Anda di halaman 1dari 10

28

SEMBADHA 2018
Seminar Hasil Pengabdian Kepada Masyarakat

PENERAPAN POLA Abstrak

SINERGITAS ANTARA Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi bagi BUMDes dalam
menggerakkan sektor UMKM di Desa Saptosari Kecamatan Saptosari
BUMDES DAN UMKM Kabupaten Gunungkidul. Sektor UMKM merupakan tonggak perekonomian
bagi masyarakat Saptosari. Sebagai salah satu jalur destinasi wisata
DALAM Gunungkidul, Desa Saptosari mempunyai potensi besar
mengembangkan skala usahanya. Namun permasalahannya, pelaku UMKM
dalam

MENGGERAKKAN Di Saptosari masih banyak terhambat dalam hal permodalan, teknologi


inovasi, keahlian tenaga kerja dan sistem pemasaran. Disisi lain keberadaan
POTENSI DESA DI BUMDes bisa menjadi solusi untuk permasalahan yang dihadapi oleh pelaku
UMKM. Dalam penelitian ini, peneliti akan mencari akar permasalahan UMKM
KECAMATAN dengan menggunakan metode Root Cause Analysis (RCA) kemudian
merumuskan prioritas kebijakan yang harus diimplementasikan oleh BUMDes
SAPTOSARI guna menggerakkan UMKM melalui metode Analitycal Hierarki Process (AHP).
Implikasi akhir dari penelitian ini yakni terwujudnya tujuan BUMDes dalam
menggerakkan perekonomian desa. Selain itu, dengan adanya program
BUMDes yang mendukung UMKM diharapkan mampu meningkatkan skala
Muh. Rudi Nugroho usaha pelaku UMKM Desa Saptosari.

Dosen Ekonomi Syariah, Universitas Keywords: BUMDes, UMKM, Pembangunan Ekonomi Desa.
Islam Negeri Sunan Kalijaga
Abstract

The study aims to formulate a strategy for BUMDes in moving the sector of Small
*Corresponding author
Medium Enterprises (SME) in Saptosari village of Saptosari Subdistrict of
Muh. Rudi Nugroho Gunungkidul Regency. SME sector is a milestone for the community economy
Email : Muhrudi82@gmail.com Saptosari. As one of the tourist destinations of Gunungkidul, Saptosari Village
has great potential in developing its business scale. But the problem, the
perpetrators still plenty of Saptosari village of SME hampered in terms of capital,
technological innovation, workforce skills and marketing system. On the other
hand the existence of BUMDes could be a solution to the problems faced by
perpetrators of SME. In this study, researchers will be looking for the roots of the
problem of SME using Root Cause Analysis (RCA) and then formulate the policy
priorities that should be implemented by BUMDes in order to build the SME
through Analitycal method Hierarchy Process (AHP). The implications of the
end of the study i.e. materialize the goal of BUMDes in moving the economy of
the village. In addition, the existence of the program BUMDes which support
SME is expected to increase the business scale offender SMEC Village
Saptosari.

Keywords: BUMDes, Small Medium Enterprises, Economic Development Of The


Village.

© 2018 Penerbit PKN STAN Press. All rights reserved

© 2018 Segala bentuk plagiarisme dan penyalahgunaan hak kekayaan intelektual akibat diterbitkannya paper pengabdian
masyarakat ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.
29

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

PENDAHULUAN kekuatan tersebut, keberadaan BUMDes sebenarnya


Tidak dapat dipungkiri peran Usaha Kecil Mikro bisa menjadi solusi bagi semua permasalahan yang
Menengah (UMKM) memilik peran strategis dalam terjadi pada UMKM di Desa Saptosari. Sebagaimana
pembangunan ekonomi di Indonesia. Tidak hanya yang telah di atur dalam UU No. 32 Tahun 2004
berperan dalan penyerapan tenaga kerja dan tentang Pemerintahan daerah pasal 213 ayat 1,
pengentasan kemiskinan, UMKM juga terbukti yang mana menyatakan bahwa desa dapat
mampu bertahan dan menjalankan perannya membentuk badan usaha milik desa sesuai dengan
dengan baik ditengah terjadinya krisis multidimensi. kebutuhan dan potensi yang ada di desa tersebut.
Hal ini cukup beralasan mengingat sektor usaha kecil Sehingga dengan melihat potensi UMKM yang ada
menengah memiliki prospek yang lebih tinggi untuk di Desa Saptosari, sudah semestinya jika keberadaan
dikembangkang, selain itu UMKM juga memiliki BUMDes lebih di fokuskan untuk mengembangkan
karakteristik yang berbeda jika dibanding dengan potensi ekonomi desa khususnya UMKM. Hal ini
jenis usaha besar. Perbedaan ini tidak hanya terletak dikarenakan potensi utama di desa tersebut berada
pada skala usaha, jumlah tenaga kerja, dan di sektor UMKM.
kapasitas produksi, akan tetapi juga tingkat
Guna mencapai tujuan dalam
ketahanan usaha, dimana UMKM diyakini lebih
mengembangkan potensi ekonomi desa, tentunya
tangguh dan mempunyai ketahanan lebih dalam
BUMDes juga harus dikembangkan terlebih dahulu,
menjalankan usahanya (Wijaya, 2008).
baik dari pengembangan operasional maupun
Di Desa se Kecamatan Saptosari sendiri, UMKM manajemen tata kelola BUMDea. Oleh sebab itu,
telah menjadi tonggak perekonomian masyarakat penelitian ini bertujuan mencari strategi dan prioritas
setempat. Hal ini dapat dilihat bahwa 90% dari kebijakan dalam mengembangkan BUMDes guna
masyarakat Desa Saptosari merupakan pelaku menggerakkan UMKM di Desa Saptosari Kecamatan
UMKM. Meskipun pada kenyataannya sebagian Saptosari.
besar usaha UMKM masih berjalan ala kadarnya dan
Adapun metodologi yang digunakan dalam
masih skala rumah tangga, namun tidak dapat
penelitian ini yaitu menggunakan metode deskriptif
dipungkiri jika sektor UMKM ini sangat berperan bagi
kuantitatif. Dimana data diperoleh melalui proses
perekonomian masyarakat setempat. Berdasarkan
wawancara langsung kepada pelaku UMKM dan
data publikasi Gunungkidul dalam angka tahun
pihak-pihak yang bersangkutan baik pengurus
2017, tercatat di Desa Krambisawit terdapat UMKM
BUMDes maupun pemerintah desa. Sebelum model
sebanyak 172 UMKM. Hal ini tentunya tidak
pendampingan antara BUMDES dan UMKM Desa
mengherankan, mengingat Desa Saptosari ini
diterapkan dilakukan langkah-langkah pemetaan
merupakan salah satu desa jalur destinasi wisata
antara lain dengan menggunakan metode Root
pantai Gunungkidul. Status Gunungkidul sebaga
Cause Analysis (RCA) dan Analitycal Herarki Proses
pusat destinasi wisata ini memberikan peluang
(AHP). Dimana dengan menggunakan model ini,
tersendiri bagi Desa Saptosari untuk
nantinya akan menghasilkan prioritas kebijakan yang
mengembangkan skala usahanya menjadi lebih
harus dilakukan BUMDes dalam mengembangkan
besar.
dan menggerakkan UMKM Desa di Saptosarit.
Namun disisi lain, UMKM juga banyak
Secara teknis RCA dalam pelaksanaannya
menghadapi permasalahan. Diantara
dilakukan dengan menganalisis hasil jawaban dari
permasalahan yang terjadi di Desa Saptosari ini yaitu
responden. Dimana hasil jawaban ini dikategorikan
terbatasnya sunber permodalan yang dapat diakses
menjadi dua yaitu:
oleh masyarakat setempat, rendahnya kualitas
1. Hasil jawaban dari kuesioner pra-diskusi, yaitu hasil
tenaga kerja, dan kurangnya pengetahuan
kuesioner sebelum didiskusikan lebih lanjut
teknologi inovasi dan pemasaran. Permasalahan lain
dengan informan dan peneliti lapangan. Hasil ini
yang dihadapi oleh UMKM yaitu keterkaitan dengan
masih bersifat sementara dan belum dikroscek
kurang jelasnya prospek usaha dan perencanaan,
dan diperdalam melalui diskusi lanjutan dalam
serta belum mantapnya visi dan misi UMKM.
rangka pendalaman.
Mayoritas UMKM yang ada di Desa Saptosari pada
2. Hasil jawaban atau temuan kesepakatan pada
umumnya masih bersifat income gathering yaitu
saat diskusi. Hasil ini kemudian dikembangkan
untuk meningkatkan pendapatan. Karakteristik ini
oleh peneliti untuk, menjadi RCA tahap 2.
dapat dilihat dari perilaku UMKM yang umumnya
mrupakan usaha milik keluarga, penggunaan Setelah dilakukan pengolahan data melalui
teknologi yang relatif sederhana, akses permodalan progaram expert choice, kemudian dapat
terbatas, tidak bankable dan tidak ada pemisahan ditemukan hasil skala prioritas untuk mencapai
modal usaha dengan modal pribadi. sasaran “penetuan prioritas pengembangan
BUMDes dalam menggerakkan UMKM Desa di
Dari berbagai permalahan tersebut,
Saptosarit”. Urutan skala prioritas ini sesuai dengan
sebenarnya desa sendiri memiliki sumber kekuatan
nilai atau bobot dari masing-masing alternatif dan
baik secara moril maupun materil. Diantara sumber
kriteria serta besarnya konsistensi gabungan
30

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

berdasarkan hasil running. Apabila besarnya Menurut Tama (2012), pengelolaam BUMDes
konsistensi tersebut <= 0,1 maka keputusan yang sepenuhnya dikelola oleh masyarakat desa,
diambil oleh para responden untuk menetukan skala sehingga memunculkan konsep dari desa, oleh
prioritas cukup konsisten. Jika dikatakan cukup desa, untuk desa. Adapun cara kerja BUMDes
konsisten maka prioritas tersebut bisa adalah dengan menampung kegiatan-kegiatan
diimplementasikan. ekonomi masyarakat dalam sebuah bentuk
kelembagan atau badan usaha.
Penelitian terkait pengembangan UMKM ini
sebelumnya pernah dilakukan oleh Tambunan Dalam hal perencanaan dan
(2003), menurutnya karakteristik dan dinamika pembentukannya, BUMDes dibangun atas inisiasi
perekonomian yang baik dengan laju perekonomian masyarakat, serta didasarkan pada prinsip-prinsip
yang tinggi di negara-negara asia timur dan kooperatif, partisipati, dan emansipatif. Hal ini
tenggara seperti Korea Selatan, Taiwan, dan menjadi penting karena profesionalisme
Singapura adalah kinerja UMKM. Di Negara-negara pengelolaan BUMDes benar-benar didasarkan
tersebut, UMKM mempunyai kinerja yang sangat pada kesepakatan masyarakat banyak
efisien, produktif, dan memiliki daya saing tinggi. (member-base), serta kemampuan setiap
Selain itu UMKM juga sangat responsif terhadap anggota untuk mandiri dalam memenuhi
kebijakan-kebijakan pemerinthanya dalam kebutuhan dasar (self-help) (Rahrdjo dan
membangun sektor swasta dan peningkatan Ludigdo, 2006).
pertumbuhan ekonomi yang berorientasi ekspor.
Menurut Maryuni (2008), ciri utama yang
Sedangkan dalam kajian UMKM yang dilakukan membedakan BUMDes dengan lembaga
oleh Jaka (2010) diperoleh beberapa masalah yang ekonomi komersial yaitu modal usaha BUMDes
dihadapai UMKM di Kabupaten Bantul Provinsi DIY, 51% berasala dari desa, dan 49% berasal dari
antara lain: (i) pemasaran, (ii) modal dan masyarakat. Badan usaha ini dimiliki oleh desa
pendanaan, (iii) inovasi dan pemmanfaatan dan dikelola secara bersama oleh masyarakat.
teknologi informasi, (iv) pemakaian bahan baku, (v) Dijalankan berdasarkan asas kekeluargaan serta
peralatan produksi, (vi) penyerapan dan berakar pada tata nilai yang berkembang dan
pemberdayaan tenaga kerja, (vii) rencana hidup di masyarakat (local wisdom). Bidang
pengembangan usaha, dan (viii) kesiapan usaha yang dijalankan didasarkan pada
menghadapi tantangan lingkungan eksternal. pengembangan potensi deas secara umum dan
hasil informasi pasar yang menopang kehidupan
Berkaitan dengan hal tersebut, maka untuk
ekonomi masyarakat. Tenaga kerja yang
mengatasi segala permasalahan UMKM tentu saja
diberdayakan merupaka tenaga kerja potensial
tidak hanya dibebankan kepada pelaku UMKM,
yang ada di desa, adapun keuntungan yang
namun hrus memperoleh dukungan dari seluruh
diperoleh ditujukan untuk meningkatkan
stakeholder. Baik dukungan dari asosiasi pengusaha,
kesejahteraan masyarkat desa.
perguruan tinggi, maupun dinas/ instansi terkait di
lingkungan pemerintahan daerah. Disamping itu 2. Teori Kelembagaan dan Prinsip Tata Kelola
diperlukan kebijakan pemerintah yang mendorong BUMDes
pengembangan UMKM.
Menurut Al Kahfi (2014), definisi kelembagaan
Adapun teori yang digunakan untuk dapat dilihat dari dua klasifikasi. Jika dilihat dari
membangun analisis dalam penelitian ini antara lain prosesnya, kelembagaan merupakan upaya
yaitu: merancang pola interaksi antara pelaku ekonomi
agar dapat melakukan kegiatan transaksi.
1. Badan Usaha Milik Desa (BUMDes)
Kelembagaan sendiri mempunyai tujuan untuk
Menurut Permendagri No. 39 tahun 2010 menciptakan efisiensi ekonomi berdasarkan
tentang BUMDes, BUMDes merupakan usaha politik dan sosial antara pelaku dan struktur
desa uang dibentuk oleh pemerintah desa yang kekuasaan ekonomi.
kepemilikannya dilakukan oleh pemerintah desa
BUMDes sebagai institusi baru di tingkat desa,
dan masyarakat. Sedangkan menurut UU No. 32
tentunya membutuhkan tata kelola manajemen
tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, dea
BUMDes yang tersusun dan mampu bersaing serta
dapat mendirikan badan usaha sesuai dengan
membantu masyarakat dalam meningkatkan
potensi dan kebutuhan desa. Hal ini didukung
perekonomian mereka. Sehingga untuk menjadi
pula oleh Peraaturan Pemerintah No. 72 tahun
institusi yang baik, BUMDes harus memiliki prinsip
2005 tentang Desa, bahwa untuk meningkatkan
atau aturan yang mendukung jalannya organisasi
pendapatan desa dan masyarakat, pemerintah
dan terdapat bidang pekerjaan yang tercakup
desa dapat mendirikan BUMDes sesuai dengan
yang digambarkan dengan adanya struktur
kebutuhan dan potensi desa.
organisasi.
31

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

Adapun prinsip-prinsip dalam mengelola pengembangan kemitraan; (e) pelatihan; (f)


BUMDes menurut Ridlwan (2014), antara lain yaitu: mengembangkan promosi; dan (g)
(i) kooperatif, adanya partisipasi keseluruhan mengembangkan kerjasama (Hahsah, 2004).
komponen dalam mengelola BUMDes dan
mampu saling bekerja sama dengan baik; (2)
partisipatif, keseluruhan komponen ikut terlibat PEMBAHASAN
dalam pengelolaan BUMDes diharuskan Identifikasi Akar Permasalahan
memberikan dukungan serta kontribusi secara Pengembangan UMKM Desa Di Saptosari
sukarela atau tanpa diminta untuk meningkatkan
usaha BUMDes; (3)emansipatif, keseluruhan Adanya peran BUMDes dalam menggerakkan
komponen yang ikut serta dalam pengelolaan perekonomia desa sangatlah penting. Sehingga
BUMDes diperlakukan seimbang tanpa tidak heran jika dalam hal ini pemerintah
membedakan golongan. Suku, dan agama; (4) mewajibkan setiap desa untuk memiliki BUMDes.
Transparan, seluruh kegiatan dilaksanakan dalam Meskipun pada faktanya keberadaan BUMDes di
pengelolaan BUMDes dan memiliki pengaruh desa-desa hanya sebagai formalitas saja, akan
pada kepentingan umum, harus terbuka dan tetapi belum ada peran aktif dalam mewujudkan
seluruh lapisan masyarakat mengetahui seluruh tujuan awal dibentuknya BUMDes. Oleh sebab itu,
kegiatan tersebut; (5) akuntabel, keseluruhan adanya penelitian terkait pengembangan BUMDes
kegiatan baik teknis maupun administratif harus akan terus dibutuhkan.
dipertanggungjawabkan; (6) sustainable,
Seperti halnya yang terjadi di Desa se
melakukan pengembangan berkelanjutan.
Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul,
3. Teori Pengembangan UMKM keberadaan BUMDes belum bisa mendukung
perekonomian masyarakat. Hal ini dikarenakan
Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM)
masih belum adanya tenaga profesional yang turut
mempunyai peranan yang strategi dalam
serta dalam pengelolaan BUMDes. Sangat terlihat
perekonomian nasional. Selain berperan dalam
sekali antara BUMDes dan UMKM masih berjalan
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga
masing-masing. Adapun dana desa yang ada
kerja, UMKM juga berperan dalam pendistribusia
selama ini belum dikelola untuk pengembangan
hasil-hasil pembangunan. Menurut Rahman
potensi ekonomi wilayah setempat. Padahal tujuan
(2009) UMKM telah menunjukan peranannya
adanya dana desa salah satunya adalah untuk
dalam menciptakaan lapangan pekerjaan dan
memajukan perekonomian pedesaan. Maka dari itu
sebagai tonggak pertumbuhan ekonomi.
adanya pembinaan BUMDes sangat diperlukan.
Adapun peranan UMKM dalam bidang sosial,
Agar mampu berperan aktif dalam memajukan
yakni UMKM mampu mereduksi ketimpangan
ekonomi desa, maka BUMDes harus mempunyai
pendapatan, terutama di negara-negara
strategi dalam menggerakkan UMKM Desa Saptosari.
berkembang. Tidak hanya berperan dalam
menyediakan barang-barang dan jasa bagi Setelah melihat kondisi UMKM di Desa Saptosari,
konsumen yang berdaya beli rendah, UMKM juga peneliti menggolongkan 3 aspek permasalahan
mampu menyediakan barang dan jasa untuk yang terjadi dalam UMKM. Adapun ketiga aspek
konsumen berdaya beli tinggi seperti di tersebut antara lain yaitu: (i) aspek inpu; (ii) aspek
perkotaan. Selain itu UMKM juga diyakini proses; (iii) aspek output. Aspek-aspek tersebut
mempunyai rantai pemasaran yang kompleks, merupakan satu rangkaian yang mempresentasikan
bahkan mampu menyonkong keberlangsungan kondisi sebuah entitas usaha. Persoalan dalam
usaha besar dan menengah. ketiga aspek tersebut juga merupakan pijakan untuk
melihat sejauh mana pelaku UMKM Desa Saptosari
Menurut Afiduddin (2010), pengembangan
dapat menghadapi hambatan usaha yang ada.
UMKM yang tepat agar menjadi pelaku ekonomi
yang berdaya saing maka UMKM lebih diarahkan Aspek input adalah terkait dengan aksebilitas
kepada ketahanan pelaku ekonomi dalam bahan baku, yaitu sejauh mana pelaku UMKM dapat
menghadapi daya saing dan peningkatan mengakses bahan baku. Beberapa komponen yang
produktifitas yang didukung dengan upaya terkait dengan bahan baku adalah akses bahan
peningkatan adaptasi terhadap kebutuhan dasar produksi dan akses ketenagakerjaan.
pasar, pemanfaatan hasil inovasi dan penerapan Sementara aspek proses adalah terkait dengan
teknologi. Pengembangan UMKM pada proses produksi atau proses pelayanan jasa. Jika
hakikatnya merupakan tanggungjawab bersama sebuah pelaku usaha semakin efisien dan efektif,
antara pemerintah dan masyarakat. Dengan maka kemungkinan besar proses produksi yang
mencermati permasalahan yang dihadapi oleh dihasilkan juga akan semakin optimal. Beberapa
UMKM, diperlukanupaya hal-hal seperti: (a) komponen yang terkait dengan aspek proses adalah
penciptaan iklim usaha; (b) bantuan ketersediaan teknologi inovasi sebagai komponen
permodalan; (c) perlindungan usaha; (d) penting dalam output adalah terkait dengan produk
32

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

barang atau jasa yang dihasilkan serta bagaimana • Nilai tambah hasil produksi belum optimum.
pelaku usaha yang bersangkutan dapat 4. Aspek Aksebilitas Pemasaran
memasarkannya. Ketika tingkat aksebilitas • Rendahnya jaringan pemasaran, sehingga
pemasaran semakin baik, maka kemungkinan besar daya edar produk cenderung lambat dan
produk atau jasa yang dihasilkan dapat dengan mayoritas persebarannya hanya di wilayah
mudah terserap oleh pasar. desa dan kecamatan.
• Tidak mempunyai strategi dalam memperoleh
Pemilihan aspek input, proses dan output dalam
informasi pemasaran yang baik.
penelitian ini didasarkan pada teori sektoral, bahwa
• Tata niaga yang tercipta belum efisien dan
setiap pelaku usaha pasti menghadapi hambatan
cenderung asimetris.
usaha yang menyangkut pada perolehan bahan
• Hubungan dengan tenaga pemasar tidak
baku, proses produksi atau pelayanan jasa, dan
terpantau dengan baik.
pemasaran. Ketika tingkat permasalahan di ketiga
• Keterbatasan informasi yang dimiliki tentang
aspek tersebut semakin besar dan pelaku usaha
peluang pasar luar daerah, utamanya ekspor.
yang bersangkutan sulit dalam meminimalisir
Berdasarkan poin-poin permasalahan di atas, maka
permasalahan yang ada, maka besar kemungkinan
dapat dibuatkan bagan analisa akar permasalahan
pelaku usaha tersebut akan sulit berkompetisi dalam
pengembangan UMKM Desa Saptosari sebagai
sebuah arena pasar karena mempunya daya saing
berikut:
yang lemah. Begitupun jika sebuah pelaku usaha
mempunyai kapasitas yang baik dalam
meminimalisir permasalahan yang ada, maka besar Akar Permasalahan Pengembangan UMKM Desa
kemungkinan pelaku usaha tersebut mempunyai Krambilsawit
daya saing yang baik dan bisa berkompetisi pada
arena pasar.
Aspek Aspek
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil Ekstenrnal Intenrnal
wawancara langsung kepada pelaku UMKM Desa
Saptosari, maka secara umum terdapat berbagai
permasalahan pelaku UMKM Desa Saptosari. Tingkat ROI Efisiensi Sumber Modal
Adapun permasalahan tersebut secara umum rendah Produksi tidak Terbatas
adalah sebagai berikut: konsisten
1. Aspek Lingkungan Usaha
Keterbatasan akses permodalan sehingga Gambar 1. Akar Masalah Pengembangan UMKM
menghambat upaya ekspansi. Desa Saptosari
2. Akses Aksebilitas Bahan Baku Sumber: Hasil Ilustrasi Lapangan
• Sering terjadi kenaikan harga bahan baku dan
ketergantungan yang tinggi pada jenis bahan
baku utama (daya subtitusi yang rendah).
• Tidak mempunyai strategi dalam memperoleh Rancangan Prioritas Kebijaka Strategi BUMDes
informasi pasar bahan baku, dimana masih Dalam Menggerakkan UMKM Desa Saptosari.
terjadi informasi asimetris dalam mencari
harga bahan baku yang paling murah. Rancangan prioritas kebijaka dalam
• Terkadang terjadi lonjakan permintaan pengembangan UMKM ini didasarkan pada analisa
produk, tetapi pasokan bahan baku sering AHP (Analytical Hierarchy process) yang didapat dari
diskontinue, sehingga terjadi potensi informan yang berstatus sebagai pelaku usaha
kehilangan profit. sekaligus beberapa informan akademisi. Khusus
• Volume pembelian bahan baku yang terlalu kuesioner AHP, pelaku usaha yang dimaksud adalah
kecil dan inkonsisten, sehingga tidak mereka yang benar-benar paham mengenai situasi
mencapai skala ekonomi yang optimum. dan kondisi internal dan eksternal lingkungan usaha
3. Aspek Proses Produksi di Desa Saptosari. Kriteria yang dipakai adalah lama
• Tingkat efisiensi produksi yang masih rendah usaha, omset, dan kemampuan berfikir informan
karena rendahnya skala produksi rata-rata yang menurut peneliti masuk dalam kategori ahli.
UMKM, khusunya jenis sektor industri Jika informan dari pelaku usaha yang dimaksud
pengolahan. dinilai tidak masuk kriteria expert, maka informan
• Kurangnya pengetahuan seputar diferensiasi tersebut hanya dimasukan dalam informan RCA.
produk. Setelah analisis AHP dilakukan, peneliti kemudian
• Pengelolaam manajemen produksi yang merancang strategi BUMDes dalam
rendah, khususnya dalam manajemen mengembangan UMKM di Desa Saptosari, serta
quantity dan quality control. menumbuhkan potensi-potensi usaha baru yang
• Rendahnya kadar penggunaan teknologi kedepannya mampu mengembangkan
yang efesien dalam proses produksi. perekonomian daerah setempat.
33

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

Rancangan prioritas kebijakan strategi BUMDes Berdasarkan analisa AHP, prioritas kebijakan yang
dalam mengembangkan UMKM Desa Saptosari di harus dilakukan dalam rangka memperbaiki
dasarkan pada kondisi UMKM yang ada di desa aspek ketenagakerjaan menurut pelaku UMKM
tersebut. Berdasarkan kondisi UMKM Desa Saptosari, adalah diperlukannya kebijakan upah minimum
prioritas kebijakan kemudian dipilah menjadi empat yang sama-sama menguntungkan pelaku usaha
aspek seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dan pekerja.
yaitu: (i) aspek lingkungan usaha; (ii) aspek aksebilitas
bahan baku, (iii) aspek proses produksi; (iv) aspek
aksebilitas pemasaran. Dari keempat aspek tersbut
masih bersifat makro, sehingga peneliti memilah
kembail aspek-aspek tersebut menjadi lima aspek
yang lebih rinci, yaitu (i) aspek lingkungan usaha
(budaya, sosial, politik, dan keamanan) ; (ii) aspek
permodalan; (iii) aspek ketenagakerjaan; (iv) aspek
teknologi inovasi; (v) aspek pemasaran. Prioritas Gambar 4. Prioritas Kebijakan dari Aspek
kebijakan strategi pengembangan UMKM Desa Ketenagakerjaan
Saptosari berdasarkan kelima aspek tersebut adalah Sumber: Expert Choice, 2018
sebagai berikut:
4. Prioritas Kebijakan dari Aspek Teknologi Inovasi
1. Prioritas Kebijakan dari Aspek Lingkungan Usaha Berdasarkan analisa AHP, prioritas kebijakan yang
Berdasarkan analisa AHP, prioritas kebijakan yang harus dilakukan dalam rangka memperbaiki
harus dilakukan dalam rangka memperbaiki aspek teknolodi inovasi menurut pelaku UMKM
aspek lingkungan usaha menurut pelaku UMKM adalah setiap pelaku usaha harus mempunyai
adalah pentingnya kemudahan pelayanan penguasaan teknologi pemasaran.
perizinan bagi BUMDes.

Gambar 5. Prioritas Kebijakan dari Aspek


Teknologi Inovasi
Sumber: Expert Choice, 2018
Gambar 2. Prioritas Kebijakan dari Aspek
Lingkungan Usaha
5. Prioritas Kebijakan dari Aspek Pemasaran
Sumber: Expert Choice, 2018
Berdasarkan analisa AHP, prioritas kebijakan yang
harus dilakukan dalam rangka memperbaiki
2. Prioritas Kebijakan dari Aspek Permodalan
aspek aspek pemasaran menurut pelaku UMKM
Berdasarkan analisa AHP, prioritas kebijakan yang
adalah pentingnya pelatihan inovasi pemasaran
harus dilakukan dalam rangka memperbaiki
khususnya bagi BUMDes.
aspek aksebilitas permodalan menurut pelaku
UMKM adalah diperlukan adanya kebijakan
Pemda dalam memediasi antara pelaku usaha
dengan pihak yang menyediakan permodalan.

Gambar 6. Prioritas Kebijakan dari Aspek


Pemasaran
Sumber: Expert Choice, 2018
Gambar 3. Prioritas Kebijakan dari Aspek
Berdasarkan hasil analisa prioritas kebijakan
Permodalan
pada masing-masing aspek di atas, maka dapat
Sumber: Expert Choice, 2018
direkapitulasi prioritas kebijakan secara umum pada
masing-masing aspek, yaitu mulai dari aspek
3. Prioritas Kebijaka dari Aspek Ketenagakerjaan
lingkungan usaha, aspek permodalan, aspek
ketenagakerjaan, asperk teknologi inovasi, dan
34

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

aspek pemasaran. Prioritas secara umum ini diambil b. Prioritas kedua adalah Pemda perlu
dari tingkat frekuensi kebijakan yang sering disebut memberikan insentif bagi pelaku usaha
oleh responden. Prioritas kebijakan pada lima aspek yang inovatif.
dalam rangkaka menyusun strategi BUMDes dalam 5. Prioritas Kebijakan dari Aspek Pemasaran
mengembangkan UMKM Desa Saptosari adalah Pada aspek pemasaran, terdapat dua
sebagai berikut: kebijakan prioritas yang harus diambil BUMDes
1. Prioritas Kebijakan dari Aspek Lingkungan Usaha dalam rangka mengembangkan UMKM Desa
Pada aspek lingkungan usaha terdapat 3 Saptosari, yaitu:
kebijakan prioritas yang harus diambil BUMDes a. Prioritas pertama adalah pentingnya
dalam rangka mengembangkan UMKM Desa pelatihan inovasi pemasaran khusunya
Saptosari, yaitu: bagi pelaku BUMDes.
a. Prioritas pertama adalah diperlukan b. Prioritas kedua adalah pentingnya asosiasi
kemudahan pelayanan perizinan bagi sebagai kekuatan modal sosial bagi
BUMDes. pelaku usaha.
b. Prioritas kedua adalah pentingnya menjaga
lingkungan keamanan yang kondusif dalam Strategi BUMDes dalam Menggerakkan UMKM
menunjang perkembangan usaha. Desa Saptosari.
c. Prioritas ketiga adalah diperlukan kebijakan
Tidak dapat dipungkiri BUMDes mempunyai
pemerintah daerah yang dapat menjamin
peranan yang sangat penting dalam
kepastian lingkungan sosial yang kondusif.
menggerakkan perekonomian masyarakat desa.
2. Prioritas Kebijakan dari Aspek Permodalan
Sehingga pengelolaan BUMDes harus benar-benar
Pada aspek permodalan, terdapat tiga
diperhatikan dan tidak bisa disepelekan begitu saja.
kebijakan prioritas yang harus diambil BUMDes
Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak
dalam rangka mengembangkan UMKM Desa
BUMDes yang kurang memperhatikan sistem
Saptosari, yaitu:
operasional dan manajemen perencaan usahanya.
a. Prioritas pertama adalah diperlukan
Padahal adanya sistem yang baik tentu saja akan
adanya kebijakan Pemda dalam
memberikan dampak yang baik pula bagi entitas
memediasi antara pelaku usaha dengan
usaha.
pihak yang menyediakan permodalan.
b. Prioritas kedua adalah diperlukan Sebagai langkah awal dalam
kemudahan akses permodalan dari pihak mengembangkan UMKM, terlebih dahulu BUMDes
non bank kepada pelaku usaha. menggolongkan UMKM yang ada ke dalam
c. Prioritas ketiga adalah diperlukan beberapa klaster. Dimana dalam satu klaster ini nanti
kemudahan akses permodalan dari pihak diisi oleh UMKM yang mempunyai jenis produk yang
perbankan kepada para pelaku usaha. sama. Tujuan dari adanya pembentukan klaster ini
3. Prioritas Kebijakan dari Aspek Ketenagakerjaan adalah untuk mempermudah UMKM dalam
Pada aspek ketenagakerjaan, terdapat tiga menjangkau bahan baku serta menjangkau target
kebijakan prioritas yang harus diambil BUMDes pasar. Dalam proses hulu, yakni dalam hal perolehan
dalam rangka mengembangkan UMKM Desa bahan baku, adanya klaster-klaster ini akan
Saptosari, yaitu: memberikan solusi bagi para pelaku UMKM dalam
a. Prioritas pertama adalah diperlukan menghadapi permasalahan mahalnya bahan baku
kebijaka upah minimum yang sama-sama pendukung. Dengan adanya klaster UMKM, pelaku
menguntungkan pelaku usaha dan usaha bersama-sama akan melakukan pembelian
pekerja. bahan baku dalam jumlah banyak (sistem
b. Prioritas kedua adalah pemda perlu pembelian tanggung renteng). Sistem tanggung
menyediakan sarana pelatihan bagi para renteng disini yakni anggota akan membuat
pekerja. asasosiasi pengumpulan modal guna pembelian
c. Prioritas ketiga adalah seluruh BUMDes bahan baku. Anggota akan membayar bahan baku
harus menyediakan pelatihan bagi seluruh sesuai dengan jumlah yang dibeli, dengan kata lain
anggotanya. sebenarnya dalam proses pembelian bahan baku
4. Prioritas Kebijaka dari Aspek Teknologi Inovasi tidak ada yang berubah. Hanya saja supaya
Pada aspek teknologi inovasi, terdapat dua memperoleh harga yang lebih murah, maka
kebijakan prioritas yang harus diambil BUMDes anggota membeli bahan baku secara bersama-
dalam rangka mengembangkan UMKM Desa sama dalam jumlah banyak. Dengan pembelian
Saptosari, yaitu: bahan baku dalam jumlah banyak inilah nantinya
a. Prioritas pertama adalah setiap pelaku akan menekan biaya produksi.
usaha mempunyai penguasaan teknologi
pemasaran. Selain itu, pembentukan kluster ini juga
mempermudah BUMDes dalam memberikan
pendampingan dan evaluasi kinerja UMKM. Tentu
35

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

saja pembentukan klaster ini juga akan sangat yang belum efesien. Hal ini dikarenakan mayoritas
menguntungkan bagi UMKM, hal ini karena dengan UMKM masih menggunakan metode produksi
adanya sistem klaster akan membantu UMKM dalam tradisional/ manual. Oleh sebab itu, pelatihan tahap
mencapai proses produksi yang efektif dan efesien, awal yang dilakukan di Desa se Saptosari yaitu
yang nantinya akan berdampak pada terpenuhinya pelatihan penggunaan teknologi produksi pembuat
skala ekonomi. Mengapa skala ekonomi ini penting? keripik dan pelatihan packaging.
Hal ini dikarenakan apabila skala ekonomi terpenuhi,
maka UMKM akan lebih mudah dalam memperluas
jaringan pemasarannya.

BUMDes

UMKM
Gambar 8. Pemberian Alat Bantu Produksi Keripik
Ketela

K1 K2 Disitu pelaku UMKM diberikan bantuan alat


berupa pengering keripik pasca goreng serta
diberikan pula alat packaging. Kemudian dengan
alat-alat tersebut, para pelaku UMKM diajari
Pengusaha pengusaha pengusaha pengusaha
1 2 1 2
bagaimana cara penggunaan alat, cara mengurus
manajemen produksi, cara menginovasi produk
agar lebih menarik, hingga cara packaging. Selain
produk keripik pathilo, pelatihan lain yang sudah
berjalan yaitu pelatihan pembuatan sabun cuci dari
Abu. meskipun sudah banyak kemasan sabun cuci
Bahan dengan beraneka ragam merek yang beredar,
Baku namun produk khas daerah tentu saja mempunyai
nilai tersendiri dalam masyarakat. Selain itu
keunggulan lain sabun cuci ini yaitu ramah
Skala Ekonomi
lingkungan.

Jaringan
Pemasaran

Gambar 7. Strategi Awal Implementasi Kebijakan


Sinergi BUMDes - UMKM
Sumber: Ilustrasi Penulis, 2018

Setelah klaster UMKM terbentuk maka


selanjutnya BUMDes melaksanakan pelatihan skill
terhadap pelaku UMKM. Pelatihan pelaku UMKM
penting digunakan untuk meningkatkan skill,
pengetahuan serta kreatifitas SDM. Pelatihan tidak
cukup jika hanya dilakukan satu atau dua kali, tapi
harus masiv. Pada UMKM Desa Saptosari sebenarnya
produk usaha yang ada sudah beraneka ragam,
akan tetapi yang menjadi masalah proses produksi
36

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

Gambar 11. Pameran Produk UMKM pada Acara


Gambar 9. Pelatihan Pembuatan Sabun Cuci Festival Pantai Selatan Saptosari
Dari pelatihan pertama tersebut menghasilkan Dalam proses pemasaran, peran BUMDes
hasil akhir produk olahan khas Saptosari yaitu adalah memberikan akses pasar yang lebih luas.
Kerupuk Pathilo. Jika pada umumnya kerupuk pathilo Selama ini produk Desa Saptosari masih beredar
ini dijual masih dalam bentuh mentah, maka disini dalam lingkup kecamatan, sehingga disini BUMDes
BUMDes mengajak masyarakat untuk menginovasi harus bisa memberikan akses pemasaran produk
produk tersebut menjadi produk siap santap dengan bagi pelaku UMKM. Harusnya pemasaran produk
ukuran yang sekali lahap (bentuk umumnya lebar) untuk produk Saptosari ini tidaklah susah, mengingat
dan disajikan dalam kemasan yang lebih menarik. Desa Saptosari merupakan salah satu akses jalur
Eksistensi kerupuk pathilo sebagai jajanan ndeso wisata Gunungkidul, tentu saja potensi
nyatanya setelah disajikan dalam bentuk yang pengembangan produk-produk UMKM khas
berbeda dan di packing sedikit lebih rapi Saptosari sangatlah besar.
menjadikan produk tersebut lebih digemari.
Adapun yang menjadi perhatian penting
dalam memperluas pemasaran ini yakni dengan
meningkatkan daya saing produk, utamanya
meningkatkan kualitas produk baik dari segi tampilan
produk maupun dari bentuk packaging produk yang
lebih menarik. Adanya inovasi-inovasi produk asli
Saptosari, seperti gaplek, patilo, dan aneka kripik
juga bisa menjadi daya saing sendiri. Sebagai
contoh misalnya dengan membuat inovasi patilo
yang siap makan denga ukuran sekali lahap dan
dengan pilihan rasa bervarian. Atau dengan
membuat aneka olahan gaplek khas Saptosari, baik
dalam bentuk tiwul Instan aneka rasa dengan
warna-warna yang lebih menarik atau olah gaplek
seperti gatot instan.
Gambar 10. Produk Pathilo Khas Saptosari Beberapa langkah dalam mendukung pola
sinergitas yang telah diterapkan antara BUMDES dan
Sebagai tahap lanjutan guna menggapai pasar UMKM Desa di Saptosari, perlu ditingkatkan lagi
baru, BUMDes bekerjasama dengan seluruh BUMDes kerjasama dengan pihak pihak lain salah satunya
yang ada di Kabupaten Gunung Kidul bersama- adalah Perguruan tinggi dengan melalui program
sama mengadakan pameran produk UMKM melalui pengabdian masyarakat. Kerjasama dengan
pengadaan Festival Pantai Selatan. Pada acara ini, perguruan tinggi ini dibutuhkan khususnya dalam
masing-masing desa akan mengeluarkan produk meningkatkan kualitas produk dan manajemen
khas daerahnya masing-masing. Mengapa acara ini BUMDES serta UMKM serta dalam memperluas akses
di adakan di pantai, hal ini bertujuan untuk dan model pemasaran produk UMKM. Sehingga
memancing para wisatawan untuk mengetahui diharapkan dengan adanya sinergitas BUMDES,
produk unggulan dari masing-masing desa. UMKM dan Perguruan Tinggi akan meningkatkan
Pengenalan produk oleh-oleh khas ini merupakan masyarakat Desa Di Saptosari. jika disimulasikan
langkah awal dalam memperluas jaringan dalam diagram sebagai berikut:
pemasaran produk UMKM.
Program Partisipatif
Pemerintah
Pengembangan Masyarakat
BUMDes
37

Muh. Rudi Nugroho


Sembadha 2018, Volume 01, Edisi 01

Budiono, Puguh. 2015. “Implementasi Kebijakan


Badan Usaha Milik Desa (Bumdes) Di Bojonegoro
Perguruan Manajemen, (Studi di Desa Ngringinrejo Kecamatan Kalitidu
Tinggi quality control, UMKM dan Dan Desa Kedungprimpen Kecamatan Kanor)”.
Potensi Desa
CSR pelatihan, Jurnal. Jurnal Politik Muda, Vol.4 No.1, Januari-
pemasaran Maret 2015, 116-125.
Boediono. (1999). Teori Pertumbuhan Ekonomi Edisi
Tenaga Pertama. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.
Sustainable kerja, Darise, Nurlan. 2009. Pengelolaan Keuangan Daerah
SEJAHTERA Urban Pasar, (Rangkuman 7 UU, 30 PP dan 15 Permendagri).
Development Turn over Jakarta: Indeks.
Glasson, T. (1977). Pengantar Perencanaan Regional
Dengan terwujudnya sinergitas antar lembaga (terjemahan). Jakarta: LPFEUI
maka terwujudlah iklim usaha yang kondusif dan Gunawan, Ketut. 2011. “Manajemen BUMDes dalam
menjanjikan bagi pelaku UMKM Desa di Saptosari, Rangka Menekan Laju Urbanisasi”. Jurnal.
kedepannya pemerintah daerah bisa turut serta WIDYATECH Jurnal Sains dan Teknologi Vol. 10 No.
berpartisipasi melalui perumusan kebijakan yang 3 April 2011.
mendukung pelaku UMKM dan BUMDes. Selain Irawan, Dedik dkk. 2013. “Analisis Strategi
kebijakan, pemerintah juga harus bisa membantu Pengembangan Lembaga Keuangan Mikro
BUMDes dalam memediasi antara UMKM dan Syariah (Analysis of The Development Strategy of
penyedia modal, sehingga kebutuhan permodalan Rural Islamic-Microfinance Institutions: Case Study
UMKM bisa terpenuhi. at Al Hasanah BMT)”. Jurnal. JIIA, Vol. 1, No. 1.
Nurawami, Shofia., 2013 “Peranan Lembaga
KESIMPULAN Keuangan Mikro dan Konstribusi Kredit terhadap
Berdasarkan hasil analisa prioritas kebijakan dari Pendapatan Kotor UKM Rumah Tangga setelah
semua aspek, maka dirumuskan bahwa UMKM menjadi Kreditur”. Jurnal. Jurnal Studi Kasus BMT
merupakan tonggak utama perekonomian Desa Muamalat.
Saptosari. Untuk mengembangkan sektor tersebut Ramadana, Coristya Berlian, Heru Ribawanto dan
diperlukan adanya integrasi antara pemerintah Suwondo. 2012. “Keberadaan Badan Usaha Milik
daerah, penyedia permodalan, dan peran BUMDes Desa (BUMDes) Sebagai Penguat Ekonomi Desa
dalam mendukung dan membantu memenuhi (Studi di Desa Landungsari, Kecamatan Dau,
kebutuhan UMKM dalam menjalankan usahanya. Kabupaten Malang)”. Jurnal. Jurnal Administrasi
Adanya prioritas kebijakan ini, harapannya bisa Publik (JAP), Vol. 1, No. 6, Hal. 1068-1076.
menjadi acuan dasar pengurus BUMDes Desa Samadi, Arrafiqur Rahman dan Afrizal. 2012. Peranan
Saptosari guna mengembangkan UMKM. Secara Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dalam
keseluruhan prioritas kebijakan utama yang harus Peningkatan Ekonomi Masyarakat (Studi pada
ditempuh BUMDes untuk mengembangkan UMKM BUMDes Desa Pekan Tebih Kecamatan
Desa Saptosari antara lain yaitu; (i) adanya Kepenuhan Hulu Kabupaten Rokan Hulu).
kemudahan pelayanan perizinan untuk BUMDes; (ii) Tama, Dantika Ovi Era dan Yanuardi. 2012. Dampak
adanya kebijakan pemerintah daerah dalam Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Bagi
memediasi antara pelaku usaha dengan pihak Kesejahteraan Masyarakat di Desa Karangrejek
penyedia permodalan; (iii) adanya kebijakan upah Kecamatan Wonosari Kabupaten Gunung Kidul.
minimum yang menguntungkan bagi pelaku usaha Human Development Report (HDR). 2011. United
dan pekerja; (iv) mengadakan pelatihan teknologi Nations Development Program.
hasil produk; dan (v) mengadakan pelatihan inovasi Komara, Eko Kurniawan. 2015. Manfaat Badan Usaha
pemasaran. Milik Desa (BUM Desa) bagi Masyarakat (Telaah
Kajian Manfaat Keberadaan BUM Desa
PUSTAKA ‘Hanyukupi’ Ponjong dan BUM Desa ‘Sejahtera’
Arifin, Imamul, Giana Hadi W. (2009). Membuka Bleberan di Kabupaten Gunungkidul). Yayasan
Cakrawala Ekonomi. Jakarta: PT Grafindo Media Penabulu.
Pratama. Kusuma, Gabriella Hanny. 2016. BUMDes:
Arsyad, Lincollin. (2010). Pengantar Perencanaan Kewirausahaan Sosial yang Berkelanjutan (Analisis
Pembangunan Ekonomi Daerah Edisi Kedua. Potensi dan Permasalahan yang dihadapi Badan
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta. Usaha Milik Desa di Desa Ponjong, Desa Bleberan,
______________. 2015. Ekonomi Pembangunan Edisi dan Desa Sumbermulyo). Penabulu Foundation.
kelima. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Staf Ahli Bidang Pengembangan Ekonomi Lokal.
Baskara, I Gede Kajeng. “Lembaga Keuangan Mikro 2016. Pendekatan Utuh Penguat Kelembagaan
Di Indonesia”. Jurnal. Jurnal Buletin Studi Ekonomi, Ekonomi Desa. Kementerian Desa,
Vol. 18, No. 2. Hlm. 114-125. Pembangunan Daerah Tertinggal dan
Transmigrasi.

Anda mungkin juga menyukai