Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini menjelaskan tinjauan pustaka yang terdiri dari studi kasus
penelitian, state of the art penelitian, dan pendekatan penyelesaian masalah.
2.1 Studi Kasus Penelitian
Subbab ini menjelaskan studi kasus penelitian yang menjadi objek kajian
pada penelitian ini. Dijelaskan dalam tiga bagian yaitu studi kelayakan, penelitian
pack baterai lithium untuk drone dan studi kasus PT. MSMB Indonesia.
2.1.1 Studi Kelayakan
Studi kelayakan bisnis, yang sering disebut studi kelayakan proyek adalah
penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek
investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Istilah “proyek” mempunyai arti suatu
pendirian usaha baru atau pengenalan suatu (barang maupun jasa) yang baru ke
dalam suatu produk mix yang sudah ada selama ini (Jumingan, 2014).
Studi kelayakan adalah suatu kegiatan yang mempelajari secara mendalam
tentang suatu usaha atau bisnis yang akan dijalankan, dalam rangka menentukan
layak atau tidak usaha tersebut dijalankan. Mempelajari secara mendalam artinya
meneliti secara sungguh-sungguh data dan informasi yang ada, kemudian diukur,
dihitung, dan dianalisis hasil penelitian tersebut dengan menggunakan metode
tertentu (Kasmir dan Jakfar, 2007).
Sedang menurut Soeharto (1995) dalam Syafrizal (2007) studi kelayakan
merupakan “sebuah penelitian yang menyeluruh dengan menggunakan beberapa
aspek dari sebuah proyek atau investasi”. Adapun arti dari kelayakan sendiri”
berkait dengan kemungkinan tingkat keberhasilan target atau tujuan yang hendak
dicapai”. Dari beberapa definisi diatas bisa ditarik sebuah benang merah tentang
studi kelayakan, bahwa dalam studi kelayakan mencoba meneliti aspek-aspek
tertentu dari rencana investasi dengan memperhatikan hasil serta pengorbanan guna
memprediksikan tingkat keberhasilan investasi tersebut.
Hal yang menjadi bahan utama dari studi kelayakan adalah investasi, dimana
menurut Helfert (1996) dalam Syafrizal (2007) investasi merupakan “komitmen
dana dengan tujuan memperoleh pengembalian ekonomi lebih selama suatu periode

II - 1
waktu, yang biasanya dalam bentuk aliran kas periodik dan atau nilai akhir”. Pada
pembahasan ini studi kelayakan dipergunakan terhadap rencana operasional.
Dimana kebijakan operasional sendiri sebagai “strategi dan kebijakan yang
mencakup penggunaan secara efektif dana yang telah diinvestasikan untuk
melayani segmen pasar dipilih, dengan disertai kebijakan harga, distribusi, guna
memenuhi kebutuhan pelanggan” (Helfert, 1996 dalam Syafrizal, 2007). Dalam
melaksanakan kegiatan harus ditentukan dahulu apa tujuan dari kegiatan tersebut.
Tujuan dari studi kelayakan bila lihat dari pendefinisiannya, dimana tujuan dari
studi kelayakan untuk membuat gambaran yang akurat tentang sebuah investasi
sehingga pengambilan keputusan untuk melaksanakan investasi tersebut tepat atau
dalam pelaksanaan mencapai target yang diharapkan.
Agar suatu studi kelayakan menghasilkan pendekatan pemecahan masalah
yang berguna, dalam pelaksanaan studi kelayakan harus memperhatikan hal-hal
yang perlu diperhatikan. Hal–hal tersebut antara lain: (Soeharto, 1995 dalam
Syafrizal, 2007) :
a. Aspek yang dikaji
b. Jangkauan pengkajian
c. Mutu pengkajian
Studi kelayakan bisnis merupakan metode ilmiah. Salah satu syarat metode
ilmiah adalah sistematis. Penyusunan studi kelayakan bisnis sebagai salah satu
metode ilmiah pada umumnya meliputi beberapa langkah kegiatan, yang secara
umum pada Gambar 2.1 berikut ini (Suliyanto, 2010)

Melakukan Membuat
Penemuan Ide Pengumpulan
Studi Desain
Bisnis Data
Pendahuluan Kelayakan

Analisis dan Menarik Penyusunan


Interpretasi Kesimpulan dan laporan studi
Data Rekomendasi kelayakan bisnis

Gambar 2.1 Langkah-langkah studi kelayakan bisnis


Menurut Kasmir dan Jakfar (2007) dalam melakukan pembuatan dan
penilaian studi kelayakan melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, hendaknya
dilakukan secara benar dan lengkap. Kemudian setiap tahapan memiliki berbagai

II - 2
aspek yang harus di teliti, diukur, dan dinilai sesuai dengan ketentuan yang telah
ditentukan.
Ada beberapa aspek yang perlu dilakukan studi untuk menentukan kelayakan
suatu usaha. Masing-masing aspek tidak berdiri sendiri, akan tetapi saling
berkaitan. Artinya jika salah satu aspek tidak dipenuhi maka perlu dilakukan
perbaikan atau tambahan yang diperlukan. Secara umum prioritas aspek-aspek yang
perlu dilakukan studi kelayakan adalah sebagai berikut (Kasmir dan Jakfar 2007) :
a. Aspek Hukum
Dalam aspek ini yang akan dibahas adalah masalah kelangkapan dan
keabsahan dokumen perusahaan, mulai dari bentuk badan usah sampai izin-izin
yang dimiliki. Kelengkapan dan keabsahan dokumen sangat penting, karena hal
ini merupakan dasar hukum yang harus dipegang apabila di kemudian hari timbul
masalah. Keabsahan dan kesempurnaan dokumen dapat diperoleh dari pihak-
pihak yang menerbitkan atau mengeluarkan dokumen tersebut.
b. Aspek Pasar dan Pemasaran
Untuk menilai apakah perusahaan yang akan melakukan investasi ditinjau
dari segi pasar dan pemasaran memiliki peluang pasar yang diinginkan atau tidak.
Atau dengan kata lain seberapa besar potensi pasar yang ada untuk produk yang
ditawarkan dan seberapa besar market share yang dikuasai oleh para pesaing
dewasa ini. Kemudian bagaimana strategi pemasaran yang akan dijalankan untuk
menangkap peluang pasar yang ada.
c. Aspek Keuangan
Penelitian dalam aspek ini dilakukan untuk menilai biaya-biaya apa saja yang
akan dikeluarkan dan seberapa besar biaya-biaya yang akan dikeluarkan.
Kemudian juga meneliti seberapa besar pendapatan yang akan diterima jika
proyek jadi dijalankan. Penelitian ini meliputi seberapa lama investasi yang
ditanamkan akan kembali. Kemudian dari mana saja sumber pembiayaan bisnis
tersebut dan bagaimana tingkat suku bunga yang berlaku, sehingga apabila
dihitung dengan formula penilaian investasi sangat menguntungkan. Metode
penilaian yang akan digunakan nantinya dengan Payback period, Net Present
Value, Internal Rate of Return, Profitability Indek, Break Event Point, serta
dengan rasio keuangan lainnya.

II - 3
d. Aspek Teknis atau Operasi
Dalam aspek ini akan diteliti adalah mengenai lokasi usaha, baik kantor pusat,
cabang, pabrik, atau gudang. Kemudian penentuan layout gedung, mesin, dan
peralatan serta layout ruangan sampai kepada usaha perluasan selanjutnya.
Kemudian juga mengenai penggunaan teknologi apakah padat karya atau padat
modal.
e. Aspek Manajemen atau Organisasi
Yang dinilai dalam aspek ini adalah para pengelola usaha dan struktur
organisasi yang ada. Proyek yang dijalankan akan berhasil apabila di jalankan
oleh orang-orang yang profesional, mulai dari merencanakan, melaksanakan
sampai dengan mengendalikannya apabila terjadi penyimpangan. Demikian pula
dengan struktur organisasi yang dipilih harus sesuai dengan bentuk dan tujuan
usahanya.
f. Aspek Ekonomi Sosial
Penelitian dalam aspek ekonomi adalah untuk melihat seberapa besar
pengaruh yang ditimbulkan jika proyek tersebut dijalankan. Pengaruh tersebut
terutama terhadap ekonomi secara luas serta dampak sosialnya terhadap
masyarakat secara keseluruhan
g. Aspek Dampak Lingkungan
Merupakan analisis yang paling dibutuhkan pada saat ini, karena setiap
proyek yang dijalankan akan sangat besar dampaknya terhadap lingkungan
disekitarnya.
Dalam menyusun studi kelayakan tidak harus menggunakan semua aspek
yang ada. Dapat dilihat dari karakteristik dari bisnis yang akan dijalankan. Pada
penelitian ini, aspek yang akan digunakan ada 3 aspek. Aspek yang pertama adalah
aspek pasar/pemasaran untuk meneliti kesempatan pasar yang ada dan prospeknya
serta strategi pemasaran yang tepat. Yang kedua adalah aspek teknologi/teknis
untuk menilai apakah teknologi serta teknis layak untuk dilaksanakan. Dan yang
terakhir adalah aspek keuangan untuk menentukan sumber daya finansial yang
diperlukan pada tingkat kegiatan terntentu dan laba yang diharapkan. (Diharjo dkk,
2014)

II - 4
Kemampuan sebuah hasil studi kelayakan dalam mendukung keakuratan
pengambilan keputusan sangat ditentukan oleh mutu dari studi kelayakan itu
sendiri. Dimana mutu studi kelayakan menurut Soeharto (1995) dalam Syafrizal
(2007) tergantung pada orang atau mereka yang mengerjakan dan tersedianya data
dan informasi. Dimana orang yang mengerjakan mempengaruhi terhadap metode
yang dipilih, ketepatan prediksi, penarikan kesimpulan yang diambil dan lain lain.
Sedang data dan informasi sangat menentukan mutu studi kelayakan karena data
dan informasi tersebut menjadi bahan pengkajian dan dasar penarikan kesimpulan.
Dimana kualitas data dan informasi itu sendiri menurut Soeharto (1995) dalam
Syafrizal (2007) dapat dinilai dengan mengkaji siapa yang mengumpulkan,
bagaimana orang tersebut mengumpulkan data atau informasi, kapan data tersebut
dikumpulkan dan klasifikasi yang dipergunakan. Hasil studi kelayakan akan
digunakan oleh pengambil keputusan.
2.1.2 Penelitian Pack Baterai Lithium di UNS
Energy SMART UNS merupakan perusahaan berbasis manufaktur yang
memproduksi baterai lithium ion dengan merek dagang “Baterai SMART UNS”.
Teknologi baterai lithium ion merupakan produk yang dihasilkan dari proses
komersialisasi teknologi yang dilakukan oleh Dr. Eng Agus Purwanto (inventor
teknologi), yang mengawali penelitian dalam rangka penelitian dan pengembangan
mobil listrik nasional (Molina). Teknologi yang dikembangkan oleh tim peneliti
merupakan baterai lithium ion yang mempunyai keunggulan densitas energi yang
lebih tinggi dari baterai konvensional yang telah beredar di pasaran.
Strategi yang dilakukan tim peneliti yaitu dengan merekayasa ukuran dalam
skala nano pada bentuk elektroda dan konfigurasi pelat elektrodanya. Pemanfaatan
teknologi nano dalam pengembangan baterai lithium ion ditujukan untuk
meningkatkan densitas energi baterai (UNS, 2012). Dengan membuat material
elektroda dalam ukuran nanometer, luas penampang permukaan elektroda akan
semakin besar. Sebagai hasilnya, energi yang dapat disimpan menjadi lebih banyak
sehingga densitas energinya lebih besar.

II - 5
Produk yang dihasilkan merupakan produk Li-ion 18650 Cilindrical
Rechargeable cell berbasis Lithium Ferri Phosphate (LFP 18650) yang mempunyai
tengangan listrik sebesar 3,2 volt, kapasitas 1 Ah, diameter 18 mm, tinggi 65 mm
dan berbentuk silinder. Prototipe baterai lithium ion yang telah diproduksi
mempunyai material penyusun seperti pada bill of material (BOM) pada Gambar
2.2 BOM merupakan daftar dari semuamaterial, parts, dan sub assemblies, serta
kuantitas dari masing-masing yang dibutuhkan untuk memproduksi satu unit
produk atauparent assembly. BOM juga menggambarkan cara komponen-
komponen bergabung ke dalam suatu produk selama proses manufaktur. Oleh
karena itu BOM sangat diperlukan sebagai basis untuk perhitungan banyaknya
setiap material yang dibutuhkan untuk setiap periode waktu (Atika, 2015).

Gambar 2.2 BOM Li-Ion 18650 Cilindrical Rechargeable cell


Sumber : Atika (2015)

Energy SMART UNS membuat sel baterai lithim yang dapat di gunkan ke
beberapa aplikasi yaitu power bank, mainan, senter, UPS, Noteook/PC, lampu PJU,
mobil listrik dan motor listrik pada tahun 2015. Perusahaan terus mengembangkan
produknya dari tahun ke tahun. Pada tahun 2018 ini perusahaan sudah mulai
memproduksi baterai lithium NCA dan LFP. Yang kemudian bisa digunakan untuk
beberapa aplikasi yang membutuhkan baterai lithium NCA. Salah satunya pada
aplikasi drone yang di teliti pada penelitian ini. Kemudian juga pada aplikasi AKI
lithium, Sepeda listrik, Mobil listrik dan lain sebagainya.

II - 6
2.1.3 Studi Kasus PT. MSMB Indonesia
Studi kasus yang menjadi contoh dalam penerapan pendirian pack baterai
lithium adalah dengan menjadikan pesanan pack baterai lithium dari PT. MSMB
Indonesia ke SMART UNS pada bulan Maret-Juni 2018. Teknologi pack baterai
lithium yang dipesan adalah sel baterai lithium berjenis 18650 Cilindrical
Rechargeable cell berbasis NCA (Lithium Nickel Cobalt Aluminium Oxide)
mempunyai spesifikasi tengangan listrik sebesar 4,2 volt, kapasitas 2700 mAh,
diameter 18 mm, tinggi 65 mm dan berbentuk silinder.
Pesanan pack baterai lithium terbagi menjadi 4 pack baterai dengan fungsi
yang berbeda. Yang pertama adalah pack baterai untuk IOT Debit Air dengan
fungsi untuk mengontrol alat pengendali debit air yang dipergunakann di pertanian.
Kemudian yang kedua adalah pack baterai untuk IOT-Litx. Ketiga adalah pack
baterai yang difungsikan untuk counter boat. Dan terakhir pack baterai yang
difungsikan untuk PU Drone. Dengan masing-masing membutuhkan sel baterai
lithium yang berbeda-beda. Tabel 2.1 berikut menjelaskan kebutuhan sel baterai
setiap pesanan.
Tabel 2.1 Pesanan Pack Baterai Lithium PT. MSMB
Pesanan Quality Jenis Baterai
IOT-Debit Air 18 LFP
IOT-Litx 10 NCA
Prawn Counter Boat 80 LFP
PU Drone 104 NCA
Sumber : Wawancara dengan Rina (2018)
Perusahaan ini adalah perusahaan technology startup incubator dibawah
UMG Indonesia IdeaLab. PT Mitra Sejahtera Membangun Bangsa (MSMB) yang
berdiri pada 15 Februari 2018 memiliki visi menjadi pelopor teknologi di bidang
pertanian, peternakan dan budidaya ikan di Indonesia. Berawal dari sebuah start up
Agri-Tech untuk membantu petani bernama RiTx , hingga kini MSMB terus
berinovasi untuk menciptakan hardware dan software pertanian yang terintegrasi.
Visi perusahaan adalah “Bagikan Kemakmuran kepada Masyarakat Pertanian
Indonesia (Petani, Peternak, dan Nelayan). Dengan misi untuk mensejahterakan

II - 7
petani, peternak dan pembudidaya ikan di Indonesia. Tidak hanya fokus pada
pengembangan teknologi pertanian, MSMB juga berkomitmen dalam :
- Berbagi ilmu pengetahuan dengan komunitas tani
- Pembiayaan usaha tani
- Jual beli hasil dan sarana produksi pertanian
- Manajemen rantai pasokan (supply chain management)
Saat ini perusahaan sudah memiliki 3104 member, 1243 petani petani
terdaftar, 200 mitra kerjasama, 45 mitra komoditi, 12 teknologi terpasang. Salah
satu proyek kerjasama dengan Kementrian KOMINFO dalam hal pemasangan soil
and weather sensor oleh kominfo di Gunung Kidul pada Desember 2018.
Kemudian bermitra dengan GAPKI dalam mechanical persewaan drone pada
November 2018. Kerjasama pembiayaan dan pengelolaan setelah panen jagung
Dompu NTT dengan JAPFA pada November 2018 dan banyaknya kerjasama
proyek lainnya yang dilakukan.
Perusahaan ini sejak tahun berdiri sudah pesat perkembangannya dengan
berhasil membuat produk dengan 2 bentuk yaitu hardware dan software. Produk
hardware perusahaan ini terdiri dari 4 yaitu Water Debit Sensor, Drone
Surveillance, Drone Sprayer, Soil and Weather Sensor. Sedangkan untuk produk
software ada 4 juga yaitu Ritx dan Ritx Bertani (Agriculture Technology untuk
membantu pertanian) serta Litx (Teknologi peternakan untuk mensejahterakan para
peternak), dan Fistx (Teknologi perikanan untuk budidaya ikan). Dengan
penjelasan per produk pada lampiran 14 Penjelasan Produk PT.MSMB Indonesia.
Perusahaan ini terdiri dari 70 karyawan dengan 4 departemen yang di pimpin
langsung oleh Pak Bayu Dwi Apri Nugroho sebagai CEO (Chief Executive Officer).
Kemudian dibantu A Trianita Hesti S sebagai CMO (Chief Marketing Officer), D
Wim Prihanto sebagai CDO (Chief Data Officer), Pratama Putra sebagai CTO
(Chief Technology Officer), Merry Sondakh sebagai CFO (Chief Financial Officer).
Perusahaan ini bertempat di Jl. Baru Mulungan No. 25-26, Jongke Lor Sendangadi,
Mlati, Sleman Yogyakarta 55285 email : contact@msmbindonesia.com nomer
telepon (+62) 274 2883638. Berikut Gambar 2.3 merupakan logo perusahaan.

II - 8
Gambar 2.3 Logo Perusahaan
Fokus utama dalam pengembangan drone pada perusahaan ini adalah untuk
produk drone sprayer dan drone surveillance. Dimana kedua drone ini
membutuhkan pack baterai untuk sumber energi penggerak. Kedua drone ini
memiliki bentuk dan fungsi yang berbeda serta kebutuhan baterai yang berbeda
juga. Namun memiliki kesamaan untuk membantu pertanian lebih berkembang dan
merupakan drone yang dengan rentang terbang dan rentang sayap yang hampir
sama.

2.2 State Of The Art Penelitian


Sub bab ini menjelaskan tinjauan pustaka mengenai state of the art penelitian
yang menjadi landasan pustaka pada penelitian ini, yaitu state of the art drone, state
of the art pack baterai lithium untuk drone dan komersialisasi teknologi.
2.2.1 State Of The Art Drone
Bagian ini menjelaskan mengenai state of the art dari teknologi drone.
Menurut Wackwitz (2016) drone atau UAV (kendaraan udara tak berawak) adalah
pesawat terbang yang terdiri dari komponen seperti rangka, mesin, pengontrol
penerbangan, dan baterai. Saat memasang sensor seperti kamera ke UAV dan
menautkannya ke kontrol jarak jauh, hasilnya adalah UAS (sistem udara tak
berawak). Bahkan, dalam konfigurasi helikopter (single-rotor, multi-rotor, hybrid)
UAS ini mampu VTOL (lepas landas dan mendarat vertikal). UAS sayap tetap
sering diluncurkan dengan tangan atau melalui peluncur pneumatik / hidrolik dan
mendarat seperti pesawat terbang biasa.
Dalam beberapa dekade terakhir, karena perkembangan drone udara yang
lebih kecil yang disebut kendaraan udara mikro, tuntutan untuk misi intelijen telah
meningkat. Saat ini ada upaya serius untuk merancang dan membuat drone udara
yang sangat kecil untuk misi khusus. Upaya-upaya ini telah menghasilkan

II - 9
pengembangan berbagai jenis drone kecil dengan berbagai bentuk dan mode
penerbangan. Klasifikasi komprehensif dari semua drone yang ada ditampilkan, di
mana HTOL adalah singkatan dari Horizontal Take-Off dan Landing. Umumnya,
drone dapat dikategorikan berdasarkan karakteristik kinerjanya. Fitur termasuk
berat, rentang sayap, pemuatan sayap, jangkauan, ketinggian maksimum,
kecepatan, daya tahan, dan biaya produksi, merupakan parameter desain penting
yang membedakan berbagai jenis drone dan menyediakan sistem klasifikasi yang
menguntungkan. Selanjutnya, drone dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis mesin
mereka. Misalnya, UAV sering menerapkan mesin bahan bakar dan MAV
menggunakan motor listrik. Jenis sistem propulsi yang digunakan dalam drone
berbeda berdasarkan modelnya. Untuk lebih jelasnya terkait kajian tentang hal ini
ada di lampiran 5.
2.2.2 State Of The Art Pack Baterai Lithium untuk Drone
Bagian ini menjelaskan mengenai state of the art dari pack baterai lithium
untuk drone. Baterai merupakan sumber daya utama UAV dalam bergerak.
Sebagian besar UAV untuk penggunaan publik dan sipil akan didukung oleh
teknologi baterai canggih. Akan ada beberapa teknologi UAV berbasis mesin bahan
bakar tetapi mereka akan mahal, sangat diatur dan spesifik aplikasi. Setidaknya
sembilan puluh persen dari UAV publik, hobi dan sipil akan didukung oleh
beberapa jenis baterai. Nickle Cadmium (NiCad) dan Nickle Metal Hydrid (NiMH)
pertama kali digunakan, tetapi baterai berbasis Lithium kini telah mengambil alih.
Alasan untuk popularitas baterai lithium sederhana - kepadatan energi yang sangat
tinggi. Baterai Lithium memiliki cukup energi yang tersimpan untuk membiarkan
UAV kita terbang setidaknya selama jangka waktu yang berguna.
Nilai arus baterai mengacu pada total energi yang tersedia dari baterai pada
tegangan pengenalnya. Dengan asumsi sel hanya dalam seri dan tidak paralel, rating
saat ini juga sama seperti untuk setiap sel. Peringkat dalam mAh (jam milliamp)
dan tersedia saat ini yang dapat disediakan oleh baterai selama satu jam terus
menerus. Misalnya, baterai 1000 milliamp jam (1 Amp Hour) mungkin dikenakan
pada 1 Amp selama 1 jam.
Baterai terdiri dari serangkaian sel dari satu ke beberapa dan mungkin
terhubung seri atau paralel. Sel-sel individual atau baterai sel tunggal dalam

II - 10
Lithium Ion atau LiPo adalah 3,2 hingga 3,7 volt tergantung pada kimia. Meskipun
tegangan sel tetap sama untuk kapasitas kimia tertentu sel saat ini dapat berbeda.
Semua sel dalam baterai yang diberikan akan memiliki kapasitas arus yang sama.
Jika dua sel terhubung secara seri (positif ke negatif) tegangan akan berlipat
ganda tetapi kapasitas saat ini akan tetap sama. Dua sel secara paralel (positif ke
positif dan negatif ke negatif) menggandakan kapasitas arus tetapi tegangan tetap
sama. Baterai yang kita gunakan biasanya satu set sel kapasitas saat ini kita perlu
kabel secara seri untuk menghasilkan tegangan yang kita butuhkan. Sebagai contoh,
sebutan LiPo 3S1P mengacu pada tiga sel 3,7 volt LiPo secara seri yang
menghasilkan 11,1 volt nominal. Adalah mungkin untuk menggabungkan dua atau
lebih baterai secara paralel untuk menggandakan atau lebih meningkatkan kapasitas
total energi kita. Juga dimungkinkan untuk menggabungkan dua atau lebih baterai
secara seri untuk menggandakan atau meningkatkan tegangan lebih lanjut. Ketika
menggabungkan baterai secara paralel (atau seri) mereka harus memiliki
karakteristik yang identik (tegangan dan kapasitas arus). Untuk Lithium Ion kita
dapat membuat baterai dengan interkoneksi sel seri dan paralel untuk tegangan dan
arus yang kita butuhkan.
Ada ion lithium (Li-ion), phoshate besi lithium (LiFePO4), polimer lithium
(LiPo) dan baterai lithium titanate. Semua baterai lithium sebenarnya merupakan
jenis baterai lithium ion, bukan hanya yang kita sebut lithium ion. Ion litium
bergerak dari elektroda negatif melalui membran semipermeabel ke elektroda
positif untuk memasok listrik. Prosesnya terbalik ketika baterai lithium sedang diisi
ulang. Ada berbagai kimia lithium dan masing-masing memiliki poin baik dan
buruk. LiCoO2 Lithium Cobalt Oxide memiliki kepadatan energi yang tinggi tetapi
memiliki tingkat debit rendah dan merupakan bahaya keamanan yang mudah
terbakar. LiCoO2 adalah baterai Lithium Ion yang paling umum tetapi lithium
mangan oksida (LMO) juga umum. Umumnya baterai lithium ion berada dalam
konfigurasi silindris dalam kaleng logam. Untuk lebih jelasnya tentang kajian hal
ini ada di lampiran 6.
2.2.3 Komersialisasi Teknologi
Komersialisasi merupakan serangkaian upaya dari pengembangan dan
pemasaran sebuah produk atau proses dan penerapan proses dalam kegiatan

II - 11
produksi. Kegiatan ini merupakan rangkaian yang cukup kompleks dengan
melibatkan berbagai aspek yang mencakup kebijakan ekonomi, sumberdaya
manusia, investasi, waktu, lingkungan pasar, dan sebagainya. (Goenadi, 2000).
Teknologi berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1990) adalah
metode ilmiah untuk mencapai tujuan praktis ilmu pengetahuan terapan. Secara
umum komersialisasi teknologi diartikan sebagai “moving technology to a
provitable position” (Siegel, 1995), maksudnya adalah teknologi dikembangkan
sedemikian rupa sehingga mencapai suatu titik dimana teknologi tersebut bisa
diaplikasikan pada suatu kegiatan produksi atau konsumsi yang menghasilkan
keuntungan pada penemunya.
Menurut Parker dan Mainelli (2001) menyebutkan bahwa ada dua titik
dimana teknologi menghasilkan keuntungan. Komersialisasi pertama terjadi saat
teknologi yang dihasilkan dari scientific research berhasil menciptakan lisensi.
Fase kedua terjadi saat teknologi diubah atau diaplikasikan ke dalam sebuah produk
melalui suatu aktivitas product development di perusahaan agar dapat digunakan
dalam kegiatan produksi lanjutan atau konsumsi. Pemakai teknologi tersebut
diharuskan membayar kompensasi sejumlah tertentu (biasanya dalam bentuk
moneter) atas penggunaan atau pembelian produk tersebut sehingga memberikan
keuntungan bagi pihak yang mengembangkan teknologi. Selanjutnya hal ini disebut
sebagai perspektif kedua dari komersialisasi teknologi. Pada Gambar 2.4 dijelaskan
proses komersialisasi teknologi.

Gambar 2.4 Proses Komersialisasi Teknologi


Sumber : Parker dan Mainelli (2001)

Proses komersialisasi teknologi yang ditemukan di dalam literatur


mengambil perspektif kedua dari konsep yang dikemukakan oleh Parker dan
Mainelli (2001) atau merupakan elaborasi dari perspektif kedua yaitu mengenai
pengembangan produk baru.

II - 12
Pandangan yang umum dari perspektif ini menyebutkan bahwa
komersialisas teknologi (pengembangan produk baru) berawal dari pemahaman
atas masalah yang dihadapi di dunia nyata, baik di perusahaan maupun di kehidupan
sehari-hari. Pemahaman ini akhirnya mendorong seseorang untuk berimajinasi
mengenai solusi yang dinilai potensi bagi masalah tersebut yang disebut sebagai
fase imagining. Ide mengenai teknologi tersebut akan dimatangkan di dalam fase
inkubasi (incubating) yang meliputi pengujian teknologi dan penentuan daya
komersialisasinya. Tujuan tahap ini adalah untuk menentukan ekspektasi nilai
teknologi, termasuk penyusunan aplikasi potensial, pertimbangan berbagai
keuntungan terhadap berbagai peluang, dan perlindungan teknologi melalui paten.
Sesudah itu, teknologi akan melalui tahapan demonstrating untuk menjelaskan
kegunaan teknologi dan sekaligus menilai potensi komersialisasi dari teknologi.
Teknologi yang berhasil akan dipromosikan ke target segmen yang dituju
(promoting stage). Fase terakhir adalah sustaining yang mencakup usaha untuk
mempertahankan minat konsumen untuk tetap menggunakan teknologi yang sudah
dikembangkan atau setia untuk mengikuti perkembangan teknologi selanjutnya
(Diharjo dkk, 2014). Pada Gambar 2.5 dijelaskan mengenai fase proses
komersialisasi teknologi.

Fase Fase Fase Fase Fase


Imaganing Incubating Demonstrating Promoting Sustaining

Gambar 2.5 Fase Proses Komersialisasi Teknologi


Sumber: Diharjo dkk (2014)
Model lainnya dikemukakan oleh H. Randall Goldsmith yang selanjutnya
disebut sebagai model Goldsmith di mana di dalamnya terdapat tiga fase
komersialisasi teknologi, yakni fase investigasi, fase pengembangan dan fase
komersialisasi. Di setiap fase Goldsmith (2003) melakukan analisis mengenai aspek
teknologi, pasar dan bisnis agar proses komersialisasi bisa dilakukan secara efektif.
Gabungan ketiga fase dan aspek tersebut membentuk matriks yang terlihat pada
Tabel 2.2 berikut :

II - 13
Tabel 2.2 Model Komersialisasi Goldsmith
Technical Market Business
Concept Phase
Stage 1 Step 1 Step 2 Step 3
Investigation Technology Analysis Market Needs Assessment Venture Assessment
Development Phase
Stage 2 Step 4 Step 5 Step 6
Feasibility Technical Feasibility Market Study Economic Feasibility

Stage 3 Step 7 Step 8 Step 9


Development Engineering Prototype Strategic Market Plan Strategic Business Plan

Stage 4 Step 10 Step 11 Step 12


Introduction Business Start-Up Pre-Production Prototype Market Validation
Growth Phase
Stage 5 Step 13 Step 14 Step 15
Growth Production Sales and Distribution Business Growth

Stage 6 Step 16 Step 17 Step 18


Maturity Production Support Market Diversification Business Maturity
Sumber : NBDC (2018)
2.2.4 Model Komersialisasi Goldsmith
Model komersialisasi Goldsmith merupakan model yang mengintegrasikan
aspek teknis, pasar dan elemen bisnis proses untuk komersialisasi ke dalam suatu
matriks kegiatan bersamaan yang berurutan. Model komersialisasi ini mencakup
seluruh proses, dari ide pertama, melalui pengembangan, pembuatan dan start-up
dari sebuah perusahaan spin-off dan kemudian exit strategy bagi penemu dan
investor (Diharjo dkk, 2014; Goldsmith, 1995; Goldsmith, 2003). Goldsmith (2003)
menggambarkannya sebagai model taktis yang dirancang sebagai kerangka kerja
untuk membantu mengembangkan langkah-langkah kemajuan, mengidentifikasi
informasi dan kebutuhan bantuan teknis, biaya pengembangan proyek dan
kebutuhan pembiayaan perkiraan.
Rosa dan Rose (2007) berpendapat bahwa Model Goldsmith adalah lebih
cocok untuk mengkomersilkan ide-ide yang sama sekali baru dan tidak cocok untuk
inovasi inkremental, atau peningkatan atau upgrade produk yang ada, layanan dan
proses. Rosa dan Rose (2007) juga berpendapat model ini tidak cukup fleksibel
untuk mengakomodasi masukan maupun re-ordering langkah di mana keadaan
mendikte ini diperlukan atau diinginkan, terutama dalam program inovasi
inkremental. Disisi lainnya menurut lembaga pengembangan bisinis suatu

II - 14
perguruan tinggi, seperti Nebraska Business Development Centre (NBDC, 2013)
model ini membantu:
 Pengusaha dalam mengidentifikasi di posisi usaha berada dalam proses
komersialisasi dan mengetahui prioritas dalam mengambil langkah-langkah
komersialisasi selanjutnya,
 Investor dapat menilai kesiapan usaha dari peluang investasi
 Penyedia layanan dapat mengidentifikasi kapan dan di mana layanan
memberikan kemungkinan permintaan yang besar, dan lainnya.
Model komersialisasi Goldsmith terdiri atas tiga fase yakni fase konsep, fase
pengembangan dan fase pertumbuhan. Di setiap fasenya model komersialisasi
Goldsmith melakukan analisis mengenai aspek teknis, pasar dan bisnis agar proses
komersialisasi bisa dilakukan secara efektif. Gabungan ketiga fase dan aspek
tersebut membentuk matrik yang terlihat pada Tabel 2.3. Model Goldsmith
merupakan serangkaian langkah berurutan, bekerja dari atas ke bawah dan kiri ke
kanan (Lotfollah dkk, 2014).
Dalam penelitian ini model komersialisasi Goldsmith digunakan sebagai
metode acuan untuk mengembangkan teknologi untuk siap dikomersialisasi
menjadi suatu unit usaha atas kegiatan komersialisasi (unit usaha komersialisasi).
Secara khusus penelitian ini mengkaji kelayakan komersialisasi teknologi, yang
merupakan tahap awal dari fase pengembangan sesuai model komersialisasi
Goldsmith. Dalam penelitian ini mengkaji pada 2 tahapan awal yaitu tahap
investigasi dan tahap kelayakan. Pada tahap investigasi ada tiga langkah yang harus
dilalui yaitu analisis teknis, penilaian pasar dan penilaian usaha. Kemudian pada
tahap analisis kelayakan terdapat tiga langkah yang harus dilalui yaitu kelayakan
teknis, studi pasar dan kelayakan ekonomi. Analisis kelayakan teknis
memverifikasi secara konsep bahwa tidak adanya hambatan produksi harus
dilakukan. Selanjutnya yaitu studi pasar yaitu proses identifikasi kisaran harga
dimana segmen pasar diukur bersedia untuk membeli produk dan membenarkan
mengapa target pasar akan memilih produk selama kompetisi (Diharjo dkk, 2014).
Untuk penjelasan definisi, tujuan, output/produk, pertanyaan serta langkahnya dari
Tabel 2.3 berikut dijelaskan pada lampiran 1.

II - 15
Tabel 2.3 Model komersialisasi Goldsmith
Aspek Teknis Aspek Pasar Aspek Bisnis
Fase Konsep
Analisis Teknis Penilaian Pasar Penilaian Usaha
1 Menentukan konsep 1 Identifikasi tiga fitur atau 1 Identifikasi sumber daya
sepenuhnya manfaat unik dari produk keuangan, fisik, dan
2 Menunjukkan bahwa 2 Identifikasi manusia yang diperlukan
asumsi kinerja dapat persaingan/kompetisi untuk komersialisasi
dijalankan 3 Menetapkan persyaratan 2 Identifikasi status
Tahap 1 3 Menilai hambatan kritis pelanggan untuk produk persyaratan kekayaan
Investigasi terhadap produksi 4 Identifikasi potensi intelektual
4 Melakukan survei hambatan pasar 3 Menetapkan potensi
teknologi mutakhir 5 Identifikasi saluran keuntungan positif
5 Perkirakan biaya model distribusi pasar
kerja 6 Identifikasi kriteria
6 Menentukan konsep penetapan harga produk
sepenuhnya
Fase Pengembangan
Kelayakan Teknis Studi Pasar Kelayakan Ekonomi
1 Uji Kelayakan Teknis 1 Menjelaskan lingkungan 1 Mengembangkan analisis
2 Periksa persyaratan pasar keuangan yang
operasional 2 Identifikasi tren ekonomi mengidentifikasi skenario
3 Identifikasi potensi dan industri break-even berdasarkan
bahaya keselamatan dan 3 Hitung ukuran pasar harga unit, volume
Tahap 2 lingkungan 4 Identifikasi segmen pasar penjualan, dan biaya
Kelayakan 4 Melakukan penilaian 2 Menentukan apakah peluang
kelayakan produksi awal bisnis menghadirkan margin
5 Melakukan penilaian laba yang cukup untuk
manufaktur awal menjustifikasi usaha bisnis
6 Perkirakan biaya Menilai manfaat melisensi
prototipe teknik 3 peluang dibandingkan
dengan merambah
Rekayasa Prototipe Rencana Pemasaran Strategis Rencana Bisnis Strategis
1 Identifikasi bahan, 1 Menentukan keunggulan 1 Finalisasi persyaratan
proses, komponen, dan kompetitif perusahaan dan kekayaan intelektual;
langkah-langkah produk; 2 Menyelesaikan struktur
pembuatan yang 2 Menentukan tujuan organisasi bisnis;
diperlukan untuk pemasaran (produk, pasar, 3 Pilih dewan direksi (atau
memenuhi kinerja dan gambar, tingkat layanan; tim penasihat);
spesifikasi teknis; hasil bisnis seperti pangsa 4 Finalisasi perjanjian tentang
2 Bahan uji, komponen, pasar dan tingkat segala persyaratan teknologi
proses; penjualan); terobosan bersamaan yang
Tahap 3 3 Merancang dan 3 Pilih target pasar; penting untuk
Perencana- membangun proses pilot 4 Identifikasi ceruk pasar komersialisasi;
an atau prototipe teknik; sasaran; 5 Mengembangkan rencana
4 Optimalkan iterasi 5 Pilih saluran distribusi; keuangan formal yang
desain; 6 Dapatkan umpan balik mencakup strategi dan
5 Melakukan tes akhir; pasar langsung; waktu putaran pendanaan
6 Perkirakan biaya 7 Identifikasi tim pemasaran sekarang dan masa depan;
prototipe pra-produksi. 6 Mengembangkan rencana
bisnis terperinci untuk tahap
pengembangan produk
termasuk tujuan, jadwal,
tonggak dan alokasi sumber
daya keuangan dan manusia
yang diperlukan;

II - 16
Tabel 2.3 lanjutan Model komersialisasi Goldsmith
Start-up Bisnis Pre-Production Prototipe Validasi Pasar
1 Menetapkan kriteria 1 Mengembangkan prototipe 1 Melakukan penjualan
perekrutan; pra-produksi; produk terbatas;
2 Menyewa dan melatih 2 Menentukan proses pra- 2 Hitung volume, tingkat, dan
personel inti; produksi; demografi penjualan;
3 Menjalankan kontrak 3 Pilih bahan dan komponen 3 Merancang dan
terbatas; produk akhir; mengimplementasikan
4 Mengatur pembiayaan 4 Pilih prosedur pembuatan, survei pelanggan;
tahap selanjutnya; peralatan, dan peralatan; 4 Menganalisa umpan balik
5 Secara rutin mengadakan 5 Menilai kesesuaian pelanggan (harga, desain,
Tahap 4 rapat dewan direksi; spesifikasi; fungsi, pengemasan,
Pengantar 6 Mengembangkan manual 6 Uji kinerja, keandalan, dan pengiriman);
kebijakan dan prosedur kualitas produk; 5 Kirimkan modifikasi desain
bisnis; 7 Merancang sistem ke teknisi
7 Menetapkan mekanisme pendukung lapangan;
kontrol untuk pengeluaran 8 Hitung biaya produksi
tunai yang sesuai dengan penuh
rencana bisnis;
8 Menetapkan proses
dinamis untuk
perencanaan strategis dan
taktis untuk perusahaan
Fase Komersial
Produksi Penjualan & Distribusi Pertumbuhan Bisnis
1 Desain produk tingkat 1 Identifikasi area untuk 1 Memperoleh peralatan dan
komersial akhir; ekspansi pasar; fasilitas;
2 Menghasilkan skema 2 Menilai kepuasan 2 Mempekerjakan dan
proses manufaktur; pelanggan; Pertumbuhan melatih personel;
3 Melembagakan prosedur 3 Menilai kepuasan 3 Menjalankan kontrak;
kontrol kualitas; distributor; 4 Mengatur pembiayaan
4 Finalisasi sistem 4 Sempurnakan fitur produk tahap selanjutnya;
distribusi; 5 Melembagakan visi, misi,
Tahap 5 5 Membangun fasilitas dan kebijakan manajemen;
Pertumbuhan pabrik; 6 Secara rutin mengadakan
6 Melaksanakan uji coba; rapat dewan direksi;
7 Buat modifikasi kecil; 7 Memantau tren dan praktik
8 Menjalankan produksi bisnis industri;
skala penuh 8 Identifikasi peluang dan
ancaman terhadap laba
perusahaan;
9 Melakukan perencanaan
strategis dan taktis untuk
perusahaan
Dukungan Produksi Diversifikasi Pasar Kematangan Bisnis
Instruksi teknis dan 1 Proses pemindaian 1 Menerapkan proses
pembaruan produk di lingkungan pasar; diagnostik perusahaan;
tempat untuk penggunaan 2 Transfer teknologi dan / 2 Menyediakan program
produk atau proses yang atau proses penyebaran; pendidikan dan pelatihan
Tahap 6 aman dan efektif; 3 Alokasi sumber daya yang berkelanjutan;
Kedewasaan Mempersiapkan, untuk peningkatan 3 Jelajahi teknologi
mendistribusikan dan berkelanjutan pada produk manajemen alternatif;
mendorong penggunaan 4 yang ada; 4 Investasikan keuntungan;
buku petunjuk untuk Alokasi sumber daya 5 Monitor siklus hidup
perakitan, operasi, dan untuk pengembangan produk dalam portofolio
pemeliharaan produk atau produk baru perusahaan;
proses; 6 Secara rutin mengadakan

II - 17
Tabel 2.3 lanjutan Model komersialisasi Goldsmith
3 Merancang, rapat dewan direksi;
memproduksi, dan 7 Memantau tren dan praktik
mendistribusikan "bahan bisnis industri;
habis pakai" yang 8 Identifikasi peluang dan
digunakan dalam produk ancaman terhadap laba
atau proses; perusahaan;
4 Merancang dan 9 Melakukan perencanaan
memperkenalkan strategis dan taktis untuk
perbaikan yang tepat perusahaan
waktu namun kecil dalam
bahan, komponen, sistem,
dan perangkat lunak;
5 Menghasilkan dan
mendistribusikan suku
cadang;
6 Mengatur dan
menyediakan layanan
garansi;
7 Memperkenalkan aplikasi
baru yang dikembangkan
untuk produk atau proses;
8 Identifikasi spin-off
produk baru atau
perubahan desain produk
besar yang akan
memerlukan kembali ke
tahap sebelumnya untuk
diidentifikasi kembali
sebagai produk baru;
Sumber: NBDC (2018)
2.3 Pendekatan Penyelesaian Masalah
Sub bab ini berisi tinjauan pustaka mengenai pendekatan penyelesaian
masaah yang digunakan pada penelitian ini.
2.3.1 Menghitung Nilai Tambah Produk dan Potensi Keuntungan Produk
Dalam menentukan konsep sepenuhnya bisnis pack baterai lithium adalah
mengacu pada konsep nilai tambah produk. Pengertian nilai tambah (value added)
adalah pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pengolahan,
pengangkutan ataupun penyimpanan dalam suatu produksi. Dalam proses
pengolahan nilai tambah dapat didefinisikan sebagai selisih antara nilai produk
dengan nilai biaya bahan baku dan input lainnya, tidak termasuk tenaga kerja.
Sedangkan marjin adalah selisih antara nilai produk dengan harga bahan bakunya
saja. Dalam marjin ini tercakup komponen faktor produksi yang digunakan yaitu
tenaga kerja, input lainnya dan balas jasa pengusaha pengolahan (Hayami dkk,
1987). Analisis nilai tambah melalui metode Hayami ini dapat menghasilkan
beberapa informasi penting, antara lain berupa:

II - 18
- Perkiraan nilai tambah, dalam rupiah
- Rasio nilai tambah terhadap nilai produk jadi, dalam persen
- Imbalan jasa tenaga kerja, dalam rupiah
- Bagian tenaga kerja, dalam persen
- Keuntungan yang diterima perusahaan, dalam rupiah
- Tingkat keuntungan perusahaan, dalam persen
Analisis nilai tambah menurut Hayami (1989) sebagai berikut:
𝐻𝑎𝑠𝑖𝑙 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Faktor Konversi = ................(2.1)
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑏𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘𝑢 𝑠𝑒𝑘𝑎𝑙𝑖 𝑝𝑟𝑜𝑠𝑒𝑠 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖

Nilai produk = Faktor Konversi x Harga proses ...............................................(2.2)


Jumlah tenaga kerja sekali proses produksi
Koefisien Tenaga Kerja = Jumlah bahan baku dalam sekali proses produksi .........(2.3)

Nilai tambah = Nilai produk−Harga Bahan Baku–Sumbangan Input Lain*.........(2.4)


Nilai tambah
Ratio Nilai tambah (%) = x 100% .........................................(2.5)
Nilai produk

Imbalan tenaga kerja = koefisien tenaga kerja x upah rata-rata ...................(2.6)


Imbalan tenaga kerja
Bagian tenaga kerja (%) = x 100% ...........................(2.7)
Nilai tambah
Keuntungan** = Nilai tambah – Imbalan tenaga kerja ................................(2.8)
Keuntungan
Tingkat Keuntungan (%) = x 100% ........................................(2.9)
Nilai tambah
Keterangan:
* Bahan Penolong
** Imbalan bagi modal dan manajemen
2.3.2 Pendirian Perusahaan dengan Model Komersialisasi Goldsmith
Ada 6 komponen penting perencanaan bisnis dalam pendirian perusahaan
yaitu pertama membuat deskripsi bisnis, melakukan strategi pemasaran, membuat
analisa pesaing, desain pengembangan, rencana operasional dan manajemen, dan
menghitung pembiayaan. Deskripsi bisnis dapat menjawab penjelasan analisa
konsep teknis. Kemudian untuk strategi pemasaran dijelaskan dalam penilaian
kebutuhan pasar dan studi pasar. Dalam membuat analisa pesaing dijelaskan dalam
penilaian usaha. Kemudian dalam desain pengembangan dan rencana operasional
dan manajemen dijelaskan dalam kelayakan teknis. Terakhir menghitung
pembiayaan dijelaskan dalam kelayakan ekonomi.

II - 19
Dalam perencanaan pendirian perusahaan pack baterai lithium sebelumnya
perlu perencanaan kapasitas produksi yang disesuaikan dengan kemampuan
produksi sel baterai lithium di smart uns. Dan sistem produksi yang disesuaikan
dengan karakteristik produk.
Perencanaan kapasitas berkaitan dengan pemilihan ukuran yang akan
digunakan oleh setiap industri dan strategi kapasitas untuk memilih satu fasilitas
yang besar ataukah membangun beberapa fasilitas yang kecil-kecil. Menurut Maria
(2011) umumnya, kapasitas ditunjukkan oleh dua ukuran, yaitu:
a. Ukuran berdasarkan output, dipilih oleh perusahaan yang berorientasi pada
product focused. Ukuran output akan tepat digunakan ketika perusahaan
menawarkan produk atau jasa yang standar dengan jumlah yang relatif kecil.
Contoh: perusahaan otomotif dan perusahaan furniture.
b. Ukuran berdasarkan input, dipilih oleh perusahaan yang berorientasi pada
process focus. Ukuran ini digunakan oleh perusahaan yang menawarkan
produk dan jasa yang sesuai dengan keinginan konsumen dan jumlah yang
dihasilkan relatif banyak. Contoh: Rumah Sakit mengukur kapasitas dengan
ukuran jumlah pasien yang dilayani per hari. Perusahaan photo copy
mengukur kapasitas usahanya berdasarkan mesin photo copy yang dimiliki.
Rata-rata penggunaan kapasitas dapat diukur dengan presentase pemakaian
kapasitas untuk berproduksi dibagi dengan kapasitas yang tersedia, dinyatakan
dengan rumus sebagai berikut:
Pemakaian Kapasitas Senyatanya
Persentase penggunaan kapasitas = ........(2.10)
Kapasitas yang tersedia

Sedangkan cadangan kapasitas atau selisih kapasitas dipakai senyatanya


dikurangi dengan kapasitas yang tersedia, disebut capacity cushion. Jadi capacity
cushion = 1 – persentase penggunaan kapasitas. Danang (2011) mengatakan bahwa
besar kecilnya capacity cushion tergantung pada beberapa faktor berikut, yaitu:
a. Keberanian pengusaha untuk menghadapi ketidakpastian.
b. Pengaruh penggunaan mesin terhadap kerusakan.
c. Sifat fluktuasi permintaan dan risiko kekurangan hasil produksi.
d. Kemungkinan subkontrak.
Rated capacity adalah ukuran kapasitas di mana fasilitas tertentu sudah
digunakan dengan maksimal. Kapasitas yang dijadikan patokan (rated capacity)

II - 20
akan selalu kurang atau sama denbgan kapasitas riilnya. Rumus yang digunakan
adalah : Rated capacity = (kapasitas) × (pemanfaatan) × (efisiensi)
Strategi product positioning adalah kebijakan yang dipilih suatu industri dalam
pembuatan produk. Ada 4 tipe industri dilihat dari Product Positioning :
1. Make-to-stock (MTS)
Di lingkungan MTS, produk dibuat sebelum menerima pesanan pelanggan.
Pesanan pelanggan kemudian diisi dari stok yang ada, dan kemudian stok
tersebut diisi ulang melalui pesanan produksi. MTS lingkungan memiliki
keuntungan dari proses manufaktur decoupling dari pesanan pelanggan. Secara
teoritis, ini memungkinkan pesanan pelanggan segera diisi dari stok yang
tersedia. Hal ini juga memungkinkan produsen untuk mengatur produksi
dengan cara yang meminimalkan pergantian yang mahal dan gangguan lainnya.
Namun, ada risiko yang terkait dengan menempatkan barang jadi ke dalam
persediaan tanpa memiliki pesanan pelanggan yang tegas atau kebutuhan yang
mapan. Risiko-risiko ini cenderung membatasi lingkungan MTS menjadi
produk-produk sederhana, bervariatif rendah, atau komoditas yang
permintaannya dapat diperkirakan dengan mudah.
2. Assemble-to-order (ATO)
Di lingkungan ATO, produk dirakit dari komponen setelah menerima
pesanan pelanggan. Komponen-komponen kunci dalam perakitan atau proses
finishing direncanakan dan ditebar untuk mengantisipasi pesanan pelanggan.
Tanda terima pesanan memulai perakitan produk yang disesuaikan. Strategi ini
berguna ketika sejumlah besar produk akhir berdasarkan pemilihan opsi dan
aksesori dapat dirakit dari komponen umum.
Ketika produk terlalu kompleks atau permintaan pelanggan tidak dapat
diprediksi, produsen dapat memilih untuk menahan sub-rakitan atau produk
dalam keadaan setengah jadi. Operasi perakitan akhir kemudian diadakan
sampai pesanan pelanggan perusahaan diterima. Dalam lingkungan ini,
produsen secara teoritis tidak dapat mengirimkan produk ke pelanggan secepat
lingkungan MTS, karena beberapa waktu tambahan diperlukan untuk
menyelesaikan perakitan akhir.

II - 21
3. Make-to-order (MTO)
Di lingkungan MTO, produk dibuat sepenuhnya setelah menerima pesanan
pelanggan. Produk akhir biasanya adalah kombinasi barang standar dan khusus
untuk memenuhi kebutuhan spesifik pelanggan. Lingkungan MTO lebih lazim
ketika pelanggan siap menunggu untuk mendapatkan produk dengan fitur unik
biasanya produk yang disesuaikan atau sangat direkayasa. Ini analog dengan
perbedaan antara restoran cepat saji dan restoran rantai layanan lengkap.
Lingkungan MTO lebih lambat untuk memenuhi permintaan daripada
lingkungan MTS dan ATO, karena waktu yang diperlukan untuk membuat
produk dari awal. Ada juga risiko kurang terlibat dengan membangun produk
ketika pesanan pelanggan perusahaan ada di tangan.
4. Engineer-to-order (ETO)
Di lingkungan ETO, spesifikasi pelanggan memerlukan desain rekayasa
yang unik, penyesuaian yang signifikan, atau materi baru yang dibeli. Setiap
pesanan pelanggan menghasilkan serangkaian nomor bagian, bills of material,
dan routings yang unik. Lingkungan ETO secara teoritis adalah yang paling
lambat untuk dipenuhi: Waktu yang diperlukan tidak hanya untuk membangun
produk, tetapi juga untuk mendesain khusus untuk memenuhi persyaratan unik
pelanggan.
2.3.3 Market Based untuk identifikasi harga produk
Penentuan harga berdasar pada pasar merupakan pendekatan yang sering
diterapkan oleh perusahaan yang beroperasi pada pasar yang kompetitif. Produk
yang dihasilkan antara satu perusahaan dengan perusahaan lain memiliki banyak
kesamaan. Perusahaan yang berada pada kompetisi ini harus menerima harga yang
ditetapkan oleh pasar. Pendekatan market-based ini dilakukan berdasarkan pada
keinginan konsumen, dan reaksi pesaing akibat dari aksi yang dilakukan
perusahaan (Sutopo, dkk., 2014).
Penentuan harga menggunakan pendekatan market-based diawali dengan
menentukan target harga (estimasi harga). Estimasi ini berdasarkan pada
pemahaman terhadap nilai produk dimata konsumen dari suatu produk dan
bagaimana para pesaing akan menetapkan persaingan harga dari produk tersebut.
Kemudian untuk mengukur bagaimana reaksi dari para pesaing terhadap harga yang

II - 22
bersifat prospektif maka perusahaan harus memahami teknologi pesaing,
produk/jasa dari pesaing, biaya dan kondisi keuangan pesaing. Langkah identifikasi
tersebut kemudian dilakukan dengan menetapkan tarhet harga dan biaya. Dalam
menetapkan harga dan target biaya terdapat lima tahapan yang dilakukan yaitu
mengembangkan produk yang memenuhi kebutuhan, menetapkan target harga,
menghitung target biaya per-unit, yang didapat dari target harga dikurangi dengan
target keuntungan operasional per unit, kemudian melakukan analisis biaya dan
melakukan value engineering. Dalam langkah analisis biaya dan value engineering,
dilakukan analisis untuk dapat menurunkan biaya produksi dan langkah evaluasi
sistematis terhadap seluruh aspek dalam rantai nilai suatu produk. Tujuan dari value
engineering ini yaitu untuk menekan biaya produksi dan mencapai level kualitas
yang memenuhi kebutuhan konsumen (Sutopo, dkk., 2014).
2.3.4 Formulasi Asumsi Keuangan dan Pro-Forma Laporan
1. Formulasi Asumsi Keuangan dan Identifikasi Pengeluaran
Menurut Atikah (2014), terdapat dua tahap yang harus dilakukan dalam
mengkarakterisasi pengeluaran investasi, yaitu mendeskripsikan rencana proyek
dan detail rencana investasi yang tergolong atas tiga aspek yaitu belanja modal,
belanja operasional, aspek mikro dan makro ekonomi. Dalam mendeskripsikan
rencana proyek terdapat beberapa aspek yang perlu dideskripsikan, yaitu lokasi
projek, rencana produksi, rencana transfer teknologi, rencana tenaga kerja,
rencana pendanaan dan pasar. Setelah seluruh rencana proyek dideskripsikan,
rencana investasi dapat didesain sesuai informasi dari deskripsi proyek yang
telah terkumpul. Berikut metode dalam karakterisasi rencana investasi sesuai
pada Gambar 2.6.

II - 23
Gambar 2.6 Metode karakterisasi rencana investasi
Sumber: Atikah (2014)
2. Mengembangkan Pro-Forma Laporan Keuangan
Laporan keuangan pro forma adalah laporan keuangan yang meramalkan
posisi keuangan perusahaan serta kinerjanya selama periode tahun tertentu. Dalam
melakukan perencanaan keuangan, berikut prosesnya menurut Wijaya (2012):
 Memproyeksikan laporan keuangan dan menggunakannya untuk
menganalisis dampak dari rencana operasi terhadap proyeksi laba dan
berbagai rasio keuangan.
 Menentukan dana yang dibutuhkan untuk mendukung rencana lima tahunan.
 Meramalkan ketersediaan dana selama lima tahun ke depan.
 Menetapkan dan menjaga suatu sistem pengendalian yang mengatur alokasi
dan penggunaan dana di dalam perusahaan.
 Mengembangkan prosedur guna menyesuaikan rencana dasar jika ramalan
ekonomi yang mendasari rencana tersebut tidak terjadi.
 Menetapkan suatu sistem kompensasi manajemen berbasis kinerja.
Laporan keuangan adalah suatu bentuk ringkasan dari kegiatan akuntansi
yang disusun menurut prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum, dan dapat
menggambarkan posisi bisnis suatu perusahaan (Kusumadiyanto, 2006). Proses
akuntansi tersebut meliputi pengumpulan data transaksi ekonomi dan pengolahan
data keuangan perusahaan yang dilakukan oleh akuntan perusahaan. Di dalam
prosesnya, data yang memiliki informasi relevan dan saling berhubungan satu

II - 24
dengan lainnya diolah sedemikian hingga mampu memberikan gambaran secara
layak tentang keadaan keuangan serta hasil perusahaan dalam suatu periode
(Wahyudi, 2010). Secara umum terdapat tiga laporan keuangan pokok yang dapat
di gunakan dalam membuat proyeksi keuangan, yaitu:
 Balance sheet (Neraca)
Neraca adalah alat dalam menggambarkan suatu posisi keuangan perusahaan
pada suatu waktu tertentu (Wahyudi, 2010). Neraca dapat menjadi suatu refleksi
atas posisi keuangan perusahaan pada akhir periode keuangan. Pada neraca
perusahaan dapat melihat kelemahan dan kekuatan perusahaan secara
keseluruhan, karena di dalam neraca dijelaskan posisi mengenai total aset,
kewajiban dan modal perusahaan (Kusumadiyanto, 2006).
 Income statement (Laporan L/R)
Laporan laba/rugi, selanjutnya disebut Laporan L/R, merupakan laporan atas
posisi laba suatu perusahan pada suatu akhir periode keuangan (Wahyudi, 2010).
Di dalam laporan L/R terdapat gross profit (laba kotor) yang menunjukkan selisih
dari hasil penjualan dan biaya yang dikeluarkan atas kegiatan manufaktur
(Kusumadiyanto, 2006).
 Laporan arus kas
Laporan arus kas menyajikan informasi aliran kas masuk dan keluar pada
suatu periode. Laporan arus kas terdiri atas pemasukan dan pengeluaran kas dari
proses operasi, investasi dan pendanaan. Laporan ini dapat menjadi cermin atas
kemampuan suatu perusahaan dalam memenuhi kewajiban-kewajibannya
(Wahyudi, 2010).
2.3.5 Analisis Kelayakan Investasi
Analisis kelayakan investasi sangat penting dan harus dilakukan dalam
pendirian usaha maupun pengembangan usaha baru. Hal ini dilakukan untuk
melihat apakah sebuah investasi menguntungkan secara financial atau justru
merugikan. Selain itu, analisis kelayakan investasi juga merupakan faktor penentu
bagi investor untuk menanamkan modal usaha bagi suatu perusahaan. (Diharjo,
2014). Berikut beberapa metode yang dapat digunakan untuk menilai kelayakan
investasi, yaitu :

II - 25
a. Payback period (PP)
Menurut keown (2001), payback period (PP) adalah jumlah tahun yang
dibutuhkan untuk menutupi pengeluaran awal. Dengan kata lain, metode ini
merupakan rasio antara initial cash investment dengan cash inflow-nya dan
hasilnya ditetapkan dalam satuan waktu. Ada dua macam model perhitungan yang
akan digunakan dalam menghitunga masa pengembalian sebagai berikut:
Apabila kas bersih setiap tahun sama, maka rumus yang digunakan adalah:
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖
𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = 𝑥 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛........................................(2.11)
𝐾𝑎𝑠 𝐵𝑒𝑟𝑠𝑖ℎ/𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Apabila kas bersih setiap tahun berbeda, maka rumus yang digunakan:
𝑎−𝑏
𝑃𝑎𝑦𝑏𝑎𝑐𝑘 𝑃𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑 = 𝑛 𝑐−𝑑 ...........................................................................(2.12)

Dimana:
n = tahun terakhir dalam jumlah arus kas masih belum bisa menutupi investasi
awal
a = investasi awal
b = jumlah arus kas kumulatif tahun “n”
c = jumlah arus kas kumulatif tahun n+1
Adapun kriteria dari penilaian dengan metode ini adalah bahwa jika payback
period lebih pendek daripada maximum payback periode-nya maka proyek
investasi tersebut layak untuk dijalankan. Metode ini cukup sederhana untuk
digunakan oleh karenanya masih terdapat kelemahan dalam menggunakan metode
ini. Kelemahan utamanya adalah bahwa ini tidak memperhatikan konsep nilai
waktu dari uang dan juga tidak memperhatikan aliran kas masuk setelah payback.
b. Net Present Value (NPV)
Menurut Kasmir (2012) Net present value atau nilai bersih sekarang adalah
perbandingan antara PV kas bersih (PV of Proceed) dengan PV investasi (capital
outlays) selama umur investasi. Selisih antara nilai kedua PV inilah yang disebut
dengan net present value (NPV).
Rumus yang biasa digunakan dalam menghitung NPV adalah:
𝑅𝑡
𝑁𝑃𝑉 = ∑ (1+𝑖)𝑡...........................................................................................(2.13)

II - 26
Dimana:
Rt = arus kas bersih pada tahun n
i = suku bunga diskonto
t = arus waktu kas
Kriteria penilaian dari metode ini adalah:
- Jika NPV > 0, maka usulan proyek diterima
- Jika NPV < 0, maka ususlan proyek ditolak
- Jika NPV = 0, maka nilai perusahaan tetap walau usulan proyek diterima
atau ditolak.
c. Internal Rate of Return (IRR)
Menurut Kasmir (2012) Internal rate of return (IRR) merupakan alat untuk
mengukur tingkat pengembalian hasil intern. Ada dua cara yang digunakan untuk
mencari IRR.
- Cara pertama untuk mencari IRR dengan menggunakan rumus:
𝑁𝑃𝑉1
𝐼𝑅𝑅 = 𝑥(𝑖2 − 𝑖1 ) ..................................................................(2.14)
𝑁𝑃𝑉1 −𝑁𝑃𝑉2

Di mana:
𝑖1 = tingkat bunga 1 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV1)
𝑖2 = tingkat bunga 2 (tingkat discount rate yang menghasilkan NPV2)
NPV1 = Net Present Value 1
NPV2 = Net Present Value 2
- Cara kedua untuk mencari IRR
𝑃 −𝑃
𝐼𝑅𝑅 = 𝑃1 − 𝐶1 𝑥 𝐶2 −𝐶1 ............................................................................(2.15)
2 1

Di mana:
P1 = tingkat bunga 1
P2 = tingkat bunga 2
C1 = NPV 1
C2 = NPV 2
d. Profitability Index
Menurut Suliyanto (2010), Profitability Index atau yang sering disebut
dengan Desirability Index (DI) merupakan metode yang menghitung
perbandingan antara nilai sekarang penerimaan kas bersih di masa yang akan

II - 27
datang (proceed) dengan niai sekarang investasi. Rumus yang digunakan :
𝑁𝑃𝑉
𝑃𝑟𝑜𝑓𝑖𝑡𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑦 𝐼𝑛𝑑𝑒𝑥 (𝑃𝐼) = 𝐼𝑛𝑣𝑒𝑠𝑡𝑎𝑠𝑖 ..........................................................(2.16)

Kriteria penilaian untuk metode ini adalah bahwa jika P>1, maka usulan proyek
dikatakan menguntungkan, namun jika P1<1, maka ususlan proyek tidak
menguntungkan.
2.3.6 Penilaian Kesiapan Hasil Riset
Penilaian kesiapan hasil riset adalah proses yang melibatkan banyak aktor
di lembaga penelitian, universitas, dan mempertimbangkan berbagai data. Tujuan
penilaian hasil riset yaitu untuk mempertimbangkan nilai dan dampak dari semua
output penelitian (termasuk data set dan software), di samping publikasi penelitian.
Selain itu, mempertimbangkan berbagai langkah termasuk dampak indikator
kualitatif dampak penelitian, seperti pengaruh pada kebijakan dan praktek.
Dalam penelitian ini, penilaian kesiapan hasil riset di didekatkan dengan
konsep Tekno-Meter yang dikembangkan oleh BPPT. Penilaian hasil riset
berdasarkan konsep Tekno-Meter diuraikan berdasar indikator TKT yang
digambarkan seperti Gambar 2.7. Setiap indikator menggambarkan tingkat
kesiapan hasil penelitian dan pengembangan (litbang) yang terdiri atas tiga
kelompok besar tingkat yaitu tingkat riset dasar, riset terapan dan
pengembangan, seperti digambarkan pada Gambar 2.8.

Gambar 2.7 Indikator TKT pada Tekno-Meter


Sumber: BPPT (2012)

II - 28
Gambar 2.8 Tingkat kesiapan hasil penelitian dan pengembangan
Sumber: BPPT (2012)
Dalam melakukan pengukuran tingkat kesiapan menggunakan konsep
Tekno-Meter, terdapat langkah-langkah yang dilakukan secara berurutan sesuai
flowchart penilaian pada Gambar 2.9. Pengukuran TKT dimulai dengan
memberikan penilaian pada pernyataan TKT yang paling rendah (TKT 1), diterus-
kan penilaian ke pernyataan pada TKT 2 dan seterusnya ke TKT Iebih tinggi.
Tingkat TKT yang dicapai adalah tingkat TKT yang indikator atau pemyataannya
dapat terpenuhi. Bila indikator suatu tingkatan TKT tidak terpenuhi, pengukuran
selesai (dihentikan) dan TKT yang dicapai adalah tingkatan TKT dibawahnya yang
terpenuhi (BPPT, 2012).
Pada setiap tingkatan TKT terdapat sejumlah indikator. Untuk setiap
indikator penilaian terbagi atas 6 skala yaitu; 0 = tidak terpenuhi, 5 = terpenuhi
(100%), pilihan 1 - 4 masing-masing untuk indikator yang masih berlangsung atau
belum selesai; (1=20%; 2=40%; 3=60%; 4=80%). Penghitungan jumlah (%)
indikator terpenuhi adalah dengan menjumlahkan persentase (%) masing-masing
indikator. Selanjutnya, membandingkan jumlah tersebut dengan nilai batasan. Bila
jumlah % indikator lebih besar atau sama dengan nilai batasan, maka tingkatan TKT
tersebut telah terpenuhi/tercapai. Bila jumlahnya lebih kecil berarti tingkat TKT
tersebut belum terpenuhi.

II - 29
Gambar 2.9 Flowchart penilaian hasil riset dengan Tekno-Meter
Sumber: BPPT (2012)
2.3.7 Analisis Sensitivitas
Ketidakpastian dari variabel-variabel ekonomi akan mempengaruhi tingkat
keakuratan analisis yang akan mengubah kelayakan dari suatu proyek. Kuantifikasi
ketidakpastian investasi dapat dilakukan dengan melihat bagaimana tingkat
profitabilitas dalam hal ini adalah NPV apabila variabel-variabel dalam perhitungan
DCF analisis mengalami perubahan. Parameter-parameter yang menjadi
pertimbangan dalam analisis sensitivitas antara lain (Diharjo, 2014):
1) Kapasitas produksi (production capacity). Akan berpengaruh terhadap
pendapatan dan terhadap biaya bahan/ material habis.
2) Biaya operasional (operational expenditure). Akan berpengaruh terhadap
biaya pegawai (Labor Cost), biaya jasa (Selling Expenses), biaya lain
(General and Administration Cost), pajak dan retribusi (Tax and
Retribution), biaya pemasaran (Marketing Cost).
3) Harga komoditas (product price). Akan berpengaruh terhadap pendapatan
dan terhadap biaya bahan/ material habis.
4) Nilai tukar dollar (exchange rate). Perubahan nilai tukar dollar akan
berpengaruh terhadap berbagai macam komponen seperti biaya investasi,
biaya pegawai, jasa, pajak operasional pemasaran dan lain-lain apabila
dilakukan konversi nilai biaya dari rupiah ke USD atau sebaliknya.

II - 30

Anda mungkin juga menyukai