Puji syukur kita persembahkan kehadirat Allah SWT, atas izin dan ridho-Nya Dinas
Ketahanan Pangan Kabupaten Kampar telah dapat membuat Peta Ketahanan dan
Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas – FSVA) Kabupaten Kampar Tahun
2022. Peta ini dibuat untuk menjelaskan mengenai kondisi ketahanan pangan di Kabupaten
Kampar berdasarkan 3 (tiga) dimensi Ketahanan Pangan yaitu Ketersediaan, Akses dan
Pemanfaatan pangan sampai pada tingkat desa untuk setiap kecamatan se-Kabupaten
Kampar.
Pangan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia, ketersediaanya dalam
jumlah dan mutu yang cukup menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan
sumber daya manusia yang sehat dan cerdas. Saat ini tantangan dan permasalahan dibidang
pangan sulit untuk dihindari. Salah satunya adanya konversi dan alih fungsi lahan pangan
produktif untuk berbagai keperluan pembangunan disamping bertambahnya jumlah
penduduk setiap tahunnya.
Dalam koteks lini pembangunan Ketahanan Pangan di Kabupaten Kampar harus
menjadi prioritas, dalam hal peningkatan ketersediaan pangan untuk pemenuhan
kebutuhan pangan masyarakat sehari-hari. Hingga saat ini Kabupaten Kampar baru
memproduksi pangan pokok (beras) sekiar 31 Persen dari kebutuhan konumsi penduduk,
dimana kekurangannya didatangkan dari Provinsi tetangga Sumatera Barat serta dari hasil
produksi pangan di Pulau Jawa dan Bahkan Sulawesi.
Salah satu permasalahan yang dihadapi adalah Kabupaten Kampar Bukan sebagai
daerah penghasil beras sebagai pangan pokok, dan tantangan yang dihadapi adalah
tingginya tingkat pertumbuhan penduduk Kampar yang sebagian besar disebabkan tingginya
arus urbanisasi dari luar Kabupaten Kampar, sehingga mengakibatkan jumlah konsumsi
pangan pokok (beras) terus mengalami peningkatan.
Penyusunan Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan sangat besar manfaatnya,
terutama untuk membarikan gambaran tentang daerah-daerah di Kabupaten Kampar yang
memiliki kecukupan dan kerentanan pangan, program dan kegiatan yang perlu dilakukan
serta kebijakan yang akan diterapkan dalam mengatasi kerentanan pangan. Salah satu
permasalahan pangan kabupaten Kampar yaitu sulitnya dalam meningkatkan produksi
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat, hal ini disebabkan karena
terbatasnya daya dukung lahan khususnya ketesediaan air irigasi untuk tanaman pangan
dan tingginya laju alih fungsi lahan, tingginya urbanisasi yang menyebabkan mengikatnya
kebutuhan pangan pokok (beras). Oleh karena itu harus ada suatu pemetaan yang
menggambarkan kondisi ketahanan dan kerentanan pangan sehingga dapat dijadikan acuan
dalam menyusun dan melaksanakan program/kegiatan yang terkait dengan ketahanan
pangan.
Kehadiran Peta Ketahanan Pangan dan Kerentanan Pangan ini, kiranya bermanfaat
pula bagi semua pihak dan dapat dijadikan sabagai salah satu referensi dalam pengambilan
kebijakan dan keputusan dalam pembangunan Ketahanan Pangan, termasuk dalam
pemanfaatan potensi pangan lokal yang dapat dijadikan sebagai pangan strategis substitusi
pangan pokok beras.
Semoga Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan ini bermanfaat untuk kita bersama.
Ir. COKROAMINOTO, MM
NIP. 19630817 199310 1 001
DAFTAR ISI
i
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
Tabel 1.1 Indikator FSVA Kabupaten 2022 …………………………………………… 6
Tabel 1.2 Bobot Indikator Individu …………………………………………… 8
BAB 2 KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN
KOMPOSIT
Tabel 2.1 Sebaran Jumlah Desa Berdasarkan …………………………………………… 10
Prioritas
Tabel 2.2 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 12
Prioritas 1
Tabel 2.3 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 13
Prioritas 2
Tabel 2.4 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 14
Prioritas 3
Tabel 2.5 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 15
Prioritas 4
Tabel 2.6 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 17
Prioritas 5
Tabel 2.7 Sebaran Desa Berdasarkan …………………………………………… 19
Prioritas 6
BAB 3 KETERSEDIAAN PANGAN
Tabel 3.1 Sebaran Luas Lahan Baku Sawah …………………………………………… 24
terhadap Total Lahan
berdasarkan Prioritas
Tabel 3.2 Produksi Serealia Pokok dan …………………………………………… 26
Umbi-umbian 2017-2021 (Ton)
Tabel 3.3 Produksi Total Serealia Pertahun …………………………………………… 27
dan Laju Pertumbuhan Produksi
Tabel 3.4 Produksi Padi 2017-2021 (Ton) …………………………………………… 28
Tabel 3.5 Produksi Jagung 2017-2021 (Ton) …………………………………………… 29
Tabel 3.6 Produksi Ubi Kayu 2017-2021 …………………………………………… 30
(Ton)
Tabel 3.7 Produksi Ubi Jalar 2017-2021 …………………………………………… 32
(Ton)
Tabel 3.8 Sebaran Sarana Prasarana …………………………………………… 33
berdasarkan Prioritas
ii
BAB 4 AKSES TERHADAP PANGAN
Tabel 4.1 Persentase Populasi Dibawah …………………………………………… 36
Garis Kemiskinan Kabupaten
Kampar
Tabel 4.2 Sebaran Desa dengan Tingkat …………………………………………… 36
Kesejahteraan Terendah
berdasarkan Skala Prioritas
Tabel 4.3 Akses Transportasi Desa …………………………………………… 39
berdasarkan Skala Prioritas
BAB 5 PEMANFAATAN PANGAN
Tabel 5.1 Sebaran Desa Berdasarkan Rumah …………………………………………… 41
Tangga Tanpa Akses Air Bersih
Tabel 5.2 Sebaran Rasio Tenaga Kesehatan …………………………………………… 43
di Desa berdasarkan Skala
Prioritas
Tabel 5.3 Penderita Gizi Buruk 2017-2021 …………………………………………… 45
Tabel 5.4 Jumlah Kematian Balita dan Ibu …………………………………………… 46
saat Melahirkan Per-Kecamatan
iii
DAFTAR GAMBAR
BAB 1 PENDAHULUAN
Gambar 1.1 Konsep Ketahanan Pangan dan Gizi ………………………………….. 4
BAB 2 KETAHANAN DAN KERENTANAN PANGAN
KOMPOSIT
Gambar 2.1 Grafik Sebaran Jumlah Desa ………………………………….. 11
Berdasarkan Prioritas
Gambar 2.2 Peta Ketahanan dan Kerentanan ………………………………….. 11
Pangan Kabupaten Kampar Tahun
2022
Gambar 2.3 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 12
1
Gambar 2.4 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 13
2
Gambar 2.5 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 14
3
Gambar 2.6 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 15
4
Gambar 2.7 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 16
5
Gambar 2.8 Sebaran Desa Berdasarkan Prioritas ………………………………….. 19
6
BAB 3 KETERSEDIAAN PANGAN
Gambar 3.1 Sebaran Luas Lahan Baku Sawah ………………………………….. 24
terhadap Total Lahan berdasarkan
Prioritas
Gambar 3.2 Produksi Serealia Pokok dan Umbi- ………………………………….. 25
umbian 2017-2021 (Ton)
Gambar 3.3 Produksi Total Serealia Pertahun ………………………………….. 26
dan Laju Pertumbuhan Produksi
Gambar 3.4 Produksi Padi 2017-2021 (Ton) ………………………………….. 27
Gambar 3.5 Produksi Jagung 2017-2021 (Ton) ………………………………….. 29
Gambar 3.6 Produksi Ubi Kayu 2017-2021 (Ton) ………………………………….. 30
Gambar 3.7 Produksi Ubi Jalar 2017-2021 (Ton) ………………………………….. 31
Gambar 3.8 Sebaran Sarana Prasarana ………………………………….. 33
berdasarkan Prioritas
Gambar 3.9 ………………………………….. 34
iv
Gambar 3.10 ………………………………….. 34
BAB 4 AKSES TERHADAP PANGAN
Gambar 4.1 Grafik Penduduk Tingkat ………………………………….. 37
Kesejateraan Rendah
Gambar 4.2 Peta Jumlah Penduduk Tingkat ………………………………….. 37
Kesejateraan Rendah Per-
Kecamatan
Gambar 4.3 Grafik Desa Tanpa Akses ………………………………….. 39
Penghubung Memadai
Gambar 4.4 Peta Desa Tanpa Akses ………………………………….. 39
Penghubung Memadai
BAB 5 PEMANFAATAN PANGAN
Gambar 5.1 Grafik Rumah Tangga Tanpa Akses ………………………………….. 42
Air Bersih
Gambar 5.2 Peta Rumah Tangga Tanpa Akses ………………………………….. 42
Air Bersih
Gambar 5.3 Grafik Tenaga Kesehatan ………………………………….. 43
Gambar 5.4 Peta Rasio Tenaga Kesehatan ………………………………….. 44
Gambar 5.5 Grafik Penderita Gizi Buruk ………………………………….. 46
Gambar 5.6 Grafik Kematian Balita dan Ibu Saat ………………………………….. 47
Melahirkan
BAB 6 REKOMENDASI KEBIJAKAN
Gambar 6.1 Kerangka Intervensi untuk 51
Meningkatkan Ketahanan Pangan
v
KATA PENGANTAR
Bangkinang, 2022
Ir. COKROAMINOTO, MM
Pembina Utama Muda
NIP. 19630817 199310 1 001
i
RINGKASAN EKSEKUTIF
2. Peta Ketahanan dan Kerentanan Pangan (Food Security and Vulnerability Atlas –
FSVA) merupakan peta tematik yang menggambarkan visualisasi geografis dari hasil
analisa data indikator kerentanan terhadap kerawanan pangan. Informasi dalam
FSVA menjelaskan lokasi wilayah rentan terhadap kerawanan pangan dan indikator
utama daerah tersebut rentan terhadap kerawanan pangan.
4. Indikator pada aspek ketersediaan pangan adalah (1) Rasio luas lahan pertanian
terhadap luas lahan total; (2) Rasio jumlah sarana dan prasarana ekonomi terhadap
jumlah rumah tangga. Indikator pada akses pangan adalah (1) Rasio penduduk
dengan tingkat kesejahteraan terendah terhadap total jumlah penduduk;
(2) Kampung dengan akses penghubung kurang memadai. Indikator pada aspek
pemanfaatan pangan adalah: (1) Rasio rumah tangga tanpa akses air bersih
memadai; (2) Rasio tenaga kesehatan terhadap jumlah penduduk.
v
6. Hasil analisis FSVA 2022 menunjukkan bahwa Desa/Kelurahan rentan pangan
Prioritas 1-3 sebanyak 58 Desa/Kelurahan dari 250 Desa/Kelurahan (23,2 %) yang
terdiri dari Prioritas 1; 14 Desa (5,6 %) Prioritas 2; 24 Desa (9,6 %) dan Prioritas 3; 20
Desa (8,0%). Desa prioritas 1 di tersebar 8 desa di kecamatan Kampar Kiri Hulu; 5
desa di Kampar Kiri dan 1 desa di kecamatan XIII Koto Kampar. Desa prioritas 2
tersebar 9 desa di kecamatan Kampar Kiri Hulu; 6 desa di kecamatan Kampar Kiri; 4
desa di kecamatan Siak Hulu; 2 desa di kecamatan XIII Koto Kampar; 1 desa di
kecamatan Kampa; 1 desa di kecamatan Salo; 1 desa di kecamatan Tapung. Desa
Prioritas 3 tersebar 5 di kecamatan Tapung Hulu; 3 di kecamatan Kampar Kiri Hulu; 2
di kecamatan Gunung Sahilan; 2 di kecamatan Koto Kampar Hulu; 2 di kecamatan
Siak Hulu; 2 di kecamatan Tapung; 2 di kecamatan XIII Koto Kampar; 1 di kecamatan
Tapung Hilir dan 1 di kecamatan Kampar Kiri.
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Kabupaten Kampar terdiri dari 21 (Dua puluh satu) Kecamatan dan 250 (Dua ratus
lima puluh) desa dengan total penduduk sebesar 857.752 jiwa (BPS). Kabupaten Kampar
secara geografis terletak di antara 01˚00’40 Lintang utara sampai 00˚27’00” Litang selatan
dan 100˚28’30” - 101˚14’30” Bujur timur. Kabupaten Kampar di sebelah utara berbatasan
dengan Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten
Kuantan Singingi, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten
Siak dan sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu dan Provinsi Sumatra
Barat yang memiliki kurang lebih wilayah seluas 1.128.982 Km2.
Perekonomian Kabupaten Kampar tergantung pada sektor Pajak Daerah yang masih
mempunyai peranan tinggi terhadap PDRB. Akan tetapi sektor ini tahun 2021 meningkat
dibandingkan tahun sebelumnya, di mana tahun 2021 peranannya naik dari 100% menjadi
108,76%. kenaikan ini disebabkan semua sub sektor yang ada dalam sektor sector Pajak
Daerah mengalami kenaikan peranan. Selain sektor Pajak Daerah sektor yang mengalami
kenaikan tahun 2021 adalah sektor Dana Perimbangan, yaitu dari 100% menjadi 118,27%.
Sementara sektor lainnya mengalami penurunan yaitu dari 100% menjadi 58,49%, dengan
total keseluruhan dari 100% naik menjadi 104,92%. Kondisi ini menunjukkan bahwa masih
sangat banyak hal yang harus dilakukan oleh pemerintah dan para pemegang kepentingan
(stakeholder) dalam melakukan pembangunan.
Undang-undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 114 dan Peraturan
Pemerintah No. 17 tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi Pasal 75
mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya
berkewajiban membangun, menyusun, dan mengembangkan Sistem Informasi Pangan dan
Gizi yang terintegrasi, yang dapat digunakan untuk perencanaan, pemantauan dan evaluasi,
stabilisasi pasokan dan harga pangan serta sebagai sistem peringatan dini terhadap masalah
pangan dan kerawanan pangan dan gizi.
Sebagai tindak lanjut penyusunan FSVA Nasional disusun pula FSVA Provinsi dengan
analisis sampai tingkat kecamatan dan FSVA Kabupaten dengan analisis sampai tingkat desa.
Dengan demikian, permasalahan pangan dapat dideteksi secara cepat sampai level yang
paling bawah. FSVA kabupaten telah disusun sejak tahun 2012 dan dimutakhirkan pada
tahun 2016. Untuk mengakomodir perkembangan situasi ketahanan pangan dan
pemekaran wilayah desa, maka dilakukan pemutakhiran FSVA Kabupaten pada tahun 2022.
Seperti halnya FSVA Nasional dan Provinsi, FSVA Kabupaten menyediakan sarana
bagi para pengambil keputusan untuk secara cepat dalam mengidentifikasi daerah yang
lebih rentan, dimana investasi dari berbagai sektor seperti pelayanan jasa, pembangunan
manusia dan infrastruktur yang berkaitan dengan ketahanan pangan dapat memberikan
dampak yang lebih baik terhadap penghidupan, ketahanan pangan dan gizi masyarakat pada
tingkat desa.
Pengembangan FSVA tingkat desa merupakan hal yang sangat penting, dimana
kondisi ekologi dan kepulauan yang membentang dari timur ke barat, kondisi iklim yang
dinamis dan keragaman sumber penghidupan masyarakat menunjukkan adanya perbedaan
situasi ketahanan pangan dan gizi di masing-masing wilayah. FSVA Kabupaten akan menjadi
alat yang sangat penting dalam perencanaan dan pengambilan keputusan untuk
mengurangi kesenjangan ketahanan pangan.
Peran pangan bukan hanya penting untuk memenuhi kebutuhan fisik dasar dan
mencegah kelaparan, namun lebih jauh dari itu peran pangan dengan kandungan gizi di
dalamnya bagi kecerdasan bangsa dan peningkatan kualitas hidup manusia untuk
menghasilkan manusia yang sehat, cerdas, aktif dan produktif seperti disebutkan dalam
definisi ketahanan pangan. Kecukupan pemenuhan pangan dalam jumlah dan mutunya
berkorelasi dengan produktivitas kerja dan pertumbuhan otak serta kecerdasan dan pada
akhirnya berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Dalam undang-undang didefinisikan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi
terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi,
merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
1
Disampaikan pada Commitee on World Food Security, 36th sessions of 15-22 October 2012, Rome-Italia
2
Disampaikan pada UNSCN Meeting of the Minds and Nutrition Impact of Food System, 25-28 March di New
York
1.3. Metodologi
Metode Analisis
2. Analisis Komposit
Metodologi yang diadopsi untuk analisis komposit adalah dengan menggunakan metode
pembobotan. Metode pembobotan digunakan untuk menentukan tingkat kepentingan
relatif indikator terhadap masing-masing aspek ketahanan pangan. Metode pembobotan
dalam penyusunan FSVA mengacu pada metode yang dikembangkan oleh The Economist
Intelligence Unit (EIU) dalam penyusunan Global Food Security Index (EIU 2016 dan 2017)
dan International Food Policy Research Institute (IFPRI) dalam penyusunan Gobal Hunger
Index (IFPRI 2017). Goodridge (2007) menyatakan jika variabel yang digunakan dalam
perhitungan indeks berbeda, maka perlu dilakukan secara tertimbang (pembobotan) untuk
membentuk indeks agregat yang disesuaikan dengan tujuannya.
a. Standarisasi nilai indikator dengan menggunakan z-score dan distance to scale (0 – 100)
b. Menghitung skor komposit kabupaten/kota dengan cara menjumlahkan hasil perkalian
antara masing-masing nilai indikator yang sudah distandarisasi dengan bobot indikator,
dengan rumus:
………………………………………………………...… (1)
Besaran bobot masing-masing indikator dibagi sama besar untuk setiap aspek ketahanan
pangan, karena setiap aspek memiliki peran yang sama besar terhadap penentuan
ketahanan pangan wilayah. Bobot untuk setiap indikator mencerminkan signifikansi atau
pentingnya indikator tersebut dalam menentukan tingkat ketahanan pangan suatu
wilayah.
No Indikator Bobot
1. Rasio luas baku lahan sawah terhadap luas wilayah desa 1/6
Dimana:
Kj : cut off point komposit ke-J
ai : Bobot indikator ke-i
Cij : Nilai standarisasi cut off point indikator ke-I kelompok ke-j
3. Pemetaan
Hasil analisis indikator individu dan komposit kemuadian divisualisasikan dalam bentuk peta.
Peta-peta yang dihasilkan menggunakan pola warna seragam dalam gradasi warna merah
dan hijau. Gradasi merah menunjukkan variasi tingkat kerentanan pangan tinggi dan gradasi
hijau menggambarkan variasi kerentanan pangan rendah. Untuk kedua kelompok warna
tersebut, warna yang semakin tua menunjukkan tingkat yang lebih tinggi dari ketahanan
atau kerentanan pangan.
1 14 5,6 %
2 24 9,6 %
3 20 8,0 %
4 22 8,8 %
5 75 30,0 %
6 95 38,0 %
Gambar 2.2. Peta Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Kabupaten Kampar Tahun 2022
Mayoritas bahan pangan yang diproduksi maupun didatangkan dari luar wilayah
harus masuk terlebih dahulu ke pasar sebelum sampai ke rumah tangga. Oleh karena itu,
selain kapasitas produksi pangan, keberadaan sarana dan prasarana penyedia pangan
seperti pasar akan terkait erat dengan ketersediaan pangan di suatu wilayah.
Rasio luas baku lahan sawah terhadap luas wilayah kabupaten adalah perbandingan
antara luas baku lahan sawah dengan luas wilayah desa. Rasio lahan sawah terhadap luas
wilayah desa digunakan sebagai salah satu indikator dalam aspek ketersediaan pangan
karena lahan sawah memiliki korelasi yang positif terhadap tingkat ketersediaan pangan
dengan mempengaruhi kapasitas produksi pangan1. Oleh sebab itu, semakin tinggi rasio luas
lahan sawah terhadap luas wilayah desa maka diasumsikan ketersediaan pangan juga akan
semakin baik, begitu pula sebaliknya.
Dari 250 desa di Kabupaten Kampar, 177 desa masuk dalam prioritas 1 (71 %) ,
prioritas 2, 3 dan 4 (0 %), 42 desa prioritas 5 (16 %) dan 31 desa untuk prioritas 6 (12 %).
Kecamatan yang memiliki rasio lahan prioritas 1-3 sebagian besar tersebar di Kecamatan
Kampar Kiri Hulu dan Tapung yaitu masing-masing sebanyak 24 desa.
1
Yudhistira (2013) Analisis Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian Terhadap Ketahanan
Pangan di Kabupaten Bekasi Jawa Barat. Fakultas Ekonomi dan
dari 250 desa yang ada di Kabupaten Kampar maka didapatkan 14 desa Prioritas 1
(5,6%), 24 desa Prioritas 2 (9,6%), 20 desa Prioritas 3 (8.0%), 22 desa Prioritas 4 (8,8%), 75
desa Prioritas 5 (30,0%) dan 96 desa Prioritas 6 (38,0%). Peta ketahanan dan kerentanan
pangan terhadap 250 desa terhadap luas lahan pertanian dapat dilihat pada Gambar 3.2.
3.2. PRODUKSI
Tahun 2021, total produksi serealia dan umbi-umbian mencapai 28.965,54 ton padi,
7.405,75 ton jagung, 16.665,55 ton ubi kayu dan ubi jalar 1.438,83 ton.
Total produksi serealia dan laju pertumbuhan produksi tahun 2017-2021
menunjukkan penurunan sebesar 23,13 %, yaitu dari total produksi tahun 2017 sebesar
70.876,22 ton menjadi 54.475,67 ton pada tahun 2021. Sebaran total produksi serealia
selama 5 tahun terbesar terjadi pada tahun 2018, yaitu sebesar 73.013,06 ton dan terkecil
pada tahun 2020 54.475,67 ton. Produksi serealia pertahun dan laju pertumbuhannya dapat
dilihat pada Tabel 2.3.
Padi
No. Kecamatan
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kampar Kiri 619,50 727,00 481,00 455,10 342,25
2 Kampar Kiri Hulu 1.076,65 2.392,92 409,20 174,99 16,35
3 Kampar Kiri Hilir 0,00 0,00 30,50 59,00 0,00
4 Gunung Sahilan 0,00 0,00 90,00 21,35 0,00
5 Kampar Kiri Tengah 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
6 XIII Koto Kampar 123,60 712,80 671,23 173,60 34,10
7 Koto Kampar Hulu 427,25 513,30 693,17 0,00 0,00
8 Kuok 7.592,40 6.451,50 6.037,50 6.405,75 6.549,76
9 Salo 5.286,60 3.498,94 3.853,15 3.953,65 4.098,40
10 Tapung 539,90 232,50 703,25 520,20 572,40
11 Tapung Hulu 1.157,10 3.353,14 1.186,45 2.830,30 505,60
12 Tapung Hilir 13,55 50,15 70,80 57,00 18,72
13 Bangkinang Kota 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
14 Bangkinang 6.745,05 5.393,75 4.533,90 5.289,55 3.797,30
15 Kampar 7.547,40 8.851,90 6.700,00 5.412,50 3.768,75
16 Kampa 2.360,60 2.179,92 2.895,75 2.360,00 2.841,72
17 Rumbio Jaya 1.127,50 682,50 1.942,50 1.033,50 968,24
18 Kampar Utara 2.984,10 3.284,40 5.201,50 3.275,45 2.021,25
19 Tambang 3.782,38 3.006,71 661,05 3.346,30 2.960,45
20 Siak Hulu 852,60 647,70 760,00 1.127,00 470,25
21 Perhentian Raja 0,00 38,35 324,50 327,80 0,00
Total 42.236.18 42,017.48 37,245.45 36,823.04 28.965,54
Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortukultura Kab. Kampar
Jagung
Pada tahun 2021, produksi jagung mencapai 7.405,75 ton. Hal ini menunjukkan terjadi
Penurunan 55,12 % dari tahun 2017. Sebaran produksi jagung terbesar pada tahun 2021
terbesar terjadi di kecamatan XIII Koto Kampar dan kecamatan Tapung Hulu. Secara rinci
produksi jagung tahun 2017-2021 disajikan pada Tabel 2.5.
Tabel 3.5 Produksi Jagung 2016 - 2020 (Ton)
Jagung
No. Kecamatan
2017 2018 2019 2020 2021
Ubi Kayu
Produksi ubi kayu meningkat dari 16.189,15 ton pada tahun 2017 menjadi 16.665,55 ton
pada tahun 2021. Daerah yang merupakan sentra produksi ubi kayu terbesar pada tahun
2019 meliputi kecamatan 21 Rincian produksi ubi kayu tahun 2017-2021 disajikan pada
Tabel 2.6.
Tabel 3.6 Produksi Ubi Kayu 2016 - 2020 (Ton)
Ubi Kayu
No. Kecamatan
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kampar Kiri 53,25 258,75 345,00 396,75 828,00
2 Kampar Kiri Hulu 280,50 485,75 357,00 342,00 478,80
3 Kampar Kiri Hilir 549,45 1,088,00 395,60 189,20 86,00
4 Gunung Sahilan 725,70 814,20 778,80 708,00 1.132,80
5 Kampar Kiri Tengah 1.409,40 534,60 307,80 429,00 709,50
Ubi Jalar
No. Kecamatan
2017 2018 2019 2020 2021
1 Kampar Kiri 13,75 13,45 27,00 108,00 40,5
2 Kampar Kiri Hulu 53,20 66,50 0,00 0,00 0,00
3 Kampar Kiri Hilir 356,40 225,25 213,60 26,70 93,45
4 Gunung Sahilan 26,50 185,50 145,75 92,75 26,50
5 Kampar Kiri Tengah 282,70 25,70 117,00 78,30 78,30
6 XIII Koto Kampar 64,50 12,90 0,00 0,00 0,00
7 Koto Kampar Hulu 0,00 25,90 65,00 13,00 0,00
8 Kuok 123,57 229,50 94,50 67,50 270,00
9 Salo 38,94 0,00 13,10 78,60 52,40
10 Tapung 208,00 325,00 353,70 39,30 275,10
11 Tapung Hulu 26,20 0,00 79,20 158,40 0,00
12 Tapung Hilir 64,15 221,85 156,60 117,45 156,60
13 Bangkinang Kota 0,00 0,00 27,00 40,50 13,50
14 Bangkinang 0,00 13,50 13,50 13,50 13,50
15 Kampar 207,75 81,00 67,50 162,00 94,50
16 Kampa 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
17 Rumbio Jaya 0,00 0,00 13,00 0,00 0,00
18 Kampar Utara 39,00 0,00 52,20 13,05 26,10
19 Tambang 0,00 0,00 0,00 104,80 0,00
20 Siak Hulu 325,92 285,18 217,28 149,38 285,18
21 Perhentian Raja 246,05 142,45 26,40 13,20 13,20
Total 2.076,63 1.853,68 1.682,33 1.276,43 1.438.83
Sumber: Dinas Pertanian, Tanaman Pangan dan Hortukultura Kab. Kampar
Dari 250 desa di Kabupaten Kampar, 18 desa masuk dalam prioritas 1 (7,2 %), 25
desa prioritas 2 (10,0 %) dan 33 desa prioritas 3 (13,2 %). Peta ketahanan dan kerentanan
pangan terhadap 250 desa terhadap penyedia pangan dapat dilihat pada Gambar 3.10.
Tabel 4.2 Sebaran desa dengan tingkat kesejahteraan terendah berdasarkan skala prioritas
Pada tingkat desa berdasakan data Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin
tahun 2021, terdapat 42 desa yang memiliki rasio rumah tangga dengan dengan tingkat
kesejahteraan terendah 16,80 % (Prioritas 1). Sebanyak 34 desa (13,60%) masuk prioritas 2,
dan 60 desa (24 %) masuk Prioritas 3. Peta ketahanan dan kerentanan pangan terhadap
desa dengan tingkat kesejahteraan rendah dapat dilihat pada Gambar 4.2.
Pada sektor pertanian, faktor yang menyebabkan tingkat pendapatan yang rendah
adalah rendahnya harga komoditas pertanian di tingkat petani/produsen (farm gate price)
di daerah perdesaan dibandingkan dengan harga di perkotaan untuk komoditas dengan
kualitas sama (komoditas belum diubah atau diproses). Rendahnya harga komoditas
pertanian ditingkat petani merupakan akibat dari tingginya biaya transportasi untuk
pemasaran hasil pertanian dari desa surplus. Biaya transportasi akan lebih tinggi pada moda
kendaraan bermotor-melewati jalan setapak dan jalan kecil dengan tenaga manusia atau
hewan, misalnya pada daerah yang tidak memiliki akses jalan yang memadai. Dalam sebuah
kajian cepat mengenai penyebab kemiskinan pada desa terpencil di 5 kabupaten di
Indonesia diketahui bahwa tingginya biaya transportasi merupakan penyebab utama
terjadinya kemiskinan tersebut. Tingginya harga komoditas pertanian di tingkat petani akan
meningkatkan pendapatan yang diterima oleh masyarakat petani. Walaupaun demikian,
peningkatan pendapatan saja tanpa dibarengi dengan perbaikan akses terhadap pelayanan
jasa dan infrastruktur belum cukup untuk menjamin kesejahteraan masyarakat petani.
Desa tanpa akses penghubung memadai terdapat 2 desa 0,80% untuk Prioritas 1, 6
desa untuk Prioritas 2 (2,40%) dan 51 desa untuk Prioritas 3 (20,40 %). Peta ketahanan dan
kerentanan pangan terhadap desa tanpa akses penghubung memadai dapat dilihat pada
Gambar 4.4.
Rasio jumlah rumah tangga tanpa akses air bersih terhadap jumlah rumah tangga
merupakan perbandingan antara jumlah rumah tangga Desil 1-4 dengan sumber air bersih
tidak terlindung dengan jumlah rumah tangga di desa. Air bersih adalah air yang digunakan
untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat
diminum apabila telah dimasak1. Sumber air bersih yang tidak terlindungi berpotensi
meningkatkan angka kesakitan serta menurunkan kemampuan dalam menyerap makanan
yang pada akhirnya akan mempengaruhi status gizi individu.
Tabel 5.1 Sebaran desa berdasarkan rumah tangga tanpa akses air bersih berdasarkan skala
prioritas
1
Permenkes 416 Tahun 1990
Terdapat 43 desa yang rumah tangga tidak memiliki akses air bersih 17,20%
(Prioritas 1), 37 desa Prioritas 2 (14,80%) dan 41 desa Prioritas 3 (16,40%). Peta ketahanan
dan kerentanan pangan terhadap desa dengan rumah tangga tanpa air bersih dapat dilihat
pada Gambar 5.2.
Angka kematian balita dan ibu saat melahirkan merupakan dampak dari status
kesehatan dan gizi. Angka kematian balita di Kabupaten Kampar adalah 32 jiwa.
Sementara angka kematian ibu saat melahirkan di Kabupaten Kampar 7 jiwa. Angka
kematian balita tertinggi terdapat di Kecamatan XIII Koto Kampar (5 jiwa) dan terendah
terdapat di Kecamatan Kampar Kiri Hilir, Tapung, dan Kampar (1 jiwa). Angka kematian ibu
saat melahirkan tertinggi di Kecamatan Tapung (2 jiwa) dan terendah di Kecamatan XIII Koto
Kampar, Salo, Bangkinang Kota, Bangkinang, Kampar, RUmbio Jaya dan Tambang (1 jiwa).
Untuk lebih lengkap dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 5.4 Jumlah Kematian Balita dan Ibu Saat Melahirkan per Kecamatan
Masalah gizi kronis (stunting) masih tetap tinggi di Kabupaten Kampar, masalah gizi
kronis merupakan akibat kurang optimalnya pertumbuhan janin dan bayi di usia dua tahun
pertama kehidupannya, terutama gabungan dari kurangnya asupan gizi, paparan terhadap
penyakit yang tinggi serta pola pengasuhan yang kurang tepat. Semua faktor ini dapat
menyebabkan kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, yang akhirnya dapat menyebabkan
meningkatnya beban penyakit dan kematian pada balita.
Kurang gizi pada usia dini, terutama stunting dapat menghambat perkembangan fisik
dan mental yang akhirnya mempengaruhi prestasi dan tingkat kehadiran di sekolah. Anak
yang kurang gizi lebih cenderung untuk masuk sekolah lebih lambat dan lebih cepat putus
sekolah. Dampak ke masa depannya adalah mempengaruhi potensi kemampuan mencari
nafkah, sehingga sulit keluar dari lingkaran kemiskinan. Anak yang menderita kurang berat
badan menurut umur (kurang gizi) dan secara cepat berat badannya meningkat, maka pada
saat dewasa cenderung untuk menderita penyakit kronik yang terkait gizi (kencing manis,
tekanan darah tinggi dan penyakit jantung koroner). Dampak jangka panjang, oleh kurang
gizi pada masa anak-anak juga menyebabkan rendahnya tinggi badan dan pada ibu-ibu
a. Desa-desa prioritas 1-3 yang tersebar di Kecamatan Kampar Kiri, Kampar Kiri Hulu, XIII Koto
Kampar, Koto Kampar Hulu, Tapung, Tapung Hulu, Tapung Hilir, Kampa, Siak Hulu dan Salo .
b. Desa-desa yang lokasinya jauh dari ibu kota kabupaten atau di wilayah yang berbatasan dengan
kabupaten lain
c. Desa-desa pemekaran yang fasilitas, infrastruktur dan kapasitas SDMnya masih terbatas.
Upaya-upaya untuk meningkatkan ketahanan pangan ditekankan pada penyebab utama kerentanan
pangan di desa seperti digambarkan pada diagram di bawah ini.
Daya beli terbatas karena Mempermudah akses pangan Peningkatan Akses Pangan
kemiskinan Jaring pengaman sosial rumah
tangga miskin
Masalah Kesehatan dan Gizi Penyediaan Tenaga Kesehatan Peningkatan fasilitas dan tenaga
kesehatan
Distribusi tenaga kesehatan yang
tidak merata