Anda di halaman 1dari 14

BAB 4 BANGUNAN PENGATURAN SUNGAI

4.4 Ambang

4.4.1 Umum
Ambang atau drempel (ground sill) yang dibangun menyilang sungai untuk menjaga agar dasar
sungai tidak turun terlalu berlebihan.
Penurunan yang terlalu berlebihan tersebut antara lain disebabkan oelh berkurangnya suplai
sedimen dari sebelah hulu karena dibangunnya suatu bendungan atau check dam atau oleh penambangan
bahan-bahan pasir/batu yang berlebihan dari sungai yang bersangkutan dan hal-hal tersebut di waktu banjir
akan membahayakan atau menyebabkan rusaknya/hancurnya pondasi perkuatan lereng atau pilar-pilar
jembatan dan bahkan tergerusnya dasar sungai serta hancurnya tanggul-tanggul pada lokasi tersebut.
Selain itu penurunan dasar sungai dapat pula disebabkan oleh pembuatan sudetan di hilirnya yang
karena panjang ruas sungai pada lokasi tersebut berkurang dan kemiringannya menjadi lebih besar. Dengan
demikian gaya tarik (tractive force) aliran sungai meningkat serta keseimbangan dasar sungai terganggu dan
terjadilah pergeseran-pergeseran dasar sungai untuk mencari keseimbangannya yang baru. Proses
pergeseran-pergeserannya antara lain akan terjadi pergeseran kearah vertikal yang berupa penurunan dasar
sungai. Selanjutnya haruslah diingat dengan terjadinya penurunan dasar sungai tersebut, kadang-kadang
dapat mengakibatkan terganggunya fungsi berbagai bangunan sadap utama yang terdapat di sebelah hulu
dari sudetan tersebut.
Dalam keadaan seperti hal-hal tersebut di atas, maka kemungkinan diperlukan adanya ambang
guna menstabilkan dasar sungai agar tidak menurun secara berlebihan. Pada umumnya besarnya
pergeseran dasar sungai dapat diperkirakan dari bahan dasar sungai serta daya angkut aliran air sungai dan
kemiringan dasar sungai yang stabil dapat dimantapkan dengan pembangunan ambang. (Gb. 4.80).
Gb. 4.80 Contoh ambang.

Gb. 4.81 Denah ambang dan arah limpasan air

4.4.2 Tipe dan bentuk ambang


Paling tidak terdapat dua tipe umum ambang, yaitu ambang datar (bed gindle work) dan ambang
pelimpah (head work). Ambang datar hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi mercunya hampir sama
dengan permukaan dasar sungai dan berfungsi untuk menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turun lagi.
sedang ambang pelimpah mempunyai terjunan, sehingga elevasi permukaan dasar sungai di sebelah hulu
ambang lebih tinggi dari elevasi permukaan dasar sungai di sebelah hilirnya dan tujuannya adalah untuk
lebih melandaikan kemiringan dasar sungai.
Ambang pelimpah haruslah direncanakan agar secara hidrolis dapat berfungsi dengan baik, antara
lain denahnya ditempatkan sedemikian rupa agar garis porosnya tegak-lurus arah arus sungai, khususnya
arah arus banjir (periksa Gb. 4.81) dan ambang tipe tegak lurus (a) umumnya sudah banyak dibangun pada
sungai-sungai guna mencegah penurunan dasarnya. Selanjutnya pada Gb. 4.81 diperlihatkan pula tipe
diagonal (b) yang sangat jarang dibuat dan kadang-kadang dibangun pula tipe poligonal (c) serta tipe
lengkung (d), tetapi untuk kedua tipe terakhir tersebut hanya untuk kondisi yang khusus saja karena berbagai
kelemahannya antara lain ambang menjadi lebih panjang dan limpahan air terpusat di tengah serta
harganyapun tinggi.

4.4.3 Disain ambang


Sebagaimana telah diuraikan di atas, tujuan pembangunan ambang adalah untuk mencegah
gerusan dasar sungai dengan cara lebih melandaikan kemiringan dasarnya, guna mengurangi gaya tarik
alirannya.
Sebagaimana uraian di atas, tujuan pembangunan ambang yang semakin tinggi gaya tarik aliran air
sungainya akan semakin menurun. Akan tetapi ambang dengan elevasi mercu yang terlalu tinggi akan
menimbulkan berbagai masalah, antara lain dasar sungai di sebelah hulu ambang akan naik dan air sungai
dengan terjunannya yang tinggi akan mengganggu stabilitas dasar sungai di sebelah hilir ambang tersebut.
Dengan demikian, apabila diperhatikan uraian di atas, maka ambang yang rendah akan lebih baik.
akan tetapi dengan ambang yang terlalu rendah, pengamanan alur dan tebing sungai terhadap gerusan arus
sungai mungkin tidak efektif, terutama di saat-saat terjadi banjir.
Jadi tinggi ambang haruslah ditetapkan berdasarkan hasil studi dan penelitian yang seksama terhadap resim
sungai pada calon lokasi ambang, agar ambang tersebut dapat berfungsi secara optimal.
(1) Tinggi ambang
Sebelum ambang dibangun pada suatu sungai yang dasarnya turun secara terus-menerus atau
diperkirakan akan turun, maka jumlah sedimen yang melintasi lokasi calon ambang haruslah diukur atau
diperkirakan berdasarkan kondisi-kondisi hidrolika sungai dan endapan dasar sungai dengan perhitungan
teoritis, guna memperkirakan besarnya penurunan dasar sungai tersebut di masa yang akan datang.
Selanjutnya lokasi, tinggi dan jarak antara ambang dapat ditetapkan secara perkiraan dan dihitung dengan
metode coba-banding dan akhirnya akan diperoleh suatu kemiringan seimbang teoritis dasar sungai yang
bersangkutan.
Apabila dari penetapan di atas salah satu atau beberapa ambang ternyata akan mempunyai
ketinggian yang ckup besar, maka guna mencegah terjadinya penggerusan di sekitar ambang tersebut, maka
perlu dipikirkan pengamanannya, apakah dengan konstruksi pelindung khusus atau dengan pembuatan
kolam peredam. Guna mencegah terjadinya gerusan yang membahayakan, baik terhadap stabilitas ambang
maupun stabilitas sungai yang akan ditangani, khususnya pada sungai-sungai aluvial, ambang tersebut
umumnya dibangun dengan ketinggian tidak belih dari 2 m.
Apabila ambang direncanakan untuk mengurangi kemiringan dasar sungai, khususnya pada sungai
buatan (saluran banjir) atau pada sungai yang arusnya deras, tetapi tanggulnya rendah, maka ambang
ganda dengan mercu-mercunya lebih tinggi dari dasar sungai dan dilengkapi dengan perkuatan tebing di
kanan/kirinya, seperti halnya pada pekerjaan pengaturan sungai arus deras.
Apabila ambang-ambang dibangun pda sungai secara menerus, maka lokasi, tinggi dan jumlah ambang
ditetapkan berdasarkan profil memanjang sungai seimbang teoritis dengan formula sebagai berikut :

1) Untuk sungai yang sempit

l = (l/n – l/m) h = (1,5 – 2,0) l/h

2) Untuk sungai yang lebar


l = (1,5 – 2,0) b

Di mana l : Jarak antara ambang


h : Tinggi ambang
n : Kemiringan dasar sungai
m : Tingkatan disain dasar sungai
b : Lebar sungai

(2) Konstruksi ambang


Konstruksi ambang terdiri dari tubuh dan lantai lindung yang dibangun secara monolit dari bahan
beton yang disebut pula bangunan utama (periksa Gb. 4.82) dan biasanya diadakan hamparan pelindung
(konsolidasi) dasar sungai di sebelah hulu dan selebah hilir bangunan utama tersebut.

Bangunan utama dibuat dari berbagai bahan dan konstuksi, seperti matras kayu, matras beton dan
pasangan batu kosong tetapi yang paling umum pada tahun-tahun terakhir ini adalah ambang dengan
konstruksi dan bahan dari beton, karena kekuatannya, keawetannya serta pengerjaannya relatif mudah.
Tergantung dari kondisi tanah, tetapi umumnya ambang dibangun di atas pondasi lapisan alluvial
yang tidak terlalu keras, karena itu pondasinya diperkuat dengan tiang pancang. Selain itu kadang-kadang
masih dilengkapi pula dengan tirai kedap air dari sekat pancang baja atau sekat-sekat jenis lainnya di bawah
tubuh ambang untuk mencegah terjadinya gejala erosi bawah tanah (piping) pada lapisan pondasi.
Konsolidasi dasar sungai diadakan guna melindungi dasar sungai dengan konstruksi yang flexsibel seperti
matras beton dan blok beton.

Gb. 4.83 Contoh ambang pada sungai-sungai yang kecil dan sedang.

Ambang datar mempunyai tinggi-tekanan yang rendah dan biasanya dibangun dengan konstruksi
yang fleksibel seperti matras beton, matras kayu atau blok beton agar dapat mengikuti perubahan dasar
sungai dan metode ini sangat efektif untuk mencegah terjadinya penurunan dasar sungai yang berlebihan.
Pada ambang yang rendah di sungai yang relatif kecil, biasanya lantai lindung tidak dilengkapi dengan
konsolidasi dasar sungai (periksa Gb. 4.83). Dalam hal ini pada bagian hilir tubuh bendung dibuat koperan
yang cukup dalam, agar dapat dicegah terjadinya gerusan dari arah hilir.

(3) Lantai dindung dan konsolidasi dasar sungai pada ambang


Lantai lindung ambang biasanya dikombinasikan dengan konsolidasi dasar sungai guna melindungi
tubuh ambang terhadap gerusan atau gejala piping. Karenanya lantai lindung dan konsolidasi dasar sungai
dibuat dengan panjang yang mencukupi, agar secara maximal dapat meredam energi yang terkandung
dalam aliran air sungai sekaligus mengurangi kecepatan arus sungai di sebelah hilir ambang. Panjang lantai
lindung dan konsolidasi dasar sungai hanya dapat ditetapkan berdasarkan model hidrolika atau diperoleh
secara empiris untuk ambang yang kecil-kecil. Walaupun demikian panjang lantai lindung dan konsolidasi
dasar sungai seyogyanya ditetapkan untuk tingkat yang paling aman, yang didasarkan pada pengalaman
dan pengamatan yang aktual. Umumnya panjang lantai lindung lebih kurang seperempat dari panjang yang
diperlukan sebagai peredam energi. Selanjutnya panjang lantai lindung untuk ambang pelimpah biasanya
antara 2 – 3 kali tinggi-tekanannya.
Dan panjang lantai lindung atau konsolidasi dasar sungai yang diperlukan sebagai peredam energi
secara kasar dapat dihitung dengan formula Safranez.

Andaikan kedalaman air sungai yang deras arusnya pada tepi hulu lantai lindung adalah h1 (Gb. 4.84),
maka :

Dimana h: Tinggi air di atas mercu ambang


D: Tinggi ambang
H: Total tinggi-tekanan=D+h

Hf: Kehilangan tinggi-tekanan akibat geseran


q: Debit persatuan panjang
h2: Kedalaman air di tepi hilir lantai lindung
C : 0,02
Gb. 4.84 Panjang lantai lindung pada ambang. Gb. 4.85 Contoh ambang untuk melindungi dasar
sungai.

Jika panjang yang diperlukan untuk peredam energi adalah L, maka perkiraan L = 4,5h2.
Ketebalan lantai lindung sangat bervariasi tergantung dari tinggi-tekanan ambang, tinggi air di atas
mercu ambang dan tekanan angkat (up lift), tetapi umumnya dengan ketebalan sekitar 1 m.
Lantai lindung dibuat horisontal dan biasanya monolit dengan tubuh ambang.
Sedang konsolidasi dasar sungai diadakan di sebelah hilir lantai lindung dengan konstruksi yang flexible dan
dengan kekasaran yang tinggi pada permukaan bagian bulunya dan berangsur berkurang ke arah hilirnya
(Gb. 4.85).

(4) Konstuksi kontak tubuh ambang dengan tebing sungai


Konstruksi kontak tubuh ambang dengan tebing sungai merupakan bagian pekerjaan yang sangat
penting, demikian pula kontak antara tebing sungai dengan bagian-bagian ambang lainnya, seperti lantai
lindung dan konsolidasi dasar sungai. Sebagaimana diketahui bahwa air yang melimpah dari atas mercu
ambang menyebabkan alirannya bersifat terbuka dan mengakibatkan gerusan, baik pada alur sungai
maupun pada bantaran di kanan kirinya serta kedua tebingnya.
Jika gerusan tersebut terus berlangsung, maka tidak hanya akan membahayakan tubuh ambang, tetapi akan
membahayakan kedua tebing sungai di kanan-kiri ambang tersebut atau bahkan akan menggerus kaki-kaki
tanggul yang terdapat di belakang kedua tebing sungai. Guna mencegah gerusan pada tebing sungai atau
tanggul pada kedua ujung tibuh ambang, maka kedua ujjung ambang tersebut diperbesar seperlunya seperti
yang terlihat pada Gb. 4.86 dan Gb. 4.87. Selain itu diadakan pula lapis lindung (plengsengan) pada kedua
ujung ambang, hingga mencakup panjang lantai lindung yang dibuat dari konstruksi beton bertulang.
Pada ambang yang tinggi-tekanannya kecil tidak diperlukan perkuatan-perkuatan seperti uraian di atas.
Tetapi hal tersebutpun diperlukan untuk melindungi bantaran dan memperkuat kaki tanggul dengan sekat
pancang atau dengan konstruksi lain yang sesuai

Gb. 4.86 Konstruksi bagian hilir ambang.

Gb. 4.87 Contoh ambang dan perkuatan sayap.


Gb. 4.88 Contoh perkuatan kaki tanggul dengan sekat pancang.

dengan kondisi setempat serta menggunakan bahan-bahan yang dapat diperoleh setempat (Gb. 4.88).
Pada sungai-sungai yang jarak antara kedua tanggulnya lebih besar dari 50 m, perkuatan lereng
tanggul biasanya tidak diperlukan, tetapi kaki-kaki tanggul haruslah diperkuat dengan melindungi permukaan
bantaran di sebelah hilir ambang.
Perkuatan sayap-sayap pengarah aliran pada ambang pelimpah haruslah ditempatkan lebih ke
belakang dan dibuat dari konstruksi yang kukuh seperti pasangan batu, guna melindungi dasar sungai
terhadap hempasan langsung dari air yang melintasi ambang tersebut (Gb. 4.89).
Cakupan dari sayap hilir ambang biasanya sama dengan cakupan lantai lindung, sedang di sebelah
hilir dari sayap ini sebagai zone transisi biasanya diperkuat dengan konstruksi yang lebih ringan seperti
pasangan batu kosong, hamparan batu pelindung dengan lereng yang lebih landai, tetapi haruslah
diperhatikan agar tidak terjadi pusaran dan besarnya sudt transisi tersebut biasanya sekitar 30 °.
Untuk sungai yang kecil perkuatan-perkuatan di sekitar ambang biasanya ditempatkan agak ke
depan dengan memperhitungkan tinggi terjunan, tinggi tanggul dan kondisi sekelilingnya.

Gb. 4.89 Contoh perkuatan sayap pada ambang.

(5) Sayap pengarah arus


Apabila ambang dibangun pada sungai, biasanya aliran turbulen terjadi di selebah hilir ambang
yang disebabkan loncatan hidrolis, mengakibatkan mudah terjadinya gerusan setempat. Dalam keadaan
demikian diperlukan adanya sayap pengarah arus, baik di sebelah hulu maupun sebelah hilir ambang dan
bersamaan dengan itu dasar bantaran serta dasar alur sungai diperkuat dengan hamparan pelindung yang
konstruksinya fleksibel.
Beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan untuk perkuatan pada ambang sebagaimana yang
tertera pada Gb. 4.90 adalah sebagai berikut :
1) Perkuatan untuk melindungi lereng tanggul atau tebing sungai pada kedua ujung ambang,
sekurang-kusangnya 10 m ke arah hulu konsolidasi dasar sungai. Sedangkan perkuatan-perkuatan
untuk melindungi lereng tanggul atau tebing sungai ke arah hilir pada kedua ujung ambang,
sekurang-kurangnya 15 m ke arah hilir dari tepi hilir lantai lindung atau sekurang-kurangnya 5 m dari
tepi hilir konsolidasi dasar sungai.
2) Mercu perkuatan untuk lereng tanggul dan tebing sungai, haruslah lebih tinggi dari elevasi banjir
rencana. Walaupun demikian mercu perkuatan tersebut dapat pula disamakan dengan tinggi
tanggul atau tebing sungai yang ada, pada bagian yang kemungkinan terjadi perubahan elevasi
permukaan banjir akibat dibangunnya ambang.
3) Pada sungai-sungai dengan penampang ganda (sungai-sungai yang mempunyai bantaran), agar
perkuatan diadakan untuk seluruh penampang dasar sungai hingga mencapai ketinggian seperti
pada butir 2) di atas.

Gb. 4.90 Batas-batas penempatan sayap pengarah arus dan hamparan pelindung dasar sungai.

(6) Perlindungan bantaran


Apabila pada sungai-sungai dengan penampang ganda, tetapi ambang harus dibangun pada alur
sungainya saja, maka harus diadakan perlindungan untuk dasar bantaran yang mencakup sampai dengan
ujung hulu dan ujung hilir sayap pengarah arus (periksa Gb. 4.90). Akan tetapi untuk ambang pada sungai
yang bantarannya sangat lebar, supaya biayanya lebih murah, perkuatan diadakan di sekitar bagian atas
sayap pengarah arus dan di sekitar kaki tanggul. Perkuatan dasar bantaran diadakan dengan konstruksi
bronjong guling, hamparan blok beton, dan lain-lain.
Ambang pelimpah yang berfungsi sebagai pelindung dasar sungai, kadang-kadang berfungsi pula
sebagai pelindung bantaran, tetapi dalam hal tersebut harus pula dibuatkan lantai lindung dan konsolidasi
dasar sungai baik pada alur sungai maupun pada bantarannya. Dan jangkauan yang harus dicapai untuk
perkuatan di sekitar ambang pelimpah haruslah sama dengan perkuatan yang diadakan untuk bangunan
ambang pelimpah untuk alur sungai seperti yang telah diuraikan di atas.

4.4.4 Hal-hal yang perlu dipelajari untuk keamanan ambang


Ambang haruslah senantiasa dalam keadaan aman terhadap bahaya gerusan yang diakibatkan
limpahan air dari mercu ambang ke dasar sungai di sebelah hilirnya, terhadap piping akibat perbedaan
elevasi muka air di sebelah hulu dan sebelah hilir ambang, terhadap gaya-gaya guling dan terhadap gaya-
gaya gelincir.

(1) Mempelajari gejala piping


Apabila ambang dibangun di atas lapisan tanah permeabel, air rembesan mengalir melalui lapisan
tanah pondasi. Hal tersebut disebabkan terjadinya tinggi-tekanan oleh perbedaan elevasi muka air sungai di
sebelah hulu dan di sebelah hilir ambang. Apabila kecepatan aliran air rembesan tersebut cukup besar,
hingga melampaui kecepatan kritis untuk lapisan tanah pondasi tersebut, maka akan terjadi piping, yaitu
butiran-butiran halus yang membentuk lapisan tanah pondasi mulai bergerak dan hanyut bersama aliran air
rembesan dan terjadilah rongga-rongga pada lapisan pondasi yang semakin lama menjadi semakin
bertambah besar yang menyebabkan ambang turun atau runtuh. Guna mencegah bahaya keruntuhan
ambang tersebut, maka sekat pancang biasanya dipasang pada pondasi semacam ini, guna memperpanjang
trayektori aliran air rembesan tersebut yang dapat menurun kecepatan aliran air rembesan di bawah
kecepatan kritis dan dengan demikian dapat dihindarkan terjadinya gejala piping.
Tingkat keamanan terhadap piping dapat diperoleh dengan nilai banding rayapan (creep ratio) dan
menurut Bligh, keamanan terhadap piping dapat dijamin, jika angka C = L/H lebih besar dari angka-angka
seperti yang tertera pada Tabel 4.26.
Sebagaimana yang tertera pada Gb. 4.91, jika h1≥h2, l2≥2h1
Maka L = l1 + 2h1 + l2 + 2h2 + l3
Jika h1≥h2 dan l2<h1+h2, maka
L = l1 + h1 + l2 + h2 + l3
C = L/H
L : Panjang lintasan aliran air rembesan
Tabel 4.26 Harga kritis C = L/H.
Kelas Batas C = L/H
Pasir sangat halus 18
Pasir halus 15
Pasir kasar 12
Kerikil dan pasir 9
Kerikil dasar termasuk batu pecah 4 – 6

Gb. 4.91 Garis rembesan air pada ambang.

Jika angka L yang dikehendaki tidak dapat diperoleh hanya dari tubuh ambang, kekurangannya
dapat dicapai dengan menambahkan panjang lantai lindung.
Lane mengusulkan untuk tanah pondasi yang mengandung endapan datar, mengggunakan sepertiga
lintasan rembesan mendatar untuk lintasan vertikal dan koefisien rembesan datar lebih besar dari rembesan
vertikal

CW = LW/H.

Apabila suatu bobot diberikan untuk angka CW, disebut “nilai banding rayapan seimbang” dan
keamanan terhadap bahaya piping dapat dijamin, jika nilai banding rayapan lebih besar dari angka-angka
seperti yang tertera pada Tabel 4.27.

Tabel 4.27 Nilai banding rayapan seimbang.


Kelas Nilai banding rayapan seimbang
Pasir sangat halus 8,5
Pasir 7,0
Pasir sedang 6,0
Pasir kasar 5,0
Kerikil halus 4,0
Kerikil sedang 3,5
Kerikil kasar termasuk batu pecah 3,0
Batu pecah dengan sedikit kerikil 2,5

(2) Mempelajari pasir apung


Gejala pasir-apung (quick sand) dapat terjadi apabila dalam lapisan pasir terdapat aliran air
rembesan dengan lintasan yang vertikal ke arah atas, sehingga berat efektif butiran pasir dapat diimbangi
dengan tekanan angkat yang terdapat pada aliran air rembesan dan hilangnya daya kontak antar butiran
pasir tersebut, sehingga butiran pasir seolah-olah melayang di dalam aliran tersebut.
Gradien hidrolis kritis (ic) dari air rembesan yang menyebabkan terjadinya pasir-apung dapat diperoleh
dari formula

Di mana Gs : Berat jenis butir tanah


e : angka pori
Jika faktor keamanan adalah Fs, maka

Walaupun tidak ada peraturan tertentu untuk menetapkan faktor keamanan, tetapi pada saat
menentukan angka L pada formula di atas, umumnya digunakan angka Fs ≥ 5.

(3) Kecepatan aliran air rembesan


Aliran air rembesan pada lapisan pondasi ambang yang terjadi akibat perbedaan muka air di hulu
dan di hilir ambang tersebut, sesuai dengan Hukum Darcy kecepatannya berbanding lurus antara perbedaan
elevasi kedua muka air tersebut di atas (H) dan berbanding terbalik dengan panjang lintasan (l). jadi
kecepatan aliran air rembesan (ν) dapat dinyatakan dengan formula sebagai berikut :
ν = kH/L
Di mana k : Koefisien permeabilitas
Walaupun angka ν sangat tergantung dari karakteristik lapisan tanah pondasi ambang, tetapi
keamanan ambang biasanya dapat dijamin terhadap gejala-gejala piping dan pasir apung, jika angka ν lebih
kecil dari 1 mm/dt.

(4) Tekanan angkat


Tekanan angkat (up lift) yang disebabkan oleh perbedaan elevasi muka air disebabkan hulu dan di
sebelah hilir ambang akan bekerja pada alas pondasi ambang tersebut. Akan tetapi untuk ambang yang
rendah, perbedaan elevasi muka air di hulu dan di hilir ambang tersebut sangat kecil dan dapat diabaikan.

(5) Stabilitas dinamik tubuh ambang


Tubuh ambang haruslah senantiasa dalam keadaan aman terhadap gejala guling (over turning) dan
gelincir (sliding). Gaya-gaya yang bekerja pada ambang adalah :
1) Tekanan air
2) Tekanan tanah
3) Tekanan angkat (diabaikan)
4) Kekuatan gempa

(a) Stabilitas terhadap guling


Pada Gb. 4.92, diperlihatkan gaya-gaya yang dapat menyebabkan tergulingnya sebuah ambang,
yaitu momen guling akibat beban yang bekerja pada tubuh ambang dengan arah horisontal.

Gb. 4.92 Gaya-gaya luar yang bekerja pada ambang.

Jika gaya-gaya luar dinyatakan dengan


H1 : Tekanan air
H2 : Tekanan tanah
W1 : Berat ambang
Maka momen guling (Mr) adalah :
Mr = H1h1 + H2h2

Di mana h1 dan h2 adalah jarak vertikal dari dasar ambang sungai dengan titik kerja beban horisontal,
sebaliknya momen lawan (Mo) adalah :

Mo = W1·l

Berhubung l adalah jarak horisontal antara titik kerja beban vertikal dan ujung hilir dasar ambang,
maka formula yang dapat menjaga agar ambang dalam keadaan stabil terhadap gejala penggulingan adalah
:

Mo ≥ Mr

Dalam keadaan terjadi gempa yang dapat meningkat gaya horisontal yang disebabkan oleh intensitas
seismis horisontal (Kh), maka momen gulingnya akan menjadi :

Di mana h3 adalah tinggi dari dasar ambang sampai dengan titik pusat gravitasi ambang tersebut.
Sebaliknya momen lawan (Mo) dapat diperoleh dengan memasukkan komponen intensitas seismis
vertikal Kν sebagai berikut :

Guna mempertahankan stabilitas ambang pada saat terjadi gempa, maka ambang tersebut haruslah
memenuhi persyaratan stabilitas sebagai berikut :

Mo ≥ Mre

( b) Stabilitas terhadap gelincir


Gaya-gaya yang dapat menyebabkan tergelincirnya ambang sebagaimana yang tertera pada Gb.
4.92 adalah beban-beban yang bekerja pada tubuh ambang secara horisontal. Sedangkan gaya-gaya lawan
yang dapat mencegah tergelincirnya ambang tersebut adalah beban vertikal yang bekerja pada dasarnya.
Jadi guna menjaga agar ambang dalam keadaan stabil, haruslah dipenuhi formula di bawah ini :

W1 tg Ф ≥ H1 + H2

Dimana tg Ф adalah koefisien gesekan yang nilainya tertera pada Tabel 4.28.
Selanjutnya gaya horisontal yang ditimbulkan oleh gaya enersi tubuh ambang oleh aselirasi gempa akan
bekerja pada tubuh ambang sebagai beban horisontal (periksa Gb. 4.93) dan untuk menjaga stabilitas
ambang, maka haruslah memenuhi formula keseimbangan sebagai berikut :

Tabel 4.28 Koefisien geser (tg Ф).


Jenis tanah Koefisien
geser
Lumpur (encer) 0,1
Lumpur (agak keras) 0,2
Pasir dengan lempung basah 0,3
Pasir (lembab) 0,3
Pasir (kering) 0,5
Kerikil 0,5
Gb. 4.93 Gaya-gaya luar yang bekerja pada ambang pada saat terjadi gempa.

4.4.5 Pelaksanaan pembangunan ambang


(1) Umum
Sebagai batasan umum, keperkaan perbaikan dan pengaturan sungai haruslah direncanakan untuk
dapat diselesaikan dalam musim kemarau. Terutama ambang yang dibangun melintang sungai supaya
dilaksanakan dengan metode tertentu sedemikian, seperti pelaksanaan bagian pekerjaan di bawah air
haruslah dengan mengadakan pengeringan pada lokasi pekerjaan dengan mengalihkan sementara aliran
sungai dan mengadakan kist dam agar pekerjaan dapat dilaksanakan dalam keadaan kering. Metode
pelaksanaan yang kelak akan dipakai adalah yang sesuai untuk suatu sungai, setelah mempelajari hal-hal
yang menyangkut karakteristik sungai, tipe dan dimensi ambang yang akan dibangun, biaya konstruksi
ambang tersebut, lama pelaksanaannya dan lain-lainnya.
Pelaksanaan pembuatan bangunan-bangunan sungai termasuk bangunan ambang dapat
diprogramkan setelah dilakukan penelitian dan penelaahan yang seksama terhadap hal-hal sebagai berikut :

(a) Kondisi meteorologi


Mengingat pembangunan ambang dilaksanakan di dalam alur sungai, maka skema serta denah
pelaksanaannya haruslah disiapkan setelah dilakukan penelaahan yang seksama terhadap kondisi
meteorologi dan hidrologi.

(b) Jangka waktu pelaksanaan


Mengingat ambang dibangun melintang sungai, maka pelaksanaan pembangunannya adalah
dengan mempersempit sungai dengan kist dam sementara.

(2) Pelaksanaan pembangunan ambang

(a) Ambang beton


Terdapat dua tipe ambang beton, yaitu tipe blok beton dan tipe bendung beton. Tipe paling umum
yang sudah banyak dibangun adalah tipe bendung beton (periksa Gb. 4.94) yang dilengkapi dengan
konsolidasi dasar sungai yang terbuat dari blok beton atau matras yang cukup flexibel serta mempunyai
kekasaran yang cukup tinggi yang ditempat di sebelah hulu dan sebelah hilir tubuh ambang. Demikian pula
ambang datar yang tinggi-tekanannya kecil kadang-kadang dibuat dari beberapa lapis timbunan blok-blok
beton.
Adapun keuntungan dari konstruksi ambang semacam ini adalah pemeliharaannya sangat mudah
yaitu dengan menambah lapisan blok-blok beton dengan penimbunan lapis selanjutnya di atas timbunan
lama jika ternyata terjadi penurunan dasar sungai di tempat tersebut.

(b) Ambang pasangan batu kosong


Paling tidak terdapat dua tipe ambang pasangan batu, yaitu ambang pasangan batu kosong (stone
pitching bed protection work) dan ambang pasangan batu (stone masonry bed protection work).

1) Ambang pasangan batu kosong


Tipe ini biasanya dibuat untuk ambang datar dengan tinggi-tekanan yang kecil di bagian tengah
sungai. Biasanya hamparan batu atau blok-blok beton dipergunakan sebagai pondasi tubuh ambang dan
permukaannya diliputi dengan pasangan batu, baik pasangan batu kosong maupun pasangan batu biasa
(periksa Gb. 4.95) dan dilengkapi
Gb. 4.94 Contoh ambang beton.

dengan lantai lindung dan di sebelah hulu dan sebelah hilir ambang dilengkapi pula dengan konsolidasi
dasar sungai.
Mengingat konstruksi pasangan batu kosong, mudah lepas dan hanyut atau butiran kerikil di bawah
pasangan tersebut mudah tersedot oleh aliran air, maka seyogyanya tubuh ambang dibuat dari pasangan
batu biasa. Jika tanah lapisan pondasi tidak begitu baik (lemah), maka perlu diperkuat dengan pondasi tiang
pancang, hamparan ranting pohon atau matras ranting.

2) Ambang pasangan batu


Ambang tipe ini biasanya dipergunakan pada bagian sungai yang arusnya deras. Tubuh ambang
dibuat dari timbunan batu dan permukaannya dibungkus dengan pasangan batu. Untuk ini diperlukan batu-
batu dengan ukuran yang cukup besar.
Jika ambang berfungsi pula sebagai bendung penyadap, maka untuk perkuatan seyogyanya
dipasang sekat pancang pada sisi hulu dan sisi hilir tubuh ambang serta dilengkapi dengan lantai lindung
guna mencegah penggerusan (periksa Gb. 4.96).
Lereng pasangan batu tubuh ambang biasanya antara 1 : 0,2 – 1 : 0,5 dan ketebalan urugan (back
fill) antara 30 – 60 cm. Ukuran setiap batu sebaiknya sekitar 35 – 45 cm dan dipasang dengan perekat
semen.
Keuntungan dari ambang pasangan batu adalah biaya konstruksinya rendah dibandingkan dengan
konstruksi beton dan pemeliharaannya mudah.

(c) Ambang matras


Terdapat tiga tipe ambang matras, yaitu ambang matras beton, ambang matras kayu dan ambang
matras ranting.
Gb. 4.95 Contoh ambang pasangan batu kosong.

Gb. 4.96 Contoh ambang pasangan batu.

1) Ambang matras beton


Ambang matras beton, yaitu ambang dengan konstruksi matras dari batang-batang beton yang
dirangkaikan sedemikian rupa, sehingga dapat membentuk suatu ambang dan biasanya dibangun pada
bagian tengah atau bagian hulu suatu sungai. Bahan urama ambang tersebut terdiri dari batang-batang
beton yang dipasang membujur dan
Gb. 4.98 Contoh pemasangan ambang matras
kayu.

melintang sungai secara bergantian, membentuk lapis demi lapis (biasanya terdiri dari 3 – 4 lapis) seperti
yang tertera pada Gb. 4.97.
Batang beton biasanya berukuran panjang 2,4 m dan penampang (15 × 15) cm2 dan dirangkai
dengan batang-batang lainnya dengan kawat baja membentuk kisi-kisi kwadrat dengan ukuran sisi 2,0 m.
Bagian penutup untuk lantai biasanya batang beton dengan ukuran panjang 2,3 m dan penampang (9 × 9)
cm2, dipasang membentuk kotak bujur sangkar dan selanjutnya diikat dengan kawat baja.
Kotak bujur sangkar ini diisi dengan batu-batu kali atau batu belah yang biasanya diperoleh
setempat. Selanjutnya guna mencegah hanyutnya batu-batu kali atau batu-batu belah tersebut, maka di
atasnya diberati dengan selapis blok-blok beton yang lebih berat.

2) Ambang matras kayu


Untuk ambang yang kecil dengan konstruksi seperti yang tertera pada Gb. 4.98. Pada hakekatnya
ambang matras kayu ini tidak begitu flexibel dan semakin ke hilir tubuh ambang semakin rendah (bertingkat)
dan berfungsi sebagai lantai lindung. Serta dilengkapi dengan konsolidasi dari bronjong kawat.
3) Ambang matras ranting
Biasanya dipergunakan pada bagian tengah sampai bagian hilir sungai dan matras dibuat di atas
suatu perancah, kenudian setelah selesai dibenamkan dan dipasang di dasar perancah tersebut.
Tubuh ambang dibuat cukup lebar, miring ke hilir dan bagian hulu (bagian masukan) dibuat dalam
satu kesatuan dengan lantai bendungnya (Gb. 4.99).

Gb. 4.99 Ambang matras anyaman ranting.

Anda mungkin juga menyukai