Anda di halaman 1dari 66

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan anugerah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan tugas akhir yang berjudul :

“ARAHAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PADA


KAWASAN NELAYAN DI KOTA BALIKPAPAN BERDASARKAN
PERSEPSI STAKEHOLDERS”

Proposal tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh
untuk menyelesaikan Program Sarjana di Program Studi Perencanaan Wilayah dan
Kota, Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Kalimantan (ITK)
Balikpapan. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:

1 Ibu Rossana Margareth K. Y., S.T.,M.T Selaku Dosen Pembimbing Utama


2 Ibu Elin Diyah S., S.T.,M.Sc selaku Dosen Pembimbing Pendamping.
3 Ibu Ariyaningsih, S.T., M.T., M.Sc. selaku Koordinator Tugas Akhir Program
Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan ITK.
4 Bapak Achmad Ghozali, S.T., M.T selaku Koordinator Program Studi
Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan Teknik Sipil dan Perencanaan ITK.
5 Ibu Ajeng Nugrahaning Dewanti, S.T., M.T., M.Sc, Farid Nurrahman, S.T.,
M.Sc., Dwiana Novianti Tufail, S.T., M.T., Mega Ulimaz, S.T., M.T , Nadia
Almira, S.T., M.T., Anggit Suko Rahajeng, S.T.,M.T, Rizky Arif Nugroho,
S.T.,M.T , Muhammad Rizky Pratama, S.T.,M.T dan Ibu Nanda kartika, S.Hut
selaku dosen dan tendik Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Jurusan
Teknik Sipil dan Perencanaan ITK.
6 Serta Semua pihak yang terlibat dalm penyusunan proposal tugas akhir ini masih
jauh dari sempurna, karena itu kami mengharapkan segala kritik dan saran yang

i
membangun. Semoga proposal tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.

Balikpapan, 28 Desember 2018

Penyusun

ii
ARAHAN PENANGANAN PERMUKIMAN KUMUH PADA KAWASAN
NELAYAN DI KOTA BALIKPAPAN BERDASARKAN STAKEHOLDERS

Nama Mahasiswa : Rezky Andriyana . AN


NIM : 08151032
Dosen Pembimbing Utama : Rossana Margareth K. Y.,S.T.,M.T
Dosen Pembimbing Pendamping : Elin Diyah S., S. T., M.Sc

ABSTRAK
Kawasan permukiman kumuh di Kota Balikpapan terbesar berada di kawasan
nelayan yaitu Kelurahan Manggar Baru, Manggar, Baru Ulu, Margasari, Baru Tengah
dan Klandasan dengan luasan sejumlah 145.51 ha sehingga dapat dilihat dengan
jumlah kawasan permukiman kumuh nelayan diperlukan penanganan terlebih dahulu.
Permukiman Kumuh pada Kawasan nelayan yang merupakan pusat aktifitas
perdagangan dan permukiman di Kota Balikpapan. Kondisi fisik permukiman kumuh
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan yaitu jarak antar bangunan yang
berhimpitan, fasilitas umum masih terbatas, penduduk masih ada yang memanfaatkan
air laut serta tingkat pendapat yang masih rendah, karena masyoritas penduduk
berkerja di sektor informal sebagai besar adalah nelayan dan pedagang.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan prespektif. Hal ini dilakukan pada
waktu mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakholders. Guna
mengetahui faktor-faktor penyebab permukiman kumuh pada kawasan nelayan
digunakan analisis Delphi dengan menentukan stakholders terlebih dahulu,
selanjutnya guna menentukan arahan penanganannya, dipake metode triangulasi yang
berdasarkan pada pemikiran dan pengmatan observasi wilayah penelitian, literature ,
serta hasil studi penanganan permukiman kumuhdi daerah lain sebagai pembanding.

Kata Kunci : Permukiman Kumuh, Faktor Penyebab Permukiman


Kumuh, Kawasan Nelayan

iii
DAFTAR ISI
Lembar Persetujuan…………………………………………………………………..i
Kata Pengantar…………………………………………………………………….…ii
Abstrak………………………………………………………………………………iv
Daftar Isi……………………………………………………………………………..v
Daftar Gambar………………………………………………………………………vi
Daftar Tabel………………………………………………………………………....vii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah Penelitian ......................................................................... 4
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 4
1.4 Sasaran............................................................................................................ 5
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................................. 5
1.5.2 Ruang Lingkup Substansi ........................................................................... 5
1.6 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 6
1.7 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II ............................................................................... 9
2.1 Permukiman Kumuh Nelayan ........................................................................ 9
2.1.1 Pengertian Permukiman Nelayan ............................................................ 9
2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman Nelayan .............................................. 10
2.2 Permukiman Kumuh..................................................................................... 14
2.2.1 Karakteristik kawasan Permukiman Kumuh ........................................ 14
2.2.2 Kriteria Kekumuhan Lingkungan Permukiman .................................... 15
2.3 Komponen kondisi fisik lingkungan permukiman kumuh ........................... 18
2.4 Penanganan Permukiman Kumuh ................................................................ 28
2.4.1 Kualitas Permukiman Yang Sehat dan Layak ....................................... 28
2.4.2 Arahan Penanganan Masalah Permukiman Kumuh : Tinjauan Terhadap
Arahan Penanganan Lingkungan Permukiman Kawasan Nelayan ..................... 29
2.5 Penelitian Terdahulu..................................................................................... 35
2.6 Sintesa Tinjauan Pustaka .............................................................................. 37
BAB III METODE PENELITIAN.............................................................................. 39
3.1 Prosedur Penelitian ....................................................................................... 39

iv
3.2 Jenis Penelitian ............................................................................................. 40
3.3 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 41
3.4 Variabel Penelitian ....................................................................................... 41
3.5 Metode Pengumpulan Data .......................................................................... 44
3.5.1 Pengumpulan Data Primer .................................................................... 44
3.5.2 Penumpulan Data Sekunder .................................................................. 45
3.6.1 Penentuan Sampel ................................................................................. 45
3.6 Metoda Analisa ................................................................................................. 50
3.6.1 Analisis Penentuan faktor-faktor apa yang menyebabkan permukiman
kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan ............................................. 51
3.6.2 Analisis untuk Menentukan Arahan Penanganan Permukiman Kumuh
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan ......................................................... 53
3.7 Tahap Penelitian ........................................................................................... 56

v
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. 1 Lokasi Wilayah Penelitian Arahan Penanganan Permukiman Kumuh


pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan ................................................................. 7
Gambar 1. 2 Kerangka Pemikiran Penelitian ................................................................ 8

Gambar 3. 1 Analisis Triangulsi sebagai Arahan Penanganan Permukiman Kumuh


pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan ............................................................... 55
Gambar 3. 2 Kerangka Pemikiran ............................................................................... 58

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM) .......................... 21


Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu .................................................................................. 36
Tabel 2. 3 Hasil Sintesa Teori ..................................................................................... 37

vii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kota mengandung 4 (empat) hal utama (Freeman, 1974), yaitu Tersedianya
fasilitas perdagangan bagi penduduk, Tersedianya lahan usaha bagi penduduk;
Terbukanya kemungkinan muncul usaha bagi penduduk, Adanya kegiatan industri
Keempat hal tersebut merupakan daya tarik kota terhadap wilayah-wilayah disekitar.
Sebagai akibat dari daya tarik kota tersebut menyebabkan penduduk disekitar wilayah
kota mencoba beraktifitas untuk menenuhi kebutuhan hidupnya di kota. Kondisi ini
yang menyebabkan pertambahan penduduk kota sebagai akibat dari urbanisasi
maupun pertambahan penduduk alami. Kondisi yang demikian terjadi disetiap
Wilayah kota di Indonesia, demikian halnya dengan Kota Balikpapan.
Kondisi di Kota Balikpapan, Berdasarkan Rencana Struktur Ruang Wilayah
Provinsi bahwa Kota Balikpapan merupakan Pusat Kegiatan Nasional yang
merupakan Pusat-Pusat Pemerintahan Kota, Pusat Perdagangan Regional, Pusat
Industri, Pusat Transportasi Udara Internasional, Pusat Transportasi Laut
Internasional, Pusat Pengolahan Migas, Pusat Jasa Pariwisata dan Pusat Pendidikan
Tinggi skala nasional sehingga prasarana dan sarana yang ada mempunyai skala
pelayanan nasional. Keberadaan kelengkapan prasarana dan sarana tersebut,
menjadikan daya tarik Kota Balikpapan bagi penduduk di sekitarnya untuk
beraktivitas mencari pekerjaan (Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Kalimantan
Timur Tahun 2016-2036). Meningkatnya Jumlah penduduk Kota Balikpapan
dibuktikan dengan jumlah penduduk pada tahun 2013 sejumlah 599.685 jiwa dan
mengalami penambahan penduduk pada tahun 2016 sejumlah 625.968 jiwa.
Pertambahan jumlah penduduk Kota Balikpapan menyebabkan bertambahnya
kebutuhan akan prasarana dan sarananya. Pemenuhan kebutuhan perumahan
membawa persoalan terhadap perkembangan kota. Kondisi ini disebabkan karena

1
Kemampuan lahan yang timbal balik dengan daya kemampuan warga, sehingga
menimbulkan harga yang tidak terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah
tidak adanya sinkronisasi antara pendapatan rakyat perkapita dengan kemampuan
beli/sewa dan perbaikan rumah. (Asy’ari,1993 dalam Zuriya, 2010). Kondisi ini
menyebabkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan perumahan dengan
memaksimalkan lahan tanpa memperhatikan keamanan, kesehatan, kenyamanan yang
pada akhimya menjadikan kawasan tersebut menjadi daerah permukiman kumuh.
Keberadaan lingkungan permukiman kumuh membawa permasalahan baru,
seperti : Perkembangan fisik kota yang tidak baik, Memberikan efek visual yang
jelek, Tingkat kesehatan masyarakat yang semakin rendah sebagai akibat dan kondisi
permukiman yang tidak sesuai dengan standar kesehatan, Memberikan dampak sosial
dan ekonomi masyarakat yang buruk (Mustara, 1985). Kawasan permukiman kumuh
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan sebagian besar terjadi karena tumbuh
berkembangnya kawasan permukiman atau kegiatan perdagangan jasa, dimana salah
satunya adalah kawasan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota
Balikpapan.
Keberadaan permasalahan permukiman kumuh yang terjadi di setiap wilayah
maka perlu segera dilakukan penanganan sehingga tercapai suatu lingkungan
permukiman yang sehat dan layak huni serta berkualitas. Pentingnya penanganan
permasalahan permukiman kumuh ini, sejalan dengan apa yang ditegaskan dalam
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman bahwa
penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk : Memenuhi kebutuhan rumah
sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan
pemerataan kesejahteraan manusia, Mewujudkan perumahan dan permukiman yang
layak dalam lingkungan yang sehat aman serasi dan teratur. ( Undang-Undang Nomor
1 Tahun 2011)
Kawasan permukiman kumuh di Kota Balikpapan tersebar di 6 kecamatan, 12
kelurahan yaitu : Kelurahan Muara Rapak, Baru Ulu, Baru Tengah, Margomolyo,
Sepinggan, Karang Jati, Klandasan Ulu, Damai, Telagasari, Manggar dan Manggar
Baru dan memiliki jumlah luasan kawasan permukiman kumuh sejumlah 282,20 Ha.

2
(Surat Keputusan Walikota Balikpapan No. 188.45-667/2014). Dimana permukiman
kumuh terbagi menjadi kawasan pesisir, kawasan dataran, kawasan perbukitan dan
kawasan nelayan, terdapat kawasan permukiman kumuh dengan luasan terbesar
berada di kawasan nelayan yaitu Kelurahan Manggar Baru, Manggar, Baru Ulu,
Margasari, Baru Tengah dan Klandasan dengan luasan sejumlah 145.51 ha sehingga
dapat dilihat dengan jumlah kawasan permukiman kumuh nelayan diperlukan
penanganan terlebih dahulu. Permukiman Kumuh pada Kawasan nelayan yang
merupakan pusat aktifitas perdagangan dan permukiman di Kota Balikpapan. Kondisi
fisik permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan yaitu jarak antar
bangunan yang berhimpitan, fasilitas umum masih terbatas, penduduk masih ada
yang memanfaatkan air laut serta tingkat pendapat yang masih rendah, karena
masyoritas penduduk berkerja di sektor informal sebagai besar adalah nelayan dan
pedagang.
Dengan kepadatan penduduk sekitar > 400 jiwa/ha, dan kerapatan bangunan
yang tinggi menyebabkan besarnya tekanan (Stress) dalam lingkungan sehingga rasa
nyaman akan sulit dicapai (Sugiarto, 1988 dalam Rachmawati, 2010). Di samping itu
pula sering terjadi genangan air yang disebabkan oleh tidak terawatnya drainase dan
tempat persampahan di Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota
Balikpapan. Serta permasalahan rendahnya kesadaran penduduk dalam hal kesehatan
dan kebersihan menyebabkan berkurangnya kualitas lingkungan laut dengan masih
adanya penduduk yang membuang limbah rumah tangga dan limbah manusia di laut.
Hal ini akan menyebabkan turunnya kualitas lingkungan dan mempengaruhi
perkembangan kawasan nelayan tersebut secara keseluruhan. (Kepala Seksi Penataan
Permukiman Kota Balikpapan, 2018).
Berangkat dari kondisi diatas maka untuk meminimalisasi dampak yang akan
ditimbulkan kawasan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
dan mencegah bertambahnya tingkat kekumuhan yang ada di Kota Balikpapan, maka
perlu adanya “Arahan penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di
Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders” yang bertolak dari penanganan
pada faktor penyebab permukiman kumuh.

3
1.2 Rumusan Masalah Penelitian
Pertambahan jumlah penduduk Kota Balikpapan menyebabkan bertambahnya
pemenuhan akan kebutuhan prasarana dan sarana permukiman, baik dari segi
lingkungan permukiman yang terjangkau dan layak huni, sehingga , menyebabkan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan permukiman dengan memaksimalkan
lahannya tanpa memperhatikan keamanan, kesehatan, kenyamanan yang akhirnya
akan menimbulkan kawasan tersebut menjadi daerah permukiman kumuh. Kawasan
permukiman kumuh di Kota Balikpapan dengan luasan terbesar berada di kawasan
nelayan yaitu Kelurahan Manggar Baru, Manggar, Baru Ulu, Margasari, Baru Tengah
dan Klandasan dengan luasan sejumlah 145.51 Ha sehingga dapat dilihat dengan
jumlah kawasan permukiman kumuh nelayan diperlukan penanganan terlebih dahulu.
Dimana dengan adanya kawasan permukiman kumuh nelayan mempengaruhi
buruknya lingkungan permukiman masyarakat, bahkan cenderung liar dan
mempunyai kesulitan pada sirkulasi udara dikarenakan kepadatan bangunan dan tidak
teraturnya bangunan masyarakat sehingga tidak lancarnya sirkulasi udara yang ada,
sehingga dapat menimbulkan bahaya kepada kesehatan pula, sedangkan untuk cahaya
matahari otomatis tidak dapat memberikan cahayanya dikarenakan tertutupnya oleh
bangunan. Bahkan tidak sesuaianya prasarana dan sarana yang ada untuk masyarakat
seperti drainase yang tidak terawat menyebabkan sering terjadinya sumbatan kotoran
yang dihasilkan masyarakat menumpuk sehingga menyebabkan lingkungan tidak
sehat dan membuat udara tidak baik, bukan itu saja sampah yang berserakan di
sekeliling permukiman masyarakat seakan-akan sebagai pelengkap hidup mereka
membuat dampak lingkungan memburuk terutama pada kesehatan masyarakat.
Sehingga pertanyaan dari penelitian ini yaitu bagaimana arahan penanganan
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi
stakeholders.
1.3 Tujuan
Dari rumusan masalah yang diangkat, maka penelitian bertujuan untuk
merumuskan “ Arahan Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di
Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders”

4
1.4 Sasaran
Berdasarkan tujuan penelitian, adapaun sasaran yang dilakukan untuk
mencapai tujuan tersebut antara lain :
1. Mengidentifikasi dan Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
2. Menyususun Arahan Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan
Nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup disusun untuk menentukan batasan penelitian. Adapun batasan
penelitian ini terbagi menjadi ruang lingkup wilayah dan ruang lingkup substansi.
1.5.1 Ruang Lingkup Wilayah
Penelitian ini difokuskan pada permukiman kumuh yang berada di
kawasan nelayan di Kota Balikpapan yaitu
1. Klandasan
2. Manggar Baru
3. Manggar
4. Baru Ulu
5. Margasari
6. Baru Tengah
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1.1
1.5.2 Ruang Lingkup Substansi
Penelitian memiliki fokus substansi untuk merumuskan Arahan
Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan
berdasarkan persepsi stakeholders yang dapat digunakan dalam
memanimalisir dampak terbentuknya peningkatan kekumuhan di kawasan
permukiman kumuh di kawasan nelayan. menggunakan teori permukiman
kumuh, kriteria permukiman kumuh ,komponen kondisi fisik lingkungan
permukiman kumuh, penanganan permukiman kumuh dan kebijakan tanah
perkotaan.

5
1.5.3 Ruang Lingkup Pembahasan
Penelitian ini difocuskan membahas faktor-faktor penyebab timbulnya
permukiman kumuh pada kawasan nelayan. Pembahasan tersebut dapat dicari
dengan mengumpulkan data mengenai kondisi rumah, kondisi prasarana dan
sarana permukiman, dan kerentanan status penduduk dan juga beberapa aspek
pendukungnya. Setelah hal tersebut diketahui dan dianalisis, maka dapat
dketahui faktor penyebab permukiman kumuh tersebut. Kemudian ditentukan
“Arahan Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota
Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders”

1.6 Manfaat Penelitian


Terdapat dua jenis manfaat yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat teoritis
Dari hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat menambah wawasan
dan ilmu dalam merumuskan arahan penanganan permukiman kumuh
2. Manfaat Praktis
Dalam penelitian ini juga diharapakan dapat memberikan masukan pada
pemerintah khususnya pemerintah Kota Balikpapan dalam merencanakan
program perbaikan kawasan permukiman kumuh diperkotaan.
1.7 Kerangka Pemikiran
Bagan alir kerangka pemikiran penelitian ini didasarkan pada uraian
permasalahan yang telah dipaparkan di latar belakang. Bagan alir pemikiran
berfungsi agar pemahaman terkait permasalahan dapat terstruktur dan tidak
keluar dari ruang lingkup penelitian yang telah ditentukan. Adapun bagan alir
kerangka pemikiran disajikan pada Gambar 1.2 sebagai berikut:

6
Gambar 1. 1 Lokasi Wilayah Penelitian Arahan Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan

7
Gambar 1. 2 Kerangka Pemikiran Penelitian

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA II

2.1 Permukiman Kumuh Nelayan


2.1.1 Pengertian Permukiman Nelayan
Permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung,
baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai
lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan (Akil, 2003).
Masyarakat nelayan (Fisher Society) dalam hal ini bukan hanya mereka yang
dalam mengatur hidup dan kehidupannya hanya bertarung-berperang melawan
benturan-benturan badai siang dan malam. Masyarakat nelayan merupakan bagian
dari masyarakat daerah, attinya adalah masyarakat yang mendiami daerah tertentu,
berinteraksi memakai pola dari sistem budaya yang sama, dan di ikuti oleh adat
istiadat yang disepakati bersama. Sehingga masyarakat nelayan dapat di katakan
masyarakat yang dalam kehidupannya bersifat homogen. Dalam artian tidak terlalu
banyak variasi dalam bidang-bidang kehidupannya. Kehidupan sehari-hari
masyarakat nelayan yang sifatnya tradisional, dengan menggunakan perahu sampan
dan dayung, mereka harus mendayung sampan ketengah laut yang tidak terlepas
oleh benturan badai lautan. Memang kebanyakan orang-orang atau masyarakat
nclayan yang mendiami pesisir memilih penghidupan sebagai nelayan, ini sebagian
besar adalah merupakan suatu penghidupan atau mata pencaharian yang turunu-
temurun sejak dari nenek moyang (Mansur, 2002).
Menurut Mulyadi (2006) dalam Imron (2003 ), nelayan adalah suatu
kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil laut, baik
dengan cara penangkapan maupun budidaya. Mereka pada umumnya tinggal di
pinggir pantai, sebuah lingkungan permukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya (Sunam 1992;1mron, 2003 dalam Mulyadi, 2007).

9
Keberadaan lingkungan pemukiman nelayan diawali dengan usaha para
nelayan dalam mendayagunakan sebagian dari wilayah perkotaan yang belum
terjangkau oleh pembangunan untuk membangun habitat merek & Dengan naluri
mereka sebagai pelaut yang harus selalu tinggal sedekat mungkin dengan tempat
bekerjanya (13 mm), masyarakat nelayan mendirikan bangunan tempat tinggal
mereka di kawasan pantai yang penuh tantangan kondisi alam pantai.
(Sunarti, 1992). Terkait dengan latar belakang tersebut, Malik et al.(1999)
mendefinisikan permukiman nelayan sebagai salah satu jenis permukiman di
kawasan pesisir yang berbentuk kampung tradisional dengan mata pencaharian
utama penduduk masih terkait erat pada sumber daya laut atau sebagai nelayan.
Dari definisi di atas, maka permukiman nelayan adalah suatu lingkungan
tempat tinggal yang didominasi oleh masyarakat nelayan yang menggantungkan
hidupnya pada alam terutama dari laut/pesisir.
2.1.2 Elemen Pembentuk Permukiman Nelayan
Menurut Mulyadi (2006) yang dikutip dari Imron, (2003), nelayan adalah
suatu kelompok masyarakat yang kehidupannya tergantung langsung pada hasil
laut, baik dengan cara penangkapan maupun budidaya. Mereka pada umumnya
tinggal di pinggir pantai, sebuah lingkungan permukiman yang dekat dengan lokasi
kegiatannya (Sunarti, 1992; Immn, 2003 dalam Mulyadi, 2007).
Keberadaan lingkungan pemukiman nelayan diawali dengan usaha para
nelayan dalam mendayagunakan sebagian dari wilayah perkotaan yang belum
terjangkau oleh pembangunan untuk membangun habitat mereka. Dengan naluri
mereka sebagal pelaut yang harus selalu tinggal sedekat mungkin dengan tempat
bekerjaan (lautan), masyarakat nelayan mendirikan bangunan tempat tinggal mereka
di kawasan pantai yang penuh tantangan kondisi alam pantai (Sunarti, 1992).
Terkait dengan latar belakang tersebut, (Malik et al. (1999) mendefinisikan
permukiman nelayan sebagai salah satu jenis permukiman di kawasan pesisir yang
berbentuk kampung tradisional dengan mata pencaharian utama penduduk masih
terkait erat pada sumber daya laut atau sebagai nelayan.

10
Dalam proses pembangunan permukiman, masyarakat nelayan
mempertimbangkan keberadaan elemen-elemen utama dalam menunjang
terbentuknya suatu permukiman yang layak huni seperti pertimbangan terhadap
kondisi alam yaitu kawasan pantai sebagai tempat bermukim, bangunan-bangunan
yang dapat menunjang kehidupan masyarakat nelayan (rumah dan bangunan
penunjang lainnya) serta prasarana jaringan untuk mendukung pergerakan
masyarakat untuk mencapai kawasan sekitanya dan tempat bekerja. Dalam teori
Sujarto (dalam Sunarti, 1987), masyarakat nelayan dalam menempati wilayahnya
akan menuntut tiga kebutuhan utama, yaitu :
a. suatu tempat untuk hidup dimana dapat terlindung dari gangguan alam
sekitar (terlindungi dari hujan dan panas)
b. tempat untuk melaksanakan kegiatan kerjanya untuk mencari nafkah guna
menjamin eksistensi kehidupannya
c. tempat-tempat dimana dapat dipenuhi kebutuhan kehidupannya sehari-hari
seperti pendidikan, beribadah, kesehatan, berbelanja, bergerak dari satu
tempat ke tempat lain, air minum,. pembuangan, rekreasi, tempat
pertemuan dan tempat mengubur orang yang meninggal. Dalam
penjelasan Sujarto tersebut, proses bermukim dari masyarakat nelayan
mempertimbangkan keberadaan unsur alam, ekonomi, sosial budaya serta
sarana prasarana untuk memenuhi kebutuhan hidup dan menunjang
kegiatan. ekonominya.
Manusia atau masyarakat, elemen alam dan buatan manusia memiliki
peran masing-masing dalam menunjang pembentukan dan perkembangan
permukiman. Sedangkan pendekatan yang dilakukan oleh Santosa (1991) dalam
memahami elemen lingkungan permukiman nelayan didasarkan atas kriteria
permukiman sebagai tempat hunian yang layak menurut Turner (1994), yaitu:
a. Aspek Letak Geografis
Letak suatu permukiman harus mudah dicapai, atau minimal harus ada
jalan masuk (akses road) menuju permukiman tersebut. Termasuk ditinjau

11
terhadap pusat-pusat penjualan hasil tangkapan ikan sehingga dapat
menunjang perkembangan permukiman.
b. Aspek Lingkungan Alam Lingkungan
Alam sangat menentukan pola permukiman, mata pencaharian dalam
kehidupan sosial masyarakat penghuninya. Karena letaknya bersebalahan
dengan laut, menyebabkan penghuninya berpeluang untuk mencari
nafkah dengan menangkap ikan karena kondisi tanahnya berpasir
sehingga tidak dimungkinkan mereka bertani.
c. Aspek Sarana dan Prasarana
Dalam kampung nelayan harus ada sarana sosial, ekonomi, agama,
pendidikan dan kesehatan selain rumah - rumah nelayan. Misalnya balai
desa, pasar, masjid, sekolah dan klinik. Prasarana yang dimaksud adalah
prasarana jalan yang menghubungkan rumah-rumah nelayan dengan jalan
kota, saluran-saluran pembuangan air hujan dan air kotor, listrik, air
bersih dan telepon.
d. Aspek Politik
Segala kebijaksanaan yang mengatur permukiman, dalam hal ini
permukiman nelayan. Misalnya ada kelembagaan, seperti perangkat desa
atau LKMD, LMD, kegiatan karang tanma, PKK dan peraturan-peraturan
yang ada dalam kampung nelayan. Aspek politik merupakan aspek non
fisik. Kelengkapan aspek fisiknya adalah balai desa, kantor administrasi
desa, kantor polisi.
e. Aspek Ekonomi
sebagai kegiatan non fisik yaitu mata pencaharian nelayan sebagai
pencari ikan dan segala bentuk kegiatan untuk mencari nafkah atau
penghasilan. Aspek ekonomi berkaitan dengan pendapatan masyamkat
sebagai nelayan, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari
Pelengkap fisiknya adalah pasar, kantor KUD, bank desa.

12
f. Aspek Sosial
kehidupan sosial masyarakat kampung nelayan yang meliputi hubungan
sosial antar manusia, misalnya bagaimana cara bertetangga, bekerja
bergotong-royong dalam memperbaiki jalan atau kapal, atau waktu
melaut. Bergotong-royong dalam membantu tetangga ketika musibah.
Aspek fisiknya dapat berupa balai desa sebagai tempat berkumpul warga
dalam berbagai kegiatan, gardu jaga untuk keamanan, ruang-ruang
terbuka atau taman-taman untuk tempat bermain anak-anak dan kegiatan
yang berhubungan dengan kehidupan nelayan.
g. Aspek Budaya
meliputi adat istiadat dan kehidupan agama dalam masyarakat nelayan.
Aspek budaya tidak lepas dari pengarus aspek sosial dan ekonomi.
Penjabaran dalam aspek fisik dapat berupa masjid sebagai tempat ibadah.
Dari kriteria tersebut, aspek sarana dan prasarana termasuk dalam
(1)1ingkungan binaan. Aspek letak geografi dan aspek alam disebut
sebagai (2) lingkungan alam Sedangkan aspek politik, sosial, ekonomi,
budaya dikelompokkan sebagai (3) lingkungan sosial (Santosa,1
991).Dalam perkembangannya, penggolongan terhadap elemen
pembentuk lingkungan permukiman pada umumnya terbagi ke dalam dua
aspek yaitu aspek fisik dan non fisik yaitu (Silas dalam Dahliani, 2006) :
1.) Aspek fisik meliputi letak geografis, lingkungan alam dalam binaan
serta prasarana dan sarana lingkungan.
2.) Aspek non fisik meliputi aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial
dan aspek budaya.
Corak dan kualitas lingkungan permukiman nelayan dipengaruhi oleh
elemen-elemen tersebut antar elemen tersebut harus berjalan dengan selaras sebagai
kesatuan antara isi (penghuni permukiman dalam hal ini masyarakat nelayan) dan
wadahnya (lingkungan alam dan lingkungan binaan) agar tidak menimbulkan
pennasalahan terutama yang berkaitan dengan kualitas lingkungan permukiman.

13
2.2 Permukiman Kumuh
2.2.1 Karakteristik kawasan Permukiman Kumuh
Kawasan kumuh adalah kawasan dimana rumah dan kondisi hunian
masyarakat di kawasan tersebut sangat buruk. Rumah maupun prasarana dan sarana
yang ada tidak sesuai dengan standar yang berlaku, baik standar kebutuhan,
kepadatan bangunan, persyaratan rumah sehat, kebutuhan sarana air bersih, sanitasi
maupun persyaratan kelengkapan prasarana jalan, ruang terbuka, serta kelengkapan
fasilitas sosial lainnya. Adapaun kesepakatan tentang permukiman kumuh, sampai
saat ini masih beragam, tergantung dari aspek mana yang dilihat oleh pakar atau ahli
dalam memandang penyebab permasalahan kekumuhan suatu kawasan yang kumuh.
Beberapa diantara pakar atau ahli mendefinisikan permukiman kumuh
sebagai berikut :
1. Permukiman Kumuh adalah kawasan hunian masyarakat dengan
ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali (Turner, Jhon
FC dan Robert, 1972).
2. Permukiman Kumuh adalah lingkungan yang buruk dimana dihuni oleh
masyarakat berpenghasilan rendah atau masyarakat miskin (Bianpoen,
1991).
3. Permukiman Kumuh memiliki karakteristik sebaga berikut (Judohusodo,
Siswono,1991) :
a. Bentuk tidak beraturan suatu kawasan dengan bentuk hunian yang
tidak berstruktur, tidak berpola (misalnya letak rumah dan jalannya
tidak beraturan).
b. Tidak tersedia fasilitas, prasarana dan sarana permukiman yang baik,
misalnya adalah tidak tersedianya fasilitas umum, prasarana dan
sarana air bersih, MCK), bentuk fisiknya yang tidak layak misalnya
secara regular tiap tahun kebanjiran
4. Permukiman kumuh juga dapat diartikan sebagai lingkungan permukiman
yang telah mengalami penurunan kualitas atau memburuk baik secara fisik,
sosial ekonomi maupun sosial budaya, bahkan dapat dikatakan pula para

14
penghuni benar-benar berada dalam lingkungan yang sangat membahayakan
kehidupannya (Kimpraswil, 2000).
5. Menurut Sinulingga Budi D (1999), mencirikan permukiman kumuh sebagai
berikut :
a. Penduduk padat>400 orang /ha.
b. Jalan-jalan sempit tidak dapat dilalui oleh kendaraan roda empat.
c. Kondisi sarana lingkungan, sanitasi, fasilitas perkotaan jauh dari
standar kota yang baik.
d. Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada
umumnya tidak permanen.
Berdasarkan definisi dari para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa pengertian
permukiman kumuh adalah kawasan hunian masyarakat atau lingkungan dengan
ketersediaan sarana umum buruk atau tidak ada sama sekali baik secara fisik tidak
berstruktur dan tidak berpola (misalnya letak rumah dan jalannya tidak beraturan,
tidak tersediannya fasilitas umum, prasarana dan sarana air bersih, MCK), sosial
ekonomi dan sosial budaya (dimana dihuni oleh masyarakat berpenghasilan rendah
atau masyarakat miskin), dengan mengalami penurunan kualitas secara terus
menerus sampai pada tariff yang sangat membahayakan kehidupan.
2.2.2 Kriteria Kekumuhan Lingkungan Permukiman
Untuk memudahkan dalam proses pengidentifikasian kondisi eksisting
lingkungan permukiman kumuh yang ada wilayah peneIitiam maka variabel yang
didapat dari karakteristik permukiman kumuh diatas akan dibedakm menjadi
beberapa kriteria permukiman kumuh.
Kriteria permukiman kumuh tersebut dibedakan berdasarkan variabel lokasi,
variabel kependudukan, valiabel kondisi bangunan, kondisi sarana dan prasarana,
dan kondisi sosial ekonomi. Pembagian variabel-variabel ini juga diperkuat oleh
Kimpraswil (2002), dimana variabel-variabel tersebut yang nantinya sebagai tolok
ukur dari tingkat kekumuhan suatu lingkungan permukimam Berikut ini adalah
kriteria-kriteria umum yang dapat dijadikan acuan bagi penyusunan kriteria serta
tingkat kekumuhan suatu lingkungan permukiman.

15
a. Kriteria berdasarkan variabel lokasi, meliputi 2

1) Status legalitas tanah yaitu perbandingan jumlah rumah yang dibangun di atas
tanah/lahan yang diperuntukkan bukan sebagai perumahan dibandingkan dengan
tanah yang diperuntukkan bagi perumahan. Banyaknya bangunan rumah yang
berada pada lahan peruntukan bukan permukiman akan menyulitkan penataan
kota lebih lanjut, dan berpotensi menimbulkan kekumuhan berkenaan dengan
tidak dapat terpenuhinya fasilitas sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk
perumahan tersebut.
2) Status penguasaan bangunan yaitu status pemilikan dan penggunaan
bangunan. Semakin banyak penduduk di suatu permukiman yang menguasai
bangunan bukan milik sendiri yaitu dengan cara sewa/kontrak, tingkat
permasalahan kumuh dari segi penguasaan bangunan rumah semakin tinggi.
3) Frekunsi bencana kebakaran, hal ini menunjukkan bahwa seringnya terjadi
bencana kebakaran pada umumnya disebabkan oleh kepadatan bangunan yang
Sangat tinggi kualitas bangunan yang rendah kualitas ruang yang kurang
memadai
4) Frekuensi bencana banjir yaitu banyaknya kejadian bencana banjir pada suatu
permukiman, biasanya disebabkan tidak tersedianya atau kurang terpeliharanya
sarana drainase ataupun tempat pembuangan akhir. Hal tersebut membuktikan
bahwa semakin sering tenjadi banjir maka permukiman tersebut dapat dikatakan
lebih kumuh dan rawan terhadap penyakit.
b. Kriteria berdasarkan variabel kependudukan, meliputi :
l) Tingkat kepadatan penduduk yaitu perbandingan jumlah penduduk dengan luas
wilayah dengan satuan Hektar (ha) pada batas wilayah administrasi tertentu,
2) Rata-rata anggota rumah tangga (family size) yaitu rata-rata banyaknya
anggota keluarga pada tiap-tiap Kepala Keluarga (KK),
3) Jumlah KK per rumah yaitu perbandingan antara jumlah KK dengan jumlah
bangunan rumah. Semakin perbandingan KK dengan bangunan rumah ini
menunjukkan semakin banyak jumlah anggota keluarga, yang berpengaruh pada
kebutuhan sarana pelayanan yang semakin besar,

16
4) Tingkat penumbuhan penduduk yang tinggi,
5) Angkn kematian kasar yang tinggi.
c. Kriteria berdasarkan variabel kondisi bangunan, meliputi:
l) Tingkat kualitas struktur bangunan, ketentuan-ketentuan yang terkait dengan
kualitas bangunan tercantum dalam Kepmen Kimpraswil No. 403/KPTS/2002
tentang pedoman teknis pembangunan rumah sederhana sehat (Rs sehat),
2) Tingkat kepadatan bangunan,
3) Tingkat kesehatan dan kenyamanan bangunan yang dipengaruhi oleh tiga
aspek yaitu pencahayan, pengawasan, serta suhu udara dan kelembaban dalam
ruang dalam suatu lingkungan permukiman.
4) Tingkat penggunaan luas lantai bangunan menurut Kepmen Kimpraswil No.
403/KPTS/2002 bahwa kebutuhan ruang per orang adalah 9 m2 dengan
perhitungan ketinggian rata-rata langit 2,80 m.
d. Kriteria berdasarkan variabel kondisi sarana dan prasarana, meliputi:
l) Tingkat pelayanan air besih yaitu persentase jumlah KK yang tidak mendapat
pelayanan air bersih yang disuplay PDAM maupun berasal dari sumber air
lainnya,
2) Kondisi sanitasi lingkungan dilihat dari presentase jumlah KK yang tidak
menggunakan fasilitas jamban keluarga,
3) Kondisi persampaham, dilihat dari persentase jumlah KK yang tidak mendapat
pelayanan pengangkutan sampah oleh pemerintah, swasta atau swadaya,
4) Kondisi saluran air hujan,
5) Kondisi jalan dan
6) Ruang terbuka.
e. Kriteria berdasarkan variabel kondisi sosial ekonomi ,meliputi :
l) Tingkat pendapatan,
2) Tingkat pendidikan dan
3) Tingkat kerawanan keamanan.

17
2.3 Komponen kondisi fisik lingkungan permukiman kumuh
Pada Bab 1 salah satu tujuan penelitian adalah merumuskan arahan
penanganan permukiman kumuh di kawasan permukiman pada kawasan nelayan di
kota Balikpapan. Oleh karena itu sebelum merumuskan masalah, maka perlu
ditentukan karakteristik permukiman kumuh terlebih dahulu. Karakteristik suatu
permukiman tidak dapat dipisahkan dari infrasuktur pendukungnya. Menurut
Sinulingga (2005) untuk menunjang kehidupan sehari-hari di kota dan menciptakan
suatu lingkungan permukiman yang baik, maka diperlukan adanya infrasuktur
permukiman meliputiaspek prasarana dan sarananya.
Prasarana dan Sarana permukiman menurut sinulingga (2005) adalah :
1. Prasarana Lingkungan Permukiman yang meliputi ;
a. Drainase
Saluran drainase merupakan prasarana yang melekat dengan lingkungan
permukiman, yang berfungsi untuk menjaga agar lingkungan tidak tergenang
air hujan. Saluran yang melayani lingkungan permukiman pada tiap persil
demi persil adalah saluran local yang dapat berbentuk terbuka atau tertutup.
b. Pengadaan air bersih
Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat vital bagi penduduk kota,
yang kegunaannya antara lain untuk keperluan air minum, mandi, dan
memasak. Untuk kebutuhan air minum, maka harus memenuhi syarat-syarat
antara lain, tidak memberi rasa, tidak berwarna, tidak berbau, suhu diantara
200-250C.
Sumber-sumber air yang dapat digunakan untuk minum adalah air hujan,
air permukaan tanah yaitu rawa, sungai, danau yang tidak dapat diminum
sebelum melalui pengelolahan, hal ini karena mudah tercermar. Air dalam
tanah terdiri dari air sumur dangkal dan sumur dalam. Air dangkal
dianggapbelum memenuhi syarat untuk diminum karena mudah tercermar.
c. Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah dikota-kota menjadi masalah besar, karena
berkaitan erat dengan keindahan kota dan kesehatan masyarakat. Makin

18
besar suatu kota dan makin maju suatu Negara, maka masalah sampahnya
semakin sulit, karena jumlah sampah yang diproduksi semakin besar.
Sebagai alternative tempat pengumpulan sampah ini yang paling tepat adalah
tong plastik (bin). Dalam pengumpulan dengan tong plastik ini yang
biasanya diperuntukan untuk perumahan menenga keatas, sedang pemakaian
bak sampah di kawasan permukiman kurang baik karena bak sampah itu
sendiri dapat menjadi gangguan terhadap lingkungan karena biasanya susah
merawatnya. Sehingga menjadi sumber lalat dan menimbulkan bau yang
tidak, sedap.
d. Pembuangan Tinja (Human Waste)
Pembuangan kotoran manusia (tinja) merupakan persoalan kesehatan
lingkungan yang paling penting, dan memerlukan perhatian karena memulai
kotoran manusia penyakit dapat ditulirkan oleh mikro organisme.
2. Sarana Lingkungan Permukiman meliputi :
a. Sarana Perdagangan
Seperti pasar atau fasilitas perdagangan berupa warung kecil sudah
diperlukan apabila jumlah penduduk 250 jiwa. Apabila penduduk sudah
mencapai 2.500 jiwa, maka sudah diperlukan fasilitas perdagangan ±6 buah
took. Untuk lingkungan dengan penduduk 30.000 jiwa sudah diperlukan
kompleks pertokoan yang mungkin dilengkapi dengan supermarket yang
setara dengan ±60 toko yang menjual berbagai komoditas perdagangan.
b. Sarana Pendidikan
Fasilitas yang disediakan untuk memperoleh pendidikan bagi penduduk
sebuah lingkungan yang dapat terdiri dari sekolah Taman Kanak-kanak,
Sekolah Dasar, SLTP, SMU, Pengadaan jenis fasilitas pendidikan ini
tergantung kepada jumlah penduduk yang dilayani, misalnya untuk
lingungan penduduknya 1000 orang membutuhkan 1 buah TK, sedangkan
unuk 1.600 orang sudah memerlukan sebuah SD. Pembangunan SLTP 6
kelas dan SMU 6 kelas sudah dibutuhkan untuk melayani 6000 orang.

19
c. Sarana Pelayanan Kesehatan
Untuk lingkungan permukiman yang berpenduduk 6000 jiwa diperlukan
sebuah puskesmas pembantu. Apabila lingungan sudah berpenduduk 30.000
disamping ada 5 buah puskesmas. Sedangkan rumah bersalin sudah
diperlukan apabila penduduk sudah berjumlah 10.000 jiwa dengan tambahan
fasilitas apotek.
d. Sarana Fasilitas Olah Raga
Fasilitas olah raga ini dapat berbentuk taman bermain anak-anak yang
harus disediakan untuk lingkungan degan penduduk 250 jiwa, lapangan
volly untuk lingkungan dengan penduduk 2.500 jiwa dan lapangan bola yang
dilengkapi dengan taman terbuka untuk lingkungan dengan penduduk
30.000 jiwa
e. Sarana Kebudayaan
Diperlukan apabila jumlah penduduk telah mencapai ± 30.000 jiwa,
maka diperlukan sebuah gedung serba guna yang akan digunakan untuk
kegiatan sosial budaya masyarakat.
Prasarana dan Sarana merupakan bangunan dasar yang sangat diperukan
untuk mendukung kehidupan manusia yang hidup bersama-sama dalam suatu ruang
yang berbatas agar manusia dapat bermukim dengan nyaman dan dapat hidup
dengan sehat dan dapat berinteraksi satu dengan lainnya dalam mempertahankan
kehidupannya. Untuk menunjang kehidupan sehari-hari di kotadan menciptakan
suatu lingkungan permukiman yang baik, prasarana dan sarana sangat diperlukan.
Komponen Kondisi Fisik Lingkungan Permukiman juga diindentifikasi oleh
Kimpraswil (2001) dalam Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM),
lebih lanjut dapat dilihat pada Tabel 2.1 Pedoman Penentuan Standar Pelayanan
Minimal (SPM)

20
Tabel 2. 1 Pedoman Penentuan Standar Pelayanan Minimal (SPM)

Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
1. Prasarana - Kondisi Jalan -Panjang 40- -Kecapaten rata- -Akses ke semua
Lingkungan -Biaya Perawatan 60m/Ha dengan rata 5-10km/jam lingkungan
a) Jaringan lebar 2-5 m permukiman
Jalan -Panjang 5- -Dapat diakses mobil
1.) Jalan 110m/Ha pemadam kebakaran
Lingkungan dengan lebar
2.) Jalan 0,8-3m
Setapak

b) Air Limbah
1.) Air Limbah -Presentase -50%-70% -Tangki septic -BOD<300mg
Setempat Produk terlayani penduduk dan MCK /1
-80% s/d 90% disesuaikan oleh -SS<30mg/1
penduduk/daera masyarakat
h dengan -Mobil tinja 4m3
kepadatan >300 digunakan untuk
jiwa/Ha pelayanan maks.
120.000 jiwa
-IPLT Sistem
kolam dengan
debit 50 m3 /hari
-Pengosokan
lumpur tinjau 5
tahun sekali

21
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
-Mobil tinjau
melayani 2
tangki septik
setiap hari

c) Drainase/ -pemeliharaan -Tinggi genangan<30


Pendendalia -Presentase -50%-80% saluran drainase cm
n banjir daerah daerah -Penataan -Lama
genanganan genanganan prasarana dan genanganan/2jam
tertangani tergantung sarana -Frekuensi Neufer aechitect data
-Lama lingkungan genanganan
genanganan permukiman maksimal 2 kali
-Tinggi setahun
genanganan
-Frekuensi
genaganan

d) Persampahan -Presentase -60%-80% -Peawadahan :


produk sampah produk sampah Kantong plastic
tertangani (8090%komersi bekas untuk
al dan 50-80% setiap sumber
permukiman, sampah
100% untuk -Pengumpulan :
permukiman Gerobak sampah

22
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
dengan 1m3/1000
kepadatan 100 penduduk
jiwa/ha) terlayani, dump
terlayani dengan truck
asumsi : 6m3/10.000
-Timbunan transfer depo
sampah 2,5-3,5 dengan 30.000
lt/org/hr 75% penduduk
sampah - Pengakutan :
domestik, 25% Dump truk 6 m3
sampah untuk 10.000
domestik penduduk
-Pemindahan :
Transfer depo
dengan 100-150
m2 untuk 30.000
terlayani dengan
radius 400-600
m
-Tempat
Pembangunan
akhir (TPA)
menggunakan
system
“contolled
landfill” pada
lokasi yang tidak
produktif bagi

23
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
pertanian

2. Sarana -Kelengkapan -Satuan Minim Tersedia -Mudah diakses -Kepemen PU No.


Lingkungan sarana niaga lingkungan 1 pasar untuk 20/KPTs/1986
a) Sarana dengan jumlah setiap 30.000 -SNI No. 03-1733-1989
Niaga penduduk,30.00 penduduk tentang tata cara
0 orang perencanaan kawasan
perumahan kota

b) Sarana - Jumlah anak -Satuan -Minim Tersedia -Bersih, mudah di


Pendidikan usia sekolah yang lingkungan : capai, tidak bising,
tertampung dengan jumlah 1 unit TK untuk jauh dari sumber
-Sebaran fasilitas penduduk<30.00 setiap 1.000 bau/ sumber sampah
pendidikan 0 orang penduduk dan pencemaran
-Kelengkapan -9 SD, 3 SLTP, lainnya
sarana 1 SMU
pendidikan

c) Sarana Minim Tersedia: -Lokasi di pusat


Pelayanan -Sebaran fasilitas -Satuan -1 Unit balai lingkungan/kecamata
Kesehatan pelayanan lingkungan pengobatan/ n bersih, tenang jauh
kesehatan/jangka dengan jumlah 30.000 jiwa dari sumber
uan pelayanan penduduk<30.00 -1 Unit penyakit, sumber
kesehatan/jangka 0 orang BKIA/RS bau/ sampah dan
uan pelayanan bersalin/10.000- penecmaran lainnya
-Tingkat harapan 30.000 jiwa

24
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
hidup -1 Unit
Puskesmas/
30.000 jiwa
-1 Unit pos
pemadam
kebakaran

-Jangkaun dan
tingkat pelayanan Minim Tersedia
d) Sarana :
Pelayanan -Satuan -1 unit kantor
Umum lingkungan polisi/30.000
dengan jumlah jiwa
penduduk<30.00 -1 unit kantor
0 orang pos pembantu
- 1 unit kantor
bank cabang
-Penduduk pembantu
terlayani
-%ruang terbuka Tersedianya : -Bersih, mudah
e) Sarana hijau -Taman dicapai terawatt,
Ruang -Satuan lingkungan indah dan nyaman
Terbuka lingkungan untuk setiap 250
Hijau dengan jumlah jiwa
(Taman, penduduk<30.00 -0,3 m2/
Pemakaman 0 orang penduduk dari
Umum dan luas kawasan
Parkir) (taman ,

25
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
olahraga,
bermain)
-0,2 m2 /
penduduk dari
luas kawasan
-Parker
lingkungan 3%
dari luas
kawasan dengan
jumlah 2500
orang
f) Sarana
Sosial/ -Jangkauan -Satuan Minim. Tersedia
Budaya pelayanan lingkungan :
dengan jumlah -1 unit tempat
penduduk ibadah (1,2 m2/
jama’ah)

-1 unit
perpustakaan
lingkungan

26
Standar pelayanan
No Bidang Indikator Keterangan
Pelayanan Kuantitas

Cakupan Tingkat Kualitas


Pelayanan
3 Utilitas Umum - Penduduk -55-75% -60-220 -Warna, bau, dan -Sesuai SK menteri
a) Air Bersih terlayani penduduk l/orang/hari rasa kesehatan No.
-Tingkat debit terlayani untuk -selalu tersedia air 416/MEN/KES/Per/IX/
pelayanan/orang permukiman untuk pemadam api 1990
-Tingkat kualitas -30-50 -Melayani ke tempat
air minum lt/orang/hari/ kebakaran <15 menit
Untuk
lingkungan
perumahan
-Memenuhi
stndar air bersih

*) Kimpraswil,2001 dalam Zuriya, 2010

27
Dalam penataan lingkungan permukiman kumuh tidak dapat diselesaikan
secara sepihak, tetapi harus secara sinergis melibatkan potensi dan eksistensi dari
seluruh pihak yang berkepentingan (stakeholders), baik pemerintah maupun
masyarakat .Untuk pendekatan dalam penanganan perumahan dan permukiman masa
depan, terutama permukiman rakyat di daerah perkotaan yang cenderung kumuh,
maka perlu dipahami lokasi dan karakteristik dominan dari permukiman tersebut,
termasuk dinamika masyarakat penghuniannya dan basis mata pencahariannya
(Departemen Pekerjaan Umum, 2005).
2.4 Penanganan Permukiman Kumuh
2.4.1 Kualitas Permukiman Yang Sehat dan Layak
Kualitas permukiman dan kualitas lingkungan identik dengan sosial ekonomi.
Syarat-syarat yang baik sehagai berikut :
l) Terdapat ventilasi yang baik, agar pertukaran udara dapat berjalan dengan
lancar dan selalu tersedia udara yang sehat dan bersih di dalam rumah.
2) Persediaan air bersih yang cukup banyak untuk diminum dan digunakan
untuk memelihara kebersiham
3) Tersedia perlengkapan untuk pembuangan air hujan, air kotar, sampah, dan
kotoran-kotoran lainnya
4) Memilih tata letak ruangan yang baik, agar hubungan antara ruangan dan
penghuni lainnya dapat berjalan dengan baik
Kebutuhan rumah tempat tinggal hendaknya memiliki beberapa tingkat
kebutuhan sebagai berikut :
1) Kebutuhan untuk bernaung dan memiliki rasa aman.
2) Kebutuhan badaniah akan pemenuhan rasa senang dan nyaman
3) Kebutuhan sosial yang menimbulkan rasa bangga pada diri sendiri
4) Kebutuhan yang bersifat estetis dan keindahan

28
2.4.2 Arahan Penanganan Masalah Permukiman Kumuh : Tinjauan
Terhadap Arahan Penanganan Lingkungan Permukiman Kawasan
Nelayan
A. Perbaikan Kampung
Program perbaikan kampung yang lebih dikenal dengan nama Kampung :
Improvement Project yang disingkat KIP awalnya bertujuan untuk memperbaiki
kondisi lingkungan perumahan kampung di dalam kota yang kumuh dan tidak
sehat, agar masyarakat dapat tinggal dalam lingkungan perumahan yang lebih
sehat dan lebih nyaman. Dengan adanya perbaikan kondisi lingkungannya,
diharapkan masyarakat secara bertahap akan berkembang memperbaiki kondisi
rumah mereka masing-masing.
Program perbaikan kampung sebelumnya sudah penah dilakukan pada
jaman Belanda dan setelah Indonesia merdeka dimulai pada akhir tahun enam
puluhan di dua kota yaitu Jakarta dan Surabaya. Konsep pelaksanaan program
perbaikan kampung awalnya adalah untuk meningkatkan kondisi fisik lingkungan
perumahan kampung dengan sasaran:
a. Mengurangi genangan air di waktu hujan, dengan cara memperbaiki
sistem saluran drainase dan pengerasan jalan-jalan dalam kampung.
b. Meningkatkan pengadaan air bersih, dengan cara pemasangan kran-kran
umum di beberapa tempat.
c. Mengurangi gangguan sampah, dengan cara memperbaiki sistem
pembuangan sampah melalui pengadaan gerobakgerobak sampah, tong
dan bak sampah.
d. Meningkatkan kondisi sanitasi lingkungan, dengan cara pembangunan
fasilitas mandi, cuci, kakus atau MCK.
Untuk beberapa kampung yang membutuhkan, progam ini juga
membangun Puskesmas, Pos Pelayanan Kesehatan maupun penambahan atau
perbaikan Sekolah Dasar. Disamping dampak positif tersebut, masih terdapat
beberapa masalah yang belum terpecahkan dengan baik pada program ini yaitu
masalah status kepemilikan lahan milik masyarakat, yang menyulitkan pengaturan

29
dan penertiban kampung tersebut. Di samping itu, pada beberapa lokasi proyek
perbaikan kampung, karena meningkamya nilai tanah dan rumah, ada
kecenderungan masyarakat yang ekonominya lemah tergusur dari kampungnya
karena rumah dan tanahnya dijual kepada masyarakat yang lebih mampu, atau
tidak mampu membayar sewa rumah yang meningkat.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa meskipun secara keseluruhan
program perbaikan kampung telah dapat meningkatkan kondisi perumahan
masyarakat berpenghasilan rendah dan beberapa bagian dari kota, secara kuantitas
tidak dapat menambah jumlah rumah yang sangat diperlukan oleh masyarakat
berpenghasilan rendah. Dalam hal ini, yang dimaksud adalah rumah yang layak.
Karena, saat mereka terdesak akan kebutuhan rumah tinggal, pada akhimya
mereka membangun di sembarang tempat kosong yang ada di lingkungan
permukiman tersebut;
Hasilnya, kondisi kampung kembali memadat dan berkembang tak
terencana. Akhimya, kembali menjadi permukiman padat dan kumuh, walaupun
tidak lagi menjadi permukiman liar (karena dari segi legal formal telah diakui
keberadaannya oleh Pemkot).
B. Konsep Upgrading
Konsep upgrading menurut Building Research Establishment (1976)
mencakup kegiatan, peningkatan kualitas lingkungan permukiman dan sarana
prasarana yang mendukung kehidupan masyarakat. Pendekatan yang digunakan
adalah mengoptimalkan sumber daya yang ada, yakni permukiman masyarakat
miskin sebagai aset untuk ditingkatkan dan dikembangkan bukan dengan
penggusuran. Sumber daya tersebut juga mencakup inisiatif dan kreativitas
masyarakat yang dapat digunakan dalam implementasi konsep upgrading. Dalam hal
ini, konsep upgrading hanya bersifat memperbaiki dan meningkatkan kualitas
lingkungan, bukan menambah bangunan pada kawasan permukiman. ;

30
Beberapa prinsip utama yang mendasari kegiatan upgrading, antara lain: a.
Mengoptimalkan fungsi pcrmukiman yang ada
b. Mengoptimalkan peran pemerintah dan masyarakat sesuai dengan kemampuan
masing-masing pihak
c. Pemerintah memberikan penyuluhan dan insentif bantuan kepada masyarakat
untuk secara swadaya memperbaiki kondisi lingkungan permukimannya sesuai
kemampuan dan sumber daya yang dimiliki masyarakat.
Kriteria permukiman yang dapat dilakukan kegiatan upgrading adalah
(Building Research Establishment,1976) :
a. kondisi permukiman yang memburuk secara kualitas karena kurangnya
infrastruktur pendukung permukiman .
b. mencegah terjadinya permasalahan yang dapat mengganggu kehidupan di
kawasan perkotaan
c. permasalahan yang mudah untuk ditangani dan dapat memberikan manfaat
langsung apabila dilaksanakan kegiatan upgrading
d. mampu memberikan dampak yang cukup luas terhadap perkembangan
perkotaan.
Metode yang digunakan dalam pemilihan lokasi permukiman untuk dilakukan
upgrading adalah dengan metode pembobotan terhadap aspek-aspek yang
berpengaruh terhadap permukiman seperti kondisi hunian, sarana dan prasarana, serta
aspek legalitas lahan permukiman. Namun tidak semua permukiman dapat dilakukan
kegiatan upgrading. Terdapat beberapa kendala yang dapat menghambat kegiatan
upgrading pada suatu permukiman, yakni apabila:
a. tingkat kepadatan hunian cukup tinggi dibandingkan dengan jumlah ruang yang
dibutuhkan.
b. adanya kebutuhan lahan untuk pembangunan sarana publik seperti jalan atau
sekolah pada suatu lingkungan permukiman.
c. tingkat permasalahan yang dihadapi suatu permukiman relatif kecil dan
kegiatan pembangunan kembali merupakan upaya yang memungkinkan untuk
dilaksanakan, baik oleh pemerintahan maupun masyarakat.

31
d. kondisi fisik lahan memerlukan biaya yang besar dan teknik pembangunan
yang kompleks untuk meningkatkan kembali fungsinya seperti kawasan
yang selalu tergenang banjir, kawasan yang menjadi tempat penampungan
sampah dan sebagainya .
Untuk menunjang implementasi upgrading pada suatu permukiman, selain
adanya pendekatan secara politis dan sosial, pendekatan secara ekonomi juga perlu
dilakukan agar masyarakat dapat memperoleh manfaat yang dapat dirasakan
masyarakat. Di sisi lain, terdapat kelemahan dalam kegiatan upgrading yaitu tidak
adanya dampak untuk mengurangi tingkat kepadatan penduduk dan kepadatan
wilayah. Namun, dalam jangka panjang hal ini dapat diantisipasi apabila peningkatan
kualitas permukiman yang dilakukan secara swadaya di imbangi dengan peningkatan
kualitas infrastruktur pendukung permukiman sehingga mendorong masyarakat untuk
mengembangkan kegiatan yang sama di wilayah lain dan menciptakan kondisi yang
lebih baik di lingkungan yang baru tersebut.
C. Pemberdayaan Masyarakat Nelayan
Kondisi masyarakat nelayan atau masyarakat pesisir di berbagai kawasan
secara umum ditandai oleh adanya beberapa ciri, seperti kemiskinan, keterbelakangan
sosial budaya, rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) karena sebagian besar
penduduk hanya lulus sekolah dasar atau belum tamat sekolah dasar, dan lemahnya
fungsi dari keberadaan kelompok usaha bersama (KUB), lembag kenangan mikro
(LKM), atau kapasitas berorganisas masyarakat (Kusnadi, 2007). Hal-hal seperti ini
merupakan hambatan potensial bagi masyarakat nelayan untuk mendorong dinamika
pembangunan di wilayahnya Akibatnya, sering terjadi kelemahan bargaining position
masyarakat pesisir dengan pihak-pihak lain di luar kawasan pesisir sehingga mereka
kurang memiliki kemampuan mengembangkan kapasitas dirinya dan organisasi atau
kelembagaan sosial yang dimiliki sebagai sarana aktualisasi dalam membangun
wilayahnya (Kusnadi, 2007).
Dalam upaya membangun masyarakat nelayan yang kondisinya seperti di
atas dan agar potensi pembangunan masyarakat bisa dikelola dengan baik, maka salah
satu strategi yang harus ditempuh adalah dengan membangun dan memperkuat

32
kelembagaan sosial yang dimiliki atau yang ada pada masyarakat dan
mengembangkan kualitas SDM, dengan jalan meningkatkan wawasan pembangunan
dan keterampilan ekonomi masyarakat. Dengan demikian, diharapkan masyarakat
secara kolektif memiliki kemampuan optimal dalam membangun wilayahnya.
Sarana yang efektif untuk memfasilitasi atau sebagai instrumen
pengorganisasian masyarakat nelayan adalah dengan membentuk kelembagaan sosial-
ekonomi yang relevan dengan konteks kebutuhan pembangunan lokal yang
bentuknya beragam, sepeeri forum atau paguyuban. Forum atau paguyuban yang
dibentuk diharapkan dapat memberikan ruang partisipasi bagi seluruh warga.
masyarakat untuk mengatasi persoalan pembangunan lokal secara bersama-sama,
yang dianggap mengganggu kepentingan masyarakat.
Untuk mencapai tujuan di atas, maka strategi yang perlu dikembangkan
adalah:
a. Masyarakat nelayan diposisikan dan diperlakukan sebagai subyek
pemberdayaan karena merekalah yang akan menjadi pelaku aktif atau aktor
utama pembangunan di daerahnya.
b. Pemberdayaan masyarakat diarahkan pada kegiatan yang bersifat non-fisik
sebagai investasi pembangunan sumber daya manusia dalam jangka
panjang. Sehingga diharapkan masyarakat memiliki kemampuan dalam
kesanggupan mencapai tujuan pemberdayaan.
c. Kegiatan pemberdayaan harus berbasis kelembagaan sosial-ekonomi,
kerakyatan serta bertujuan untuk memperkuat eksistensi kelembagaan/
organisasi sosial ekonomi masyarakat nelayan yang sudah ada atau yang
akan dibentuk oleh masyarakat nelayan sesuai dengan kebutuhannya.
d. Kegiatan pemberdayaan harus bersifat berkelanjutan yang dilaksanakan
secara terus-menerus, disertai dengan pendampingan intensif dan target
pencapaian tujuan yang jelas.
e. Adanya dukungan dari jaringan kemitraan yang luas seperti dukungan
kebijakan dan fasilitas dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah,
partisipasi pihak swasta (pengusaha), keterlibatan lembaga perbankan, dan

33
kontribusi pihak lain yang peduli terhadap pembangunan masyarakat di
kawasan pesisir.
Berdasarkan strategi tersebut, dapat dipahami bahwa pemberdayaan masyarakat
nelayan merupakan sebuah proses sosial yang cukup panjang untuk mencapai tujuan.
Dengan demikian, pemberdayaan bukanlah suatu tujuan atau hasil yang dicapai
melaninkan sarana mencapai tujuan.’ Karena pada dasarnya tujuan pemberdayaan
adalah menjadikan masyarakat nelayan memiliki keberdayaan di berbagai bidang
kehidupan.
Beberapa indikator kualitatif yang menandakan bahwa suatu masyarakat
nelayan memiliki keberdayaan adalah sebaga berikut (Kusnadi, 2007)
a. Tercapainya kesejahteraan sosial-ekonomi oleh individu rumah tangga dan
masyarakat yang ditandai dengan:
 Kemandirian ekonomi yang berkembang dan orientasi kewirausahaan
meningkat.
 Nilai tabungan dan investasi bertambah
 Kebutuhan primer dan sekunder terpenuhi, optimal dan berkelanjutan
b. Kelembagaan ekonomi berfungsi optimal dan aktivitas ekonomi stabil-
kontiunitas.
c. Kelembagaan sosial berfungsi dengan baik sebagai pembangunan lokal.
d. Berkembangan kemampuan akses masyarakat terhadap sumber daya
ekonomi : Informasi, kapital, pasar, dan teknologi
e. Meningkatkanya partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan
pembangunan di kawasan pesisir dan tumbuhnya kesadaran kritis warga
terhadap persoalan-persoalan pembangunan yang ada di kawasan pesisir
f. Kawasan pesisir menjadi pusat-pusat pertumbuhan ekonomi wilayah dan
ekonomi nasional yang dinamis, serta memiliki daya tarik investasi.

34
2.5 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan tidak terlepas dari hasil penelitian-penlitian terdahulu
sebagai bahan perbandingan dan kajian, yang dapat menyebabkan terjadinya
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan dapat dilihat pada
tabel 2.2. Dari kajian terhadap berberapa penelitian terdahulu, maka dapat diadopsi
variabel-variabel yang akan digunakan dalam penelitian.

35
Tabel 2. 2 Penelitian Terdahulu

Nama dan Judul Tujuan Variabel Metode Hasil


Tahun Publikasi

Aminatu Zuriya, Arahan Merumuskan 1. Infrasuktur Metode Kualitatif Faktor-faktor


2010 Penanganan Arahan 2. Tindakan/Penanganan (Menggunakan yang
Permukiman Penanganan 3. Pendidikan Analisis Delpi menyebabkan
Kumuh Nelayan permukiman 4. Ekonomi dan Triagulasi permukiman
di Kelurahan
Kumuh nelayan 5. Penduduk kumuh nelayan
Blimbing di kelurahan 6. Bencana dan arahan
Kecamatan Blimbing Penanganan
Paciran kecamatan
Lamongan Pacran
Lamongan
Nia Puspita Upaya Mencari upaya 1. Kondisi Lokasi Metode Kualitatif Faktor-faktor
Isnani,2009 Penanganan penanganan 2. Kependudukan (Menggunakan yang
Permukiman permukiman 3. Kondisi Bangunan Analisis Delpi mempengaruhi
Kumuh Nibung di kumuh di Nibung 4. Kondisi Prasarana dan Triagulasi kekumuhan di
Kota Samarinda 5. Kondisi Sarana Kota Samarinda
6. Komitemen Pemerintah dan Upaya
Penanganan
Anita Konsep Penataan Merumuskan 1. Kondisi Fisik Lingkungan Faktor-faktor
Rachmawati, Kawasan Konsep Penataan 2. Kependudukan yang
2010 Permukiman Kawasan 3. Keterbatasan Lahan menyebabkan
Kumuh Nelayan Permukiman 4. Efektifitas Peran Pemerintah kekumuhan di
di Kelurahan Kumuh Nelayan 5. Kondisi Sosial dan Budaya kawasan
Lumpur Gresik di Kelurahan 6. Kondisi Ekonomi nelayanan dan
Lumpur Gresik 7. Bencana konsep Penataan
*)Penulis,2018

36
2.6 Sintesa Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil kajian pustaka dan penelitian terdahulu, maka didapatkan
variabel penelitian yang sesuai dengan konteks dan ruang lingkup penelitian,. Berikut
merupkan hasil sintesi teori penelitian

Tabel 2. 3 Hasil Sintesa Teori


No Variabel Sub Variabel
Rencana Tata Ruang

Legalitas Tanah
1
Lokasi Frekuensi kebakaran
Frekuensi kebanjiran

Kepadatan penduduk

2 Kependudukan Jumlah anggota keluraga

Jumlah KK perumahan
Kualitas struktur bangunan

Tingkat kepadatan bangunan

Tingkat kesehatan dan kenyaman


3 Kondisi Bangunan
bangunan

Jarak antar bangunan


Air Bersih

Drainase
Sanitasi lingkungan
Persampahan
4 Kondisi Prasarana
Kondisi jalan

Sarana niaga

Sarana pendidikan

37
No Variabel Sub Variabel
5 Kondisi Sarana Sarana Kesehatan

Ruang Terbuka Hijau

Sarana sosial/budaya

Tingkat pendapat

Tingkat Pekerjaan
6 Kondisi Sosial Ekonomi
Tingkat Keamanan
Indikasi Keinginan Pemerintah
Kota/Kabupaten
Tindakan/Penanganan
7 Arahan Penangan Pemerintah
Kota/ Kabupaten

*)Penulis,2018

38
BAB III
METODE PENELITIAN

Bab ini akan menjelaskan tentang metode yang digunakan dalam menentukan.
“Arahan penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
berdasarkan persepsi stakeholder” Isi dari penjelasan mengenai metode penelitian
yang nantinya digunakan oleh penelitian yaitu terdiri dari pendekatan penelitian, jenis
penelitian, teknik pengumpulan dan analisa data.
3.1 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian “Arahan penanganan permukiman kumuh pada kawasan
nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders” prosedur penelitian
dilakukan dengan beberapa tahapan, diantaranya sebagai berikut:
a. Tahap Persiapan
Dalam tahap ini dirumuskan gagasan penelitian dalam bentuk kerangka penelitian
yang kemudian dikembangkan ke dalam latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
sasaran, serta batasan penelitian.
b. Tahapan Studi Literatur
Dalam tahap ini dilakukan kajian dari berbagai literature yang terkait dengan
karakteristik kawasan permukiman kumuh, Komponen kondisi fisik lingkungan
permukiman kumuh, Penanganan Permukiman Kumuh, dan Kebijakan Tanah
Perkotaan teori maupun metode analisis yang akan digunakan. Pada tahap ini juga
dilakukan penentuan variabel-variabel yang akan digunakan untuk penelitian.
Varibael-variabel tersebut didapatkan dari sintesa teori penelitian terdahulu.
c. Tahapan Pengumpulan Data
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini meliputi data sekunder dan
data primer. data sekunder didapat melalui instansi-instansi terkait, sedangkan data
primer didapat hari hasil observasi langsung dan survey lapangan. Selain itu, akan
dilakukan pula penyebaran kuisioner kepada stakeholders kunci yang telah ditentukan
untuk mendapatkan informasi faktor-faktor penyebab permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan.

39
d. Tahapan Analisis Data
Pada tahapan ini, dilakukan pengolahan terhadap data-data yang telah terkumpul.
Pengolahan data dilakukan dengan cara perhitungan kualitatif untuk mengetahui Jenis
penelitian ini adalah deskriptif dan prespektif. Penelitian deskriptif adalah penelitian
yang memaparkan, menuliskan dan melaporkan suatu peristiwa. Analisis deskriptif
salah satunya dilakukan pada penyusunan hasil wawancara. Hasilnya diharapkan
dapat dijadikan dasar preskriptif. Hal ini dilakukan pada waktu Mengidentifikasi dan
Menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya permukiman kumuh pada kawasan
nelayan di Kota Balikpapan. Penelitian kausal bermaksud mencari kemungkinan
sebab akibat, dengan cara memperhatikan akibat yang sekarang ada dan mencari
kemungkinan penyebabnya. Berdasarkan data yang dikumpulkan. Penentuan
hubungan kausal ini ditentukan oleh obyek studi yaitu stakeholders arahan
penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan yang
menjustifikasikan faktor yang menyebabkan permukiman kumuh di Kota Balikpapan,
dan Arahan penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan pada Kota
Balikpapan dilakukan dengan Analisis Triagulasi
e. Tahapan Penarikan Kesimpulan
Pada tahap terakhir ini, dapat disimpulkan apa saja faktor-faktor penyebab
terjadinya permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan. Dari hasil
tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan dan dirumuskan Arahan penanganan
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan yang diperoleh dari
hasil analisis Triangulasi.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan prespektif. Penelitian deskriptif
adalah penelitian yang memaparkan, menuliskan dan melaporkan suatu peristiwa.
Analisis deskriptif salah satunya dilakukan pada penyusunan hasil wawancara.
Hasilnya diharapkan dapat dijadikan dasar preskriptif. Hal ini dilakukan pada waktu
mengidentifikasi faktor-faktor penyebab terjadinya permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi stakeholders.

40
Penelitian kausal bermaksud mencari kemungkinan sebab akibat, dengan cara
memperhatikan akibat yang sekarang ada dan mencari kemungkinan penyebabnya.
Berdasarkan data yang dikumpulkan. Penentuan hubungan kausal ini ditentukan oleh
obyek studi yaitu stakeholders Arahan penanganan permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan yang diperoleh dari hasil analisis Triangulasi.
yang menjustifikasikan faktor yang menyebabkan permukiman kumuh pada kawasan
nelayan di Kota Balikpapan. Dalam studi ini, dilakukan suatu Arahan penanganan
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan berdasarkan persepsi
stakeholders
3.3 Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian terletak Kawasan permukiman kumuh di Kota Balikpapan
dengan luasan terbesar berada di kawasan nelayan yaitu Kelurahan Manggar Baru,
Manggar, Baru Ulu, Margasari, Baru Tengah dan Klandasan dengan luasan sejumlah
145.51 Ha ( Surat Keputusan Walikota Balikpapan No. 188.45-667/2014).
3.4 Variabel Penelitian
Variabel dan sub-variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3.1
Definisikan operasional variabel dikembangkan penelitian untuk menjalankan
penelitian dilapangan. Adapun variabel, sub variabel dan definisikan operasional
djelaskan lebih rinci pada tabel berikut ini :

41
Tabel 3. 1 Variabel Penelitian
No Variabel Sub Variabel Definisi Operasional
Rencana Tata Ruang Kesesuaian dengan rencana tata ruang

Legalitas tanah Jenis status kepemilikan/ hak atas tanah

1 Kondisi Lokasi Frekuensi kebakaran Rata-rata kejadian kebakaran

Frekuensi kebanjiran Rata-rata kejadian kebanjir

Kepadatan penduduk Jumlah penduduk per luas wilayah

Jumlah anggota keluarga Jumlah rata-rata anggota keluarga pada tiap-tiap KK


2 Kependudukan
Jumlah KK perumahan Jumlah KK dalam satu satuan permukiman

Kualitas sturktur bangunan Kondisi konstruksi bangunan rumah (permanen, semi


permanen , temporer)
3 Kondisi Bangunan Tingkat Kepadatan bangunan Jumlah bangunan rumah per /ha
Tingkat kesehatan dan
Tingkat kesehatan dan Kondisi rumah terkait pencahayaan, penghawaan, suhu udara
kenyamanan bangunan dan kelembaban dalam ruang

Jarak antar bangunan Jarak antara bangunan yang satu dengan bangunan yang lain

Air bersih Jangkauan pelayanan prasarana air bersih

Drainase Kondisi ketersediaan saluran drainase


4 Kondisi Prasarana
Persampahan Ketersediaan pelayanan prasarana pembuangan sampah

Sanitasi lingkungan Kondisi sanitasi lingkungan, terkait penggunaan jamban

42
No Variabel Sub Variabel Definisi Operasional
Kondisi jalan Kondisi permukaan jalan lingkungan

Sarana niaga Tingkat pelayanan sarana perdagangan dan jasa

Sarana pendidikan Tingkat pelayanan sarana pendidikan

Sarana Kesehatan Tingkat pelayanan sarana kesehatan


5 Kondisi Sarana
Ruang Terbuka Hijau Ketersediaan RTH

Sarana sosial/ budaya Ketersediaan sarana sosial sebagai pertemuan warga

Tingkat pendapatan Pendapatan masyarakat yang diperoleh dari mata


pencaharian utama
Tingkat pekerjaan Jenis mata pencaharian penduduk
6 Kondisi Sosial dan Ekonomi Tingkat keamanan Eksistensi kejadian kriminalitas lingkungan

Sosial budaya Kebiasaan penduduk yang memperhatikan kualitas


pengelolaan lingkungan rumah
Indikasi Keinginan Adanya kemauan politik (politik will) pemerintah untuk
Pemerintahan Kota/ mengenai kawasan kumuh dengan indikasi penyediaan dana
7 Tindakan/Penaganan Kabupaten dan mekanisme kelembagaan penanganannya

Arahan Penanganan Ketersediaan berbagai Arahan dan penanganan kawasan


Pemerintahan Kota/Kabupten kumuh yang terdiri atas kebijakan, strategi perencanaan, dan
pelaksanaan

*)Penulis,2018

43
3.5 Metode Pengumpulan Data
3.5.1 Pengumpulan Data Primer
Metode ini merupakan pengumpulan data secara langsung atau observasi
lapangan, wawancara, dan pengukuran-pengukuran yang bersifat langsung di Kota
Lokasi penelitian terletak permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota
Balikpapan dengan luasan terbesar berada di kawasan nelayan yaitu Kelurahan
Manggar Baru, Manggar, Baru Ulu, Margasari, Baru Tengah dan Klandasan dengan
luasan sejumlah 145.51 ha data primer bertujuan untuk mendapatkan gambaran
kondisi lingkungan wilayah studi. Teknik dari pengumpulan data primer pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Observasi
Observasi merupakan pengumpulan data dan informasi dengan cara
pengamatan langsung menggunakan indera penglihatan tanpa ada bantuan alat
standar lain untuk keperluan tertentu (Nazir, 2003). Berdasarkan keterlibatan peneliti,
obeservasi yang dilakukan berupa observasi non partisipan, dimana peneliti tidak
terlibat dan hanya sebagai pengamat independen. Berdasarkan prosesnya, obeservasi
yang dilakukan adalah observasi terstruktur, dimana pengamatan yang dilakukan
secara sistematik dan peneliti telah mengetahui aspek-aspek apa saja yang relevan
dengan masalah serta tujuan penelitian. Sehingga peneliti melakukan observasi dengan
tujuan mengumpulkan data lapangan yang bekaitan dengan gambaran umum wilayah
baik dalam lingkup mikro maupun lingkup makro permukiman kumuh pada kawasan
nelayan di Kota Balikpapan dan permasalahan yang berkaitan dengan kondisi fisik
meliputi prasarana dan sarana serta kondisi sosail ekonomi warga permukiman kumuh
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi baik yang
terlihat, didengar dan dirasakan yang selanjutnya dicatat secara objektif dan
didokumentasikan.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini adalah Wawancara semi
terstruktur sendiri menurut Mikkelsen (1999) dibagi atas empat kelompok yaitu
wawancara individual, wawancara dengan informan kunci, wawancara kelompok,

44
dan wawancara kelompok terfokus. Dalam penelitian ini, jenis wawancara semi
terstruktur yang digunakan adalah wawancara dengan informasi kunci dengan tujuan
untuk mendapatkan informasi mengenai topik tertentu dan orang tersebut tidak harus
seorang “pemimpin”. Sehingga peneliti melakukan observasi dengan tujuan
mendapatkan hasil kondisi lokasi, kondisi kepadatan bangunan, kondisi prasarana,
kondisi sarana, kondisi kependudukan dan kondisi sosial/ekonomi.
3.5.2 Penumpulan Data Sekunder
Data sekunder ini diperoleh melalui literature yang berkaitan dengan studi
yang diambil. Studi literature ini terdiri dari tinjauan teoritis dan pengumpulan data
instansi. Untuk tinjauan teoritis, kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan
mempelajari teori-teori pendapat para ahli yang berkaitan dengan pembahasan studi.
Untuk pengumpulan data dari instansi-instansi terkait guna mendukung pembahasan
studi yang disesuaikan dengan kebutuhan data yang diperukan.

3.6.1 Penentuan Sampel


A. Purposive Sampling sebagai Representasi dari kelompok Stakeholders
Utama
Dalam penelitian ditentukan populasi dan sampel agar terlihat batas-batasnya
secara jelas. Metode sampling yang ditempuh dalam penelitian ini adalah purposive
sampling atau sampling bertujuan. Purposive sampling yaitu bentuk sampling yang
dapat ditentukan untuk situasi-situasi khusus. Menurut Palton (1990), terminology
yang digunakan adalah purposive sampling yang memiliki kelebihan berupa
kemampuannya untuk memiliki kasus yang kaya informasi (information-rinch cases).
Adapun yang dijadikan sampel penelitian adalah diperoleh stakholders kunci dan
stakholders utama yang berpengaruh dan dapat memberikan informasi yang spesifik
berdasarkan pandangan dan kepentingan kelompok sampel tersebut sebanyak dan
seakurat mungkin.
Di dalam penelitian ini, populasi yang dapat merepresentasikan informasi
perlu dilakukan pemetaan stakeholders. Pemetaan ini bermanfaat untuk menentukan
prioritas stakeholders yang berkompeten dilibatkan dalam hal pengidentifikasian

45
faktor penyebab permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan.
Adapun pemetaan stakeholders tersebut dapat dilihat pada analisa stakeholders
dibawah ini.

B. Analisis Stakeholders
Penelitian ini melibatkan beberapa stakeholders di dalam proses analisisnya.
Untuk dapat memperoleh informasi yang interpretatif maka diperlukan stakeholders
utama yang memiliki kapasitas dan kompetensi di dalam lingkup penataan ruang.
Oleh karena itu diperlukan suatu analisis stakeholders untuk dapat mengidentifikasi
stakeholders utama yang layak dijadikan sebagai narasumber. Dengan menggunakan
analisis ini akan mengetahui orang-orang yang terlibat dan mempunyai kompetensi
dalam hal kawasan permukiman kumuh nelayan di Kota Balikpapan
Keterlibatan orang tersebut artinya adalah pihak-pihak yang nantinya concern
akan berperan penting dalam menentukan faktor penyebab mengenai kawasan
permukiman kumuh nelayan dan permasalahan kawasan pemukiman kumuh nelayan
di Kota Balikpapan. Dari analisis ini akan diperoleh stakeholders kunci dan
Stakeholders utama yang dapat memberikan pewancanaan yang lebih luas terhadap
faktor apa yang menyebabkan kawasan nelayan di Kota Balikpapan tergolong dalam
pemukiman kumuh.
Stakeholders adalah orang kelompok atau institusi yang dikenai dampak dari
suatu intervensi program (baik positif maupun negatif) atau pihak-pihak yang dapat
mempengaruhi dan atau dipengaruhi hasil intervensi tersebut (MC. Cracken : I998)
dalam studi ini stakeholders yang dimaksud cukup banyak. Analisis stakeholders
merupakan alat yang penting untuk memahami konteks sosial dan institusional dan
suatu program, proyek ataupun kebijaksanaan. Alat ini dapat menyediakan informasi
awal dan mendasar tentang:
a. Siapa yang akan terkena dampak dari suatu program
(dampak positif maupun negatit)
b. Siapa yang dapat mempengaruhi program tersebut (positif maupun negatif)
c. Individu atau kelompok mana yang perlu dilibatkan dalam program tersebut

46
d. Bagaimana caranya, serta kapasitas siapa yang perlu dibangun untuk
memberdayakan mereka dalam berpartisipasi.
Analisis stakeholders menyediakan sebuah landasan dan struktur untuk
perencanaan partisipatif, implementasi, dan momtoring.
Tabel 3. 2 Stakeholder Mapping
Pengaruh Rendah Pengaruh Tinggi
Kelompok yang bermanfaat
Kelompok stakeholders untuk merumuskan atau
Kepentingan Rendah yang paling rendah menjembatani keputusan dan
prioritasnya opini
Kelompok stakeholders
Kepentingan Tinggi yang penting namun Kelompok stakeholders
barangkali perlu yang paling kritis
pemberdayaan
*) UNCHS Habitat,2001
Secara garis besar stakeholders dalam penelitian ini terdiri dari 3 kélompok utama
yang terlibat dalam suatu sistem hubungan, yaitu :
1. Pemerintah (Government)
a. Dinas Perumahan dan Permukiman Bidang Permukiman Kota Balikpapan
b.Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Balikpapan
b. Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Balikpapan
d. Bappeda Kota Balikpapan
e. Dinas Sosial Kota Balikpapan
f. Pemerintah Kelurahan
2. Masyarakat (Civil Society)
a. LSM atau organisasi masyarakat
b. Masyarakat Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan
3. Swasta
Konsultan

47
Dari identifikasi stakeholders tersebut selanjutnya disusun Tabel Interest,
Kepentingan (Importance), dan Pengaruh (Influence) dalam Arahan Penanganan
Permukiman Kumuh pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan terhadap Arahan
penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
berdasarkan persepsi stakeholders. Tabel Terlampir pada Lampiran A. Dari
identifikasi stakeholders tersebut, selanjutnya dilakukan pemetaan stakeholders
berdasarkan pengaruh, dan kepentingannya.
Dari analisis yang dilakukan Tabel A1 dan Tabel A2 , maka didapatkan 2
stakeholders kunci. Stakeholders kunci adalah . stakeholders yang berlaku sebagai
critical player dan memiliki tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap
keefektifan program. Namun Stakehoders kunci yang teridentitikasi sangat banyak
jumlahnya. Agar studi ini lebih eflsien dan tidak mengurangi efektivitasnya, maka
dilakukan representasi terhadap stakeholders tersebut. Adapun kelompok
stakeholders kunci dan representasinya adalah pada Tabel 3. 5 Tabel Stakeholders
Kunci dan Representasinya.

48
Tabel 3. 3 Tabel Stakholders Kunci dan Representasinya
Stakholders Representasi

Bappeda Kota Balikpapan direpresentasikan sesuai disposisi pada saat


survey)

Dinas Perumahan dan Permukiman Kota direpresentasikan sesuai disposisi pada saat
Balikpapan survey)

*)Penulis, 2018
Selain stakeholders kunci, juga terdapat stakeholders utama seperti Cipta Katya
Kota Balikpapan , Konsultan , Kasi Tata pemerintahan Kelurahan yang terdelinasi
permukiman kumuh , Tokoh Masyarakat dan LSM, dijadikan sebagai responden
dalam studi ini. Sementara itu, stakeholders utama merupakan stakeholders yang
dinilai memiliki tingkat menengah hingga penting dan cukup berpengaruh terhadap
keefektifan program. Dalam melakukan wawancara, mereka juga direpresentasikan
sesuai kebutuhan pada saat survey/wawancara. Jumlah stekeholders tidak ditentukan,
karena studi ini tidak menekankan pada kuantitasnya, tetapi memerlukan gambaran
terhadap berbagai persepsi tentang faktor penyebab permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan.
Pada studi ini, dengan mengambil Sembilan stakeholders sebagai responden dalam
analisis delphi, telah mewakili seluruh badan yang berkepentingan dan berpengaruh
dalam arahan penanganan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota
Balikpapan terutama guna menganalisis faktor yang menyebabkan pemukiman
kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan. Sedangkan untuk tiap badan,
diambil satu responden yang telah dipilihkan oleh masing-masing badan yang sesuai
dan mengerti tentang kondisi kawasan permukiman kumuh nelayan di Kota
Balikpapan dapat mewakili tiap-tiap badan yang telah ditentukan dalam analisis
stakeholders. Jadi, studi ini menekankan pada sisi kualitatifnya. Berikut ini adalah
pihak-pihak yang dijadikan responden dalam analisis elphi :

49
Tabel 3. 4 Responden Analisis Delpi
No Stakeholders Posisi Stakeholders
1 Bappeda Kota Balikapan Kasi Tata Ruang
2 Dinas Perumahan dan Permukiman Bidang Permukiman
( kasi penataan permukiman)
3 Perusahaan Daerah Air Minum Kota Laut dan Air Bersih
Balikpapan
4 Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Kepala seksi penyehatan lingkungan
Karya Kota Balikpapan
5 Pemerintahan Kelurahan Kasi Tata Pemerintahan Kelurahan
6 Konsultan Pengurus dibidang kondisi
Permukiman Kumuh
7 LSM Ketua LSM permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan
8 Masyarakat setempat Ketua RT/RW permukiman Kumuh
pada kawasan nelayan di Kota
Balikpapan
*)Penelitian, 2018

3.6 Metoda Analisa


Untuk melaksanakan penelitian sehingga tujuan penelitian dapat tercapai perlu
dipilih metode analisis yang tepat untuk mengolah data-data dan informasi yang telah
dikumpulkan melalui survei. Sesuai dengan jenis data yang dikumpulkan dan tujuan
analisis, maka kegiatan analisis pada penelitian menggunakan analisis kualitatif.
Analisa kualitatif bertujuan untuk mengetahui ”faktor-faktor penyebab permukiman
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan tergolong ke dalam permukimah kumuh.
Teknik analisa yang digunakan adalah tenik Delphi, hal ini dikarenakan metode ini
dapat menggunakan kemampuan peneliti didalam proses analisisnya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa teknik Delphi ini memiliki kelebihan dari segi efisiensi waktu,
dana dan kemungkinan hasil yang dapat diperoleh dari penelitian ini, karena proses
evaluasi ini dapat memanfaatkan stakeholders di dalam menganalisis faktor apa yang
menyebabkan pemukiman pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan terolong dalam
pemukiman kumuh dengan menggunakan variabel - variabel yang diperoleh dari hasil
sintesa tinjauan teori yang telah dianalisis terlebih dahulu oleh peneliti.
Selain alat analisa di atas, dalam perumusan arahan penanganan permukiman
kumuh analisa yang digunakan adalah analisa triangulasi karena tujun analisa ini
dapat digunakan untuk merumuskan suatu konsensus atau pemecahan terhadap

50
permasalahan. Alasan utama mengunakan analisa triangulasi adalah teknik ini
bersifat mcngabungkan berbagai sumber data yakni studi literatur, pengamatan
empirik (observasi), dan wawancara. sehingga dari segi validasi terakomodasinya
ketiga sumber informasi tersebut menjadi pemecahan masalah yang terbaik menurut
peneliti. Dalam penelitian ini teknik triangulasi digunakan untuk mengelaborasikan
hasil dari faktor yang menyebabkan pemukiman Kota di Balikpapan tergolong dalam
pemukiman kumuh yang telah ditemukan melalui teknik analisis delphi dengan
refrensi arahan penanganan permukiman kumuh secara umum, pengamatan empiri
penulis, dan pendapat dari stakeholders kunci tentang penanganan faktor yang
menyebabkan pemukiman pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan terolong dalam
pemukiman kumuh tersebut yang pada akhinya dapat dirumuskan arahan
penangannya sebagai alat untuk menangani faktor kekumuhan pada permukiman
Kota Balikpapan. Berikut tabel teknik analisis yang akan dilakukan :
Tabel 3. 5 Alat Analisis Yang Digunakan
Macam Analisa Tujuan Analisa Alat Analisa
Analisa faktor Penentuan Teridentifikasinya faktor-
faktor-faktor apa yang faktor apa yang
menyebabkan permukiman menyebabkan permukiman Teknik Delphi
kumuh pada kawasan kumuh pada kawasan
nelayan di Kota Balikpapan nelayan di Kota Balikpapan
Analisis untuk Menentukan Menentukan Arahan
Arahan Penanganan Penanganan Permukiman
Permukiman Kumuh pada Kumuh pada kawasan Teknik Triangulasi
kawasan nelayan di Kota nelayan di Kota Balikpapan
Balikpapan
*)Peneliti, 2018

3.6.1 Analisis Penentuan faktor-faktor apa yang menyebabkan permukiman


kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
Berdasarkan jenis datanya, analisa yang dilakukan adalah analisa kualitatif, yakni
data kuisioner sebagai pedoman peneliti dalam melakukan wawancara. Dengan tujuan
untuk mengetahui faktor-faktor apa yang menyebabkan permukiman kumuh pada
kawasan nelayan di Kota Balikpapan. Metode yang digunakan adalah dengan
menggunakan metode Delphi, yaitu suatu usaha untuk memperoleh konsensus groups /

51
expert yang dilakukan secara kontinu sehingga diperoleh konvergansi opini (Piercy:
1988, dalam -Tarigan:2001). Responden yang digunakan dalam identifikasi faktor
penyebab permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan ini
merupakan responden dan hasil analisis stakeholder berdasarkan kepentingannya.
Metode analisa kualitatif lebih tepat terkait dengan jenis data yang digunakan karena
sangat sesuai untuk menggali persepsi, asumsi, penilaian dan prasangaka manusia.
Penerapan teknik Delphi ini sesuai dengan tujuan dari proses identifikasi faktor-faktor
apa yang menyebabkan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota
Balikpapan. Jadi evaluasi ini berupaya untuk menghimpun pendapat tentang
identifikasi faktor tersebut yang terkait dengan keefektifan, efisiensi dan relevansi.
Adapun penerapan awal dan menekankan pada empat prinsip dasar yaitu:
1. Anonimitas: semua pakar atau orang yang berpengetahuan memberikan tanggapan
secara terpisah dan anonimitas (saling tidak mengenal diantara mereka) benar-benar
dijaga. Dalam hal ini pakar yang dilibatkan adalah setiap individu yang menjadi
stakeholders yang terlibat dan berpengaruh terhadap penentuan faktor penyebab
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan. Berdasarkan
identifikasi stakeholders yaitu Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota
Balikpapan, Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Balikpapan, Dinas
Perumahan dan Permukiman Kota Balikpapan, Bappeda Kota Balikpapan, Dinas
Sosial Kota Balikpapan , Pemerintah Kelurahan, LSM, Swasta dan Pemerintahan
Kelurahan. Maka pihak-pihak terkait akan memberikan tanggapan secara terpisah
terhadap faktor-faktor penyebab permukiman kumuh padakawasan nelayan di
permukiman Kota Balikpapan.
2. Iterasi: penilaian setiap individu yang menjadi stakeholders akan dihimpun dan
dikomunikasikan kembali kepada semua pakar yang ikut berkomentar dalam dua
putaran atau lebih, sehingga berlangsung proses belajar sosial dan dimungkinkan
berubahnya penilaian awal. Hasil tanggapan secara terpisah dari antara stakeholders
yang terlibat tersebut, disampaikan kepada satu sama lain untuk memperoleh respon
balik terhadap tanggapan pihak lainnya.

52
3. Tanggapan-balik yang terkontrol: pengkomunikasian penilaian dilakukan dalam
bentuk rangkuman jawaban terhadap daftar pertanyaan. Segala tanggapan dan respon
balik Dinas Pekerjaan Umum Bidang Cipta Karya Kota Balikpapan, Perusahaan
Daerah Air Minum PDAM Kota Balikpapan, Dinas Perumahan dan Permukiman
Kota Balikpapan, Bappeda Kota Balikpapan, Dinas Sosial Kota Balikpapan ,
Pemerintah Kelurahan, LSM, Swasta dan Pemerintahan Kelurahan, dicatat secara
sistematis.
4. Konsensus pakar: tujuan utamanya, dengan beberapa perkecualian, adalah untuk
menciptakan kondisi yang didalamnya konsensus di antara para pakar merupakan
hasil akhir dan paling penting. Tanggapan pertama maupun tanggapan balik kedua
stakeholders dijadikan dasar untuk merumuskan faktor-faktor apa saja yang
menimbulkan pérmukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan.
Berdasarkan langkah-langkah di atas maka dapat dilakukan :

3.6.2 Analisis untuk Menentukan Arahan Penanganan Permukiman Kumuh


pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan
Setelah melakukan analisis untuk mencari faktor yang menyebabkan
permukiman kumuh pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan dengan menggunakan
teknik Delphi, langkah selanjutnya adalah merumuskan arahan penanganan sebagai
arahan perbaikan permukiman kumuh pada kawasan nelayan di kota Balikpapan.
Metode analisisnya adalah menggunakan teknik analisis deskriptif dengan cara
menangani faktor yang menyebabkan kawasan nelayan tersebut tergolong dalam
permukiman kumuh berdasarkan pengamatan yang ada dilapangan serta literatur yang
ada tentang arahan penganan permukiman kumuh secara umum berdasarkan
menggunakan metode triangulasi.
Triangulsi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan triangulasi
teori-teori tentang arahan penanganan permukiman kumuh , maupun teori yang sudah
diterapkan di kawasan lain, dan triangulasi sumber hasil observasi wawancara.
Analisis Triangulasi pada penelitian ini dilakukan dengan mengsintesakan observasi
penelitian di kawasan studi, studi literature kawasan permukiman nelayan.

53
Sehingga nantinya akan diperoleh arahan penanganan permukiman kumuh
pada kawasan nelayan di Kota Balikpapan untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
gambar 3.1

54
Gambar 3. 1 Analisis Triangulsi sebagai Arahan Penanganan Permukiman Kumuh
pada Kawasan Nelayan di Kota Balikpapan

Keterangan :

1. Observasi di Wilayah Penelitian


2. Studi di Kawasan lain sebagai pembanding
3. Literature/ Refrensi Arahan Penanganan Permukiman Kumuh pada Kawasan
Nelayan

55
3.7 Tahap Penelitian
Tahap-tahapan dalam penelitian 1ni adalah:
1. Tahap Perumusan Masalah
Pada tahap ini akan dijelaskan mengenai permasalahan permukiman kumuh
diKota Balikpapan. Apa yang sebenarnya terjadi dilapangan menimbulkan
keingintahuan peneliti kondisi sebenamya dilapangan, permasalahan dan faktor
penyebabnya dan bagaimana arahan penanganannya. Batasan dalam penelitian ini
yaitu terbatas pada Iingkup kawasan permukiman Kota Balikapapan
2.Studi Literatur
Tahap ini dilakukan untuk mendapatkan data sekunder dengan mengumpulkan
informasi sebanyak-banyaknya mengenai teori dasar perumahan dan permukiman dan
arahan penanganan pernukiman kumuh yang pernah ada bersumber dari buku-buku,
intemet, makalah, seminar, dokumen-dokumen yang terkait dengan penelitian, dan
sebagainya. Dan berbagai sumber literatur tersebut didapatkan variabel-variabel yang
digunakan untuk mengidentitikasi kekumuhan suatu permukiman.
3 Tahap Pengumpulan Data
Dari studi literature yang dilakukan, diperoleh variabel-variabel penelitian yang
dapat digunakan dalam penelitian ini. Selanjutnya dilakukan pengumpulan data
berdasarkan jenis data yakni , data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh
secara langsung melalui observasi, wawancara dengan menggunakan kuisioner.
Sedangkan data sekunder diperoleh dengan cara melakukan dokumentasi terhadap
data-data yang ada di instansi-instansi yang telah disebutkan sebelumnya. Data-data
yang dibutuhkan disesuaikan dengan variabel yang digunakan dalam penelitian.
4 Hasil dan Pembahasan
Pada tahap ini penyajian data dari keseluruhan proses pengumpulan data akan
dilakukan. Pada tahap ini juga dilakukan analisis data secara kuantitatif. Sedangkan
data kualitatif digunakan untuk menjelaskan data kuantitatif. Analisa data kualitatif
menghasilkan data diskriptif faktor yang menyebabkan kekumuhan di permukiman
Kota Balikpapan. secara keseluruhan proses yang telah dihasilkan akan digunakan

56
sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan arahan pcnanganan permukiman
kumuh tersebut.
5 Simpulan dan Saran
Pada tahap ini akan menjawab tujuan dan sasaran awal yang ingin dicapai dalam
penelitian ini. Setelah ditarik beberapa kesimpulan tersebut, dilakukan pemberian
saran yang bertujuan untuk memberikan msukan terkait arahan penanganan
permukiman kumuh. Sehingga dapat meningkatkan kualitas suatu permukiman yang
layak dan sehat.

57
Gambar 3. 2 Kerangka Pemikiran

58
DAFTAR PUSTAKA
Aminatu Zuriya, 2010.” Arahan Penanganan Permukiman Kumuh Nelayan di
Kelurahan Blimbing, Kecamatan Paciran Lamongan. ITS
Anita Rachmawati, 2010.” Konsep Penataan Kawasan Permukiman Kumuh
Nelayan di Kelurahan Lumpur, Gresik. ITS
Nia Puspita Isnani,2009. “Upaya Penanganan Permukiman Kumuh di Nibung Kota
Samarinda. ITS
Mitchell , Bruce, dkk. 2003. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press

Mulyadi, Subri. 2007. ”Ekonomi Kelautan” PT Raja Grafindo Prasada Jakarta

Petaruran Menteri Pekerjaan umum nomor 06/PRT/M/2007 tentang pedoman


umum Rencana Tata Ruang Bangunanan dan Lingkungan
Surat Keputusan Walikota Balikpapan No. 188.45-667/2014
Sinulingga, Budi. D. 2005. " Pembangunan Kota Tinjauan Regional dan Lokal".
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitaif. Bandung CV. Alvabeta

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang perumahan dan permukiman


Kuswantojo, Tjuk. Perumahan dan Permukiman di Indonesia ; Upaya membuat
perkembangan kehidupan yang berkelanjutan “ Bandung ; penerbit ITB, 2005

59

Anda mungkin juga menyukai