ANALISIS DESAIN
9.1 Beban
9.1.1 Beban yang bekerja pada bendungan urugan
- Berat sendiri tubuh bendungan
- Tekanan air
- Tekanan pori
- Beban gempa
G=W xV
Gk = g x k
Untuk fondasi tanah lunak, ke empat pola keruntuhan tersebut dapat terjadi,
sedang untuk fondasi tanah keras atau batuan biasanya hanya terjadi
keruntuhan internal pada timbunan.
U= (Pa.ΔV) / (Va+h.Vw-ΔV)
= (Pa.ΔH/H0) / [no{1-(1-h)S0/100}-ΔH/H0] tidak terjadi disipasi
Dimana:
Pa = tekanan atmosfir
V = perubahan volume (%) = ΔH/ H0
H0 = tebal contoh (sample) asli
ΔH = tebal contoh terkonsolidasi
Va = volume udara bebas dalam pori tanah setelah kompaksi (%)
= no(1-S0), dimana S0= kejenuhan setelah kompaksi (%)
no = porositas setelah kompaksi
h = konstanta Henry, volume udara terlarut dalam air
= 0.0198 pada suhu 200 C.
Vw = volume air dalam pori tanah setelah kompaksi (%)=n o.S0.
d. Kondisi darurat
Stabilitas bendungan juga harus dianalisis, jika terjadi hal-hal sbb:
- Pembuntuan pada sistim dranasi internal atau pembuntuan
sebagian.
- Penurunan muka air pada kondisi penggunaan air yang berlebihan,
contoh bendungan untuk PLTA beban puncak.
- Penurunan muka air karena pelepasan air saat kondisi darurat.
Dilihat dari sistim gayanya, metoda tersebut dibedakan menjadi dua kelompok,
yaitu:
- Yang mengabaikan gaya horisontal : metoda Swedish
- Yang memperhitungkan gaya horisontal : metoda Bishop, Janbu
Pada umumnya kelongsoran lingkaran terjadi pada tanah yang homogen, sedang
longsoran bukan lingkaran terjadi pada tanah yang tidak homogen. Kelongsoran
translasi dan kelongsoran gabungan (compound slip) terjadi pada lapisan tanah
yang kekuatan gesernya berbeda, dan lapisan yang berbeda tersebut relatif
dangkal dibawah permukaan lereng, lihat gambar 9-2 .
Untuk analisis kuat geser total (total stress analysis), digunakan parameter c dan
Ø (diperoleh dari uji triaksial uu/unconsolidated undrain), faktor keamanan (FK)
terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Untuk analisis kuat geser efektif (effective stress analysis), digunakan parameter
c’ dan Ø’ (diperoleh dari uji triaksial cu atau cd), faktor keamanan (FK) terhadap
kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
Faktor keamanan (FK) terhadap kelongsoran dihitung dengan rumus berikut:
FK = ∑(C’l+(N-U-Ne) tanØ’
∑ (T + Te)
Dimana :
FK = faktor keamanan terhadap longsoran
l = panjang bidang irisan di atas bidang lonsoran = b/ cos α
b = lebar irisan(m)
h = tinggi irisan (m)
A = luas irisan = h. b (m)
C’ = kohesi efektif bahan timbunan (ton/m2)
Ø’ = sudut geser efektif
W = berat sendiri timbunan = .A (ton)
N = komponen normal dari berat sendiri timbunan = W cos α (ton)
U = tekanan pori yang bekerja pada permukaan bidang longsoran
Ne = komponen normal gaya gempa horisontal = k W sin α (ton)
T = komponen tangensial dari berat sendiri timbunan = W sin α (ton)
Te = komponen tangensi gaya gempa horisontal = k W cos α (ton)
K = koefisien gempa
Gambar 9-3 : Atas, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
kosong
Bawah, gaya-gaya yang bekerja pada irisan pada kondisi waduk
penuh
9.3 ANALISIS DINAMIK
Analisi dinamis tidak dibahas dalam modul ini, penjelasan lebih rinci dapat dilihat
pada “Pedoman Analisis Dinamik Bendungan Urugan, Ditjen SDA, 31 Januari
2008”.
St = Sp + S s
Cc 1 1
Sp = H log
1 C0
1
dimana :
H = Ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
Cc = Indeks kompresi
Co = Angka pori awal
1 = Tegangan efektif tanah awal (kPa)
1 = Peningkatan tegangan efektif (kPa)
Lapisan Porus
H/2 Arah Aliran
Arah Lapisan
H Aliran Lempung
Arah Aliran
H/2
(b)
(a)
Gambar 9-4. Arah aliran disipasi tekanan air pori, (a) satu arah aliran,
(b) dua arah aliran
T
t = (a.H ) 2
Cv
Keterangan :
t = waktu konsolidasi
a = konstanta aliran; aliran satu arah = 1; aliaran dua arah = 0,5
H = ketebalan lapisan yang ditinjau (m)
cv = koefisien konsolidasi arah vertikal (m2/detik)
t = faktor waktu, sesuai dengan tingkat konsolidasi (U) yang terjadi, sesuai
grafik hubungan Tv dan U, gambar 9-6.
Bagi fondasi tanah lunak yang dilengkapi dengan perforated vertical drain (PVD)
guna percepatan konsolidasi, arah pengaliran disipasi terjadi baik vertikal
maupun horisontal.
t
Ss = H. C log
td
dimana:
C = Indeks kompresi sekunder
t = Lama waktu pembebanan
td = waktu dan siklus pembebanan
Konsolidasi primer
Pembacaan dial (mm
Kompresi
sekunder
ct
T 2
d
Gambar 9-6 : Hubungan Tv dan tingkat konsolidasi U
' G 1
Ic s
w 1 e
dimana :
FK : faktor keamanan (tanpa dimensi);
Ic : gradien keluaran kritis (tanpa dimensi);
Ie : gradien keluaran dari hasil analisis rembesan atau pembacaan instrumen
pisometer (tanpa dimensi);
’ : berat isi efektif (terendam) (t/m3);
w : berat isi air (t/m3);
Gs : berat spesifik (tanpa dimensi);
e : angka pori (tanpa dimensi);
1) Selimut kedap air atau inti kedap air yang terletak di atas fondasi aluvial
berbutir kasar atau batuan yang mengandung banyak rekahan.
2) Inti kedap air yang dibuat miring dan tipis di atas zona drainase.
3) Melewati puncak dinding halang kedap air dengan penutup yang sempit.
Untuk mencegah kegagalan jenis ini, harus dipasang saringan (filter) sesuai
dengan standar yang berlaku.
q1 = kh2/2 L
dimana :
k = permeabilitas dari material drain,
L = panjang drain,
h = tebal vertikal drainase horisontal
q = debit rembesan per meter lebar drain( diukur melintang sungai).
(a) (b)
Drainase vertikal Drainase horisontal
pematusan rembesan
Urugan tanah
Permukaan air drainase vertikal
Muka freatik
Urugan batu
rembesan
drainse horisontal
Gambar 9-8,
Gambar 9-7, Desain dimensi sistem drainase terkait dengan kebutuhan kapasitas