantungan bahan pangan pokok (beras) dari luar provinsi lain. Dengan
demikian apabila kondisi ini tidak dikelola dengan baik maka akan
berpengaruh terhadap ketersediaan bahan pangan dan dapat menyebabkan
terjadinya kondisi rentan terhadap kerawanan pangan.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan produksi pangan adalah dengan


perluasan areal tanam (ekstensifikasi) dan budidaya yang intensif
(intensifikasi) serta memantapkan penganekaragaman konsumsi pangan
(diversifikasi). Mengingat sebagian wilayah Provinsi Riau bukan merupakan
daerah sentra produksi beras, sehingga tingkat ketergantungan terhadap
satu jenis makanan pokok terutama beras, dapat dikurangi secara perlahan-
lahan dan dapat digantikan dengan makanan non beras yang produksinya
berlebih seperti jagung, sagu dan ubi kayu.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 44
Tabel 19. Ketersediaan Pangan Strategis Tahun 2017 dan 2018.
Ketersediaan Bahan Produksi - Ketersediaan Produksi terhadap
Produksi (ton)
No. Komoditas Makanan (ton) (ton) Ketersediaan (%)
2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018
1 Beras 216.067 236.945 786.148 796.859 (570.081) (559.914) 27,48 29,73
2 Jagung 30.768 59.296 10.214 34.937 20.554 24.359 301,23 169,72
3 Kedelai 1.119 21.283 75.844 81.160 (74.725) (59.877) 1,48 26,22
4 Kacang Tanah 798 2.856 21.282 39.362 (20.484) (36.506) 3,75 7,26
5 Kacang Hijau 448 448 12.490 22.512 (12.042) (22.064) 3,59 1,99
6 Ubi Jalar 4.802 3.738 7.991 12.376 (3.189) (8.638) 60,09 30,20
7 Ubi Kayu 124.509 92.366 119.580 88.552 4.929 3.814 104,12 104,31
8 Sagu 228.449 324.963 68.041 82.269 160.408 242.694 335,75 395,00
9 Gula Pasir - - 74.746 77.345 (74.746) (77.345) - -
10 Buah-buahan 258.053 369.859 466.492 509.667 (208.439) (139.808) 55,32 72,57
Sayur-sayuran :
Cabe 26.715 30.015 79.531 63.830 (52.816) (33.815) 33,59 47,02
Bawang Merah 170 187 56.429 53.642 (56.259) (53.455) 0,30 0,35
11 Daging :
Daging Sapi 7.700 9.793 13.287 14.483 (5.587) (4.690) 57,95 67,62
Daging Ayam 59.161 62.933 108.111 116.065 (48.950) (53.132) 54,72 54,22
12 Telur 6.236 19.226 76.937 79.916 (70.701) (60.690) 8,11 24,06
13 Ikan 239.539 259.071 313.221 309.372 (73.682) (50.301) 76,48 83,74
Sumber : NBM Provinsi Riau (diolah).

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 45
BAB V
ANALISIS POLA PANGAN HARAPAN (PPH) KETERSEDIAAN

Pola Pangan Harapan (PPH) merupakan komposisi kelompok pagan


utama yang bila dikonsumsi dapat memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi
lainnya. Susunan beragam pangan didasarkan atas proporsi keseimbangan
energi dari 9 kelompok pangan dengan mempertimbangkan segi daya terima,
ketersediaan pangan, ekonomi, budaya dan agama. PPH disusun dengan
tujuan untuk menghasilkan suatu komposisi norma (standar) pangan untuk
memenuhi kebutuhan gizi penduduk, yang mempertimbangkan kesimbangan
gizi (nutrition balance) berdasarkan cita rasa, daya cerna, daya terima
masyarakat, kuantitas dan kemampuan daya beli.

PPH Ketersediaan dihitung menggunakan data ketersediaan energy 11


kelompok bahan makanan hasil perhitungan Neraca Bahan Makanan (NBM)
yang dikelompokan kembali menjadi 9 kelompok dalam perhitungan PPH
Ketersediaan pada setiap tahunnya. PPH yang dihaslilkan akan memberikan
gambaran kualitas keragaman makanan yang tersedia untuk dikonsumsi oleh
penduduk/masyarakat.

Berdasarkan data NBM ATAP 2018 dan menggunakan Angka


Kecukupan Energi (AKE) Tingkat Ketersediaan 2400 kalori per kapita per hari,
skor PPH Ketersediaan masih dibawah PPH Standar Skor 100, skor PPH
Tahun 2018 sebesar 86,50.

Capaian skor ini dikarenakan kelompok pangan hewani dan kelompok


pangan sayuran dan buah belum mencapai angka yang direkomendasikan,
yaitu masing-masing baru mencapai skor 17,81 dan 22,64 dari skor 24 dan 30
yang direkomendasikan untuk kelompok pangan hewani dan kelompok pangan
sayuran dan buah.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 46
Sementara itu, skor PPH Ketersediaan Tahun 2019 (Angka Sementara),
capaian skor untuk kelompok pangan hewani dan kelompok pangan sayuran
dan buah masih belum mencapai angka yang direkomendasikan yaitu skor
18,97 dan 22,62 dari skor 24 daan 30. Tidak tercapainya skor kelompok pangan
hewani dan kelompok sayuran dan buah sebagai akibat ketersediaan energi
masih rendah karena produksi kedua kelompok pangan ini belum bisa
memenuhi kebutuhan penduduk sehingga harus dipasok dari luar wilayah
Provinsi Riau.

Skor PPH Ketersedian setiap tahunnya meningkat, skor PPH


ketersediaan tahun 2018 88,50 dan skor PPH Ketersediaan tahun 2019 87,52
meningkatnya skor ini sebagai akibat kenaikan ketersediaan energi pada
beberapa kelompok pangan. Kenaikan ketersediaan energi bisa diakibatkan
dari produksi yang meningkat atau pasokan yang meningkat untuk memenuhi
kebutuhan pangan, selain itu cita rasa, daya cerna, daya terima masyarakat,
kuantitas dan kemampuan daya beli.juga dapat mempengaruhi skor PPH
Ketersediaan .

Tabel 20. Skor Pola Pangan Harapan (PPH) Ketersediaan Provinsi Riau Tahun
2017-2019*.
Kelompok Bahan 2017 2018 2019*
No.
Makanan Energi Skor PPH Energi Skor PPH Energi Skor PPH
1. Padi-padian 1.322 25,00 1.327 25,00 1.369 25,00
2. Umbi-umbian 155 2,50 160 2,50 164 2,50
3. Pangan Hewani 211 17,59 214 17,81 228 18,97
4. Minyak dan Lemak 1.021 5,00 965 5,00 942 5,00
5. Buah/biji berminyak 58 1,00 57 1,00 56 1,00
6. Kacang-kacangan 176 10,00 226 10,00 200 10,00
7. Gula 119 2,48 122 2,55 117 2,43
8. Sayuran dan buah 107 22,23 109 22,64 109 22,62
9. Lain-lain 0 0 0 0 0 0
Jumlah 3.168 85,80 3.180 86,50 3.185 87,52
Sumber : NBM Provinsi Riau

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 47
BAB VI
PENUTUP

6.1. Kesimpulan

1. Ketersediaan energy, protein dan lemak wilayah Provinsi Riau Tahun 2018
masing-masing sebesar 3.180 kkal/kapita/hari, 78,19 gram/kapita/hari,
89,52 gram/kapita/hari. Melihat Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi
(WNPG) X Tahun 2012, Angka Kecukupan Energi (AKE) sebesar 2.400
Kkal/kapita/hari, maka ketersediaan energi di wilayah Provinsi Riau sudah
melampaui 780 Kkal/kapita/hari (32,5 persen). Sedangkan ketersediaan
protein berdasarkan WNPG X tahun 2012 sebesar 63 gram/kapita/hari,
untuk tingkat ketersediaan protein di wilayah Provinsi Riau sudah
melampaui 15,19 gram/kapita/hari (24,11 persen).
2. Kondisi keragaman pangan di wilayah Provinsi Riau pada tahun 2018
berdasarkan analisa skor PPH beberapa kelompok pangan yang termasuk
dalam klasifikasi surplus adalah padi-padian, umbi-umbian, minyak dan
lemak, buah biji berminyak, gula dan kacang-kacangan. Adapun yang
termasuk kualifikasi kurang adalah: pangan hewani, sayuran dan buah.
Untuk gula sudah diatas skor ideal dan perlu diupayakan agar tidak
melampaui skor idealnya.
3. Produksi beras pada tahun 2018 sejumlah 236.945 ton belum mampu
memenuhi kebutuhan penduduk Riau yang meningkat setiap tahunnya
(66,57 persen dari ketersediaan beras).
4. Ketersediaan beras di Provinsi Riau, sebagian besarnya berasal dari impor
atau pasokan dari luar provinsi seperti Sumatera Barat, Sumatera Utara,
Lampung, Sumatera Selatan dan lainnya.
5. Pola Pangan Harapan (PPH) Tingkat Ketersediaan pada tahun 2018
mencapai skor 86,50 hal ini masih belum mencapai 100. Artinya,
penganekaragaman ketersediaan pangan masih perlu untuk ditingkatkan.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 48
6.2. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat direkomendasikan hal-hal sebagai


berikut :
1. Pendataan NBM masih perlu terus disempurnakan seperti cakupan data
perubahan stok, masih perlu diperluas dengan sumber-sumber data dari
pedagang-pedagang besar/grosir atau penggilingan tidak saja terbatas stok
yang dikuasai pemerintah saja.
2. Ketersediaan data masuk dan keluarnya bahan pangan secara detail dari
dan ke wilayah administrative Provinsi Riau belum ada institusi yang
menanganinya, sebaiknya diberdayakan atau dibentuk lembaga atau
institusi yang menangani demi keakuratan data di tahun-tahun mendatang.
3. Ketersediaan kelompok pangan yang masih kurang, diperlukan peningkatan
penyediaannya, baik dari segi produksi maupun produktifitas menyesuaikan
dengan potensi wilayah, sehingga dapat menekan impor.
4. Mengingat sebagian wilayah Provinsi Riau bukan merupakan sentra
produksi beras, maka diharapkan penganekaragaman konsumsi pangan
pokok dengan sumberdaya lokal juga semakin meningkat, sehingga tingkat
ketergantungan terhadap satu jenis makanan pokok, terutama beras dapat
dikurangi dengan mengkonsumsi bahan pangan lainnya seperti sagu..
5. Analisa tentang ketersediaan perlu dilaksanakan secara rutin untuk
mengevaluasi program-program pembangunan pemerintah dan peran serta
stake holder dan masyarakat dalam memenuhi kaidah ketahanan pangan.
6. Dukungan data dari pelabuhan-pelabuhan bongkar muat sangat diperlukan
agar analisa yang dihasilkan lebih akurat.
7. Koordinasi lintas sektor sangat diperlukan dalam rangka pencapaian target
konsumsi dan penganekaragaman pangan berdasarkan PPH serta
pencapaian target ketersediaan pangan di wilayah.

Neraca Bahan Makanan (NBM) Provinsi Riau Tahun 2019 (Atap 2018) Hal : 49

Anda mungkin juga menyukai