Anda di halaman 1dari 283

birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D. Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D.

BIROKRASI BIROKRASI
akuntabilitas akuntabilitas
kinerja kinerja
(Sebuah Refleksi) (Sebuah Refleksi)

Editor Editor
Muhammad Idris Patarai Muhammad Idris Patarai

Penerbit Pener bit


DE L A MAC C A DE L A M AC C A
Ma k ass ar Ma k a s s ar

A A
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja
Birokrasi, Akuntabilitas dan Kinerja
Birokrasi, Akuntabilitas dan Kinerja
© Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D.
© Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D.
Penulis
Penulis
Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D.
Prof. Amir Imbaruddin, MDA, Ph. D.
Editor
Editor
Muhammad Idris Patarai
Muhammad Idris Patarai
Desain Sampul/Layout
Desain Sampul/Layout
Mariny Andries
Mariny Andries
Cetakan I 2016
Cetakan I 2016
Penerbit
Penerbit
De La Macca
De La Macca
Jalan Borong Raya No. 75 A telp. 08114124721 - 08114133371
Jalan Borong Raya No. 75 A telp. 08114124721- 08114133371
Makassar
Makassar
Pos-el : de.lamacca@yahoo.com. gunmonoharto@yahoo.com
Pos-el : de.lamacca@yahoo.com. gunmonoharto@yahoo.com
Hak cipta dilindungi oleh Undang - Undang. Dilarang mengutip isi buku
Hak cipta dilindungi oleh Undang - Undang. Dilarang mengutip isi buku
ini tanpa izin tertulis dari penulis dan Penerbit.
ini tanpa izin tertulis dari penulis dan Penerbit.
ISBN 978 602 263 101 9
ISBN 978 602 263 101 9
Sanksi Pelanggaran Hak Cipta
Sanksi Pelanggaran Hak Cipta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun tentang Hak Cipta
Undang-Undang Republik Indonesia No. 19 Tahun tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta Pasal 2 :
Pasal 2 : 1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta dan pemegang Hak Cipta untuk
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi pencipta dan pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah
mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan yang menurut peraturan
suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan yang menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
perundang-undangan yang berlaku.
Ketentuan Pidana
Ketentuan Pidana Pasal 72 :
Pasal 72 : 1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana
1. Barang siapa dengan sengaja atau tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana
dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat satu (1) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.
penjara masing-masing paling singkat satu (1) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan /
1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) 2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun
dimaksud dalam ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
dan / atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

B B
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

“Hati-hati. Jangan menjadi doktor pohon pisang. “Hati-hati. Jangan menjadi doktor pohon pisang.
Sekali berbuah, sudah itu mati” Sekali berbuah, sudah itu mati”

P eringatan dari Prof. Ikrar Nusa Bakti, Ph. D., Guru


Besar Riset di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada pertemuan Alumni
P eringatan dari Prof. Ikrar Nusa Bakti, Ph. D., Guru
Besar Riset di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), pada pertemuan Alumni
Australia di Jakarta kurang lebih sepuluh tahun yang lalu selalu Australia di Jakarta kurang lebih sepuluh tahun yang lalu selalu
menghantui saya. Sampai hari ini. Peringatan itu didasarkan pada menghantui saya. Sampai hari ini. Peringatan itu didasarkan pada
kenyataan bahwa banyak di antara alumni Australia yang ketika kenyataan bahwa banyak di antara alumni Australia yang ketika
menulis desertasi doktornya sangat serius - sampai berdarah- menulis desertasi doktornya sangat serius - sampai berdarah-
darah - tetapi setelah itu tidak pernah lagi menghasilkan karya darah - tetapi setelah itu tidak pernah lagi menghasilkan karya
tulis. Sepertinya, desertasi doktor telah menguras habis potensi tulis. Sepertinya, desertasi doktor telah menguras habis potensi
intelektual mereka sehingga desertasi menjadi produk akhir intelektual mereka sehingga desertasi menjadi produk akhir
dan karya tulis akademik terakhir yang dihasilkan. dan karya tulis akademik terakhir yang dihasilkan.
Dan, peringatan tersebut nyaris menjadi kenyataan pada Dan, peringatan tersebut nyaris menjadi kenyataan pada
diri saya. Setelah menyelesaikan desertasi doktor pada tahun diri saya. Setelah menyelesaikan desertasi doktor pada tahun
2003 silam, sepertinya kemampuan dan semangat menulis saya 2003 silam, sepertinya kemampuan dan semangat menulis saya
menjadi sirna. Sesekali, saya hanya bisa menghasilkan artikel- menjadi sirna. Sesekali, saya hanya bisa menghasilkan artikel-
artikel ringan di surat kabar lokal atau makalah-makalah artikel ringan di surat kabar lokal atau makalah-makalah
pendek kebutuhan seminar. Menulis buku yang lebih “serius” pendek kebutuhan seminar. Menulis buku yang lebih “serius”
layaknya desertasi belum bisa saya wujudkan. Sebenarnya, di layaknya desertasi belum bisa saya wujudkan. Sebenarnya, di
data komputer jinjing saya ada file folder dengan nama “Book data komputer jinjing saya ada file folder dengan nama “Book
Project” yang berisi naskah buku untuk sedikitnya tiga judul. Project” yang berisi naskah buku untuk sedikitnya tiga judul.
Namun demikian, kesibukan pekerjaan sebagai birokrat dan Namun demikian, kesibukan pekerjaan sebagai birokrat dan
dosen sepertinya menyita seluruh waktu saya sehingga naskah dosen sepertinya menyita seluruh waktu saya sehingga naskah

i i
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

buku yang ada belum satu pun yang dapat saya selesaikan. Satu- buku yang ada belum satu pun yang dapat saya selesaikan. Satu-
dua-kali saya masih membuka dan mengedit naskah-naskah dua-kali saya masih membuka dan mengedit naskah-naskah
tersebut tetapi lebih banyak waktu di mana saya melupakan tersebut tetapi lebih banyak waktu di mana saya melupakan
naskah-naskah tersebut. Sejujurnya, manajemen waktu saya naskah-naskah tersebut. Sejujurnya, manajemen waktu saya
kurang bagus. kurang bagus.
Takut peringatan Pak Ikrar menjadi kenyataan dan Takut peringatan Pak Ikrar menjadi kenyataan dan
terinspirasi oleh beberapa buku yang berisi kumpulan artikel- terinspirasi oleh beberapa buku yang berisi kumpulan artikel-
artikel pendek para penulisnya, saya mencoba menghimpun artikel pendek para penulisnya, saya mencoba menghimpun
kembali semua artikel yang pernah saya tulis. Ada yang ketemu kembali semua artikel yang pernah saya tulis. Ada yang ketemu
tetapi beberapa di antaranya sudah sulit dilacak keberadaannya. tetapi beberapa di antaranya sudah sulit dilacak keberadaannya.
Dari sekian artikel yang saya temukan kembali, saya Dari sekian artikel yang saya temukan kembali, saya
mengelompokkan ke dalam tiga tema besar (walaupun beberapa mengelompokkan ke dalam tiga tema besar (walaupun beberapa
terkesan dipaksakan): birokrasi, akuntabilitas, dan kinerja. Tiga terkesan dipaksakan): birokrasi, akuntabilitas, dan kinerja. Tiga
kelompok artikel ini juga yang menjadi judul buku ini. kelompok artikel ini juga yang menjadi judul buku ini.
Bagian pertama, Birokrasi, terdapat sepuluh artikel yang Bagian pertama, Birokrasi, terdapat sepuluh artikel yang
dibuka dari tulisan saya di Harian Kompas yang mengkritisi dibuka dari tulisan saya di Harian Kompas yang mengkritisi
lambannya respon dari perwakilan kita di Canberra terhadap lambannya respon dari perwakilan kita di Canberra terhadap
penggeledahan warga negara Indonesia di Australia yang penggeledahan warga negara Indonesia di Australia yang
dilakukan oleh aparat keamanan. Penggeledahan yang dilakukan dilakukan oleh aparat keamanan. Penggeledahan yang dilakukan
dengan alasan yang sering mengada-ada dan dipublikasi secara dengan alasan yang sering mengada-ada dan dipublikasi secara
luas oleh media cetak dan elektronik ini membuat warga luas oleh media cetak dan elektronik ini membuat warga
Indonesia di Australia merasa ketakutan. Ketika tulisan ini Indonesia di Australia merasa ketakutan. Ketika tulisan ini
dimuat, pihak KBRI memberi klarifikasi dan menganggap dimuat, pihak KBRI memberi klarifikasi dan menganggap
tulisan saya melakukan passing judgment yang selayaknya tidak tulisan saya melakukan passing judgment yang selayaknya tidak
dilakukan oleh seorang calon intelektual. Tulisan lain pada dilakukan oleh seorang calon intelektual. Tulisan lain pada
bagian pertama antara lain tentang penggunaan fasilitas negara bagian pertama antara lain tentang penggunaan fasilitas negara
secara tidak bertanggung jawab oleh para birokrat daerah, secara tidak bertanggung jawab oleh para birokrat daerah,
pensiun dini yang sekarang isunya mulai menghangat lagi, dan pensiun dini yang sekarang isunya mulai menghangat lagi, dan
dua artikel berbahasa Inggris. dua artikel berbahasa Inggris.
Bagian kedua, Akuntabilitas dan Korupsi, terdiri dari Bagian kedua, Akuntabilitas dan Korupsi, terdiri dari
delapan artikel dimulai dengan pentingnya peran akuntabilitas delapan artikel dimulai dengan pentingnya peran akuntabilitas

ii ii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

bagi kinerja organisasi pemerintah, disusul dengan tulisan bagi kinerja organisasi pemerintah, disusul dengan tulisan
mengenai akuntabilitas moral penyelenggara negara dan mengenai akuntabilitas moral penyelenggara negara dan
akuntabilitas politik anggota parlemen. Isu akuntabilitas sangat akuntabilitas politik anggota parlemen. Isu akuntabilitas sangat
penting dan masih relevan sampai saat ini dalam konteks penting dan masih relevan sampai saat ini dalam konteks
penyelenggara negara kita. Banyak kita jumpai penyelenggara penyelenggara negara kita. Banyak kita jumpai penyelenggara
negara yang berdalih sepanjang tidak melanggar aturan negara yang berdalih sepanjang tidak melanggar aturan
walaupun dari aspek akuntabilitas moral dan etika perilaku walaupun dari aspek akuntabilitas moral dan etika perilaku
tersebut sangat tidak layak bagi seorang penyelenggara negara. tersebut sangat tidak layak bagi seorang penyelenggara negara.
Bagian ini diakhiri dengan artikel berbahasa Inggris yang Bagian ini diakhiri dengan artikel berbahasa Inggris yang
menjelaskan pendapat saya menyangkut korupsi di Indonesia, menjelaskan pendapat saya menyangkut korupsi di Indonesia,
penyebab, dan bagaimana menyembuhkannya. penyebab, dan bagaimana menyembuhkannya.
Bagian ketiga, Kinerja, terdiri dari delapan artikel secara Bagian ketiga, Kinerja, terdiri dari delapan artikel secara
umum berisi pandangan saya tentang perlunya kinerja organisasi umum berisi pandangan saya tentang perlunya kinerja organisasi
sektor publik dinilai tidak hanya dengan ukuran-ukuran objektif sektor publik dinilai tidak hanya dengan ukuran-ukuran objektif
berbasis kuantitas seperti efisiensi dan efektifitas tetapi juga berbasis kuantitas seperti efisiensi dan efektifitas tetapi juga
dengan ukuran-ukura subjektif berbasis kualitas. Dua artikel dengan ukuran-ukura subjektif berbasis kualitas. Dua artikel
terakhir pada bagian ini menyoroti kinerja lembaga legislatif terakhir pada bagian ini menyoroti kinerja lembaga legislatif
kita yang sepertinya masih relevan dengan kondisi saat ini. kita yang sepertinya masih relevan dengan kondisi saat ini.
Tulisan-tulisan yang selama ini berserakan di mana- Tulisan-tulisan yang selama ini berserakan di mana-
mana akhirnya dapat terkumpul menjadi sebuah buku berkat mana akhirnya dapat terkumpul menjadi sebuah buku berkat
kerja keras dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin kerja keras dan bantuan berbagai pihak. Untuk itu saya ingin
mengucapkan terima kasih kepada saudara Fakrullah yang mengucapkan terima kasih kepada saudara Fakrullah yang
dengan tekun menata ulang serakan artikel yang ada. Saya juga dengan tekun menata ulang serakan artikel yang ada. Saya juga
berterima kasih kepada teman saya, Dr. Idris Patarai, yang sudah berterima kasih kepada teman saya, Dr. Idris Patarai, yang sudah
bersedia menjadi editor buku ini. Penghargaan yang tinggi saya bersedia menjadi editor buku ini. Penghargaan yang tinggi saya
berikan kepada Penerbit De La Macca yang sudah bersedia berikan kepada Penerbit De La Macca yang sudah bersedia
menerbitkan buku ini walaupun mungkin dalam perhitungan menerbitkan buku ini walaupun mungkin dalam perhitungan
laba-rugi, buku ini bahkan tidak akan sampai break-even-point. laba-rugi, buku ini bahkan tidak akan sampai break-even-point.
Kepada Bapak Ikrar Nusa Bakti yang pasti tidak pernah tahu Kepada Bapak Ikrar Nusa Bakti yang pasti tidak pernah tahu
telah menghantui saya selama puluhan tahun dan semua pihak telah menghantui saya selama puluhan tahun dan semua pihak
yang sudah membantu, yang tidak mungkin saya sebutkan satu yang sudah membantu, yang tidak mungkin saya sebutkan satu

iii iii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

per satu, saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan. per satu, saya juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan.
Semoga ide, gagasan, dan pemikiran saya dalam berbagai artikel Semoga ide, gagasan, dan pemikiran saya dalam berbagai artikel
dan isu bisa menjadi bahan diskusi bagi kita semua. Amin. dan isu bisa menjadi bahan diskusi bagi kita semua. Amin.

Makassar, April 2016 Makassar, April 2016

Penulis Penulis

iv iv
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pengantar Editor Pengantar Editor

S uatu hari, saya buru buru menemui Prof Amir Imbaruddin


di ruang kerjanya –Stia Lan Pettarani, Makassar. Sambil
menyodorkan buku yang baru saja saya selesaikan. “Ini prof
S uatu hari, saya buru buru menemui Prof Amir Imbaruddin
di ruang kerjanya –Stia Lan Pettarani, Makassar. Sambil
menyodorkan buku yang baru saja saya selesaikan. “Ini prof
buku saya yang baru, mohon perkenan prof memberi kata buku saya yang baru, mohon perkenan prof memberi kata
pengantar”. Sebenarnya harapan saya yang terselip, ketika itu, pengantar”. Sebenarnya harapan saya yang terselip, ketika itu,
adalah beliau mau membaca, mengoreksi lalu mengiyahkan adalah beliau mau membaca, mengoreksi lalu mengiyahkan
atau “no”, “jangan…” untuk beberapa hal yang bersifat proposisi atau “no”, “jangan…” untuk beberapa hal yang bersifat proposisi
yang berimplikasi kontraversi. Namun dia menyambut baik, yang berimplikasi kontraversi. Namun dia menyambut baik,
dan…. “ Saya baca-baca dulu nah?”. dan…. “ Saya baca-baca dulu nah?”.
Sekali waktu saya datang kembali, rencana mau Sekali waktu saya datang kembali, rencana mau
menanyakan kata pengantar yang saya maksud. Namun ketika menanyakan kata pengantar yang saya maksud. Namun ketika
itu, saya malah disodori setumpuk tulisan dalam bentuk file: itu, saya malah disodori setumpuk tulisan dalam bentuk file:
“Ini, jadikan buku”. Tahulah saya ketika itu, saya dipercaya “Ini, jadikan buku”. Tahulah saya ketika itu, saya dipercaya
menjadi editor untuk buku yang saat ini tengah ada di tangan menjadi editor untuk buku yang saat ini tengah ada di tangan
Anda. “Dari situ pengantarnya”, ujarnya tegas. Anda. “Dari situ pengantarnya”, ujarnya tegas.
Terus terang, sebagai editor dan berbekal pengalaman Terus terang, sebagai editor dan berbekal pengalaman
pernah menjadi redaktur majalah, saya mencermati tulisan pernah menjadi redaktur majalah, saya mencermati tulisan
tulisan yang diminta dijadikan buku itu, sekaligus saya belajar tulisan yang diminta dijadikan buku itu, sekaligus saya belajar
dari penalaran ilmiah, pengalaman empirik dan pikiran pikiran dari penalaran ilmiah, pengalaman empirik dan pikiran pikiran
menggelitik penulis yang sekalipun, beberapa diantaranya, menggelitik penulis yang sekalipun, beberapa diantaranya,
peristiwanya sudah cukup lama namun masalahnya tetap aktual. peristiwanya sudah cukup lama namun masalahnya tetap aktual.
Hal ini sekaligus sebagai pertanda lambatnya satu perubahan Hal ini sekaligus sebagai pertanda lambatnya satu perubahan
di negeri ini. di negeri ini.

vv vv
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kurt Lewin (1951) dalam teorinya mengenai perubahan Kurt Lewin (1951) dalam teorinya mengenai perubahan
force field theory menyatakan kondisi atau keadaan merupakan force field theory menyatakan kondisi atau keadaan merupakan
equilibrium (keseimbangan) dari dua kekuatan yang berlawanan equilibrium (keseimbangan) dari dua kekuatan yang berlawanan
dimana sisi yang satu menuntut adanya perubahan (driving dimana sisi yang satu menuntut adanya perubahan (driving
forces), disisi lain ada yang mempertahankan keberadaan (status forces), disisi lain ada yang mempertahankan keberadaan (status
quo) dan menghambat perubahan (restraining forces). quo) dan menghambat perubahan (restraining forces).
Berdasarkan teori itu perubahan dapat dilakukan dengan Berdasarkan teori itu perubahan dapat dilakukan dengan
menambah atau memperkuat driving forces (ide perubahan) menambah atau memperkuat driving forces (ide perubahan)
dan memperkecil restraining forces (penghambat perubahan). dan memperkecil restraining forces (penghambat perubahan).
Kaitan antara teori Lewin mengenai perubahan, tulisan Kaitan antara teori Lewin mengenai perubahan, tulisan
tulisan dalam buku ini dengan kondisi aktual dewasa ini tulisan dalam buku ini dengan kondisi aktual dewasa ini
menunjukkan lemahnya bangsa kita memperkuat driving force, menunjukkan lemahnya bangsa kita memperkuat driving force,
sehingga restraining forces menjadi daya tanding yang membuat sehingga restraining forces menjadi daya tanding yang membuat
bangsa ini dalam kondisi equilibrium yang tidak tuntas, samar bangsa ini dalam kondisi equilibrium yang tidak tuntas, samar
samar dan menimbulkan pertanyaan skeptis: Sesungguhnya, samar dan menimbulkan pertanyaan skeptis: Sesungguhnya,
kita mengarah ke mana ? “Kita hilang bentuk…”, menurut kita mengarah ke mana? “Kita hilang bentuk…”, menurut
bahasa para penyair. bahasa para penyair.
Demikian halnya, pada beberapa bagian akhir tulisan Demikian halnya, pada beberapa bagian akhir tulisan
kolom dalam buku ini, penulisnya bergumam: “Mudah mudahan kolom dalam buku ini, penulisnya bergumam: “Mudah mudahan
ini hanya masalah waktu”, lalu mendesah “Semoga !”, yaitu ketika ini hanya masalah waktu”, lalu mendesah “Semoga !”, yaitu ketika
menkritisi aspek aspek birokrasi akuntabilitas, pelayanan publik menkritisi aspek aspek birokrasi akuntabilitas, pelayanan publik
yang masih jauh dari yang semestinya. Namun nyatanya tatkala yang masih jauh dari yang semestinya. Namun nyatanya tatkala
tulisan tulisan dalam bentuk kolom tersebut dirangkum dalam tulisan tulisan dalam bentuk kolom tersebut dirangkum dalam
satu buku setelah hampir sepuluh tahun, masalah masalah satu buku setelah hampir sepuluh tahun, masalah masalah
tersebut tetap “masih seperti yang dulu”. Itulah sebabnya buku tersebut tetap “masih seperti yang dulu”. Itulah sebabnya buku
ini selalu relevan untuk disuarakan sebagai refleksi terhadap ini selalu relevan untuk disuarakan sebagai refleksi terhadap
restraining forces bagi birokrasi dalam hal akuntabilitas dan restraining forces bagi birokrasi dalam hal akuntabilitas dan
dalam hal kinerja yang masih menggunakan pendekatan dalam hal kinerja yang masih menggunakan pendekatan
pendekatan kuantitatif, dan bukannya subyektif (istilah Prof pendekatan kuantitatif, dan bukannya subyektif (istilah Prof
Amir Imbaruddin) kualitatif, mikro yang demokratis. Amir Imbaruddin) kualitatif, mikro yang demokratis.

vi vi
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Hal menarik lainnya dalam buku ini, adalah kolom Hal menarik lainnya dalam buku ini, adalah kolom
mengenai korupsi “Corruption in Indonesia: Causes, Forms mengenai korupsi “Corruption in Indonesia: Causes, Forms
and Remedies”. Pada konklusinya ditegaskan bahwa :“ Korupsi and Remedies”. Pada konklusinya ditegaskan bahwa :“ Korupsi
adalah masalah bagi negara maju dan berkembang. Di Indonesia adalah masalah bagi negara maju dan berkembang. Di Indonesia
sebagian strategi menghapuskan korupsi sudah diidentifikasi, sebagian strategi menghapuskan korupsi sudah diidentifikasi,
namun penerapannya akan sulit selama pemerintahan tidak namun penerapannya akan sulit selama pemerintahan tidak
demokratis”. demokratis”.
Namun apa yang terjadi ? Ibarat penyakit, jalan Namun apa yang terjadi ? Ibarat penyakit, jalan
kesembuhan yang diharapkan melalui trapi “demokrasi” kesembuhan yang diharapkan melalui trapi “demokrasi”
dimaksud, menjadi komplikatif dan kronis, karena sistem dimaksud, menjadi komplikatif dan kronis, karena sistem
demokrasi yang diadop dan mulai diterapkan malah demokrasi yang diadop dan mulai diterapkan malah
menimbulkan masalah baru, yaitu karena demokrasi yang ada menimbulkan masalah baru, yaitu karena demokrasi yang ada
di Indonesia saat ini cenderung korup, atau biang korupsi itu di Indonesia saat ini cenderung korup, atau biang korupsi itu
sendiri! Nah, lho? Itulah alasannya hingga buku ini diberi sub sendiri! Nah, lho? Itulah alasannya hingga buku ini diberi sub
judul “Sebuah Refleksi”. judul “Sebuah Refleksi”.
Semoga file folder dengan nama “Book Project” dalam Semoga file folder dengan nama “Book Project” dalam
computer jinjing Prof. Amir Imbaruddin, dalam waktu tidak computer jinjing Prof. Amir Imbaruddin, dalam waktu tidak
lama, dapat kita baca dalam bentuk buku. Siapa tahu bisa lama, dapat kita baca dalam bentuk buku. Siapa tahu bisa
mennunjukan posisi kita sekarang ini dan untuk berbenah bagi mennunjukan posisi kita sekarang ini dan untuk berbenah bagi
tujuan yang bersifat never ending dan agar kita tetap optimis. tujuan yang bersifat never ending dan agar kita tetap optimis.
Bersamaan dengan buku ini adalah, kata pengantar Bersamaan dengan buku ini adalah, kata pengantar
yang saya harapkan sejak awal, saya temukan dalam satu sub yang saya harapkan sejak awal, saya temukan dalam satu sub
judul “Making Decentralzation Work in a Unitary State”. judul “Making Decentralzation Work in a Unitary State”.
Di dalamnya mengutif pendapat Hyden (2007) “There is not Di dalamnya mengutif pendapat Hyden (2007) “ There is not
shortcut to decentralized governance”, tidak ada jalan pintas shortcut to decentralized governance”, tidak ada jalan pintas
dalam desentralisasi pemerintahan. Proposisi ini relevan dengan dalam desentralisasi pemerintahan. Proposisi ini relevan dengan
buku saya “Desentralisasi Pemerintahan dalam Perspektif buku saya “Desentralisasi Pemerintahan dalam Perspektif
Pembangunan Politik di Indonesia” yang mendeskripsikan Pembangunan Politik di Indonesia” yang mendeskripsikan
pembangunan politik mestilah dapat mencari solusi mencapai pembangunan politik mestilah dapat mencari solusi mencapai
tujuan desentralisasi. Dalam “Making Decentralzation Work in tujuan desentralisasi. Dalam “Making Decentralzation Work in
a Unitary State”, tulisan Pak Amir, tujuan desentralisasi tersebut a Unitary State”, tulisan Pak Amir, tujuan desentralisasi tersebut

vii vii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dinobatkan sebagai satu cara mencapai indikator indikator dinobatkan sebagai satu cara mencapai indikator indikator
demokratisasi, pelayanan publik dan akuntabilitas sebagaimana demokratisasi, pelayanan publik dan akuntabilitas sebagaimana
sukses yang dicapai pada beberapa negara berkembang. sukses yang dicapai pada beberapa negara berkembang.
Mengacu pada pendekatan “konotasi geografis” versi Mengacu pada pendekatan “konotasi geografis” versi
Hungtinton dan Dominguez, cara meniru seperti ini “dihalalkan” Hungtinton dan Dominguez, cara meniru seperti ini “dihalalkan”
dalam teori teori pembangunan politik, yakni: “Proses dalam teori teori pembangunan politik, yakni: “Proses
perubahan politik pada negara-negara sedang berkembang perubahan politik pada negara-negara sedang berkembang
menggunakan konsep-konsep dan metoda yang pernah menggunakan konsep-konsep dan metoda yang pernah
digunakan oleh negara-negara yang telah maju”. digunakan oleh negara-negara yang telah maju”.
Satu lagi tulisan yang menarik disimak dalam buku ini, Satu lagi tulisan yang menarik disimak dalam buku ini,
yaitu “Pensiun Dini” terutama jika kita kaitkan dengan Komisi yaitu “Pensiun Dini” terutama jika kita kaitkan dengan Komisi
percepatan Penyelengaraan Program Strategi Kota Makassar percepatan Penyelengaraan Program Strategi Kota Makassar
yang pernah heboh. Topik ini menawarkan dilakukannya Anjab, yang pernah heboh. Topik ini menawarkan dilakukannya Anjab,
analisis jabatan, sedikitnya sekali dalam lima tahun; bahkan analisis jabatan, sedikitnya sekali dalam lima tahun; bahkan
bukan hanya pada jabatan akan tetapi meliputi kelembagaannya. bukan hanya pada jabatan akan tetapi meliputi kelembagaannya.
Menurut penulis, hal ini perlu untuk mengetahui apakah Menurut penulis, hal ini perlu untuk mengetahui apakah
eksistensi setiap institusi pemerintah masih perlu atau sudah eksistensi setiap institusi pemerintah masih perlu atau sudah
saatnya dihapuskan. Kegiatan analisis ini akan menunjukkan saatnya dihapuskan. Kegiatan analisis ini akan menunjukkan
pula bahwa institusi pemerintah sebenarnya bersifat dinamis, pula bahwa institusi pemerintah sebenarnya bersifat dinamis,
selalu berubah dan tidak abadi. selalu berubah dan tidak abadi.
Dengan demikian, kaitannya dengan PNS (public Dengan demikian, kaitannya dengan PNS (public
servants), jabatan itu bukanlah pekerjaan seumur hidup (lifetime servants), jabatan itu bukanlah pekerjaan seumur hidup (lifetime
employment), karena kelembagaan satu intansi tidaklah bersifat employment), karena kelembagaan satu intansi tidaklah bersifat
limitative, selamanya. Keberadaannya sesuai hasil analisis limitative, selamanya. Keberadaannya sesuai hasil analisis
fungsi lembaga. Analisis ini pada dasarnya menilai apakah fungsi lembaga. Analisis ini pada dasarnya menilai apakah
kegiatan atau layanan publik (public services) yang selama ini kegiatan atau layanan publik (public services) yang selama ini
dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah masih dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah masih
dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila hasil analisa dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila hasil analisa
ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan tersebut tidak ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan tersebut tidak
lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga tersebut harus lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga tersebut harus
dihapuskan (abolished). dihapuskan (abolished).

viii viii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Seterusnya,.dinamika kelembagaan ini, tidak hanya Seterusnya,.dinamika kelembagaan ini, tidak hanya
bersifat penghapusan (abolished) karena sudah tidak diperlukan bersifat penghapusan (abolished) karena sudah tidak diperlukan
akan tetapi dapat bersifat sebaliknya, pembentukan (forming) akan tetapi dapat bersifat sebaliknya, pembentukan (forming)
lembaga baru sesuai kebutuhan. Salah satu contoh mengenai lembaga baru sesuai kebutuhan. Salah satu contoh mengenai
hal ini adalah Kota Makassar yang membentuk kelembagaan hal ini adalah Kota Makassar yang membentuk kelembagaan
baru KP3S yang ditentang bukan hanya oleh pemerintah pusat, baru KP3S yang ditentang bukan hanya oleh pemerintah pusat,
dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam hal ini Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi, dianggap bertentangan dengan dan Reformasi Birokrasi, dianggap bertentangan dengan
undang undang, tetapi pun ditentang oleh pemangku jabatan undang undang, tetapi pun ditentang oleh pemangku jabatan
itu sendiri, bahkan sampai pada tingkat PTUN. itu sendiri, bahkan sampai pada tingkat PTUN.
Hal ini menarik disimak lebih lanjut pada konteks negara Hal ini menarik disimak lebih lanjut pada konteks negara
kesatuan yaitu bentuk negara dimana wewenang legislatif kesatuan yaitu bentuk negara dimana wewenang legislatif
tertinggi di pusatkan dalam satu badan legislatif nasional. tertinggi di pusatkan dalam satu badan legislatif nasional.
Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada Kekuasaan terletak pada pemerintah pusat dan tidak pada
pemerintah daerah. Pemerintah pusat berwenang menyerahkan pemerintah daerah. Pemerintah pusat berwenang menyerahkan
sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak sebagian kekuasaannya kepada daerah berdasarkan hak
otonomi, tetapi pada tahap terakhir, kekuasaan tertinggi tetap otonomi, tetapi pada tahap terakhir, kekuasaan tertinggi tetap
pada pemerintah pusat. Dengan demikian kedaulatan negara pada pemerintah pusat. Dengan demikian kedaulatan negara
kesatuan, baik ke dalam maupun keluar sepenuhnya terletak kesatuan, baik ke dalam maupun keluar sepenuhnya terletak
pada pemerintah pusat (C.F. Strong ) pada pemerintah pusat (C.F. Strong )
Hakekat Negara kesatuan menurut CF. Strong ialah Hakekat Negara kesatuan menurut CF. Strong ialah
kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan perkataan lain, kedaulatannya tidak terbagi, atau dengan perkataan lain,
kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Hal ini terjadi kekuasaan pemerintah pusat tidak dibatasi. Hal ini terjadi
karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legilatif karena konstitusi negara kesatuan tidak mengakui badan legilatif
lain, selain dari badan legislatif pusat. Untuk memastikan lain, selain dari badan legislatif pusat. Untuk memastikan
pendapatnya ini,CF. Strong akhirnya menyimpulkan ciri mutlak pendapatnya ini,CF. Strong akhirnya menyimpulkan ciri mutlak
yang melekat pada negara kesatuan, yaitu adanya supremasi yang melekat pada negara kesatuan, yaitu adanya supremasi
dari dewan perwakilan rakyat pusat dan tidak adanya badan dari dewan perwakilan rakyat pusat dan tidak adanya badan
badan lainnya yang berdaulat. badan lainnya yang berdaulat.
Namun pendapat CF. Strong itu masih dapat Namun pendapat CF. Strong itu masih dapat
diperhadapkan dengan faktor histori dan konstitusi – Indonesia. diperhadapkan dengan faktor histori dan konstitusi – Indonesia.

ix ix
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pasca proklamasi ditetapkan UU No 1 1945, tentang Kedudukan Pasca proklamasi ditetapkan UU No 1 1945, tentang Kedudukan
Komite Nasional Daerah yang seterusnya menjadi Badan Komite Nasional Daerah yang seterusnya menjadi Badan
Perwakilan Rakyat Daerah sebagai pencerminan kedaulatan Perwakilan Rakyat Daerah sebagai pencerminan kedaulatan
rakyat. Di Indonesia, di daerahpun pemerintahan dilakukan rakyat. Di Indonesia, di daerahpun pemerintahan dilakukan
secara permusyawaratan (UUD Tahun 1945- amandemen secara permusyawaratan (UUD Tahun 1945- amandemen
IV). Lembaga legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, IV). Lembaga legislatif, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
propinsi dan kabupaten/kota pun diadakan melalui pemilihan propinsi dan kabupaten/kota pun diadakan melalui pemilihan
Umum. “Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten,dan Umum. “Pemerintahan daerah propinsi, daerah kabupaten,dan
kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota kota memiliki Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota
anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” (Pasal 18, ayat (3) anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.” (Pasal 18, ayat (3)
UUD 1945). UUD 1945).
Lembaga legislatif adalah perwujudan supermasi Lembaga legislatif adalah perwujudan supermasi
rakyat yang berdaulat. Tanpa legislatif daerah, maka wilayah rakyat yang berdaulat. Tanpa legislatif daerah, maka wilayah
negara ini terbagi tuntas atas wilayah administratif belaka. negara ini terbagi tuntas atas wilayah administratif belaka.
Salah satu karakterristik daerah otonom yakni dicirikan Salah satu karakterristik daerah otonom yakni dicirikan
dengan kelembagaan perwakilan rakyat daerah. Kelembagaan dengan kelembagaan perwakilan rakyat daerah. Kelembagaan
perwujudan kekuatan rakyat yang berdaulat, berkuasa, perwujudan kekuatan rakyat yang berdaulat, berkuasa,
dimana pendapatnya, suaranya bukan hanya sebagai rujukan dimana pendapatnya, suaranya bukan hanya sebagai rujukan
pengambilan keputusan akan tetapi perwujudan keputusan itu pengambilan keputusan akan tetapi perwujudan keputusan itu
sendiri. sendiri.
Berkenaan dengan itu, inti dari daerah otonom adalah Berkenaan dengan itu, inti dari daerah otonom adalah
“aspirasi” bukan “kondisi”. Artinya, aspirasi rakyat itu yang “aspirasi” bukan “kondisi”. Artinya, aspirasi rakyat itu yang
dijadikan sumber inspirasi bagi pengambil keputusan, pemegang dijadikan sumber inspirasi bagi pengambil keputusan, pemegang
kewenangan dan kekuasaan. Lain halnya jika pendekatan kewenangan dan kekuasaan. Lain halnya jika pendekatan
berdasarkan “kondisi”, peletakan kebijakan mendasarinya berdasarkan “kondisi”, peletakan kebijakan mendasarinya
bukan tuntutan melainkan berdasarkan kondisi. Istilah kondisi bukan tuntutan melainkan berdasarkan kondisi. Istilah kondisi
inipun bisa tentatif, berkait kebijakan pusat. inipun bisa tentatif, berkait kebijakan pusat.
Berkait dengan itu patut diperhatikan kedudukan Berkait dengan itu patut diperhatikan kedudukan
produk produk legislatif di daerah, dimana Peraturan Daerah produk produk legislatif di daerah, dimana Peraturan Daerah
didudukkan sebagai sub sistem perundang undangan nasional. didudukkan sebagai sub sistem perundang undangan nasional.
Artinya adalah kemandirian daerah dalam berotonomi tidak Artinya adalah kemandirian daerah dalam berotonomi tidak

x x
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

berarti daerah dapat membuat peraturan perundang undangan berarti daerah dapat membuat peraturan perundang undangan
atau keputusan yang terlepas dari sistem perundang undangan atau keputusan yang terlepas dari sistem perundang undangan
secara nasional. secara nasional.
Proposisi atau aturan main sistem perundang Proposisi atau aturan main sistem perundang
undangan yang memposisikan daerah lebih rendah dari pusat undangan yang memposisikan daerah lebih rendah dari pusat
adalah pandangan pada pendekatan “hirarki dan struktur adalah pandangan pada pendekatan “hirarki dan struktur
pemerintahan”, bukan pandangan atau pendekatan subtansi pemerintahan”, bukan pandangan atau pendekatan subtansi
“keinginan masyarakat” pada aspek sosiologis dan administrasi “keinginan masyarakat” pada aspek sosiologis dan administrasi
pembangunan. Masyarakat di daerah tidak memiliki pembangunan. Masyarakat di daerah tidak memiliki
struktur dengan tingkatan pemerintahan atau legislatif yang struktur dengan tingkatan pemerintahan atau legislatif yang
berkedudukan di pusat, setiap warga negara mempunyai berkedudukan di pusat, setiap warga negara mempunyai
kedudukan yang sama dalam pendekatan hak dan kewajiban, kedudukan yang sama dalam pendekatan hak dan kewajiban,
tanpa memandang lokus. tanpa memandang lokus.
Dengan demikian di dalam memahami paraturan daerah Dengan demikian di dalam memahami paraturan daerah
semestinya bukan pada pendekatan tingkatan daerah akan semestinya bukan pada pendekatan tingkatan daerah akan
tetapi pada subtansi yang dikandung satu aturan yang dikenal tetapi pada subtansi yang dikandung satu aturan yang dikenal
dengan aspirasi daerah, aspirasi masyarakat di daerah. Sekali dengan aspirasi daerah, aspirasi masyarakat di daerah. Sekali
lagi dimanapun rakyat itu berdomisili tidak berbeda hak dan lagi dimanapun rakyat itu berdomisili tidak berbeda hak dan
kewajibannya satu dengan yang lainnya dimuka hukum dan kewajibannya satu dengan yang lainnya dimuka hukum dan
pemerintahan. pemerintahan.
Proposisi UU No 5 Tahun 1974, tidak mempergunakan Proposisi UU No 5 Tahun 1974, tidak mempergunakan
otonomi seluas luasnya, karena membahayakan keutuhan otonomi seluas luasnya, karena membahayakan keutuhan
NKRI, adalah proposisi yang relevan diterapkan dalam sistem NKRI, adalah proposisi yang relevan diterapkan dalam sistem
otoriter, masayarakat yang terbelenggu. Reformasi adalah satu otoriter, masayarakat yang terbelenggu. Reformasi adalah satu
fase dimana masyarakat mendobrak keterbelengguan dan fase dimana masyarakat mendobrak keterbelengguan dan
kemudian menyuarakan hal hal yang perlu di atasi, antara lain kemudian menyuarakan hal hal yang perlu di atasi, antara lain
hak azasi manusia, demokratisasi, tarnsparansi dan seterusnya. hak azasi manusia, demokratisasi, tarnsparansi dan seterusnya.
Tidak satupun tuntutan reformasi 1988 itu yang membahayakan Tidak satupun tuntutan reformasi 1988 itu yang membahayakan
NKRI, pembubaran Negara, perubahan sistem pemerintahan NKRI, pembubaran Negara, perubahan sistem pemerintahan
menjadi federal, tak satupun. Seluruh tuntutan reformasi menjadi federal, tak satupun. Seluruh tuntutan reformasi

xi xi
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

esensinya menyelamatkan, memajukan NKRI. Artinya melalui esensinya menyelamatkan, memajukan NKRI. Artinya melalui
reformasi kita sudah keluar dari ancaman “membahayakan” itu. reformasi kita sudah keluar dari ancaman “membahayakan” itu.
Atas dasar itu pemakaian istilah “membahayakan Atas dasar itu pemakaian istilah “membahayakan
keutuhan NKRI”, kaitannya dengan pemerintahan daerah keutuhan NKRI”, kaitannya dengan pemerintahan daerah
saat ini tidak relevan lagi. Bahkan kondisi sebaliknya bisa saat ini tidak relevan lagi. Bahkan kondisi sebaliknya bisa
terjadi, apabila desentralisasi-otonomi daerah tidak berhasil terjadi, apabila desentralisasi-otonomi daerah tidak berhasil
dilaksanakan, kesejahteraan tidak tercapai, pelayanan publik dilaksanakan, kesejahteraan tidak tercapai, pelayanan publik
tidak terukur, akibatnya terjadi kesenjangan. Ini malah bisa tidak terukur, akibatnya terjadi kesenjangan. Ini malah bisa
memangundang disintegrasi. memangundang disintegrasi.
Aspek seluas luasnya, yang dinilai membahayakan itu, Aspek seluas luasnya, yang dinilai membahayakan itu,
bukan hanya telah teruji antara lain melalui pelaksanaan bukan hanya telah teruji antara lain melalui pelaksanaan
Undang Undang 32/2004 yang menggunakan prinsip seluas Undang Undang 32/2004 yang menggunakan prinsip seluas
luasnya tersebut, akan tetapi sesluas luasnya itu mengandung luasnya tersebut, akan tetapi sesluas luasnya itu mengandung
aspek kesejahteraan. aspek kesejahteraan.
“Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas- “Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-
luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan
pemerintah pusat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan pemerintah pusat, dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.” Pasal 2 masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah.” Pasal 2
(3) UU Nomor 32 Tahun 2004. (3) UU Nomor 32 Tahun 2004.
Otonomi seluas luasnya dalam perspektif pembahasan Otonomi seluas luasnya dalam perspektif pembahasan
tulisan ini, adalah otonomi yang diharapkan menjangkau hal tulisan ini, adalah otonomi yang diharapkan menjangkau hal
terdalam, hal terjauh, yaitu hal yang belum dapat diprediksi, terdalam, hal terjauh, yaitu hal yang belum dapat diprediksi,
belum terpikirkan, baik pusat maupun daerah, sehingga sifat belum terpikirkan, baik pusat maupun daerah, sehingga sifat
sesuatu yang belum bisa diprediksi itu ialah “aspirasi”, yang sesuatu yang belum bisa diprediksi itu ialah “aspirasi”, yang
masih berada dalam benak dan pikiran masyarakat, dalam hal masih berada dalam benak dan pikiran masyarakat, dalam hal
ini masyarakat di daerah sebagai warga negara yang berdaulat. ini masyarakat di daerah sebagai warga negara yang berdaulat.
Oleh karena itu, pada pendekatan subtansi, bukan Oleh karena itu, pada pendekatan subtansi, bukan
hanya peraturan lebih rendah tingkatannya yang tidak boleh hanya peraturan lebih rendah tingkatannya yang tidak boleh
bertentangan dengan peraturan perundangan yang diproduk bertentangan dengan peraturan perundangan yang diproduk
oleh lembaga yang lebih tinggi tingkatannya, tetapi peraturan oleh lembaga yang lebih tinggi tingkatannya, tetapi peraturan
perundangan yang lebih tinggi tingkatannya pun tidak boleh perundangan yang lebih tinggi tingkatannya pun tidak boleh

xii xii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih rendah bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih rendah
tingkatannya pada aspek subtansi, yaitu aspek aspirasi, aspek tingkatannya pada aspek subtansi, yaitu aspek aspirasi, aspek
kedaulatan. Pasal 1 ayat (2) : ”Kedaulatan berada di tangan kedaulatan. Pasal 1 ayat (2) : ”Kedaulatan berada di tangan
rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar”. rakyat dan dilaksanakan menurut Undang Undang Dasar”.
Pemahaman mengenai aturan yang lebih rendah Pemahaman mengenai aturan yang lebih rendah
tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang tingkatannya tidak boleh bertentangan dengan aturan yang
lebih tinggi tingkatannya, adalah pemahaman atas pemikiran lebih tinggi tingkatannya, adalah pemahaman atas pemikiran
bersifat sentralistik. Dalam pendektan pemerintahan daerah, bersifat sentralistik. Dalam pendektan pemerintahan daerah,
aspirasi diwadahi oleh sistem yang desentralistik. aspirasi diwadahi oleh sistem yang desentralistik.
Berkenaan dengan itu, maka analisis jabatan, analisis Berkenaan dengan itu, maka analisis jabatan, analisis
kelembagaan kaitannya dengan kelembagaan daerah kelembagaan kaitannya dengan kelembagaan daerah
disarankan pusat memberi diskresi kepada daerah menyusun disarankan pusat memberi diskresi kepada daerah menyusun
kelembagaannnya sesuai kebutuhannya berdasarkan kajian kelembagaannnya sesuai kebutuhannya berdasarkan kajian
akademik yang sekaligus menganalisis jabatan yang ada di akademik yang sekaligus menganalisis jabatan yang ada di
dalamnya, dan kalau perlu, untuk kepentingan menjaga NKRI, dalamnya, dan kalau perlu, untuk kepentingan menjaga NKRI,
hasil kajian dan analisis itu dilegitimasi pusat. Hanya saja, patut hasil kajian dan analisis itu dilegitimasi pusat. Hanya saja, patut
diingat, yang begini begini, biasanya higt cost …. diingat, yang begini begini, biasanya higt cost ….

. .
Editor Editor

Muhammad Idris Patarai Muhammad Idris Patarai

xiii xiii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dAFTAR ISI dAFTAR ISI

Kata Pengantar i Kata Pengantar i


PENGANTAR EDITOR v PENGANTAR EDITOR v
Daftar Isi xiv Daftar Isi xiv
BIROKRASI BIROKRASI
Penggeledahan WNI di Australia Penggeledahan WNI di Australia
dan Budaya Birokrasi Feodal 1 dan Budaya Birokrasi Feodal 1
Mobil Dinas Sang Gubernur 6 Mobil Dinas Sang Gubernur 6
Darimana Reformasi Birokrasi? 11 Darimana Reformasi Birokrasi? 11
Kalau Saya Menjadi Menpan 16 Kalau Saya Menjadi Menpan 16
Pemberdayaan Pegawai Apa, Mengapa dan Bagaimana? 21 Pemberdayaan Pegawai Apa, Mengapa dan Bagaimana? 21
Diklat Berbasis Kompetensi 29 Diklat Berbasis Kompetensi 29
Pensiun Dini 40 Pensiun Dini 40
Politisu Birokrasi 44 Politisu Birokrasi 44
Pemerintahan “Pa Paja’Paja” 57 Pemerintahan “Pa Paja’Paja” 57
Policy Brief: Human Resource Management and Policy Brief: Human Resource Management and
Regional Autonomy 62 Regional Autonomy 62
Making Decentralization Work In A Unitary State 80 Making Decentralization Work In A Unitary State 80

AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS
Akuntabilitas dan kenerja Organisasi Publik 97 Akuntabilitas dan kenerja Organisasi Publik 97
Akuntabilitas Moral Penyelenggaran Negara 101 Akuntabilitas Moral Penyelenggaran Negara 101
Akuntabilitas Politik Legislatif 106 Akuntabilitas Politik Legislatif 106
Kotak Pos 5001 111 Kotak Pos 5001 111

xiv xiv
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Ombudsman: Meningkatkan Akuntabilitas Ombudsman: Meningkatkan Akuntabilitas


dan Kualitas Pelayanan Publik 118 dan Kualitas Pelayanan Publik 118
Can You Count On Accountability 131 Can You Count On Accountability 131

korupsi korupsi
Social Marketing dan Korupsi 147 Social Marketing dan Korupsi 147
Mobil Dinas dan Korupsi 152 Mobil Dinas dan Korupsi 152
Coruption in Indonesia: Causes, Forms and Remedies 157 Coruption in Indonesia: Causes, Forms and Remedies 157
kINERJA kINERJA
Kinerja Organisasi Publik: Kinerja Organisasi Publik:
dari Kuantitas ke Kualitas 175 dari Kuantitas ke Kualitas 175
Instutional Capacity: an Analytical Framewor 186 Instutional Capacity: an Analytical Framewor 186
Organisational Performance Of Higher Education 204 Organisational Performance Of Higher Education 204
Pelayanan Publik Era Otonomi: Pelayanan Publik Era Otonomi:
Masihkah Sepertiyang Dulu? 226 Masihkah Sepertiyang Dulu? 226
PDAM Dibuang Sayang 234 PDAM Dibuang Sayang 234
Manajemen Pelayanan Masyarakat 240 Manajemen Pelayanan Masyarakat 240
Studi Banding DPRD: Persengkokolan Studi Banding DPRD: Persengkokolan
Eksekutif-Legislatif 252 Eksekutif-Legislatif 252
Pelicin di Legislatif 257 Pelicin di Legislatif 257

Tentang Editor 261 Tentang Editor 261

xv xv
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

BIROKRASI BIROKRASI

xvii xvii
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Penggeledahan WNI Penggeledahan WNI


di Australia dan Budaya di Australia dan Budaya
Birokrasi Feodal Birokrasi Feodal

SELAIN berbagai implikasi politik yang dapat terjadi, SELAIN berbagai implikasi politik yang dapat terjadi,
penggeledahan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di penggeledahan sejumlah warga negara Indonesia (WNI) di
Australia beberapa hari terakhir ini juga menunjukkan betapa Australia beberapa hari terakhir ini juga menunjukkan betapa
masih kuatnya budaya birokrasi lama di kalangan aparat masih kuatnya budaya birokrasi lama di kalangan aparat
pemerintah, termasuk para diplomat kita yang bertugas di pemerintah, termasuk para diplomat kita yang bertugas di
berbagai kantor perwakilan di luar negeri. Budaya birokrasi ala berbagai kantor perwakilan di luar negeri. Budaya birokrasi ala
Orde Baru tersebut di antaranya, tidak sensitif dan responsif, Orde Baru tersebut di antaranya, tidak sensitif dan responsif,
akuntabilitas publik yang rendah, dan lemahnya kemampuan akuntabilitas publik yang rendah, dan lemahnya kemampuan
pengambilan keputusan karena tidak adanya empowerment. pengambilan keputusan karena tidak adanya empowerment.
Menyusul tragedi Bali dan dinyatakannya organisasi Jamaah Menyusul tragedi Bali dan dinyatakannya organisasi Jamaah
Islamiyah sebagai organisasi teroris internasional, Pemerintah Islamiyah sebagai organisasi teroris internasional, Pemerintah
Australia bertindak cepat dengan melakukan penggeledahan Australia bertindak cepat dengan melakukan penggeledahan
terhadap sejumlah WNI yang dianggap mempunyai kaitan terhadap sejumlah WNI yang dianggap mempunyai kaitan
dengan, atau memiliki informasi tentang organisasi ini. dengan, atau memiliki informasi tentang organisasi ini.
Penggeledahan yang dilakukan di Kota Melbourne, Sydney, dan Penggeledahan yang dilakukan di Kota Melbourne, Sydney, dan
Perth oleh Badan Keamanan dan Intelijen Australia (ASIO) dan Perth oleh Badan Keamanan dan Intelijen Australia (ASIO) dan
Polisi Federal Australia (AFP) tersebut sangat luas dipublikasikan Polisi Federal Australia (AFP) tersebut sangat luas dipublikasikan
oleh media cetak dan elektronik yang ada di Australia. oleh media cetak dan elektronik yang ada di Australia.
Oleh karena luasnya publikasi media massa dan adanya Oleh karena luasnya publikasi media massa dan adanya
anggapan bahwa alasan yang digunakan untuk melakukan anggapan bahwa alasan yang digunakan untuk melakukan
penggeledahan dianggap sangat mengada-ada (misalnya karena penggeledahan dianggap sangat mengada-ada (misalnya karena
pernah menghadiri ceramah Abu Bakar Ba’asyir), masyarakat pernah menghadiri ceramah Abu Bakar Ba’asyir), masyarakat
Indonesia di Australia mengalami ketakutan yang sangat. Indonesia di Australia mengalami ketakutan yang sangat.

1 1
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Walaupun Pemerintah Australia sepenuhnya merestui Walaupun Pemerintah Australia sepenuhnya merestui
penggeledahan tersebut, berbagai kalangan seperti pemimpin penggeledahan tersebut, berbagai kalangan seperti pemimpin
gereja, imam masjid, akademisi, dan civil libertarian di gereja, imam masjid, akademisi, dan civil libertarian di
Australia melakukan protes. Mereka menilai penggeledahan Australia melakukan protes. Mereka menilai penggeledahan
yang dilakukan oleh ASIO/AFP dengan berseragam tempur yang dilakukan oleh ASIO/AFP dengan berseragam tempur
dilengkapi senjata otomatis, memecahkan jendela dan dilengkapi senjata otomatis, memecahkan jendela dan
mendobrak pintu rumah, itu bertentangan dengan hak-hak mendobrak pintu rumah, itu bertentangan dengan hak-hak
asasi manusia. (Sydney Morning Herald, 1/11/2002) asasi manusia. (Sydney Morning Herald, 1/11/2002)
Anehnya, Pemerintah Indonesia sendiri yang di Australia Anehnya, Pemerintah Indonesia sendiri yang di Australia
tentu saja direpresentasikan oleh Kedutaan Besar Republik tentu saja direpresentasikan oleh Kedutaan Besar Republik
Indonesia (KBRI) tidak melakukan keberatan terhadap Indonesia (KBRI) tidak melakukan keberatan terhadap
perlakuan tersebut. Bahkan sebaliknya, Kuasa Usaha Indonesia perlakuan tersebut. Bahkan sebaliknya, Kuasa Usaha Indonesia
yang juga ad-interim Duta Besar Indonesia di Australia yang juga ad-interim Duta Besar Indonesia di Australia
menyatakan bisa memahami sikap dan tindakan Pemerintah menyatakan bisa memahami sikap dan tindakan Pemerintah
Australia tersebut. (Tempo Interaktif, 31/10/02) Australia tersebut. (Tempo Interaktif, 31/10/02)
Pernyataan keberatan Pemerintah Indonesia justru Pernyataan keberatan Pemerintah Indonesia justru
datangnya dari Jakarta melalui juru bicara Departemen Luar datangnya dari Jakarta melalui juru bicara Departemen Luar
Negeri yang mengingatkan Pemerintah Australia bahwa Negeri yang mengingatkan Pemerintah Australia bahwa
perilaku ASIO/AFP melanggar Konvensi Wina dan hak-hak perilaku ASIO/AFP melanggar Konvensi Wina dan hak-hak
asasi manusia. asasi manusia.

*** ***

SEBAGAI wakil negara, salah satu tugas KBRI di luar SEBAGAI wakil negara, salah satu tugas KBRI di luar
negeri adalah memberikan perlindungan dan rasa aman bagi negeri adalah memberikan perlindungan dan rasa aman bagi
WNI yang ada di negara tersebut. Ketakutan yang melanda WNI yang ada di negara tersebut. Ketakutan yang melanda
masyarakat Indonesia di Australia dengan peristiwa ini antara masyarakat Indonesia di Australia dengan peristiwa ini antara
lain disebabkan oleh tidak adanya pernyataan keberatan dari lain disebabkan oleh tidak adanya pernyataan keberatan dari
pihak KBRI Canberra, utamanya pada hari-hari awal terjadinya pihak KBRI Canberra, utamanya pada hari-hari awal terjadinya
penggeledahan tersebut. penggeledahan tersebut.

2 2
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Oleh karena luasnya liputan media massa, sangat mustahil Oleh karena luasnya liputan media massa, sangat mustahil
bahwa para diplomat kita di Canberra tidak mengetahui adanya bahwa para diplomat kita di Canberra tidak mengetahui adanya
insiden tersebut. Juga, tidak masuk akal apabila para diplomat insiden tersebut. Juga, tidak masuk akal apabila para diplomat
kita tidak mengerti bahwa cara-cara yang dilakukan dalam kita tidak mengerti bahwa cara-cara yang dilakukan dalam
penggeledahan tersebut melanggar Konvesi Wina dan hak-hak penggeledahan tersebut melanggar Konvesi Wina dan hak-hak
asasi manusia. asasi manusia.
Kalau demikian, mengapa tidak ada keberatan dari KBRI Kalau demikian, mengapa tidak ada keberatan dari KBRI
Canberra pada saat itu? Canberra pada saat itu?
Terlepas dari tata krama diplomatik, dari perspektif Terlepas dari tata krama diplomatik, dari perspektif
budaya birokrasi, ada beberapa hal yang bisa menjelaskan budaya birokrasi, ada beberapa hal yang bisa menjelaskan
“diamnya” para diplomat kita di Canberra atas insiden tersebut “diamnya” para diplomat kita di Canberra atas insiden tersebut
sehingga WNI merasa bahwa negara tidak peduli dengan nasib sehingga WNI merasa bahwa negara tidak peduli dengan nasib
mereka. mereka.
Pertama, seperti juga para pejabat publik kita di Tanah Pertama, seperti juga para pejabat publik kita di Tanah
Air, para diplomat kita di luar negeri masih beranggapan bahwa Air, para diplomat kita di luar negeri masih beranggapan bahwa
masyarakat yang membutuhkan mereka, bukan sebaliknya. masyarakat yang membutuhkan mereka, bukan sebaliknya.
Oleh karena itu, masyarakat yang harus menghubungi para Oleh karena itu, masyarakat yang harus menghubungi para
diplomat tersebut apabila membutuhkan pertolongan. diplomat tersebut apabila membutuhkan pertolongan.
Arogansi birokrasi feodal seperti itu tentu saja keliru Arogansi birokrasi feodal seperti itu tentu saja keliru
karena sebagai wakil negara merekalah yang seharusnya lebih karena sebagai wakil negara merekalah yang seharusnya lebih
aktif untuk mencari tahu kondisi masyarakat yang harus mereka aktif untuk mencari tahu kondisi masyarakat yang harus mereka
lindungi. Khususnya, dalam suasana ketakutan seperti saat ini. lindungi. Khususnya, dalam suasana ketakutan seperti saat ini.
Birokrasi di era tahun 2000-an, kata Guy Peters (1998), Birokrasi di era tahun 2000-an, kata Guy Peters (1998),
adalah birokrasi yang melayani masyarakat. Bukan birokrasi adalah birokrasi yang melayani masyarakat. Bukan birokrasi
yang minta dilayani oleh masyarakat. Ciri utama birokrasi yang yang minta dilayani oleh masyarakat. Ciri utama birokrasi yang
melayani adalah sensitif, responsif, dan proaktif, tidak arogan, melayani adalah sensitif, responsif, dan proaktif, tidak arogan,
pasif, dan menunggu. pasif, dan menunggu.
Tidak responsifnya para diplomat kita terhadap kebutuhan Tidak responsifnya para diplomat kita terhadap kebutuhan
masyarakat yang mereka harus lindungi juga berhubungan masyarakat yang mereka harus lindungi juga berhubungan
dengan tidak adanya mekanisme yang mengharuskan para dengan tidak adanya mekanisme yang mengharuskan para
birokrat kita untuk akuntabel kepada masyarakat yang dilayani. birokrat kita untuk akuntabel kepada masyarakat yang dilayani.

3 3
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kinerja instansi pemerintah kita selama ini hanya diukur Kinerja instansi pemerintah kita selama ini hanya diukur
dengan indikator-indikator obyektif seperti output tetapi tidak dengan indikator-indikator obyektif seperti output tetapi tidak
dilengkapi dengan indikator-indikator subyektif seperti tingkat dilengkapi dengan indikator-indikator subyektif seperti tingkat
kepuasan masyarakat yang dilayani. Jadi, sepanjang anggaran kepuasan masyarakat yang dilayani. Jadi, sepanjang anggaran
yang diberikan dapat dihabiskan, para diplomat kita seakan yang diberikan dapat dihabiskan, para diplomat kita seakan
tidak peduli dengan keluhan masyarakat yang merasa tidak tidak peduli dengan keluhan masyarakat yang merasa tidak
mendapat perlindungan dari negara. mendapat perlindungan dari negara.
Terakhir, lambannya perwakilan kita di Canberra dalam Terakhir, lambannya perwakilan kita di Canberra dalam
memberikan respons terhadap insiden yang dialami oleh WNI memberikan respons terhadap insiden yang dialami oleh WNI
di Australia dapat juga dijelaskan sebagai lemahnya kemampuan di Australia dapat juga dijelaskan sebagai lemahnya kemampuan
pengambilan keputusan karena tidak adanya pendelegasian pengambilan keputusan karena tidak adanya pendelegasian
wewenang pengambilan keputusan (empowerment). wewenang pengambilan keputusan (empowerment).
Tampak jelas bahwa para diplomat kita harus menunggu Tampak jelas bahwa para diplomat kita harus menunggu
“petunjuk” dari Jakarta sebelum mengeluarkan suatu pernyataan. “petunjuk” dari Jakarta sebelum mengeluarkan suatu pernyataan.
Padahal, seperti pada kebijakan desentralisasi, pembentukan Padahal, seperti pada kebijakan desentralisasi, pembentukan
kantor perwakilan akan sia-sia karena tidak akan menghasilkan kantor perwakilan akan sia-sia karena tidak akan menghasilkan
pelayanan publik yang lebih cepat apabila “budaya minta pelayanan publik yang lebih cepat apabila “budaya minta
petunjuk” masih tetap dipelihara. petunjuk” masih tetap dipelihara.
Kelambanan pengambilan keputusan ini akan semakin Kelambanan pengambilan keputusan ini akan semakin
parah apabila birokrat di lapangan terdiri dari orang-orang parah apabila birokrat di lapangan terdiri dari orang-orang
yang kaku mengikuti aturan, takut mengambil risiko dan selalu yang kaku mengikuti aturan, takut mengambil risiko dan selalu
mencari aman (risk averse). mencari aman (risk averse).
Lambannya respons pemerintah terhadap penggeledahan Lambannya respons pemerintah terhadap penggeledahan
sejumlah WNI di Australia tidak hanya menunjukkan semakin sejumlah WNI di Australia tidak hanya menunjukkan semakin
rendahnya martabat bangsa di dunia internasional, tetapi rendahnya martabat bangsa di dunia internasional, tetapi
juga menguatkan anggapan bahwa budaya birokrasi feodal juga menguatkan anggapan bahwa budaya birokrasi feodal
pemerintahan kita tidak berubah. pemerintahan kita tidak berubah.
Tanpa melakukan perubahan mendasar pada perilaku Tanpa melakukan perubahan mendasar pada perilaku
birokrasi feodal seperti ini, martabat dan keselamatan warga birokrasi feodal seperti ini, martabat dan keselamatan warga
negara kita di luar negeri mustahil akan mampu dilakukan negara kita di luar negeri mustahil akan mampu dilakukan
secara maksimal oleh para diplomat kita. Akibatnya, kasus- secara maksimal oleh para diplomat kita. Akibatnya, kasus-

4 4
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

kasus pelanggaran hak-hak asasi warga negara kita seperti yang kasus pelanggaran hak-hak asasi warga negara kita seperti yang
terjadi di Malaysia, Australia, dan di berbagai negara lainnya terjadi di Malaysia, Australia, dan di berbagai negara lainnya
akan terus berulang. akan terus berulang.

5 5
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

MOBIL DINAS SANG GUBERNUR MOBIL DINAS SANG GUBERNUR

Praktisi pemerintahan di Indonesia pasti pernah Praktisi pemerintahan di Indonesia pasti pernah
mendengar nama Gamawan Fauzi. Sebelum terpilih menjadi mendengar nama Gamawan Fauzi. Sebelum terpilih menjadi
Gubernur Sumatera Barat, Gamawan menjabat sebagai Bupati Gubernur Sumatera Barat, Gamawan menjabat sebagai Bupati
Solok selama dua periode; tahun 1995-2000 dan 2000-2005. Solok selama dua periode; tahun 1995-2000 dan 2000-2005.
Istimewanya, walaupun pemilihan bupati yang dilakukan Istimewanya, walaupun pemilihan bupati yang dilakukan
oleh anggota DPRD pada waktu itu ditengarai sangat kental oleh anggota DPRD pada waktu itu ditengarai sangat kental
dengan praktek-praktek money politics, Gamawan tidak pernah dengan praktek-praktek money politics, Gamawan tidak pernah
mengeluarkan satu sen pun uang untuk terpilih menjadi bupati. mengeluarkan satu sen pun uang untuk terpilih menjadi bupati.
Gamawan adalah bupati yang memperkenalkan tunjangan Gamawan adalah bupati yang memperkenalkan tunjangan
daerah setelah menghapus semua honor-honor yang secara daerah setelah menghapus semua honor-honor yang secara
tidak adil diterima hanya oleh pegawai negeri yang terlibat dalam tidak adil diterima hanya oleh pegawai negeri yang terlibat dalam
proyek. Gamawan juga yang menginisiasi pelayanan satu pintu proyek. Gamawan juga yang menginisiasi pelayanan satu pintu
- yang saat ini banyak dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya - yang saat ini banyak dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya
- untuk memudahkan pelayanan perizinan. Masih banyak lagi - untuk memudahkan pelayanan perizinan. Masih banyak lagi
prestasi yang telah diukir oleh Gamawan sejak menjadi bupati prestasi yang telah diukir oleh Gamawan sejak menjadi bupati
dan gubernur, yang tidak mungkin dapat dijelaskan pada dan gubernur, yang tidak mungkin dapat dijelaskan pada
rubrik opini yang terbatas ini. Tulisan ini menyangkut gebrakan rubrik opini yang terbatas ini. Tulisan ini menyangkut gebrakan
terakhir Gamawan yang mengatur penggunaan kendaraan terakhir Gamawan yang mengatur penggunaan kendaraan
dinas dengan harapan agar – seperti inovasi-inovasi Gamawan dinas dengan harapan agar – seperti inovasi-inovasi Gamawan
lainnya – dapat menjadi teladan bagi para gubernur, walikota, lainnya – dapat menjadi teladan bagi para gubernur, walikota,
dan bupati yang ada di daerah ini. dan bupati yang ada di daerah ini.
Mengakhiri tahun 2008, tepatnya pada tanggal 30 Mengakhiri tahun 2008, tepatnya pada tanggal 30
Desember Gamawan, menandatangani Peraturan Gubernur Desember Gamawan, menandatangani Peraturan Gubernur
(Pergub) Sumatera Barat Nomor 112 Tahun 2008 yang (Pergub) Sumatera Barat Nomor 112 Tahun 2008 yang

6 6
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

mengatur penggunaan kendaraan dinas operasional di mengatur penggunaan kendaraan dinas operasional di
lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar. Secara umum pergub lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar. Secara umum pergub
ini mengharuskan semua mobil dinas masuk ”kandang” setelah ini mengharuskan semua mobil dinas masuk ”kandang” setelah
jam kerja atau setelah urusan yang menyangkut pekerjaan dinilai jam kerja atau setelah urusan yang menyangkut pekerjaan dinilai
selesai. Mobil dinas tidak bisa lagi dibawa pulang tetapi harus selesai. Mobil dinas tidak bisa lagi dibawa pulang tetapi harus
diparkir di kantor masing-masing. Padahal, selama ini, sudah diparkir di kantor masing-masing. Padahal, selama ini, sudah
menjadi rahasia umum di kalangan pegawai pemerintah di menjadi rahasia umum di kalangan pegawai pemerintah di
Indonesia, mobil dinas tidak hanya digunakan untuk keperluan Indonesia, mobil dinas tidak hanya digunakan untuk keperluan
dinas tetapi juga digunakan ”pemiliknya” untuk aneka kegiatan dinas tetapi juga digunakan ”pemiliknya” untuk aneka kegiatan
pribadi, mulai dari mengantar anak sekolah, menemani kegiatan pribadi, mulai dari mengantar anak sekolah, menemani kegiatan
berbelanja hingga piknik. Lihatlah di Kota Makassar, misalnya. berbelanja hingga piknik. Lihatlah di Kota Makassar, misalnya.
Pada jam-jam masuk dan pulang sekolah, dapat dipastikan kita Pada jam-jam masuk dan pulang sekolah, dapat dipastikan kita
akan melihat mobil-mobil dinas, dengan berbagai merek dan akan melihat mobil-mobil dinas, dengan berbagai merek dan
gaya, terparkir di depan sekolah, mulai TK sampai dengan sekolah gaya, terparkir di depan sekolah, mulai TK sampai dengan sekolah
lanjutan, untuk menurunkan dan menaikkan anak-anak dari lanjutan, untuk menurunkan dan menaikkan anak-anak dari
“pemilik” mobil-mobil dinas tersebut. Di kota Makassar ini, kita “pemilik” mobil-mobil dinas tersebut. Di kota Makassar ini, kita
juga akan dengan mudah menemukan kendaraan dinas terparkir juga akan dengan mudah menemukan kendaraan dinas terparkir
di pusat-pusat perbelanjaan, mulai dari mal-mal moderen sampai di pusat-pusat perbelanjaan, mulai dari mal-mal moderen sampai
dengan pasar-pasar tradisional, baik pada waktu pagi, siang, dengan pasar-pasar tradisional, baik pada waktu pagi, siang,
maupun malam hari. Bahkan, di setiap iring-iringan kendaraan maupun malam hari. Bahkan, di setiap iring-iringan kendaraan
pengantar pengantin pun di daerah ini, hampir pasti kita akan pengantar pengantin pun di daerah ini, hampir pasti kita akan
selalu menemukan kendaraan dinas terselip di antaranya. selalu menemukan kendaraan dinas terselip di antaranya.

Korupsi Korupsi
Dari perspektif ilmu administrasi negara, penggunaan Dari perspektif ilmu administrasi negara, penggunaan
fasilitas negara untuk keperluan pribadi seperti ini termasuk fasilitas negara untuk keperluan pribadi seperti ini termasuk
perilaku korupsi. Nye (1979), misalnya, mendefinisikan korupsi perilaku korupsi. Nye (1979), misalnya, mendefinisikan korupsi
sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas-tugas atau peran sebagai perilaku yang menyimpang dari tugas-tugas atau peran
publik karena pertimbangan pribadi (keluarga, teman), karena publik karena pertimbangan pribadi (keluarga, teman), karena
pertimbangan uang atau status, atau karena melanggar aturan. pertimbangan uang atau status, atau karena melanggar aturan.
Termasuk dalam kategori ini, menurut Nye, perilaku seperti suap, Termasuk dalam kategori ini, menurut Nye, perilaku seperti suap,

7 7
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

nepotisme, dan penggunaan fasilitas publik untuk kepentingan nepotisme, dan penggunaan fasilitas publik untuk kepentingan
pribadi. Pemanfaatan mobil dinas untuk kepentingan pribadi pribadi. Pemanfaatan mobil dinas untuk kepentingan pribadi
para “pemiliknya” tentu saja menguntungkan bagi mereka yang para “pemiliknya” tentu saja menguntungkan bagi mereka yang
mendapatkan jatah mobil. Tetapi pada saat yang bersamaan, mendapatkan jatah mobil. Tetapi pada saat yang bersamaan,
perilaku seperti ini cukup menguras uang negara. perilaku seperti ini cukup menguras uang negara.
Dikatakan menguras uang negara karena belanja untuk Dikatakan menguras uang negara karena belanja untuk
keperluan mobil dinas tentunya tidak hanya sebatas pada keperluan mobil dinas tentunya tidak hanya sebatas pada
pembelian bahan bakar tetapi juga termasuk pengeluaran pembelian bahan bakar tetapi juga termasuk pengeluaran
yang berhubungan dengan pemeliharaan, penggantian suku yang berhubungan dengan pemeliharaan, penggantian suku
cadang sampai dengan perbaikan kerusakan kendaraan apabila cadang sampai dengan perbaikan kerusakan kendaraan apabila
terjadi kecelakaan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya terjadi kecelakaan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa biaya
perbaikan mobil dinas tetap dibebankan kepada pemerintah perbaikan mobil dinas tetap dibebankan kepada pemerintah
walaupun kerusakan atau kecelakan tejadi pada saat mobil walaupun kerusakan atau kecelakan tejadi pada saat mobil
dinas tersebut digunakan di luar keperluan dinas. Dengan dinas tersebut digunakan di luar keperluan dinas. Dengan
gambaran seperti ini dapat dibayangkan betapa beratnya beban gambaran seperti ini dapat dibayangkan betapa beratnya beban
negara yang harus ditanggung negara karena penyalahgunaan negara yang harus ditanggung negara karena penyalahgunaan
kendaraan dinas ini. Sebagai gambaran, menurut perhitungan kendaraan dinas ini. Sebagai gambaran, menurut perhitungan
pemerintah Provinsi Sumater Barat, kebijakan memarkir pemerintah Provinsi Sumater Barat, kebijakan memarkir
kendaraan dinas setelah jam kerja atau setelah urusan yang kendaraan dinas setelah jam kerja atau setelah urusan yang
urusan dinas selesai ini, dapat menghemat anggaran pemerintah urusan dinas selesai ini, dapat menghemat anggaran pemerintah
provinsi sampai dengan Rp. 4.7 miliar rupiah setahun. Jumlah provinsi sampai dengan Rp. 4.7 miliar rupiah setahun. Jumlah
ini pun setelah dikurangi dengan pemberian insentif Rp 2 juta ini pun setelah dikurangi dengan pemberian insentif Rp 2 juta
sebulan bagi pejabat setingkat kepala dinas sebagai pengganti sebulan bagi pejabat setingkat kepala dinas sebagai pengganti
biaya bolak-balik, rumah-kantor tanpa mobil dinas. Selain biaya bolak-balik, rumah-kantor tanpa mobil dinas. Selain
penghematan keuangan negara, kebijakan seperti ini juga dapat penghematan keuangan negara, kebijakan seperti ini juga dapat
menjadi pembelajaran yang tak ternilai harganya kepada anak- menjadi pembelajaran yang tak ternilai harganya kepada anak-
anak kita - pemimpin bangsa masa depan - tentang apa yang anak kita - pemimpin bangsa masa depan - tentang apa yang
patut dan tidak patut dilakukan pada saat mereka menjadi patut dan tidak patut dilakukan pada saat mereka menjadi
pejabat pemerintah. Pembelajaran yang sama dapat diberikan pejabat pemerintah. Pembelajaran yang sama dapat diberikan
kepada istri-istri atau suami-suami yang kebetulan pasangannya kepada istri-istri atau suami-suami yang kebetulan pasangannya
menikmati fasilitas publik seperti ini. menikmati fasilitas publik seperti ini.

8 8
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Komitmen dan Pengawasan Komitmen dan Pengawasan


Usaha-usaha penghematan keuangan negara seperti ini Usaha-usaha penghematan keuangan negara seperti ini
hanya dapat terwujud apabila ada komitmen dari pimpinan hanya dapat terwujud apabila ada komitmen dari pimpinan
pemerintah daerah. Pada awalnya, kebijakan Gubernur pemerintah daerah. Pada awalnya, kebijakan Gubernur
Sumatera Barat ini hanya diperuntukkan bagi PNS mulai dari Sumatera Barat ini hanya diperuntukkan bagi PNS mulai dari
level kepala dinas hingga jajaran paling bawah. Namun demikian, level kepala dinas hingga jajaran paling bawah. Namun demikian,
berdasarkan masukan dari berbagai pihak, Pergub tersebut berdasarkan masukan dari berbagai pihak, Pergub tersebut
kemudian direvisi pada Januari ini, dengan memasukkan kemudian direvisi pada Januari ini, dengan memasukkan
gubernur, wakil gubernur, dan sekretaris daerah sebagai bagian gubernur, wakil gubernur, dan sekretaris daerah sebagai bagian
yang harus tunduk pada kebijakan tersebut. Satu-satunya yang harus tunduk pada kebijakan tersebut. Satu-satunya
“kesitimewaan” bagi ketiga pejabat teras ini adalah bahwa mobil “kesitimewaan” bagi ketiga pejabat teras ini adalah bahwa mobil
dinas mereka tidak perlu diparkir di kantor gubernur, tetapi dinas mereka tidak perlu diparkir di kantor gubernur, tetapi
di rumah dinas masing-masing. Walaupun diparkir di rumah di rumah dinas masing-masing. Walaupun diparkir di rumah
dinas, Gubernur Gamawan menjamin “kalau selesai kerja dan dinas, Gubernur Gamawan menjamin “kalau selesai kerja dan
saya mau pergi ke kebun, saya harus pakai mobil pribadi. Tidak saya mau pergi ke kebun, saya harus pakai mobil pribadi. Tidak
boleh pakai mobil dinas”. Sekali lagi, Gubernur Gamawan boleh pakai mobil dinas”. Sekali lagi, Gubernur Gamawan
memperlihatkan komitmennya sebagi seorang pemimpin. memperlihatkan komitmennya sebagi seorang pemimpin.
Pemimpin yang efektif, seperti kata orang-orang bijak, adalah Pemimpin yang efektif, seperti kata orang-orang bijak, adalah
pemimpin yang memberi laku-teladan, bukan yang hanya pemimpin yang memberi laku-teladan, bukan yang hanya
bicara retorika belaka. bicara retorika belaka.
Selain komitmen pimpinan, keberhasilan kebijakan Selain komitmen pimpinan, keberhasilan kebijakan
seperti ini juga akan ditentukan oleh pengawasan dan dukungan seperti ini juga akan ditentukan oleh pengawasan dan dukungan
kebijakan lainnya. Penggunaan kendaraan dinas di luar jam kebijakan lainnya. Penggunaan kendaraan dinas di luar jam
kerja atau untuk keperluan pribadi semakin dimungkinkan kerja atau untuk keperluan pribadi semakin dimungkinkan
karena adanya kebijakan pemberian pelat hitam bagi sejumlah karena adanya kebijakan pemberian pelat hitam bagi sejumlah
pejabat sehingga membuka kesempatan mobil dinas “berubah” pejabat sehingga membuka kesempatan mobil dinas “berubah”
menjadi mobil pribadi. Oleh karena itu, kebijakan memberikan menjadi mobil pribadi. Oleh karena itu, kebijakan memberikan
pelat hitam untuk kendaraan dinas operasional di lingkungan pelat hitam untuk kendaraan dinas operasional di lingkungan
pemerintah daerah sudah waktunya dihentikan. Lembaga- pemerintah daerah sudah waktunya dihentikan. Lembaga-
lembaga pengawasan independen yang ada seperti Ombudsman lembaga pengawasan independen yang ada seperti Ombudsman
yang baru saja dibentuk di kota Makassar mungkin dapat juga yang baru saja dibentuk di kota Makassar mungkin dapat juga

9 9
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

meningkatkan perannya dalam mengawasi penyalagunaan meningkatkan perannya dalam mengawasi penyalagunaan
pemanfaatan kendaraan dinas ini. Terakhir, agar masyarakat pemanfaatan kendaraan dinas ini. Terakhir, agar masyarakat
umum dapat berpartisipasi dalam pengawasan penggunaan umum dapat berpartisipasi dalam pengawasan penggunaan
kendaraan dinas, mungkin ada baiknya apabila pada badan kendaraan dinas, mungkin ada baiknya apabila pada badan
semua kendaraan dinas diberi pengumuman dengan tulisan semua kendaraan dinas diberi pengumuman dengan tulisan
yang besar dan mencolok. Misalnya, “Mobil Operasional yang besar dan mencolok. Misalnya, “Mobil Operasional
Pemkot Makassar. Hanya untuk keperluan Dinas. Silahkan SMS Pemkot Makassar. Hanya untuk keperluan Dinas. Silahkan SMS
ke Nomor … Apabila Anda melihat Mobil Ini Disalahgunakan”. ke Nomor … Apabila Anda melihat Mobil Ini Disalahgunakan”.
Semoga dengan tulisan seperti ini “pemilik” mobil dinas tersebut Semoga dengan tulisan seperti ini “pemilik” mobil dinas tersebut
lebih sadar. Semoga. lebih sadar. Semoga.

10 10
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

DARI MANA REFORMASI BIROKRASI? DARI MANA REFORMASI BIROKRASI?

Hiruk pikuk reformasi yang terjadi lima tahun terakhir Hiruk pikuk reformasi yang terjadi lima tahun terakhir
nampaknya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat sebagai nampaknya sudah mulai dirasakan oleh masyarakat sebagai
suatu hal yang tidak membawa berkah bagi mereka. Selain suatu hal yang tidak membawa berkah bagi mereka. Selain
karena ekspektasi yang mungkin terlalu tinggi, kekecewaan ini karena ekspektasi yang mungkin terlalu tinggi, kekecewaan ini
timbul karena laju reformasi yang terjadi pada tataran politik timbul karena laju reformasi yang terjadi pada tataran politik
tidak seiring dengan laju reformasi pada tataran birokrasi yang tidak seiring dengan laju reformasi pada tataran birokrasi yang
menjadi titik temu antara pemerintah dan masyarakat. Ada menjadi titik temu antara pemerintah dan masyarakat. Ada
kecenderungan jajaran birokrasi sama sekali tidak tersentuh kecenderungan jajaran birokrasi sama sekali tidak tersentuh
(stagnant) oleh arus reformasi yang terjadi sehingga kinerja (stagnant) oleh arus reformasi yang terjadi sehingga kinerja
birokrasi saat ini masih sama dengan kinerja birokrasi sebelum birokrasi saat ini masih sama dengan kinerja birokrasi sebelum
reformasi. reformasi.
Ironisnya, sampai saat ini belum terlihat kebijakan Ironisnya, sampai saat ini belum terlihat kebijakan
yang memadai dari pemerintah untuk mempercepat laju yang memadai dari pemerintah untuk mempercepat laju
reformasi birokrasi. Yang ada baru sekedar hujatan dan caci- reformasi birokrasi. Yang ada baru sekedar hujatan dan caci-
maki. Presiden Megawati, misalnya, mengibaratkan aparat maki. Presiden Megawati, misalnya, mengibaratkan aparat
birokrasi pemerintahan yang dipimpinnya saat ini sebagai birokrasi pemerintahan yang dipimpinnya saat ini sebagai
keranjang sampah. Seperti tidak mau kalah, Menteri Negara keranjang sampah. Seperti tidak mau kalah, Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), dalam berbagai Pendayagunaan Aparatur Negara (MenPAN), dalam berbagai
kesempatan, meggambarkan birokrasi sebagai sosok yang kesempatan, meggambarkan birokrasi sebagai sosok yang
kegemukan, tidak becus, mementingkan diri sendiri, dan hanya kegemukan, tidak becus, mementingkan diri sendiri, dan hanya
sekitar 40 persen PNS yang bekerja secara optimal. Walaupun sekitar 40 persen PNS yang bekerja secara optimal. Walaupun
sinyalemen ini ada benarnya, pertanyaan yang lebih penting sinyalemen ini ada benarnya, pertanyaan yang lebih penting
untuk dijawab tentu saja adalah apa yang sudah dilakukan oleh untuk dijawab tentu saja adalah apa yang sudah dilakukan oleh
pemerintah untuk memperbaiki kondisi ini. pemerintah untuk memperbaiki kondisi ini.

11 11
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Melakukan perubahan yang mendasar pada birokrasi Melakukan perubahan yang mendasar pada birokrasi
bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk kasus Indonesia yang bukanlah pekerjaan yang mudah. Untuk kasus Indonesia yang
masalahnya sudah sangat kompleks, mencari jawaban atas masalahnya sudah sangat kompleks, mencari jawaban atas
pertanyaan dari mana reformasi birokrasi itu harus dimulai pertanyaan dari mana reformasi birokrasi itu harus dimulai
pun nampaknya sangat sulit. Namun demikian, mengingat pun nampaknya sangat sulit. Namun demikian, mengingat
keterbatasan keuangan pemerintah akibat krisis ekonomi yang keterbatasan keuangan pemerintah akibat krisis ekonomi yang
terjadi dan relatif besarnya jumlah pegawai negeri sipil saat ini, terjadi dan relatif besarnya jumlah pegawai negeri sipil saat ini,
melakukan analisis fungsi lembaga (institutional analysis) dapat melakukan analisis fungsi lembaga (institutional analysis) dapat
dipilih pemerintah sebagai langkah awal dalam melakukan dipilih pemerintah sebagai langkah awal dalam melakukan
reformasi birokrasi di Indonesia. reformasi birokrasi di Indonesia.

*** ***

Pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap Pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap
penciptaan pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi, penciptaan pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi,
efisien, dan responsif terhadap keinginan masyarakatnya secara efisien, dan responsif terhadap keinginan masyarakatnya secara
berkala dan sistematis melakukan analisis fungsi lembaga berkala dan sistematis melakukan analisis fungsi lembaga
mereka. Analisis yang dilakukan sedikitnya sekali dalam lima mereka. Analisis yang dilakukan sedikitnya sekali dalam lima
tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksistensi setiap tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksistensi setiap
institusi pemerintah masih perlu dipetahankan seperti apa institusi pemerintah masih perlu dipetahankan seperti apa
adanya, direstrukturisasi, atau sudah saatnya untuk dihapuskan. adanya, direstrukturisasi, atau sudah saatnya untuk dihapuskan.
Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan bahwa institusi Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan bahwa institusi
pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang selalu berubah pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang selalu berubah
dan eksistensinya tidak abadi. dan eksistensinya tidak abadi.
Walaupun pada prakteknya dilakukan dengan sangat Walaupun pada prakteknya dilakukan dengan sangat
komprehensif, prinsip utama analisis fungsi lembaga dapat komprehensif, prinsip utama analisis fungsi lembaga dapat
digambarkan secara sederhana dan hanya terdiri dari beberapa digambarkan secara sederhana dan hanya terdiri dari beberapa
langkah. Pertama, analisis fungsi lembaga mempertanyakan langkah. Pertama, analisis fungsi lembaga mempertanyakan
apakah kegiatan atau layanan publik (public services) yang apakah kegiatan atau layanan publik (public services) yang
selama ini dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah selama ini dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah
masih dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila jawaban masih dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila jawaban

12 12
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dari pertanyaan ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan dari pertanyaan ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan
tersebut tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga tersebut tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga
tersebut harus dihapuskan (abolished). Dengan demikian, usia tersebut harus dihapuskan (abolished). Dengan demikian, usia
suatu lembaga pemerintah termasuk aparatur di dalamnya suatu lembaga pemerintah termasuk aparatur di dalamnya
hanya seumur kebutuhan masyarakat atas pelayanan lembaga hanya seumur kebutuhan masyarakat atas pelayanan lembaga
tersebut. tersebut.
Apabila analisis pertama menunjukkan bahwa sebahagian Apabila analisis pertama menunjukkan bahwa sebahagian
dari kegiatan dan layanan publik yang dilakukan oleh lembaga dari kegiatan dan layanan publik yang dilakukan oleh lembaga
tersebut masih ada yang dibutuhkan masyarakat maka langkah tersebut masih ada yang dibutuhkan masyarakat maka langkah
kedua yang harus dilakukan adalah merestrukturisasi lembaga kedua yang harus dilakukan adalah merestrukturisasi lembaga
tersebut. Unit-unit lembaga yang secara langsung melakukan tersebut. Unit-unit lembaga yang secara langsung melakukan
kegiatan atau menghasilkan layanan yang masih dibutuhkan kegiatan atau menghasilkan layanan yang masih dibutuhkan
oleh masyarakat dapat dipertahankan. Sebaliknya, unit- oleh masyarakat dapat dipertahankan. Sebaliknya, unit-
unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap layanan yang unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap layanan yang
dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian, bentuk akhir dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian, bentuk akhir
dari lembaga tersebut menjadi lebih ramping sesuai dengan dari lembaga tersebut menjadi lebih ramping sesuai dengan
kebutuhan. Sudah tiba saatnya pemerintah harus berani mem- kebutuhan. Sudah tiba saatnya pemerintah harus berani mem-
PHK pegawai negeri sipil yang kehadirannya tidak diperlukan PHK pegawai negeri sipil yang kehadirannya tidak diperlukan
lagi. Kebijakan seperti ini tentu saja dilematis tetapi dalam lagi. Kebijakan seperti ini tentu saja dilematis tetapi dalam
jangka panjang akan sangat bermanfaat bagi usaha-usaha jangka panjang akan sangat bermanfaat bagi usaha-usaha
memodernisasi birokrasi pemerintah. memodernisasi birokrasi pemerintah.
Selanjutnya, apabila analisis pertama menunjukkan bahwa Selanjutnya, apabila analisis pertama menunjukkan bahwa
masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan
publik yang dihasilkan oleh lembaga pemerintah tersebut maka publik yang dihasilkan oleh lembaga pemerintah tersebut maka
perlu dilakukan analisa lanjutan yang dapat menghasilkan dua perlu dilakukan analisa lanjutan yang dapat menghasilkan dua
kesimpulan dengan implikasi berbeda. Pertama, walaupun kesimpulan dengan implikasi berbeda. Pertama, walaupun
masih masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik tersebut masih masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik tersebut
tidak lagi harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan tidak lagi harus menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan
demikian, layanan tersebut harus dilakukan oleh pihak swasta demikian, layanan tersebut harus dilakukan oleh pihak swasta
yang selama ini dikenal sebagai privatisasi. Keputusan privatisasi yang selama ini dikenal sebagai privatisasi. Keputusan privatisasi
ini akan menghapuskan lembaga pemerintah yg selama ini ini akan menghapuskan lembaga pemerintah yg selama ini

13 13
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

malakukan layanan publik sekaligus meringankan beban malakukan layanan publik sekaligus meringankan beban
pemerintah karena tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran pemerintah karena tidak perlu lagi mengeluarkan anggaran
untuk menyediakan layanan publik tersebut. untuk menyediakan layanan publik tersebut.
Analisis lanjutan dapat juga menyimpulkan bahwa layanan Analisis lanjutan dapat juga menyimpulkan bahwa layanan
publik tersebut masih dibutuhkan masyarakat dan masih publik tersebut masih dibutuhkan masyarakat dan masih
merupakan tanggungjawab pemerintah. Walaupun demikian, merupakan tanggungjawab pemerintah. Walaupun demikian,
kesimpulan ini tidak berarti bahwa pengadaan layanan publik kesimpulan ini tidak berarti bahwa pengadaan layanan publik
tersebut harus secara langsung ditangani pemerintah. Apabila tersebut harus secara langsung ditangani pemerintah. Apabila
pihak swasta ternyata mampu menghasilkan kualitas layanan pihak swasta ternyata mampu menghasilkan kualitas layanan
yang lebih baik dengan harga yang lebih murah maka layanan yang lebih baik dengan harga yang lebih murah maka layanan
publik yang selama ini dilakukan oleh lembaga pemerintah publik yang selama ini dilakukan oleh lembaga pemerintah
dapat dialihkan ke pihak swasta walaupun anggaran masih dapat dialihkan ke pihak swasta walaupun anggaran masih
menjadi tanggung jawab pemerintah (contracting out). menjadi tanggung jawab pemerintah (contracting out).
Oleh karena lembaga pemerintah tidak lagi secara langsung Oleh karena lembaga pemerintah tidak lagi secara langsung
memberikan layanan publik tersebut, eksistensi lembaga memberikan layanan publik tersebut, eksistensi lembaga
tersebut juga harus diakhiri atau minimal diciutkan sekedar tersebut juga harus diakhiri atau minimal diciutkan sekedar
untuk melaksanakan fungsi regulasi saja. Keinginan Wakil untuk melaksanakan fungsi regulasi saja. Keinginan Wakil
Presiden yang dikemukakan beberapa waktu yang lalu untuk Presiden yang dikemukakan beberapa waktu yang lalu untuk
membubarkan BKKBN mungkin dapat dilihat dalam konteks membubarkan BKKBN mungkin dapat dilihat dalam konteks
ini. Maksudnya, walaupun lembaga ini dibubarkan, fungsi- ini. Maksudnya, walaupun lembaga ini dibubarkan, fungsi-
fungsi BKKBN tetap dapat dinikmati oleh masyarakat. fungsi BKKBN tetap dapat dinikmati oleh masyarakat.

*** ***

Tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja birokrasi saat ini Tidak dapat dipungkiri bahwa kinerja birokrasi saat ini
masih sangat jauh dari harapan pemerintah dan masyarakat. masih sangat jauh dari harapan pemerintah dan masyarakat.
Namun demikian, menghujat kinerja birokrasi tanpa melakukan Namun demikian, menghujat kinerja birokrasi tanpa melakukan
usaha-usaha nyata untuk memperbaiki kinerja tersebut tidak usaha-usaha nyata untuk memperbaiki kinerja tersebut tidak
akan memperbaiki kondisi yang ada sekarang. Di tengah akan memperbaiki kondisi yang ada sekarang. Di tengah
kesulitan untuk memutuskan dari mana reformasi birokrasi kesulitan untuk memutuskan dari mana reformasi birokrasi
ini bisa dimulai, analisis fungsi lembaga dapat menjadi titik ini bisa dimulai, analisis fungsi lembaga dapat menjadi titik

14 14
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

awal apabila pemerintah serius untuk melakukan perbaikan awal apabila pemerintah serius untuk melakukan perbaikan
terhadap kondisi birokrasi. Dengan melakukan analisis fungsi terhadap kondisi birokrasi. Dengan melakukan analisis fungsi
lembaga maka ada beberapa hasil positif yang dapat diperoleh lembaga maka ada beberapa hasil positif yang dapat diperoleh
apabila dilakukan secara konsisten. Pertama, pemerintah apabila dilakukan secara konsisten. Pertama, pemerintah
dapat menentukan lembaga mana yang eksistensinya sudah dapat menentukan lembaga mana yang eksistensinya sudah
tidak dibutuhkan lagi dan oleh karena itu harus dibubarkan. tidak dibutuhkan lagi dan oleh karena itu harus dibubarkan.
Kedua, pemerintah juga dapat melakukan proses restruktursasi Kedua, pemerintah juga dapat melakukan proses restruktursasi
kelembagaan pemerintah secara lebih bertanggung jawab. Tidak kelembagaan pemerintah secara lebih bertanggung jawab. Tidak
seperti penghapusan Departemen Penerangan dan Departemen seperti penghapusan Departemen Penerangan dan Departemen
Sosial di jaman pemerintahan Abdul Rahman Wahid yang Sosial di jaman pemerintahan Abdul Rahman Wahid yang
walaupun mungkin sangat beralasan tetapi terkesan emosional walaupun mungkin sangat beralasan tetapi terkesan emosional
dan mengada-ada. Ketiga, dengan melakukan analisis fungsi dan mengada-ada. Ketiga, dengan melakukan analisis fungsi
kelembagaan, pemerintah dapat menunjukkan kepada kelembagaan, pemerintah dapat menunjukkan kepada
para pegawai negeri sipil bahwa pekerjaan sebagai pelayan para pegawai negeri sipil bahwa pekerjaan sebagai pelayan
masyarakat bukan lagi pekerjaan seumur hidup (lifetime masyarakat bukan lagi pekerjaan seumur hidup (lifetime
employment). Salah satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi employment). Salah satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi
karena adanya anggapan di antara pegawai negeri sipil bahwa karena adanya anggapan di antara pegawai negeri sipil bahwa
pekerjaan mereka adalah untuk seumur hidup. Terakhir, dengan pekerjaan mereka adalah untuk seumur hidup. Terakhir, dengan
melakukan analisis fungsi lembaga secara konsisten pemerintah melakukan analisis fungsi lembaga secara konsisten pemerintah
dapat menghemat anggaran yang cukup besar karena tidak dapat menghemat anggaran yang cukup besar karena tidak
perlu lagi terus membiayai lembaga-lembaga pemerintah yang perlu lagi terus membiayai lembaga-lembaga pemerintah yang
kegiatan atau layanannya tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat kegiatan atau layanannya tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat
atau yang fungsinya dapat dijalankan oleh pihak swasta. atau yang fungsinya dapat dijalankan oleh pihak swasta.

15 15
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

KALAU SAYA MENJADI MENPAN KALAU SAYA MENJADI MENPAN

Tulisan Feisal Tamin, Menteri Pendayagunaan Tulisan Feisal Tamin, Menteri Pendayagunaan
Aparatur Negara (MenPAN), tentang kondisi birokrasi Aparatur Negara (MenPAN), tentang kondisi birokrasi
Indonesia saat ini dan arah kebijakan yang akan diambil untuk Indonesia saat ini dan arah kebijakan yang akan diambil untuk
memperbaiki kondisi tersebut (Republika 27/11/2002) sangat memperbaiki kondisi tersebut (Republika 27/11/2002) sangat
menarik untuk ditindaklanjuti. Hal ini terutama karena tulisan menarik untuk ditindaklanjuti. Hal ini terutama karena tulisan
tersebut hanya memaparkan rencana grand policy yang akan tersebut hanya memaparkan rencana grand policy yang akan
dilaksanakan tetapi belum dilengkapi dengan alternatif kegiatan dilaksanakan tetapi belum dilengkapi dengan alternatif kegiatan
operasional yang akan dilakukan agar tujuan dari kebijakan yang operasional yang akan dilakukan agar tujuan dari kebijakan yang
dipaparkan pada tulisan tersebut dapat terwujud. Kalau saya dipaparkan pada tulisan tersebut dapat terwujud. Kalau saya
menjadi MenPAN maka melaksanakan analisis fungsi lembaga menjadi MenPAN maka melaksanakan analisis fungsi lembaga
(institutional analysis) terhadap semua lembaga pemerintah (institutional analysis) terhadap semua lembaga pemerintah
yang ada sekarang akan saya pilih sebagai langkah awal untuk yang ada sekarang akan saya pilih sebagai langkah awal untuk
melakukan pekerjaan besar mereformasi birokrasi yang ada melakukan pekerjaan besar mereformasi birokrasi yang ada
saat ini. Dengan melaksanakan analisis ini, berbagai kegiatan saat ini. Dengan melaksanakan analisis ini, berbagai kegiatan
susulan untuk wewujudkan berbagai tujuan dari kebijakan susulan untuk wewujudkan berbagai tujuan dari kebijakan
yang direncanakan oleh MenPAN, seperti aparatur negara yang yang direncanakan oleh MenPAN, seperti aparatur negara yang
profesional, efisien, transparan dan melayani, akan dapat dapat profesional, efisien, transparan dan melayani, akan dapat dapat
dilaksanakan. dilaksanakan.

*** ***

Pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap Pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap
penciptaan pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi, penciptaan pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi,
efisien, dan responsif terhadap keinginan masyarakat yang efisien, dan responsif terhadap keinginan masyarakat yang

16 16
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dilayani, secara berkala dan sistematis melakukan analisis fungsi dilayani, secara berkala dan sistematis melakukan analisis fungsi
lembaga birokrasi mereka. Analisis yang dilakukan sedikitnya lembaga birokrasi mereka. Analisis yang dilakukan sedikitnya
sekali dalam lima tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah sekali dalam lima tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah
eksistensi setiap institusi pemerintah masih perlu dipetahankan eksistensi setiap institusi pemerintah masih perlu dipetahankan
seperti apa adanya atau sudah saatnya untuk direstrukturisasi seperti apa adanya atau sudah saatnya untuk direstrukturisasi
atau dihapuskan. Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan atau dihapuskan. Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan
bahwa birokrasi pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang bahwa birokrasi pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang
selalu berubah dan eksistensi suatu lembaga pemerintah tidak selalu berubah dan eksistensi suatu lembaga pemerintah tidak
abadi. abadi.
Prinsip utama analisis fungsi lembaga adalah Prinsip utama analisis fungsi lembaga adalah
mempertanyakan apakah kegiatan atau layanan publik (public mempertanyakan apakah kegiatan atau layanan publik (public
services) yang selama ini dilakukan (delivered) oleh suatu services) yang selama ini dilakukan (delivered) oleh suatu
lembaga pemerintah masih dibutuhkan oleh masyarakat lembaga pemerintah masih dibutuhkan oleh masyarakat
atau tidak. Berdasarkan prinsip ini, analisis fungsi lembaga atau tidak. Berdasarkan prinsip ini, analisis fungsi lembaga
dapat menghasilkan sedikitnya tiga kesimpulan dengan dapat menghasilkan sedikitnya tiga kesimpulan dengan
implikasi kebijakan yang berbeda. Pertama, hasil analisis dapat implikasi kebijakan yang berbeda. Pertama, hasil analisis dapat
menyimpulkan bahwa kegiatan atau layanan suatu lembaga menyimpulkan bahwa kegiatan atau layanan suatu lembaga
pemerintah tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat dan oleh pemerintah tidak dibutuhkan lagi oleh masyarakat dan oleh
karena itu lembaga tersebut harus dihapuskan (abolished). Dengan karena itu lembaga tersebut harus dihapuskan (abolished). Dengan
demikian, usia suatu lembaga pemerintah termasuk aparatur di demikian, usia suatu lembaga pemerintah termasuk aparatur di
dalamnya seharusnya hanya seumur kebutuhan masyarakat atas dalamnya seharusnya hanya seumur kebutuhan masyarakat atas
pelayanan lembaga tersebut. Hal ini bisa dianalogikan dengan pelayanan lembaga tersebut. Hal ini bisa dianalogikan dengan
kehadiran seorang penjual di pasar yang hanya akan bertahan kehadiran seorang penjual di pasar yang hanya akan bertahan
sepanjang masih ada pembeli yang membutuhkan dagangan si sepanjang masih ada pembeli yang membutuhkan dagangan si
penjual. Dengan adanya penghapusan lembaga-lembaga yang penjual. Dengan adanya penghapusan lembaga-lembaga yang
layanannya tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka salah layanannya tidak lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka salah
satu tujuan kebijakan reformasi birokrasi MenPAN berupa satu tujuan kebijakan reformasi birokrasi MenPAN berupa
penetapan jumlah pegawai negeri sipil yang sesuai dengan penetapan jumlah pegawai negeri sipil yang sesuai dengan
kebutuhan dapat segera diwujudkan. Kebijakan zero growth kebutuhan dapat segera diwujudkan. Kebijakan zero growth
sudah tidak memadai lagi untuk dijadikan sebagai satu-satunya sudah tidak memadai lagi untuk dijadikan sebagai satu-satunya
upaya merampingkan birokrasi yang ada saat ini. upaya merampingkan birokrasi yang ada saat ini.

17 17
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kedua, analisis fungsi lembaga dapat juga menghasilkan Kedua, analisis fungsi lembaga dapat juga menghasilkan
kesimpulan yang menunjukkan bahwa sebahagian dari kesimpulan yang menunjukkan bahwa sebahagian dari
kegiatan dan layanan publik yang dilakukan oleh suatu kegiatan dan layanan publik yang dilakukan oleh suatu
lembaga pemerintah masih ada yang dibutuhkan masyarakat. lembaga pemerintah masih ada yang dibutuhkan masyarakat.
Kesimpulan seperti ini dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan Kesimpulan seperti ini dapat ditindaklanjuti dengan kebijakan
merestrukturisasi lembaga tersebut. Unit-unit lembaga yang merestrukturisasi lembaga tersebut. Unit-unit lembaga yang
secara langsung melakukan kegiatan atau menghasilkan layanan secara langsung melakukan kegiatan atau menghasilkan layanan
yang masih dibutuhkan oleh masyarakat dapat dipertahankan. yang masih dibutuhkan oleh masyarakat dapat dipertahankan.
Sebaliknya, unit-unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap Sebaliknya, unit-unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap
layanan yang dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian, layanan yang dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian,
bentuk akhir dari lembaga tersebut akan menjadi lebih ramping bentuk akhir dari lembaga tersebut akan menjadi lebih ramping
searah dengan kebijakan MenPAN untuk menciptakan birokrasi searah dengan kebijakan MenPAN untuk menciptakan birokrasi
yang sesuai dengan kebutuhan. yang sesuai dengan kebutuhan.
Ketiga, hasil analisis dapat juga menunjukkan bahwa Ketiga, hasil analisis dapat juga menunjukkan bahwa
masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan
publik yang dihasilkan oleh suatu lembaga pemerintah. publik yang dihasilkan oleh suatu lembaga pemerintah.
Kesimpulan ini harus dianalisis lebih lanjut lagi untuk Kesimpulan ini harus dianalisis lebih lanjut lagi untuk
mengetahui apakah layanan publik yang masih dibutuhkan mengetahui apakah layanan publik yang masih dibutuhkan
masyarakat tersebut masih harus menjadi tanggung jawab masyarakat tersebut masih harus menjadi tanggung jawab
pemerintah. Apabila ternyata bahwa layanan publik tersebut pemerintah. Apabila ternyata bahwa layanan publik tersebut
dapat disediakan dengan lebih baik oleh pihak swasta maka dapat disediakan dengan lebih baik oleh pihak swasta maka
tanggung jawab pengadaan layanan publik tersebut sebaiknya tanggung jawab pengadaan layanan publik tersebut sebaiknya
diserahkan kepada pihak swasta. Hanya dengan demikian maka diserahkan kepada pihak swasta. Hanya dengan demikian maka
kebijakan MenPAN yang ingin mendorong peran serta sektor kebijakan MenPAN yang ingin mendorong peran serta sektor
swasta sebagai salah satu unsur pelaku aktif dalam perumusan swasta sebagai salah satu unsur pelaku aktif dalam perumusan
dan pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional dapat terwujud. dan pelaksanaan kebijakan ekonomi nasional dapat terwujud.
Dalam konteks ini maka sangat sulit untuk memahami adanya Dalam konteks ini maka sangat sulit untuk memahami adanya
sejumlah pemerintah daerah yang mebentuk perusahaan taksi sejumlah pemerintah daerah yang mebentuk perusahaan taksi
atau membangun taman hiburan ala Disneyland karena selain atau membangun taman hiburan ala Disneyland karena selain
semakin membengkakkan birokrasi juga menapikan peran semakin membengkakkan birokrasi juga menapikan peran
serta pihak swasta dalam menyediakan layanan publik. serta pihak swasta dalam menyediakan layanan publik.

18 18
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai layanan Tidak dapat dipungkiri bahwa berbagai layanan
publik seperti kesehatan masih harus menjadi tanggung publik seperti kesehatan masih harus menjadi tanggung
jawab pemerintah. Namun demikian, tidak berarti bahwa jawab pemerintah. Namun demikian, tidak berarti bahwa
pengadaan layanan publik tersebut harus secara langsung pengadaan layanan publik tersebut harus secara langsung
ditangani pemerintah. Apabila pihak swasta ternyata mampu ditangani pemerintah. Apabila pihak swasta ternyata mampu
menghasilkan kualitas layanan yang lebih baik dengan harga menghasilkan kualitas layanan yang lebih baik dengan harga
yang lebih murah maka layanan publik yang selama ini yang lebih murah maka layanan publik yang selama ini
dilakukan oleh lembaga pemerintah dapat dialihkan ke pihak dilakukan oleh lembaga pemerintah dapat dialihkan ke pihak
swasta walaupun anggaran masih menjadi tanggung jawab swasta walaupun anggaran masih menjadi tanggung jawab
pemerintah (contracting out). Oleh karena pemerintah tidak pemerintah (contracting out). Oleh karena pemerintah tidak
lagi secara langsung memberikan layanan publik tersebut, lagi secara langsung memberikan layanan publik tersebut,
eksistensi berbagai lembaga pemerintah juga harus diakhiri eksistensi berbagai lembaga pemerintah juga harus diakhiri
atau minimal diciutkan sekedar untuk melaksanakan fungsi atau minimal diciutkan sekedar untuk melaksanakan fungsi
regulasi dan pengawasan saja. Keinginan Wakil Presiden yang regulasi dan pengawasan saja. Keinginan Wakil Presiden yang
dikemukakan beberapa waktu yang lalu untuk membubarkan dikemukakan beberapa waktu yang lalu untuk membubarkan
BKKBN mungkin dapat dilihat dalam konteks ini. Maksudnya, BKKBN mungkin dapat dilihat dalam konteks ini. Maksudnya,
walaupun lembaga ini dibubarkan, fungsi-fungsi BKKBN tetap walaupun lembaga ini dibubarkan, fungsi-fungsi BKKBN tetap
dapat dinikmati oleh masyarakat. dapat dinikmati oleh masyarakat.

*** ***

Hasil akhir dari analisis fungsi lembaga adalah semakin Hasil akhir dari analisis fungsi lembaga adalah semakin
rampingnya birokrasi karena pemerintah hanya akan rampingnya birokrasi karena pemerintah hanya akan
mempertahankan suatu lembaga yang layanannya masih mempertahankan suatu lembaga yang layanannya masih
dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai MenPAN, saya sadar dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai MenPAN, saya sadar
bahwa kebijakan seperti ini akan dipandang kontroversial bahwa kebijakan seperti ini akan dipandang kontroversial
oleh berbagai kalangan dan dilematis bagi pemerintah. Pada oleh berbagai kalangan dan dilematis bagi pemerintah. Pada
saat yang sama, saya juga berkeyakinan bahwa dalam jangka saat yang sama, saya juga berkeyakinan bahwa dalam jangka
panjang kebijakan ini akan sangat bermanfaat bagi usaha-usaha panjang kebijakan ini akan sangat bermanfaat bagi usaha-usaha
memodernisasi birokrasi, seperti peningkatan profesionalitas memodernisasi birokrasi, seperti peningkatan profesionalitas
dan sistem remunerasi PNS. Sudah tiba saatnya, pemerintah dan sistem remunerasi PNS. Sudah tiba saatnya, pemerintah

19 19
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

harus menunjukkan kepada para PNS bahwa pekerjaan sebagai harus menunjukkan kepada para PNS bahwa pekerjaan sebagai
pelayan masyarakat bukan lagi pekerjaan seumur hidup (lifetime pelayan masyarakat bukan lagi pekerjaan seumur hidup (lifetime
employment) karena anggapan seperti ini juga merupakan salah employment) karena anggapan seperti ini juga merupakan salah
satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi. satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi.

20 20
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pemberdayaan Pegawai: apa, mengapa Pemberdayaan Pegawai: apa, mengapa


dan bagaimana? dan bagaimana?

Selain pelayanan prima, pemberdayaan pegawai adalah Selain pelayanan prima, pemberdayaan pegawai adalah
kosa kata lain yang sepertinya “harus” diucapkan oleh para kosa kata lain yang sepertinya “harus” diucapkan oleh para
pejabat pemerintah dalam berbagai kesempatan. Tetapi seperti pejabat pemerintah dalam berbagai kesempatan. Tetapi seperti
pelayanan prima, tahukah kita apa yang dimaksudkan dengan pelayanan prima, tahukah kita apa yang dimaksudkan dengan
pemberdayaan pegawai? Tulisan singkat ini akan menjelaskan pemberdayaan pegawai? Tulisan singkat ini akan menjelaskan
apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan pemberdayaan apa sebenarnya yang dimaksudkan dengan pemberdayaan
pegawai, mengapa konsep yang berasal dari organisasi pegawai, mengapa konsep yang berasal dari organisasi
bisnis ini perlu diadopsi oleh organisasi publik, bagaimana bisnis ini perlu diadopsi oleh organisasi publik, bagaimana
mengimplementasikan konsep ini, apa manfaat mengaplikasikan mengimplementasikan konsep ini, apa manfaat mengaplikasikan
konsep ini ke dalam organisasi publik, dan apa hambatan yang konsep ini ke dalam organisasi publik, dan apa hambatan yang
dapat menggagalkan usaha-usaha pemberdayaan pegawai di dapat menggagalkan usaha-usaha pemberdayaan pegawai di
dalam organisasi. dalam organisasi.

Apa Pemberdayaan itu? Apa Pemberdayaan itu?


Konsep pemberdayaan (empowerment) diartikan Konsep pemberdayaan (empowerment) diartikan
secara berbeda-beda. Ada yang mengartikan konsep ini secara berbeda-beda. Ada yang mengartikan konsep ini
secara sederhana seperti “memberi daya” (to give power) atau secara sederhana seperti “memberi daya” (to give power) atau
adanya keleluasaan bagi setiap individu untuk mengendalikan adanya keleluasaan bagi setiap individu untuk mengendalikan
dirinya sendiri. Ada juga yang mencoba menjelaskan dengan dirinya sendiri. Ada juga yang mencoba menjelaskan dengan
menganalogikan konsep pemberdayaan dengan pemberian menganalogikan konsep pemberdayaan dengan pemberian
lisensi atau surat isin (Applegarth dan Posner 2002:8). Dengan lisensi atau surat isin (Applegarth dan Posner 2002:8). Dengan
analogi tersebut mereka berpendapat bahwa pegawai yang analogi tersebut mereka berpendapat bahwa pegawai yang
diberdayakan (empowered) adalah mereka yang telah diberi diberdayakan (empowered) adalah mereka yang telah diberi

21 21
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

lisensi atau kebebasan untuk bertindak dalam batas-batas lisensi atau kebebasan untuk bertindak dalam batas-batas
yang jelas guna mencapai hasil yang telah disepakati bersama. yang jelas guna mencapai hasil yang telah disepakati bersama.
Sebaliknya, pegawai yang tidak diberdayakan (unempowered) Sebaliknya, pegawai yang tidak diberdayakan (unempowered)
adalah mereka yang tidak diberi lisensi atau karena pegawai adalah mereka yang tidak diberi lisensi atau karena pegawai
tersebut tidak menyadari adanya kebebasan tersebut. Cook tersebut tidak menyadari adanya kebebasan tersebut. Cook
dan Macaulay (1996:1) mengartikan pemberdayaan sebagai dan Macaulay (1996:1) mengartikan pemberdayaan sebagai
penyebaran pengambilan keputusan dan tanggung jawab penyebaran pengambilan keputusan dan tanggung jawab
di dalam organisasi, yang akan mendorong keterlibatan di dalam organisasi, yang akan mendorong keterlibatan
para pegawai, dan yang bertujuan untuk meningkatkan para pegawai, dan yang bertujuan untuk meningkatkan
kinerja organisasi. Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan kinerja organisasi. Dari defenisi-defenisi yang dikemukakan
sebelumnya dapat dirangkum bahwa pemberdayaan sebenarnya sebelumnya dapat dirangkum bahwa pemberdayaan sebenarnya
adalah memberikan daya atau lisensi kepada pegawai-pegawai adalah memberikan daya atau lisensi kepada pegawai-pegawai
di dalam organisasi agar mereka dapat mengambil keputusan- di dalam organisasi agar mereka dapat mengambil keputusan-
keputusan. keputusan.
Konsep pemberdayaan ini berkembang di dalam Konsep pemberdayaan ini berkembang di dalam
organisasi bisnis di awal tahun 1990-an. Oleh karena dianggap organisasi bisnis di awal tahun 1990-an. Oleh karena dianggap
mampu meningkatkan tidak hanya kinerja organisasi bisnis, mampu meningkatkan tidak hanya kinerja organisasi bisnis,
konsep tersebut dicoba diperkenalkan di dalam organisasi konsep tersebut dicoba diperkenalkan di dalam organisasi
publik. Kemungkinan penerapan konsep ini ke dalam publik. Kemungkinan penerapan konsep ini ke dalam
organisasi publik didasari pada kenyataan bahwa alasan-alasan organisasi publik didasari pada kenyataan bahwa alasan-alasan
yang melatarbelakangi lahirnya konsep ini di dalam organisasi yang melatarbelakangi lahirnya konsep ini di dalam organisasi
bisnis juga terjadi di dalam organisasi publik. Pertama, konsep bisnis juga terjadi di dalam organisasi publik. Pertama, konsep
ini berasumsi bahwa pada dasarnya setiap pegawai di dalam ini berasumsi bahwa pada dasarnya setiap pegawai di dalam
organisasi sebenarnya sudah memiliki daya (potensi) baik organisasi sebenarnya sudah memiliki daya (potensi) baik
berupa pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Oleh karena itu, berupa pengetahuan, sikap, atau keterampilan. Oleh karena itu,
usaha-usaha pemberdayaan pada dasarnya hanya bertujuan usaha-usaha pemberdayaan pada dasarnya hanya bertujuan
untuk mengeluarkan potensi-potensi yang sudah dimiliki oleh untuk mengeluarkan potensi-potensi yang sudah dimiliki oleh
para pegawai di dalam organisasi. para pegawai di dalam organisasi.
Kedua, konsep pemberdayaan juga dilatarbelakangi oleh Kedua, konsep pemberdayaan juga dilatarbelakangi oleh
asumsi bahwa pegawai yang berhubungan langsung (front- asumsi bahwa pegawai yang berhubungan langsung (front-
line staff) dengan pelanggan (untuk organisasi bisnis) atau line staff) dengan pelanggan (untuk organisasi bisnis) atau

22 22
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

masyarakat atau stake holder (untuk organisasi publik) adalah masyarakat atau stake holder (untuk organisasi publik) adalah
orang yang paling mengetahui keinginan pelanggan/masyarakat. orang yang paling mengetahui keinginan pelanggan/masyarakat.
Oleh karena itu, seyokyanyalah apabila mereka yang mengambil Oleh karena itu, seyokyanyalah apabila mereka yang mengambil
keputusan terbaik tentang apa-apa yang harus dilakukan untuk keputusan terbaik tentang apa-apa yang harus dilakukan untuk
memenuhi harapan-harapan pelanggan/ masyarakat. Ketiga, memenuhi harapan-harapan pelanggan/ masyarakat. Ketiga,
konsep ini mengasumsikan bahwa kemungkinan implementasi konsep ini mengasumsikan bahwa kemungkinan implementasi
suatu keputusan akan menjadi lebih besar apabila keputusan suatu keputusan akan menjadi lebih besar apabila keputusan
tersebut dibuat oleh mereka yang akan melaksanakan keputusan tersebut dibuat oleh mereka yang akan melaksanakan keputusan
tersebut, dibandingkan dengan keputusan yang diambil oleh tersebut, dibandingkan dengan keputusan yang diambil oleh
orang lain. Karena umumnya keputusan-keputusan di dalam orang lain. Karena umumnya keputusan-keputusan di dalam
organisasi dilaksanakan atau diimplementasikan oleh staf, maka organisasi dilaksanakan atau diimplementasikan oleh staf, maka
kemungkinan implementasi keputusan tersebut akan menjadi kemungkinan implementasi keputusan tersebut akan menjadi
lebih besar apabila keputusan tersebut dibuat oleh staf. Asumsi- lebih besar apabila keputusan tersebut dibuat oleh staf. Asumsi-
asumsi yang melatarbelakangi lahirnya konsep pemberdayaan asumsi yang melatarbelakangi lahirnya konsep pemberdayaan
ini tidak hanya berlaku pada organisasi bisnis tetapi juga pada ini tidak hanya berlaku pada organisasi bisnis tetapi juga pada
organisasi publik. organisasi publik.

Manfaat Pembedayaan? Manfaat Pembedayaan?


Secara umum pemberdayaan pegawai diyakini akan Secara umum pemberdayaan pegawai diyakini akan
meningkatkan produktifitas organisasi yang di sektor bisnis meningkatkan produktifitas organisasi yang di sektor bisnis
dapat diukur dari semakin besarnya keuntungan. Walaupun dapat diukur dari semakin besarnya keuntungan. Walaupun
tidak diukur dalam bentuk keuntungan (karena umumnya tidak diukur dalam bentuk keuntungan (karena umumnya
tidak mengejar keuntungan), manfaat pemberdayaan pegawai tidak mengejar keuntungan), manfaat pemberdayaan pegawai
di dalam organisasi publik dapat dijelaskan dari sisi bawahan, di dalam organisasi publik dapat dijelaskan dari sisi bawahan,
pimpinan, dan masyarakat yang menerima pelayanan. Bagi pimpinan, dan masyarakat yang menerima pelayanan. Bagi
pegawai bawahan, pemberdayaan dapat meningkatkan rasa pegawai bawahan, pemberdayaan dapat meningkatkan rasa
bangga, rasa percaya diri, dan kepuasan kerja karena usahanya bangga, rasa percaya diri, dan kepuasan kerja karena usahanya
dihargai. Karena merasa usahanaya dihargai, pegawai bawahan dihargai. Karena merasa usahanaya dihargai, pegawai bawahan
akan selalu terdorong untuk menggunakan pengetahuan akan selalu terdorong untuk menggunakan pengetahuan
dan ketrampilannya untuk berinovasi dalam bekerja, dalam dan ketrampilannya untuk berinovasi dalam bekerja, dalam

23 23
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

mengambil keputusan dan dalam mengemukakan saran-saran mengambil keputusan dan dalam mengemukakan saran-saran
untuk meningkatkan kinerja organisasi. untuk meningkatkan kinerja organisasi.
Karena pengambilan keputusan menyebar di dalam Karena pengambilan keputusan menyebar di dalam
organisasi maka beban kerja pimpinan dapat dikurangi. organisasi maka beban kerja pimpinan dapat dikurangi.
Selanjutnya, waktu luang yang dimiliki pimpinan sebagai Selanjutnya, waktu luang yang dimiliki pimpinan sebagai
akibat dari adanya pemberdayaan pegawai dapat digunakan akibat dari adanya pemberdayaan pegawai dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan untuk hal- untuk meningkatkan kemampuan manajerial dan untuk hal-
hal yang lebih penting/strategis. Dan karena pegawai bawahan hal yang lebih penting/strategis. Dan karena pegawai bawahan
termotivasi untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya, termotivasi untuk mengemukakan pendapat-pendapatnya,
kemungkinan pimpinan untuk mendapatkan ide-ide baru dari kemungkinan pimpinan untuk mendapatkan ide-ide baru dari
pegawai bawahan juga semakin besar. pegawai bawahan juga semakin besar.
Bagi organisasi, pemberdayaan pegawai akan Bagi organisasi, pemberdayaan pegawai akan
meningkatkan efisiensi, efektifitas organisasi kualitas layanan. meningkatkan efisiensi, efektifitas organisasi kualitas layanan.
Peningkatan kualitas layanan sebagai hasil dari pemberdayaan Peningkatan kualitas layanan sebagai hasil dari pemberdayaan
pegawai pada akhirnya akan meningkatkan kepuasaan pegawai pada akhirnya akan meningkatkan kepuasaan
masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena, pada dasarnya, masyarakat. Hal ini dapat terjadi karena, pada dasarnya,
masyarakat lebih senang berurusan dengan staf yang dapat masyarakat lebih senang berurusan dengan staf yang dapat
mengambil keputusan dan membutuhkan pelayanan segera (on- mengambil keputusan dan membutuhkan pelayanan segera (on-
the-spot), bukan pelayanan yang berjenjang (berlapis dengan the-spot), bukan pelayanan yang berjenjang (berlapis dengan
berbagai persetujuan). berbagai persetujuan).

Bagaimana Memberdayakan Pegawai? Bagaimana Memberdayakan Pegawai?


Karena pemberdayaan pada dasarnya adalah penyebaran Karena pemberdayaan pada dasarnya adalah penyebaran
pengambilan keputusan dan di dalam organisasi wewenang pengambilan keputusan dan di dalam organisasi wewenang
pengambilan keputusan terbanyak selalu berada di pucuk pengambilan keputusan terbanyak selalu berada di pucuk
pimpinan, usaha-usaha pemberdayaan pegawai hanya akan pimpinan, usaha-usaha pemberdayaan pegawai hanya akan
menjadi kenyataan apabila dimulai dari pimpinan tertinggi di menjadi kenyataan apabila dimulai dari pimpinan tertinggi di
dalam organisasi (Blanchard, Carlos, dan Randolph 1998:25). dalam organisasi (Blanchard, Carlos, dan Randolph 1998:25).
Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam
mewujudkan pemberdayaan pegawai di dalam organisasi mewujudkan pemberdayaan pegawai di dalam organisasi
dijelaskan oleh Diana Tracy sebagai berikut. dijelaskan oleh Diana Tracy sebagai berikut.

24 24
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pertama, perlu dijelaskan kepada setiap pegawai apa yang Pertama, perlu dijelaskan kepada setiap pegawai apa yang
menjadi tanggung jawab mereka. Setelah tanggung jawab ini menjadi tanggung jawab mereka. Setelah tanggung jawab ini
dipahami, pegawai tersebut juga harus diberi wewenang yang dipahami, pegawai tersebut juga harus diberi wewenang yang
setara dengan tanggung jawab yang mereka miliki. Nemun setara dengan tanggung jawab yang mereka miliki. Nemun
demikian, untuk setiap wewenang dan tanggung jawab yang demikian, untuk setiap wewenang dan tanggung jawab yang
diberikan harus dilengkapi dengan standar kinerja yang diberikan harus dilengkapi dengan standar kinerja yang
diharapkan dari para pegawai yang bersangkutan. Kedua, diharapkan dari para pegawai yang bersangkutan. Kedua,
agar setiap pegawai dapat memenuhi standar kinerja yang agar setiap pegawai dapat memenuhi standar kinerja yang
diharapkan maka pelatihan dan pendampingan (mentoring) diharapkan maka pelatihan dan pendampingan (mentoring)
harus dilakukan. Selain itu, para pegawai juga harus diberikan harus dilakukan. Selain itu, para pegawai juga harus diberikan
sebanyak mungkin informasi menyangkut berbagai hal yang sebanyak mungkin informasi menyangkut berbagai hal yang
terjadi di dalam organisasi karena informasi ini akan membantu terjadi di dalam organisasi karena informasi ini akan membantu
para pegawai dalam pengambilan keputusan yang tepat. para pegawai dalam pengambilan keputusan yang tepat.
Ketiga, bagaimanapun tingkat kinerja yang dihasilkan Ketiga, bagaimanapun tingkat kinerja yang dihasilkan
oleh pegawai, pimpinan perlu memberikan umpan-balik oleh pegawai, pimpinan perlu memberikan umpan-balik
(feedback). Pegawai yang berkinerja baik dan dapat memenuhi (feedback). Pegawai yang berkinerja baik dan dapat memenuhi
standar yang diharapkan harus diberi penghargaan. Namun standar yang diharapkan harus diberi penghargaan. Namun
demikian, pimpinan dan seluruh anggota organisasi juga harus demikian, pimpinan dan seluruh anggota organisasi juga harus
dapat menerima apabila masih ada pegawai yang belum mampu dapat menerima apabila masih ada pegawai yang belum mampu
memenuhi standar kinerja yang sudah ditetapkan. Terakhir, memenuhi standar kinerja yang sudah ditetapkan. Terakhir,
tetapi tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan tetapi tidak kalah pentingnya dalam menentukan keberhasilan
usaha-usaha pemberdayaan di dalam suatu organisasi, adalah usaha-usaha pemberdayaan di dalam suatu organisasi, adalah
memberikan kepercayaan (trust) kepada setiap pegawai dan memberikan kepercayaan (trust) kepada setiap pegawai dan
memperlakukan mereka dengan penuh rasa hormat (dignity). memperlakukan mereka dengan penuh rasa hormat (dignity).
Dengan adanya langkah-langkah dalam proses Dengan adanya langkah-langkah dalam proses
pemberdayaan seperti yang diuraikan ini, secara tersirat dapat pemberdayaan seperti yang diuraikan ini, secara tersirat dapat
juga dikatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses juga dikatakan bahwa pemberdayaan adalah suatu proses
untuk menyiapkan pegawai di dalam organisasi agar dapat untuk menyiapkan pegawai di dalam organisasi agar dapat
mengambil keputusan-keputusan. Hal inilah yang membedakan mengambil keputusan-keputusan. Hal inilah yang membedakan
pemberdayaan dengan pendelegasian wewenang. Pendelegasian pemberdayaan dengan pendelegasian wewenang. Pendelegasian
wewenang dapat dilakukan secara serta merta dengan satu wewenang dapat dilakukan secara serta merta dengan satu

25 25
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

perintah, lisan atau tertulis, sedangkan pemberdayaan sifatnya perintah, lisan atau tertulis, sedangkan pemberdayaan sifatnya
berproses, yang dimulai dengan menyiapkan pegawai agar berproses, yang dimulai dengan menyiapkan pegawai agar
dapat menjalankan wewenang pengambilan keputusan yang dapat menjalankan wewenang pengambilan keputusan yang
didelegasikan kepada mereka. didelegasikan kepada mereka.

Gagal Pemberdayaan? Gagal Pemberdayaan?


Walaupun langkah-langkah seperti yang telah Walaupun langkah-langkah seperti yang telah
diterangkan sebelumnya sudah diimplementasikan, usaha- diterangkan sebelumnya sudah diimplementasikan, usaha-
usaha pemberdayaan pegawai dalam organisasi belum tentu usaha pemberdayaan pegawai dalam organisasi belum tentu
dapat terwujud karena beberapa hal. Faktor-faktor penghambat dapat terwujud karena beberapa hal. Faktor-faktor penghambat
keberhasilan pemberdayaan pegawai ini ada yang berasal dari keberhasilan pemberdayaan pegawai ini ada yang berasal dari
pegawai itu sendiri tetapi ada juga yang berasal dari pimpinan. pegawai itu sendiri tetapi ada juga yang berasal dari pimpinan.
Hambatan yang berasal dari pimpinan utamanya adalah Hambatan yang berasal dari pimpinan utamanya adalah
keengganan untuk membagikan kekuasaan atau wewenang keengganan untuk membagikan kekuasaan atau wewenang
mereka dengan alasan bahwa hal tersebut akan mengurangi mereka dengan alasan bahwa hal tersebut akan mengurangi
wibawa pimpinan. Hambatan lainnya adalah keinginan pimpinan wibawa pimpinan. Hambatan lainnya adalah keinginan pimpinan
untuk melakukan perubahan dengan sekejap (impatience) tanpa untuk melakukan perubahan dengan sekejap (impatience) tanpa
menyiapkan atau mempertimbangkan kemampuan staf untuk menyiapkan atau mempertimbangkan kemampuan staf untuk
menerima dan melaksanakan wewenang baru. Pimpinan seperti menerima dan melaksanakan wewenang baru. Pimpinan seperti
ini berasumsi bahwa staf memiliki pengetahuan dan ketrampilan ini berasumsi bahwa staf memiliki pengetahuan dan ketrampilan
untuk melakukan program pemberdayaan tanpa harus diberi untuk melakukan program pemberdayaan tanpa harus diberi
pelatihan atau pendampingan. Usaha-usaha pemberdayaan pelatihan atau pendampingan. Usaha-usaha pemberdayaan
dapat juga digagalkan oleh kurangnya komunikasi yang terbuka dapat juga digagalkan oleh kurangnya komunikasi yang terbuka
dari pimpinan sehingga pegawai tidak memiliki informasi yang dari pimpinan sehingga pegawai tidak memiliki informasi yang
cukup untuk dapat mengambil keputusan yang baik. Selain cukup untuk dapat mengambil keputusan yang baik. Selain
itu, pemberdayaan pegawai juga akan sulit terwujud apabila itu, pemberdayaan pegawai juga akan sulit terwujud apabila
pimpinan tidak melakukan monitor dan umpan balik sehingga pimpinan tidak melakukan monitor dan umpan balik sehingga
pegawai dapat mengetahui apakah kinerja mereka sudah sesuai pegawai dapat mengetahui apakah kinerja mereka sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan. Umpan balik dan monitor juga dengan apa yang diharapkan. Umpan balik dan monitor juga
diperlukan oleh pegawai utamanya agar mereka mengetahui diperlukan oleh pegawai utamanya agar mereka mengetahui

26 26
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

langkah-langkah yang harus mereka lakukan apabila kinerja langkah-langkah yang harus mereka lakukan apabila kinerja
tersebut belum sesuai dengan yang diinginkan. tersebut belum sesuai dengan yang diinginkan.
Selain factor-faktor yang berasal dari pimpinan, usaha- Selain factor-faktor yang berasal dari pimpinan, usaha-
usaha pemberdayaan dapat juga gagal karena berbagai hal yang usaha pemberdayaan dapat juga gagal karena berbagai hal yang
berasal dari pegawai yang ingin diberdayakan. Sebagai contoh, berasal dari pegawai yang ingin diberdayakan. Sebagai contoh,
ada pegawai yang sudah cukup puas dengan kondisi kerja yang ada pegawai yang sudah cukup puas dengan kondisi kerja yang
mereka jalani sehingga mereka tidak mau lagi dibebani dengan mereka jalani sehingga mereka tidak mau lagi dibebani dengan
tanggung jawab yang baru. Selain itu, ada juga tipe pegawai tanggung jawab yang baru. Selain itu, ada juga tipe pegawai
yang lebih senang bekerja atau bergantung pada keputusan yang yang lebih senang bekerja atau bergantung pada keputusan yang
dibuat atasan. Kedua tipe pegawai yang seperti ini berpotensi dibuat atasan. Kedua tipe pegawai yang seperti ini berpotensi
untuk menggagalkan usaha-usaha pemberdayaan pegawai untuk menggagalkan usaha-usaha pemberdayaan pegawai
di dalam organisasi karena mereka merasa tidak perlu untuk di dalam organisasi karena mereka merasa tidak perlu untuk
diberdayakan lagi. Selain itu ada juga jenis pegawai yang diberdayakan lagi. Selain itu ada juga jenis pegawai yang
cenderung selalu kaku dengan aturan yang ada dan “ngebos” cenderung selalu kaku dengan aturan yang ada dan “ngebos”
apabila pimpinan tidak ada. Tipe pegawai seperti ini juga dapat apabila pimpinan tidak ada. Tipe pegawai seperti ini juga dapat
menghambat proses pemberdayaan karena tujua pemberdayaan menghambat proses pemberdayaan karena tujua pemberdayaan
yang antara lain memberikan kelonggaran kepada pegawai untuk yang antara lain memberikan kelonggaran kepada pegawai untuk
berimprovisasi dan membuat keputusan menjadi terhambat. berimprovisasi dan membuat keputusan menjadi terhambat.

Penutup Penutup
Konsep pokok pemberdayaan pegawai di dalam organisasi Konsep pokok pemberdayaan pegawai di dalam organisasi
sebenarnya adalah penyebaran pengambilan keputusan. sebenarnya adalah penyebaran pengambilan keputusan.
Dengan demikian, pengambilan keputusan pada organisasi Dengan demikian, pengambilan keputusan pada organisasi
yang memberdayakan pegawainya tidak lagi terpusat hanya yang memberdayakan pegawainya tidak lagi terpusat hanya
pada pimpinan tetapi menyebar sampai pada pegawai terdepan pada pimpinan tetapi menyebar sampai pada pegawai terdepan
yang setiap saat berhubungan langsung dengan masyarakat yang setiap saat berhubungan langsung dengan masyarakat
yang membutuhkan pelayanan. yang membutuhkan pelayanan.
Karena di dalam setiap organisasi pimpinan selalu Karena di dalam setiap organisasi pimpinan selalu
merupakan pemegang wewenang pengambil keputusan terbesar, merupakan pemegang wewenang pengambil keputusan terbesar,
usaha-usaha pemberdayaan pegawai di dalam suatu organisasi usaha-usaha pemberdayaan pegawai di dalam suatu organisasi
tidak mungkin dapat terwujud kalau komitmen tersebut tidak tidak mungkin dapat terwujud kalau komitmen tersebut tidak

27 27
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dimulai dari pucuk pimpinan. Oleh karena itu, pimpinan dimulai dari pucuk pimpinan. Oleh karena itu, pimpinan
organisasi yang masih melihat penyebaran pengambilan organisasi yang masih melihat penyebaran pengambilan
keputusan sebagai usaha yang mengurangi kewibawaan dan keputusan sebagai usaha yang mengurangi kewibawaan dan
atau kekuasaan mereka, tidak mungkin dapat menerapkan atau kekuasaan mereka, tidak mungkin dapat menerapkan
konsep pemberdayaan di dalam organisasi. Sebaliknya, staf konsep pemberdayaan di dalam organisasi. Sebaliknya, staf
atau bawahan yang merasa terbebani apabila diberi wewenang atau bawahan yang merasa terbebani apabila diberi wewenang
yang lebih besar, misalnya dalam bentuk kemungkinan untuk yang lebih besar, misalnya dalam bentuk kemungkinan untuk
pengambilan keputusan juga bisa menggagalkan usaha-usaha pengambilan keputusan juga bisa menggagalkan usaha-usaha
pemberdayaan di dalm organisasi. pemberdayaan di dalm organisasi.

28 28
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

DIKLAT BERBASIS KOMPTENSI DIKLAT BERBASIS KOMPTENSI


“Once, land and capital were the key strategic resources. Now, “Once, land and capital were the key strategic resources. Now,
knowledge is our key strategic resource and learning is our key knowledge is our key strategic resource and learning is our key
strategic skill” strategic skill”
Algore, “Lifelong Learning Summit” January 1999 Algore, “Lifelong Learning Summit” January 1999

Pendahuluan Pendahuluan
Sehebat apa pun lembaga politik membuat kebijakan Sehebat apa pun lembaga politik membuat kebijakan
publik, birokrasi yang buruk bisa dengan gampang membuat publik, birokrasi yang buruk bisa dengan gampang membuat
implementasi sebuah kebijakan remuk. Edward III, misalnya, implementasi sebuah kebijakan remuk. Edward III, misalnya,
mengemukakan bahwa selain faktor komunikasi dan mengemukakan bahwa selain faktor komunikasi dan
ketersediaan sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi ketersediaan sumber daya, struktur birokrasi dan disposisi
para birokrat (PNS) sangat menentukan berhasil tidaknya para birokrat (PNS) sangat menentukan berhasil tidaknya
implementasi suatu kebijakan publik. Struktur birokrasi yang implementasi suatu kebijakan publik. Struktur birokrasi yang
dimasudkan oleh Edward III adalah tersedianya organisasi dimasudkan oleh Edward III adalah tersedianya organisasi
dan administrasi yang sesuai dengan karakteristik kebijakan dan administrasi yang sesuai dengan karakteristik kebijakan
publik yang akan diimplementasikan. Sedangkan disposisi publik yang akan diimplementasikan. Sedangkan disposisi
para PNS adalah sikap dan perilaku birokrat yang sejalan para PNS adalah sikap dan perilaku birokrat yang sejalan
dengan kebijakan publik yang mereka harus implementasikan. dengan kebijakan publik yang mereka harus implementasikan.
Sebaik apapun suatu kebijakan publik dibuat apabila PNS tidak Sebaik apapun suatu kebijakan publik dibuat apabila PNS tidak
bersikap positif terhadap kebijakan tersebut maka implementasi bersikap positif terhadap kebijakan tersebut maka implementasi
kebijakan dimaksud tidak akan efektif. kebijakan dimaksud tidak akan efektif.
Hampir sepuluh tahun terakhir, angin reformasi bertiup Hampir sepuluh tahun terakhir, angin reformasi bertiup
kencang di negara ini. Sayangnya, reformasi yang terjadi di kencang di negara ini. Sayangnya, reformasi yang terjadi di
Indonesia didominasi oleh reformasi politik dan sepertinya Indonesia didominasi oleh reformasi politik dan sepertinya
mengabaikan reformasi birokrasi/kepegawaian. Dasar Negara mengabaikan reformasi birokrasi/kepegawaian. Dasar Negara

29 29
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang dahulu dianggap sakral sudah diamendemen beberapa yang dahulu dianggap sakral sudah diamendemen beberapa
kali. Undang-undang pemilihan umum yang baru telah kali. Undang-undang pemilihan umum yang baru telah
menghasilkan pimpinan nasional dan puluhan gubernur, bupati, menghasilkan pimpinan nasional dan puluhan gubernur, bupati,
dan walikota melalui pemilihan langsung. Kewenangan yang dan walikota melalui pemilihan langsung. Kewenangan yang
selama ini hanya menjadi milik pemerintah pusat, oleh undang- selama ini hanya menjadi milik pemerintah pusat, oleh undang-
undang otonomi, telah sebahagian besar dilimpahkan ke undang otonomi, telah sebahagian besar dilimpahkan ke
pemerintah provinsi, kabupaten atau kota. Terakhir, reformasi pemerintah provinsi, kabupaten atau kota. Terakhir, reformasi
mendasar di bidang politik dilengkapi dengan undang-undang mendasar di bidang politik dilengkapi dengan undang-undang
anti korupsi dan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi. anti korupsi dan pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Kebalikan dari perubahan besar yang telah terjadi Kebalikan dari perubahan besar yang telah terjadi
di bidang politik ini, kepegawaian Indonesia sepertinya di bidang politik ini, kepegawaian Indonesia sepertinya
mengalami atau mempertahankan status quo. Berbagai laporan mengalami atau mempertahankan status quo. Berbagai laporan
memperlihatkan bahwa selama periode reformasi di berbagai memperlihatkan bahwa selama periode reformasi di berbagai
bidang, tidak banyak perubahan yang terjadi pada manajemen bidang, tidak banyak perubahan yang terjadi pada manajemen
kepegawaian. Sistem rekrutmen dan promosi masih jauh dari kepegawaian. Sistem rekrutmen dan promosi masih jauh dari
prinsip-prinsip berdasarkan meritokrasi . Selain belum dapat prinsip-prinsip berdasarkan meritokrasi . Selain belum dapat
memenuhi kebutuhan pegawai secara layak, sistem penggajian memenuhi kebutuhan pegawai secara layak, sistem penggajian
yang ada pada saat ini juga belum berkaitan langsung dengan yang ada pada saat ini juga belum berkaitan langsung dengan
kinerja karena sistem penilaian kinerja pegawai juga belum kinerja karena sistem penilaian kinerja pegawai juga belum
memadai. Selain itu, kompetensi pegawai lemah dengan memadai. Selain itu, kompetensi pegawai lemah dengan
disiplin dan akuntabilitas yang kurang. Pegawai negeri siluman disiplin dan akuntabilitas yang kurang. Pegawai negeri siluman
masih ada, korupsi masih merajalela dengan penegakan masih ada, korupsi masih merajalela dengan penegakan
hukum yang timpang. Dengan kata lain, kondisi birokrasi di hukum yang timpang. Dengan kata lain, kondisi birokrasi di
Indonesia masih belum efisien and efektif. Hal ini menyebabkan Indonesia masih belum efisien and efektif. Hal ini menyebabkan
tingginya ketidakpuasan masyarakat karena mereka merasa tingginya ketidakpuasan masyarakat karena mereka merasa
tidak mendapatkan pelayanan yang memadai dari pegawai tidak mendapatkan pelayanan yang memadai dari pegawai
pemerintah. pemerintah.
Dalam kampanyenya, Presiden Susilo Bambang Dalam kampanyenya, Presiden Susilo Bambang
Yudoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK), misalnya, menekankan Yudoyono dan Jusuf Kalla (SBY-JK), misalnya, menekankan
pentingnya pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi. pentingnya pemberantasan korupsi dan reformasi birokrasi.
Kedua hal ini saling terkait erat, karena disadari bahwa tidak Kedua hal ini saling terkait erat, karena disadari bahwa tidak

30 30
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

mungkin dapat memberantas korupsi tanpa upaya reformasi mungkin dapat memberantas korupsi tanpa upaya reformasi
birokrasi pemerintahan. Namun demikian, setelah kurang lebih birokrasi pemerintahan. Namun demikian, setelah kurang lebih
dua tahun berkuasa, kebijakan mengenai reformasi birokrasi dua tahun berkuasa, kebijakan mengenai reformasi birokrasi
di Indonesia belum berbentuk. Kondisi birokrasi pemerintah di Indonesia belum berbentuk. Kondisi birokrasi pemerintah
saat ini masih kurang lebih sama dengan yang digambarkan saat ini masih kurang lebih sama dengan yang digambarkan
oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) pada tahun 2004 ketika oleh Bank Pembangunan Asia (ADB) pada tahun 2004 ketika
pasangan SBY-JK mulai berkuasa, seperti berikut ini: pasangan SBY-JK mulai berkuasa, seperti berikut ini:
Pertama, sistem administrasi kepegawaian tidak kondusif Pertama, sistem administrasi kepegawaian tidak kondusif
untuk menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik untuk menerapkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik
dan peningkatan kinerja. Kedua, organisasi pemerintah, baik dan peningkatan kinerja. Kedua, organisasi pemerintah, baik
di pusat maupun di daerah, belum didesain dan diisi dengan di pusat maupun di daerah, belum didesain dan diisi dengan
sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan sumber daya manusia yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan
masyarakat. Ketiga, gaji dan kesejahteraan pegawai masih belum masyarakat. Ketiga, gaji dan kesejahteraan pegawai masih belum
mampu untuk meningkatkan kinerja dan mencegah korupsi. mampu untuk meningkatkan kinerja dan mencegah korupsi.
Keempat, pelatihan pegawai negeri masih menerapkan metode- Keempat, pelatihan pegawai negeri masih menerapkan metode-
metode tradisional dan belum berfokus pada peningkatan metode tradisional dan belum berfokus pada peningkatan
keterampilan teknis dan manejerial. Kelima, klasifikasi jabatan, keterampilan teknis dan manejerial. Kelima, klasifikasi jabatan,
penilaian keterampilan dan kompetensi jabatan, rekrutmen, penilaian keterampilan dan kompetensi jabatan, rekrutmen,
penempatan, mutasi dan promosi belum berdasarkan prinsip- penempatan, mutasi dan promosi belum berdasarkan prinsip-
prinsip meritokrasi. Terakhir, penempatan dan promosi masih prinsip meritokrasi. Terakhir, penempatan dan promosi masih
menggunakan sistim tertutup dan belum jelas hubungan antara menggunakan sistim tertutup dan belum jelas hubungan antara
remunerasi dan insentif dengan kinerja. remunerasi dan insentif dengan kinerja.
Kondisi seperti ini juga diungkapkan oleh Departemen Kondisi seperti ini juga diungkapkan oleh Departemen
Dalam Negeri (Depdagri) dalam laporan yang dibuat pada Dalam Negeri (Depdagri) dalam laporan yang dibuat pada
tahun 2005. Lebih jelasnya, Depdagri, antara lain, menilai bahwa tahun 2005. Lebih jelasnya, Depdagri, antara lain, menilai bahwa
jumlah pegawai negeri yang dimiliki oleh pemerintah daerah jumlah pegawai negeri yang dimiliki oleh pemerintah daerah
saat ini umumnya cenderung melebihi jumlah yg diperlukan. saat ini umumnya cenderung melebihi jumlah yg diperlukan.
Ironisnya, walaupun jumlahnya berlebih, pada saat yang Ironisnya, walaupun jumlahnya berlebih, pada saat yang
sama, pemerintah daerah juga kekurangan tenaga-tenaga atau sama, pemerintah daerah juga kekurangan tenaga-tenaga atau
ekspertise tertentu. Hal ini antara lain disebabkan oleh distribusi ekspertise tertentu. Hal ini antara lain disebabkan oleh distribusi
atau penerimaan pegawai yang lebih banyak tenaga-tenaga atau penerimaan pegawai yang lebih banyak tenaga-tenaga

31 31
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

administratif dibandingkan dengan tenaga-tenaga teknis yang administratif dibandingkan dengan tenaga-tenaga teknis yang
melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat. Masalah melakukan pelayanan langsung kepada masyarakat. Masalah
lain yang ditemukan adalah maraknya kasus-kasus putra lain yang ditemukan adalah maraknya kasus-kasus putra
daerah dalam pengangkatan pejabat atau promosi pegawai. Hal daerah dalam pengangkatan pejabat atau promosi pegawai. Hal
ini mengindikasikan kecenderungan semakin dipolitisasinya ini mengindikasikan kecenderungan semakin dipolitisasinya
pegawai negeri sehingga berakibat pada rendahnya netralitas pegawai negeri sehingga berakibat pada rendahnya netralitas
dan profesionalisme mereka. Selain itu, dengan otonomi, dan profesionalisme mereka. Selain itu, dengan otonomi,
mobilitas pegawai negeri baik secara horizontal maupun vertikal mobilitas pegawai negeri baik secara horizontal maupun vertikal
sangat rendah sehingga akan sulit untuk mengharapkan PNS sangat rendah sehingga akan sulit untuk mengharapkan PNS
sebagai perekat kesatuan bangsa (nation buiding) seperti pada sebagai perekat kesatuan bangsa (nation buiding) seperti pada
resim-resim sebelumnya. Terakhir, Depdagri juga menemukan resim-resim sebelumnya. Terakhir, Depdagri juga menemukan
masalah menyangkut kurang jelasnya perencanaan SDM dan masalah menyangkut kurang jelasnya perencanaan SDM dan
pengembangan karir pegawai dan maraknya pelaksanaan pengembangan karir pegawai dan maraknya pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan (diklat) yang tidak berdasarkan pendidikan dan pelatihan (diklat) yang tidak berdasarkan
kebutuhan karena tidak dilakukannya analisa kebutuhan diklat kebutuhan karena tidak dilakukannya analisa kebutuhan diklat
(training need assessment). (training need assessment).
Kajian yang dilakukan oleh berbagai organisasi donor Kajian yang dilakukan oleh berbagai organisasi donor
(USAID 2006) juga menyimpulkan, antara lain, bahwa (USAID 2006) juga menyimpulkan, antara lain, bahwa
kelembagaan pemerintah daerah dan pusat serta manajemen kelembagaan pemerintah daerah dan pusat serta manajemen
pegawai negeri di Indonesia membutuhkan reformasi agar pegawai negeri di Indonesia membutuhkan reformasi agar
dapat mendukung reformasi yang terjadi pada bidang-bidang dapat mendukung reformasi yang terjadi pada bidang-bidang
lainnya. Pada kelembagaan misalnya, kajian ini menyimpulkan lainnya. Pada kelembagaan misalnya, kajian ini menyimpulkan
bahwa sejumlah pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sudah bahwa sejumlah pemerintah kabupaten/kota dan provinsi sudah
melakukan penataan kelembagaan sesuai dengan karakteristik melakukan penataan kelembagaan sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhan daerah mereka, yang menghasilkan struktur dan kebutuhan daerah mereka, yang menghasilkan struktur
organisasi pemerintah daerah yang ramping. Namun demikian, organisasi pemerintah daerah yang ramping. Namun demikian,
secara umum pemerintah kabupaten/kota dan provinsi masih secara umum pemerintah kabupaten/kota dan provinsi masih
cenderung berlebihan dalam membangun organisasi mereka cenderung berlebihan dalam membangun organisasi mereka
sehingga membebani anggaran belanja negara. sehingga membebani anggaran belanja negara.
Sedangkan yang berhubungan dengan manajemen Sedangkan yang berhubungan dengan manajemen
sumber daya manusia aparatur juga ditemukan berbagai sumber daya manusia aparatur juga ditemukan berbagai

32 32
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

persoalan, antara lain, masih terlalu banyaknya instansi persoalan, antara lain, masih terlalu banyaknya instansi
pusat (seperti MenPAN, LAN, BKN, Departemen Keuangan, pusat (seperti MenPAN, LAN, BKN, Departemen Keuangan,
departemen teknis lainnya) yang terlibat dalam manajemen departemen teknis lainnya) yang terlibat dalam manajemen
kepegawaian dengan koordinasi yang lemah dan cenderung kepegawaian dengan koordinasi yang lemah dan cenderung
berusaha menguatkan kewenangan masing-masing. Selain itu, berusaha menguatkan kewenangan masing-masing. Selain itu,
rekruitmen, penempatan dan promosi pegawai masih belum rekruitmen, penempatan dan promosi pegawai masih belum
berdasarkan asas meritokrasi (merit system). Hal ini disebabkan, berdasarkan asas meritokrasi (merit system). Hal ini disebabkan,
antara lain, karena belum jelasnya deskripsi pekerjaan bagi antara lain, karena belum jelasnya deskripsi pekerjaan bagi
setiap pegawai (job description), lemahnya hubungan antara setiap pegawai (job description), lemahnya hubungan antara
prestasi kerja dan kenaikan pangkat, promosi dan gaji atau prestasi kerja dan kenaikan pangkat, promosi dan gaji atau
insentif, instrumen pengukuran kinerja yang lemah, dan belum insentif, instrumen pengukuran kinerja yang lemah, dan belum
jelasnya perencanaan dan perkembangan karir. Permasalahan jelasnya perencanaan dan perkembangan karir. Permasalahan
juga masih nampak pada pendidikan dan pelatihan (diklat) juga masih nampak pada pendidikan dan pelatihan (diklat)
yang belum berdasarkan kebutuhan (supply-driven rather than yang belum berdasarkan kebutuhan (supply-driven rather than
demand-driven), disiplin dan penegakan hukum kepegawaian demand-driven), disiplin dan penegakan hukum kepegawaian
yang masih lemah, dan perencanaan pensiun yang belum yang masih lemah, dan perencanaan pensiun yang belum
ada dengan paket pensiun yang tidak menarik sehingga ada ada dengan paket pensiun yang tidak menarik sehingga ada
kecenderungan pegawai untuk memperpanjang usia pensiun kecenderungan pegawai untuk memperpanjang usia pensiun
(USAID 2006). (USAID 2006).

Pengembangan Karir dan Diklat Berbasis Kompetensi Pengembangan Karir dan Diklat Berbasis Kompetensi
Dari berbagai hasil kajian yang disebutkan terdahulu dapat Dari berbagai hasil kajian yang disebutkan terdahulu dapat
disimpulkan adanya berbagai kendala dalam manajemen PNS disimpulkan adanya berbagai kendala dalam manajemen PNS
di Indonesia saat ini, termasuk di antaranya, kurang jelasnya di Indonesia saat ini, termasuk di antaranya, kurang jelasnya
perencanaan SDM dan pola pengembangan karir pegawai perencanaan SDM dan pola pengembangan karir pegawai
serta masih maraknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan serta masih maraknya pelaksanaan pendidikan dan pelatihan
(diklat) yang tidak berdasarkan kebutuhan. Pada dasarnya, UU (diklat) yang tidak berdasarkan kebutuhan. Pada dasarnya, UU
Kepegawaian No 43/1999 dengan tegas menerangkan bahwa Kepegawaian No 43/1999 dengan tegas menerangkan bahwa
“Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya- “Manajemen Pegawai Negeri Sipil adalah keseluruhan upaya-
upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat upaya untuk meningkatkan efisiensi, efektivitas dan derajat
profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban profesionalisme penyelenggaraan tugas, fungsi, dan kewajiban

33 33
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan, kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan,
pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian, pengembangan kualitas, penempatan, promosi, penggajian,
kesejahteraan, dan pemberhentian.” (Pasal 1 Ayat 8). Untuk kesejahteraan, dan pemberhentian.” (Pasal 1 Ayat 8). Untuk
dapat melakukan hal tersebut maka sejak awal penerimaan, dapat melakukan hal tersebut maka sejak awal penerimaan,
setiap PNS harus melalui analisis jabatan dan deskripsi setiap PNS harus melalui analisis jabatan dan deskripsi
pekerjaan serta diseleksi berdasarkan spesifikasi kompetensi. pekerjaan serta diseleksi berdasarkan spesifikasi kompetensi.
Analisis jabatan (job analysis) berfungsi untuk mengetahui Analisis jabatan (job analysis) berfungsi untuk mengetahui
apa tugas dan fungsi jabatan tersebut sedangkan deskripsi apa tugas dan fungsi jabatan tersebut sedangkan deskripsi
pekerjaan (job description) memberikan informasi nama pekerjaan (job description) memberikan informasi nama
jabatan, pengorganisasian pekerjaan (siapa atasan langsung jabatan, pengorganisasian pekerjaan (siapa atasan langsung
dan siapa bawahannya), tanggung jawab, dan tugas dan fungsi dan siapa bawahannya), tanggung jawab, dan tugas dan fungsi
utama. Sedangkan spesifikasi kompetensi jabatan (personnel utama. Sedangkan spesifikasi kompetensi jabatan (personnel
specification) menjelaskan pengetahuan, keterampilan, specification) menjelaskan pengetahuan, keterampilan,
kualifikasi pendidikan, diklat, dan pengalaman baik yang “wajib” kualifikasi pendidikan, diklat, dan pengalaman baik yang “wajib”
maupun “pendukung” yang harus dimiliki untuk menduduki maupun “pendukung” yang harus dimiliki untuk menduduki
jabatan tertentu serta jenjang karir yang tersedia untuk jabatan jabatan tertentu serta jenjang karir yang tersedia untuk jabatan
terebut. terebut.
Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa, di samping Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa, di samping
pola karir yang jelas, pasti, transparan, dan berdasarkan prinsip- pola karir yang jelas, pasti, transparan, dan berdasarkan prinsip-
prinsip meritokrasi, tersedianya analisis jabatan, deskripsi prinsip meritokrasi, tersedianya analisis jabatan, deskripsi
pekerjaan, dan spesifikasi kompetensi jabatan menjadi syarat pekerjaan, dan spesifikasi kompetensi jabatan menjadi syarat
mutlak yang harus dipenuhi untuk terciptanya pola karir mutlak yang harus dipenuhi untuk terciptanya pola karir
yang baik dan penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi. yang baik dan penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi.
Dengan adanya kejelasan tugas dan tanggung jawab yang harus Dengan adanya kejelasan tugas dan tanggung jawab yang harus
dilaksanakan oleh setiap individu pegawai dan kompetensi yang dilaksanakan oleh setiap individu pegawai dan kompetensi yang
harus dimiliki untuk dapat mengemban tugas dan tanggung harus dimiliki untuk dapat mengemban tugas dan tanggung
jawab tersebut maka pejabat yang bertanggung jawab terhadap jawab tersebut maka pejabat yang bertanggung jawab terhadap
kinerja pegawai dapat menilai apakah pegawai yang ada saat ini kinerja pegawai dapat menilai apakah pegawai yang ada saat ini
memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Kesenjangan antara memiliki kompetensi yang dipersyaratkan. Kesenjangan antara
kompetensi yang dimiliki dan kompetensi yang dipersyaratkan kompetensi yang dimiliki dan kompetensi yang dipersyaratkan
untuk jabatan dimaksud dapat menjadi dasar pelaksanaan untuk jabatan dimaksud dapat menjadi dasar pelaksanaan

34 34
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

diklat berdasarkan kompetensi (competency based training/ diklat berdasarkan kompetensi (competency based training/
CBT). Hal ini sebenarnya yang dimaksudkan dalam Pasal 3 PP CBT). Hal ini sebenarnya yang dimaksudkan dalam Pasal 3 PP
101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS yang 101/2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS yang
menyatakan bahwa “sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS menyatakan bahwa “sasaran Diklat adalah terwujudnya PNS
yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan yang memiliki kompetensi yang sesuai dengan persyaratan
jabatan masing-masing“. jabatan masing-masing“.
Diklat berdasarkan kompetensi (CBT) memiliki beberapa Diklat berdasarkan kompetensi (CBT) memiliki beberapa
ciri-ciri, yang dalam berbagai praktek pelaksanaan diklat PNS ciri-ciri, yang dalam berbagai praktek pelaksanaan diklat PNS
di Indonesia belum mengadopsi ciri-ciri tersebut walaupun di Indonesia belum mengadopsi ciri-ciri tersebut walaupun
“niat baik“ untuk itu telah ditunjukkan oleh PP 101/2000. “niat baik“ untuk itu telah ditunjukkan oleh PP 101/2000.
1. CBT menekankan pada kompetensi apa yang harus 1. CBT menekankan pada kompetensi apa yang harus
dimiliki peserta pada akhir pelatihan. Sepanjang dimiliki peserta pada akhir pelatihan. Sepanjang
kompeteni tersebut dapat dicapai oleh peserta pelatihan kompeteni tersebut dapat dicapai oleh peserta pelatihan
maka tidak penting siapa yang mengajar, kapan dan maka tidak penting siapa yang mengajar, kapan dan
dimana pelatihan tersebut berlangung, dan sumber dimana pelatihan tersebut berlangung, dan sumber
belajar apa yang digunakan. Pada diklat-diklat PNS di belajar apa yang digunakan. Pada diklat-diklat PNS di
Indonesia, berbagai persyaratan administrasi masih Indonesia, berbagai persyaratan administrasi masih
sering digunakan dalam menentukan siapa yang dapat sering digunakan dalam menentukan siapa yang dapat
mengajar, di mana pelatihan harus dilakukan, dan sumber mengajar, di mana pelatihan harus dilakukan, dan sumber
belajar yang mana yang harus dipergunakan. belajar yang mana yang harus dipergunakan.
2. CBT bertujuan agar peserta mampu melakukan tugas 2. CBT bertujuan agar peserta mampu melakukan tugas
dan tanggung jawabnya di tempat kerja dengan baik. dan tanggung jawabnya di tempat kerja dengan baik.
Oleh karena itu, idealnya, pelatihan dan penilaian juga Oleh karena itu, idealnya, pelatihan dan penilaian juga
berlangsung di tempat kerja dan dalam kondisi ril. Atau berlangsung di tempat kerja dan dalam kondisi ril. Atau
minimal, pelatihan kadang-kadang berlangsung di kelas, minimal, pelatihan kadang-kadang berlangsung di kelas,
kadang-kadang di tempat kerja. Sebaliknya, umumnya kadang-kadang di tempat kerja. Sebaliknya, umumnya
diklat PNS kita dijauhkan dari tempat kerja. Diasramakan. diklat PNS kita dijauhkan dari tempat kerja. Diasramakan.
3. CBT bertujuan untuk meningkatkan kompetensi tertentu/ 3. CBT bertujuan untuk meningkatkan kompetensi tertentu/
spesifik peserta. Oleh karena itu, setiap pelatihan dibuat spesifik peserta. Oleh karena itu, setiap pelatihan dibuat
atau didesain untuk mencapai kompetensi dan outcome atau didesain untuk mencapai kompetensi dan outcome
tertentu. Pelatihan seperti ini umumnya berlangsung tertentu. Pelatihan seperti ini umumnya berlangsung

35 35
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

antara 18 – 60 jam. Di Indonesia, umumnya Diklat PNS antara 18 – 60 jam. Di Indonesia, umumnya Diklat PNS
berlangsung selama berminggu-minggu bahkan beberapa berlangsung selama berminggu-minggu bahkan beberapa
bulan dengan materi yang sangat banyak sehingga tidak bulan dengan materi yang sangat banyak sehingga tidak
jelas kompetensi apa yang sesungguhnya ingin dicapai. jelas kompetensi apa yang sesungguhnya ingin dicapai.
Sebagai contok, kurikulum Diklat Kepemimpinan Sebagai contok, kurikulum Diklat Kepemimpinan
Tingkat IV dan III terdiri dari empat kelompok (tiga Tingkat IV dan III terdiri dari empat kelompok (tiga
kajian dan satu aktualisasi) dengan jumlah 22 materi kajian dan satu aktualisasi) dengan jumlah 22 materi
berbeda. Salah satu materi “Manajemen SDM, Keuangan, berbeda. Salah satu materi “Manajemen SDM, Keuangan,
dan Materil” sebenarnya dapat menjadi tiga jenis diklat dan Materil” sebenarnya dapat menjadi tiga jenis diklat
berbeda. Materi “Kordinasi dan Hubungan Kerja” dapat berbeda. Materi “Kordinasi dan Hubungan Kerja” dapat
menjadi satu jenis diklat. Demikian pula dengan materi menjadi satu jenis diklat. Demikian pula dengan materi
“Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan” dan “Pemecahan Masalah dan Pengambilan Keputusan” dan
materi lainnya dapat beridiri sendiri menjadi satu jenis materi lainnya dapat beridiri sendiri menjadi satu jenis
diklat. diklat.
4. CBT fokus pada outcome, bukan input. Dengan 4. CBT fokus pada outcome, bukan input. Dengan
demikian, CBT tidak mempersoalkan di mana dan demikian, CBT tidak mempersoalkan di mana dan
kapan peserta memperoleh kompetensi tersebut (pada kapan peserta memperoleh kompetensi tersebut (pada
pekerjaan sebelumnya atau pada bangku sekolah/kuliah) pekerjaan sebelumnya atau pada bangku sekolah/kuliah)
kompetensi tersebut akan diakui secara resmi. kompetensi tersebut akan diakui secara resmi.
5. CBT mengenal Recognition of Prior Learning (RPL) atau 5. CBT mengenal Recognition of Prior Learning (RPL) atau
semacam sistem akreditasi di perguruan tinggi. Dengan semacam sistem akreditasi di perguruan tinggi. Dengan
demikian peserta diklat tidak perlu mengikuti semua demikian peserta diklat tidak perlu mengikuti semua
materi apabila mereka sudah memiliki kompetensi yang materi apabila mereka sudah memiliki kompetensi yang
ingin dicapai pada materi tersebut. Menurut CBT, adalah ingin dicapai pada materi tersebut. Menurut CBT, adalah
tidak efisien dan pemborosan melatih pegawai yang tidak efisien dan pemborosan melatih pegawai yang
sudah meiliki kompetensi yang akan dilatihkan. Pegawai sudah meiliki kompetensi yang akan dilatihkan. Pegawai
seperti ini bahkan akan mengacaukan kelas apabila seperti ini bahkan akan mengacaukan kelas apabila
dipaksa mengikuti materi yang mereka sudah ketahui. dipaksa mengikuti materi yang mereka sudah ketahui.
(Ilustrasi: Doktor manajemen ikut Pim II di Yokyakarta. (Ilustrasi: Doktor manajemen ikut Pim II di Yokyakarta.
Widyaiswaranya S1). Widyaiswaranya S1).

36 36
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

6. CBT lebih mengutamakan keterampilan dibandingkan 6. CBT lebih mengutamakan keterampilan dibandingkan
dengan pengetahuan. dengan pengetahuan.
Selain mengadopsi karakteristik diklat berbasik Selain mengadopsi karakteristik diklat berbasik
kompetensi, PP 101/2000 juga mempersyaratkan bahwa kompetensi, PP 101/2000 juga mempersyaratkan bahwa
”metode diklat disusun sesuai dengan tujuan dan program diklat ”metode diklat disusun sesuai dengan tujuan dan program diklat
bagi orang dewasa” (Pasal 18). Untuk dapat menerapkan metode bagi orang dewasa” (Pasal 18). Untuk dapat menerapkan metode
diklat bagi orang dewasa, maka karakteristik orang dewasa diklat bagi orang dewasa, maka karakteristik orang dewasa
dalam proses belajar-mengajar perlu dipahami. Sama halnya dalam proses belajar-mengajar perlu dipahami. Sama halnya
dengan CBT, karakteristik orang dewasa seperti disebutkan dengan CBT, karakteristik orang dewasa seperti disebutkan
di bawah ini sepertinya belum maksimal diadopsi oleh para di bawah ini sepertinya belum maksimal diadopsi oleh para
penyelenggara diklat-diklat PNS di Indonesia: penyelenggara diklat-diklat PNS di Indonesia:
1. Orang dewasa memiliki pengalaman dan informasi yang 1. Orang dewasa memiliki pengalaman dan informasi yang
memadai. Oleh karena itu, proses belajar mengajar di memadai. Oleh karena itu, proses belajar mengajar di
dalam diklat sedapat mungkin melibatkan dialoh dan dalam diklat sedapat mungkin melibatkan dialoh dan
diskusi dengan memanfaatkan pengalaman peserta diskusi dengan memanfaatkan pengalaman peserta
sebagai bahan pelatihan. sebagai bahan pelatihan.
2. Orang dewasa memiliki nilai, kepercayaan, dan pendapat 2. Orang dewasa memiliki nilai, kepercayaan, dan pendapat
yang berbeda. Oleh karena itu orang-orang yang terlibat yang berbeda. Oleh karena itu orang-orang yang terlibat
dalam diklat PNS harus dapat menghargai perbedaan dalam diklat PNS harus dapat menghargai perbedaan
kepercayaan, sistem nilai, dan gaya hidup peserta kepercayaan, sistem nilai, dan gaya hidup peserta
serta memberikan kesempatan seluas mungkin untuk serta memberikan kesempatan seluas mungkin untuk
mengemukakan pendapat mereka berbeda dan beradu mengemukakan pendapat mereka berbeda dan beradu
argumentasi (berdebat). argumentasi (berdebat).
3. Orang dewasa memiliki gaya dan kecepatan belajar 3. Orang dewasa memiliki gaya dan kecepatan belajar
yang berbeda. Oleh karena itu sedapat mungkin strategi yang berbeda. Oleh karena itu sedapat mungkin strategi
diklat divariasikan misalnya dalam bentuk diskusi dan diklat divariasikan misalnya dalam bentuk diskusi dan
pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil. pemecahan masalah dalam kelompok-kelompok kecil.
Variasi juga diperlukan dalam bentuk auditory, visual, Variasi juga diperlukan dalam bentuk auditory, visual,
tactile (tangible and touchable) dan metode patisipatif. tactile (tangible and touchable) dan metode patisipatif.

37 37
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

4. Orang dewasa tahu apa yang mereka inginkan. Oleh 4. Orang dewasa tahu apa yang mereka inginkan. Oleh
karena itu mereka umumnya tidak suka hanya “digurui” karena itu mereka umumnya tidak suka hanya “digurui”
atau “disuapin”. atau “disuapin”.
5. Orang dewasa selalu menghubungkan pengetahuan 5. Orang dewasa selalu menghubungkan pengetahuan
dan informasi baru dengan informasi atau pengalaman dan informasi baru dengan informasi atau pengalaman
sebelumnya. Untuk itu dalam diklat PNS sebaiknya sebelumnya. Untuk itu dalam diklat PNS sebaiknya
konsep dan teori harus dihubungkan dengan keadaan konsep dan teori harus dihubungkan dengan keadaan
praktikal/sesungguhnya dan umumnya orang dewasa praktikal/sesungguhnya dan umumnya orang dewasa
tidak senang metode ceramah. tidak senang metode ceramah.
6. Orang dewasa secara phisik gampang lelah. Oleh karena 6. Orang dewasa secara phisik gampang lelah. Oleh karena
itu, ‘break” secara regular diperlukan, yang untuk metode itu, ‘break” secara regular diperlukan, yang untuk metode
ceramah minimal setiap 45-60 menit. (Ilustrasi. Kasihan ceramah minimal setiap 45-60 menit. (Ilustrasi. Kasihan
melihat peserta Pim II yang sudah sangat lelah duduk melihat peserta Pim II yang sudah sangat lelah duduk
dalam kelas seharian). dalam kelas seharian).
7. Orang dewasa punya harga diri dan ego yang tinggi. 7. Orang dewasa punya harga diri dan ego yang tinggi.
Karena setiap individu orang dewasa berbeda (termasuk Karena setiap individu orang dewasa berbeda (termasuk
kepercayaan diri dan ego) maka setiap pendapat harus kepercayaan diri dan ego) maka setiap pendapat harus
dihargai. dihargai.
8. Orang dewasa cenderung belajar untuk pemecahan 8. Orang dewasa cenderung belajar untuk pemecahan
masalah. Untuk itu untuk setiap materi yang diberikan masalah. Untuk itu untuk setiap materi yang diberikan
harus jelas bentuk aplikasinya di tempat kerja. harus jelas bentuk aplikasinya di tempat kerja.

Penutup Penutup
Reformasi di bidang kepegawaian adalah hal mendesak Reformasi di bidang kepegawaian adalah hal mendesak
yang harus dilakukan agar tujuan reformasi menyeluruh yang yang harus dilakukan agar tujuan reformasi menyeluruh yang
sudah dimulai di bidang politik dapat terwujud. Reformasi sudah dimulai di bidang politik dapat terwujud. Reformasi
manajemen kepegawaian yang mendesak dilakukan meliputi manajemen kepegawaian yang mendesak dilakukan meliputi
perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan, perencanaan, pengadaan, pengembangan kualitas, penempatan,
promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian promosi, penggajian, kesejahteraan, dan pemberhentian
(pensiun). (pensiun).

38 38
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Agar diklat berbasis kompetensi dapat dijadikan Agar diklat berbasis kompetensi dapat dijadikan
instrumen pengembangan karir pegawai maka di samping pola instrumen pengembangan karir pegawai maka di samping pola
karir yang jelas, pasti, transparan, dan berdasarkan prinsip- karir yang jelas, pasti, transparan, dan berdasarkan prinsip-
prinsip meritokrasi, tersedianya analisis jabatan, deskripsi prinsip meritokrasi, tersedianya analisis jabatan, deskripsi
pekerjaan, dan spesifikasi kompetensi jabatan menjadi syarat pekerjaan, dan spesifikasi kompetensi jabatan menjadi syarat
mutlak yang harus dipenuhi. Dengan adanya kejelasan tugas mutlak yang harus dipenuhi. Dengan adanya kejelasan tugas
dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap dan tanggung jawab yang harus dilaksanakan oleh setiap
individu pegawai dan kompetensi yang harus dimiliki untuk individu pegawai dan kompetensi yang harus dimiliki untuk
dapat mengemban tugas dan tanggung jawab tersebut maka dapat mengemban tugas dan tanggung jawab tersebut maka
pejabat yang bertanggung jawab terhadap kinerja pegawai dapat pejabat yang bertanggung jawab terhadap kinerja pegawai dapat
menilai apakah pegawai yang ada saat ini memiliki kompetensi menilai apakah pegawai yang ada saat ini memiliki kompetensi
yang dipersyaratkan. Kesenjangan antara kompetensi yang yang dipersyaratkan. Kesenjangan antara kompetensi yang
dimiliki dan kompetensi yang dipersyaratkan untuk jabatan dimiliki dan kompetensi yang dipersyaratkan untuk jabatan
dimaksud dapat menjadi dasar pelaksanaan diklat berdasarkan dimaksud dapat menjadi dasar pelaksanaan diklat berdasarkan
kompetensi (competency based training/CBT). Dan kompetensi kompetensi (competency based training/CBT). Dan kompetensi
yang dimiliki dari hasil mengikuti diklat dapat dijadikan sebagai yang dimiliki dari hasil mengikuti diklat dapat dijadikan sebagai
salah satu dasar dalam pengembangan karir pegawai. Hasilnya, salah satu dasar dalam pengembangan karir pegawai. Hasilnya,
tidak ada lagi diklat PNS yang tidak jelas kompetensi yang ingin tidak ada lagi diklat PNS yang tidak jelas kompetensi yang ingin
dicapai dan setiap diklat yang diikuti mempunyai dampak posif dicapai dan setiap diklat yang diikuti mempunyai dampak posif
terhadap pengembangan karir pegawai. terhadap pengembangan karir pegawai.
Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah daerah Dengan kewenangan yang dimiliki, pemerintah daerah
sebenarnya dapat menyusun pola manajemen kepegawaian sebenarnya dapat menyusun pola manajemen kepegawaian
daerah mereka sebagai komplimen terhadap manajemen daerah mereka sebagai komplimen terhadap manajemen
kepegawaian yang berlaku secara nasional yang dalam banyak kepegawaian yang berlaku secara nasional yang dalam banyak
aspek sudah tidak memadai lagi (out of date). aspek sudah tidak memadai lagi (out of date).

39 39
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

PENSIUN DINI PENSIUN DINI

Pada setiap kesempatan memberikan kuliah kepada Pada setiap kesempatan memberikan kuliah kepada
para pegawai negeri sipil (PNS) yang mengikuti pendidikan para pegawai negeri sipil (PNS) yang mengikuti pendidikan
dan latihan (diklat), saya selalu melontarkan pertanyaan apakah dan latihan (diklat), saya selalu melontarkan pertanyaan apakah
kantor mereka diliburkan atau ditutup karena mereka sedang kantor mereka diliburkan atau ditutup karena mereka sedang
mengikuti diklat. Tentu saja, para PNS ini selalu menjawab mengikuti diklat. Tentu saja, para PNS ini selalu menjawab
tidak karena, katanya, pekerjaan mereka sudah didelegasikan tidak karena, katanya, pekerjaan mereka sudah didelegasikan
kepada pegawai lainnnya. Kalau begitu, kata saya selanjutnya kepada pegawai lainnnya. Kalau begitu, kata saya selanjutnya
menyimpulkan, “bapak-bapak dan ibu-ibu ini adalah PNS yang menyimpulkan, “bapak-bapak dan ibu-ibu ini adalah PNS yang
sebenarnya tidak dibutuhkan dan sebaiknya diberhentikan saja”. sebenarnya tidak dibutuhkan dan sebaiknya diberhentikan saja”.
Oleh banyak pihak, utamanya para PNS, kesimpulan saya Oleh banyak pihak, utamanya para PNS, kesimpulan saya
ini banyak ditentang karena dianggap tidak ilmiah. Namun ini banyak ditentang karena dianggap tidak ilmiah. Namun
demikian, kenyataan sehari-hari juga menunjukkan bahwa demikian, kenyataan sehari-hari juga menunjukkan bahwa
jumlah PNS saat ini sudah melebihi dari yang sebenarnya jumlah PNS saat ini sudah melebihi dari yang sebenarnya
dibutuhkan. Bukankah para PNS yang tampak berkeliaran di dibutuhkan. Bukankah para PNS yang tampak berkeliaran di
pasar, mal, jalan atau yang asyik bermain catur, domino, atau pasar, mal, jalan atau yang asyik bermain catur, domino, atau
nonton Inul di televisi, pada jam-jam kerja, adalah bukti empiris nonton Inul di televisi, pada jam-jam kerja, adalah bukti empiris
bahwa kehadiran mereka sebenarnya tidak dibutuhkan di bahwa kehadiran mereka sebenarnya tidak dibutuhkan di
kantor mereka masing-masing? kantor mereka masing-masing?
Oleh karena itu saya tidak merasa kaget mengetahui niat Oleh karena itu saya tidak merasa kaget mengetahui niat
pemerintah untuk memberlakukan kebijakan pensiun dini bagi pemerintah untuk memberlakukan kebijakan pensiun dini bagi
PNS mulai tahun 2004, yang katanya, sebagai konsekuensi teknis PNS mulai tahun 2004, yang katanya, sebagai konsekuensi teknis
dari PP 8/2003. Sebab, sejatinya, tanpa kehadiran PP 8/2003, dari PP 8/2003. Sebab, sejatinya, tanpa kehadiran PP 8/2003,
pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap penciptaan pemerintahan yang memiliki komitmen terhadap penciptaan
pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi, efisien, dan pelayanan publik yang moderen, berkualitas tinggi, efisien, dan

40 40
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

responsif terhadap keinginan masyarakat seharusnya melakukan responsif terhadap keinginan masyarakat seharusnya melakukan
analisis fungsi lembaga secara berkala dan sistematis. analisis fungsi lembaga secara berkala dan sistematis.
Analisis yang dilakukan sedikitnya sekali dalam lima Analisis yang dilakukan sedikitnya sekali dalam lima
tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksistensi setiap tahun ini bertujuan untuk mengetahui apakah eksistensi setiap
institusi pemerintah masih perlu dipertahankan seperti apa institusi pemerintah masih perlu dipertahankan seperti apa
adanya, direstrukturisasi, atau sudah saatnya untuk dihapuskan. adanya, direstrukturisasi, atau sudah saatnya untuk dihapuskan.
Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan bahwa institusi Adanya kegiatan seperti ini menunjukkan bahwa institusi
pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang selalu berubah dan pemerintah sebenarnya bersifat dinamis yang selalu berubah dan
eksistensinya tidak abadi. Dengan demikian pekerjaan sebagai eksistensinya tidak abadi. Dengan demikian pekerjaan sebagai
pelayan masyarakat (public servants) bukanlah pekerjaan seumur pelayan masyarakat (public servants) bukanlah pekerjaan seumur
hidup (lifetime employment).  Adanya anggapan di antara PNS hidup (lifetime employment).  Adanya anggapan di antara PNS
bahwa pekerjaan mereka dijamin sepanjang hayat adalah salah bahwa pekerjaan mereka dijamin sepanjang hayat adalah salah
satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi kita saat ini. satu penyebab rendahnya kinerja birokrasi kita saat ini.
Untuk dapat menentukan kelompok PNS yang akan Untuk dapat menentukan kelompok PNS yang akan
diikutsertakan dalam program pensiun dini dan agar diikutsertakan dalam program pensiun dini dan agar
mendapatkan dukungan karena dinilai sebagai langkah yang mendapatkan dukungan karena dinilai sebagai langkah yang
rasional, kebijakan pensiun dini dapat dimulai dengan analisis rasional, kebijakan pensiun dini dapat dimulai dengan analisis
fungsi lembaga. Analisis ini pada dasarnya menilai apakah fungsi lembaga. Analisis ini pada dasarnya menilai apakah
kegiatan atau layanan publik (public services) yang selama ini kegiatan atau layanan publik (public services) yang selama ini
dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah masih dilakukan (delivered) oleh suatu lembaga pemerintah masih
dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila hasil analisa dibutuhkan oleh masyarakat atau tidak. Apabila hasil analisa
ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan tersebut tidak ini menunjukkan bahwa kegiatan atau layanan tersebut tidak
lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga tersebut harus lagi dibutuhkan oleh masyarakat maka lembaga tersebut harus
dihapuskan (abolished). Dengan demikian, usia suatu lembaga dihapuskan (abolished). Dengan demikian, usia suatu lembaga
pemerintah termasuk aparatur di dalamnya hanya seumur pemerintah termasuk aparatur di dalamnya hanya seumur
kebutuhan masyarakat atas pelayanan lembaga tersebut. kebutuhan masyarakat atas pelayanan lembaga tersebut.
Aparatur yang bekerja pada lembaga yang layanannya tidak lagi Aparatur yang bekerja pada lembaga yang layanannya tidak lagi
dibutuhkan oleh masyarakat dapat dijadikan sebagai “kloter” dibutuhkan oleh masyarakat dapat dijadikan sebagai “kloter”
pertama kebijakan pensiun dini. pertama kebijakan pensiun dini.
Analisis fungsi lembaga dapat juga menunjukkan bahwa Analisis fungsi lembaga dapat juga menunjukkan bahwa
sebahagian dari kegiatan dan layanan publik yang dilakukan sebahagian dari kegiatan dan layanan publik yang dilakukan

41 41
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

oleh suatu lembaga pemerintah masih ada yang dibutuhkan oleh suatu lembaga pemerintah masih ada yang dibutuhkan
masyarakat. Hasil analisis seperti ini dapat disikapi dengan masyarakat. Hasil analisis seperti ini dapat disikapi dengan
melakukan restrukturisasi lembaga. Unit-unit lembaga yang melakukan restrukturisasi lembaga. Unit-unit lembaga yang
secara langsung melakukan kegiatan atau menghasilkan layanan secara langsung melakukan kegiatan atau menghasilkan layanan
yang masih dibutuhkan oleh masyarakat dapat dipertahankan. yang masih dibutuhkan oleh masyarakat dapat dipertahankan.
Sebaliknya, unit-unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap Sebaliknya, unit-unit yang tidak memiliki kontribusi terhadap
layanan yang dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian, layanan yang dihasilkan dapat dihapuskan. Dengan demikian,
bentuk akhir dari lembaga tersebut menjadi lebih ramping sesuai bentuk akhir dari lembaga tersebut menjadi lebih ramping sesuai
dengan kebutuhan. PNS yang mengisi unit-unit yang harus dengan kebutuhan. PNS yang mengisi unit-unit yang harus
dihapuskan tersebut dapat dimasukkan ke dalam kelompok dihapuskan tersebut dapat dimasukkan ke dalam kelompok
kedua pelaksanaan program pensiun dini. kedua pelaksanaan program pensiun dini.
Apabila analisis fungsi lembaga menyimpulkan bahwa Apabila analisis fungsi lembaga menyimpulkan bahwa
masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan masyarakat masih membutuhkan semua kegiatan dan layanan
publik yang selama ini dihasilkan oleh suatu lembaga pemerintah publik yang selama ini dihasilkan oleh suatu lembaga pemerintah
maka perlu dilakukan analisa lanjutan yang dapat menghasilkan maka perlu dilakukan analisa lanjutan yang dapat menghasilkan
dua kesimpulan dengan implikasi berbeda. Pertama, walaupun dua kesimpulan dengan implikasi berbeda. Pertama, walaupun
masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik tersebut tidak masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik tersebut tidak
lagi menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian, lagi menjadi tanggung jawab pemerintah. Dengan demikian,
layanan tersebut harus dilakukan oleh pihak swasta yang selama layanan tersebut harus dilakukan oleh pihak swasta yang selama
ini dikenal sebagai privatisasi. Keputusan privatisasi ini akan ini dikenal sebagai privatisasi. Keputusan privatisasi ini akan
menghapuskan lembaga pemerintah yg selama ini malakukan menghapuskan lembaga pemerintah yg selama ini malakukan
layanan publik sekaligus menghasilkan PNS yang berpotensi layanan publik sekaligus menghasilkan PNS yang berpotensi
untuk diikutsertakan dalam program pensiun dini untuk diikutsertakan dalam program pensiun dini
Kesimpulan kedua dapat juga menunjukkan bahwa selain Kesimpulan kedua dapat juga menunjukkan bahwa selain
masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik yang dimaksud masih dibutuhkan masyarakat, layanan publik yang dimaksud
masih merupakan tanggung jawab pemerintah. Walaupun masih merupakan tanggung jawab pemerintah. Walaupun
demikian, kesimpulan ini tidak berarti bahwa pengadaan layanan demikian, kesimpulan ini tidak berarti bahwa pengadaan layanan
publik tersebut harus secara langsung ditangani pemerintah. publik tersebut harus secara langsung ditangani pemerintah.
Apabila pihak swasta ternyata mampu menghasilkan kualitas Apabila pihak swasta ternyata mampu menghasilkan kualitas
layanan yang lebih baik dengan harga yang lebih murah, maka layanan yang lebih baik dengan harga yang lebih murah, maka
penyediaan layanan publik tersebut dapat dialihkan ke pihak penyediaan layanan publik tersebut dapat dialihkan ke pihak

42 42
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

swasta walaupun anggarannya masih menjadi tanggung jawab swasta walaupun anggarannya masih menjadi tanggung jawab
pemerintah (contracting out). Karena pemerintah tidak lagi pemerintah (contracting out). Karena pemerintah tidak lagi
secara langsung menyediakan layanan publik yang dimaksud, secara langsung menyediakan layanan publik yang dimaksud,
eksistensi lembaga tersebut juga harus diakhiri atau minimal eksistensi lembaga tersebut juga harus diakhiri atau minimal
diciutkan sekedar untuk melaksanakan fungsi regulasi saja. diciutkan sekedar untuk melaksanakan fungsi regulasi saja.
PNS yang selama ini menjalankan lembaga tersebut selanjutnya PNS yang selama ini menjalankan lembaga tersebut selanjutnya
dapat diprogramkan untuk mengikuti pensiun dini. dapat diprogramkan untuk mengikuti pensiun dini.
Ketika pemerintah daerah sedang hangat-hangatnya Ketika pemerintah daerah sedang hangat-hangatnya
menata kelembagaan mereka, di bulan-bulan awal implementasi menata kelembagaan mereka, di bulan-bulan awal implementasi
Undang-undang 29/1999, saya pernah melakukan “protes” Undang-undang 29/1999, saya pernah melakukan “protes”
kepada salah satu harian yang cukup ternama di Makassar karena, kepada salah satu harian yang cukup ternama di Makassar karena,
dengan judul-judul yang sangat provokatif, menyayangkan dengan judul-judul yang sangat provokatif, menyayangkan
hilangnya beberapa jabatan eselon akibat penataan kelembagaan hilangnya beberapa jabatan eselon akibat penataan kelembagaan
di berbagai pemerintahan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan. di berbagai pemerintahan kabupaten/kota di Sulawesi Selatan.
Sepertinya  harian ini lebih bersimpati kepada pejabat yang Sepertinya  harian ini lebih bersimpati kepada pejabat yang
harus kehilangan kedudukannya dari pada penghematan harus kehilangan kedudukannya dari pada penghematan
anggaran yang terjadi karena dihapuskannya jabatan-jabatan anggaran yang terjadi karena dihapuskannya jabatan-jabatan
yang tidak lagi dibutuhkan. Semoga kali ini simpati kita lebih yang tidak lagi dibutuhkan. Semoga kali ini simpati kita lebih
kepada negara dan bukan pada individu-individu. Siapa sih kepada negara dan bukan pada individu-individu. Siapa sih
yang takut pensiun dini? yang takut pensiun dini?

43 43
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

POLITISASI BIROKRASI POLITISASI BIROKRASI

Pengantar Pengantar
Birokrasi ideal ala Max Weber mensyaratkan beberapa Birokrasi ideal ala Max Weber mensyaratkan beberapa
kriteria yang harus dipenuhi. Antara lain, (1) adanya fungsi- kriteria yang harus dipenuhi. Antara lain, (1) adanya fungsi-
fungsi jabatan atau pembagian kerja yang diatur secara tegas; fungsi jabatan atau pembagian kerja yang diatur secara tegas;
(2) kewenangan yang dimiliki pegawai bersifat impersonal atau (2) kewenangan yang dimiliki pegawai bersifat impersonal atau
bebas secara pribadi. Dengan demikian, keputusan-keputusan bebas secara pribadi. Dengan demikian, keputusan-keputusan
yang diambil pegawai tersebut hanya didasarkan pada aturan yang diambil pegawai tersebut hanya didasarkan pada aturan
semata dan tidak dipengaruhi oleh motif atau kepentingan semata dan tidak dipengaruhi oleh motif atau kepentingan
pribadi; (3) para pegawai direkrut berdasarkan kualifikasi pribadi; (3) para pegawai direkrut berdasarkan kualifikasi
profesional yang ditunjukkan atau potensi kompetensi yang profesional yang ditunjukkan atau potensi kompetensi yang
biasanya dibuktikan dengan diploma (ijazah) yang diperoleh biasanya dibuktikan dengan diploma (ijazah) yang diperoleh
melalui ujian; (4) pegawai pemerintah mendapatkan gaji dan melalui ujian; (4) pegawai pemerintah mendapatkan gaji dan
tunjangan lainnya seperti hak-hak pensiun dan bagi mereka tunjangan lainnya seperti hak-hak pensiun dan bagi mereka
yang sudah bekerja dengan baik berhak mendapatkan keamanan yang sudah bekerja dengan baik berhak mendapatkan keamanan
kerja dan promosi berdasarkan senioritas dan atau meriktokrasi; kerja dan promosi berdasarkan senioritas dan atau meriktokrasi;
dan (5) hirarki jabatan dalam organisasi jelas di mana pegawai dan (5) hirarki jabatan dalam organisasi jelas di mana pegawai
pada level yang lebih rendah diawasi atau bertanggung jawab pada level yang lebih rendah diawasi atau bertanggung jawab
pada pegawai yang berada pada level di atasnya . pada pegawai yang berada pada level di atasnya .
Gambaran birokrasi Weber di atas seolah-olah Gambaran birokrasi Weber di atas seolah-olah
menegaskan bahwa birokrasi di negara manapun akan selalu menegaskan bahwa birokrasi di negara manapun akan selalu
seperti itu dan menafikan perbedaan karakteristik birokrasi seperti itu dan menafikan perbedaan karakteristik birokrasi
berdasarkan kondisi atau budaya politik setempat. Birokrasi berdasarkan kondisi atau budaya politik setempat. Birokrasi
klasik ala Jerman dan Perancis, misalnya, terkenal sangat klasik ala Jerman dan Perancis, misalnya, terkenal sangat
profesional dan efisien walaupun cenderung terkesan tidak profesional dan efisien walaupun cenderung terkesan tidak
fleksibel (rigid) dan menjaga jarak (aloof), bahkan menaruh fleksibel (rigid) dan menjaga jarak (aloof), bahkan menaruh

44 44
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

curiga, pada aktor-aktor politik. Sebaliknya, birokrasi di Inggris curiga, pada aktor-aktor politik. Sebaliknya, birokrasi di Inggris
dan Amerika lebih “bersahabat” dan dapat menerima kontrol dan Amerika lebih “bersahabat” dan dapat menerima kontrol
para politisi karena memosisikan diri mereka sebagai pelaksana para politisi karena memosisikan diri mereka sebagai pelaksana
keinginan dari pemerintahan yang terpilih. keinginan dari pemerintahan yang terpilih.
Birokrasi yang digambarkan oleh Weber juga sepertinya Birokrasi yang digambarkan oleh Weber juga sepertinya
menarik garis tegas antara politik dan administrasi, antara menarik garis tegas antara politik dan administrasi, antara
politisi dan birokrat. Politisi, seperti namanya, bertugas membuat politisi dan birokrat. Politisi, seperti namanya, bertugas membuat
policy (kebijakan) yang merupakan ranah politik sedangkan policy (kebijakan) yang merupakan ranah politik sedangkan
birokrat sekedar menjalankan kebijakan tersebut dan terbebas birokrat sekedar menjalankan kebijakan tersebut dan terbebas
dari pengaruh politik. Keadaan seperti ini hampir tidak pernah dari pengaruh politik. Keadaan seperti ini hampir tidak pernah
ditemukan karena pada kenyataannya, birokrat atau pegawai ditemukan karena pada kenyataannya, birokrat atau pegawai
pemerintah juga terlibat dalam aktifitas politik, walaupun pemerintah juga terlibat dalam aktifitas politik, walaupun
dengan cara yang berbeda dengan para politisi. Mungkin tidak dengan cara yang berbeda dengan para politisi. Mungkin tidak
tampak di permukaan, birokrat misalnya harus berhadapan tampak di permukaan, birokrat misalnya harus berhadapan
dengan berbagai kelompok kepentingan yang menyuarakan dengan berbagai kelompok kepentingan yang menyuarakan
keinginan-keinginan dan harapan-harapan mereka yang keinginan-keinginan dan harapan-harapan mereka yang
mana merupakan aktifitas politik. Juga birokrat senior yang mana merupakan aktifitas politik. Juga birokrat senior yang
menempati posisi hirarki tertinggi setiap saat memberikan menempati posisi hirarki tertinggi setiap saat memberikan
pertimbangan-pertimbangan kepada, atau melakukan kontak pertimbangan-pertimbangan kepada, atau melakukan kontak
dan bekerja bersama-sama dengan para politisi. dan bekerja bersama-sama dengan para politisi.

Politisasi Birokrasi: Suatu Keniscayaan Politisasi Birokrasi: Suatu Keniscayaan


Dikotomi politik-administrasi seperti yang diinginkan Dikotomi politik-administrasi seperti yang diinginkan
oleh Weber yang dalam literatur administrasi negara dikenal oleh Weber yang dalam literatur administrasi negara dikenal
sebagai “old public administration” mendapatkan dukungan sebagai “old public administration” mendapatkan dukungan
kuat dari Woodrow Wilson, dosen yang kemudian menjadi kuat dari Woodrow Wilson, dosen yang kemudian menjadi
presiden Amerika. Pernyataan Wilson yang sangat terkenal presiden Amerika. Pernyataan Wilson yang sangat terkenal
dalam hal pemisahan yang tegas antara politik dan birokrasi ini dalam hal pemisahan yang tegas antara politik dan birokrasi ini
adalah: adalah:
“Administration lies outside the proper sphere of politics. “Administration lies outside the proper sphere of politics.
Administrative questions are not political questions. Although Administrative questions are not political questions. Although

45 45
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

politics sets the tasks of administration, it should not be suffered politics sets the tasks of administration, it should not be suffered
to manipulate its offices” to manipulate its offices”
Namun demikian, pandangan dikotomi seperti ini Namun demikian, pandangan dikotomi seperti ini
sepertinya tinggal menjadi kajian-kajian akademik semata sepertinya tinggal menjadi kajian-kajian akademik semata
dan sangat sulit untuk menemukan hal tersebut dalam praktek dan sangat sulit untuk menemukan hal tersebut dalam praktek
kepemerintahan saat ini. Seperti sudah dijelaskan di awal tulisan kepemerintahan saat ini. Seperti sudah dijelaskan di awal tulisan
ini, birokrat saat ini terlibat dalam aktifitas politik dan politisi ini, birokrat saat ini terlibat dalam aktifitas politik dan politisi
pun tidak mungkin menahan diri untuk tidak melakukan pun tidak mungkin menahan diri untuk tidak melakukan
intervensi pada birokrasi. intervensi pada birokrasi.
Dalam kajian administrasi negara, intervensi politik Dalam kajian administrasi negara, intervensi politik
terhadap birokrasi pemerintah sedikitnya disebabkan oleh dua terhadap birokrasi pemerintah sedikitnya disebabkan oleh dua
alasan. Pertama, politisi ingin memastikan bahwa kebijakan- alasan. Pertama, politisi ingin memastikan bahwa kebijakan-
kebijakan yang mereka buat diimplementasikan oleh para kebijakan yang mereka buat diimplementasikan oleh para
birokrat. Sebagai aktor dominan dalam implementasi kebijakan birokrat. Sebagai aktor dominan dalam implementasi kebijakan
publik, pegawai pemerintah memiliki kekuasaan yang besar publik, pegawai pemerintah memiliki kekuasaan yang besar
dalam menentukan keberhasilan suatu kebijakan, dibandingkan dalam menentukan keberhasilan suatu kebijakan, dibandingkan
para politisi. Hal ini disebabkan karena aktor politik (menteri, para politisi. Hal ini disebabkan karena aktor politik (menteri,
misalnya, atau gubernur, bupati, dan walikota di pemerintah misalnya, atau gubernur, bupati, dan walikota di pemerintah
daerah) tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol daerah) tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol
implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pegawai implementasi kebijakan yang dilakukan oleh pegawai
pemerintah. Sebaliknya, dengan peran implementasi yang pemerintah. Sebaliknya, dengan peran implementasi yang
dominan para birokrat dapat saja “memelintir” kebijakan politik dominan para birokrat dapat saja “memelintir” kebijakan politik
yang tersebut di lapangan, baik karena keadaan yang memaksa yang tersebut di lapangan, baik karena keadaan yang memaksa
atau karena kepentingan dari para birokrat itu sendiri. atau karena kepentingan dari para birokrat itu sendiri.
Mengingat jabatan politik setiap saat berganti, pejabat Mengingat jabatan politik setiap saat berganti, pejabat
politik di departemen atau pemerintah daerah memiliki politik di departemen atau pemerintah daerah memiliki
pengetahuan teknis yang terbatas dibandingkan pegawai pengetahuan teknis yang terbatas dibandingkan pegawai
negeri senior karena merupakan jabatan karir. Oleh karena negeri senior karena merupakan jabatan karir. Oleh karena
itu, untuk dapat memastikan keberhasilan kebijakan-kebijakan itu, untuk dapat memastikan keberhasilan kebijakan-kebijakan
yang terkait pada kementrian atau pemerintah daerah yang yang terkait pada kementrian atau pemerintah daerah yang
dipimpinnya, pejabat politik tersebut sangat tergantung dipimpinnya, pejabat politik tersebut sangat tergantung

46 46
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

pada informasi dan “bimbingan” dari para birokrat senior. pada informasi dan “bimbingan” dari para birokrat senior.
Berdasarkan kenyataan tersebut, penggantian birokrat senior Berdasarkan kenyataan tersebut, penggantian birokrat senior
yang biasanya mengikuti kedatangan pejabat politik yang baru yang biasanya mengikuti kedatangan pejabat politik yang baru
mendapatkan pembenaran - untuk menjamin bahwa informasi mendapatkan pembenaran - untuk menjamin bahwa informasi
dan advis yang diberikan oleh birokrat senior tersebut sesuai dan advis yang diberikan oleh birokrat senior tersebut sesuai
dengan keadaan yang sebenarnya. dengan keadaan yang sebenarnya.
Kekhawatiran bahwa birokrat tidak sepenuhnya Kekhawatiran bahwa birokrat tidak sepenuhnya
menjalankan kebijakan yang dibuat oleh aktor-aktor politik menjalankan kebijakan yang dibuat oleh aktor-aktor politik
yang menyebabkan intervensi politik dalam birokrasi seperti yang menyebabkan intervensi politik dalam birokrasi seperti
ini terjadi bahkan di negara-negara komunis yang menolak ini terjadi bahkan di negara-negara komunis yang menolak
pemisahan antara birokrasi dan politik. Walaupun, jabatan- pemisahan antara birokrasi dan politik. Walaupun, jabatan-
jabatan birokrasi penting telah diduduki oleh birokrat jabatan birokrasi penting telah diduduki oleh birokrat
yang merupakan kader-kader partai komunis, birokrasi yang merupakan kader-kader partai komunis, birokrasi
masih berusaha - dan sering berhasil - untuk “memelintir” masih berusaha - dan sering berhasil - untuk “memelintir”
implementasi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh politisi implementasi kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh politisi
partai. Di Cina, misalnya, pada tahun 1987, pemerintah komunis partai. Di Cina, misalnya, pada tahun 1987, pemerintah komunis
Cina sangat gencar mengingatkan birokrasi pemerintah di Cina sangat gencar mengingatkan birokrasi pemerintah di
daerah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan nasional yang daerah untuk menjalankan kebijakan-kebijakan nasional yang
telah ditetapkan oleh para politisi partai komunis. Bahkan, telah ditetapkan oleh para politisi partai komunis. Bahkan,
“mata-mata” pemerintah pusat yang terdiri dari orang-orang “mata-mata” pemerintah pusat yang terdiri dari orang-orang
kepercayaan partai komunis harus diturunkan ke daerah- kepercayaan partai komunis harus diturunkan ke daerah-
daerah untuk melakukan pengawasan dan menjamin bahwa daerah untuk melakukan pengawasan dan menjamin bahwa
implementasi kebijakan publik di daerah benar-benar sesuai implementasi kebijakan publik di daerah benar-benar sesuai
dengan yang digariskan politik pemerintah partai komunis . dengan yang digariskan politik pemerintah partai komunis .
Di negara-negara demokrasi liberal pun, intervensi Di negara-negara demokrasi liberal pun, intervensi
politik untuk mengontrol birokrasi juga terjadi walaupun politik untuk mengontrol birokrasi juga terjadi walaupun
dengan cara yang berbeda. Di Jerman, misalnya, birokrat senior dengan cara yang berbeda. Di Jerman, misalnya, birokrat senior
yang bersimpati kepada partai pemerintah yang berkuasa akan yang bersimpati kepada partai pemerintah yang berkuasa akan
ditempatkan pada “sensitive administrative positions”. Praktek ditempatkan pada “sensitive administrative positions”. Praktek
seperti ini dapat diterima walaupun biayanya mahal karena seperti ini dapat diterima walaupun biayanya mahal karena
pegawai negeri yang kehilangan jabatan karena alasan politis pegawai negeri yang kehilangan jabatan karena alasan politis

47 47
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

seperti ini mengambil pensiun dini dan menerima pesangon dan seperti ini mengambil pensiun dini dan menerima pesangon dan
hak-hak lainnya secara penuh. Di Finlandia, sejak setelah perang hak-hak lainnya secara penuh. Di Finlandia, sejak setelah perang
dunia kedua, intervensi politik terhadap birokrasi sangat kental dunia kedua, intervensi politik terhadap birokrasi sangat kental
sehingga “very difficult for civil servants who are not committed sehingga “very difficult for civil servants who are not committed
politically to advance to leading posts in administration” politically to advance to leading posts in administration”

Politisasi Manajemen SDM Pemerintahan Daerah Politisasi Manajemen SDM Pemerintahan Daerah
Apa yang sudah digambarkan pada bagian terdahulu Apa yang sudah digambarkan pada bagian terdahulu
menegaskan bahwa intervensi politik ke dalam birokrasi tidak menegaskan bahwa intervensi politik ke dalam birokrasi tidak
hanya terjadi pada negara-negara sedang berkembang atau yang hanya terjadi pada negara-negara sedang berkembang atau yang
secara politis tidak demokratis, tetapi juga terjadi di negara- secara politis tidak demokratis, tetapi juga terjadi di negara-
negara yang secara ekonomi sangat maju dengan sistem politik negara yang secara ekonomi sangat maju dengan sistem politik
yang demokratis. Yang berbeda dengan apa yang terjadi di yang demokratis. Yang berbeda dengan apa yang terjadi di
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini - apalagi sejak Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini - apalagi sejak
otonomi daerah berlangsung - adalah intensitas dan masifnya otonomi daerah berlangsung - adalah intensitas dan masifnya
intervensi politik tersebut. Pada negara-negara maju seperti intervensi politik tersebut. Pada negara-negara maju seperti
Inggris, Amerika, Jerman, dan Australia, intervensi politik Inggris, Amerika, Jerman, dan Australia, intervensi politik
birokrasi hanya terjadi pada posisi-posisi kunci secara terbatas birokrasi hanya terjadi pada posisi-posisi kunci secara terbatas
(political appointments dan minister’s advisory staff). Sebaliknya, (political appointments dan minister’s advisory staff). Sebaliknya,
intervensi politik birokrasi di pemerintah daerah terjadi bahkan intervensi politik birokrasi di pemerintah daerah terjadi bahkan
pada posisi-posisi yang secara nyata tidak memiliki kewenangan pada posisi-posisi yang secara nyata tidak memiliki kewenangan
yang berarti. Berikut ini akan digambarkan berbagai intervensi yang berarti. Berikut ini akan digambarkan berbagai intervensi
tersebut berdasarkan aspek-aspek umum atau pendekatan tersebut berdasarkan aspek-aspek umum atau pendekatan
utama manajemen sumber daya manusia. Ilustrasi, data dan utama manajemen sumber daya manusia. Ilustrasi, data dan
informasi pada bagian ini umumnya berdasarkan beberapa informasi pada bagian ini umumnya berdasarkan beberapa
hasil penelitian di mana penulis terlibat di dalamnya. hasil penelitian di mana penulis terlibat di dalamnya.
Rekrutmen Rekrutmen
Di Indonesia, seperti juga di banyak negara berkembang Di Indonesia, seperti juga di banyak negara berkembang
lainnya, hubungan kekeluargaan yang kental dan adanya lainnya, hubungan kekeluargaan yang kental dan adanya
“kewajiban luhur” bagi keluarga yang mampu untuk menolong “kewajiban luhur” bagi keluarga yang mampu untuk menolong

48 48
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

anggota keluarga yang kurang mampu seringkali dirujuk anggota keluarga yang kurang mampu seringkali dirujuk
sebagai penyebab maraknya intervensi dalam proses rekrutmen sebagai penyebab maraknya intervensi dalam proses rekrutmen
dan seleksi pegawai negeri sipil. Walaupun secara normatif dan seleksi pegawai negeri sipil. Walaupun secara normatif
rekrutmen pegawai negeri di Indonesia didasarkan pada rekrutmen pegawai negeri di Indonesia didasarkan pada
prinsip-prinsip meriktokrasi, pada kenyataannya, proses seleksi prinsip-prinsip meriktokrasi, pada kenyataannya, proses seleksi
penerimaan PNS yang dilakukan pemerintah daerah selalu penerimaan PNS yang dilakukan pemerintah daerah selalu
beraroma korupsi, kolusi, dan nepotisme. Intervensi politik dari beraroma korupsi, kolusi, dan nepotisme. Intervensi politik dari
luar birokrasi dapat berasal partai politik dan dari pimpinan dan luar birokrasi dapat berasal partai politik dan dari pimpinan dan
anggota legislatif di daerah. Namun demikian, rekrutmen yang anggota legislatif di daerah. Namun demikian, rekrutmen yang
menyalahi prinsip-prinsip penerimaan pegawai berdasarkan menyalahi prinsip-prinsip penerimaan pegawai berdasarkan
profesionalisme dan kompetensi ini terjadi bukan hanya karena profesionalisme dan kompetensi ini terjadi bukan hanya karena
intervensi dari aktor politik lokal saja tetapi juga berasal dari intervensi dari aktor politik lokal saja tetapi juga berasal dari
internal birokrasi daerah itu sendiri, khususnya dari pejabat internal birokrasi daerah itu sendiri, khususnya dari pejabat
eksekutif tertinggi di daerah. Bentuk lain intervensi politik yang eksekutif tertinggi di daerah. Bentuk lain intervensi politik yang
menyebabkan lemahnya proses rekrutmen dan seleksi PNS juga menyebabkan lemahnya proses rekrutmen dan seleksi PNS juga
berasal dari warga masyarakat lokal yang menginginkan agar berasal dari warga masyarakat lokal yang menginginkan agar
“putra-putri daerah” diprioritaskan dalam setiap penerimaan “putra-putri daerah” diprioritaskan dalam setiap penerimaan
PNS. PNS.
Kesalahan terhadap terjadinya intervensi dalam Kesalahan terhadap terjadinya intervensi dalam
rekrutmen dan seleksi PNS di daerah mungkin tidak bisa rekrutmen dan seleksi PNS di daerah mungkin tidak bisa
dilimpahkan hanya kepada pemerintah daerah saja. Bisa jadi dilimpahkan hanya kepada pemerintah daerah saja. Bisa jadi
apa yang dilakukan merupakan hasil dari “berguru” pada apa apa yang dilakukan merupakan hasil dari “berguru” pada apa
yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Walaupun pemerintah yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Walaupun pemerintah
pusat berusaha keras memberikan pembenaran yang rasional, pusat berusaha keras memberikan pembenaran yang rasional,
pengangkatan seluruh pegawai honorer dan, kemudian, pengangkatan seluruh pegawai honorer dan, kemudian,
sekretaris desa, menjadi pegawai negeri adalah kebijakan yang sekretaris desa, menjadi pegawai negeri adalah kebijakan yang
syarat dengan pertimbangan politis. Pemerintahan sepertinya syarat dengan pertimbangan politis. Pemerintahan sepertinya
ingin memberikan perhatian dan empatinya kepada ribuan ingin memberikan perhatian dan empatinya kepada ribuan
pegawai honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun pada pegawai honorer yang telah mengabdi bertahun-tahun pada
negara melalui instansi tempat mereka bekerja. Spekulasi politik negara melalui instansi tempat mereka bekerja. Spekulasi politik
pun berkembang bahwa rekruitmen tersebut bernuansa politis pun berkembang bahwa rekruitmen tersebut bernuansa politis

49 49
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

karena dapat mendongkrak popularitas pemerintah di mata karena dapat mendongkrak popularitas pemerintah di mata
rakyat. Apalagi saat ini, popularitas sangat berpengaruh dalam rakyat. Apalagi saat ini, popularitas sangat berpengaruh dalam
politik seiring berubahnya tatanan konstitusi dalam pemilihan politik seiring berubahnya tatanan konstitusi dalam pemilihan
presiden yang bersifat langsung dipilih oleh rakyat. presiden yang bersifat langsung dipilih oleh rakyat.
Hal yang sama dapat dikatakan terhadap kebijakan Hal yang sama dapat dikatakan terhadap kebijakan
penerimaan PNS setiap tahunnya di tengah-tengah kecaman penerimaan PNS setiap tahunnya di tengah-tengah kecaman
berbagai pihak bahwa sebenarnya jumlah pegawai di Indonesia berbagai pihak bahwa sebenarnya jumlah pegawai di Indonesia
sudah berlebih (over-staffing). Pembenaran politik dari kebijakan sudah berlebih (over-staffing). Pembenaran politik dari kebijakan
ini bisa jadi adalah sebagai usaha untuk menanggulangi masih ini bisa jadi adalah sebagai usaha untuk menanggulangi masih
tingginya tingkat pengangguran dan lemahnya penyerapan tingginya tingkat pengangguran dan lemahnya penyerapan
tenaga kerja di sektor swasta. Terakhir, walau pun sulit untuk tenaga kerja di sektor swasta. Terakhir, walau pun sulit untuk
dibuktikan, penetapan formasi pegawai tahunan yang dilakukan dibuktikan, penetapan formasi pegawai tahunan yang dilakukan
oleh pemerintah pusat juga disinyalir kental dengan intervensi oleh pemerintah pusat juga disinyalir kental dengan intervensi
politik dan atau intervensi lainnya (bargaining) sehingga politik dan atau intervensi lainnya (bargaining) sehingga
formasi yang diterima seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan formasi yang diterima seringkali tidak sesuai dengan kebutuhan
pemerintah daerah. pemerintah daerah.

Promosi Promosi
Baik birokrasi Weber maupun teori-teori manajemen SDM Baik birokrasi Weber maupun teori-teori manajemen SDM
menekankan pentingnya promosi pegawai yang didasarkan menekankan pentingnya promosi pegawai yang didasarkan
pada pertimbangan meritokrasi, di mana pegawai yang pada pertimbangan meritokrasi, di mana pegawai yang
memiliki kompetensi terbaik yang seharusnya dipromosikan. memiliki kompetensi terbaik yang seharusnya dipromosikan.
Bahkan, selain aspek kompetensi, pendekatan manajemen SDM Bahkan, selain aspek kompetensi, pendekatan manajemen SDM
stratejik mensyaratkan agar promosi juga harus dihubungkan stratejik mensyaratkan agar promosi juga harus dihubungkan
dengan rencana pengembangan SDM secara menyeluruh untuk dengan rencana pengembangan SDM secara menyeluruh untuk
mencapai tujuan-tujuan organisasi. Berbagai kebijakan formal mencapai tujuan-tujuan organisasi. Berbagai kebijakan formal
kepegawaian pada dasarnya sudah mensyaratkan promosi harus kepegawaian pada dasarnya sudah mensyaratkan promosi harus
didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan objektif berupa didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan objektif berupa
kompetensi, prestasi kerja, dan senioritas (Pasal 17 UU 43 Tahun kompetensi, prestasi kerja, dan senioritas (Pasal 17 UU 43 Tahun
1999). Senioritas erat kaitannya dengan persyaratan golongan 1999). Senioritas erat kaitannya dengan persyaratan golongan
atau kepangkatan dari pegawai yang akan dipromosikan. atau kepangkatan dari pegawai yang akan dipromosikan.

50 50
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Namun yang terjadi sangat berbeda dengan apa yang Namun yang terjadi sangat berbeda dengan apa yang
secara normatif sudah diatur oleh perundang-undangan yang secara normatif sudah diatur oleh perundang-undangan yang
ada. Intervensi-intervensi politik dalam setiap promosi jabatan ada. Intervensi-intervensi politik dalam setiap promosi jabatan
di pemerintah daerah terus terjadi sampai saat ini sehingga di pemerintah daerah terus terjadi sampai saat ini sehingga
jabatan diduduki oleh pegawai yang tidak sesuai dengan jabatan diduduki oleh pegawai yang tidak sesuai dengan
kompetensi, tidak menunjukkan prestasi kerja yang istimewa, kompetensi, tidak menunjukkan prestasi kerja yang istimewa,
bahkan belum memenuhi persyaratan kepangkatan. Dalam bahkan belum memenuhi persyaratan kepangkatan. Dalam
banyak kasus, pergantian pimpinan daerah (gubernur, bupati, banyak kasus, pergantian pimpinan daerah (gubernur, bupati,
atau walikota) diikuti dengan pergantian pejabat eselon II, III, atau walikota) diikuti dengan pergantian pejabat eselon II, III,
bahkan IV. Kadang-kadang terasa “lucu” ada pejabat eselon bahkan IV. Kadang-kadang terasa “lucu” ada pejabat eselon
yang diangkat oleh pejabat politik sebelumnya perdasarkan yang diangkat oleh pejabat politik sebelumnya perdasarkan
pertimbangan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat eselon pertimbangan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat eselon
tersebut tetapi dilengserkan oleh pejabat politik yang baru juga tersebut tetapi dilengserkan oleh pejabat politik yang baru juga
dengan alasan yang sama: kompetensi. dengan alasan yang sama: kompetensi.
Untuk menepis kesan adanya intervensi politik dalam Untuk menepis kesan adanya intervensi politik dalam
kaitannya dengan promosi pegawai, Badan Pertimbangan kaitannya dengan promosi pegawai, Badan Pertimbangan
Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang ada umumnya Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) yang ada umumnya
masih dilibatkan. Meskipun demikian, gubernur, bupati atau masih dilibatkan. Meskipun demikian, gubernur, bupati atau
walikota seringkali memiliki calon untuk dipromosikan dalam walikota seringkali memiliki calon untuk dipromosikan dalam
jabatan tertentu dan umumnya Baperjakat “tidak mampu” jabatan tertentu dan umumnya Baperjakat “tidak mampu”
untuk menolak keinginan tersebut. Selain itu, beberapa untuk menolak keinginan tersebut. Selain itu, beberapa
pimpinan daerah juga mencoba menepis kesan adanya pimpinan daerah juga mencoba menepis kesan adanya
intervensi politik dengan melakukan apa yang populer dikenal intervensi politik dengan melakukan apa yang populer dikenal
dengan istilah fit and proper test, baik yang dilakukan sendiri dengan istilah fit and proper test, baik yang dilakukan sendiri
oleh unit kepegawaian pemerintah daerah maupun dengan oleh unit kepegawaian pemerintah daerah maupun dengan
bekerja sama dengan lembaga “independen”. Namun demikian, bekerja sama dengan lembaga “independen”. Namun demikian,
dalam beberapa kasus, pejabat yang akhirnya dinyatakan dalam beberapa kasus, pejabat yang akhirnya dinyatakan
memenuhi syarat atau lulus dalam proses tersebut selalu dapat memenuhi syarat atau lulus dalam proses tersebut selalu dapat
dihubungkan dengan pejabat politik: tim sukses, putra daerah, dihubungkan dengan pejabat politik: tim sukses, putra daerah,
kerabat atau pun keluarga. Bahkan di Makassar, ada pegawai kerabat atau pun keluarga. Bahkan di Makassar, ada pegawai
yang sudah dinyatakan tidak lulus fit and proper test tetapi tetap yang sudah dinyatakan tidak lulus fit and proper test tetapi tetap

51 51
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dipromosikan pada jabatan struktural sehingga pada saat itu, dipromosikan pada jabatan struktural sehingga pada saat itu,
di kalangan pegawai, istilah ini diplesetkan menjadi “fee and di kalangan pegawai, istilah ini diplesetkan menjadi “fee and
proper test”. proper test”.
Salah satu penyebab “mudahnya” intervensi politik Salah satu penyebab “mudahnya” intervensi politik
dalam promosi pegawai di daerah adalah karena sampai saat dalam promosi pegawai di daerah adalah karena sampai saat
ini ukuran-ukuran kompetensi dan prestasi kerja yang dapat ini ukuran-ukuran kompetensi dan prestasi kerja yang dapat
digunakan untuk menilai seorang pegawai sangat lemah. Sudah digunakan untuk menilai seorang pegawai sangat lemah. Sudah
menjadi rahasia bahwa Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan menjadi rahasia bahwa Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan
(DP3) sangat tidak relevan dalam menilai prestasi kerja pegawai. (DP3) sangat tidak relevan dalam menilai prestasi kerja pegawai.
Persyaratan golongan dan kepangkatan menjadi satu-satunya Persyaratan golongan dan kepangkatan menjadi satu-satunya
kriteria yang dapat secara objektif diukur juga tidak memadai kriteria yang dapat secara objektif diukur juga tidak memadai
karena banyaknya jumlah pegawai yang memenuhi persyaratan karena banyaknya jumlah pegawai yang memenuhi persyaratan
dari aspek ini sehingga tidak sulit bagi gubernur, bupati atau dari aspek ini sehingga tidak sulit bagi gubernur, bupati atau
walikota untuk mempromosikan orang-orang yang mereka walikota untuk mempromosikan orang-orang yang mereka
inginkan. inginkan.

Mutasi Mutasi
Walaupun gaungnya tidak sebesar pada rekrutmen Walaupun gaungnya tidak sebesar pada rekrutmen
dan promosi, mutasi pegawai negeri di daerah juga tidak dan promosi, mutasi pegawai negeri di daerah juga tidak
lepas dari intervensi politik. Dibandingkan sebelum otonomi lepas dari intervensi politik. Dibandingkan sebelum otonomi
daerah, frekuensi mutasi pegawai baik pada level staf pelaksana daerah, frekuensi mutasi pegawai baik pada level staf pelaksana
maupun pada level pejabat eselon pada saat ini sangat sering maupun pada level pejabat eselon pada saat ini sangat sering
terjadi sehingga banyak yang menduduki suatu jabatan dalamk terjadi sehingga banyak yang menduduki suatu jabatan dalamk
waktu yang relative singkat. Sayangnya, mutasi yang dilakukan waktu yang relative singkat. Sayangnya, mutasi yang dilakukan
bukan karena alasan untuk peningkatan profesionalisme bukan karena alasan untuk peningkatan profesionalisme
pegawai (semacam tour of duty) atau untuk meningkatkan pegawai (semacam tour of duty) atau untuk meningkatkan
kinerja organisasi tetapi hanya didasarkan pada keinginan dan kinerja organisasi tetapi hanya didasarkan pada keinginan dan
pertimbangan subjektif dari gubernur, bupati atau walikota. pertimbangan subjektif dari gubernur, bupati atau walikota.
Mutasi pegawai yang terlalu sering dan posisi dalam jabatan Mutasi pegawai yang terlalu sering dan posisi dalam jabatan
yang terlalu pendek berakibat kurang optimalnya kontribusi yang terlalu pendek berakibat kurang optimalnya kontribusi
pegawai tersebut bagi instansinya. pegawai tersebut bagi instansinya.

52 52
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Baik UU 32 Tahun 2004 maupun PP 9 Tahun 2003 Baik UU 32 Tahun 2004 maupun PP 9 Tahun 2003
mengatur, antara lain, perpindahan pegawai antar pemerintah mengatur, antara lain, perpindahan pegawai antar pemerintah
daerah harus mendapatkan persetujuan dari gubernur dan daerah harus mendapatkan persetujuan dari gubernur dan
bupati/walikota. Walaupun tidak terlalu menjolok sejumlah bupati/walikota. Walaupun tidak terlalu menjolok sejumlah
pegawai juga mengeluhkan adanya intervensi dalam pemberian pegawai juga mengeluhkan adanya intervensi dalam pemberian
persetujuan perpindahan semacam ini. Pegawai yang persetujuan perpindahan semacam ini. Pegawai yang
memiliki koneksi dengan pejabat politik dapat dengan mudah memiliki koneksi dengan pejabat politik dapat dengan mudah
mendapatkan persetujuan tersebut. Sebaliknya, ada pegawai mendapatkan persetujuan tersebut. Sebaliknya, ada pegawai
yang sebenarnya mendapatkan tawaran jabatan yang lebih yang sebenarnya mendapatkan tawaran jabatan yang lebih
baik (promosi) di pemerintah daerah yang lain namun tidak baik (promosi) di pemerintah daerah yang lain namun tidak
mendapatkan persetujuan dari bupati/walikota di tempat asal mendapatkan persetujuan dari bupati/walikota di tempat asal
mereka. mereka.

Pensiun Pensiun
Pensiun dapat dikatakan sebagai tahapan akhir dari karir Pensiun dapat dikatakan sebagai tahapan akhir dari karir
seorang dalam birokrasi sehingga kemungkinannya sangat kecil seorang dalam birokrasi sehingga kemungkinannya sangat kecil
untuk terjadinya intervensi dalam tahap ini. Pada kenyataannya, untuk terjadinya intervensi dalam tahap ini. Pada kenyataannya,
intervensi politik juga masih ditemui pada fase ini. Yang paling intervensi politik juga masih ditemui pada fase ini. Yang paling
banyak ditemukan adalah kasus perpanjangan usia pensiun banyak ditemukan adalah kasus perpanjangan usia pensiun
bagi pegawai yang menduduki jabatan struktural dan dianggap bagi pegawai yang menduduki jabatan struktural dan dianggap
berjasa kepada, atau memiliki hubungan dengan, gubernur berjasa kepada, atau memiliki hubungan dengan, gubernur
atau bupati/walikota. PP 32 Tahun 1979 memang memberikan atau bupati/walikota. PP 32 Tahun 1979 memang memberikan
peluang untuk perpanjangan usia pensiun bagi pejabat dan peluang untuk perpanjangan usia pensiun bagi pejabat dan
eselon tertentu. Namun dalam banyak kasus, perpanjangan eselon tertentu. Namun dalam banyak kasus, perpanjangan
usia pensiun dilakukan bukan berdasarkan pertimbangan usia pensiun dilakukan bukan berdasarkan pertimbangan
kelangkaan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat tersebut kelangkaan kompetensi yang dimiliki oleh pejabat tersebut
tetapi lebih didasarkan pada pertimbangan subjektif misalnya tetapi lebih didasarkan pada pertimbangan subjektif misalnya
sebagai “hadiah” karena sudah menjadi tim sukses pada pilkada. sebagai “hadiah” karena sudah menjadi tim sukses pada pilkada.
Selain berakibat pada kinerja organisasi, perpanjangan usia Selain berakibat pada kinerja organisasi, perpanjangan usia
pensiun bagi pejabat struktural seperti juga juga menghambat pensiun bagi pejabat struktural seperti juga juga menghambat
karir pegawai lainnya. karir pegawai lainnya.

53 53
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Menyadari bahwa jumlah pegawai yang dimiliki sudah Menyadari bahwa jumlah pegawai yang dimiliki sudah
melebihi dari kebutuhan sejumlah pemerintah daerah seperti melebihi dari kebutuhan sejumlah pemerintah daerah seperti
Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Jokjakarta, pernah Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Jokjakarta, pernah
merencanakan untuk melakukan penataan kepegawaian merencanakan untuk melakukan penataan kepegawaian
yang agak radikal dengan menawarkan pensiun dini kepada yang agak radikal dengan menawarkan pensiun dini kepada
pegawai mereka yang sudah memenuhi kriteria tertentu dan pegawai mereka yang sudah memenuhi kriteria tertentu dan
dengan paket pesangon yang menarik (golden shake-hands). dengan paket pesangon yang menarik (golden shake-hands).
Namun, lagi-lagi, karena intervensi politik dari pemerintah Namun, lagi-lagi, karena intervensi politik dari pemerintah
pusat, kebijakan ini tidak dapat diimplementasikan walaupun pusat, kebijakan ini tidak dapat diimplementasikan walaupun
sejumlah pegawai sudah siap untuk menerima tawaran tersebut. sejumlah pegawai sudah siap untuk menerima tawaran tersebut.

Penutup Penutup
Intervensi politik terhadap birokrasi adalah suatu Intervensi politik terhadap birokrasi adalah suatu
keniscayaan. Hal ini terjadi bukan hanya pada negara-negara keniscayaan. Hal ini terjadi bukan hanya pada negara-negara
sedang berkembang dengan tingkat perekonomian yang belum sedang berkembang dengan tingkat perekonomian yang belum
maju dan sistem politik yang tidak demokratis tetapi juga maju dan sistem politik yang tidak demokratis tetapi juga
terjadi di negara-negara maju yang tingkat perekonomiannya terjadi di negara-negara maju yang tingkat perekonomiannya
sudah sangat maju dengan sistem politik demokrasi liberal. sudah sangat maju dengan sistem politik demokrasi liberal.
Perbedaannya adalah pada negara-negara maju intervensi Perbedaannya adalah pada negara-negara maju intervensi
politik pada birokrasi bersifat terbatas dan selektif sedangkan politik pada birokrasi bersifat terbatas dan selektif sedangkan
di pemerintah daerah di Indonesia intervensi tersebut sangat di pemerintah daerah di Indonesia intervensi tersebut sangat
masif. masif.
Karena merupakan suatu keniscayaan, menghentikan Karena merupakan suatu keniscayaan, menghentikan
secara menyeluruh intervensi politik pada birokrasi pemerintah secara menyeluruh intervensi politik pada birokrasi pemerintah
daerah tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu, daerah tidak mungkin dapat dilakukan. Oleh karena itu,
meminimalisir intervensi politik tersebut dengan, antara meminimalisir intervensi politik tersebut dengan, antara
lain, menyempurnakan berbagai kelemahan yang dimiliki lain, menyempurnakan berbagai kelemahan yang dimiliki
oleh kebijakan atau peraturan perundangan yang mendasari oleh kebijakan atau peraturan perundangan yang mendasari
praktek manajemen kepegawaian di Indonesia saat ini adalah praktek manajemen kepegawaian di Indonesia saat ini adalah
pilihan yang lebih realistis. Pada aspek rekrutmen, misalnya, pilihan yang lebih realistis. Pada aspek rekrutmen, misalnya,
sistem penerimaan pegawai terpusat (centralized recruitment) sistem penerimaan pegawai terpusat (centralized recruitment)

54 54
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

bisa dipertimbangkan untuk meminimalisir intervensi aktor bisa dipertimbangkan untuk meminimalisir intervensi aktor
politik lokal dalam proses rekrutmen. Pemerintah daerah politik lokal dalam proses rekrutmen. Pemerintah daerah
hanya memberikan kriteria pegawai yang mereka butuhkan hanya memberikan kriteria pegawai yang mereka butuhkan
tetapi proses seleksi dilakukan secara terpusat oleh lembaga tetapi proses seleksi dilakukan secara terpusat oleh lembaga
independen. Selain itu, sudah waktunya untuk membuka independen. Selain itu, sudah waktunya untuk membuka
kesempatan adanya rekrutmen berdasarkan pertimbangan kesempatan adanya rekrutmen berdasarkan pertimbangan
politik (political appointments) dengan aturan yang jelas dan politik (political appointments) dengan aturan yang jelas dan
dalam jumlah dan posisi yang terbatas. dalam jumlah dan posisi yang terbatas.
Kebijakan zero growth yang akhir-akhir ini sepertinya Kebijakan zero growth yang akhir-akhir ini sepertinya
sudah “dimatikan” oleh pemerintah sebaiknya dihidupkan sudah “dimatikan” oleh pemerintah sebaiknya dihidupkan
kembali untuk mengerem laju overstaffing, termasuk rekrutmen kembali untuk mengerem laju overstaffing, termasuk rekrutmen
pegawai terselubung yang dilakukan oleh berbagai perguruan pegawai terselubung yang dilakukan oleh berbagai perguruan
tinggi kedinasan yang mahasiswanya langsung diangkat tinggi kedinasan yang mahasiswanya langsung diangkat
menjadi pegawai negeri. Selain itu, pemerintah daerah yang menjadi pegawai negeri. Selain itu, pemerintah daerah yang
sudah memiliki jumlah pegawai yang dianggap cukup harus sudah memiliki jumlah pegawai yang dianggap cukup harus
diberi tanggung jawab untuk membiayai sendiri pegawai baru diberi tanggung jawab untuk membiayai sendiri pegawai baru
yang mereka terima dan tidak lagi disediakan oleh pemerintah yang mereka terima dan tidak lagi disediakan oleh pemerintah
melalui meknisme dana alokasi umum (DAU). melalui meknisme dana alokasi umum (DAU).
Untuk meminimalisir promosi dan mutasi pegawai Untuk meminimalisir promosi dan mutasi pegawai
yang terkesan syarat dengan pertimbangan politis, berbagai yang terkesan syarat dengan pertimbangan politis, berbagai
aspek dari undang-undang kepegawaian yang ada saat ini juga aspek dari undang-undang kepegawaian yang ada saat ini juga
membutuhkan penyempurnaan. Kriteria kompetensi jabatan membutuhkan penyempurnaan. Kriteria kompetensi jabatan
dan pengukuran prestasi kerja pegawai, misalnya, harus jelas dan pengukuran prestasi kerja pegawai, misalnya, harus jelas
sehingga dapat membedakan pegawai yang berprestasi dengan sehingga dapat membedakan pegawai yang berprestasi dengan
yang tidak berprestasi. Selain itu, perencanaan karir (career yang tidak berprestasi. Selain itu, perencanaan karir (career
path) bagi setiap pegawai harus menjadi kewajiban bagi setiap path) bagi setiap pegawai harus menjadi kewajiban bagi setiap
unit organisasi pemerintah. Selanjutnya, untuk menghindari unit organisasi pemerintah. Selanjutnya, untuk menghindari
mutasi yang terkesan terjadi setiap saat, mungkin ada baiknya mutasi yang terkesan terjadi setiap saat, mungkin ada baiknya
apabila waktu minimal seorang pegawai dalam menduduki apabila waktu minimal seorang pegawai dalam menduduki
jabatan tertentu perlu juga diatur. jabatan tertentu perlu juga diatur.

55 55
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kebijakan mengenai usia pensiun sudah waktunya Kebijakan mengenai usia pensiun sudah waktunya
dipertegas sehingga peluang untuk memperpanjang usia dipertegas sehingga peluang untuk memperpanjang usia
pensiun dapat dihentikan. Tentu saja, kebijakan ini perlu pensiun dapat dihentikan. Tentu saja, kebijakan ini perlu
didukung dengan kebijakan paket pensiun yang lebih didukung dengan kebijakan paket pensiun yang lebih
“manusiawi” sehingga pegawai yang memasuki usia pensiun “manusiawi” sehingga pegawai yang memasuki usia pensiun
tidak lagi berusaha untuk memperpanjang usia pensiunnya. tidak lagi berusaha untuk memperpanjang usia pensiunnya.
Terakhir, sudah waktunya pemerintah memikirkan kebijakan Terakhir, sudah waktunya pemerintah memikirkan kebijakan
pensiun dini dengan paket yang menarik untuk menjadi salah pensiun dini dengan paket yang menarik untuk menjadi salah
satu pilihan yang bagi pegawai negeri yang menginginkannya. satu pilihan yang bagi pegawai negeri yang menginginkannya.

56 56
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

PEMERINTAHAN “ PA PAJA’ PAJA’ ” PEMERINTAHAN “ PA PAJA’ PAJA’ ”

Beberapa waktu yang lalu Departemen Dalam Negeri Beberapa waktu yang lalu Departemen Dalam Negeri
dan Departemen Keuangan mengungkapkan adanya ratusan dan Departemen Keuangan mengungkapkan adanya ratusan
Peraturan Daerah (Perda) produk pemerintah propinsi Peraturan Daerah (Perda) produk pemerintah propinsi
dan pemerintah kota/ kabupaten di seluruh Indonesia yang dan pemerintah kota/ kabupaten di seluruh Indonesia yang
bermasalah. Perda-perda bermasalah ini diminta untuk segera bermasalah. Perda-perda bermasalah ini diminta untuk segera
dianulir karena, antara lain, sangat memberatkan masyarakat dianulir karena, antara lain, sangat memberatkan masyarakat
dan tidak kondusif dengan iklim berusaha. Selain alasan-alasan dan tidak kondusif dengan iklim berusaha. Selain alasan-alasan
yang sudah dikemukakan tersebut, perda-perda bermasalah yang sudah dikemukakan tersebut, perda-perda bermasalah
ini juga mengingatkan saya pada seorang kawan yang, dengan ini juga mengingatkan saya pada seorang kawan yang, dengan
kritis ala wartawan dan senimannya, mengatakan bahwa kritis ala wartawan dan senimannya, mengatakan bahwa
wajah pemerintahan sekarang ini telah berubah dari pelayan wajah pemerintahan sekarang ini telah berubah dari pelayan
masyarakat ke pemerintahan pa paja’ paja’. masyarakat ke pemerintahan pa paja’ paja’.
Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, istilah atau ungkapan Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, istilah atau ungkapan
pa paja’ paja’ tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita. pa paja’ paja’ tentu sudah tidak asing lagi di telinga kita.
Awalnya, istilah ini, mungkin, dengan konotasi netral, diberikan Awalnya, istilah ini, mungkin, dengan konotasi netral, diberikan
kepada pegawai pemerintah yang betugas memungut pajak atau kepada pegawai pemerintah yang betugas memungut pajak atau
retribusi dari masyarakat. Belakangan, istilah ini sepertinya retribusi dari masyarakat. Belakangan, istilah ini sepertinya
mengalami pergeseran makna sehingga sekarang, sepertinya, mengalami pergeseran makna sehingga sekarang, sepertinya,
julukan ini diberikan lebih banyak kepada seseorang, yang julukan ini diberikan lebih banyak kepada seseorang, yang
tanpa alasan yang benar (illegal) dan biasanya disertai dengan tanpa alasan yang benar (illegal) dan biasanya disertai dengan
ancaman, meminta orang lain (korban) untuk menyerahkan ancaman, meminta orang lain (korban) untuk menyerahkan
harta bendanya, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk harta bendanya, baik dalam bentuk uang maupun dalam bentuk
materi lainnya. Oleh karena itu istilah pa paja’ paja’, saat ini, lebih materi lainnya. Oleh karena itu istilah pa paja’ paja’, saat ini, lebih
banyak digunakan dalam konotasi negatif seperti pemerasan banyak digunakan dalam konotasi negatif seperti pemerasan
atau perampokan. atau perampokan.

57 57
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Dalam konotasi negatif seperti inilah, nampaknya, kawan Dalam konotasi negatif seperti inilah, nampaknya, kawan
saya tadi menggunakan istilah pemerintahan pa paja’ paja’. Yang saya tadi menggunakan istilah pemerintahan pa paja’ paja’. Yang
artinya kurang lebih, pemerintah yang hanya pandai menarik artinya kurang lebih, pemerintah yang hanya pandai menarik
pajak dan restribusi dari masyarakat (taxing regime) tetapi tidak pajak dan restribusi dari masyarakat (taxing regime) tetapi tidak
diimbangi dengan penyediaan layanan publik yang memadai. diimbangi dengan penyediaan layanan publik yang memadai.
Yang lebih payah lagi, katanya, pa paja’ paja’ illegal yang non- Yang lebih payah lagi, katanya, pa paja’ paja’ illegal yang non-
pemerintah hanya hadir pada saat-saat tertentu, di tempat- pemerintah hanya hadir pada saat-saat tertentu, di tempat-
tempat tertentu, dan secara sembunyi-sembunyi. Sebaliknya, tempat tertentu, dan secara sembunyi-sembunyi. Sebaliknya,
pemerintahan pa paja’ paja’ hadir setiap saat, di berbagai tempat, pemerintahan pa paja’ paja’ hadir setiap saat, di berbagai tempat,
secara terang-terangan, dan karena itu merecoki hampir semua secara terang-terangan, dan karena itu merecoki hampir semua
aktifitas sosial ekonomi masyarakat. aktifitas sosial ekonomi masyarakat.
Untuk mendukung argumen tentang pemerintahan pa Untuk mendukung argumen tentang pemerintahan pa
paja’ paja’, kawan saya memaparkan berbagai contoh yang terjadi paja’ paja’, kawan saya memaparkan berbagai contoh yang terjadi
sehari-hari. Misalnya, katanya, hampir setiap bulan, tetangga sehari-hari. Misalnya, katanya, hampir setiap bulan, tetangga
saya mengeluhkan kehadiran pemerintahan pa paja’ paja’ di saya mengeluhkan kehadiran pemerintahan pa paja’ paja’ di
rekening pembayaran listrik mereka. Yang dimaksud dengan rekening pembayaran listrik mereka. Yang dimaksud dengan
pemerintahan pa paja’ paja’ di sini adalah rekening retribusi pemerintahan pa paja’ paja’ di sini adalah rekening retribusi
sampah yang harus dibayar setiap bulan karena disatukan dengan sampah yang harus dibayar setiap bulan karena disatukan dengan
rekening listrik. Padahal, katanya, sampah mereka tidak pernah rekening listrik. Padahal, katanya, sampah mereka tidak pernah
diangkut oleh pemerintah yang bernama dinas kebersihan. diangkut oleh pemerintah yang bernama dinas kebersihan.
Sedangkan, di dalam rekening listrik itu sendiri, katanya Sedangkan, di dalam rekening listrik itu sendiri, katanya
melanjutkan, masyarakat sudah lama mengeluhkan kehadiran melanjutkan, masyarakat sudah lama mengeluhkan kehadiran
pemerintahan pa paja’ paja’ dalam bentuk pajak penerangan pemerintahan pa paja’ paja’ dalam bentuk pajak penerangan
jalan. Masyarakat merasa pajak seperti ini seharusnya hanya jalan. Masyarakat merasa pajak seperti ini seharusnya hanya
ditarik dari mereka yang menikmati penerangan jalan. Tidak ditarik dari mereka yang menikmati penerangan jalan. Tidak
ditarik dari masyarakat yang jalan-jalan di sekitar rumahnya ditarik dari masyarakat yang jalan-jalan di sekitar rumahnya
galap-pekat di malam hari karena tidak berlampu jalan. galap-pekat di malam hari karena tidak berlampu jalan.
Contoh lain, kata rekan saya, para pemilik hotel dan Contoh lain, kata rekan saya, para pemilik hotel dan
restoran juga pernah mengeluhkan kehadiran pemerintahan restoran juga pernah mengeluhkan kehadiran pemerintahan
pa paja’ paja’ di halaman-halaman hotel dan restoran mereka. pa paja’ paja’ di halaman-halaman hotel dan restoran mereka.
Pemerintahan pa paja’ paja’ di tempat-tempat seperti ini Pemerintahan pa paja’ paja’ di tempat-tempat seperti ini

58 58
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

berwujud, antara lain, retribusi parkir. Para pengusaha ini berwujud, antara lain, retribusi parkir. Para pengusaha ini
mengeluh karena halaman parkir tersebut berada di atas mengeluh karena halaman parkir tersebut berada di atas
tanah milik mereka dan dibangun dengan biaya sendiri tanah milik mereka dan dibangun dengan biaya sendiri
untuk memudahkan para pelanggan mereka yang umumnya untuk memudahkan para pelanggan mereka yang umumnya
menggunakan kendaraan. Pengusaha boleh saja menolak menggunakan kendaraan. Pengusaha boleh saja menolak
kehadiran pemerintah yang menarik retribusi parkir dari para kehadiran pemerintah yang menarik retribusi parkir dari para
pelanggan yang menggunakan halaman hotel dan restoran pelanggan yang menggunakan halaman hotel dan restoran
asalkan pemilik usaha bersedia membayar iuran parkir bulanan. asalkan pemilik usaha bersedia membayar iuran parkir bulanan.
Para orang tua, tambah rekan saya tadi, yang menggunakan Para orang tua, tambah rekan saya tadi, yang menggunakan
kendaraan untuk mengantar-jemput anak-anak mereka dari kendaraan untuk mengantar-jemput anak-anak mereka dari
sekolah juga pernah mengeluhkan kehadiran pemerintahan sekolah juga pernah mengeluhkan kehadiran pemerintahan
pa paja’ paja’ yang berwujud retribusi parkir ini. Betapa tidak, pa paja’ paja’ yang berwujud retribusi parkir ini. Betapa tidak,
mereka harus membayar retribusi parkir pemerintah meskipun mereka harus membayar retribusi parkir pemerintah meskipun
kendaraan mereka hanya berhenti sejenak di jalan di depan kendaraan mereka hanya berhenti sejenak di jalan di depan
sekolah. Para orang tua yang menurunkan atau menaikkan sekolah. Para orang tua yang menurunkan atau menaikkan
anak-anak mereka di jalan di depan sekolah harus membayar anak-anak mereka di jalan di depan sekolah harus membayar
kepada pemerintah. kepada pemerintah.
Masyarakat, khususnya pengusaha dan sopir angkutan Masyarakat, khususnya pengusaha dan sopir angkutan
antar kota, juga mengeluhkan kehadiran pemerintahan pa paja’ antar kota, juga mengeluhkan kehadiran pemerintahan pa paja’
paja’ di hampir sepanjang jalan di republik ini. Ada pemerintahan paja’ di hampir sepanjang jalan di republik ini. Ada pemerintahan
pa paja’ paja’ yang berseragam polisi, ada juga yang berseragam pa paja’ paja’ yang berseragam polisi, ada juga yang berseragam
pamongpraja. Yang berseragam polisi, katanya, biasanya hadir pamongpraja. Yang berseragam polisi, katanya, biasanya hadir
di tempat-tempat yang strategis dan agak lengang sedangkan di tempat-tempat yang strategis dan agak lengang sedangkan
yang berseragam pamongpraja dapat dipastikan hadir di batas- yang berseragam pamongpraja dapat dipastikan hadir di batas-
batas wilayah kabupaten atau kota dan di terminal-terminal. batas wilayah kabupaten atau kota dan di terminal-terminal.
Apa pun seragamnya, pemerintahan pa paja’ paja’ dalam wujud Apa pun seragamnya, pemerintahan pa paja’ paja’ dalam wujud
seperti ini, bagi pengusaha dan sopir angkutan, selalu berarti seperti ini, bagi pengusaha dan sopir angkutan, selalu berarti
pengeluaran biaya tambahan. pengeluaran biaya tambahan.
Pemerintahan pa paja’ paja’ juga hadir di pabrik, Pemerintahan pa paja’ paja’ juga hadir di pabrik,
di perkebunan, di sawah dan di pantai. Di pabrik, wujud di perkebunan, di sawah dan di pantai. Di pabrik, wujud
pemerintahan pa paja’ paja’ beraneka rupa. Selain yang klasik pemerintahan pa paja’ paja’ beraneka rupa. Selain yang klasik

59 59
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

seperti pajak keuntungan, ada juga wujud pemerintah yang seperti pajak keuntungan, ada juga wujud pemerintah yang
relatif baru. Misalnya, pemerintah hadir dalam rupa retribusi relatif baru. Misalnya, pemerintah hadir dalam rupa retribusi
alat pemadam kebakaran. Ini artinya, pemilik pabrik harus alat pemadam kebakaran. Ini artinya, pemilik pabrik harus
membayar retribusi karena mereka melengkapi pabriknya membayar retribusi karena mereka melengkapi pabriknya
dengan alat pemadam kebakaran. Jadi, untuk berjaga-jaga dari dengan alat pemadam kebakaran. Jadi, untuk berjaga-jaga dari
bahaya kebakaran pun pengusaha harus membayar pemerintah. bahaya kebakaran pun pengusaha harus membayar pemerintah.
Ada juga sosok pemerintahan pa paja’ paja’ di pabrik berupa Ada juga sosok pemerintahan pa paja’ paja’ di pabrik berupa
pajak generator. Karena pasokan listrik dari perusahan negara pajak generator. Karena pasokan listrik dari perusahan negara
tidak terlalu andal, banyak pengusaha yang melengkapi pabrik tidak terlalu andal, banyak pengusaha yang melengkapi pabrik
mereka dengan generator. Untuk itu, lagi-lagi, pengusaha harus mereka dengan generator. Untuk itu, lagi-lagi, pengusaha harus
membayar pemerintah. membayar pemerintah.
Di sawah dan perkebunan rakyat pun pemerintah Di sawah dan perkebunan rakyat pun pemerintah
merasa perlu untuk hadir. Bukan untuk membantu para merasa perlu untuk hadir. Bukan untuk membantu para
petani meningkatkan hasil produksi mereka tatapi untuk turut petani meningkatkan hasil produksi mereka tatapi untuk turut
menikmati hasil jerih payah para petani yang kadang-kadang menikmati hasil jerih payah para petani yang kadang-kadang
tidak mencukupi untuk kebutuhan petani dan keluarganya. tidak mencukupi untuk kebutuhan petani dan keluarganya.
Di antara produksi petani, pemerintahan pa paja’ paja’ hadir Di antara produksi petani, pemerintahan pa paja’ paja’ hadir
dalam bentuk retribusi pascapanen atau retribusi penggunaan dalam bentuk retribusi pascapanen atau retribusi penggunaan
pupuk. Terakhir, di pantai, di mana para nelayan berlabuh dan pupuk. Terakhir, di pantai, di mana para nelayan berlabuh dan
menurunkan hasil tangkapan mereka, pemerintah tidak mau menurunkan hasil tangkapan mereka, pemerintah tidak mau
ketinggalan untuk melibatkan diri. Di sini, pemerintahan pa ketinggalan untuk melibatkan diri. Di sini, pemerintahan pa
paja’ paja’ hadir dalam wujud retribusi hasil laut atau semacam paja’ paja’ hadir dalam wujud retribusi hasil laut atau semacam
itu. itu.
Contoh-contoh yang disebutkan teman saya tadi hanyalah Contoh-contoh yang disebutkan teman saya tadi hanyalah
sebagian kecil dari wujud kehadiran pemerintahan pa paja’ sebagian kecil dari wujud kehadiran pemerintahan pa paja’
paja’ dalam hampir semua aspek kehidupan sosial ekonomi paja’ dalam hampir semua aspek kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Kalau begitu, kata saya mencoba menyimpulkan, masyarakat. Kalau begitu, kata saya mencoba menyimpulkan,
pemerintahan pa paja’ paja’ seperti ini sejenis mahluk gaib, pemerintahan pa paja’ paja’ seperti ini sejenis mahluk gaib,
antara ada dan tiada. Pemerintah pa paja’ paja’ ada ketika antara ada dan tiada. Pemerintah pa paja’ paja’ ada ketika
akan menarik keuntungan dari masyarakat dan menghilang akan menarik keuntungan dari masyarakat dan menghilang
ketika waktunya untuk melaksanakan kewajiban menyediakan ketika waktunya untuk melaksanakan kewajiban menyediakan

60 60
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

pelayanan publik yang memadai bagi masyarakat. Penomena ini pelayanan publik yang memadai bagi masyarakat. Penomena ini
persis sama dengan perilaku partai-partai politik di Indonesia. persis sama dengan perilaku partai-partai politik di Indonesia.
Berlomba mendekati rakyat di tahun-tahun menjelang pemilu Berlomba mendekati rakyat di tahun-tahun menjelang pemilu
seperti saat ini dan melupakan rakyat segera setelah perhitungan seperti saat ini dan melupakan rakyat segera setelah perhitungan
suara berakhir. suara berakhir.

61 61
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Policy Brief: Human Resource Policy Brief: Human Resource


Management and Regional Autonomy Management and Regional Autonomy

Introduction Introduction
Decentralisation came with a big bang to Decentralisation came with a big bang to
Indonesia. In 2001, decades of centralised rule were radically Indonesia. In 2001, decades of centralised rule were radically
reversed with the transfer of numerous functions and massive reversed with the transfer of numerous functions and massive
funding to regional governments. New electoral processes funding to regional governments. New electoral processes
were introduced and provisions for accountability debated and were introduced and provisions for accountability debated and
installed. The original laws from 1999 have even been revised installed. The original laws from 1999 have even been revised
to take account of many issues and problems that have arisen to take account of many issues and problems that have arisen
during implementation. But amidst all this attention and action during implementation. But amidst all this attention and action
one aspect of decentralisation has remained largely ignored, and one aspect of decentralisation has remained largely ignored, and
that is human resource management (HRM). As our research that is human resource management (HRM). As our research
has found, HRM is the forgotten dimension of decentralisation has found, HRM is the forgotten dimension of decentralisation
in Indonesia. in Indonesia.
Our research project investigated the HRM laws, the Our research project investigated the HRM laws, the
regulations which apply to regional governments, the existing regulations which apply to regional governments, the existing
HRM practices, and the attitudes of public servants to them. HRM practices, and the attitudes of public servants to them.
The team collected documents and interviewed key personnel The team collected documents and interviewed key personnel
in central agencies and in nine regional governments in three in central agencies and in nine regional governments in three
different parts of Indonesia. A questionnaire was also delivered different parts of Indonesia. A questionnaire was also delivered
to public servants in each of the nine regions to discover their to public servants in each of the nine regions to discover their
opinions on HRM matters. From these enquiries we have opinions on HRM matters. From these enquiries we have
identified a number of policy issues, which if addressed could identified a number of policy issues, which if addressed could
lead to significant improvements in regional government lead to significant improvements in regional government
performance. performance.

62 62
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

The Need for Incremental Reform The Need for Incremental Reform
The manner in which an organisation’s personnel are The manner in which an organisation’s personnel are
organised has a major effect on what that organisation achieves. organised has a major effect on what that organisation achieves.
Our research project has revealed shortcomings in the ways Our research project has revealed shortcomings in the ways
personnel are organised in Indonesia’s regional governments. personnel are organised in Indonesia’s regional governments.
The HRM structures and practices are having a negative effect on The HRM structures and practices are having a negative effect on
the achievement of developmental goals. Reform of HRM could the achievement of developmental goals. Reform of HRM could
make a significant contribution to improved organisational make a significant contribution to improved organisational
efficiency and effectiveness which will mean enhanced service efficiency and effectiveness which will mean enhanced service
delivery. Through HRM reforms there are opportunities to delivery. Through HRM reforms there are opportunities to
provide citizens with better quality services at a lower unit cost. provide citizens with better quality services at a lower unit cost.
The HRM reform program should be incremental. Our The HRM reform program should be incremental. Our
research has revealed no support in the public service at regional research has revealed no support in the public service at regional
or central levels for a radical reform program. To engage in or central levels for a radical reform program. To engage in
such a strategy would be dangerous as it risks alienating those such a strategy would be dangerous as it risks alienating those
most affected—public servants at all levels. These officials could most affected—public servants at all levels. These officials could
oppose, frustrate and ultimately destroy an overly ambitious oppose, frustrate and ultimately destroy an overly ambitious
reform program. In the process, citizens could suffer welfare reform program. In the process, citizens could suffer welfare
losses from declines in service delivery. losses from declines in service delivery.
While the organisational climate for radical change is While the organisational climate for radical change is
highly unfavourable, that for incremental change is moderately highly unfavourable, that for incremental change is moderately
favourable. Our research found leading government officials at favourable. Our research found leading government officials at
both central and regional levels supportive of change in HRM. both central and regional levels supportive of change in HRM.
Some regional leaders had already instituted modest reforms Some regional leaders had already instituted modest reforms
aimed at improving government performance while several aimed at improving government performance while several
central government ministries had also introduced public central government ministries had also introduced public
service reforms. Staff members of regional governments were service reforms. Staff members of regional governments were
more cautious in their attitudes to change as our questionnaire more cautious in their attitudes to change as our questionnaire
survey revealed. Responses to questions showed that staff survey revealed. Responses to questions showed that staff
members were typically risk averse although not adamantly members were typically risk averse although not adamantly
and universally opposed to change. However, their general and universally opposed to change. However, their general

63 63
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

satisfaction with the status quo indicated that there would be satisfaction with the status quo indicated that there would be
a need for change agents to persuade and demonstrate to staff a need for change agents to persuade and demonstrate to staff
the benefits that HRM changes would bring. Advocates of public the benefits that HRM changes would bring. Advocates of public
service change could also mobilise the opinions of citizens to service change could also mobilise the opinions of citizens to
introduce reform programs. Other research indicates citizens’ introduce reform programs. Other research indicates citizens’
growing political awareness and a more active civil society in growing political awareness and a more active civil society in
Indonesia, both of which could be used to justify and leverage Indonesia, both of which could be used to justify and leverage
reforms to the HRM system in regional governments. reforms to the HRM system in regional governments.

A Strategic Approach to HRM A Strategic Approach to HRM


From our semi-structured interviews with leading From our semi-structured interviews with leading
personnel from central government personnel agencies, heads of personnel from central government personnel agencies, heads of
region, heads of dinas (sub-national government departments) region, heads of dinas (sub-national government departments)
and heads of regional personnel offices the research team and heads of regional personnel offices the research team
came to the conclusion that for successful reform to take place, came to the conclusion that for successful reform to take place,
there was a need for a new HRM ‘mindset’. Current thinking there was a need for a new HRM ‘mindset’. Current thinking
and practice on HRM in Indonesia’s regional and central and practice on HRM in Indonesia’s regional and central
governments are characteristically bureaucratic. Personnel are governments are characteristically bureaucratic. Personnel are
administered rather than being viewed as resources that can be administered rather than being viewed as resources that can be
organised in particular ways to achieve organisational goals. organised in particular ways to achieve organisational goals.
The prevailing bureaucratic mindset emphasises process and The prevailing bureaucratic mindset emphasises process and
compliance rather than performance and results. HRM is kept compliance rather than performance and results. HRM is kept
separate from other organisational activities especially the core separate from other organisational activities especially the core
activities which produce the organisation’s outputs. HRM in activities which produce the organisation’s outputs. HRM in
regional governments is placed into discrete personnel units regional governments is placed into discrete personnel units
where the application of rules set by central government is the where the application of rules set by central government is the
primary task. primary task.
In developing countries there has been growing interest In developing countries there has been growing interest
in moving from bureaucratic personnel administration towards in moving from bureaucratic personnel administration towards
Strategic Human Resource Management (SHRM). This Strategic Human Resource Management (SHRM). This
transition is in its infancy in Indonesia where our review of the transition is in its infancy in Indonesia where our review of the

64 64
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

existing research showed that even private sector firms have been existing research showed that even private sector firms have been
very slow in embracing SHRM. Government organisations have very slow in embracing SHRM. Government organisations have
been even less innovative but could undoubtedly benefit from been even less innovative but could undoubtedly benefit from
adopting some of the thinking and resultant practical measures adopting some of the thinking and resultant practical measures
characteristic of SHRM. characteristic of SHRM.
But what is SHRM? It emerged as a complement to But what is SHRM? It emerged as a complement to
Strategic Management which itself is a set of techniques to focus Strategic Management which itself is a set of techniques to focus
on and achieve the purposes of the organisation. SHRM can be on and achieve the purposes of the organisation. SHRM can be
viewed as one of those techniques oriented to organisational viewed as one of those techniques oriented to organisational
goal achievement. This distinguishes it from traditional goal achievement. This distinguishes it from traditional
personnel management which prevails in Indonesia’s regional personnel management which prevails in Indonesia’s regional
governments and focuses on conformance with rules and governments and focuses on conformance with rules and
standardised processes. According to the tenets of SHRM, an standardised processes. According to the tenets of SHRM, an
organisation’s HRM practices should be ‘integrated’ or ‘aligned’ organisation’s HRM practices should be ‘integrated’ or ‘aligned’
with overall strategic plans to obtain enhanced individual and with overall strategic plans to obtain enhanced individual and
organisational performance. organisational performance.
There are various models of SHRM but three features There are various models of SHRM but three features
are common to most and relevant to regional government in are common to most and relevant to regional government in
Indonesia: Indonesia:
• Vertical integration: linking an organisation’s HRM • Vertical integration: linking an organisation’s HRM
practices to the achievement of strategic goals practices to the achievement of strategic goals
• Horizontal integration: the linking of an organisation’s • Horizontal integration: the linking of an organisation’s
different HRM activities to facilitate organisational goal different HRM activities to facilitate organisational goal
achievement 
 achievement 

Devolution: the delegation of HRM functions to line Devolution: the delegation of HRM functions to line
managers 
These principles of SHRM allow considerable managers 
These principles of SHRM allow considerable
variation in HRM design. This is necessary as organisational variation in HRM design. This is necessary as organisational
environments differ and require different modes of ‘fit’ to facilitate environments differ and require different modes of ‘fit’ to facilitate
organisational goal achievement. But whatever the design organisational goal achievement. But whatever the design
choice, SHRM demands a focus on results, performance and on choice, SHRM demands a focus on results, performance and on

65 65
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

organising staff to achieve goals. For regional governments to organising staff to achieve goals. For regional governments to
improve their performance it is highly desirable that some of improve their performance it is highly desirable that some of
the SHRM thinking is absorbed by leaders and disseminated to the SHRM thinking is absorbed by leaders and disseminated to
staff so that the conditions are created for reforms. This shift in staff so that the conditions are created for reforms. This shift in
thinking does not, however, entail dispensing with standardised thinking does not, however, entail dispensing with standardised
processes and conformity with rules. These are necessary processes and conformity with rules. These are necessary
elements of HRM as they can provide staff and citizens with elements of HRM as they can provide staff and citizens with
confidence and security. However, standardised processes and confidence and security. However, standardised processes and
rules should be reconsidered and revised to become more rules should be reconsidered and revised to become more
oriented to goal achievement. 
Who Should Set the Framework oriented to goal achievement. 
Who Should Set the Framework
for HRM? 
Our surveys of staff and government leaders at all for HRM? 
Our surveys of staff and government leaders at all
levels and in diverse organisations revealed little or no support levels and in diverse organisations revealed little or no support
for devolution of authority for HRM to sub-national levels of for devolution of authority for HRM to sub-national levels of
government. Our questionnaire surveys of public servants in government. Our questionnaire surveys of public servants in
regional governments in three areas of Indonesia—Central Java, regional governments in three areas of Indonesia—Central Java,
Southern Sumatra, and Sulawesi—revealed that 90 per cent of Southern Sumatra, and Sulawesi—revealed that 90 per cent of
personnel in each area ‘agreed’ or ‘strongly. ed’that‘HRM rules personnel in each area ‘agreed’ or ‘strongly. ed’that‘HRM rules
or regulations should be determined by central government’. or regulations should be determined by central government’.
There is undoubtedly mistrust of HRM rule-setting by regional There is undoubtedly mistrust of HRM rule-setting by regional
governments, a state-of-affairs found in many developing governments, a state-of-affairs found in many developing
countries. Questionnaire responses showed that job security countries. Questionnaire responses showed that job security
was heavily associated with central government control rather was heavily associated with central government control rather
than with sub-national government control. 
Semi-structured than with sub-national government control. 
Semi-structured
interviews with leading officials in the personnel agencies of interviews with leading officials in the personnel agencies of
central government found interest in reform but not in ceding central government found interest in reform but not in ceding
significant HRM authority to regional governments. Heads of significant HRM authority to regional governments. Heads of
region, heads of dinas and heads of regional personnel bureaus region, heads of dinas and heads of regional personnel bureaus
were more ambivalent about assuming more HRM authorities were more ambivalent about assuming more HRM authorities
and in most cases had not considered such a policy shift. They and in most cases had not considered such a policy shift. They
were oriented to personnel management within the framework were oriented to personnel management within the framework
set by central government but which allowed them some set by central government but which allowed them some

66 66
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

small space for manoeuvre. 
These research findings suggest small space for manoeuvre. 
These research findings suggest
that it would be prudent to maintain central control over the that it would be prudent to maintain central control over the
rules and regulations governing HRM as to move strongly in rules and regulations governing HRM as to move strongly in
the opposite direction would run the heavy risk of generating the opposite direction would run the heavy risk of generating
considerable opposition. Such opposition could muster political considerable opposition. Such opposition could muster political
support and could certainly obstruct reform initiatives leading support and could certainly obstruct reform initiatives leading
to policy failure. Even if policy is made, without a critical mass to policy failure. Even if policy is made, without a critical mass
of support that policy will fail in implementation. The history of of support that policy will fail in implementation. The history of
public administration reforms in developing countries is littered public administration reforms in developing countries is littered
with such failures. 
This does not mean that we should maintain with such failures. 
This does not mean that we should maintain
the status quo. There could be room for delegating additional the status quo. There could be room for delegating additional
authorities to regional governments but with the proviso that authorities to regional governments but with the proviso that
practices of transparency and accountability accompany any practices of transparency and accountability accompany any
such transfer. There are certainly efficiency and effectiveness such transfer. There are certainly efficiency and effectiveness
gains to be made from decentralising some additional gains to be made from decentralising some additional
authorities to regional governments without threatening the authorities to regional governments without threatening the
overall position of central government personnel agencies. overall position of central government personnel agencies.
However, there may be a need to rationalise at the centre as HRM However, there may be a need to rationalise at the centre as HRM
functions 
are currently distributed across at least five agencies. functions 
are currently distributed across at least five agencies.
Such rationalisation in the name of improved coordination has Such rationalisation in the name of improved coordination has
been flagged by the Government of Indonesia in Law 43 of 1999 been flagged by the Government of Indonesia in Law 43 of 1999
with reference to the creation of a Civil Service Commission. with reference to the creation of a Civil Service Commission.
This provision of the Law has yet to be implemented. This provision of the Law has yet to be implemented.

Improving Recruitment and Selection Improving Recruitment and Selection


SHRM recognises that organisations operate in turbulent SHRM recognises that organisations operate in turbulent
environments and need staff who can achieve organisational goals environments and need staff who can achieve organisational goals
in such challenging conditions. This means that organisations in such challenging conditions. This means that organisations
need to recruit high quality staff. Unfortunately, recruitment need to recruit high quality staff. Unfortunately, recruitment
practices for Indonesia’s sub-national governments fall short practices for Indonesia’s sub-national governments fall short
of the ‘good practices’ recommended by SHRM advocates. The of the ‘good practices’ recommended by SHRM advocates. The

67 67
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

current system is cumbersome, over-centralised, has elements current system is cumbersome, over-centralised, has elements
of irrelevancy, encourages inefficiency, and does not guarantee of irrelevancy, encourages inefficiency, and does not guarantee
the recruitment of the most appropriate candidates. the recruitment of the most appropriate candidates.
The process focuses on requests from regional governments The process focuses on requests from regional governments
being scrutinised and approved by central government. It is being scrutinised and approved by central government. It is
the central government through MenPan (the Ministry of the central government through MenPan (the Ministry of
Administrative Reform) which makes the annual approval of Administrative Reform) which makes the annual approval of
the formasi (literally ‘formation’ but loosely translated as ‘new the formasi (literally ‘formation’ but loosely translated as ‘new
positions’) for each sub-national government. The approved positions’) for each sub-national government. The approved
formasi will indicate the number of new public servants that can formasi will indicate the number of new public servants that can
be recruited by regional governments. To qualify for recruitment, be recruited by regional governments. To qualify for recruitment,
candidates must sit an exam, the same exam whether one is a candidates must sit an exam, the same exam whether one is a
doctor, dentist, engineer, teacher, computer operator or clerk. It doctor, dentist, engineer, teacher, computer operator or clerk. It
is a general knowledge test and has little or no relationship with is a general knowledge test and has little or no relationship with
job vacancies, career paths and professional attainment. job vacancies, career paths and professional attainment.
Regional government leaders are aware of the Regional government leaders are aware of the
shortcomings of the system and complained to the research team shortcomings of the system and complained to the research team
about not being able to recruit the right staff because decisions about not being able to recruit the right staff because decisions
on the formasi are out of their hands. However, we did discover on the formasi are out of their hands. However, we did discover
that when recruitment of public servants was more under sub- that when recruitment of public servants was more under sub-
national governments in the early days of decentralisation national governments in the early days of decentralisation
there were many complaints of nepotism and corruption. This there were many complaints of nepotism and corruption. This
entailed re-centralisation and emphasises the policy issue that entailed re-centralisation and emphasises the policy issue that
any decentralisation of recruitment must be accompanied by any decentralisation of recruitment must be accompanied by
transparency and accountability measures which can be and are transparency and accountability measures which can be and are
enforced. enforced.
One of the reasons why sub-national governments do not One of the reasons why sub-national governments do not
complain too loudly about recruitment policy and practice is complain too loudly about recruitment policy and practice is
that they do not have to find the wages from within their own that they do not have to find the wages from within their own
budgets. In approving the formasi, the central government also budgets. In approving the formasi, the central government also
approves the allocation of funds to cover the wages of the new approves the allocation of funds to cover the wages of the new

68 68
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

public servants. Thus, there is no incentive towards the efficient public servants. Thus, there is no incentive towards the efficient
management of personnel, or to have the appropriate numbers management of personnel, or to have the appropriate numbers
of people with the requisite skills in each functional area. If of people with the requisite skills in each functional area. If
sub-national governments had greater budget responsibility for sub-national governments had greater budget responsibility for
their public servants, it can be assumed that there would be a their public servants, it can be assumed that there would be a
considerable growth of interest in matters of efficiency. considerable growth of interest in matters of efficiency.
The system of recruitment does not allow lateral entry. The system of recruitment does not allow lateral entry.
Persons who have demonstrated professional success in the Persons who have demonstrated professional success in the
private or non-governmental sectors cannot be individually private or non-governmental sectors cannot be individually
recruited. They must go through the universal recruitment recruited. They must go through the universal recruitment
procedure. This means a potential loss of talent to the public procedure. This means a potential loss of talent to the public
service. Loosening up recruitment processes assist in getting service. Loosening up recruitment processes assist in getting
the appropriately skilled persons into regional governments. the appropriately skilled persons into regional governments.
Whether the culture of the public service would welcome such Whether the culture of the public service would welcome such
newcomers (perhaps viewed as latecomers) is an issue that newcomers (perhaps viewed as latecomers) is an issue that
would need addressing. would need addressing.
Finally, the nationwide examination system requires Finally, the nationwide examination system requires
review to evaluate its performance in recruiting the most suitable review to evaluate its performance in recruiting the most suitable
applicants for public service positions. Should there be a variety applicants for public service positions. Should there be a variety
of paths into the public service? Perhaps such paths could differ of paths into the public service? Perhaps such paths could differ
according to professional groups or the urgency of the needs of according to professional groups or the urgency of the needs of
sub- national governments. sub- national governments.

Making Merit More Important in Promotion and Making Merit More Important in Promotion and
Advancement Advancement
Promotion in the Indonesian public service whether Promotion in the Indonesian public service whether
at the centre or in regional governments is supposedly based at the centre or in regional governments is supposedly based
on merit. The best-performing staff should be promoted. on merit. The best-performing staff should be promoted.
Questionnaire interviews with regional government staff Questionnaire interviews with regional government staff
revealed that an overwhelming majority—92-97 per cent— revealed that an overwhelming majority—92-97 per cent—
believed that ‘performance’ should be the most important factor believed that ‘performance’ should be the most important factor

69 69
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

in promotion. Thus, staff appear to share the merit- based view in promotion. Thus, staff appear to share the merit- based view
of promotion. However, approximately one in three interviewees of promotion. However, approximately one in three interviewees
also rated seniority as a most important criterion for promotion also rated seniority as a most important criterion for promotion
thus indicating that commitment to merit may be tempered by thus indicating that commitment to merit may be tempered by
other, perhaps contradictory, notions of the legitimate basis for other, perhaps contradictory, notions of the legitimate basis for
promotion. promotion.
While Government Regulation Number 12/2002 While Government Regulation Number 12/2002
states that advancement within a rank (golongan) is based on states that advancement within a rank (golongan) is based on
performance, experience, seniority or length of service, the performance, experience, seniority or length of service, the
reality of promotion in regional governments is that the criterion reality of promotion in regional governments is that the criterion
of length of service reigns supreme. The performance appraisal of length of service reigns supreme. The performance appraisal
instrument is weak (as will be seen later in this policy paper) instrument is weak (as will be seen later in this policy paper)
and staff advancement within their particular rank is automatic and staff advancement within their particular rank is automatic
every four years. every four years.
There are three types of promotion: There are three types of promotion:
• Advancement through different levels of a person’s • Advancement through different levels of a person’s
functional area. For example, for academics from lecturer functional area. For example, for academics from lecturer
assistant (asisten dosen) through to professor (guru besar) 
 assistant (asisten dosen) through to professor (guru besar) 

• From non-structural to structural positions 
 • From non-structural to structural positions 

Advancement from a lower to a higher level (eselon) of Advancement from a lower to a higher level (eselon) of
structural 
position. 
Central government regulations determine structural 
position. 
Central government regulations determine
these promotion processes and, for structural positions, prescribe these promotion processes and, for structural positions, prescribe
compulsory training for recruitment/promotion to each of the compulsory training for recruitment/promotion to each of the
four eselon. The training is, however, less about management four eselon. The training is, however, less about management
and leadership skills than familiarity with and compliance and leadership skills than familiarity with and compliance
to government rules and adherence to nationalist ideology. to government rules and adherence to nationalist ideology.
Furthermore, in our semi-structured interviews and literature Furthermore, in our semi-structured interviews and literature
reviews we found consistent reference to favouritism and reviews we found consistent reference to favouritism and
corruption in the promotion to and within structural positions. corruption in the promotion to and within structural positions.
Cases were confidentially cited which demonstrated how loyalty, Cases were confidentially cited which demonstrated how loyalty,

70 70
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

personal links and money have been used for advancement. 
The personal links and money have been used for advancement. 
The
major problem with the promotion system is that it does not major problem with the promotion system is that it does not
necessarily reward performance. Advancement is not based necessarily reward performance. Advancement is not based
on achievement but on length of service. There is certainty in on achievement but on length of service. There is certainty in
one’s incremental advance through the levels of one’s golongan one’s incremental advance through the levels of one’s golongan
and while this may reward loyalty and compliance it does little and while this may reward loyalty and compliance it does little
to acknowledge or encourage performance improvement. to acknowledge or encourage performance improvement.
Indeed, one will advance every four years even if attendance Indeed, one will advance every four years even if attendance
is poor and work minimal. One should be careful, however, in is poor and work minimal. One should be careful, however, in
recommending movement to an entirely performance-based recommending movement to an entirely performance-based
promotion system as our research found that the legitimacy 
of promotion system as our research found that the legitimacy 
of
length of service or seniority as bases for promotion are deeply length of service or seniority as bases for promotion are deeply
entrenched in the perceptions of all ranks. entrenched in the perceptions of all ranks.
Similarly, promotion into and between structural ranks is Similarly, promotion into and between structural ranks is
certainly found to be wanting if examined from a performance certainly found to be wanting if examined from a performance
perspective. The key issue is how to transform a declared perspective. The key issue is how to transform a declared
commitment to promotion on merit into a reality. One possible commitment to promotion on merit into a reality. One possible
entry point would be to review the whole system of personnel entry point would be to review the whole system of personnel
classification with a view to enhancing opportunities for classification with a view to enhancing opportunities for
functional positions. Current incentives create distortions in the functional positions. Current incentives create distortions in the
distribution of labour within government. Also needing review distribution of labour within government. Also needing review
is the relative lack of attention to management and leadership is the relative lack of attention to management and leadership
training, that is, training which aims to build the skills and training, that is, training which aims to build the skills and
knowledge of applicants for and holders of structural positions. knowledge of applicants for and holders of structural positions.

Making Training Demand-Oriented Making Training Demand-Oriented


Human Resource Development (HRD) is about investing Human Resource Development (HRD) is about investing
in a range of activities which are aimed at improving individual, in a range of activities which are aimed at improving individual,
team and organisational performance. Training has been and team and organisational performance. Training has been and
continues to be the dominant mode of HRD for Indonesian continues to be the dominant mode of HRD for Indonesian
public servants. Contemporary HRD activities associated with public servants. Contemporary HRD activities associated with

71 71
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

SHRM, such as organisational learning, knowledge management SHRM, such as organisational learning, knowledge management
and talent management, have not made any headway in regional and talent management, have not made any headway in regional
governments in Indonesia. governments in Indonesia.
Although training for regional government personnel has Although training for regional government personnel has
a long history in Indonesia our research found various problems a long history in Indonesia our research found various problems
with contemporary practices. There are three types of training with contemporary practices. There are three types of training
for regional government personnel—leadership, functional for regional government personnel—leadership, functional
and technical. Leadership training is for the four eselons which and technical. Leadership training is for the four eselons which
comprise the structural positions. As already stated, this comprise the structural positions. As already stated, this
training has been found to be highly formalised, covering too training has been found to be highly formalised, covering too
many subjects in too little depth, very general and focusing many subjects in too little depth, very general and focusing
more on loyalty to the state than on performance. It is, however, more on loyalty to the state than on performance. It is, however,
extremely popular with some courses (eg for eselon II in one of extremely popular with some courses (eg for eselon II in one of
the study areas) oversubscribed. This is due to the desirability of the study areas) oversubscribed. This is due to the desirability of
eselon positions because of their income-earning opportunities eselon positions because of their income-earning opportunities
and not through any structured program of learning to enhance and not through any structured program of learning to enhance
individual and organisational performance. individual and organisational performance.
The popularity of eselon training stands in contrast to The popularity of eselon training stands in contrast to
technical and functional training. While these types of training, technical and functional training. While these types of training,
if well done, do promise to improve individual and organisational if well done, do promise to improve individual and organisational
performance they are not associated with improvement in performance they are not associated with improvement in
career opportunities. Thus, during our research it was reported career opportunities. Thus, during our research it was reported
that the Makassar campus of the National Institute of Public that the Makassar campus of the National Institute of Public
Administration (Lembaga Administrasi Negara – LAN) found Administration (Lembaga Administrasi Negara – LAN) found
difficulty in filling 25 places for free functional training courses difficulty in filling 25 places for free functional training courses
such as Introduction to E-Government, Improving Service such as Introduction to E-Government, Improving Service
Quality and Improving Presentation Skills for Trainers. By Quality and Improving Presentation Skills for Trainers. By
contrast LAN-Makassar sometimes had to turn away fee-paying contrast LAN-Makassar sometimes had to turn away fee-paying
public servants from eselon II training even though the class size public servants from eselon II training even though the class size
could be up to 100 persons. could be up to 100 persons.

72 72
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Technical training is essential for professionals in regional Technical training is essential for professionals in regional
government to keep up-to-date with developments in their fields government to keep up-to-date with developments in their fields
of specialisation. During the years of centralised government of specialisation. During the years of centralised government
this training was organised and funded by central government. this training was organised and funded by central government.
Decentralisation has entailed the delegation of responsibilities Decentralisation has entailed the delegation of responsibilities
and finance for technical training to regional governments. But and finance for technical training to regional governments. But
our enquiries reveal that budgets allocated for technical training our enquiries reveal that budgets allocated for technical training
are small, leading to neglect of this activity. The result of such are small, leading to neglect of this activity. The result of such
neglect is a skills shortage with regional public servants failing neglect is a skills shortage with regional public servants failing
to keep up with changes in practice and technology which to keep up with changes in practice and technology which
would contribute to improved individual and organisational would contribute to improved individual and organisational
performance. performance.
Despite the problems with training and budget reductions Despite the problems with training and budget reductions
there are still substantial funds for training which have generated there are still substantial funds for training which have generated
new training business with central government agencies and new training business with central government agencies and
private training centres selling training to local government private training centres selling training to local government
organisations. Where paid allowances and travel are involved, organisations. Where paid allowances and travel are involved,
the training courses receive the support of regional public the training courses receive the support of regional public
servants. But such training is strongly supply-driven and not servants. But such training is strongly supply-driven and not
the result of training needs analysis. It encourages rent-seeking the result of training needs analysis. It encourages rent-seeking
behaviour and is not satisfying demands which could lead to behaviour and is not satisfying demands which could lead to
performance improvement. performance improvement.
The fundamental problem of HRD in regional governments The fundamental problem of HRD in regional governments
is that it is not strategically aligned with the achievement is that it is not strategically aligned with the achievement
of organisational goals. The training that is delivered is not of organisational goals. The training that is delivered is not
necessarily that which is most required to improve individual and necessarily that which is most required to improve individual and
organisational performance. Training is certainly associated with organisational performance. Training is certainly associated with
individual advancement, a fact which probably explains some of individual advancement, a fact which probably explains some of
the survey responses we collected. Indeed these responses were the survey responses we collected. Indeed these responses were
in general favourable towards training. For example, 56 per cent in general favourable towards training. For example, 56 per cent
of respondents in each area believed that training opportunities of respondents in each area believed that training opportunities

73 73
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

had improved under decentralisation; between 79 and 87.3 per had improved under decentralisation; between 79 and 87.3 per
cent thought that training had helped to improve performance cent thought that training had helped to improve performance
(although it was unclear as to whether education and pre-service (although it was unclear as to whether education and pre-service
professional training were being referred to); and between 39.3 professional training were being referred to); and between 39.3
and 62.4 per cent thought that training was based on the needs and 62.4 per cent thought that training was based on the needs
of individuals and organisations. of individuals and organisations.
Such generally positive responses suggest that persuading Such generally positive responses suggest that persuading
staff of the need for reform of the training system may be fraught staff of the need for reform of the training system may be fraught
with difficulty. A majority perceive the prevailing system to be with difficulty. A majority perceive the prevailing system to be
satisfactory, a view not necessarily shared by leaders in regional satisfactory, a view not necessarily shared by leaders in regional
and central government, and certainly not what the research and central government, and certainly not what the research
team concluded from their review of the evidence. Indeed, team concluded from their review of the evidence. Indeed,
the research team recommends a reorientation of the current the research team recommends a reorientation of the current
training arrangements to a more demand-driven system in training arrangements to a more demand-driven system in
which the focus of concern is performance improvement. which the focus of concern is performance improvement.

Rewarding Performance Rewarding Performance


In the view of SHRM, reward systems are means of In the view of SHRM, reward systems are means of
attracting, motivating and rewarding staff to perform well towards attracting, motivating and rewarding staff to perform well towards
the achievement of organisational goals. Law 43 of 1999 appears to the achievement of organisational goals. Law 43 of 1999 appears to
mirror these sentiments but our research in regional governments mirror these sentiments but our research in regional governments
in Indonesia found a complex and highly bureaucratic system in Indonesia found a complex and highly bureaucratic system
of remuneration which is not oriented towards encouraging of remuneration which is not oriented towards encouraging
performance improvement and attaining results. performance improvement and attaining results.
In Indonesia, civil servants are placed in a rank (golongan) In Indonesia, civil servants are placed in a rank (golongan)
according to educational achievement and will then receive an according to educational achievement and will then receive an
incremental increase every two years, with a rise in grade within incremental increase every two years, with a rise in grade within
the rank every four years. The increases in grade or salary do not the rank every four years. The increases in grade or salary do not
necessarily entail any increases in workload or responsi- bility necessarily entail any increases in workload or responsi- bility
and there are acronyms popularly used in the Indonesian public and there are acronyms popularly used in the Indonesian public
service to indicate the absence of any relationship between service to indicate the absence of any relationship between

74 74
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

performance and remuneration (eg PGPS – Pintar Goblok performance and remuneration (eg PGPS – Pintar Goblok
Pendapatan Sama – clever and stupid public servants receive Pendapatan Sama – clever and stupid public servants receive
exactly the same salary). Thus, among the golongan the salary exactly the same salary). Thus, among the golongan the salary
system is not a motivational tool. system is not a motivational tool.
Within the structural positions there is perhaps Within the structural positions there is perhaps
greater correlation between different eselons, workloads and greater correlation between different eselons, workloads and
responsibility. But the great attraction of eselon positions is their responsibility. But the great attraction of eselon positions is their
superior earning power. This is especially manifested in the superior earning power. This is especially manifested in the
allowances that such positions attract. There are allowances for allowances that such positions attract. There are allowances for
functional positions but those available to structural posts are functional positions but those available to structural posts are
more plentiful and rewarding. more plentiful and rewarding.
They are rarely directly related to performance but more to They are rarely directly related to performance but more to
the opportunities available for occupants of particular positions the opportunities available for occupants of particular positions
and to clientelist links. Other research by the Government of and to clientelist links. Other research by the Government of
Indonesia and World Bank has questioned the extensive and Indonesia and World Bank has questioned the extensive and
cumbersome system of allowances labelling it ‘non-transparent, cumbersome system of allowances labelling it ‘non-transparent,
discretionary and prone to abuse’ and accusing it of contributing discretionary and prone to abuse’ and accusing it of contributing
to the ‘weak link’ between remuneration and ‘either personal or to the ‘weak link’ between remuneration and ‘either personal or
group performance’. group performance’.
When public servants were asked about who should When public servants were asked about who should
determine salaries, there was a clear preference for central determine salaries, there was a clear preference for central
government control. Between 53.3 and 72.8 per cent of government control. Between 53.3 and 72.8 per cent of
interviewees wished salaries to be set by central government interviewees wished salaries to be set by central government
while only between 11.4 per cent and 17.4 per cent disagreed. while only between 11.4 per cent and 17.4 per cent disagreed.
There was, however, less support for the current system of There was, however, less support for the current system of
allowances paid on top of basic salaries. Between 50.8 and 55.8 allowances paid on top of basic salaries. Between 50.8 and 55.8
per cent of interviewees believed that the current system of per cent of interviewees believed that the current system of
allowances was not fair while only between 16.2 and 19.1 per allowances was not fair while only between 16.2 and 19.1 per
cent judged the system to be fair. cent judged the system to be fair.
It is clear that the Indonesian public service has a salary It is clear that the Indonesian public service has a salary
system which is overly complex and often lacking in transparency. system which is overly complex and often lacking in transparency.

75 75
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

The urgent requirement is for remuneration to be more closely The urgent requirement is for remuneration to be more closely
linked with professionalism and performance. However, the linked with professionalism and performance. However, the
introduction of performance management systems should introduction of performance management systems should
proceed with extreme caution as results elsewhere indicate proceed with extreme caution as results elsewhere indicate
that numerous problems can occur with poorly designed and that numerous problems can occur with poorly designed and
implemented interventions. There are current experiments in implemented interventions. There are current experiments in
Indonesia which appear promising such as: the introduction of Indonesia which appear promising such as: the introduction of
performance-based pay into central government agencies such performance-based pay into central government agencies such
as the Ministry of Finance and the National Auditor’s office; the as the Ministry of Finance and the National Auditor’s office; the
Teachers Law of 2005 which attempts to professionalise teaching Teachers Law of 2005 which attempts to professionalise teaching
to raise the quality of education; and the introduction of project to raise the quality of education; and the introduction of project
allowance sharing and performance indicators in a few regional allowance sharing and performance indicators in a few regional
governments. governments.

Managing Performance for Organisational Improvement Managing Performance for Organisational Improvement
A core assumption of SHRM is that the performance A core assumption of SHRM is that the performance
of individuals and groups can be managed to achieve greater of individuals and groups can be managed to achieve greater
organisational efficiency and effectiveness towards the organisational efficiency and effectiveness towards the
attainment of organisational goals. It is, however, an area of HRM attainment of organisational goals. It is, however, an area of HRM
in regional governments in Indonesia that is underdeveloped in regional governments in Indonesia that is underdeveloped
despite frequent references and exhortations to improve despite frequent references and exhortations to improve
employee performance or kinerja pegawai. employee performance or kinerja pegawai.
Much of the official effort put into performance Much of the official effort put into performance
management revolves around the attitudes and behavioural management revolves around the attitudes and behavioural
standards expected of civil servants. Ideas of loyalty to the state standards expected of civil servants. Ideas of loyalty to the state
and the state ideology and upholding the image and integrity and the state ideology and upholding the image and integrity
of the civil service are typically emphasised. The guidelines of the civil service are typically emphasised. The guidelines
and associated punishment system for dealing with breaches of and associated punishment system for dealing with breaches of
the various regulations are extensive. Despite this, discipline is the various regulations are extensive. Despite this, discipline is
allegedly low and disciplinary measures are vague, superficial allegedly low and disciplinary measures are vague, superficial
and not necessarily enforced. For example, other research has and not necessarily enforced. For example, other research has

76 76
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

shown absenteeism to be widespread (19 per cent for primary shown absenteeism to be widespread (19 per cent for primary
schools and 40 per cent for health centres) but statistics relating schools and 40 per cent for health centres) but statistics relating
to disciplinary measures do not reflect this situation. to disciplinary measures do not reflect this situation.
Performance standards in terms of outputs or outcomes Performance standards in terms of outputs or outcomes
were found to be lacking and little understood in most of the were found to be lacking and little understood in most of the
regional governments surveyed in our research. Restructuring in regional governments surveyed in our research. Restructuring in
the pursuit of performance gains was rare as regional governments the pursuit of performance gains was rare as regional governments
followed mechanistic principles prescribed in nationwide rules followed mechanistic principles prescribed in nationwide rules
to determine the shape of their organisations. This militated to determine the shape of their organisations. This militated
against innovative restructuring to produce government against innovative restructuring to produce government
organisations geared to satisfying the needs and uniqueness of organisations geared to satisfying the needs and uniqueness of
situations faced by individual regional governments. One major situations faced by individual regional governments. One major
problem our research identified was the lack of incentive for problem our research identified was the lack of incentive for
heads of region and dinas to seek efficiency and effectiveness in heads of region and dinas to seek efficiency and effectiveness in
staffing arrangements. The approval of a regional government’s staffing arrangements. The approval of a regional government’s
formasi by central government means that the funds to pay the formasi by central government means that the funds to pay the
salaries of all in the formasi will flow from central government to salaries of all in the formasi will flow from central government to
the region. This relieves regional authorities from considerations the region. This relieves regional authorities from considerations
of staffing efficiency and effectiveness. of staffing efficiency and effectiveness.
All civil servants in regional government do have an annual All civil servants in regional government do have an annual
appraisal using the Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan, appraisal using the Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan,
DP3—literally ‘List of Appraisal of Tasks Performed’. There is DP3—literally ‘List of Appraisal of Tasks Performed’. There is
an impressive list of qualities and achievements that the DP3 is an impressive list of qualities and achievements that the DP3 is
supposed to evaluate. These include allegiance, performance, supposed to evaluate. These include allegiance, performance,
responsibility, compliance, honesty, cooperation, initiative responsibility, compliance, honesty, cooperation, initiative
and leadership. In practice, it appeared from our interviews and leadership. In practice, it appeared from our interviews
and observations that DP3 was oriented especially towards and observations that DP3 was oriented especially towards
allegiance to the state and not to the achievement of personal and allegiance to the state and not to the achievement of personal and
organisational goals. DP3 does little to identify and encourage organisational goals. DP3 does little to identify and encourage
good goal-oriented performance and possibly less to spot good goal-oriented performance and possibly less to spot
weaknesses and take remedial action. But DP3 is important as weaknesses and take remedial action. But DP3 is important as

77 77
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

civil servants need a ‘good’ classification to qualify them for salary civil servants need a ‘good’ classification to qualify them for salary
rises, promotion and transfer. As the DP3 forms are allegedly rises, promotion and transfer. As the DP3 forms are allegedly
filled in often by supervisees rather than supervisors, it appears filled in often by supervisees rather than supervisors, it appears
that the process has little value for improving the efficiency and that the process has little value for improving the efficiency and
effectiveness of regional government organisations. effectiveness of regional government organisations.
Our questionnaire survey showed overwhelming support Our questionnaire survey showed overwhelming support
for performance appraisal among staff in all regional governments. for performance appraisal among staff in all regional governments.
Between 95.6 per cent and 97 per cent either agreed or strongly Between 95.6 per cent and 97 per cent either agreed or strongly
agreed that performance appraisal was important. Results were agreed that performance appraisal was important. Results were
more mixed when attitudes to DP3 were probed. In all the areas more mixed when attitudes to DP3 were probed. In all the areas
we surveyed, the most popular responses did not agree with the we surveyed, the most popular responses did not agree with the
proposition that DP3 was a good instrument for performance proposition that DP3 was a good instrument for performance
appraisal but there were substantial numbers who approved of appraisal but there were substantial numbers who approved of
it. Neutral responses were lower than usual possibly indicating it. Neutral responses were lower than usual possibly indicating
strong and divided feelings on this matter. This contrasted with strong and divided feelings on this matter. This contrasted with
enquiries into whether career opportunities were enhanced enquiries into whether career opportunities were enhanced
under decentralisation. One in three respondents gave non- under decentralisation. One in three respondents gave non-
committal replies indicating a degree of ambivalence. committal replies indicating a degree of ambivalence.

Recommendations Recommendations
Our research has demonstrated the need for the reform of Our research has demonstrated the need for the reform of
current HRM regulations and practices to facilitate the process current HRM regulations and practices to facilitate the process
of public sector reform in regional governments in Indonesia. of public sector reform in regional governments in Indonesia.
Our findings lead to the following policy recommendations: Our findings lead to the following policy recommendations:
Recommendation 1: That reform of HRM should be an Recommendation 1: That reform of HRM should be an
incremental process. Recommendation 2: That a more strategic incremental process. Recommendation 2: That a more strategic
orientation to HRM should be introduced into the organisation orientation to HRM should be introduced into the organisation
of regional government. of regional government.
Recommendation 3: That the basic framework for HRM Recommendation 3: That the basic framework for HRM
in regional government should continue to be set by central in regional government should continue to be set by central
government but options should be explored to decentralise

78 78
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

government but options should be explored to decentralise particular HRM functions to promote more efficient
particular HRM functions to promote more efficient administration.
administration. Recommendation 4: That the annual formasi process
Recommendation 4: That the annual formasi process should be reviewed and revised with the objectives of making
should be reviewed and revised with the objectives of making the recruitment system more efficient and effective, and giving
the recruitment system more efficient and effective, and giving regional governments more responsibility and accountability in
regional governments more responsibility and accountability in this process.
this process. Recommendation 5: That market-driven options for
Recommendation 5: That market-driven options for recruitment and transfer should be introduced.
recruitment and transfer should be introduced. Recommendation 6: That there should be increased
Recommendation 6: That there should be increased emphasis on merit in promotion and advancement.
emphasis on merit in promotion and advancement. Recommendation 7: That there should be a move towards
Recommendation 7: That there should be a move towards more demand- driven training with a clear relationship between
more demand- driven training with a clear relationship between training and individual and organisational performance.
training and individual and organisational performance. Recommendation 8: That there should be exploration of
Recommendation 8: That there should be exploration of ways to simplify the system of remuneration for regional public
ways to simplify the system of remuneration for regional public servants.
servants. Recommendation 9: That current systems of performance
Recommendation 9: That current systems of performance management be reviewed and revised to align them with the
management be reviewed and revised to align them with the achievement of organisational goals.
achievement of organisational goals.

79 79
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Making Decentralization Work in a Making Decentralization Work in a


Unitary State Unitary State
‘There is no shortcut to decentralized governance’ ‘There is no shortcut to decentralized governance’
(Hyden 2007, p226) (Hyden 2007, p226)

Abstract Abstract
Tidak ada jalan pintas untuk desentralisasi Tidak ada jalan pintas untuk desentralisasi
pemerintahan. Metode dan alasan desentralisasi terus menerus pemerintahan. Metode dan alasan desentralisasi terus menerus
berubah walaupun alasan utamanya tetap bahwa pemerintah berubah walaupun alasan utamanya tetap bahwa pemerintah
daerah akan lebih efektif melaksanakan tugas pembangunan daerah akan lebih efektif melaksanakan tugas pembangunan
dan pelayanan. Di negara kesatuan yang selama puluhan dan pelayanan. Di negara kesatuan yang selama puluhan
tahun mengadopsi sistem pemerintahan yang sentralistis tahun mengadopsi sistem pemerintahan yang sentralistis
ada beberapa hal yang menentukan suksesnya desentralisasi. ada beberapa hal yang menentukan suksesnya desentralisasi.
Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah, pertama, pemerintah Faktor-faktor tersebut diantaranya adalah, pertama, pemerintah
pusat yang berdaya (strong), kapasitas pemerintah daerah yang pusat yang berdaya (strong), kapasitas pemerintah daerah yang
memadai untuk melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan, memadai untuk melaksanakan kewenangan yang dilimpahkan,
kemampuan pemerintah daerah melakukan inovasi yang sulit kemampuan pemerintah daerah melakukan inovasi yang sulit
dilakukan pada sistem sentralistis, mekanisme dan instrumen dilakukan pada sistem sentralistis, mekanisme dan instrumen
yang dapat menjamin penegakan akuntabilitas pemerintah, yang dapat menjamin penegakan akuntabilitas pemerintah,
dan kemampuan daerah untuk melibatkan dan mendapatkan dan kemampuan daerah untuk melibatkan dan mendapatkan
dukungan dari keseluruhan stakeholders termasuk civil society dukungan dari keseluruhan stakeholders termasuk civil society
yang ada di daerah. yang ada di daerah.

80 80
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Introduction Introduction
For many years effective local governance has been For many years effective local governance has been
advocated as a necessary element of development. However, advocated as a necessary element of development. However,
the favoured modes of decentralization and the rationales for the favoured modes of decentralization and the rationales for
them have changed over the years. British colonial authorities them have changed over the years. British colonial authorities
used local government to socialize subject populations into used local government to socialize subject populations into
democracy and to promote capitalist economic development democracy and to promote capitalist economic development
(Hicks 1961; Smith 1985). In the 1960s, the UN was advocating (Hicks 1961; Smith 1985). In the 1960s, the UN was advocating
decentralization as an essential means of promoting ‘effective decentralization as an essential means of promoting ‘effective
government’ in developing countries (UN 1961). This could be government’ in developing countries (UN 1961). This could be
through ‘field administration’ or democratically elected local through ‘field administration’ or democratically elected local
governments. In the early 1980s, Conyers (1983) was reporting governments. In the early 1980s, Conyers (1983) was reporting
decentralization in its political form as ‘the latest fashion in decentralization in its political form as ‘the latest fashion in
development administration’. By the 1990s decentralization was development administration’. By the 1990s decentralization was
attracting considerable attention and support from the World attracting considerable attention and support from the World
Bank (2000) often in association with ‘participation’ (World Bank (2000) often in association with ‘participation’ (World
Bank 1996 and 1997). With the advent of the new millennium, Bank 1996 and 1997). With the advent of the new millennium,
democratic decentralization had assumed the status of a democratic decentralization had assumed the status of a
development orthodoxy (Blunt and Turner 2007). development orthodoxy (Blunt and Turner 2007).
While experimentation and often enthusiasm for While experimentation and often enthusiasm for
decentralization have been evident for a long time, the promised decentralization have been evident for a long time, the promised
rewards of decentralization have not always been realized. rewards of decentralization have not always been realized.
Indeed, there have been many disappointments, some false Indeed, there have been many disappointments, some false
starts and even failures. But there have also been successes. In starts and even failures. But there have also been successes. In
this paper I will reflect on these experiences to see what they can this paper I will reflect on these experiences to see what they can
tell us about making decentralization work. This is not meant to tell us about making decentralization work. This is not meant to
be an exhaustive analysis of how to make decentralization work be an exhaustive analysis of how to make decentralization work
but should be seen as a selective list of issues and lessons. but should be seen as a selective list of issues and lessons.

81 81
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Decentralization for What? Decentralization for What?


The most basic consideration in any experiment with The most basic consideration in any experiment with
decentralization is the question, ‘Why are we decentralizing?’ decentralization is the question, ‘Why are we decentralizing?’
It is a simple and fundamental question but often one that is It is a simple and fundamental question but often one that is
not given due consideration. Such an oversight can have adverse not given due consideration. Such an oversight can have adverse
repercussions as the answer to ‘Why are we decentralizing?’ repercussions as the answer to ‘Why are we decentralizing?’
should guide the design of decentralization. It is important to should guide the design of decentralization. It is important to
know the purpose of decentralization rather than simply follow know the purpose of decentralization rather than simply follow
a fashion because others are doing it or that it is a governmental a fashion because others are doing it or that it is a governmental
arrangement favoured by donors. A clear justification for arrangement favoured by donors. A clear justification for
decentralization gives direction to policy and its implementation. decentralization gives direction to policy and its implementation.
It is a benchmark against which government actions can be It is a benchmark against which government actions can be
measured by both officials and citizens. measured by both officials and citizens.
In general there are various interrelated reasons for In general there are various interrelated reasons for
decentralization but three reasons seem to explain most decentralization but three reasons seem to explain most
initiatives. Firstly, there is the desire to extend and deepen initiatives. Firstly, there is the desire to extend and deepen
democracy. This has been prominent in the laws and rationales democracy. This has been prominent in the laws and rationales
for decentralization in Indonesia and the Philippines, although for decentralization in Indonesia and the Philippines, although
perhaps not always clearly delineated. The idea of giving ‘power perhaps not always clearly delineated. The idea of giving ‘power
to the people’ tends to find widespread support amongst to the people’ tends to find widespread support amongst
citizens who generally welcome the idea of participating in citizens who generally welcome the idea of participating in
local decision-making even if it is only through the election of local decision-making even if it is only through the election of
officials. It also appeals to local elites and those aspiring to join officials. It also appeals to local elites and those aspiring to join
this privileged group. An integral aspect of the democratization this privileged group. An integral aspect of the democratization
impetus for decentralization is that it will enhance accountability impetus for decentralization is that it will enhance accountability
to local populations and as such reduce corruption and improve to local populations and as such reduce corruption and improve
public sector management. We will probe deeper into this in public sector management. We will probe deeper into this in
a later section. The second reason for decentralization is the a later section. The second reason for decentralization is the
promise of improved services leading to rising indicators of promise of improved services leading to rising indicators of
human development in such areas as health, education and human development in such areas as health, education and
income. Officials are able to react more quickly to the specific income. Officials are able to react more quickly to the specific

82 82
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

needs and demands of local populations. Allocative efficiency needs and demands of local populations. Allocative efficiency
is improved and citizens get what they want and need rather is improved and citizens get what they want and need rather
than be subject to the decisions of distant central bureaucracy. than be subject to the decisions of distant central bureaucracy.
Thirdly, decentralization can be justified in terms of promoting Thirdly, decentralization can be justified in terms of promoting
national unity and accommodating centrifugal tendencies which national unity and accommodating centrifugal tendencies which
might threaten the integrity of the state. By giving out power and might threaten the integrity of the state. By giving out power and
authority to subnational governments, central government can authority to subnational governments, central government can
forestall secessionist tendencies and satisfy local demands for a forestall secessionist tendencies and satisfy local demands for a
greater say in local affairs. In this way, decentralization can be greater say in local affairs. In this way, decentralization can be
viewed as promoting ‘unity in diversity’. viewed as promoting ‘unity in diversity’.

Implementing Decentralization Implementing Decentralization


In decentralization initiatives, a great deal of attention In decentralization initiatives, a great deal of attention
is devoted to planning. Decentralization planning can be is devoted to planning. Decentralization planning can be
seen as an arena into which stakeholders seek entry and, once seen as an arena into which stakeholders seek entry and, once
in, strive to get their points of view accepted and the new in, strive to get their points of view accepted and the new
institutions designed to their liking. While the big issues of the institutions designed to their liking. While the big issues of the
new system generate considerable debate—What functions new system generate considerable debate—What functions
are to be decentralized? Which territories should have what are to be decentralized? Which territories should have what
authorities?—there can also be much negotiation about minutiae authorities?—there can also be much negotiation about minutiae
and there are unique country specific issues which can absorb and there are unique country specific issues which can absorb
much energy and time. The outcome of the planning process much energy and time. The outcome of the planning process
is a decentralization framework determined by politics and not is a decentralization framework determined by politics and not
according to the rational instruments of planning. That should according to the rational instruments of planning. That should
not be seen to detract from the process or make it irrational. It not be seen to detract from the process or make it irrational. It
is how policy is made. However, if this process has not involved is how policy is made. However, if this process has not involved
regional participation and support, problems should be expected regional participation and support, problems should be expected
in implementation. in implementation.
Even if decentralization planning is a political process Even if decentralization planning is a political process
this is not to say that planning cannot be well done in the view this is not to say that planning cannot be well done in the view
of the participants. However, things can go awry in two ways. of the participants. However, things can go awry in two ways.

83 83
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Firstly, if local representatives are not engaged in planning then Firstly, if local representatives are not engaged in planning then
implementation is likely to suffer. When local people are not implementation is likely to suffer. When local people are not
involved in the design of decentralization then they may well be involved in the design of decentralization then they may well be
ambivalent about its implementation. At worst they could even ambivalent about its implementation. At worst they could even
sabotage the implementation. Planning for decentralization sabotage the implementation. Planning for decentralization
improves with local involvement and feedback. Secondly, there improves with local involvement and feedback. Secondly, there
needs to be full appreciation of the job to be done—specifying needs to be full appreciation of the job to be done—specifying
desired outputs, calculating the needed inputs and anticipating desired outputs, calculating the needed inputs and anticipating
problems which might emerge in implementation. All too often problems which might emerge in implementation. All too often
such considerations are overlooked leading to problems in such considerations are overlooked leading to problems in
implementation. implementation.
After the planning comes the transition to the new After the planning comes the transition to the new
decentralized order. This first implementation step is decentralized order. This first implementation step is
undoubtedly crucial for the future success of decentralization undoubtedly crucial for the future success of decentralization
but it is not sufficient to ensure that success. The aim of transition but it is not sufficient to ensure that success. The aim of transition
is to ensure that the new institutions function, that finances are is to ensure that the new institutions function, that finances are
flowing as anticipated, and that the new or modified processes of flowing as anticipated, and that the new or modified processes of
governance are in operation. But such transition does not ensure governance are in operation. But such transition does not ensure
that decentralization works in the sense that it is contributing that decentralization works in the sense that it is contributing
to the achievement of the goals of decentralization. This to the achievement of the goals of decentralization. This
consideration emphasizes the importance of clearly defining the consideration emphasizes the importance of clearly defining the
purpose of decentralization as stressed in the previous section. purpose of decentralization as stressed in the previous section.
It is after successful transition to decentralized government It is after successful transition to decentralized government
that officials and citizens in regions can actually get on with the that officials and citizens in regions can actually get on with the
job of using the new institutions, processes and opportunities job of using the new institutions, processes and opportunities
to make developmental gains. Unfortunately, decentralization to make developmental gains. Unfortunately, decentralization
sometimes stalls at the transition stage with local officials failing sometimes stalls at the transition stage with local officials failing
to make the most of the opportunities that should be offered to make the most of the opportunities that should be offered
by decentralized governance. This situation can be caused by by decentralized governance. This situation can be caused by
such things as decentralization frameworks which have been such things as decentralization frameworks which have been
poorly designed, local elites who try to monopolise the benefits poorly designed, local elites who try to monopolise the benefits

84 84
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

of decentralization, or lack of capacity in regional governments. of decentralization, or lack of capacity in regional governments.
The answer may be to review and revise the legislation and The answer may be to review and revise the legislation and
implementation regulations or it could require pressure from implementation regulations or it could require pressure from
citizens and central government. There is no single answer. citizens and central government. There is no single answer.
What it is important to recognize is that once the transition to What it is important to recognize is that once the transition to
decentralization has been made that does not mean the end decentralization has been made that does not mean the end
of the matter. Decentralization is an ongoing process. Review, of the matter. Decentralization is an ongoing process. Review,
reform and realignment are invariably required to ensure that reform and realignment are invariably required to ensure that
the system is oriented to achieving the goals of decentralization the system is oriented to achieving the goals of decentralization
in a constantly changing environment. in a constantly changing environment.

Remembering the Centre Remembering the Centre


One of the key factors for successful decentralization is One of the key factors for successful decentralization is
a strong central government. This may seem paradoxical but a strong central government. This may seem paradoxical but
as Hutchcroft (2001, p44) and others have argued ‘a strong as Hutchcroft (2001, p44) and others have argued ‘a strong
foundation of prior centralization’ is a necessary basis for foundation of prior centralization’ is a necessary basis for
successful decentralization. The importance of this is frequently successful decentralization. The importance of this is frequently
underestimated and overlooked. However, it is quite easy to underestimated and overlooked. However, it is quite easy to
demonstrate why strong central government is a necessary demonstrate why strong central government is a necessary
condition of an effective decentralized system of governance. condition of an effective decentralized system of governance.
Central governments take the lead in planning Central governments take the lead in planning
decentralization. They organize the reviews of legislation, contract decentralization. They organize the reviews of legislation, contract
the experts for specialist advice, supervise the drafting of laws the experts for specialist advice, supervise the drafting of laws
and regulations, and make sure that they are formally approved. and regulations, and make sure that they are formally approved.
Central governments also have supervisory duties. They are Central governments also have supervisory duties. They are
important actors in decentralized governments’ accountability important actors in decentralized governments’ accountability
regimes. For example, they have a national responsibility to regimes. For example, they have a national responsibility to
ensure that standards are being met across the country and ensure that standards are being met across the country and
that services are being delivered. Central governments have the that services are being delivered. Central governments have the
job to see that local governments are complying with national job to see that local governments are complying with national
laws and regulations while they are the arbiters when serious laws and regulations while they are the arbiters when serious

85 85
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

complaints are made against leading local officials. It is central complaints are made against leading local officials. It is central
governments that organize proceedings and have the authority governments that organize proceedings and have the authority
to dismiss these officials if cases against them are proved. Such to dismiss these officials if cases against them are proved. Such
upward accountability for local governments complements the upward accountability for local governments complements the
downward accountability of those governments to the citizens. downward accountability of those governments to the citizens.
A further central government responsibility is the organization A further central government responsibility is the organization
of local elections and the formulation of the rules which govern of local elections and the formulation of the rules which govern
those elections. Finally, central governments frequently control those elections. Finally, central governments frequently control
the finance that pays for local governments. It is often the case— the finance that pays for local governments. It is often the case—
for example, in Indonesia, Philippines and elsewhere in Southeast for example, in Indonesia, Philippines and elsewhere in Southeast
Asia—that the largest share of local government revenue comes Asia—that the largest share of local government revenue comes
from the central government. The central government generally from the central government. The central government generally
collects the major taxes and then provides local governments collects the major taxes and then provides local governments
their share as specified in the national legislation. their share as specified in the national legislation.
These examples clearly demonstrate that central These examples clearly demonstrate that central
government plays a major role in local-level governance. This government plays a major role in local-level governance. This
is to be expected as both local and central governments are is to be expected as both local and central governments are
both organizations of the state. While successful decentralized both organizations of the state. While successful decentralized
governance requires strong central government this does not governance requires strong central government this does not
mean domination by central government. The centre should mean domination by central government. The centre should
have multiple and complex relationships with local governments have multiple and complex relationships with local governments
in a decentralized system. Thus, it supervises, monitors, controls in a decentralized system. Thus, it supervises, monitors, controls
and facilitates. The central government must perform such roles and facilitates. The central government must perform such roles
to ensure that decentralization works. to ensure that decentralization works.

Building Capacity Building Capacity


A frequent criticism of local governments in decentralized A frequent criticism of local governments in decentralized
systems is that they lack capacity. That is, they do not have the systems is that they lack capacity. That is, they do not have the
resources, especially the human resources and organizational resources, especially the human resources and organizational
systems, to perform the tasks that have been allocated to them. systems, to perform the tasks that have been allocated to them.

86 86
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

These deficits are seen to lead to poor performance and, at worst, These deficits are seen to lead to poor performance and, at worst,
declining indicators of human development. declining indicators of human development.
There is a variety of measures which can be utilized to There is a variety of measures which can be utilized to
build capacity but the particular combination of initiatives will build capacity but the particular combination of initiatives will
depend on the prevailing conditions. Sometimes there will be depend on the prevailing conditions. Sometimes there will be
system-wide problems which need addressing and which require system-wide problems which need addressing and which require
central government intervention. At other times the problems central government intervention. At other times the problems
will be specific to a particular local government or group of will be specific to a particular local government or group of
local governments. Training is a longstanding technique of local governments. Training is a longstanding technique of
capacity building, whose popularity is enhanced by its non- capacity building, whose popularity is enhanced by its non-
threatening nature. But scarce resources can be squandered if threatening nature. But scarce resources can be squandered if
inappropriate training is given. Correct diagnosis of training inappropriate training is given. Correct diagnosis of training
needs is an important first step in quality training and vital for needs is an important first step in quality training and vital for
good training course design. Restructuring local government good training course design. Restructuring local government
organizations is often necessary for improving efficiency and organizations is often necessary for improving efficiency and
effectiveness of service delivery but is an initiative that will effectiveness of service delivery but is an initiative that will
encounter resistance. Some staff or stakeholders will feel their encounter resistance. Some staff or stakeholders will feel their
interests threatened. Good change management leadership is interests threatened. Good change management leadership is
essential to overcome such resistance and secure the support of essential to overcome such resistance and secure the support of
staff in implementing change. This support is essential if change staff in implementing change. This support is essential if change
is to succeed. There are other capacity-building initiatives such as is to succeed. There are other capacity-building initiatives such as
providing incentives, making clear career paths, ensuring merit- providing incentives, making clear career paths, ensuring merit-
based promotion, reviewing and changing work processes, and based promotion, reviewing and changing work processes, and
introducing electronic governance. And if it proves too difficult introducing electronic governance. And if it proves too difficult
to build adequate capacity within government then services and to build adequate capacity within government then services and
functions can be contracted out to the private sector or NGOs. functions can be contracted out to the private sector or NGOs.

Ensuring Accountability Ensuring Accountability


Contemporary literature on decentralization stresses Contemporary literature on decentralization stresses
the central role of accountability, ‘the cornerstone of public the central role of accountability, ‘the cornerstone of public
governance and management’ (Aucoin and Heintzman 2000, governance and management’ (Aucoin and Heintzman 2000,

87 87
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

p45). This is the process whereby the public places its trust in p45). This is the process whereby the public places its trust in
officials to carry out their responsibilities in the public interest. officials to carry out their responsibilities in the public interest.
‘In return these officials are obliged to report, justify and be ‘In return these officials are obliged to report, justify and be
judged on their actions’ (Turner et al. 2003). But why is this judged on their actions’ (Turner et al. 2003). But why is this
important? Three basic reasons are suggested. important? Three basic reasons are suggested.
Firstly, there is the traditional argument that accountability Firstly, there is the traditional argument that accountability
is necessary to prevent the abuse and misuse of public authority. is necessary to prevent the abuse and misuse of public authority.
In short, accountability is the antidote to corruption. When In short, accountability is the antidote to corruption. When
accountability systems are ineffective this gives rise to situations accountability systems are ineffective this gives rise to situations
in which corruption can thrive. Secondly, good accountability in which corruption can thrive. Secondly, good accountability
regimes provide the assurance that public resources will be regimes provide the assurance that public resources will be
dealt with in a proper manner, that official actions will be in dealt with in a proper manner, that official actions will be in
keeping with the letter and spirit of the law and that officials will keeping with the letter and spirit of the law and that officials will
undertake their work in accordance with the values of public undertake their work in accordance with the values of public
service. Thirdly, there is a managerial pay-off from an effective service. Thirdly, there is a managerial pay-off from an effective
accountability system; that is, accountability should promote accountability system; that is, accountability should promote
continuous improvement in governance and public management. continuous improvement in governance and public management.
What these three factors add up to is that accountability is one of What these three factors add up to is that accountability is one of
the clearest demonstrations of democratic governance. the clearest demonstrations of democratic governance.
In decentralized systems of government it is often argued In decentralized systems of government it is often argued
that accountability to the citizenry is easier to enforce than that accountability to the citizenry is easier to enforce than
for central government. This is because the local government for central government. This is because the local government
officials are close to the people they are meant to serve. Citizens officials are close to the people they are meant to serve. Citizens
should therefore be more aware of the officials’ actions and have should therefore be more aware of the officials’ actions and have
better access to them than if they were many kilometers away better access to them than if they were many kilometers away
in the capital city. Citizens are in close proximity to the local in the capital city. Citizens are in close proximity to the local
government officials making decisions and providing services. government officials making decisions and providing services.
However, this is not necessarily what happens. Indeed in some However, this is not necessarily what happens. Indeed in some
cases local elites seize and maintain authority and are able to cases local elites seize and maintain authority and are able to
subvert accountability. The result is that these elites benefits, subvert accountability. The result is that these elites benefits,
there is no impetus to improve the quality or efficiency of public there is no impetus to improve the quality or efficiency of public

88 88
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

services, and citizens fail to reap the promised benefits of local services, and citizens fail to reap the promised benefits of local
governance. It could even be argued that it is easier to be corrupt governance. It could even be argued that it is easier to be corrupt
at the local level than the national level in situations where at the local level than the national level in situations where
regional ‘strongmen’ gain control of office and where central regional ‘strongmen’ gain control of office and where central
government is weak or inefficient. government is weak or inefficient.
A wide range of devices are available to promote local- A wide range of devices are available to promote local-
level accountability. Some are operating in Indonesia where the level accountability. Some are operating in Indonesia where the
legislation has consistently stressed the centrality of accountability legislation has consistently stressed the centrality of accountability
in regional autonomy. Accountability reports by heads of region, in regional autonomy. Accountability reports by heads of region,
transparent decision-making systems, local ombudsmen, civil transparent decision-making systems, local ombudsmen, civil
society participation, performance measurement, minimum society participation, performance measurement, minimum
standards, participatory budgeting, complaints procedures, standards, participatory budgeting, complaints procedures,
codes of ethics for public servants and surveys of client satisfaction codes of ethics for public servants and surveys of client satisfaction
are just some of the many accountability initiatives that can be are just some of the many accountability initiatives that can be
employed by local-level governments. It is not enough that they employed by local-level governments. It is not enough that they
exist, there must also be commitment to their implementation. exist, there must also be commitment to their implementation.
For example, the establishment of a complaints box does not For example, the establishment of a complaints box does not
mean that complaints are treated seriously in a transparent mean that complaints are treated seriously in a transparent
process. Such a process must be put in place and made known process. Such a process must be put in place and made known
to citizens. A worthy code of ethics for public officials may be to citizens. A worthy code of ethics for public officials may be
written and published but the values and behaviours in the written and published but the values and behaviours in the
code will not automatically characterize the actions of officials. code will not automatically characterize the actions of officials.
Furthermore, there are instances in which the instruments of Furthermore, there are instances in which the instruments of
accountability are improperly used to fight political battles accountability are improperly used to fight political battles
among contenders for official office rather than being used to among contenders for official office rather than being used to
promote democratic development. For example, political rivals promote democratic development. For example, political rivals
mobilize accountability instruments to oust incumbents. mobilize accountability instruments to oust incumbents.

Promoting Innovation Promoting Innovation


One of the potential benefits of decentralization is that One of the potential benefits of decentralization is that
it provides the opportunity for local leaders to innovate for the it provides the opportunity for local leaders to innovate for the

89 89
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

benefit of the citizens in their territory. This can be described as benefit of the citizens in their territory. This can be described as
‘public entrepreneurship’ involving ‘local officials who develop ‘public entrepreneurship’ involving ‘local officials who develop
ideas, mobilize coalitions, and make strategic choices about how ideas, mobilize coalitions, and make strategic choices about how
to advance new organizational or policy agendas, even in the to advance new organizational or policy agendas, even in the
face of political opposition, public apathy or capacity constraints’ face of political opposition, public apathy or capacity constraints’
(Grindle 2007, p64). A range of factors explain why some mayors (Grindle 2007, p64). A range of factors explain why some mayors
and governors demonstrate such entrepreneurial talents. These and governors demonstrate such entrepreneurial talents. These
include commitment, personality, persistence and political include commitment, personality, persistence and political
networks (Grindle 2007). But these officials also require space in networks (Grindle 2007). But these officials also require space in
which they can develop and implement their innovative ideas. which they can develop and implement their innovative ideas.
If they are shackled by bureaucratic procedures, rigid human If they are shackled by bureaucratic procedures, rigid human
resource management systems, and limited funding possibilities resource management systems, and limited funding possibilities
then public entrepreneurship will prove to be almost impossible. then public entrepreneurship will prove to be almost impossible.
But it is through the creative leadership of the top elected But it is through the creative leadership of the top elected
officials that progress can be made in local government. In the officials that progress can be made in local government. In the
Philippines, since 1994 the annual Galing Pook awards reward Philippines, since 1994 the annual Galing Pook awards reward
municipalities, cities and provinces for their innovations in municipalities, cities and provinces for their innovations in
nineteen areas of their operations. There has been strong nineteen areas of their operations. There has been strong
competition between these subnational governments especially competition between these subnational governments especially
in the areas of environmental protection, enterprise and in the areas of environmental protection, enterprise and
livelihood development, health and nutrition, welfare services livelihood development, health and nutrition, welfare services
and agricultural programs (Cariño 2007). Even the poorest towns and agricultural programs (Cariño 2007). Even the poorest towns
have won awards thus demonstrating that even in conditions have won awards thus demonstrating that even in conditions
of scarcity and poverty there may still be opportunities for of scarcity and poverty there may still be opportunities for
advancement through public entrepreneurship. For example, advancement through public entrepreneurship. For example,
in Anao municipality a Rural Industrialization Can Happen in Anao municipality a Rural Industrialization Can Happen
(RICH) program has made use of the ubiquitous ylang-ylang (RICH) program has made use of the ubiquitous ylang-ylang
flower previously only used for garlands (Cariño 2007). Now flower previously only used for garlands (Cariño 2007). Now
it is incorporated into perfumes and cosmetics. Community it is incorporated into perfumes and cosmetics. Community
ownership of roadside trees has organized, seedlings distributed, ownership of roadside trees has organized, seedlings distributed,
market support provided. The leaders of Opol in Mindanao have market support provided. The leaders of Opol in Mindanao have

90 90
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

transformed this poor municipality into a centre of ecocultural transformed this poor municipality into a centre of ecocultural
tourism and sustainable agro-industries. Its local tax returns have tourism and sustainable agro-industries. Its local tax returns have
increased and it is being used as a model by other municipalities. increased and it is being used as a model by other municipalities.
While such successes make welcome and inspiring news, there is While such successes make welcome and inspiring news, there is
always the issue of how the beneficial changes can be sustained. always the issue of how the beneficial changes can be sustained.
There is a danger that if the public entrepreneurs are not re- There is a danger that if the public entrepreneurs are not re-
elected, their achievements may not be maintained. elected, their achievements may not be maintained.

Engaging Civil Society Engaging Civil Society


Writers on decentralization frequently emphasize Writers on decentralization frequently emphasize
the importance of cooperation with civil society, especially the importance of cooperation with civil society, especially
through non-governmental organizations (NGOs or LSMs) and through non-governmental organizations (NGOs or LSMs) and
community organizations. Several benefits are seen to derive community organizations. Several benefits are seen to derive
from such cooperation: from such cooperation:
Pressure on local governments to be more participatory Pressure on local governments to be more participatory
and responsive. Generation of social capital (trust, norms, and responsive. Generation of social capital (trust, norms,
networks, communications), bridging and bonding. Increased networks, communications), bridging and bonding. Increased
capacity for local collective action. Improved beneficiary capacity for local collective action. Improved beneficiary
targeting of services (for example, focused on the poor, targeting of services (for example, focused on the poor,
disadvantaged and marginalized). Improved matches between disadvantaged and marginalized). Improved matches between
services and beneficiary preferences. Enhanced potential for services and beneficiary preferences. Enhanced potential for
scaling up service delivery (Brinkerhoff, D. et al. 2007, p190). scaling up service delivery (Brinkerhoff, D. et al. 2007, p190).
A vibrant civil society is seen to have the potential to A vibrant civil society is seen to have the potential to
make a major contribution to the development of democratic make a major contribution to the development of democratic
governance and socioeconomic development. But such benefits governance and socioeconomic development. But such benefits
are not automatically achieved. Firstly, there actually needs are not automatically achieved. Firstly, there actually needs
to be a civil society with organizations that are capable and to be a civil society with organizations that are capable and
sustainable. Where such a situation does not occur, it may be sustainable. Where such a situation does not occur, it may be
in the best interests of citizens to urge the local government in the best interests of citizens to urge the local government
to support the development of such organizations. Secondly, to support the development of such organizations. Secondly,
there should be trust between the local government and civil there should be trust between the local government and civil

91 91
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

society organizations. Lacking trust makes a partnership society organizations. Lacking trust makes a partnership
uncomfortable and possibly unworkable. But sometimes there uncomfortable and possibly unworkable. But sometimes there
is suspicion on both sides about the motivations of the other is suspicion on both sides about the motivations of the other
parties. Local governments are sometimes viewed by civil society parties. Local governments are sometimes viewed by civil society
organizations as trying to exercise too much control. Conversely organizations as trying to exercise too much control. Conversely
local governments may be suspicious and the methodologies local governments may be suspicious and the methodologies
used by civil society organizations. Local governments may also used by civil society organizations. Local governments may also
feel that civil society organizations are not accountable. These feel that civil society organizations are not accountable. These
situations (and there are others) show that there is considerable situations (and there are others) show that there is considerable
opportunity for tensions to arise in the relationship between opportunity for tensions to arise in the relationship between
local governments and civil society organizations. Building local governments and civil society organizations. Building
trust will help to reduce such tensions and contribute to working trust will help to reduce such tensions and contribute to working
partnerships that benefit the population at large. partnerships that benefit the population at large.
A third issue is that civil society organizations are A third issue is that civil society organizations are
sometimes assumed to share some universal characteristics. sometimes assumed to share some universal characteristics.
These include flexibility, rapid responsiveness, innovative These include flexibility, rapid responsiveness, innovative
approaches to development issues, and ease of access to and approaches to development issues, and ease of access to and
empathy with the poor and marginalized. While this may be empathy with the poor and marginalized. While this may be
the case for many civil society organizations it should not be the case for many civil society organizations it should not be
assumed that these desirable characteristics are evident in assumed that these desirable characteristics are evident in
all case. They need to be demonstrated empirically. As Judith all case. They need to be demonstrated empirically. As Judith
Tendler (1997) found in her Brazilian study there were some Tendler (1997) found in her Brazilian study there were some
NGOs which were more bureaucratic than the government in NGOs which were more bureaucratic than the government in
their operations while some parts of the government bureaucracy their operations while some parts of the government bureaucracy
had the structural characteristics and work processes more had the structural characteristics and work processes more
usually associated with NGOs. Finally, there is the matter of usually associated with NGOs. Finally, there is the matter of
participation. It is frequently assumed that citizens are eager participation. It is frequently assumed that citizens are eager
to take advantage of the participatory opportunities offered to take advantage of the participatory opportunities offered
by democratic local governance. However, we need to heed by democratic local governance. However, we need to heed
the longstanding warning of Johnston and Clark (1982, p171) the longstanding warning of Johnston and Clark (1982, p171)
that participation is not a ‘free good’ and that that the poor will that participation is not a ‘free good’ and that that the poor will

92 92
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

‘invest their participation when they believe it will secure them ‘invest their participation when they believe it will secure them
valuable benefits not otherwise available at comparative costs’. valuable benefits not otherwise available at comparative costs’.
Citizens can also suffer from participation fatigue while the Citizens can also suffer from participation fatigue while the
incorporation of participation into development initiatives can incorporation of participation into development initiatives can
increase complexity, and therefore time and quite possibly cost. increase complexity, and therefore time and quite possibly cost.
This is not to dispute the value of participation rather to stress This is not to dispute the value of participation rather to stress
the need to give careful consideration to the nature and number the need to give careful consideration to the nature and number
of participatory initiatives. of participatory initiatives.

Conclusion Conclusion
My brief review of issues and lessons for making My brief review of issues and lessons for making
decentralization work reveals that there are many matters which decentralization work reveals that there are many matters which
require the attention of local governments and their partners require the attention of local governments and their partners
in central government, the private sector and civil society. It in central government, the private sector and civil society. It
should be obvious that some, perhaps all, of the issues are not should be obvious that some, perhaps all, of the issues are not
amenable to immediate solution. As the quote at the beginning amenable to immediate solution. As the quote at the beginning
of this paper clearly states, ‘There is no shortcut to decentralized of this paper clearly states, ‘There is no shortcut to decentralized
governance’ (Hyden 2007, p226). Furthermore, the issues need to governance’ (Hyden 2007, p226). Furthermore, the issues need to
be sorted out in cooperative ways. Cooperation may be between be sorted out in cooperative ways. Cooperation may be between
different levels of government or between local government and different levels of government or between local government and
civil society organizations. It may also be between the different civil society organizations. It may also be between the different
actors within local governments. The overriding aim should be actors within local governments. The overriding aim should be
to seek the most effective modes of decentralized governance, to seek the most effective modes of decentralized governance,
the ones which help to achieve the goals of decentralization. the ones which help to achieve the goals of decentralization.
Indeed it would be a mistake to view decentralization as an Indeed it would be a mistake to view decentralization as an
end in itself. Decentralization is a means to achieve other end in itself. Decentralization is a means to achieve other
worthy goals such as deepened democracy, improved service worthy goals such as deepened democracy, improved service
delivery and greater accountability. Innovations and successes delivery and greater accountability. Innovations and successes
from various developing countries demonstrate that we can be from various developing countries demonstrate that we can be
optimistic about using decentralization to bring about improved optimistic about using decentralization to bring about improved
governance and rising levels of human development. governance and rising levels of human development.

93 93
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

94 94
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

AKUNTABILITAS AKUNTABILITAS

95 95
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

96 96
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Akuntabilitas dan Akuntabilitas dan


Kinerja Organisasi Publik Kinerja Organisasi Publik

Profesor Robinson menyatakan adanya revolusi Profesor Robinson menyatakan adanya revolusi
akuntabilitas baru di pemerintahan Indonesia. Hal tersebut akuntabilitas baru di pemerintahan Indonesia. Hal tersebut
dikemukakan secara implisit bahwa sistem akuntabilitas kinerja dikemukakan secara implisit bahwa sistem akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah (AKIP) yang sedang dikembangkan oleh instansi pemerintah (AKIP) yang sedang dikembangkan oleh
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sebagai
bagian dari revolusi tersebut (Media Indonesia 8 Juli 2002). bagian dari revolusi tersebut (Media Indonesia 8 Juli 2002).
Tulisan ini menganggap bahwa pengukuran kinerja instansi Tulisan ini menganggap bahwa pengukuran kinerja instansi
pemerintah yang sangat erat hubungannya dengan akuntabilitas pemerintah yang sangat erat hubungannya dengan akuntabilitas
seharusnya juga dilengkapi dengan ukuran-ukuran subyektif seharusnya juga dilengkapi dengan ukuran-ukuran subyektif
karena indikator-indikator obyektif yang digunakan selama ini - karena indikator-indikator obyektif yang digunakan selama ini -
termasuk AKIP yang dikembangkan BPKP - kurang memenuhi termasuk AKIP yang dikembangkan BPKP - kurang memenuhi
harapan dan cenderung tidak sejalan lagi dengan tuntutan harapan dan cenderung tidak sejalan lagi dengan tuntutan
peningkatan akuntabilitas di pemerintahan. peningkatan akuntabilitas di pemerintahan.

*** ***

Secara sederhana akuntabilitas publik dapat dianggap Secara sederhana akuntabilitas publik dapat dianggap
sebagai suatu proses atau mekanisme di mana pegawai atau sebagai suatu proses atau mekanisme di mana pegawai atau
organisasi publik dapat diberikan sangsi apabila perilaku dan organisasi publik dapat diberikan sangsi apabila perilaku dan
atau kinerja mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan atau kinerja mereka tidak sesuai dengan apa yang diharapkan
(Mulgan 2000). Dari definisi ini terlihat kaitan erat antara kinerja (Mulgan 2000). Dari definisi ini terlihat kaitan erat antara kinerja
organisasi publik dengan akuntabilitas. Tanpa mengetahui organisasi publik dengan akuntabilitas. Tanpa mengetahui
kinerja yang diharapkan, tingkat akuntabilitas instansi publik kinerja yang diharapkan, tingkat akuntabilitas instansi publik
tidak mungkin diketahui. Sayangnya, pengukuran kinerja tidak mungkin diketahui. Sayangnya, pengukuran kinerja
organisasi publik selama ini masih didominasi oleh indikator- organisasi publik selama ini masih didominasi oleh indikator-

97 97
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

indikator objektif seperti output, efisiensi, efektifitas, dan indikator objektif seperti output, efisiensi, efektifitas, dan
produktifitas karena dianggap memenuhi standar manajerial produktifitas karena dianggap memenuhi standar manajerial
yaitu perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan yaitu perbandingan antara biaya yang dikeluarkan dengan
jumlah layanan atau jasa publik yang dihasilkan. Pengukuran jumlah layanan atau jasa publik yang dihasilkan. Pengukuran
kinerja instansi publik hanya dengan indikator-indikator kinerja instansi publik hanya dengan indikator-indikator
obyektif seperti ini dianggap sudah tidak memadai lagi dengan obyektif seperti ini dianggap sudah tidak memadai lagi dengan
tuntutan perlunya pemerintahan yang semakin akuntabel, tuntutan perlunya pemerintahan yang semakin akuntabel,
responsif dan demokratis. responsif dan demokratis.
Ada beberapa argumentasi mengapa indikator-indikator Ada beberapa argumentasi mengapa indikator-indikator
obyektif yang digunakan selama ini dianggap tidak memadai obyektif yang digunakan selama ini dianggap tidak memadai
lagi untuk mengukur kinerja organisasi publik, terutama dalam lagi untuk mengukur kinerja organisasi publik, terutama dalam
hubungannya dengan tuntutan peningkatan akuntabilitas hubungannya dengan tuntutan peningkatan akuntabilitas
di pemerintahan. Pertama, terminologi seperti output, di pemerintahan. Pertama, terminologi seperti output,
efisiensi, efektifitas, dan produktifitas sering membingungkan efisiensi, efektifitas, dan produktifitas sering membingungkan
dan digunakan secara tidak tepat. Kadang-kadang orang dan digunakan secara tidak tepat. Kadang-kadang orang
menggunakan kata efisiensi padahal yang dimaksudkan adalah menggunakan kata efisiensi padahal yang dimaksudkan adalah
efektifitas atau produktifitas. Kedua, mengukur output dengan efektifitas atau produktifitas. Kedua, mengukur output dengan
indikator obyektif seperti perbandingkan antara biaya dan indikator obyektif seperti perbandingkan antara biaya dan
pelayanan atau jasa publik yang dihasilkan sebenarnya hanya pelayanan atau jasa publik yang dihasilkan sebenarnya hanya
menunjukkan nilai simbolik tetapi tidak memberikan informasi menunjukkan nilai simbolik tetapi tidak memberikan informasi
mengenai manfaat atau dampak terhadap mereka yang menerima mengenai manfaat atau dampak terhadap mereka yang menerima
atau menggunakan jasa publik tersebut. Dinas kebersihan kota atau menggunakan jasa publik tersebut. Dinas kebersihan kota
misalnya yang mengukur kinerjanya berdasarkan panjang jalan misalnya yang mengukur kinerjanya berdasarkan panjang jalan
yang sudah dibersihkan atau berapa banyak rumah tangga yang yang sudah dibersihkan atau berapa banyak rumah tangga yang
sudah dilayani tidak memberikan gambaran mengenai tingkat sudah dilayani tidak memberikan gambaran mengenai tingkat
kebersihan jalan tersebut dan tingkat kepuasan rumah tangga kebersihan jalan tersebut dan tingkat kepuasan rumah tangga
yang dilayani atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh yang dilayani atau kerusakan yang mungkin ditimbulkan oleh
petugas sampah yang bekerja asal-asalan. petugas sampah yang bekerja asal-asalan.
Ketiga, pengumpulan data untuk mengukur kinerja Ketiga, pengumpulan data untuk mengukur kinerja
organisasi publik dengan indikator obyektif secara teknis, organisasi publik dengan indikator obyektif secara teknis,
administratif dan politis juga tidak mudah. Kesulitan teknis administratif dan politis juga tidak mudah. Kesulitan teknis

98 98
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

terjadi karena umumnya output organisasi publik tidak terjadi karena umumnya output organisasi publik tidak
berupa barang tetapi jasa atau layanan yang “diproduksi” berupa barang tetapi jasa atau layanan yang “diproduksi”
dan “dikomsumsi” pada saat yang bersamaan dan tidak ada dan “dikomsumsi” pada saat yang bersamaan dan tidak ada
harga. Akibatnya, apa yang telah dihasilkan oleh, dan tingkat harga. Akibatnya, apa yang telah dihasilkan oleh, dan tingkat
keberhasilan, suatu organisasi publik tidak dapat diketahui keberhasilan, suatu organisasi publik tidak dapat diketahui
secara pasti. Misalnya, apa output yang dihasilkan oleh sebuah secara pasti. Misalnya, apa output yang dihasilkan oleh sebuah
museum? Apakah keberhasilan museum diukur dari jumlah museum? Apakah keberhasilan museum diukur dari jumlah
pengunjung yang datang atau pendapatan yang dihasilkan pengunjung yang datang atau pendapatan yang dihasilkan
dari penjualan tiket? Karena data obyektif untuk mengkur dari penjualan tiket? Karena data obyektif untuk mengkur
kinerja organisasi publik berasal dari dalam organisasi publik kinerja organisasi publik berasal dari dalam organisasi publik
itu sendiri, secara administratif data yang akurat sulit diperoleh itu sendiri, secara administratif data yang akurat sulit diperoleh
karena suatu instansi dapat saja menyembunyikan data yang karena suatu instansi dapat saja menyembunyikan data yang
menunjukkan kegagalan instansi tersebut atau memanipulasi menunjukkan kegagalan instansi tersebut atau memanipulasi
data agar instansi tersebut terkesan berhasil. Demikian juga data agar instansi tersebut terkesan berhasil. Demikian juga
para politisi dapat dengan sengaja mengaburkan data yang para politisi dapat dengan sengaja mengaburkan data yang
dikhwatirkan akan menimbulkan sentimen publik yang dikhwatirkan akan menimbulkan sentimen publik yang
merugikan para politisi tersebut. merugikan para politisi tersebut.
Selain hal-hal yang disebutkan tadi, terlalu mengandalkan Selain hal-hal yang disebutkan tadi, terlalu mengandalkan
indikator-indikator obyektif dalam mengukur kinerja organisasi indikator-indikator obyektif dalam mengukur kinerja organisasi
publik dapat berakibat buruk pada kualitas pelayanan. Oleh publik dapat berakibat buruk pada kualitas pelayanan. Oleh
karena itu, semakin besar tuntutan agar kinerja organisasi karena itu, semakin besar tuntutan agar kinerja organisasi
publik juga diukur dengan indikator-indikator subyektif seperti publik juga diukur dengan indikator-indikator subyektif seperti
tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang tingkat kepuasaan masyarakat terhadap kualitas pelayanan yang
mereka terima. Di Amerika Serikat sejak 1970an, persepsi dan mereka terima. Di Amerika Serikat sejak 1970an, persepsi dan
tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang mereka tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang mereka
terima sudah digunakan untuk mengukur kinerja organisasi terima sudah digunakan untuk mengukur kinerja organisasi
publik. Ketika tuntutan agar pemerintah semakin demokratis publik. Ketika tuntutan agar pemerintah semakin demokratis
dan organisasi pubik semakin responsif dan akuntabel terhadap dan organisasi pubik semakin responsif dan akuntabel terhadap
masyarakat yang dilayani, ukuran-ukuran subyektif seperti masyarakat yang dilayani, ukuran-ukuran subyektif seperti
tingkat kepuasaan masyarakat semakin relevan untuk digunakan tingkat kepuasaan masyarakat semakin relevan untuk digunakan
untuk mengukur kinerja organisasi publik. untuk mengukur kinerja organisasi publik.

99 99
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Menurut Guy Peters (1998) administrasi publik di era Menurut Guy Peters (1998) administrasi publik di era
tahun 2000-an adalah administrasi publik yang melayani tahun 2000-an adalah administrasi publik yang melayani
pelanggannya. Oleh karena itu, kaedah utama membahagiakan pelanggannya. Oleh karena itu, kaedah utama membahagiakan
pelanggan, seperti yang disinyalir oleh Professor Robinson, pelanggan, seperti yang disinyalir oleh Professor Robinson,
tidak lagi hanya milik organisasi bisnis tetapi juga sudah tidak lagi hanya milik organisasi bisnis tetapi juga sudah
harus menjadi mantra organisasi publik. Bukankah organisasi harus menjadi mantra organisasi publik. Bukankah organisasi
publik pada dasarnya diciptakan untuk melayani masyarakat? publik pada dasarnya diciptakan untuk melayani masyarakat?
Untuk itu, memahami tingkat kepuasaan masyarakat yang Untuk itu, memahami tingkat kepuasaan masyarakat yang
dilayani menjadi sangat penting dan pendapat mereka harus dilayani menjadi sangat penting dan pendapat mereka harus
menjadi pertimbangan utama dalam mendesain pelayanan menjadi pertimbangan utama dalam mendesain pelayanan
publik. Selain itu, memberi kesempatan kepada masyarakat publik. Selain itu, memberi kesempatan kepada masyarakat
untuk menilai kualitas pelayanan yang mereka terima juga untuk menilai kualitas pelayanan yang mereka terima juga
sangat penting karena kebanyakan organisasi publik bersifat sangat penting karena kebanyakan organisasi publik bersifat
monopolis sehingga masyarakat tidak memiliki alternatif lain monopolis sehingga masyarakat tidak memiliki alternatif lain
untuk mendapatkan layanan tersebut. Ketika mekanisme “exit” untuk mendapatkan layanan tersebut. Ketika mekanisme “exit”
tidak tersedia maka “voice” menjadi satu-satunya sarana bagi tidak tersedia maka “voice” menjadi satu-satunya sarana bagi
pelanggan untuk menyalurkan ketidakpuasan mereka terhadap pelanggan untuk menyalurkan ketidakpuasan mereka terhadap
pelayanan yang mereka terima. pelayanan yang mereka terima.
Selain alasan-alasan filosofis tadi, manfaat praktis lainnya Selain alasan-alasan filosofis tadi, manfaat praktis lainnya
seperti pendapat opini publik yang disampaikan melalui survey seperti pendapat opini publik yang disampaikan melalui survey
penilaian masyarakat juga dapat membantu pemerintah dalam penilaian masyarakat juga dapat membantu pemerintah dalam
memahami perbedaan kebutuhan masyarakat antara kelompok memahami perbedaan kebutuhan masyarakat antara kelompok
sosial tertentu, membantu pemerintah mendesain cara sosial tertentu, membantu pemerintah mendesain cara
pelayanan yang terbaik, dan membantu pemerintah menilai pelayanan yang terbaik, dan membantu pemerintah menilai
tingkat kepuasaan terhadap kualitas pelayanan yang ada. Selain tingkat kepuasaan terhadap kualitas pelayanan yang ada. Selain
itu, hasil survey tersebut dapat juga memberikan gambaran itu, hasil survey tersebut dapat juga memberikan gambaran
mengenai perlu tidaknya mekanisme pelayanan berubah dan mengenai perlu tidaknya mekanisme pelayanan berubah dan
pendapat masyarakat terhadap masalah-masalah tertentu yang pendapat masyarakat terhadap masalah-masalah tertentu yang
sedang berkembang. sedang berkembang.

100 100
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

AKUNTABILITAS MORAL AKUNTABILITAS MORAL


PENYELENGGARA NEGARA PENYELENGGARA NEGARA

Keengganan Ketua DPR Akbar Tanjung, yang Keengganan Ketua DPR Akbar Tanjung, yang
telah divonis bersalah dalam kasus korupsi, Jaksa Agung telah divonis bersalah dalam kasus korupsi, Jaksa Agung
M.A. Rachman, yang “ceroboh” tidak memasukkan salah satu M.A. Rachman, yang “ceroboh” tidak memasukkan salah satu
rumah mewah yang dimiliki ke dalam formulir daftar kekayaan rumah mewah yang dimiliki ke dalam formulir daftar kekayaan
KPKN, dan Gubernur DKI Sutiyoso serta sejumlah anggota KPKN, dan Gubernur DKI Sutiyoso serta sejumlah anggota
legislatif yang disinyalir sebagai penebar dan penikmat suap, legislatif yang disinyalir sebagai penebar dan penikmat suap,
untuk mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing untuk mengundurkan diri dari jabatannya masing-masing
menunjukkan rendahnya etika publik dan akuntabilitas moral menunjukkan rendahnya etika publik dan akuntabilitas moral
(moral accountability) para penyelenggara negara di republik (moral accountability) para penyelenggara negara di republik
ini. Perilaku seperti ini juga akan membuat masyarakat semakin ini. Perilaku seperti ini juga akan membuat masyarakat semakin
kehilangan kepercayaan (trust) terhadap para penyelenggara kehilangan kepercayaan (trust) terhadap para penyelenggara
negara, sedangkan kepercayaan merupakan tonggak penting negara, sedangkan kepercayaan merupakan tonggak penting
dalam pembentukan pemerintahan yang berwibawa dan dalam pembentukan pemerintahan yang berwibawa dan
bermoral. bermoral.
*** ***
Negara, menurut Hegel, bukan sekedar sebuah organisasi Negara, menurut Hegel, bukan sekedar sebuah organisasi
melainkan suatu organisme moral (moral organism). Oleh melainkan suatu organisme moral (moral organism). Oleh
karena itu, seluruh aktifitas negara selayaknya merupakan karena itu, seluruh aktifitas negara selayaknya merupakan
aktifitas moral. Artinya, seluruh aktifitas para penyelenggara aktifitas moral. Artinya, seluruh aktifitas para penyelenggara
negara harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya secara negara harus dapat dipertanggungjawabkan tidak hanya secara
hukum formal tetapi juga secara moral. Atau dengan kata lain, hukum formal tetapi juga secara moral. Atau dengan kata lain,
selain tidak melanggar aturan hukum, semua perilaku pejabat selain tidak melanggar aturan hukum, semua perilaku pejabat
publik harus berdasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika publik harus berdasarkan pada prinsip-prinsip moral dan etika

101 101
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang sesuai dengan, dan oleh karena itu dapat diterima oleh, yang sesuai dengan, dan oleh karena itu dapat diterima oleh,
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal inilah yang norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Hal inilah yang
dimaksudkan oleh Dwivedi (1987) sebagai akuntabilitas moral dimaksudkan oleh Dwivedi (1987) sebagai akuntabilitas moral
yang harus dimiliki oleh setiap individu penyelenggara negara. yang harus dimiliki oleh setiap individu penyelenggara negara.
Sayangnya, apa yang digambarkan pada awal tulisan Sayangnya, apa yang digambarkan pada awal tulisan
ini menunjukkan bahwa para pejabat publik yang dinilai ini menunjukkan bahwa para pejabat publik yang dinilai
“bermasalah” oleh masyarakat selalu berlindung di balik “bermasalah” oleh masyarakat selalu berlindung di balik
pendekatan hukum formal untuk mempertahankan kedudukan pendekatan hukum formal untuk mempertahankan kedudukan
mereka dan untuk berkelit bahwa apa yang mereka lakukan mereka dan untuk berkelit bahwa apa yang mereka lakukan
adalah benar. Karena melakukan upaya banding dan tidak diatur adalah benar. Karena melakukan upaya banding dan tidak diatur
dalam tata tertib DPR, Akbat Tanjung masih merasa layak untuk dalam tata tertib DPR, Akbat Tanjung masih merasa layak untuk
mempertahankan posisinya. Karena tidak dapat dibuktikan, mempertahankan posisinya. Karena tidak dapat dibuktikan,
tuduhan kencang terjadinya suap pada pemilihannya sebagai tuduhan kencang terjadinya suap pada pemilihannya sebagai
gubernur tidak sedikit pun mengurungkan niat Sutiyoso untuk gubernur tidak sedikit pun mengurungkan niat Sutiyoso untuk
terus memimpin DKI. Demikian juga dengan sejumlah anggota terus memimpin DKI. Demikian juga dengan sejumlah anggota
legislatif yang disinyalir sebagai penikmat suap. Sedangkan M.A. legislatif yang disinyalir sebagai penikmat suap. Sedangkan M.A.
Rachman merasa bahwa hanya presidenlah yang berhak menilai Rachman merasa bahwa hanya presidenlah yang berhak menilai
apakah dia masih layak atau tidak memimpin Kejaksaan Agung apakah dia masih layak atau tidak memimpin Kejaksaan Agung
walaupun masyarakat manganggap kepemilikan rumah mewah walaupun masyarakat manganggap kepemilikan rumah mewah
adalah indikasi ketidakjujuran dan ketidaklayakan untuk tetap adalah indikasi ketidakjujuran dan ketidaklayakan untuk tetap
mempertahankan kedudukannya. mempertahankan kedudukannya.
Argumentasi para penyelenggara negara seperti ini Argumentasi para penyelenggara negara seperti ini
terjadi karena mereka hanya menggunakan pendekatan terjadi karena mereka hanya menggunakan pendekatan
obyektif (objectivist approach) dalam menilai etika dan obyektif (objectivist approach) dalam menilai etika dan
moralitas. Pendekatan ini menganggap bahwa selalu ada moralitas. Pendekatan ini menganggap bahwa selalu ada
standar-standar nyata, obyektif dan absolut yang berasal dari standar-standar nyata, obyektif dan absolut yang berasal dari
luar diri manusia untuk menilai kebenaran atau ketidakbenaran luar diri manusia untuk menilai kebenaran atau ketidakbenaran
(rigthness or wrongness) semua perilaku manusia. Oleh karena (rigthness or wrongness) semua perilaku manusia. Oleh karena
itu, perilaku seseorang dianggap etis dan bermoral sepanjang itu, perilaku seseorang dianggap etis dan bermoral sepanjang
tidak bertentangan dengan hukum, aturan atau tata tertib yang tidak bertentangan dengan hukum, aturan atau tata tertib yang
berlaku. berlaku.

102 102
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pada hal sesungguhnya, hukum, aturan dan tata tertib Pada hal sesungguhnya, hukum, aturan dan tata tertib
kurang memadai untuk dijadikan sebagai satu-satunya ukuran kurang memadai untuk dijadikan sebagai satu-satunya ukuran
etika dan moralitas. Selain karena tidak mungkin menciptakan etika dan moralitas. Selain karena tidak mungkin menciptakan
semua aturan hukum untuk setiap aktifitas manusia, juga ada semua aturan hukum untuk setiap aktifitas manusia, juga ada
kecenderungan manusia untuk sengaja mengabaikan dan kecenderungan manusia untuk sengaja mengabaikan dan
atau memanipulasi aturan hukum yang ada. Oleh karena itu, atau memanipulasi aturan hukum yang ada. Oleh karena itu,
pendekatan interpretasi (interpretivist approach) terhadap etika pendekatan interpretasi (interpretivist approach) terhadap etika
dan moralitas tidak meyakini adanya standar-standar obyektif dan moralitas tidak meyakini adanya standar-standar obyektif
dan absolut yang berasal dari luar diri manusia, seperti aturan dan absolut yang berasal dari luar diri manusia, seperti aturan
hukum, yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai etika hukum, yang dapat dijadikan ukuran untuk menilai etika
dan moralitas perilaku manusia. Sebaliknya, pendekatan ini dan moralitas perilaku manusia. Sebaliknya, pendekatan ini
berpendapat bahwa akal budi atau kesadaran manusia (human berpendapat bahwa akal budi atau kesadaran manusia (human
consciousness) yang berasal dari dalam diri setiap individu consciousness) yang berasal dari dalam diri setiap individu
adalah satu-satunya ukuran untuk menilai etika dan moralitas adalah satu-satunya ukuran untuk menilai etika dan moralitas
perilaku manusia. perilaku manusia.
Mereka yang peduli pada penegakan etika administrasi Mereka yang peduli pada penegakan etika administrasi
negara sepertinya sepakat untuk menggabungkan kedua negara sepertinya sepakat untuk menggabungkan kedua
pendekatan ini. Oleh karena itu, selain hukum, aturan dan tata pendekatan ini. Oleh karena itu, selain hukum, aturan dan tata
tertib yang ada, suara hati atau hati nurani (conscience) juga tertib yang ada, suara hati atau hati nurani (conscience) juga
diakui sebagai salah satu dasar untuk menilai etika dan moralitas diakui sebagai salah satu dasar untuk menilai etika dan moralitas
perilaku para penyelenggara negara. Hukum, aturan dan tata perilaku para penyelenggara negara. Hukum, aturan dan tata
tertib adalah sumber penilaian etika dan moralitas yang berasal tertib adalah sumber penilaian etika dan moralitas yang berasal
dari luar sedangkan suara hati adalah dasar penilaian etika dan dari luar sedangkan suara hati adalah dasar penilaian etika dan
moralitas yang berasal dari dalam diri para penyelengara negara. moralitas yang berasal dari dalam diri para penyelengara negara.
Karena multi interpretasi terhadap suatu aturan hukum Karena multi interpretasi terhadap suatu aturan hukum
dapat dengan mudah terjadi, menilai etika dan moralitas dapat dengan mudah terjadi, menilai etika dan moralitas
perilaku pejabat publik dengan menggunakan hukum, aturan perilaku pejabat publik dengan menggunakan hukum, aturan
dan tata tertib juga dapat menghasilkan penilaian yang tidak dan tata tertib juga dapat menghasilkan penilaian yang tidak
seragam. Misalnya, dengan interpretasi aturan hukum yang seragam. Misalnya, dengan interpretasi aturan hukum yang
mereka lakukan, para pendukung Akbar Tanjung, M.A. mereka lakukan, para pendukung Akbar Tanjung, M.A.
Rachman dan Sutiyoso merasa bahwa tindakan mereka untuk Rachman dan Sutiyoso merasa bahwa tindakan mereka untuk

103 103
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

tetap bertahan pada kedudukannya masing-masing adalah tetap bertahan pada kedudukannya masing-masing adalah
benar, etis dan bermoral. Sebaliknya, dengan interpretasi benar, etis dan bermoral. Sebaliknya, dengan interpretasi
berbeda terhadap aturan hukum yang sama, tidak sedikit yang berbeda terhadap aturan hukum yang sama, tidak sedikit yang
berkesimpulan bahwa tindakan mempertahankan kedudukan berkesimpulan bahwa tindakan mempertahankan kedudukan
dari para penyelenggara negara ini tidak etis dan bertentangan dari para penyelenggara negara ini tidak etis dan bertentangan
dengan prinsip-prinsip moral dan norma-norma yang berlaku dengan prinsip-prinsip moral dan norma-norma yang berlaku
dalam masyarakat. dalam masyarakat.
Ketika terjadi pertentangan interpretasi aturan hukum Ketika terjadi pertentangan interpretasi aturan hukum
seperti inilah maka pendekatan interpretasi seharusnya seperti inilah maka pendekatan interpretasi seharusnya
menjadi pedoman dalam menilai etika dan moralitas menjadi pedoman dalam menilai etika dan moralitas
perilaku penyelenggara negara. Dengan didasari hati nurani, perilaku penyelenggara negara. Dengan didasari hati nurani,
pertentangan etis tidaknya perilaku para penyelenggara negara pertentangan etis tidaknya perilaku para penyelenggara negara
dapat dihindari karena diyakini bahwa pertimbangan hati dapat dihindari karena diyakini bahwa pertimbangan hati
nurani setiap manusia terhadap suatu perilaku adalah identik. nurani setiap manusia terhadap suatu perilaku adalah identik.
Karena penilaian hati nurani yang identik itulah sehingga Karena penilaian hati nurani yang identik itulah sehingga
tercipta prinsip-prinsip moral, etika atau norma-norma yang tercipta prinsip-prinsip moral, etika atau norma-norma yang
diyakini dan berlaku dalam satu kelompok masyarakat. diyakini dan berlaku dalam satu kelompok masyarakat.
Berbeda dengan pejabat publik yang memiliki kepentingan Berbeda dengan pejabat publik yang memiliki kepentingan
untuk mempertahankan kedudukannya, rakyat umumnya lebih untuk mempertahankan kedudukannya, rakyat umumnya lebih
bebas mengemukakan penilain berdasarkan pertimbangan bebas mengemukakan penilain berdasarkan pertimbangan
hati nurani mereka. Dan oleh karena pertimbangan etika hati nurani mereka. Dan oleh karena pertimbangan etika
dan moralitas berdasarkan hati nurani selalu identik, maka dan moralitas berdasarkan hati nurani selalu identik, maka
sesungguhnya dapat dipastikan bahwa hati nurani para sesungguhnya dapat dipastikan bahwa hati nurani para
penyelenggara negara yang sedang mendapat sorotan publik penyelenggara negara yang sedang mendapat sorotan publik
saat ini identik dengan penilaian yang dikemukakan oleh saat ini identik dengan penilaian yang dikemukakan oleh
masyarakat luas. Bahwa tindakan mereka bertahan pada masyarakat luas. Bahwa tindakan mereka bertahan pada
kedudukan masing-masing sebenarnya tidak etis karena kedudukan masing-masing sebenarnya tidak etis karena
bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan norma-norma bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan norma-norma
yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana yang diungkapkan yang berlaku dalam masyarakat sebagaimana yang diungkapkan
dalam berbagai media massa. dalam berbagai media massa.

104 104
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Persoalannya sekarang adalah apakah para penyelenggara Persoalannya sekarang adalah apakah para penyelenggara
negara ini mau mendengarkan hati nurani mereka atau tetap negara ini mau mendengarkan hati nurani mereka atau tetap
berlindung dibalik argumentasi aturan hukum. Hanya saja berlindung dibalik argumentasi aturan hukum. Hanya saja
perlu diingat bahwa kepercayaan masyarakat akan sirna apabila perlu diingat bahwa kepercayaan masyarakat akan sirna apabila
perilaku para penyelenggara negara bertentangan dengan perilaku para penyelenggara negara bertentangan dengan
prinsip-prinsip moral, etika dan norma-norma yang diyakini prinsip-prinsip moral, etika dan norma-norma yang diyakini
oleh masyarakat. Sedangkan kepercayaan masyarakat adalah oleh masyarakat. Sedangkan kepercayaan masyarakat adalah
syarat mutlak pembentukan pemerintahan yang berwibawa dan syarat mutlak pembentukan pemerintahan yang berwibawa dan
bermoral. bermoral.

105 105
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Akuntabilitas Politik Legislatif Akuntabilitas Politik Legislatif

Kinerja anggota legislatif kita kembali mendapat sorotan. Kinerja anggota legislatif kita kembali mendapat sorotan.
Kalau pada masa Orde Baru mereka dianggap inferior yang Kalau pada masa Orde Baru mereka dianggap inferior yang
hanya tahu satu kata, setuju; di jaman reformasi saat ini mereka hanya tahu satu kata, setuju; di jaman reformasi saat ini mereka
dianggap terlalu superior. Kasus pemecatan Wali Kota Surabaya dianggap terlalu superior. Kasus pemecatan Wali Kota Surabaya
oleh DRPD Surabaya dan usulan pencopotan Sekretaris Negara oleh DRPD Surabaya dan usulan pencopotan Sekretaris Negara
Bambang Kesowo oleh Tim 12 Komisi I DPR, hanya merupakan Bambang Kesowo oleh Tim 12 Komisi I DPR, hanya merupakan
puncak gunung es dari pameran superioritas yang diperlihatkan puncak gunung es dari pameran superioritas yang diperlihatkan
oleh para anggota legislatif di Indonesia. Pada pengantar laporan oleh para anggota legislatif di Indonesia. Pada pengantar laporan
jajak pendapat tentang perlu tidaknya lembaga recall dihidupkan jajak pendapat tentang perlu tidaknya lembaga recall dihidupkan
kembali, harian ini mensinyalir eksistensi para anggota DPR kembali, harian ini mensinyalir eksistensi para anggota DPR
saat ini nyaris tak tergoyangkan (Kompas, 29/07/2002). Media saat ini nyaris tak tergoyangkan (Kompas, 29/07/2002). Media
lain bahkan ada yang mengibaratkan para anggota legislatif lain bahkan ada yang mengibaratkan para anggota legislatif
sebagai diktator yang sombong, pongah dan arogan (Media sebagai diktator yang sombong, pongah dan arogan (Media
Indonesia,16/7/2002). Selain apa yang sudah digambarkan Indonesia,16/7/2002). Selain apa yang sudah digambarkan
di berbagai media massa, perilaku yang dipertontonkan oleh di berbagai media massa, perilaku yang dipertontonkan oleh
para anggota legislatif kita juga menunjukkan ketidakpahaman para anggota legislatif kita juga menunjukkan ketidakpahaman
mereka atas konsep akuntabilitas politik yang mereka harus mereka atas konsep akuntabilitas politik yang mereka harus
perankan dan bagaimana menjalankan peran tersebut secara perankan dan bagaimana menjalankan peran tersebut secara
sehat dan bertanggung jawab. Selain itu, apa yang dipamerkan sehat dan bertanggung jawab. Selain itu, apa yang dipamerkan
oleh para anggota legislatif dapat juga dilihat sebagai inferiority oleh para anggota legislatif dapat juga dilihat sebagai inferiority
complex sebab pada dasarnya kapasitas mereka sangat tidak complex sebab pada dasarnya kapasitas mereka sangat tidak
memadai dibandingkan dengan kemampuan eksekutif yang memadai dibandingkan dengan kemampuan eksekutif yang
mereka harus hadapi. mereka harus hadapi.

106 106
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

*** ***

Menurut Dwivedi dan Jabra (1989) konsep akuntabilitas Menurut Dwivedi dan Jabra (1989) konsep akuntabilitas
politik pada negara demokratis pada hakikatnya mengakui politik pada negara demokratis pada hakikatnya mengakui
kekuasaan politik badan legislatif untuk mempengaruhi kekuasaan politik badan legislatif untuk mempengaruhi
eksekutif dalam pengambilan keputusan publik. Dengan kata eksekutif dalam pengambilan keputusan publik. Dengan kata
lain kehadiran akuntabilitas politik yang diperankan oleh lain kehadiran akuntabilitas politik yang diperankan oleh
legislatif dapat menjamin institusi dan pegawai pemerintah legislatif dapat menjamin institusi dan pegawai pemerintah
untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan publik yang untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan publik yang
ditetapkan oleh badan legislatif. Eksistensi akuntabilitas politik ditetapkan oleh badan legislatif. Eksistensi akuntabilitas politik
juga sekaligus dimaksudkan untuk mencegah pemerintah juga sekaligus dimaksudkan untuk mencegah pemerintah
mengambil dan melaksanakan kebijakan-kebijakan publik yang mengambil dan melaksanakan kebijakan-kebijakan publik yang
bertentangan dengan keinginan rakyat yang direpresentasikan bertentangan dengan keinginan rakyat yang direpresentasikan
oleh badan legislatif. oleh badan legislatif.
Sepintas lalu, konsep akuntabilitas politik seperti ini Sepintas lalu, konsep akuntabilitas politik seperti ini
menunjukkan kekuasaan legislatif yang sangat besar dalam menunjukkan kekuasaan legislatif yang sangat besar dalam
mengatur eksekutif. Konsep ini juga terkadang dianggap mengatur eksekutif. Konsep ini juga terkadang dianggap
sebagai dominasi absolut legislatif terhadap eksekutif seperti sebagai dominasi absolut legislatif terhadap eksekutif seperti
yang cenderung dipertontonkan oleh sebahagian besar anggota yang cenderung dipertontonkan oleh sebahagian besar anggota
legislatif kita saat ini. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena legislatif kita saat ini. Pemahaman seperti ini jelas keliru karena
derajat akuntabilitas yang sehat dan bertanggung jawab pada derajat akuntabilitas yang sehat dan bertanggung jawab pada
hakekatnya ditentukan oleh hubungan-saling-mempengaruhi hakekatnya ditentukan oleh hubungan-saling-mempengaruhi
yang sehat dan bertanggung jawab antara institutsi yang yang sehat dan bertanggung jawab antara institutsi yang
akuntabilitasnya harus ditegakkan dan institusi yang harus akuntabilitasnya harus ditegakkan dan institusi yang harus
menegakkan akuntabilitas tersebut. Dalam hubungannya menegakkan akuntabilitas tersebut. Dalam hubungannya
dengan akuntabilitas politik legislatif yang dibahas pada tulisan dengan akuntabilitas politik legislatif yang dibahas pada tulisan
ini maka derajat akuntabilitas yang sehat dan bertanggung jawab ini maka derajat akuntabilitas yang sehat dan bertanggung jawab
ditentukan antara lain oleh bagaimana legislatif atau DPR/D ditentukan antara lain oleh bagaimana legislatif atau DPR/D
(sebagai institusi yang harus menegakkan akuntabilitas politik) (sebagai institusi yang harus menegakkan akuntabilitas politik)
secara sehat dan bertanggung jawab mempengaruhi kebijakan- secara sehat dan bertanggung jawab mempengaruhi kebijakan-

107 107
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah/daerah (sebagai kebijakan publik yang dibuat oleh pemerintah/daerah (sebagai
institutsi yang harus dibangun derajat akuntabilitasnya). institutsi yang harus dibangun derajat akuntabilitasnya).
Sedikitnya ada tiga hal yang dapat dijadikan barometer Sedikitnya ada tiga hal yang dapat dijadikan barometer
untuk menilai apakah akuntabilitas politik ditegakkan dengan untuk menilai apakah akuntabilitas politik ditegakkan dengan
sehat dan bertanggung jawab. Pertama, seberapa besar sehat dan bertanggung jawab. Pertama, seberapa besar
kemampuan legislatif mempengaruhi kebijakan publik yang kemampuan legislatif mempengaruhi kebijakan publik yang
dibuat oleh pemerintah. Hal ini dapat diukur dari frekuensi dibuat oleh pemerintah. Hal ini dapat diukur dari frekuensi
kehadiran dan kualitas argumentasi yang dikemukakan oleh kehadiran dan kualitas argumentasi yang dikemukakan oleh
anggota legislatif dalam rapat-rapat pengambilan keputusan anggota legislatif dalam rapat-rapat pengambilan keputusan
publik dengan pemerintah. Kenyataannya, tingkat kehadiran publik dengan pemerintah. Kenyataannya, tingkat kehadiran
anggota legislatif dalam rapat-rapat pengambilan kebijakan anggota legislatif dalam rapat-rapat pengambilan kebijakan
publik yang strategis dengan pemerintah - seperti yang publik yang strategis dengan pemerintah - seperti yang
diributkan akhir-akhir ini - sangat mengecewakan. Bagi anggota diributkan akhir-akhir ini - sangat mengecewakan. Bagi anggota
legislatif yang “kebetulan” hadir, banyak di antara mereka yang legislatif yang “kebetulan” hadir, banyak di antara mereka yang
tidak bersuara. Bagi mereka yang sempat bersuara, kualitas tidak bersuara. Bagi mereka yang sempat bersuara, kualitas
pendapat atau argumentasi yang dikemukakan terhadap pendapat atau argumentasi yang dikemukakan terhadap
berbagai isu publik masih sangat tidak memenuhi syarat untuk berbagai isu publik masih sangat tidak memenuhi syarat untuk
dapat dikategorikan berbobot. Dengan kenyataan seperti ini, dapat dikategorikan berbobot. Dengan kenyataan seperti ini,
legislatif menjadi sangat tidak berdaya untuk secara sehat dan legislatif menjadi sangat tidak berdaya untuk secara sehat dan
bertanggung jawab mempengaruhi berbagai kebijakan publik bertanggung jawab mempengaruhi berbagai kebijakan publik
yang dibuat pemerintah. yang dibuat pemerintah.
Alat ukur kedua penegakan akuntabilitas politik secara Alat ukur kedua penegakan akuntabilitas politik secara
sehat dan bertanggung jawab dapat dilihat dari mutu interaksi sehat dan bertanggung jawab dapat dilihat dari mutu interaksi
dan komunikasi yang terjadi antara legislatif dan pemerintah. dan komunikasi yang terjadi antara legislatif dan pemerintah.
Hal ini dapat dinilai dari kualitas dan kuantitas informasi Hal ini dapat dinilai dari kualitas dan kuantitas informasi
yang diberikan pemerintah kepada legislatif dan sejauh mana yang diberikan pemerintah kepada legislatif dan sejauh mana
informasi tersebut dimanfaat untuk mempengaruhi kebijakan informasi tersebut dimanfaat untuk mempengaruhi kebijakan
publik yang akan diambil pemerintah. Hanya saja, untuk publik yang akan diambil pemerintah. Hanya saja, untuk
dapat memanfaatkan berbagai informasi yang diberikan oleh dapat memanfaatkan berbagai informasi yang diberikan oleh
pemerintah pengetahuan para anggota legislatif terhadap pemerintah pengetahuan para anggota legislatif terhadap
masalah tersebut harus memadai. Tanpa pengetahuan yang masalah tersebut harus memadai. Tanpa pengetahuan yang

108 108
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

cukup maka berbagai kebijakan publik yang akan diambil oleh cukup maka berbagai kebijakan publik yang akan diambil oleh
pemerintah tidak akan mampu dipengaruhi oleh legislatif. pemerintah tidak akan mampu dipengaruhi oleh legislatif.
Ketidakberdayaan legislatif karena keterbatasan Ketidakberdayaan legislatif karena keterbatasan
pengetahuan dapat dilihat dari lolosnya berbagai rancangan pengetahuan dapat dilihat dari lolosnya berbagai rancangan
undang-undang yang diajukan pemerintah tanpa hambatan atau undang-undang yang diajukan pemerintah tanpa hambatan atau
perdebatan yang berarti di parlemen. Keterbatasan pengetahuan perdebatan yang berarti di parlemen. Keterbatasan pengetahuan
menyebabkan anggota legislatif tidak mampu mencermati menyebabkan anggota legislatif tidak mampu mencermati
dan memberikan kontribusi yang berarti terhadap berbagai dan memberikan kontribusi yang berarti terhadap berbagai
rancangan kebijakan yang diajukan oleh pemerintah. Demikian rancangan kebijakan yang diajukan oleh pemerintah. Demikian
juga dengan rapat-rapat konsultasi antara pemerintah dan juga dengan rapat-rapat konsultasi antara pemerintah dan
legislatif terkesan basa-basi belaka di mana wakil pemerinntah legislatif terkesan basa-basi belaka di mana wakil pemerinntah
memberikan ceramah kepada legislatif dan wakil legislatif memberikan ceramah kepada legislatif dan wakil legislatif
memberikan ceramah balasan. memberikan ceramah balasan.
Ketiga, penegakan akuntabilitas politik yang sehat dan Ketiga, penegakan akuntabilitas politik yang sehat dan
bertanggung jawab hanya dapat terjadi kalau ada batasan bertanggung jawab hanya dapat terjadi kalau ada batasan
wewenang yang jelas antara kebijakan publik yang dapat wewenang yang jelas antara kebijakan publik yang dapat
dan tidak dapat diintervensi oleh legislatif (discretionary and dan tidak dapat diintervensi oleh legislatif (discretionary and
nondiscretionary decision-making spheres). Dengan kata lain nondiscretionary decision-making spheres). Dengan kata lain
tidak semua kebijakan publik yang diambil pemerintah harus tidak semua kebijakan publik yang diambil pemerintah harus
mendapat persetujuan legislatif. Harus ada domain independen mendapat persetujuan legislatif. Harus ada domain independen
di mana birokrasi dapat mengambil dan melaksanakan berbagai di mana birokrasi dapat mengambil dan melaksanakan berbagai
kebijakan publik tanpa menunggu persetujuan legslatif. Dengan kebijakan publik tanpa menunggu persetujuan legslatif. Dengan
profesionalitas dan ekspertis yang dimiliki, banyak kebijakan profesionalitas dan ekspertis yang dimiliki, banyak kebijakan
publik yang dapat dilaksanakan secara efisien apabila birokrasi publik yang dapat dilaksanakan secara efisien apabila birokrasi
memiliki kebebasan mengambil keputusan dan bertindak tanpa memiliki kebebasan mengambil keputusan dan bertindak tanpa
harus menunggu mandat parlemen. Terlebih kalau indikator- harus menunggu mandat parlemen. Terlebih kalau indikator-
indikator yang digunakan oleh legislatif untuk menolak indikator yang digunakan oleh legislatif untuk menolak
berbagai kebijakan yang akan diambil pemerintah tidak rasional berbagai kebijakan yang akan diambil pemerintah tidak rasional
dan terkesan mengada-ada. Penolakan legislatif atas sejumlah dan terkesan mengada-ada. Penolakan legislatif atas sejumlah
calon duta besar yang diajukan oleh pemerintah beberapa calon duta besar yang diajukan oleh pemerintah beberapa
waktu yang lalu hanya karena umur mereka sudah terlalu tua waktu yang lalu hanya karena umur mereka sudah terlalu tua

109 109
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

atau masih sangat muda adalah salah satu contoh betapa tidak atau masih sangat muda adalah salah satu contoh betapa tidak
rasionalnya pertimbangan yang dilakukan oleh legislatif dalam rasionalnya pertimbangan yang dilakukan oleh legislatif dalam
menggagalkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah. menggagalkan kebijakan yang akan diambil oleh pemerintah.
Singkat kata, penegakan akuntabilitas politik yang sehat Singkat kata, penegakan akuntabilitas politik yang sehat
dan bertanggung jawab hanya dapat terwujud apabila legislatif dan bertanggung jawab hanya dapat terwujud apabila legislatif
mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui interaksi mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah melalui interaksi
dan komunikasi yang berkualitas melalui adu argumentasi yang dan komunikasi yang berkualitas melalui adu argumentasi yang
berbobot. Untuk itu kapasitas legislatif harus melebihi atau berbobot. Untuk itu kapasitas legislatif harus melebihi atau
sedikitnya seimbang dengan kemampuan yang dimiliki oleh sedikitnya seimbang dengan kemampuan yang dimiliki oleh
pemerintah. Karena kemampuan anggota legislatif kita saat ini pemerintah. Karena kemampuan anggota legislatif kita saat ini
masih jauh dibandingkan dengan kemampuan eksekutif maka masih jauh dibandingkan dengan kemampuan eksekutif maka
yang terjadi adalah inferiority complex di mana anggota legislatif yang terjadi adalah inferiority complex di mana anggota legislatif
akan mencari cara lain untuk menunjukkan superioritasnya akan mencari cara lain untuk menunjukkan superioritasnya
sebagai kompensasi atas ketidakberdayaan mereka. Antara lain sebagai kompensasi atas ketidakberdayaan mereka. Antara lain
dengan tidak mengindahkan adanya batasan wewenang yang dengan tidak mengindahkan adanya batasan wewenang yang
jelas antara kebijakan yang dapat dan tidak dapat diintervensi jelas antara kebijakan yang dapat dan tidak dapat diintervensi
oleh legislatif. oleh legislatif.
Menghidupkan kembali lembaga recall mungkin salah Menghidupkan kembali lembaga recall mungkin salah
satu solusi jangka pendek untuk meningkatkan akuntabilitas satu solusi jangka pendek untuk meningkatkan akuntabilitas
politik legislatif. Namun demikian, sudah tiba saatnya anggota politik legislatif. Namun demikian, sudah tiba saatnya anggota
legislatif dipilih langsung oleh masyarakat yang diwakili. legislatif dipilih langsung oleh masyarakat yang diwakili.
Dengan demikian masyarakat mengenal dengan pasti siapa yang Dengan demikian masyarakat mengenal dengan pasti siapa yang
mereka harus tuntut kalau kinerja legislatif untuk mengawasi mereka harus tuntut kalau kinerja legislatif untuk mengawasi
pemerintah melempem atau jika kepentingan mereka tidak pemerintah melempem atau jika kepentingan mereka tidak
terbela di legislatif. terbela di legislatif.

110 110
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

KOTAK POS 5001 KOTAK POS 5001

Pendahuluan Pendahuluan
Dalam ilmu administrasi negara, akuntabilitas Dalam ilmu administrasi negara, akuntabilitas
(accountability) secara sederhana sering didefinisikan sebagai (accountability) secara sederhana sering didefinisikan sebagai
suatu mekanisme di mana kerja atau perilaku sektor publik suatu mekanisme di mana kerja atau perilaku sektor publik
dan/atau aparatur negara dapat diawasi, dan diberikan dan/atau aparatur negara dapat diawasi, dan diberikan
sanksi apabila melanggar norma-norma masyarakat dan/ sanksi apabila melanggar norma-norma masyarakat dan/
atau aturan perundang-undangan yang berlaku (Dwivedi dan atau aturan perundang-undangan yang berlaku (Dwivedi dan
Jabbra, 1989:5). Mekanisme ini sangat penting karena, antara Jabbra, 1989:5). Mekanisme ini sangat penting karena, antara
lain, hanya sektor publik yang memiliki legitimasi untuk lain, hanya sektor publik yang memiliki legitimasi untuk
menggunakan kekuasaan (power) yang didelegasikan oleh menggunakan kekuasaan (power) yang didelegasikan oleh
negara. Adanya mekanisme ini akan menghindari sektor publik negara. Adanya mekanisme ini akan menghindari sektor publik
menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya. menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya.
Pemerhati ilmu administrasi negara umumnya hanya Pemerhati ilmu administrasi negara umumnya hanya
mendiskusikan peningkatkan akuntabilitas sektor publik melalui mendiskusikan peningkatkan akuntabilitas sektor publik melalui
mekanisme formal. Sebaliknya, tulisan ini menyimpulkan mekanisme formal. Sebaliknya, tulisan ini menyimpulkan
bahwa selain usaha yang terus menerus untuk mengefektifkan bahwa selain usaha yang terus menerus untuk mengefektifkan
kerja mekanisme formal, perlu juga diciptakan mekanisme kerja mekanisme formal, perlu juga diciptakan mekanisme
informal untuk meningkatkan akuntabilitas sektor publik. informal untuk meningkatkan akuntabilitas sektor publik.

Mekanisme Parlemen Mekanisme Parlemen


Mekanisme akuntabilitas berbeda antar satu negara dengan Mekanisme akuntabilitas berbeda antar satu negara dengan
negara lainnya, tergantung sistem pemerintahan yang dianut. Di negara lainnya, tergantung sistem pemerintahan yang dianut. Di
negara-negara demokrasi barat, misalnya, mekanisme parlemen negara-negara demokrasi barat, misalnya, mekanisme parlemen
(parliamentary mechanism) dianggap sebagai mekanisme (parliamentary mechanism) dianggap sebagai mekanisme
akuntabilitas formal yang tertua (Thynne and Goldring, 1987:33; akuntabilitas formal yang tertua (Thynne and Goldring, 1987:33;

111 111
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Maheswary, 1983:460). Mekanisme ini percaya bahwa setiap Maheswary, 1983:460). Mekanisme ini percaya bahwa setiap
tindakan dan perilaku aparatur pemerintah, baik itu yang tindakan dan perilaku aparatur pemerintah, baik itu yang
berhubungan dengan masalah keuangan maupun kegiatan berhubungan dengan masalah keuangan maupun kegiatan
lainnya harus dapat dipertanggungjawabkan di parlemen. lainnya harus dapat dipertanggungjawabkan di parlemen.
Namun demikian, sejalan dengan semakin besar dan Namun demikian, sejalan dengan semakin besar dan
kompleksnya birokrasi, mekanisme parlemen dianggap tidak kompleksnya birokrasi, mekanisme parlemen dianggap tidak
mampu lagi untuk megawasi segala kegiatan sektor publik dan mampu lagi untuk megawasi segala kegiatan sektor publik dan
aparatur negara. Menurut Haque (1994), bahkan di negara- aparatur negara. Menurut Haque (1994), bahkan di negara-
negara yang mempunyai tradisi demokrasi yang kuat, kekuasaan negara yang mempunyai tradisi demokrasi yang kuat, kekuasaan
dalam urusan kenegaraan telah berpindah dari politisi di dalam urusan kenegaraan telah berpindah dari politisi di
parlemen ke tangan para birokrat senior. Para birokrat Inggris, parlemen ke tangan para birokrat senior. Para birokrat Inggris,
Jerman dan Jepang, menurut Pempel (1984:86), misalnya, Jerman dan Jepang, menurut Pempel (1984:86), misalnya,
sepakat bahwa merekalah, bukan para politisi di parlemen, yang sepakat bahwa merekalah, bukan para politisi di parlemen, yang
mengatasi segala masalah-masalah yang dihadapi oleh negara. mengatasi segala masalah-masalah yang dihadapi oleh negara.
Ada beberapa penjelasan yang dapat menerangkan Ada beberapa penjelasan yang dapat menerangkan
penomena dominasi birokrat terhadap politisi ini. Pertama, ada penomena dominasi birokrat terhadap politisi ini. Pertama, ada
kecenderungan bahwa politisi di parlemen tidak mempunyai kecenderungan bahwa politisi di parlemen tidak mempunyai
informasi yang memadai mengenai kegiatan dan fungsi setiap informasi yang memadai mengenai kegiatan dan fungsi setiap
departemen (Maheshwari, 1983; Haque, 1994). Oleh karena itu, departemen (Maheshwari, 1983; Haque, 1994). Oleh karena itu,
para birokrat dapat meneyembunyikan informasi-informasi para birokrat dapat meneyembunyikan informasi-informasi
yang mungkin akan mendapat kritik yang tajam dari para yang mungkin akan mendapat kritik yang tajam dari para
politisi. Kedua, keterwakilan (representativeness) para politisi di politisi. Kedua, keterwakilan (representativeness) para politisi di
parlemen juga dipertanyakan. Terlepas dari retorika demokrasi parlemen juga dipertanyakan. Terlepas dari retorika demokrasi
yang sering dikumandangkan oleh negara-negara kapitalis, yang sering dikumandangkan oleh negara-negara kapitalis,
parlemen di Amerika, misalnya, tetap didominasi oleh para elit parlemen di Amerika, misalnya, tetap didominasi oleh para elit
kelas atas, dan sangat sedikit wakil rakyat di negara adi kuasa kelas atas, dan sangat sedikit wakil rakyat di negara adi kuasa
ini yang berlatar belakang sosial ekonomi yang rendah (Parenti, ini yang berlatar belakang sosial ekonomi yang rendah (Parenti,
1988:196-212). Belum lagi jika masalah keterwakilan ini dilihat 1988:196-212). Belum lagi jika masalah keterwakilan ini dilihat
dari segi ras dan jender. Di Australia, hampir tidak ada anggota dari segi ras dan jender. Di Australia, hampir tidak ada anggota
parlemen yang berasal dari suku asli (aborijin), sedangkan parlemen yang berasal dari suku asli (aborijin), sedangkan
anggota parlemen wanita di negara-negara demokrasi barat, anggota parlemen wanita di negara-negara demokrasi barat,

112 112
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

menurut penelitian Aberbach, dkk. (1981:47), berkisar antara menurut penelitian Aberbach, dkk. (1981:47), berkisar antara
4 persen (Inggris dan Italia) sampai 14 persen (Belanda). 4 persen (Inggris dan Italia) sampai 14 persen (Belanda).
Tidak mengherankan jika banyak kebijakan publik yang dibuat Tidak mengherankan jika banyak kebijakan publik yang dibuat
oleh pemerintah, yang sebenarnya melanggar hak-hak kaum oleh pemerintah, yang sebenarnya melanggar hak-hak kaum
minoritas, dengan leluasa mendapat persetujuan parlemen. minoritas, dengan leluasa mendapat persetujuan parlemen.
Belum lagi jika politisi di parlemen dikenal sebagai orang-orang Belum lagi jika politisi di parlemen dikenal sebagai orang-orang
yang hanya datang, duduk, diam, dengar, dan duit. yang hanya datang, duduk, diam, dengar, dan duit.

Mekanisme Menteri Mekanisme Menteri


Selain mekanisme parlemen, di negara-negara yang Selain mekanisme parlemen, di negara-negara yang
menganut sistem Westminster seperti Australia dan Inggris, menganut sistem Westminster seperti Australia dan Inggris,
dikenal juga mekanisme menteri (ministerial mechanism) dikenal juga mekanisme menteri (ministerial mechanism)
untuk menjamin akuntabilitas sektor publik. Mekanisme ini untuk menjamin akuntabilitas sektor publik. Mekanisme ini
beranggapan bahwa selain harus bertanggung jawab kepada beranggapan bahwa selain harus bertanggung jawab kepada
parlemen, seorang menteri juga harus mengawasi segala parlemen, seorang menteri juga harus mengawasi segala
tindakan aparat negara di dalam departemen yang menjadi tindakan aparat negara di dalam departemen yang menjadi
tanggung jawabnya (Thynne and Goldring, 1987:56). tanggung jawabnya (Thynne and Goldring, 1987:56).
Namun demikian, mekanisme menteri juga dipertanyakan Namun demikian, mekanisme menteri juga dipertanyakan
kemampuannya untuk menegakkan akuntabilitas sektor publik kemampuannya untuk menegakkan akuntabilitas sektor publik
karena berbagai hal. Pertama, sebagai pejabat yang diangkat karena berbagai hal. Pertama, sebagai pejabat yang diangkat
berdasarkan pertimbangan politik dan hampir selalu diganti berdasarkan pertimbangan politik dan hampir selalu diganti
setiap setelah pemilihan umum, pengetahuan seorang menteri setiap setelah pemilihan umum, pengetahuan seorang menteri
terhadap segala hal yang terjadi di departemen sangat terbatas terhadap segala hal yang terjadi di departemen sangat terbatas
(Subramaniam, 1983:452). Kedua, tidak adanya mekanisme (Subramaniam, 1983:452). Kedua, tidak adanya mekanisme
untuk menghukum menteri karena terjadi pelanggaran di dalam untuk menghukum menteri karena terjadi pelanggaran di dalam
departemen yang menjadi tanggung jawabnya. Mekanisme departemen yang menjadi tanggung jawabnya. Mekanisme
menteri untuk menjamin terwujudnya akuntabilitas sektor menteri untuk menjamin terwujudnya akuntabilitas sektor
publik hanya merupakan konvensi tampa sangsi hukum. publik hanya merupakan konvensi tampa sangsi hukum.
Mekanisme menteri hanya merupakan kesadaran moral, Mekanisme menteri hanya merupakan kesadaran moral,
karena seorang menteri akan tetap memangku jabatannya karena seorang menteri akan tetap memangku jabatannya
sepanjang dia disenangi oleh presiden atau perdana menteri sepanjang dia disenangi oleh presiden atau perdana menteri

113 113
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang mengangkatnya (Maheshwari, 1983:464). Tidak ada yang mengangkatnya (Maheshwari, 1983:464). Tidak ada
hukum yang mengharuskan seorang menteri kesehatan, hukum yang mengharuskan seorang menteri kesehatan,
misalnya, harus mengundurkan diri hanya karena banyak kasus misalnya, harus mengundurkan diri hanya karena banyak kasus
malapraktek yang terjadi di rumah sakit pemerintah. Tidak juga malapraktek yang terjadi di rumah sakit pemerintah. Tidak juga
seorang menteri perhubungan harus menyerahkan jabatannya seorang menteri perhubungan harus menyerahkan jabatannya
kalau banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi di laut, darat kalau banyak kecelakaan lalu lintas yang terjadi di laut, darat
ataupun udara. Apalagi kalau mengundurkan diri bagi seorang ataupun udara. Apalagi kalau mengundurkan diri bagi seorang
pejabat pemerintah dianggap tidak sesuai dengan budaya luhur pejabat pemerintah dianggap tidak sesuai dengan budaya luhur
suatu bangsa. Akibatnya, birokrasi yang cenderung semakin suatu bangsa. Akibatnya, birokrasi yang cenderung semakin
besar dijalankan oleh aparatur negara dengan pengawasan yang besar dijalankan oleh aparatur negara dengan pengawasan yang
sangat minim dari menteri. sangat minim dari menteri.

Pengadilan Administrasi Pengadilan Administrasi


Penegakan akuntabilitas sektor publik di banyak Penegakan akuntabilitas sektor publik di banyak
negara juga ditempuh dengan membentuk Pengadilan Tata negara juga ditempuh dengan membentuk Pengadilan Tata
Usaha Negara (administrative tribunal) di mana keputusan- Usaha Negara (administrative tribunal) di mana keputusan-
keputusan pemerintah dan perilaku aparatur negara dapat keputusan pemerintah dan perilaku aparatur negara dapat
diuji keabsahannya (McCallum, 1984:164). Namun demikian, diuji keabsahannya (McCallum, 1984:164). Namun demikian,
seperti yang terjadi di negara kita, kehadiran institusi ini seperti yang terjadi di negara kita, kehadiran institusi ini
belum dimamfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Publik belum dimamfaatkan secara maksimal oleh masyarakat. Publik
mungkin enggan untuk mengadukan masalahnya ke PTUN mungkin enggan untuk mengadukan masalahnya ke PTUN
karena prosedur teknis dan hukum yang dilalui di pengadilan karena prosedur teknis dan hukum yang dilalui di pengadilan
merupakan hal yang masih asing bagi masyarakat kebanyakan merupakan hal yang masih asing bagi masyarakat kebanyakan
di negara kita. Belum lagi biaya yang harus ditanggung jika di negara kita. Belum lagi biaya yang harus ditanggung jika
harus menggunakan jasa penasehat hukum. Sebagaimana yang harus menggunakan jasa penasehat hukum. Sebagaimana yang
pernah dikemukakan oleh Benyamin Mangkudilaga, banyak pernah dikemukakan oleh Benyamin Mangkudilaga, banyak
perkara yang diajukan ke PTUN yang sebenarnya di luar perkara yang diajukan ke PTUN yang sebenarnya di luar
jurisdiksi institusi ini. jurisdiksi institusi ini.

114 114
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Perlunya Mekanisme Informal Perlunya Mekanisme Informal


Selain perlunya usaha yang terus menerus untuk Selain perlunya usaha yang terus menerus untuk
memberdayakan mekanisme formal, maka perlu pula diciptakan memberdayakan mekanisme formal, maka perlu pula diciptakan
mekanisme informal untuk menegakkan akuntabilitas sektor mekanisme informal untuk menegakkan akuntabilitas sektor
publik. Di Australian Capital Territory, Canberra (semacam publik. Di Australian Capital Territory, Canberra (semacam
Daerah Khusus Ibukota) yang parlemennya relatif vokal dan Daerah Khusus Ibukota) yang parlemennya relatif vokal dan
institusi pengadilannya terkenal sangat mandiri sebagaimana institusi pengadilannya terkenal sangat mandiri sebagaimana
lasimnya di negara-negara demokrasi barat, Pemerintah Partai lasimnya di negara-negara demokrasi barat, Pemerintah Partai
Buruh pada tahun 1992 menyediakan satu saluran telepon bebas Buruh pada tahun 1992 menyediakan satu saluran telepon bebas
pulsa atau cuma-cuma (ACT Wastewatch Hotline) yang dapat pulsa atau cuma-cuma (ACT Wastewatch Hotline) yang dapat
digunakan oleh publik mengadukan segala keluhan, keberatan digunakan oleh publik mengadukan segala keluhan, keberatan
dan protes terhadap keputusan-keputusan pemerintah dan/atau dan protes terhadap keputusan-keputusan pemerintah dan/atau
terhadap pelayanan sektor publik dan perilaku aparatur negara. terhadap pelayanan sektor publik dan perilaku aparatur negara.
Saluran telepon yang ditempatkan di kantor Chief Minister Saluran telepon yang ditempatkan di kantor Chief Minister
(setingkat gubernur) sangat diminati oleh masyarakat yang (setingkat gubernur) sangat diminati oleh masyarakat yang
tidak perlu khawatir akan keselamatan mereka karena dapat tidak perlu khawatir akan keselamatan mereka karena dapat
tetap merahasiakan identitasnya. Jika penelepon meninggalkan tetap merahasiakan identitasnya. Jika penelepon meninggalkan
alamat, Chief Minister sebagai pejabat pemerintahan tertinggi di alamat, Chief Minister sebagai pejabat pemerintahan tertinggi di
ACT (Canberra) akan memberikan jawaban mengenai tindakan ACT (Canberra) akan memberikan jawaban mengenai tindakan
apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan apa yang sudah dilakukan oleh pemerintah sehubungan dengan
keluhan atau protes yang dilakukan oleh penelepon. Dari hasil keluhan atau protes yang dilakukan oleh penelepon. Dari hasil
studi kasus yang penulis lakukan, saluran telepon ini sangat studi kasus yang penulis lakukan, saluran telepon ini sangat
membantu pemerintah menyempurnakan berbagai kebijakan membantu pemerintah menyempurnakan berbagai kebijakan
dan prosedur pelayanan masyarakat di Canberra. dan prosedur pelayanan masyarakat di Canberra.

Spekulasi dan modifikasi mekanisme informal Spekulasi dan modifikasi mekanisme informal
di Indonesia : Kotak Pos 5000 di Indonesia : Kotak Pos 5000
Di Indonesia, Kotak Pos 5000 merupakan salah satu contoh Di Indonesia, Kotak Pos 5000 merupakan salah satu contoh
mekanisme informal untuk menigkatkan akuntabilitas sektor mekanisme informal untuk menigkatkan akuntabilitas sektor
publik. Walaupun belum terdokumentasi dengan baik, telah publik. Walaupun belum terdokumentasi dengan baik, telah

115 115
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

banyak kasus-kasus penyelewengan yang dapat dibongkar karena banyak kasus-kasus penyelewengan yang dapat dibongkar karena
pengaduan masyarakat ke kotak pos di kantor wakil presiden ini. pengaduan masyarakat ke kotak pos di kantor wakil presiden ini.
Ada beberapa kelebihan mekanisme informal seperti Ada beberapa kelebihan mekanisme informal seperti
Kotak Pos 5000 dan Wastewatch Hotline ini dibandingkan Kotak Pos 5000 dan Wastewatch Hotline ini dibandingkan
dengan mekanisme formal. Pertama, perbaikan berbagai dengan mekanisme formal. Pertama, perbaikan berbagai
kebijaksanaan pemerintah dan perilaku aparatur negara dapat kebijaksanaan pemerintah dan perilaku aparatur negara dapat
dilakukan dan penyelewengan dapat dicegah tampa hingar dilakukan dan penyelewengan dapat dicegah tampa hingar
bingar masyarakat. Hal ini sangat penting karena budaya bingar masyarakat. Hal ini sangat penting karena budaya
birokrasi kita saat ini masih selalu ingin menang sendiri birokrasi kita saat ini masih selalu ingin menang sendiri
kalau berhadapan dengan masyarakat. Birokrasi kita belum kalau berhadapan dengan masyarakat. Birokrasi kita belum
mampu mengaku salah atau khilaf atas segala keputusan dan mampu mengaku salah atau khilaf atas segala keputusan dan
tindakan yang dilakukan. Buktinya, hampir semua aparatur tindakan yang dilakukan. Buktinya, hampir semua aparatur
negara mengajukan banding terhadap keputusan PTUN yang negara mengajukan banding terhadap keputusan PTUN yang
memenangkan masyarakat, atau bahkan tidak mematuhi memenangkan masyarakat, atau bahkan tidak mematuhi
keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum. keputusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum.
Kedua, jurisdiksi mekanisme informal tidak terbatas, sedangkan Kedua, jurisdiksi mekanisme informal tidak terbatas, sedangkan
jurisdiksi mekanisme formal seperti PTUN sangat terbatas. jurisdiksi mekanisme formal seperti PTUN sangat terbatas.
Ketiga, murah, karena masyarakat tidak memerlukan biaya, Ketiga, murah, karena masyarakat tidak memerlukan biaya,
kalau misalnya, semua surat ke Kotak Pos 5000 tidak perlu kalau misalnya, semua surat ke Kotak Pos 5000 tidak perlu
diberi perangko. diberi perangko.
Namun demikian, untuk lebih mendayagunakan fungsi Namun demikian, untuk lebih mendayagunakan fungsi
Kotak Pos 5000 sebagai sarana pendukung meingkatkan Kotak Pos 5000 sebagai sarana pendukung meingkatkan
akuntabilitas sektor publik, ada beberapa hal yang mungkin akuntabilitas sektor publik, ada beberapa hal yang mungkin
dapat dilakukan. Pertama, kepercayaan masyarakat terhadap dapat dilakukan. Pertama, kepercayaan masyarakat terhadap
kerja Kotak Pos 5000 perlu ditumbuhkan. Hal ini dapat kerja Kotak Pos 5000 perlu ditumbuhkan. Hal ini dapat
dilakukan, misalnya, dengan penerbitan berkala mengenai dilakukan, misalnya, dengan penerbitan berkala mengenai
perbaikan berbagai kebijaksanaan pemerintah yang dilakukan perbaikan berbagai kebijaksanaan pemerintah yang dilakukan
berdasarkan laporan masyarakat yang diterima melalui Kotak berdasarkan laporan masyarakat yang diterima melalui Kotak
Pos 5000. Demikian pula dengan keamanan individu-individu Pos 5000. Demikian pula dengan keamanan individu-individu
yang mengadu ke Kotak Pos 5000 harus mendapatkan jaminan yang mengadu ke Kotak Pos 5000 harus mendapatkan jaminan
dari pemerintah. Jangan niat baik untuk memperbaiki birokrasi dari pemerintah. Jangan niat baik untuk memperbaiki birokrasi

116 116
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang ada dengan, (misalnya), melaporkan adanya dugaan yang ada dengan, (misalnya), melaporkan adanya dugaan
korupsi malah berbalik mengorbankan si pelapor yang dianggap korupsi malah berbalik mengorbankan si pelapor yang dianggap
telah memfitnah atau mencemarkan nama baik pejabat tertentu. telah memfitnah atau mencemarkan nama baik pejabat tertentu.
Pemerintah juga sebaiknya tanggap terhadap semua laporan Pemerintah juga sebaiknya tanggap terhadap semua laporan
yang masuk, walaupun mungkin banyak pengirim surat yang yang masuk, walaupun mungkin banyak pengirim surat yang
tidak berani mencamtumkan identitasnya. tidak berani mencamtumkan identitasnya.
Kedua, untuk lebih meringankan tugas Kotak Pos 5000 Kedua, untuk lebih meringankan tugas Kotak Pos 5000
dan mengefektifkan fungsi pengawasan, ada baiknya untuk dan mengefektifkan fungsi pengawasan, ada baiknya untuk
membuat Kotak Pos 500 di setiap kantor gubernur dan Kotak membuat Kotak Pos 500 di setiap kantor gubernur dan Kotak
Pos 50 di setiap kantor bupati. Dengan adanya kotak pos-kotak Pos 50 di setiap kantor bupati. Dengan adanya kotak pos-kotak
pos ini aparatur pemerintah di daerah secara psikologis akan pos ini aparatur pemerintah di daerah secara psikologis akan
merasa terus diawasi oleh masyarakat. Hal ini sangat penting merasa terus diawasi oleh masyarakat. Hal ini sangat penting
karena, sekali lagi, berhubungan dengan budaya birokrasi kita karena, sekali lagi, berhubungan dengan budaya birokrasi kita
yang masih ‘melihat ke atas’. Aparatur pemerintah di tingkat yang masih ‘melihat ke atas’. Aparatur pemerintah di tingkat
propinsi sangat menghindari kesalahannya diketahui oleh propinsi sangat menghindari kesalahannya diketahui oleh
gubernur. Hal yang sama juga terjadi pada aparatur pemerintah gubernur. Hal yang sama juga terjadi pada aparatur pemerintah
di tingkat yang lebih rendah. Dengan adanya kotak pos-kotak di tingkat yang lebih rendah. Dengan adanya kotak pos-kotak
pos ini pelayanan dan perilaku aparatur pemerintah terhadap pos ini pelayanan dan perilaku aparatur pemerintah terhadap
masyarakat diharapkan akan semakin baik. masyarakat diharapkan akan semakin baik.

117 117
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

OMBUSDMAN: MENINGKATKAN AKUNTABI- OMBUSDMAN: MENINGKATKAN AKUNTABI-


LITAS DAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK LITAS DAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK

Pendahuluan Pendahuluan
Dewasa ini ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan Dewasa ini ketidakpuasan terhadap kinerja pelayanan
pemerintah semakin terbuka diungkapkan oleh masyarakat. pemerintah semakin terbuka diungkapkan oleh masyarakat.
Hampir setiap hari keluhan masyarakat dapat kita baca di Hampir setiap hari keluhan masyarakat dapat kita baca di
media massa atau kita dengarkan melalui media elektronik. media massa atau kita dengarkan melalui media elektronik.
Juga, hampir setiap hari kita dapat menyaksikan ekspresi Juga, hampir setiap hari kita dapat menyaksikan ekspresi
ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik ketidakpuasan masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik
yang diwujudkan melalui aksi-aksi demonstrasi. Dalam banyak yang diwujudkan melalui aksi-aksi demonstrasi. Dalam banyak
kasus, aksi demonstrasi ini berakhir anarkis. kasus, aksi demonstrasi ini berakhir anarkis.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin Ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin
maraknya ekspresi ketidakpuasan masyarakat ini. Pertama, maraknya ekspresi ketidakpuasan masyarakat ini. Pertama,
layanan publik yang disediakan oleh pemerintah semakin layanan publik yang disediakan oleh pemerintah semakin
luas cakupannya dan semakin banyak jenisnya seiring dengan luas cakupannya dan semakin banyak jenisnya seiring dengan
semakin berkembang dan meningkatnya kebutuhan masyarakat. semakin berkembang dan meningkatnya kebutuhan masyarakat.
Kedua, semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat Kedua, semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
sering tidak sejalan dengan kemampuan sumber daya yang sering tidak sejalan dengan kemampuan sumber daya yang
dimiliki oleh pemerintah untuk menyediakan semua tuntutan dimiliki oleh pemerintah untuk menyediakan semua tuntutan
masyarakat. Ketiga, kualitas pendidikan masyarakat yang relatif masyarakat. Ketiga, kualitas pendidikan masyarakat yang relatif
semakin baik berakibat pada semakin meningkatnya harapan semakin baik berakibat pada semakin meningkatnya harapan
masyarakat terhadap kualitas layanan publik yang lebih baik. masyarakat terhadap kualitas layanan publik yang lebih baik.
Masalah ini tidak hanya dihadapi oleh pemerintah di negara Masalah ini tidak hanya dihadapi oleh pemerintah di negara
berkembang tetapi juga dihadapi oleh pemerintah di negara berkembang tetapi juga dihadapi oleh pemerintah di negara
maju. Perbedaannya adalah pemerintah di negara maju segera maju. Perbedaannya adalah pemerintah di negara maju segera

118 118
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dapat menemukan solusi menarik dan inovatif untuk mengatasi dapat menemukan solusi menarik dan inovatif untuk mengatasi
masalah lemahnya akuntabilitas publik ini. masalah lemahnya akuntabilitas publik ini.
Yang dimaksud dengan akuntabilitas publik adalah Yang dimaksud dengan akuntabilitas publik adalah
pendekatan, mekanisme, dan praktek-praktek yang digunakan pendekatan, mekanisme, dan praktek-praktek yang digunakan
oleh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin oleh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin
bahwa kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai bahwa kinerja pelayanan publik yang diberikan oleh pegawai
atau lembaga pemerintah sesuai dengan harapan masyarakat. atau lembaga pemerintah sesuai dengan harapan masyarakat.
Ini berarti bahwa tidak hanya kebijakan yang mendasari Ini berarti bahwa tidak hanya kebijakan yang mendasari
akuntabilitas tetapi juga sistem kelembagaan yang tersedia yang akuntabilitas tetapi juga sistem kelembagaan yang tersedia yang
dapat memotivasi penyedia layanan (public service providers) dapat memotivasi penyedia layanan (public service providers)
untuk menyediakan layanan publik sesuai dengan level kualitas untuk menyediakan layanan publik sesuai dengan level kualitas
dan jenis layanan yang diharapkan. dan jenis layanan yang diharapkan.
Buruknya kualitas pelayanan publik pemerintah Buruknya kualitas pelayanan publik pemerintah
dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pemerintah dapat disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, pemerintah
dalam banyak hal merupakan satu-satunya penyedia layanan dalam banyak hal merupakan satu-satunya penyedia layanan
tersebut (monopoly) sehingga tidak ada insentif bagi pegawai tersebut (monopoly) sehingga tidak ada insentif bagi pegawai
pemerintah untuk bekerja secara efisien. Pegawai pemerintah pemerintah untuk bekerja secara efisien. Pegawai pemerintah
tidak merasa bertanggung jawab (akuntabel) kepada tidak merasa bertanggung jawab (akuntabel) kepada
masyarakat yang menerima layanan karena gaji mereka tidak masyarakat yang menerima layanan karena gaji mereka tidak
tergantung dari tingkat efisiensi mereka dalam bekerja atau tergantung dari tingkat efisiensi mereka dalam bekerja atau
seberapa baik mereka melayani masyarakat. Kedua, di banyak seberapa baik mereka melayani masyarakat. Kedua, di banyak
negara berkembang masyarakat atau penerima layanan publik negara berkembang masyarakat atau penerima layanan publik
tidak mempunyai insentif atau kemampuan untuk menuntut tidak mempunyai insentif atau kemampuan untuk menuntut
pemerintah agar lebih akuntabel atau memberikan pelayanan pemerintah agar lebih akuntabel atau memberikan pelayanan
yang efisien dan berkualitas. Kurangnya kekuasaan politik yang efisien dan berkualitas. Kurangnya kekuasaan politik
dan informasi yang dimiliki masyarakat dan faktor-faktor dan informasi yang dimiliki masyarakat dan faktor-faktor
kelembagaan lainnya menyebabkan hal ini terjadi. Ketiga, kelembagaan lainnya menyebabkan hal ini terjadi. Ketiga,
akuntabilitas publik sejauh ini terlalu berfokus pada mekanisme akuntabilitas publik sejauh ini terlalu berfokus pada mekanisme
supervisi dan kontrol internal (hierarchical control) yang supervisi dan kontrol internal (hierarchical control) yang
dilakukan oleh setiap atasan atau pimpinan di dalam organisasi dilakukan oleh setiap atasan atau pimpinan di dalam organisasi
pemerintah itu sendiri. Berdasarkan ketiga penyebab buruknya pemerintah itu sendiri. Berdasarkan ketiga penyebab buruknya

119 119
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

kinerja layanan pemerintah ini maka dapat disimpulkan kinerja layanan pemerintah ini maka dapat disimpulkan
bahwa masalah akuntabilitas pemerintah adalah masalah yang bahwa masalah akuntabilitas pemerintah adalah masalah yang
kompleks. Solusi untuk memecahkan masalah akuntabilitas ini kompleks. Solusi untuk memecahkan masalah akuntabilitas ini
harus memperhatikan karakteristik layanan publik itu sendiri harus memperhatikan karakteristik layanan publik itu sendiri
dan karakteristik masyarakat atau penerima layanan tersebut. dan karakteristik masyarakat atau penerima layanan tersebut.
Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka Tulisan ini dimaksudkan untuk memberikan kerangka
konseptual (conceptual framework) terhadap masalah konseptual (conceptual framework) terhadap masalah
akuntabilitas pelayanan publik dan mengidentifikasi mekanisme akuntabilitas pelayanan publik dan mengidentifikasi mekanisme
alternatif untuk menguatkan akuntabilitas pelayanan publik alternatif untuk menguatkan akuntabilitas pelayanan publik
tersebut. Argumen utama naskah akademik ini adalah bahwa tersebut. Argumen utama naskah akademik ini adalah bahwa
akuntabilitas pelayanan publik hanya dapat ditingkatkan akuntabilitas pelayanan publik hanya dapat ditingkatkan
apabila kontrol hirarki internal dan eksternal terhadap penyedia apabila kontrol hirarki internal dan eksternal terhadap penyedia
pelayanan publik diperkuat dengan keinginan masyarakat pelayanan publik diperkuat dengan keinginan masyarakat
untuk menekan atau menyuarakan (voice) keberatan mereka untuk menekan atau menyuarakan (voice) keberatan mereka
melalui mekanisme alternatif seperti ombudsman. Lembaga melalui mekanisme alternatif seperti ombudsman. Lembaga
ini sudah terbentuk pada tingkat nasional dan akhir-akhir ini ini sudah terbentuk pada tingkat nasional dan akhir-akhir ini
sedang populer dibentuk oleh pemerintah daerah. sedang populer dibentuk oleh pemerintah daerah.

Konsep dan Mekanisme Akuntabilitas Publik Konsep dan Mekanisme Akuntabilitas Publik
Walaupun para ahli sepakat pentingnya akuntabilitas Walaupun para ahli sepakat pentingnya akuntabilitas
dalam organisasi publik, mereka mendefenisikan akuntabilitas dalam organisasi publik, mereka mendefenisikan akuntabilitas
secara berbeda. Minocha (1983), Inamdar (1983), dan McCallum secara berbeda. Minocha (1983), Inamdar (1983), dan McCallum
(1984) mendefenisikan akuntabilitas sebagai kewajiban hukum (1984) mendefenisikan akuntabilitas sebagai kewajiban hukum
untuk memberi jawaban atau mempertanggungawabkan untuk memberi jawaban atau mempertanggungawabkan
tindakan seorang pejabat publik, khususnya dalam kaitannya tindakan seorang pejabat publik, khususnya dalam kaitannya
dengan keuangan. Namun demikian, Dwivedi dan Jabbra dengan keuangan. Namun demikian, Dwivedi dan Jabbra
(1989:5) menganggap defenisi dan pendekatan hukum ini (1989:5) menganggap defenisi dan pendekatan hukum ini
kurang memadai. Mereka mengadopsi defenisi akuntabilitas kurang memadai. Mereka mengadopsi defenisi akuntabilitas
yang lebih kompleks sebagai: yang lebih kompleks sebagai:
”the methods by which a public agency or a public official ”the methods by which a public agency or a public official
fulfils its duties and obligations, and the process by which that fulfils its duties and obligations, and the process by which that

120 120
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

agency or the public official is required to account for a sanction” agency or the public official is required to account for a sanction”
(metode atau cara di mana pegawai atau lembaga pemerintah (metode atau cara di mana pegawai atau lembaga pemerintah
memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dan proses di mana memenuhi tugas dan tanggung jawabnya dan proses di mana
pegawai atau lembaga pemerintah siap menerima sangsi atau pegawai atau lembaga pemerintah siap menerima sangsi atau
hukuman jika terjadi kelalaian) hukuman jika terjadi kelalaian)
Berdasarkan defenisi tersebut Dwivedi dan Jabbra Berdasarkan defenisi tersebut Dwivedi dan Jabbra
(1989:5-7) lebih jauh menjelaskan bahwa sedikitnya ada lima (1989:5-7) lebih jauh menjelaskan bahwa sedikitnya ada lima
jenis atau mekanisme akuntabilitas publik, yaitu, akuntabilitas jenis atau mekanisme akuntabilitas publik, yaitu, akuntabilitas
organisasi atau administrasi, akuntabilitas hukum, akuntabilitas organisasi atau administrasi, akuntabilitas hukum, akuntabilitas
profesional, akuntabilitas politik, dan akuntabilitas moral. profesional, akuntabilitas politik, dan akuntabilitas moral.
Akuntabilitas organisasi atau administrasi (administrative/ Akuntabilitas organisasi atau administrasi (administrative/
bureaucratic accountability) adalah pengawasan yang dilakukan bureaucratic accountability) adalah pengawasan yang dilakukan
oleh pegawai yang memiliki hirarki lebih tinggi terhadap perilaku oleh pegawai yang memiliki hirarki lebih tinggi terhadap perilaku
atau tindakan yang dilakukan oleh pegawai pada level yang atau tindakan yang dilakukan oleh pegawai pada level yang
lebih rendah, biasanya dalam organisasi yang sama. Menurut lebih rendah, biasanya dalam organisasi yang sama. Menurut
Appleby (1952), hal ini merupakan bagian dari sistem kontrol Appleby (1952), hal ini merupakan bagian dari sistem kontrol
internal yang memungkinkan masyarakat untuk melaporkan internal yang memungkinkan masyarakat untuk melaporkan
kepada pimpinan (atasan) apabila mereka tidak puas dengan kepada pimpinan (atasan) apabila mereka tidak puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh seorang pegawai (bawahan). pelayanan yang diberikan oleh seorang pegawai (bawahan).
Akuntabilitas hukum (legal accountability) berhubungan Akuntabilitas hukum (legal accountability) berhubungan
dengan ketersediaan mekanisme hukum yang dapat digunakan dengan ketersediaan mekanisme hukum yang dapat digunakan
oleh warga negara untuk menentang keputusan yang dibuat oleh warga negara untuk menentang keputusan yang dibuat
oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Mukhopadhyay (1983) oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Mukhopadhyay (1983)
mencontohkan akuntabilitas hukum ketika seorang pegawai mencontohkan akuntabilitas hukum ketika seorang pegawai
atau lembaga pemerintah harus mempertanggungjawabkan atau lembaga pemerintah harus mempertanggungjawabkan
keputusan yang mereka buat di pengadilan. Dengan konsep keputusan yang mereka buat di pengadilan. Dengan konsep
akuntabilitas hukum ini maka masyarakat yang tidak akuntabilitas hukum ini maka masyarakat yang tidak
puas dengan keputusan pemerintah atau perilaku pegawai puas dengan keputusan pemerintah atau perilaku pegawai
pemerintah dapat meganjukan keberatan melalui pengadilan, pemerintah dapat meganjukan keberatan melalui pengadilan,
baik pengadilan umum maupun pengadilan tata usaha negara baik pengadilan umum maupun pengadilan tata usaha negara
(administrative tribunal). Pengadilan menjadi instrumen yang (administrative tribunal). Pengadilan menjadi instrumen yang

121 121
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

memutuskan apakah keputusan atau perilaku pegawai atau memutuskan apakah keputusan atau perilaku pegawai atau
lembaga pemerintah telah melanggar hak-hak masyarakat lembaga pemerintah telah melanggar hak-hak masyarakat
termasuk dalam memberikan pelayanan publik. termasuk dalam memberikan pelayanan publik.
Akuntabilitas politik (political accountability) beranggapan Akuntabilitas politik (political accountability) beranggapan
bahwa pegawai dan lembaga pemerintah bertanggung jawab bahwa pegawai dan lembaga pemerintah bertanggung jawab
kepada masyarakat melalui lembaga politik. Oleh karena itu, kepada masyarakat melalui lembaga politik. Oleh karena itu,
agar akuntabilitas pegawai atau lembaga pemerintah dapat agar akuntabilitas pegawai atau lembaga pemerintah dapat
ditingkatkan maka masyarakat harus mampu mengkritisi ditingkatkan maka masyarakat harus mampu mengkritisi
lembaga politik yang selanjutnya akan menekan pegawai atau lembaga politik yang selanjutnya akan menekan pegawai atau
lembaga pemerintah. Dengan kata lain, apabila masyarakat lembaga pemerintah. Dengan kata lain, apabila masyarakat
tidak puas dengan pelayanan yang diterima dari pegawai atau tidak puas dengan pelayanan yang diterima dari pegawai atau
lembaga pemerintah maka mereka harus melaporkannya lembaga pemerintah maka mereka harus melaporkannya
kepada aktor politik yang merupakan wakil atau representasi kepada aktor politik yang merupakan wakil atau representasi
mereka. mereka.
Semakin meningkatnya kebutuhan pemerintah terhadap Semakin meningkatnya kebutuhan pemerintah terhadap
tenaga-tenaga teknis profesional seperti dokter, guru atau ahli tenaga-tenaga teknis profesional seperti dokter, guru atau ahli
hukum menghadirkan apa yang disebut dengan akuntabilitas hukum menghadirkan apa yang disebut dengan akuntabilitas
profesional (professional accountability). Akuntabilitas profesional (professional accountability). Akuntabilitas
profesional beranggapan bahwa para pegawai negeri profesional profesional beranggapan bahwa para pegawai negeri profesional
ini, di dalam bekerja, didasari dan akan selalu tunduk pada etika ini, di dalam bekerja, didasari dan akan selalu tunduk pada etika
profesi mereka masing-masing dan akan menerima hukuman profesi mereka masing-masing dan akan menerima hukuman
apabila dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melanggar apabila dalam menjalankan tugas dan kewajibannya melanggar
etika profesi. Norma yang mengatur perilaku profesional etika profesi. Norma yang mengatur perilaku profesional
dianggap selalu sejalan dengan kepentingan masyarakat. dianggap selalu sejalan dengan kepentingan masyarakat.
Terakhir, akuntabilitas moral (moral accountability) didasari Terakhir, akuntabilitas moral (moral accountability) didasari
pada anggapan bahwa dalam setiap tindakan dan keputusan pada anggapan bahwa dalam setiap tindakan dan keputusan
yang dibuat pegawai pemerintah selalu menjungjung tinggi yang dibuat pegawai pemerintah selalu menjungjung tinggi
nilai-nilai moral yang beralu di masyarakat. Nilai-nilai moral nilai-nilai moral yang beralu di masyarakat. Nilai-nilai moral
ini oleh Mukhopadhyay (1983:479) sebagai alat kontrol yang ini oleh Mukhopadhyay (1983:479) sebagai alat kontrol yang
efektif yang dapat mencegah pegawai pemerintah bertindak efektif yang dapat mencegah pegawai pemerintah bertindak
atau berperilaku yang merugikan masyarakat. atau berperilaku yang merugikan masyarakat.

122 122
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Akuntabilitas Publik dan Kualitas Layanan Akuntabilitas Publik dan Kualitas Layanan
Ada beberapa alasan mengapa akuntabilitas pegawai Ada beberapa alasan mengapa akuntabilitas pegawai
dan lembaga pemerintah perlu ditegakkan. Pertama, pada dan lembaga pemerintah perlu ditegakkan. Pertama, pada
sistem pemerintahan yang demokratis, akuntabilitas dapat sistem pemerintahan yang demokratis, akuntabilitas dapat
menjadi instumen agar pegawai pemerintah berperilaku dan menjadi instumen agar pegawai pemerintah berperilaku dan
bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam sistem bertindak sesuai dengan keinginan masyarakat. Dalam sistem
demokrasi, lembaga dan pegawai pemerintah diciptakan demokrasi, lembaga dan pegawai pemerintah diciptakan
oleh masyarakat untuk melayani masyarakat dan oleh karena oleh masyarakat untuk melayani masyarakat dan oleh karena
itu harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Karena itu harus bertanggung jawab kepada masyarakat. Karena
hanya pemerintah yang memiliki legitimasi untu memaksa hanya pemerintah yang memiliki legitimasi untu memaksa
(coersive), adanya akuntabilitas dapat mencegah pegawai atau (coersive), adanya akuntabilitas dapat mencegah pegawai atau
lembaga pemerintah menyalagunakan kekuasaannya. Kedua, lembaga pemerintah menyalagunakan kekuasaannya. Kedua,
akuntabilitas publik penting karena pegawai atau lembaga akuntabilitas publik penting karena pegawai atau lembaga
pemerintah dapat saja lalai menjalankan kebijakan yang sudah pemerintah dapat saja lalai menjalankan kebijakan yang sudah
ditetapkan atau alpa menjalankan kewajibannya, baik disengaja ditetapkan atau alpa menjalankan kewajibannya, baik disengaja
ataupun tidak disengaja atau dilaksanakan dengan setengah ataupun tidak disengaja atau dilaksanakan dengan setengah
hati. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tidak tercapai secara hati. Akibatnya, kesejahteraan masyarakat tidak tercapai secara
optimal dan masyarakat tetap diperlakukan tidak adil. optimal dan masyarakat tetap diperlakukan tidak adil.
Ketiga, akuntabilitas publik penting ditegakkan agar Ketiga, akuntabilitas publik penting ditegakkan agar
efisiensi penggunaan sumberdaya publik dapat tercapai dan efisiensi penggunaan sumberdaya publik dapat tercapai dan
menghindari terjadinya ”non-feasance”, ”malfeasance” dan menghindari terjadinya ”non-feasance”, ”malfeasance” dan
”over-feasance” (Mukhopadhyay 1983:474). Non-feasance terjadi ”over-feasance” (Mukhopadhyay 1983:474). Non-feasance terjadi
apabila lembaga atau pegawai pemerintah tidak melaksanakan apabila lembaga atau pegawai pemerintah tidak melaksanakan
kewajiban yang sudah diamanatkan oleh konstitusi, baik karena kewajiban yang sudah diamanatkan oleh konstitusi, baik karena
malas maupun karena perilaku korup, sehingga merugikan malas maupun karena perilaku korup, sehingga merugikan
masyarakat (misalnya pegawai pemerintah yang korup masyarakat (misalnya pegawai pemerintah yang korup
masyarakat tidak menerima beras raskin yang merupakan masyarakat tidak menerima beras raskin yang merupakan
haknya). Malfeasance terjadi apabila lembaga atau pegawai haknya). Malfeasance terjadi apabila lembaga atau pegawai
pemerintah menjalankan kewajibannya tetapi dengan cara pemerintah menjalankan kewajibannya tetapi dengan cara
yang tidak efisien atau bahkan mengakibatkan kerugian kepada yang tidak efisien atau bahkan mengakibatkan kerugian kepada
masyarakat baik karena lalai maupun katena ketidakmampuan masyarakat baik karena lalai maupun katena ketidakmampuan

123 123
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

(misalnya dokter pemerintah yang melakukan malpraktek). (misalnya dokter pemerintah yang melakukan malpraktek).
Over-feasance terjadi apabila lembaga atau pegawai pemerintah Over-feasance terjadi apabila lembaga atau pegawai pemerintah
melaksanakan tugasnya melebihi dari apa yang diamanatkan melaksanakan tugasnya melebihi dari apa yang diamanatkan
oleh undang-undang sehingga merugikan masyarakat. oleh undang-undang sehingga merugikan masyarakat.
Dengan kata lain, dalam sistem pemerintahan yang Dengan kata lain, dalam sistem pemerintahan yang
demokratis, akuntabilitas publik dapat menjamin lembaga atau demokratis, akuntabilitas publik dapat menjamin lembaga atau
pegawai pemerintah untuk memenuhi kewajibannya kepada pegawai pemerintah untuk memenuhi kewajibannya kepada
masyarakat sesuai dengan yang diamanatkan oleh konstitusi. masyarakat sesuai dengan yang diamanatkan oleh konstitusi.
Singkatnya, dengan akuntabilitas publik maka akan ada jaminan Singkatnya, dengan akuntabilitas publik maka akan ada jaminan
bahwa pemerintah akan memenuhi hak-hak masyarakat, bahwa pemerintah akan memenuhi hak-hak masyarakat,
termasuk dalam penyediaan layanan publik sesuai dengan termasuk dalam penyediaan layanan publik sesuai dengan
harapan masyarakat. harapan masyarakat.

Kritik Terhadap Mekanisme Akuntabilitas Publik Kritik Terhadap Mekanisme Akuntabilitas Publik
Seperti yang disingung pada awal paper akademik ini, Seperti yang disingung pada awal paper akademik ini,
salah satu penyebab lemahnya kinerja pelayanan pemerintah salah satu penyebab lemahnya kinerja pelayanan pemerintah
adalah karena tidak adanya alternatif penyedia layanan yang adalah karena tidak adanya alternatif penyedia layanan yang
dapat dipilih oleh masyarakat (monopoly) sehingga tidak ada dapat dipilih oleh masyarakat (monopoly) sehingga tidak ada
insentif bagi lembaga atau pegawai pemerintah untuk bekerja insentif bagi lembaga atau pegawai pemerintah untuk bekerja
secara efisien dan memberikan pelayanan yang berkualitas. secara efisien dan memberikan pelayanan yang berkualitas.
Ekonom Albert Hirsman (1970) dalam karya klasiknya ”Exit, Ekonom Albert Hirsman (1970) dalam karya klasiknya ”Exit,
Voice and Loyalty”, menjelaskan bahwa ada dua mekanisme yang Voice and Loyalty”, menjelaskan bahwa ada dua mekanisme yang
dapat dipilih oleh pelanggan yang tidak puas dengan kualitas dapat dipilih oleh pelanggan yang tidak puas dengan kualitas
yang diterima dari penyedia layanan (baik itu harga, waktu, atau yang diterima dari penyedia layanan (baik itu harga, waktu, atau
pelayanan pegawai). Pelanggan dapat melakukan Exit (pindah pelayanan pegawai). Pelanggan dapat melakukan Exit (pindah
ke penyedia layanan lainnya) atau melakukan Voice (melakukan ke penyedia layanan lainnya) atau melakukan Voice (melakukan
protes). Mekanisme Exit menjadi pilihan terbaik apabila protes). Mekanisme Exit menjadi pilihan terbaik apabila
terdapat banyak penyedia layanan dengan kualitas yang sama. terdapat banyak penyedia layanan dengan kualitas yang sama.
Penyedia layanan yang ditinggalkan pelanggannya akhirnya Penyedia layanan yang ditinggalkan pelanggannya akhirnya
harus meningkatkan kualitas layanan atau menjadi bangkrut. harus meningkatkan kualitas layanan atau menjadi bangkrut.

124 124
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Berbeda dengan pelayanan yang disediakan oleh sektor Berbeda dengan pelayanan yang disediakan oleh sektor
swasta, banyak sekali pelayanan publik seperti listrik, polisi, swasta, banyak sekali pelayanan publik seperti listrik, polisi,
paspor, atau berbagai izin yang dapat diperoleh dari penyedia paspor, atau berbagai izin yang dapat diperoleh dari penyedia
layanan lainnya. Untuk pelayanan seperti ini, pelanggan layanan lainnya. Untuk pelayanan seperti ini, pelanggan
(masyarakat) hanya memiliki mekanisme Voice apabila mereka (masyarakat) hanya memiliki mekanisme Voice apabila mereka
tidak puas dengan kualitas layanan yang mereka terima. tidak puas dengan kualitas layanan yang mereka terima.
Seperti dengan mekanisme Exit, mekanisme Voice ini, menurut Seperti dengan mekanisme Exit, mekanisme Voice ini, menurut
Hirsman, juga dapat meningkatkan kualitas layanan. Hirsman, juga dapat meningkatkan kualitas layanan.
Masyarakat yang megungkapkan keluhan mereka di Masyarakat yang megungkapkan keluhan mereka di
berbagai media massa atau mereka yang turun ke jalan-jalan berbagai media massa atau mereka yang turun ke jalan-jalan
melakukan demonstrasi, pada dasarnya sedang menggunakan melakukan demonstrasi, pada dasarnya sedang menggunakan
mekanisme Voice agar pemerintah memperbaiki berbagai mekanisme Voice agar pemerintah memperbaiki berbagai
hal sesuai dengan tuntutan mereka. Sayangnya, mekanisme hal sesuai dengan tuntutan mereka. Sayangnya, mekanisme
akuntabilitas secara informal ini diragukan efektifitasnya. Bahkan akuntabilitas secara informal ini diragukan efektifitasnya. Bahkan
sebaliknya, beberapa kasus demonstrasi berubah menjadi anarkis sebaliknya, beberapa kasus demonstrasi berubah menjadi anarkis
sehingga melenceng jauh dari tujuan yang ingin dicapai. sehingga melenceng jauh dari tujuan yang ingin dicapai.
Mekanisme Voice untuk memperbaiki pelayanan publik Mekanisme Voice untuk memperbaiki pelayanan publik
sering juga dilakukan oleh masyarakat dengan melaporkan sering juga dilakukan oleh masyarakat dengan melaporkan
pegawai atau lembaga pemerintah kepada pejabat yang pegawai atau lembaga pemerintah kepada pejabat yang
mempunyai kewenangan yang lebih tinggi. Sebagai contoh, mempunyai kewenangan yang lebih tinggi. Sebagai contoh,
masyarakat dapat melaporkan ke Walikota Makassar perilaku masyarakat dapat melaporkan ke Walikota Makassar perilaku
pegawai atau pelayanan kantor dinas Kota Makassar yang pegawai atau pelayanan kantor dinas Kota Makassar yang
dianggap merugikan masyarakat. Namun demikian, mekanisme dianggap merugikan masyarakat. Namun demikian, mekanisme
penegakan akuntabilitas birokrasi (bureaucratic accountability penegakan akuntabilitas birokrasi (bureaucratic accountability
mechanism) seperti ini juga dianggap kurang efektif karena mechanism) seperti ini juga dianggap kurang efektif karena
adanya kecenderungan kepala pemerintahan (chief executive) adanya kecenderungan kepala pemerintahan (chief executive)
untuk melindungi pegawai atau lembaga pemerintah yang untuk melindungi pegawai atau lembaga pemerintah yang
menjadi tanggung jawabnya. Kegagalan pegawai atau lembaga menjadi tanggung jawabnya. Kegagalan pegawai atau lembaga
pemerintah yang menjadi tanggung jawabnya juga merupakan pemerintah yang menjadi tanggung jawabnya juga merupakan
kegagalan kepala pemerintahan yang mempunyai dampak kegagalan kepala pemerintahan yang mempunyai dampak
politik yang besar. politik yang besar.

125 125
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Mekanisme Voice untuk memperbaiki layanan publik Mekanisme Voice untuk memperbaiki layanan publik
dapat juga ditempuh masyarakat dengan menyampaikan dapat juga ditempuh masyarakat dengan menyampaikan
keluhan mereka ke parlemen (parliamentary or political keluhan mereka ke parlemen (parliamentary or political
accountability mechanism) atau mengajukan tuntutan di accountability mechanism) atau mengajukan tuntutan di
pengadilan (legal accountability mechanism). Namun demikian, pengadilan (legal accountability mechanism). Namun demikian,
kedua mekanisme akuntabilitas ini juga dianggap tidak efektif kedua mekanisme akuntabilitas ini juga dianggap tidak efektif
karena berbagai sebab. Pertama, anggota parlemen umumnya karena berbagai sebab. Pertama, anggota parlemen umumnya
tidak memiliki informasi yang memadai untuk dapat digunakan tidak memiliki informasi yang memadai untuk dapat digunakan
menilai apakah pegawai atau lembaga pemerintah telah menilai apakah pegawai atau lembaga pemerintah telah
melalaikan atau merugikan masyarakat. Hal ini melemahkan melalaikan atau merugikan masyarakat. Hal ini melemahkan
kapasitas parlemen untuk menegakkan akuntabilitas pegawai kapasitas parlemen untuk menegakkan akuntabilitas pegawai
atau lembaga pemerintah (Haque 1994). Kedua, anggota atau lembaga pemerintah (Haque 1994). Kedua, anggota
parlemen umumnya tidak memiliki kemampuan teknis yang parlemen umumnya tidak memiliki kemampuan teknis yang
memadai sehingga tidak mampu menilai apakah kebijakan yang memadai sehingga tidak mampu menilai apakah kebijakan yang
dibuat pemerintah benar-benar berpihak kepada kepentingan dibuat pemerintah benar-benar berpihak kepada kepentingan
masyarakat atau tidak. Terakhir, anggota parlemen umumnya masyarakat atau tidak. Terakhir, anggota parlemen umumnya
dari latar belakang sosial ekonomi menengah sehingga kebijakan dari latar belakang sosial ekonomi menengah sehingga kebijakan
pemerintah yang menguntungkan kelompok ini – walaupun pemerintah yang menguntungkan kelompok ini – walaupun
merugikan kelompok minoritas - tidak akan akan dikritisi di merugikan kelompok minoritas - tidak akan akan dikritisi di
parlemen (Post 1982). parlemen (Post 1982).
Seperti halnya mekanisme akuntabilitas parlemen, Seperti halnya mekanisme akuntabilitas parlemen,
penyaluran Voice melalui mekanisme pengadilan juga memiliki penyaluran Voice melalui mekanisme pengadilan juga memiliki
beberapa kelemahan. Pertama, prosedur pengajuan keberatan beberapa kelemahan. Pertama, prosedur pengajuan keberatan
di pengadilan umumnya sangat panjang dengan aturan-aturan di pengadilan umumnya sangat panjang dengan aturan-aturan
teknis dan hukum yang kompleks. Oleh karena itu, keberatan teknis dan hukum yang kompleks. Oleh karena itu, keberatan
masyarakat yang tidak berhubungan dengan ancaman masyarakat yang tidak berhubungan dengan ancaman
keselamatan fisik atau jiwa biasanya harus menunggu bertahun- keselamatan fisik atau jiwa biasanya harus menunggu bertahun-
tahun untuk disidangkan. Kedua, masyarakat yang mengajukan tahun untuk disidangkan. Kedua, masyarakat yang mengajukan
keberatan di pengadilan harus mengeluarkan biaya berperkara, keberatan di pengadilan harus mengeluarkan biaya berperkara,
termasuk membayar penasihat hukum, sehingga masyarakat termasuk membayar penasihat hukum, sehingga masyarakat
miskin tidak dapat memanfaatkan mekanisme ini. Terakhir, miskin tidak dapat memanfaatkan mekanisme ini. Terakhir,

126 126
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

independensi pengadilan di berbagai negara juga dipertanyakan independensi pengadilan di berbagai negara juga dipertanyakan
sehingga keputusan pengadilan sering tidak berpihak kepada sehingga keputusan pengadilan sering tidak berpihak kepada
masyarakat, baik karena tekanan pemerintah maupun karena masyarakat, baik karena tekanan pemerintah maupun karena
perilaku korup pengadilan itu sendiri (Olowu dan Ayeni 1989). perilaku korup pengadilan itu sendiri (Olowu dan Ayeni 1989).

Ombudsman: Mekanisme Alternatif Akuntabilitas Publik Ombudsman: Mekanisme Alternatif Akuntabilitas Publik
Karena kelemahan-kelemahan berbagai mekanisme Karena kelemahan-kelemahan berbagai mekanisme
akuntabilitas seperti yang sudah dijelaskan maka terasa akuntabilitas seperti yang sudah dijelaskan maka terasa
perlu untuk menghadirkan mekanisme untuk meningkatkan perlu untuk menghadirkan mekanisme untuk meningkatkan
akuntabilitas publik pegawai atau lembaga pemerintah. Di akuntabilitas publik pegawai atau lembaga pemerintah. Di
banyak negara, Komisi Ombudsman (secara harafiah berarti banyak negara, Komisi Ombudsman (secara harafiah berarti
”wakil”) adalah salah satu alternatif yang banyak dipilih untuk ”wakil”) adalah salah satu alternatif yang banyak dipilih untuk
meningkatkan akuntabilitas pegawai atau lembaga pemerintah. meningkatkan akuntabilitas pegawai atau lembaga pemerintah.
Komisi Ombudsman pertama kali berdiri di Swedia pada awal Komisi Ombudsman pertama kali berdiri di Swedia pada awal
abad ke 19. Walaupun saat ini ada perbedaan antara satu negara abad ke 19. Walaupun saat ini ada perbedaan antara satu negara
dengan negara lainnya, di masa awal, Komisi Ombudsman dengan negara lainnya, di masa awal, Komisi Ombudsman
dibentuk dengan undang-undang (atau Peraturan Daerah) dibentuk dengan undang-undang (atau Peraturan Daerah)
dan dipimpin oleh pejabat tinggi pemerintah yang independen dan dipimpin oleh pejabat tinggi pemerintah yang independen
(Zagoria 1988 dan Rowat 1983). Komisi Ombudsman umumnya (Zagoria 1988 dan Rowat 1983). Komisi Ombudsman umumnya
dibentuk pada tingkat nasional walaupun di beberapa negara dibentuk pada tingkat nasional walaupun di beberapa negara
Komisi Ombudsman juga dibentuk pada level pemerintah Komisi Ombudsman juga dibentuk pada level pemerintah
daerah provinsi atau kabupaten/kota. daerah provinsi atau kabupaten/kota.
Komisi Ombudsman bertanggung jawab kepada parlemen Komisi Ombudsman bertanggung jawab kepada parlemen
dan berfungsi menerima pengaduan masyarakat terhadap dan berfungsi menerima pengaduan masyarakat terhadap
ketidakadilan atau kesewenang-wenangan, ketidaknyamanan, ketidakadilan atau kesewenang-wenangan, ketidaknyamanan,
atau kesalahan (maladministration) yang dilakukan oleh atau kesalahan (maladministration) yang dilakukan oleh
pegawai atau lembaga pemerintah. Komisi Ombudsman pegawai atau lembaga pemerintah. Komisi Ombudsman
selanjutnya menyampaikan pengaduan masyarakat tersebut selanjutnya menyampaikan pengaduan masyarakat tersebut
kepada lembaga pemerintah yang diadukan untuk kemudian kepada lembaga pemerintah yang diadukan untuk kemudian
mencari solusi atas masalah tersebut. Namun demikian, mencari solusi atas masalah tersebut. Namun demikian,
Komisi Ombudsman juga dapat melakukan penyelidikan Komisi Ombudsman juga dapat melakukan penyelidikan

127 127
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

atas inisiatif mereka sendiri (Ayeni 1987). Umumnya Komisi atas inisiatif mereka sendiri (Ayeni 1987). Umumnya Komisi
Ombudsman memiliki kewenangan untuk menyelidiki Ombudsman memiliki kewenangan untuk menyelidiki
pengaduan masyarakat dan jika terbukti pengaduan masyarakat pengaduan masyarakat dan jika terbukti pengaduan masyarakat
tersebut benar maka Komisi Ombudsman memberikan tersebut benar maka Komisi Ombudsman memberikan
rekomendasi perbaikan (Weeks 1978, Withshire 1989). Di rekomendasi perbaikan (Weeks 1978, Withshire 1989). Di
banyak negara, jika lembaga pemerintah menolak untuk banyak negara, jika lembaga pemerintah menolak untuk
mengubah kebijakan atau memperbaiki prosedur pelayanan mengubah kebijakan atau memperbaiki prosedur pelayanan
sesuai dengan rekomendasi Komisi Ombudsman, maka Komisi sesuai dengan rekomendasi Komisi Ombudsman, maka Komisi
Ombudsman dapat melaporkan lembaga pemerintah tersebut Ombudsman dapat melaporkan lembaga pemerintah tersebut
ke presiden atau perdana mentri sebagai chief executive atau ke presiden atau perdana mentri sebagai chief executive atau
pejabat pemerintah tertinggi. Apabila lembaga pemerintah pejabat pemerintah tertinggi. Apabila lembaga pemerintah
yang dilaporkan merupakan perangkat daerah otonom seperti yang dilaporkan merupakan perangkat daerah otonom seperti
di Indonesia, misalnya, Komisi Ombudsman melaporkannya di Indonesia, misalnya, Komisi Ombudsman melaporkannya
kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Sebagai langkah kepada Gubernur atau Bupati/Walikota. Sebagai langkah
terakhir, Komisi Ombudsman juga dapat melaporkan lembaga terakhir, Komisi Ombudsman juga dapat melaporkan lembaga
pemerintah tersebut ke parlemen, menjelaskan alasan kenapa pemerintah tersebut ke parlemen, menjelaskan alasan kenapa
lembaga pemerintah tersebut dinyatakan bersalah. Karena lembaga pemerintah tersebut dinyatakan bersalah. Karena
laporan ini akan tersebar di antara anggota parlemen yang laporan ini akan tersebar di antara anggota parlemen yang
menjadi lawan pemerintah dan juga kepada media, maka menjadi lawan pemerintah dan juga kepada media, maka
lembaga pemerintah tentu saja akan menghindari hal tersebut, lembaga pemerintah tentu saja akan menghindari hal tersebut,
kecuali lembaga pemerintah tersebut sangat yakin bahwa kecuali lembaga pemerintah tersebut sangat yakin bahwa
Komisi Ombudsman yang salah (Corbett 1992). Komisi Ombudsman yang salah (Corbett 1992).
Menurut laporan Bank Pembangunan Asia (ADB) Menurut laporan Bank Pembangunan Asia (ADB)
tahun 2004, efektifitas atau kinerja Komisi Ombudsman tahun 2004, efektifitas atau kinerja Komisi Ombudsman
bervariasi dari satu negara dengan negara lainnya dan sangat bervariasi dari satu negara dengan negara lainnya dan sangat
ditentukan oleh kredibilitas anggota dan dukungan politik ditentukan oleh kredibilitas anggota dan dukungan politik
untuk memberikan kewenangan yang besar dan independen untuk memberikan kewenangan yang besar dan independen
kepada Komisi Ombudsman untuk bekerja. Di Philipina, kepada Komisi Ombudsman untuk bekerja. Di Philipina,
anggota Komisi Ombudsman diberi kewenangan yang sangat anggota Komisi Ombudsman diberi kewenangan yang sangat
besar walaupun masyarakat Philipina sendiri menilai bahwa besar walaupun masyarakat Philipina sendiri menilai bahwa
Komisi Ombudsman Philipina kurang efektif. Di Vanuatu, Komisi Ombudsman Philipina kurang efektif. Di Vanuatu,

128 128
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Komisi Ombudsman diberi kewenangan yang besar termasuk Komisi Ombudsman diberi kewenangan yang besar termasuk
pengaduan masyarakat terhadap perusahaan negara (BUMN). pengaduan masyarakat terhadap perusahaan negara (BUMN).
Namun demikian, Komisi Ombudsman yang berkinerja sangat Namun demikian, Komisi Ombudsman yang berkinerja sangat
baik ini dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1999. Komisi baik ini dibubarkan oleh pemerintah pada tahun 1999. Komisi
Ombudsman di Kepulauan Salomon diisi oleh pegawai negeri, Ombudsman di Kepulauan Salomon diisi oleh pegawai negeri,
anggota parlemen, dan wakil-wakil pemerintah lainnya yang anggota parlemen, dan wakil-wakil pemerintah lainnya yang
sangat tidak independen. Hasilnya, pengaduan yang masuk sangat tidak independen. Hasilnya, pengaduan yang masuk
didominasi oleh pegawai negeri dan anggota parlemen yang didominasi oleh pegawai negeri dan anggota parlemen yang
memperjuangkan kepentingan mereka sendiri dan tidakada memperjuangkan kepentingan mereka sendiri dan tidakada
pengaduan dari masyarakat umum. Di Inggris, masyarakat yang pengaduan dari masyarakat umum. Di Inggris, masyarakat yang
tidak puas dengan pelayanan pegawai atau lembaga pemerintah tidak puas dengan pelayanan pegawai atau lembaga pemerintah
mengadukan masalahnya ke parlemen yang selanjutnya mengadukan masalahnya ke parlemen yang selanjutnya
melanjutkan ke Komisi Ombudsman. melanjutkan ke Komisi Ombudsman.
Setelah meneliti Komisi Ombudsman Selandia Baru Setelah meneliti Komisi Ombudsman Selandia Baru
selama lebih dari sepuluh tahun, Hill (1976) menyimpulkan selama lebih dari sepuluh tahun, Hill (1976) menyimpulkan
bahwa hanya sekitar sepuluh persen pengaduan masyarakat bahwa hanya sekitar sepuluh persen pengaduan masyarakat
yang dianggap benar yang dapat diselesaikan oleh Komisi yang dianggap benar yang dapat diselesaikan oleh Komisi
Ombudsman. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh Ombudsman. Sementara itu, penelitian yang dilakukan oleh
Perry (1975) menunjukkan bahwa dibutuhkan sekitar dua Perry (1975) menunjukkan bahwa dibutuhkan sekitar dua
minggu bagi Komisi Ombudsman Jerusalem untuk merespon minggu bagi Komisi Ombudsman Jerusalem untuk merespon
keluhan masyarakat. Seperti juga di Australia, kurangnya keluhan masyarakat. Seperti juga di Australia, kurangnya
sumberdaya adalah penyebab utama lemahnya kinerja Komisi sumberdaya adalah penyebab utama lemahnya kinerja Komisi
Ombudsman (Bayne 1988). Terakhir, Komisi Ombudsman Ombudsman (Bayne 1988). Terakhir, Komisi Ombudsman
umumnya dihubungi oleh masyarakat setelah merasa dirugikan umumnya dihubungi oleh masyarakat setelah merasa dirugikan
oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Komisi Ombudsman oleh pegawai atau lembaga pemerintah. Komisi Ombudsman
jarang sekali memperbaiki atau mencegah keputusan lembaga jarang sekali memperbaiki atau mencegah keputusan lembaga
pemerintah sebelum masyarakat dirugikan (Danet 1978). pemerintah sebelum masyarakat dirugikan (Danet 1978).
Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut maka kehati- Berdasarkan kenyataan-kenyataan tersebut maka kehati-
hatian dan kecermatan diperlukan oleh setiap pemerintahan hatian dan kecermatan diperlukan oleh setiap pemerintahan
yang berencana membentuk Komisi Ombudsman. Komisi yang berencana membentuk Komisi Ombudsman. Komisi
Ombudsman sukses di Swedia karena karakteristik masyarakat Ombudsman sukses di Swedia karena karakteristik masyarakat

129 129
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

lokal dan budaya politik yang mendukung. Pembentukan lokal dan budaya politik yang mendukung. Pembentukan
Komisi Ombudsman harus didasari pada komitmen politik Komisi Ombudsman harus didasari pada komitmen politik
untuk meningkatkan akuntabilitas dan kualitas pelayanan untuk meningkatkan akuntabilitas dan kualitas pelayanan
pemerintah. Komisi Ombudsman harus diisi oleh orang-orang pemerintah. Komisi Ombudsman harus diisi oleh orang-orang
yang independen dan jujur. Pembentukan Komisi Ombudsman yang independen dan jujur. Pembentukan Komisi Ombudsman
yang sekedar sebagai simbol dan tanpa komitmen politik hanya yang sekedar sebagai simbol dan tanpa komitmen politik hanya
akan mengancurkan kredibilitas pemerintah. akan mengancurkan kredibilitas pemerintah.
Pada dasarnya, Komisi Ombudsman tidak diperlukan Pada dasarnya, Komisi Ombudsman tidak diperlukan
apabila sistem pemerintahan yang ada sudah responsif dan apabila sistem pemerintahan yang ada sudah responsif dan
akuntabel serta mekanisme pengaduan masyarakat yang efektif akuntabel serta mekanisme pengaduan masyarakat yang efektif
sudah tersedia. Sebaliknya, pada sistem pemerintahan yang sudah tersedia. Sebaliknya, pada sistem pemerintahan yang
tidak responsif dan akuntabel, kehadiran Komisi Ombudsman tidak responsif dan akuntabel, kehadiran Komisi Ombudsman
yang independen dan terpercaya juga tidak akan menbuatnya yang independen dan terpercaya juga tidak akan menbuatnya
bekerja secara efektif. Dengan kata lain, kehadiran Komisi bekerja secara efektif. Dengan kata lain, kehadiran Komisi
Ombudsman seharusnya tidak dilihat sebagai pengganti Ombudsman seharusnya tidak dilihat sebagai pengganti
mekanisme akuntabilitas dan pengaduan yang sudah ada tetapi mekanisme akuntabilitas dan pengaduan yang sudah ada tetapi
harus dimaknai sebagai pelengkap dari mekanisme penagakan harus dimaknai sebagai pelengkap dari mekanisme penagakan
akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik yang sudah ada. akuntabilitas dan kualitas pelayanan publik yang sudah ada.

130 130
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

CAN YOU COUNT ON ACCOUNTABILITY CAN YOU COUNT ON ACCOUNTABILITY

A number of studies on accountability in government A number of studies on accountability in government


agencies indicate that degree of accountability correlates positively agencies indicate that degree of accountability correlates positively
with performance and responsiveness in delivering services, with performance and responsiveness in delivering services,
and that the existence of authoritative oversight institutions and that the existence of authoritative oversight institutions
is a prerequisite for improving accountability (for example, is a prerequisite for improving accountability (for example,
Haque 1994; Hughes 1994:Chapter 10; Paul 1991a, 1991b, 1992; Haque 1994; Hughes 1994:Chapter 10; Paul 1991a, 1991b, 1992;
Thynne and Goldring 1987). For these reasons, many academics Thynne and Goldring 1987). For these reasons, many academics
and practitioners argue that the unsatisfactory performance of and practitioners argue that the unsatisfactory performance of
most government agencies is related to the weakness of both most government agencies is related to the weakness of both
administrative and political accountability, and consequently administrative and political accountability, and consequently
that to increase the capacity of government agencies to deliver that to increase the capacity of government agencies to deliver
services, their public accountability must be strengthened. It is services, their public accountability must be strengthened. It is
therefore not surprising to find policy proposals in Indonesia to therefore not surprising to find policy proposals in Indonesia to
strengthen the capacity of the local parliament to carry out its strengthen the capacity of the local parliament to carry out its
functions. For example, in 2000, the Gesellschaft für Technische functions. For example, in 2000, the Gesellschaft für Technische
Zusammenarbeit (GTZ), or German International Cooperation Zusammenarbeit (GTZ), or German International Cooperation
Agency, and United States Agency for International Development Agency, and United States Agency for International Development
(USAID), on the basis of their study of the capacities of local (USAID), on the basis of their study of the capacities of local
governments and legislatures, put forward a policy proposal governments and legislatures, put forward a policy proposal
to strengthen the capacity of local parliaments in Indonesia. to strengthen the capacity of local parliaments in Indonesia.
This policy proposal recommended a number of interventions This policy proposal recommended a number of interventions
at the system, institutional and individual levels, including the at the system, institutional and individual levels, including the
establishment of standards or minimum requirements to assess establishment of standards or minimum requirements to assess
local parliaments’ performance, and the improvement of the local parliaments’ performance, and the improvement of the
recruitment system for political parties so that their members recruitment system for political parties so that their members

131 131
131
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

in the local parliaments have a capacity equivalent to or greater in the local parliaments have a capacity equivalent to or greater
than the capacity of the executive members they have to oversee. than the capacity of the executive members they have to oversee.
(GTZ and CLEAN 2000; Rohdewohld 2000) International (GTZ and CLEAN 2000; Rohdewohld 2000) International
agencies like GTZ and USAID believe that by implementing agencies like GTZ and USAID believe that by implementing
such recommendations, the capacity of local parliaments can be such recommendations, the capacity of local parliaments can be
increased and the accountability of local government agencies increased and the accountability of local government agencies
enhanced, and that, in turn, the capacity of local government enhanced, and that, in turn, the capacity of local government
agencies to deliver services of a quality expected by their clients agencies to deliver services of a quality expected by their clients
on time can also be increased. on time can also be increased.
This article reports evidence from a study of local This article reports evidence from a study of local
government agencies in Makassar, Indonesia, which raises doubts government agencies in Makassar, Indonesia, which raises doubts
as to whether strengthening the capacity of local parliaments is as to whether strengthening the capacity of local parliaments is
the most effective way to improve the quality of public services the most effective way to improve the quality of public services
delivered by government agencies. A description of this study delivered by government agencies. A description of this study
is followed by a discussion of the results and their implications is followed by a discussion of the results and their implications
for those seeking to improve the quality of services delivered by for those seeking to improve the quality of services delivered by
government agencies. The main objective of the research was to government agencies. The main objective of the research was to
compare the capacity of different local government agencies— compare the capacity of different local government agencies—
namely, the Revenue Office, the Bank, the Clean Water namely, the Revenue Office, the Bank, the Clean Water
Company and the Registrar Office—in Makassar to deliver Company and the Registrar Office—in Makassar to deliver
services to the public, and to examine how internal and external services to the public, and to examine how internal and external
factors contribute to government agencies’ service delivery factors contribute to government agencies’ service delivery
capacity. Internal factors refer to the organisation and human capacity. Internal factors refer to the organisation and human
resources dimensions of government agencies, while external resources dimensions of government agencies, while external
factors refer to bureaucratic and political accountability as well factors refer to bureaucratic and political accountability as well
as competition. Thus, this study carries out two main tasks: first, as competition. Thus, this study carries out two main tasks: first,
it assesses local government agencies’ service delivery capacity; it assesses local government agencies’ service delivery capacity;
and, second, it explains why the capacity is as it is. and, second, it explains why the capacity is as it is.
For degree of accountability, the study adopts Romzek For degree of accountability, the study adopts Romzek
and Dubnick’s view that the existence of authoritative actors, and Dubnick’s view that the existence of authoritative actors,
inside or outside public agencies, with the power to define and inside or outside public agencies, with the power to define and

132 132
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

control expectations, and the degree of control these actors control expectations, and the degree of control these actors
have over agency decisions and activities are two critical factors have over agency decisions and activities are two critical factors
shaping the accountability of public organizations. (Romzek shaping the accountability of public organizations. (Romzek
and Dubnick 1987:228) As the four agencies under study are and Dubnick 1987:228) As the four agencies under study are
all Makassar local government agencies, the Makassar Mayor as all Makassar local government agencies, the Makassar Mayor as
the chief executive is one of the internal authoritative actors in the chief executive is one of the internal authoritative actors in
this study. In the case of the Bank and Clean Water Company, this study. In the case of the Bank and Clean Water Company,
which are regarded as for-profit local government companies, which are regarded as for-profit local government companies,
the Badan Pengawas (BP), or board of supervisors, similar to the Badan Pengawas (BP), or board of supervisors, similar to
a Board of Directors in commercial corporations, is another a Board of Directors in commercial corporations, is another
internal authoritative actor to which these two agencies are internal authoritative actor to which these two agencies are
accountable. The Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), accountable. The Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD),
or local parliament, which has the responsibility to approve, or local parliament, which has the responsibility to approve,
supervise and politically control all decisions and policies of the supervise and politically control all decisions and policies of the
Mayor and the Makassar local government, is the only external Mayor and the Makassar local government, is the only external
authoritative actor in this study. Depending on the nature authoritative actor in this study. Depending on the nature
of the supervision and control exercised, the accountability of the supervision and control exercised, the accountability
mechanism involving the Mayor and the BP can be regarded mechanism involving the Mayor and the BP can be regarded
as administrative, bureaucratic or organisational accountability, as administrative, bureaucratic or organisational accountability,
whereas the accountability mechanism involving the DPRD can whereas the accountability mechanism involving the DPRD can
be regarded as political accountability. be regarded as political accountability.
The study assessed two dimensions of the agencies’ The study assessed two dimensions of the agencies’
accountability to the Mayor, the BP and the DPRD. The first accountability to the Mayor, the BP and the DPRD. The first
dimension was the authoritative actors’ capacity to influence dimension was the authoritative actors’ capacity to influence
the agencies. This was analysed from interaction patterns the agencies. This was analysed from interaction patterns
between the Mayor, the BP and the DPRD on the one hand between the Mayor, the BP and the DPRD on the one hand
and the agencies on the other hand. Factors considered were and the agencies on the other hand. Factors considered were
the frequency with which the Mayor, the BP and the DPRD the frequency with which the Mayor, the BP and the DPRD
used sanctions or incentives, and the frequency with which used sanctions or incentives, and the frequency with which
the agencies anticipated the views of the Mayor, the BP and the the agencies anticipated the views of the Mayor, the BP and the
DPRD towards the policies to be made. The second dimension DPRD towards the policies to be made. The second dimension

133 133
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

was the quality of communication between the authoritative was the quality of communication between the authoritative
actors and the agencies. This was analysed by looking at the actors and the agencies. This was analysed by looking at the
quality and quantity of information about the agencies received quality and quantity of information about the agencies received
by the Mayor, the BP and the DPRD, and at the level of scrutiny by the Mayor, the BP and the DPRD, and at the level of scrutiny
applied by the Mayor, the BP and the DPRD to the information applied by the Mayor, the BP and the DPRD to the information
received. (For details see Imbarrudin 2003.) received. (For details see Imbarrudin 2003.)
For the first part of the study the institutional capacity For the first part of the study the institutional capacity
of the local government agencies was measured by their of the local government agencies was measured by their
ability to deliver quality services as assessed by their clients. ability to deliver quality services as assessed by their clients.
The clients were surveyed to determine their expectations and The clients were surveyed to determine their expectations and
perceptions of the quality of services delivered by the four local perceptions of the quality of services delivered by the four local
government agencies across five quality dimensions. (Zeithaml, government agencies across five quality dimensions. (Zeithaml,
Parasuraman and Berry 1990) From the gap score between the Parasuraman and Berry 1990) From the gap score between the
quality of services the clients expect to receive (expectation) quality of services the clients expect to receive (expectation)
and the quality of services the clients saw themselves as actually and the quality of services the clients saw themselves as actually
receiving (perception), the study concludes that the overall receiving (perception), the study concludes that the overall
institutional capacity of the local government agencies studied institutional capacity of the local government agencies studied
was relatively low or unsatisfactory. was relatively low or unsatisfactory.
For all four agencies, the tangibles dimension, which relates For all four agencies, the tangibles dimension, which relates
to the appearance of the physical facilities, equipment, personnel to the appearance of the physical facilities, equipment, personnel
and communication materials of the agency, consistently received and communication materials of the agency, consistently received
the lowest score, followed by the reliability, responsiveness, the lowest score, followed by the reliability, responsiveness,
assurance and empathy dimensions. In terms of total gap score for assurance and empathy dimensions. In terms of total gap score for
the five dimensions, only the Bank obtained a positive gap score, the five dimensions, only the Bank obtained a positive gap score,
meaning only the Bank was able to deliver services of a quality meaning only the Bank was able to deliver services of a quality
higher than that expected by clients. The four local government higher than that expected by clients. The four local government
agencies studied can be ranked according to institutional agencies studied can be ranked according to institutional
capacity from most satisfactory to least satisfactory, as follows: capacity from most satisfactory to least satisfactory, as follows:
first (most satisfactory institutional capacity)_the Bank; second, first (most satisfactory institutional capacity)_the Bank; second,
the Registrar Office; third, the Revenue Office; fourth the Clean the Registrar Office; third, the Revenue Office; fourth the Clean
Water Company (least satisfactory institutional capacity). Water Company (least satisfactory institutional capacity).

134 134
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Some previous studies indicate that age, gender, Some previous studies indicate that age, gender,
occupation, income and marital status correlate to citizen occupation, income and marital status correlate to citizen
satisfaction with the delivery of different public services, while satisfaction with the delivery of different public services, while
other previous studies obtain opposite results. The current other previous studies obtain opposite results. The current
study, however, finds that, as measured by the Spearman’s rho study, however, finds that, as measured by the Spearman’s rho
correlation coefficient, the different gender, age, marital status correlation coefficient, the different gender, age, marital status
and education backgrounds of the clients surveyed did not and education backgrounds of the clients surveyed did not
affect their expectations or perceptions of service quality. It affect their expectations or perceptions of service quality. It
may be inferred, then, that this study was relatively accurate may be inferred, then, that this study was relatively accurate
in measuring the different institutional capacities of the in measuring the different institutional capacities of the
local government agencies studied without the influence of local government agencies studied without the influence of
respondents’ demographic differences. respondents’ demographic differences.
The second part of the study reveals that, in general, the The second part of the study reveals that, in general, the
accountability of the local government agencies studied was accountability of the local government agencies studied was
relatively weak. The Mayor, the BS and the DPRD had relatively relatively weak. The Mayor, the BS and the DPRD had relatively
low levels of influence in terms of important decisions made low levels of influence in terms of important decisions made
by the agencies, and the quality of communication between by the agencies, and the quality of communication between
these actors and the agencies was relatively poor. Most of these these actors and the agencies was relatively poor. Most of these
authoritative actors had little influence on important decisions authoritative actors had little influence on important decisions
due to a lack of interaction in the decision-making processes due to a lack of interaction in the decision-making processes
between the actors and the agencies’ management, the absence between the actors and the agencies’ management, the absence
of sanctions, and the lack of anticipatory reactions from the of sanctions, and the lack of anticipatory reactions from the
agencies. Communication between the Mayor, the DPRD and agencies. Communication between the Mayor, the DPRD and
the BP on the one hand and the agencies on the other was the BP on the one hand and the agencies on the other was
also generally poor, because although the authoritative actors also generally poor, because although the authoritative actors
possessed an abundant quantity of information about the possessed an abundant quantity of information about the
agencies, they lacked the interest and capability to scrutinise agencies, they lacked the interest and capability to scrutinise
that information. that information.
Only the BP in the Bank was potentially influential because Only the BP in the Bank was potentially influential because
of the existence of a more effective communication system of the existence of a more effective communication system
between the lower-level staff and the managers, and because between the lower-level staff and the managers, and because

135 135
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

in making important decisions the Bank always anticipated in making important decisions the Bank always anticipated
the reactions of the BP. In general, however, the study revealed the reactions of the BP. In general, however, the study revealed
that the degree of administrative and political accountability that the degree of administrative and political accountability
in all of the four agencies was low. Thus, it can be inferred that in all of the four agencies was low. Thus, it can be inferred that
the degree of accountability of the Makassar local government the degree of accountability of the Makassar local government
agencies in the case studies does not have a significant impact on agencies in the case studies does not have a significant impact on
the agencies’ performance because, despite the fact that they all the agencies’ performance because, despite the fact that they all
have a similarly low degree of accountability, their performance have a similarly low degree of accountability, their performance
varies greatly. varies greatly.
If accountability does not make a difference, then, what If accountability does not make a difference, then, what
does? The study reveals that competition makes a difference does? The study reveals that competition makes a difference
and internal factors are also important. Although a number of and internal factors are also important. Although a number of
conditions must be met before a situation can be considered a conditions must be met before a situation can be considered a
perfectly competitive market, this study defines competition perfectly competitive market, this study defines competition
simply by the existence of more than one organisation or simply by the existence of more than one organisation or
person providing or supplying similar goods or services. This person providing or supplying similar goods or services. This
definition implies that of the four agencies studied only the definition implies that of the four agencies studied only the
Bank experiences competition from other individuals and Bank experiences competition from other individuals and
organisations offering similar services to its own. The Bank organisations offering similar services to its own. The Bank
competes with national government and provincial government competes with national government and provincial government
banks, with private banks, with cooperatives and with illegal banks, with private banks, with cooperatives and with illegal
money usurers to provide banking and financial services to the money usurers to provide banking and financial services to the
public in Makassar. The Clean Water Company and the Revenue public in Makassar. The Clean Water Company and the Revenue
Office are monopolistic agencies, because the services they offer Office are monopolistic agencies, because the services they offer
are not obtainable from any other organisation. are not obtainable from any other organisation.
Even though most of the public believes that the Registrar Even though most of the public believes that the Registrar
Office is a monopolistic agency, the services it delivers can be Office is a monopolistic agency, the services it delivers can be
obtained from any other registrar office in Indonesia regardless obtained from any other registrar office in Indonesia regardless
of one’s domicile. Therefore, the Makassar Registrar Office in of one’s domicile. Therefore, the Makassar Registrar Office in
fact competes with other registrar offices throughout Indonesia, fact competes with other registrar offices throughout Indonesia,
especially with the registrar offices of the local governments in especially with the registrar offices of the local governments in

136 136
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

neighbouring cities and regions. Since people do not realise neighbouring cities and regions. Since people do not realise
this possibility, services delivered by the Registrar Office were this possibility, services delivered by the Registrar Office were
regarded as monopolistic for the purposes of this study. regarded as monopolistic for the purposes of this study.
From the evidence collected in the case studies, the study From the evidence collected in the case studies, the study
concludes that the level of competitiveness of the environment concludes that the level of competitiveness of the environment
in which the local government agencies operate does affect their in which the local government agencies operate does affect their
capacity to serve their clients. The Bank, which experiences the capacity to serve their clients. The Bank, which experiences the
most competitive environment, was rated as having the most most competitive environment, was rated as having the most
satisfactory capacity to provide services to its clients. Operating satisfactory capacity to provide services to its clients. Operating
in a very competitive environment causes the Bank to introduce in a very competitive environment causes the Bank to introduce
a number of innovative policies to improve the quality of a number of innovative policies to improve the quality of
its services. The evidence also shows that even the threat of its services. The evidence also shows that even the threat of
competition is sufficient to generate incentives for improving competition is sufficient to generate incentives for improving
the performance of government agencies. This was shown in the performance of government agencies. This was shown in
the case of the Registrar Office. Though most of this agency’s the case of the Registrar Office. Though most of this agency’s
clients believe that it is a monopoly, the management and staff clients believe that it is a monopoly, the management and staff
are aware that their agency competes with other registrar offices are aware that their agency competes with other registrar offices
in other local government areas and have thus created policies in other local government areas and have thus created policies
to improve their services. As a result, the Registrar Office was to improve their services. As a result, the Registrar Office was
ranked second behind the Bank in terms of client satisfaction ranked second behind the Bank in terms of client satisfaction
with services delivered. with services delivered.
The relationship between the level of competitiveness The relationship between the level of competitiveness
of the environment in which the local government agencies of the environment in which the local government agencies
operate and their capacity to serve their clients was also evident operate and their capacity to serve their clients was also evident
in the case of the Clean Water Company and the Revenue Office. in the case of the Clean Water Company and the Revenue Office.
These agencies are monopolies and were rated by respondents These agencies are monopolies and were rated by respondents
as having a poor capacity to deliver services to their clients. as having a poor capacity to deliver services to their clients.
Although the staff challenged the view that the poor quality of Although the staff challenged the view that the poor quality of
the services that their agencies deliver relates to the monopolistic the services that their agencies deliver relates to the monopolistic
environment in which their agencies operate, they did believe environment in which their agencies operate, they did believe
that the existence of competitors would force them to improve that the existence of competitors would force them to improve

137 137
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

their performance. It was also revealed that there was a tendency their performance. It was also revealed that there was a tendency
for staff in the monopolistic agencies to take active steps to for staff in the monopolistic agencies to take active steps to
maintain the monopolistic status of their agencies or to decrease maintain the monopolistic status of their agencies or to decrease
the degree of competition. the degree of competition.
Within the organisation dimension, a number of factors Within the organisation dimension, a number of factors
differentiate between satisfactorily performing local government differentiate between satisfactorily performing local government
agencies and unsatisfactorily performing local government agencies and unsatisfactorily performing local government
agencies. First, staff in the former had clearer objectives and agencies. First, staff in the former had clearer objectives and
standards to meet than staff in the latter, while role ambiguity standards to meet than staff in the latter, while role ambiguity
because of unclear tasks and objectives was experienced more because of unclear tasks and objectives was experienced more
by staff in the latter. by staff in the latter.
Second, the organisational structure and decision- Second, the organisational structure and decision-
making processes within the local government agencies that making processes within the local government agencies that
perform poorly are more hierarchical and there is little or no perform poorly are more hierarchical and there is little or no
staff participation in decision-making processes. Staff have less staff participation in decision-making processes. Staff have less
control and flexibility in carrying out their tasks and in making control and flexibility in carrying out their tasks and in making
decisions in dealing with their clients. On the other hand, the decisions in dealing with their clients. On the other hand, the
agencies that perform satisfactorily implement a less hierarchical agencies that perform satisfactorily implement a less hierarchical
management style. Vertical communication between lower- management style. Vertical communication between lower-
level and managerial-level staff is intense but harmonious and level and managerial-level staff is intense but harmonious and
intimate, with lower-level staff willing to interact and exchange intimate, with lower-level staff willing to interact and exchange
views with, and communicate their ideas to, higher-level staff. views with, and communicate their ideas to, higher-level staff.
Third, lack of horizontal communication, coordination Third, lack of horizontal communication, coordination
and teamwork among staff was identified more often in the and teamwork among staff was identified more often in the
local government agencies that were considered unsatisfactory local government agencies that were considered unsatisfactory
performers. Management commitment to deliver quality performers. Management commitment to deliver quality
services also differs between the satisfactorily performing and services also differs between the satisfactorily performing and
unsatisfactorily performing agencies. The management in unsatisfactorily performing agencies. The management in
the satisfactorily performing agencies constantly show their the satisfactorily performing agencies constantly show their
commitment to improving performance not only by talking commitment to improving performance not only by talking
but also by acting, whereas in the unsatisfactorily performing but also by acting, whereas in the unsatisfactorily performing

138 138
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

agencies the staff perceive that management commitment to agencies the staff perceive that management commitment to
organisational performance is only rhetorical. organisational performance is only rhetorical.
Fourth, the relationship between incentives in terms of Fourth, the relationship between incentives in terms of
monetary rewards and performance is mixed. The wages of staff monetary rewards and performance is mixed. The wages of staff
in the two for-profit agencies in the study are relatively higher in the two for-profit agencies in the study are relatively higher
than the wages of staff in the other two agencies. However, of the than the wages of staff in the other two agencies. However, of the
two for-profit agencies, the Bank performs satisfactorily while two for-profit agencies, the Bank performs satisfactorily while
the Clean Water Company was rated by respondents as the worst the Clean Water Company was rated by respondents as the worst
of the four agencies studied. Besides monetary incentives, non- of the four agencies studied. Besides monetary incentives, non-
monetary incentives such as promotion also affect the agencies’ monetary incentives such as promotion also affect the agencies’
capacity to deliver quality services, as does the existence of capacity to deliver quality services, as does the existence of
disincentives for poor performance and a clear link between disincentives for poor performance and a clear link between
performance and incentives. performance and incentives.
Fifth, as with the impact of monetary incentives on the Fifth, as with the impact of monetary incentives on the
agencies’ capacity to deliver quality services, the study’s findings agencies’ capacity to deliver quality services, the study’s findings
regarding the relationship between the availability of physical regarding the relationship between the availability of physical
resources and the performance of local government agencies resources and the performance of local government agencies
were also mixed. Having the office building in poorest condition were also mixed. Having the office building in poorest condition
and lacking basic office amenities such as desks and utensils, the and lacking basic office amenities such as desks and utensils, the
Revenue Office also has an unsatisfactory capacity to deliver Revenue Office also has an unsatisfactory capacity to deliver
quality services. The most unsatisfactory performer, however, quality services. The most unsatisfactory performer, however,
was the Clean Water Company, despite the fact that is has more was the Clean Water Company, despite the fact that is has more
and better physical resources to draw on than the other agencies. and better physical resources to draw on than the other agencies.
The study showed that it is the appropriateness of the facilities The study showed that it is the appropriateness of the facilities
to the abilities of staff and to the services being provided, to the abilities of staff and to the services being provided,
rather than the quantity and modernness of the facilities, that rather than the quantity and modernness of the facilities, that
contributes most significantly to the capacity of the agencies contributes most significantly to the capacity of the agencies
to deliver services. For example, the Clean Water Company to deliver services. For example, the Clean Water Company
continues to manually detect and position leaking pipes because continues to manually detect and position leaking pipes because
none of the staff can operate the agency’s underground pipe- none of the staff can operate the agency’s underground pipe-
leaking detectors, while the staff of the Registrar Office believe leaking detectors, while the staff of the Registrar Office believe

139 139
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

that it is quicker to prepare registrar certificates with a manual that it is quicker to prepare registrar certificates with a manual
typewriter than with computers because pre-printed forms for typewriter than with computers because pre-printed forms for
registrar certificates are easier to adjust in a manual typewriter registrar certificates are easier to adjust in a manual typewriter
than in the computer printer. than in the computer printer.
Finally, the study also investigated whether the capacity of Finally, the study also investigated whether the capacity of
the local government agencies to deliver quality services to their the local government agencies to deliver quality services to their
clients is affected by the quality of their human resources and clients is affected by the quality of their human resources and
the ways they recruit, utilise, train, re-train, retain and develop the ways they recruit, utilise, train, re-train, retain and develop
their staff. In regards to the educational background of the staff their staff. In regards to the educational background of the staff
of the four agencies studied, the staff of the unsatisfactorily of the four agencies studied, the staff of the unsatisfactorily
performing agencies have a relatively low level of education, performing agencies have a relatively low level of education,
with a significant number having finished only junior high with a significant number having finished only junior high
school or primary school. In contrast, only one staff member in school or primary school. In contrast, only one staff member in
the satisfactorily performing agencies has a junior high school the satisfactorily performing agencies has a junior high school
background. background.
In the area of staff recruitment, the study found evidence In the area of staff recruitment, the study found evidence
of nepotism and patronage, practices widely admitted by both of nepotism and patronage, practices widely admitted by both
staff and management in the Clean Water Company. The staff and management in the Clean Water Company. The
recruitment and selection processes in the Bank (the most recruitment and selection processes in the Bank (the most
satisfactorily performing agency), on the other hand, are more satisfactorily performing agency), on the other hand, are more
transparent, with new recruits having to undergo a three- transparent, with new recruits having to undergo a three-
month probationary period to assess whether they are qualified month probationary period to assess whether they are qualified
and suitable for the positions they have been employed to fill. and suitable for the positions they have been employed to fill.
Only when this probationary period is over are staff employed Only when this probationary period is over are staff employed
on a contract basis, and regular performance appraisals are on a contract basis, and regular performance appraisals are
undertaken before contracts are renewed. undertaken before contracts are renewed.
Some instances of underutilisation of staff were found Some instances of underutilisation of staff were found
in the most unsatisfactorily performing agency (the Clean in the most unsatisfactorily performing agency (the Clean
Water Company). In this agency, staff are often placed without Water Company). In this agency, staff are often placed without
consideration of their skills and knowledge, which could be consideration of their skills and knowledge, which could be
approximately determined from their educational background. approximately determined from their educational background.

140 140
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Staff motivation suffers when, for example, staff with technical Staff motivation suffers when, for example, staff with technical
or engineering qualifications are told to perform administrative or engineering qualifications are told to perform administrative
tasks, or when staff with accounting or economics backgrounds tasks, or when staff with accounting or economics backgrounds
are required to do technical work or operate machines. The are required to do technical work or operate machines. The
underutilisation of personnel is further evident in the use of underutilisation of personnel is further evident in the use of
third parties or contractors to perform a number of auxiliary third parties or contractors to perform a number of auxiliary
services, without terminating or redesignating the staff whose services, without terminating or redesignating the staff whose
jobs or functions have been contracted out. Improvements in jobs or functions have been contracted out. Improvements in
service quality and cost- effectiveness are often cited as two service quality and cost- effectiveness are often cited as two
benefits to be gained from the use of contractors rather than benefits to be gained from the use of contractors rather than
permanent employees. In the case of the Clean Water Company, permanent employees. In the case of the Clean Water Company,
however, neither benefit was achieved, since clients rated the however, neither benefit was achieved, since clients rated the
services performed by the contractors as unsatisfactory and cost services performed by the contractors as unsatisfactory and cost
savings were not made because permanent staff whose functions savings were not made because permanent staff whose functions
had been contracted out were not assigned other duties. had been contracted out were not assigned other duties.
Like other studies, the current research found that Like other studies, the current research found that
retaining personnel is not a major issue in the Indonesian public retaining personnel is not a major issue in the Indonesian public
sector. Thus, although staff are sometimes dissatisfied with sector. Thus, although staff are sometimes dissatisfied with
certain aspects of their organisations, they tend to want to remain certain aspects of their organisations, they tend to want to remain
employed as public servants and show no intention of leaving employed as public servants and show no intention of leaving
their jobs. Relative job security, cultural or traditional attitudes their jobs. Relative job security, cultural or traditional attitudes
and lack of alternative employment were cited as the reasons and lack of alternative employment were cited as the reasons
why retaining personnel is not a serious problem in Indonesia. why retaining personnel is not a serious problem in Indonesia.
(Lippincott 1997:116–8) Finally, despite acknowledging the (Lippincott 1997:116–8) Finally, despite acknowledging the
importance of training, none of the local government agencies importance of training, none of the local government agencies
studied have a clear policy on training to develop the technical studied have a clear policy on training to develop the technical
and managerial capabilities of their personnel. and managerial capabilities of their personnel.

Conclusion Conclusion
The results of the study reported here clearly show that The results of the study reported here clearly show that
improving public accountability is not the most effective way improving public accountability is not the most effective way

141 141
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

to improve the quality of services delivered by Indonesian to improve the quality of services delivered by Indonesian
local government agenices. Internal factors and the presence local government agenices. Internal factors and the presence
or absence of competition have more impact than the degree or absence of competition have more impact than the degree
of accountability. The results of the study are consistent with of accountability. The results of the study are consistent with
the results of many other studies in showing that institutional the results of many other studies in showing that institutional
performance is dependent on organisational factors and on performance is dependent on organisational factors and on
the capacities of the individuals managing and operating the the capacities of the individuals managing and operating the
organisations in question. Thus, the most effective interventions organisations in question. Thus, the most effective interventions
to improve the capacity of local government agencies in to improve the capacity of local government agencies in
Indonesia may be those taken within the agencies’ organisational Indonesia may be those taken within the agencies’ organisational
and human resources dimensions The study shows that staff in and human resources dimensions The study shows that staff in
the unsatisfactorily performing agencies do not fully understand the unsatisfactorily performing agencies do not fully understand
what they are supposed to achieve in their organisations. If this what they are supposed to achieve in their organisations. If this
is to be corrected, then management in these agencies need to is to be corrected, then management in these agencies need to
communicate to staff not only what is expected from them but communicate to staff not only what is expected from them but
also what the agencies are trying to achieve. Also, staff must be also what the agencies are trying to achieve. Also, staff must be
given feedback about their performance so that they understand given feedback about their performance so that they understand
how well they are performing in relation to the standards and how well they are performing in relation to the standards and
expectations their organisation has set for them. In addition, expectations their organisation has set for them. In addition,
the relationship between staff performance and monetary and the relationship between staff performance and monetary and
non-monetary incentives must be clear and transparent. Since non-monetary incentives must be clear and transparent. Since
the current performance appraisal system for government the current performance appraisal system for government
employees in Indonesia cannot differentiate between good and employees in Indonesia cannot differentiate between good and
poor performers, a new performance appraisal scheme must be poor performers, a new performance appraisal scheme must be
established based on the merit principle. established based on the merit principle.
Empowering staff and strengthening vertical Empowering staff and strengthening vertical
communication between staff and management can also communication between staff and management can also
improve the capacity of local government agencies. However, if improve the capacity of local government agencies. However, if
staff are to become more effective then they must also be given staff are to become more effective then they must also be given
the opportunity to participate in training and thus achieve the the opportunity to participate in training and thus achieve the
confidence and competence they need to make decisions that confidence and competence they need to make decisions that

142 142
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

can help increase their agencies’ capacity to deliver quality can help increase their agencies’ capacity to deliver quality
services to their clients. To facilitate communication and thus services to their clients. To facilitate communication and thus
maximise employee contributions to organisational objectives, maximise employee contributions to organisational objectives,
the relationship between management and staff must be made the relationship between management and staff must be made
less hierarchical, and staff members need to be given greater less hierarchical, and staff members need to be given greater
flexibility to carry out their tasks. Management also needs flexibility to carry out their tasks. Management also needs
to facilitate horizontal communication, coordination and to facilitate horizontal communication, coordination and
teamwork among staff. Staff need to see that management are teamwork among staff. Staff need to see that management are
committed to improving agency performance not only by talking committed to improving agency performance not only by talking
but also by acting. Finally, agencies should ensure not only that but also by acting. Finally, agencies should ensure not only that
they have adequate physical resources but also that their physical they have adequate physical resources but also that their physical
resources are appropriate to the tasks to be performed and to the resources are appropriate to the tasks to be performed and to the
competency of staff. competency of staff.
In regards to human resources management, a number In regards to human resources management, a number
of interventions in the recruitment, utilisation and retention of of interventions in the recruitment, utilisation and retention of
staff could be implemented in order to increase the agencies’ staff could be implemented in order to increase the agencies’
capacity to deliver quality services. For example, unless capacity to deliver quality services. For example, unless
nepotism and patronage are eliminated from staff recruitment nepotism and patronage are eliminated from staff recruitment
processes, local government agencies may continue to pass over processes, local government agencies may continue to pass over
the most capable people available in the labour market. Local the most capable people available in the labour market. Local
government agencies must also be able to post their staff to the government agencies must also be able to post their staff to the
most appropriate positions in the organisation so that staff can most appropriate positions in the organisation so that staff can
fully utilise their skills and knowledge. fully utilise their skills and knowledge.
In conclusion, it must be reiterated that increased political In conclusion, it must be reiterated that increased political
accountability does not necessarily result in improved delivery accountability does not necessarily result in improved delivery
of public services by government agencies. At the very least, of public services by government agencies. At the very least,
efforts to increase accountability need to be accompanied by real efforts to increase accountability need to be accompanied by real
attention to the way in which public organisations are managed attention to the way in which public organisations are managed
and operate if improvements in performance are to be made. and operate if improvements in performance are to be made.

143 143
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

144 144
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

KORUPSI KORUPSI

145 145
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

146 146
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Social Marketing dan Korupsi Social Marketing dan Korupsi

Tahun lalu, kalau tidak salah ingat, sejumlah organisasi Tahun lalu, kalau tidak salah ingat, sejumlah organisasi
masyarakat di Jakarta menyesalkan stasiun televisi swasta yang masyarakat di Jakarta menyesalkan stasiun televisi swasta yang
menghentikan penayangan iklan layanan masyarakat “Islam menghentikan penayangan iklan layanan masyarakat “Islam
Warna Warni”. Menurut si pemilik iklan, selain masih terikat Warna Warni”. Menurut si pemilik iklan, selain masih terikat
kontrak, penarikan iklan tersebut akan menjadi ancaman besar kontrak, penarikan iklan tersebut akan menjadi ancaman besar
terhadap kebebasan berekspresi secara umum. Walaupun tidak terhadap kebebasan berekspresi secara umum. Walaupun tidak
sempat melihat iklan layanan masyarakat tersebut dan terlepas sempat melihat iklan layanan masyarakat tersebut dan terlepas
dari silang-pendapat mengenai masalah ini, iklan layanan dari silang-pendapat mengenai masalah ini, iklan layanan
masyarakat seperti itu adalah salah satu contoh social marketing masyarakat seperti itu adalah salah satu contoh social marketing
yang sudah sangat luas digunakan untuk melakukan perubahan yang sudah sangat luas digunakan untuk melakukan perubahan
sosial. Perbedaannya, di negara yang kebebasan berpendapatnya sosial. Perbedaannya, di negara yang kebebasan berpendapatnya
nyata dan sistem hukumnya tegak, hampir tidak terdengar nyata dan sistem hukumnya tegak, hampir tidak terdengar
social marketing seperti ini menimbulkan ketegangan atau social marketing seperti ini menimbulkan ketegangan atau
ekses negatif. Walaupun banyak juga di antara iklan layanan ekses negatif. Walaupun banyak juga di antara iklan layanan
masyarakat tersebut yang termasuk kontroversial untuk ukuran masyarakat tersebut yang termasuk kontroversial untuk ukuran
masyarakat di negara itu. Untuk Indonesia, social marketing masyarakat di negara itu. Untuk Indonesia, social marketing
ala Islam Warni Warni sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk ala Islam Warni Warni sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk
menggalang partisipasi masyarakat luas memerangi korupsi. menggalang partisipasi masyarakat luas memerangi korupsi.
Secara sederhana social marketing dapat diartikan sebagai Secara sederhana social marketing dapat diartikan sebagai
rangkaian kegiatan yang terencana dan terkontrol untuk rangkaian kegiatan yang terencana dan terkontrol untuk
mempengaruhi masyarakat agar menerima atau menolak nilai- mempengaruhi masyarakat agar menerima atau menolak nilai-
nilai atau ide-ide sosial tertentu (Kotler dan Zaltman 1971). nilai atau ide-ide sosial tertentu (Kotler dan Zaltman 1971).
Di banyak negara, social marketing sudah menjadi fenomena Di banyak negara, social marketing sudah menjadi fenomena
sehari-hari dan digunakan baik oleh lembaga pemerintah sehari-hari dan digunakan baik oleh lembaga pemerintah

147 147
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

maupun oleh berbagai organisasi non-pemerintah untuk maupun oleh berbagai organisasi non-pemerintah untuk
mengajak masyarakat menerima nilai-nilai sosial baru dan/atau mengajak masyarakat menerima nilai-nilai sosial baru dan/atau
meninggalkan nilai-nilai sosial lama. Di Australia, misalnya, meninggalkan nilai-nilai sosial lama. Di Australia, misalnya,
hampir setiap saat pemirsa televisi disuguhi iklan layanan hampir setiap saat pemirsa televisi disuguhi iklan layanan
masyarakat yang menggambarkan seorang dokter membelah masyarakat yang menggambarkan seorang dokter membelah
dua jantung manusia di atas sebuah meja operasi. Jantung dua jantung manusia di atas sebuah meja operasi. Jantung
pertama mengeluarkan darah merah, segar dan bersih. Jantung pertama mengeluarkan darah merah, segar dan bersih. Jantung
kedua, milik seorang perokok, mengeluarkan darah hitam kedua, milik seorang perokok, mengeluarkan darah hitam
pekat, kental dan menjijikkan. pekat, kental dan menjijikkan.
lain halnya dengan, Kantor Urusan Jalan dan Transportasi lain halnya dengan, Kantor Urusan Jalan dan Transportasi
Australia, tidak merasa risi menampilkan iklan layanan Australia, tidak merasa risi menampilkan iklan layanan
masyarakat yang cukup mengerikan tetapi memberikan pesan masyarakat yang cukup mengerikan tetapi memberikan pesan
yang kuat. Misalnya, ada iklan yang menggambarkan sebuah bis yang kuat. Misalnya, ada iklan yang menggambarkan sebuah bis
sekolah menabrak pohon karena sopirnya mengantuk. Iklan lain sekolah menabrak pohon karena sopirnya mengantuk. Iklan lain
menggambarkan resiko yang berbeda antara sopir yang memakai menggambarkan resiko yang berbeda antara sopir yang memakai
dan yang tidak memakai sabuk pengaman ketika terjadi tabrakan. dan yang tidak memakai sabuk pengaman ketika terjadi tabrakan.
Kepala sopir yang tidak memakai sabuk pengaman remuk Kepala sopir yang tidak memakai sabuk pengaman remuk
dan berlumuran darah sedangkan sopir yang memakai sabuk dan berlumuran darah sedangkan sopir yang memakai sabuk
pengaman hanya menderita cedera ringan di tangannya. pengaman hanya menderita cedera ringan di tangannya.
Di Kanada, selain seruan mengurangi komsumsi Di Kanada, selain seruan mengurangi komsumsi
tembakau, social marketing semacam ini juga dipakai untuk tembakau, social marketing semacam ini juga dipakai untuk
meningkatkan sportivitas dan fair play di setiap pertandingan meningkatkan sportivitas dan fair play di setiap pertandingan
olah raga. Di Amerika, social marketing digunakan antara olah raga. Di Amerika, social marketing digunakan antara
lain oleh Departemen Kesehatan untuk mengurangi tingkat lain oleh Departemen Kesehatan untuk mengurangi tingkat
kehamilan-yang-tak-diinginkan (unintended pregnancy), uta- kehamilan-yang-tak-diinginkan (unintended pregnancy), uta-
manya di kalangan remaja. Organisasi keagamaan di negara manya di kalangan remaja. Organisasi keagamaan di negara
ini juga menggunakan social marketing untuk menghimbau ini juga menggunakan social marketing untuk menghimbau
orang-orang Amerika agar lebih rajin mengunjungi gereja. Di orang-orang Amerika agar lebih rajin mengunjungi gereja. Di
Vietnam, usaha pemerintah untuk meningkatkan kesadaran Vietnam, usaha pemerintah untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat terhadap safe sex dan perlunya mengurangi tingkat masyarakat terhadap safe sex dan perlunya mengurangi tingkat
kehamilan juga dilakukan melalui social marketing. kehamilan juga dilakukan melalui social marketing.

148 148
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

*** ***

Sampai saat ini Indonesia masih pemegang rekor sebagai Sampai saat ini Indonesia masih pemegang rekor sebagai
salah satu negara yang tingkat korupsinya tertinggi di dunia. salah satu negara yang tingkat korupsinya tertinggi di dunia.
Harian Fajar, beberapa hari terakhir ini, kembali memuat Harian Fajar, beberapa hari terakhir ini, kembali memuat
pendapat berbagai kalangan yang menyatakan bahwa hampir pendapat berbagai kalangan yang menyatakan bahwa hampir
95 –99 % elit pemerintahan dan politik di negara ini menderita 95 –99 % elit pemerintahan dan politik di negara ini menderita
penyakit korup. Walaupun berbagai lembaga swadaya masyarakat penyakit korup. Walaupun berbagai lembaga swadaya masyarakat
yang mencurahkan perhatian terhadap pemberantasan korupsi yang mencurahkan perhatian terhadap pemberantasan korupsi
sudah semakin banyak. Namun pengetahuan terhadap bahaya sudah semakin banyak. Namun pengetahuan terhadap bahaya
laten korupsi masih sangat minim. Akibatnya, keikutsertaan laten korupsi masih sangat minim. Akibatnya, keikutsertaan
masyarakat luas pada usaha-usaha pemberantasan korupsi masyarakat luas pada usaha-usaha pemberantasan korupsi
juga masih sangat terbatas seperti yang dikeluhkan oleh ketua juga masih sangat terbatas seperti yang dikeluhkan oleh ketua
Indonesia Corruption Watch belum lama ini. Di lain pihak, para Indonesia Corruption Watch belum lama ini. Di lain pihak, para
praktisi dan akademisi yang menaruh perhatian pada masalah praktisi dan akademisi yang menaruh perhatian pada masalah
korupsi umumnya sepakat bahwa keterlibatan masyarakat luas korupsi umumnya sepakat bahwa keterlibatan masyarakat luas
(civil society) adalah salah satu faktor yang sangat menentukan (civil society) adalah salah satu faktor yang sangat menentukan
berhasilnya usaha-usaha memerangi korupsi. berhasilnya usaha-usaha memerangi korupsi.
Social marketing sebenarnya dapat digunakan untuk Social marketing sebenarnya dapat digunakan untuk
meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap usaha- meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap usaha-
usaha memerangi korupsi. Hal ini dapat terjadi karena social usaha memerangi korupsi. Hal ini dapat terjadi karena social
marketing dapat memiliki tiga level efek yang berbeda. Pada marketing dapat memiliki tiga level efek yang berbeda. Pada
tingkatan pertama, social marketing mampu menyadarkan atau tingkatan pertama, social marketing mampu menyadarkan atau
memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang nilai- memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang nilai-
nilai sosial tertentu. Jadi level ini bersifat kognitif seperti yang nilai sosial tertentu. Jadi level ini bersifat kognitif seperti yang
ditunjukkan oleh umumnya iklan layanan masyarakat. Pada ditunjukkan oleh umumnya iklan layanan masyarakat. Pada
tingkatan kedua, social marketing dapat membuat masyarakat tingkatan kedua, social marketing dapat membuat masyarakat
meyakini nilai-nilai sosial yang diperkenalkan pada level meyakini nilai-nilai sosial yang diperkenalkan pada level
pertama tadi sehingga mereka mencintai atau membenci pertama tadi sehingga mereka mencintai atau membenci
nilai-nilai sosial tersebut. Pada level selanjutnya (ketiga), social nilai-nilai sosial tersebut. Pada level selanjutnya (ketiga), social

149 149
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

marketing sanggup mengubah perilaku masyarakat sejalan marketing sanggup mengubah perilaku masyarakat sejalan
dengan keyakinan mereka terhadap nilai-nilai sosial yang baru dengan keyakinan mereka terhadap nilai-nilai sosial yang baru
diperkenalkan. diperkenalkan.
Dalam hubungannya dengan usaha-usaha pemberantasan Dalam hubungannya dengan usaha-usaha pemberantasan
korupsi maka level pertama social marketing dapat menigkatkan korupsi maka level pertama social marketing dapat menigkatkan
pengetahuan masyarakat mengenai korupsi dan segala dampak pengetahuan masyarakat mengenai korupsi dan segala dampak
buruk yang ditimbulkan. Akibatnya, masyarakat diharapkan buruk yang ditimbulkan. Akibatnya, masyarakat diharapkan
akan meyakini bahwa korupsi ternyata sangat merugikan akan meyakini bahwa korupsi ternyata sangat merugikan
sehingga membangkitkan kebencian mereka terhadap siapa sehingga membangkitkan kebencian mereka terhadap siapa
saja yang berperilaku korup dan menaruh hormat kepada saja yang berperilaku korup dan menaruh hormat kepada
mereka yang berperilaku bersih. Pada tahap selanjutnya, mereka yang berperilaku bersih. Pada tahap selanjutnya,
dengan pengatahuan dan keyakinan yang mereka miliki, dengan pengatahuan dan keyakinan yang mereka miliki,
masyarakat diharapkan akan mengubah perilaku mereka dan masyarakat diharapkan akan mengubah perilaku mereka dan
bersedia meninggalkan nilai-nilai sosial lama yang mereka bersedia meninggalkan nilai-nilai sosial lama yang mereka
miliki, khususnya yang menumbuh-suburkan perilaku korupsi. miliki, khususnya yang menumbuh-suburkan perilaku korupsi.
Keberhasilan Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) di Keberhasilan Komisi Independen Anti Korupsi (ICAC) di
Hongkong dan negara bagian New South Wales (Australia), Hongkong dan negara bagian New South Wales (Australia),
antara lain, ditentukan oleh keberhasilan mereka melakukan antara lain, ditentukan oleh keberhasilan mereka melakukan
social marketing melalui berbagai publikasi, brosur, film, social marketing melalui berbagai publikasi, brosur, film,
billboard, dan iklan layanan masyarakat di televisi. billboard, dan iklan layanan masyarakat di televisi.
Di Indonesia, keberhasilan social marketing untuk Di Indonesia, keberhasilan social marketing untuk
memperkenalkan nilai-nilai sosial baru sudah ditunjukkan memperkenalkan nilai-nilai sosial baru sudah ditunjukkan
beberapa tahun yang lalu. Sangat sulit rasanya melupakan beberapa tahun yang lalu. Sangat sulit rasanya melupakan
bagaimana celoteh seorang wanita setengah umur yang bagaimana celoteh seorang wanita setengah umur yang
mengajak masyarakat untuk melaksanakan hak pilihnya secara mengajak masyarakat untuk melaksanakan hak pilihnya secara
demokratis pada pemilihan umum yang lalu dengan ucapan demokratis pada pemilihan umum yang lalu dengan ucapan
“Inga-inga badaftar rame-rame!”. Diilhami oleh “nona inga- “Inga-inga badaftar rame-rame!”. Diilhami oleh “nona inga-
inga” ini dan menindaklanjuti imbauan para ulama beberapa inga” ini dan menindaklanjuti imbauan para ulama beberapa
waktu yang lalu, siapa tahu dalam waktu yang tidak terlalu waktu yang lalu, siapa tahu dalam waktu yang tidak terlalu
lama, dari layar televisi yang sudah dimiliki oleh sebahagian lama, dari layar televisi yang sudah dimiliki oleh sebahagian
besar rumah tangga di Indonesia, kita akan menikmati sebuah besar rumah tangga di Indonesia, kita akan menikmati sebuah

150 150
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

iklan layanan masyarakat yang diskripsinya kurang lebih seperti iklan layanan masyarakat yang diskripsinya kurang lebih seperti
berikut ini. berikut ini.
Seorang ibu yang berbadan tambun dan dipenuhi dengan Seorang ibu yang berbadan tambun dan dipenuhi dengan
berbagai perhiasan emas, turun dari sebuah sedan mewah. berbagai perhiasan emas, turun dari sebuah sedan mewah.
Dengan agak tergesa-gesa sang ibu masuk ke dalam sebuah rumah Dengan agak tergesa-gesa sang ibu masuk ke dalam sebuah rumah
yang tampak sederhana tetapi terawat. Di hadapan tuan rumah, yang tampak sederhana tetapi terawat. Di hadapan tuan rumah,
seorang pria berusia lanjut yang memakai sorban, sang ibu, seorang pria berusia lanjut yang memakai sorban, sang ibu,
dengan agak terbata-bata, memohon agar si tuan rumah bersedia dengan agak terbata-bata, memohon agar si tuan rumah bersedia
menyalati mendiang suaminya yang baru saja meninggal. Tiba- menyalati mendiang suaminya yang baru saja meninggal. Tiba-
tiba, tanpa diduga, dengan tenang dan penuh percaya diri, si tuan tiba, tanpa diduga, dengan tenang dan penuh percaya diri, si tuan
rumah berkata, “Ah, suami ibu kan koruptor. Jadi, saya kira, dia rumah berkata, “Ah, suami ibu kan koruptor. Jadi, saya kira, dia
tidak perlu disembahyangi”. tidak perlu disembahyangi”.
Tentu saja iklan layanan masyarakat ini hanya imajinasi Tentu saja iklan layanan masyarakat ini hanya imajinasi
belaka dan setting ceritra yang lebih baik dapat dibuat oleh belaka dan setting ceritra yang lebih baik dapat dibuat oleh
sinias-sinias Indonesia. Namun demikian, hal ini hanya bisa sinias-sinias Indonesia. Namun demikian, hal ini hanya bisa
terwujud apabila ada kebebasan berekspresi dan stasiun terwujud apabila ada kebebasan berekspresi dan stasiun
televisi tidak merasa terancam oleh tindakan-tindakan anarki televisi tidak merasa terancam oleh tindakan-tindakan anarki
dari mereka yang tidak sepakat dengan materi-materi social dari mereka yang tidak sepakat dengan materi-materi social
marketing yang disiarkan. marketing yang disiarkan.

151 151
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

MOBIL DINAS DAN KORUPSI MOBIL DINAS DAN KORUPSI

Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penasehat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK),
Abdullah Hehamahua, beberapa waktu yang lalu menyatakan Abdullah Hehamahua, beberapa waktu yang lalu menyatakan
bahwa penggunaan kendaraan dan peralatan kantor seperti bahwa penggunaan kendaraan dan peralatan kantor seperti
laptop, telepon, dan inventaris lainnya untuk keperluan laptop, telepon, dan inventaris lainnya untuk keperluan
pribadi atau di luar urusan dinas sudah merupakan perbuatan pribadi atau di luar urusan dinas sudah merupakan perbuatan
korupsi. Pernyataan ini mungkin “mengagetkan” bagi banyak korupsi. Pernyataan ini mungkin “mengagetkan” bagi banyak
pihak karena sudah terbiasanya pegawai negeri di Indonesia pihak karena sudah terbiasanya pegawai negeri di Indonesia
menggunakan fasilitas negara di luar urusan dinas. Sudah menggunakan fasilitas negara di luar urusan dinas. Sudah
menjadi rahasia umum di kalangan pegawai pemerintah di menjadi rahasia umum di kalangan pegawai pemerintah di
negeri ini, mobil dinas tidak hanya digunakan untuk keperluan negeri ini, mobil dinas tidak hanya digunakan untuk keperluan
dinas tetapi juga digunakan ”pemiliknya” untuk aneka kegiatan dinas tetapi juga digunakan ”pemiliknya” untuk aneka kegiatan
pribadi, mulai dari mengantar anak sekolah, menemani kegiatan pribadi, mulai dari mengantar anak sekolah, menemani kegiatan
berbelanja hingga piknik. Lihatlah di Kota Makassar, misalnya. berbelanja hingga piknik. Lihatlah di Kota Makassar, misalnya.
Pada jam-jam masuk dan pulang sekolah, dapat dipastikan Pada jam-jam masuk dan pulang sekolah, dapat dipastikan
kita akan melihat mobil-mobil dinas, dengan berbagai merek kita akan melihat mobil-mobil dinas, dengan berbagai merek
dan gaya, terparkir di depan sekolah, mulai TK sampai dengan dan gaya, terparkir di depan sekolah, mulai TK sampai dengan
sekolah lanjutan, untuk menurunkan dan menaikkan anak-anak sekolah lanjutan, untuk menurunkan dan menaikkan anak-anak
dari “pemilik” mobil-mobil dinas tersebut. Di kota Makassar dari “pemilik” mobil-mobil dinas tersebut. Di kota Makassar
ini, kita juga akan dengan mudah menemukan kendaraan ini, kita juga akan dengan mudah menemukan kendaraan
dinas terparkir di pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, mulai dinas terparkir di pusat-pusat perbelanjaan dan hiburan, mulai
dari mal-mal dan kafe-kafe moderen sampai dengan warung dari mal-mal dan kafe-kafe moderen sampai dengan warung
kopi atau pasar-pasar tradisional, baik pada waktu pagi, siang, kopi atau pasar-pasar tradisional, baik pada waktu pagi, siang,
maupun malam hari. Bahkan, di setiap iring-iringan kendaraan maupun malam hari. Bahkan, di setiap iring-iringan kendaraan

152 152
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

pengantar pengantin pun di daerah ini, hampir pasti kita akan pengantar pengantin pun di daerah ini, hampir pasti kita akan
selalu menemukan kendaraan dinas terselip di antaranya. selalu menemukan kendaraan dinas terselip di antaranya.
Walaupun mungkin mengangetkan bagi banyak Walaupun mungkin mengangetkan bagi banyak
kalangan, dari perspektif ilmu administrasi negara, penggunaan kalangan, dari perspektif ilmu administrasi negara, penggunaan
fasilitas negara seperti kendaraan dinas untuk keperluan pribadi fasilitas negara seperti kendaraan dinas untuk keperluan pribadi
seperti ini sudah sejak awal diyakini sebagai perilaku korupsi. seperti ini sudah sejak awal diyakini sebagai perilaku korupsi.
Nye (1979), misalnya, mendefinisikan korupsi sebagai perilaku Nye (1979), misalnya, mendefinisikan korupsi sebagai perilaku
yang menyimpang dari tugas-tugas atau peran publik karena yang menyimpang dari tugas-tugas atau peran publik karena
pertimbangan pribadi (keluarga, teman), karena pertimbangan pertimbangan pribadi (keluarga, teman), karena pertimbangan
uang atau status, atau karena melanggar aturan. Termasuk dalam uang atau status, atau karena melanggar aturan. Termasuk dalam
kategori ini, menurut Nye, perilaku seperti suap, nepotisme, dan kategori ini, menurut Nye, perilaku seperti suap, nepotisme, dan
penggunaan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi. penggunaan fasilitas publik untuk kepentingan pribadi.
Penggunaan fasilitas kantor seperti mobil dinas untuk Penggunaan fasilitas kantor seperti mobil dinas untuk
keperluan pribadi dikategorikan sebagai korupsi karena pada keperluan pribadi dikategorikan sebagai korupsi karena pada
dasarnya perilaku ini juga merugikan dan menguras uang dasarnya perilaku ini juga merugikan dan menguras uang
negara. Dikatakan menguras uang negara karena belanja untuk negara. Dikatakan menguras uang negara karena belanja untuk
keperluan mobil dinas tentunya tidak hanya sebatas pada keperluan mobil dinas tentunya tidak hanya sebatas pada
pembelian bahan bakar tetapi juga termasuk pengeluaran yang pembelian bahan bakar tetapi juga termasuk pengeluaran yang
berhubungan dengan pemeliharaan, penggantian suku cadang berhubungan dengan pemeliharaan, penggantian suku cadang
sampai dengan perbaikan kerusakan kendaraan apabila terjadi sampai dengan perbaikan kerusakan kendaraan apabila terjadi
kecelakaan. Sudah menjadi kenyataan bahwa biaya perbaikan kecelakaan. Sudah menjadi kenyataan bahwa biaya perbaikan
mobil dinas tetap dibebankan kepada pemerintah walaupun mobil dinas tetap dibebankan kepada pemerintah walaupun
kerusakan atau kecelakan tejadi pada saat mobil dinas tersebut kerusakan atau kecelakan tejadi pada saat mobil dinas tersebut
digunakan di luar keperluan dinas. Dengan gambaran seperti digunakan di luar keperluan dinas. Dengan gambaran seperti
ini dapat dibayangkan betapa beratnya beban yang harus ini dapat dibayangkan betapa beratnya beban yang harus
ditanggung negara karena penyalahgunaan kendaraan dinas ini. ditanggung negara karena penyalahgunaan kendaraan dinas ini.

Meniru Gamawan Meniru Gamawan


Melihat besarnya potensi kerugian negara akibat Melihat besarnya potensi kerugian negara akibat
penggunaan kendaraan dinas secara tidak akuntabel, mungkin penggunaan kendaraan dinas secara tidak akuntabel, mungkin
kita perlu melihat apa yang dilakukan oleh Gamawan Fauzi, kita perlu melihat apa yang dilakukan oleh Gamawan Fauzi,

153 153
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang bagi praktisi pemerintahan di Indonesia pasti pernah yang bagi praktisi pemerintahan di Indonesia pasti pernah
mendengar nama ini. Sebelum terpilih menjadi Gubernur mendengar nama ini. Sebelum terpilih menjadi Gubernur
Sumatera Barat, Gamawan menjabat sebagai Bupati Solok selama Sumatera Barat, Gamawan menjabat sebagai Bupati Solok selama
dua periode; tahun 1995-2000 dan 2000-2005. Istimewanya, dua periode; tahun 1995-2000 dan 2000-2005. Istimewanya,
walaupun pemilihan bupati yang dilakukan oleh anggota DPRD walaupun pemilihan bupati yang dilakukan oleh anggota DPRD
pada waktu itu ditengarai sangat kental dengan praktek-praktek pada waktu itu ditengarai sangat kental dengan praktek-praktek
money politics, Gamawan tidak pernah mengeluarkan satu sen money politics, Gamawan tidak pernah mengeluarkan satu sen
pun uang untuk terpilih menjadi bupati. Gamawan adalah bupati pun uang untuk terpilih menjadi bupati. Gamawan adalah bupati
yang memperkenalkan tunjangan daerah setelah menghapus yang memperkenalkan tunjangan daerah setelah menghapus
semua honor-honor yang secara tidak adil diterima hanya oleh semua honor-honor yang secara tidak adil diterima hanya oleh
pegawai negeri yang terlibat dalam proyek. Gamawan juga pegawai negeri yang terlibat dalam proyek. Gamawan juga
yang menginisiasi pelayanan satu pintu - yang saat ini banyak yang menginisiasi pelayanan satu pintu - yang saat ini banyak
dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya - untuk memudahkan dicontoh oleh pemerintah daerah lainnya - untuk memudahkan
pelayanan perizinan. pelayanan perizinan.
Dalam hubungannya dengan penggunaan kendaraan Dalam hubungannya dengan penggunaan kendaraan
dinas, gebrakan terakhir Gamawan mungkin dapat menjadi dinas, gebrakan terakhir Gamawan mungkin dapat menjadi
teladan bagi para gubernur, walikota, dan bupati yang teladan bagi para gubernur, walikota, dan bupati yang
ada di daerah ini. Mengakhiri tahun 2008, tepatnya pada ada di daerah ini. Mengakhiri tahun 2008, tepatnya pada
tanggal 30 Desember Gamawan, menandatangani Peraturan tanggal 30 Desember Gamawan, menandatangani Peraturan
Gubernur (Pergub) Sumatera Barat Nomor 112 Tahun 2008 Gubernur (Pergub) Sumatera Barat Nomor 112 Tahun 2008
yang mengatur penggunaan kendaraan dinas operasional di yang mengatur penggunaan kendaraan dinas operasional di
lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar. Secara umum pergub lingkungan Pemerintah Provinsi Sumbar. Secara umum pergub
ini mengharuskan semua mobil dinas masuk ”kandang” setelah ini mengharuskan semua mobil dinas masuk ”kandang” setelah
jam kerja atau setelah urusan yang menyangkut pekerjaan jam kerja atau setelah urusan yang menyangkut pekerjaan
dinilai selesai. Mobil dinas tidak bisa lagi dibawa pulang tetapi dinilai selesai. Mobil dinas tidak bisa lagi dibawa pulang tetapi
harus diparkir di kantor masing-masing. Menurut perhitungan harus diparkir di kantor masing-masing. Menurut perhitungan
pemerintah Provinsi Sumatera Barat, kebijakan memarkir pemerintah Provinsi Sumatera Barat, kebijakan memarkir
kendaraan dinas setelah jam kerja atau setelah urusan dinas kendaraan dinas setelah jam kerja atau setelah urusan dinas
selesai ini, dapat menghemat anggaran pemerintah provinsi selesai ini, dapat menghemat anggaran pemerintah provinsi
sampai dengan Rp. 4.7 miliar rupiah setahun. Jumlah ini sampai dengan Rp. 4.7 miliar rupiah setahun. Jumlah ini
pun setelah dikurangi dengan pemberian insentif Rp 2 juta pun setelah dikurangi dengan pemberian insentif Rp 2 juta

154 154
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

sebulan bagi pejabat setingkat kepala dinas sebagai pengganti sebulan bagi pejabat setingkat kepala dinas sebagai pengganti
biaya bolak-balik, rumah-kantor tanpa mobil dinas. Selain biaya bolak-balik, rumah-kantor tanpa mobil dinas. Selain
penghematan keuangan negara, kebijakan seperti ini juga dapat penghematan keuangan negara, kebijakan seperti ini juga dapat
menjadi pembelajaran yang tak ternilai harganya kepada anak- menjadi pembelajaran yang tak ternilai harganya kepada anak-
anak kita - pemimpin bangsa masa depan - tentang apa yang anak kita - pemimpin bangsa masa depan - tentang apa yang
patut dan tidak patut dilakukan pada saat mereka menjadi patut dan tidak patut dilakukan pada saat mereka menjadi
pejabat pemerintah. Pembelajaran yang sama dapat diberikan pejabat pemerintah. Pembelajaran yang sama dapat diberikan
kepada istri-istri atau suami-suami yang kebetulan pasangannya kepada istri-istri atau suami-suami yang kebetulan pasangannya
menikmati fasilitas publik, mobil dinas misalnya. menikmati fasilitas publik, mobil dinas misalnya.

Komitmen dan Pengawasan Komitmen dan Pengawasan


Usaha-usaha penghematan keuangan negara seperti ini Usaha-usaha penghematan keuangan negara seperti ini
hanya dapat terwujud apabila ada komitmen dari pimpinan hanya dapat terwujud apabila ada komitmen dari pimpinan
pemerintah daerah. Pada awalnya, kebijakan Gubernur pemerintah daerah. Pada awalnya, kebijakan Gubernur
Sumatera Barat ini hanya diperuntukkan bagi PNS mulai dari Sumatera Barat ini hanya diperuntukkan bagi PNS mulai dari
level kepala dinas hingga jajaran paling bawah. Namun demikian, level kepala dinas hingga jajaran paling bawah. Namun demikian,
berdasarkan masukan dari berbagai pihak, Pergub Nomor 112 berdasarkan masukan dari berbagai pihak, Pergub Nomor 112
Tahun 2008 tersebut kemudian direvisi dengan memasukkan Tahun 2008 tersebut kemudian direvisi dengan memasukkan
gubernur, wakil gubernur, dan sekretaris daerah sebagai bagian gubernur, wakil gubernur, dan sekretaris daerah sebagai bagian
yang harus tunduk pada kebijakan tersebut. Satu-satunya yang harus tunduk pada kebijakan tersebut. Satu-satunya
“kesitimewaan” bagi ketiga pejabat teras ini adalah bahwa mobil “kesitimewaan” bagi ketiga pejabat teras ini adalah bahwa mobil
dinas mereka tidak perlu diparkir di kantor gubernur, tetapi dinas mereka tidak perlu diparkir di kantor gubernur, tetapi
di rumah dinas masing-masing. Walaupun diparkir di rumah di rumah dinas masing-masing. Walaupun diparkir di rumah
dinas, Gubernur Gamawan menjamin “kalau selesai kerja dan dinas, Gubernur Gamawan menjamin “kalau selesai kerja dan
saya mau pergi ke kebun, saya harus pakai mobil pribadi. Tidak saya mau pergi ke kebun, saya harus pakai mobil pribadi. Tidak
boleh pakai mobil dinas”. Sekali lagi, Gubernur Gamawan boleh pakai mobil dinas”. Sekali lagi, Gubernur Gamawan
memperlihatkan komitmennya sebagi seorang pemimpin. memperlihatkan komitmennya sebagi seorang pemimpin.
Pemimpin yang efektif, seperti kata orang-orang bijak, adalah Pemimpin yang efektif, seperti kata orang-orang bijak, adalah
pemimpin yang memberi laku-teladan, bukan yang hanya pemimpin yang memberi laku-teladan, bukan yang hanya
bicara retorika belaka. bicara retorika belaka.

155 155
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Selain komitmen pimpinan, keberhasilan kebijakan seperti Selain komitmen pimpinan, keberhasilan kebijakan seperti
ini juga akan ditentukan oleh pengawasan dan dukungan kebijakan ini juga akan ditentukan oleh pengawasan dan dukungan kebijakan
lainnya. Penggunaan kendaraan dinas di luar jam kerja atau lainnya. Penggunaan kendaraan dinas di luar jam kerja atau
untuk keperluan pribadi semakin dimungkinkan karena adanya untuk keperluan pribadi semakin dimungkinkan karena adanya
kebijakan pemberian pelat hitam bagi sejumlah pejabat sehingga kebijakan pemberian pelat hitam bagi sejumlah pejabat sehingga
membuka kesempatan mobil dinas “berubah” menjadi mobil membuka kesempatan mobil dinas “berubah” menjadi mobil
pribadi. Oleh karena itu, kebijakan memberikan pelat hitam untuk pribadi. Oleh karena itu, kebijakan memberikan pelat hitam untuk
kendaraan dinas operasional di lingkungan pemerintah daerah kendaraan dinas operasional di lingkungan pemerintah daerah
sudah waktunya dihentikan. Lembaga-lembaga pengawasan sudah waktunya dihentikan. Lembaga-lembaga pengawasan
independen yang ada seperti Ombudsman (dibentuk sejak tahun independen yang ada seperti Ombudsman (dibentuk sejak tahun
2007 di Makassar) dan media massa seperti pada Harian Tribun 2007 di Makassar) dan media massa seperti pada Harian Tribun
Timur edisi 28/07/2009 memasang foto mobil dinas yang diduga Timur edisi 28/07/2009 memasang foto mobil dinas yang diduga
milik pejabat salah satu pemerintah kota di provinsi ini. Foto milik pejabat salah satu pemerintah kota di provinsi ini. Foto
ini menarik karena nomor polisi mobil pelat merah tersebut ini menarik karena nomor polisi mobil pelat merah tersebut
berusaha disembunyikan dan sedang terparkir di depan sebuah berusaha disembunyikan dan sedang terparkir di depan sebuah
kafe yang identik dengan tempat menghibur diri, pada jam kafe yang identik dengan tempat menghibur diri, pada jam
kerja. Tidak ada informasi apakah sang pemilik kendaraan kerja. Tidak ada informasi apakah sang pemilik kendaraan
sedang berdinas atau sedang menghibur diri di kafe tersebut. sedang berdinas atau sedang menghibur diri di kafe tersebut.
Tulisan ini menguraikan bagaimana penomena seperti ini Tulisan ini menguraikan bagaimana penomena seperti ini
sebenarnya merupakan perilku korupsi yang sangat merugikan sebenarnya merupakan perilku korupsi yang sangat merugikan
dan perlunya kebijakan untuk mengatasinya, mungkin dapat dan perlunya kebijakan untuk mengatasinya, mungkin dapat
juga meningkatkan perannya dalam mengawasi penyalagunaan juga meningkatkan perannya dalam mengawasi penyalagunaan
pemanfaatan kendaraan dinas ini. pemanfaatan kendaraan dinas ini.
Terakhir, agar masyarakat umum dapat berpartisipasi Terakhir, agar masyarakat umum dapat berpartisipasi
dalam pengawasan penggunaan kendaraan dinas, mungkin dalam pengawasan penggunaan kendaraan dinas, mungkin
ada baiknya apabila pada badan semua kendaraan dinas diberi ada baiknya apabila pada badan semua kendaraan dinas diberi
pengumuman dengan tulisan yang besar dan mencolok. Misalnya, pengumuman dengan tulisan yang besar dan mencolok. Misalnya,
“Mobil Operasional Pemkot Makassar. Hanya untuk keperluan “Mobil Operasional Pemkot Makassar. Hanya untuk keperluan
Dinas. Silahkan SMS ke Nomor … Apabila Anda melihat Mobil Dinas. Silahkan SMS ke Nomor … Apabila Anda melihat Mobil
Ini Disalahgunakan”. Semoga dengan tulisan seperti ini “pemilik” Ini Disalahgunakan”. Semoga dengan tulisan seperti ini “pemilik”
mobil dinas tersebut lebih sadar. Semoga. mobil dinas tersebut lebih sadar. Semoga.

156 156
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

CORRUPTION IN INDONESIA: causes, CORRUPTION IN INDONESIA: causes,


forms and remedies forms and remedies

Introduction Introduction
Indonesia is one the world’s most corrupt countries, Indonesia is one the world’s most corrupt countries,
according to studies conducted both by the Berlin-based according to studies conducted both by the Berlin-based
organisation, Transparency International, and by the Hong organisation, Transparency International, and by the Hong
Kong-based organisation, Political and Economic Review Risk Kong-based organisation, Political and Economic Review Risk
Consultancy (Katz, 1995; Aji, 1995). Although it is unclear Consultancy (Katz, 1995; Aji, 1995). Although it is unclear
exactly what these organisations mean by ‘corruption’, the exactly what these organisations mean by ‘corruption’, the
studies also suggest that the problem of corruption is not the studies also suggest that the problem of corruption is not the
monopoly of developing countries, but also a problem of western monopoly of developing countries, but also a problem of western
developed countries such as the United States, Britain, Germany developed countries such as the United States, Britain, Germany
and France. Alatas (1990) clearly states that the problem of and France. Alatas (1990) clearly states that the problem of
corruption is tranysmetic, that is, it inheres all political systems. corruption is tranysmetic, that is, it inheres all political systems.
This article surveys various definitions of corruption This article surveys various definitions of corruption
and explores why corrupt practices exist in public services. and explores why corrupt practices exist in public services.
It further analyses which of these definitions and rationales It further analyses which of these definitions and rationales
apply in the Indonesian context. By identifying these sources of apply in the Indonesian context. By identifying these sources of
corruption, this essay will finally propose some suggestions to corruption, this essay will finally propose some suggestions to
overcome the problems, and the difficulties which may be faced overcome the problems, and the difficulties which may be faced
in implementing the proposed solutions. in implementing the proposed solutions.

157 157
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Defining Corruption Defining Corruption


The results of the studies mentioned above may have been The results of the studies mentioned above may have been
different if the definition of corruption applied was not a fixed, different if the definition of corruption applied was not a fixed,
uniform one, but based on what is believed in each country. uniform one, but based on what is believed in each country.
Gift-giving practices in many developing countries in Africa Gift-giving practices in many developing countries in Africa
and Asia, based on traditional beliefs, honours or social status, and Asia, based on traditional beliefs, honours or social status,
may have been categorised as corruption in western developed may have been categorised as corruption in western developed
countries, but not by traditional gift-giving practitioners (Ali, countries, but not by traditional gift-giving practitioners (Ali,
1985). If the studies had also included the sale of state offices in 1985). If the studies had also included the sale of state offices in
France and the United States this century in the calculation of France and the United States this century in the calculation of
the corruption index, the result may again have been different. the corruption index, the result may again have been different.
Likewise, if the studies had been undertaken two hundred years Likewise, if the studies had been undertaken two hundred years
ago, such practices may not have been categorised as corrupt, ago, such practices may not have been categorised as corrupt,
and the results would be different again. and the results would be different again.
Gould (1991) and Gardiner (1993) have argued that there Gould (1991) and Gardiner (1993) have argued that there
is no single definition of corruption which can be accepted by is no single definition of corruption which can be accepted by
all peoples of different places and times. Corruption may be all peoples of different places and times. Corruption may be
different from region to region, and from time to time. Some different from region to region, and from time to time. Some
authors such as Johnston (1982) and Heidenheimer et al. (1989) authors such as Johnston (1982) and Heidenheimer et al. (1989)
have defined corruption simply as power or public role abuse for have defined corruption simply as power or public role abuse for
private gain, but Nye (1979:417) proposed a more complex and private gain, but Nye (1979:417) proposed a more complex and
longer definition of corruption, as: longer definition of corruption, as:
Behaviour which deviates from the normal duties of a Behaviour which deviates from the normal duties of a
public role because of private-regarding (family, close private public role because of private-regarding (family, close private
clique) pecuniary or status gain; or violate rules against the clique) pecuniary or status gain; or violate rules against the
exercise of certain types of private-regarding influence. This exercise of certain types of private-regarding influence. This
includes such behaviour as bribery (use of reward to pervert the includes such behaviour as bribery (use of reward to pervert the
judgement of a person in a position of trust); nepotism (bestowal judgement of a person in a position of trust); nepotism (bestowal
of patronage by reason of ascriptive relationship rather than of patronage by reason of ascriptive relationship rather than
merit); and misappropriation (illegal appropriation of public merit); and misappropriation (illegal appropriation of public
resources for private-regarding uses). resources for private-regarding uses).

158 158
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

In order to maximise recognition of corrupt practices In order to maximise recognition of corrupt practices
among the Indonesian public servants, Nye’s definition is among the Indonesian public servants, Nye’s definition is
adopted throughout this essay. adopted throughout this essay.

Sources and Forms of Corruption Sources and Forms of Corruption


As with definitions of corruption, theorists disagree as to As with definitions of corruption, theorists disagree as to
why public servants behave corruptly. This section part discusses why public servants behave corruptly. This section part discusses
some of these reasons and analyses which forms of corruption some of these reasons and analyses which forms of corruption
are manifest in Indonesia. are manifest in Indonesia.

(a) Monopoly (a) Monopoly


Alfiler (1986), Rose-Ackerman (1987), and Mackintosh Alfiler (1986), Rose-Ackerman (1987), and Mackintosh
(1992) point out that since the public sector, with its limited (1992) point out that since the public sector, with its limited
capacity, on the one hand, is the only provider of certain services, capacity, on the one hand, is the only provider of certain services,
while a large number of citizens, on the other hand, need those while a large number of citizens, on the other hand, need those
particular services, corrupt practices easily occur. Public sector particular services, corrupt practices easily occur. Public sector
products, including, for instance decisions and licences, are products, including, for instance decisions and licences, are
valuable because demand for them usually exceeds supply. This valuable because demand for them usually exceeds supply. This
is worsened by expanding role of the state and the fact that official is worsened by expanding role of the state and the fact that official
procedures are usually time-consuming, uncertain, impersonal procedures are usually time-consuming, uncertain, impersonal
and expensive (Johnston, 1993; Hope, 1987). and expensive (Johnston, 1993; Hope, 1987).
In Indonesia, bribes are the most common form of In Indonesia, bribes are the most common form of
corruption in relation to the abuse of the monopoly function of corruption in relation to the abuse of the monopoly function of
public sector. In economic jargon, Gray (1979) describes bribes public sector. In economic jargon, Gray (1979) describes bribes
as the market price which should be paid by consumers to buy as the market price which should be paid by consumers to buy
certain goods in the form of licences or permits. For example, certain goods in the form of licences or permits. For example,
to obtain an identification card (which is obligatory for adult in to obtain an identification card (which is obligatory for adult in
Indonesia), driving licence, marriage, death or birth certificate, Indonesia), driving licence, marriage, death or birth certificate,
or documents from the immigration department quickly, an or documents from the immigration department quickly, an
applicant may have to pay up to twenty times the official cost applicant may have to pay up to twenty times the official cost
(Schwarz, 1994:135). (Schwarz, 1994:135).

159 159
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Furthermore, the price will certainly be more expensive Furthermore, the price will certainly be more expensive
if the license or permit applied for is for productive business, if the license or permit applied for is for productive business,
whether the permit is required to run a small shop or a big whether the permit is required to run a small shop or a big
company. It is widely known (Inside Indonesia, March 1995:2- company. It is widely known (Inside Indonesia, March 1995:2-
4), for example, that requests for an official licence for a new 4), for example, that requests for an official licence for a new
commercial publication are purpotedly granted only if twenty commercial publication are purpotedly granted only if twenty
percent of the company stock is reserved for a senior official in percent of the company stock is reserved for a senior official in
the Department of Information. This excludes an additional, the Department of Information. This excludes an additional,
invisible monthly fee of five to ten million rupiah (AUD $3,000- invisible monthly fee of five to ten million rupiah (AUD $3,000-
6,000). At present, this senior official or his immediate family 6,000). At present, this senior official or his immediate family
owns shares in at least thirty-one Indonesia print publications, owns shares in at least thirty-one Indonesia print publications,
in two private television stations, and in two private radio in two private television stations, and in two private radio
companies (Inside Indonesia, March 1995:4). companies (Inside Indonesia, March 1995:4).

(b) Low income and poverty (b) Low income and poverty
Poverty, or being paid at a rate inadequate to meet Poverty, or being paid at a rate inadequate to meet
daily basic needs is another factor luring public servants into daily basic needs is another factor luring public servants into
corruption (Tinbergen, 1993 inter alia). In the case of Indonesia, corruption (Tinbergen, 1993 inter alia). In the case of Indonesia,
Schrool (1980), Pauker (1980) and Soedarso (1969) agree Schrool (1980), Pauker (1980) and Soedarso (1969) agree
that widespread corruption in Indonesia is closely related to, that widespread corruption in Indonesia is closely related to,
among other factors, a means of supplementing excessively low among other factors, a means of supplementing excessively low
government salaries and not to amass vast private fortunes. As an government salaries and not to amass vast private fortunes. As an
illustration, Tansil (1980) compared the salary of newly recruited illustration, Tansil (1980) compared the salary of newly recruited
Indonesia police with their counterparts in Greece, (a relatively Indonesia police with their counterparts in Greece, (a relatively
less rich country in the European context), and also compared less rich country in the European context), and also compared
the prices of certain goods and services in both countries. Tansil the prices of certain goods and services in both countries. Tansil
concluded that although the prices of basic goods and services concluded that although the prices of basic goods and services
in Indonesia and Greece are similar, the salaries of the Greek in Indonesia and Greece are similar, the salaries of the Greek
police are four times higher than those of Indonesians. police are four times higher than those of Indonesians.
It is not uncommon, then, if the ‘motorists in any of It is not uncommon, then, if the ‘motorists in any of
Indonesia cities view the police as collectors of an unofficial road Indonesia cities view the police as collectors of an unofficial road

160 160
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

tax, rather than as upholders of the law’ (Schwarz, 1994:135). Not tax, rather than as upholders of the law’ (Schwarz, 1994:135). Not
only on the road, but also on many occasions off the road, the only on the road, but also on many occasions off the road, the
police will try to ‘tax’ the ones needing their services. Schwarz police will try to ‘tax’ the ones needing their services. Schwarz
mentioned his own experience. When his car was stolen in 1991, mentioned his own experience. When his car was stolen in 1991,
Schwarz needed a verification letter from the police in order to Schwarz needed a verification letter from the police in order to
collect on his car insurance. A police captain would only ‘help’ collect on his car insurance. A police captain would only ‘help’
prepare the letter if he was given US$ 300 (Schwarz, 1994:135). prepare the letter if he was given US$ 300 (Schwarz, 1994:135).
However, it may be argued that low income as a However, it may be argued that low income as a
justification for corruption may only hold true for the ‘street- justification for corruption may only hold true for the ‘street-
level bureaucrats - although there are many Indonesian public level bureaucrats - although there are many Indonesian public
servants at this level who perform their duties honestly. The servants at this level who perform their duties honestly. The
need to supplement a low income can not remain a justifiable need to supplement a low income can not remain a justifiable
excuse for the senior official in the Department of Information, excuse for the senior official in the Department of Information,
for example, whose salary, together with other incentives and for example, whose salary, together with other incentives and
privileges, must be more than adequate. privileges, must be more than adequate.

(c) Traditional value (c) Traditional value


While traditional gift-giving practices may resemble While traditional gift-giving practices may resemble
corruption in the form of bribery, other traditional values may corruption in the form of bribery, other traditional values may
have resulted in more nepotistic forms (Olowu, 1993 inter alia). have resulted in more nepotistic forms (Olowu, 1993 inter alia).
The most obvious Indonesian example is in the recruitment and The most obvious Indonesian example is in the recruitment and
promotion of public servants, including military personnel, but promotion of public servants, including military personnel, but
also occurs in selection for entry to schools and universities. The also occurs in selection for entry to schools and universities. The
criteria for public service recruitment and promotion in many criteria for public service recruitment and promotion in many
cases no longer follow Weber’s model; that is, the bureaucrats be cases no longer follow Weber’s model; that is, the bureaucrats be
selected on the basis of merit. Rather, it is based on patronage and selected on the basis of merit. Rather, it is based on patronage and
how big a bribe or so-called ‘thanks-giving’ a candidate can offer how big a bribe or so-called ‘thanks-giving’ a candidate can offer
to the recruitment and promotion committee. Recruitment is to the recruitment and promotion committee. Recruitment is
therefore not merely an administrative procedures, but provides therefore not merely an administrative procedures, but provides
income for relatives, supporters, clients or other patrons income for relatives, supporters, clients or other patrons
(Palmier, 1985; Hague, et al., 1993). Besides a political purpose (Palmier, 1985; Hague, et al., 1993). Besides a political purpose

161 161
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

to absorb unemployment into the public sector, the patronage to absorb unemployment into the public sector, the patronage
system has also caused internal pressure to increase the size of system has also caused internal pressure to increase the size of
Indonesia administration from approximately 420,000 public Indonesia administration from approximately 420,000 public
servants in 1950 (Feith, 1962:83) to 4,030,220 in 1994 (Halligan servants in 1950 (Feith, 1962:83) to 4,030,220 in 1994 (Halligan
and Turner, 1995:31). This large number of public servants may and Turner, 1995:31). This large number of public servants may
also be a factor preventing the payment of adequate salaries also be a factor preventing the payment of adequate salaries
mentioned earlier (Palmier, 1985). mentioned earlier (Palmier, 1985).
Furthermore, nepotism is also clearly at work among Furthermore, nepotism is also clearly at work among
major actors in Indonesia’s economy. Almost all Chinese major actors in Indonesia’s economy. Almost all Chinese
conglomerates receive facilities from the government such that, conglomerates receive facilities from the government such that,
according to Bratanata, a leading critic in Indonesia, ‘to most according to Bratanata, a leading critic in Indonesia, ‘to most
Indonesians, the word ‘Chinese’ is synonymous with corruption’ Indonesians, the word ‘Chinese’ is synonymous with corruption’
(as cited by Schwarz, 1994:98). The most popular facility (as cited by Schwarz, 1994:98). The most popular facility
awarded is a monopoly to provide certain goods and services, or awarded is a monopoly to provide certain goods and services, or
a contract to be the sole supplier to the government of particular a contract to be the sole supplier to the government of particular
goods and services at ridiculously inflated prices - up to 200 goods and services at ridiculously inflated prices - up to 200
percent more than market prices (Aji, 1995:86). percent more than market prices (Aji, 1995:86).

(d) Public ignorance (d) Public ignorance


Public perception is another crucial factor determining Public perception is another crucial factor determining
a nation’s level of corruption. The more apathetic the society is a nation’s level of corruption. The more apathetic the society is
toward the corrupt practices, (as is the case in many developing toward the corrupt practices, (as is the case in many developing
countries), the more widespread the government graft and countries), the more widespread the government graft and
bribery will be (ICAC, 1994; Ali, 1985). Although a poll by bribery will be (ICAC, 1994; Ali, 1985). Although a poll by
Tempo in 1980 showed that 43.8 percent of respondents named Tempo in 1980 showed that 43.8 percent of respondents named
corruption and abuse of power by public servants as the most corruption and abuse of power by public servants as the most
dangerous element in the country (Hamzah, 1991:4), the dangerous element in the country (Hamzah, 1991:4), the
Indonesian public seems to tolerate corruption. Two factors Indonesian public seems to tolerate corruption. Two factors
may explain this phenomenon. Firstly, the people are apathetic may explain this phenomenon. Firstly, the people are apathetic
because they have lived with corruption for such a long time that because they have lived with corruption for such a long time that

162 162
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

it has become a habit. The history of corruption in Indonesia, it has become a habit. The history of corruption in Indonesia,
according to Anderson (1972), began in the time of World War according to Anderson (1972), began in the time of World War
II, when the arbitrary reduction of salaries through inflation II, when the arbitrary reduction of salaries through inflation
meant that in less than four years the Indonesian rupiah sank meant that in less than four years the Indonesian rupiah sank
to one sixtieth of its previous value. Since then, corruption has to one sixtieth of its previous value. Since then, corruption has
remain a stubborn feature of the republic. remain a stubborn feature of the republic.
Secondly, public ignorance toward corruption may Secondly, public ignorance toward corruption may
sometimes be related to cultural practices or traditions. Since sometimes be related to cultural practices or traditions. Since
forty percent of the Indonesian population is Javanese, and forty percent of the Indonesian population is Javanese, and
in many cases dominate the key positions in public sector, in many cases dominate the key positions in public sector,
Javanese culture is often blamed for the practices of corruption, Javanese culture is often blamed for the practices of corruption,
collusion, and nepotism in the public service (Magnis-Suseno, collusion, and nepotism in the public service (Magnis-Suseno,
1995). It is a Javanese cultural imperative, for instance, to avoid 1995). It is a Javanese cultural imperative, for instance, to avoid
conflict. Javanese people may tend to tolerate corrupt practices conflict. Javanese people may tend to tolerate corrupt practices
rather initiate conflicts with the culprits by taking action or rather initiate conflicts with the culprits by taking action or
reporting the problem. In addition, as a colonised people, the reporting the problem. In addition, as a colonised people, the
master-servant relationship of colonialism linger on. Public master-servant relationship of colonialism linger on. Public
servants are seen as the masters who are always right, who servants are seen as the masters who are always right, who
never make mistakes and therefore can be blamed for anything never make mistakes and therefore can be blamed for anything
they do (Magnis-Suseno, 1984). Indeed, according to Schwarz they do (Magnis-Suseno, 1984). Indeed, according to Schwarz
(1994:135), the very term ‘public servant’ is something of a (1994:135), the very term ‘public servant’ is something of a
misnomer in Indonesia because in this ‘quasi-feudal’ culture, it misnomer in Indonesia because in this ‘quasi-feudal’ culture, it
would be more accurate to say that government employees are would be more accurate to say that government employees are
the ‘owners’ of the nation and the general public their servants. the ‘owners’ of the nation and the general public their servants.

(e) Forms of government (e) Forms of government


It is widely believed that democracy delegates certain It is widely believed that democracy delegates certain
powers to society which may function as a check on the powers to society which may function as a check on the
abuse of power by the state. The presence of strong political abuse of power by the state. The presence of strong political
parties and pressure groups, and freedom of press may offer parties and pressure groups, and freedom of press may offer
safeguards against arbitrary or corrupt decision-making (Ali, safeguards against arbitrary or corrupt decision-making (Ali,

163 163
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

1985). Unfortunately, although Indonesia has had democratic 1985). Unfortunately, although Indonesia has had democratic
institutions such as parliament, political parties and regular institutions such as parliament, political parties and regular
elections since independence, in effect the government is still elections since independence, in effect the government is still
far from democratic (Budiman, 1990; Crouch, 1990). far from democratic (Budiman, 1990; Crouch, 1990).
The elections, for example, which have been conducted The elections, for example, which have been conducted
five times during Soeharto’s presidency have been neither free five times during Soeharto’s presidency have been neither free
nor fair because it is evident that bribes and cheating are at nor fair because it is evident that bribes and cheating are at
work in various forms (Liddle, 1992 inter alia). The candidacy work in various forms (Liddle, 1992 inter alia). The candidacy
for members of parliament (MPs) must be approved by the for members of parliament (MPs) must be approved by the
government, and MPs from the opposition parties who might government, and MPs from the opposition parties who might
enjoy popularity among voters are, then, denied candidature enjoy popularity among voters are, then, denied candidature
(Liddle, 1992; Stanley, 1992). In fact, of the 1000 members of (Liddle, 1992; Stanley, 1992). In fact, of the 1000 members of
People’s Consultative Assembly (MPR), which decides who People’s Consultative Assembly (MPR), which decides who
should govern the country, only 400, being also members of should govern the country, only 400, being also members of
House of Representative (DPR), are elected. The other 600 are House of Representative (DPR), are elected. The other 600 are
appointed by the government (YLBHI, 1990:68). As a result, appointed by the government (YLBHI, 1990:68). As a result,
elections which give the people a ‘vote’ not a ‘say’ (Stanley, elections which give the people a ‘vote’ not a ‘say’ (Stanley,
1992:2), hardly effect any real change in the way Indonesia is 1992:2), hardly effect any real change in the way Indonesia is
governed (Frederick and Worden, 1992), and do nothing to governed (Frederick and Worden, 1992), and do nothing to
change the socio-political status quo. change the socio-political status quo.
The press, which has been a very effective means in The press, which has been a very effective means in
preventing the government from abusing its power in many preventing the government from abusing its power in many
countries (Corbett, 1992) is also suffering in Indonesia. countries (Corbett, 1992) is also suffering in Indonesia.
Although there are more than 200 press publications, nearly 700 Although there are more than 200 press publications, nearly 700
private radio stations and five television companies operating in private radio stations and five television companies operating in
the country, Indonesian journalists are not able to report freely the country, Indonesian journalists are not able to report freely
because although the Indonesian Pancasila press is ‘free’, it must because although the Indonesian Pancasila press is ‘free’, it must
also be ‘responsible’ (Indonesia Department for Information, also be ‘responsible’ (Indonesia Department for Information,
1994:221-2). No-one knows exactly what is meant by a ‘free and 1994:221-2). No-one knows exactly what is meant by a ‘free and
responsible press’, but twelve newspapers and magazines were responsible press’, but twelve newspapers and magazines were
banned in 1974, fourteen others were closed four years later, as banned in 1974, fourteen others were closed four years later, as

164 164
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

was one in 1990 - all for being ‘irresponsible’. The latest media was one in 1990 - all for being ‘irresponsible’. The latest media
closure occurred in June 1994, when two leading Indonesia closure occurred in June 1994, when two leading Indonesia
news magazines, Tempo and Editor, along with the tabloid news magazines, Tempo and Editor, along with the tabloid
Detik, were banned. Although the government gave the official Detik, were banned. Although the government gave the official
cause for their shut-down as ‘administrative failure’, it is widely cause for their shut-down as ‘administrative failure’, it is widely
believed that these three weeklies were banned because they believed that these three weeklies were banned because they
openly criticised some Ministers’ policies (Utami et al., 1994; openly criticised some Ministers’ policies (Utami et al., 1994;
Inside Indonesia, September 1994; Frederick and Worden, 1992; Inside Indonesia, September 1994; Frederick and Worden, 1992;
Orentlicher, 1989). Orentlicher, 1989).

Combating Corruption: Implementation Problems Combating Corruption: Implementation Problems


From the evidence offered in the previous section, it could From the evidence offered in the previous section, it could
be argued that serious and comprehensive anti-corruption be argued that serious and comprehensive anti-corruption
campaigns are necessary - and must be sustained - if corruption campaigns are necessary - and must be sustained - if corruption
is to be rooted out in Indonesia. Of course, after several decades is to be rooted out in Indonesia. Of course, after several decades
of entrenched corruption, it would be very difficult to totally of entrenched corruption, it would be very difficult to totally
eradicate (Hope, 1987). However, in the Indonesian context, eradicate (Hope, 1987). However, in the Indonesian context,
the following strategies may minimise corrupt practices in the the following strategies may minimise corrupt practices in the
public sector. public sector.

(a) Administrative reform (a) Administrative reform


Comprehensive administrative reform in the form of Comprehensive administrative reform in the form of
privatisation, deregulation, decentralisation, professionalisation privatisation, deregulation, decentralisation, professionalisation
and commercialisation of public services is the first thing which and commercialisation of public services is the first thing which
should be done. Privatisation may take various forms from should be done. Privatisation may take various forms from
contracting-out public services or functions or selling off state’s contracting-out public services or functions or selling off state’s
assets (Samson, 1994; Lane, 1993). The underlying idea is not assets (Samson, 1994; Lane, 1993). The underlying idea is not
to pit the private sector against the public sector, but rather to pit the private sector against the public sector, but rather
to establish competition in order to minimise the monopoly to establish competition in order to minimise the monopoly
provision of public goods and services, and to ensure the public provision of public goods and services, and to ensure the public
accountability of all providers. The normative perspective of accountability of all providers. The normative perspective of

165 165
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Vining and Weimer (1990) argues that goods and services Vining and Weimer (1990) argues that goods and services
should only be produced by the government where the supply is should only be produced by the government where the supply is
not contestable (or competitive), and should be contracted with not contestable (or competitive), and should be contracted with
public financing when supply is contestable. The ‘exit and voice’ public financing when supply is contestable. The ‘exit and voice’
theory of Hirschman (1970) also supports the privatisation theory of Hirschman (1970) also supports the privatisation
strategies for minimising corruption. Public consumers will strategies for minimising corruption. Public consumers will
readily exit from goods and services offered by the public sector readily exit from goods and services offered by the public sector
where a cheaper, better and incorrupt alternative is available. where a cheaper, better and incorrupt alternative is available.
Indonesia is probably the most regulatory country in the Indonesia is probably the most regulatory country in the
world with respect to permits and licences. To get married, to world with respect to permits and licences. To get married, to
enrol in a school and university, and even to have a discussion enrol in a school and university, and even to have a discussion
among more than five people, one needs a permit from the among more than five people, one needs a permit from the
authorities (Gaffar, 1995). Since this licencing activity is a critical authorities (Gaffar, 1995). Since this licencing activity is a critical
arena of corruption, deregulation in this area may minimise arena of corruption, deregulation in this area may minimise
corruption. ‘Deregulation’, here, refers to reducing or abolishing corruption. ‘Deregulation’, here, refers to reducing or abolishing
unnecessary rules and regulations (Caiden, 1993). As a reform unnecessary rules and regulations (Caiden, 1993). As a reform
strategy, deregulation is based on the fact that there is a positive strategy, deregulation is based on the fact that there is a positive
correlation between corruption and the scope of government correlation between corruption and the scope of government
activities: the more interventionist the government, the greater activities: the more interventionist the government, the greater
the risk of corruption. If some government activities were the risk of corruption. If some government activities were
restricted or abolished by deregulation policy, there would be restricted or abolished by deregulation policy, there would be
fewer vehicles for corruption. This may, however, have political fewer vehicles for corruption. This may, however, have political
implications, and these will be discussed later. implications, and these will be discussed later.
Decentralisation, according to Charlick (1993), Olowu Decentralisation, according to Charlick (1993), Olowu
(1992) and Hope (1987), is an appropriate strategy with which (1992) and Hope (1987), is an appropriate strategy with which
to minimise corruption especially in very centralised countries to minimise corruption especially in very centralised countries
such as Indonesia. However, decentralisation must not be merely such as Indonesia. However, decentralisation must not be merely
administrative, but must involve the delegation of real authority administrative, but must involve the delegation of real authority
-including the authority to generate and reserve a portion of -including the authority to generate and reserve a portion of
local revenues. Local authorities must also be accountable local revenues. Local authorities must also be accountable
both to local and higher groups. Abuse of authority and public both to local and higher groups. Abuse of authority and public

166 166
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

corruption is less likely to occur if the rules which govern local corruption is less likely to occur if the rules which govern local
officials are at least in part defined by local norms, evincing local officials are at least in part defined by local norms, evincing local
support and legitimacy. However, although the government has support and legitimacy. However, although the government has
publicly advocated a decentralisation program, it is one limited publicly advocated a decentralisation program, it is one limited
to administrative functions, not fiscal functions. to administrative functions, not fiscal functions.
Bahl and Linn (1994) offer a number of factors to explain Bahl and Linn (1994) offer a number of factors to explain
why central governments, especially those in developing why central governments, especially those in developing
countries, tend to keep centralising their fiscal functions countries, tend to keep centralising their fiscal functions
centralised. Three of those factors seem consistent with centralised. Three of those factors seem consistent with
Indonesian conditions. Firstly, fiscal centralisation allows the Indonesian conditions. Firstly, fiscal centralisation allows the
central government to distribute funds proportionately among central government to distribute funds proportionately among
differently wealthy regions. This is justified by the fact that in differently wealthy regions. This is justified by the fact that in
some Indonesian provinces (such as those in the Nusa Tenggara some Indonesian provinces (such as those in the Nusa Tenggara
islands), the land is very dry without natural resources, while in islands), the land is very dry without natural resources, while in
others (such as Sumatra and Kalimantan) the land is very fertile others (such as Sumatra and Kalimantan) the land is very fertile
and rich in mineral resources. By retaining central authority, the and rich in mineral resources. By retaining central authority, the
government is able to shift the wealth and revenues from the government is able to shift the wealth and revenues from the
richer to the poorer provinces. richer to the poorer provinces.
Secondly, local governments in almost every country Secondly, local governments in almost every country
have very weak administrative practices and service delivery have very weak administrative practices and service delivery
capabilities, such that taxes and other revenues may not be capabilities, such that taxes and other revenues may not be
optimally collected if financial functions are decentralised to local optimally collected if financial functions are decentralised to local
government. If this is the case, however, the scarcity of human government. If this is the case, however, the scarcity of human
resources in local governments may be overcome by relocating resources in local governments may be overcome by relocating
public servant from the headquarters to the field, and by using public servant from the headquarters to the field, and by using
special incentives to keep senior officers in the field. Finally, special incentives to keep senior officers in the field. Finally,
central governments may be afraid of social upheaval and state central governments may be afraid of social upheaval and state
disintegration if local governments are given fiscal autonomy. disintegration if local governments are given fiscal autonomy.
The Indonesian central government may fear that the trauma of The Indonesian central government may fear that the trauma of
a number of regional movements for independence in the 1950s a number of regional movements for independence in the 1950s

167 167
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

and 1960s, such as the Aceh Independence Movement and Papua and 1960s, such as the Aceh Independence Movement and Papua
Independence Organisation, may reoccur (Schwarz, 1994). Independence Organisation, may reoccur (Schwarz, 1994).
Professionalisation and commercialisation of the Professionalisation and commercialisation of the
Indonesian public servants, as has occurred in some state Indonesian public servants, as has occurred in some state
enterprises, may also be helpful in minimising corruption. enterprises, may also be helpful in minimising corruption.
Training is an important method because ‘no matter how Training is an important method because ‘no matter how
well qualified a person may be at the time of recruitment, well qualified a person may be at the time of recruitment,
becoming an effective and efficient public servant must be becoming an effective and efficient public servant must be
taught and inculcated rather than assumed’ (Hope, 1987:137). taught and inculcated rather than assumed’ (Hope, 1987:137).
Administrative training, however, should not be viewed merely Administrative training, however, should not be viewed merely
as a technocratic exercise, but its objective must include the as a technocratic exercise, but its objective must include the
creation of commitment in public servants to national goals and creation of commitment in public servants to national goals and
values, including ethical personal behaviour and a strong work values, including ethical personal behaviour and a strong work
ethic (Paul, 1983). ethic (Paul, 1983).
Because the number of Indonesian public servants is Because the number of Indonesian public servants is
so large that it may be a crucial factor in the government’s so large that it may be a crucial factor in the government’s
inability to increase the salaries, redundant personnel should inability to increase the salaries, redundant personnel should
be retrenched through programs of phased deployment be retrenched through programs of phased deployment
and early retirement. The government’s ‘zero growth public and early retirement. The government’s ‘zero growth public
service’ program should be seriously implemented, and where service’ program should be seriously implemented, and where
recruitment must occur, merit-based and performance-oriented recruitment must occur, merit-based and performance-oriented
should be applied. The practice of recruiting the unemployed should be applied. The practice of recruiting the unemployed
into the public sector simply to improve the unemployment into the public sector simply to improve the unemployment
statistics should be stopped, and programs which improve statistics should be stopped, and programs which improve
employment opportunities outside the public sector should be employment opportunities outside the public sector should be
introduced. In addition, to minimise the temptation for public introduced. In addition, to minimise the temptation for public
servants to act corruptly in order to bolster their low incomes, servants to act corruptly in order to bolster their low incomes,
public sector salary levels should be reviewed to ensure that public sector salary levels should be reviewed to ensure that
wages correspond to the cost of living. Similarly, senior public wages correspond to the cost of living. Similarly, senior public
servants’ salaries should be competitive with their private sector servants’ salaries should be competitive with their private sector

168 168
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

counterparts’, and non-monetary allowances should also be counterparts’, and non-monetary allowances should also be
introduced as part of the total salary package. introduced as part of the total salary package.

(b) Public mobilisation (b) Public mobilisation


Perhaps the most important factor in controlling Perhaps the most important factor in controlling
corruption, according to Gardiner and Malec (1989), is corruption, according to Gardiner and Malec (1989), is
public commitment: insistence on the part of the community public commitment: insistence on the part of the community
that corruption is intolerable. Therefore, public mobilisation that corruption is intolerable. Therefore, public mobilisation
programs should be introduced in Indonesia. There are at least programs should be introduced in Indonesia. There are at least
four factors contributing to the public ignorance and apathy four factors contributing to the public ignorance and apathy
surrounding corruption in Indonesia. Firstly, there is a lack of surrounding corruption in Indonesia. Firstly, there is a lack of
information: citizens may not know that public servants are information: citizens may not know that public servants are
corrupt, that corruption is costly to society, and that corruption corrupt, that corruption is costly to society, and that corruption
affects them. Secondly, improper and traditional values as affects them. Secondly, improper and traditional values as
described earlier may hinder public commitment: citizens, for described earlier may hinder public commitment: citizens, for
example, may believe that personal gain is the only thing that example, may believe that personal gain is the only thing that
counts and that public servants are supposed to look out for counts and that public servants are supposed to look out for
themselves alone. Thirdly, the public may lack opportunities to themselves alone. Thirdly, the public may lack opportunities to
express its intolerance of corruption: citizens may not be able to express its intolerance of corruption: citizens may not be able to
report corruption without retaliation. Lastly, there may be no report corruption without retaliation. Lastly, there may be no
incentive for a public commitment to anti-corruption reforms: incentive for a public commitment to anti-corruption reforms:
comparing the costs and benefits of the present situation with comparing the costs and benefits of the present situation with
those of a public sector, citizens may feel that they gain more those of a public sector, citizens may feel that they gain more
from corrupt government than they would from an honest from corrupt government than they would from an honest
system, and may lose more from taking action than they would system, and may lose more from taking action than they would
gain (Gardiner and Malec, 1989:108-9). gain (Gardiner and Malec, 1989:108-9).
To succeed, therefore, a public mobilisation program must To succeed, therefore, a public mobilisation program must
address these four concerns. Both the Hong Kong and the New address these four concerns. Both the Hong Kong and the New
South Wales Independent Commission Against Corruption, South Wales Independent Commission Against Corruption,
for example, campaign against corruption through various for example, campaign against corruption through various
publications, brochures, film and video competitions, seminars, publications, brochures, film and video competitions, seminars,

169 169
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

discussions, and advertisements. This is expensive, of course, discussions, and advertisements. This is expensive, of course,
but one must be considered against the larger sums of public but one must be considered against the larger sums of public
money which will be saved if the programs are successful (Clark, money which will be saved if the programs are successful (Clark,
1989; ICAC, 1994). Education in proper values and ethical 1989; ICAC, 1994). Education in proper values and ethical
behaviour - beginning in schools - could also be introduced. behaviour - beginning in schools - could also be introduced.
This might include, for example, correcting the misconception This might include, for example, correcting the misconception
that an advantage is corrupt only when large sums of money that an advantage is corrupt only when large sums of money
or when highly-placed public servants are involved, or could or when highly-placed public servants are involved, or could
involve generating a sense of public pride in belonging to an involve generating a sense of public pride in belonging to an
honest society. In short, a successful program a successful honest society. In short, a successful program a successful
program will encourage citizens in four areas; not to participate program will encourage citizens in four areas; not to participate
in corruption, to ‘blow the whistle’ when they become aware in corruption, to ‘blow the whistle’ when they become aware
of specific instances of corrupt behaviour, to support honest of specific instances of corrupt behaviour, to support honest
candidates for public office, and to work for public integrity. candidates for public office, and to work for public integrity.

(c) Political reform (c) Political reform


The last, but probably the most important factor The last, but probably the most important factor
determining the success of anti-corruption reforms in Indonesia, determining the success of anti-corruption reforms in Indonesia,
is political reform towards a democratic system of government. is political reform towards a democratic system of government.
A number of writers point out that democratisation has positive A number of writers point out that democratisation has positive
effects in reducing corruption, both in the public and private effects in reducing corruption, both in the public and private
sectors. The more democratic a country, the more likely sectors. The more democratic a country, the more likely
mechanisms will be put in place to monitor the performance mechanisms will be put in place to monitor the performance
of administrators and bureaucrats, as well as the incentives of administrators and bureaucrats, as well as the incentives
created to promote incorruptness and punishments mandated created to promote incorruptness and punishments mandated
to discourage corrupt practices (Noonan, 1984 inter alia). to discourage corrupt practices (Noonan, 1984 inter alia).
Free press, that is, a press not subject to being banned Free press, that is, a press not subject to being banned
or censored by the authorities, can become an effective or censored by the authorities, can become an effective
and efficient monitoring and controlling mechanism in a and efficient monitoring and controlling mechanism in a
democratic environment because it is easier, then, for the media democratic environment because it is easier, then, for the media
to investigate allegations of corruption and expose them. In to investigate allegations of corruption and expose them. In

170 170
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Japan, for example, the mass media exercise strong influence Japan, for example, the mass media exercise strong influence
on the public, and have an important role in revealing unfair on the public, and have an important role in revealing unfair
administrative actions and corruptions. It was the media administrative actions and corruptions. It was the media
revelation of an aircraft scandal which finally forced the ‘popular revelation of an aircraft scandal which finally forced the ‘popular
but high-handed’ Prime Minister Kakuei Tanaka to resign from but high-handed’ Prime Minister Kakuei Tanaka to resign from
office (Tashiro, 1988:219). office (Tashiro, 1988:219).
Political reform in Indonesia toward democracy may Political reform in Indonesia toward democracy may
see competitive elections, independent political parties and see competitive elections, independent political parties and
vocal parliamentarians controlling the executive and reining vocal parliamentarians controlling the executive and reining
in corrupt practices. In India, according to Jain (1988), in corrupt practices. In India, according to Jain (1988),
parliamentary control over the executive has been effective not parliamentary control over the executive has been effective not
only in general political control, but also in detailed examination only in general political control, but also in detailed examination
of government and public servants’ activities. In contrast, there of government and public servants’ activities. In contrast, there
is abundant evidence showing that the level of corruption found is abundant evidence showing that the level of corruption found
in such quasi-totalitarian state with very weak, ‘rubber stamp’ in such quasi-totalitarian state with very weak, ‘rubber stamp’
parliamentarians such as the former Soviet Union, Eastern parliamentarians such as the former Soviet Union, Eastern
Europe, and People’s Republic of China, is enormous (Simis, Europe, and People’s Republic of China, is enormous (Simis,
1982). 1982).
Political reform towards democracy is not only the most Political reform towards democracy is not only the most
important anti-corruption strategy, but is also likely to be the important anti-corruption strategy, but is also likely to be the
most difficult to achieve. The first difficulty arises because the most difficult to achieve. The first difficulty arises because the
so-called middle class - educated people of a certain level of so-called middle class - educated people of a certain level of
wealth (who, in many cases, such as in the South Korea and wealth (who, in many cases, such as in the South Korea and
Thailand, have become effective fighters for democracy) - is Thailand, have become effective fighters for democracy) - is
not a true middle-class. Unlike their counterparts in other not a true middle-class. Unlike their counterparts in other
countries who are successful because of their entrepreneurial countries who are successful because of their entrepreneurial
skill, Indonesia’s businesspeople, mostly ethnic Chinese, are skill, Indonesia’s businesspeople, mostly ethnic Chinese, are
very dependant on government patronage various kinds of very dependant on government patronage various kinds of
protection and monopolies. Although economically powerful, protection and monopolies. Although economically powerful,
but politically very weak (and well aware of the streak of anti- but politically very weak (and well aware of the streak of anti-
Chinese sentiment which runs through Indonesian society), Chinese sentiment which runs through Indonesian society),

171 171
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

these people have an interest in maintaining the current political these people have an interest in maintaining the current political
system in which they can buy protection via personal alliances system in which they can buy protection via personal alliances
with government officials or through financial contributions with government officials or through financial contributions
to the institutions charged with maintaining the status quo to the institutions charged with maintaining the status quo
(Schwarz, 1994). (Schwarz, 1994).
Secondly, as some analysts argue, the political reform Secondly, as some analysts argue, the political reform
toward democracy in Indonesia will only be realised if the toward democracy in Indonesia will only be realised if the
initiative comes from the old but powerful and influential initiative comes from the old but powerful and influential
president, Soeharto (Crouch, 1994; Tornquist, 1990). However, president, Soeharto (Crouch, 1994; Tornquist, 1990). However,
it remains doubtful as to whether the president would give up it remains doubtful as to whether the president would give up
after more than thirty years in power. after more than thirty years in power.

Conclusion Conclusion
Corruption is a problem for both developed and developing Corruption is a problem for both developed and developing
countries. In Indonesia, corrupt practices are triggered by; the countries. In Indonesia, corrupt practices are triggered by; the
monopoly functions of the public sector in delivering certain monopoly functions of the public sector in delivering certain
services; poverty and low public sector incomes; traditional services; poverty and low public sector incomes; traditional
values; ignorance; and the form of government. Although some values; ignorance; and the form of government. Although some
strategies to combat corruption have been identified, these are strategies to combat corruption have been identified, these are
unlikely to succeed in Indonesia so long as the government unlikely to succeed in Indonesia so long as the government
remains undemocratic. remains undemocratic.

172 172
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

KINERJA KINERJA

173 173
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

174 174
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kinerja Organisasi Publik: dari Kinerja Organisasi Publik: dari


kuantitas ke kualitas kuantitas ke kualitas

Pengantar Pengantar
Kalau kita tidak mengukur kinerja maka kita tidak Kalau kita tidak mengukur kinerja maka kita tidak
tahu apa yang kita kerjakan (di dalam organisasi) dan kita tidak tahu apa yang kita kerjakan (di dalam organisasi) dan kita tidak
mengerti di mana organisasi sekarang berada (Shand 1997:22; mengerti di mana organisasi sekarang berada (Shand 1997:22;
Scott 1994:15). Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya Scott 1994:15). Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya
mengukur kinerja organisasi termasuk organisasi publik. mengukur kinerja organisasi termasuk organisasi publik.
Namun demikian, pengukuran kinerja organisasi publik sangat Namun demikian, pengukuran kinerja organisasi publik sangat
didominasi oleh kriteria-kriteria kuantitas dan cenderung didominasi oleh kriteria-kriteria kuantitas dan cenderung
mengabaikan indikator-indikator kualitas. Sebagai contoh, mengabaikan indikator-indikator kualitas. Sebagai contoh,
beberapa waktu yang lalu Walikota Makassar memberikan beberapa waktu yang lalu Walikota Makassar memberikan
penghargaan kepada sejumlah kepala dinas, camat dan lurah penghargaan kepada sejumlah kepala dinas, camat dan lurah
dalam lingkup Pemerintah Kota Makassar karena dinilai telah dalam lingkup Pemerintah Kota Makassar karena dinilai telah
berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Keberhasilan berhasil melaksanakan tugasnya dengan baik. Keberhasilan
para kepala dinas, camat dan lurah ini dinilai dari kemampuan para kepala dinas, camat dan lurah ini dinilai dari kemampuan
mereka mencapai atau bahkan melebihi target Pendapatan Asli mereka mencapai atau bahkan melebihi target Pendapatan Asli
Daerah (PAD) dan atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang Daerah (PAD) dan atau Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang
ditetapkan (Fajar, 11/01/2001). Ini merupakan salah satu contoh ditetapkan (Fajar, 11/01/2001). Ini merupakan salah satu contoh
klasik dimana kinerja organisasi publik sampai saat ini masih klasik dimana kinerja organisasi publik sampai saat ini masih
didasarkan pada ukuran-ukuran kuantitas dan melupakan didasarkan pada ukuran-ukuran kuantitas dan melupakan
kualitas. Pada artikel ini selain dipaparkan indikator-indikator kualitas. Pada artikel ini selain dipaparkan indikator-indikator
utama yg dominan digunakan dalam mengukur keberhasilan utama yg dominan digunakan dalam mengukur keberhasilan
suatu organisasi termasuk organisasi pemerintah, juga akan suatu organisasi termasuk organisasi pemerintah, juga akan
dikemukakan secara singkat adanya kecenderungan global dikemukakan secara singkat adanya kecenderungan global

175 175
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

untuk mengukur kinerja organisasi publik dengan indikator- untuk mengukur kinerja organisasi publik dengan indikator-
indikator kualitas. indikator kualitas.

Terminologi dan Pengukuran Terminologi dan Pengukuran


Walaupun konsep mengenai kinerja organisasi dan Walaupun konsep mengenai kinerja organisasi dan
bagaimana mengukurnya merupakan ‘issu utama dalam bagaimana mengukurnya merupakan ‘issu utama dalam
setiap organisasi’ (Scott 1994:15) dan ‘berton-ton kertas sudah setiap organisasi’ (Scott 1994:15) dan ‘berton-ton kertas sudah
dihabiskan untuk menjelaskan konsep ini’ (Haselbekke dan dihabiskan untuk menjelaskan konsep ini’ (Haselbekke dan
Ros 1991:155), konsep itu sendiri masih kontoversial dan Ros 1991:155), konsep itu sendiri masih kontoversial dan
membingungkan yang ditandai oleh tidak konsistennya istilah- membingungkan yang ditandai oleh tidak konsistennya istilah-
istilah yg digunakan dalam menjelaskan konsep mengenai kinerja istilah yg digunakan dalam menjelaskan konsep mengenai kinerja
organisasi. Goodman dan Pennings (1997a:1-2) dan Cambell organisasi. Goodman dan Pennings (1997a:1-2) dan Cambell
(1977:14) misalnya menggunakan istilah kinerja organisasi (1977:14) misalnya menggunakan istilah kinerja organisasi
dan efektivitas secara bersamaan. Mark (1981:73) memasukkan dan efektivitas secara bersamaan. Mark (1981:73) memasukkan
efektivitas dan kinerja ke dalam definisi produktifitas, sedangkan efektivitas dan kinerja ke dalam definisi produktifitas, sedangkan
Hannan dan Freeman (1977:115) mengatakan bahwa kinerja Hannan dan Freeman (1977:115) mengatakan bahwa kinerja
organisasi selalu berhubungan dengan output. Sebaliknya, organisasi selalu berhubungan dengan output. Sebaliknya,
menurut Quinn (1978:42), ‘produktifitaslah sebenarnya yg menurut Quinn (1978:42), ‘produktifitaslah sebenarnya yg
disebut sebagai kinerja organisasi’ walaupun Hatry (1978:28) disebut sebagai kinerja organisasi’ walaupun Hatry (1978:28)
menyatakan bahwa produktifitas tidak hanya efektifitas tetapi menyatakan bahwa produktifitas tidak hanya efektifitas tetapi
juga efisiensi. Singkatnya, McGowan (1984:31) menyatakan juga efisiensi. Singkatnya, McGowan (1984:31) menyatakan
bahwa ketika berbicara tentang kinerja organisasi orang sering bahwa ketika berbicara tentang kinerja organisasi orang sering
berada pada gelombang yang berbeda. Mereka menggunakan berada pada gelombang yang berbeda. Mereka menggunakan
kata effisiensi padahal yang dimaksudkan adalah efektivitas kata effisiensi padahal yang dimaksudkan adalah efektivitas
atau kualitas atau produktivitas. Oleh karena itu, perlu untuk atau kualitas atau produktivitas. Oleh karena itu, perlu untuk
mejelaskan secara singkat beberapa isitilah yg umumnya berasal mejelaskan secara singkat beberapa isitilah yg umumnya berasal
dari model produksi, suatu model yang paling sering digunakan dari model produksi, suatu model yang paling sering digunakan
dalam wacana mengenai kinerja organisasi. dalam wacana mengenai kinerja organisasi.

176 176
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Gambar 1. Model Produksi dari Kinerja Organisasi Gambar 1. Model Produksi dari Kinerja Organisasi

INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME INPUT PROSES OUTPUT OUTCOME

EFISIENSI EFEKTIVITAS EFISIENSI EFEKTIVITAS

Sumber: Boyle, R., 1989. Managing Public Sector Performance: a Sumber: Boyle, R., 1989. Managing Public Sector Performance: a
comparative study of performance monitoring systems in the public and comparative study of performance monitoring systems in the public and
private sectors, Institute of Public Administration, Dublin:17. private sectors, Institute of Public Administration, Dublin:17.

Efisiensi, Efektivitas dan Ekonomis Efisiensi, Efektivitas dan Ekonomis


Efisiensi dan efektivitas bisa dikatakan sebagai dua istilah Efisiensi dan efektivitas bisa dikatakan sebagai dua istilah
yang paling populer dalam wacana kinerja organisasi walaupun yang paling populer dalam wacana kinerja organisasi walaupun
kedua istilah ini seringkali digunakan secara tidak tepat kedua istilah ini seringkali digunakan secara tidak tepat
(Mulreany 1991:7). Secara umum efisiensi didefinisikan dan (Mulreany 1991:7). Secara umum efisiensi didefinisikan dan
diukur dari rasio input dan output atau rasio di mana input diubah diukur dari rasio input dan output atau rasio di mana input diubah
menjadi output (lihat misalnya Gleason and Barnum 1982:380; menjadi output (lihat misalnya Gleason and Barnum 1982:380;
Boyle 1989:19; Mulreany 1991:8; Carter, Klein and Day 1992:37). Boyle 1989:19; Mulreany 1991:8; Carter, Klein and Day 1992:37).
Berdasarkan definisi ini, organisasi yang efisien bisa dicapai Berdasarkan definisi ini, organisasi yang efisien bisa dicapai
dengan meminimalkan input dan mempertahankan output dengan meminimalkan input dan mempertahankan output
atau dengan mempertahankan input tetapi memaksimalkan atau dengan mempertahankan input tetapi memaksimalkan
output atau secara bersamaan meminimalkan input dan output atau secara bersamaan meminimalkan input dan
memaksimalkan output. Namun, banyak yang berpendapat memaksimalkan output. Namun, banyak yang berpendapat
bahwa penggunaan istilah effisiensi umumnya hanya dilihat satu bahwa penggunaan istilah effisiensi umumnya hanya dilihat satu
sisi yaitu dalam arti meminimal input atau mengurangi biaya sisi yaitu dalam arti meminimal input atau mengurangi biaya
untuk menghasilkan sejumlah tertentu output (efisiensi input). untuk menghasilkan sejumlah tertentu output (efisiensi input).
Istilah efisiensi jarang digunakan dalam arti memaksimalkan Istilah efisiensi jarang digunakan dalam arti memaksimalkan
output atau meningkatkan pelayanan dengan menggunakan output atau meningkatkan pelayanan dengan menggunakan

177 177
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

sejumlah tertentu input (efisiensi ouput) (McGowan 1984:19; sejumlah tertentu input (efisiensi ouput) (McGowan 1984:19;
Boyle 1989:19; Carter, Klein and Day 1992:38). Boyle 1989:19; Carter, Klein and Day 1992:38).
Berbeda dengan efisiensi, defenisi efektivitas lebih Berbeda dengan efisiensi, defenisi efektivitas lebih
problematik dan membingungkan. Menurut Cameron problematik dan membingungkan. Menurut Cameron
(1981:4-5) ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk (1981:4-5) ada empat pendekatan yang dapat digunakan untuk
mendefinisikan dan mengukur efektivitas organisasi. Pertama, mendefinisikan dan mengukur efektivitas organisasi. Pertama,
efektifitas dapat diukur dari sejauh mana sebuah organisasi efektifitas dapat diukur dari sejauh mana sebuah organisasi
mencapai tujuannya. Pendekatan yang disebut dengan Goal mencapai tujuannya. Pendekatan yang disebut dengan Goal
Model ini mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan organisasi Model ini mengasumsikan bahwa tujuan-tujuan organisasi
didefinisikan secara jelas dan dapat diukur. Oleh karena itu, didefinisikan secara jelas dan dapat diukur. Oleh karena itu,
semakin banyak tujuan organisasi dapat dicapai, semakin semakin banyak tujuan organisasi dapat dicapai, semakin
efektiflah organisasi tersebut. Namun demikian, tidak semua efektiflah organisasi tersebut. Namun demikian, tidak semua
tujuan organisasi dapat dinyatakan secara jelas dan terukur tujuan organisasi dapat dinyatakan secara jelas dan terukur
dan oleh karena itu pencapaian tujuan dianggap tidak relevan dan oleh karena itu pencapaian tujuan dianggap tidak relevan
untuk mengukur efektivitas organisasi dan oleh karena itulah untuk mengukur efektivitas organisasi dan oleh karena itulah
Cameron (1981) mengusulkan pendekatan kedua yang disebut Cameron (1981) mengusulkan pendekatan kedua yang disebut
System-Resource Model. Menurut model ini, suatu organisasi System-Resource Model. Menurut model ini, suatu organisasi
dapat dikatakan efektif kalau organisasi tersebut mampu dapat dikatakan efektif kalau organisasi tersebut mampu
memperoleh semua sumber daya yang dibutuhkan untuk memperoleh semua sumber daya yang dibutuhkan untuk
menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Semakin banyak menjaga kelangsungan organisasi tersebut. Semakin banyak
sumber daya yang dapat dikumpulkan oleh sebuah organisasi sumber daya yang dapat dikumpulkan oleh sebuah organisasi
dari lingkungannya, semakin efektiflah organisasi tersebut. dari lingkungannya, semakin efektiflah organisasi tersebut.
Dengan kata lain, kalau Goal Model menekankan pada output, Dengan kata lain, kalau Goal Model menekankan pada output,
System-Resource Model mengutamakan input. System-Resource Model mengutamakan input.
Pendekatan ketiga untuk mengukur efektifitas organisasi Pendekatan ketiga untuk mengukur efektifitas organisasi
disebut Internal Process Model yang menekankan pada proses disebut Internal Process Model yang menekankan pada proses
dan mekanisme kerja dalam organisasi. Menurut model ini dan mekanisme kerja dalam organisasi. Menurut model ini
sebuah organisasi dapat dikatakan efektif apabila proses dan sebuah organisasi dapat dikatakan efektif apabila proses dan
mekanisme kerja di dalam organisasi tersebut berlangsung mekanisme kerja di dalam organisasi tersebut berlangsung
damai. Hal ini ditandai dengan adanya rasa saling percaya damai. Hal ini ditandai dengan adanya rasa saling percaya
di antara pegawai dan mulusnya arus informasi horisontal di antara pegawai dan mulusnya arus informasi horisontal

178 178
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dan vertikal di dalam organisasi. Pendekatan tekahir dalam dan vertikal di dalam organisasi. Pendekatan tekahir dalam
mengukur efektivitas organisasi disebut oleh Cameron (1981) mengukur efektivitas organisasi disebut oleh Cameron (1981)
sebagai Strategic-Constituencies Model. Efektifitas suatu sebagai Strategic-Constituencies Model. Efektifitas suatu
organisasi menurut model ini diukur dari sejauh mana organisasi organisasi menurut model ini diukur dari sejauh mana organisasi
tersebut dapat memuaskan stakeholder-nya. Stakeholder ini tersebut dapat memuaskan stakeholder-nya. Stakeholder ini
terdiri dari orang-orang yang menyediakan input bagi organisasi terdiri dari orang-orang yang menyediakan input bagi organisasi
atau mereka yang menggunakan output yang dihasilkan oleh atau mereka yang menggunakan output yang dihasilkan oleh
organisasi atau siapa saja yang memiliki kontak atau dipengaruhi organisasi atau siapa saja yang memiliki kontak atau dipengaruhi
oleh organisasi atau individu-individu yang perannya sangat oleh organisasi atau individu-individu yang perannya sangat
penting bagi kelangsungan hidup organisasi. penting bagi kelangsungan hidup organisasi.
Ekonomis (economy) adalah salah satu istilah yang Ekonomis (economy) adalah salah satu istilah yang
sering juga ditemui dalam wacana kinerja organisasi, sering juga ditemui dalam wacana kinerja organisasi,
walaupun penggunaannya tidak seluas efisiensi dan efektivitas. walaupun penggunaannya tidak seluas efisiensi dan efektivitas.
Kemp (1991:180) dan Mulreany (1991:19) mendefinisikan Kemp (1991:180) dan Mulreany (1991:19) mendefinisikan
ekonomis dengan sederhana, yaitu pengadaan atau pembelian ekonomis dengan sederhana, yaitu pengadaan atau pembelian
input organisasi semurah mungkin. Jackson dan Palmer input organisasi semurah mungkin. Jackson dan Palmer
(1988:32) mengatakan bahwa ekonomis dapat diukur (1988:32) mengatakan bahwa ekonomis dapat diukur
dengan membandingkan biaya input aktual dengan biaya dengan membandingkan biaya input aktual dengan biaya
input yang diperkirakan sebelumnya sedangkan Flyn dkk. input yang diperkirakan sebelumnya sedangkan Flyn dkk.
(1988:38) menyatakan bahwa eknomis dapat dicapai dengan (1988:38) menyatakan bahwa eknomis dapat dicapai dengan
meminimalkan penggunaan sumber daya. Defenisi ekonomis meminimalkan penggunaan sumber daya. Defenisi ekonomis
yang lebih komprehensif adalah mendapatkan atau membeli yang lebih komprehensif adalah mendapatkan atau membeli
jasa yang sesuai dengan tingkat kualitas tertentu yang jasa yang sesuai dengan tingkat kualitas tertentu yang
diinginkan dengan harga serendah mungkin (Carter dkk diinginkan dengan harga serendah mungkin (Carter dkk
1992:37). Perpaduan optimal antara ekonomis, efisiensi dan 1992:37). Perpaduan optimal antara ekonomis, efisiensi dan
efektivitas inilah yang dikenal dengan istilah value for money efektivitas inilah yang dikenal dengan istilah value for money
(Boyle 1989:20). (Boyle 1989:20).

Input, Proses, Output dan Outcome Input, Proses, Output dan Outcome
Apakah kinerja organisasi diukur berdasarkan efisiensi, Apakah kinerja organisasi diukur berdasarkan efisiensi,
efektivitas atau produktivitas, penggunaan terminologi seperti efektivitas atau produktivitas, penggunaan terminologi seperti

179 179
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

input, proses, ouput dan outcome tidak bisa dihindari. Oleh input, proses, ouput dan outcome tidak bisa dihindari. Oleh
karena itu istilah-istilah ini juga akan dijelaskan secara singkat. karena itu istilah-istilah ini juga akan dijelaskan secara singkat.
Input organisasi adalah semua sumber daya yang dibutuhkan Input organisasi adalah semua sumber daya yang dibutuhkan
agar organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Input ini agar organisasi dapat menghasilkan barang atau jasa. Input ini
dapat berupa tenaga kerja, gedung dan peralatan (Downs and dapat berupa tenaga kerja, gedung dan peralatan (Downs and
Larkey 1986:6; Boyle 1989:18; Carter, Klein and Day 1992:36). Larkey 1986:6; Boyle 1989:18; Carter, Klein and Day 1992:36).
Proses diartikan bagaimana suatu organisasi melakukan Proses diartikan bagaimana suatu organisasi melakukan
kegiatan-kegiatannya, menghasilkan dan mendistribusikan kegiatan-kegiatannya, menghasilkan dan mendistribusikan
barang dan jasa yg diproduksi yang dapat juga diukur dengan barang dan jasa yg diproduksi yang dapat juga diukur dengan
istilah kualitas (Boyle 1989:18; Carter, Klein and Day 1992:36). istilah kualitas (Boyle 1989:18; Carter, Klein and Day 1992:36).
Output adalah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu Output adalah barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu
organisasi yang dapat dibedakan menjadi output antara dan organisasi yang dapat dibedakan menjadi output antara dan
output akhir (Downs and Larkey 1986:6; Boyle 1989:18; Carter, output akhir (Downs and Larkey 1986:6; Boyle 1989:18; Carter,
Klein and Day 1992:36). Output antara adalah kapasitas suatu Klein and Day 1992:36). Output antara adalah kapasitas suatu
organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa sedangkan organisasi untuk menghasilkan barang dan jasa sedangkan
output akhir adalah barang dan jasa aktual yang mampu output akhir adalah barang dan jasa aktual yang mampu
dihasilkan oleh organisasi tersebut. Jumlah tempat duduk dihasilkan oleh organisasi tersebut. Jumlah tempat duduk
di suatu pesawat terbang atau kereta api misalnya dapat di suatu pesawat terbang atau kereta api misalnya dapat
dikatakan sebagai output antara sedangkan jumlah penumpang dikatakan sebagai output antara sedangkan jumlah penumpang
sebenarnya yang diangkut oleh pesawat dan kereta api tersebut sebenarnya yang diangkut oleh pesawat dan kereta api tersebut
adalah output akhir (Boyle 1989:18). adalah output akhir (Boyle 1989:18).
Outcome atau dampak atau impak atau konsekwensi Outcome atau dampak atau impak atau konsekwensi
sosial adalah akibat atau hasil akhir dari barang dan jasa yang sosial adalah akibat atau hasil akhir dari barang dan jasa yang
dihasilkan oleh suatu organisasi terhadap masyarakat dan dihasilkan oleh suatu organisasi terhadap masyarakat dan
lingkungannya secara menyeluruh (Arvidsson 1986:629; Levitt lingkungannya secara menyeluruh (Arvidsson 1986:629; Levitt
and Joyce 1987:41; Flynn dkk. 1988:36; Haselbekke and Ros and Joyce 1987:41; Flynn dkk. 1988:36; Haselbekke and Ros
1991:156). Hasil akhir dari pelayanan kesehatan, pendidikan 1991:156). Hasil akhir dari pelayanan kesehatan, pendidikan
dan keamanan oleh polisi misalnya secara berturut-turut adalah dan keamanan oleh polisi misalnya secara berturut-turut adalah
masyarakat yang lebih sehat dan lebih berpengetahuan dan masyarakat yang lebih sehat dan lebih berpengetahuan dan
lingkungan yang aman. Namun demikian, seringkali juga terjadi lingkungan yang aman. Namun demikian, seringkali juga terjadi
ketidaksepakatan dalam menentukan output dan outcome ketidaksepakatan dalam menentukan output dan outcome

180 180
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dari suatu organisasi. Sebagai contoh, Carter dkk (1992:37) dari suatu organisasi. Sebagai contoh, Carter dkk (1992:37)
menganggap hasil ujian sebagai output dan masyarakat yang menganggap hasil ujian sebagai output dan masyarakat yang
lebih terdidik sebagai outcome dari pelayanan pendidikan oleh lebih terdidik sebagai outcome dari pelayanan pendidikan oleh
sekolah sedangkan Levitt dan Joyce (1987) menilai hasil ujian sekolah sedangkan Levitt dan Joyce (1987) menilai hasil ujian
sebagai outcome. sebagai outcome.

Kinerja Organisasi Publik: Menuju Kualitas Pelayanan Kinerja Organisasi Publik: Menuju Kualitas Pelayanan
Selain kontroversi terminologi ada kekhawatiran bahwa Selain kontroversi terminologi ada kekhawatiran bahwa
pengukuran kinerja organisasi yang terlalu memfokuskan pengukuran kinerja organisasi yang terlalu memfokuskan
pada aspek kuantitas seperti efisiensi dan efektivitas dapat pada aspek kuantitas seperti efisiensi dan efektivitas dapat
berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan (Brudney and berdampak negatif terhadap kualitas pelayanan (Brudney and
Morgan 1988:63-4; Boyle 1989:21; Mulreany 1991:23; Carter, Morgan 1988:63-4; Boyle 1989:21; Mulreany 1991:23; Carter,
Klein and Day 1992:40). Oleh karena itu semakin hari semakin Klein and Day 1992:40). Oleh karena itu semakin hari semakin
banyak argumen yang menghendaki agar pengukuran kinerja banyak argumen yang menghendaki agar pengukuran kinerja
organisasi publik juga dilengkapi dengan ukuran-ukuran organisasi publik juga dilengkapi dengan ukuran-ukuran
kualitas pelayanan yang dapat berupa tingkat kepuasan penerima kualitas pelayanan yang dapat berupa tingkat kepuasan penerima
jasa, apakah mereka itu disebut pelanggan atau klien atau warga jasa, apakah mereka itu disebut pelanggan atau klien atau warga
negara (lihat misalnya Donnelly dkk. 1995; Navaratnam and negara (lihat misalnya Donnelly dkk. 1995; Navaratnam and
Harris 1995; Nash 1996; Chiu 1997; Claver dkk. 1999; Donnelly Harris 1995; Nash 1996; Chiu 1997; Claver dkk. 1999; Donnelly
1999; Kloot 1999). Hal ini sejalan dengan pendapat Peters 1999; Kloot 1999). Hal ini sejalan dengan pendapat Peters
(1998) yang menyatakan bahwa administrasi publik di tahun (1998) yang menyatakan bahwa administrasi publik di tahun
2000 adalah administrasi yang melayani kliennya. Hal ini terjadi 2000 adalah administrasi yang melayani kliennya. Hal ini terjadi
karena semakin tingginya tuntutan masyarakat agar pemerintah karena semakin tingginya tuntutan masyarakat agar pemerintah
memberikan pelayanan yang berkualitas dan memperhatikan memberikan pelayanan yang berkualitas dan memperhatikan
dengan sungguh-sungguh keinginan-keinginan dari masyarakat dengan sungguh-sungguh keinginan-keinginan dari masyarakat
yang dilayani. Oleh karena itu tuntutan, keinginan dan kritikan yang dilayani. Oleh karena itu tuntutan, keinginan dan kritikan
dari masyarakat agar tidak ditanggapi secara negatif tetapi harus dari masyarakat agar tidak ditanggapi secara negatif tetapi harus
dilihat sebagai masukan yang dapat membantu setiap organisasi dilihat sebagai masukan yang dapat membantu setiap organisasi
pemerintah dalam memahami kebutuhan masyarakat, dalam pemerintah dalam memahami kebutuhan masyarakat, dalam
mengembangkan, mengkomunikasikan dan mendistribusikan mengembangkan, mengkomunikasikan dan mendistribusikan
pelayanan publik, serta dalam menilai tingkat kepuasan pelayanan publik, serta dalam menilai tingkat kepuasan

181 181
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang diterima masyarakat terhadap kualitas pelayanan publik yang diterima
(Rosentraub, Harlow and Thompson 1979:302; Winkler 1987; (Rosentraub, Harlow and Thompson 1979:302; Winkler 1987;
Palfrey dkk. 1992; Thomas and Palfrey 1996; Girishankar 1998). Palfrey dkk. 1992; Thomas and Palfrey 1996; Girishankar 1998).

Konsep Tentang Kualitas Konsep Tentang Kualitas


Walaupun desakan agar pengukuran kinerja organisasi Walaupun desakan agar pengukuran kinerja organisasi
publik juga menggunakan indikator-indikator seperti kualitas publik juga menggunakan indikator-indikator seperti kualitas
pelayanan, konsep tentang kualitas itu sendiri tidak mudah pelayanan, konsep tentang kualitas itu sendiri tidak mudah
untuk didefinisikan karena konsep ini sulit untuk dikuantifikasi, untuk didefinisikan karena konsep ini sulit untuk dikuantifikasi,
elusif dan tidak bebas nilai. Selain itu pemahaman tentang elusif dan tidak bebas nilai. Selain itu pemahaman tentang
kualitas juga berubah setiap waktu. Secara tradisional misalnya kualitas juga berubah setiap waktu. Secara tradisional misalnya
barang dan jasa berkualitas diartikan sebagai barang dan jasa barang dan jasa berkualitas diartikan sebagai barang dan jasa
eksklusif yang bisa memberikan rasa bangga bagi pemilik atau eksklusif yang bisa memberikan rasa bangga bagi pemilik atau
penerimanya. Pengertian ini sama seperti persepsi kebanyakan penerimanya. Pengertian ini sama seperti persepsi kebanyakan
orang tentang Universitas Oxford atau Cambridge atau memiliki orang tentang Universitas Oxford atau Cambridge atau memiliki
mobil Rolls Royce (Green 1994:13). mobil Rolls Royce (Green 1994:13).
Konsep tentang kualitas juga sering dihubungkan dengan Konsep tentang kualitas juga sering dihubungkan dengan
pengertian yang umumnya berlaku pada industri manufaktur di pengertian yang umumnya berlaku pada industri manufaktur di
mana kualitas diartikan sebagai menyediakan barang atau jasa mana kualitas diartikan sebagai menyediakan barang atau jasa
yang bebas-cacat. Atau, kualitas dihubungkan dengan barang yang bebas-cacat. Atau, kualitas dihubungkan dengan barang
atau jasa yang memenuhi spesifikasi atau standar yang telah atau jasa yang memenuhi spesifikasi atau standar yang telah
ditetapkan (Crosby 1984:59; Boyle 1989:21; Nightingale and ditetapkan (Crosby 1984:59; Boyle 1989:21; Nightingale and
O’Neil 1994:8; Gaster 1995:38; Tjiptono and Diana 1995:25). O’Neil 1994:8; Gaster 1995:38; Tjiptono and Diana 1995:25).
Menurut Green (1994:13) penetapan standar-standar pelayanan Menurut Green (1994:13) penetapan standar-standar pelayanan
yang banyak ditemui saat ini pada organisasi-organisasi yang banyak ditemui saat ini pada organisasi-organisasi
publik untuk meningkatkan akuntabilitas dan daya tanggap publik untuk meningkatkan akuntabilitas dan daya tanggap
banyak dipengaruhi oleh defenisi kualitas seperti ini. Dengan banyak dipengaruhi oleh defenisi kualitas seperti ini. Dengan
defenisi seperti ini, standar-standar yang berbeda untuk setiap defenisi seperti ini, standar-standar yang berbeda untuk setiap
organisasi yang berbeda dapat dibuat. Barang atau jasa yang organisasi yang berbeda dapat dibuat. Barang atau jasa yang
tidak memenuhi standar-standar tersebut dapat dikategorikan tidak memenuhi standar-standar tersebut dapat dikategorikan
sebagai tidak berkualitas. sebagai tidak berkualitas.

182 182
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Konsep tantang kualitas hanya akan bermakna apabila Konsep tantang kualitas hanya akan bermakna apabila
dihubungkan dengan manfaat atau kegunaan dari suatu barang dihubungkan dengan manfaat atau kegunaan dari suatu barang
atau jasa. Oleh karena itu kualitas juga kadang diartikan sebagai atau jasa. Oleh karena itu kualitas juga kadang diartikan sebagai
kesesuaian dengan tujuan atau manfaat dari barang dan jasa kesesuaian dengan tujuan atau manfaat dari barang dan jasa
tersebut (Juran 1989:15; Nightingale and O’Neil 1994:9; Gaster tersebut (Juran 1989:15; Nightingale and O’Neil 1994:9; Gaster
1995:38). Defenisi kualitas ini menurut Green (1994:15) paling 1995:38). Defenisi kualitas ini menurut Green (1994:15) paling
banyak dianut oleh para pengambil keputusan dan praktisi banyak dianut oleh para pengambil keputusan dan praktisi
kebijakan publik. Alasannya adalah apabila tujuan dari suatu kebijakan publik. Alasannya adalah apabila tujuan dari suatu
organisasi publik sudah dinyatakan, kualitas organisasi publik organisasi publik sudah dinyatakan, kualitas organisasi publik
tersebut dapat dengan mudah diukur dengan melihat apakah tersebut dapat dengan mudah diukur dengan melihat apakah
barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan tujuan atau barang dan jasa yang dihasilkan sesuai dengan tujuan atau
manfaat yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut. Terakhir, manfaat yang ingin dicapai oleh organisasi tersebut. Terakhir,
konsep tentang kualitas yang mungkin paling populer saat ini konsep tentang kualitas yang mungkin paling populer saat ini
adalah barang dan jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan adalah barang dan jasa yang memenuhi atau melebihi kebutuhan
dan harapan pelanggan dan oleh karena itu harus ditentukan dan harapan pelanggan dan oleh karena itu harus ditentukan
oleh pelanggan. oleh pelanggan.

Mengukur Kualitas Pelayanan Mengukur Kualitas Pelayanan


Sejalan dengan definisi terakhir tentang kualitas yang Sejalan dengan definisi terakhir tentang kualitas yang
dikemukakan sebelumnya, Donelly dkk. (1995:16) beranggapan dikemukakan sebelumnya, Donelly dkk. (1995:16) beranggapan
bahwa pendekatan yang paling nyata untuk mengukur bahwa pendekatan yang paling nyata untuk mengukur
kualitas pelayanan adalah dengan menanyai pelanggan karena kualitas pelayanan adalah dengan menanyai pelanggan karena
bagaimanapun juga pelangganlah yang paling tahu bagaimana bagaimanapun juga pelangganlah yang paling tahu bagaimana
kualitas pelayanan yang mereka terima. Oleh karena itu tidaklah kualitas pelayanan yang mereka terima. Oleh karena itu tidaklah
mengherankan kalau survey kepuasan pelanggan semakin hari mengherankan kalau survey kepuasan pelanggan semakin hari
semakin populer dilakukan bukan hanya oleh organisasi swasta semakin populer dilakukan bukan hanya oleh organisasi swasta
tetapi juga oleh organisasi publik khususnya di negara-negara tetapi juga oleh organisasi publik khususnya di negara-negara
maju. Hasil dari survey kepuasan pelanggan atau masyarakat maju. Hasil dari survey kepuasan pelanggan atau masyarakat
ini dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menentukan ini dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menentukan
keberhasilan suatu organisasi publik. Di Indonesia sayangnya, keberhasilan suatu organisasi publik. Di Indonesia sayangnya,
survey untuk melihat bagaimana tingkat kepuasan masyarakat survey untuk melihat bagaimana tingkat kepuasan masyarakat

183 183
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

terhadap pelayanan yang diberikan masih sangat jarang terhadap pelayanan yang diberikan masih sangat jarang
dilakukan oleh organisasi publik. dilakukan oleh organisasi publik.
Walaupun survey kepuasan pelanggan sudah menjadi hal Walaupun survey kepuasan pelanggan sudah menjadi hal
yang lumrah di berbagai negara maju, instrumen survey yang yang lumrah di berbagai negara maju, instrumen survey yang
digunakan umumnya hanya mengukur persepsi masyarakat digunakan umumnya hanya mengukur persepsi masyarakat
terhadap kualitas pelayanan yang mereka terima. Instrumen terhadap kualitas pelayanan yang mereka terima. Instrumen
survey tersebut tidak memberikan kesempatan kepada survey tersebut tidak memberikan kesempatan kepada
masyarakat untuk mengekspresikan kualitas pelayanan yang masyarakat untuk mengekspresikan kualitas pelayanan yang
mereka harapkan (Churchill and Suprenant 1982; Woodruff, mereka harapkan (Churchill and Suprenant 1982; Woodruff,
Cadotte and Jenkins 1983; Bolton and Drew 1991). Oleh karena Cadotte and Jenkins 1983; Bolton and Drew 1991). Oleh karena
kualitas pelayanan itu ditentukan oleh dua variabel yaitu persepsi kualitas pelayanan itu ditentukan oleh dua variabel yaitu persepsi
terhadap kualitas pelayanan yang sebenarnya diterima (perceived terhadap kualitas pelayanan yang sebenarnya diterima (perceived
service) dan harapan terhadap kualitas pelayanan (expected service) dan harapan terhadap kualitas pelayanan (expected
service) (Gronroos 1984), maka setiap instrumen survey service) (Gronroos 1984), maka setiap instrumen survey
kepuasan pelanggan seharusnya mengukur kedua variabel ini. kepuasan pelanggan seharusnya mengukur kedua variabel ini.
Perbedaan atau gap antara kualitas pelayanan yang diharapkan Perbedaan atau gap antara kualitas pelayanan yang diharapkan
dengan kualitas pelayanan yang sesungguhnya diterima itulah dengan kualitas pelayanan yang sesungguhnya diterima itulah
yang menentukan kualias pelayanan suatu organisasi publik. yang menentukan kualias pelayanan suatu organisasi publik.
Gap yang besar diantara dua variabel menunjukkan rendahnya Gap yang besar diantara dua variabel menunjukkan rendahnya
kualitas pelayanan sedangkan gap yang kecil menggambarkan kualitas pelayanan sedangkan gap yang kecil menggambarkan
tingginya kualitas pelayanan suatu organisasi publik. tingginya kualitas pelayanan suatu organisasi publik.
Dengan mengukur kedua variabel yang disebutkan Dengan mengukur kedua variabel yang disebutkan
tadi, ada beberapa manfaat lain yang bisa diterima oleh suatu tadi, ada beberapa manfaat lain yang bisa diterima oleh suatu
organisasi publik. Pertama, dengan mengetahui harapan organisasi publik. Pertama, dengan mengetahui harapan
masyarakat para pengambil keputusan dan manajer dalam masyarakat para pengambil keputusan dan manajer dalam
organisasi memahami tidak hanya kualitas pelayanan yang organisasi memahami tidak hanya kualitas pelayanan yang
sudah diberikan oleh organisasinya tetapi juga dapat mengetahui sudah diberikan oleh organisasinya tetapi juga dapat mengetahui
apakah kualitas pelayanan tersebut sudah sesuai dengan harapan apakah kualitas pelayanan tersebut sudah sesuai dengan harapan
masyarakat atau belum. Kedua, dengan mengetahui harapan masyarakat atau belum. Kedua, dengan mengetahui harapan
masyarakat dapat juga diketahui apakah karakteristik pelayanan masyarakat dapat juga diketahui apakah karakteristik pelayanan
yang dianggap penting oleh suatu organisasi pemerintah sama yang dianggap penting oleh suatu organisasi pemerintah sama

184 184
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dengan karakteristik pelayanan yang dianggap penting oleh dengan karakteristik pelayanan yang dianggap penting oleh
masyarakat. Sebagai contoh, apakah masyarakat cukup puas masyarakat. Sebagai contoh, apakah masyarakat cukup puas
dengan pelayanan yang lamban asalkan biayanya murah atau dengan pelayanan yang lamban asalkan biayanya murah atau
masyarakat sebenarnya tidak keberatan membayar lebih mahal masyarakat sebenarnya tidak keberatan membayar lebih mahal
asalkan pelayanan yang diterima cepat dan tepat. Dengan kata asalkan pelayanan yang diterima cepat dan tepat. Dengan kata
lain informasi mengenai harapan masyarakat dapat membantu lain informasi mengenai harapan masyarakat dapat membantu
pengambil keputusan untuk meningkatkan kualitas pelayanan pengambil keputusan untuk meningkatkan kualitas pelayanan
sesuai bahkan melebihi harapan masyarakat. sesuai bahkan melebihi harapan masyarakat.

Penutup Penutup
Kinerja organisasi publik di negara kita sampai Kinerja organisasi publik di negara kita sampai
saat masih didominasi oleh ukuran-ukuran kuantitas dan saat masih didominasi oleh ukuran-ukuran kuantitas dan
cenderung melupakan indikator-indikator kualitas. Seiring cenderung melupakan indikator-indikator kualitas. Seiring
dengan tingkat demokratisasi yang semakin tinggi yang dengan tingkat demokratisasi yang semakin tinggi yang
ditandai dengan semakin gencarnya tuntutan masyarakat agar ditandai dengan semakin gencarnya tuntutan masyarakat agar
pemerintahan semakin peduli pada tuntutan masyarakatnya pemerintahan semakin peduli pada tuntutan masyarakatnya
yang menginginkan pelayanan yang berkualitas maka kriteria yang menginginkan pelayanan yang berkualitas maka kriteria
kualitas sudah seharusnya menjadi salah satu indikator dalam kualitas sudah seharusnya menjadi salah satu indikator dalam
mengukur keberhasilan suatu organisasi publik. Salah satu mengukur keberhasilan suatu organisasi publik. Salah satu
intrumen yang dapat dilakukan untuk memenuhi tuntutan intrumen yang dapat dilakukan untuk memenuhi tuntutan
masyarakat tersebut adalah dengan melakukan survey kepuasan masyarakat tersebut adalah dengan melakukan survey kepuasan
pelanggan yang akan mengukur tidak hanya kualitas pelayanan pelanggan yang akan mengukur tidak hanya kualitas pelayanan
yang sudah diterima tetapi juga kualitas pelayanan yang yang sudah diterima tetapi juga kualitas pelayanan yang
diharapkan oleh masyarakat. diharapkan oleh masyarakat.

185 185
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

INSTITUTIONAL CAPACITY: INSTITUTIONAL CAPACITY:


AN ANALYTICAL FRAMEWOR AN ANALYTICAL FRAMEWOR

The many functions of the public sector or government The many functions of the public sector or government
can broadly be grouped into three broad categories; that is, can broadly be grouped into three broad categories; that is,
policy-making, service delivery, and oversight and accountability policy-making, service delivery, and oversight and accountability
(World Bank 2000:xii). Most of these functions are performed (World Bank 2000:xii). Most of these functions are performed
by various public sector institutions and, in order to successfully by various public sector institutions and, in order to successfully
perform these tasks, public sector institutions have to have perform these tasks, public sector institutions have to have
a relatively high level of capacity. In the early introduction of a relatively high level of capacity. In the early introduction of
institutional development programs (institutional building and institutional development programs (institutional building and
institutional strengthening periods) public institutions and institutional strengthening periods) public institutions and
their capacity were approached and analysed by looking at the their capacity were approached and analysed by looking at the
individual organisation and not at the broader environment individual organisation and not at the broader environment
or sector. However, it is argued in this article than since the or sector. However, it is argued in this article than since the
early 1980s the institutional capacity and analysis has been early 1980s the institutional capacity and analysis has been
undertaken from a more comprehensive or systemic perspective undertaken from a more comprehensive or systemic perspective
(Morgan 1999). (Morgan 1999).
For example, the UNDP applies a three-level conceptual For example, the UNDP applies a three-level conceptual
approach to analyse and assess the capacity of public institutions approach to analyse and assess the capacity of public institutions
in a systemic manner. As shown in Figure 2.1, the three levels in in a systemic manner. As shown in Figure 2.1, the three levels in
this approach, which can also be used to analyse factors that may this approach, which can also be used to analyse factors that may
hinder the capacity of government institutions, are the system, hinder the capacity of government institutions, are the system,
the entity, and the individual levels. In the UNDP approach, the entity, and the individual levels. In the UNDP approach,
capacity issues should be analysed at these different levels, and capacity issues should be analysed at these different levels, and
programs focusing on institutional or capacity development in programs focusing on institutional or capacity development in
developing countries should recognise and take into account the developing countries should recognise and take into account the

186 186
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

inter-play and inter-connectedness of factors within these three inter-play and inter-connectedness of factors within these three
levels (UNDP 1997; UNDP 1998). levels (UNDP 1997; UNDP 1998).

Figure 2.1 A three-level approach to institutional capacity Figure 2.1 A three-level approach to institutional capacity

Level 1 Level 1

Level 2 Level 2

Level 3 Level 3

Individual Individual

Entity Entity

System System

Source: UNDP, 1997. Capacity Development, Technical Advisory Paper Source: UNDP, 1997. Capacity Development, Technical Advisory Paper
2, UNDP, New York: 25 2, UNDP, New York: 25

The individual level refers to the skills and competencies The individual level refers to the skills and competencies
of staff available in each individual institution and the work ethic of staff available in each individual institution and the work ethic
that the staff embrace in performing their functions efficiently that the staff embrace in performing their functions efficiently
and effectively within the entity or within a broader context. The and effectively within the entity or within a broader context. The
entity or organisation level relates to an organisation’s structures entity or organisation level relates to an organisation’s structures
and working mechanisms, its working culture, and its resources. and working mechanisms, its working culture, and its resources.
However, the organisational capacity is likewise influenced by However, the organisational capacity is likewise influenced by
external factors in the wider institutional environment such as external factors in the wider institutional environment such as
political, economic and cultural factors. Lastly, the system level political, economic and cultural factors. Lastly, the system level
refers to the national and regional regulatory framework, and refers to the national and regional regulatory framework, and

187 187
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

policies that manage the institutions, and how these institutions policies that manage the institutions, and how these institutions
inter-relate, interact and depend on each other. Although it is inter-relate, interact and depend on each other. Although it is
the most complex level in the UNDP approach to analysing the most complex level in the UNDP approach to analysing
capacity, the question of capacity has shifted from the entity/ capacity, the question of capacity has shifted from the entity/
organisational level to this system level because analysis at this organisational level to this system level because analysis at this
level also comprehensively includes factors within both the level also comprehensively includes factors within both the
entity and individual levels (UNDP 1998:7-10). entity and individual levels (UNDP 1998:7-10).
In line with the UNDP’s three-level approach, but In line with the UNDP’s three-level approach, but
inserting more detail, Hilderbrand and Grindle (1997) argue inserting more detail, Hilderbrand and Grindle (1997) argue
that factors influencing the capacity of government institutions that factors influencing the capacity of government institutions
can be analysed by grouping these factors into five different can be analysed by grouping these factors into five different
dimensions. These dimensions are the action environment dimensions. These dimensions are the action environment
dimension, the public sector institutional context, the task dimension, the public sector institutional context, the task
network dimension, the organisation dimension, and the human network dimension, the organisation dimension, and the human
resources dimension. The following sections briefly analyse the resources dimension. The following sections briefly analyse the
factors influencing institutional capacity in each of these five factors influencing institutional capacity in each of these five
dimensions as set out in the framework shown in Figure 2.2. dimensions as set out in the framework shown in Figure 2.2.

1 The action environment 1 The action environment


The first dimension, that is, the action environment The first dimension, that is, the action environment
dimension, refers to the social, political, and economic conditions dimension, refers to the social, political, and economic conditions
of a country in which public sector institutions perform their of a country in which public sector institutions perform their
activities. Hilderbrand and Grindle argue that good political activities. Hilderbrand and Grindle argue that good political
and social stability with sound economic conditions facilitate and social stability with sound economic conditions facilitate
the ability of government to perform its functions. On the other the ability of government to perform its functions. On the other
hand, a high level of political instability and social conflict makes hand, a high level of political instability and social conflict makes
it difficult for government machinery to function (Hilderbrand it difficult for government machinery to function (Hilderbrand
and Grindle 1997:37). In line with Hilderbrand and Grindle’s and Grindle 1997:37). In line with Hilderbrand and Grindle’s
argument, but more specifically, Rainey (1991:Chapter 2) argument, but more specifically, Rainey (1991:Chapter 2)
identifies the environmental factors that may impact on the identifies the environmental factors that may impact on the
capacity of public organisations as the general science and capacity of public organisations as the general science and

188 188
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

technological stage of a country, the government system, the technological stage of a country, the government system, the
level of prosperity and the characteristics of population, as well level of prosperity and the characteristics of population, as well
as the predominant values, attitudes, and belief of the society. as the predominant values, attitudes, and belief of the society.
The more conducive these factors in a country are, the more The more conducive these factors in a country are, the more
capable are its public organisations to perform their functions. capable are its public organisations to perform their functions.
Based on their case studies, Hilderbrand and Grindle Based on their case studies, Hilderbrand and Grindle
(1997:39) indicate that factors within the action environment (1997:39) indicate that factors within the action environment
are much more important as constraints in some countries are much more important as constraints in some countries
than in others. For example, experience in the Central African than in others. For example, experience in the Central African
Republic left little doubt that until basic conditions of economic Republic left little doubt that until basic conditions of economic
development, political commitment, and social stability are development, political commitment, and social stability are
put in place, little can be done along other dimensions that put in place, little can be done along other dimensions that
would contribute to improving public sector performance. In would contribute to improving public sector performance. In
Morocco, by contrast, capacity building initiatives would not Morocco, by contrast, capacity building initiatives would not
need to pay much attention to improving a generally positive need to pay much attention to improving a generally positive
or at least benign action environment. In other cases, while or at least benign action environment. In other cases, while
the action environment was far from ideal, interventions at the action environment was far from ideal, interventions at
other levels could do much to redress the capacity gaps that other levels could do much to redress the capacity gaps that
were identified. For example, despite having a less favourable were identified. For example, despite having a less favourable
economic environment because of considerably lower per capita economic environment because of considerably lower per capita
income, Sri Lanka was able impressively to improve the capacity income, Sri Lanka was able impressively to improve the capacity
of its public administration by directing its limited resources of its public administration by directing its limited resources
to support human development in all levels (Hilderbrand and to support human development in all levels (Hilderbrand and
Grindle 1994:29). Grindle 1994:29).

189 189
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Figure 2.2 A five-dimensional framework Figure 2.2 A five-dimensional framework


of institutional capacity of institutional capacity

Action Environment Action Environment


Public Sector Institutional Context Public Sector Institutional Context
Concurrent policies Role of the state Concurrent policies Role of the state
Economic Factors Public service rules and regulations Management practices Economic Factors Public service rules and regulations Management practices
Budgetary support Formal & informal power relationships Budgetary support Formal & informal power relationships
Growth Growth
Labor market Labor market
International economic International economic
relationships & conditions relationships & conditions
Private sector Private sector
Development
Task Network Development
Task Network
Communications and interactions among Communications and interactions among
Primary Organizations Primary Organizations
Secondary Organizations Secondary Organizations
Support Organizations Support Organizations
ORG3 ORG3

ORG4 ORG4
Organisation Performance Organisation Performance
Political Factors Output Political Factors Output
Goals Goals
Effectiveness Effectiveness
Leadership support Structure of work Leadership support Structure of work
Efficiency Efficiency
Mobilization of civic ORG2 Incentive system Mobilization of civic ORG2 Incentive system
Sustainability Sustainability
society Management/leadership society Management/leadership
Stability Physical resource Quality Stability Physical resource Quality
Legitimacy Formal & informal Legitimacy Formal & informal
Political institutions communication ORG5 Political institutions communication ORG5
Behavioral norms Behavioral norms
Technical assistance Technical assistance

ORG1 ORG1

Human Resources Human Resources


Training Training
Recruitment Recruitment
Social Factors Utilization
Social Factors Utilization
Retention Retention
Overall human resource Overall human resource
development development
Social conflict Social conflict
Class structures Class structures
Organization of civic Organization of civic
society society

Source: Hilderbrand, M.E. and Grindle, M.S., 1997. ‘Building sustainable Source: Hilderbrand, M.E. and Grindle, M.S., 1997. ‘Building sustainable
capacity in the public sector: what can be done?’ in M.S. Grindle (ed.), capacity in the public sector: what can be done?’ in M.S. Grindle (ed.),
Getting Good Government: capacity building in the public sectors of Getting Good Government: capacity building in the public sectors of
developing countries, Harvard University Press, Harvard:36 developing countries, Harvard University Press, Harvard:36

A number of other studies have shown how factors A number of other studies have shown how factors
within this action environment dimension have affected the within this action environment dimension have affected the
capacity of the public sector in different countries (see, for capacity of the public sector in different countries (see, for
example, Polidano 2000; Osei-Hwedie 1998; Migdal 1988). For example, Polidano 2000; Osei-Hwedie 1998; Migdal 1988). For
example, Migdal (1988) has comprehensively analysed how example, Migdal (1988) has comprehensively analysed how
ethnic fragmentation in many developing countries has created ethnic fragmentation in many developing countries has created
social and political instability that has disabled state institutions social and political instability that has disabled state institutions
by weakening their implementation capacity. Whereas in by weakening their implementation capacity. Whereas in
economic terms, Polidano (2000:811) asserts that a severe economic terms, Polidano (2000:811) asserts that a severe
economic crisis can reduce public sector capacity in many economic crisis can reduce public sector capacity in many

190 190
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

countries in two ways. Firstly, an economic downturn reduces countries in two ways. Firstly, an economic downturn reduces
capacity because governments have to make sharp cutbacks capacity because governments have to make sharp cutbacks
to the public sector. Secondly, economic crisis weakens the to the public sector. Secondly, economic crisis weakens the
capacity of public institutions because the purchasing power of capacity of public institutions because the purchasing power of
the-already-low-paid public officials is reduced which compels the-already-low-paid public officials is reduced which compels
them to seek alternative means of earning their living. them to seek alternative means of earning their living.
Indonesia is probably one of the best examples of how Indonesia is probably one of the best examples of how
social, political, and economic conditions have weakened the social, political, and economic conditions have weakened the
capacity of public institutions. Before the Asian economic crisis capacity of public institutions. Before the Asian economic crisis
in 1997, together with Hong Kong, Japan, Malaysia, Singapore, in 1997, together with Hong Kong, Japan, Malaysia, Singapore,
South Korea, Taiwan, and Thailand, the World Bank (1993:1-3) South Korea, Taiwan, and Thailand, the World Bank (1993:1-3)
included Indonesia as one of the miracle countries in East Asia included Indonesia as one of the miracle countries in East Asia
because of its high economic performance in terms of average because of its high economic performance in terms of average
annual growth rate and a steady decrease of inequality (see also annual growth rate and a steady decrease of inequality (see also
Schwarz 1994:57). In terms of poverty alleviation, in 1990 the Schwarz 1994:57). In terms of poverty alleviation, in 1990 the
World Bank reported that for the last twenty years Indonesia World Bank reported that for the last twenty years Indonesia
had the highest annual reduction in the incidence of poverty had the highest annual reduction in the incidence of poverty
amongst all countries studied (1990:45). In 1971, 68 million amongst all countries studied (1990:45). In 1971, 68 million
Indonesian people were considered as poor. In 1990, even Indonesian people were considered as poor. In 1990, even
with a 50 percent increase in population, the number of people with a 50 percent increase in population, the number of people
considered as poor had fallen to 18 million (Naisbitt 1997:181). considered as poor had fallen to 18 million (Naisbitt 1997:181).
According to Hill (1994:55), one of the reasons for this impressive According to Hill (1994:55), one of the reasons for this impressive
achievement was the existence of a stable economic and political achievement was the existence of a stable economic and political
environment, although the government sometimes had to take environment, although the government sometimes had to take
tough and unpopular decisions. tough and unpopular decisions.
However, the capacity of Indonesian public institutions to However, the capacity of Indonesian public institutions to
deliver public services severely deteriorated following the Asian deliver public services severely deteriorated following the Asian
economic crisis, which in Indonesia was followed by social economic crisis, which in Indonesia was followed by social
disorder, political restructuring, and the outbreak of debilitating disorder, political restructuring, and the outbreak of debilitating
communal conflicts across the country. The quality and quantity communal conflicts across the country. The quality and quantity
of government-provided social services, such as education and of government-provided social services, such as education and

191 191
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

health, declined because of budget reductions. For example, health, declined because of budget reductions. For example,
public spending on health during the crisis was dramatically public spending on health during the crisis was dramatically
cut, resulting in declining standards of care (BPS, Bappenas cut, resulting in declining standards of care (BPS, Bappenas
and UNDP 2001:39). The availability of most antibiotics and and UNDP 2001:39). The availability of most antibiotics and
contraceptives declined at public health facilities and public contraceptives declined at public health facilities and public
health centres seemed to be closed more frequently than they health centres seemed to be closed more frequently than they
were open (Knowles et al. 1999:29-30). In terms of poverty were open (Knowles et al. 1999:29-30). In terms of poverty
alleviation, the results achieved before the Asian financial crisis alleviation, the results achieved before the Asian financial crisis
were reversed. For example, those living in poverty rose to were reversed. For example, those living in poverty rose to
around 24 per cent of the population in 1999 from just 12 per around 24 per cent of the population in 1999 from just 12 per
cent in 1996 (UNDP 2001:2-4). cent in 1996 (UNDP 2001:2-4).

2 Public sector institutional context 2 Public sector institutional context


A second dimension of institutional capacity, the A second dimension of institutional capacity, the
public sector institutional context, refers to the overall rules public sector institutional context, refers to the overall rules
and procedures that govern government organisations and and procedures that govern government organisations and
employees across the country. In other words, this dimension is employees across the country. In other words, this dimension is
concerned with the nature of public sector employment which concerned with the nature of public sector employment which
includes the adequacy of rewards and incentives, the existence includes the adequacy of rewards and incentives, the existence
of performance evaluation, recruitment, and promotion of performance evaluation, recruitment, and promotion
procedures for government employees, and formal and informal procedures for government employees, and formal and informal
influences that affect how public institutions function. It is influences that affect how public institutions function. It is
argued that better institutional capacity in public organisations is argued that better institutional capacity in public organisations is
impossible to achieve unless government salaries and incentives impossible to achieve unless government salaries and incentives
are able to attract a capable workforce and there are some rules are able to attract a capable workforce and there are some rules
and guidelines about organisational structures, job descriptions, and guidelines about organisational structures, job descriptions,
hiring procedures, information systems, and performance hiring procedures, information systems, and performance
standards (Hilderbrand and Grindle 1997:37). Bolger (2000:3) standards (Hilderbrand and Grindle 1997:37). Bolger (2000:3)
groups together both the action environment and public sector groups together both the action environment and public sector
institutional context and calls this the ‘enabling environment’. institutional context and calls this the ‘enabling environment’.

192 192
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

In developed countries, the important role that factors In developed countries, the important role that factors
within this dimension play, in determining the capacity of public within this dimension play, in determining the capacity of public
organizations, has been well addressed. In the United States, for organizations, has been well addressed. In the United States, for
example, Volcker (1990:33) points out that ‘the commitment example, Volcker (1990:33) points out that ‘the commitment
to performance cannot long survive … unless the government to performance cannot long survive … unless the government
provides adequate pay, recognition for jobs done, accessible provides adequate pay, recognition for jobs done, accessible
training, and decent working conditions’. In Singapore, one of training, and decent working conditions’. In Singapore, one of
the reasons that the Singaporean government can attract and the reasons that the Singaporean government can attract and
retain its high calibre public servants and sustain the capacity retain its high calibre public servants and sustain the capacity
of its public sector organisations has been salary levels that are of its public sector organisations has been salary levels that are
extremely high by international standards (Quah 1995:337-8). extremely high by international standards (Quah 1995:337-8).
In many developing countries, however, the existing conditions, In many developing countries, however, the existing conditions,
policies, and regulations within this dimension are generally policies, and regulations within this dimension are generally
not conducive for public sector organisations to improve their not conducive for public sector organisations to improve their
capacity (see, for example, Mengers 2000; Werlin 1991b). In capacity (see, for example, Mengers 2000; Werlin 1991b). In
terms of salary, for example, a common expression among public terms of salary, for example, a common expression among public
servants in Eastern Europe, indicating the relationship between servants in Eastern Europe, indicating the relationship between
their low salary and their low productivity and, therefore, the their low salary and their low productivity and, therefore, the
lack of capacity of their organisations, has been ‘the government lack of capacity of their organisations, has been ‘the government
pretends to pay us, and we pretend to work’ (Werlin 1991b:198). pretends to pay us, and we pretend to work’ (Werlin 1991b:198).
In terms of hiring and firing systems, another factor within In terms of hiring and firing systems, another factor within
the public sector institutional context identified by Hilderbrand the public sector institutional context identified by Hilderbrand
and Grindle, and others, is that an open and competitive and Grindle, and others, is that an open and competitive
recruitment system, in which individual organisations possess recruitment system, in which individual organisations possess
significant autonomy in terms of selection, increases the capacity significant autonomy in terms of selection, increases the capacity
of public organisations to perform (Hilderbrand and Grindle of public organisations to perform (Hilderbrand and Grindle
1997:45; Nunberg 1992:21). Again, in developed countries this 1997:45; Nunberg 1992:21). Again, in developed countries this
kind of open and competitive recruitment system has long been kind of open and competitive recruitment system has long been
in place. In Australia, for example, it is believed that recruitment in place. In Australia, for example, it is believed that recruitment
based on merit is the ‘life-blood’ of a professional public service based on merit is the ‘life-blood’ of a professional public service
(McCallum 1984:237-49). Therefore, tensions sometimes occur (McCallum 1984:237-49). Therefore, tensions sometimes occur

193 193
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

between individual departments or organisations wanting to get between individual departments or organisations wanting to get
the staff they want as soon as possible, and the national public the staff they want as soon as possible, and the national public
service authority wanting to make sure that the merit principle service authority wanting to make sure that the merit principle
is always strictly applied. In many developing countries where is always strictly applied. In many developing countries where
family and kinship relationships still influence recruitment family and kinship relationships still influence recruitment
decisions, civil servants, politicians and military officials are all decisions, civil servants, politicians and military officials are all
expected to use their positions to assist or repay their families expected to use their positions to assist or repay their families
by recruiting them into government organisations (Hague et al. by recruiting them into government organisations (Hague et al.
1992:362). 1992:362).
Similarly, performance evaluation and career Similarly, performance evaluation and career
advancement of government employees in many developing advancement of government employees in many developing
countries is not based on a merit system, with impacts which countries is not based on a merit system, with impacts which
demoralise employees and negatively influence the capacity of demoralise employees and negatively influence the capacity of
government institutions (Ozgediz 1983:49). It may be true that government institutions (Ozgediz 1983:49). It may be true that
many developing countries have equipped themselves with many developing countries have equipped themselves with
meritocracy rules and procedures for public sector employment. meritocracy rules and procedures for public sector employment.
However, these rules and procedures sometimes exist only on However, these rules and procedures sometimes exist only on
paper and not in practice because public sector employment is paper and not in practice because public sector employment is
politicised for the sake of powerful elites who want to maintain politicised for the sake of powerful elites who want to maintain
their positions (Nunberg 1992:36). their positions (Nunberg 1992:36).
Indonesia has experienced fundamental changes in the Indonesia has experienced fundamental changes in the
last six years, following the resignation of President Soeharto last six years, following the resignation of President Soeharto
after being in power for three decades. One of the changes has after being in power for three decades. One of the changes has
been the introduction of new laws that give local government been the introduction of new laws that give local government
extensive responsibility and authority. Although the new local extensive responsibility and authority. Although the new local
government law gives local governments the opportunity government law gives local governments the opportunity
to create their own local rules and procedures, most local to create their own local rules and procedures, most local
governments continue to apply the existing national civil service governments continue to apply the existing national civil service
rules and procedures. In general, these civil service rules and rules and procedures. In general, these civil service rules and
procedures acknowledge that both local and central government procedures acknowledge that both local and central government
institutions and personnel in Indonesia are part of the national institutions and personnel in Indonesia are part of the national

194 194
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

administration or bureaucracy, and therefore both are governed administration or bureaucracy, and therefore both are governed
by the same rules and procedures (for extensive Indonesian civil by the same rules and procedures (for extensive Indonesian civil
service rules and procedures, see, for example, Halligan and service rules and procedures, see, for example, Halligan and
Turner 1995; Rohdewohld 1995). Turner 1995; Rohdewohld 1995).
Apart from the rules and procedures governing public Apart from the rules and procedures governing public
employment, formal and informal power relationships are one of employment, formal and informal power relationships are one of
the factors within the public sector institutional context that can the factors within the public sector institutional context that can
affect the capacity of public institutions to perform its functions affect the capacity of public institutions to perform its functions
(Hilderbrand and Grindle 1997:37). In the context of municipal (Hilderbrand and Grindle 1997:37). In the context of municipal
local governments in Indonesia, the formal as well as informal local governments in Indonesia, the formal as well as informal
power relationships between local government institutions and the power relationships between local government institutions and the
Mayor (in the municipalities) of the Governor (in the provinces), Mayor (in the municipalities) of the Governor (in the provinces),
as the highest chief executive, as well as the local parliament, as the highest chief executive, as well as the local parliament,
which has political oversight responsibilities, are included in this which has political oversight responsibilities, are included in this
dimension. Theoretically, the formal relationship between the dimension. Theoretically, the formal relationship between the
local government institutions and the Mayor or the Governor can local government institutions and the Mayor or the Governor can
be seen in the context of administrative accountability, whereas be seen in the context of administrative accountability, whereas
the formal relationship between the local government institutions the formal relationship between the local government institutions
as the instruments of the local executive with the local parliament as the instruments of the local executive with the local parliament
can be seen in the context of political accountability. can be seen in the context of political accountability.
Schacter (2000b:9) indicates that lack of accountability is Schacter (2000b:9) indicates that lack of accountability is
one of the factors that weakens the capacity of public institutions one of the factors that weakens the capacity of public institutions
in Sub-Saharan Africa, whereas Israel (1987:90-1) believes that in Sub-Saharan Africa, whereas Israel (1987:90-1) believes that
the existence of political pressure is a surrogate for market the existence of political pressure is a surrogate for market
competition which can have positive impacts on the institutional competition which can have positive impacts on the institutional
performance of government agencies. Others argue that the performance of government agencies. Others argue that the
higher the degree of accountability that the authoritative entity higher the degree of accountability that the authoritative entity
exercises over the government agencies, the better the capacity exercises over the government agencies, the better the capacity
of the agencies in terms of their capacity to deliver services and of the agencies in terms of their capacity to deliver services and
be responsive towards their clients (see, for example, Haque be responsive towards their clients (see, for example, Haque
1994; Hughes 1994:Chapter 10; Thynne and Goldring 1987). 1994; Hughes 1994:Chapter 10; Thynne and Goldring 1987).

195 195
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

3 Task network dimension 3 Task network dimension


Performing particular functions or delivering specific Performing particular functions or delivering specific
public services sometimes needs not a single but a number of public services sometimes needs not a single but a number of
government organisations. Therefore, a third dimension, the government organisations. Therefore, a third dimension, the
task network, which relates to the ability of an organisation to task network, which relates to the ability of an organisation to
bring together other organisations to perform particular tasks, bring together other organisations to perform particular tasks,
can also influence the capacity of public sector institutions. can also influence the capacity of public sector institutions.
Hilderbrand and Grindle argue that the better the ability of Hilderbrand and Grindle argue that the better the ability of
an organisation to coordinate with other organisations, the an organisation to coordinate with other organisations, the
better the capacity of the organisation to perform its functions better the capacity of the organisation to perform its functions
(Hilderbrand and Grindle 1997:13). (Hilderbrand and Grindle 1997:13).
The importance of coordination in development literature The importance of coordination in development literature
is not a new issue. For example, writing about the institutional is not a new issue. For example, writing about the institutional
dimension in regional development, Cheema (1980a:6) dimension in regional development, Cheema (1980a:6)
observed that good coordination amongst government observed that good coordination amongst government
organisations ensured that limited resources were efficiently organisations ensured that limited resources were efficiently
used and not wasted, conflicting goals were eliminated, and used and not wasted, conflicting goals were eliminated, and
overlapping functions were reduced. Cheema’s conclusion was overlapping functions were reduced. Cheema’s conclusion was
that good coordination amongst government organisations that good coordination amongst government organisations
could be achieved by standardisation, by planning or by could be achieved by standardisation, by planning or by
mutual adjustment. Coordination by standardisation could be mutual adjustment. Coordination by standardisation could be
implemented by creating procedures and rules that govern the implemented by creating procedures and rules that govern the
actions of each organisation into an independent relationship, actions of each organisation into an independent relationship,
whereas coordination by planning could be carried out by whereas coordination by planning could be carried out by
setting the boundaries for the interdependent organisations setting the boundaries for the interdependent organisations
to govern their actions. Coordination by mutual adjustment to govern their actions. Coordination by mutual adjustment
was seen as dependent on the willingness of the organisations was seen as dependent on the willingness of the organisations
involved to modify their internal operations for reciprocal task involved to modify their internal operations for reciprocal task
interdependency (Cheema 1980a:7). interdependency (Cheema 1980a:7).
Hilderbrand and Grindle indicate that a lack of coordination Hilderbrand and Grindle indicate that a lack of coordination
that weakens the capacity of public sector agencies can occur that weakens the capacity of public sector agencies can occur

196 196
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

between agencies setting polices and those implementing them. between agencies setting polices and those implementing them.
In more recent times there is also an issue of ‘coordination In more recent times there is also an issue of ‘coordination
among different providers, including separate government among different providers, including separate government
and private organisations’ (Hilderbrand and Grindle 1997:46). and private organisations’ (Hilderbrand and Grindle 1997:46).
However, in the case that similar public functions or services However, in the case that similar public functions or services
are delivered or provided by different organisations, it can also are delivered or provided by different organisations, it can also
be argued that the capacity of an organisation to perform its be argued that the capacity of an organisation to perform its
functions is dependent more on its ability to compete, than to functions is dependent more on its ability to compete, than to
coordinate with, other organisations. In other words, within coordinate with, other organisations. In other words, within
the task network dimension, coordination is important to the the task network dimension, coordination is important to the
capacity of an agency particularly when its functions can only capacity of an agency particularly when its functions can only
be performed in cooperation with other organisations. On the be performed in cooperation with other organisations. On the
other hand, the pressure of competition is more relevant to the other hand, the pressure of competition is more relevant to the
capacity of an agency when it competes with other agencies to capacity of an agency when it competes with other agencies to
deliver similar functions. deliver similar functions.
For example, reviewing 159 institutions in developing For example, reviewing 159 institutions in developing
countries Israel (1987) concluded that most of these institutions countries Israel (1987) concluded that most of these institutions
enjoyed a monopoly or near monopoly. However, with railways enjoyed a monopoly or near monopoly. However, with railways
being the exception, institutions that were exposed to some form being the exception, institutions that were exposed to some form
of competition had a higher level of institutional performance of competition had a higher level of institutional performance
than those that were not (Israel 1987:101-2). More recently, than those that were not (Israel 1987:101-2). More recently,
the World Bank acknowledged the potential contribution of the World Bank acknowledged the potential contribution of
competitive pressure to the success of development programs competitive pressure to the success of development programs
and the increasing empirical evidence supporting the need and the increasing empirical evidence supporting the need
to introduce competition into public sector organisations to to introduce competition into public sector organisations to
improve their institutional capacity (Pradhan 1998:55-6). improve their institutional capacity (Pradhan 1998:55-6).

4 Organisational dimension 4 Organisational dimension


The organisational dimension of capacity is used by The organisational dimension of capacity is used by
Hilderbrand and Grindle to refer to the structures, processes and Hilderbrand and Grindle to refer to the structures, processes and
resources of the organization, and management styles adopted resources of the organization, and management styles adopted

197 197
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

by members of the organisation. Their view is that the capacity by members of the organisation. Their view is that the capacity
of institutions is affected by, among other things, how goals are of institutions is affected by, among other things, how goals are
established, how tasks are structured, how authority relations established, how tasks are structured, how authority relations
are defined, and how incentives and disincentives are provided are defined, and how incentives and disincentives are provided
(Hilderbrand and Grindle 1997:37). For example, it is argued that (Hilderbrand and Grindle 1997:37). For example, it is argued that
the clarity of organisational goals affects institutional capacity the clarity of organisational goals affects institutional capacity
because clear organisational goals can guide staff to perform because clear organisational goals can guide staff to perform
their tasks and responsibilities (Zeithaml et al. 1990:83). On the their tasks and responsibilities (Zeithaml et al. 1990:83). On the
other hand, vague organisational goals do not help the creation other hand, vague organisational goals do not help the creation
of a sense of mission and commitment amongst staff, which of a sense of mission and commitment amongst staff, which
are also important to the capacity of institutions to perform are also important to the capacity of institutions to perform
their functions (Hilderbrand and Grindle 1997:49). Rainey their functions (Hilderbrand and Grindle 1997:49). Rainey
(1991:33) indicates that the vagueness of organisational goals (1991:33) indicates that the vagueness of organisational goals
and objectives is more observable in government agencies and, and objectives is more observable in government agencies and,
indeed, is one of features that differentiate public organisations indeed, is one of features that differentiate public organisations
from private organisations. from private organisations.
At this point human resources management practices At this point human resources management practices
become significant in an organisation’s ability to achieve its become significant in an organisation’s ability to achieve its
goals. Apart from organisational objectives, the goals that goals. Apart from organisational objectives, the goals that
each individual within the organisation should achieve must each individual within the organisation should achieve must
also be clear and understandable. Therefore, the existence also be clear and understandable. Therefore, the existence
of a job description, which can guide individuals within the of a job description, which can guide individuals within the
organisation to achieve their own goals, is another factor within organisation to achieve their own goals, is another factor within
the organisational dimension that affects capacity of institutions. the organisational dimension that affects capacity of institutions.
If all individuals in an organisation complete their goals, the If all individuals in an organisation complete their goals, the
unit’s goals will be achieved, and then the organisation’s overall unit’s goals will be achieved, and then the organisation’s overall
objectives will be accomplished. On the other hand, when staff objectives will be accomplished. On the other hand, when staff
do not understand what is expected from them, and how to do not understand what is expected from them, and how to
accomplish that expectation, role ambiguity may emerge and accomplish that expectation, role ambiguity may emerge and
the overall objectives of the organisation will not become a the overall objectives of the organisation will not become a
reality (Robbins 1994:199). reality (Robbins 1994:199).

198 198
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Rewarding individuals within organisations who have Rewarding individuals within organisations who have
successfully performed in accordance with the job description, successfully performed in accordance with the job description,
and punishing those who have failed, is another factor that may and punishing those who have failed, is another factor that may
contribute to better institutional capacity. In general, a human contribute to better institutional capacity. In general, a human
resources management approach will argue that to motivate resources management approach will argue that to motivate
individuals within the organisation to perform well they must be individuals within the organisation to perform well they must be
rewarded and punished in accordance with their performance rewarded and punished in accordance with their performance
(Abowd 1990). However, to be able to fairly reward and punish (Abowd 1990). However, to be able to fairly reward and punish
individuals within an organisation, the organisation should be individuals within an organisation, the organisation should be
equipped with a workable performance appraisal system. This equipped with a workable performance appraisal system. This
performance appraisal should be able to differentiate between performance appraisal should be able to differentiate between
individuals who perform well and those who perform badly, individuals who perform well and those who perform badly,
and should be applied impartially. and should be applied impartially.
The style of management adopted within an organisation The style of management adopted within an organisation
is another important factor that determines whether or not an is another important factor that determines whether or not an
institution has the capacity to perform its functions. Generally, institution has the capacity to perform its functions. Generally,
a less hierarchical management approach, a high participation a less hierarchical management approach, a high participation
of lower level staff in decision-making processes, and an intense of lower level staff in decision-making processes, and an intense
but less formal communication and interaction style between but less formal communication and interaction style between
management and lower level staff, is seen by the human resources management and lower level staff, is seen by the human resources
management approaches as likely to contribute positively to the management approaches as likely to contribute positively to the
capacity of organisations to perform their functions and achieve capacity of organisations to perform their functions and achieve
their objectives (Hughes et al. 1996; Werlin 1991b; Yoder and their objectives (Hughes et al. 1996; Werlin 1991b; Yoder and
Eby 1990). Eby 1990).
The availability of physical resources needed by The availability of physical resources needed by
individuals within the organisations to perform their functions individuals within the organisations to perform their functions
is also an important contribution to capacity of an institution. is also an important contribution to capacity of an institution.
In their study, Hilderbrand and Grindle (1997:50) show that In their study, Hilderbrand and Grindle (1997:50) show that
government institutions occupying aged, badly maintained government institutions occupying aged, badly maintained
and abused buildings which lack office equipment tend to have and abused buildings which lack office equipment tend to have
a significantly lower capacity to perform their functions than a significantly lower capacity to perform their functions than

199 199
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

organisations having more convenient and pleasant offices and organisations having more convenient and pleasant offices and
adequate office equipment (Taylor 1992; Phillips 1991). adequate office equipment (Taylor 1992; Phillips 1991).

5 Human resources dimension 5 Human resources dimension


Because organisations involve groups of people working Because organisations involve groups of people working
together inter-dependently to achieve common goals, managing together inter-dependently to achieve common goals, managing
those human resources is one dimension that can significantly those human resources is one dimension that can significantly
constrain or assist the capacity of organisations to perform. constrain or assist the capacity of organisations to perform.
This is particularly crucial for public organisations because This is particularly crucial for public organisations because
generally governments are not able to recruit the best people generally governments are not able to recruit the best people
in the workforce, either because the financial reward is not as in the workforce, either because the financial reward is not as
attractive as in private companies or because of the problem of attractive as in private companies or because of the problem of
corruption. In addition, many governments can not afford to corruption. In addition, many governments can not afford to
train their public servants to improve their capacity. Therefore, train their public servants to improve their capacity. Therefore,
the UNDP (1998:10) believes that human resources are central to the UNDP (1998:10) believes that human resources are central to
capacity development and is the most critical factor to consider capacity development and is the most critical factor to consider
in analysing capacity. According to Hilderbrand and Grindle in analysing capacity. According to Hilderbrand and Grindle
(1997:14) this fifth dimension of capacity relates to the ability (1997:14) this fifth dimension of capacity relates to the ability
of an organisation to recruit, utilise, train, and retain employees, of an organisation to recruit, utilise, train, and retain employees,
especially those who are managerially, professionally, and especially those who are managerially, professionally, and
technically capable. Factors within this dimension have long technically capable. Factors within this dimension have long
been concerns both in public and private sector organizations, been concerns both in public and private sector organizations,
and have been extensively discussed under the human resources and have been extensively discussed under the human resources
management literature (see, for example, Torrington and Hall management literature (see, for example, Torrington and Hall
1998; Noe et al. 1996; Stone 1991). 1998; Noe et al. 1996; Stone 1991).
For example, recruitment and initial placement of staff are For example, recruitment and initial placement of staff are
decisive in determining the continuing quality and capacity of decisive in determining the continuing quality and capacity of
public organisations (Nunberg 1992). A merit-based recruitment public organisations (Nunberg 1992). A merit-based recruitment
system has been argued as one of the reasons for success in system has been argued as one of the reasons for success in
some African countries, and spoiled and politicised recruitment some African countries, and spoiled and politicised recruitment
practices have been blamed for the continuing dysfunction of practices have been blamed for the continuing dysfunction of

200 200
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

many public institutions in other African countries (Catlett and many public institutions in other African countries (Catlett and
Schuftan 1994; Oluwu and Smoke 1992; Gulhati 1991; Phillips Schuftan 1994; Oluwu and Smoke 1992; Gulhati 1991; Phillips
1991). Apart from recruitment, effective utilisation of personnel 1991). Apart from recruitment, effective utilisation of personnel
within the organisation plays an important role in determining within the organisation plays an important role in determining
whether or not staff can contribute maximally to the capacity of whether or not staff can contribute maximally to the capacity of
the organisation to perform its functions. Generally, staff will the organisation to perform its functions. Generally, staff will
not be positively motivated to contribute to the success of the not be positively motivated to contribute to the success of the
organisation when they believe that their talents to carry out organisation when they believe that their talents to carry out
the tasks are not appropriately acknowledged and considered the tasks are not appropriately acknowledged and considered
(Hilderbrand and Grindle 1997). Similarly, it is unlikely that staff (Hilderbrand and Grindle 1997). Similarly, it is unlikely that staff
will be satisfied with their jobs if they are working in a position will be satisfied with their jobs if they are working in a position
which does not match their skills (Yoder and Eby 1990). which does not match their skills (Yoder and Eby 1990).
Retaining skilled staff is another important factor within Retaining skilled staff is another important factor within
the human resources dimension which may determine whether the human resources dimension which may determine whether
or not the capacity of public institutions can be sustainable. or not the capacity of public institutions can be sustainable.
It is not unusual for highly trained and skilful government It is not unusual for highly trained and skilful government
employees to move to private organisations or even to go employees to move to private organisations or even to go
overseas in search of better jobs, leading to a deterioration in the overseas in search of better jobs, leading to a deterioration in the
capacity of public organisations (Franks 1999). Finally, training capacity of public organisations (Franks 1999). Finally, training
is another alternative that can significantly improve the capacity is another alternative that can significantly improve the capacity
of government institutions. Consequently it is hardly surprising of government institutions. Consequently it is hardly surprising
that international aid organisations place a very high priority that international aid organisations place a very high priority
on staff training (Catlett and Schuftan 1994; Werlin 1991b). on staff training (Catlett and Schuftan 1994; Werlin 1991b).
However, it is also sometimes argued that improvements in the However, it is also sometimes argued that improvements in the
performance of staff, which can contribute to improvement of performance of staff, which can contribute to improvement of
organisational capacity as a result of attending training, is too organisational capacity as a result of attending training, is too
often zero (Carter 1991). often zero (Carter 1991).

Conclusion Conclusion
The capacity of public institutions to perform their The capacity of public institutions to perform their
functions varies and is affected by a number of factors. Early functions varies and is affected by a number of factors. Early

201 201
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

approaches analysed public institutions and their capacity approaches analysed public institutions and their capacity
based on the individual organisation and not on the broader based on the individual organisation and not on the broader
environment or sector. However, there has been an increasing environment or sector. However, there has been an increasing
argument to suggest that a more comprehensive perspective argument to suggest that a more comprehensive perspective
or systemic approach should be used to analyse institutional or systemic approach should be used to analyse institutional
capacity. capacity.
One of the systemic approaches to analyse institutions One of the systemic approaches to analyse institutions
and factors affecting their capacity is Hilderbrand and Grindle’s and factors affecting their capacity is Hilderbrand and Grindle’s
five-dimensional framework. This approach argues that five-dimensional framework. This approach argues that
determinants affecting capacity of public institutions can be determinants affecting capacity of public institutions can be
found in one or more of these five dimensions; that is, the action found in one or more of these five dimensions; that is, the action
environment, the public sector institutional context, the task environment, the public sector institutional context, the task
network dimension, the organisation, and the human resources. network dimension, the organisation, and the human resources.
Within the action environment dimension, factors that may Within the action environment dimension, factors that may
affect capacity include the overall economic development as affect capacity include the overall economic development as
well as social and political stability of a country, whereas within well as social and political stability of a country, whereas within
the public sector institutional context, rules and procedures that the public sector institutional context, rules and procedures that
govern these institutions, including formal and informal power govern these institutions, including formal and informal power
relationship, are factors that may determine capacity of public relationship, are factors that may determine capacity of public
institutions. institutions.
Within the task network dimension, the capacity of Within the task network dimension, the capacity of
institutions can be affected by two broad factors. Firstly, in the institutions can be affected by two broad factors. Firstly, in the
case of particular functions being performed by a number of case of particular functions being performed by a number of
institutions, the capacity of an institution depends on its ability institutions, the capacity of an institution depends on its ability
to coordinate and cooperate with other institutions. However, in to coordinate and cooperate with other institutions. However, in
the case that a number of institutions perform similar functions, the case that a number of institutions perform similar functions,
the pressure of competition is believed to influence positively the pressure of competition is believed to influence positively
the capacity of an institution. the capacity of an institution.
Different institutions operating within a similar economic, Different institutions operating within a similar economic,
social and political environment, governed by similar rules social and political environment, governed by similar rules
and procedures, may still have different capacity. This happens and procedures, may still have different capacity. This happens

202 202
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

because the capacity of institutions may also be affected by because the capacity of institutions may also be affected by
factors within the organisational dimension which include how factors within the organisational dimension which include how
goals are established, how tasks are structured, how authority goals are established, how tasks are structured, how authority
relations are defined, and what management styles are adopted relations are defined, and what management styles are adopted
within individual institutions. Finally, differences in capacity within individual institutions. Finally, differences in capacity
may also stem from the different capability of the human may also stem from the different capability of the human
resources available in different institutions and different human resources available in different institutions and different human
resources management practices adopted by these institutions. resources management practices adopted by these institutions.

203 203
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

ORGANISATIONAL PERFORMANCE OF ORGANISATIONAL PERFORMANCE OF


HIGHER EDUCATION HIGHER EDUCATION

Introduction Introduction
Organisational or institutional performance of Organisational or institutional performance of
higher education, according to (Findlay, 1990:125), (Bormans, higher education, according to (Findlay, 1990:125), (Bormans,
1987:183) and (Lindsay, 1981:687), has only begun to attract 1987:183) and (Lindsay, 1981:687), has only begun to attract
considerable public interest in the early 1970s. Before that considerable public interest in the early 1970s. Before that
time, higher educational institutions in many countries had time, higher educational institutions in many countries had
been regarded as ‘strictly autonomous’ that, different from been regarded as ‘strictly autonomous’ that, different from
primary and secondary education, they were not subject to primary and secondary education, they were not subject to
any evaluation (Sizer, 1992:141). Therefore, any attempts to any evaluation (Sizer, 1992:141). Therefore, any attempts to
evaluate higher educational institutions, (Cameron, 1978:609) evaluate higher educational institutions, (Cameron, 1978:609)
adds, would face skepticism and defensiveness in the academic adds, would face skepticism and defensiveness in the academic
community because it was seen as scrutinising or controlling community because it was seen as scrutinising or controlling
higher education. It is, according to (Segers, 1990:2), hard to deny higher education. It is, according to (Segers, 1990:2), hard to deny
that three developed countries namely the United Kingdom, that three developed countries namely the United Kingdom,
the Netherlands and Australia have arguably been the pioneers the Netherlands and Australia have arguably been the pioneers
of the introduction of performance measurement in higher of the introduction of performance measurement in higher
education. Although significant contextual differences may exist, education. Although significant contextual differences may exist,
(Segers, 1990:2) continue, a number of similar circumstances (Segers, 1990:2) continue, a number of similar circumstances
may be pointed out as the reasons for the development and may be pointed out as the reasons for the development and
introduction of performance indicators in higher education in introduction of performance indicators in higher education in
these countries. these countries.
Firstly, economic crises force the governments in many Firstly, economic crises force the governments in many
countries to cut public spending and the budgets of government countries to cut public spending and the budgets of government
agencies including higher education institutions. Secondly, agencies including higher education institutions. Secondly,

204 204
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

as the consequence of budget pressure, government agencies as the consequence of budget pressure, government agencies
including universities have been required to economically including universities have been required to economically
acquire and efficiently use their resources to effectively achieve acquire and efficiently use their resources to effectively achieve
their institutional or departmental objectives (Ball, 1994:417). their institutional or departmental objectives (Ball, 1994:417).
Lastly, there were assumptions at the ministerial level that Lastly, there were assumptions at the ministerial level that
higher educational institutions had operated in a very inefficient higher educational institutions had operated in a very inefficient
way. Although these assumptions were not documented and way. Although these assumptions were not documented and
difficult to prove, universities had been required to adopt difficult to prove, universities had been required to adopt
management and administration technology and move away management and administration technology and move away
from collegial system of operation (Segers, 1990:2). In short, from collegial system of operation (Segers, 1990:2). In short,
(Findlay, 1990:125) concludes that the debate on the need for (Findlay, 1990:125) concludes that the debate on the need for
performance measurement in higher education closely relates to performance measurement in higher education closely relates to
the ‘mounting pressures for greater accountability, greater value the ‘mounting pressures for greater accountability, greater value
for money, and for evidence of quality of delivery’. for money, and for evidence of quality of delivery’.
Other authors such as (Bormans, 1987:183) have also Other authors such as (Bormans, 1987:183) have also
described some issues which lead to the widespread application described some issues which lead to the widespread application
of organisational performance indicators in higher educational of organisational performance indicators in higher educational
institutions in the developed countries in the 1970s. These, institutions in the developed countries in the 1970s. These,
among others, are as follows among others, are as follows
(1) the raise of unemployment among university graduates, (1) the raise of unemployment among university graduates,
(2) the public awareness that higher educational institutions (2) the public awareness that higher educational institutions
have lost contact with the work force, have lost contact with the work force,
(3) the number of university student drop-outs increased (3) the number of university student drop-outs increased
or the time spent to finish their graduate studies or the time spent to finish their graduate studies
unacceptably longer, and unacceptably longer, and
(4) the public widespread concern that neither within higher (4) the public widespread concern that neither within higher
educational institutions not within the government educational institutions not within the government
had been interested in standards and quality of higher had been interested in standards and quality of higher
education (Bormans, 1987:183). education (Bormans, 1987:183).

205 205
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

In the 1990s the issue of performance measurement In the 1990s the issue of performance measurement
in higher educational institutions has got more momentous in higher educational institutions has got more momentous
attention and become a global debate (Segers, 1990:1)(Ball, attention and become a global debate (Segers, 1990:1)(Ball,
1994:418)(Sizer, 1992:133)(Cave, 1990:47). Apart form the 1994:418)(Sizer, 1992:133)(Cave, 1990:47). Apart form the
circumstances already discussed, (Ruppet, 1995:14-15) observes circumstances already discussed, (Ruppet, 1995:14-15) observes
that in the case of American higher education, the phenomenal that in the case of American higher education, the phenomenal
application of performance indicators has been triggered by two application of performance indicators has been triggered by two
other contrasting realities. On the one hand, higher education has other contrasting realities. On the one hand, higher education has
been valued more importantly by states as a research and public been valued more importantly by states as a research and public
service center to seek solutions of a various modern problems service center to seek solutions of a various modern problems
whereas general public has praised higher education degree as a whereas general public has praised higher education degree as a
guarantee for better economic achievement (Ruppet, 1995:14). guarantee for better economic achievement (Ruppet, 1995:14).
The similar trend can be found in Australia, where according to The similar trend can be found in Australia, where according to
(AHEC, 1992:4), ‘most areas of professional life have structured (AHEC, 1992:4), ‘most areas of professional life have structured
higher education programs as the basis for entry’, and nationally higher education programs as the basis for entry’, and nationally
‘both basic and applied research efforts have been dominated ‘both basic and applied research efforts have been dominated
by the contributions of higher educational institutions’. On the by the contributions of higher educational institutions’. On the
other hand, however, there has also been a mounting ‘skepticism other hand, however, there has also been a mounting ‘skepticism
and scrutiny’ among American people towards all public or and scrutiny’ among American people towards all public or
government social infrastructures including higher educational government social infrastructures including higher educational
institutions (Ruppet, 1995:15). institutions (Ruppet, 1995:15).

Production Model of Higher Educational Institutions Production Model of Higher Educational Institutions
Ewell (1994:12) argue that despite the differences of goals, Ewell (1994:12) argue that despite the differences of goals,
objectives, and activities of each American higher education objectives, and activities of each American higher education
institutions, four approaches commonly applied to measure institutions, four approaches commonly applied to measure
organisational performance of higher educational institutions organisational performance of higher educational institutions
may be identified. Firstly, inputs, process, outputs or production may be identified. Firstly, inputs, process, outputs or production
model, which aims at judging the value added acquired by the model, which aims at judging the value added acquired by the
students during their study time. This may be done by, for example, students during their study time. This may be done by, for example,
assessing the students’ performance before starting their studies assessing the students’ performance before starting their studies

206 206
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

and prior to graduating day. Secondly, resource efficiency and and prior to graduating day. Secondly, resource efficiency and
effectiveness approach, which is designed to measure whether effectiveness approach, which is designed to measure whether
main resources, such as academic staff, rooms, and equipment main resources, such as academic staff, rooms, and equipment
have been utilised efficiently and effectively. ‘Ratio analysis or have been utilised efficiently and effectively. ‘Ratio analysis or
similar techniques’, according to (Layzell, 1998:104), have been similar techniques’, according to (Layzell, 1998:104), have been
commonly used in this approach. Thirdly, performance of commonly used in this approach. Thirdly, performance of
higher educational institutions may also be measured against higher educational institutions may also be measured against
country need or return of investment, assuming that higher country need or return of investment, assuming that higher
education is an important long-term investment for a country. education is an important long-term investment for a country.
This approach assesses whether higher educational institutions This approach assesses whether higher educational institutions
serve the country needs or not. Lastly, performance of higher serve the country needs or not. Lastly, performance of higher
educational institutions is measured by their ability to fulfill the educational institutions is measured by their ability to fulfill the
needs of their consumers. (Layzell, 1998:104) indicates that this needs of their consumers. (Layzell, 1998:104) indicates that this
approach is heavily influenced by the ‘consumerism’ belief that approach is heavily influenced by the ‘consumerism’ belief that
the prime objective of any organisation is to satisfy the needs of the prime objective of any organisation is to satisfy the needs of
its individual consumer. its individual consumer.
It is interestingly, however, that measurement of It is interestingly, however, that measurement of
organisational performance of higher educational institutions organisational performance of higher educational institutions
in the literature has been traditionally dominated by the in the literature has been traditionally dominated by the
production model approach (Bormans, 1987:188)(Cullen, production model approach (Bormans, 1987:188)(Cullen,
1987:171)(Frackmann, 1987:153)(Dochy, 1990:146-8)(Johnes, 1987:171)(Frackmann, 1987:153)(Dochy, 1990:146-8)(Johnes,
1990:Chapter 4) combined with resource efficiency and 1990:Chapter 4) combined with resource efficiency and
effectiveness measurements. (Bormans, 1987) even state that effectiveness measurements. (Bormans, 1987) even state that
arguments and discussions on organisational performance of arguments and discussions on organisational performance of
higher educational institutions are not valid unless they are higher educational institutions are not valid unless they are
based on the combinations input, process and output indicators. based on the combinations input, process and output indicators.
Higher educational institutions have been seen as production Higher educational institutions have been seen as production
units or firms, processing inputs to produce outputs with its units or firms, processing inputs to produce outputs with its
simplest model may be drawn as in Figure 1. simplest model may be drawn as in Figure 1.
Inputs are resources utilized by the institutions such Inputs are resources utilized by the institutions such
as administrative and academic staff, students, equipment, as administrative and academic staff, students, equipment,

207 207
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

buildings, and other facilities. Process relates to academic or buildings, and other facilities. Process relates to academic or
non-academic and managerial or administrative activities to non-academic and managerial or administrative activities to
transform inputs into outputs. Outputs themselves are products transform inputs into outputs. Outputs themselves are products
of three primary functions of higher educational institutions, of three primary functions of higher educational institutions,
that is, teaching, research and public services (Dochy, 1990:145) that is, teaching, research and public services (Dochy, 1990:145)

Figure 1. Simplest production model Figure 1. Simplest production model


of organisational performance of organisational performance

INPUTS PROCESS OUTPUTS INPUTS PROCESS OUTPUTS

resources efficiency results resources efficiency results

effectiveness goals effectiveness goals

Source: Based on Frackmann, E., 1987. ‘Lessons to be learnt from a Source: Based on Frackmann, E., 1987. ‘Lessons to be learnt from a
decade of discussions on performance indicators’ International Journal decade of discussions on performance indicators’ International Journal
of Institutional Management in Higher Education:11(2)149-62, and of Institutional Management in Higher Education:11(2)149-62, and
Dochy, F., Segers, M., and Wijnen, H., 1990. ‘Selecting performance Dochy, F., Segers, M., and Wijnen, H., 1990. ‘Selecting performance
indicators: a proposal as a result of research’ in L. Goedegebuure, P. indicators: a proposal as a result of research’ in L. Goedegebuure, P.
Maassen, and D. Westerheijden (eds), Peer Review and Performance Maassen, and D. Westerheijden (eds), Peer Review and Performance
Indicators: quality assessment in British and Dutch higher education, Indicators: quality assessment in British and Dutch higher education,
Utrecht, Uitgemerij Lemma. Utrecht, Uitgemerij Lemma.

(Johnes, 1990:51) observe a number of cruxes that have (Johnes, 1990:51) observe a number of cruxes that have
arguably prevailed the wide application of production model arguably prevailed the wide application of production model
in measuring higher educational institutions. The model, for in measuring higher educational institutions. The model, for
instance, is able to estimate quantitatively the input-output link, instance, is able to estimate quantitatively the input-output link,
which may be utilised to predict what each higher educational which may be utilised to predict what each higher educational
institution can produce with given available inputs. In addition, institution can produce with given available inputs. In addition,
the model is also able to supply relevant information of the the model is also able to supply relevant information of the
possible consequences on outputs if the size and combination of possible consequences on outputs if the size and combination of

208 208
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

inputs change. Therefore, by knowing the inputs of each higher inputs change. Therefore, by knowing the inputs of each higher
educational institution in a country, the model may also be used educational institution in a country, the model may also be used
to measure comparably whether each institution’s ‘actual’ output to measure comparably whether each institution’s ‘actual’ output
has matched up to its ‘expected’ output (Johnes, 1990:51). By has matched up to its ‘expected’ output (Johnes, 1990:51). By
assuming that higher educational institutions produce a singular assuming that higher educational institutions produce a singular
uniform product, (Johnes, 1990:51) furthermore propose a uniform product, (Johnes, 1990:51) furthermore propose a
formula to measure outputs based on a simplified production formula to measure outputs based on a simplified production
model as follows: model as follows:
Figure 1. Production model formula for measuring higher Figure 1. Production model formula for measuring higher
education outputs education outputs
y = f (l,k,t,c,r) y = f (l,k,t,c,r)
where where
y = output (e.g. teaching and research) y = output (e.g. teaching and research)
l = labor inputs (e.g. academic and non-academic staff) l = labor inputs (e.g. academic and non-academic staff)
k = capital inputs (e.g. buildings and equipment) k = capital inputs (e.g. buildings and equipment)
t = technical knowledge (e.g. knowledge of academic staff) t = technical knowledge (e.g. knowledge of academic staff)
c = consumables (e.g. heating and telephone) c = consumables (e.g. heating and telephone)
r = raw material (e.g. students) r = raw material (e.g. students)
Source: Johnes, J. and Taylor, J., 1990. Performance Indicators in Higher Source: Johnes, J. and Taylor, J., 1990. Performance Indicators in Higher
Education, Buckingham, Open University Press:51 Education, Buckingham, Open University Press:51

Despite its popularity, the application of production model Despite its popularity, the application of production model
in measuring performance of higher educational institutions has in measuring performance of higher educational institutions has
also been controversial. (Frackmann, 1987:151), for example, also been controversial. (Frackmann, 1987:151), for example,
summarizes ‘skepticism’ and ‘criticism’ in the higher education summarizes ‘skepticism’ and ‘criticism’ in the higher education
community concerning performance indicators which have community concerning performance indicators which have
been based on production model. Production model, for been based on production model. Production model, for
example, tends to measure organisational performance of higher example, tends to measure organisational performance of higher
educational institutions quantitatively although the outcome of educational institutions quantitatively although the outcome of
higher education performance is quality. The tendency of ‘over- higher education performance is quality. The tendency of ‘over-

209 209
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

reliance’ on numerical values in measuring performance of reliance’ on numerical values in measuring performance of
higher educational institutions has also been asserted in (Ball, higher educational institutions has also been asserted in (Ball,
1994:419). They refer specifically to the performance indicators 1994:419). They refer specifically to the performance indicators
published by British Committee of Vice Chancellors and published by British Committee of Vice Chancellors and
Principals in 1987, which can be used to measure performance Principals in 1987, which can be used to measure performance
of British higher educational institutions. Citing Elton (1987) of British higher educational institutions. Citing Elton (1987)
and Kirkwood (1989), (Ball, 1994:419) argue that among 39 and Kirkwood (1989), (Ball, 1994:419) argue that among 39
performance indicators published by the committee, ‘no less performance indicators published by the committee, ‘no less
than 33 are concerned purely with the expenditure of money’ than 33 are concerned purely with the expenditure of money’
and poor of teaching and research indicators. One explanation and poor of teaching and research indicators. One explanation
for this (Ball, 1994:419) add, is because performance indicators for this (Ball, 1994:419) add, is because performance indicators
were developed in relation to availability of data in the school were developed in relation to availability of data in the school
statistics or report. statistics or report.
On the other hand, according to (Johnes, 1990:54), On the other hand, according to (Johnes, 1990:54),
attempting to quantify, for instance, outputs of higher attempting to quantify, for instance, outputs of higher
educational institutions also causes ‘serious problem’. The educational institutions also causes ‘serious problem’. The
number of graduates and degrees awarded and the graduates’ number of graduates and degrees awarded and the graduates’
first jobs and salaries all may be calculated. However, this first jobs and salaries all may be calculated. However, this
calculation does not show obviously the teaching outputs of calculation does not show obviously the teaching outputs of
an educational institution. Similarly, measuring quantitatively an educational institution. Similarly, measuring quantitatively
research output of a university may be in terms of number of research output of a university may be in terms of number of
researches undertaken, total budget spent for the researches, or researches undertaken, total budget spent for the researches, or
number of publications in journals of books. However, none of number of publications in journals of books. However, none of
these quantitative assessments show the quality of the research these quantitative assessments show the quality of the research
output. output.
In addition, production model also tends to treat In addition, production model also tends to treat
educational institutions like any other conventional educational institutions like any other conventional
organisations, producing a uniformly mass product. On organisations, producing a uniformly mass product. On
the contrary, higher educational institutions, according to the contrary, higher educational institutions, according to
(Frackmann, 1987:150) and (Johnes, 1990:51), in fact, produce (Frackmann, 1987:150) and (Johnes, 1990:51), in fact, produce
more than one quite different outputs, which can not easily be more than one quite different outputs, which can not easily be

210 210
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

added together. Broadly speaking, for instance, an educational added together. Broadly speaking, for instance, an educational
institution produces outputs not only drawing from teaching institution produces outputs not only drawing from teaching
activities like graduates, but also from research activities like activities like graduates, but also from research activities like
publications, from consultancy or similar activities, and from publications, from consultancy or similar activities, and from
public service activities. Furthermore, even within these general public service activities. Furthermore, even within these general
teaching, research and public service functions, each individual teaching, research and public service functions, each individual
higher educational institution may still have its own unique and higher educational institution may still have its own unique and
different objectives (Johnes, 1990:52-3). Therefore, (Frackmann, different objectives (Johnes, 1990:52-3). Therefore, (Frackmann,
1987:150) argues that applying production model also means 1987:150) argues that applying production model also means
‘professing to compare something that is not comparable’ and ‘professing to compare something that is not comparable’ and
‘simplifying the complexity and diversity of higher education ‘simplifying the complexity and diversity of higher education
and science’. and science’.
Furthermore, what constitutes inputs, process, and outputs Furthermore, what constitutes inputs, process, and outputs
in the production model are ‘blurring’ or ‘confusing’ (Layzell, in the production model are ‘blurring’ or ‘confusing’ (Layzell,
1998:106). (Kogan, 1989:11), for example, argues that at the 1998:106). (Kogan, 1989:11), for example, argues that at the
furthest end of analysis the outputs of an educational institution furthest end of analysis the outputs of an educational institution
is just the same as the inputs, that is, the students themselves. is just the same as the inputs, that is, the students themselves.
In addition, estimating inputs and outputs relationships for In addition, estimating inputs and outputs relationships for
particular outputs of a higher education institution may also be particular outputs of a higher education institution may also be
difficult because a single input may contribute to a number of difficult because a single input may contribute to a number of
different outputs. Time spent by teaching staff to read articles different outputs. Time spent by teaching staff to read articles
and books for their research activities often also contribute and books for their research activities often also contribute
significant input into their teachings. Similarly, teaching may significant input into their teachings. Similarly, teaching may
also have important feedback on the research being undertaken also have important feedback on the research being undertaken
(Johnes, 1990:52). (Johnes, 1990:52).

Organisational Effectiveness Of Higher Educational Organisational Effectiveness Of Higher Educational


Institutions Institutions
Performance of higher education institutions has also Performance of higher education institutions has also
extensively been discussed in term of effectiveness, for instance extensively been discussed in term of effectiveness, for instance
by (Antia, 1976)(Cameron, 1978)(Cameron, 1981)(Cameron, by (Antia, 1976)(Cameron, 1978)(Cameron, 1981)(Cameron,

211 211
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

1996)(Lindsay, 1981)(Yorke, 1987). Compared to others, 1996)(Lindsay, 1981)(Yorke, 1987). Compared to others,
however, Cameron’s 9 effectiveness dimensions and criteria of however, Cameron’s 9 effectiveness dimensions and criteria of
higher educational institutions have arguably ‘one of the most higher educational institutions have arguably ‘one of the most
significant contributions in the study of effectiveness in higher significant contributions in the study of effectiveness in higher
education’ (Lysons, 1990a:287). The applicability of Cameron’s education’ (Lysons, 1990a:287). The applicability of Cameron’s
dimensions and criteria has also been empirically tested with dimensions and criteria has also been empirically tested with
a relatively consistent result in Australian higher education a relatively consistent result in Australian higher education
(Lysons, 1988)(Lysons, 1990a)(Lysons, 1993) as well as in (Lysons, 1988)(Lysons, 1990a)(Lysons, 1993) as well as in
United Kingdom higher educational institutions (Lysons, 1992) United Kingdom higher educational institutions (Lysons, 1992)
(Lysons, 1996)(Lysons, 1998). (Lysons, 1996)(Lysons, 1998).

Table XX. Effectiveness dimensions and criteria of higher Table XX. Effectiveness dimensions and criteria of higher
educational institutions educational institutions
No. Dimension Criteria
No. Dimension Criteria
1. Student The degree of satisfaction of students
1. Student The degree of satisfaction of students
educational with their educational experiences at
educational with their educational experiences at
satisfaction the institution
satisfaction the institution
2. Student The extent of academic attainment,
2. Student The extent of academic attainment,
academic growth, and progress of students at the
academic growth, and progress of students at the
development institution
development institution
3. Student career the extent of occupational development
3. Student career the extent of occupational development
development of students, and the emphasis on career
development of students, and the emphasis on career
development and the opportunities for
development and the opportunities for
career development provided by the
career development provided by the
institution
institution

212 212
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

4. Student Student development in nonacademic, 4. Student Student development in nonacademic,


personal non-career oriented areas, e.g. socially, personal non-career oriented areas, e.g. socially,
development emotionally, or culturally, and the development emotionally, or culturally, and the
emphasis on personal development emphasis on personal development
and opportunities provided by the and opportunities provided by the
institution for personal development institution for personal development
5. Faculty and Satisfaction of faculty members 5. Faculty and Satisfaction of faculty members
administrator and administrators with job and administrator and administrators with job and
employment employment at the institution employment employment at the institution
satisfaction satisfaction
6. Professional The extent of professional attainment 6. Professional The extent of professional attainment
development and development of the faculty, and development and development of the faculty, and
and quality of the amount of stimulation toward and quality of the amount of stimulation toward
the faculty professional development provided by the faculty professional development provided by
the institution the institution
7. Systems Criteria indicated the emphasis placed 7. Systems Criteria indicated the emphasis placed
openness and on interaction with, adaptation to, and openness and on interaction with, adaptation to, and
community service in the external environment community service in the external environment
interaction interaction
8. Ability to The ability of the institution to 8. Ability to The ability of the institution to
acquire acquire resources from the external acquire acquire resources from the external
resources environment, such as good students resources environment, such as good students
and faculty, financial support, etc. and faculty, financial support, etc.
9. Organisational Criteria indicated benevolence, vitality, 9. Organisational Criteria indicated benevolence, vitality,
health and viability in the internal process and health and viability in the internal process and
practices at the institution practices at the institution

Source: Cameron, K. 1978. Measuring organisational effectiveness in Source: Cameron, K. 1978. Measuring organisational effectiveness in
institutions of higher education, Administrative Science Quarterly, institutions of higher education, Administrative Science Quarterly,
23(4):604-33 23(4):604-33

213 213
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Cameron’s effectiveness dimensions and criteria of Cameron’s effectiveness dimensions and criteria of
higher educational institutions have also been praised as based higher educational institutions have also been praised as based
on empirical investigation, not on reflection, and probably on empirical investigation, not on reflection, and probably
the most comprehensive ones (see Table XX)(Yorke, 1987). the most comprehensive ones (see Table XX)(Yorke, 1987).
These nine dimensions and criteria of effectiveness have been These nine dimensions and criteria of effectiveness have been
empirically tested and supported with two subsequent studies. empirically tested and supported with two subsequent studies.
Administrators and academic department heads were sampled Administrators and academic department heads were sampled
from six institutions for the first study (Cameron, 1978) and from from six institutions for the first study (Cameron, 1978) and from
41 institutions for the second study (Cameron, 1981b). Both 41 institutions for the second study (Cameron, 1981b). Both
studies utilised two types of questionnaires, one containing 58 studies utilised two types of questionnaires, one containing 58
items asking perceptions of the institution and the other asking items asking perceptions of the institution and the other asking
for factual or objective information. Factor analytic procedures for factual or objective information. Factor analytic procedures
of both studies, as mentions earlier, supported the Cameron’s of both studies, as mentions earlier, supported the Cameron’s
9 effectiveness dimensions and criteria of higher educational 9 effectiveness dimensions and criteria of higher educational
institutions. institutions.
Moreover, Cameron’s effectiveness dimensions and Moreover, Cameron’s effectiveness dimensions and
criteria are said to be comprehensive because the dimensions criteria are said to be comprehensive because the dimensions
and criteria cover different aspects of four organisational and criteria cover different aspects of four organisational
effectiveness perspectives. Student educational satisfaction, effectiveness perspectives. Student educational satisfaction,
student academic, career and personal development, faculty student academic, career and personal development, faculty
and administrator employment satisfaction, and professional and administrator employment satisfaction, and professional
development and quality of the faculty dimensions, for examples, development and quality of the faculty dimensions, for examples,
relate to the human relation model of organisational effectiveness. relate to the human relation model of organisational effectiveness.
Furthermore, at least two dimensions, that is, system openness Furthermore, at least two dimensions, that is, system openness
and community interaction and the ability to acquire resources and community interaction and the ability to acquire resources
represent the open system model of organisational effectiveness. represent the open system model of organisational effectiveness.
Lastly, the organisational health dimension may cover both Lastly, the organisational health dimension may cover both
the internal process model and the rational goal model of the internal process model and the rational goal model of
organisational effectiveness because this dimension may be organisational effectiveness because this dimension may be
achieved by, among others, good interdepartmental relation and achieved by, among others, good interdepartmental relation and
communication and good long-term planning and goal setting. communication and good long-term planning and goal setting.

214 214
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

TQM Perspective on Institutional Performance of Higher TQM Perspective on Institutional Performance of Higher
Education Education
Total Quality Management (TQM) or Continuous Quality Total Quality Management (TQM) or Continuous Quality
Improvement (CQI) is a style or concept of management practice Improvement (CQI) is a style or concept of management practice
that has been developed and practiced successfully worldwide that has been developed and practiced successfully worldwide
for several decades (Sherr, 1993:1)(Sytsma, 1996:2). Being for several decades (Sherr, 1993:1)(Sytsma, 1996:2). Being
initially applied only in the business or manufacturing industry, initially applied only in the business or manufacturing industry,
the concept, however, has increasingly been introduced in a the concept, however, has increasingly been introduced in a
number of higher educational institutions although it has not number of higher educational institutions although it has not
yet universally accepted (Nugraha, 1997:1)(Barret, 1997:5) yet universally accepted (Nugraha, 1997:1)(Barret, 1997:5)
(Feast,:1-2). It is pointed out by (Sherr, 1993:1) that some (Feast,:1-2). It is pointed out by (Sherr, 1993:1) that some
colleges and universities begin to acknowledge that TQM colleges and universities begin to acknowledge that TQM
principles are ‘more compatible with higher education’ than principles are ‘more compatible with higher education’ than
other management tools. other management tools.
In a very short description, TQM may be said as a set In a very short description, TQM may be said as a set
of managerial principles and tools, which can be utilised by of managerial principles and tools, which can be utilised by
organisations consciously and systematically pursuing quality organisations consciously and systematically pursuing quality
(Dooris, 1994:51)(Seymour, 1995:145). The pillars or foundations (Dooris, 1994:51)(Seymour, 1995:145). The pillars or foundations
of TQM are as follows: focusing on customer satisfaction, process of TQM are as follows: focusing on customer satisfaction, process
and continuos improvement, working with facts and systematic and continuos improvement, working with facts and systematic
analysis, respecting people and collaboration as organisation is analysis, respecting people and collaboration as organisation is
seen as a system (Lewis, 1994:Chapter 3). The ideas of quality seen as a system (Lewis, 1994:Chapter 3). The ideas of quality
and focus on customer satisfaction and process are probably and focus on customer satisfaction and process are probably
the most relevant issues in applying TQM approach to measure the most relevant issues in applying TQM approach to measure
organisational performance of higher educational institutions. organisational performance of higher educational institutions.
Firstly, TQM approach in assessing performance of higher Firstly, TQM approach in assessing performance of higher
educational institutions is arguably important and relevant educational institutions is arguably important and relevant
because, as its name implies, it places quality service as a premium because, as its name implies, it places quality service as a premium
objective of institutions. (Ruben, 1995a:157), for instance, objective of institutions. (Ruben, 1995a:157), for instance,
argues that ‘higher education can be viewed as service industry’. argues that ‘higher education can be viewed as service industry’.
Consequently, like any other service organisations, the long- Consequently, like any other service organisations, the long-

215 215
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

term existence of a higher educational institution relies heavily term existence of a higher educational institution relies heavily
on its ability to provide ‘excellence and value in its services and on its ability to provide ‘excellence and value in its services and
being recognised as doing so’ (Ruben, 1995b :5). Low quality of being recognised as doing so’ (Ruben, 1995b :5). Low quality of
service experiencing by the constituents of a higher educational service experiencing by the constituents of a higher educational
institution may be transformed straightly into institutional institution may be transformed straightly into institutional
image. This image, in turns, will form individual decisions ‘to image. This image, in turns, will form individual decisions ‘to
whether or not to attend, support, or recommend the institution. whether or not to attend, support, or recommend the institution.
In short, the service quality of a higher educational institution In short, the service quality of a higher educational institution
decides its existence. decides its existence.
Moreover, since 1950s higher education, according to Moreover, since 1950s higher education, according to
(Browne, 1984 :48), has grown so fast in terms of productivity, (Browne, 1984 :48), has grown so fast in terms of productivity,
both in developed and developing countries. Putting it another both in developed and developing countries. Putting it another
way (Oxenham, 1990 :101) state that quantitative expansion of way (Oxenham, 1990 :101) state that quantitative expansion of
schools and universities both in developing and industrialised schools and universities both in developing and industrialised
countries has been at ‘historically unprecendented rates’. In the countries has been at ‘historically unprecendented rates’. In the
United States alone total enrollment has grown more than 400 United States alone total enrollment has grown more than 400
percent, from 2.7 million to 13 million; institutions has grown by percent, from 2.7 million to 13 million; institutions has grown by
more than 80 percent, from 1,800 to 3,300, and spaced occupied more than 80 percent, from 1,800 to 3,300, and spaced occupied
increased more than 500 percent, from 500 million to 3 billion increased more than 500 percent, from 500 million to 3 billion
square feet (Rush, 1995 :109-10). In Nigeria, the growth of square feet (Rush, 1995 :109-10). In Nigeria, the growth of
university system has even been described as phenomenal, from university system has even been described as phenomenal, from
only four universities with around 3,646 students in 1962 to 29 only four universities with around 3,646 students in 1962 to 29
universities with around 160,767 students in 1987 (Watkins, universities with around 160,767 students in 1987 (Watkins,
1992 :455). 1992 :455).
This policy of providing wider educational opportunities This policy of providing wider educational opportunities
by a relatively high quantitative expansion of schools and by a relatively high quantitative expansion of schools and
universities has been made in the expense of quality. (Oxenham, universities has been made in the expense of quality. (Oxenham,
1990 :102) point out that although good quality of schools 1990 :102) point out that although good quality of schools
and universities may still be found, the quality of most and universities may still be found, the quality of most
schools and universities in many developing countries has schools and universities in many developing countries has
been ‘unsatisfactory’. Since, on the one hand, both expanding been ‘unsatisfactory’. Since, on the one hand, both expanding

216 216
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

educational system quantitatively and raising its quality cost educational system quantitatively and raising its quality cost
money while, in the other hand, such a quantitative expansion money while, in the other hand, such a quantitative expansion
has already taken place, higher educational institutions should has already taken place, higher educational institutions should
now, according to (Watkins, 1992 :456) and (Rush, 1995 :114) now, according to (Watkins, 1992 :456) and (Rush, 1995 :114)
focus more on pursuing quality. Otherwise, countries like focus more on pursuing quality. Otherwise, countries like
Brazil, Mexico, India and Nigeria that prioritise to provide mass Brazil, Mexico, India and Nigeria that prioritise to provide mass
education may never be as successful as Japan and South Korea education may never be as successful as Japan and South Korea
that according to (Oxenham, 1990 :121) deliberately chose that according to (Oxenham, 1990 :121) deliberately chose
to provide good quality universal primary education before to provide good quality universal primary education before
providing large scale secondary and tertiary education. providing large scale secondary and tertiary education.
Secondly, TQM approach in assessing performance of Secondly, TQM approach in assessing performance of
higher educational institutions is relevant and essential because higher educational institutions is relevant and essential because
it is also heavily process oriented (Rago, 1994 :61). Whereas, as it is also heavily process oriented (Rago, 1994 :61). Whereas, as
has been discussed earlier, performance indicators in higher has been discussed earlier, performance indicators in higher
education have been dominated by production model with education have been dominated by production model with
quantitative statistics such as the number of students enrolled, quantitative statistics such as the number of students enrolled,
degrees awarded, or student-lecturer ratio (Bormans, 1987 degrees awarded, or student-lecturer ratio (Bormans, 1987
:188)(Cullen, 1987 :171)(Frackmann, 1987:153)(Dochy, 1990 :188)(Cullen, 1987 :171)(Frackmann, 1987:153)(Dochy, 1990
:146-8)(Johnes, 1990 :Chapter 4). Production model focusing :146-8)(Johnes, 1990 :Chapter 4). Production model focusing
on inputs, also known as the ‘resource model’ (Seymour, 1995 on inputs, also known as the ‘resource model’ (Seymour, 1995
:152), which has also been widely applied in accrediting colleges :152), which has also been widely applied in accrediting colleges
and universities, assume that high-quality outputs will result and universities, assume that high-quality outputs will result
from the high-quality inputs (Lewis, 1994 :10)(Marchese, 1995 from the high-quality inputs (Lewis, 1994 :10)(Marchese, 1995
:138). While it may be true that better resources may positively :138). While it may be true that better resources may positively
relate to the quality of outputs, this approach in fact only clearly relate to the quality of outputs, this approach in fact only clearly
show what goes into an educational institution but not what show what goes into an educational institution but not what
happens inside and what comes out of it. Dissatisfied with happens inside and what comes out of it. Dissatisfied with
input-focus, performance of higher educational institutions input-focus, performance of higher educational institutions
has also been focused on outputs such as graduate achievement has also been focused on outputs such as graduate achievement
and employment. Again, however, this approach does not and employment. Again, however, this approach does not

217 217
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

give enough information on process inside the educational give enough information on process inside the educational
institutions (Lewis, 1994 :11). institutions (Lewis, 1994 :11).
Production model of measuring performance of higher Production model of measuring performance of higher
educational institutions, whether it focuses on inputs or outputs, educational institutions, whether it focuses on inputs or outputs,
is clearly ignored the process (Dooris, 1994 :55). On the other is clearly ignored the process (Dooris, 1994 :55). On the other
hand, (Kogan, 1989a :11) suggests that higher education is hand, (Kogan, 1989a :11) suggests that higher education is
essentially process-oriented activities which not only, at the essentially process-oriented activities which not only, at the
furthest end of analysis the output is the same as the input, that furthest end of analysis the output is the same as the input, that
is, the students themselves, but also its outcomes are not easily is, the students themselves, but also its outcomes are not easily
measured and defined. Therefore, (Kogan, 1989a :14) adds, measured and defined. Therefore, (Kogan, 1989a :14) adds,
‘assessment is more meaningfully directed towards the processes ‘assessment is more meaningfully directed towards the processes
so that the satisfaction enjoyed, the experiences received, and so that the satisfaction enjoyed, the experiences received, and
the style use, become more relevant’. It is supported by (Barnett, the style use, become more relevant’. It is supported by (Barnett,
1989 :34) suggesting that since the quality of teaching and 1989 :34) suggesting that since the quality of teaching and
learning can not be assessed directly, educational process is as learning can not be assessed directly, educational process is as
just essential as the outcome. ‘Unless we get the educational just essential as the outcome. ‘Unless we get the educational
process right’, (Barnett, 1989 :39) affirms, ‘the learning outcomes process right’, (Barnett, 1989 :39) affirms, ‘the learning outcomes
we seek will not follow’. we seek will not follow’.
Thirdly, besides being a service industry, higher educational Thirdly, besides being a service industry, higher educational
institutions, (Lewis, 1994 :92-3) and (Coate, 1995 :131) assert, are institutions, (Lewis, 1994 :92-3) and (Coate, 1995 :131) assert, are
also customer-driven organisations, whose successes, as has been also customer-driven organisations, whose successes, as has been
proven repeatedly and become a truth, depend on their abilities proven repeatedly and become a truth, depend on their abilities
to satisfy their customers. This customer satisfaction focus, to satisfy their customers. This customer satisfaction focus,
where the customers deciding the quality, is arguably another where the customers deciding the quality, is arguably another
relevance and importance of using TQM approach in assessing relevance and importance of using TQM approach in assessing
performance of higher educational institutions (Marchese, 1995 performance of higher educational institutions (Marchese, 1995
:138). Although commonly believed as possessing multiple :138). Although commonly believed as possessing multiple
constituencies, the concept of customers especially in higher constituencies, the concept of customers especially in higher
education, however, needs further discussion. education, however, needs further discussion.
In general, customers of higher educational institutions In general, customers of higher educational institutions
may be just grouped between internal and external. Internal may be just grouped between internal and external. Internal

218 218
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

customers include, for instance, students, academic (faculty) customers include, for instance, students, academic (faculty)
and non-academic staffs while external customers are, among and non-academic staffs while external customers are, among
others, parents, employers, tax payers, and donors (Ruben, others, parents, employers, tax payers, and donors (Ruben,
1995a )(Ruben, 1995b :12)(Coate, 1995 :131)(Marchese, 1995 1995a )(Ruben, 1995b :12)(Coate, 1995 :131)(Marchese, 1995
:138). (Lewis, 1994 :92-3) make further differentiation between :138). (Lewis, 1994 :92-3) make further differentiation between
academic and administrative internal customers and between academic and administrative internal customers and between
direct and indirect external customers (Table xx). Direct direct and indirect external customers (Table xx). Direct
external customers are those either the recipients of higher external customers are those either the recipients of higher
education outputs or those from whom the higher education education outputs or those from whom the higher education
receives inputs whereas indirect external customers are those receives inputs whereas indirect external customers are those
that impact the decisions and operation of higher education. that impact the decisions and operation of higher education.

Table xx. The customers of higher educational institutions Table xx. The customers of higher educational institutions

Internal External Internal External


Academic Administrative Direct Indirect Academic Administrative Direct Indirect
• Students • Students • Employers • Tax • Students • Students • Employers • Tax
• Academic • Non- • Parents Payers • Academic • Non- • Parents Payers
Staff Academic • Donors Staff Academic • Donors
(Faculty) Staff (Faculty) Staff

Source: Based on Lewis, R.G. and Smith, D.H., 1994. Total Quality in Source: Based on Lewis, R.G. and Smith, D.H., 1994. Total Quality in
Higher Education, St. Lucie Press, Delray Beach:93 Higher Education, St. Lucie Press, Delray Beach:93

Lewis and Smith’s (1994) classification clearly shows Lewis and Smith’s (1994) classification clearly shows
that students are both academic and administrative internal that students are both academic and administrative internal
customers of higher educational institutions. Consistent customers of higher educational institutions. Consistent
with the TQM approach, therefore, any higher educational with the TQM approach, therefore, any higher educational
institutions should consequently seek to satisfy their students’ institutions should consequently seek to satisfy their students’
needs because their quality also depends on their students’ needs because their quality also depends on their students’
satisfaction. Nonetheless, academic staff or faculty specially have satisfaction. Nonetheless, academic staff or faculty specially have
traditionally been uneasy and reluctant to the idea of students as traditionally been uneasy and reluctant to the idea of students as

219 219
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

customers of higher educational institutions (Phillips, 1989 :81) customers of higher educational institutions (Phillips, 1989 :81)
(Ruben, 1995b ). Instead, students are seen as products and only (Ruben, 1995b ). Instead, students are seen as products and only
professors who know what is best for students because students professors who know what is best for students because students
themselves are not capable of judging their own long-term self- themselves are not capable of judging their own long-term self-
interest. Students only need to take the medicines given, whether interest. Students only need to take the medicines given, whether
or not they like them (Bateman, :1)(Chizmar, 1994 :181). or not they like them (Bateman, :1)(Chizmar, 1994 :181).
A customer may be defined as a buyer or user of a product A customer may be defined as a buyer or user of a product
or service (Besterfield, 1995 :38)(Marchese, 1995 :138)(Sytsma, or service (Besterfield, 1995 :38)(Marchese, 1995 :138)(Sytsma,
1996 :5). Since students take courses, spend money at university’s 1996 :5). Since students take courses, spend money at university’s
canteen and bookshop, pay rent for dorm and use many other canteen and bookshop, pay rent for dorm and use many other
services, they definitely fit the definition (Nugraha, 1997 :1-2). services, they definitely fit the definition (Nugraha, 1997 :1-2).
Although the student-professor relationship, for example, is Although the student-professor relationship, for example, is
certainly more complex than simple customer-supplier and may certainly more complex than simple customer-supplier and may
not be in the sense that the customer is always right, (Sytsma, not be in the sense that the customer is always right, (Sytsma,
1996 :6) maintains that the relationship clearly involves the 1996 :6) maintains that the relationship clearly involves the
student as customer. Supporting Sytsma’s view, (Bateman, :1) student as customer. Supporting Sytsma’s view, (Bateman, :1)
suggest that the idea of student as customer is healthier that the suggest that the idea of student as customer is healthier that the
traditional and professorial paternalistic view which can ‘lead traditional and professorial paternalistic view which can ‘lead
to complacency, stagnation, failure to check how much is really to complacency, stagnation, failure to check how much is really
learned and retained, and the working hypotheses that students’ learned and retained, and the working hypotheses that students’
needs coincide with professors’ interests’. needs coincide with professors’ interests’.

Teaching Quality and Student’s Assessment Teaching Quality and Student’s Assessment
It is universally accepted that teaching, research and It is universally accepted that teaching, research and
public service have been the main functions of higher education public service have been the main functions of higher education
(Frackmann, 1987 :166)(Cave, 1990 :52)(Dochy, 1990 :143). (Frackmann, 1987 :166)(Cave, 1990 :52)(Dochy, 1990 :143).
Therefore, performance and reputation of higher educational Therefore, performance and reputation of higher educational
institutions should incorporate these functions. However, institutions should incorporate these functions. However,
authors such as Lewis and Smith (Lewis, 1994 :10) argue that authors such as Lewis and Smith (Lewis, 1994 :10) argue that
among these three teaching is considered as the core function among these three teaching is considered as the core function
of higher educational institutions. Similarly, for years Australian of higher educational institutions. Similarly, for years Australian

220 220
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

government has also considered good teaching as ‘one of the government has also considered good teaching as ‘one of the
fundamental aims of higher education’ in the country (Australian fundamental aims of higher education’ in the country (Australian
Department of Employment, 1991 :56). Consequently, any Department of Employment, 1991 :56). Consequently, any
quality assurance in higher education should be focused in quality assurance in higher education should be focused in
teaching quality and improving quality of other functions of teaching quality and improving quality of other functions of
higher educational institutions should stem from the conviction higher educational institutions should stem from the conviction
that it can and should enhance and enrich student learning that it can and should enhance and enrich student learning
(Lewis, 1994 :10). (Lewis, 1994 :10).
On the contrary, however, teaching quality has generally On the contrary, however, teaching quality has generally
been seen as ‘a mysterious entity’ and, therefore, compared to been seen as ‘a mysterious entity’ and, therefore, compared to
research, it has been unsatisfactorily included in performance research, it has been unsatisfactorily included in performance
indicators and in shaping the reputation of higher educational indicators and in shaping the reputation of higher educational
institutions (Barnett, 1989 :26). Barnett, former Assistant institutions (Barnett, 1989 :26). Barnett, former Assistant
Registrar of British Council for National Academic Awards Registrar of British Council for National Academic Awards
(CNAA) exemplifies and clarifies further: (CNAA) exemplifies and clarifies further:
The University of Oxford has a worldwide reputation, but The University of Oxford has a worldwide reputation, but
it is a reputation which is to a large degree - if not entirely - it is a reputation which is to a large degree - if not entirely -
independent of the quality of the educational experience of its independent of the quality of the educational experience of its
undergraduates. Nor is it a reputation built on the quality of undergraduates. Nor is it a reputation built on the quality of
teaching. It is a reputation built surely largely on the University’s teaching. It is a reputation built surely largely on the University’s
record in scholarship and research, the resources at its command, record in scholarship and research, the resources at its command,
and even its age. The quality of its teaching and learning can and even its age. The quality of its teaching and learning can
hardly be factors, for they are not matters over which there is any hardly be factors, for they are not matters over which there is any
public knowledge. The point can be generalised: the reputations public knowledge. The point can be generalised: the reputations
of our institutions of higher education are largely independent of our institutions of higher education are largely independent
of the quality of teaching (1989:27). of the quality of teaching (1989:27).
Barnett’s quotation clearly shows that, compared to Barnett’s quotation clearly shows that, compared to
teaching quality, research has been taken for granted, or at teaching quality, research has been taken for granted, or at
least, dominating indicators in assessing the quality of higher least, dominating indicators in assessing the quality of higher
educational institutions. On the other hand, studies on the educational institutions. On the other hand, studies on the
relationship between research and teaching quality in higher relationship between research and teaching quality in higher

221 221
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

education have produced mixed results. Garnett and Holmes education have produced mixed results. Garnett and Holmes
(Garnett, 1995 :57) for instance argue that ‘research and (Garnett, 1995 :57) for instance argue that ‘research and
teaching are not in conflict’ but rather ‘genuinely symbiotic’. teaching are not in conflict’ but rather ‘genuinely symbiotic’.
Contradictorily, however, (Brew, 1995 :38) point out that Contradictorily, however, (Brew, 1995 :38) point out that
there is no support for the belief that quality in research is there is no support for the belief that quality in research is
necessary for or even supportive of quality in teaching. In necessary for or even supportive of quality in teaching. In
addition, after substantially reviewing literature on teaching addition, after substantially reviewing literature on teaching
and research (Terenzini, 1994 :30) conclude that the belief that and research (Terenzini, 1994 :30) conclude that the belief that
good researchers are good teachers is one of the myths of higher good researchers are good teachers is one of the myths of higher
education. Teaching excellence for (Gibbs, 1995 :149) is even education. Teaching excellence for (Gibbs, 1995 :149) is even
in direct conflict with research excellence, both competing ‘for in direct conflict with research excellence, both competing ‘for
academics’ attention and only one of them is rewarded’. The academics’ attention and only one of them is rewarded’. The
arguments indicate that there is now an urgent need to base arguments indicate that there is now an urgent need to base
assessment of the performance of higher educational institutions assessment of the performance of higher educational institutions
on teaching quality. The question then is how to define and on teaching quality. The question then is how to define and
measured teaching quality. However, before defining teaching measured teaching quality. However, before defining teaching
quality and discussing how it may be measured, the concept of quality and discussing how it may be measured, the concept of
quality itself, which is believed to be ‘elusive’ (Green, 1994 :13) quality itself, which is believed to be ‘elusive’ (Green, 1994 :13)
(Melia, 1994 :38) may need to be acknowledged briefly. (Melia, 1994 :38) may need to be acknowledged briefly.
Arguably the concept of quality has been interpreted Arguably the concept of quality has been interpreted
changeably overtime. Traditionally quality has meant supplying changeably overtime. Traditionally quality has meant supplying
exclusive and exceptional goods or services, which will give exclusive and exceptional goods or services, which will give
honor to the owners or users. It is, according to (Green, 1994 honor to the owners or users. It is, according to (Green, 1994
:13), like the common perception of people about the Oxford :13), like the common perception of people about the Oxford
and Cambridge Universities or the Rolls Royce but the concept and Cambridge Universities or the Rolls Royce but the concept
is not much applicable in assessing higher education as a is not much applicable in assessing higher education as a
whole. Secondly, the concept of quality has been associated whole. Secondly, the concept of quality has been associated
with conformance to a specification or standard, which is with conformance to a specification or standard, which is
originated from the manufacturing industries (Crosby, 1984 originated from the manufacturing industries (Crosby, 1984
:59)(Nightingale, 1994 :8)(Gaster, 1995 :38)(Tjiptono, 1995 :59)(Nightingale, 1994 :8)(Gaster, 1995 :38)(Tjiptono, 1995
:25). The introduction of customer charters and the like in :25). The introduction of customer charters and the like in

222 222
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

many government agencies to improve accountability and many government agencies to improve accountability and
responsiveness of public organisations, according to (Green, responsiveness of public organisations, according to (Green,
1994 :13), has been inspired by the approach to quality. This 1994 :13), has been inspired by the approach to quality. This
approach, (Green, 1994 ) adds, may also be applied in higher approach, (Green, 1994 ) adds, may also be applied in higher
education in which different standards may be developed for education in which different standards may be developed for
different types of institutions and any products or services of different types of institutions and any products or services of
that fall outside the standards will not be categorised as having that fall outside the standards will not be categorised as having
quality. quality.
Thirdly, quality may also be defined as fitness for purpose Thirdly, quality may also be defined as fitness for purpose
or use. Quality is meaningless without relating to the purpose or use. Quality is meaningless without relating to the purpose
of product or service (Juran, 1989 :15)(Nightingale, 1994 :9) of product or service (Juran, 1989 :15)(Nightingale, 1994 :9)
(Gaster, 1995 :38). Although it is debatable what the purposes of (Gaster, 1995 :38). Although it is debatable what the purposes of
higher education should be and who should decide the purpose, higher education should be and who should decide the purpose,
this definition of quality has been, according to (Green, 1994 this definition of quality has been, according to (Green, 1994
:15), the most favorable for higher educational policy makers :15), the most favorable for higher educational policy makers
and analysts. Once the purpose of higher education has been and analysts. Once the purpose of higher education has been
stated by who ever they are, the quality may then be judged by stated by who ever they are, the quality may then be judged by
the extent the product or service meets the purpose. the extent the product or service meets the purpose.
Probably the latest and arguably the most frequently used Probably the latest and arguably the most frequently used
definition of quality in modern life is meeting or surprising definition of quality in modern life is meeting or surprising
customer’s needs and expectations and therefore it is judged by customer’s needs and expectations and therefore it is judged by
the customers (Green, 1994 :17). Despite the fact that higher the customers (Green, 1994 :17). Despite the fact that higher
education has multiple customers, this research, as has been education has multiple customers, this research, as has been
extensively argued earlier, views students as the core customers extensively argued earlier, views students as the core customers
of higher education. Adopting this latest definition of quality, of higher education. Adopting this latest definition of quality,
quality teaching in higher education in this research is therefore quality teaching in higher education in this research is therefore
defined as the teaching that is meeting or surprising students defined as the teaching that is meeting or surprising students
needs and that is judged by the students. It is a pragmatic needs and that is judged by the students. It is a pragmatic
definition considering that the definition of quality teaching or definition considering that the definition of quality teaching or
good teaching or effective teaching itself, according to (Lally, good teaching or effective teaching itself, according to (Lally,
1994 :7-8), not only faces practical and philosophical difficulties 1994 :7-8), not only faces practical and philosophical difficulties

223 223
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

but also ‘does not facilitate the development of instruments but also ‘does not facilitate the development of instruments
which attempts to examine teaching quality from the focus of which attempts to examine teaching quality from the focus of
teaching as process’. teaching as process’.
Student assessment of teaching quality at university Student assessment of teaching quality at university
is actually not a new idea. (McKeachie, 1969 ) for instance, is actually not a new idea. (McKeachie, 1969 ) for instance,
has indicated that as the customer of teaching evaluations by has indicated that as the customer of teaching evaluations by
students provide the best criteria of teaching quality. A number students provide the best criteria of teaching quality. A number
of studies over time have also proved that students assessment of studies over time have also proved that students assessment
of quality teaching is multidimensional, reliable and stable, of quality teaching is multidimensional, reliable and stable,
relatively valid against a variety of indicators, and relatively relatively valid against a variety of indicators, and relatively
unaffected by variety of variables hypothesised as potential unaffected by variety of variables hypothesised as potential
biases (Marsh, 1975 )(Marsh, 1977 )(Marsh, 1979 )(Marsh, 1981 biases (Marsh, 1975 )(Marsh, 1977 )(Marsh, 1979 )(Marsh, 1981
)(Marsh, 1982a )(Marsh, 1982b )(Marsh, 1984 )(Marsh, 1987 ) )(Marsh, 1982a )(Marsh, 1982b )(Marsh, 1984 )(Marsh, 1987 )
(Watkins, 1992 ). (Watkins, 1992 ).
(Lally, 1994 :25) argues that currently student rating (Lally, 1994 :25) argues that currently student rating
questionnaires or surveys are the most popular rating scales questionnaires or surveys are the most popular rating scales
used. There are at least three already developed instruments that used. There are at least three already developed instruments that
may be applied in this research, namely: may be applied in this research, namely:
1. The Course Experience Questionnaire 1. The Course Experience Questionnaire
This instrument has been used by Australian Department This instrument has been used by Australian Department
of Education and Training to assess teaching quality across of Education and Training to assess teaching quality across
institutional and discipline areas (Lally, 1994 :8). institutional and discipline areas (Lally, 1994 :8).

2. The Students’ Evaluations of Educational Quality (SEEQ) 2. The Students’ Evaluations of Educational Quality (SEEQ)
This instrument is designed by Marsh with a consistently This instrument is designed by Marsh with a consistently
high reliability tested upon correlation among items designed high reliability tested upon correlation among items designed
to measure the same factor and correlation among responses to measure the same factor and correlation among responses
by students in the same course (Marsh, 1982a ). The long-term by students in the same course (Marsh, 1982a ). The long-term
stability of this instrument has also been proved (Overall, 1980 stability of this instrument has also been proved (Overall, 1980
) as well as its validity against the former students (Marsh, 1977 ) as well as its validity against the former students (Marsh, 1977
), against student achievement as measured by an objective ), against student achievement as measured by an objective

224 224
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

examination in multi-section courses (Marsh, 1975 ), against examination in multi-section courses (Marsh, 1975 ), against
teachers’ evaluation of their own teaching effectiveness (Marsh, teachers’ evaluation of their own teaching effectiveness (Marsh,
1979 )(Marsh, 1982b ), and against affective course consequences 1979 )(Marsh, 1982b ), and against affective course consequences
such as applications of course materials and plans to pursue the such as applications of course materials and plans to pursue the
subject further (Overall, 1980 ). (Marsh, 1984 ) has also proved subject further (Overall, 1980 ). (Marsh, 1984 ) has also proved
that the instrument has been relatively unimpaired by potential that the instrument has been relatively unimpaired by potential
bias such as class size, expected grade, and prior subject interest. bias such as class size, expected grade, and prior subject interest.

3. The Instructional Rating From 3. The Instructional Rating From


This instrument measures seven component of effective This instrument measures seven component of effective
teaching such as, among others, presentation clarity and teaching such as, among others, presentation clarity and
personal attention. This instrument has been developed and personal attention. This instrument has been developed and
tested its validity by Frey (Frey, 1973 )(Frey, 1978 )(Frey, 1975 ). tested its validity by Frey (Frey, 1973 )(Frey, 1978 )(Frey, 1975 ).

225 225
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pelayanan Publik Era Otonomi: Pelayanan Publik Era Otonomi:


masihkah seperti yang dulu? masihkah seperti yang dulu?

Pengantar Pengantar
Pelaksanaan otonomi daerah merupakan salah Pelaksanaan otonomi daerah merupakan salah
satu perubahan siknifikan pada penyelenggaraan negara di satu perubahan siknifikan pada penyelenggaraan negara di
Indonesia dewasa ini. Di antara berbagai faktor pembenar Indonesia dewasa ini. Di antara berbagai faktor pembenar
dilaksanakannya otonomi daerah, yang paling sering dikutip, dilaksanakannya otonomi daerah, yang paling sering dikutip,
adalah agar pemerintah dapat memberikan pelayanan publik adalah agar pemerintah dapat memberikan pelayanan publik
yang berkualitas kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi yang berkualitas kepada masyarakat. Hal ini dapat terjadi
karena dengan adanya otonomi daerah maka pemenuhan karena dengan adanya otonomi daerah maka pemenuhan
kebutuhan masyarakat atas jasa publik akan dilakukan oleh kebutuhan masyarakat atas jasa publik akan dilakukan oleh
unit pemerintahan terdepan, yang berada paling dekat dengan unit pemerintahan terdepan, yang berada paling dekat dengan
masyarakat, dan, oleh karena itu, yang paling mengetahui apa masyarakat, dan, oleh karena itu, yang paling mengetahui apa
keinginan masyarakat. keinginan masyarakat.
Usaha-usaha untuk dapat memberikan pelayanan publik Usaha-usaha untuk dapat memberikan pelayanan publik
yang berkualitas kepada masyarakat nampaknya memang yang berkualitas kepada masyarakat nampaknya memang
sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Hal ini disebabkan oleh sudah tidak dapat ditunda-tunda lagi. Hal ini disebabkan oleh
semakin kuatnya tuntutan masyarakat seiring dengan semakin semakin kuatnya tuntutan masyarakat seiring dengan semakin
membaiknya tingkat pendidikan dan semakin bebasnya membaiknya tingkat pendidikan dan semakin bebasnya
masyarakat untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka. masyarakat untuk menyuarakan tuntutan-tuntutan mereka.
Tulisan ini mencoba melihat kembali apakah pelaksanaan Tulisan ini mencoba melihat kembali apakah pelaksanaan
otonomi daerah beberapa tahun terakhir ini telah berhasil otonomi daerah beberapa tahun terakhir ini telah berhasil
merubah wajah pelayanan publik kita menjadi semakin merubah wajah pelayanan publik kita menjadi semakin
berkualitas dengan menggunakan indikator yang telah berkualitas dengan menggunakan indikator yang telah
ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara. ditetapkan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara.

226 226
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Pelayanan Publik Prima Pelayanan Publik Prima


Keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No. Keputusan Mentri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
81 Tahun 1993 mengisyaratkan bahwa pelayanan publik atau 81 Tahun 1993 mengisyaratkan bahwa pelayanan publik atau
pelayanan masyarakat atau pelayanan umum adalah segala pelayanan masyarakat atau pelayanan umum adalah segala
bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha pemerintah di pusat, di daerah dan di lingkungan Badan Usaha
Milik Negara/Daerah (BUMN/D) dalam bentuk barang atau jasa, Milik Negara/Daerah (BUMN/D) dalam bentuk barang atau jasa,
baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat
maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang- maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-
undangan. Dari batasan ini sedikitnya ada dua hal yang perlu undangan. Dari batasan ini sedikitnya ada dua hal yang perlu
untuk dikomentari. Pertama, batasan ini masih menganggap untuk dikomentari. Pertama, batasan ini masih menganggap
pemerintah sebagai pelaku tunggal penyediaan pelayanan pemerintah sebagai pelaku tunggal penyediaan pelayanan
publik di Indonesia. Hal tentu saja tidak lagi sejalan dengan publik di Indonesia. Hal tentu saja tidak lagi sejalan dengan
konsep good governance yang sudah menjadi kecenderungan konsep good governance yang sudah menjadi kecenderungan
global termasuk di Indonesia karena konsep ini menganggap global termasuk di Indonesia karena konsep ini menganggap
bahwa saat ini organisasi publik (state), sektor swasta (private), bahwa saat ini organisasi publik (state), sektor swasta (private),
dan masyarakat (civil society) seharusnya secara bersama-sama dan masyarakat (civil society) seharusnya secara bersama-sama
dalam peyediaan pelayanan publik. dalam peyediaan pelayanan publik.
Kedua, dari batasan pelayanan umum di atas dapat Kedua, dari batasan pelayanan umum di atas dapat
juga disimpulkan bahwa pelayanan publik yang disediakan juga disimpulkan bahwa pelayanan publik yang disediakan
oleh organisasi pemerintah, ada yang memang merupakan oleh organisasi pemerintah, ada yang memang merupakan
kebutuhan masyarakat tetapi ada juga yang pada dasarnya kebutuhan masyarakat tetapi ada juga yang pada dasarnya
tidak dibutuhkan oleh masyarakat tetapi sekedar dalam rangka tidak dibutuhkan oleh masyarakat tetapi sekedar dalam rangka
pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata pelaksanaan peraturan perundang-undangan. Atau dengan kata
lain ada pelayanan publik yang memang kebutuhan masyarakat lain ada pelayanan publik yang memang kebutuhan masyarakat
tetapi ada juga yang merupakan kebutuhan pemerintah. Tidak tetapi ada juga yang merupakan kebutuhan pemerintah. Tidak
bisa dipungkiri bahwa pelayanan publik seperti air bersih, bisa dipungkiri bahwa pelayanan publik seperti air bersih,
listrik, dan telepon, misalnya, memang merupakan kebutuhan listrik, dan telepon, misalnya, memang merupakan kebutuhan
masyarakat. Tetapi pelayanan publik seperti surat nikah, Kartu masyarakat. Tetapi pelayanan publik seperti surat nikah, Kartu
Tanda Penduduk (KTP), dan kartu kuning pada dasarnya Tanda Penduduk (KTP), dan kartu kuning pada dasarnya
bukan merupakan kebutuhan masyarakat. Bukankah yang kita bukan merupakan kebutuhan masyarakat. Bukankah yang kita

227 227
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

butuhkan sebenarnya adalah istri atau suami tetapi bukan surat butuhkan sebenarnya adalah istri atau suami tetapi bukan surat
nikah? Demikian juga yang dibutuhkan oleh para pengangguran nikah? Demikian juga yang dibutuhkan oleh para pengangguran
adalah pekerjaan, bukan kartu kuning. Ironisnya, masyarakat adalah pekerjaan, bukan kartu kuning. Ironisnya, masyarakat
kadang kala lebih sulit mendapatkan pelayanan publik yang kadang kala lebih sulit mendapatkan pelayanan publik yang
pada dasarnya mereka tidak butuhkan seperti ini dibandingkan pada dasarnya mereka tidak butuhkan seperti ini dibandingkan
dengan pelayanan publik yang merupakan kebutuhan mereka. dengan pelayanan publik yang merupakan kebutuhan mereka.

Mengukur Pelayanan Prima Mengukur Pelayanan Prima


“Pelayanan prima” sepertinya sudah menjadi kosa kata “Pelayanan prima” sepertinya sudah menjadi kosa kata
wajib yang harus diucapkan oleh setiap pejabat pemerintah kalau wajib yang harus diucapkan oleh setiap pejabat pemerintah kalau
ditanya pelayanan yang bagaimana yang seharusnya mereka ditanya pelayanan yang bagaimana yang seharusnya mereka
berikan kepada masyarakat. Namun demikian, banyak di antara berikan kepada masyarakat. Namun demikian, banyak di antara
mereka yang dengan fasih menyebutkan prase ini tidak mampu mereka yang dengan fasih menyebutkan prase ini tidak mampu
menjelaskan apa yang sebenarnya mereka maksudkan dengan menjelaskan apa yang sebenarnya mereka maksudkan dengan
pelayanan prima itu. Sedangkan untuk dapat memberikan pelayanan prima itu. Sedangkan untuk dapat memberikan
pelayanan yang prima, para penyedia jasa, baik itu perusahaan pelayanan yang prima, para penyedia jasa, baik itu perusahaan
swasta maupun organisasi pemerintah, harus mengetahui swasta maupun organisasi pemerintah, harus mengetahui
bagaimana pelanggan atau masyarakat menilai keprimaan bagaimana pelanggan atau masyarakat menilai keprimaan
pelayanan yang diberikan. pelayanan yang diberikan.
Zeithaml, Berry dan Parasunaman (1985) mengemukakan Zeithaml, Berry dan Parasunaman (1985) mengemukakan
lima dimensi yang umumnya digunakan oleh masyarakat/ lima dimensi yang umumnya digunakan oleh masyarakat/
pelanggan dalam menilai apakah pelayanan yang mereka terima pelanggan dalam menilai apakah pelayanan yang mereka terima
itu prima (berkualitas) atau tidak. Pertama, masyarakat akan itu prima (berkualitas) atau tidak. Pertama, masyarakat akan
menilai apakah kantor dan fasilitas fisik termasuk penampilan menilai apakah kantor dan fasilitas fisik termasuk penampilan
pegawai dan sarana di kantor yang memberikan pelayanan pegawai dan sarana di kantor yang memberikan pelayanan
tersebut prima. Pentingnya dimensi bukti-langsung (tangibles) tersebut prima. Pentingnya dimensi bukti-langsung (tangibles)
dalam menilai kualitas pelayanan ini didasari pada asumsi dalam menilai kualitas pelayanan ini didasari pada asumsi
sederhana bahwa kenyamanan tempat bekerja dan penampilan sederhana bahwa kenyamanan tempat bekerja dan penampilan
pegawai yang menyenangkan akan berpengaruf positif terhadap pegawai yang menyenangkan akan berpengaruf positif terhadap
kepuasaan masyarakat yang menerima pelayanan tersebut. kepuasaan masyarakat yang menerima pelayanan tersebut.

228 228
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kehandalan (reliability) adalah dimensi kedua yang Kehandalan (reliability) adalah dimensi kedua yang
digunakan oleh masyarakat dalam menilai apakah pelayanan digunakan oleh masyarakat dalam menilai apakah pelayanan
yang mereka terima itu prima atau tidak. Dimensi ini yang mereka terima itu prima atau tidak. Dimensi ini
berhubungan dengan kemampuan suatu instansi pemerintah berhubungan dengan kemampuan suatu instansi pemerintah
dalam memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang dalam memberikan pelayanan sesuai dengan waktu yang
dijanjikan. Ketiga, masyarakat juga menilai keprimaan dijanjikan. Ketiga, masyarakat juga menilai keprimaan
pelayanan publik yang mereka terima dari daya tanggap pelayanan publik yang mereka terima dari daya tanggap
(responsiveness) pegawai yang memberikan pelayanan tersebut. (responsiveness) pegawai yang memberikan pelayanan tersebut.
Keempat, masyarakat juga mendambakan adanya jaminan Keempat, masyarakat juga mendambakan adanya jaminan
(assurance) terhadap pelayanan publik yang mereka terima. (assurance) terhadap pelayanan publik yang mereka terima.
Berdasarkan dimensi ini, maka pelayanan publik hanya dapat Berdasarkan dimensi ini, maka pelayanan publik hanya dapat
dikatakan prima apabila pelayanan tersebut bebas dari bahaya dikatakan prima apabila pelayanan tersebut bebas dari bahaya
dan pegawai yang memberikan pelayanan harus terpercaya. dan pegawai yang memberikan pelayanan harus terpercaya.
Terakhir, masyarakat juga membutuhkan kemudahan dalam Terakhir, masyarakat juga membutuhkan kemudahan dalam
berhubungan dengan instansi atau pejabat yang memberikan berhubungan dengan instansi atau pejabat yang memberikan
pelayanan yang dibutuhkan (empathy). pelayanan yang dibutuhkan (empathy).

Kondisi Pelayanan Publik di Indonesia Kondisi Pelayanan Publik di Indonesia


Surat Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 yang dikutip Surat Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 yang dikutip
pada awal tulisan ini sebenarnya sudah mengadopsi dimensi- pada awal tulisan ini sebenarnya sudah mengadopsi dimensi-
dimensi pelayanan prima yang dijelaskan sebelumnya dalam dimensi pelayanan prima yang dijelaskan sebelumnya dalam
menetapkan sembilan kriteria dalam memberikan pelayanan menetapkan sembilan kriteria dalam memberikan pelayanan
publik yang prima kepada masyarakat. Ringkasan ke sembilan publik yang prima kepada masyarakat. Ringkasan ke sembilan
kriteria ini akan dijelaskan berikut ini yang dilengkapi dengan kriteria ini akan dijelaskan berikut ini yang dilengkapi dengan
berbagai ilustrasi apakah kariteria ini sudah diimplementasikan berbagai ilustrasi apakah kariteria ini sudah diimplementasikan
dalam memberikan pelayanan publik di negara kita dan dalam memberikan pelayanan publik di negara kita dan
bagaimana serupa diwujudkan di negara lain. bagaimana serupa diwujudkan di negara lain.
1. Kesederhanaan. Dimensi ini menghendaki agar pelayanan 1. Kesederhanaan. Dimensi ini menghendaki agar pelayanan
publik diberikan secara mudah, cepat, tepat dan tidak publik diberikan secara mudah, cepat, tepat dan tidak
berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksanakan berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksanakan

229 229
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan tersebut. oleh masyarakat yang membutuhkan pelayanan tersebut.
Kenyataannya, masih banyak persyaratan untuk Kenyataannya, masih banyak persyaratan untuk
mendapatkan pelayanan publik yang terkesan tidak mudah mendapatkan pelayanan publik yang terkesan tidak mudah
dan berbelit-belit. Contoh, dalam hal menjadi pelanggan dan berbelit-belit. Contoh, dalam hal menjadi pelanggan
telepon dan listrik, misalnya, pemohon masih harus telepon dan listrik, misalnya, pemohon masih harus
melampirkan berbagai persyaratan. Sedangkan, konon melampirkan berbagai persyaratan. Sedangkan, konon
kabarnya, untuk mendapatkan sambungan telepon baru kabarnya, untuk mendapatkan sambungan telepon baru
di Australia, pemohon cukup menelepon kantor telepon di Australia, pemohon cukup menelepon kantor telepon
setempat dan jasa telepon akan didapatkan dalam waktu setempat dan jasa telepon akan didapatkan dalam waktu
dua jam. Uang jaminan dan biaya penyambungan dapat dua jam. Uang jaminan dan biaya penyambungan dapat
dibayar bersamaan dengan pembayaran rekening bulan dibayar bersamaan dengan pembayaran rekening bulan
berikutnya. Tidak ada persyaratan lain dan prosedurnya berikutnya. Tidak ada persyaratan lain dan prosedurnya
sangat sederhana. sangat sederhana.
2. Kejelasan dan kepastian. Dimensi ini mensyaratkan 2. Kejelasan dan kepastian. Dimensi ini mensyaratkan
organisasi pemerintah untuk memberikan informasi yang organisasi pemerintah untuk memberikan informasi yang
jelas dan pasti menyangkut prosedur, persyaratan, unit jelas dan pasti menyangkut prosedur, persyaratan, unit
kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan serta biaya/tarif waktu dalam memberikan pelayanan serta biaya/tarif waktu
penyelesaian pelayanan. Dalam kenyataannya masih penyelesaian pelayanan. Dalam kenyataannya masih
banyak organisasi publik yang belum dapat memberikan banyak organisasi publik yang belum dapat memberikan
kepastian waktu penyelesaian pelayanan dan tarif yang kepastian waktu penyelesaian pelayanan dan tarif yang
harus dibayar oleh masyarakat. Masih maraknya praktek- harus dibayar oleh masyarakat. Masih maraknya praktek-
praktek suap, uang rokok, uang semir, uang pelicin praktek suap, uang rokok, uang semir, uang pelicin
atau apapun namanya membuat tarif atau biaya yang atau apapun namanya membuat tarif atau biaya yang
harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan harus dikeluarkan oleh masyarakat untuk mendapatkan
pelayanan yang sama menjadi sangat bervariasi. pelayanan yang sama menjadi sangat bervariasi.
3. Keamanan. Indikasi bahwa dimensi ini terpenuhi apabila 3. Keamanan. Indikasi bahwa dimensi ini terpenuhi apabila
proses serta hasil pelayanan memberikan rasa aman, proses serta hasil pelayanan memberikan rasa aman,
nyaman, dan kepastian hukum bagi masyarakat. Jadi nyaman, dan kepastian hukum bagi masyarakat. Jadi
apabila masih ada keluhan masyarakat tentang paket- apabila masih ada keluhan masyarakat tentang paket-
paket pos mereka yang berkurang isinya, atau tanah paket pos mereka yang berkurang isinya, atau tanah

230 230
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

mereka yang sudah bersertifikat tetapi digugat oleh pihak mereka yang sudah bersertifikat tetapi digugat oleh pihak
lain dengan dasar sertifikat kepemilikan yang asli (setifikat lain dengan dasar sertifikat kepemilikan yang asli (setifikat
ganda), maka dimensi ini belum dapat dikatakan sudah ganda), maka dimensi ini belum dapat dikatakan sudah
terpenuhi. terpenuhi.
4. Keterbukaan. Dimensi ini mewajibkan organisasi publik 4. Keterbukaan. Dimensi ini mewajibkan organisasi publik
untuk menginformasikan secara terbuka segala hal yang untuk menginformasikan secara terbuka segala hal yang
berhubungan dengan pemberian pelayanan, baik diminta berhubungan dengan pemberian pelayanan, baik diminta
maupun tidak diminta, agar mudah diketahui dan maupun tidak diminta, agar mudah diketahui dan
difahami oleh masyarakat. Di Canberra, ibukota negara difahami oleh masyarakat. Di Canberra, ibukota negara
Australia, kewajiban seperti ini dioperasionalkan dengan Australia, kewajiban seperti ini dioperasionalkan dengan
menyebarluaskan informasi tersebut di tempat-tempat menyebarluaskan informasi tersebut di tempat-tempat
umum seperti mal, bis umum, gereja, dan pasar. Di dalam umum seperti mal, bis umum, gereja, dan pasar. Di dalam
negeri, masih banyak persyaratan-persyaratan pelayanan negeri, masih banyak persyaratan-persyaratan pelayanan
publik yang disimpan di dalam laci yang hanya diketahui publik yang disimpan di dalam laci yang hanya diketahui
oleh orang-orang tertentu. Atau, ditempelkan di belakang oleh orang-orang tertentu. Atau, ditempelkan di belakang
pintu sehingga tidak bisa terlihat oleh masyarakat yang pintu sehingga tidak bisa terlihat oleh masyarakat yang
membutuhkan pelayanan. membutuhkan pelayanan.
5. Efisiensi. Pelayanan publik yang mempertimbangkan 5. Efisiensi. Pelayanan publik yang mempertimbangkan
faktor efisiensi akan membatasi persyaratan pelayanan faktor efisiensi akan membatasi persyaratan pelayanan
hanya pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan hanya pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan
pencapaian sasaran pelayanan dan mencegah adanya pencapaian sasaran pelayanan dan mencegah adanya
pengulangan pemenuhan persyaratan. Jadi, menjadikan pengulangan pemenuhan persyaratan. Jadi, menjadikan
lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah lunas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sebagai salah
satu persyaratan untuk hampir semua urusan masyarakat satu persyaratan untuk hampir semua urusan masyarakat
di kantor lurah atau camat sangat bertentangan dengan di kantor lurah atau camat sangat bertentangan dengan
dimensi ini. Mendapatkan Kartu Tanda Penduduk adalah dimensi ini. Mendapatkan Kartu Tanda Penduduk adalah
hak setiap warga negara, baik yang sudah, maupun yang hak setiap warga negara, baik yang sudah, maupun yang
belum melunasi PBB. Foto copy kartu pegawai dan atau belum melunasi PBB. Foto copy kartu pegawai dan atau
SK terakhir sebagai salah satu persyaratan dalam setiap SK terakhir sebagai salah satu persyaratan dalam setiap
kenaikan pangkat pegawai negeri juga tidak sejalan kenaikan pangkat pegawai negeri juga tidak sejalan
dengan prinsip efisiensi ini. Bukankah kartu pegawai dan dengan prinsip efisiensi ini. Bukankah kartu pegawai dan

231 231
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

SK terakhir tidak pernah berubah sehingga foto copy SK terakhir tidak pernah berubah sehingga foto copy
tahun-tahun sebelumnya masih ada pada arsip bagian tahun-tahun sebelumnya masih ada pada arsip bagian
kepegawaian atau BKD atau BKN? kepegawaian atau BKD atau BKN?
6. Ekonomis. Dimensi ini mengandung arti pengenaan 6. Ekonomis. Dimensi ini mengandung arti pengenaan
biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan
memperhatikan nilai pelayanan, kemampuan masyarakat, memperhatikan nilai pelayanan, kemampuan masyarakat,
dan ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam dan ketentuan perundangan yang berlaku. Dalam
kenyataannya masih banyak organisasi publik yang kenyataannya masih banyak organisasi publik yang
mengabaikan dimensi ini. Contoh yang sangat mudah mengabaikan dimensi ini. Contoh yang sangat mudah
dilihat adalah belum seorang pun pemilik kendaraan yang dilihat adalah belum seorang pun pemilik kendaraan yang
pernah saya temui yang membayar biaya Surat Tanda pernah saya temui yang membayar biaya Surat Tanda
Nomor Kendarannya (STNK) sesuai dengan jumlah yang Nomor Kendarannya (STNK) sesuai dengan jumlah yang
tertera pada lembaran STNK tersebut. tertera pada lembaran STNK tersebut.
7. Keadilan yang merata adalah dimensi yang mengandung 7. Keadilan yang merata adalah dimensi yang mengandung
arti bahwa jangkauan pelayanan harus seluas mungkin, arti bahwa jangkauan pelayanan harus seluas mungkin,
merata, dan diperlakukan secara adil bagi seluruh lapisan merata, dan diperlakukan secara adil bagi seluruh lapisan
masyarakat. Apabila dimensi ini diwujudkan di rumah masyarakat. Apabila dimensi ini diwujudkan di rumah
tahanan atau lembaga pemasyarakatan, misalnya, maka tahanan atau lembaga pemasyarakatan, misalnya, maka
tidak akan ada lagi narapidana yang bisa memiliki ruangan tidak akan ada lagi narapidana yang bisa memiliki ruangan
khusus yang lapang, berkarpet, berpendingan udara, khusus yang lapang, berkarpet, berpendingan udara,
dan bertelevisi sementara narapidana lainnya berdesak- dan bertelevisi sementara narapidana lainnya berdesak-
desakan di sel-sel yang sempit dan pengap dengan hanya desakan di sel-sel yang sempit dan pengap dengan hanya
beralaskan tikar. beralaskan tikar.
8. Ketepatan waktu. Dimensi yang berarti pelaksanaan 8. Ketepatan waktu. Dimensi yang berarti pelaksanaan
pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun pelayanan masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun
waktu yang telah ditentukan, ini yang mungkin paling waktu yang telah ditentukan, ini yang mungkin paling
berat dipenuhi oleh banyak organisasi. Pada umumnya berat dipenuhi oleh banyak organisasi. Pada umumnya
masyarakat menuntut ketepatan dan bukan kecepatan masyarakat menuntut ketepatan dan bukan kecepatan
waktu pelayanan. Dengan kata lain masyarakat dapat waktu pelayanan. Dengan kata lain masyarakat dapat
memahami kemampuan pemerintah dan oleh karena itu memahami kemampuan pemerintah dan oleh karena itu
dapat menunggu untuk mendapatkan pelayanan asalkan dapat menunggu untuk mendapatkan pelayanan asalkan

232 232
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

pelayanan tersebut dapat diterima sesuai dengan waktu pelayanan tersebut dapat diterima sesuai dengan waktu
yang dijanjikan. yang dijanjikan.
Dari uraian dan contoh-contoh yang digambarkan Dari uraian dan contoh-contoh yang digambarkan
tadi, nampak jelas bahwa pelayanan publik yang diterima tadi, nampak jelas bahwa pelayanan publik yang diterima
oleh masyarakat pada saat ini belum dapat dikatakan prima. oleh masyarakat pada saat ini belum dapat dikatakan prima.
Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah
di Indonesia belum mampu mewujudkan tujuan mulia di Indonesia belum mampu mewujudkan tujuan mulia
peningkatan kualitas pelayanan publik, seperti yang sering peningkatan kualitas pelayanan publik, seperti yang sering
diagung-agungkan selama ini. Mudah-mudahan ini hanya diagung-agungkan selama ini. Mudah-mudahan ini hanya
masalah waktu. Mudah-mudahan wewujudkan pelayanan masalah waktu. Mudah-mudahan wewujudkan pelayanan
berkualitas melalui otonomi daerah bukan retorika belaka. berkualitas melalui otonomi daerah bukan retorika belaka.
Semoga. Semoga.

233 233
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

PDAM DIBUANG SAYANG PDAM DIBUANG SAYANG

PDAM Makassar sedang dirundung malang. Setelah PDAM Makassar sedang dirundung malang. Setelah
dinonaktifkan beberapa minggu, Direktur Utama akhirnya dinonaktifkan beberapa minggu, Direktur Utama akhirnya
diberhentikan dari jabatannya. Tulisan ini tidak dimaksudkan diberhentikan dari jabatannya. Tulisan ini tidak dimaksudkan
untuk semakin memperkeruh kekisruhan yang sedang melanda untuk semakin memperkeruh kekisruhan yang sedang melanda
perusahaan ini tetapi sekedar membagi “temuan” lain dari perusahaan ini tetapi sekedar membagi “temuan” lain dari
penelitian yang dilakukan oleh penulis beberapa tahun lalu, penelitian yang dilakukan oleh penulis beberapa tahun lalu,
yang mencoba mengungkap sejumlah aspek internal organisasi yang mencoba mengungkap sejumlah aspek internal organisasi
yang ditengarai sebagai penyebab lemahnya kinerja PDAM yang ditengarai sebagai penyebab lemahnya kinerja PDAM
pada saat itu. Aspek internal yang dimaksudkan dalam tulisan pada saat itu. Aspek internal yang dimaksudkan dalam tulisan
ini adalah bagaimana persepsi karyawan terhadap diri mereka ini adalah bagaimana persepsi karyawan terhadap diri mereka
dan persepsi karyawan dalam hubungan mereka dengan pihak dan persepsi karyawan dalam hubungan mereka dengan pihak
manajemen. Informasi dalam tulisan ini didasarkan pada manajemen. Informasi dalam tulisan ini didasarkan pada
informasi yang terkumpul melalui wawancara mendalam (in- informasi yang terkumpul melalui wawancara mendalam (in-
depth interview) dan diskusi kelompok (focus group discussion) depth interview) dan diskusi kelompok (focus group discussion)
dengan karyawan PDAM pada berbagai level dan unit, baik dengan karyawan PDAM pada berbagai level dan unit, baik
yang berada di kantor pusat maupun yang bertugas di unit- yang berada di kantor pusat maupun yang bertugas di unit-
unit pelayanan. Oleh karena itu, sejumlah pernyataan karyawan unit pelayanan. Oleh karena itu, sejumlah pernyataan karyawan
sengaja dikutip langsung untuk menguatkan argumen yang sengaja dikutip langsung untuk menguatkan argumen yang
dikemukakan (selengkapnya bisa dilihat Imbaruddin 2003). Apa dikemukakan (selengkapnya bisa dilihat Imbaruddin 2003). Apa
pun ending ceritra tentang PDAM dan siapa pun nantinya diberi pun ending ceritra tentang PDAM dan siapa pun nantinya diberi
amanah menjadi nakhoda, “temuan-temuan” yang dipaparkan amanah menjadi nakhoda, “temuan-temuan” yang dipaparkan
dalam tulisan ini semoga dapat menjadi bahan renungan yang dalam tulisan ini semoga dapat menjadi bahan renungan yang
dibuang sayang. dibuang sayang.

***** *****

234 234
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Untuk dapat memberikan kontribusi optimal, setiap Untuk dapat memberikan kontribusi optimal, setiap
pegawai di dalam organisasi harus mengetahui dengan jelas pegawai di dalam organisasi harus mengetahui dengan jelas
apa yang diharapkan dari mereka. Ketidakjelasan peran apa yang diharapkan dari mereka. Ketidakjelasan peran
(role ambiguity) akan mengakibatkan pegawai tidak mampu (role ambiguity) akan mengakibatkan pegawai tidak mampu
berbuat, merasa serba salah dan bingung karena mereka tidak berbuat, merasa serba salah dan bingung karena mereka tidak
paham bagaimana kinerja mereka akan dinilai dan diapresiasi. paham bagaimana kinerja mereka akan dinilai dan diapresiasi.
Sayangnya, ketidakjelasan peran dialami sejumlah karyawan Sayangnya, ketidakjelasan peran dialami sejumlah karyawan
PDAM. Sejumlah karyawan kunci berkomentar bahwa PDAM. Sejumlah karyawan kunci berkomentar bahwa
sejujurnya mereka tidak mengerti apa yg diharapkan oleh sejujurnya mereka tidak mengerti apa yg diharapkan oleh
manajemen karena yg paling sering ditekankan hanya disiplin. manajemen karena yg paling sering ditekankan hanya disiplin.
Karyawan lainnya berujar “kami tidak yakin apa tugas kami dan Karyawan lainnya berujar “kami tidak yakin apa tugas kami dan
oleh karena itu kami hanya menebak-nebak saja”. oleh karena itu kami hanya menebak-nebak saja”.
Selain ketidakjelasan peran, sejumlah karyawan juga Selain ketidakjelasan peran, sejumlah karyawan juga
merasakan bahwa beban dan jenis pekerjaan yang diberikan merasakan bahwa beban dan jenis pekerjaan yang diberikan
mustahil untuk diselesaikan apabila kondisi yang ada tidak mustahil untuk diselesaikan apabila kondisi yang ada tidak
diperbaiki. Ironisnya, usulan karyawan untuk memperbaiki diperbaiki. Ironisnya, usulan karyawan untuk memperbaiki
kondisi dimaksud - agar karyawan dapat memenuhi apa yang kondisi dimaksud - agar karyawan dapat memenuhi apa yang
diharapkan dari mereka - tidak mendapat respon positif dari diharapkan dari mereka - tidak mendapat respon positif dari
pihak manajemen. Hal ini melahirkan konflik dalam diri pihak manajemen. Hal ini melahirkan konflik dalam diri
karyawan yang berakibat pada menurunnya semangat kerja. karyawan yang berakibat pada menurunnya semangat kerja.
Sebagai contoh, unit yang diminta meyelesaikan tunggakan Sebagai contoh, unit yang diminta meyelesaikan tunggakan
rekening pelanggan menemukan bahwa hampir 50 persen rekening pelanggan menemukan bahwa hampir 50 persen
tunggakan berasal dari perumahan yang masih kosong karena tunggakan berasal dari perumahan yang masih kosong karena
belum ditempati atau rumah yang (bangunannya) sudah belum ditempati atau rumah yang (bangunannya) sudah
tidak ada tetapi rekeningnya terus diterbitkan. Mengharapkan tidak ada tetapi rekeningnya terus diterbitkan. Mengharapkan
karyawan mengurangi tunggakan dari rekening seperti ini karyawan mengurangi tunggakan dari rekening seperti ini
tentu saja tidak mungkin. Sayangnya, usulan untuk menghapus tentu saja tidak mungkin. Sayangnya, usulan untuk menghapus
rekening bodong seperti ini - agar tidak terhitung sebagai rekening bodong seperti ini - agar tidak terhitung sebagai
tunggakan - tidak mendapatkan respon dari manajemen. tunggakan - tidak mendapatkan respon dari manajemen.
Akibatnya, karyawan pada unit yang menangani tunggakan Akibatnya, karyawan pada unit yang menangani tunggakan
rekening mengalami konflik peran (role conflict) karena dituntut rekening mengalami konflik peran (role conflict) karena dituntut

235 235
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

untuk melakukan pekerjaan yang diyakini mustahil untuk untuk melakukan pekerjaan yang diyakini mustahil untuk
tercapai. tercapai.
Pemberdayaan karyawan (karyawanf empowerment) Pemberdayaan karyawan (karyawanf empowerment)
yang secara sederhana dapat diartikan sebagai penyebaran yang secara sederhana dapat diartikan sebagai penyebaran
pengambilan keputusan (tidak hanya pada pimpinan atau kantor pengambilan keputusan (tidak hanya pada pimpinan atau kantor
pusat) diyakini sebagai salah satu kiat yang dapat meningkatkan pusat) diyakini sebagai salah satu kiat yang dapat meningkatkan
kinerja sebuah perusahaan. Keyakinan ini didasarkan pada kinerja sebuah perusahaan. Keyakinan ini didasarkan pada
kenyataan bahwa pegawai yg paling dekat dengan masalah yang kenyataan bahwa pegawai yg paling dekat dengan masalah yang
terjadi adalah orang yang paling tepat untuk membuat keputusan terjadi adalah orang yang paling tepat untuk membuat keputusan
dan memecahkan masalah tersebut. Sayangnya, pemberdayaan dan memecahkan masalah tersebut. Sayangnya, pemberdayaan
karyawan dan unit-unit pelayanan PDAM dirasakan masih karyawan dan unit-unit pelayanan PDAM dirasakan masih
sangat terbatas. Keadaan ini digambarkan dengan gamlang oleh sangat terbatas. Keadaan ini digambarkan dengan gamlang oleh
seorang karyawan yang mengatakan bahwa walaupun sudah seorang karyawan yang mengatakan bahwa walaupun sudah
ada unit-unit pelayanan, masih banyak keputusan yang harus ada unit-unit pelayanan, masih banyak keputusan yang harus
meminta otorisasi dari kantor pusat sehingga memperlambat meminta otorisasi dari kantor pusat sehingga memperlambat
pelayanan. Karyawan ini mencontohkan bahwa keputusan pelayanan. Karyawan ini mencontohkan bahwa keputusan
level rendah seperti pengadaan material untuk melayani level rendah seperti pengadaan material untuk melayani
pelanggan baru masih harus minta persetujuan dari kantor pelanggan baru masih harus minta persetujuan dari kantor
pusat. Akibatnya, unit-unit pelayanan seringkali tidak mampu pusat. Akibatnya, unit-unit pelayanan seringkali tidak mampu
melkukan pelayanan yang cepat hanya karena otorisasi dari melkukan pelayanan yang cepat hanya karena otorisasi dari
kantor pusat yang tidak segera didapatkan. kantor pusat yang tidak segera didapatkan.
Kerja sama tim (team work) adalah kunci keberhasilan Kerja sama tim (team work) adalah kunci keberhasilan
organisasi. Kerja sama tim hanya dapat terwujud apabila organisasi. Kerja sama tim hanya dapat terwujud apabila
komunikasi vertikal (antara karyawan dan manajemen) dan komunikasi vertikal (antara karyawan dan manajemen) dan
komunikasi horisontal (antra karyawan dan antar unit) terjalin komunikasi horisontal (antra karyawan dan antar unit) terjalin
dengan baik. Keluhan salah seorang kepala unit berikut ini dengan baik. Keluhan salah seorang kepala unit berikut ini
menunjukkan betapa manajemen PDAM masih perlu bekerja menunjukkan betapa manajemen PDAM masih perlu bekerja
keras untuk membangun kerja sama tim melalui peningkatan keras untuk membangun kerja sama tim melalui peningkatan
kualitas komunikasi vertikal dan horisontal di dalam perusahaan. kualitas komunikasi vertikal dan horisontal di dalam perusahaan.
“Unit kami selalu disalahkan dengan besarnya tunggakan “Unit kami selalu disalahkan dengan besarnya tunggakan
pada hal masalah tunggakan bukan salah kami. Bolanya pada hal masalah tunggakan bukan salah kami. Bolanya

236 236
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

bukan mati sama kami. Kami sudah melaksanakan tugas dan bukan mati sama kami. Kami sudah melaksanakan tugas dan
tanggung jawab unit kami. Kami sudah melaporkan kepada tanggung jawab unit kami. Kami sudah melaporkan kepada
manajemen dan unit-unit lain apa yang harus dilakukan (untuk manajemen dan unit-unit lain apa yang harus dilakukan (untuk
menanggulangi masalah tunggakan), tetapi tidak ada respon menanggulangi masalah tunggakan), tetapi tidak ada respon
dari mereka. Kami tidak mau menyalahkan unit-unit lain tetapi dari mereka. Kami tidak mau menyalahkan unit-unit lain tetapi
memang kami tidak pernah duduk bersama, mendiskusikan apa memang kami tidak pernah duduk bersama, mendiskusikan apa
yang harus dilakukan untuk mengatasi semakin meningkatnya yang harus dilakukan untuk mengatasi semakin meningkatnya
tunggakan”. tunggakan”.
Kinerja organisasi tidak dapat hanya dibebankan Kinerja organisasi tidak dapat hanya dibebankan
kepada karyawan tetapi terutama merupakan tanggung kepada karyawan tetapi terutama merupakan tanggung
jawab manajemen. Komitmen karyawan dalam peningkatan jawab manajemen. Komitmen karyawan dalam peningkatan
kinerja akan terbangun hanya jika mereka yakin bahwa pihak kinerja akan terbangun hanya jika mereka yakin bahwa pihak
manajemen juga memiliki komitmen yang sama. Dan komitmen manajemen juga memiliki komitmen yang sama. Dan komitmen
manajemen tidak cukup hanya ditunjukkan dengan perkataan manajemen tidak cukup hanya ditunjukkan dengan perkataan
tetapi terutama harus dibuktikan dengan tindakan, seperti yang tetapi terutama harus dibuktikan dengan tindakan, seperti yang
diungkapkan karyawati berikut ini. diungkapkan karyawati berikut ini.
“Ya, jajaran direksi memang selalu menyebutkan “Ya, jajaran direksi memang selalu menyebutkan
pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan. Seperti sekarang, pentingnya meningkatkan kualitas pelayanan. Seperti sekarang,
setiap orang ngomong tentang pelayanan prima. Tetapi saya pikir, setiap orang ngomong tentang pelayanan prima. Tetapi saya pikir,
mereka hanya ngomong. Ngomong doang. Saya mengatakan mereka hanya ngomong. Ngomong doang. Saya mengatakan
demikian karena usulan-usulan kami untuk meningkatkan demikian karena usulan-usulan kami untuk meningkatkan
pelayanan tidak direspon pihak manajemen. Mereka tidak pelayanan tidak direspon pihak manajemen. Mereka tidak
tertarik dengan usulan kami. Itu artinya apa yang mereka tertarik dengan usulan kami. Itu artinya apa yang mereka
katakan tentang pentingnya pelayanan prima carita ji. Benar, katakan tentang pentingnya pelayanan prima carita ji. Benar,
nggak?” nggak?”
Tidak adanya komitmen nyata pihak manajemen Tidak adanya komitmen nyata pihak manajemen
menjadikan karyawan kehilangan motivasi untuk berbuat menjadikan karyawan kehilangan motivasi untuk berbuat
yang terbaik bagi perusahaan. Seorang manajer menengah yang terbaik bagi perusahaan. Seorang manajer menengah
meyakini bahwa di antara 600-an karyawan (pada saat itu), meyakini bahwa di antara 600-an karyawan (pada saat itu),
hanya sekitar seratusan orang yang bekerja serius dan punya hanya sekitar seratusan orang yang bekerja serius dan punya
komitmen. Selebihnya adalah karyawan yang ”bekerja komitmen. Selebihnya adalah karyawan yang ”bekerja

237 237
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

semaunya, bukan seharusnya”. Selain lemahnya komitmen semaunya, bukan seharusnya”. Selain lemahnya komitmen
manajemen, ketidakjelasan kebijakan pemanfaatan pegawai manajemen, ketidakjelasan kebijakan pemanfaatan pegawai
dan pengembangan karir karyawan juga menjadi salah satu dan pengembangan karir karyawan juga menjadi salah satu
penyebab lemahnya komitmen karyawan terhadap peningkatan penyebab lemahnya komitmen karyawan terhadap peningkatan
kinerja perusahaan. Seorang karyawan yang sudah mengabdi kinerja perusahaan. Seorang karyawan yang sudah mengabdi
selama 12 tahun menilai bahwa sistem penempatan pegawai selama 12 tahun menilai bahwa sistem penempatan pegawai
belum mengacu pada the right man in the right job yang belum mengacu pada the right man in the right job yang
didasarkan pada analisis jabatan. Akibatnya, ada karyawan didasarkan pada analisis jabatan. Akibatnya, ada karyawan
yang tidak mampu bekerja secara maksimal karena mereka yang tidak mampu bekerja secara maksimal karena mereka
berlatar belakang teknik mesin tetapi ditempatkan di bagian berlatar belakang teknik mesin tetapi ditempatkan di bagian
administrasi. Sebaliknya, ada yang berlatar belakang ekonomi administrasi. Sebaliknya, ada yang berlatar belakang ekonomi
dan akuntansi ditempatkan di laboratorium kimia. dan akuntansi ditempatkan di laboratorium kimia.
Karyawan juga beranggapan bahwa sistem pengembangan Karyawan juga beranggapan bahwa sistem pengembangan
karir pegawai yang berdasar merit dan transparan belum karir pegawai yang berdasar merit dan transparan belum
dimplementasikan. Kalau ada mutasi, misalnya, karyawan tidak dimplementasikan. Kalau ada mutasi, misalnya, karyawan tidak
bisa mengira-ngira ke mana mereka akan dipindahkan. “Kami bisa mengira-ngira ke mana mereka akan dipindahkan. “Kami
hanya tahu ketika kami menerima SK mutasi dari personalia”. hanya tahu ketika kami menerima SK mutasi dari personalia”.
Akibatnya, karyawan merasa perkembangan karirnya tidak Akibatnya, karyawan merasa perkembangan karirnya tidak
pasti. Mereka kecewa dan menjadi egois. Akhirnya karyawan pasti. Mereka kecewa dan menjadi egois. Akhirnya karyawan
mementingkan dirinya sendiri karena “tidak ada jaminan mementingkan dirinya sendiri karena “tidak ada jaminan
kalau kami mendahulukan pelanggan dan bekerja baik akan kalau kami mendahulukan pelanggan dan bekerja baik akan
mendapatkan penghargaan dari perusahaan”. Selain tidak mendapatkan penghargaan dari perusahaan”. Selain tidak
memahami kebijakan penempatan dan pengembangan memahami kebijakan penempatan dan pengembangan
karir pegawai, karyawan juga kurang mengetahui kebijakan karir pegawai, karyawan juga kurang mengetahui kebijakan
perusahaan menyangkut pelatihan untuk peningkatan perusahaan menyangkut pelatihan untuk peningkatan
kompetensi karyawan. Akibatnya, ada pegawai yang seharusnya kompetensi karyawan. Akibatnya, ada pegawai yang seharusnya
sudah pensiun tetapi masih dipekerjakan karena pengetahuan sudah pensiun tetapi masih dipekerjakan karena pengetahuan
dan keterampilan mereka masih dibutuhkan oleh perusahaan. dan keterampilan mereka masih dibutuhkan oleh perusahaan.
Regenerasi karyawan berjalan lamban. Lemahnya kebijakan Regenerasi karyawan berjalan lamban. Lemahnya kebijakan
peningkatan kompetensi karyawan mengakibatkan mubasirnya peningkatan kompetensi karyawan mengakibatkan mubasirnya

238 238
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

peralatan-peralatan canggih yang dimiliki perusahaan “karena peralatan-peralatan canggih yang dimiliki perusahaan “karena
tidak ada yang bisa mengoperasikan”. tidak ada yang bisa mengoperasikan”.
Akhirnya, semoga apa yang dipaparkan pada tulisan ini Akhirnya, semoga apa yang dipaparkan pada tulisan ini
bermanfaat bagi jajaran direksi perusahaan di masa yang akan bermanfaat bagi jajaran direksi perusahaan di masa yang akan
datang. Siapa pun mereka. datang. Siapa pun mereka.

239 239
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

MANAJEMEN PELAYANAN MASYARAKAT MANAJEMEN PELAYANAN MASYARAKAT

Pendahuluan Pendahuluan
Salah satu perubahan besar pada masyarakat Indonesia Salah satu perubahan besar pada masyarakat Indonesia
dewasa ini, yang terjadi akibat semakin membaiknya tingkat dewasa ini, yang terjadi akibat semakin membaiknya tingkat
pendidikan dan kesejahteraan, adalah semakin besarnya pendidikan dan kesejahteraan, adalah semakin besarnya
tuntutan agar aparatur pemerintah dapat memberikan pelayanan tuntutan agar aparatur pemerintah dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas. Tuntutan pelayanan yang berkualitas tersebut, yang berkualitas. Tuntutan pelayanan yang berkualitas tersebut,
misalnya, dapat kita baca di media massa hampir setiap hari misalnya, dapat kita baca di media massa hampir setiap hari
dalam bentuk keluhan-keluhan atau pernyataan-pernyataan dalam bentuk keluhan-keluhan atau pernyataan-pernyataan
keberatan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh keberatan terhadap pelayanan publik yang diberikan oleh
aparatur pemerintah baik itu di tingkat pusat atau di daerah. aparatur pemerintah baik itu di tingkat pusat atau di daerah.
Harian Fajar Ujung Pandang beberapa waktu yang lalu, misalnya, Harian Fajar Ujung Pandang beberapa waktu yang lalu, misalnya,
memberitakan masyarakat Limbong Kab. Luwu yang ‘berteriak’ memberitakan masyarakat Limbong Kab. Luwu yang ‘berteriak’
karena Kantor Camat sering kosong, PT. Telkom yang tidak karena Kantor Camat sering kosong, PT. Telkom yang tidak
menggubris pengaduan tarif pulsa yang terus membengkak menggubris pengaduan tarif pulsa yang terus membengkak
dan telepon yang tidak berdering, pengurusan KTP di Ujung dan telepon yang tidak berdering, pengurusan KTP di Ujung
Pandang yang berbulan-bulan dengan biaya ‘melangit’, dan protes Pandang yang berbulan-bulan dengan biaya ‘melangit’, dan protes
masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum Kalabahi di masyarakat terhadap pelayanan Rumah Sakit Umum Kalabahi di
Alor Timur NTT. Daftar keluhan ini akan sangat panjang jika Alor Timur NTT. Daftar keluhan ini akan sangat panjang jika
kita mampu menghimpunnya dari berbagai media massa terbit kita mampu menghimpunnya dari berbagai media massa terbit
di tanah air. Selain semakin maraknya keluhan masyarakat, di tanah air. Selain semakin maraknya keluhan masyarakat,
perubahan global yang gejalanya sudah semakin terasa dewasa perubahan global yang gejalanya sudah semakin terasa dewasa
ini, telah memacu persaingan yang semakin tajam di berbagai ini, telah memacu persaingan yang semakin tajam di berbagai
sektor ekonomi, investasi, barang dan jasa, juga menuntut di sektor ekonomi, investasi, barang dan jasa, juga menuntut di
tingkatkannya pelayanan kepada masyarakat. tingkatkannya pelayanan kepada masyarakat.

240 240
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Oleh karena itu sangatlah tepat apabila Garis-Garis Besar Oleh karena itu sangatlah tepat apabila Garis-Garis Besar
Haluan Negara 1993 mengamanatkan agar upaya perbaikan dan Haluan Negara 1993 mengamanatkan agar upaya perbaikan dan
peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat mendapatkan peningkatan mutu pelayanan kepada masyarakat mendapatkan
perhatian secara sungguh-sungguh dan dilaksanakan secara perhatian secara sungguh-sungguh dan dilaksanakan secara
konsisten oleh seluruh jajaran aparatur negara dalam segala konsisten oleh seluruh jajaran aparatur negara dalam segala
tingkatan kecil untuk menjamin terwujudnya pelayanan tingkatan kecil untuk menjamin terwujudnya pelayanan
masyarakat yang berkualitas. Seperangkat peraturan perundang- masyarakat yang berkualitas. Seperangkat peraturan perundang-
undangan telah dilahirkanuntuk hal ini, antara lain, Keputusan undangan telah dilahirkanuntuk hal ini, antara lain, Keputusan
Menpan No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Menpan No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana
Pelayanan Umum dan No. 6 Tahun 1995 tentang Pedoman Pelayanan Umum dan No. 6 Tahun 1995 tentang Pedoman
Penganugrahan Piala Abdisatyabakti bagi Unit Kerja/Kantor Penganugrahan Piala Abdisatyabakti bagi Unit Kerja/Kantor
Pelayanan Percontohan, dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995 Pelayanan Percontohan, dan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1995
tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur
Pemerintah Kepada Masyarakat. Pendidikan dan Pelatihan Pemerintah Kepada Masyarakat. Pendidikan dan Pelatihan
seperti ini, tentu juga diharapkan agar dapat menghasilkan seperti ini, tentu juga diharapkan agar dapat menghasilkan
aparatur pemerintah yang mampu memberikan pelayanan yang aparatur pemerintah yang mampu memberikan pelayanan yang
berkualitas kepada masyarakat. berkualitas kepada masyarakat.

Pengertian dan Ruang Lingkup Pengertian dan Ruang Lingkup


Pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan Pelayanan kepada masyarakat dapat dilaksanakan
baik oleh instansi pemerintah (publik), organisasi swasta baik oleh instansi pemerintah (publik), organisasi swasta
(profit), maupun oleh lembaga swadaya masyarakat (non- (profit), maupun oleh lembaga swadaya masyarakat (non-
profit). Bagi instansi pemerintah, pelayanan masyarakat atau profit). Bagi instansi pemerintah, pelayanan masyarakat atau
pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan pelayanan umum adalah segala bentuk kegiatan pelayanan
yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah yang dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah
dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam
bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan bentuk barang atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan
peraturan perundang-undangan (Kep. Menpan No. 81 Tahun peraturan perundang-undangan (Kep. Menpan No. 81 Tahun
1993). 1993).

241 241
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Dari pengertian di atas terlihat jelas bahwa kegiatan Dari pengertian di atas terlihat jelas bahwa kegiatan
pelayanan umum/masyarakat itu terdiri dari berbagai bentuk pelayanan umum/masyarakat itu terdiri dari berbagai bentuk
yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah (1) di pusat yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah (1) di pusat
(misalnya departemen, inspektorat jenderal, direktorat jenderal; (misalnya departemen, inspektorat jenderal, direktorat jenderal;
(2) di daerah (misalnya kantor camat, dinas kebersihan, (2) di daerah (misalnya kantor camat, dinas kebersihan,
puskesmas); (3) di lingkungan BUMN (misalnya kantor pos, puskesmas); (3) di lingkungan BUMN (misalnya kantor pos,
PLN, Telkom); (4) di lingkungan BUMD (misalnya PDAM, PLN, Telkom); (4) di lingkungan BUMD (misalnya PDAM,
BPD); (5) yang berwujud barang (misanya bahan bakar, beras); BPD); (5) yang berwujud barang (misanya bahan bakar, beras);
(6) yang berwujud jasa (misalnya telepon, listrik, pos); (7) (6) yang berwujud jasa (misalnya telepon, listrik, pos); (7)
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (misalnya air, beras, untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (misalnya air, beras,
bahan bakar); dan (8) dalam rangka pelaksanaan peraturan bahan bakar); dan (8) dalam rangka pelaksanaan peraturan
perundang-undangan (misalnya KTP, IMB, SIM). perundang-undangan (misalnya KTP, IMB, SIM).

Asas dan Klasifikasi Pola Pelayanan Asas dan Klasifikasi Pola Pelayanan
Agar dapat memberikan pelayanan yang bersifat Agar dapat memberikan pelayanan yang bersifat
sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau, sederhana, terbuka, lancar, tepat, lengkap, wajar dan terjangkau,
Kep. Menpan No. 81 Tahun 1993 mensyaratkan bahwa pelayanan Kep. Menpan No. 81 Tahun 1993 mensyaratkan bahwa pelayanan
yang diberikan kepada masyarakat harus mengandung unsur- yang diberikan kepada masyarakat harus mengandung unsur-
unsur dasar sebagai berikut: unsur dasar sebagai berikut:
1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima 1. Hak dan kewajiban bagi pemberi maupun penerima
pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti pelayanan umum harus jelas dan diketahui secara pasti
oleh masing-masing pihak. oleh masing-masing pihak.
2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus 2. Pengaturan setiap bentuk pelayanan umum harus
disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan disesuaikan dengan kondisi kebutuhan dan kemampuan
masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan masyarakat untuk membayar berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas. tetap berpegang pada efisiensi dan efektivitas.
3. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan 3. Mutu proses dan hasil pelayanan umum harus diupayakan
agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran, agar dapat memberi keamanan, kenyamanan, kelancaran,
dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan. dan kepastian hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.

242 242
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh 4. Apabila pelayanan umum yang diselenggarakan oleh
Instansi Pemerintah terpaksa harus mahal, maka Instansi Pemerintah terpaksa harus mahal, maka
Instansi Pemerintah yang bersangkutan berkewajiban Instansi Pemerintah yang bersangkutan berkewajiban
memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut memberi peluang kepada masyarakat untuk ikut
menyelenggarakannya sesuai peraturan perundang- menyelenggarakannya sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. undangan yang berlaku.
Sedangkan klasifikasi pola manajemen pelayanan umum Sedangkan klasifikasi pola manajemen pelayanan umum
sesuai dengan Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 adalah sesuai dengan Keputusan Menpan No. 81 Tahun 1993 adalah
sebagai berikut: sebagai berikut:
1. Pola Pelayanan Fungsional 1. Pola Pelayanan Fungsional
Pelayanan ini dilakukan oleh Instansi Pemerintah sesuai Pelayanan ini dilakukan oleh Instansi Pemerintah sesuai
dengan tugas, fungsi, dan kewajibannya. dengan tugas, fungsi, dan kewajibannya.
2. Pola Pelayanan Satu Pintu 2. Pola Pelayanan Satu Pintu
Pelayanan semacam ini dilakukan secara tunggal oleh Pelayanan semacam ini dilakukan secara tunggal oleh
satu Instansi Pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang satu Instansi Pemerintah berdasarkan pelimpahan wewenang
dari Instansi Pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan dari Instansi Pemerintah terkait lainnya yang bersangkutan
3. Pola Pelayanan Satu Atap 3. Pola Pelayanan Satu Atap
Jenis pelayanan ini dilakukan secara terpadu pada Jenis pelayanan ini dilakukan secara terpadu pada
satu tempat/lokasi oleh beberapa Instansi Pemerintah yang satu tempat/lokasi oleh beberapa Instansi Pemerintah yang
bersangkutan sesuai kewenangannya masing-masing. bersangkutan sesuai kewenangannya masing-masing.
4. Pola Pelayanan Secara Terpusat 4. Pola Pelayanan Secara Terpusat
Pelayanan secara terpusat dilakukan oleh Insatansi Pelayanan secara terpusat dilakukan oleh Insatansi
Pemerintah yang bertindak selakuk Koordinator terhadap Pemerintah yang bertindak selakuk Koordinator terhadap
pelayanan Instansi Pemerintah lainnya yang terkait dengan pelayanan Instansi Pemerintah lainnya yang terkait dengan
bidang pelayanan umum yang bersangkutan bidang pelayanan umum yang bersangkutan

Kualitas Pelayanan Masyarakat Kualitas Pelayanan Masyarakat


Kata kualitas sudah sangat umum digunakan dalam Kata kualitas sudah sangat umum digunakan dalam
kehidupan kita sehari-hari sehingga era sekarang ini sering juga kehidupan kita sehari-hari sehingga era sekarang ini sering juga

243 243
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

disebut sebagai ‘era kualitas’. Hampir setiap orang menginginkan disebut sebagai ‘era kualitas’. Hampir setiap orang menginginkan
kualitas atas barang atau jasa (pelayanan) yang mereka peroleh, kualitas atas barang atau jasa (pelayanan) yang mereka peroleh,
walaupun banyak di antaranya yang merasa kebingungan ketika walaupun banyak di antaranya yang merasa kebingungan ketika
diminta untuk menjelaskan apa yang mereka maksudkan diminta untuk menjelaskan apa yang mereka maksudkan
dengan barang atau jasa yang berkualitas itu. dengan barang atau jasa yang berkualitas itu.
Para ahli mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut Para ahli mendefinisikan kualitas berdasarkan sudut
pandangnya masing-masing karena kualitas merupakan pandangnya masing-masing karena kualitas merupakan
konsep yang abstrak (Tjiptono dan Diana, 1995:24-7). Ada konsep yang abstrak (Tjiptono dan Diana, 1995:24-7). Ada
yang, misalnya, menggunakan pendekatan transendetal yang, misalnya, menggunakan pendekatan transendetal
(Transcendental Approach) dan beranggapan bahwa (Transcendental Approach) dan beranggapan bahwa
kualitas itu hanya dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit kualitas itu hanya dapat dirasakan atau diketahui tetapi sulit
dioperasionalkan, tetapi ada juga yang menganggap bahwa dioperasionalkan, tetapi ada juga yang menganggap bahwa
kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat diukur kualitas sebagai karakteristik atau atribut yang dapat diukur
(Product-based Approach). Pendapat yang menggunakan (Product-based Approach). Pendapat yang menggunakan
pendekatan pengguna atau pemanfaat (User-based Approach) pendekatan pengguna atau pemanfaat (User-based Approach)
mendasarkan pemikirannya pada kenyataan bahwa kualitas mendasarkan pemikirannya pada kenyataan bahwa kualitas
tergantung pada orang yang memandangnya. Barang atau jasa tergantung pada orang yang memandangnya. Barang atau jasa
yang paling berkualitas menurut pendekatan ini adalah yang yang paling berkualitas menurut pendekatan ini adalah yang
paling memuaskan kebutuhan penggunanya. Di sisi lain, ada paling memuaskan kebutuhan penggunanya. Di sisi lain, ada
juga pendekatan yang beranggapan bahwa yang menentukan juga pendekatan yang beranggapan bahwa yang menentukan
kualitas itu bukan konsumen yang menggunakan barang atau kualitas itu bukan konsumen yang menggunakan barang atau
jasa tetapi oleh organisasi penyedia yang menentukan standar- jasa tetapi oleh organisasi penyedia yang menentukan standar-
standar kualitas (Manufacturing-based Approach). Pendekatan standar kualitas (Manufacturing-based Approach). Pendekatan
terakhir terhadap kualitas adalah pendekatan yang memandang terakhir terhadap kualitas adalah pendekatan yang memandang
kualitas dari segi nilai dan harga (Value-based Approach). kualitas dari segi nilai dan harga (Value-based Approach).
Dengan pendekatan ini kualitas menjadi hal yang sangat relatif Dengan pendekatan ini kualitas menjadi hal yang sangat relatif
karena barang atau jasa yang memiliki kualitas paling tinggi karena barang atau jasa yang memiliki kualitas paling tinggi
belum tentu yang paling bernilai. belum tentu yang paling bernilai.
Walaupun pengertian kualitas sangat bervariasi dan Walaupun pengertian kualitas sangat bervariasi dan
sangat tergantung dari pendekatan yang digunakan, secara sangat tergantung dari pendekatan yang digunakan, secara

244 244
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

umum terdapat beberapa persamaan elemen-elemen sebagai umum terdapat beberapa persamaan elemen-elemen sebagai
berikut: berikut:
• Kualitas merupakan suatu usaha untuk memenuhi atau • Kualitas merupakan suatu usaha untuk memenuhi atau
melebihi harapan pengguna barang atau jasa (pelanggan melebihi harapan pengguna barang atau jasa (pelanggan
atau masyarakat); atau masyarakat);
• Kualitas selalu mencakup barang, jasa, manusia, proses • Kualitas selalu mencakup barang, jasa, manusia, proses
dan lingkungan; dan dan lingkungan; dan
• Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa • Kualitas merupakan kondisi yang selalu berubah (apa
yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap yang dianggap berkualitas saat ini mungkin dianggap
kurang berkualitas di masa yang akan datang). kurang berkualitas di masa yang akan datang).

Menilai Kualitas Pelayanan Masyarakat Menilai Kualitas Pelayanan Masyarakat


Para penyedia jasa, baik itu perusahaan swasta maupun Para penyedia jasa, baik itu perusahaan swasta maupun
organisasi pemerintah agar dapat memberikan pelayanan organisasi pemerintah agar dapat memberikan pelayanan
yang berkualitas harus mengetahui bagaimana pelanggan yang berkualitas harus mengetahui bagaimana pelanggan
atau masyarakat menilai kualitas pelayanan yang diberikan. atau masyarakat menilai kualitas pelayanan yang diberikan.
Zeithaml, Berry dan Parasunaman (1985) mengemukakan 5 Zeithaml, Berry dan Parasunaman (1985) mengemukakan 5
karakteristik yang umumnya digunakan dalam mengevaluasi karakteristik yang umumnya digunakan dalam mengevaluasi
kualitas pelayanan sebagai berikut: kualitas pelayanan sebagai berikut:
1. Bukti langsung (tangibles) yang meliputi fasilitas fisik, 1. Bukti langsung (tangibles) yang meliputi fasilitas fisik,
perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi. perlengkapan, pegawai, dan sarana komunikasi.
2. Kehandalan (reliability) yakni kemampuan memberikan 2. Kehandalan (reliability) yakni kemampuan memberikan
pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan. pelayanan yang dijanjikan dengan segera dan memuaskan.
3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf 3. Daya tanggap (responsiveness) yaitu keinginan para staf
untuk membantu para pelanggan atau masyarakat, dan untuk membantu para pelanggan atau masyarakat, dan
memberikan pelayanan dengan tanggap. memberikan pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (assurance) mencakup kemampuan, kesopanan, 4. Jaminan (assurance) mencakup kemampuan, kesopanan,
dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf; bebas
dari bahaya, resiko atau keragu-raguan. dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.

245 245
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

5. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan 5. Empati meliputi kemudahan dalam melakukan hubungan
komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para komunikasi yang baik, dan memahami kebutuhan para
pelanggan atau masyarakat. pelanggan atau masyarakat.
Gronroos, sebagaimana dikutip oleh Edvardsson, dkk. Gronroos, sebagaimana dikutip oleh Edvardsson, dkk.
(1994), mengemukakan enam kriteria yang biasanya digunakan (1994), mengemukakan enam kriteria yang biasanya digunakan
oleh pelanggan atau masyarakat dalam menilai kualitas oleh pelanggan atau masyarakat dalam menilai kualitas
pelayanan yang diberikan, yaitu: pelayanan yang diberikan, yaitu:
1. Professionalism and Skills, di mana pelanggan atau 1. Professionalism and Skills, di mana pelanggan atau
masyarakat menyadari bahwa organisasi yang masyarakat menyadari bahwa organisasi yang
memberikan pelayanan, karyawan, sistem operasional, memberikan pelayanan, karyawan, sistem operasional,
dan sumberdaya fisik memiliki pengetahuan dan dan sumberdaya fisik memiliki pengetahuan dan
ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan ketrampilan yang dibutuhkan untuk memecahkan
masalah mereka secara profesional. masalah mereka secara profesional.
2. Attitudes and Behaviour, di mana pelanggan atau 2. Attitudes and Behaviour, di mana pelanggan atau
masyarakat merasa bahwa karyawan kantor (contact masyarakat merasa bahwa karyawan kantor (contact
person) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha person) menaruh perhatian terhadap mereka dan berusaha
membantu dalam memecahkan masalah mereka secara membantu dalam memecahkan masalah mereka secara
spontan dan senang hati. spontan dan senang hati.
3. Accessibility and Flexibility, di mana organisasi, lokasi, 3. Accessibility and Flexibility, di mana organisasi, lokasi,
jam kerja, karyawan dan sistem kerjanya dirancang jam kerja, karyawan dan sistem kerjanya dirancang
sedemikian rupa sehigga pelanggan atau masyarakat sedemikian rupa sehigga pelanggan atau masyarakat
mudah melakukan akses dan bersifat fleksibel dalam mudah melakukan akses dan bersifat fleksibel dalam
menyesuaikan dengan kondisi pelanggan atau masyarakat menyesuaikan dengan kondisi pelanggan atau masyarakat
yang dilayani. yang dilayani.
4. Reliability and Trustworthiness, di mana pelanggan atau 4. Reliability and Trustworthiness, di mana pelanggan atau
masyarakat yakin bahwa apapun yang terjadi mereka masyarakat yakin bahwa apapun yang terjadi mereka
dapat mempercayakan segala sesuatunya kepada dapat mempercayakan segala sesuatunya kepada
organisasi tersebut beserta karyawan dan sistemnya. organisasi tersebut beserta karyawan dan sistemnya.
5. Recovery, di mana pelanggan atau masyarakat menyadari 5. Recovery, di mana pelanggan atau masyarakat menyadari
bahwa bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan maka bahwa bila terjadi sesuatu yang tidak diharapkan maka

246 246
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

organisasi penyedia jasa tersebut akan segera mengambil organisasi penyedia jasa tersebut akan segera mengambil
tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari tindakan untuk mengendalikan situasi dan mencari
pemecahan yang tepat. pemecahan yang tepat.
6. Reputation and Credibility, di mana pelanggan atau 6. Reputation and Credibility, di mana pelanggan atau
masyarakat meyakini bahwa organisasi penyedia jasa masyarakat meyakini bahwa organisasi penyedia jasa
dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang dapat dipercaya dan memberikan nilai atau imbalan yang
sesuai dengan pengorbanannya. sesuai dengan pengorbanannya.
Hubungannya dengan pelayanan aparatur pemerintah Hubungannya dengan pelayanan aparatur pemerintah
di Indonesia, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur di Indonesia, Kantor Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara (1996), menggunakan sembilan kriteria pelayanan yang Negara (1996), menggunakan sembilan kriteria pelayanan yang
baik. Ke sembilan kriteria tersebut berikut ini juga dijadikan baik. Ke sembilan kriteria tersebut berikut ini juga dijadikan
acuan dalam pemberian Penghargaan Abdisatyabakti bagi acuan dalam pemberian Penghargaan Abdisatyabakti bagi
Unit Kerja yang dianggap telah memberikan pelayanan prima Unit Kerja yang dianggap telah memberikan pelayanan prima
kepada masyarakat: kepada masyarakat:
1. Kesederhanaan, yang mengandung arti prosedur/ 1. Kesederhanaan, yang mengandung arti prosedur/
tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat, tatacara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat,
tepat, tidak berbelit-belit, mudah difahami dan mudah tepat, tidak berbelit-belit, mudah difahami dan mudah
dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan. dilaksanakan oleh masyarakat yang meminta pelayanan.
2. Kejelasan dan kepastian, dalam prosedur/tatacara 2. Kejelasan dan kepastian, dalam prosedur/tatacara
pelayanan, persyaratan teknis maupun administratif, unit pelayanan, persyaratan teknis maupun administratif, unit
kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab
dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif dan dalam memberikan pelayanan, rincian biaya/tarif dan
tata cara pembayarannya, dan jadwal waktu penyelesaian tata cara pembayarannya, dan jadwal waktu penyelesaian
pelayanan. pelayanan.
3. Keamanan, yang mengandung arti proses serta hasil 3. Keamanan, yang mengandung arti proses serta hasil
pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan, pelayanan dapat memberikan keamanan, kenyamanan,
dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat. dan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.
4. Keterbukaan, di mana segala hal yang berhubungan 4. Keterbukaan, di mana segala hal yang berhubungan
dengan pemberian pelayanan wajib diinformasikan dengan pemberian pelayanan wajib diinformasikan
secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta.
247 247
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

5. Efisiensi, mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan 5. Efisiensi, mengandung arti bahwa persyaratan pelayanan
hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung
dengan pencapaian sasaran pelayanan dan dicegah dengan pencapaian sasaran pelayanan dan dicegah
adanya pengulangan pemenuhan persyaratan. adanya pengulangan pemenuhan persyaratan.
6. Ekonomis, mengandung arti pengenaan biaya pelayanan 6. Ekonomis, mengandung arti pengenaan biaya pelayanan
harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan
nilai pelayanan, kemampuan masyarakat, dan ketentuan nilai pelayanan, kemampuan masyarakat, dan ketentuan
perundangan yang berlaku. perundangan yang berlaku.
7. Keadilan yang merata, mengandung arti cakupan/ 7. Keadilan yang merata, mengandung arti cakupan/
jangkauan pelayanan harus seluas mungkin, merata, dan jangkauan pelayanan harus seluas mungkin, merata, dan
diperlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. diperlakukan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat.
8. Ketepatan waktu, mengandung arti pelaksanaan pelayanan 8. Ketepatan waktu, mengandung arti pelaksanaan pelayanan
masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang masyarakat dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan. telah ditentukan.
9. Kriteria kuantitatif, yang antara lain meliputi jumlah warga/ 9. Kriteria kuantitatif, yang antara lain meliputi jumlah warga/
masyarakat yang dilayani, lamanya waktu pemberian masyarakat yang dilayani, lamanya waktu pemberian
pelayanan (dihitung secara rata-rata), penggunaan pelayanan (dihitung secara rata-rata), penggunaan
perangkat-perangkat moderen untuk mempercepat dan perangkat-perangkat moderen untuk mempercepat dan
mempermudah pelayanan, dan frekuensi keluhan atau mempermudah pelayanan, dan frekuensi keluhan atau
pujian dari masyarakat penerima pelayanan. pujian dari masyarakat penerima pelayanan.

Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan Masyarakat Strategi Meningkatkan Kualitas Pelayanan Masyarakat
Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan, Untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan,
dibutuhkan usaha-usaha dan strategi yang menyeluruh dan dibutuhkan usaha-usaha dan strategi yang menyeluruh dan
berkesinambungan. Pendekatan Total Quality Management berkesinambungan. Pendekatan Total Quality Management
dan Total Quality Service yang secara singkat akan diterangkan dan Total Quality Service yang secara singkat akan diterangkan
berikut ini mungkin dapat digunakan di organisasi-organisasi berikut ini mungkin dapat digunakan di organisasi-organisasi
pemerintah dalam usaha untuk meningkatkan kualitas pemerintah dalam usaha untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat. pelayanan kepada masyarakat.

248 248
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

1. Perubahan Visi Pelayanan 1. Perubahan Visi Pelayanan


Perusahaan penyedia jasa swasta sangat memanjakan Perusahaan penyedia jasa swasta sangat memanjakan
para pengguna jasa atau pelanggannya karena keberadaan para pengguna jasa atau pelanggannya karena keberadaan
perusahaan tersebut sangat tergantung dari para pelanggannya. perusahaan tersebut sangat tergantung dari para pelanggannya.
Hal ini harus dilakukan karena para pelanggan dapat dengan Hal ini harus dilakukan karena para pelanggan dapat dengan
mudah mencari perusahaan penyedia jasa yang lain kalau mudah mencari perusahaan penyedia jasa yang lain kalau
mereka merasa tidak mendapatkan pelayanan yang berkualitas mereka merasa tidak mendapatkan pelayanan yang berkualitas
dari perusahaan sebelumnya (pasar pelanggan). Sebaliknya, dari perusahaan sebelumnya (pasar pelanggan). Sebaliknya,
pelayanan jasa yang disediakan oleh organisasi pemerintah pelayanan jasa yang disediakan oleh organisasi pemerintah
umumnya bersifat monopoli sehingga masyarakat tidak umumnya bersifat monopoli sehingga masyarakat tidak
mempunyai alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan mempunyai alternatif lain untuk dapat memenuhi kebutuhan
pelayanan jasa tersebut (‘pasar’ penyedia jasa). Kondisi seperti pelayanan jasa tersebut (‘pasar’ penyedia jasa). Kondisi seperti
inilah yang mendorong pegawai negeri memberikan pelayanan inilah yang mendorong pegawai negeri memberikan pelayanan
yang tidak maksimal kepada masyarakat. Selain itu, di kalangan yang tidak maksimal kepada masyarakat. Selain itu, di kalangan
masyarakat Indonesia ada persepsi keliru yang menganggap masyarakat Indonesia ada persepsi keliru yang menganggap
pekerjaan ‘melayani’ sebagai hal yang hina/rendah sehingga pekerjaan ‘melayani’ sebagai hal yang hina/rendah sehingga
tercipta gejala umum yang menganggap pegawai negeri itu tercipta gejala umum yang menganggap pegawai negeri itu
bukannya melayani tetapi minta dilayani oleh masyarakat. bukannya melayani tetapi minta dilayani oleh masyarakat.
Oleh karena itu, untuk dapat menciptakan pelayanan Oleh karena itu, untuk dapat menciptakan pelayanan
masyarakat yang berkualitas, diperlukan adanya perubahan visi masyarakat yang berkualitas, diperlukan adanya perubahan visi
pelayanan pada organisasi pemerintah. Pegawai negeri pada pelayanan pada organisasi pemerintah. Pegawai negeri pada
semua jenjang harus disadarkan bahwa pembentukan organisasi semua jenjang harus disadarkan bahwa pembentukan organisasi
pemerintah dan pengangkatan pegawai negeri tak lain adalah pemerintah dan pengangkatan pegawai negeri tak lain adalah
untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang secara implisit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang secara implisit
mengisyaratkan bahwa pegawai negerilah yang sebenarnya mengisyaratkan bahwa pegawai negerilah yang sebenarnya
membutuhkan masyarakat dan bukan sebaliknya. Bukankah membutuhkan masyarakat dan bukan sebaliknya. Bukankah
belanja negara, termasuk untuk membayar gaji pegawai negeri belanja negara, termasuk untuk membayar gaji pegawai negeri
adalah uang masyarakat yang ditarik melalui berbagai jenis adalah uang masyarakat yang ditarik melalui berbagai jenis
pajak? Pada diri setiap pegawai negeri juga harus ditanamkan pajak? Pada diri setiap pegawai negeri juga harus ditanamkan
rasa kebanggaan jika dapat memberikan kebahagian dan rasa kebanggaan jika dapat memberikan kebahagian dan
kepuasaan kepada orang lain melalui pelayanan masyarakat kepuasaan kepada orang lain melalui pelayanan masyarakat

249 249
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

yang berkualitas. Di negara maju, profesi melayani merupakan yang berkualitas. Di negara maju, profesi melayani merupakan
profesi yang paling mulia. Mengapa itu harus menjadi pekerjaan profesi yang paling mulia. Mengapa itu harus menjadi pekerjaan
yang hina di negeri ini? Perubahan visi pelayanan ini tentunya yang hina di negeri ini? Perubahan visi pelayanan ini tentunya
merupakan tugas dan tanggung jawab dari setiap pimpinan merupakan tugas dan tanggung jawab dari setiap pimpinan
pada unit kerjanya masing-masing. pada unit kerjanya masing-masing.

2. Pemberdayaan Pegawai dan Kerjasama Tim 2. Pemberdayaan Pegawai dan Kerjasama Tim
Usaha menciptakan pelayanan masyarakat yang Usaha menciptakan pelayanan masyarakat yang
berkualitas bukan hanya tugas sebahagian, tetapi keseluruhan berkualitas bukan hanya tugas sebahagian, tetapi keseluruhan
anggota organisasi. Oleh kerana itu, semua pegawai pada anggota organisasi. Oleh kerana itu, semua pegawai pada
semua level organisasi harus diberdayakan yang secara semua level organisasi harus diberdayakan yang secara
konseptual bermakna memberikan otonomi, wewenang, dan konseptual bermakna memberikan otonomi, wewenang, dan
kepercayaan serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat kepercayaan serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat
merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Setiap pegawai merampungkan tugasnya sebaik mungkin. Setiap pegawai
diberi keleluasan untuk mengambil tindakan-tindakan yang diberi keleluasan untuk mengambil tindakan-tindakan yang
dipandang tepat dalam rangka melayani masyarakat, termasuk dipandang tepat dalam rangka melayani masyarakat, termasuk
melayani keluhan meraka. melayani keluhan meraka.
Dengan pemberdayaan (empowerment) pegawai maka Dengan pemberdayaan (empowerment) pegawai maka
mereka dapat memberikan respon secara langsung dan lebih mereka dapat memberikan respon secara langsung dan lebih
cepat kepada masyarakat; memiliki ‘rasa memiliki’ yang tinggi cepat kepada masyarakat; memiliki ‘rasa memiliki’ yang tinggi
terhadap pekerjaannya dan merasa dirinya berarti dalam terhadap pekerjaannya dan merasa dirinya berarti dalam
organisasi; dapat berintegrasi dengan masyarakat secara lebih organisasi; dapat berintegrasi dengan masyarakat secara lebih
hangat dan antusias dan; dapat menjadi sumber ide bagi hangat dan antusias dan; dapat menjadi sumber ide bagi
penciptaan pelayanan yang andal. penciptaan pelayanan yang andal.
Demikian juga dengan kerja sama tim yang baik dalam Demikian juga dengan kerja sama tim yang baik dalam
unit kerja diyakini dapat memberikan pelayanan yang lebih baik unit kerja diyakini dapat memberikan pelayanan yang lebih baik
kepada masyarakat. Perlunya kerja sama tim ini didasari pada kepada masyarakat. Perlunya kerja sama tim ini didasari pada
kenyataan bahwa pemikiran dari dua orang atau lebih cenderung kenyataan bahwa pemikiran dari dua orang atau lebih cenderung
lebih baik daripada pemikiran satu orang saja; konsep sinergi (1 lebih baik daripada pemikiran satu orang saja; konsep sinergi (1
+ 1 > 2); dapatnya anggota organisasi (tim) saling mengenal dan + 1 > 2); dapatnya anggota organisasi (tim) saling mengenal dan
saling percaya sehingga mereka dapat saling membantu. saling percaya sehingga mereka dapat saling membantu.

250 250
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

3. Pendidikan dan Pelatihan 3. Pendidikan dan Pelatihan


Bagaimanapun terampil dan berpengetahuannya Bagaimanapun terampil dan berpengetahuannya
seorang pegawai ketika diterima, menjadi pegawai negeri yang seorang pegawai ketika diterima, menjadi pegawai negeri yang
berkualitas dan dapat memberikan pelayanan yang prima berkualitas dan dapat memberikan pelayanan yang prima
kepada masyarakat membutuhkan pelatihan, baik itu berupa kepada masyarakat membutuhkan pelatihan, baik itu berupa
in-house atau on-site training, external atau outside training, in-house atau on-site training, external atau outside training,
atau kombinasi keduanya. Pendidikan dan pelatihan ini sangat atau kombinasi keduanya. Pendidikan dan pelatihan ini sangat
perlu mengingat kualitas pegawai negeri yang ada sekarang, perlu mengingat kualitas pegawai negeri yang ada sekarang,
persaingan global, perubahan dan tuntutan masyarakat yang persaingan global, perubahan dan tuntutan masyarakat yang
cepat dan terus-menerus, perkembangan teknologi dan, cepat dan terus-menerus, perkembangan teknologi dan,
perubahan demografi yang sangat pesat di negara kita. perubahan demografi yang sangat pesat di negara kita.

4. Perbaikan menyeluruh dan berkesinambungan 4. Perbaikan menyeluruh dan berkesinambungan


Menciptakan pelayanan masyarakat yang berkualitas Menciptakan pelayanan masyarakat yang berkualitas
bukanlah pekerjaan yang dapat diwujudkan dalam semalam. bukanlah pekerjaan yang dapat diwujudkan dalam semalam.
Hal ini hanya dapat terjadi apabila semua unsur dalam organisasi Hal ini hanya dapat terjadi apabila semua unsur dalam organisasi
dapat memberikan dukungan yang signifikan, menyeluruh dan, dapat memberikan dukungan yang signifikan, menyeluruh dan,
terus-menerus. Untuk itu, sekali lagi, komitmen dari seluruh terus-menerus. Untuk itu, sekali lagi, komitmen dari seluruh
anggota organisasilah yang akan menentukan berhasil tidaknya anggota organisasilah yang akan menentukan berhasil tidaknya
usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini. usaha peningkatan pelayanan kepada masyarakat ini.

251 251
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Studi Banding DPRD: Persekongkolan Studi Banding DPRD: Persekongkolan


eksekutif-legislatif eksekutif-legislatif

Tidak bisa dipungkiri bahwa studi banding sudah Tidak bisa dipungkiri bahwa studi banding sudah
menjadi salah satu indikator “keberhasilan” DPRD saat ini. Bagi menjadi salah satu indikator “keberhasilan” DPRD saat ini. Bagi
DPRD-DPRD kabupaten dan kota, wibawa mereka sepertinya DPRD-DPRD kabupaten dan kota, wibawa mereka sepertinya
diukur dari seberapa banyak kota-kota di Indonesia (khususnya diukur dari seberapa banyak kota-kota di Indonesia (khususnya
Jawa dan Bali) yang sudah distudibandingi. Sedangkan bagi Jawa dan Bali) yang sudah distudibandingi. Sedangkan bagi
anggota DPRD propinsi, studi banding yang dianggap sepadan anggota DPRD propinsi, studi banding yang dianggap sepadan
bagi mereka minimal negara-negara tetangga. Walaupun kata bagi mereka minimal negara-negara tetangga. Walaupun kata
studi banding sebenarnya bermakna baik, masyarakat saat studi banding sebenarnya bermakna baik, masyarakat saat
ini mengartikan studi banding dengan sangat negatif berupa ini mengartikan studi banding dengan sangat negatif berupa
ngelencer, plesiran, hura-hura, atau foya-foya secara gratis karena ngelencer, plesiran, hura-hura, atau foya-foya secara gratis karena
dibiayai oleh uang rakyat. dibiayai oleh uang rakyat.
Tulisan ini akan mencoba menjelaskan mengapa kesan Tulisan ini akan mencoba menjelaskan mengapa kesan
negatif masyarakat cukup beralasan dan bahwa rangkaian studi negatif masyarakat cukup beralasan dan bahwa rangkaian studi
banding yang dilakukan oleh anggota DPRD adalah salah satu banding yang dilakukan oleh anggota DPRD adalah salah satu
bukti bahwa DPRD dan pemerintah daerah sebenarnya tidak bukti bahwa DPRD dan pemerintah daerah sebenarnya tidak
saling berseteru sebagaimana kesan yang terjadi selama ini saling berseteru sebagaimana kesan yang terjadi selama ini
melainkan melakukan persekongkolan untuk kepentingan melainkan melakukan persekongkolan untuk kepentingan
mereka masing-masing. Selain itu, tulisan ini juga akan mereka masing-masing. Selain itu, tulisan ini juga akan
menyoroti mengapa persengkokolan seperti ini terjadi dan menyoroti mengapa persengkokolan seperti ini terjadi dan
mengapa pemerintah daerah apalagi DPRD tidak akan mungkin mengapa pemerintah daerah apalagi DPRD tidak akan mungkin
menghentikan kegiatan studi banding. menghentikan kegiatan studi banding.

*** ***

252 252
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Tiada hari tanpa studi banding. Begitulah kira-kira Tiada hari tanpa studi banding. Begitulah kira-kira
ungkapan yang dapat digunakan untuk menggambarkan ungkapan yang dapat digunakan untuk menggambarkan
berita-berita seputar studi banding anggota DPRD yang dapat berita-berita seputar studi banding anggota DPRD yang dapat
kita baca setiap hari di media massa lokal dan nasional. Tahun kita baca setiap hari di media massa lokal dan nasional. Tahun
anggaran ini, misalnya, 45 orang anggota DPRD Sulawesi Utara anggaran ini, misalnya, 45 orang anggota DPRD Sulawesi Utara
dijadwalkan akan mengunjungi Amerika, Cina dan beberapa dijadwalkan akan mengunjungi Amerika, Cina dan beberapa
negara di Eropa. Studi banding yang akan menelan biaya negara di Eropa. Studi banding yang akan menelan biaya
sebanyak Rp. 1,8 miliar ini, katanya, dipastikan akan memberikan sebanyak Rp. 1,8 miliar ini, katanya, dipastikan akan memberikan
nilai tambah bagi propinsi Sulawesi Utara (Kompas 29/8/2002). nilai tambah bagi propinsi Sulawesi Utara (Kompas 29/8/2002).
Beberapa bulan yang lalu kita juga dihentakkan oleh rencana Beberapa bulan yang lalu kita juga dihentakkan oleh rencana
studi banding anggota DPRD Jawa Timur ke negara-negara studi banding anggota DPRD Jawa Timur ke negara-negara
Eropa yang akan menghabiskan sekitar 60 persen anggaran Eropa yang akan menghabiskan sekitar 60 persen anggaran
DPRD Jatim yang berjumlah 79 miliar! (Jawa Pos, 11/3/2002). DPRD Jatim yang berjumlah 79 miliar! (Jawa Pos, 11/3/2002).
Ada beberapa kriteria yang sebenarnya bisa digunakan Ada beberapa kriteria yang sebenarnya bisa digunakan
untuk menilai dan membenarkan sinyalemen masyarakat untuk menilai dan membenarkan sinyalemen masyarakat
bahwa kunjungan itu tidak ada manfaatnya. bahwa kunjungan itu tidak ada manfaatnya.
Pertama, dari segi efektivitas nampak jelas bahwa Pertama, dari segi efektivitas nampak jelas bahwa
kunjungan itu hanya menghamburkan uang karena studi kunjungan itu hanya menghamburkan uang karena studi
banding memerlukan persiapan yang jelas, matang serta banding memerlukan persiapan yang jelas, matang serta
kapasitas yang memadai dari mereka yang akan melaksanakan kapasitas yang memadai dari mereka yang akan melaksanakan
studi banding tersebut. Jika ingin membandingkan sebuah studi banding tersebut. Jika ingin membandingkan sebuah
sistem (pendidikan, pelayanan publik, perusahaan daerah, sistem (pendidikan, pelayanan publik, perusahaan daerah,
pertanian, atau apapun) di luar negeri, maka si pembanding pertanian, atau apapun) di luar negeri, maka si pembanding
sudah harus memahami sistem yang ingin dibandingkan agar sudah harus memahami sistem yang ingin dibandingkan agar
dapat melihat perbedaan dengan sistem yang lain. Sementara dapat melihat perbedaan dengan sistem yang lain. Sementara
itu masyarakat paham betul bahwa banyak anggota DPRD yang itu masyarakat paham betul bahwa banyak anggota DPRD yang
merupakan politisi karbitan dan oleh karena itu tidak memiliki merupakan politisi karbitan dan oleh karena itu tidak memiliki
pengalaman dan kemampuan yang memadai. pengalaman dan kemampuan yang memadai.
Apalagi jika tujuan mereka adalah untuk promosi investasi Apalagi jika tujuan mereka adalah untuk promosi investasi
- alasan standar yang digunakan selama ini. Pengetahuan para - alasan standar yang digunakan selama ini. Pengetahuan para
anggota DPRD menyangkut potensi, fasilitas, dan sarana yang anggota DPRD menyangkut potensi, fasilitas, dan sarana yang

253 253
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dimiliki daerah serta hal-hal penting lainnya yang menjadi dimiliki daerah serta hal-hal penting lainnya yang menjadi
pertimbangan bagi para investor asing untuk menanamkan pertimbangan bagi para investor asing untuk menanamkan
modalnya sangat rendah. Menarik investor asing yang sudah modalnya sangat rendah. Menarik investor asing yang sudah
menanamkan modalnya di Jakarta saja tidak mampu dilakukan menanamkan modalnya di Jakarta saja tidak mampu dilakukan
oleh banyak pemerintah daerah. Belum lagi hal-hal teknis oleh banyak pemerintah daerah. Belum lagi hal-hal teknis
lainnya seperti terbatasnya kemampuan bahasa asing dan lainnya seperti terbatasnya kemampuan bahasa asing dan
negosiasi. negosiasi.
Kedua, membandingkan satu sistem dengan sistem lainnya Kedua, membandingkan satu sistem dengan sistem lainnya
tidak selalu memerlukan kehadiran fisik si pembanding kecuali tidak selalu memerlukan kehadiran fisik si pembanding kecuali
apabila pengamatan merupakan satu hal yang harus dilakukan. apabila pengamatan merupakan satu hal yang harus dilakukan.
Kebanyakan informasi yang didapatkan oleh anggota DPRD Kebanyakan informasi yang didapatkan oleh anggota DPRD
ketika melakukan studi banding adalah informasi yang tidak ketika melakukan studi banding adalah informasi yang tidak
memerlukan pengamatan secara langsung terhadap objeknya. memerlukan pengamatan secara langsung terhadap objeknya.
Membadingkan sistem pendidikan, misalnya, yang diperlukan Membadingkan sistem pendidikan, misalnya, yang diperlukan
adalah informasi mengenai kurikulum, proses belajar mengajar, adalah informasi mengenai kurikulum, proses belajar mengajar,
di mana kewenangan pengambilan keputusan, dan prioritas di mana kewenangan pengambilan keputusan, dan prioritas
anggaran, bukannya gedung sekolah atau warna seragam anggaran, bukannya gedung sekolah atau warna seragam
murid. Karena itu, sumber informasi seperti ini bisa diperoleh murid. Karena itu, sumber informasi seperti ini bisa diperoleh
tanpa harus berkunjung ke negara lain. Internet, buku, orang tanpa harus berkunjung ke negara lain. Internet, buku, orang
yang pernah belajar di luar negeri, perwakilan negara asing di yang pernah belajar di luar negeri, perwakilan negara asing di
Indonesia, perwakilan Indonesia di luar negeri adalah beberapa Indonesia, perwakilan Indonesia di luar negeri adalah beberapa
sumber informasi yang bisa dimanfaatkan secara murah. sumber informasi yang bisa dimanfaatkan secara murah.
Ketiga, mungkinkah kita mempelajari sistem suatu Ketiga, mungkinkah kita mempelajari sistem suatu
negara hanya dengan sebuah kunjungan satu atau dua hari saja? negara hanya dengan sebuah kunjungan satu atau dua hari saja?
Secara logika sehat, ketika seseorang berkunjung ke Eropa atau Secara logika sehat, ketika seseorang berkunjung ke Eropa atau
Amerika, maka kondisi fisik orang tersebut di hari pertama Amerika, maka kondisi fisik orang tersebut di hari pertama
dan kedua masih belum sehat betul untuk berpikir. Lantas, apa dan kedua masih belum sehat betul untuk berpikir. Lantas, apa
yang bisa dilakukan dan dihasilkan kalau bukan sekedar jalan- yang bisa dilakukan dan dihasilkan kalau bukan sekedar jalan-
jalan dan belanja? Tidak heran apabila ada pejabat pemerintah jalan dan belanja? Tidak heran apabila ada pejabat pemerintah
negara bagian di Australia yang merasa tidak perlu melakukan negara bagian di Australia yang merasa tidak perlu melakukan
persiapan khusus untuk menerima kunjungan delegasi parlemen persiapan khusus untuk menerima kunjungan delegasi parlemen

254 254
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dari Indonesia. Selain karena jadwal yang telah disepakati sering dari Indonesia. Selain karena jadwal yang telah disepakati sering
tidak ditepati, letak pusat pertokoan dan tempat wisata jauh lebih tidak ditepati, letak pusat pertokoan dan tempat wisata jauh lebih
penting dari pada materi yang akan dibicarakan. Sinyalemen ini penting dari pada materi yang akan dibicarakan. Sinyalemen ini
dengan terus terang dibenarkan oleh seorang anggota DPRD dengan terus terang dibenarkan oleh seorang anggota DPRD
propinsi di Jawa yang pernah diwawancarai penulis. Secara propinsi di Jawa yang pernah diwawancarai penulis. Secara
terus terang dia mengatakan bahwa sebetulnya studi banding terus terang dia mengatakan bahwa sebetulnya studi banding
tidak pernah menghasilkan apa-apa karena umumnya mereka tidak pernah menghasilkan apa-apa karena umumnya mereka
hanya ingin jalan-jalan. Katanya, kapan lagi bisa bepergian ke hanya ingin jalan-jalan. Katanya, kapan lagi bisa bepergian ke
luar negeri secara gratis? luar negeri secara gratis?

*** ***

Ada beberapa hal yang bisa menjelaskan mengapa Ada beberapa hal yang bisa menjelaskan mengapa
rangkaian studi banding yang dilakukan oleh anggota DPRD rangkaian studi banding yang dilakukan oleh anggota DPRD
yang sudah jelas merupakan kegiatan penghamburan uang yang sudah jelas merupakan kegiatan penghamburan uang
rakyat tetap menjadi salah satu mata anggaran favorit di setiap rakyat tetap menjadi salah satu mata anggaran favorit di setiap
daerah. daerah.
Pertama, kesediaan eksekutif untuk mengalokasikan Pertama, kesediaan eksekutif untuk mengalokasikan
anggaran studi banding terkait dengan kelangsungan anggaran studi banding terkait dengan kelangsungan
kekuasaan pimpinan eksekutif daerah. Gubernur, Bupati atau kekuasaan pimpinan eksekutif daerah. Gubernur, Bupati atau
Walikota bukanlah penguasa tunggal lagi seperti yang pernah Walikota bukanlah penguasa tunggal lagi seperti yang pernah
berlangsung di era Orde Baru. Pergeseran dari executive heavy berlangsung di era Orde Baru. Pergeseran dari executive heavy
ke legislative heavy dalam peta politik telah menegaskan adanya ke legislative heavy dalam peta politik telah menegaskan adanya
kekuasaan legislatif. Dikhawatirkan, kalau eksekutif tidak mau kekuasaan legislatif. Dikhawatirkan, kalau eksekutif tidak mau
menyediakan anggaran untuk studi banding, kelangsungan menyediakan anggaran untuk studi banding, kelangsungan
kekuasaan pimpinan eksekutif dapat diakhiri, misalnya melalui kekuasaan pimpinan eksekutif dapat diakhiri, misalnya melalui
penolakan laporan pertanggungjawaban (LPJ). penolakan laporan pertanggungjawaban (LPJ).
Kedua, eksekutif membutuhkan persetujuan DPRD untuk Kedua, eksekutif membutuhkan persetujuan DPRD untuk
setiap usulan anggaran yang dituangkan dalam RAPBD. Di setiap usulan anggaran yang dituangkan dalam RAPBD. Di
sinilah proses tawar-menawar dan persekongkolan berlangsung sinilah proses tawar-menawar dan persekongkolan berlangsung
antara eksekutif dan legislatif. DPRD hanya akan menyetujui antara eksekutif dan legislatif. DPRD hanya akan menyetujui

255 255
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

RAPBD yang diusulkan apabila di dalamnya termuat anggaran RAPBD yang diusulkan apabila di dalamnya termuat anggaran
yang diminta oleh DPRD, termasuk pos anggaran untuk studi yang diminta oleh DPRD, termasuk pos anggaran untuk studi
banding. Sebagai imbalannya, maka DPRD harus menyutujui banding. Sebagai imbalannya, maka DPRD harus menyutujui
semua usulan eksekutif. Hasilnya, banyak perda-perda yang semua usulan eksekutif. Hasilnya, banyak perda-perda yang
tetap disahkan DPRD walaupun perda-perda tersebut aneh tetap disahkan DPRD walaupun perda-perda tersebut aneh
dan menggelikan, seperti perda retribusi sertifikat kelahiran dan menggelikan, seperti perda retribusi sertifikat kelahiran
hewan dan perda retribusi parkir walaupun sekedar berhenti hewan dan perda retribusi parkir walaupun sekedar berhenti
menurunkan anak di depan sekolahnya. Persekongkolan ini juga menurunkan anak di depan sekolahnya. Persekongkolan ini juga
memperoleh legitimasi dari PP 110/2000 tentang Kedudukan memperoleh legitimasi dari PP 110/2000 tentang Kedudukan
Keuangan DPRD yang antara menetapkan bahwa besarnya Keuangan DPRD yang antara menetapkan bahwa besarnya
biaya kegiatan DPRD berdasarkan klasifikasi PAD. Dengan kata biaya kegiatan DPRD berdasarkan klasifikasi PAD. Dengan kata
lain, semakin tinggi pendapatan suatu daerah, semakin besar lain, semakin tinggi pendapatan suatu daerah, semakin besar
persentase anggaran DPRD. persentase anggaran DPRD.
Terakhir, sampai saat ini kemampuan menghabiskan Terakhir, sampai saat ini kemampuan menghabiskan
anggaran yang dialokasikan masih dianggap sebagai suatu anggaran yang dialokasikan masih dianggap sebagai suatu
keberhasilan dan menyisakan anggaran sebagai suatu kegagalan. keberhasilan dan menyisakan anggaran sebagai suatu kegagalan.
Sistem anggaran seperti ini juga turut menyuburkan kegiatan- Sistem anggaran seperti ini juga turut menyuburkan kegiatan-
kegiatan pengamburan uang rakyat seperti studi banding. kegiatan pengamburan uang rakyat seperti studi banding.
Oleh karena itu, anggota DPRD Jawa Timur beberapa waktu Oleh karena itu, anggota DPRD Jawa Timur beberapa waktu
yang lalu tetap bersikeras untuk melaksanakan studi banding yang lalu tetap bersikeras untuk melaksanakan studi banding
walaupun kota Surabaya pada saat itu sedang dilanda masalah walaupun kota Surabaya pada saat itu sedang dilanda masalah
berat seperti banjir, sampah, pedagang kaki lima, dan lain-lain. berat seperti banjir, sampah, pedagang kaki lima, dan lain-lain.
Karena anggaran sudah tersedia, biarpun langit runtuh, studi Karena anggaran sudah tersedia, biarpun langit runtuh, studi
banding harus jalan terus. Begitulah, kira-kira semboyan yang banding harus jalan terus. Begitulah, kira-kira semboyan yang
dipegang teguh para wakil rakyat. dipegang teguh para wakil rakyat.
Jadi, karena ini persekongkolan saling menguntungkan, Jadi, karena ini persekongkolan saling menguntungkan,
tidak mungkin mengharapkan eksekutif apalagi legislatif untuk tidak mungkin mengharapkan eksekutif apalagi legislatif untuk
menghentikan kegiatan studi banding. menghentikan kegiatan studi banding.

256 256
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

PELICIN DI LEGISLATIF PELICIN DI LEGISLATIF

Beberapa hari terakhir Harian Fajar menurunkan Beberapa hari terakhir Harian Fajar menurunkan
laporan tentang maraknya uang pelicin yang diberikan oleh laporan tentang maraknya uang pelicin yang diberikan oleh
satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kepada oknum anggota satuan kerja perangkat daerah (SKPD) kepada oknum anggota
legislatif agar anggaran kegiatan SKPD yang bersangkutan legislatif agar anggaran kegiatan SKPD yang bersangkutan
tidak dipangkas pada saat pembahasan di legislatif. Menurut tidak dipangkas pada saat pembahasan di legislatif. Menurut
sinyalemen harian ini, jumlah uang pelicin yang dibayarkan sinyalemen harian ini, jumlah uang pelicin yang dibayarkan
SKPD bervariasi, antara Rp. 25 juta sampai Rp. 150 juta, SKPD bervariasi, antara Rp. 25 juta sampai Rp. 150 juta,
tergantung nilai anggaran kegiatan yang diusulkan oleh SKPD tergantung nilai anggaran kegiatan yang diusulkan oleh SKPD
tersebut. Bahkan laporan tersebut, dengan jelas menyebutkan tersebut. Bahkan laporan tersebut, dengan jelas menyebutkan
beberapa SKPD yang telah memberikan uang pelicin, lengkap beberapa SKPD yang telah memberikan uang pelicin, lengkap
dengan jumlah nominal yang telah diberikan (Fajar 21/01/09). dengan jumlah nominal yang telah diberikan (Fajar 21/01/09).

Lagu Lama Lagu Lama


Pemberian uang pelicin dan semacamnya kepada anggota Pemberian uang pelicin dan semacamnya kepada anggota
legislatif untuk memuluskan pembahasan atau mendapatkan legislatif untuk memuluskan pembahasan atau mendapatkan
persetujuan terhadap rancangan kebijakan (undang-undang persetujuan terhadap rancangan kebijakan (undang-undang
atau peraturan daerah) sebenarnya bukan hal baru dan terjadi atau peraturan daerah) sebenarnya bukan hal baru dan terjadi
bukan hanya pada tingkat daerah (DPRD) tetapi juga pada level bukan hanya pada tingkat daerah (DPRD) tetapi juga pada level
nasional (DPR). Praktek seperti ini khususnya mulai terasa nasional (DPR). Praktek seperti ini khususnya mulai terasa
sejak lembaga legislatif - sebagai salah satu hasil dari reformasi sejak lembaga legislatif - sebagai salah satu hasil dari reformasi
- diberi peran legislasi dengan kewenangan yang sangat besar - diberi peran legislasi dengan kewenangan yang sangat besar
(legislative heavy). Pada saat masih duduk sebagai anggota DPR, (legislative heavy). Pada saat masih duduk sebagai anggota DPR,
Khofifah Indar Parawangsa, dalam satu seminar, menjelaskan Khofifah Indar Parawangsa, dalam satu seminar, menjelaskan
bagaimana oknum anggota DPR mejadi calo-calo proyek dalam bagaimana oknum anggota DPR mejadi calo-calo proyek dalam
setiap pembahasan anggaran (APBN). Para bupati, gubernur, setiap pembahasan anggaran (APBN). Para bupati, gubernur,

257 257
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

dan “utusan-utusan” departemen dan lembaga pemerintah non- dan “utusan-utusan” departemen dan lembaga pemerintah non-
departemen, pada waktu itu, sibuk melobi calo-calo proyek ini departemen, pada waktu itu, sibuk melobi calo-calo proyek ini
agar mendapatkan alokasi anggaran sebesar-besarnya ke daerah agar mendapatkan alokasi anggaran sebesar-besarnya ke daerah
atau departemen mereka masing-masing. Imbalannya? Selain atau departemen mereka masing-masing. Imbalannya? Selain
dalam bentuk uang pelicin, calo-calo proyek ini - sebagaimana dalam bentuk uang pelicin, calo-calo proyek ini - sebagaimana
istilah yang diberikan - menginginkan agar pada saat pelaksanaan istilah yang diberikan - menginginkan agar pada saat pelaksanaan
kegiatan nantinya, tender-tender proyek harus diatur sedemikian kegiatan nantinya, tender-tender proyek harus diatur sedemikian
rupa agar dimenangkan oleh rekanan yang direkomendasikan rupa agar dimenangkan oleh rekanan yang direkomendasikan
oleh calo-calo proyek ini. Bisa ditebak, pemenang tender proyek oleh calo-calo proyek ini. Bisa ditebak, pemenang tender proyek
tersebut pasti memiliki hubungan dengan anggota dewan atau tersebut pasti memiliki hubungan dengan anggota dewan atau
calo proyek (?) yang telah “berjasa” meloloskan proyek tersebut calo proyek (?) yang telah “berjasa” meloloskan proyek tersebut
dalam pembahasan anggaran di legislatif. Hanya saja, seperti dalam pembahasan anggaran di legislatif. Hanya saja, seperti
(maaf) orang yang buang angin - yang baunya jelas terasa tetapi (maaf) orang yang buang angin - yang baunya jelas terasa tetapi
sangat sulit untuk menunjuk hidung pelaku - praktek-praktek di sangat sulit untuk menunjuk hidung pelaku - praktek-praktek di
lembaga terhormat seperti ini, selama ini, hanya bisa dirasakan lembaga terhormat seperti ini, selama ini, hanya bisa dirasakan
terjadi tetapi sulit dibuktikan. terjadi tetapi sulit dibuktikan.
Sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Sejumlah kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini menegaskan Pemberantasan Korupsi (KPK) akhir-akhir ini menegaskan
dugaan bahwa perilaku tidak terpuji anggota legislatif seperti dugaan bahwa perilaku tidak terpuji anggota legislatif seperti
ini memang benar adanya. Kasus suap yang melibatkan oknum ini memang benar adanya. Kasus suap yang melibatkan oknum
Pemerintah Kabupaten Bintan dan anggota Komisi IV DPR agar Pemerintah Kabupaten Bintan dan anggota Komisi IV DPR agar
mendapatkan persetujuan dewan mengenai alih fungsi lahan mendapatkan persetujuan dewan mengenai alih fungsi lahan
hutan lindung menjadi Kota Bandar Seri Bintan membuktikan hutan lindung menjadi Kota Bandar Seri Bintan membuktikan
bahwa perilaku suap anggota legislatif tidak hanya terjadi pada bahwa perilaku suap anggota legislatif tidak hanya terjadi pada
pembahasan anggaran tetapi juga pada produk-produk legislasi pembahasan anggaran tetapi juga pada produk-produk legislasi
lainnya. Hal yang sama terlihat pada kasus suap yang melibatkan lainnya. Hal yang sama terlihat pada kasus suap yang melibatkan
sejumlah anggota DPR dalam kaitannya dengan pemilihan sejumlah anggota DPR dalam kaitannya dengan pemilihan
Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dalam penyelesaian Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, dalam penyelesaian
kasus BLBI, dan dalam hubungannya dengan amandemen kasus BLBI, dan dalam hubungannya dengan amandemen
UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam semua UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Dalam semua
kasus ini, uang pelicin diberikan kepada anggota legislatif agar kasus ini, uang pelicin diberikan kepada anggota legislatif agar

258 258
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

memilih atau menyetujui kebijakan sesuai dengan keinginan memilih atau menyetujui kebijakan sesuai dengan keinginan
pemberi uang pelicin. pemberi uang pelicin.

Sistem Penganggaran dan Inferiority Complex Sistem Penganggaran dan Inferiority Complex
Kembali ke sinyalemen adanya uang pelicin dalam Kembali ke sinyalemen adanya uang pelicin dalam
pembahasan anggaran di DPRD Kota Makassar, dapat pembahasan anggaran di DPRD Kota Makassar, dapat
dikatakan bahwa salah satu penyebab terjadi hal ini adalah dikatakan bahwa salah satu penyebab terjadi hal ini adalah
karena masih lemahnya sistem penganggaran pemerintah. karena masih lemahnya sistem penganggaran pemerintah.
Sistem penganggaran berbasis kinerja yang selama ini diklaim Sistem penganggaran berbasis kinerja yang selama ini diklaim
pemerintah pada hakekatnya belum dilaksanakan secara pemerintah pada hakekatnya belum dilaksanakan secara
menyeluruh. Pada sistem anggaran berbasis kinerja, misalnya, menyeluruh. Pada sistem anggaran berbasis kinerja, misalnya,
audit yang dilakukan seharusnya adalah audit kegiatan. Secara audit yang dilakukan seharusnya adalah audit kegiatan. Secara
singkat dapat dijelaskan bahwa dengan audit kegiatan maka singkat dapat dijelaskan bahwa dengan audit kegiatan maka
mulai pada tahap perencanaan kegiatan auditor sudah meminta mulai pada tahap perencanaan kegiatan auditor sudah meminta
justifikasi dari SKPD mengapa suatu kegiatan perlu dilaksanakan, justifikasi dari SKPD mengapa suatu kegiatan perlu dilaksanakan,
apa saja outputs dan outcomes dari kegiatan tersebut, dan apa apa saja outputs dan outcomes dari kegiatan tersebut, dan apa
dampak yang akan terjadi apabila kegiatan tersebut dilaksanakan dampak yang akan terjadi apabila kegiatan tersebut dilaksanakan
atau tidak dilaksanakan. Anggaran dialokasikan hanya apabila atau tidak dilaksanakan. Anggaran dialokasikan hanya apabila
kegiatan tersebut mendapatkan justifikasi yang kuat (money kegiatan tersebut mendapatkan justifikasi yang kuat (money
follows activities). Pada kenyataannya, sampai saat ini, audit follows activities). Pada kenyataannya, sampai saat ini, audit
yang dilakukan masih pada aspek keuangan. Audit semacam yang dilakukan masih pada aspek keuangan. Audit semacam
ini lebih menekankan pada pertanggungjawaban keuangan ini lebih menekankan pada pertanggungjawaban keuangan
dibandingkan dengan pertanggungjawaban kegiatan. Dengan dibandingkan dengan pertanggungjawaban kegiatan. Dengan
kata lain, sepanjang pertanggungjawaban keuangan dianggap kata lain, sepanjang pertanggungjawaban keuangan dianggap
memenuhi syarat manfaat dari kegiatan yang lakukan SKPD memenuhi syarat manfaat dari kegiatan yang lakukan SKPD
menjadi nomor dua. Penekanan pada pertanggungjawaban menjadi nomor dua. Penekanan pada pertanggungjawaban
keuangan seperti ini lah yang, antara lain, membuka peluang keuangan seperti ini lah yang, antara lain, membuka peluang
terjadinya laporan keuangan atau kegiatan fiftif. Dapat dipastikan terjadinya laporan keuangan atau kegiatan fiftif. Dapat dipastikan
bahwa uang pelicin, kalau memang terjadi, yang dikeluarkan bahwa uang pelicin, kalau memang terjadi, yang dikeluarkan
oleh SKPD akan diambil dari laporan kegiatan atau kegiatan oleh SKPD akan diambil dari laporan kegiatan atau kegiatan
fiftif tersebut. Sangat tidak mungkin apabila pembayaran uang fiftif tersebut. Sangat tidak mungkin apabila pembayaran uang

259 259
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

pelicin tersebut akan ditanggung oleh pejabat SKPD yang pelicin tersebut akan ditanggung oleh pejabat SKPD yang
bersangkutan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan terjadinya bersangkutan. Oleh karena itu, untuk meminimalkan terjadinya
perilaku korup seperti ini maka penyempurnaan sistem perilaku korup seperti ini maka penyempurnaan sistem
penganggaran pemerintah perlu untuk terus dilakukan. penganggaran pemerintah perlu untuk terus dilakukan.
Selain kelemahan sistem penganggaran maraknya uang Selain kelemahan sistem penganggaran maraknya uang
pelicin dapat juga disebabkan karena besarnya kewenangan pelicin dapat juga disebabkan karena besarnya kewenangan
yang dimiliki oleh lembaga legislatif untuk melakukan yang dimiliki oleh lembaga legislatif untuk melakukan
pengawasan politik tidak diimbangi dengan kemampuan yang pengawasan politik tidak diimbangi dengan kemampuan yang
dimiliki oleh para anggotanya. Untuk dapat menjalankan fungsi dimiliki oleh para anggotanya. Untuk dapat menjalankan fungsi
pengawasan dengan efektif, kapasitas anggota legislatif harus pengawasan dengan efektif, kapasitas anggota legislatif harus
melebihi atau sedikitnya seimbang dengan kemampuan yang melebihi atau sedikitnya seimbang dengan kemampuan yang
dimiliki oleh eksekutif. Karena kemampuan anggota legislatif dimiliki oleh eksekutif. Karena kemampuan anggota legislatif
kita saat ini masih jauh dibandingkan dengan kemampuan kita saat ini masih jauh dibandingkan dengan kemampuan
eksekutif maka yang terjadi adalah semacam inferiority complex. eksekutif maka yang terjadi adalah semacam inferiority complex.
Orang yang menderita penyakit ini berusaha menunjukkan Orang yang menderita penyakit ini berusaha menunjukkan
“kekuatannya” untuk menyembunyikan kelemahan yang “kekuatannya” untuk menyembunyikan kelemahan yang
dia miliki. Anggota legislatif akan mencari cara lain untuk dia miliki. Anggota legislatif akan mencari cara lain untuk
menunjukkan superioritasnya sebagai kompensasi atas menunjukkan superioritasnya sebagai kompensasi atas
ketidakberdayaan mereka berhadapan dengan legislatif. Antara ketidakberdayaan mereka berhadapan dengan legislatif. Antara
lain dengan memperlambat proses pembahasan anggaran lain dengan memperlambat proses pembahasan anggaran
atau produk legislasi lainnya apabila tidak diberi uang pelicin. atau produk legislasi lainnya apabila tidak diberi uang pelicin.
Gejala inferiority complex anggota legislatif juga ditunjukkan, Gejala inferiority complex anggota legislatif juga ditunjukkan,
misalnya, ketika mereka mencampuri semua urusan eksekutif misalnya, ketika mereka mencampuri semua urusan eksekutif
dengan tidak mengindahkan adanya batasan wewenang yang dengan tidak mengindahkan adanya batasan wewenang yang
jelas antara kebijakan yang dapat dan tidak dapat diintervensi jelas antara kebijakan yang dapat dan tidak dapat diintervensi
legislatif. Karena perilaku korup seperti ini juga bersumber dari legislatif. Karena perilaku korup seperti ini juga bersumber dari
rendahnya kemampuan anggota legislatif maka selain perbaikan rendahnya kemampuan anggota legislatif maka selain perbaikan
sistem penganggaran seperti yang dijelaskan sebelumnya, sistem penganggaran seperti yang dijelaskan sebelumnya,
usaha-usaha sistematis dan menyeluruh untuk meningkatkan usaha-usaha sistematis dan menyeluruh untuk meningkatkan
kualitas para anggota legislatif juga mendesak untuk dilakukan. kualitas para anggota legislatif juga mendesak untuk dilakukan.

260 260
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

TENTANG EDITOR TENTANG EDITOR


Sehari hari disapa Idris Patarai dari Sehari hari disapa Idris Patarai dari
nama lengkap Haji Muhammad Idris nama lengkap Haji Muhammad Idris
Patarai, terdaftar di catatan sipil dan Badan Patarai, terdaftar di catatan sipil dan Badan
Administrasi Kepegawaian Negara lahir 31 Administrasi Kepegawaian Negara lahir 31
Desember 1957. Sekarang tenaga fungsional Desember 1957. Sekarang tenaga fungsional
dosen pada Institut Pemerintahan Dalam dosen pada Institut Pemerintahan Dalam

Negeri (IPDN) Regional Sulawesi Selatan, menempuh Negeri (IPDN) Regional Sulawesi Selatan, menempuh
pendidikan hingga strata tiga (S3) Administrasi Publik di pendidikan hingga strata tiga (S3) Administrasi Publik di
Universitas Negeri Makassar, 2010. Universitas Negeri Makassar, 2010.
Menikah dengan Sarminaliah dan dikaruniahi 3 (tiga) Menikah dengan Sarminaliah dan dikaruniahi 3 (tiga)
anak, masing masing Thathmainnul Qulub Mallagenni anak, masing masing Thathmainnul Qulub Mallagenni
(sedang menempuh pendidikan kedokteran di Unhas-Mks); (sedang menempuh pendidikan kedokteran di Unhas-Mks);
Muhammad Ishlah Manessa (kini di Newcastle University- Muhammad Ishlah Manessa (kini di Newcastle University-
Psb, Singapura); Tabayyun Pasinringi (menekuni cita citanya Psb, Singapura); Tabayyun Pasinringi (menekuni cita citanya
menjadi Public Relation di Fitkom Unpad-Bandung). menjadi Public Relation di Fitkom Unpad-Bandung).
Sebelum di IPDN, Idris Patarai (59) pernah bekerja di Sebelum di IPDN, Idris Patarai (59) pernah bekerja di
Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan di Pemerintah Kota Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dan di Pemerintah Kota
Makassar, terakhir sebagai Kepala Bappeda. Makassar, terakhir sebagai Kepala Bappeda.
Sempat mengikuti berbagai pelatihan, antara lain : (1). Sempat mengikuti berbagai pelatihan, antara lain: (1).
Training of Leadership in Local Government: Discussion, Training of Leadership in Local Government: Discussion,
Action, Result (Dare) Conduct by: Lee Kuan Yeuw School of Action, Result (Dare) Conduct by: Lee Kuan Yeuw School of
Public Policy and World Bank Institute; (2). Training Programme Public Policy and World Bank Institute; (2). Training Programme
for Local Government Official by Northen Ilinouis University for Local Government Official by Northen Ilinouis University
–USA; (3). Wastewater Treatment Management in Bangkok –USA; (3). Wastewater Treatment Management in Bangkok
Thailand; (4). The 9th Biennial Conference of Asian Association Thailand; (4). The 9th Biennial Conference of Asian Association

261 261
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

of Psychology Kunming- China ; (5).Training Effective Urban of Psychology Kunming- China ; (5).Training Effective Urban
Infrastructure Programme – Mayor and Exekutive Roundtable Infrastructure Programme – Mayor and Exekutive Roundtable
– Cities Development Iniatiati –ves for Asia (CDI) in Singapore; – Cities Development Iniatiati –ves for Asia (CDI) in Singapore;
dan (6). Diklat Kepemimpinan (Latpim Tingkat II). dan (6). Diklat Kepemimpinan (Latpim Tingkat II).
Tercatat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Calon Tercatat di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Calon
Wakil Walikota Makassar pada Pemilihan Walikota Makassar Wakil Walikota Makassar pada Pemilihan Walikota Makassar
(Pilwalkot) 2013. Motivasinya menjadi Wakil Walikota (Pilwalkot) 2013. Motivasinya menjadi Wakil Walikota
adalah untuk merealisir dan melanjutkan pengabdiannya di adalah untuk merealisir dan melanjutkan pengabdiannya di
Pemerintahan Kota Makassar: (1) Mendorong Terlaksananya Pemerintahan Kota Makassar: (1) Mendorong Terlaksananya
Delegasi Kewenangan Walikota kepada Camat 2007 (2) Tim Delegasi Kewenangan Walikota kepada Camat 2007 (2) Tim
Perumus Kebijakan Penerapan Pakta Integritas Pemerintah Perumus Kebijakan Penerapan Pakta Integritas Pemerintah
Kota 2007 (3). Mengadvokasi Pendirian Ombudsman Daerah Kota 2007 (3). Mengadvokasi Pendirian Ombudsman Daerah
Kota Makassar dan menjadi Sekretaris Tim Rekruitmen Kota Makassar dan menjadi Sekretaris Tim Rekruitmen
Komisioner Ombudsman Daerah Kota Makassar 2007 (4). Komisioner Ombudsman Daerah Kota Makassar 2007 (4).
Mengadvokasi Pendirian Lembaga Pemantau Independen Mengadvokasi Pendirian Lembaga Pemantau Independen
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Makassar Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kota Makassar
Kerjasama Transparansi Internasional Indonesia 2011. (5) Kerjasama Transparansi Internasional Indonesia 2011. (5)
Memfasilitasi terbentuknya TIM CSR dan PKBL Pemerintah Memfasilitasi terbentuknya TIM CSR dan PKBL Pemerintah
Kota Makassar 2011. (6). Mendorong terbentuknya Klinik Kota Makassar 2011. (6). Mendorong terbentuknya Klinik
Bisnis Kecamatan Pemerintah Kota Makassar 2011(7). (7). Bisnis Kecamatan Pemerintah Kota Makassar 2011(7). (7).
Membentuk Tim Fasilitator, Advokasi dan Pendampingan Membentuk Tim Fasilitator, Advokasi dan Pendampingan
Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Kota Makassar 2011. Pelaksanaan Musrenbang Kecamatan Kota Makassar 2011.
(8). Merumuskan Konsep Pelaksanaan Anggaran Kinerja (8). Merumuskan Konsep Pelaksanaan Anggaran Kinerja
(Remunerasi) bagi Pegawai Negeri Sipil lingkup Pemerintah (Remunerasi) bagi Pegawai Negeri Sipil lingkup Pemerintah
Kota Makassar Kerjama Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kota Makassar Kerjama Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin 2011. (9). Mewakili Masyarakat (LP2M) Universitas Hasanuddin 2011. (9). Mewakili
Walikota bersama Ombudsman Daerah dan Kopel Sulawesi Walikota bersama Ombudsman Daerah dan Kopel Sulawesi
mendorong Judicial Review Undang Undang No 37 Tahun mendorong Judicial Review Undang Undang No 37 Tahun
2008, tentang Ombudsman Republik Indonesia 2010 hingga 2008, tentang Ombudsman Republik Indonesia 2010 hingga
2011. (10). Mendorong Rencana Aksi Daerah Pemberantasan 2011. (10). Mendorong Rencana Aksi Daerah Pemberantasan
Korupsi (RADPK) Kota Makassar Kerjasama Kopel Sulawesi, Korupsi (RADPK) Kota Makassar Kerjasama Kopel Sulawesi,

262 262
birokrasi akuntabilitas kinerja birokrasi akuntabilitas kinerja

Kementerian Dalam Negeri dan Beberapa NGO Pelayanan Kementerian Dalam Negeri dan Beberapa NGO Pelayanan
Publik, NGO Miskin Kota dan NGO Anti Korupsi 2011. Publik, NGO Miskin Kota dan NGO Anti Korupsi 2011.
Telah menulis beberapa buku, terbaru (2015) Telah menulis beberapa buku, terbaru (2015)
“Desentralisasi Pemerintahan dalam Perspektif Pembangunan “Desentralisasi Pemerintahan dalam Perspektif Pembangunan
Politik di Indonesia”. Politik di Indonesia”.

263 263

Anda mungkin juga menyukai