Anda di halaman 1dari 51

TUGAS AKHIR PERENCANAAN TEMPAT PEMROSESAN

AKHIR SAMPAH (TPA) KOTA MOJOKERTO

Disusun Oleh :
1. Riska Dwi Herbiantini ( 153800012)
2. Anggun Nur Angraeni (153800020)
3. Rosita Anggraeni Iflaha (153800021)
4. Mega Cahyani (153800031)
5. Aliffia Rica Ambima (153800036)
6. Ida Istaharoh (153800043)

Dosen Pembimbing :
Dr. Rhenny Ratnawati, S.T., M.T

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN


FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN
UNIVERSITAS PGRI ADI BUANA
SURABAYA
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat
dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir “Perencanaan Tempat
Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah di kota Mojokerto” dalam Mata Kuliah “Perencanaan
TPA”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Rhenny Ratnawati, S.T., M.T
selaku dosen pembimbing dalam mata kuliah Perencanaan TPA yang telah mengajar,
membimbing dan memberikan arahan sehingga tugas ini bisa terselesaikan dengan baik.
Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna sehingga kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan. Semoga makalah ini bisa bermanfaat
khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Atas perhatiannya penulis
ucapkan terima kasih.

Surabaya , Juni 2017

Penulis

i|Page
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………. i
Daftar Isi……………………………………………………………………………….. ii
Daftar Gambar…………………………………………………………………………. iv
Daftar Tabel……………………………………………………………………………. v
Bab I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………….. 1
1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran…………………………………………………… 2
1.3 Ruang Lingkup…………………………………………………………………. 2
1.4 Metode Pendekatan…………………………………………………………….. 2

Bab II. Sistem Pengelolaan Persampahan


2.1 Umum………………………………………………………………………….. 3
2.2 Konsep Dasar……………………………………………………………….….. 6
2.3 Kebijakan Dasar Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah…………………… 6
2.4 Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
(KNSP-NPP) ………………………………………..………………………….. 7
2.5 Kebijakan Nasional Pengelolaan Persampahan……………………..………….. 10
2.5.1 Kebijakan Umum…………………………………………………………. 10
2.5.2 Kebijakan Kelembaagaan…………………………….………..…………. 10
2.5.3 Kebijakan Teknis…………………………….………..…………….……. 11
2.5.4 Kebijakan Pembiayaan…………………………….….…………….……. 11
2.5.5 Aspek Hukum………..…………………………….….…………….……. 11
2.5.6 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta….…….….…………….……. 12
2.6 Kriteria Pengelolaan Persampahan……………………………………………... 13
2.6.1 Sistem Organisasi dan Manajemen (Kelembagaan)….………..…………. 13
2.6.2 Sistem Operasional……………………………………...……..………….. 13
2.6.3 Sistem Pembiayaan dan Retribusi……………...…….………..………….. 14
2.6.4 Sistem Pengaturan……………………………...…….………..………….. 15
2.6.5 Peran Serta Masyarakat………………………...…….………..………….. 16
2.6.6 Kebutuhan Peralatan dan Bangunan Utama……………...……………….. 16

Bab III. Gambaran Umum Wilayah Perencanaan


3.1 Gambaran Umum Kabupaten Mojokerto……….…………………………….… 17
3.1.1 Kondisi Geografis………………………………….………..……………. 18
3.1.2 Kondisi Sosial………...…………………………….………..………..….. 23
3.2 Kota Mojokerto ……….………………………..…….………..……………….. 24
3.2.1 Batas Wilayah Kota Mojokerto….....……………...………..…………….. 25
3.2.2 Kondisi Fisik Dasar………..………...……………...………..………..….. 25
3.2.3 Kependudukan……………………...……………...………..…………….. 26
3.2.4 Tata Ruang Kota Mojokerto………...…………...…………..……………. 30

Bab IV. Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Kota Mojokerto


4.1 Institusi Pengelolaan dan Sumber Daya Manusia ……………….……………… 34
4.2 Wilayah Pelayanan……………………………………………...……………….. 34
4.3 Kondisi Sumber Sampah……………………………………….....……………… 34
4.4 Sistem Pengelolaan Sampah…………………………………………….……….. 35

ii | P a g e
4.4.1 Sistem Pewadahan…………………..……………...………..…………….. 36
4.4.2 Pengumpulan Sampah…………………..……………...………….……….. 36
4.5 Kondisi Eksisting TPA …………………………………..……………….……… 37
4.6 Rencana Lokasi TPA ………………………………….....……………….……… 38

Bab V. Perencanaan Teknis TPA


5.1 Perhitungan Desain TPA ………………………………..………………...……... 39
5.1.1 Analisa Proyeksi Sampah…………………..……….………..…………….. 40
5.1.2 Identifikasi Kebutuhan Sarana dan Prasarana TPA…………….………….. 40
5.1.3 Perencanaan Bangunan Lindi……….……..……….………..…………….. 41
5.1.4 Fasilitas Penunjang……….………………..……….………..…………….. 41
5.1.5 Fasilitas Operasional……….……..………………...………..…………….. 42
5.1.6 Tenaga Pengelola TPA dan 3R……….……..………...……..…………….. 42

Bab VI. Saran dan Rekomendasi


6.1 Kesimpulan……………………………………………………………………… 43
6.2 Saran …………….………………………….……………………..………...…... 43
6.3 Rekomendasi…………………………………………………...………………… 43

Daftar Pustaka…………………………………………………….……………………… 44

iii | P a g e
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah…………. 8


Gambar 3.1 Peta Kecamatan Kabupaten Mojokerto ................................ 18
Gambar 5.1 Lokasi Perencanaan TPA Kota Mojokerto……………………….. 39
Gambar 5.2 Fasilitas penunjang yang telah ada di TPA Randegan…………… 42
Gambar 5.3Model alat berat yang dibutuhkan………………………………… 42

iv | P a g e
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Tinggi dan Luas Daerah Menurut Kecamatan.................................. 18


Tabel 3.2 Luas Lahan Berdasarkan Ketinggian............................................ 20
Tabel 3.3 Kemiringan lahan.............................................................................. 20
Tabel 3.4 Struktur dan Karakteristik Tanah………………………………….. 21
Tabel 3.5 Jenis Jaringan Irigasi Panjang Saluran dan Areal Sawah Irigasi 22
Tabel 3.6 Target dan Realisasi Kondisi Irigasi Tahun 2012 dan 2013....22
Tabel 3.7 Sungai Besar di Kabupaten Mojokerto……………………………. 23
Tabel 3.8 Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten Mojokerto 26
Tabel 3.9 Jumlah Desa dan Kelurahan tiap Kecamatan Tahun 2013…………. 27
Tabel 3.10 Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 – 2012… 28
Tabel 3.11 Jumlah Penduduk berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin…………. 29
Tabel 3.12 Jumlah Penduduk Berdasarkan Wilayah………………………………… 30
Tabel 4.1 Timbulan sampah kota Mojokerto…………………………………. 35
Tabel 4.2 Jumlah volume timbulan sampah dari sumbernya…………………. 36
Tabel 4.3 Data Pengelolaan Sampah di Kota Mojokerto…………………….. 38

v|Page
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan
pembuangan akhir sampah. TPA merupakan mata rantai terakhir dari pengolahan sampah
perkotaan sebagai sarana lahan untuk menimbun atau mengolah sampah. Proses sampah itu
sendiri mulai dari timbulnya di sumber, pengumpulan, dilanjutkan dengan pemindahan atau
pengangkutan kemudian pengolahan hingga pembuangan. Di TPA sampah masih mengalami
proses penguraian secara alamiah dengan jangka waktu panjang. Beberapa jenis sampah
dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat sampai puluhan dan ratusan
tahun seperti 1ystem1. Hal ini memberi gambaran bahwa di TPA masih terdapat proses-
proses yang menghasilkan beberapa zat yang dapat mempengaruhi lingkungan.
TPA merupakan tempat pengumpulan sampah yang merupakan lokasi yang harus
terisolir secara baik sehingga tidak menyebabkan pengaruh 1ystem1s pada lingkungan sekitar
TPA. TPA Randegan di kota Mojokerto yang selama ini menjadi tujuan pembuangan akhir
sampah dari seluruh wilayah di Mojokerto akan memasuki batas waktu operasional yang
akan berakhir beberapa bulan mendatang. Berakhirnya operasional TPA Randegan ini akan
menimbulkan berbagai macam persoalan yang menyebabkan sampah sampah yang dibuang
harus dialihkan ke tempat yang baru yang memenuhi kriteria sebagai lokasi pembuangan
akhir yang baik. Keterbatasan lahan dan luas wilayah kota merupakan masalah yang selalu
dijumpai dalam membangun sarana dan prasarana serta infrastuktur yang mendukung
pelayanan 1ystem salah satunya TPA.
Dalam mencari tempat baru untuk suatu tujuan sangat tidak mudah pada
pelaksanaanya di lapangan, karena sering kali terbentur berbagai persoalan mulai dari
pembebasan tanah dan kependudukan serta akses menuju tempat yang baru akan dibuka atau
digunakan. Penentuan lokasi TPA harus mempertimbangkan potensi lahan yang terdapat di
wilayah yang baru dengan mengenali karakteristik lahan tersebut secara fisik. Penentuan dan
analisis kesesuaian lahan untuk TPA perlu juga dipelajari mengenai tata guna lahan agar
lahan yang digunakan untuk TPA tidak menyalahi aturan yang berlaku. Permasalahan
sampah ditangani oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP). Dinas tersebut yang
melaksanakan kegiatan untuk membersihkan dan mengangkut sampah yang ada di tempat
sampah yang terdapat ditempat-tempat umum.
Pihak DKP kota Mojokerto cenderung mengajukan perluasan lahan TPA Randegan
daripada memilih lokasi baru. Karena kota Mojokerto yang hanya memiliki luas wilayah
kisaran 16,4 km2 yang dianggap sangat sempit. Maka, Jika dipaksakan memilih lokasi baru,
selain dimungkinkan bisa menimbulkan permasalahan baru, juga dikatakan tidak efektif.
Karena usia TPA Randegan hanya tersisa beberapa bulan saja. Lahan kering disamping TPA
Randegan dianggap ideal untuk perluasan TPA sehingga perluasan lahan dapat mengatasi
permasalahan TPA Randegan yang mengalami masa kritis yang apabila dipaksakan, maka
akan terjadi gunungan-gunungan sampah dan pengelolaan sampah itu sendiri tak akan bisa
berjalan maksimal. Sampah merupakan bagian dari proses kehidupan manusia yang memiliki

1|Page
sifat konsumtif. Dengan demikian pemerintah daerah harus bergerak untuk menjadikan
kotanya bersih dan nyaman untuk khalayak ramai.

1.2 Maksud, Tujuan dan Sasaran


Maksud dan tujuan dilakukannya perencanaan pembangunan TPA di kota Mojokerto
tepatnya dengan melakukan perluasan lahan di samping TPA Randegan Mojokerto ini guna
mengatasi permasalahan over load nya tampungan TPA Randegan yang tengah mengalami
masa kritis karena daya tampungnya sudah tidak lagi memungkinkan. Sehingga dilakukan
perencanaan pembangunan TPA baru di samping lokasi TPA Randegan yang selama ini
digunakan sebagai tempat pemrosesan akhir semua sampah yang berada di wilayah
Mojokerto.
Sedangkan sasaran dalam proses perencanaan pembangunan TPA ini ialah kota
Mojokerto, tepatnya di TPA Randegan Kecamatan Magersari untuk pengelolaan
persampahan secara detail termasuk lokasi, anggaran, dan hasil yang telah dicapai sejak
ditetapkannya UU 18 tahun 2008. Teridentifikasinya isu-isu strategis permasalahan utama
pengelolaan sampah di Indonesia. Tersusunnya rumusan rekomendasi kebijakan percepatan
pencapaian target nasional pengelolaan persampahan dari aspek regulasi, kelembagaan,
pendanaan, teknis operasional, dan peran serta masyarakat. Tersusunnya rumusan langkah-
langkah yang dibutuhkan untuk implementasi rekomendasi percepatan pencapaian target
nasional Pengelolaan Persampahan.

1.3 Ruang Lingkup


 Merencanakan pembangunan TPA di wilayah Mojokerto
 Menentukan lokasi yang tepat untuk pembangunan TPA sesuai dengan kebijakan.
 Melakukan perhitungan dan perencanaan desain bangunan TPA yang dapat mengatasi
permasalahan persampahan di Wilayah Mojokerto.
 Melakukan studi kasus pengelolaan sampah sebagai sumber data primer di Kota
Mojokerto
 Mengevaluasi data-data yang terkumpul dan mengkaji dari 5 aspek, yaitu regulasi,
kelembagaan, pendanaan, teknis operasional dan peran serta masyarakat.

1.4 Metode Pendekatan


Metode pendekatan yang dilakukan dalam hal ini adalah metode deskriptif kualitatif
agar diperoleh gambaran yang jelas dari kondisi dan proses pengelolaan persampahan yang
saat ini berjalan di Kota Mojokerto. Data yang diperlukan dalam penelitian ini, yaitu data
karakteristik sampah terdiri dari sumber, jenis, dan volume sampah. Teknis operasional
pengelolaan sampah terdiri dari pengumpulan setempat, penampungan sementara,
pengangkutan, dan pengolahan akhir. Kelembagaan dan peraturan terdiri dari lembaga
pengelola di tingkat pemerintah, lembaga pengelola di tingkat masyarakat. Partisipasi
masyarakat terdiri dari jenis dan bentuk. Teknik pengumpulan data dengan diskusi kelompok
terfokus, observasi, pengkajian/studi dokumen.

2|Page
BAB II
SISTEM PENGELOLAAN PERSAMPAHAN

2.1 Umum
Pengelolaan sampah didefinisikan sebagai semua kegiatan yang bersangkut paut
dengan pengendalian timbulnya sampah, pengumpulan, transfer dan transportasi,
pengolahan dan pemrosesan akhir/pembuangan sampah, dengan mempertimbangkan
3ystem kesehatan lingkungan, ekonomi, teknologi, konservasi, estetika, dan factor
3ystem lingkungan lainnya yang erat kaitannya dengan respons masyarakat.
Menurut UU no 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang dimaksud dengan
pengelolaan sampah yaitu kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan
yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Kegiatan pengurangan meliputi:
 Pembatasan timbulan sampah;
 Pendauran ulang sampah; dan/atau
 Pemanfaatan kembali sampah.
Sedangkan kegiatan penanganan meliputi :
 Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,
jumlah, dan/atau sifat sampah;
 Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber
sampah ke tempat penampungan sementara (TPS) atau tempat Pengolahan sampah 3R
skala kawasan (TPS 3R), atau tempat pengolahan sampah terpadu;
 Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat
penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah 3R terpadu menuju
TPA atau tempat pengolahan sampah terpadu (TPST);
 Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah;
dan/atau
 Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil
pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Paradigma lama penanganan sampah secara konvensional yang bertumpu pada


proses pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir perlu diubah dengan
mengedepankan terlebih dahulu proses pengurangan dan pemanfaatan sampah. Pengurangan
dan pemanfaatan sampah secara signifikan dapat mengurangi kebutuhan pengelolaan
sehingga sebaiknya dilakukan di semua tahap yang memungkinkan baik sejak di
sumber, TPS, Instalasi Pengolahan, dan TPA. Dengan demikian diharapkan target
pengurangan sampah sebesar 20% dapat terpenuhi.
Pengurangan dan pemanfaatan sampah sejak disumbernya akan memberikan
dampak positif, dalam hal ini peran serta masyarakat sangatlah penting. Komposisi sampah
dengan kandungan 3ystem3 tinggi (60-80%) merupakan potensi sumber bahan baku
kompos yang dapat melibatkan peran serta masyarakat.
Daur ulang oleh 3ystem informal perlu diupayakan menjadi bagian dari system
pengelolaan sampah perkotaan. TPA merupakan tahap terakhir penanganan sampah.
Pemanfaatan TPA sebaiknya untuk jangka panjang (minimal 10 tahun).
3|Page
Insinerator merupakan pilihan teknologi terakhir untuk pengolahan sampah kota,
mengingat karakteristik sampah di Indonesia yang masih mengandung organic yang
cukup tinggi, biaya investasi dan operasi serta pemeliharaan yang mahal. Pengelolaan
sampah meliputi:
 Sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah
tangga khususnya pada kawasan perkotaan, tidak termasuk tinja dan sampah spesifik,
pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten;
 Sampah sejenis sampah rumah tangga, yaitu sampah yang berasal dari kawasan
komersial, kawasan pariwisata, fasilitas 4ystem dan fasilitas umum yang terdapat pada
kawasan perkotaan, pengelolaannya dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten; dan
 Sampah spesifik, yaitu sampah yang sifat dan jenisnya memerlukan penanganan khusus,
pengelolaannya dilaksanakan sendiri oleh pemilik sampah, meliputi:
a. Sampah yang mengandung bahan berbahaya dan beracun;
b. Sampah yang mengandung limbah bahan berbahaya dan beracun;
c. Sampah yang timbul akibat bencana;
d. Puing bongkaran bangunan;
e. Sampah yang secara teknologi belum dapat diolah; dan
f. Sampah yang timbul secara tidak 4ystem4s.

Pengelolaan sampah
Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan kerjasama antar pemerintah daerah atau
melalui kemitraan dengan badan usaha pengelolaan sampah menuju pelayanan yang
4ystem4se4al. Metode – metode yang dapat dilakukan meliputi :
 Metode Pembuangan
Pembuangan sampah pada penimbunan darat termasuk penguburan untuk membuang
sampah. Penimbunan ini biasanya dilakukan di tanah yang tidak terpakai. Lubang bekas
pertambangan, atau lubang-lubang dalam. Sebuah lahan penimbunan darat yang dirancang
dan dikelola dengan baik akan menjadi tempat penimbunan sampah yang hiegenis dan
murah. Sedangkan penimbunan darat yang dirancang dan tidak dikelola dengan baik akan
menyebabkan berbagai masalah lingkungan, diantaranya 4ystem berbau sampah, menarik
berkumpulnya hama, dan adanya genangan air sampah. Efek samping lain dari sampah
adalah gas methan dan karbon dioksida.
Karakteristik desain dari penimbunan darat yang modern diantaranya adalah Metode
Pengumpulan air sampah menggunakan bahan tanah liat / pelapis 4ystem4.banyak
penimpunan sampah mempunyai 4ystem pengekstrasi gas yang dipasang untuk mengampil
gas yang terjadi.

 Metode Daur-ulang
Proses pengambilan barang yang masih memiliki nilai dari sampah untuk digunakan
kembali disebut sebagai Daul-ulang. Ada beberapa cara daur ulang yaitu pengampilan bahan
sampah untuk diproses lagi atau mengambil kalori dari bahan yang bisa dibakar untuk
membangkitkan listrik. Metode baru dari daur-ulang yaitu :

4|Page
a. Pengolahan kembali secara fisik
Metode ini adalah aktivasi paling 5ystem5 dari daur ulang, yaitu mengumpulkan dan
menggunakan kembali sampah yang telah dibuang contohnya kaleng minum alumunium.
Kalag baja makanan / minuman, botol bekas, kertas karton, koran, majalah dan kardus.
Pengumpulan biasanya dilakukan dari sampah yang sudah dipisahkan dari awal (kotak
sampah / kendaraan sampah khusus), atau dari sampah yang sudah tercampur.

b. Pengolahan kembali biologis


Material sampah (5ystem5), seperti zat makanan, sisa makanan / kertas, bisa diolah
dengan menggunakan proses biologis untuk kompos atau dikenal dengan istilah
pengkomposan. Hasilnya adalah kompos yang bisa digunakan sebagai pupuk dan gas yang
bisa digunakan untuk membangkitkan listrik. Contoh dari pengolahan sampah menggunakan
teknik pengkomposan adalah Green Bin Program (program tong hijau) di 5ystem5, kanada
dimana sampah 5ystem5 rumah tangga seperti sampah dapur dn potongan tanaman
dikumpulkan di kantong khusus untuk di komposkan.

c. Pemulihan energy
Kandungan 5ystem yang terkandung dalam sampah bisa diambil langsung dengan
cara menjadikannya bahan bakar, atau secara tidak langsung dengan cara mengolahnya
menjadi bahan bakar tipe lain. Daur-ulang melalui cara “perlakuan panas” bervariasi mulai
dari menggunakannya sebagai bahan bakar memasak atau memanaskan sampai
menggunakannya untuk memanaskan borlaer untuk menghasilkan uap dan listrik dari turbin-
generator. Pirolisa dan Gusifikasi adalah dua bentuk perlakuan panas yang berhubungan,
dimana sampah dipanaskan pada suhu tinggi dengan keadaan miskin oksigen. Proses ini
biasanya dilakukan di wadah tertutup pada tekanan tinggi. Pirolisa dari sampah padat
mengubah sampah menjadi produk berzat padat, gas dan cair. Produk cair dan gas bisa
dibakar untuk menghasilkan 5ystem atau dimurnikan menjadi produk lain. Padatan sisa
selanjutnya bisa dimurnikan menjadi produk seperti karbon aktif. Gasifikasi busure plasma
yang canggih digunakan untuk mengonversi material 5ystem5 langsung menjadi gas sintetis
(campuran antara karbon monoksida dan 5ystem5s). Gas kemudian dibakar untuk
menghasilkan listrik dan uap.

 Metode Penghindaran dan Pengurangan


Sebuah metode yang penting pengelolaan sampah adalah pencegahan zat sampah
bentuk, atau dikenal juga dengan “Penguangan sampah” metode pencegahan termasuk
penggunaan kembali barang bekas pakai, memperbaiki barang yang rusak, mendesain produk
supaya bisa diisi ulang atau bisa digunakan kembali, mengajak konsumen untuk menghindari
penggunaan barang sekali pakai, mendesain produk yang menggunakan bahan yang lebih
sedikit untuk fungsi yang sama.

5|Page
2.2 Konsep Dasar
Terdapat beberapa konsep tentang pengelolaan sampah yang berbeda penggunaanya
antara 6ystem-negara atau daerah yaitu :

 Hirarki sampah
Hirarki limbah merujuk pada “3M” mengurangi sampah, menggunakan kembali
sampah dan daur ulang yang mengklasifikasikan strategi pengelolaan sampah sesuai dengan
keinginan dari segi minimalisasi sampah.
Tujuan limbah hirarki adalah untuk mengambil keuntungan meksimum dari produk-
produk praktis dan menghasilkan jumlah minimum limbah.

 Perpanjangan tanggung jawab penghasil sampah/extended producer responsibility (EPR).


(EPR) adalah suatu strategi yang dirancang untuk mempromosikan 6ystem6se semua
biaya yang berkaitan dengan produk-produk mereka si seluruh siklus hidup (termasuk akhir-
of-pembuangan biaya hidup) ke dalam pasar harga produk. Tanggung jawab produsen di
perpanjang dimaksudkan untuk menentukan akuntabilitas atas seluruh lifecycle produk dan
kemasan di perkenalkan ke pasar.

 Prinsip pengotor berguna membayar


Prinsip pengotor membayar adalah prinsip di mana pajak pencemar membayar
dampak akibatnya ke lingkungan.

2.3 Kebijakan Dasar Perencanaan Sistem Pengelolaan Sampah


Kebijakan dasar perencanaan system pengelolaan sampah berdasarkan pada :
 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;
 UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
 Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum;
 Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota;
 Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang;
 PP Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah
Sejenis Sampah Rumah Tangga;
 Peraturan Presiden Nomor 185 Tahun 2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum
dan Sanitasi;
 Permen PU Nomor 01/PRT/M/2014 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang;
 Permen PU Nomor 03 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana
Persampahan Dalam Penganganan Sampah Rumah Tangga Dan Sampah Sejenis Sampah
Rumah Tangga; dan

6|Page
 Permen LH Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang
Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
2.4 Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
(KNSP-NPP)
Saat ini 7ystem seluruh pengelolaan sampah berakhir di TPA sehingga menyebabkan
beban TPA menjadi sangat berat, selain diperlukannya lahan yang cukup luas, juga
fasilitas perlindungan lingkungan yang sangat mahal. Hal tersebut disebabkan karena
belum dilakukannya upaya pengurangan volume sampah secara sungguh-sungguh sejak
dari sumber, termasuk pemisahan sampah B3 (Bahan Buangan Berbahaya) rumah tangga.
Mengacu pada berbagai peraturan dan perundangan yang berlaku di Indonesia maka
Pemerintah harus menyediakan pelayanan 7ystem pengelolaan persampahan yang
mengikuti kaidah-kaidah teknis, ekonomis, dan lingkungan.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional maka
Departemen Pekerjaan Umum telah menyusun Rencana Strategis tahun 2005 – 2009 yang
bertujuan untuk : memberikan akses ke seluruh pelosok tanah air dan menangani tanggap
darurat untuk memberikan pelayanan minimal bagi masyarakat dalam melaksanakan
kehidupan 7ystem ekonomi agar terwujud Indonesia yang aman dan damai; membina
penyelenggaraan infrastruktur secara transparan dan terbuka dengan melibatkan
masyarakat, meningkatkan peran Pemerintah Daerah agar terwujud Indonesia yang adil dan
demokratis; serta menyelenggarakan infrastruktur yang efisien, efektif dan produktif agar
terwujud Indonesia yang lebih sejahtera.
Disamping itu Pemerintah Indonesia juga telah ikut serta dalam meratifikasi
berbagai kesepakatan/komitmen Internasional yang harus diupayakan pemenuhannya sebagai
bangsa yang bermartabat. Kesepakatan tersebut mencakup : Agenda 21 mengenai
pengurangan volume sampah yang dibuang ke TPA (3R/Reduce-Reuse-Recycle), Prinsip
Dublin, Kesepakatan Rio, MDGs (Millenium Development Goals) mengenai peningkatan
separuh dari jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses pelayanan pada tahun
2015, Kyoto Protocol mengenai mekanisme pembangunan bersih (CDM/Clean Development
mechanism) dan lain-lain;
Untuk mencapai tujuan diatas dan sebagai tindak lanjut amanat PP no 16 tahun
2005 tentang Pengembangan Sistem Penyedaan Air Minum, maka disusunlah KEBJAKAN
DAN STRATEGI NASIONAL PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN
PERSAMPAHAN (KSNPSPP) yang tegas dan realistis dan dapat digunakan sebagai
acuan bagi Pusat dan Daerah dalam meningkatkan 7ystem pengelolaan persampahan
secara berkelanjutan dan ramah lingkunga Dalam rangka penyehatan lingkungan
permukiman yang berkelanjutan, perlu dilakukan pengembangan 7ystem pengelolaan
persampahan yang ramah lingkungan. Permukiman yang sehat dengan lingkungan yang
bersih sangat diperlukan dalam rangka peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia
sehingga masyarakat dapat menjadi lebih produktif.

7|Page
Gambar 2.1
Diagram Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan,


yang selanjutnya disingkat KSNP-SPP merupakan pedoman untuk pengaturan,
penyelenggaraan dan pengembangan system pengelolaan persampahan, baik bagi pemerintah
pusat, maupun daerah, dunia usaha, swasta, dan masyarakat.
KSNP-SPP digunakan sebagai pedoman untuk pengaturan, penyelenggaraan,
dan pengembangan sistem pengelolaan persampahan yang ramah lingkungan, baik
ditingkat pusat, maupun daerah sesuai dengan kondisi daerah setempat.
Peraturan Terkait Penyusunan Kebijakan dan Strategi Nasional Sistem pengelolaan
Persampahan ini memiliki arah kebijakan yang didasarkan pada :
 Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
 Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang;
 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Lingkungan Hidup;
 Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
 Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
 Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
 Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional;
 Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
 Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah;

8|Page
 Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional;
 Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 1999 tentang Kawasan Siap Bangun dan Lingkungan
Siap Bangun Berdiri Sendiri;
 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air
Minum;
 Peraturan Pemerintah No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum;
 Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional 2005-2009;
 Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
 Peraturan Menteri PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional
Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan (KSNP-SPP)

Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan


dirumuskan sebagai berikut:
Kebijakan (1) : Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya
Kebijakan (2) : Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai mitra
pengelolaan
Kebijakan (3) : Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan

Dengan penjelasan sebagai berikut :


Kebijakan (1) Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya
Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah paradigma
baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk mengurangi
volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan memanfaatkan semaksimal
mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan sampah tersebut selain dapat
menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan sampah dan menghasilkan
kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak tercampur dengan sampah lain.
Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai 50 % dari total sampah yang
dihasilkan.

Kebijakan (2) Peningkatan peran aktif masyarakat dan dunia usaha/swasta sebagai
mitra pengelolaan Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan
pola-pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa
masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung
makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi
kebersihan yang memadai. Disamping masyarakat, pihak swasta / dunia usaha juga memiliki
potensi yang besar untuk dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik ini. Beberapa
pengalaman buruk dimasa lalu yang sering membebani dunia usaha sehingga tidak
berkembang perlu mendapatkan upaya-upaya perbaikan. Swasta jangan lagi dimanfaatkan
bagi kepentingan lain, tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk bersama mewujudkan
pelayanan kepada masyarakat sehingga kehadirannya sangat diperlukan.

9|Page
Kebijakan (3) Peningkatan cakupan pelayanan dan kualitas sistem pengelolaan
Tingkat pelayanan yang 40% pada saat ini menyebabkan banyak dijumpai TPS yang tidak
terangkut dan masyarakat yang membuang sampah ke lahan kosong / sungai. Banyak anggota
masyarakat yang tidak mendapatkan pelayanan pengumpulan sampah secara memadai.
Sementara itu berbagai komitmen internasional sudah disepakati untuk mendorong
peningkatan pelayanan yang lebih tinggi kepada masyarakat. Sasaran peningkatan pelayanan
nasional pada tahun 2015 yang mengarah pada pencapaian 70% penduduk juga telah
ditetapkan bersama

2.5 Kebijakan Nasional Pengelolaan Persampahan


Dalam upaya mewujudkan situasi dan kondisi permukiman sehat yang diinginkan
sebagaimana dimaksud di atas, diperlukan rencana, program, dan pelaksanaan kegiatan yang
terpadu, efisien, dan efektif. Untuk mewujudkan situasi dan kondisi yang diinginkan maka
ditetapkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan
Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan. Kebijakan – kebijakan
tersebut meliputi : Kebijakan Umum, kebijakan kelembagaan, kebijakan teknis, kebijakan
pembiayaan.

2.5.1 Kebijakan Umum


Pengurangan sampah dari sumbernya merupakan aplikasi pengelolaan sampah
paradigm baru yang tidak lagi bertumpu pada end of pipe system, dimaksudkan untuk
mengurangi volume sampah yang harus diangkut dan dibuang ke TPA dan
memanfaatkan semaksimal mungkin material yang dapat di daur ulang. Pengurangan
sampah tersebut selain dapat menghemat lahan TPA juga dapat mengurangi jumlah angkutan
sampah dan menghasilkan kualitas bahan daur ulang yang cukup baik karena tidak
tercampur dengan sampah lain. Potensi pengurangan sampah di sumber dapat mencapai
50 % dari total sampah yang dihasilkan.

2.5.2 Kebijakan Kelembaagaan


Motor penggerak pengelolaan persampahan adalah institusi yang diberi kewenangan
untuk melaksanakan seluruh aspek manajemen untuk menghasilkan kualitas pelayanan
persampahan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu
kebijakan yang yang mendukung perkuatan kapasitas kelembagaan pengelola persampahan.
Perkuatan kelembagaan tersebut ditinjau dari bentuk institusi yang memiliki
kewenangan yang sesuai dengan tanggung jawabya, memiliki fungsi perencanaan,
pelaksanaan dan pengendalian serta didukung oleh tenaga yang terdidik dibidang manajemen
persampahan.Banyak kelemahan masih dilakukan oleh hampir semua pemangku kepentingan
persampahan dan belum ada langkah-langkah strategis untuk menyelesaikannya.
Beberapa kelemahan tersebut misalnya dapat dilihat pada beberapa contoh
berikut: Pengelola Kebersihan (Pemerintah Daerah) belum mengangkut sampah dari TPS
sesuai ketentuan; atau mengoperasikan pembuangan sampah secara open dumping.
Masyarakat juga memiliki andil kelemahan misalnya dalam hal tidak membayar retribusi

10 | P a g e
sesuai ketentuan, atau membuang sampah sembarangan. Legislatif belum menyediakan
anggaran sesuai kebutuhan minimal yang harus disediakan. Pemerintah Pusat belum
mampu menyediakan ketentuan peraturan secara lengkap, dan lain-lain.
Untuk mengatasi hal tersebut maka sangat diperlukan adanya kebijakan agar aturan
aturan hukum dapat disediakan dan diterapkan sebagaimana mestinya untuk menjamin
semua pemangku kepentingan melaksanakan bagian masing-masing secara bertanggung
jawab

2.5.3 Kebijakan Teknis


Kebijakan Teknis Meliputi :
1. Pewadahan
2. Pegumpulan
3. Pengangkutan
4. Pengolahan
5. Pemrosesan Akhir

2.5.4 Kebijakan Pembiayaan


Pengelolaan persampahan memang bagian dari pelayanan publik yang harus
disediakan oleh Pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat. Namun demikian
pengelolaan persampahan juga merupakan tanggung jawab masyarakat untuk menjaga
keberlanjutannya. Sharing dari masyarakat sangat diperlukan untuk menjaga agar pelayanan
pengelolaan persampahan dapat berlangsung dengan baik dan memenuhi kebutuhan
masyarakat. Salah satu bentuk sharing dari masyarakat adalah melalui pembayaran
retribusi kebersihan yang diharapkan mampu mencapai tingkat yang dapat membiayai
dirinya sendiri.
Pemerintah perlu melakukan langkah-langkah investasi untuk menyediakan
kebutuhan prasarana dan sarana yang memadai untuk mewujudkan pelayanan tersebut; dan
masyarakat secara bertahap memberikan kontribusi untuk membiayai pelaksanaan
pengelolaannya

2.5.5 Aspek Hukum


Dalam rangka percepatan kinerja pengelolaan sampah salah satu strategi yang
perlu dilakukan adalah dengan melengkapi, merevisi peraturan perundangundangan,
menerapkan, serta menegakkan peraturan perundang undangan pengelolaan sampah.
Dalam percepatan pengelolaan sampah, kebijakan dan strategi nasional pengembangan
sistem pengelolaan persampahan (KSNP-SPP) merupakan pedoman yang digunakan
untuk pengaturan, penyelenggaraan dan pengembangan pengelolaan persampahan baik
bagi pemerintah pusat maupun daerah, dunia usaha dan masyarakat.
Analisis kebijakan, strategi, program, isu strategis dan permasalahan terkait
pengelolaan sampah berdasarkan aspek hukum yaitu:
 Masih lemahnya penegakan Hukum
Faktor yang mempengaruhi lemahnya penegakan hukum adalah:
a. Lemahnya kehendak konstitusional dari para pemangku kebijakan penyelenggara
negara.

11 | P a g e
b. Peraturan yang dihasilkan belum mencerminkan kepentingan yang menjadi objek
peraturan.
c. Rendahnya integritas aparat penegak hukum.
d. Minimnya sarana dan prasarana penegakan hukum.
e. Sistem hukum yang kurang sistematis.
f. Tingkat kesadaran dan budaya hukum yang kurang di masyarakat.

Dalam kondisi demikian Pemerintah dan Pemerintah Daerah perlu


mendisiplinkan seluruh stake holder dan masyarakat dalam mentaati peraturan. Selain
itu perlu ada dorongan dalam melengkapi dan menyempurnakan produk peraturan
terkait pengelolaan sampah. Hal ini berkaitan erat dengan konsistensi penegakan
hukum. Penguatan kapasitas institusi penegak hukum diperlukan agar tercipta hubungan
sinergis antar aparat penegak hukum dan masyarakat. Peraturan Perundang undangan di
bidang pengelolaan sampah yang telah ada belum memiliki kemampuan untuk menjawab dan
menyelesaikan permasalahan hukum pengelolaan sampah.

2.5.6 Aspek Peran Serta Masyarakat dan Swasta


Untuk melaksanakan pengurangan sampah di sumber dan meningkatkan pola-
pola penanganan sampah berbasis masyarakat, diperlukan perubahan pemahaman bahwa
masyarakat bukan lagi hanya sebagai obyek tetapi lebih sebagai mitra yang mengandung
makna kesetaraan. Tanpa ada peran aktif masyarakat akan sangat sulit mewujudkan kondisi
kebersihan yang memadai.
Disamping masyarakat, pihak swasta / dunia usaha juga memiliki potensi yang besar
untuk dapat berperan serta menyediakan pelayanan publik ini. Beberapa pengalaman buruk
dimasa lalu yang sering membebani dunia usaha sehingga tidak berkembang perlu
mendapatka upaya-upaya perbaikan. Swasta jangan lagi dimanfaatkan bagi kepentingan lain,
tetapi perlu dilihat sebagai mitra untuk bersama mewujudkan pelayanan kepada
masyarakat sehingga kehadirannya sangat diperlukan.
Untuk operasionalisasi kebijakan tersebut maka beberapa strategi ditetapkan yaitu:
Meningkatkan pemahaman tentang pengelolaan sampah sejakdini melalui pendidikan bagi
anak usia sekolah. Menyebarluaskan pemahaman tentang pengelolaan persampahan kepada
masyarakat umum. Meningkatkan pembinaan masyarakat khususnya kaum perempuan
dalam pengelolaan sampah. Mendorong pengelolaan sampah berbasis masyarakat.
Mengembangkan sistem insentif dan iklim yang kondusif bagi dunia usaha/swasta.
Beberapa kondisi yang ada yang berkaitan dengan aspek peran serta masyarakat
adalah :
 Kesadaran masyarakat terhadap penanganan sampah masih rendah;
 Masyarakat belum terinformasikan tentang berbagai peraturan, pedoman, SOP yang
ada dalam pengelolaan sampah;
 Kurang mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengelolaan sampah.
 Komunikasi yang perlu dibangun secara terus menerus antara pemerintah daerah
dengan masyarakat dan diantara masyarakat itu sendiri yang menyangkut baik
masalah kebijakan maupun masalah bimbingan teknis

12 | P a g e
2.6 Kriteria Pengelolaan Persampahan
Merencanakan suatu pengembangan sistem pengelolaan persampahan memerlukan
strategi yang terstruktur dan tepat sasaran. Strategi pengembangan persampahan dan
untuk jangka panjang perlu mengacu pada strategi nasional (Permen PU No
21/PRT/M/2006) dan daerah serta rencana tata ruang yang berlaku. Secara garis besar,
strategi tersebut meliputi :
 Strategi Teknis
Peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan berdasarkan kriteria kebutuhan
pengembangan Peningkatan kegiatan 3R untuk skala sumber dan kawasan pada lokasi-lokasi
prioritas dan memenuhi kriteria Rehabilitasi TPA menjadi minimal controlled landfill
Mengembangkan pola pelayanan regional 2 atau lebih kota kabupaten yang berdekatan

2.6.1 Sistem Organisasi dan Manajemen (Kelembagaan)


 Strategi Peningkatan Kelembagaan
Peningkatan organisasi sesuai dengan peraturan yang berlaku (PP 38/2007
tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota, PP 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerja
Sama Daerah, PP 23/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum dan lain-
lain).
 Pemisahan fungsi operator dan regulator
 Peningkatan kualitas SDM melalui training
 Rekruitmen SDM untuk jangka panjang sesuai dengan kualifikasi bidang keahlian
persampahan/manajemen

2.6.2 Sistem Operasional


Strategi Sitem Operasional operasional untuk percepatan kinerja pengelolaan sampah
terdiri dari 13 (tiga belas) strategi, yaitu:
 Menyusun rencana induk/master plan pengelolaan sampah.Meningkatkan pengurangan
sampah pada tahapan perencanaan dan penyusunan program.
 Meningkatkan pengurangan sampah pada tahapan implementasi.
 Melaksanakan monitoring dan evaluasi dalam rangka peningkatan kinerja pengurangan
dan penanganan sampah.
 Melaksanakan EPR (Extended Producer Responsibility)/Kewajiban Produsen dalam
pengurangan sampah.
 Melaksanakan CSR (Corporate Social Responsibility) untuk pengelolaan Sampah.
 Melakukan pilot project dalam pengelolaan sampah dari sub sistem
pemilahan/pewadahan, pengumpulan sampah hingga pemrosesan akhir sampah di Kota
terpilih.
 Membangun dan revitalisasi Tempat Pemrosesan Akhir (TPA).
 Membangun fasilitas pengolahan sampah antara/ITF (Intermediate Treatment Facility) di
Kota Metropolitan/Kota Besar dengan teknologi ramah lingkungan yang tidak
memerlukan lahan luas.
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana pengangkutan sampah.
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pengumpulan sampah.
 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pemilahan/pewadahan sampah.
 Meningkatkan pengelolaan sampah skala kawasan
13 | P a g e
2.6.3 Sistem Pembiayaan dan Retribusi
Aspek Pembiayaan dalam Sistem Pengelolaan Persampahan mempunyai peran
penting dalam menjalankan roda operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana
persampahan. Berbagai masalah penanganan sampah yang timbul pada umumnya disebabkan
oleh adanya keterbatasan dana, seperti keterbatasan dana investasi peralatan, dana operasi
dan pemeliharaan sehingga kualitas pelayanan sampah sangat ditentukan oleh harga satuan
per meter 3 sampah. Besaran biaya satuan ini bahkan dapat digunakan sebagai indikator
tingkat efisiensi atau keberhasilan pengelolaan sampah disuatu kota. Tanpa ditunjang dana
yang memadai, akan sulit mewujudkan kondisi kota yang bersih dan sehat.
Kebutuhan biaya pengelolaan sampah ini akan meningkat sejalan dengan tingkat
pelayanan atau volume sampah yang harus dikelola. Pihak institusi pengelola persampahan
dituntut untuk dapat merencanakan kebutuhan dana secara akurat setiap tahunnya agar roda
pengelolaan dapat terus berjalan sesuai dengan tujuan utama, yaitu mewujudkan kota bersih
dan sehat.
Meskipun tanggung jawab pengelolaan persampahan sebenarnya ada pada pihak
Pemda tingkat II (PP 14/1987), tetapi Pemerintah Pusat tetap memberikan bantuan sebagai
wujud pembinaan. Sesuai dengan Kebijaksanaan dan Strategi Nasional Pembangunan bidang
Persampahan, bahwa untuk mencapai target tingkat pelayanan 60 % – 80 % pada Pelita VI,
Pemerintah Pusat telah memberikan bantuan proyek berupa peralatan pengumpulan,
pemindahan, pengangkutan dan alat berat untuk TPA. Bantuan ini bersifat stimulan sehingga
Pemda diminta untuk dapat mengoperasikan, memelihara dan mengembangkannya. Selain itu
Pemerintah Pusat juga memberikan bantuan teknis berupa Studi/Perencanaan dan Pedoman
Teknis serta bantuan Pelatihan.
Pada saat ini kendala yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah dalam mengembangkan
sistem pengelolaan sampah adalah tidak saja dana investasi yang terbatas tetapi juga
keterbatasan biaya investasi, operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana persampahan
tersebut, sehingga optimalisasi penggunaan peralatan yang ada kurang memadai.
Salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian dalam pengelolaan sampah adalah
pendanaan, baik pendanaan dari Pemerintah Pusat (APBN) maupun pendanaan dari
Pemerintah Daerah (APBD), sesuai dengan Undang-Undang No.18 tahun 2008 pasal 24
bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib membiayai penyelenggaraan pengelolaan
sampah dan Peraturan Pemerintah nomor 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan
pemerintah, dimana didalamnya termasuk pengelolaan sampah merupakan tanggung jawab
utama dari Pemerintah Daerah.Strategi untuk meningkatkan pendanaan dalam percepatan
kinerja pengelolaan sampah terdiri dari 2 (dua) strategi, yaitu:
 Menerapkan dan mengembangkan skema investasi, dana operasional dan pemeliharaan
didalam pengelolaan sampah.
 Meningkatkan kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) dibidang.

14 | P a g e
Adapun program dari strategi pertama pada aspek pendanaan adalah sebagai berikut :
 Penetapan standar biaya investasi, operasional dan pemeliharaan pengelolaan sampah
meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengo-lahan dan pemrosesan akhir
dalam Rp/ton.
 Mengalokasikan anggaran pengelolaan sampah sebesar minimal 2% dari APBD
Kabupaten/Kota.
 Mengalokasikan anggaran untuk pilot project pengelolaan sampah dari sub sistem
pemilahan/pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir
sampah di Kota terpilih.
 Monitoring dan evaluasi pelaksanaan penggunaan anggaran pengelolaan sampah.
 Pemanfaatan dana desa untuk pengelolaan sampah.
 Pemanfaatan program Extended Producer Responsibility/kewajiban produsen untuk
pengelolaan sampah.
 Pemanfaatan programCorporate Social Responsibility untuk pengelolaan sampah.

Sedangkan program untuk strategi kedua pada aspek pendanaan adalah sebagai
berikut:
 Pengaturan iklim yang kondusif dalam pelaksanaan tender/lelang kerjasama pemerintah
dengan badan usaha dalam pengelolaan sampah.
 Penetapan tipping fee sesuai dengan standar harga dalam pengelolaan sampah.
 Penerapan bentuk kerjasama Build Operate and Own dalam pengelolaan sampah

2.6.4 Sistem Pengaturan


Strategi Peningkatan Pengaturan dilakukan dengan :
 Penyempurnaan berbagai produk hukum yang realistis dan aplikatif
 Sosialisasi produk hukum kepada para stakeholders terutama masyarakat
 Penerapan ketentuan hukum terutama penerapan sanksi atas pelanggaran secara
bertahap.
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan
berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Pengaturan
pengelolaan sampah ini bertujuan untuk menjaga kelestarian fungsi lingkungan hidup
dankesehatan masyarakat; dan menjadikan sampah sebagai sumber daya.

Peraturan Pemerintah ini meliputi pengaturan tentang :


 Kebijakan dan strategi pengelolaan sampah;
 Penyelenggaraan pengelolaan sampah;
 Kompensasi;
 Pengembangan dan penerapan teknologi;
 Sistem informasi;
 Peran masyarakat; dan
 Pembinaan.

15 | P a g e
2.6.5 Peran Serta Masyarakat
Sampah perkotaan merupakan salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian yang
serius. sampah perkotaan dari tahun ke tahun terus meningkat seiring dengan laju
pertumbuhan jumlah penduduk. Pertambahan jumlah penduduk di perkotaan yang pesat
berdampak terhadap peningkatan jumlah sampah yang di hasilkan. Peningkatan jumlah
sampah yang tidak diikuti oleh perbaikan dan peningkatan sarana dan prasarana pengelolaan
sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi komplek, antara lain sampah tidak
terangkut dan terjadi pembuangan sampah liar, sehingga dapat menimbulkan berbagai
penyakit, kota kotor, bau tidak sedap, mengurangi daya tampung sungai dan lain-lain.
Masalah sampah mutlak harus ditangani secara bersama-sama antara pemerintah,
lembaga swadaya masyarakat dan masyarakat itu sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan
kesadaran dan komitmen bersama menuju perubahan sikap, perilaku dan etika yang
berbudaya lingkungan. Pengelolaan sampah yang dapat dilakukan oleh masyarakat untuk
mengurangi jumlah sampah yang masuk ke TPA diantaranya adalah pengomposan. Manfaat
lain teknik pengelolaan sampah dengan pengomposan adalah dapat menjadikan pupuk yang
dapat menyuburkan tanaman.
Strategi Peningkatan Peran Serta Masyarakat meliputi :
 Sosialisasi
 Edukasi
 Uji coba dan pendampingan
 Penerapan Insentif dan disinsentif untuk program 3R (reduce, reuse dan recycle)

2.6.6 Kebutuhan Peralatan dan Bangunan Utama


Kebutuhan peralatan dan bangunan minimal yang dapat digunakan untuk pengelolaan
sampah dapat dilihat dibawah ini :
 Wadah komunal / individual, terbuat dari : kantong plastik, fiberglass, kotak kayu atau
pasangan batu bata.
 Komposter komunal/individual, dapat berupa bin beroda yng digunakan harus baru dan
kulitas utama dengan stndar baja minimum 42 yang terbuat dari fiberglass atau PVC atau
HDPE berwarna dilengkapi dengan tulisan pada bagian depannya warna hitam.
 Gerobak sampah bersekat; untuk 2-3 tahun, terbuat dari gerobak kayu dengan roda
sepeda,roda mobil atau dapat juga terbuat dari rangka besi.
 Kontainer amrol truck/ bulldozer;
 TPS
 Bangunan daur ulang skala lingkungan

16 | P a g e
BAB III
Gambaran Umum Wilayah Perencanaan

3.1 Gambaran Umum Kabupaten Mojokerto


Kabupaten Mojokerto, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia
beribu kota Mojokerto. Kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 kecamatan, yang dibagi lagi atas
sejumlah desa dan kelurahan. Kini banyak gedung dan kantor pemerintahan yang
dipindahkan ke Kota Mojosari, sebelah timur Kota Mojokerto. Bagian selatan Kabupaten
Mojokerto berupa pegunungan, dengan puncak Gunung Welirang (3.156 m) dan Gunung
Anjasmoro (2.277 m).
Kabupaten Mojokerto merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa T imur,
dimana luas wilayah seluruhnya adalah 969.360 Km2 atau sekitar 2,09% dari luas
Provinsi Jawa Timur, dengan rincian penggunaan/pemanfaatan areal sebagai berikut:
2
 Pemukiman : 132,440 Km
 Pertanian : 371,010 Km 2
 Hutan : 289,480 Km 2
 Perkebunan : 170,000 Km 2
 Rawa-rawa/waduk : 0,490 Km 2
 Lahan kritis : 0,200 Km 2
 Padang rumput : 1,590 Km 2
2
 Semak-semak/alang-alang : 0,720 Km

Penggunaan lahan di wilayah Kabupaten Mojokerto ini dari tahun ke tahun


mengalami peralihan fungsi, misalnya lahan pertanian yang berubah fungsi menjadi
lahan pemukiman, pekarangan, bangunan dan lahan industri serta sebagian lagi
dialihkan menjadi jalan.
Kabupaten Mojokerto memiliki batas-batas administratif sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Gresik
 Sebelah Timur : Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Pasuruan
 Sebelah Selatan : Kota Batu
 Sebelah Barat : Kabupaten Jombang
 Sedangkan ditengah-tengah terdapat wilayah Kota Mojokerto.

17 | P a g e
3.1.1 Kondisi Geografis
Secara geografis wilayah Kabupaten Mojokerto terletak antara 11120’13” s/d
11140’47” Bujur Timur dan antara 718’35” s/d 747” Lintang Selatan. Secara
administratif Kabupaten Mojokerto masuk Wilayah Kerja Badan Koordinasi Wilayah
Pemerintahan dan Pembangunan Bojonegoro, sedangkan secara spatial Tata Ruang Jawa
Timur adalah masuk dalam kawasan pengembangan “Gerbang Kertosusila”.
Berdasarkan struktur tanahnya, wilayah Kabupaten Mojokerto cenderung cekung
ditengah-tengah dan tinggi di bagian selatan dan utara. Bagian selatan merupakan wilayah
pegunungan dengan kondisi tanah yang subur, yaitu meliputi Kecamatan Pacet, Trawas,
Gondang, dan Jatirejo. Bagian tengah merupakan wilayah dataran sedang, sedangkan bagian
utara merupakan daerah perbukitan kapur yang cenderung kurang subur. Berikut ditampilkan
peta wilayah Kabupaten Mojokerto.

Gambar 3.1
Peta Kecamatan Kabupaten Mojokerto

Tabel 3.1
Tinggi dan Luas Daerah Menurut Kecamatan
No. Kecamatan Tinggi Rata-Rata Luas daerah*)
dari Permukaan
Laut (m) (Km2)

1. Jatirejo 140 107,62

2. Gondang 240 98,62

3. Pacet 470 107,98

4. Trawas 600 58,00

5. Ngoro 120 70,50

18 | P a g e
6. Pungging 100 45,00

7. Kutorejo 170 43,50

8. Mojosari 100 28,85

9. Bangsal 60 25,84

10. Mojoanyar 54 23,37

11. Dlanggu 120 35,82

12. Puri 70 34,65

13. Trowulan 60 45,93

14. Sooko 64 19,30

15. Gedeg 36 26,18

16. Kemlagi 52 42,35

17. Jetis 60 53,05

18. Dawarblandong 75 102,80

Kab. Mojokerto 64 969,36

Keterangan :
*) Luas daerah termasuk hutan negara
Sumber data : BPS Kabupaten Mojokerto,Tahun 2013

Sekitar 30% dari keseluruhan wilayah Kabupaten Mojokerto, tingkat kemiringan


tanahnya lebih dari 15 derajat, sedangkan sisanya merupakan wilayah dataran sedang dengan
tingkat kemiringan kurang dari 15 derajat.
Pada umumnya tingkat ketinggian wilayah di Kabupaten Mojokerto rata-rata berada
kurang dari 500 meter diatas permukaan laut, dan hanya Kecamatan Pacet dan Trawas yang
merupakan daerah terluas yang memiliki daerah dengan ketinggian lebih dari 700 meter di
atas permukaan laut.

a. Ketinggian Lahan
Berdasarkan ketinggian lahan, wilayah Kabupaten Mojokerto terletak antara 15
sampai dengan di atas 600 meter dari permukaan laut. Ketinggian lahan dari
permukaan laut merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis peruntukannya,
oleh karena itu ketinggian lahan merupakan salah satu penentu dalam menetapkan
wilayah tanah usaha.

19 | P a g e
Luas daerah berdasarkan ketinggian tempat adalah sebagai berikut :

Tabel 3.2
Luas Lahan Berdasarkan Ketinggian
Ketinggian Tempat (meter) Luas
No.
Ha %
1. 0 – 500 849.98 87,69
2. 500 – 1000 119.28 12,31
Total 969.36 100,00
Sumber Data : BPS Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013

 Ketinggian 0 – 500 meter di atas permukaan laut, merupakan daerah datar dan
sedikit sekali daerah yang berombak dengan penggunaan lahan usaha
pertanian/persawahan, meliputi seluruh kecamatan;
 Ketinggian 500 – 1000 meter dari permukaan laut, merupakan daerah yang
relatif bergelombang dan berbukit. Daerah ini juga merupakan daerah
persawahan dan tegal, meliputi Kecamatan Ngoro, Gondang, Pacet, Trawas dan
Jatirejo;

b. Kemiringan Lahan
Kabupaten Mojokerto mempunyai bentang kemiringan lahan yang bervariasi, yang
terdiri dari :
 Daerah landai dan bergelombang meliputi  47,34 % dari luas wilayah;
 Daerah berbukit dengan kemiringan sampai 15 0 meliputi 22,77% dari luas
wilayah;
 Daerah pegunungan dengan kemiringan antara 15 0 – 40 0 meliputi 8,74% dari
luas wilayah;
 Daerah pegunungan dengan kemiringan lebih dari 40 0 meliputi 8,74% dari luas
wilayah.
Berdasarkan kemiringan tanah, luas tanah di wilayah Kabupaten Mojokerto terbagi
menjadi 4 (empat) kelompok kemiringan, yaitu :

Tabel 3.3
Kemiringan Lahan
No. Kemiringan Luas
Ha %
1. 00– 20 45.886 47,34
2. 2 0 – 15 0 22.072 22,77
3. 15 0 – 40 0 8.474 8,74
4. Di atas 40 0 20.504 21,15
Total 96.936 100,00
Sumber Data : BPN Kabupaten Mojokerto,Tahun 2013

20 | P a g e
c. Geologi
Struktur dan Karakteristik
Tanah di wilayah Kabupaten Mojokerto ditinjau dari struktur geologi, unsur batuan
pembentuk serta luasnya adalah sebagai berikut :

Tabel 3.4
Struktur dan Karakteristik Tanah
No. Batuan Pembentuk 2 Luas (Ha) (%)

1. Hasil Gunung berapi tak teruraikan 744,85 1,80


2. Hasil Gunung berapi kwarter muda 034,10 3,13
3. Hasil Gunung berapi kwarter tua 148,86 4,28
4. Aluvium, facies gunung berapi 930,30 84,52
5. Aluvium 896,83 4,02
6. Pleistosen, facies sedimen 395,88 1,44
7. Pleistosen, facies gunung berapi 785,18 0,81

Total 96.936 100,00


Sumber data : BPN Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013

Data tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar merupakan endapan aluvium,


secara umum kondisi tersebut merupakan lahan subur atau potensial bagi kegiatan
usaha pertanian, serta jenis batuan pembentuk tersebut akan memberikan berbagai
macam bahan dan berbagai macam jenis tanah.
Tekstur tanah
Tekstur tanah di Wilayah Kabupaten Mojokerto digolongkan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu :
 Tekstur Halus, tekstur tanah yang banyak terdapat di wilayah Kabupaten
Mojokerto yaitu seluas 26.405,4 Ha atau 27,24% dari luas wilayah tersebar
merata kecuali Kecamatan Dlanggu, Gondang, Pacet, Kutorejo, Mojosari dan
Trawas;
 Tekstur Sedang, seluas 70.530,6 Ha atau 72,76% dari luas wilayah Kabupaten
Mojokerto tersebar merata kecuali Kecamatan Gedeg dan Kemlagi.

Hidrologi
Pola tata air sangat ditentukan oleh besarnya curah hujan, jumlah mata air atau
sumber air dan pola aliran sungai serta bendungan. Jumlah mata air mencapai 161
buah, dari jumlah tersebut yang berfungsi sebanyak 153 mata air. Debit air tersebut
rata-rata maksimum 19,42 liter/detik dan debit rata-rata minimum 7,60 liter/detik.
Mata air tersebut sebagian besar sebarannya terdapat di wilayah Kabupaten Mojokerto
bagian selatan.

21 | P a g e
Kondisi tersebut menimbulkan konsekuensi logis pada jenis jaringan irigasi
panjang saluran serta pemanfaatannya untuk areal persawahan. Disamping itu kondisi
irigasi yang ada di Kabupaten Mojokerto secara umum dapat dipantau dari data yang
tersaji pada tabel berikut ini :

Tabel 3.5
Jenis Jaringan Irigasi Panjang Saluran dan Areal Sawah Irigasi
Tahun 2012 Tahun 2013
Areal
Daerah Areal Luas Panjang Luas
Jumlah Panjang Jumlah
Irigasi (DI) Sawah Saluran Sawah
DI Saluran (m) DI
Irigasi (Ha) (m) Irigasi
(Ha)
Teknis 374 273.883 299.22 374 273.883 298.21
Semi Teknis - - - - - -
Sederhana - - - - - -
Jumlah 374 273.883 299.22 374 273.883 298.21
Sumber data : Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013

Tabel 3.6
Target dan Realisasi Kondisi Irigasi Tahun 2012 dan 2013
Tahun 2012 Tahun 2013
Kondisi Target Realisasi Realisasi
% Target %
(m) (m) (m)
Baik 505.093 70.713 14 505.093 90.916 18
Sedang 189.409 11.364 6 157.841 12.627 8
Rusak 50.500 20.200 50 44.198 28.726 65
Jumlah 745.002 102.277 60 707.129 132.269 91
Sumber data : Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013

Selain itu, Kabupaten Mojokerto mempunyai sungai natural sebanyak 39 buah


yang sudah mempunyai nama, disamping masih banyak juga saluran tersier maupun
kuarter yang belum memiliki nama. Sungai besar yang melewati wilayah Kabupaten
Mojokerto diantaranya adalah Sungai Brantas dengan debit air  10.031 liter/detik
dan Sungai Marmoyo dengan debit  262 liter/detik.

22 | P a g e
Sungai-sungai besar yang ada di Wilayah Kabupaten Mojokerto selengkapnya
dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 3.7
Sungai Besar di Kabupaten Mojokerto
No. Nama Sungai Hulu Muara
1. Sungai Brantas Kabupaten Jombang Kecamatan Sooko, Jetis, Ngoro
2. Kali Porong Kabupaten Mojokerto Kecamatan Mojoanyar,Bangsal,
Mojosari, Pungging, Ngoro
3. Kali Surabaya Kabupaten Mojokerto Kecamatan Jetis
Sumber Data : Dinas PU Pengairan Kabupaten Mojokerto, Tahun 2013

3.1.2 Kondisi Sosial

a. Potensi Pengembangan Industri


Kabupaten Mojokerto dilihat dari posisi geografis merupakan wilayah yang potensi
untuk pengembangan industri disebabkan :
 Kemudahan akses tranportasi ekport import karena berdekatan dengan akses tranportasi
Udara (Bandara Udara Juanda) dan Laut (Pelabuhan Tanjung Perak) serta akses darat
yaitu adanya pembangunan Tol Sumo (Surabaya – Mojokerto).
 Penyediaan kawasan peruntukan industri yang cukup luas dan mudah terjangkau antara
lain :
1) Kawasan industri di Kecamatan Ngoro ± 500 ha;
2) Kawasan industri di Kecamatan Jetis, Kecamatan Kemlagi dan Kecamatan
Dawarblandong ± 10.000 ha;
3) Kawasan industri di Kecamatan Mojoanyar ± 500 ha.
 Penyediaan kawasan peruntukan industri di luar kawasan industri tersebar di kecamatan
lainnya.

b. Infrastuktur
Dalam menunjang pengembangan kawasan industri di Kabupaten Mojokerto perlu
didukung dengan fasilitas penunjangnya utamanya berupa pengembangan infrastruktur jalan
dan jembatan terutama yang menghubungkan akses pada kawasan industri. Selain itu
pembangunan jalan juga difokuskan pada akses menuju daerah wisata sehingga dapat
mengembangkan serta meningkatkan pariwisata Kabupaten Mojokerto dan pembangunan
jalan lingkungan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat pedesaan.

23 | P a g e
c. Pendidikan
Pemerintah Kabupaten Mojokerto dalam rangka memenuhi kebutuhan tenaga kerja
yang diperlukan oleh industri-industri yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto
melakukan pembangunan SDM dengan melalui penyediaan Sarana Prasarana pendidikan
dengan menitikberatkan pada pengembangan pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan.
Pemerintah Kabupaten Mojokerto antara lain dengan membangun Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) di beberapa lokasi kecamatan sesuai dengan kebutuhan tenaga yang
dibutuhkan oleh industri yang ada diwilayah Kabupaten Mojokerto.

d. Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu indikator penting dalam pembangunan manusia,
karena itu Pemerintah Kabupaten Mojokerto menitikberatkan pula dalam pengembangan di
bidang kesehatan. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan masyarakat, direncanakan
Puskesmas yang ada di wilayah Kabupaten Mojokerto menambah pelayanannya dengan
fasilitas rawat inap yang perlu didukung dengan fasilitas penunjang rawat inapnya baik
sarana prasarana maupun paramedis.

e. Pariwisata
Kabupaten Mojokerto memiliki potensi pariwisata yang apabila dikelola dengan benar
dapat menyumbangkan Pendapatan Asli Daerah pada Kabupaten Mojokerto cukup besar.
Potensi tersebut antara lain obyek wisata Petirtaan Jolotundo Trawas, Air Terjun Coban
Canggu, Air Terjun Dlundung Trawas, Wana Wisata dan Kolam Air Panas Padusan Pacet,
dan Ekowisata Waduk Tanjungan Kemlagi. Pemerintah Kabupaten Mojokerto berencana
untuk meningkatkan sarana dan prasarana pada semua obyek wisata yang ada untuk
menjamin kenyamanan pengunjung, sehingga dapat menarik lebih banyak lagi wisatawan
untuk datang ke obyek-obyek wisata tersebut.

3.2 Kota Mojokerto


Kota Mojokerto merupakan kota dengan predikat kawasan pemerintahan dengan luas
lahan tersempit sekaligus terpadat di Indonesia. Kota ini hanya memiliki batas administratif
seluas 16,46 km². Sementara jumlah penduduk pada tahun 2000 sekitar 108.938 jiwa. Berarti
kepadatan per km² mencapai hampir 6.618 jiwa. Di Jawa Timur, kota ini menjadi kota
terpadat ke dua setelah Surabaya. Berdasarkan penggunaan dan kondisi lahan yang ada,
Mojokerto mengembangkan wilayahnya dalam tiga bagian, yaitu: barat, timur, dan tengah.
Bagian barat merupakan wilayah yang berkarakteristik pertanian serta masih bersifat
relatif rural. Pengembangan daerah ini berpusat di Kelurahan Prajurit Kulon. Di sebelah
Timur yang berkarakteristik urban, pengembangannya terpusat di Kelurahan Kedundung.
Dan di wilayah tengah yang merupakan jantung kota, pengembangannya dipusatkan di
Kelurahan Mentikan.

24 | P a g e
3.2.1 Batas Wilayah Kota Mojokerto
Wilayah Kota Mojokerto berada di antara 7°33' LS dan 122°28' BT dengan batas-
batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Sungai Brantas
Sebelah Timur : Kecamatan Puri Kabupaten Mojokerto
Sebelah Selatan : Kecamatan Sooko dan Puri Kabupaten Mojokerto
Sebelah Barat : Kecamatan Sooko Kabupaten Mojokerto

3.2.2 Kondisi Fisik Dasar


Wilayah Kota Mojokerto terletak pada ketinggian ±22 meter dari permukaan laut dan
kemiringan tanah 0% - 3%. Dengan demikian dapat diperlihatkan bahwa Kota Mojokerto
mempunyai permukaan tanah yang relatif datar, sehingga alirah sungai / saluran menjadi
relatif lambat dan hal ini mempercepat terjadinya pendangkalan yang pada akhirnya timbul
kecenderungan ada genangan pada berbagai bagian kota apabila terjadi hujan.

a. Jenis tanah
Jenis tanah yang terdapat di wilayah Kota Mojokerto sebagian besar terdiri dari
aluvial (62.74%) dan grumosol (37.26%). Dari kondisi tersebut jenis tanah di Kota Mojokerto
merupakan tanah yang cukup baik untuk usaha pertanian, karena tanah tersebut terdiri dari
endapan tanah liat bercampur dengan pasir halus, berwarna hitam kelabu dengan daya
penahan air yang cukup baik dan banyak mengandung mineral yang cukup baik bagi tumbuh-
tumbuhan.

b. Kemampuan Tanah di wilayah Kota Mojokerto


Kemampuan Tanah di wilayah Kota Mojokerto di dukung oleh kedalaman efektivitas
tanah mencakup keseluruhan wilayah Kota Mojokerto yakni kedalaman 90 cm dan lebih.
Wilayah tersebut menunjukkan wilayah yang baik bagi pertumbuhan perakaran
tanaman. Tekstur tanah secara keseluruhan mempunyai kelas tekstur halus / liat yang
ditentukan oleh perbandingan fraksi pasir, debu dan tanah liat.
Drainase tabah yang menunjukkan lama dan seringnya tanah jenuh terhadap
kandungan air serta kecepatan meresapnya air dari permukaan tanah mencapai 1575,44 Ha
(95,68%) tidak pernah tergenang dan 71,095 Ha (4,317%) tergenang secara periodik.
Erosi di wilayah Kota Mojokerto hampir sama sekali tidak terjadi mengingat jenis tanahnya
aluvial dan grumosol.

c. Hidrologi
Wilayah Mojokerto merupakan DAS Brantas sepanjang 3,50 km, DAS Kali Brangkal
sepanjang 2,25 km dan Kali Sadar sepanjang 2 km, yang manfaatnya cukup besar bagi
kehidupan penduduk, khususnya untuk keperluan irigasi pertanian.

d. Iklim
Iklim di wilayah Kota Mojokerto dicirikan dengan adanya musim hujan dan musim
kemarau dengan curah hujan rata-rata 10,58 mm. Curah hujan tersebut mempengaruhi baik
langsung maupun tidak langsung pola pertanaman yakni intensitas penggunaan tanah dan

25 | P a g e
tersedianya air pengairan. Sedangkan temperatur mencapai 220 - 310 dengan kelembaban
udara 74,3 - 84,8 Mb / hari dan kecepatan angin rata-rata berkisar 3,88 - 6,88 knot / bulan.

e. Penggunaan Lahan Uraian


Aspek penggunaan tanah / lahan di Kota Mojokerto dapat menggambarkan dominasi
penggunaan antara kawasan terbangun dan belum terbangun serta penyebarannya pada tahun
1999 penggunaan tanah / lahan di Kota Mojokerto dapat di diskripsikan sebagai berikut
(berdasar wilayah kota Mojokerto dengan luas 16,46 km2) :
Pemukiman : 44,14 %
Pendidikan : 0,79 %
Industri : 4,34 %
Pertanian : 41,76 %
Usaha Perdagangan : 2,76 %
Perkantoran : 2,46 %
Kesehatan : 0,66 %
Sarana Perhubungan : 2,40 %
Kuburan / makam : 0,04 %
Lapangan Olahraga : 0,15 %
Peribadatan : 0,21 %
Lain-lain : 0,24 %
(Sumber Data : BPN Kota Mojokerto)

3.2.3 Kependudukan
Distribusi penduduk di Kabupaten Mojokerto bervariasi sesuai dengan tingkat
perkembangan wilayahnya. Tercatat yang memiliki Distirbusi penduduk tinggi adalah
Kecamatan Mojosari, Sooko dan Gedeg. Distribusi penduduk sedang meliputi Kecamatan
Trowulan, Puri, Dlanggu, Bangsal, dan Pungging, serta kecamatan lainnya memiliki
distribusi yang redah.
Menurut hasil registrasi dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten
penduduk sampai dengan bulan Agustus 2011 jumlah penduduk Kabupaten Mojokerto
berjumlah 1.102.662. Jumlah penduduk laki-laki 554.646 sedang jumlah penduduk
perempuan 548.016, sex ratio penduduk Kabupaten Mojokerto sampai dengan bulan Agustus
2011 adalah 1,012, hal ini berarti bahwa penduduk laki-laki Kabupaten Mojokerto lebih
banyak dibanding perempuan.
Kepadatan penduduk rata-rata Kabupaten Mojokerto sampai dengan bulan Agustus 2011
adalah 1.593,10 jiwa setiap km2.
Tabel 3.8
Jumlah Penduduk berdasarkan Jenis Kelamin Kabupaten Mojokerto

Jenis Kelamin Jumlah Jumlah


No Kecamatan
Laki-Laki Perempuan Penduduk KK
1 Jatirejo 21.472 20.969 42.441 13.239
2 Gondang 21.623 21.429 43.052 13.649
3 Pacet 28.861 28.831 57.692 18.726

26 | P a g e
4 Trawas 15.078 15.119 30.197 9.332
5 Ngoro 39.291 39.344 78.635 23.995
6 Pungging 37.753 37.373 35.126 23.145
7 Kutorejo 31.663 30.951 62.614 19.220
8 Mojosari 39.458 38.434 77.892 23.751
9 Dlanggu 27.767 27.558 55.325 16.893
10 Bangsal 25.798 25.183 50.981 15.879
11 Puri 37.293 36.757 74.050 21.819
12 Trowulan 37.674 36.924 74.598 22.956
13 Sooko 37676 36.904 74.580 21.293
14 Gedeg 30.603 30.192 60.795 18.874
15 Kemlagi 29.711 29.652 59.363 17.745
16 Jetis 42.141 41.600 83.741 25.968
17 Dawarblandong 25.701 26.350 52.051 15.793
18 Mojoanyar 25.083 24.446 49.529 14.713
Jumlah 554.646 548.016 1.102.662 336.990
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil bulan Agustus (2011)

Kabupaten Mojokerto terdiri atas 18 Kecamatan, 299 Desa dan 5 Kelurahan dengan
perincian berikut ini:

Tabel 3.9
Jumlah Desa dan Kelurahan tiap Kecamatan Tahun 2013
Jumlah
No. Kecamatan
Kelurahan Desa
1. Trowulan - 16

2. Sooko - 15

3. Puri - 16

4. Bangsal - 17

5. Mojoanyar - 12

6. Gedeg - 14

7. Kemlagi - 20

8. Dawarblandong - 18

9. Jetis - 16

10. Mojosari 5 14

11. Ngoro - 19

12. Pungging - 19

27 | P a g e
13. Kutorejo - 17

14. Dlanggu - 16

15. Jatirejo - 19

16. Gondang - 18

17. Pacet - 20

18. Trawas - 13

Jumlah 5 299

Berdasarkan struktur mata pencaharian maka penduduk Kabupaten Mojokerto


didominasi industri yang pada Tahun 2012 mencapai jumlah 156.726 jiwa pekerja, di ikuti
bidang Pertanian, kehutanan, perkebunan, peternakan dan perikanan yang pada Tahun 2012
mencapai jumlah 115.400 jiwa.
Jumlah penduduk Kabupaten Mojokerto menurut struktur mata pencaharian adalah
sebagai berikut :
Tabel 3.10
Jumlah Penduduk menurut Mata Pencaharian Tahun 2010 – 2012
Jumlah Jumlah Jumlah
No Mata Pencaharian Satuan
Tahun 2010 Tahun 2011 Tahun 2012
1 Pertanian, kehutanan, 141.094 124.580 115.400 Orang
perkebunan, peternakan dan
perikanan
2 Industri 134.728 157.194 156.726 Orang

3 Konstruksi 23.872 20.641 33.820 Orang

4 Perdagangan, Rumah makan 117.867 113.086 111.810 Orang


dan Jasa Akomodasi
5 Transportasi, Pergudangan 27.040 26.781 19.728 Orang
dan Komunikasi
6 Lembaga Keuangan, Real 69.035 75.704 87.744 Orang
estate, usaha persewaan dan
jasa Perusahaan, jasa
kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan
7 Pertambangan dan 5.241 1.694 2.258 Orang
penggalian, Listrik, Gas dan
Air Minum
Jumlah 518.877 519.680 527.486 Orang
Sumber data : BPS Kabupaten Mojokerto per 2013

28 | P a g e
Sedangkan untuk Kependudukan Kota Mojokerto pada tabel .. di bawah ini, Jumlah
dan Pertumbuhan Penduduk penduduk di kota Mojokerto yaitu sejumlah 125.706 jiwa pada
rahun 2015 dengan luas wilayah 1.646,5 Ha sehingga kepadatan penduduknya 69 jiwa-Ha.
Dari data kependudukan di atas maka Kota Mojokerto dapat digolongkan kepada Kelas Kota
Sedang, dimana berdasar kriteria BPS mengenai kelas kota, Kota Sedang adalah Kota dengan
jumlah penduduk antara 100.000 sampai 500.000 jiwa.

Tabel 3.11
Jumlah Penduduk berdasarkan Usia dan Jenis Kelamin
2015

Kelompok Penduduk Akhir Tahun Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Umur (Jiwa)

Laki-laki Perempuan Laki-laki+Perempuan

0-4 5464 5168 10513

5-9 5378 5550 11240

10-14 4826 5594 11648

15-19 5022 5144 10506

20-24 4908 5109 10219

25-29 5160 5435 10807

30-34 5265 6429 12970

35-39 4989 5705 11628

40-44 4688 5398 10771

45-49 4260 5109 10021

50-54 3947 4503 8533

55-59 3148 3688 7265

60-64 1859 2517 5099

65+ 2902 4236 7138

Semua Umur 61816 63890 125706


Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Mojokerto, 2015

29 | P a g e
Tabel 3.12
Jumlah Penduduk Berdasarkan Wilayah
Kecamatan/ Rasio Jenis
Laki laki Perempuan Jumlah
Kelurahan Kelamin
Kec. Prajurit Kulon 30,867 31,277 62,144 99
01. Surodinawan 3,764 3,709 7,473 101
02. Kranggan 6,563 6,822 13,385 96
03. Miji 4,600 4,669 9,269 99
04. Prajurit Kulon 3,948 3,832 7,780 103
05. Blooto 3,031 2,926 5,957 104
06. Mentikan 3,676 3,898 7,574 94
07. Kauman 1,560 1,710 3,270 91
08. Pulorejo 3,725 3,711 7,436 100
Kec. Magersari 36,661 37,568 74,229 98
01. Meri 4,090 4,163 8,253 98
02. Gunung
Gedangan 3,415 3,443 6,858 99
03. Kedundung 7,490 7,317 14,807 102
04. Balongsari 3,897 3,978 7,875 98
05. Jagalan 1,622 1,701 3,323 95
06. Sentanan 1,205 1,299 2,504 93
07. Purwotengah 856 900 1,756 95
08. Gedongan 1,164 1,254 2,418 93
09. Magersari 2,893 3,018 5,911 96
10. Wates 10,029 10,495 20,524 96
Jumlah 67,528 68,845 136,373 98
Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Mojokerto 2013

3.2.4 Tata Ruang Kota Mojokerto


Berdasarkan RTRWP Jawa Timur, Kota Mojokerto termasuk kedalam Wilayah
Pengembangan (WP) Kawasan Gerbangkertasusila bersama dengan Gresik, Bangkalan,
Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan. Kawasan ini juga telah ditetapkan sebagai Kawasan
Strategis Nasional dari sudut kepentingan ekonomi di Jawa Timur (menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional). Pada
dokumen RTRWP Jawa Timur ini juga memaparkan sektor unggulan dari Kota Mojokerto
adalah perdagangan dan jasa serta industri.
Untuk sektor industri, wilayah Mojokerto-Jombang merupakan wilayah peruntukkan
sektor perkembangan industri dari Kota Mojokerto sampai dengan perkotaan Mojoagung,
Kabupaten Jombang. Perkembangan wilayah ini cenderung didominasi oleh perkembangan
sektor industri Kota Mojokerto dan sekitarnya. Sehingga, perkembangan Kota Mojokerto

30 | P a g e
sebagai pusatnya sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan wilayah lain seperti
Jombang.

a. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mojokerto


Berdasarkan RTRWP Jawa Timur, fungsi kawasan dari Kota Mojokerto yang
disebutkan yakni mengacu pada sektor industri dan perdagangan dan jasa. Namun, dilihat
dari potensi yang dapat digali (akan dijelaskan kemudian pada poin potensi), sektor
permukiman/perumahan juga dirasa dapat dimasukkan kedalam sektor potensial untuk
dikembangkan di Kota Mojokerto. Berikut ini akan dipaparkan mengenai kebijakan dan
strategi penataan ruang yang diatur dalam RTRW Kota Mojokerto :

 Sektor Industri
Kebijakan : Penguatan akses permodalan dan pengembangan bagi industri kecil
Strategi : Pemberian bantuan modal, pengembangan sumber daya, peningkatan mutu
produk, dan mendorong legalitas dan sertifikasi produk.

Kebijakan : Memperkuat sektor industri sebagai basis pengembangan ekonomi wilayah


Strategi : Pengembangan sentra industri kecil sebagai pusat promosi dan pemasaran,
peningkatan kegiatan koperasi usaha mikro, kecil, dan menengah, serta memperluas lapangan
kerja dan kesempatan berusaha.

 Sektor Perdagangan dan Jasa


Kebijakan : Menetapkan Kota Mojokerto sebagai pusat perdagangan barang dan jasa di
wilayah Mojokerto dan sekitarnya
Strategi : Penetapan kawasan strategis perdagangan barang dan jasa, peningkatan skala
pelayanan, penataan dan pengaturan system pola hubungan, penyediaan sarana prasarana
beserta infrastruktur penunjang.

 Sektor Permukiman
Kebijakan : Pengembangan kawasan permukiman baru secara massal sesuai kebutuhan.
Strategi : Menyediakan lahan cadangan untuk permukiman, mengembangkan dengan
menggunakan system permukiman kompak, dan harus ditujang dengan kemudahan
aksesibilitas.

 Potensi dan Masalah


Dapat disimpulkan dari tinjauan diatas, beberapa potensi yang dapat dikembangkan di
Kota Mojokerto sesuai dengan fungsinya adalah melalui beberapa sektor sebagai berikut :
1) Pengembangan sektor perdagangan dan jasa skala regional
2) Pengembangan sektor industri kecil
3) Penyediaan potensi permukiman

31 | P a g e
Selain melihat potensi dari Kota Mojokerto, kita harus tahu terlebih dahulu masalah
apa yang terdapat di Kota Mojokerto terkait sektor-sektor tersebut agar dapat kita dapat
memberikan arahan pengembangan yang tepat sasaran. Berikut ini adalah beberapa masalah
yang dapat diidentifikasi dari Kota Mojokerto:
1) Lokasi Pedagang Kaki Lima (PKL) yang masih belum tertata
2) Kurangnya promosi dari produk hasil industri kecil yang dijalankan oleh masyarakat
3) Penggunaan lahan eksisting terbesar di Kota Mojokerto adalah untuk permukiman.

 Potensi Pengembangan
Seperti yang sudah dipaparkan diatas bahwa Kota Mojokerto yang termasuk kedalam
Wilayah Pengembangan (WP) Kawasan Gerbangkertasusila memiliki sektor unggulan berupa
sektor perdagangan dan jasa serta industri. Keberadaan fasilitas perdagangan dan jasa sangat
menunjang bagi perkembangan Kota Mojokerto. Sektor perdagangan dan jasa di Kota
Mojokerto menyumbang kontribusi terbesar bagi PDRB Kota Mojokerto yakni sebesar
38,05%. Fasilitas perdagangan di Kota Mojokerto didukung oleh kegiatan pasar, pertokoan,
perhotelan, dan lain sebagainya. Oleh sebab itu, perlu sektor ini perlu diberi perhatian khusus
dan dikembangkan secara baik agar stabilitas dan ketahanan ekonomi serta kemajuan Kota
Mojokerto dapat terlaksana dan berjalan sebagaimana mestinya. Potensi dari perdagangan
dan jasa ini dapat dilakukan dengan cara membuat rencana pengembangan Central Bussiness
District (CBD) beserta dengan pusat perdagangan skala besar/regional, pengembangan sentra
PKL, dan pembangunan pasar modern.
Sedangkan untuk industri, wilayah Kota Mojokerto terdapat cukup banyak jenis usaha
industri terutama usaha industri kecil yang dikembangkan oleh masyarakat setempat. Potensi
yang dapat dikembangkan dari sektor ini adalah dengan peningkatan dan perbaikan promosi
publik untuk industri kecil serta pembangunan sentra industri kecil dan kerajinan (home
industri).
Kedua sektor ini juga dirasa dapat dikembangkan secara bersamaan dengan
mengkerjasamakan potensi dari sektor-sektor ini. Salah satunya adalah dengan cara
memasarkan barang-barang produksi dari industri kecil melalui pusat perdagangan skala
besar/regional. Hal ini tentunya akan menguntungkan kedua pihak karena keduanya sama-
sama akan berpotensi meningkatkan kualitas dan kuantitas usaha mereka dan juga ekonomi
mereka, mengingat sebagian besar dari mata pencaharian penduduk kota Mojokerto
merupakan masyarakat yang bekerja pada sektor perdagangan jasa dan industri. Di sisi lain,
kolaborasi antar kedua sektor ini juga dapat meningkatkan ekonomi kota Mojokerto dari segi
income.
Selain sektor perdagangan dan jasa serta industri, terdapat satu sektor yang dirasa
dapat dikembangkan potensinya yakni dari sektor permukiman. Dalam RTRW Kota
Mojokerto disebutkan bahwa Kota Mojokerto merupakan daerah penyangga fungsi
perumahan bagi kota Surabaya dalam Gerbangkertasusila. Hal ini terkait dengan fungsi Kota
Surabaya sebagai ibukota Provinsi Jawa Timur yang memiliki aktivitas ekonomi dan
pembangunan yang signifikan namun juga diiringi dengan permasalahan ketersediaan lahan
permukiman yang semakin lama semakin menipis. Oleh karena itu, para penglaju yang
bekerja di Surabaya mayoritas akan memilih tinggal di kota-kota satelit atau kota-kota
disekitar Surabaya. Kota Mojokerto saat ini menjadi salah satu pilihan dari para penglaju

32 | P a g e
tersebut sebagai salah satu tempat yang paling berpotensi untuk ditinggali. Ditambah lagi,
saat ini aksesibilitas dari Kota Mojokerto menuju Surabaya, dan sebaliknya, akan semakin
dipermudah dengan adanya pembangunan Tol Sumo (Surabaya-Mojokerto) yang sudah
berjalan sekitar 50%. Namun, tetap harus adanya pengendalian dan pengawasan atas
pembangunan permukiman di Kota Mojokerto agar tidak melebihi batas dan menimbulkan
kepadatan yang tinggi dan turunan masalah lainnya yang mungkin dapat terjadi mengingat
kawasan permukiman di Kota Mojokerto menempati urutan pertama dalam segi penggunaan
lahan.

33 | P a g e
BAB IV
Kondisi Eksisting Pengelolaan Sampah Kota Mojokerto
Pengelolaan sampah di Kota Mojokerto masih menggunakan paradigma lama yakni
kumpul-angkut-buang atau dikenal dengan pendekatan akhir (end-of-pipe), yaitu sampah
dikumpulkan, diangkut, dan dibuang ke tempat pemrosesan akhir sampah, bahkan masih
disebut sebagai tempat pembuangan akhir. Kota Mojokerto hanya memiliki satu TPA sebagai
lokasi pemrosesan akhir timbulan sampah di kota tersebut, yaitu TPA Randegan di Kelurahan
Kedundung Kecamatan Magersari dengan luas lahan kurang lebih 3,5 Ha,dan kecenderungan
volume timbulan sampahnya meningkat setiap tahunnya. Untuk kondisi eksisting volume
sampah Kota Mojokerto yang selama ini berada di TPA Randegan sudah pada tahapan
perhatian penuh. Mengingat diprediksi pada tahun 2014, 2 – 3 tahun kedepan TPA tersebut
sudah tidak mampu lagi menampung. TPA dioperasikan dengan open dumping dan control
landfill.

4.1 Institusi Pengelolaan dan Sumber Daya Manusia


Pengelolaan sampah di Kota Mojokerto dilakukan sepenuhnya oleh Dinas Kebersihan
dan Pertamanan, karena bersinggungan dengan dinas lain dalam pelaksanaannya maka
dibantu oleh dinas/instansi yang mengelola sampah dalam batas kewenangan tertentu yaitu
Dinas Pasar. Kedua dinas yang mengelola sampah yaitu :
 Dinas Kebersihan dan Pertamanan yang membawahi Unit Pelaksana Teknis Daerah
(UPTD) Tempat Pemrosesan Akhir (TPA). Keterbatasan anggaran dan personil UPTD
menyebabkan pengolahan sampah di TPAyang telah ada menjadi kurang berjalan
optimal.
 Dinas Pasar yang membawahi sampah di pasar-pasar. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
sebagai tolok ukur kemampuan keuangan sebuah kota dalam membangun sarana dan
prasarana publik infrastruktur kota.

4.2 Wilayah Pelayanan


Pelayanan Pemerintah dalam pengelolaan sampah terbagi dalam dua bagian besar,
pengelolaan sampah di jalan umum diserahkan tanggung jawab operasinya kepada
perusahaan swasta. Pelayanan pengambilan sampah dari rumah tangga ke TPS atau transfer
dipo terdekat dikelola oleh pemangku wilayah setempat Lurah dan Camat bekerjasama
dengan Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW).
Menurut M. Debby dan Surjono di tahun 2016, Cakupan pelayanan pengangkutan
sampah Kota Mojokerto dari TPS ke TPA saat ini sebesar 78,2%, sedangkan tingkat
pelayanan sampah permukiman berada pada posisi 61%. SPM mensyaratkan 80% akses
seluruh penduduk terlayani sampah, sedang pada permukiman padat penduduk tingkat
pelayanan 100%. Penetapan zona pelayanan sampah dengan mempertimbangkan kepadatan
penduduk, fungsi daerah, rencana pembangunan kota (RTRW) dan topografi daerah, menjadi
acuan pelaksnaan dalam peningkatan cakupan pelayanan.
Pengelolaan sampah di Kota Mojokerto dilakukan sepenuhnya oleh Dinas Kebersihan
dan Pertamanan. Produksi Sampah Kota Mojokerto per hari sebanyak 349 m3/hari.
Pelayanan sampah 78,2 % per hari sebanyak 273 m3/hari. Jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan oleh kegiatan perkotaan yang paling banyak yaitu terdapat pada lokasi perumahan

34 | P a g e
yaitu 213 m³/ hari, yang disusul oleh sarana kota lainnya yaitu pasar 82 m³/ hari, jalan arteri
dan kolektor 32 m³/ hari, sekolah 22 m³/ hari.

Tabel 4.1
Timbulan sampah kota Mojokerto
Jumlah
Parameter Volume
satuan
Rata-rata sampah
m3/hari 377
Luas area pelayanan
produksi sampah m2 13.999
Jumlah sampah rumah
tangga m3/hari 181.5
daerah perdagangan
m3/hari 10
jumlah sampah pasar
m3/hari 82
jumlah sampah
fasilitas umum m3/hari 69.5
lain-lain
m3/hari 34
Jumlah sampah yang
diangkut m3/hari 338.55
Sumber : RTRW Kota Mojokerto, 2007
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Daerah) Kota Mojokerto Tahun 2009-2014

4.3 Kondisi Sumber Sampah


Kondisi persampahan Kota Mojokerto dikelola oleh Dinas Kebersihan dan
Pertamanan Kota mulai dari pengumpulan sampah ke TPS, pengangkutan dan
pengolahan sampah TPA mencakup di 132 kelurahan dengan volume sampah
terangkut sebesar 78,2%, setara 273 m3/hari sampah terangkut sedangkan sampah tidak
terangkut sebesar 21,8% setara dengan 76 m3/hari. Jumlah timbulan sampah yang
dihasilkan oleh kegiatan perkotaan yang paling banyak yaitu terdapat pada lokasi
perumahan yaitu 213 m³/ hari, yang disusul oleh sarana kota lainnya yaitu pasar 82 m³/
hari, jalan arteri dan kolektor 32 m³/ hari, sekolah 22 m³/ hari. Komposisi sampah
didominasi sampah organik sebesar 61,95% dengan kandungan air tinggi, 38,05%
sampah anorganik.

35 | P a g e
Tabel 4.2
Jumlah volume timbulan sampah dari sumbernya

Sumber : DKP Mojokerto 2016


Hasil SWOT pengelolaan sampah menyebutkan pengolahan sampah di TPA
dengan control landill, pengurangan sampah sejak dari sumber belum optimal, pengelolaan
sampah belum cost recovery, lemahnya penegakan hukum, belum terintegrasipengelolaan
sampah, kesadaran masyarakat dan kampanye kurang, pertambahan jumlah penduduk,
ketersediaan sarana dan prasarana persampahan, keberadaan lembaga pengelola sampah,
keberadaan peraturan sampah, pendanaan pengelolaan sampah dari APBD kota.

4.4 Sistem Pengelolaan Sampah


Komponen Pengolahan Sampah Sistem pengelolaan sampah di kota Mojokerto
dikelola oleh DKP Kota Mojokerto dengan Integrated system. Sistem pengelolaan sampah di
TPA dengan open dumping, yaitu digelar kemudian ditimbun tanah dengan interval waktu 3
bulan sekali disesuaikan dengan anggaran Pembuangan di TPA dilakukan dengan sistem
blok/kelompok setiap hari di lokasi paling ujung setelah timbunan mencapai kapasitas
volume dilakukan pemerataan dengan Buldozer setiap 2-3 hari sekali. Sedangkan untuk
mengatasi jumlah populasi lalat dalam pengelolaan sampah di TPA dilakukan penyemprotan
setiap 1-2 minggu sekali oleh dinas Kesehatan. Selain itu disediakan pula tandon air bersih
unutk warga di sekitar TPA yang volumenya ±4000 liter diisi setiap 2 hari sekali oleh
PDAM. Peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah banyak dilakukan dalam bentuk
kerja bakti, penyediaan tong sampah rumah tangga, pengangkutan sampah dari sumber
sampah ke TPS serta pengolahan sampah menjadi kompos. Di tingkat masyarakat warga
sejumlah kelurahan sudah melakukan upaya pemilahan dan pengolahan sampah. Sebanyak
98,9% masyarakat yang tidak melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang dan sebanyak
1,1% responden melakukan pemilahan. Pemilahan sampah yang sudah dilakukan oleh RT
sebesar 1,1% (3,7 m3/hari). Pengurangan sampah dari sumbernya (RT) sebesar 1,9% (6,5
m3/hari). Sarana akhir proses pengelolaan sampah berupa TPA. Kota Mojokerto memiliki 1

36 | P a g e
(satu) buah TPA Randegan terletak di Kecamatan Magersari. TPA Randegan akan habis
masa pemanfaatannya pada tahun 2017. Pengelolaan masih memakai system open dumping
dan semi control landfill.
Permasalahan di TPA Randegan adalah keterbatasan lahan serta timbulnya
pencemaran lingkungan sekitar TPA karena belum ada IPAL yang mengolah lindi. Baru ada
17 TPS, masih diperlukan tambahan 7 TPS lagi Sampai saat ini tersedia: 2 unit TPST,
kapasitas total: 20 m3/hari atau setara dengan 0,21 % dari timbulan sampah Kota. Dengan
asumsi timbulan sampah untuk kota sedang sebesar 3 liter/orang/hari.

4.4.1 Sistem Pewadahan


Di Indonesia dikenal pola pewadahan sampah individual dan komunal. Wadah
individual adalah wadah yang hanya menerima sampah dari sebuah rumah, atau sebuah
bangunan, sedang wadah komunal memungkinkan sampah yang ditampung berasal dari
beberapa rumah atau dari beberapa bangunan. Pewadahan dimulai dengan pemilahan baik
untuk pewadahan individual maupun komunal, dan sebaiknya disesuaikan dengan jenis
sampah. Sistem Pewadahan sampah di kota Mojokerto umumnya menggunakan tong – tong
sampah dan bangunan sampah semi permanen di depan rumah yang secara bekala di angkut
oleh pihak DKP. Yang kemudian dikumpulkan sementara di TPS terdekat yang kemudian
diangkut untuk di proses terakhir kalinya di TPA setiap harinya.

4.4.2 Pengumpulan Sampah


Peran serta masyarakat dalam pengolahan sampah banyak dilakukan dalam bentuk
kerja bakti, penyediaan tong sampah rumah tangga, pengangkutan sampah dari sumber
sampah ke TPS serta pengolahan sampah menjadi kompos. Di tingkat masyarakat warga
sejumlah kelurahan sudah melakukan upaya pemilahan dan pengolahan sampah. Sebanyak
98,9% masyarakat yang tidak melakukan pemilahan sampah sebelum dibuang dan sebanyak
1,1% responden melakukan pemilahan. Pemilahan sampah yang sudah dilakukan oleh RT
sebesar 1,1% (3,7 m3/hari). Pengurangan sampah dari sumbernya (RT) sebesar 1,9% (6,5
m3/hari). Sarana akhir proses pengelolaan sampah berupa TPA.

4.5 Kondisi Eksisting TPA


TPA Randegan meerupakan satu-satunya TPA yang berada di kota Mojokerto. Saat
ini TPA Randegan menerima sampah kurang lebih 350 m3 /hari sampai 400 m3 /hari, dan
volume tersebut diprakirakan akan cenderung meningkat. Keberadaan dan aktivitas pemulung
di TPA Randegan dengan jumlah sekitar 200 orang juga merupakan bagian dari kegiatan
operasional di TPA Randegan. Secara umum pengelolaan persampahan di kota Mojokerto
sudah berjalan dengan baik, terbukti dari penghargaan Adipura yang berhasil diraih. Namun
dengan masuknya masa kritis usia pakai TPA Randegan yang sebentar lagi tidak mampu
menampung timbulan sampah di kota Mojokerto, maka sudah seharusnya dilakukan
perencanaan TPA yang baru dengan pemilihan lokasi yang tepat dan tidak menimbulkan
dampak yang besar terhadap lingkungan di kemudian hari.

37 | P a g e
Tabel 4.3
Data Pengelolaan Sampah di Kota Mojokerto

4.6 Rencana Lokasi TPA


Pihak DKP kota Mojokerto cenderung mengajukan perluasan lahan TPA Randegan
daripada memilih lokasi baru. Karena kota Mojokerto yang hanya memiliki luas wilayah
kisaran 16,4 km2 yang dianggap sangat sempit. Maka, Jika dipaksakan memilih lokasi baru,
selain dimungkinkan bisa menimbulkan permasalahan baru, juga dikatakan tidak efektif.
Lahan kering disamping TPA Randegan dianggap ideal untuk perluasan TPA
menggunakan metode sanitary landfill, sehingga perluasan lahan dapat mengatasi
permasalahan TPA Randegan yang mengalami masa kritis yang apabila dipaksakan, maka
akan terjadi gunungan-gunungan sampah dan pengelolaan sampah itu sendiri tak akan bisa
berjalan maksimal. Sampah merupakan bagian dari proses kehidupan manusia yang memiliki
sifat konsumtif. Dengan demikian pemerintah daerah harus bergerak untuk menjadikan
kotanya bersih dan nyaman untuk khalayak ramai.
Pihak DKP sering kali terbentur berbagai persoalan mulai dari pembebasan tanah dan
kependudukan serta akses menuju tempat yang baru akan dibuka atau digunakan. Penentuan
lokasi TPA harus mempertimbangkan potensi lahan yang terdapat di wilayah yang baru
dengan mengenali karakteristik lahan tersebut secara fisik. Penentuan dan analisis kesesuaian
lahan untuk TPA perlu juga dipelajari mengenai tata guna lahan agar lahan yang digunakan
untuk TPA tidak menyalahi aturan yang berlaku.

38 | P a g e
BAB V
Perencanaan Teknis TPA

Gambar 5.1
Lokasi Perencanaan TPA Kota Mojokerto

Gambar 5.1
Lokasi Perencanaan TPA Kota Mojokerto

5.1 Perhitungan Desain TPA


Kota Mojokerto merupakan kota kecil disebelah barat ± 50 km dari Ibu Kota Propinsi
Jawa Timur Surabaya. Kota Mojokerto terletak ditengah-tengah Kabupaten Mojokerto,
terhubung pada 7°33 lintang Selatan dan 112°28 Bujur Timur. Wilayahnya merupakan
dataran rendah dengan ketinggian rata – rata 22 m diatas permukaan laut dengan kondisi
permukaan tanah yang agak miring ke timur dan utara antara 0 – 3 %.Kota Mojokerto
memiliki luas wilayah 1.646 ha dengan tingkat kepadatan penduduk rata-rata adalah sebesar
8.203 jiwa per km2. Sebesar 135.024 jiwa, yang terdiri dari 66.818 jiwa berjenis kelamin laki-
laki dan 68.206 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah kepadatan penduduk berdasarkan luas
wilayah terbangun sebesar 157,39 jiwa/ha. Kota Mojokerto terbagi 2 Kecamatan yakni
Kecamatan Prajurit Kulon dan Kecamatan Magersari, 18 kelurahan, 655 Rukun
Tetangga(RT), 176 Rukun Warga (RW) dan 72 dusun/lingkungan.

39 | P a g e
5.1.1 Analisa Proyeksi Sampah
Pelayanan TPA Randegan untuk melayani daerah Kota Mojokerto yang meliputi 2
Kecamatan, yaitu Kecamatan Prajurit Kulon dan Magersarisehingga untuk memproyeksikan
timbulan sampah didasarkan pada jumlah penduduk dan proyeksinya pada 2 (dua)
kecamatan tersebut. Proyeksi timbulan sampah didasarkan pada tingkat pelayanan TPA
Randegan dengan jumlah sampah yang masuk ke TPA Randegan sebanyak 257,90 m 3/hari.
Tingkat pelayanan TPA Randegan diproyeksikan meningkat pada beberapa tahun proyeksi.
Untuk jumlah timbulan perorangnya digunakan standar timbulan perorang perharinya
sebesar 3 l/orang/hari.
Dilakukan perhitungan proyeksi penduduk dengan rumus aritmatika. Proyeksi
timbulan sampah Kota Mojokerto sampai tahun 2020 tercantum dilakukan dengan
asumsi volume timbulan yang dihasilkan sebesar 2,45 liter/orang/hari dengan asumsi
sumber sampah dari permukiman menghasilkan 81,5% dari sampah keseluruhan.
Peningkatan timbulan sampah mengakibatkan kapas itas pengelolaan persampahan yang
meliputi pengangkutan maupun pengolahan di TPA mengalami penurunan. Oleh sebab
itu pengurangan volume sampah dimulai dari sumbernya menjadi salah satu hal penting
dalam pengelolaan persampahan.

Kebutuhan Lahan Landfill


Dalam perhitungan luasan lahan landfill dan umur pakai TPA perlu
memperhatikan beberapa faktor seperti volume sampah yang masuk ke TPA dan besarnya
reduksi sampah.
Didapatkan volume proyeksi timbulan sampah yang masuk ke TPA pada tahun 2016
di Kota Mojokerto yakni sebesar 373m3/hari. Sehingga dalam 1 tahun volume sampah yang
masuk ke TPA sebesar 99645m3/tahun, dengan factor pemadatan 25% maka volume
sampah menjadi 24911.25m3dengan asumsi rencana ketinggian minimal ± 6 m, maka
lahan yang dibutuhkan untuk tahun 2017 sebesar 0,415 Ha.

5.1.2 Identifikasi Kebutuhan Sarana dan Prasarana TPA


 Rencana Pengelolaan Sampah dari Stasiun Antara (DIPO/TPS)sampai TPA
- Pembangunan TPS baru
- Peningkatan TPS biasa menjadi TPS terpilah
- Rehabilitasi TPS
- Pengadaan truck biasa (terpilah/3R)
- Pengadaan dump truck terpilah
- Pengadaan kontainer
- Pengadaan amroll truck
 Rencana Pengadaan tambahan Fasilitas Operasional TPA
- Pengadaan buldozer type D20
- Pengadaan exavator type Hyundai R220 – 9 SH
- Pengadaan land compactor
- Pengadaan loader type Hyundai – HSD 2m3
40 | P a g e
 Rencana Operasional Maintenance TPA
- Pemeliharaan fasilitas umum TPA
- Pemeliharaan fasilitas perlindungan lingkungan TPA
- Penadaan dan penimbunan tanah timbunan
- O & P instalasi pengolah lindi
- O & P alat berat

5.1.3 Perencanaan Bangunan Lindi


Unit Pengolahan Lindi yang akan di rencanakan adalah pengolahan dengan metode
Anaerobic Baffled Reactor (Reaktor Anaerob Bersekat) yang merupakan merupakan
peningkatan dari septic tank karena air buangan yang masuk dipaksa mengalir melalui Baffle
(sekat pelimpah). Pengolahan ini menaikkan waktu kontak dengan biomassa.
Teknologi ini mudah menyesuaikan dan dapat diterapkan untuk pengolahan lindi.
Teknologi ini cocok untuk lokasi TPA yang memiliki keterbatasan lahan untuk instalasi
pengolahan karena tanki ABR dipasang di bawah muka tanah. Namun ABR tidak dapat
dipasang di daerah dengan muka air tanah tinggi karena infiltrasi dari tanki ABR akan
mencemari air tanah sekitarnya. ABR belum bisa beroperasi dengan skala penuh untuk
beberapa bulan sejak mulai operasi karena perlunya waktu penyesuaian panjang untuk
pencernaan anaerob dari lumpur. Karenanya teknologi ABR tidak dapat digunakan jika
menginginkan pencapaian efisiensi pengolahan bagus dengan cepat.
ABR perlu penyedotan lumpur secara teratur sehingga perlu disiapkan akses ke truk
penyedot lumpur. Untuk mengatasi pelepasan gas methan dan gas lain dari reaksi anaerob,
reaktor anaerob perlu diberi pipa ventilasi.

5.1.4 Fasilitas Penunjang


Beberapa fasilitas dari sarana penunjang telah ada pada TPA Randegan, sehingga
tidak perlu merencakan ulang fasilitas penunjang yang telah ada. Maka dari itu, beberapa
fasilitas penunjang baru dan belum ada yang akan direncanakan pada perluasan TPA
Randegan ini meliputi :

a. Air bersih
b. Jalan akses menuju lokasi baru
c. Zona penyangga
d. Jembatan timbang
e. Laboratorium
f. Lokasi cadangan material penutup
g. Tanggul, talud, perkuatan tebing.

41 | P a g e
Gambar 5.2
Fasilitas penunjang yang telah ada di TPA Randegan

5.1.5 Fasilitas Operasional


Pengadaan Alat berat yang terdiri dari Excavator dan Buldozer dan mobil pick up.
Pemilihan alat berat ini disesuaikan dengan kondisi TPA dan peruntukannya.
Model alat berat jenis Excavator merupakan model yangcocok untuk TPA Randegan.
Gambar 5.3
Model alat berat yang dibutuhkan

Sanitasi.Net
5.1.6 Tenaga Pengelola TPA dan 3R
Tenaga Pengelola TPA terdiri dari :
 1 orang KASI/ Kepala Kantor dengan kualifikasi Sarjana Teknik
 1 orang petugas pencatat sampah dengan kualifikasi SMA/SMK
 2 orang petugas kebersihan (shift) dengan kualifikasi SMA/SMK
 1 orang operato dump truck dengan kualifikasi SMA/SMK Sbesertifikat pengemudi alat
berat
 1 orang petugas pemantauan kualifikasi D3 Teknik Lingkungan
 1 orang operator penimbunan sampah kualifikasi SMA/SMK
 1 orang pengatur lalu lintas kendaraan di TPA kualifikasi SMA/SMK
 1 orang oembantu umum kualifikasi SMA/SMK
 1 orang petugas IPL kualifikasi S1/D3 Teknik Lingkungan/Kimia
 1 orang petugas pengelola 3R kualifikasi D3 Teknik lingkungan/Kimia
Dengan jumlah total pekerja sebanyak 11 orang

Tenaga Pngelola TPA dan 3R disesuaikan dengan kondisi TPA dan karakteristik timbulan
sampah yang masuk ke TPA.

42 | P a g e
BAB VI
PENUTUP
KESIMPULAN
Kota Mojokerto merupakan kota kecil di Jawa Timur yang memiliki tingkat
kepadatan penduduk yang tinggi. Keberadaan TPA Randegan yang merupakan satu – satunya
TPA di kota Mojokerto telah memasuki masa kritis karena pada tahun 2017 ini, masa
berlakunya telah habis dan tidak lagi mampu menampung timulan sampah yang terus
meningkat dari aktivitas kota. Maka dari itu direncanakan pembangunan TPA baru dengan
memanfaatkan lahan kosong disamping TPA Randegan, pemanfaatan lahan di sebelah TPA
Randegan menggunakan metode pengolahan sanitary landfill membutuhkan luasan landfill
sebesar 0,415 Ha. Adanya permasalahan luasan kota yang sempit diharapkan perencanaan
TPA yang baru dapat mengatasi permasalahn timbulan sampah di kota Mojokerto.
Dipilih bangunan pengolahan lindi dengan metode ABR atau Anaerobic Baffled
Reactor (Reaktor Anaerob Bersekat) yang diprediksi mampu menangani permasalahan luasan
lahan yang tidak terlalu besar ini. Selain itu, penambahan fasilitas penunjang juga tidak
semua dilakukan, mengingat suda terdapat beberapa fasilitas penunjang dari TPA Randegan.

SARAN
Dibutuhkan kesadaran yang tinggi dari masyarakat dan koordinasi yang baik dari pemerintah
untuk menangani timbulan sampah dan pengelolaannya sehingga tidak dihasilkan hal – hal
buruk/negative dikemudian hari yang berakibat tidak baik bagi kelangsungan kehidupan
perkotaan. Sehingga apabila system pengelolaan persampahan sudah maksimal dan terkonsep
dengan baik maka, kelangsungan hidup di kota juga menjadi lebih baik.

REKOMENDASI
Sebaiknya dipilih lokasi perencanaan pembangunan TPA yang sesuai dengan kriteria dan
memenuhi persayaratan kelayakan lokasi guna meminimalisir timbulnya dampak – dampak
buruk dikemudian hari yang dapat mengancam kelangsungan hidup perkotaan.

43 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Admin, TPA Wisata Edukasi Talangagung-Apa itu TPA (Tempat Pembuangan Akhir)
Sampah? (https://sites.google.com/site/tpaedukasi/about-us/apa-itu-tpa) diakses pada 01 Juni
2017

Admin. 09 Desember 2015, Harian Buana-Proyek Perluasan Lahan TPA Randegan Dinilai
Tidak efektif (Online)(http://www.harianbuana.com/2015/12/proyek-perluasan-lahan-tpa-
randegan.html) diakses pada 01 Juni 2017

Admin. 30 Juli 2015, Bansa Online “ Overload Setelah 25 Tahun, Pemkot Mojokerto Bakal
Perluas TPA Randegan (https://www.bangsaonline.com/berita/12905/overload-setelah-25-
tahun-pemkot-mojokerto-bakal-perluas-tpa-randegan ) diakses pada 01 Juni 2017

Admin, Desa Pagerluyung-BAB IV Lapdal (https://desapagerluyung.wordpress.com/bab-4-


lapdal/) diakses pada 01 Juni 2017

https://dewiratihsw.wordpress.com/2016/03/30/profil-kota-mojokerto/

Badan Pusat Statistik Kota Mojokerto, 2017

Dinas PU Cipta Karya (Online)


(http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/barat/jatim/mojokerto.pdf) diakses pada 01 Juni 2017

DKP, 2007. Profil Pengelolaan Sampah Perkotaan Tahun 2006, diakses 02 Juni 2017

Info sanitasi, 27 Februari 2012, Dasar-dasar system pengelolaan sampah


(https://www.slideshare.net/infosanitasi/dasardasar-sistem-pengelolaan-sampah) diakses pada
01 Juni 2017

Info sanitasi, 27 Februari 2012, Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem
Pengelolaan Persampahan (https://www.slideshare.net/infosanitasi/kebijakan-dan-strategi-
persampahan) diakses pada 01 Juni 2017

Info sanitasi, 27 Februari 2012, Proses Penyusunan Perencanaan Perencanaan Sistem


Pengelolaan Persampahan, (Online) https://www.slideshare.net/infosanitasi/proses-
penyusunan-perencanaan-sistem-pengelolaan-persampahan?from_action=save) diakses pada
01 Juni 2017
Metode Pengelolaan Sampah
(https://www.academia.edu/7349064/Metode_Pengelolaan_Sampah) Diakses pada 01Juni
2017

M. Debby Rizani, Surjono, 2016. Strategi Pengelolaan Persampahan di Wilayah Perkotaan


dalam mencapai target layanan (Studi Kasus Pengelolaan Persampahan di Kota Mojokerto).
The 3rdUniversty Research Coloquium 2016 ISSN 2407-9189 Malang : Progam Doktor
Teknik Sipil Universitas Brawijaya

44 | P a g e
Misti P. 23, Juni 2016. Berita Jatim-Sampah Masih Jadi Masalah di Kota Mojokerto,
(Online),(http://beritajatim.com/politik_pemerintahan/269947/sampah_masih_jadi_masalah_
di_kota_mojokerto.html) diakses pada 01 Juni 2017

Roni Dwi Prsety, Tanggapan Masyarakat terhadap rencana lokasi pembangunan TPA di
Kelurahan Blooto Kecamatan Prajurit Kulon Kota Mojokerto. Surabaya : Pendidikan S1
Geografi

Sosial dan kependudukan, Badan Pusat Statistik Mojokerto

Tempat pembuangan akhir (https://id.wikipedia.org/wiki/Tempat_pembuangan_akhir)


diakses pada 09 Juni 2017

45 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai