Anda di halaman 1dari 11

Tugas Ujian Final Hidraulika

KONSTRUKSI GROUNDSILL UNTUK STABILISASI DASAR SUNGAI (KAJIAN GROUNDSILL SRANDAKAN SUNGAI PROGO) Benazir Mahasiswa Magister Teknik Sipil Universitas Gadjah Mada, 11/324483/PTK/07713, benazir_27iska@yahoo.com ABSTRACT Groundsill merupakan suatu struktur ambang melintang yang dibangun pada alur sungai yang bertujuan untuk mengurangi kecepatan arus dan meningkatkan laju pengendapan di bagian hulu struktur. Hal ini dapat menjaga agar elevasi lapisan endapan tidak mengalami penurunan, sehingga struktur bangunan yang berada di bagian hulu sungai seperti jembatan dan bendungan tetap dalam keadaan aman meskipun terjadi penambangan pasir pada sungai.Groundsill Srandakan berlokasi di lintas Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, km 23.170 dari Yogyakarta. Berada di bagian hilir Jembatan Srandakan II. Konstruksi ini telah menjadi pengendali dasar sungai agar tetap stabil dan juga menjadi pengendali sedimen yang mengalir ke arah hilir. Konstruksi ini juga berperan dalam meminimalisasikan kemiringan dasar sungai yang terjadi. KEYWORD: Groundsill, degradasi. LATAR BELAKANG 1. Pendahuluan Bangunan pengaturan sungai adalah suatu bangunan air yang dibangun pada sungai dan berfungsi mengatur aliran air agar tetap stabil dan sebagai pengendalian banjir. Hal ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 35 tahun 1991 Pasal 1 tentang sungai, yaitu bangunan sungai adalah bangunan yang berfungsi untuk perundungan, pengembangan, penggunaan dan pengendalian sungai. Kecepatan aliran pada sungai yang bertambah besar berakibat kemampuan angkutan sedimen juga bertambah besar sehingga terjadilah degradasi dasar sungai pada lokasi dimana kecepatan aliran sungai berubah menjadi lebih cepat. Hal yang sama juga terjadi pada lokasi dimana penampang sungai dipersempit oleh adanya bangunan sungai seperti pelindung tebing dan pilar jembatan.

Degradasi dasar sungai adalah faktor yang sangat menentukan terjadinya kerusakan bangunan sungai seperti jembatan. Jembatan Srandakan I mengalami kerusakan konstruksi pada tahun 2000 lalu, terjadinya penurunan dua pilar jembatan yang juga diakibatkan oleh degradasi dasar sungai. Degradasi juga bisa terjadi kerena perlakuan manusia terhadap sungai. Kegiatan penambangan pasir yang berlebihan disepanjang alur sungai akan menyebabkan terganggunya keseimbangan angkutan sedimen, yang akan mengakibatkan terjadinya degradasi dasar sungai pada ruas sungai di lokasi penambangan tersebut. Objek yang akan dipaparkan pada paper ini adalah konstruksi groundsill di Sungai Progo bagian hilir, yaitu berada pada hilir Jembatan Srandakan II. Jembatan Srandakan II berlokasi di lintas Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo, km 23.170 dari Yogyakarta. Groundsill adalah salah satu bangunan yang ada di sungai untuk perlindungan dasar sungai terhadap pergerusan, sehingga tidak terjadi degradasi dasar sungai. Bangunan pengaman dasar sungai ini merupakan konstruksi melintang sungai dan tegak lurus arah aliran sungai yang berfungsi : Pengendalian dasar sungai agar tetap stabil; Pengamanan bangunan sungai yang mengalami degradasi dan kelongsoran tebing; Pengontrol dan pengendali sedimen yang mengalir ke hilir; Upaya pengurangan kemiringan dasar sungai yang terlalu tajam; Untuk peninggian muka air sungai sehingga dapat sebagai bending.

Gambar 1. Perlindungan bangunan dengan groundsill

Groundsill akan mengamankan bangunan lebih baik karena disamping mengendalikan gerusan setempat, juga mengendalikan kemiringan dasar sungai sehingga daasr sungai dapat dikurangi. Ada dua buah tipe umum ambang (groundsill) Ambang datar (bed gindle work) Bangunan ini hampir tidak mempunyai terjunan dan elevasi mercunya hampir sarna dengan permukaan dasar sungai, dan berfungsi menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turun lagi. Ambang pelimpah (head work) Bangunan ini mempunyai terjunan, hingga elevasi permukaan dasar sungai di sebelah hilimya dan tujuannya adalah untuk lebih melandaikan kemiringan dasar sungai. 2. Desain hidraulika groundsill Peletakam konstruksi groundsill adalah di badan sungai dengan arah melintang sungai atau tegak lurus arah aliran sungai. Jarak antara bangunan yang akan diamankan misalnya pilar jembatan harus dipelajari, sehingga konstruksi tersebut benar-benar efektif dalam mengendalikan kemiringan dasar sungai. Mengingat fungsi dari groundsill, makaperlu dipertimbangkan beberapa hal antara lain : Penempatan bangunan pada alur yang lurus, sehingga aliran yang berpengaruh negatif pada bangunan dapat dihindarkan; Tanah dasar untuk peletakan dasar pondasi ada pada lapisan tanah yang cukup baik; Letak dan jarak dari bangunan yang akan diamankan ditetapkan dengan pendekatan secara hidraulik, sehingga bangunan tersebut dapat berfungsi sebagai tujuannya. 2.1.Tinggi ambang. a). Untuk sungai sempit L = (l/n 1/m) h = (1.5 - 2.0) l/h b). Untuk sungai lebar L = (1.5 - 2.0) b (2.2) (2.1)

dimana : L h n m b = jarak antar.a ambang (m); = tinggi ambang (m); = kemiringan dasar sungai; = tingkatan perencanaan dasar sungai; = lebar sungai (m).

2.2. Konstruksi ambang Konstrnksi ambang terdiri dari tubuh dan lantai lindung yang dibangun secara monolit dari bahan beton yang disebut pula bangunan utama dan biasanya diadakan hamparan pelindung (konsolidasi) dasar sungai di sebelah hulu dan sebelah hilir bangunan utama tersebut. 2.3. Lantai lindung dan konsolidasi dasar sungai pada ambang Lantai lindung ambang biasanya dikombinasikan dengan konsolidasi dasar sungai guna melindungi tubuh ambang terhadap gerusan atau gejala piping. Panjang lantai lindung dan konsolidasi dasar sungai hanya dapat ditetapkan berdasarkan model hidraulika atau diperoleh secara empiris untuk ambang yang kecil-kecil. Panjang lantai pelindung atau konsolidasi dasar sungai yang diperlukan sebagai peredam energi secara kasar dapat dilihat pada rumus Safranes. ( ) (2.3) ( )

dimana : h D H hf q = Tinggi air di atas mercu ambang (m); = Tinggi ambang (m); = Total tinggi tekanan = D + h (m); = Kehilangan tinggi tekanan akibat geseran = C (D/h) H; = Debit persatuan panjang (m3/dt/m');

h2 = Kedalaman air di tepi hilir lantai lindung (m); C = 0.02.

Jika panjang yang diperlukan untuk peredam energi adalah L, maka perkiraan L - 4,5h2 Lantai lindung dibuat horizontal dan biasanya monolit dengan tubuh ambang. Sedang konsolidasi dasar sungai diadakan disebelah hilir lantai lindung dnegan konstruksi yang fleksibel dan dengan kekasaran yang tinggi pada permukaan bagian hulunya dan berangsur berkurang ke arah hilirnya. 2.4. Konstruksi kontak tubuh ambang dengan tebing sungai. Konstruksi kontak tubuh ambang dnegan tebing sungai merupakan bagian pekerjaan yang sangat penting, demikian pula kontak antara tebing sungai dengan bagian-bagian ambang lainnya, seperti lantai lindung dan konsolidasi dasar sungai. Seperti diketahui bahwa air yang melimpah dari atas mercu ambang menyebabkan alirannya bersifat terbuka dan mengakibatkan gerusan, baik. pada alur sungai maupn pada bantara di kanan kirinya serta kedua tebingnya. Guna mencegah gerusan pada tebing sungai atau tanggul pada kedua ujung tubuh ambanmg,maka kedua ujung ambang tersebut diperbesar seperlunya. Selain itu diadakan pula lapis pelindung (plesengan) pada kedua ujung ambang, hingga mencakup panjang lantai lindung yang dibuat dari konstruksi beton bertulang. 2.5. Sayap pengarah arus. Apabila ambang dibangun pada sungai, biasanya aliran turbulen terjadi di sebalah hilir ambang yang disebabkan loncatan hidrolis, mengakibatkan mudah terjadinya gerusansetempat. Dalam keadaan demikian perIu adanya sayap pengarah arus, baik disebelah hulu maupun sebelah hilir ambang dan bersamaan dengan itu dasar bantaran serta dasar alur sungai diperkuat dengan hamparan pelindung yang konstruksinya tleksibel. 2.6. Pelindung bantaran Apabila pada sungai-sungai dengan penampung ganda, tetapi ambang harus dibangun pada alur sungainya saja, maka harus diadakan perlindungan untuk dasar bantaran yang mencakup sampai dengan hulu dan ujung hilir sayap pengarah arus. Untuk ambang pada sungai yang bantarannya sangat lebar, supaya biayanya lebih murah, perkuatan

diadakan di sekitar kaki tanggul. Perkuatan bantaran diadakan dengan konstruksi bronjong guling, hamparan blok beton, dan lain-lain. Hal-hal yang perIu diperhatikan untuk keamanan ambang : a. Gejala piping Apabila ambang di bangun di atas lapisan tanah permeabel, air rembesan mengalir melalui lapisan tanah pondasi. Hal tersebut disebabkan terjadinya tinggi tekanan oleh perbedaan elevasi muka air sungai di sebelah hulu dan di sebelah hilir ambang. Apabilakecepatan alir air rembesan tersebut cukup besar, hingga melampaui kecepatankritis untuk lapisan tanah pondasi tersebut, maka akan terjadi piping, yaitu butiran-butiran halus yang membentuk lapisan tanah pondasi mulai bergerak dan hanyut bersama aliran air rembesan dan terjadilah rongga-rongga pada lapisan yang semakin lama menjadi semakin bertambah besar yang menyebabkan ambang turun atau runtuh. Tinggi keamanan terhadap piping dapat diperoleh dengan nilai banding rayapan (creep ratio). Jika h1 > h2 bangunan aman terhadap piping, bila C = L/H > angka-angka pada tabel 2.1 dan 12 > 2h1. Maka L = 11 + 2h1 + 12 + 2h2 + 13 Jika h1 h2 dan l2 < h1 + h2, Maka L = l1 + h1 + l2+ h2 + l3 C = L/H dimana : L = panjang lintasan aliran air rembesan. Lane mengusulkan untuk tanah pondasi yang mengandung endapan datar, menggunakan sepertiga lintasan rembesan mendatar untuk lintasan vertikal dan koefisien rembesan datar lebih besar dari rembesan vertikal. LW = 1/3 (l1+ l2+ l3)+ 2 (H1 + h2) CW = LW/H (2.7) (2.8) (2.5) (2.6)

Apabila suatu bobot diberikan untuk angkat CW disebut nilai banding rayapan seimbang dan keamanan terhadap bahaya piping dapat dijamin, jika nilai rayapan lebih besar dari angkaangka seperti yang tertera pada tabel 2.2.

b. Pasir apung Gejala pasir apung (quick sand) dapat terjadi apabila dalam lapisan pasir terdapat aliran air rembesan dengan lintasan vertikal ke arah atas, sehingga berat efektif butiran pasir dapat diimbangi dengan tekanan angkat yang terdapat pada aliran air rembesan dan hilangnya daya kontak antara butiran pasir tersebut, hingga butiran pasir seolah-olah melayang di dalam aliran tersebut. Gradien hidrolis kritis (ic) dari air rembesan yang menyebabkan terjadinya pasir apung dapat diperoleh dengan rumus : ( dimana : ic = gradient hidrolis kritis; Gs = berat jenis butir tanah; dan e = angka pori. Jika faktor keamanan adalah Fs 5 Tabel 1. Harga kritis C = L/H Kelas batas Pasir sangat halus Pasir halus Pasir kasar Kerikil dan pasir Kerikil kasar termasuk batu pecah Tabel 2. Nilai banding rayapan seimbang Kelas Pasir sangat halus Pasir Pasir sedang Pasir kasar Kerikil halus Kerikil sedang Kerikil kasar termasuk batu pecah Batu pecah dengan sedikit kerikil Nilai banding rayapan seimbang 8.5 7.0 6.0 5.0 4.0 3.5 3.0 2.5 C = L/H 18 15 12 9 4-6 )

c. Kecepatan aliran air rembesan Kecepatan aliran air rembesan (v) dinyatakan dengan rumus berikut : (2.10) dimana : k = koefisien permeabelitas; H = perbedaan elevasi antara muka air di hulu dan di hilir ambang; L = panjang lintasan. Walaupun angka v sangat bervariasi tergantung dari karakteristiklapisan tanah pondasi ambang, tetapi keamanan ambang dapat dijamin terhadap gejala-gejala piping dan pasir apung, jika angka v lebih kecil dari 1 mm/detik. d. Tekanan angkat Tekanan angkat (up lift) yang disebabkan oleh perbedaan elevasi muka air di sebelah hulu dan di sebelah hilir ambang akan bekerja pada alas ambang tersebut. Akan tetapi untuk ambang yang rendah, perbedaan elevasi muka air di hulu dan di hilir ambang tersebut sangat kecil dan dapat diabaikan.

e. Stabilitas dinamik tubuh ambang Tubuh ambang haruslah senantiasa dalam keadaan aman terhadap guling (over turning) dan gelincir (sliding). Gaya-gaya yang bekerja pada ambang adalah : 1) Tekanan air; 2) Tekanan tahan; 3) Tekanan angkat; 4) Kekuatan gempa. HASIL DAN PEMBAHASAN Keberadaan konstruksi groundsill di Srandakan sangat berperan penting dalam menjaga kestabilan dari Sungai Progo bagian hilir dari gerusan dasar sungai. Groundsill tersebut juga sangat berperan aktif dalam mengamankan pilar Jembatan Srandakan dari

aliran vorteks yang terjadi ketika menghantam pilar dari hulu sungai. Pilar jembatan yang dibangun dipenampang Sungai Progo akan memberkan pengaruh pada aliran sungai dan berakibat terjadinya perubahan tampang dasar sungai tersebut. Pilar Jembatan Srandakan II memberikan efek penambahan kecepatan dan meningkatnya laju turbulensi, yang merupakan gangguan dalam aliran setempat dan hal ini akan menimbulkan gerusan pada di sekitar pilar. Pada Gambar 2 diperlihatkan keadaan Jembatan Srandakan II setelah adanya konstruksi groundsill. Upaya yang dilakukan untuk tetap menjaga kestabilan dari tampang hilir Sungai Progo adalah dengan membangun konstruksi groundsill. Konstruksi groundsill mengamankan pilar-pilar jembatan di hulu, sehingga konstruksi Jembatan Srandakan II tetap berfungsi semestinya. Hal ini mengingat pengalaman kerusakan yang terjadi pada Jembatan Srandakan I pada tahun 2000 silam, dimana dua buah pilarnya mengalami penurunan yang berdampak dari terjadinya gerusan dasar sungai. Gambar 3 diperlihatkan kondisi Jembatan Srandakan I.

Gambar 2. Jembatan Srandakan (dok : 10 Januari 2012)

Konstruksi groundsill yang diperlihatkan pada Gambar 4, dibangun pada hilir Sungai Progo telah menjadi pengendali dasar sungai agar tetap stabil dan juga menjadi pengendali sedimen yang mengalir ke arah hilir. Konstruksi ini juga berperan dalam meminimalisasikan kemiringan dasar sungai yang terjadi.

Gambar 3. Jembatan Srandakan I (Sumber : www.istiarto.staff.ugm.ac.id)

Gambar 4. Groundsill Srandakan (dok : 10 Januari 2012)

KESIMPULAN Dasar sungai akan mengalami kemiringan dan akan terus tergerus oleh adanya aliran dari hulu sehingga terjadinya degradasi. Konstruksi groundsill dibangun untuk permasalahan tersebut. Penempatan groundsill harus mempertimbangkan perkiraan

kedalaman degradasi yang akan terjadi dan untuk konstruksinya juga sesuai dengan konsep desain hidarulik yang baik.

REFERENSI 1. Balai Sungai dan Sabo : Penelitian Degradasi Dasar Sungai Dengkeng dan Bengawan Solo Hulu, Bandung, Desember 2000. 2. Breusers H.N.C. and Raudiki A.J, Scouring, International Assocation for Hydraulic Research, Hydraulic Structure Design Manual, The Netherland, 1991. 3. Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991

4. www.istiarto.staff.ugm.ac.id : Bahan kuliah hidraulika.

Anda mungkin juga menyukai