Anda di halaman 1dari 165

ANALISIS DATA PANEL DALAM

PENELITIAN EKONOMI DAN BISNIS


(DIKLENGKAPI DENGAN PENGGUNAAN EVIEWS)

Dr. Agus Tri Basuki

1 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


ANALISIS DATA PANEL DALAM PENELITIAN EKONOMI DAN BISNIS
(DILENGKAPI DENGAN PENGGUNAAN EVIEWS)
Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Agus Tri Basuki.; ANALISIS DATA PANEL DALAM PENELITIAN EKONOMI


DAN BISNIS (DILENGKAPI DENGAN PENGGUNAAN EVIEWS)

Yogyakarta : 2021
160 hal.; 17,5 X 24,5 cm
Edisi Pertama, Cetakan Pertama, 2021

Hak Cipta 2021 pada Penulis


© Hak Cipta Dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam,
atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit

Penulis : Agus Tri Basuki


Desain Cover :

ISBN :

Penerbit :

2 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


DAFTAR ISI

Halaman Sampul
Daftar Isi

Kata Pengantar
Bab 1 Pengertian Ekonometrika 1

Bab 2 Regresi Data Panel 5

Bab 3 Penggunaan Data Panel Dalam Penelitian 55


Bab 4 Penggunaan Data Panel Dinamis Dalam Penelitian 87
Bab 5 Analsisi Jalur dengan Data Panel 125
Bab 6 Analisis Persamaan Simultan Dengan Data Panel 160

Daftar Pustaka

3 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala karunia dan
ridho-NYA, sehingga buku referensi dengan judul “ANALISIS DATA PANEL DALAM PENELITIAN
EKONOMI DAN BISNIS” ini dapat diselesaikan.
Buku Referensi disusun bertujuan untuk memberikan tambahan referensi yang berhubungan
dengan penelitian terdahulu dan hasil penelitian penulis untuk dapat dijadikan referensi bagi para
peneliti selanjutnya.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya, kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Gunawan Budiyanto, M.P selaku Rektor Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta yang telah memberi kesempatan dan memfasilitasi penyelesaian buku referensi
ini.
2. Bapak Dr. Nano Prawoto, SE, M.Si. selaku Wakil Rektor Bidang Sumberdaya Manusia
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah banyak meluangkan waktu dan motivasi
untuk membantu menyelesaikan bukui ini.
3. Bapak Rizal Yaya, SE., M.Sc. Ph.D., AK selaku Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang
selalu memberikan dorongan dan motivasi dalam menyelesaikan buku ini.
4. Bapak Dr. Imamudin Yuliadi, SE, M.Si. selaku Kepala Program Studi Ilmu Ekonomi FEB
UMY yang telah banyak meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan buku ini.
5. Almarhum Ayahanda Sujatmin dan Almarhumah Ibunda Surtilah, serta Bapak mertua Bapak
H. Ngadi dan Ibu Hj. Basyariah atas segala dukungan dan doanya.
6. Istri saya tercinta Sri Pujiati, SE., atas segala motivasi, perhatian dan doa nya serta
kesabaran menunggu di rumah selama beberapa waktu. Dan Ananda tercinta Nanda, Pandu
dan Dinda yang selalu memberi semangat untuk dapat menyelesaikan buku ini.

Dengan keterbatasan pengalaman, ilmu maupun pustaka yang ditinjau, penulis menyadari
bahwa buku referensi ini masih banyak kekurangan dan pengembangan lanjut agar benar-benar
bermanfaat. Oleh sebab itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran agar buku referensi ini
lebih sempurna serta sebagai masukan bagi penulis untuk penelitian dan penulisan karya ilmiah di
masa yang akan datang.
Akhir kata, penulis berharap buku referensi ini memberikan manfaat bagi kita semua
terutama untuk pengembangan ilmu pengetahuan bidang ekonomi regional dan ekonomi
pembangunan.

Yogyakarta, 1 Agustus 2021


Penulis

Agus Tri Basuki

4 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


BAB
1
PENGERTIAN
EKONOMETRIKA
A. Pengantar Ekonometrika
Ekonometrika berkaitan dengan pengukuran hubungan ekonomi. Ini adalah integrasi
ekonomi, ekonomi matematika dan statistik dengan tujuan untuk memberikan nilai numerik ke
parameter hubungan ekonomi. Hubungan teori ekonomi biasanya diekspresikan dalam bentuk
matematika dan digabungkan dengan ilmu ekonomi empiris.
Metode ekonometrika digunakan untuk mendapatkan nilai parameter yang pada
dasarnya merupakan koefisien dari bentuk matematis hubungan ekonomi. Metode statistik yang
membantu menjelaskan fenomena ekonomi diadaptasi sebagai metode ekonometrik. Hubungan
ekonometrik menggambarkan perilaku acak hubungan ekonomi yang umumnya tidak
dipertimbangkan dalam ilmu ekonomi dan perumusan matematika.
Dapat ditunjukkan bahwa metode ekonometrik dapat digunakan di bidang lain seperti
ilmu teknik, ilmu biologi, ilmu kedokteran, geosains, ilmu pertanian, dll. Dengan kata sederhana,
setiap kali ada kebutuhan untuk menemukan hubungan stokastik dalam format matematika,
metode dan alat ekonometrik membantu. Alat ekonometrik sangat membantu dalam
menjelaskan hubungan antar variabel.

B. Model Ekonometrik
Model adalah representasi yang disederhanakan dari proses dunia nyata. Ia harus
representatif dalam arti bahwa ia harus mengandung ciri-ciri yang menonjol dari fenomena yang
diteliti. Secara umum salah satu tujuan dalam pemodelan adalah memiliki model yang sederhana
untuk menjelaskan suatu fenomena yang kompleks. Sasaran seperti itu terkadang mengarah
pada model yang terlalu disederhanakan dan terkadang asumsi yang dibuat tidak realistis.
Dalam praktiknya, secara umum, semua variabel yang menurut eksperimen relevan untuk
menjelaskan fenomena tersebut disertakan dalam model. Variabel lainnya dibuang ke dalam
keranjang yang disebut "gangguan" di mana gangguan adalah variabel acak. Inilah perbedaan

1 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


utama antara pemodelan ekonomi dan pemodelan ekonometrik. Ini juga merupakan perbedaan
utama antara pemodelan matematika dan pemodelan statistik. Pemodelan matematis bersifat
eksak, sedangkan pemodelan statistik juga mengandung istilah stokastik. Model ekonomi adalah
sekumpulan asumsi yang menggambarkan perilaku suatu perekonomian, atau secara lebih
umum, suatu fenomena.
Model ekonometrik terdiri dari seperangkat persamaan yang menggambarkan perilaku.
Persamaan ini diturunkan dari model ekonomi dan memiliki dua bagian variabel yang diamati
dan gangguan; pernyataan tentang kesalahan dalam nilai variabel yang diamati; dan spesifikasi
distribusi probabilitas gangguan.

C. Tujuan ekonometrik:
Tiga tujuan utama ekonometrik adalah sebagai berikut:
1. Perumusan dan spesifikasi model ekonometrik: Model ekonomi dirumuskan dalam
bentuk yang dapat diuji secara empiris. Beberapa model ekonometrik dapat diturunkan
dari model ekonomi. Model tersebut berbeda karena perbedaan pilihan bentuk
fungsional, spesifikasi struktur stokastik dari variabel, dll.
2. Estimasi dan pengujian model: Model diestimasi berdasarkan kumpulan data yang
diamati dan diuji kesesuaiannya. Ini adalah bagian dari inferensi statistik pemodelan.
Berbagai prosedur estimasi digunakan untuk mengetahui nilai numerik dari parameter
model yang tidak diketahui. Berdasarkan berbagai rumusan model statistik, maka dipilih
model yang sesuai dan sesuai.
3. Penggunaan model: Model yang diperoleh digunakan untuk peramalan dan perumusan
kebijakan, yang merupakan bagian penting dalam setiap keputusan kebijakan. Perkiraan
semacam itu membantu pembuat kebijakan untuk menilai kebaikan model yang sesuai
dan mengambil tindakan yang diperlukan untuk menyesuaikan kembali variabel ekonomi
yang relevan. Ekonometrika dan statistik: Ekonometrika berbeda dari statistik
matematika dan statistik ekonomi. Dalam statistik ekonomi, data empiris yang
dikumpulkan dicatat, ditabulasi, dan digunakan untuk menggambarkan pola
perkembangannya dari waktu ke waktu. Statistik ekonomi adalah aspek ekonomi
deskriptif. Ini tidak memberikan penjelasan tentang pengembangan berbagai variabel
atau pengukuran parameter hubungan.

D. Statistik dan Ekonometrika


Metode statistik menggambarkan metode pengukuran yang dikembangkan atas dasar
eksperimen terkontrol. Metode tersebut mungkin tidak cocok untuk fenomena ekonomi karena
tidak cocok dengan kerangka eksperimen terkontrol. Misalnya, dalam eksperimen dunia nyata,
variabel biasanya berubah secara terus menerus dan bersamaan, sehingga pengaturan
eksperimen terkontrol tidak sesuai. Ekonometrika menggunakan metode statistik setelah
menyesuaikannya dengan permasalahan kehidupan ekonomi. Metode statistik yang diadopsi ini
biasanya disebut sebagai metode ekonometrik. Metode tersebut disesuaikan sehingga sesuai

2 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


untuk pengukuran hubungan stokastik. Penyesuaian ini pada dasarnya mencoba untuk
menentukan upaya untuk elemen stokastik yang beroperasi dalam data dunia nyata dan masuk
ke dalam penentuan data yang diamati. Hal ini memungkinkan data disebut sampel acak yang
diperlukan untuk penerapan alat statistik.
Ekonometrik teoritis mencakup pengembangan metode yang sesuai untuk pengukuran
hubungan ekonomi yang tidak dimaksudkan untuk eksperimen terkontrol yang dilakukan di
dalam laboratorium. Metode ekonometrik umumnya dikembangkan untuk analisis data non-
eksperimental.
Ekonometrik terapan mencakup penerapan metode ekonometrik pada cabang-cabang
tertentu teori ekonometri dan masalah-masalah seperti permintaan, penawaran, produksi,
investasi, konsumsi, dll. Ekonometrik terapan melibatkan penerapan alat-alat teori ekonometrik
untuk analisis fenomena ekonomi dan peramalan. perilaku ekonomi.
Jenis data Berbagai jenis data digunakan dalam estimasi model.
1. Data deret waktu Data deret waktu memberikan informasi tentang nilai numerik variabel
dari periode ke periode dan dikumpulkan dari waktu ke waktu. Misalnya, data
pendapatan bulanan selama tahun 1990-2010 merupakan data deret waktu.
2. Data penampang Data penampang memberikan informasi tentang variabel yang
berkaitan dengan agen individu (misalnya, konsumen atau produksi) pada titik waktu
tertentu. Misalnya, penampang sampel konsumen adalah sampel anggaran keluarga
yang menunjukkan pengeluaran untuk berbagai komoditas oleh masing-masing
keluarga, serta informasi tentang pendapatan keluarga, komposisi keluarga dan
karakteristik demografi, sosial atau keuangan lainnya.
3. Data panel: Data panel adalah data dari survei berulang atas satu sampel (penampang
lintang) dalam periode waktu yang berbeda.
4. Data variabel dummy
Jika variabel tersebut bersifat kualitatif, maka data tersebut dicatat dalam bentuk fungsi
indikator. Nilai variabel tidak mencerminkan besarnya data. Mereka hanya
mencerminkan ada / tidak adanya suatu karakteristik. Misalnya, variabel seperti agama,
jenis kelamin, selera, dll. Adalah variabel kualitatif. Variabel `sex 'mengambil dua nilai -
laki-laki atau perempuan, variabel` rasa' mengambil nilai-suka atau tidak suka dll. Nilai
tersebut dilambangkan dengan variabel dummy. Misalnya, nilai-nilai ini dapat
direpresentasikan sebagai '1' mewakili pria dan '0' mewakili wanita. Demikian pula, '1'
mewakili rasa suka, dan '0' mewakili ketidaksukaan pada rasa.

E. Masalah agregasi
Masalah agregasi muncul saat variabel agregat digunakan dalam fungsi. Variabel
agregat seperti itu mungkin melibatkan.
1. Agregasi atas individu: Misalnya, total pendapatan dapat terdiri dari jumlah pendapatan
individu.

3 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


2. Agregasi atas komoditas: Jumlah berbagai komoditas dapat digabungkan, misalnya,
harga atau kelompok komoditas. Ini dilakukan dengan menggunakan indeks yang
sesuai.
3. Agregasi selama periode waktu Kadang-kadang data tersedia untuk periode waktu yang
lebih pendek atau lebih lama dari yang dibutuhkan untuk digunakan dalam bentuk
fungsional hubungan ekonomi. Dalam kasus seperti itu, data perlu dikumpulkan selama
jangka waktu tertentu. Misalnya, produksi sebagian besar komoditas manufaktur
diselesaikan dalam waktu yang lebih singkat dari satu tahun. Jika angka tahunan akan
digunakan dalam model, maka mungkin ada beberapa kesalahan dalam fungsi produksi.
4. Agregasi spasial: Terkadang agregasi terkait dengan masalah spasial. Misalnya,
populasi kota, negara, atau produksi di kota atau wilayah, dll. Sumber agregasi seperti
itu menimbulkan “bias agregasi” dalam perkiraan koefisien. Penting untuk memeriksa
kemungkinan kesalahan tersebut sebelum mengestimasi model.

F. Ekonometrika dan analisis regresi:


Salah satu peran ekonometrika yang sangat penting adalah menyediakan alat untuk
pemodelan berdasarkan data yang diberikan. Teknik pemodelan regresi banyak membantu
dalam tugas ini. Model regresi dapat berupa linier atau non-linier yang didasarkan pada analisis
regresi linier dan analisis regresi non-linier. Kami hanya akan mempertimbangkan alat analisis
regresi linier dan minat utama kami adalah pemasangan model regresi linier ke kumpulan data
tertentu.

4 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


BAB
2
REGRESI DATA PANEL
Data panel adalah gabungan antara data runtut waktu (time series) dan data silang (cross
section. Menurut Agus Widarjono (2009) penggunaan data panel dalam sebuah observasi
mempunyai beberapa keuntungan yang diperoleh. Pertama, data panel yang merupakan gabungan
dua data time series dan cross section mampu menyediakan data yang lebih banyak sehingga akan
lebih menghasilkan degree of freedom yang lebih besar. Kedua, menggabungkan informasi dari
data time seriesdan cross section dapat mengatasi masalah yang timbul ketika ada masalah
penghilangan variabel (omitted-variabel).
Hsiao (2014), mencatat bahwa penggunaan panel data dalam penelitian ekonomi memiliki
beberapa keuntungan utama dibandingkan data jenis cross section maupun time series. Pertama,
dapat memberikan peneliti jumlah pengamatan yang besar, meningkatkan degree of freedom
(derajat kebebasan), data memiliki variabilitas yang besar dan mengurangi kolinieritas antara
variabel penjelas, di mana dapat menghasilkan estimasi ekonometri yang efisien. Kedua, panel data
dapat memberikan informasi lebih banyak yang tidak dapat diberikan hanya oleh data cross section
atau time series saja. Dan Ketiga, panel data dapat memberikan penyelesaian yang lebih baik dalam
inferensi perubahan dinamis dibandingkan data cross section.
Menurut Wibisono (2005) k eunggulan regresi data panel antara lain : Pertama. Panel data
mampu memperhitungkan heterogenitas individu secara ekspilisit dengan mengizinkan variabel
spesifik individu. Kedua. Kemampuan mengontrol heterogenitas ini selanjutnya menjadikan data
panel dapat digunakan untuk menguji dan membangun model perilaku lebih kompleks. Ketiga, data
panel mendasarkan diri pada observasi cross-section yang berulang-ulang (time series), sehingga
metode data panel cocok digunakan sebagai study of dynamic adjustment. Keempat, tingginya
jumlah observasi memiliki implikasi pada data yang lebih informative, lebih variatif, dan kolinieritas
(multikol) antara data semakin berkurang, dan derajat kebebasan (degree of freedom/df) lebih tinggi
sehingga dapat diperoleh hasil estimasi yang lebih efisien. Kelima, data panel dapat digunakan
untuk mempelajari model-model perilaku yang kompleks. Dan Keenam, Data panel dapat digunakan
untuk meminimalkan bias yang mungkin ditimbulkan oleh agregasi data individu.

5 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


Model Regresi Panel dari judul diatas sebagai berikut ini:
Y = α + b1X1it + b2X2it +…..+ e
Keterangan:
Y = Variabel dependen (LDR)
α = Konstanta
X1 = Variabel independen 1
X2 = Variabel independen 2
b(1,2…) = Koefisien regresi masing-masing variabel independen
e = Error term
t = Waktu
i = Perusahaan

Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat dilakukan melalui
tiga pendekatan, antara lain:
1. Common Effect Model
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya
mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada model ini tidak diperhatikan dimensi
waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan sama dalam
berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS)
atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel.
2. Fixed Effect Model
Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat diakomodasi dari perbedaan
intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed Effects menggunakan teknik variable
dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar perusahaan, perbedaan intersep bisa terjadi
karena perbedaan budaya kerja, manajerial, dan insentif. Namun demikian slopnya sama antar
perusahaan. Model estimasi ini sering juga disebut dengan teknik Least Squares Dummy
Variable (LSDV).
3. Random Effect Model
Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan mungkin saling
berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada model Random Effect perbedaan intersep
diakomodasi oleh error terms masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunkan model
Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error
Component Model (ECM) atau teknik Generalized Least Square (GLS)

6 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


Studi Pustaka
(Kerangka Teori dan Studi Terdahulu)

Metode Estimasi Data Panel


1. Common Effect
2. Fixed Effect
3. Random Effect
Tidak

Pemilihan Model Regresi Data Panel


1. Uji Chow
2. Uji Lagrange Multiplier
3. Uji Hausman

Memenuhi

Ya

Pengujian Hipotesis

Gambar 1
Langkah-Langkah Penelitian Data Panel

7 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


Data GDP, POP, KURS, GFCF, LIR, TR, TRADE dan IVA di 5 Negara ASEAN

Tahun GDP POP Kurs GFCF LIR TR Trade IVA


2000 4,121,726,241,993,900 211,540,428 8,422 1,060,872,288,362,200 18.46 99,643,790,476,190 2,944,432,464,112,750 1,967,791,836,600,200
2001 4,271,899,954,667,000 214,448,301 10,261 1,129,749,087,480,800 18.55 190,614,200,000,000 2,981,495,922,803,340 2,021,590,172,211,700
2002 4,464,113,041,849,300 217,369,087 9,311 1,182,784,395,845,000 18.95 215,467,500,000,000 2,637,374,038,628,250 2,107,764,749,213,200
2003 4,677,514,123,258,600 220,307,809 8,577 1,189,884,726,120,600 16.94 249,404,313,253,852 2,507,919,080,077,860 2,186,913,010,032,200
2004 4,912,833,962,560,100 223,268,606 8,939 1,364,599,072,554,300 14.12 283,093,000,000,000 2,935,973,057,506,130 2,273,100,844,234,100
2005 5,192,500,538,917,800 226,254,703 9,705 1,513,164,999,669,000 14.05 312,488,056,626,926 3,322,573,914,833,110 2,380,026,639,458,400
2006 5,478,137,490,010,100 229,263,980 9,159 1,552,460,084,009,500 15.98 343,625,377,952,311 3,103,755,304,808,870 2,486,855,317,982,500
2007 5,825,726,531,358,900 232,296,830 9,141 1,697,209,598,268,500 13.86 374,762,699,277,696 3,194,202,162,925,520 2,604,234,878,138,900
INDONESIA

2008 6,176,068,457,506,700 235,360,765 9,699 1,898,942,099,974,500 13.60 658,701,000,000,000 3,616,792,130,902,920 2,701,585,275,030,700


2009 6,461,950,710,551,600 238,465,165 10,390 1,961,482,072,067,500 14.50 619,922,000,000,000 2,940,970,850,172,160 2,798,525,931,939,900
2010 6,864,133,100,000,000 241,613,126 9,090 2,127,840,682,000,000 13.25 723,307,000,000,000 3,205,637,598,235,500 2,936,192,400,000,000
2011 7,287,635,300,000,000 244,808,254 8,770 2,316,359,104,097,800 12.40 873,874,000,000,000 3,656,936,354,349,880 3,122,633,400,000,000
2012 7,727,083,400,000,000 248,037,853 9,387 2,527,728,790,484,400 11.80 980,518,000,000,000 3,831,311,903,721,210 3,288,298,000,000,000
2013 8,156,497,800,000,000 251,268,276 10,461 2,654,375,036,700,900 11.66 1,077,310,000,000,000 3,967,106,232,237,770 3,431,080,900,000,000
2014 8,566,271,200,000,000 254,454,778 11,865 2,775,733,579,064,600 12.61 1,145,282,928,434,310 4,116,716,178,297,760 3,577,694,800,000,000
2015 8,976,931,500,000,000 257,563,815 13,389 2,916,601,630,562,700 12.66 1,164,554,577,386,610 3,764,719,516,265,140 3,672,595,500,000,000
2016 8,164,934,610,302,790 260,013,489 12,935 2,542,077,573,709,210 11.56 935,748,526,661,157 4,201,921,841,339,830 3,547,268,352,813,750
2017 8,380,512,700,553,410 263,041,350 13,343 2,612,020,756,005,150 11.13 974,202,791,298,637 4,304,178,262,152,610 3,638,770,115,628,690
2018 8,596,090,790,804,030 266,069,210 13,751 2,681,963,938,301,090 10.69 1,012,657,055,936,110 4,406,434,682,965,400 3,730,271,878,443,630
2000 183,379,000,000 4,027,887 1.72 57,109,300,000 5.83 24,606,000,000 671,297,132,015 49,397,500,000
2001 181,632,700,000 4,138,012 1.79 54,731,200,000 5.65 23,466,000,000 640,707,943,923 45,290,500,000
2002 189,282,500,000 4,175,950 1.79 50,010,400,000 5.35 21,025,000,000 670,586,235,664 47,163,100,000
SINGAPORE

2003 197,677,800,000 4,114,826 1.74 47,501,400,000 5.31 21,173,000,000 756,693,631,255 47,769,000,000


2004 216,554,400,000 4,166,664 1.69 52,075,500,000 5.30 22,563,000,000 879,843,366,239 52,653,700,000
2005 232,772,500,000 4,265,762 1.66 53,477,000,000 5.30 24,627,000,000 983,069,170,288 56,860,200,000
2006 253,396,600,000 4,401,365 1.59 58,541,200,000 5.31 27,940,000,000 1,090,511,558,656 63,055,200,000
2007 276,484,900,000 4,588,599 1.51 67,890,600,000 5.33 34,961,000,000 1,102,228,634,774 67,732,000,000

8 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


Tahun GDP POP Kurs GFCF LIR TR Trade IVA
2008 281,427,400,000 4,839,396 1.41 75,333,000,000 5.38 37,679,000,000 1,237,314,366,668 67,653,400,000
2009 279,729,300,000 4,987,573 1.45 78,111,500,000 5.38 36,584,000,000 1,007,670,883,058 67,881,300,000
2010 322,361,100,000 5,076,732 1.36 84,224,800,000 5.38 41,807,100,000 1,199,503,600,000 84,111,900,000
2011 342,371,500,000 5,183,688 1.26 88,618,400,000 5.38 46,049,300,000 1,282,874,386,498 89,975,600,000
2012 354,937,000,000 5,312,437 1.25 95,931,600,000 5.38 50,081,500,000 1,303,099,571,415 92,002,000,000
2013 371,532,000,000 5,399,162 1.25 101,416,000,000 5.38 51,077,100,000 1,343,427,462,218 94,256,200,000
2014 383,644,000,000 5,469,724 1.27 98,777,300,000 5.35 54,083,600,000 1,380,249,251,424 96,904,600,000
2015 391,349,000,000 5,535,002 1.37 97,756,100,000 5.35 55,639,600,000 1,276,255,855,731 93,605,900,000
2016 378,799,288,506 5,589,202 1.25 98,542,169,425 5.04 50,567,927,816 1,422,227,212,025 94,751,036,782
2017 390,182,949,485 5,687,450 1.23 101,363,281,216 4.99 52,158,273,267 1,466,417,972,886 97,567,786,036
2018 401,566,610,463 5,785,698 1.20 104,184,393,007 4.94 53,748,618,717 1,510,608,733,747 100,384,535,291
2000 1,148,003,261,100 51,360,341 3.80 128,089,585,500 7.67 48,709,000,000 2,530,283,567,400 252,963,440,700
2001 1,135,692,216,900 51,627,469 3.80 125,447,962,500 7.13 62,741,041,000 2,309,596,343,100 246,632,941,000
2002 1,234,364,173,200 54,313,322 3.80 126,172,668,100 6.53 66,859,000,000 2,460,785,113,800 256,965,744,900
2003 1,348,896,825,900 57,179,984 3.80 129,760,671,400 6.30 64,891,000,000 2,619,488,710,800 275,957,749,900
2004 1,526,959,233,900 61,743,758 3.80 134,371,788,600 6.05 72,051,000,000 3,212,322,502,500 295,216,014,600
2005 1,750,919,095,800 68,447,143 3.79 141,057,295,500 5.95 80,593,000,000 3,569,326,678,800 304,465,944,800
2006 1,922,297,721,300 72,460,107 3.67 149,892,719,300 6.49 86,630,341,000 3,894,145,623,900 317,580,854,500
2007 2,143,126,674,000 75,138,535 3.44 166,072,117,100 6.41 95,168,389,525 4,124,792,489,400 320,087,395,500
MALAYSIA

2008 2,480,079,502,800 85,628,170 3.34 170,207,590,500 6.08 112,897,300,469 4,381,521,541,195 317,288,727,200


2009 2,296,183,240,765 82,719,612 3.52 165,973,951,600 5.08 106,504,411,011 3,732,653,603,412 296,120,332,600
2010 2,645,921,057,400 90,575,721 3.22 184,291,000,000 5.00 109,515,185,226 4,179,100,235,400 310,501,000,000
2011 2,936,783,166,300 97,017,891 3.06 195,995,000,000 4.92 134,885,000,000 4,550,187,060,900 317,855,000,000
2012 3,128,496,596,100 99,526,719 3.09 233,202,000,000 4.79 151,643,000,000 4,625,225,806,500 333,553,000,000
2013 3,281,054,334,300 101,224,491 3.15 252,162,000,000 4.61 155,952,200,000 4,682,757,873,600 345,531,000,000
2014 3,564,037,632,600 105,256,037 3.27 264,235,000,000 4.59 164,204,890,000 4,929,400,721,700 366,742,000,000
2015 3,727,244,327,400 106,369,976 3.91 274,010,000,000 4.59 171,820,174,259 5,000,287,469,400 385,975,000,000
2016 3,312,462,743,639 106,050,403 3.76 240,567,558,210 4.11 148,973,844,049 5,321,087,688,624 391,630,457,386
2017 3,431,095,788,324 109,225,560 3.80 246,963,417,904 3.88 153,844,596,033 5,503,669,636,066 401,523,890,471

9 | Analisis Data Panel Dr AgusTri Basuki


Tahun GDP POP Kurs GFCF LIR TR Trade IVA
2018 3,549,728,833,009 112,400,717 3.84 253,359,277,598 3.65 158,715,348,016 5,686,251,583,508 411,417,323,556
2000 3,580,714,144,600 77,932,247 44.19 22,780,068,912 10.91 657,897,000,000 3,750,076,902,703 1,233,773,328,500
2001 3,684,339,740,200 79,604,541 50.99 28,241,646,217 12.40 698,603,300,000 3,644,141,422,664 1,245,634,218,900
2002 3,818,667,014,300 81,294,378 51.60 32,665,121,487 9.14 777,180,201,653 3,911,654,622,596 1,281,633,984,300
2003 4,008,468,654,600 82,971,734 54.20 32,518,898,694 9.47 914,844,580,454 4,082,598,605,877 1,336,430,145,900
2004 4,276,941,311,300 84,596,249 56.04 31,791,893,213 10.08 1,032,942,517,592 4,389,960,376,553 1,406,338,222,200
2005 4,481,279,173,600 86,141,373 55.09 32,732,240,297 10.18 1,223,016,054,876 4,386,211,041,984 1,465,272,159,600
2006 4,716,230,536,300 87,592,899 51.31 27,782,334,454 9.78 1,313,608,090,000 4,477,628,221,117 1,532,814,099,000
2007 5,028,287,876,800 88,965,508 46.15 27,651,234,906 8.69 1,374,438,470,000 4,355,473,236,639 1,621,226,456,600
PHILIPHINES

2008 5,237,100,460,900 90,297,115 44.32 34,110,276,561 8.75 1,493,400,000,000 3,994,978,933,960 1,699,171,312,900


2009 5,297,239,678,000 91,641,881 47.68 31,149,659,786 8.57 1,370,973,490,000 3,474,479,880,030 1,666,600,706,000
2010 5,701,538,990,500 93,038,902 45.11 40,997,390,701 7.67 1,613,942,200,000 4,072,010,141,559 1,859,515,257,400
2011 5,910,201,356,700 94,501,233 43.31 42,148,492,542 6.66 1,850,017,280,000 4,001,083,182,690 1,893,950,404,200
2012 6,305,228,000,000 96,017,322 42.23 40,341,662,592 5.68 1,908,089,229,239 4,092,057,890,248 2,031,443,000,000
2013 6,750,631,382,800 97,571,676 42.45 51,615,050,648 5.77 2,234,672,960,446 4,066,937,408,096 2,219,068,131,300
2014 7,170,414,383,100 99,138,690 44.40 54,322,486,994 5.53 2,104,916,011,848 4,392,838,913,938 2,391,188,162,800
2015 7,593,828,396,600 100,699,395 45.50 62,528,463,225 5.58 2,226,639,359,382 4,786,807,132,718 2,535,795,730,900
2016 6,709,102,527,567 102,660,095 54.71 48,133,076,269 4.38 2,046,163,554,941 5,090,859,842,252 2,180,660,780,772
2017 6,877,076,533,656 104,218,712 55.79 49,313,829,021 3.86 2,114,772,103,119 5,213,700,151,795 2,232,595,737,294
2018 7,045,050,539,745 105,777,329 56.86 50,494,581,774 3.35 2,183,380,651,297 5,336,540,461,339 2,284,530,693,817
2000 5,254,390,000,000 62,693,322 40.11 1,169,038,000,000 7.83 657,897,000,000 6,373,463,864,778 1,927,493,000,000
2001 5,435,364,000,000 63,415,174 44.43 1,190,489,000,000 7.25 698,603,300,000 6,536,987,066,250 1,972,132,000,000
2002 5,769,578,000,000 64,136,669 42.96 1,264,207,000,000 6.88 777,180,201,653 6,633,269,000,000 2,137,333,000,000
THAILAND

2003 6,184,372,000,000 64,817,254 41.48 1,423,985,000,000 5.94 914,844,580,454 7,216,719,210,212 2,330,706,000,000


2004 6,573,325,000,000 65,404,522 40.22 1,649,896,000,000 5.50 1,032,942,517,592 8,375,209,795,797 2,498,509,000,000
2005 6,848,605,000,000 65,863,973 40.22 1,885,491,000,000 5.79 1,223,016,054,876 9,441,069,296,356 2,629,316,000,000
2006 7,188,838,000,000 66,174,486 37.88 1,934,759,000,000 7.35 1,313,608,090,000 9,639,280,718,938 2,766,905,000,000
2007 7,579,558,000,000 66,353,572 34.52 1,968,711,000,000 7.05 1,374,438,470,000 9,843,810,058,786 2,949,715,000,000
2008 7,710,356,000,000 66,453,255 33.31 2,014,697,000,000 7.04 1,493,400,000,000 10,828,190,199,033 3,017,886,000,000

10 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tahun GDP POP Kurs GFCF LIR TR Trade IVA
2009 7,653,432,000,000 66,548,197 34.29 1,795,686,000,000 5.96 1,370,973,490,000 9,098,188,909,247 2,958,856,000,000
2010 8,227,953,000,000 66,692,024 31.69 2,003,974,000,000 5.94 1,613,942,200,000 10,429,526,413,952 3,268,640,000,000
2011 8,296,548,000,000 66,902,958 30.49 2,101,553,000,000 6.91 1,850,017,280,000 11,520,956,231,846 3,134,519,000,000
2012 8,896,468,000,000 67,164,130 31.08 2,326,689,000,000 7.10 1,908,089,229,239 12,256,242,432,126 3,362,631,000,000
2013 9,136,861,000,000 67,451,422 30.73 2,303,576,000,000 6.96 2,234,672,960,446 12,129,469,377,752 3,408,964,000,000
2014 9,211,567,000,000 67,725,979 32.48 2,248,499,000,000 6.77 2,104,916,011,848 12,155,262,559,984 3,397,938,000,000
2015 9,472,101,000,000 67,959,359 34.25 2,354,425,000,000 6.56 2,226,639,359,382 12,010,739,741,105 3,473,353,000,000
2016 9,581,084,527,582 70,220,299 38.03 2,239,457,166,099 4.77 2,046,163,554,941 13,100,796,034,461 3,686,402,218,541
2017 9,821,753,731,260 70,740,037 38.40 2,271,216,203,380 4.47 2,114,772,103,119 13,514,300,617,845 3,784,104,999,890
2018 10,062,422,934,937 71,259,775 38.77 2,302,975,240,662 4.17 2,183,380,651,297 13,927,805,201,228 3,881,807,781,239
Sumber : Laporan Bank Dunia

Persamaan Regresi Data Panel :

GDP = f (POP, KURS, GFCF, LIR, TR, TRADE, IVA)

GDPt = α0 + α1 POPt + α2KURSt +α3GFCFt + α4LIRt + α5TRt + α6 TRADEt+ α6IVAt + εt

11 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Ada 2 cara meregres data panel dalam program eviews, yaitu :

1. Cara Pertama

Cara memindah data dari excel ke eviews sebagai berikut :

a. Buka Excell yang datanya akan kita pindah ke eviews

b. Buka eviews

Klik  File  New  Workfile

12 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Maka akan muncul dilayar

Pilih  Dated-regular frequency

Pilih Frequency  Annual

Dan Isi Start Date 2000

End date 2018 tekan OK

13 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Pilih  Object  New Object

Muncul dilayar

Isi DATAPANEL

Pilih Pool

14 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Dilayar akan muncul :

Dan isilah

Sebanyak Negara yang


dijadikan sampel

Kemudian pilih  Proc  Import Pool Data (ASCI,XLS,WK?)…

15 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Perhatikan data yang akan kita impor, file tersebut harus dalam keadaan tertutup. Dan yang kita
ingat adalah letak data pertama

Letak data
awal yang
akan di copy
di kursor D3

Dan kita cari posisi file tersebut

Pilih Excel
(*.xls)

Klik  Open

16 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Lokasi Kursor
di awal data

Tulislah semua symbol variabel yang


dijadikan sampel data dan diakhiri
dengan tanda tanya

Klik  OK dan akan muncul dilayar

 Jika muncul tampilah diatas, maka upload data panel di eviews sukses

Cara melakukan regresi data panel


17 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Klik  datapanel

Dilayar akan muncul

Pilih  Estimate

18 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Isilah Variabel terikatnya dan variabel bebasnya dan diakhiri setiap variabel dengan tanda tanya

Dalam meregres data panel akan dihasilkan 3 Model :

1. Model Common Effect


2. Model Fixed Effect
3. Model Random Effect

19 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Model Common Effect

Karena muncul tanda E


berarti perbedaan nilai antar
variabel sangat besar,
sehingga perlu kita kecilkan
dengan model logaritma

20 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Setelah semua variabel kita log kan (kecuali LIR karena dalam persen) didapat hasil sebagai
berikut :

Menunjukan
angka elastisitas

21 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Model Fixed Effect

Hasil Regresi

22 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Model Random Effect

Hasil Regresi

23 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Pemilihan Metode Pengujian Data Panel

Uji Chow (Uji likelihood)

Uji Chow merupakan uji untuk menentukan model terbaik antara Fixed Effect Model dengan
Common/Pool Effect Model. Jika hasilnya menyatakan menerima hipotesis nol maka model yang
terbaik untuk digunakan adalah Common Effect Model. Akan tetapi, jika hasilnya menyatakan
menolak hipotesis nol maka model terbaik yang digunakan adalah Fixed Effect Model, dan
pengujian akan berlanjut ke uji Hausman.

Chow test yakni pengujian untuk menentukan model Common Effect atau Fixed Effect yang paling
tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah:

H0 : Common Effect Model atau pooled OLS


H1 : Fixed Effect Model

Uji Hausman

Hausman test yakni pengujian untuk menentukan model Fixed Effet atau Random Effect yang paling
tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow adalah:

H0 : Random Effect Model


H1 : Fixed Effect Model

Jika dari hasil Uji Hausman tersebut menyatakan menerima hipotesis nol maka model yang terbaik
untuk digunakan adalah model Random Effect. Akan tetapi, jika hasilnya menyatakan menolak
hipotesis nol maka model terbaik yang digunakan adalah model Fixed Effect.

Uji Chow

Regres Model Fixed Effect

Klik  View  Fixed/Random Effect Testing

24 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasilnya sebagai berikut :

Karena nilai prob. 0.000 < dari nilai α = 0.05 maha Ho ditolak, sehingga model terbaik adalah
Model Fixed Effect

Uji Hausman

Regres Model Random effect

25 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasil Uji Hausman

Karena nilai prob. 0.000 < dari nilai α = 0.05 maha Ho ditolak, sehingga model terbaik adalah
Model Fixed Effect

Dari hasil Uji Chow dan Uji Hauman memutuskan model terbaik adalah Model Fixed Effect,
sehingga Uji LM tidak perlu kita lakukan.

Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary Least Squared
(OLS) meliputi uji Linieritas, Normalitas, Multikolinieritas, Heteroskedastisitas dan Autokorelasi.

26 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Walaupun demikian, tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada setiap model regresi linier
dengan pendekatan OLS (Gujarati, 2003)

a. Uji linieritas hampir tidak dilakukan pada setiap model regresi linier. Karena sudah
diasumsikan bahwa model bersifat linier. Kalaupun harus dilakukan semata-mata untuk
melihat sejauh mana tingkat linieritasnya.
b. Uji normalitas pada dasarnya tidak merupakan syarat BLUE (Best Linier Unbias
Estimator) dan beberapa pendapat tidak mengharuskan syarat ini sebagai sesuatu yang
wajib dipenuhi.
c. Multikolinieritas perlu dilakukan pada saat regresi linier menggunakan lebih dari satu
variabel bebas. Jika variabel bebas hanya satu, maka tidak mungkin terjadi
multikolinieritas.
d. Heteroskedastisitas biasanya terjadi pada data cross section, dimana data panel lebih
dekat ke ciri data cross section dibandingkan time series.
e. Autokorelasi hanya terjadi pada data time series. Pengujian autokorelasi pada data yang
tidak bersifat time series (cross section atau panel) akan sia-sia semata atau tidaklah
berarti.

Sehingga dalam data panel cukup di uji Multikolinearitas dan Uji Heteroskedastisitas.

Uji Multikolinearitas

Salah satu asumsi regresi linier klasik adalah tidak adanya multikolinearitas sempurna (no perfect
multicolinearity) tidak adanya hubungan linier antara variabel penjelas dalam suatu model regresi.
Istilah ini multikoliniearitas itu sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ragner Frisch tahun 1934.
Menurut Frisch, suatu model regresi dikatakan terkena multikoliniearitas bila terjadi hubungan linier
yang sempurna (perfect) atau pasti (exact) di antara beberapa atau semua variabel bebas dari suatu
model regresi. Akibatnya akan kesulitan untuk dapat melihat pengaruh variabel penjelas terhadap
variabel yang dijelaskan (Maddala, 1992: 269-270).
Untuk menguji multikolinearitas bisa dibandingkan R kuadrat regresi variabel bebas terhadap
variabel terikat dengan R kuadrat regresi antar variable bebasnya. Jika R2 regresi variabel bebas
terhadap variabel terikat lebih besar dari R2 regresi antar variable bebasnya, maka dapat
disimpulkan bahwa model tersebut tidak mengandung multikolinearitas.

Karena model terbaik adalah Fixed Effect Model, maka model inilah yang akan kita uji apakah model
tersebut memenuhi asumsi klasik.

Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R21 :

27 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Didapat R21 = 0.999774

Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R22 :

28 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Didapat R22 = 0.941266

Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R23 :

Didapat R23 = 0.995060

29 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R24 :

Didapat R24 = 0.999547

30 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R25 :

Didapat R25 = 0.997681

31 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R26 :

Didapat R26 = 0.999616

Lakukan regres seperti dibawah ini dan lihar R27 :

32 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Didapat R27 = 0.964295

R22 = 0.941266

R23 = 0.995060

R24 = 0.999547
R21 = 0.999774 Lebih besar
R25 = 0.997681

R26 = 0.999616

R27 = 0.964295

Kesimpulan karena R21 > R22, R23, R24, R25, R26, R27 maka model fixed effect tidak mengandung
multikolinearitas.

33 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas tidak merusak sifat kebiasan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir
tadi tidak lagi efisien yang membuat prosedur pengujian hipotesis yang biasa nilainya diragukan.
Oleh karena itu jika suatu model terkena heteroskedastisitas diperlukan suatu tindakan perbaikan
pada model regresi untuk menghilangkan masalah heteroskedastisitas pada model regresi tersebut.

Lakukan regres terhadap model fixed effect, kemudian klik  Proc  Make Residuals

34 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Akan muncul dilayar

Resid ini otomatis akan tersimpan

35 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Lakukan regresi ulang  klik Estimate

Gantilah Log(GDP?) dengan Log(abs(resid?)) lalu tekan OK, dan akan muncul dilayar

36 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tidak
Signifikan

Model diatas tidak mengandung heteroskedastisitas

37 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
2. Cara Kedua

Copy data yang ada di excel

Dari GDP sampai IVA

Buka Eviews

Pilih  File  New  Workfile

38 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Pilih  Balanced Panel dan isi Panel specification

Akan muncul tampilan

Klik  Quick  Empty Group (Edit Series)

39 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Copy data di Excell

Dan Pastekan di sini

Sehingga muncul tampilan sebagai berikut :

40 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Cara Meregres dengan cara kedua ini

Klik  Proc  Make Equation

41 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Ganti

gdp pop kurs gfcf lir tr trade iva c

Dengan

log(gdp) log(pop) log(kurs) log(gfcf) lir log(tr) log(trade) log(iva) c

Klik  Panel Options

42 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Untuk Regresi Common Effeck pilih

Dan hasil regresinya

43 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Untuk Regresi Fixed Effeck pilih

Dan hasil regresinya

44 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Untuk Regresi Random Effeck pilih

45 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Dan hasil regresinya

Untuk pemilihan Model terbaik

Uji Chow

Estimate Regresi Model Fixed Effect

Pilih  View  Fixed/Random Effect Testing  Redundan Fixed Effect – Likelihood Ratio

Muncul Hasil Uji Chow

46 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Kesimpulan :

Ho ditolak artinya Model Fixed Effect adalah model terpilih

Uji Hausman

Estimate Regresi Model Random Effect Effect

Pilih  View  Fixed/Random Effect Testing  Correlated Random Effect – Hausman Test

47 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasil Uji Hauman

Kesimpulan :

Ho ditolak artinya Model Fixed Effect adalah model terpilih

Berdasarkan Uji Chow dan Uji Hausman  Model Terpilih adalah Model Fixed Effect

Uji Asumsi Klasik

Uji Normalitas

Pilih  View  Residual Diagnostics  Histogram – Normality Test

48 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasil Uji Normalitas

Karena nilai probabilitas < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal

Uji Multikolinearitas

Klik  gdp pop kurs gfcf lir tr trade iva

Kemudian klik kanan dan klik  Copy

Kemudian klik  Quick  Group Statistics  Correlation

49 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Maka akan muncul

Klik OK

Klik Yes

50 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Ceck apakah ada nilai > 0.85

Atau untuk uji multikolinearitas gunakan cara dengan membandingkan R 2 hasil regres variabel
bebas terhadap variabel dengan R2 hasil regres antar variabel bebasnya.

Uji Heteroskedastisitas

Buka hasil regresi Model Fixed Effect Model

Pilih  Proc  Make Residual Series

Akan muncul tampilan

51 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Pilih OK

Kemudian klik  Estimate

Ganti

log(gdp) log(pop) log(kurs) log(gfcf) lir log(tr) log(trade) log(iva) c

Dengan

log(abs(resi01)) log(pop) log(kurs) log(gfcf) lir log(tr) log(trade) log(iva) c

52 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Dan hasilnya

Tidak signifikan

53 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasil Analisis

Interpretasi Regresi Data Panel Model Fixed Effect

Variable Coefficient Std. Error


C -2.823947 1.889121
LOG(POP?) 0.215406*** 0.016576
LOG(KURS?) 0.197261** 0.082540
LOG(GFCF?) -0.095415*** 0.019391
LIR? -0.030963*** 0.007783
LOG(TR?) -0.035275 0.069587
LOG(TRADE?) 0.918337*** 0.043936
LOG(IVA?) 0.150876** 0.072395
R-squared 0.999774
Keterangan :

*** signifikan pada α = 1 %


** signifikan pada α = 5 %
* signifikan pada α = 10 %

Hasil regresi tersebut dapat kita susun menjadi persamaan regresi sebagai berikut :

LOG(GDP) = - 2.8239 + 0.2154 LOG(POP) + 0.1972 LOG(KURS) - 0.0309 LIR


- 0.0954 LOG(GFCF) - 0.0352 LOG(TR) + 0.9183 LOG(TRADE)
+ 0.1509 LOG(IVA)

54 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
BAB
3
PENGGUNAAN DATA PANEL
DALAM PENELITIAN EKONOMI
Regresi dengan menggunakan data panel statis akan menghasilkan 3 model persamaan
regresi, yaitu: model commont effect, model fixed effect dan model random effect. Model
commont effect merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena hanya
mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada model ini tidak diperhatikan dimensi
waktu maupun individu, sehingga diasumsikan bahwa perilaku data perusahaan sama dalam
berbagai kurun waktu. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least Square (OLS)
atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model data panel (Lampiran 2).
Model fixed effect adalah model yang mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu
dapat diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data panel model Fixed
Effects menggunakan teknik variable dummy untuk menangkap perbedaan intersep antar
perusahaan, perbedaan intersep bisa terjadi karena perbedaan budaya kerja, manajerial, dan
insentif. Namun demikian slopnya sama antar perusahaan. Model estimasi ini sering juga disebut
dengan teknik Least Squares Dummy Variable (Lampiran 3). Model Random Effect adalah model
yang akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan saling berhubungan antar waktu
dan antar individu. Pada model Random Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error terms
masing-masing perusahaan. Keuntungan menggunkan model Random Effect yakni
menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini juga disebut dengan Error Component Model
(ECM) atau teknik Generalized Least Square (Lampiran 4).

1. Model Regresi Data Panel

Sesuai dengan uraian teknis analisis data maka persamaan regresi yang tepat
digunakan dalam disertasi ini adalah regresi data panel. Fungsi PDRB adalah sebagai
berikut ini ( 3.1):
PDRBti = f(Educti, Healthti, Agricti, Marineti, DAUti, Popti, Povt, FDIti, Opnti, Status)
……………………………………..……….. 3.1.
Dari fungsi PDRB (3.1) dapat dijabarkan persamaan matematika sebagai berikut :

55 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
PDRBti = β0 + β1Educti + β2Healthti + β3Agricti + β4 Marineti + β5 DAUti +
β6Popti + β7Povti + β8FDIti + β9 DOpnti+ β10 DStatus + εt
……………………………………………..…....…..…….. 3.2.
Keterangan :
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
Educ : Belanja Pemerintah Untuk Pendidikan
Health : Belanja Pemerintah Untuk Kesehatan
Agric : Belanja Pemerintah untuk Pertanian
Marine : Belanja Pemerintah Untuk Kelautan dan Perikanan
DAU : Dana Alokasi Umum
Pop : Jumlah Penduduk
Pov : Jumlah Penduduk Miskin
FDI : Investasi Asing
DOpn : Dummy untuk Opini BPK terhadap Laparon Pertangungjawaban
Keuangan Daerah
DStatus : Dummy untuk variabel Status
β (1…2) : Koefisien regresi (angka elastisitas) masing-masing variabel
independen
ε : Error term
t : Waktu
i : Wilayah

Persamaan 3.2 di atas, dapat digunakan untuk mencari koefisien regresi yang
menunjukkan angka elastisitas yaitu nilai β. Nilai koefisien regresi β dapat diartikan
perubahan persentase variabel bebas akan mempengaruhi perubahan prosentase variabel
terikat. Koefisien regresi ini dapat dicari dengan melakukan log (Gujarati, 2003 : 168)
terhadap semua variabel kecuali variabel yang nilainya persen atau pecahan (perubahan
dalam prosen). Variabel PDRB dalam persamaan tersebut dijadikan dalam bentuk
logaritma, dan hasil persamaan 3.3 regresi untuk log PDRB akan menghasilkan arti
pertumbuhan ekonomi. Koefisien yang ingin dicari adalah nilai elastisitas, maka model
regresi dirubah dengan model double log, sehingga log(PDRBti) dapat diartikan sebagai
pertumbuhan ekonomi. Model panel statis yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan model double log (persamaan 3.3).

Log(PDRBti) = β0 + β1log(Educti) + β2log(Healthti ) + β3log(Agricti) + β4log(Marineti) +


β5log(DAUti) + β6log(Popti) + β7Log(Povti) + β8log(FDIti) + β9DOpnti +
β10DStatusti + εt ………. 3.3.

56 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
2. Metode Estimasi Model Regresi Panel

Tahapan analisis data panel sebagai berikut (Gambar 3.1). Tahapan yang harus
dilakukan untuk melakukan regresi dengan model panel statis dan model panel dinamis
ditunjukan dalam Gambar 3.1. Metode estimasi data panel statis harus melalui tiga
pendekatan (Greene, 2003) pengujian pemilihan model (uji Chow, uji Hausman dan uji LM),
dan jika pengujian dengan uji Chow dan uji Hausman sudah konsinten menolak hipotesis nol
maka uji LM tidak perlu dilakukan. Setelah model terpilih (common effect, fixed effect atau
random effect), kemudian dilakukan pengujian asumsi klasik (Gambar 3.1 tentang panel
statis).
Untuk tahap pengujian regresi panel dinamik melalui pengujian : uji akar unit; uji
penentuan panjang lag, uji stabilitas, uji kointegrasi, uji kausalitas Grangger, regresi model
VECM, impulse respon function dan variance decomposition (Gambar 3.1. tentang Model
Panel Dinamis).

a. Model Regresi Panel Statis

Metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel tahapan


analisisnya dapat dilakukan sebagai berikut:

57 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Gambar 3.1
Tahapan Analisis Data Panel

58 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
1) Model Yang Dihasilkan

Regresi data panel akan dihasilkan model sebagai berikut:

a) Common Effects Model

Model common effects merupakan pendekatan data panel yang paling


sederhana. Model ini tidak memperhatikan dimensi individu maupun waktu, sehingga
diasumsikan bahwa perilaku antar individu sama dalam berbagai kurun waktu. Model
ini hanya mengkombinasikan data time series dan cross section dalam bentuk pool,
mengestimasinya menggunakan pendekatan kuadrat terkecil/pooled least square
(Gujarati, 2003 ; 637; Greene, 2003: 285). Persamaan regresi dalam model common
effects dapat ditulis seperti dalam persamaan 3.5.

Log(PDRBti) = α + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) + β4log(Marineit)


+ β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) + β8log(FDIit) +
β9DOpnti + β10DStatusti + εit ………. 3.5.
Keterangan :
i : Aceh, Sumut …… Papua (20 Provinsi)
t : 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018

Dimana i menunjukkan cross section (individu) dan t menunjukkan periode waktunya.


Asumsi komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, proses estimasi
secara terpisah untuk setiap unit cross section dapat dilakukan.

b) Fixed Effects Model

Model Fixed effects mengasumsikan bahwa terdapat efek yang berbeda antar
individu. Perbedaan itu dapat diakomodasi melalui perbedaan pada intersepnya. Model
fixed effects, setiap individu merupakan parameter yang tidak diketahui dan akan
diestimasi dengan menggunakan teknik variabel dummy yang dapat ditulis sebagai
berikut (Gujarati, 2003; Greene, 2003: 285). Persamaan regresi dalam model fixed
effects dapat ditulis seperti dalam persamaan 3.6.

Log(PDRBti) = (α + iαit) + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) +


β4log(Marineit) + β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) +
β8FDIit) + β9DOpnti + β10DStatusti + εit ................... 3.6.

 log PRDR1      i 0 0  1   log Educ11 log Educ21 log Educ p1   1  1 


log PDRB 2    0 0  2  log Health log Health log Health   2   2 
 =   +  + +
i
   12 22 p2
    
.......... ..  .... ... ... ... ....  .... .... ....  ....  ... 
log PDRB n      0 0 i   n   DStatus DStatus DStatus    n   n 
 1n 2n pn 

59 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Teknik analisis seperti diatas dinamakan Least Square Dummy Variabel (LSDV). Selain
diterapkan untuk efek tiap individu, LSDV ini juga dapat mengakomodasi efek waktu
yang besifat sistemik. Hal ini dapat dilakukan melalui penambahan variabel dummy
waktu di dalam model.

c) Random Effects Model

Berbeda dengan fixed effects model, efek spesifik dari masing-masing individu
diperlakukan sebagai bagian dari komponen error yang bersifat acak dan tidak
berkorelasi dengan variabel penjelas yang teramati, model seperti ini dinamakan
random effects model (REM). Model ini sering disebut juga dengan error component
model (ECM) (Greene, 2003: 285). Persamaan model random effects dapat dituliskan
seperti persamaan 3.7.

Log(PDRBt) = α + β1log(Educit) + β2log(Healthit) + β3log(Agricit) + β4log(Marineit)


+ β5log(DAUit) + β6log(Popit) + β7log(Povit) + β8log(FDIit) + β9DOpnti
+ β10DStatusti + wit …………….…. 3.7.
Keterangan :
i : Aceh, Sumut …… Papua
t : 2008, 2009, 2010, 2011, 2012, 2013, 2014, 2015, 2016, 2017, 2018
wit : εit + u1 ; E (wit) = 0; E (wit2)= α2 + αu2;
E(wit,wjt-1) : 0; i ‡ j; E (ui,εit)= 0;
E(εi,εis) : E (εit,εjt)= E (εit,εjs)=0

Komponen error walaupun wt bersifat homoskedastik, tetapi terdapat korelasi antara w t


dan wit-s (equicorrelation), yakni seperti persamaan 3.8.
Corr (wit, wi(t-1)) = αu2/( α2 + αu2) ……………………………….…………….….. 3.8.

Metode OLS tidak bisa digunakan untuk mendapatkan estimator yang efisien bagi
model random effects. Metode yang tepat untuk mengestimasi model random effects
adalah Generalized Least Squares (GLS) dengan asumsi homokedastik dan tidak ada
cross-sectional correlation (Gujarati, 2003).

2) Pemilihan Model Terbaik

Untuk memilih model yang paling tepat digunakan dalam mengelola data panel, terdapat
beberapa pengujian yang dapat dilakukan yakni:
a) Uji Chow (Radundant Test)

Uji Chow adalah pengujian untuk menentukan model Fixed Effet atau
Random Effect yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel.
Hipotesis dalam uji chow adalah:

60 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
H0 : Common Effect Model atau pooled OLS
H1 : Fixed Effect

Jika hasil uji Chow menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic dibawah
0,05 maka Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Sebaliknya jika
hasil uji Chow menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic di atas 0,05
maka Ho diterima dan model common effect lebih tepat digunakan.

b) Uji Hausman

Uji Hausman (Greene, 2003: 303). dapat didefinisikan sebagai pengujian


statistik untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling
tepat digunakan. Pengujian uji Hausman dilakukan dengan hipotesis berikut:

H0 : Random Effect Model


H1 : Fixed Effect Model

Jika hasil uji Hausman menunjukkan nilai probablitas Chi-Sq. Statistic dibawah
0,05 maka Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Sebaliknya jika
hasil uji Hausman menunjukkan nilai probablitas Chi-Sq. Statistic di atas 0,05 maka
Ho diterima dan model random effect lebih tepat digunakan.

c) Uji Lagrange Multiplier

Uji Lagrange Multiplier dilakukan jika uji Chow memilih common effect dan Uji
Hausman memilih random effect, tetapi jika uji Chow dan uji Hasman konsisten
menerima model fixed effect adalah model terbaik, maka uji LM tidak perlu
dilakukan. Untuk mengetahui apakah model Random Effect lebih baik daripada
metode Common Effect digunakan uji Lagrange Multiplier (Greene, 2003: 298).
Hipotesis dalam uji LM sebagai berikut :

H0 : Common Effect Model


H1 : Random Effect Model

Jika nilai Prob. Breusch-Pagan (BP) lebih kecil dari 0,05 maka H0 ditolak, dengan
kata lain model yang cocok adalah Random Effect Model.
Perbedaan mendasar untuk menentukan pilihan antara FEM (Fixed Effects
Model) dan ECM (Error Component Model) antara lain sebagai berikut (Gujarati, 2003):
a) Jika T (jumlah data time series) besar dan N (jumlah unit cross-section) kecil (T lebih
besar dari N), perbedaan antara FEM dan ECM sangat tipis dan dapat dilakukan
penghitungan secara konvensional. Pada keadaan ini, FEM lebih disukai
dibandingkan dengan ECM.

61 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
b) Ketika N lebih besar dari T, estimasi yang diperoleh dengan dua metode dapat
berbeda secara signifikan. Jika sangat yakin dan percaya bahwa individu, ataupun
unit cross-section sampel adalah tidak acak, maka FEM lebih cocok digunakan. Jika
unit cross-section sampel adalah random/acak, maka ECM lebih cocok digunakan.
c) Komponen error individu dan satu atau lebih regresor berkorelasi, estimator yang
berasal dari ECM adalah bias, sedangkan yang berasal dari FEM adalah unbiased.
d) Jika N besar dan T kecil, serta jika asumsi untuk ECM terpenuhi, maka estimator
ECM lebih efisien dibanding estimator FEM.

3) Uji Asumsi Klasik

Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan pendekatan
Ordinary Least Squared (OLS) meliputi uji normalitas. uji autokorelasi, uji
heteroskedastisitas, dan uji multikolinieritas Walaupun demikian, tidak semua uji asumsi
klasik harus dilakukan pada setiap model regresi linier dengan pendekatan OLS. Uji
asumsi klasik dilakukan untuk model terpilih berdasarkan hasil uji pemilihan model.
a) Uji Normalitas
Uji normalitas pada dasarnya tidak merupakan syarat BLUE (Best Linier Unbias
Estimator) dan beberapa pendapat tidak mengharuskan syarat ini sebagai
sesuatu yang wajib dipenuhi. Untuk menguji apakah distribusi data normal atau
tidak dapat dilakukan dengan menggunkan uji Jarque-Berra (uji J-B).
b) Uji Autokorelasi
Autokorelasi menunjukkan adanya korelasi antara anggota serangkaian
observasi. Jika model mempunyai korelasi, parameter yang diestimasi menjadi
bias dan variasinya tidak lagi minimum dan model menjadi tidak efisien. Dalam
penelitian ini, untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dalam model
digunakan uji Lagrange Multiplier (LM).
c) Uji Multikolinearitas
Multikolinieritas adalah adanya hubungan linier antara variabel independen di
dalam model regresi. Untuk menguji ada atau tidaknya multikolinieritas pada
model, peneliti menggunakan metode parsial antar variabel independen. Rule
of thumb dari metode ini adalah jika koefisien korelasi cukup tinggi di atas 0,85
maka diduga ada multikolinieritas dalam model. Sebaliknya jika koefisien
korelasi relatif rendah maka duga model tidak mengandung unsur
multikolinieritas (Ajija dan Dyah, 2011).
d) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas merupakan masalah regresi yang faktor gangguan tidak
memiliki varian yang sama atau variannya tidak konstan. Hal ini akan
memunculkan berbagai permasalahan yaitu penaksir OLS yang bias, varian
dari koefisien OLS akan salah. Dalam penelitian ini akan menggunakan metode
dengan uji Glejser untuk mendeteksi ada tidaknya heteroske-dastisitas dalam
model regresi.

62 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Berdasarkan Tabel 4.12. diperoleh persamaan regresi data panel untuk common effect,
fixed effect dan random effect sebagai berikut:

Tabel 4.12.
Hasil Regresi Model Common effect, Model Fixed Effect dan Model Randon effect

Variabel Terikat PDRB


Variabel Bebas Notasi Koefisien
Common Fixed Random
Effect Effect effect
1 2 3 4 5
0,055 0,071 0,037
Belanja Pendidikan LOG(EDUC)
[6,006]*** [5,447]*** [4,919]***
0,004 0,007 0,027
Belanja Kesehatan LOG(HEALTH)
[0,424] [0,572] [3,024]***
0,062 0,040 0,044
Belanja Pertanian LOG(AGRIC)
[4,229]*** [2,061]** [2,616]**
Belanja Perikanan dan 0,005 0,032 0,038
LOG(MARINE)
Kelautan [0,404] [2,120]** [2,855]***
-0,118 -0,169 0,010
DAU LOG(DAU)
[-4,998]*** [-7,341]*** [0,551]
1,081 0,972 0,939
Populasi LOG(POP)
[15,388]*** [13,470]*** [10,543]***
-0,127 -0,062 -0,244
Penduduk Miskin LOG(POV)
[-2,224]** [-0,959] [-3,700]***
0,051 0,057 0,011
Investasi Asing Langsung LOG(FDI)
[8,781]*** [8,044]*** [2,079]**
0,040 0,059 0,013
Opini BPK DOPINI
[4,207]*** [4,360]*** [0,784]
0,333 0,290 0,311
Status Daerah DSTATUS
[3,856]*** [3,574]*** [2,125]**
16,113 16,661 14,881
Konstanta C
[57,271]*** [36,081]*** [57,975]***
R-squared 0,831 0,861 0,811
Uji Chow 2,578***
Uji Hausman 58,186***
Sumber : Lampiran 3, 4 dan 5.
Keterangan : [ ] t hitung
*** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

63 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Model Common Effect (persamaan 4.1)

Log(PDRBti) = 0,055 log(EDUC)*** + 0,004 log(HEALTH) + 0,062 log(AGRIC)*** – 0,005


log(MARINE) – 0,118 log(DAU)*** + 1,081 log(POP)*** – 0,127 log(POV)**
0,051 log(FDI)*** – 0,040 DOPINI*** + 0,333 DSTATUS*** + 16,113***

Keterangan *** signifikan pada α 1 %


** signifikan pada α 5 %
* signifikan pada α 10 %

Model Fixed Effect (persamaan 4.2)

Log(PDRBti) = 0,071 log(EDUC)*** + 0,007 log(HEALTH) +0,040 log(AGRIC)** – 0,032


log(MARINE)** – 0,169 log(DAU)*** + 0,972 log(POP)*** – 0,062 log(POV)
+ 0,057 log(FDI)*** – 0,059 DOPINI*** + 0,290 DSTATUS*** + 16,661***
Keterangan *** signifikan pada α 1 %
** signifikan pada α 5 %
* signifikan pada α 10 %

Model Random effect (persamaan 4.3)

Log(PDRBti) = 0,037 log(EDUC)*** + 0,027 log(HEALTH)*** + 0,044 log(AGRIC)** – 0,038


log(MARINE)*** + 0,010 log(DAU) + 0,939 log(POP)*** – 0,244 log(POV)***
+ 0,011 log(FDI)** – 0,013 DOPINI + 0,311 DSTATUS** + 14,881***
Keterangan *** signifikan pada α 1 %
** signifikan pada α 5 %
* signifikan pada α 10 %

a. Uji Pemilihan Model Data Panel

Uji Chow adalah pengujian untuk menentukan model Fixed Effet atau Polled OLS
yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji chow
adalah:

H0 : Common Effect Model atau pooled OLS


H1 : Fixed Effect Model

Jika hasil uji Chow menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic dibawah 0,05 maka
Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Sebaliknya jika hasil uji Chow

64 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic di atas 0,05 maka Ho diterima dan
model common effect lebih tepat digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan uji Chow (Tabel
4.13) menunjukkan nilai probablitas cross section F statistic dibawah 0,05 maka Ho ditolak
dan model fixed effect lebih tepat digunakan.

Tabel 4.13
Hasil Uji Chow
Tes Efek F Statistik Probabilitas
Cross-section F 2,578 0,0059***
Sumber : Lampiran 4

Keterangan *** signifikan pada α 1%


** signifikan pada α 5%
* signifikan pada α 10%

Uji Hausman (Greene, 2003:303) dapat didefinisikan sebagai pengujian statistik


untuk memilih apakah model Fixed Effect atau Random Effect yang paling tepat digunakan.
Pengujian uji Hausman dilakukan dengan hipotesis berikut:

H0 : Random Effect Model


H1 : Fixed Effect Model

Jika hasil uji Hausman menunjukkan nilai probabilitas Chi-Sq. Statistic dibawah 0,05 maka
Ho ditolak dan model fixed effect lebih tepat digunakan. Tetapi sebaliknya jika hasil uji
Hausman menunjukkan nilai probablitas Chi-Sq. Statistic di atas 0,05 maka Ho diterima dan
model random effect lebih tepat digunakan. Berdasarkan hasil perhitungan Hausman test
(Tabel 4.14), maka hipotesis nol ditolak sehingga Model Fixed Effect lebih tepat digunakan
dibandingkan model Common Effect.

Tabel 4.14
Hasil Uji Hausman
Ringkasan hasil Uji Statistik Chi-Square Probabilitas
Cross-section random 58,1863 0,0000***
Sumber : Lampiran 5

Keterangan *** signifikan pada α 1%


** signifikan pada α 5%
* signifikan pada α 10%

Uji Lagrange Multiplier (LM) harus dilakukan jika hasil berada pada dua kondisi
saat melakukan regresi data panel. 1) Hasil uji Chow menunjukkan bahwa metode yang
terbaik adalah Common Effect dari pada fixed effect. 2) Hasi uji Hausman menunjukkan
bahwa metode yang terbaik adalah Random effect dari pada Fixed Effect. Jika salah satu

65 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
atau dua-duanya terpenuhi maka langkah berikutnya adalah melakukan uji Lagrange
Multiplier Test.
Berdasarkan hasil uji Chow (Tabel 4.13) dan uji Hausman (Tabel 4.14) sudah
konsisten memilih model fixed effect, sehingga uji Lagrange Multiplier tidak perlu dilakukan.
Model tebaik ditetapkan dalam penelitian ini adalah model fixed effect.

b. Asumsi Klasik

Sebuah regresi berganda yang baik dikategorikan jika memenuhi persyaratan


asumsi klasik. Asumsi klasik dalam data panel sedikit berbeda dengan uji regresi linier
berganda. Ada empat tes yang harus dipenuhi dalam riset data panel ini. Uji asumsi klasik
yang dilakukan untuk model terpilih berdasarkan hasil uji pemilihan model adalah uji asumsi
klasik untuk model fixed effect.

1) Uji Normalitas

Tujuan dari tes ini adalah untuk mengidentifikasi apakah variabel residual
memiliki distribusi normal. Untuk menguji normalitas dalam data panel, statistik deskriptif
yang digunakan adalah nilai probabilitas Jargue-Bera dapat menunjukkan normalitas
data. Data dikategorikan sebagai normal jika nilainya mendekati 0. Berdasarkan Gambar
4.22 nilai Jarque-Bera 5,524 dan nilai probabilitas 0,063 (0,063 > 0,05), artinya model
persamaan model fixed effect memenuhi asumsi berdistribusi normal.

Sumber : Tabel 4.5


Gambar 4.22
Hasil Uji Normalitas

66 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
2) Uji Autokorelasi

Dalam data panel, autokorelasi tidak dapat dideteksi. masalah ini dapat
diselesaikan dengan mengubah regresi menjadi regresi Generalized Least Square
(GLS), karena GLS adalah salah satu autokorelasi remedial (Gujarati, 2003:475).

3) Test Multikolinearitas

Tujuan dari tes untuk mencari korelasi antara variabel bebas. Masalah
multikolinearitas telah diselesaikan dengan data panel (Gujarati, 2003:364). Masalah
multikolinieritas dalam penelitian ini dapat diabaikan karena menggunakan model
Generalized Least Square (GLS). Hasil pengujian Matrik korelasi dapat dilihat pada
Tabel 4.15. Semua variabel memiliki nilai korelasi dibawah 0,9 kecuali populasi (pop)
dan kemiskinan (pov). Persamaan 4.12 memperlihatkan hasil sebagian besar variabel
bebas memiliki pengaruh terhadap variabel terikat (termasuk variabel penduduk miskin),
dan dalam Tabel 4.35 dan 4.36 menunjukkan bahwa baik dalam jangka pendek maupun
dalam jangka panjang variabel populasi dan penduduk miskin memiliki pengaruh
terhadap perubahan PDRB. Hal ini menunjukkan walaupun terjadi multikolinearitas
(populasi dan poverty) tetapi estimator yang OLS yang diperoleh masih tetap
mempertahankan sifat BLUE.

Tabel 4.15.
Uji Multikolinearitas dengan Matriks Korelasi

VariabelPDRB POP POV DAU EDUC HEALTH AGRIC MARINE FDI


PDRB 1,000 0,828 0,671 0,232 0,204 0,633 0,465 0,136 0,513
POP 0,828 1,000 0,934 0,363 0,060 0,550 0,402 0,111 0,303
POV 0,671 0,934 1,000 0,367 -0,000 0,484 0,372 0,104 0,114
DAU 0,232 0,363 0,3679 1,000 0,457 0,478 0,404 0,405 0,263
EDUC 0,204 0,060 -0,000 0,457 1,000 0,477 0,459 0,582 0,237
HEALTH 0,633 0,550 0,484 0,478 0,477 1,000 0,733 0,553 0,343
AGRIC 0,465 0,402 0,372 0,404 0,459 0,733 1,000 0,692 0,190
MARINE 0,136 0,111 0,104 0,405 0,582 0,553 0,692 1,000 0,114
FDI 0,513 0,303 0,114 0,263 0,237 0,343 0,190 0,114 1,000
Sumber : Lampiran 5

Menurut Gujarati selama kolinearitas tidak sempurna, estimator OLS masih


tetap BLUE meskipun salah satu atau lebih koefisien regresi parsial dalam regresi
berganda secara individual tidak signifikan secara statistik (Gujarati, 2003). Hasil regresi
panel VECM dalam Lampiran 11 juga menunjukkan tidak ada pengaruh secara signifikan
antara penduduk miskin terhadap total jumlah penduduk, maupun total penduduk
terhadap penduduk miskin.

67 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
4) Uji Heteroskedastisitas

Tujuan dari tes ini adalah untuk menganalisis model regresi dalam variansi
akuralitas pengamatan residual terhadap pengamatan lain. Masalah heteroske-dastisitas
dalam data panel dapat diatasi dengan uji white pada saat estimasi.
Tabel 4.16.
Hasil Uji Heteroskestisitas

Variabel Terikat: RESID012


Variabel
Notasi t-Statistik Probabilitas
Populasi LOG(POP) -2,7415 0,0067
Penduduk Miskin LOG(POV) 0,5687 0,5701
Dana Alokasi Umum LOG(DAU) 0,1962 0,8446
Belanjan Pendidikan LOG(EDUC) -0,0039 0,9969
Belanja Kesehatan LOG(HEALTH) 0,5771 0,5645
Belanja Pertanian LOG(AGRIC) -0,1860 0,8526
Belanja Perikanan dan Kelautan LOG(MARINE) 2,0325 0,0434
Investasi Asing Langsung LOG(FDI) -0,4388 0,6612
Dummy Opini BPK terhadap
LKPD DOPINI -1,1503 0,2514
Dummy Status Daerah DSTATUS 1,0702 0,2858
Konstanta C -1,4957 0,1363
F-statistik 1,5724
Prob (F-statistik) 0,0622
Sumber : Lampiran 5
Keterangan : *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Berdasarkan hasil regresi dengan metode White pada Tabel 4.16. diperoleh
hampir seluruh nilai pada probabilitas diatas angka 0,05 dan nilai probabilitas F hitung
lebih dari 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa model fixed effect terhindar dari masalah
heteroskedastisitas atau model regresi memenuhi asumsi homoskedastisitas.

c. Pembahasan Hasil Regresi Panel Statis

Berdasarkan hasil uji Chow dan Hausman, model Fixed effect adalah model yang
dipilih. Berikut ini hasil analisis pendekatan regresi panel model Fixed Effect :
Log(PDRBti) = 0,972 log(POP)P*** – 0,062 log(POV) – 0,169 Log(DAU) ***+ 0,071
log(EDUC)*** + 0,007 log(HEALTH) + 0,04 log(AGRIC)** + 0,032
log(MARINE)** + 0,057 log(FDI)*** + 0,059 DOPINI*** + 0,290
DSTATUS*** + 16,661

Keterangan : *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Interpretasi hasil perhitungan model fixed effect adalah sebagai sebagai berikut :
68 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
1) Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Pendidikan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja pemerintah daerah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip terhadap


pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk
pengeluaran pendidikan sebesar 0,0711. Koefisen ini menunjukkan bahwa kenaikan
anggaran pendidikan sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar
0,0711%, dengan asumsi faktor selain pengeluaran pemerintah untuk pendidikan dianggap
tetap. Anggaran pendidikan memiliki pengaruh positip tetapi nilai koefisiennya kecil atau
untuk menaikan 1% pertumbuhan dibutuhkan tambahan anggaran pendidikan 14%
(diperoleh dari 1% dibagi 0,0711% atau 14,05%). Pengaruh positif antara belanja pemerintah
untuk pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam Tabel 4.17.
Tabel 4.17
Perkembangan Elastisitas Belanja Pemerintah Untuk Pendidikan
terhadap Pertumbuhan Ekonomi

N
2013 2014 2015 2016 2017 2018
o Provinsi
1 ACEH 0,145 0,064 -0,019 0,290 0,455 0,182
2 SUMATERA UTARA -0,493 0,538 11,043 0,034 0,136 0,053
3 SUMATERA BARAT 0,280 0,415 0,483 0,044 0,138 0,349
4 RIAU 0,064 0,254 -0,036 0,021 0,103 0,197
5 JAMBI 0,399 0,286 -3,566 0,042 0,146 0,475
SUMATERA
6 SELATAN 0,372 0,321 0,977 0,061 0,145 0,305
7 BENGKULU 0,248 3,317 0,204 7,634 0,077 0,214
8 JAWA TENGAH 0,282 0,250 0,324 0,203 1,258 -1,020
9 DI YOGYAKARTA 0,196 0,671 0,364 -0,167 0,150 0,023
KALIMANTAN
10 SELATAN 0,197 0,150 -0,967 0,198 0,773 -0,085
KALIMANTAN
11 TIMUR -0,124 -1,391 0,045 -0,007 0,478 0,112
13 SULAWESI TENGAH 0,640 0,267 9,229 0,070 0,258 0,188
16 MALUKU 0,325 0,969 0,612 0,336 0,061 0,161
17 PAPUA 0,590 0,067 -3,936 0,109 0,020 -0,238
18 MALUKU UTARA -0,304 2,969 0,227 0,013 -0,181 0,106
19 BANTEN -0,449 0,159 0,273 0,102 -0,152 0,025
20 PAPUA BARAT 0,321 -0,436 0,224 0,043 -0,306 0,049
Rerata 0.158 0,522 0,911 0,531 0,209 0,064
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.2 (diolah)

69 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Nilai rerata elastisitas belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan
ekonomi menunjukkan angka positif dan meningkat dari tahun 2013 hingga tahun 2018
(Tabel 4.17). Nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 0,158 artinya pertambahan pengeluaran
pemerintah untuk pendidikan sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,158%. Tahun 2019 nilai rerata elatisitas pengeluaran pemerintah untuk
pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi meningkat menjadi 0,209 artinya pertambahan
belanja pemerintah untuk pendidikan sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,209%. Rata-rata besarnya elastisitas tahun 2013 hingga 2018 sebesar
0,064, peningkatan 1 persen anggaran pendidikan memeliki pengaruh terhadap
pertumbuhan ekonomi sebesar 0,064%.
Setiap tahun biaya pendidikan di Indonesia meningkat rata-rata 15% atau anggaran
pendidikan menjadi penyumbang inflasi di Indonesia. Peningkatan anggaran pendidikan di
awali tahun 2005 dengan munculnya undang-undang guru dan dosen yaitu Undang-undang
No 14 tahun 2005. Undang-undang No 14 tahun 2005 menyebutkan bahwa guru dan dosen
yang telah tersertifikasi berhak memperoleh tunjangan sebesar gaji pokok. Peningkatan
kesejahteraan guru dan dosen belum diimbangi dengan peningkatan kualitas guru dan
dosen, dan akibatnya peningkatan anggaran pendidikan melalui tunjangan profesi guru dan
dosen belum optimal meningkatkan kualitas guru dan murid. Pada tahun 2010 anggarannya
baru untuk profesi guru dan dosen sebesar Rp 10 triliunan, sementara pada 2017 sudah
mencapai lebih dari Rp 50 triliunan dan sempat naik hingga Rp 70 triliun setahun sebelumnya
(dialog publik Persatuan Guru Republik Indonesia bersama Menkeu dan Mendikbud yang
diselenggarakan di Gedung Guru Indonesia, Jakarta (10/7/2018)). Hasil ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan Iqbal & Zahid (1998), Li & Liang (2010) dan Murova & Khan (2017).
Mereka menyimpulkan pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian belanja pendidikan memiliki pengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi daerah ini, mendukung teori Keyns, Rostow dan Musgrave dan teori Neo Klasik.
Teori Keynes peran pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat, agar
mendekati posisi Full Employment-nya. Permintaan agregat adalah seluruh jumlah uang
yang dibelanjakan oleh seluruh lapisan masyarakat untuk membeli barang dan jasa dalam
satu tahun. Dalam perekonomian tertutup permintaan agregat terdiri dari 3 unsur: a)
Pengeluaran Konsumsi oleh Rumah Tangga (C); b) Pengeluaran Investasi oleh Perusahaan
(I); c) Pengeluaran Pemerintah (G). Pemerintah bisa mempengaruhi permintaan agregat
secara langsung melalui pengeluaran pemerintah dan secara tidak langsung terhadap
pengeluaran konsumsi dan pengeluaran investasi.
Rostow dan Musgrave menghubungkan perkembangan pengeluaran pemerintah
dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dalam Negara. Tahap awal perkembangan
pembangunan ekonomi peran pemerintah sangat besar terutama dalam penyediaan sarana
prasarana, misalnya sarana pendidikan, kesehatan, dan transportasi. Tahap berikutnya
adalah tahap menengah peran investasi swasta menjadi lebih besar tetapi masih diperlukan
peran pemerintah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di samping peran pemerintah
menjadi semakin besar.

70 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Peningkatan output perekonomian menurut Solow (Neo Klasik) dipengaruhi oleh
tabungan, pertumbuhan populasi, dan kemajuan teknologi. Tabungan merupakan instrumen
yang dipengaruhi oleh kebijakan fiskal (penerimaan pajak dan belanja negara
mempengaruhi tabungan nasional). Secara tidak langsung kebijakan fiskal ikut mengambil
peran dalam pertumbuhan ekonomi.
Untuk meningkatkan agar belanja pemerintah daerah di bidang pendidikan
mendorong pertumbuhan ekonomi, maka pemerintahan membuat kebijakan penggunaan
anggaran belanja pendidikan dengan Mandatory spending. Mandatory spending adalah
belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang. Tujuan mandatory
spending ini adalah untuk mengurangi masalah ketimpangan sosial dan ekonomi daerah.
Mandatory spending dalam tata kelola keuangan pemerintah daerah untuk alokasi anggaran
pendidikan sebesar 20% dari APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4) dan UU No.
20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 49 ayat (1).

2) Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan tidak memiliki pengaruh terhadap


pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai t hitung yang rendah. Budaya menjaga
kesehatan di Indonesia masih rendah, sehingga jumlah penduduk yang menggunakan
fasilitas rumah sakit semakin meningkat. Peningkatan penduduk yang menggunakan fasilitas
kesehatan belum bisa ditutupi dengan anggaran pemerintah daerah untuk kesehatan.
Peningkatan anggaran kesehatan belum diimbangi dengan budaya menjaga kesehatan,
sehingga menimbulkan pola hidup kurang sehat dan menyebabkan produktivitas belum
maksimal. Hasil penelitian ini didukung hasil penelitian Mohapatra (2017). Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa PDB untuk Granger menyebabkan pengeluaran publik
untuk kesehatan baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Pengeluaran publik
untuk kesehatan (?) tidak menyebabkan PDB dalam jangka pendek,
Pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dalam Tabel 4.18. Nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk kesehatan
terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka bervariasi dari tahun 2013 hingga
tahun 2018. Nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap
pertumbuhan ekonomi tahun 2013 sebesar 0,489 artinya pertambahan pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,489%.

71 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.18
Perkembangan Elastisitas Belanja Pemerintah Untuk
Kesehatan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

No Provinsi 2013 2014 2015 2016 2017 2018


1 ACEH 0,210 0,172 -0,409 0,143 0,114 0,686
2 SUMATERA BARAT 0,550 0,179 0,351 0,220 0,462 -0,312
3 BENGKULU 0,494 0,257 0,453 1,671 0,138 -0,280
4 DI YOGYAKARTA 0,495 0,086 0,065 -0,952 0,229 -0,138
5 KALIMANTAN TIMUR 2,241 0,084 -0,024 0,023 -0,257 0,112
NUSA TENGGARA
6 BARAT 0,154 -0,851 1,040 0,079 -0,034 0,146
NUSA TENGGARA
7 TIMUR 0,710 0,079 -0,204 0,422 0,127 0,030
8 MALUKU 0,171 0,244 0,547 0,220 0,415 -0,309
9 BANTEN 0,204 -8,959 0,129 1,604 -0,716 0,046
10 PAPUA BARAT -0,339 -0,856 0,179 0,042 0,208 0,016
Rerata 0.489 -0,956 0,213 0,347 0,069 0,000
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.3 (diolah)

Tahun 2018 nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk kesehatan


terhadap pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 0,069 artinya pertambahan pengeluaran
pemerintah untuk kesehatan sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,069%. Nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk pendidikan
tahun 2013 hingga 2018 sebesar 0,000, artinya periode 2013-2018 hampir tidak ada
pengaruh antara pengeluaran pemerintah untuk kesehatan terhadap pertumbuhan ekonomi.
Secara teori hasil penelitian ini dapat dijelaskan dengan gambar 4.23. Gambar
tersebut menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggeser
kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan agregat dari
AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggeser kurva IS ke
kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y 1 ke Y2. Jika P2 > P1
dan Y1/P1 = Y2/P2, maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan tidak
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Hasil penelitian ini mendukung teori pandangan Australia. Dalam bukunya Market
Theory and the Price System, Kirzner membuat kesimpulannya tentang gangguan di pasar
dengan sangat jelas. Dia menyatakan Interferensi dengan jaringan dan kekuatan yang dijalin
melalui proses pasar membatasi upaya peserta untuk mengoordinasikan aktivitas mereka
melalui mesin dengan efisiensi yang luar biasa. Analisis proses pasar dapat memperjelas
biaya yang terlibat melalui campur tangan tersebut, sehingga memungkinkan bagi pelaku
pasar untuk memutuskan, melalui proses politik, sejauh mana mereka bersedia untuk
mengesampingkan mesin efisiensi mereka demi tujuan khusus. Kirzner merasa intervensi

72 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
pemerintah ke pasar tidak pernah bisa dibenarkan atas dasar peningkatan efisiensi. Ini
konsisten dengan pandangan Austria tentang efisiensi dan diterima secara umum oleh
ekonom Austria kontemporer. Kirzner menyiratkan bahwa mungkin ada pembenaran untuk
intervensi pemerintah atas dasar efisiensi. Dalam kenyataan biaya berobat di Indonesia
sangat tinggi dan menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah saat ini. Salah satu pemicu
mahalnya biaya berobat adalah pengenaan pajak bagi alat kesehatan yang cukup mahal.
Sampai saat ini hampir semua alat kesehatan masih termasuk dalam kategori barang
mewah. Konsekuensinya adalah transaksi alat-alat ini otomatis akan dikenakan Pajak
Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), yang ujung-ujungnya mengerek tarif biaya berobat.
Menurut Kirzner intervensi pemerintah ke pasar tidak pernah bisa dibenarkan atas dasar
peningkatan inefisiensi.

Tingkat Bunga Kenaikan Tingkat Harga


Belanja Daerah Meningkatkan Permintaan
LM1
Kesehatan Agregate pada tingkat
Daerah harga berapapun

P2

P1

IS2(P=P2 AD2
)
IS1(P=P1 AD1
)

Pendapatan,
Y1 Y2 Pendapatan, Y1 Y2
output, Y
output, Y
Sumber : Mankiw, 2003

Gambar 4.23
Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Kesehatan
Menggeser Permintaan Agregat

Adanya titik toleransi pajak ini merupakan penghambat bagi pemerintah untuk terus
menaikkan pemungutan pajak. Tercapainya perkembangan ekonomi akan menyebabkan
pemungutan pajak menjadi semakin besar walaupun pemerintah tidak menaikkan tarif pajak,
adanya kenaikan penerimaan pajak alat kesehatan ini akan menyebabkan pengeluaran
pemerintah untuk belanja kesehatan meningkat pula. Akan tetapi, apabila kondisi tersebut
terganggu oleh gejolak sosial, misalnya karena wabah penyakit maka pemerintah akan lebih
memperbesar pengeluarannya untuk membiayai kegiatan baru tersebut yaitu dengan
menaikkan tarif pajak. Kebijakan pemerintah menaikkan penerimaan dari sektor pajak

73 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
melalui kenaikan tarif akan mengurangi dana swasta yang seharusnya digunakan untuk
konsumsi dan investasi sehingga tingkat investasi dan konsumsi masyarakat di bidang
kesehatan menjadi turun. Keadaan ini disebut dengan efek pengalihan (displacement effect),
yaitu karena adanya gejolak sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas
pemerintah.

3) Pengaruh Belanja Pemerintah untuk Pertanian terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah daerah untuk pertanian memiliki pengaruh positip terhadap


pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk
pengeluaran untuk pertanian sebesar 0,04. Koefisen ini menunjukkan bahwa kenaikan
anggaran pertanian sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,04%,
dengan asumsi faktor selain pengeluaran pemerintah untuk pertanian dianggap tetap.
Walaupun anggaran pertanian memiliki pengaruh positip tetapi nilai koefisiennya kecil atau
untuk menaikan 1% pertumbuhan dibutuhkan tambahan anggaran pertanian 25% (diperoleh
dari 1% dibagi 0,04% atau 24,9%).
Karakteristik petani di Indonesia adalah lahannya kecil sehingga petani lebih banyak
bercocok tanam secara individu. Dampak dari cara bercocok tanam yang lebih banyak
dilakukan secara pribadi bukan kelompok menyebabkan anggaran pendampingan petani
menjadi besar dibandingkan dengan berkelompok. Para petani kecil lokasinya tidak
berkelompok sehingga sulit memenuhi permintaan akan kebutuhan, serta risiko yang
ditanggungnya sangat besar. Anggaran pertanian Indonesia sangat kecil, hanya 1%
(Anggaran sebesar itu juga digunakan sebagian besar untuk membayar gaji para PNS) dari
Anggaran Pendapatan Belanja Negara (Trubus News, 26 September 2017). Padahal di
negara-negara maju seperti Amerika Serikat, anggaran pertaniannya begitu besar mencapai
20%-40% dari APBN. Dengan anggaran yang kecil tersebut, maka pengembangan sektor
pertanian sangat sulit dilakukan. Akibatnya, cita-cita menciptakan ketahanan pangan di
Tanah Air akan sulit dilakukan. Hasil ini sesuai dengan penelitian Xu, et al. (2011) dan Armas,
et al. (2012). Mereka menyimpulkan pengeluaran pemerintah bidang pertanian memiliki
dampak (+) terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengeluaran pemerintah untuk pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi dapat
dilihat dalam Tabel 4.19. nilai rerata elastisitas belanja pemerintah untuk pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka bervariasi dari tahun 2012 hingga tahun 2018.
Nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk pertanian terhadap pertumbuhan
ekonomi tahun 2012 sebesar 0,249 artinya pertambahan pengeluaran pemerintah untuk
pertanian sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,25%.
Tahun 2018 nilai rerata elatisitas pengeluaran pemerintah untuk pertanian terhadap
pertumbuhan ekonomi menjadi 0,263 artinya pertambahan pengeluaran pemerintah untuk
pertanian sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,263%.
Nilai rerata elastisitas belanja pemerintah untuk pertanian tahun 2012 hingga 2018 sebesar
0,086 artinya periode 2012-2018 ada pengaruh antara belanja pemerintah untuk pertanian
terhadap pertumbuhan ekonomi.

74 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.19
Perkembangan Elastisitas Belanja Pemerintah Untuk Pertanian
terhadap Pertumbuhan PDRB

No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


1 ACEH 0,216 0,018 -0,069 0,016 0,267 0,508 0,095
SUMATERA
2 BARAT 0,174 0,184 1,242 0,483 -0,119 0,138 0,352
3 JAMBI 0,272 0,142 0,628 -0,272 0,139 0,146 -0,247
4 BENGKULU 0,372 0,090 -0,529 0,420 -0,088 0,077 0,240
5 DI YOGYAKARTA -0,365 0,086 0,495 0,722 0,195 1,260 -0,175
KALIMANTAN
6 SELATAN 1,509 0,141 0,315 -0,448 -0,060 0,150 0,022
7 SULAWESI UTARA 0,209 0,168 0,212 -0,398 -0,078 0,964 0,020
NUSA TENGGARA
8 TIMUR 0,125 0,397 0,138 -1,021 -0,090 0,011 -0,079
9 MALUKU 0,112 -1,756 -1,071 0,380 0,043 -0,097 0,417
10 PAPUA 0,063 0,473 0,102 0,445 -0,226 0,083 -0,316
11 BANTEN 0,083 0,261 0,323 0,167 -0,078 0,120 0,166
12 PAPUA BARAT 0,212 0,221 0,123 0,111 -0,502 -0,207 0,533
Rerata 0.249 0,036 0,159 0,050 -0,050 0,263 0,086
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.4 (diolah)

4) Pengaruh Belanja Perikanan dan Kelautan terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Pengeluaran pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan memiliki pengaruh


terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata koefisien regresi
untuk pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan sebesar 0,032. Koefisien
regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan anggaran perikanan dan kelautan sebesar 1% akan
mendorong pertumbuhan ekonomi sebesar 0,032%, dengan asumsi faktor selain
pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan dianggap tetap. Walaupun anggaran
perikanan dan kelautan memiliki pengaruh positip, tetapi nilai koefisiennya kecil atau untuk
menaikan 1% pertumbuhan ekonomi dibutuhkan tambahan anggaran pertanian sebesar
31% (diperoleh dari 1%/0,032395 yaitu 30,86%). Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Huda, dkk. (2015), Novianti, dkk. (2014) dan Agustine, et al. (2013). Mereka
menyimpulkan pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur
kelautan dan perikanan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh positif antara pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan
terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam Tabel 4.20 nilai rerata elastisitas
pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi
menunjukkan angka positif dan menurun dari tahun 2012 hingga tahun 2018. Nilai rerata

75 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
elastisitas pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2012 sebesar 0,263 artinya pertambahan pengeluaran pemerintah
untuk perikanan dan kelautan sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,263%. Tahun 2018 nilai rerata elastisitas pengeluaran pemerintah untuk
perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 0,108 artinya
pertambahan pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan sebesar 1%
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,108% mengalami penurunan
dibandingkan tahun sebelumnya.
Tabel 4.20
Perkembangan Elastisitas Belanja Pemerintah Untuk Perikanan dan Kelautan
terhadap Pertumbuhan PDRB

No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


1 ACEH 0,192 0,027 -0,111 -0,019 0,294 0,449 0,895
2 SUMATERA UTARA 0,075 -4,386 -0,564 -0,234 -0,451 0,136 0,330
3 RIAU 0,133 0,131 0,045 -0,036 0,237 0,103 -0,167
4 JAMBI 0,224 0,141 0,232 -0,268 0,031 0,146 0,233
5 SUMATERA SELATAN 0,309 0,086 -6,047 -2,070 -0,126 0,145 0,121
6 BENGKULU -0,333 0,060 0,257 0,182 0,319 0,077 -0,078
7 DI YOGYAKARTA 2,074 0,193 -1,372 0,207 0,195 1,260 0,395
8 KALIMANTAN SELATAN -0,322 0,215 -0,441 0,062 0,040 0,150 0,395
9 KALIMANTAN TIMUR 1,104 -0,158 -1,665 -0,123 -0,014 0,458 -0,225
10 SULAWESI UTARA 0,452 0,105 0,283 -0,174 -0,337 0,964 -0,221
11 SULAWESI TENGAH 0,284 1,081 0,101 -0,373 0,074 0,258 -0,107
NUSA TENGGARA
12 BARAT -0,017 0,519 0,299 2,600 0,340 -0,108 0,658
NUSA TENGGARA
13 TIMUR 0,072 -0,294 2,012 0,769 -0,212 0,012 -0,072
14 MALUKU 0,112 0,298 0,171 0,248 0,098 -0,151 -0,258
15 PAPUA 0,063 -1,611 0,070 0,992 -0,162 0,028 -0,184
16 MALUKU UTARA 1,280 0,339 -0,415 0,338 0,009 -0,088 0,416
17 BANTEN 0,083 -25,730 0,357 0,044 -0,059 0,004 -0,084
18 PAPUA BARAT -1,042 -0,161 0,245 0,162 0,003 -0,058 -0,103
Rerata 0.263 -1,619 -0,363 0,128 0,016 0,210 0,108
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.5 (diolah)
5) Pengaruh Dana Alokasi Umum terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Bagi hasil pemerintah pusat terhadap daerah yang diwujudkan dalam bentuk dana
alokasi umum yang digunakan daerah untuk peningkatan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif
76 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
terhadap pertumbuhan ekonomi, hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata koefisien regresi
untuk dana alokasi umum sebesar -0,169. Koefisen regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan
anggaran dana alokasi umum sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan ekonomi sebesar
0,169% dengan asumsi faktor lain selain Dana Alokasi Umum dianggap tetap. Pengaruh
negatif antara dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi dapat terjadi karena
implementasinya, Dana Alokasi Umum banyak terserap di belanja pegawai menjadi hal yang
krusial di daerah. Karena urgensi dari belanja tidak sejalan dengan pembangunan
masyarakat sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan yang ada. Pemberian DAU untuk gaji
pegawai tidak sejalan perampingan pegawai sesuai dengan kebutuhan yang ada. Sehingga
mengurangi kapasitas belanja pembangunan dan pada akhirnya berdampak pada
penurunan pertumbuhan ekonomi.
Permasalahan utama dalam DAU adalah pemerintah pusat tidak berhak mencampuri
penggunaan DAU oleh daerah/kota dengan proporsi adalah 26% dari penerimaan dalam
negeri kemudian 10% diserap oleh propinsi dan 90% untuk seluruh kabupaten/kota. Dana
Alokasi Umum (DAU) menurut UU no 23 tahun 2014 bertujuan mengurangi atau menutup
fiscal gap daerah, sehingga daerah mampu memenuhi kebutuhan berdasar prioritas tertentu,
dan mendorong kemajuan suatu daerah.
Dalam struktur I-Account APBN, DAU merupakan jenis transfer dalam kelompok
Dana Transfer Umum (DTU). Melalui UU No. 15 Tahun 2017 tentang APBN TA 2018,
Pemerintah mengarahkan penggunaan DTU minimal sebesar 25% untuk belanja
infrastruktur daerah yang langsung terkait dengan percepatan pembangunan fasilitas
pelayanan publik dan ekonomi dalam rangka meningkatkan kesempatan kerja, mengurangi
kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar daerah. Pada
tahun 2017 dari 508 daerah yang telah menyampaikan laporan keuangan, 229 daerah (20
Provinsi, 209 kab/kota) telah melaporkan penggunaan DTU lebih dari 25% untuk belanja
infrastruktur daerah. 313 daerah (14 Provinsi, 299 kab/kota) telah melaporkan penggunaan
DTU kurang dari 25% untuk belanja infrastruktur daerah. Dari total daerah yang telah
melaporkan laporan keuangannya 61,6% penggunaan anggaran untuk infrastruktur kurang
dari 25%. Pada tahun 2018 dari 534 daerah yang telah menyampaikan laporan keuangan.
246 daerah (21 Provinsi, 225 kab/kota) melaporkan penggunaan DTU lebih dari 25% untuk
belanja infrastruktur daerah. 288 daerah (11 Provinsi, 277 kab/kota) melaporkan
penggunaan DTU kurang dari 25% untuk belanja infrastruktur daerah. Dari total daerah yang
telah melaporkan laporan keuangannya 54% penggunaan anggaran untuk infrastruktur
kurang dari 25%. Penggunaan DAU yang tidak tepat atau tidak untuk prioritas belanja
infrastruktur daerah berakibat pada target pembangunan daerah tidak dapat optimal. Target
pembangunan yang tidak optimal berdampak pada meningkatkan kesempatan kerja,
mengurangi kemiskinan, dan mengurangi kesenjangan penyediaan layanan publik antar
daerah tidak terpenuhi.
Selain itu, sampel provinsi yang digunakan dalam penelitian ini 11 dari 20 provinsi
(55%) adalah provinsi yang kaya sumber daya minyak yang dihasilkan diatas 5 juta barel
menurut Keputusan Menteri ESDM No 4618 K/80/MEM/2016. DAU merupakan dana
perimbangan yang memiliki tujuan utama adalah pengurangan kesenjangan fiskal antar
daerah. Dalam UU 23/2014 telah dinyatakan dengan tegas bahwa DAU dibagikan dengan

77 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
formula yang didasarkan atas alokasi dasar dan kesenjangan fiskal. Alokasi dasar ditetapkan
terutama berdasarkan besarnya belanja pegawai, sedangkan kesenjangan fiskal dihitung
dari selish antara kebutuhan fiskal dan kapasitas fiskal. Bagi daerah yang kesenjangannya
fiskal kecil akan memperoleh DAU yang kecil pula, karena 55% sampel provinsi dengan
status daerah kaya sehingga mendapatkan DAU yang kecil sehingga dalam jangka pendek
peranan DAU dalam pertumbuhan ekonomi belum sesuai dengan yang diharapkan.
Untuk mengatasi tidak efektifnya dana alokasi umum dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi, pemerintah harus merubah penganggaran dengan pendekatan
tradisional dengan penganggaran pendekatan kinerja. Penganggaran kinerja disusun
dengan orientasi output. Sistem ini menitikberatkan pada segi penatalaksanaan sehingga
selain efisiensi penggunaan dana juga hasil kerjanya diperiksa. Tolok ukur keberhasilan
sistem anggaran ini adalah performance atau prestasi dari tujuan atau hasil anggaran
dengan menggunakan dana secara efisien. Dengan membangun suatu sistem
penganggaran yang dapat memadukan perencanaan kinerja dengan anggaran tahunan
akan terlihat adanya keterkaitan antara dana yang tersedia dengan hasil yang diharapkan.
Pengaruh positif antara dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat
dalam Tabel 4.21.
Nilai rerata elastisitas dana alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi
menunjukkan angka positif dan menurun dari tahun 2012 hingga tahun 2018 (Tabel 4.19).
Nilai rerata elastisitas Dana Alokasi Umum terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2012
sebesar 0,227 artinya pertambahan dana alokasi umum sebesar 1% mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,227%. Tahun 2018 nilai rerata elatisitas dana
alokasi umum terhadap pertumbuhan ekonomi menjadi -4,120 artinya pertambahan Dana
Alokasi Umum sebesar 1% mengakibatkan penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar
4,12%. Rata-rata elastisitas tahun 2012 hingga tahun 2018 sebesar -0,021, artinya
peningkatan Dana Alokasi Umum sebesar 1% akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan
ekonomi sebesar 0,02%.
Tabel 4.21
Perkembangan Elastisitas DAU terhadap Pertumbuhan ekonomi

No Provinsi 2012 2014 2016 2018 Rerata


1 SUMATERA UTARA 0,276 0,509 1,448 -14,347 -1,591
2 SUMATERA BARAT 0,313 0,679 1,578 -1,999 0,257
3 JAMBI 0,313 0,551 0,582 -2,064 0,076
4 BENGKULU 0,247 0,466 2,240 -1,277 0,428
5 DI YOGYAKARTA 0,274 0,649 2,558 -6,327 0,316
6 NUSA TENGGARA BARAT -0,072 0,551 1,382 -0,733 0,487
7 PAPUA BARAT 0,237 0,298 0,552 -2,096 -0,119
Rerata 0,227 0,529 1,477 -4,120 -0,021
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.6 (diolah)

78 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
DAU merupakan komponen utama dalam pembiayaan otonomi daerah, sehingga
perlu dilakukan pengawasan penggunaan pembiayaan melalui DAU. Lebih dari 80% DAU
digunakan untuk belanja pegawai dan sisanya diserahkan kepada daerah untuk digunakan
dengan persetujuan DPRD. (Kompas, 26 Nop 2001). Atas dasar itu, maka komponen
terbesar DAU dialokasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan PNS (pegawai negeri sipil)
di daerah. Hasil ini sesuai dengan penelitian penelitian Astria (2014) di Sumatera Selatan
hasil penelitiannya menyimpulkan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif (-)
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Model penyebab berkumulatif. Teori tidak
percaya pemerataan pembangunan antar daerah akan dapat dicapai dengan sendirinya
berdasarkan mekanisme pasar. Menurut model ini, ketimpangan pembangunan regional
hanya akan dapat dikurangi melalaui program pemerintah. Apabila hanya diserahkan pada
mekanisme pasar, maka ketimpangan regional akan terus meningkat seiring dengan
peningkatan proses pembangunan. Hasil ini juga mendukung teori Musgrave (1959) dan
Oates (1972) lebih menekankan pentingnya revenue dan expenditure assignment antar level
pemerintahan. Teori ini menjelaskan bagaimana desentralisasi fiskal berpengaruh terhadap
perilaku pemerintah daerah. Jika pemerintah daerah mempunyai kewenangan membuat
peraturan tentang ekonomi lokal, maka campur tangan pemerintah pusat dalam
perekonomian daerah dibatasi. Keterkaitan yang erat antara penerimaan daerah dengan
pengeluaran daerah juga menjadi insentif bagi pemerintah daerah dalam meningkatkan
kemakmuran ekonomi daerah.
Dalam konteks keuangan publik, hasil penelitian ini mendukung pemerintah daerah
mempunyai informasi yang lebih baik dibanding pemerintah pusat tentang kondisi daerah
masing-masing, sehingga pemerintah daerah akan lebih baik dalam pengambilan keputusan
penyediaan barang dan jasa publik dibanding penyediaan hal tersebut oleh pemerintah
pusat. Keadaan ini disebut allocative efficiency. Dana Perimbangan untuk mendukung
kebutuhan pendanaan pelayanan publik di daerah harung menggunakan konsep Value for
Money, serta memerangi korupsi dan penyalahgunaan. DAU bersifat final untuk
memberikan kepastian pendanaan bagi APBD dan penggunaan 25 persen untuk belanja
infrastruktur daerah.

6) Pengaruh Jumlah Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.


Berdasarkan persamaan 4.4 koefisien regresi untuk jumlah penduduk sebesar 0,972 artinya
kenaikan jumlah penduduk sebesar 1% akan menaikan pertumbuhan ekonomi daerah
sebesar 0,972% dengan asumsi faktor selain jumlah peduduk dianggap tetap. Pertumbuhan
penduduk merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi dan ini sesuai dengan
teori Klasik (David Ricardo) bahwa salah satu pendorong perumbuhan ekonomi adalah
perkembangan jumlah penduduk. Pengaruh jumlah penduduk terhadap pertumbuhan
ekonomi dapat dilihat pada Tabel 4.22.

79 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.22.
Elastisitas Pertumbuhan Penduduk terhadap Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2014-2018

No Provinsi 2014 2015 2016 2017 2018


1 ACEH 0,780 -0,375 1,746 2,286 2,602
2 SUMATERA UTARA 4,023 4,104 4,368 4,537 4,817
3 SUMATERA BARAT 4,552 4,409 4,330 4,494 4,515
4 RIAU 1,052 0,089 0,882 1,112 0,991
5 JAMBI 4,144 2,440 2,614 2,861 2,999
6 SUMATERA SELATAN 3,326 3,165 3,740 4,242 4,830
7 BENGKULU 3,267 3,141 3,318 3,220 3,322
8 KALIMANTAN SELATAN 2,731 2,239 2,674 3,330 3,360
9 KALIMANTAN TIMUR 0,741 -0,535 -0,174 1,476 1,300
10 NUSA TENGGARA BARAT 3,868 16,813 4,634 0,100 -3,889
11 NUSA TENGGARA TIMUR 3,019 2,981 3,142 3,171 3,220
12 MALUKU 3,727 3,125 3,325 3,430 3,557
13 MALUKU UTARA 2,576 2,933 2,847 3,884 4,115
14 BANTEN 2,501 2,546 2,547 2,852 2,996
15 PAPUA BARAT 2,071 1,626 1,802 1,627 2,585
Rerata 2,825 3,247 2,786 2,841 2,755
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.7 (diolah)

Nilai rerata elastisitas jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi


menunjukkan angka positif dan menurun dari tahun 2012 hingga tahun 2018 (Tabel 4.22).
Nilai rerata elastisitas jumlah penduduk terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2014 sebesar
2,82 artinya pertambahan jumlah penduduk sebesar 1% mengakibatkan pertumbuhan
ekonomi sebesar 2,82%. Tahun 2018 nilai rerata elastisitas jumlah penduduk terhadap
pertumbuhan ekonomi menurun menjadi 2,75 artinya penambahan jumlah penduduk
sebesar 1% mengakibatkan pertumbuhan ekonomi sebesar 2,75%.
Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian dilakukan Ibhagui (2020), Rahman,
et al. (2017) dan Doran (2012), mereka menyimpulkan penambahan penduduk mendorong
pertumbuhan ekonomi, atau penambahan penduduk berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan Model pertumbuhan Solow dan David
Ricardo. Menurut Solow dan David Ricardo pertumbuhan populasi, dan kemajuan tehnologi
mempengaruhi tingkat output perekonomian serta pertumbuhan sepanjang waktu.
Pertumbuhan penduduk yang dibarengi dengan kemajuan teknologi berdampak pada
perumbuhan ekonomi. Hasil ini juga sesuai dengan teori Harrod. Harot memaparkan laju
pertumbuhan produksi dan pendapatan ditentukan oleh kondisi dasar yang menyangkut

80 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
bertambahnya angkatan kerja karena bertambahnya jumlah penduduk, dan meningkatnya
produktivitas kerja karena kemajuan tehnologi. Peningkatan jumlah penduduk akan
menambah angkatan kerja, jika peningkatan angkatan kerja dibarengi dengan peningkatan
produktivitas berdampak padapertumbuhan ekonomi.
Konsep pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat sumber daya alam dan manusia dengan pembangunan.
Pembangunan berkelanjutan diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Beberapa tujuan pembangunan berkelanjutan adalah mengentaskan kemiskinan,
menghilangkan dampak kelaparan, kehidupan sehat dan sejahtera, pendidikan berkualitas,
dan masih banyak lainnya. Dalam buku Ekologi Manusia dan Pembangunan Berkelanjutan
(2016) karya Oekan Abdullah, untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan di suatu
negara, peran penduduk sangat penting. Hal ini karena peran penduduk adalah sebagai
subyek dan obyek dari pembangunan berkelanjutan.

7) Pengaruh Jumlah Penduduk Miskin terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Jumlah penduduk miskin tidak memiliki pengaruh (-) terhadap pertumbuhan


ekonomi. Berdasarkan persamaan 4.4 jumlah penduduk miskin tidak memiliki pengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi, artinya kenaikan jumlah penduduk miskin tidak memiliki
pengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi daerah. Jumlah penduduk miskin menjadi salah
satu penghambat pertumbuhan ekonomi. Tidak adanya pengaruh antara jumlah penduduk
miskin terhadap pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dalam Tabel 4.23. Nilai rerata elastisitas
jumlah penduduk miskin terhadap pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka negatif dan
menurun dari tahun 2009 hingga tahun 2017. Nilai rerata elastisitas jumlah penduduk miskin
terhadap pertumbuhan ekonomi pada tahun 2009 sampai dengan tahun 2018 sebesar -
0,001 artinya pertambahan jumlah penduduk miskin sebesar 1% mengakibatkan penurunan
pertumbuhan ekonomi sangat kecil sebesar -0,001% atau dapat dikatakan perubahan 1%
penduduk miskin tidak berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan Hassan, et al. (2015) yang menyatakan tidak ada
pengaruh (?) antara kemiskinan dengan pertumbuhan ekonomi Pakistan selama periode
1980-2011.

81 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.23
Perkembangan Elastisitas Penduduk Miskin terhadap PDRB

No Provinsi 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 Rerata
1 SUMATERA UTARA 1,447 -0,913 6,315 -1,275 0,429 -1,333 -0,586 -1,029 0,382
2 RIAU 36,882 -1,520 0,339 -1,018 0,016 -0,198 -2,405 -8,222 2,984
3 JAMBI 2,480 -3,345 1,712 3,894 0,344 -0,690 -1,260 10,002 1,642
4 SUMATERA SELATAN -0,930 -1,706 0,921 -2,718 1,257 -3,239 -5,777 -6,418 -2,326
5 BENGKULU -2,623 4,366 2,093 -2,418 1,769 9,347 -0,689 4,331 2,022
6 JAWA TENGAH -1,745 -1,089 -1,430 -0,888 -5,675 -4,562 -0,706 -1,067 -2,145
7 DI YOGYAKARTA -2,179 -5,537 -1,074 -1,760 -0,586 -13,316 -0,943 7,042 -2,294
8 KALIMANTAN SELATAN 2,773 -1,530 -1,484 1,906 7,200 -1,470 0,990 2,032 1,302
9 KALIMANTAN TIMUR -0,539 -2,111 -1,997 0,798 -1,585 -0,286 0,719 -0,169 -0,646
10 MALUKU -0,335 -1,010 -1,171 -4,284 0,607 2,702 -2,290 -1,550 -0,916
11 PAPUA 0,231 1,467 1,025 -0,503 0,882 1,938 2,078 -0,767 0,794
12 MALUKU UTARA -2,625 -0,672 -1,944 -5,328 -0,451 1,163 3,301 1,166 -0,674
13 BANTEN -0,601 -0,923 1,168 -1,331 0,686 -1,130 0,863 -1,501 -0,346
14 PAPUA BARAT -0,601 -0,265 3,239 -3,814 5,243 -2,738 -0,730 1,310 0,205
Rerata 2,260 -1,056 0,551 -1,339 0,724 -0,987 -0,531 0,369 -0,001
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.8 (diolah)

82 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Menurut Škare & Družeta (2016) penting untuk mendasarkan strategi pengentasan
kemiskinan pada pertumbuhan ekonomi yang cepat namun berkelanjutan, ketika jutaan
orang masih hidup dalam kemiskinan, tantangan terpenting bagi pembuat kebijakan adalah
memastikan pra-kondisi kelembagaan dan menggabungkan kebijakan pro-pertumbuhan dan
pro-miskin yang akan memungkinkan kaum miskin untuk berpartisipasi dalam peluang dan
berkontribusi untuk pertumbuhan di masa depan.
Untuk meningkatkan peran penduduk miskin dalam berperan dalam pembangunan,
maka pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus meningkatkan relevansi arah
kebijakan, program dan alokasi anggaran pemerintah daerah terhadap kebutuhan intervensi
penanggulangan kemiskinan. Meningkatkan konsolidasi belanja anggaran pemerintah
daerah dengan anggaran pemerintah pusat, dan antar anggaran pemerintah darah untuk
penanggulangan kemiskinan. Melakukan pemberdayaan penduduk miskin melalui program
pemberdayaan kelompok masyarakat miskin dengan pemberian modal usaha melalui
program bantuan langsung pemberdayaan sosial untuk mengelola usaha ekonomi produktif
dan bantuan kredit usaha rakyat dengan bunga pinjaman rendah.

8) Pengaruh Penanaman Modal Asing terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Penanaman modal asing lansung memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan


ekonomi, hal ini ditunjukkan dengan nilai rata-rata koefisien regresi untuk penanaman modal
asing langsung sebesar 0,057. Koefisen regresi ini menunjukkan bahwa kenaikan
penanaman modal asing langsung sebesar 1% akan mendorong pertumbuhan ekonomi
sebesar 0,057%, dengan asumsi faktor selain penanaman modal asing dianggap tetap.
Walaupun penanaman modal asing langsung memiliki pengaruh positip tetapi koefisiennya
kecil atau untuk menaikan 1% pertumbuhan dibutuhkan tambahan penanaman modal asing
langsung sebesar 17,5% (17,5% diperoleh dari 1% dibagi 0,057%).
Nilai koefisien 0,057 ini menunjukkan bahwa peran penanaman modal asing di
Indonesia terhadap penciptaan lapangan kerja sangat rendah, sehingga pengangguran tidak
cepat dapat teratasi dengan penanaman modal asing langsung dan akhirnya kontribusi
terhadap pertumbuhan ekonomi rendah.
Pengaruh positif antara penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi
dapat dilihat dalam Tabel 4.24. Nilai rerata elastisitas penanaman modal asing terhadap
pertumbuhan ekonomi menunjukkan angka positif dan menurun dari tahun 2012 hingga
tahun 2018 (Gambar 4.24). Nilai rerata elastisitas penanaman modal asing terhadap
pertumbuhan ekonomi pada tahun 2010 sebesar 0,14 artinya pertambahan penanaman
modal asing sebesar 1% mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar
0,14%. Tahun 2017 nilai rerata elastisitas penanaman modal asing terhadap pertumbuhan
ekonomi tetap 0,14 artinya pertambahan penanaman modal asing sebesar 1%
mengakibatkan peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,14%. Rerata nilai elastisitas
penanaman modal asing terhadap pertumbuhan ekonomi tahun 2010 hingga 2017 sebesar
0,12, artinya pertambahan penanaman modal asing sebesar 1% mengakibatkan
peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,12%. Hasil ini sesuai dengan penelitian
83 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Metwally (2004), Hoang, et al. (2010), Freckleton, et al. (2012), Arısoy (2012), Chaudhry, et
al. (2013) dan Lau & Yip (2019). Mereka menyimpulkan penanaman modal asing dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi.

Tabel 4.24
Perkembangan Elastisitas Pengeluaran Pemerintah Untuk Penanaman Modal Asing
terhadap Pertumbuhan PDRB

No Provinsi 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018


1 ACEH 0,005 -0,084 -0,023 0,030 0,006 -0,051 0,020
2 SUMATERA UTARA -0,741 0,083 -0,143 0,034 -0,250 0,101 -0,371
3 RIAU 0,008 0,058 0,380 -0,005 0,074 0,116 0,697
4 JAMBI 0,009 -0,094 0,139 0,032 -0,097 0,172 0,115
5 BENGKULU -0,275 -0,805 -0,469 0,280 0,032 0,033 1,089
6 JAWA TENGAH 0,113 0,036 2,832 0,053 0,291 0,040 0,860
7 DI YOGYAKARTA 0,001 -0,098 0,042 0,095 -0,064 0,060 0,045
KALIMANTAN
8 TIMUR 0,021 0,403 0,027 -0,052 0,007 0,228 -0,052
NUSA TENGGARA
9 BARAT -0,034 -1,607 0,340 0,534 -0,149 -0,002 -0,045
NUSA TENGGARA
10 TIMUR 0,079 0,124 0,091 0,012 -0,271 0,036 -0,220
11 MALUKU -0,318 0,008 -0,089 0,009 0,269 0,054 -0,062
12 PAPUA -0,758 0,058 -0,080 -0,348 0,340 0,070 -0,195
13 MALUKU UTARA -0,271 0,023 -0,088 0,047 0,053 -0,161 0,115
14 PAPUA BARAT 1,173 0,065 0,028 0,048 0,048 -0,048 0,024
Rerata -0,070 -0,131 0,213 0,055 0,021 0,046 0,144
Sumber : Tabel 4.1 dan Tabel 4.10 (diolah)

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Pandangan Rosensteins-Rodan. Usaha-


usaha yang terpencar dan terpecah-pecah dalam produksi barang konsumsi maupun barang
modal tidak akan berdaya untuk membawa masyarakat dari keadaan stagnasi menuju
kepada suatu perkembangan yang bisa berlanjut dengan kekuatan sendiri. Oleh sebab itu
diperlukan usaha investasi pada skala besar yang harus dilakukan secara bersama-sama di
berbagai bidang dan ragam kegiatan yang dapat saling melengkapi. Satu sama lain
merupakan faktor pendorong yang amat kuat (Big Push) untuk mengatasi hambatan dan
rintangan yang terkandung dalam stagnasi ekonomi dan untuk membawa sistem ekonomi
sebagai keseluruhan ke arah perkembangan yang semakin maju.
Hasil ini juga sesuai dengan teori Hirschman (1973). Hirschman berpendapat
sebaiknya ditempuh suatu strategi pembangunan yang tidak berimbang (strategy of

84 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
unbalanced growth). Investasi potensial dari sudut pendanaan justru terletak di sektor yang
sudah maju yang sudah dilakukan sejumlah investasi. Sektor maju ini sebaiknya dibina dan
hasil dari investasi ini diarahkan untuk prioritas-prioritas yang terletak di sektor-sektor lainya
sehingga ketimpangan dan ketidakseimbangan dalam ekonomi masyarakat dapat teratasi.
Hasil ini juga sesuai dengan Teori Lokasi. Teori lokasi adalah ilmu yang menyelidiki
tata ruang (spatial order) kegiatan ekonomi, atau ilmu yang menyelidiki alokasi geografis dari
sumber-sumber yang langka, serta hubungannya dengan lokasi berbagai macam kegiatan
baik ekonomi maupun sosial (Tarigan, 2018; Sjafrizal, 2012). Analisis ini dapat
dikembangkan untuk melihat bagaimana suatu lokasi yang memiliki potensi dan daya tarik
mempengaruhi orang untuk mendatangi wilayah yang memiliki potensi tersebut. Analisis ini
dapat dikembangkan untuk melihat bagaimana suatu lokasi yang memiliki potensi dan daya
tarik mempengaruhi orang untuk mendatangi wilayah yang memiliki potensi tersebut.
Hasil ini juga sesuai dengan George H. Bort (1960) dengan mendasarkan
analisisnya pada teori ekonomi ekonomi Neo-Klasik. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah
akan sangat ditentukan oleh kemampuan wilayah tersebut untuk meningkatkan kegiatan
produksinya. Kegiatan produksi pada suatu daerah tidak hanya ditentukan oleh potensi
daerah yang bersangkutan, tetapi juga ditentukan pula oleh mobilitas modal antar daerah.
Hasil ini juga sesuai dengan teori Kutub Pertumbuhan. Teori ini berpendapat
bahwa strategi pembangunan ekonomi harus memfokuskan investasi pada sektor tertentu
yaitu kutub pertumbuhan, atau sektor-sektor yang mendorong pembangunan ekonomi
daerah. Tiang pertumbuhan biasanya merupakan industri dasar inti ekonomi regional. Idenya
adalah bahwa ketika kutub ini mulai meluas, hubungan ditempa ke sektor lain ketika.
Untuk mendorong agar investasi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi daerah.
Sejak tahun 2014 Investasi kawasan NKRI diarahkan mendukung pengembangan Kawasan
Ekonomi Khusus. KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi
dengan manfaat perekonomian tertentu. Tujuan utama pengembangan KEK adalah untuk
menciptakan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pembangunan, dan peningkatan daya
saing bangsa. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan
geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor,
impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing
internasional. Kehadiran KEK diharapkan membangun kemampuan dan daya saing
ekonomi pada level nasional melalui industri- industri dan pariwisata bernilai tambah dan
berantai nilai.

85 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
86 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
BAB
4
PENGGUNAAN PANEL DINAMIS
DALAM PENELITIAN EKONOMI
A. Metode Estimasi Model Regresi Panel Dinamis (Panel VECM)

Ahli ekonometrika modern menunjukkan metode untuk membangun model relasional


di antara variabel-variabel ekonomi dengan cara yang tidak struktural, yaitu model
autoregresif vektor (VAR) dan model koreksi kesalahan vektor (VEC). Model VAR dibuat
berdasarkan sifat statistik data. Dalam model VAR, setiap variabel endogen dalam sistem
dianggap sebagai nilai lag semua variabel endogen dalam sistem; dengan demikian model
autoregresif univariat digeneralisasi ke model autoregresif "vektor" yang terdiri dari variabel
deret waktu multivariat. Pada tahun 1980, Christopher Sims memperkenalkan model VAR
ke bidang ekonomi dan mempromosikan aplikasi luas dalam analisis dinamis sistem
ekonomi.
Engle dan Granger menggabungkan model kointegrasi dan koreksi kesalahan, untuk
membentuk model koreksi kesalahan jejak. Selama ada hubungan kointegrasi antara
variabel, model koreksi kesalahan dapat diturunkan dari model lag terdistribusi autoregresif.
Setiap persamaan dalam model VAR adalah model lag terdistribusi autoregresif. Oleh
karena itu, dapat dianggap bahwa model VEC adalah model VAR dengan kendala
kointegrasi. Karena ada hubungan kointegrasi dalam model VEC, ketika ada sejumlah besar
fluktuasi dinamis jangka pendek, ekspresi VEC dapat membatasi perilaku jangka panjang
dari variabel endogen dan menjadi konvergen dengan hubungan kointegrasi mereka (Zou,
2018).
Diasumsikan 𝑦𝑡 = (𝑦1 , 𝑦2 , … , 𝑦𝑘𝑡 )′ sebagai deret waktu stokastik, t=1,2,3,…T, dan
𝑦𝑡 ~I(1), setiap 𝑦𝑖𝑡 ~𝐼(1), 𝑖 = 1, 2, 3, … 𝑘 masing-masing dipengaruhi oleh deret waktu
eksogen dimensi-d 𝑥𝑡 = (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑑𝑡 )′; maka model VAR dapat ditetapkan sebagai
berikut:
𝑦𝑡 = 𝐴1 𝑦𝑡−1 + 𝐴2 𝑦𝑡−2 + … . + 𝐴𝑝 𝑦𝑡−𝑝 + 𝐵𝑥𝑡 + 𝜇𝑡 , 𝑡 = 1, 2, … , 𝑇
………………………………………………………………….….. (3.9)
Jika tidak dipengaruhi oleh deret waktu eksogen dimensi-d 𝑥𝑡 = (𝑥1 , 𝑥2 , … , 𝑥𝑑𝑡 )′;
maka model rumus VAR (3.9) dapat ditulis sebagai berikut:
𝑦𝑡 = 𝐴1 𝑦𝑡−1 + 𝐴2 𝑦𝑡−2 + … . + 𝐴𝑝 𝑦𝑡−𝑝 + 𝜇𝑡 , 𝑡 = 1, 2, … , 𝑇
……………………………………………………………….. (3.10)
Dengan transformasi kointegrasi formula (3.10), kita bisa mendapatkannya

87 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
𝑝−1
∆𝑦𝑡 = ∏ 𝑦𝑡−1 + ∑𝑖=1 𝑟𝑖 ∆𝑦𝑡−1 + 𝜇𝑡 ………………………… (3.11)
Dimana
∏ = ∑𝑝𝑖=1 𝐴𝑖 − 1, …………………………………. (3.12)
𝑝

𝑟𝑖 = − ∑ 𝐴𝑗
𝑗=𝑖+1

Jika Yt memiliki hubungan kointegrasi, maka ∏ 𝑦𝑡−1 ~𝐼(0) dan rumus (3.11) dapat ditulis
sebagai berikut:
∆𝑦𝑡 = 𝛼𝛽 ′ 𝑦𝑡−1 + ∑𝑝−1
𝑖=1 𝑟𝑖 ∆𝑦𝑡−1 + 𝜇𝑡 …………… (3.13)
𝛽 ′𝑦𝑡−1
= 𝑒𝑐𝑚𝑡−1 adalah istilah koreksi kesalahan, yang mencerminkan hubungan
ekuilibrium jangka panjang antara variabel, dan rumus di atas dapat ditulis sebagai berikut:
∆𝑦𝑡 = 𝛼𝑒𝑐𝑚𝑡−1 + ∑𝑝−1𝑖=1 𝑟𝑖 ∆𝑦𝑡−1 + 𝜇𝑡 ………….. (3.14)
Formula (3.14) adalah model koreksi kesalahan vektor (VECM), di mana setiap
persamaan adalah model koreksi kesalahan.

88 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Matrik Model Panel VECM

∆PDRB β1.1 β2.1 β4.1 β6.1 β8.1 β10.1 β12.1 β14.1 β16.1 β18.1 ∆PDRB(-1)
∆POP β1.2 β2.2 β4.2 β6.2 β8.2 β10.2 β12.2 β14.2 β16.2 β18.2 ∆POP(-1)
∆POV β1.3 β2.3 β4.3 β6.3 β8.3 β10.3 β12.3 β14.3 β16.3 β18.3 ∆POV(-1)
∆DAU β1.4 β2.4 β4.4 β6.4 β8.4 β10.4 β12.4 β14.4 β16.4 β18.4 ∆DAU(-1)
∆EDUC = β1.5 Ecm(-1) + β2.5 β4.5 β6.5 β8.5 β10.5 β12.5 β14.5 β16.5 β18.5 x ∆EDUC(-1)
∆HEALTH β1.6 β2.6 β4.6 β6.6 β8.6 β10.6 β12.6 β14.6 β16.6 β18.6 ∆HEALTH(-1)
∆AGRIC β1.7 β2.7 β4.7 β6.7 β8.7 β10.7 β12.7 β14.7 β16.7 β18.7 ∆AGRIC(-1)
∆MARINE β1.8 β2.8 β4.8 β6.8 β8.8 β10.8 β12.8 β14.8 β16.8 β18.8 ∆MARINE(-1)
∆FDI β1.9 β2.9 β4.9 β6.9 β8.9 β10.9 β12.9 β14.9 β16.9 β18.9 ∆FDI(-1)

β3.1 β5.1 β7.1 β9.1 β11.1 β13.1 β15.1 β17.1 β19.1 ∆PDRB(-2)
β3.2 β5.2 β7.2 β9.2 β11.2 β13.2 β15.2 β17.2 β19.2 ∆POP(-2)
β3.3 β5.3 β7.3 β9.3 β11.3 β13.3 β15.3 β17.3 β19.3 ∆POV(-2)
β3.4 β5.4 β7.4 β9.4 β11.4 β13.4 β15.4 β17.4 β19.4 ∆DAU(-2)
+ β3.5 β5.5 β7.5 β9.5 β11.5 β13.5 β15.5 β17.5 β19.5 x ∆EDUC(-2)
β3.6 β5.6 β7.6 β9.6 β11.6 β13.6 β15.6 β17.6 β19.6 ∆HEALTH(-2)
β3.7 β5.7 β7.7 β9.7 β11.7 β13.7 β15.7 β17.7 β19.7 ∆AGRIC(-2)
β3.8 β5.8 β7.8 β9.8 β11.8 β13.8 β15.8 β17.8 β19.8 ∆MARINE(-2)
β3.9 β5.9 β7.9 β9.9 β11.9 β13.9 β15.9 β17.9 β19.9 ∆FDI(-2)

89 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Model Panel VECM dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan
dinamis antara variabel pertumbuhan ekonomi terhadap belanja daerah (pendidikan,
kesehatan, pertanian dan perikanan dan kelautan), dana perimbangan, dan variabel
makroekonomi, yaitu jumlah penduduk, penduduk miskin dan investasi. Kedelapan
variabel endogen tersebut diperlakukan dalam sistem sebagai fungsi dari nilai lag dari
variabel-variabel endogen dimaksud. Selanjutnya, variabel endogen yang akan
digunakan dalam sistem persamaan Panel VECM pada penelitian ini dapat dirumuskan
sebagai berikut :

Yt = [∆PDRB, Educ, Healt, Agric, Marine, DAU, Pop, Pov, FDI]-1 ……. (3.15)

dimana:
∆PDRB = Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan PDRB Riil (atas dasar
Harga Konstan Tahun 2010)
Educ = Belanja daerah untuk pendidikan
Health = Belanja daerah untuk kesehatan
Agric = Belanja daerah untuk pertanian
Marine = Belanja daerah untuk perikanan dan kelautan
DAU = Dana Alokasi Umum
Pop = Jumlah penduduk
Pov = Jumlah penduduk miskin
FDI = Investasi asing langsung

Persamaan model panel VECM untuk ∆PDRBt sebagai berikut :


∆PDRBt = β1.1 ecm(-1) + β2.1 ∆PDRB(-1) + β3.1 ∆PDRB(-2) + β4.1 ∆Educ(-1) + β5.1
∆Educ(-2) + β6.1 ∆Healt(-1) + β7.1 ∆Health(-2) + β8.1 ∆Agric(-1) + β9.1
∆Agric(-2) + β10.1 ∆Marine(-1) + β11.1 ∆Marine(-2) + β12.1 ∆DAU(-1) + β13.1
∆DAU(-2) + β14.1 ∆Pop(-1) + β15.1 ∆Pop(-2) + β16.1 ∆Pov(-1) + β17.1 ∆Pov(-
2) + β18.1 ∆FDI(-1) + β19.1 ∆FDI(-2) + β20.1+ μt
………………………………………………. (3.16)

Langkah untuk mendapatkan hasil yang tepat dengan menggunakan prosedur


standar. Langkah-langkah berikut pada prosedur Panel VECM adalah sebagai berikut:
(i) uji akar unit; (ii) penentuan panjang lag optimum; (iii) uji stabilitas; (iv) uji kointegrasi;
(v) uji kausalitas Grangrer; (vi) model koreksi kesalahan vektor panel (VECM); (vii) fungsi
respon impulse; dan (viii) Impulse Response Function (IRF). Rincian langkah tersebut
dijelaskan sebagai berikut (Gujarati, 2003; Widarjono, 2009):

90 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
B. Uji Akar Unit
Sebelum melakukan regresi dengan model panel VECM, yang perlu dilakukan
terlebih dahulu adalah mengetahui apakah variabel yang digunakan telah stasioner atau
tidak. Data tidak stasioner jika dilakukan dalam regresi maka akan diperoleh regresi yang
palsu (spurious), timbul fenomena autokorelasi dan juga tidak dapat menggeneralisasi hasil
regresi tersebut untuk waktu yang berbeda (Gujarati, 2003). Selain itu, apabila data yang
akan digunakan telah stasioner, maka dapat menggunakan regresi OLS, namun jika belum
stasioner, data tersebut perlu dilihat stasioneritasnya melalui uji derajat integrasi.
Selanjutnya, data yang tidak stasioner pada tingkat level memiliki kemungkinan akan
terkointegrasi sehingga perlu dilakukan uji kointegrasi. Hasil uji sasioner pada tingkat level
(0) terlihat pada Tabel 4.29.
Untuk mengetahui apakah data time series yang digunakan stasioner atau tidak
stasioner, digunakan uji akar unit (unit roots test). Uji akar unit dilakukan dengan
menggunakan metode Levin, Lin & Chu t*, metode Im, Pesaran and Shin W-stat, metode
Dicky Fuller (DF), maupun dengan metode PP - Fisher Chi-square dengan hipotesis sebagai
berikut:

H0 : terdapat unit root (data tidak stasioner)


H1 : tidak terdapat unit root (data stasioner)

Hasil uji Im, Pesaran and Shin W-stat, ADF - Fisher Chi-square dan PP - Fisher
Chi-square pada Tabel 4.26 dengan hampir seluruh variabel tidak lolos uji stasioner tingkat
level, kecuali variabel investasi asing langsung (FDI). Pada uji Stasioner Data First Difference
(Tabel 4.27), hasil uji Im, Pesaran and Shin W-stat, ADF - Fisher Chi-square dan PP - Fisher
Chi-square menyimpulkan semua variabel lolos pada uji stasioner pada data first difference.
Hasil uji stasioner pada data first difference (1) disajikan dalam Tabel 4.27.

91 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.27.
Hasil Uji Stasioner Pada Data Level

Metode Levin, Lin & Chu Metode Im, Pesaran and Metode ADF - Fisher Metode PP - Fisher Chi-
Variabel t* Shin W-statistik Chi-square square Kesimpulan
t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas
PDRB 4,81586 1,0000 2,14572 0,9841 18,8879 0,9982 8,17752 1,0000 No Stasioner
Pop -20,7271 0,0000 -5,05156 0,0000 132,300 0,0000 210,903 0,0000 Stasioner
Pov -4,14732 0,0000 -1,44016 0,0749 49,0515 0,1544 159,736 0,0000 No Stasioner
DAU 6,38030 1,0000 8,58672 1,0000 1,78845 1,0000 0,86631 1,0000 No Stasioner
Educ 10,6916 1,0000 7,38712 1,0000 16,2878 0,9997 11,6642 1,0000 No Stasioner
Health 3,15820 0,9992 4,08508 1,0000 16,4801 0,9996 29,9149 0,8776 No Stasioner
Agric -4,35861 0,0000 -0,75651 0,2247 45,2463 0,2622 42,6015 0,3598 No Stasioner
Marine 2,31574 0,9897 3,42240 0,9997 18,3247 0,9987 37,8613 0,5669 No Stasioner
FDI 2,83470 0,9977 3,07827 0,9990 24,6375 0,9731 34,8940 0,6991 No Stasioner
Sumber : Lampiran 6
Keterangan: ** signifikan pada α = 5%

92 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.28.
Hasil Uji Stasioner Pada Data First Difference

Metode Levin, Lin & Chu Metode Im, Pesaran & Metode ADF - Fisher Metode PP - Fisher Chi-
Variabel t* Shin W-statistik Chi-square square Kesimpulan
t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas t statistik Probabilitas
PDRB -15,6383 0,0000 - - 74,9429 0,0007 - - Stasioner
Pop -30,5648 0,0000 -5,19824 0,0000 146,431 0,0000 201,564 0,0000 Stasioner
Pov -4,71844 0,0000 -2,21544 0,0134 62,1472 0,0140 155,586 0,0000 Stasioner
DAU -4,12396 0,0000 -1,91345 0,0278 62,0070 0,0144 127,445 0,0000 Stasioner
Educ -3,14502 0,0008 - - 78,2985 0,0003 150,487 0,0000 Stasioner
Health -3,63591 0,0001 -4,62150 0,0000 100,377 0,0000 181,307 0,0000 Stasioner
Agric -4,48226 0,0000 -4,04868 0,0000 89,8490 0,0000 168,786 0,0000 Stasioner
Marine - - -3,33154 0,0004 78,5511 0,0003 184,465 0,0000 Stasioner
FDI -1,97074 0,0244 -3,36911 0,0004 89,9020 0,0000 221,900 0,0000 Stasioner
Sumber : Lampiran 6
Keterangan: ** signifikan pada α = 5%

93 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
C. Penentuan Panjang Lag maksimum

Estimasi dengan VECM mensyaratkan data dalam kondisi stasioner. Seluruh data
variabel yang sudah stasioner pada pada tingkat 1st difference maka estimasi diharapkan akan
menghasilkan keluaran model yang valid. Estimasi model VECM dimulai dengan menentukan
berapa panjang lag yang tepat dalam model VECM. Penentuan panjangnya lag optimal
merupakan hal penting dalam pemodelan VECM (Lütkepohl, 2005). Jika lag optimal yang
dimasukan terlalu pendek maka dikuatirkan tidak dapat menjelaskan kedinamisan model secara
menyeluruh. Namun, lag optimal yang terlalu panjang akan menghasilkan estimasi yang tidak
efisien karena berkurangnya degree of freedom (terutama model dengan sampel kecil). Perlu
diketahui terlebih dahulu lag optimal sebelum melakukan estimasi VECM. Berdasarkan Tabel
4.29. panjang lag maksimum dapat dilihat dari banyaknya tanda bintang (*), terlihat tanda bintang
terbanyak berda pada lag 2. Panjang lag optimumnya dalam penelitian ini adalah maksimum 2.
Tabel 4.29
Panjang Lag maksimum

Lag LogL LR FPE AIC SC HQ


0 -15771,65 NA 3,77e+74 197,2582 197,4311 197,3284
1 -15534,71 444,2672 5,37e+73 195,3089 197,0387* 196,0113
2 -15401,88 234,1199* 2,83e+73* 194,6610* 197,9476 195,9955*
Sumber : Lampiran 8
* indicates lag order selected by the criterion
LR : Sequential modified LR test statistic (each test at 5% level)
FPE : Final prediction error
AIC : Akaike information criterion
SC : Schwarz information criterion
HQ : Hannan-Quinn information criterion

D. Uji Stabilitas
Stabilitas VAR perlu diuji terlebih dahulu sebelum melakukan analisis lebih jauh, karena
jika hasil estimasi VAR yang akan dikombinasikan dengan model koreksi kesalahan tidak stabil
(VECM), maka Impulse Response Function dan Variance Decomposition menjadi tidak valid.

94 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Tabel 4.30
Hasil Uji Stabilitas

Root Modulus

0,9310 0,9310
-0,3390 + 0,7680 0,8395
-0,3390 - 0,7680 0,8395
0,0762 + 0,6770 0,6813
-0,3127 + 0,4437 0,5429
-0,2105 + 0,4930 0,5361
-0,2105 - 0,4930 0,5361
0,5154 0,5154
-0,4052 0,4052
0,2807 - 0,2126 0,3522
0,2807 + 0,2126 0,3522
-0,2511 0,2511

No root lies outside the unit circle.


VAR satisfies the stability condition.

Hasil uji stabilitas (Tabel 4.30) menunjukkan bahwa nilai semua modulus sudah berada
di bawah 1, artinya model yang digunakan sudah memenuhi kriteria stabilitas, sehingga Impulse
Response Function dan Variance Decomposition menjadi valid.

Sumber : Lampiran 9

Gambar 4.29
Inverse Roots of AR Characteristic Polynomial

95 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Hasil Gambar 4.29 juga menunjukkan titik-titik berada dalam lingkaran, ini
menunjukkan model yang digunakan sudah memenuhi kriteria stabilitas, sehingga Impulse
Response Function dan Variance Decomposition menjadi valid.

E. Uji Kointegrasi

Berdasarkan hasil pengujian panjang lag, yang digunakan untuk dasar uji kointegrasi
untuk mengetahui apakah akan terjadi keseimbangan dalam jangka panjang, yaitu terdapat
kesamaan pergerakan dan stabilitas hubungan diantara variabel-variabel di dalam penelitian ini
atau tidak. Uji kointegrasi dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode
Johansen’s Cointegration Test (Maddala & Wu, 1999). Berikut ini disajikan Tabel 4.31 hasil uji
kointegrasi dengan metode Johansen’s Cointegration Test.
Tabel 4.31 menunjukkan bahwa 5 vektor yang memiliki nilai trace Statistik dan eigen
value lebih besar dari nilai critical value 0,05, hal ini menunjukkan ada kointegrasi (terjadi
pengaruh jangka panjang).
Tabel 4. 31
Hasil Uji Kointegrasi
Hypothesized Trace 0.05
No. of CE(s) Eigenvalue Statistic Critical Value Prob.**
None * 0,629294 475,3272 197,3709 0,0001
At most 1 * 0,475902 336,3990 159,5297 0,0000
At most 2 * 0,419854 245,9482 125,6154 0,0000
At most 3 * 0,385294 169,7216 95,75366 0,0000
At most 4 * 0,353620 101,5960 69,81889 0,0000
At most 5 0,159111 40,50451 47,85613 0,2050
At most 6 0,071829 16,24306 29,79707 0,6951
At most 7 0,027061 5,807632 15,49471 0,7181
At most 8 0,013951 1,966950 3,841466 0,1608

Sumber : Lampiran 10
Keterangan
Trace test indicates 5 cointegrating eqn(s) at the 0.05 level
* denotes rejection of the hypothesis at the 0.05 level
**MacKinnon-Haug-Michelis (1999) p-values

F. Uji Kausalitas Grangger

Uji kausalitas dilakukan untuk mengetahui apakah suatu variabel endogen dapat
diperlakukan sebagai variabel eksogen. Hal ini bermula dari ketidaktahuan keterpengaruhan
antar variabel. Jika ada dua variabel y dan z, maka apakah y menyebabkan z atau z
menyebabkan y atau berlaku keduanya atau tidak ada hubungan keduanya. Variabel y
menyebabkan variabel z artinya berapa banyak nilai z pada periode sekarang dapat dijelaskan

96 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
oleh nilai z pada periode sebelumnya dan nilai y pada periode sebelumnya. Uji kausalitas dapat
dilakukan dengan berbagai metode diantaranya metode Granger’s Causality (Hurlin & Venet,
2001) dan Error Correction Model Causality. Granger’s Causality digunakan untuk menguji
adanya hubungan kausalitas antara dua variabel. Kekuatan prediksi (predictive power) dari
informasi sebelumnya dapat menunjukkan adanya hubungan kausalitas antara y dan z dalam
jangka waktu lama. Dari hasil yang diperoleh pada Tabel 4.32 diketahui bahwa yang memiliki
hubungan kausalitas adalah yang memiliki nilai probabilitas yang lebih kecil daripada alpha 0,05
dan 0,10 sehingga Ho akan ditolak yang berarti suatu variabel akan mempengaruhi variabel lain.
Dari pengujian Granger (Tabel 4.32), diketahui hubungan timbal-balik/ kausalitas
sebagai berikut:
Tabel 4.32a
Uji Kausalitas Granger

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.


POP does not Granger Cause PDRB 180 33,1516 6,E-13
PDRB does not Granger Cause POP 12,8595 6,E-06
POV does not Granger Cause PDRB 180 12,7068 7,E-06
PDRB does not Granger Cause POV 0,0554 0,7371
DAU does not Granger Cause PDRB 180 4,5822 0,0115
PDRB does not Granger Cause DAU 5,4900 0,0049
EDUC does not Granger Cause PDRB 180 0,5228 0,5937
PDRB does not Granger Cause EDUC 0,4624 0,6305
HEALTH does not Granger Cause PDRB 180 0,3250 0,7229
PDRB does not Granger Cause HEALTH 2,6921 0,0705
AGRIC does not Granger Cause PDRB 180 0,4108 0,6638
PDRB does not Granger Cause AGRIC 2,5284 0,0827
MARINE does not Granger Cause PDRB 180 0,1673 0,8461
PDRB does not Granger Cause MARINE 0,0471 0,9539
FDI does not Granger Cause PDRB 180 1,5285 0,2197
PDRB does not Granger Cause FDI 8,7920 0,0002
Sumber : Lampiran 11

Berdasarkan hasil uji kausalitas Granger yang ditunjukkan pada Tabel 4.32, dapat disimpulkan
hubungan antar variabel sebagai berikut:

1) Variabel populasi (Pop) dan variabel PDRB memiliki hubungan timbal balik; variabel PDRB
memiliki pengaruh terhadap variabel Pop dan variabel Pop memiliki pengaruh terhadap
variabel PDRB.
2) Variabel penduduk miskin (Pov) dan variabel PDRB memiliki hubungan searah; variabel Pov
memiliki pengaruh terhadap variabel PDRB, tetapi varibel PDRB tidak memiliki pengaruh
terhadap variabel Pov.

97 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
3) Variabel Dana Alokasi Umum (DAU) dan variabel PDRB memiliki hubungan dua arah; varibel
PDRB memiliki pengaruh terhadap variabel DAU, dan variabel DAU memiliki pengaruh
terhadap variabel PDRB.
4) Varibel PDRB tidak memiliki pengaruh terhadap variabel pengeluran pemerintah untuk
pendidikan (Educ), dan Variabel Educ juga tidak memiliki pengaruh terhadap variabel PDRB.
Tidak terjadi hubungan antara variabel EDUC terhadap variabel PDRB.
5) Varibel PDRB memiliki pengaruh terhadap variabel pengeluaran pemerintah untuk
kesehatan (Health), tetapi Variabel Health tidak memiliki pengaruh terhadap variabel PDRB.
Hubungan antara variabel PDRB hanya satu arah terhadap variabel Health.
6) Varibel pengeluaran untuk pertanian (Agric) tidak memiliki pengaruh terhadap variabel
PDRB; tetapi Variabel PDRB memiliki pengaruh terhadap variabel Agric; Terjadi hubungan
satu arah anatar variabel PDRB terhadap variabel Agric;
7) Varibel pengeluaran untuk perikanan dan kelautan (Marine) tidak memiliki pengaruh
terhadap variabel PDRB; dan Variabel PDRB tidak memiliki pengaruh terhadap variabel
Marine; variabel Marine dan variabel PDRB tidak memiliki hubungan;
8) Variabel penanaman modal asing (FDI) dan variabel PDRB memiliki hubungan satu arah;
varibel PDRB memiliki pengaruh terhadap variabel FDI dan Variabel FDI tidak memiliki
pengaruh terhadap variabel PDRB.
Tabel 4.32b
Uji Kausalitas Penduduk dan Belanja Daerah

Null Hypothesis: Obs F-Statistic Prob.


EDUC does not Granger Cause POP 180 0,98918 0,3740
POP does not Granger Cause EDUC 1,37455 0,2557
HEALTH does not Granger Cause POP 180 0,21650 0,8055
POP does not Granger Cause HEALTH 3,74599 0,0255
AGRIC does not Granger Cause POP 180 0,65542 0,5205
POP does not Granger Cause AGRIC 2,47478 0,0871
MARINE does not Granger Cause POP 180 0,61011 0,5444
POP does not Granger Cause MARINE 0,24329 0,7843
Sumber : Lampiran 11

9) Variabel belanja daerah untuk pendidikan (EDUC) dan variabel populasi (Pop) tidak memiliki
hubungan; varibel EDUC tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Pop dan Variabel Pop
tidak memiliki pengaruh terhadap variabel EDUC.
10) Variabel belanja daerah untuk Kesehatan (HEALTH) dan variabel populasi (Pop) memiliki
hubungan satu arah; varibel HEALTH memiliki pengaruh terhadap variabel Pop dan Variabel
Pop tidak memiliki pengaruh terhadap variabel HEALTH.
11) Variabel belanja daerah untuk pertanian (AGRIC) dan variabel populasi (Pop) tidak memiliki
hubungan; varibel AGRIC tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Pop dan Variabel Pop
tidak memiliki pengaruh terhadap variabel AGRIC.

98 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
12) Variabel belanja daerah untuk perikanan dan kelautan (MARINE) dan variabel populasi (Pop)
tidak memiliki hubungan; varibel MARINE tidak memiliki pengaruh terhadap variabel Pop dan
Variabel Pop tidak memiliki pengaruh terhadap variabel MARINE.

G. Hasil Regresi Panel Dinamis

Jika semua variabel telah memenuhi stasioner pada turunan pertama, telah melewati uji
lag optimum, uji stabilitas, dan uji kointegrasi dapat dilanjutkan dengan regresi model koreksi
kesalahan vektor dinamis (Panel VECM). Model untuk Panel VECM tidak menggunakan model
logaritma, karena model dengan logaritma tidak memenuhi uji kointergrasi. Sehingga untuk
memenuhi semua persyaratan model Panel VECM digunakan model tanpa log (tetapi hasil
regresi juga menunjukkan perubahan). Hasil regresi data panel dinamis (P VECM) disajikan
dalam Tabel 4.34 dan Tabel 4.35.
Dalam jangka pendek (Tabel 4.34) pertumbuhan ekonomi daerah (perubahan PDRB)
dipengaruhi secara negatif (-) oleh perubahan anggaran pendidikan tahun lalu, perubahan
anggaran pendidikan 2 tahun lalu, perubahan anggaran pertanian tahun lalu, perubahan
anggaran pertanian 2 tahun lalu, perubahan DAU tahun lalu, perubahan DAU 2 tahun lalu,
perubahan penduduk miskin 2 tahun lalu, dan perubahan investasi asing tahun lalu.
Pertumbuhan ekonomi daerah (perubahan PDRB) dipengaruhi secara positif (+) oleh perubahan
PDRB 2 tahun lalu, perubahan anggaran kesehatan tahun lalu, perubahan anggaran kesehatan
2 tahun lalu, perubahan anggaran kelautan tahun lalu, perubahan anggaran kelautan 2 tahun
lalu, dan perubahan populasi 2 tahun lalu,
Koefisien untuk perubahan anggaran pendidikan tahun lalu sebesar -8,4048 dalam
jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran
14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -8,4048 x
(130.233.266.301/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas -0,131, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan anggaran pendidikan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 0,131 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Realisasi anggaran pendidikan yang sudah sesuai dengan amanat undang-undang, yakni 20
persen dari total anggaran negara harus dioptimalkan terlebih dahulu. anggaran pendidikan
terbagi dalam belanja pemerintah pusat sebesar 33,7 persen, transfer ke daerah dan dana desa
sebesar Rp 63 persen. belanja pusat ternyata bukan berarti hanya untuk Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) melainkan juga terdistribusi sebagai dana fungsi
pendidikan 20 kementerian serta untuk Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP). Dari
20 kementerian/lembaga yang mendapatkan alokasi anggaran pendidikan, Kementerian Agama
memperoleh alokasi terbesar, yaitu 35 persen, disusul oleh Kemristekdikti sebesar 26,97 persen,
dan Kemdikbud sebesar 26,77 persen. Selebihnya sekitar 12 persen tersebar di sejumlah
kementerian dan Badan Tenaga Nuklir Nasional serta Perpustakaan Nasional Republik
Indonesia. Kemdikbud yang mengurus pendidikan dasar dan menengah serta Kemristekdikti
untuk pendidikan tinggi, mendapatkan anggaran yang justru lebih kecil dari Kementerian Agama.
Anggaran negara bukan hanya terfokus pada pemenuhan besaran angka melainkan juga
ketepatan dan efektivitas penempatan anggaran. Perlu dilihat lagi apakah anggaran yang besar
sesuai dengan hasil yang diharapkan, atau justru sebaliknya. Sedangkan di Kemdikbud sendiri

99 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
perlu juga dilihat lebih detail sejauh mana anggaran menjangkau persoalan yang perlu
mendapatkan prioritas penanganan.
Bank Pembangunan Asia alias Asian Development Bank (ADB) menyebut anggaran
pendidikan Indonesia tidak efisien. Pasalnya, 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dialokasikan untuk sektor pendidikan hanya berdampak 3,4 persen
terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Sylwester
(2000), hasil penelitianya menyimpulkan belanja publik untuk pendidikan tidak memiliki pengaruh
secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, tetapi memiliki memiliki pengaruh negatif (-)
secara tidak langsung terhadap pertumbuhan ekonomi.
Koefisien untuk perubahan anggaran pendidikan tahun lalu sebesar 352,5 dalam jangka
panjang (lihat Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya
(lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 352,5 x
(130.233.266.301,861/1,79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,255, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan belanja pendidikan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,255 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Perubahan pengeluaran pemerintah daerah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip
terhadap perubahan PDRB dalam jangka panjang, hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan Iqbal & Zahid (1998), Li & Liang (2010) dan Murova & Khan (2017) yang
menyimpulkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk pendidikan memiliki pengaruh positip (+)
terhadap pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh positif jangka panjang antara belanja pemerintah untuk pendidikan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijelaskan secara teori seperti pada Gambar 4.30. Model
IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga
mempengaruhi ekuilibrium dalam model IS-LM (Mankiw, 2003). Dengan model IS-LM untuk
menjelaskan jangka panjang, kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan
menyebabkan kenaikan/penurunan PDRB.
Gambar 4.30 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan
menggeser kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan
agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan menggeser
kurva IS ke kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y 1 ke Y2. Jika
P2 > P1 maka akan diperoleh Y1/P1 < Y2/P2, maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk
pendidikan mendorong pertambahan pendapatan daerah dan Jika Y2/P2 < Y1/P1, maka
peningkatan belanja pemerintah daerah untuk pendidikan mengakibatkan penurunan
pendapatan daerah. Sekolah gratis bukan sesuatu yang harus diminta masyarakat karena itu
sudah menjadi hak.

100 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tingkat Bunga Kenaikan Tingkat Harga
Belanja Daerah Meningkatkan Permintaan
LM1
Pendidikan Agregate pada tingkat
harga berapapun

P2

P1

IS2(P=P2 AD2
)
IS1(P=P1 AD1
)
Pendapatan,
Y1 Y2 Pendapatan, Y1 Y2
output, Y
output, Y
Sumber : Mankiw, 2003: hal. 276
Gambar 4.30
Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Pendidikan Menggeser Permintaan Agregat

Di era Presiden Jokowi dicanangkan program Wajib Belajar 12 tahun hingga SMA.
Menurut Undang-Undang anggaran untuk pendidikan 20 persen dari APBN, sehingga beban
untuk biaya pendidikan menjadi berkurang dan dapat dialokasikan untuk kebutuhan lainnya.
Peningkatan belanja daerah untuk pendidikan akan meningkatkan IS dan mendorong
permintaan agregat dan pada akhirnya akan mendorong peningkatan pendapatan daerah.
Dalam jangka pendek, koefisien untuk perubahan anggaran kesehatan tahun lalu
sebesar 8,40. Nilai koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14).
Angka elastisitas bisa kita cari dengan rumus sebagai berikut 8,40 x
(74.627.707.682/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas perubahan anggaran
kesehatan lag satu terhadap perubahan PDRB sebesar 0,075, artinya jika terjadi perubahan
peningkatan anggaran kesehatan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan
peningkatan PDRB sebesar 0,0751 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Dalam
jangka pendek terjadi pengaruh yang positif antara anggaran kesehatan terhadap pertumbuhan
ekonomi, hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Li & Liang (2010), Naidu &
Chand (2013), Murova & Khan (2017), Silva, et al. (2018), Akingba, et al. (2018) dan Pereira, et
al. (2019).
Koefisien untuk perubahan anggaran kesehatan tahun lalu sebesar -500,94 dalam
jangka panjang (lihat Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka
elastisitasnya (lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -
500,94 x (74.627.707.682/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas perubahan anggaran
kesehatan lag satu terhadap perubahan PDRB sebesar -0,21, artinya jika terjadi perubahan

101 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


peningkatan anggaran kesehatan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan
penurunan PDRB sebesar 0,21 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap. Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah pusat diwajibkan
mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (APBN), sedangkan pemda sebesar 10 persen di dalam Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD).
Berdasarkan data APBD 2017, dari 542 daerah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh
Indonesia, daerah yang telah memenuhi kewajiban minimal 10 persen anggaran kesehatan baru
177 daerah dari 548 provinsi/kabupaten/kota atau baru sekitar 32 persen. Berikutnya ini alokasi
belanja kesehatan terhadap APBD di 33 provisnsi di Indonesia tahun 2017:
Tabel 4.33
Alokasi Belanja Kesehatan terhadap APBD di 33 Provinsi di Indonesia Tahun 2017

Alokasi Alokasi
No Provinsi Anggaran No Provinsi Anggaran
Kesehatan Kesehatan
(%) (%)
1 Sulawesi Tengah 7,4 18 Gorontalo 12,0
2 Sulawesi Utara 8,3 19 N Aceh Darusalam 9,0
3 Maluku Utara 7,9 20 Kalimantan Barat 8,8
4 Bengkulu 7,8 21 Sumatera Selatan 8,3
5 Maluku 7,5 22 Sulawesi Tengah 11,2
6 Papua Barat 6,5 23 Riau 7,7
7 Jambi 8,6 24 Kalimantan Selatan 9,9
8 Bangka Belitung 7,2 25 Nusa Tenggara Barat 9,5
9 Kalimantan Tengah 7,9 26 Kalimantan Timur 7,5
10 Sumatera Barat 7,2 27 Sulawesi Selatan 13,0
11 Kepulauan Riau 9,7 28 D I Yogyakarta 9,2
12 Sulawesi Barat 6,8 29 Bali 8,8
13 Lampung 7,5 30 Jawa Tengah 10,7
14 Kalimantan Utara 7,8 31 Jawa Timur 10,9
15 Papua 7,9 32 Banten 10,0
16 Sumatera Utara 7,9 33 Jawa Barat 12,3
17 Nusa Tenggara Timur 10,8 34 Rerata Nasional 9,2
Sumber : Data DJPK Kemenkeu dan BPS diolah

Jika belanja tidak langsung (gaji dan tunjangan) dikeluarkan dari perhitungan, maka
rata-rata proporsi belanja APBD untuk kesehatan terhadap total APBD secara nasional adalah
9,2% dengan proporsi tertinggi di kabupaten/kota di Provinsi Gorontalo sebesar 12,6% dan
terendah di kabupaten/kota di Provinsi Jambi sebesar 6,5%. Berdasarkan data di atas provinsi
yang telah memenuhi kewajiban minimal 10 persen sebesar 23,5 persen (7 provinsi).

102 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dalam kenyataannya banyak daerah tidak mentaati Undang-Undang tersebut yang
mengakibatkan persoalan baru deficit pengelolaan dana kesehatan melalui pengelolaan BPJS.
Sehingga awal tahun 2020 pemerintah mengeluarkan peraturan menaikan tariff asuransi BPJS
100%, hal ini menyebabkan biaya kesehatan menjadi mahal. Dalam jangka panjang pemerintah
dan masyarakat harus menyadari bahwa biaya kesehatan sangat mahal, dan anggaran
pemerintah tidak bisa mengatasi persoalan mahalnya biaya kesehatan di Indonesia. Jika dalam
satu keluarga ada yang menderita penyakit yang serius, mereka dalam satu keluarga akan
berjuang bersama-sama untuk mengatasinya. Berapapun biaya akan dipikul bersama-sama,
sehingga akan menimbulkan beban ekonomi.
Pengaruh negatif jangka panjang antara belanja pemerintah untuk kesehatan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah dapat dijelaskan secara teori seperti pada Gambar 4.31. Model
IS-LM dirancang untuk menjelaskan perekonomian dalam jangka panjang ketika tingkat harga
mempengaruhi ekuilibrium dalam model IS-LM (Mankiw, 2003). Dengan model IS-LM untuk
menjelaskan jangka panjang, kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan
menyebabkan kenaikan/penurunan PDRB.

Tingkat Bunga Kenaikan Tingkat Harga


Belanja Daerah Meningkatkan Permintaan
LM1
Kesehatan Agregate pada tingkat
Daerah harga berapapun

P2

P1

IS2(P=P2 AD2
)
IS1(P=P1 AD1
)
Pendapatan,
Y1 Y2 Pendapatan, Y1 Y2
output, Y
output, Y
Sumber : Mankiw, 2003: hal.276
Gambar 4.31
Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Kesehatan Menggeser Permintaan Agregat

Gambar 4.31 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan


menggesesr kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan
agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggesr kurva
IS ke kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y 1 ke Y2. Jika P2 >
P1 maka akan diperoleh Y1/P1 < Y2/P2 maka peningkatan belanja pemerintah daerah untuk

103 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


kesehatan mendorong pertambahan pendapatan dan Jika Y2/P2 < Y1/P1 maka peningkatan
belanja pemerintah daerah untuk kesehatan mengakibatkan penurunan pendapatan daerah.
Dalam jangka panjang peningkatan belanja daerah untuk kesehatan belum bisa
memenuhi kebutuhan kesehatan seluruh masyarakat. Semakin lengkap sarana dan prasarana
kesehatan akan meningkatkan biaya pelayanan kesehatan. Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh
Indonesia (PERSI) menjelaskan selalu ada peningkatan tarif di rumah sakit swasta di Indonesia.
Itu terjadi karena mengikuti laju inflasi. Selain itu, perkembangan teknologi juga mempengaruhi
biaya berobat di rumah sakit. Dalam jangka panjang kesehatan menjadi sangat mahal atau
sering muncul pernyataan orang miskin tidak boleh jatuh sakit. Apabila dalam keluarga miskin
ada salah satu anggotanya terkena penyakit serius menyebabkan semakin menjadi miskin.
Koefisien untuk perubahan anggaran pertanian tahun lalu sebesar -19,9732 dalam
jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran
14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -19,9732 x
(17.307.035.863/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas -0,0414, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan anggaran pertanian sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0414 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Alokasi anggaran untuk sektor pertanian di Indonesia yang rendah dan sektor ini didominasi
tenaga kerja yang sangat besar, sehingga mengakibatkan produkvitas sektor pertanin menjadi
rendah dalam jangka pendek. Subsidi untuk para petani di Indonesia sebagian besar melalui
subsidi pupuk. Hasil ini sesuai penelitian yang dilakukan Armas, et al. (2012) menyimpulkan
belanja publik sector pertanian untuk subsidi pupuk memiliki efek negatif (-) terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Koefisien untuk perubahan anggaran pertanian tahun lalu sebesar 1.335,73 dalam
jangka panjang (lihat Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka
elastisitasnya (lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut
1.335.735 x (17.307.035.863/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,1285, artinya jika
terjadi perubahan peningkatan anggaran pertanian sebesar 1 persen, maka akan
mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,1285 persen dengan asumsi faktor lain
dianggap tetap. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Xu, et al. (2011) dan Armas, et al.
(2012), mereka menyimpulkan bahwa anggaran pertanian dapat mendorong (+) pertumbuhan
ekonomi.
Gambar 4.32 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk pertanian
menggeseser kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan permintaan
agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk kesehatan menggesr kurva
IS ke kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan dari Y1 ke Y2. Peningkatan
belanja pemerintah daerah untuk pertanian mendorong pertambahan pendapatan karena Y2/P2
> Y1/P1. Rendahnya angka inflasi pangan, menunjukkan ketersediaan yang cukup karena
produksi bahan makanan hasil pertanian yang terus meningkat (Detik Finance).

104 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tingkat Bunga Kenaikan Tingkat Harga
Belanja Daerah Meningkatkan Permintaan
LM1
Kesehatan Agregate pada tingkat
Daerah harga berapapun

P2

P1

IS2(P=P2 AD2
)
IS1(P=P1 AD1
)

Pendapatan,
Y1 Y2 Pendapatan, Y1 Y2
output, Y
output, Y
Sumber : Mankiw, 2003:hal 276

Gambar 4.32
Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Pertanian Menggeser Permintaan Agregat

Koefisien untuk perubahan anggaran perikanan dan kelautan tahun lalu sebesar
28,860 dalam jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka
elastisitasnya (lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut
28,860 x (12.473.339.513/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas 0,043, artinya jika
terjadi perubahan peningkatan anggaran perikanan dan kelautan sebesar 1 persen, maka
akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,043 persen dengan asumsi
faktor lain dianggap tetap. Hasil ini didukung oleh penelitian mengenai pengaruh antara
pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan kelautan terhadap pertumbuhan ekonomi yang
dilakukan Huda, et al. (2015), Novianti, dkk. (2014), dan Agustine, et al. (2013), mereka
menyimpulkan pengeluaran pemerintah yang dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur
kelautan dan perikanan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.

105 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tabel 4.34
Hasil Regesi Panel VECM Jangka Pendek

Variabel Keterangan Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.


Hubungan Jangka
CointEq1 Pendek dan Jangka 0,0158 0,0017 9,2080*** 0,0000
Panjang
Perubahan PDRB
D(PDRB(-1)) Tahun Lalu
-0,0537 0,0711 -0,7546 0,4506
Perubahan PDRB 2
D(PDRB(-2)) Tahun Lalu
-0,1348 0,0739 -1,8232* 0,0685
Perubahan Populasi
D(POP(-1)) Tahun Lalu
5.633.429. 3.624.403. 1,5543 0,1204
Perubahan Populasi 2
D(POP(-2)) Tahun Lalu
6.579.552. 3.608.949. 1,8231* 0,0685
Perubahan Penduduk
D(POV(-1)) Miskin Tahun Lalu
-13.783.958 8.791.049. -1,5679 0,1171
Perubahan Penduduk
D(POV(-2)) Miskin 2 Tahun Lalu
-27.123.811 8.044.174. -3,3718*** 0,0008
Perubahan DAU Tahun
D(DAU(-1)) Lalu
-7,527143 2,7311 -2,7560*** 0,0059
Perubahan DAU 2
D(DAU(-2)) Tahun Lalu
-17,9278 5,1914 -3,4533*** 0,0006
Perubahan Anggaran
D(EDUC(-1)) Pendidikan Tahun Lalu
-8,4048 1,6213 -5,1837*** 0,0000
Perubahan Anggaran
D(EDUC(-2)) Pendidikan 2 Tahun -9,8241 1,7594 -5,5837*** 0,0000
Lalu
Perubahan Anggaran
D(HEALTH(-1)) Kesehatan Tahun Lalu
8,4027 2,5498 3,2954*** 0,0010
Perubahan Anggaran
D(HEALTH(-2)) Kesehatan 2 Tahun 9,1373 3,4181 2,6732*** 0,0076
Lalu
Perubahan Anggaran
D(AGRIC(-1)) Pertanian Tahun Lalu
-19,9732 6,8735 -2,9058*** 0,0037
Perubahan Anggaran
D(AGRIC(-2)) Pertanian 2 Tahun Lalu
-24,3246 7,7906 -3,1222*** 0,0018
Perubahan Anggaran
D(MARINE(-1)) Kelautan Tahun Lalu 28,86055 12,2201 2,3617** 0,0183
Perubahan Anggaran
D(MARINE(-2)) Kelautan 2 Tahun Lalu 26,04508 14,6782 1,7744* 0,0762
Perubahan Investasi
D(FDI(-1)) Asing Tahun Lalu -0,160558 0,0842 -1,9055* 0,0569
Perubahan Investasi
D(FDI(-2)) Asing 2 Tahun Lalu 0,063539 0,0934 0,6797 0,4968
C Konstanta 11.492.910 1.483.790 7,7456*** 0,0000
Sumber : Lampiran 13
Keterangan : [ ] t hitung *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Matrik Panel VECM sebagai berikut :

106 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Koefisien untuk perubahan anggaran perikanan dan kelautan tahun lalu sebesar -
2,424 dalam jangka panjang, dan dari hasil koefisien tersebut dapat kita cari angka elastisitasnya
(lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa kita cari dengan rumus sebagai berikut -2.424.264 x
(12.473.339.513/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas -0,168, artinya jika terjadi perubahan
peningkatan anggaran perikanan dan kelautan sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 0,043 persen dalam jangka panjang dengan asumsi faktor
lain dianggap tetap.
Gambar 4.33 menunjukkan kenaikan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan
kelautan menggeseser kurva IS dari IS1 ke IS2, pergeseran IS1 ke IS2 mendorong kenaikan
permintaan agregat dari AD1 ke AD2. Kenaikan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan
kelautan menggesr kurva IS ke kanan untuk setiap tingkat harga dan meningkatkan pendapatan
dari Y1 ke Y2. Peningkatan belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan
mengakibatkan penurunan pendapatan karena Y2/P2 < Y1/P1. Luas Indonesia dua pertiga
wilayahnya terdiri perairan, tetapi sarana dan prasana untuk sektor ini masih sangat minim,
sehingga menyebabkan mahalnya biaya logistik sektor kelautan. Biaya pengiriman logistik dari
Makassar ke Surabaya mencapai Rp20 juta per kontainer 20 feet, sementara Surabaya ke
Singapura dan Jepang masing-masing hanya Rp2,8 juta dan Rp4,2 juta per kontainer 20 feet
(Tirto.id).
Koefisien untuk perubahan Dana Alokasi Umum tahun lalu sebesar -7,527 dalam jangka
pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14).
Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -7,527 x
(182.428.382.845/8.354.121.893,132) diperoleh angka elastisitas -0,1644, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan Dana alokasi Umum sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 0,1644 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Dalam jangka pendek penggunaan DAU 80% digunakan untuk membayar gaji PNS, sehingga
peningkatan DAU belum tentu meningkatkan dana pembangunan. Dalam jangka pendek Dana
107 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, hasil ini didukung
hasil penelitian Astria (2014) yang menyimpulkan Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif
(-) terhadap pertumbuhan ekonomi di Sumatera Selatan.

Tingkat Bunga Kenaikan Tingkat Harga


Belanja Daerah Meningkatkan Permintaan
LM1
Kesehatan Agregate pada tingkat
Daerah harga berapapun

P2

P1

IS2(P=P2 AD2
)
IS1(P=P1 AD1
)

Pendapatan,
Y1 Y2 Pendapatan, Y1 Y2
output, Y
output, Y
Sumber : Mankiw, 2003: hal. 276

Gambar 4.33
Peningkatan Belanja Pemerintah Daerah untuk Perikanan dan Kelautan
Menggeser Permintaan Agregat

Koefisien untuk perubahan DAU tahun lalu sebesar 674,9 dalam jangka panjang (lihat
Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran
14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut 674,921x
(182.428.382.845,99/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,6845, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan Dana alokasi Umum sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,6845 persen dalam jangka panjang dengan asumsi
faktor lain dianggap tetap. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang, hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Malik, et al. (2006),
Ezcurra & Rodríguez (2011) dan Purbadharmaja, dkk. (2019) yang menyimpulkan Dana Alokasi
Umum di beberapa provinsi di Indonesia dapat mendorong (+) pertumbuhan ekonomi.
Koefisien untuk perubahan populasi dua tahun lalu sebesar 6.579.552 dalam jangka
pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14).
Angka elastisitas bias dicari dengan rumus sebagai berikut 6.579.552 x (143.707.4246 dibagi
8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas 0,097, artinya jika terjadi perubahan peningkatan

108 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


populasi sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar
0,097 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Sedangkan koefisien untuk perubahan populasi tahun lalu sebesar 1,010+E10 dalam
jangka panjang (lihat Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat kita cari angka
elastisitasnya (lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa kita cari dengan rumus sebagai berikut
10,100,000,000 x (143.707.4246/1.79878E+14) diperoleh angka sebesar 8,069, artinya jika
terjadi perubahan peningkatan populasi sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 8,07 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian Ibhagui (2020), Rahman (2017), Doran (2012) dan
Banik & Bhaumik (2006) menyimpulkan populasi akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Koefisien untuk perubahan penduduk miskin 2 tahun lalu sebesar -27.123.811 dalam
jangka pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran
14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -27.123.811 x
(22.272/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas -0,0367, artinya jika terjadi perubahan
peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan
penurunan PDRB sebesar 0,0367 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.
Koefisien untuk perubahan penduduk miskin tahun lalu sebesar -4,48 dalam jangka
panjang, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14).
Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -448.000.000 x (22
841/1.79.878E+14) diperoleh angka elastisitas -0,0569, artinya jika terjadi perubahan
peningkatan jumlah penduduk miskin sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan perubahan
penurunan PDRB sebesar 0,0569 persen dalam jangka panjang dengan asumsi faktor lain
dianggap tetap. Hasil ini didukung penelitian Yusuf, et al. (2014), Mariyanti & Mahfudz (2016)
dan Akanbi (2017) yang menyimpulkan bahwa jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh
negatif (-) dengan perubahan PDRB, artinya jika jumlah penduduk miskin meningkat, maka
mengakibatkan penurunan PDRB.
Koefisien untuk perubahan penanama modal asing sebesar -0,1605 dalam jangka
pendek, dan dari hasil koefisien tersebut dapat dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14).
Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus sebagai berikut -0,1605 x
(1.472.217.219.937/8.354.121.893.132) diperoleh angka elastisitas – 0,0283, artinya jika terjadi
perubahan peningkatan penanaman modal asing sebesar 1 persen, maka akan mengakibatkan
perubahan penurunan PDRB sebesar 0,0283 persen dengan asumsi faktor lain dianggap tetap.

109 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tabel 4.35
Hasil Regesi Panel VECM Jangka Panjang

Variabel Keterangan Coefficient Std. Error t-Statistic


Produk Domestik Regional
PDRB(-1) 1,000000
Bruto Tahun lalu
POP(-1) Populasi Tahun Lalu 1,01E+08 (1,4E+07) [ 7,37237]***
POV(-1) Penduduk Miskin Tahun Lalu -4,48E+08 (7,7E+07) [-5,85147]***
Dana Alokasi Umum Tahun
DAU(-1) 674,9212 (80,7839) [ 8,35465]***
Lalu
Anggaran Pendidikan Tahun
EDUC(-1) 352,5057 (149,463) [ 2,35849]***
Lalu
Anggaran Kesehatan Tahun
HEALTH(-1) -500,9480 (114,021) [-4,39348]***
Lalu
Anggaran Pertanian Tahun
AGRIC(-1) 1.335,735 (392,921) [ 3,39950]***
Lalu
Anggaran Perikanan dan
MARINE(-1) -2.424,264 (994,845) [-2,43683]***
kelautan Tahun Lalu
FDI(-1) Investasi Asing Tahun Lalu 8,281930 (3,16916) [ 2,61329]***
C Konstanta -1,14E+09
Sumber : Lampiran 12
Keterangan : [ ] t hitung *** signifikan α 1% ** signifikan α 5% * signifikan α 10%

Dalam jangka pendek investasi asing langsung memiliki pengaruh negatif (-) terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah, hasil ini didukung penelitian Anetor (2020) yang menyimpulkan
bahwa interaksi investasi asing langsung memiliki efek negatif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi di 28 negara Afrika sub-Sahara (SSA) antara periode 1995 dan 2017.
Dalam jangka panjang koefisien untuk perubahan penanaman modal asing tahun lalu
sebesar 8,28 dalam jangka panjang (lihat Tabel 4.35), dan dari hasil koefisien tersebut dapat
dicari angka elastisitasnya (lihat lampiran 14). Angka elastisitas bisa dicari dengan rumus
sebagai berikut 8,2819 x (472.217.219.937/1.79878E+14) diperoleh angka elastisitas 0,067,
artinya jika terjadi perubahan peningkatan penanaman modal asing sebesar 1 persen, maka
akan mengakibatkan perubahan peningkatan PDRB sebesar 0,067 persen dengan asumsi faktor
lain dianggap tetap. Hasil ini didukung penelitian Metwally (2004), Hoang, et al. (2010),
Freckleton, et al. (2012), Arısoy (2012), Chaudhry, et al. (2013) dan Lau & Yip (2019). Mereka
menyimpulkan penanaman modal asing memiliki pengaruh positif (+) terhadap pertumbuhan
ekonomi.

110 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Ouput per Ouput, f(k2)
pekerja, Y
Ouput, f(k1)

Investasi, sf(k2)
C Y2 Investasi, sf(k1)

Y1 I2

I1

0 Modal per pekerja, k


Sumber : Mankiw, 2003

Gambar 4.34
Peningkatan Investasi Asing Meningkatkan Output Per Pekerja

Berdasarkan Gambar 4.34 peningkatan investasi asing dari I1 ke I2 akan mendorong


ouput per pekerja dari sf(k1) ke sf(k2) dan Output meningkat dari Y1 ke Y2. Dalam jangka panjang
investasi asing harus memberikan keuntungan melalui peningkatan daya saing bangsa. Ada tiga
keuntungan bagi Indonesia jika FDI ditingkatkan. Pertama, investasi dalam rangka untuk
datangkan devisa dalam jangka panjang. Kedua, ya menciptakan lapangan kerja yang banyak,
dan ketiga adalah investasi asing harus melibatkan usaha kecil dan menengah.

H. Impuls Respon Function (IRF)

Hasil IRF menunjukkan lamanya waktu yang dibutuhkan dari satu variabel untuk
merespon yang lain. Fungsi response terhadap shock atau guncangan berfungsi untuk melihat
respon dinamika setiap variabel apabila ada suatu guncangan tertentu sebesar satu standard
error. Respon inilah yang menunjukkan adanya pengaruh dari suatu goncangan variabel terikat
terhadap variabel bebas. Jika gambar impulse response menunjukkan pergerakan yang semakin
mendekati titik keseimbangan (convergence) atau kembali ke keseimbangan sebelumnya, ini
berarti respon suatu variabel akibat suatu guncangan (shock) makin lama akan menghilang,
sehingga kejutan tersebut tidak meninggalkan pengaruh permanen terhadap variabel tersebut.
Gambar yang menunjukkan pergeseran yang semakin mendekati keseimbangan dapat dilihat
pada Gambar 4.35.a, Gambar 4.35.b dan Gambar 4.3.c.
Berdasarkan Gambar 4.35.a dapat dijelaskan bahwa, respon PDRB terhadap shock
PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-20. Hal ini ditunjukan
111 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
dari garis IRF yang berada diatas garis horizontal periode ke-1 sampai periode ke-20, dan
cenderung mengalami penurunan pada periode ke-20. Memasuki periode ke-21 sampai periode
ke-0 respon PDRB terhadap shock PDRB menurun terus (negatif).

Gambar 4.35.a Gambar 4.35.b Gambar 4.35.c


Respon PDRB terhadap Respon Pop terhadap PDRB Respon Pov terhadap
PDRB PDRB
Gambar 4.35
Respon PDRB, Penduduk Miskin (Pov) dan Pengeluaran Pendidikan (EDUC) terhadap
Perubahan PDRB

Berdasarkan Gambar 4.35.b dapat dijelaskan bahwa, respon jumlah penduduk terhadap
shock PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-5. Hal ini
ditunjukan dari garis IRF yang berada diatas garis horizontal periode ke-1 sampai periode ke-5,
dan cenderung mengalami penurunan pada periode ke-5 hingga periode-25 (ditunjukan dengan
hasil IRF yang berada dibawah garis horizontal). Memasuki periode ke-5 sampai periode ke-25
respon jumlah penduduk terhadap shock PDRB adalah negatif.
Berdasarkan Gambar 4.35.c dapat dijelaskan bahwa, respon penduduk miskin terhadap
shock PDRB adalah negatif dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-17. Periode ke-
1 sampai dengan periode ke-10 cenderung menurun dan berada di bawah garis horizontal. Pada
periode ke-18 sampai periode ke-30 respon penduduk miskin terhadap shock PDRB adalah
positif.
Berdasarkan Gambar 4.3.6.a dapat dijelaskan bahwa, respon DAU terhadap shock
PDRB adalah meningkat dari periode ke-1 hingga memasuki dari periode ke-25 dan peningkatan
tajam terjadi pada period eke 15, artinya dalam jangka panjang respon DAU terhadap shock
PDRB adalah positif dengan asumsi penggunaan DAU digunakan dengan optimal sesuai
dengan potensi wilayah masing-masing.
Berdasarkan Gambar 4.36.b dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran daerah untuk
pendidikan terhadap shock PDRB adalah meningkat dari periode ke-1 hingga memasuki periode
ke-25, peningkatan tajam terjadi pada periode 20. Dalam jangka panjang respon pengeluaran
daerah untuk pendidikan terhadap shock PDRB adalah positif. Pendidikan adalah salah satu
cara untuk meningkan sumber daya manusia, peningkatan sumber daya manusia
mengakibatkan peningkatan produktivitas kerja dan selanjunya berdampak pada peningkatan
PDRB.

112 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Gambar 4.6.a Gambar 4.36.b Gambar 4.63.c
Respon DAU terhadap PDRB Respon Educ terhadap Respon Health terhadap
PDRB PDRB

Gambar 4.36
Respon Pengeluaran Kesehatan (HEALTH), Pengeluran Pertanian (AGRIC) dan
Pengeluaran Perikanan dan Kelautan (MARINE) terhadap Perubahan PDRB

Berdasarkan Gambar 4.36.c dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran daerah untuk
kesehatan terhadap shock PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki periode ke-
5, peurunan tajam terjadi pada periode 10 hingga periode 25. Dalam jangka panjang respon
pengeluaran daerah untuk kesehatan terhadap shock PDRB adalah negatif. Sistem kesehatan
adalah istilah yang mencakup pribadi, lembaga, pembiayaan, informasi, komoditas dan strategi
pemerintahan dalam menyediakan layanan pencegahan dan perawatan kepada masyarakat.
Sistem kesehatan diciptakan dengan tujuan dapat merespon kebutuhan dan harapan kesehatan
yang dimiliki masyarakat dalam pemenuhan yang adil dan merata. Kenyataan yang terjadi
sampai saat ini derajat kesehatan masyarakat masih rendah khususnya pada masyarakat
miskin. Salah satu penyebabnya adalah karena mahalnya biaya kesehatan sehingga akses ke
pelayanan kesehatan pada umumnya masih rendah. Asuransi kesehatan adalah salah satu
upaya untuk mengatasi masalah ketidakmampuan terhadap pembiayaan pelayanan kesehatan.
Berdasarkan Gambar 4.37.a dapat dijelaskan bahwa, respon perubahan pengeluaran
pemerintah untuk pertanian terhadap shock PDRB adalah negatif dari periode ke-1 hingga
memasuki periode ke-7. Memasuki periode 8 sampai dengan periode 25 cenderung mengalami
peningkatan dan peningkatan tajam terjadi mulai periode ke-20. Pertanian merupakan
komponen utama yang menopang kehidupan pedesaan dan perkotaan di Indonesia. Apa yang
terjadi di pertanian akan secara langsung akan berpengaruh terhadap perkembangan pedesaan,
dan juga sebaliknya. Pertanian tidak hanya sebatas pertanian dalam artian sempit, namun dalam
artian luas yaitu penghasil produk primer yang terbarukan. Pertanian merupakan sektor yang
memiliki peranan sangat penting dalam perekonomian; menyediakan kebutuhan bahan pangan
yang diperlukan masyarakat untuk menjamin ketahanan pangan; menyediakan bahan baku bagi
industri; sumber tenaga kerja; mengurangi kemiskinan dan peningkatan ketahanan pangan, dan
menyumbang secara nyata bagi pembangunan pedesaan dan pelestarian lingkungan hidup.

113 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Gambar 4.37.a Gambar 4.37.b Gambar 4.37.c
Respon Agric terhadap Respon Marine terhadap Respon FDI terhadap PDRB
PDRB PDRB

Gambar 4.37
Respon Dana Alokasi Umum (DAU), Investasi Asing (FDI) dan Opini BPK (OPN) terhadap
Perubahan PDRB

Berdasarkan Gambar 4.37.b dapat dijelaskan bahwa, respon pengeluaran untuk


perikanan dan kelautan terhadap shock PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga memasuki
periode ke-5, mulai periode ke-6 cenderung menurun hingga periode ke-25, dan penurunan
tajam terjadi pada periode ke-17. Permasalahan yang dihadapi negara kepulauan seperti
Indonesia adalah penangkapan ikan ilegal yang dipengaruhi oleh berbagai faktor sosial, ekonomi
dan kelembagaan. Negara yang paling rentan mengalami kasus penangkapan ikan ilegal adalah
negara dengan tata kelola yang buruk dan kapasitas yang kurang memadai untuk mengawasi
wilayah perairan. Selain itu, kondisi sosial ekonomi yang buruk dan kelompok masyarakat
nelayan juga menjadi sasaran empuk perekrutan kegiatan kriminal. Faktor ekonomi juga menjadi
penyebab dilakukannya penangkapan ikan ilegal, seperti penggunaan armada melebihi
kapasitas, pengelolaan yang tidak efektif dan penyalahgunaan subsidi yang dalam jangka
panjang akan merugikan penerimaan di sektor perikanan dan kelautan.
Berdasarkan Gambar 4.37.c dapat dijelaskan bahwa, respon FDI terhadap shock
PDRB adalah positif dari periode ke-1 hingga periode ke-25, dan peningkatan tajam terjadi pada
periode ke-15. Secara keseluruhan respon FDI terhadap PDRB terus meningkat. Penanaman
modal asing sebagai bentuk aliran modal mempunyai peran penting bagi pertumbuhan
perekonomian suatu Negara dalam jangka panjang, khususnya negara berkembang. Hal ini
disebabkan investor asing tidak hanya memindahkan modal barang, tetapi juga mentransfer
pengetahuan dan modal sumber daya manusia. Dalam jangka panjang akan meningkatkan
sumber daya pekerja lokal dan kemampuan untuk menghasilkan barang di dalam negeri,
sehngga dapat mengurangi impor barang (substitusi impor).

I. Variance Decomposition
Prediksi varian dekomposisi adalah alat yang menonjol dalam menafsirkan model
rangkaian waktu multivariat linier dan non linier bersama dengan respons impuls (Lanne dan
Nyberg, 2016).

114 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Analisis Varian Decomposition (VDC) bertujuan untuk mengukur besarnya komposisi
atau kontribusi pengaruh variabel independen terhadap variabel dependennya. Dalam penelitian
ini analisis VDC difokuskan untuk melihat pengaruh variabel independen.
Berdasarkan Tabel 4.37 dapat dijelaskan bahwa pada periode pertama PDRB sangat
dipengaruhi oleh shock PDRB itu sendiri sebesar 100%. Sementara itu pada periode pertama
variabel populasi (POP), penduduk miskin (POV), Dana Alokasi Umum (DAU), pengeluaran
pendidikan (EDUC), pengeluaran kesehatan (HEALT), pengluaran pertanian (AGRIC),
pengeluaran kelautan (MARINE), penanaman modal asing (FDI) belum memberikan pengaruh
terhadap PDRB. Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel populasi (POP) memberikan kontibusi
shock sebesar 0,042%, pada periode ke-5 menjadi 0,77%, dan selalu mengalami peningkatan
sampai pada periode ke-10 yaitu menjadi 1,31%. Periode ke-20 (Gambar 4.33 dan Gambar 4.34)
meningkat menjadi 1,033%. Periode ke-25 kontribusi populasi (Pop) terhadap PDRB menurun
menjadi sebesar 0,88%.
Pada periode ke-2 variabel kemiskinan (Pov) memberikan kontibusi shock sebesar
0,148%, pada periode ke-5 menjadi 13,37%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada
periode ke-10 yaitu menjadi 10,12%. Periode ke-20 (Gambar 4.33 dan Gambar 4.34) meningkat
menjadi 0,64%. Periode ke-25 kontribusi penduduk miskin (Pov) menurun terhadap PDRB
menjadi sebesar 0,344%.
Pada periode ke-2 variabel Dana Alokasi Umum (DAU) memberikan kontibusi shock
sebesar 0,3122%, pada periode ke-5 menjadi 3,305%, dan selalu mengalami peningkatan
kontribusi sampai pada periode ke-10 yaitu menjadi 11,11%. Periode ke-20 (Gambar 4.33 dan
Gambar 4.34) meningkat menjadi 22,59%. Periode ke-25 kontribusi Dana Alokasi Umum (DAU)
terhadap PDRB meningkat menjadi sebesar 23,317%.

115 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tabel 4.36
Variance Decomposition of LOG(PDRB)

Variance Decomposition of PDRB:


Period S.E. PDRB POP POV DAU EDUC HEALTH AGRIC MARINE FDI Jumlah
1 4838819. 100,0000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 0,000000 100
2 7269863. 95,41571 0,042442 1,481310 0,312244 2,444599 0,014714 0,007844 0,240643 0,040494 100
3 9728004. 85,34962 0,025426 5,128940 1,449599 5,845657 0,152182 0,112847 0,568550 1,367180 100
4 12550642 79,07212 0,172543 10,23109 1,353641 3,572988 0,096672 0,603318 2,234231 2,663393 100
5 15708218 70,99005 0,770979 13,37567 3,305590 2,515714 0,062520 0,807197 4,750556 3,421716 100
6 18422502 67,20920 0,830249 13,99393 3,136733 2,259102 0,443655 0,623336 6,479757 5,024034 100
7 21574044 61,07376 0,894069 13,89223 4,188493 2,602690 1,184358 0,789548 8,790022 6,584834 100
8 25526117 52,29258 1,116413 13,37672 6,847805 4,153538 2,087042 1,230075 11,47296 7,422867 100
9 30049478 44,09118 1,270621 11,91171 9,103982 6,302977 3,345258 1,202358 14,27583 8,496072 100
10 35266977 36,55605 1,319162 10,12738 11,11512 8,684550 5,120866 1,230239 16,44906 9,397569 100
11 41532993 29,32968 1,345500 8,292360 13,38265 11,22536 6,802703 1,396250 18,23313 9,992364 100
12 49043023 23,03459 1,359359 6,591162 15,47499 13,65885 8,398081 1,456411 19,80634 10,22022 100
13 57945235 17,82966 1,343433 5,096871 17,19376 15,88823 9,957461 1,455981 20,88921 10,34540 100
14 68357627 13,63433 1,307073 3,858619 18,59398 17,87798 11,34124 1,465283 21,55960 10,36190 100
15 80439258 10,33888 1,260710 2,878846 19,71712 19,53730 12,51887 1,468019 22,02857 10,25169 100
16 94479060 7,785452 1,212216 2,124758 20,62203 20,90564 13,53815 1,457050 22,27940 10,07530 100
17 1,11E+08 5,831229 1,165879 1,557688 21,34420 22,04543 14,37932 1,437210 22,36643 9,872607 100
18 1,29E+08 4,356667 1,119279 1,142891 21,87352 22,98469 15,08409 1,413029 22,36543 9,660400 100
19 1,50E+08 3,249822 1,073810 0,846714 22,27243 23,74243 15,68307 1,389924 22,29135 9,450449 100
20 1,75E+08 2,422764 1,033514 0,640176 22,59623 24,35435 16,17309 1,368728 22,17146 9,239690 100
21 2,02E+08 1,810274 0,997267 0,502288 22,83795 24,85689 16,57649 1,345753 22,03295 9,040139 100
22 2,33E+08 1,360508 0,963578 0,416266 23,01023 25,26842 16,91996 1,322803 21,87944 8,858807 100
23 2,68E+08 1,033194 0,933350 0,367645 23,14374 25,60249 17,20709 1,303140 21,71889 8,690460 100
24 3,08E+08 0,798216 0,906653 0,346189 23,24540 25,87635 17,44487 1,285047 21,56263 8,534635 100
25 3,53E+08 0,632621 0,882719 0,344588 23,31772 26,10253 17,64635 1,267403 21,41205 8,394021 100
Sumber : Lampiran 15

116 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel pengeluaran pemerintah untuk pendidikan
(Educ) memberikan kontibusi shock sebesar 2,44%, pada periode ke-5 menjadi 2,516%, dan
selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10 yaitu menjadi 8,684%. Periode
ke-20 (Gambar 4.36 dan Gambar 4.37) meningkat menjadi 24,35%. Periode ke-25 kontribusi
pengeluaran pemerintah untuk pendidikan (Educ) terhadap PDRB meningkat menjadi
sebesar 26,102%.

Varian Dekomposisi Periode ke-5

HEALT MARIN
PDRB POP POV DAU EDUC AGRIC FDI
H E
Series1 70.99 0.77 13.38 3.31 2.52 0.06 0.81 4.75 3.42

Sumber : Tabel 4.37

Gambar 4.38.
Kontribusi Masing-masing Variabel terhadap PDRB period ke-5

Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel pengeluaran pemerintah untuk kesehatan


(Health) memberikan kontibusi shock sebesar 0,14%, pada periode ke-5 menjadi 0,06%, dan
selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10 yaitu menjadi 5,12%. Periode ke-
20 (Gambar 4.38 dan Gambar 4.39) meningkat menjadi 16,17%. Periode ke-25 kontribusi
pengeluaran pemerintah untuk kesehatan (Health) terhadap PDRB menjadi 17,646%.

117 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Sumber : Tabel 4.37
Gambar 4.39
Dekomposisi Varian pada periode ke-5

Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel pengeluaran pemerintah untuk


pertanian (Agric) memberikan kontibusi shock sebesar 0,007%, pada periode ke-5
menjadi 0,807%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10
yaitu menjadi 1,23%. Periode ke-20 (Gambar 4.38 dan Gambar 4.39) meningkat
menjadi 1,368%. Periode ke-25 kontribusi pengeluaran pengeluaran pemerintah
untuk pertanian (Agric) terhadap PDRB menurun menjadi sebesar 1,267%.

Sumber : Tabel 4.37

Gambar 4.40.
Kontribusi Masing-masing Variabel terhadap PDRB period ke-10

118 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel pengeluaran pemerintah untuk
perikanan dan kelautan (Marine) memberikan kontibusi shock sebesar 0,241%, pada
periode ke-5 menjadi 4,75%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada periode
ke-10 yaitu menjadi 16,45%. Periode ke-20 (Gambar 4.40 dan Gambar 4.41) meningkat
menjadi 22,17%. Periode ke-25 kontribusi pengeluaran pemerintah untuk perikanan dan
kelautan (Marine) terhadap PDRB menurun menjadi sebesar 21,41%.

Sumber : Tabel 4.37


Gambar 4.41.
Kontribusi Masing-masing Variabel terhadap PDRB period ke-20

Selanjutnya, pada periode ke-2 variabel penanaman modal asing langsung


(FDI) memberikan kontibusi shock sebesar 0,04%. Pada periode ke-5 menjadi
3,42%, dan selalu mengalami peningkatan sampai pada periode ke-10 yaitu menjadi
3,422%. Periode ke-20 (Gambar 4.41 dan Gambar 4.42) meningkat menjadi 9,24%.
Periode ke-25 kontribusi penanaman modal asing langsung (FDI) terhadap PDRB
menurun menjadi sebesar 8,33%.

Sumber : Tabel 4.37


Gambar 4.42
Dekomposisi Varian pada periode ke-20
119 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan dengan menggunakan metode data panel,
maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pengaruh belanja pemerintah daerah terhadap pertumbuhan ekonomi daerah sebagai
berikut :
a. Belanja pemerintah daerah untuk pendidikan terhadap pertumbuhan ekonomi (jangka
panjang) memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
membuktikan bahwa belanja pendidikan yang dialokasikan untuk infrastuktur pendidikan
dapat meningkatkan sumber daya manusia, dan berdampak pada peningkatan
produktivitas pekerja. Peningkatan produktivitas pekerja akan mendorong pertumbuhan
ekonomi. Hasil ini menjelaskan bahwa alokasi belanja pendidikan yang diprioritaskan
untuk kepentingan infrastruktur publik dapat mendorong pertumbuhan ekonomi (Amanat
Undang-Undang belanja pendidikan minimal 20 persen dari APBN).
b. Belanja pemerintah daerah untuk kesehatan memiliki pengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi, sedangkan untuk jangka panjang belanja pemerintah untuk
kesehatan memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
membuktikan bahwa dalam jangka pendek peningkatan anggaran yang dialokasikan
lebih besar untuk infrastruktur akan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat akan berdampak pada peningkatan
pertumbuhan ekonomi. Jangka panjang penelitian ini menjelaskan belanja kesehatan
memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan. Indonesia memiliki wilayah yang
sangat luas tetapi anggaran kesehatan terendah di ASEAN, akibatnya infrastruktur
kesehatan per daerah di Indonesia mengalami disparitas yang cukup tinggi. Belanja
kesehatan di Indonesia memang tumbuh pesat sekitar 10 sampai 20 persen per tahun,
terlebih lagi didorong program JKN sejak 2015. Namun percepatan pertumbuhan itu
belum mampu membuat Indonesia mengejar ketertinggalan dibanding negara lain.
c. Belanja pemerintah daerah untuk pertanian terhadap pertumbuhan ekonomi (jangka
panjang) memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
membuktikan bahwa alokasi anggaran untuk infrastruktur sektor pertanian dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Penduduk yang bekerja menurut lapangan
pekerjaan pada Agustus 2019 untuk sektor pertanian sebesar 27,33 persen dengan
kontribusi sektor pertanian sebesar 12,72 persen terhadap PDB. Penelitian ini
menjelaskan sektor pertanian masih menjadi andalan dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi daerah.
d. Belanja pemerintah daerah untuk perikanan dan kelautan memiliki pengaruh positip
terhadap pertumbuhan ekonomi, sedangkan untuk jangka panjang memiliki pengaruh
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan pilihan sektor
perikanan dan kelautan merupakan urusan konkuren pilihan, sehingga anggaran APBD
untuk sektor nelayan atau kelautan rasionya masih sangat kecil dibandingkan dengan
sektor lain. Anggaran perikanan tahun 2017 hingga 2020 hanya sebesar 1,27 persen
dari APBN. Dengan anggaran yang sangat kecil maka infrastruktur yang ideal sulit
untuk diwujudkan, dan terbukti produksi ikan nomor dua di dunia, tapi tidak masuk
negara pengekspor ikan 10 besar dunia.

120 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


2. Dana Alokasi Umum memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dalam
dalam jangka pendek, sedangkan dalam jangka panjang memiliki pengaruh positip terhadap
pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan dalam jangka pendek alokasi Dana
Alokasi Umum yang tidak diawasi berdampak pada penggunaan alokasi anggaran yang tidak
tepat sasaran (lebih banyak digunakan untuk pengeluaran rutin pegawai) berdampak pada
rendahnya pertumbuhan ekonomi. Hasil penelitian ini menjelaskan penggunaan DAU yang
dikontrol (jangka panjang) sesuai dengan mandatory spending akan berdampak pada
peningkatan pertumbuhan ekonomi.
3. Jumlah penduduk memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi baik dalam
jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini membuktikan jumlah penduduk
merupakan modal dasar pembangunan bagi suatu daerah. Peningkatan penduduk diartikan
sebagai peningkatan tenaga kerja, dan peningkatan tenaga kerja dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi. Hasil ini menjelaskan peningkatan penduduk yang dibarengi dengan
peningkatan sumber daya manusia akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
4. Jumlah penduduk miskin memiliki pengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi baik
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Penelitian ini membuktikan peningkatan
penduduk miskin (standar hidup cenderung rendah) akan menyebabkan rendahnya
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya pertumbuhan ekonomi.
Hasil ini menjelaskan penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki keterbatasan
terhadap faktor produksi menyebabkan akses terhadap nilai tambah (PDB) juga minimal.
5. Penanaman modal asing langsung terhadap pertumbuhan ekonomi, maupun dalam jangka
panjang memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini
membuktikan peran PMA pada suatu perekonomian negara akan menentukan
perkembangan perekonomian. Apabila PMA hanya sebagai tambahan modal untuk
memenuhi kebutuhan yang tidak dapat ditutupi oleh PMDN, maka PMA hanya akan
berdampak pada jangka pendek. Hal tersebut dikarenakan peran penting PMA dalam
mentransfer aset akan semakin efisien. Sebaliknya, PMA dapat membawa inovasi kepada
negara tuan rumah sehingga dapat mendorong perekonomian melalui kegiatan usaha yang
lebih efisien dan efektif
6. Opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positif ini menunjukkan
bahwa tingginya peringkat opini Badan Pemeriksa Keuangan (tidak terjadi penyelewengan
penggunaan anggaran) akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini membuktikan
hasil monitoring dan evaluasi atas pengelolaan keuangan yang tercermin dalam
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) menjadi salah satu tolok
ukur kinerja dalam pengelolaan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik
akan mewujudkan tercapainya target pembangunan.
7. Status daerah memiliki pengaruh positip terhadap pertumbuhan ekonomi. Tanda positif ini
menunjukkan bahwa semakin daerah memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah
akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Hasil ini mendukung pernyataan Bank Dunia
terhadap Indonesia dalam literatur dianggap sebagai contoh negara pengekspor minyak
yang telah seimbang berhasil menghindari kutukan sumberdaya. Indonesia berhasil
mempertahankan tingkat pertumbuhan rata-rata PDB sekitar 5%, jauh di atas rata-rata

121 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


tingkat pertumbuhan PDB negara-negara industri selama periode pengamatan (Coutinho,
2011).

J. Implikasi Kebijakan

Berdasarkan hasil analisis dan kesimpulan, dapat diidentifikasi hasil temuan penelitian
ini sebagai berikut:
Pertama, dalam jangka panjang anggaran kesehatan menyebabkan biaya kesehatan
yang sangat mahal. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah
pusat diwajibkan mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN), sedangkan pemerintah daerah sebesar 10 persen di dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Anggaran yang dialokasikan selama ini
mencakup alokasi gaji pegawai di sektor kesehatan. Padahal, pemerintah harus mengalokasikan
5% dari APBN di luar dari gaji pegawai. Akibatnya peningkatan anggaran tidak meningkatkan
kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan masyarakat, apalagi di daerah terpencil.
Kedua, Infrastruktur distribusi logistik laut yang ada saat ini belum mampu menurunkan
biaya angkut yang efisien. Mahalnya biaya logistik disebabkan minimnya infrastruktur yang
tersedia, hal itu menyebabkan harga komoditas pangan termasuk ikan selalu tinggi di pasaran.
Berdasarkan data RPJM Nasional 2015-2019 belanja pembangunan insfrastruktur kelautan
masih minim atau 63 persen dari total belanja perikanan dan kelautan. Disamping itu peran
swasta dalam insfrastruktur kelautan masih minim.
Ketiga, penggunaan Dana Alokasi Umum dalam jangka pendek tidak tepat sasaran.
Dari segi akuntabilitas, alokasi DAU menimbulkan sejumlah tanda tanya. Dana yang berasal dari
APBN harus dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Alokasi dana DAU sebagian besar
dialokasikan untuk pembayaran gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil di daerah dan sisanya
diserahkan kepada daerah untuk digunakan dengan persetujuan DPRD. Untuk mengurangi
penggunaan anggaran yang salah sasaran maka dana yang berasal dari DAU perlu diawasi
pengalokasiannya oleh lembaga tertentu dan lebih diprioritaskan untuk kepentingan publik.
Keempat, pernyataan profesional pemeriksa keuangan (BPK) mengenai kewajaran
informasi keuangan yang disajikan dalam laporan keuangan menjadi pendorong pembangunan
daerah. Kriteria pemberian opini yaitu kesesuaian dengan standar akuntansi pemerintahan
kecukupan pengungkapan (adequatedisclosures), kepatuhan terhadap ketentuan peraturan
perundang-undangan, dan efektivitas sistem pengendalian eksternal efektif untuk pencegahan
korupsi yang terjadi di lingkungan pemerintah kabupaten dan kota. Efektifitas pencegahan
korupsi dapat terjadi apabila ada kolaborasi antara hasil audit laporan BPK, Kepolisian Nasional,
Kejaksaan Tinggi, Komisi Pemberasan Korupsi dan masyarakat pengguna jasa pemerintah.
Selain itu pemerintah pusat dan pemerintah daerah harus membuat dan memberlakukan sistem
penganggaran berbasis kinerja. Anggaran harus dapat menyajikan informasi yang jelas
mengenai tujuan, sasaran, hasil, dan manfaat yang diperoleh masyarakat dari suatu kegiatan
atau proyek yang dianggarkan. Anggota masyarakat memiliki hak dan akses yang sama untuk
mengetahui proses anggaran karena menyangkut aspirasi dan kepentingan masyarakat,
terutama pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup masyarakat. Masyarakat juga berhak untuk
menuntut pertanggungjawaban atas rencana ataupun pelaksanaan anggaran tersebut.

122 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Anggaran yang disusun dengan pendekatan kinerja mengutamakan upaya penampilan hasil
kerja (output/outcome) dari perencanaan alokasi biaya atau input yang telah ditetapkan. Hasil
kerjanya harus sepadan atau lebih besar dari biaya atau input yang telah ditetapkan, selain itu
harus mampu menumbuhkan profesionalisme kerja di setiap organisasi kerja yang terkait.

K. Keterbatasan dan Rekomendasi


Pelaksanaan penelitian ini diupayakan semaksimal mungkin sesuai dengan
metodologi yang dipergunakan. Namun masih dirasakan adanya keterbatasan dan kelemahan
yang tidak dapat dihindari antara lain :
1. Tidak semua provinsi yang ada di Indonesia dijadikan kasus dalam riset ini. Sampel
digunakan hanya 20 provinsi dari 34 provinsi yang ada. Data tidak tersedia lengkap untuk 14
provinsi, kemungkinan pemerintah daerah lambat dalam melaporkan Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD), sehingga tidak masuk dalam laporan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Kementrian Keuangan. Diharapkan ke depan ada penelitian serupa
yang dapat mengakomodasi seluruh provinsi menjadi sampel dalam penelitian selanjutnya.
2. Tahun yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan tahun 2008 sebagai awal
dilakukan penelitian dan berakhir 2018 sehingga hasil yang diperoleh belum maksimal. Ke
depan ada penelitian yang menggunakan tahun 2000 sebagai awal tahun penelitian, karena
pada tahun tersebut Indonesia melakukan perubahan dari perencanaan terpusat ke otonomi
daerah sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2014.
3. Variabel opini Badan Pemeriksa Keuangan terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
digunakan sebagai variabel pengganti persepsi korupsi (jika opini BPK tehadap laporan
keuangan tinggi berarti indikasi penyelewengan penggunaan uang rendah, dan sebaliknya
jika opini BPK tehadap laporan keuangan rendah berarti indikasi penyelewengan
penggunaan uang tinggi). Penulis berharap ke depan ada peneliti yang menggunakan
variabel korupsi dengan indeks persepsi korupsi di masing-masing provinsi.
4. Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal menangkap peran sektor ekonomi terutama
pertanian dan manufaktur (industri) yang di banyak daerah berperan dalam mendorong
pertumbuhan ekonomi di daerah. Ada daerah yang memiliki peran industri terbesar di
Indonesia tidak masuk dalam sampel daerah seperti DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa
Timur, serta daerah provinsi yang menjadi lumbung beras juga tidak masuk dalam sampel
seperti Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Penulis berharap agar ke
depan ada peneliti lain yang memasukkan provinsi tersebut dalam penelitiannya.
5. Literatur keuangan publik menjelaskan bahwa fungsi belanja pemerintah banyak ditujukan
untuk fungsi distribusi yaitu sebagai mekanisme melakukan redistribusi sumber daya pada
provinsi yang memiliki sumber daya yang rendah dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Dengan demikian, mungkin ada peneliti selanjutnya yang memasukan variabel dependen
yang lebih relevan seperti IPM yang tidak semata-mata mengukur kontribusi belanja
pemerintah pada pertumbuhan ekonomi.
Berdasarkan hasil kesimpulan diatas, dapat diambil beberapa rekomendasi bagi
pemerintah pusat dan pemerintah daerah sebagai berikut:
1. Melalui kebijakan fiskal, pemerintah daerah dapat memastikan bahwa anggaran negara
dialokasikan lebih maksimum untuk mengatasi ketimpangan dalam memperoleh
123 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
kesempatan pada sektor pendidikan dan kesehatan melalui peningkatan pelayanan
infrastruktur publik. Hal ini bertujuan agar semua warga negara, tanpa dibatasi oleh status
sosial ekonomi dan letak geografi, dapat memperoleh kesamaan kesempatan dalam bidang
pendidikan dan layanan kesehatan.
2. Jumlah penduduk miskin harus dikurangi melalui pemberdayaan sektor agraris, karena
sebagian besar tenaga kerja Indonesia masih diserap oleh sektor pertanian. Menurut data
BPS, pada tahun 2017 jumlah tenaga kerja sektor pertanian mencapai 35,93 juta orang.
Sektor ini merupakan penyerap tenaga kerja terbesar dengan prosentase dari seluruh
tenaga kerja mencapai 29,69%. Bila disandingkan dengan data kemiskinan pada tahun yang
sama, maka sebanyak 26,58 juta orang adalah penduduk miskin yang tinggal di desa
(dengan prosentase mencapai 61,4%) dan sebesar 49,9% adalah petani. Selayaknya bila
pemerintah mengarahkan kebijakan anggaran APBN dan APBD agar lebih berpihak kepada
sektor pertanian.
3. Dalam jangka pendek DAU menjadi penghambat pertumbuhan ekonomi. Penggunaan Dana
Alokasi Umum yang sebagian besar dialokasikan untuk penambahan gaji para PNS, yang
tujuan utama penyerapan anggaran DAU, sedangkan untuk alokasi DAU untuk program
pembangunan infrastruktur terabaikan hal ini dibuktikan dengan sebagian besar alokasi
belanja DAU pemerintah daerah untuk infrastruktur publik kurang dari 25 persen (Amanat
Undang-Undang dana DAU minimal 25 persen untuk infrastruktur). Agar DAU dapat
digunakan secara efektif dan efisien untuk meningkatkan pelayanan pada masyarakat
sebagai tujuan dari desentralisasi yaitu mempercepat pembangunan dan pemerataan hasil
pembangunan, pemerintah pusat (Kementrian Keuangan) dapat memberi sanksi penundaan
anggaran DAU tahun depan sampai penggunaan DAU oleh pemerintah daerah sesuai
dengan peraturan, sehingga DAU diharapkan memaksimalkan potensi daerah untuk
pembiayaan kebutuhan daerah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi melalui
peningkatan infrastruktur publik.
4. Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pemerintah pusat diwajibkan
mengalokasikan anggaran kesehatan sebesar 5 persen di dalam Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (APBN), sedangkan pemerintah daerah sebesar 10 persen di dalam
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Berdasarkan data APBD 2017, dari 542
daerah provinsi, kabupaten, dan kota di seluruh Indonesia, daerah yang telah memenuhi
kewajiban minimal 10 persen anggaran kesehatan baru 177 daerah dari 548
provinsi/kabupaten/kota atau baru sekitar 32 persen. Pemerintah pusat melalui Kementrian
Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan mengamati satu persatu, apakah benar-benar
APBD itu sudah betul-betul bermanfaat untuk meningkatkan sistem kesehatan. Baik untuk
peralatan infrastruktur, maupun kemampuan tenaga kesehatan dan kesejahteraan tenaga
kesehatan. Peran pemerintah ini akan meningkatan peran kesehatan masyarakat dalam
meningkatakan produktivitas tenaga kerja, dan akan berdampak pada pertumbuhan
ekonomi.

124 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


BAB
5
ANALISIS JALUR
DATA PANEL
A. Pengertian
Definisi mengenai path analysis (Analisis Jalur) banyak didefinisikan para peneliti diantaranya
sebagai berikut:
 Menurut Robert D. Retherford (1993): “Analisis jalur ialah suatu teknik untuk menganalisis
hubungan sebab akibat yang tejadi pada regresi berganda jika variabel bebasnya
mempengaruhi variabel tergantung tidak hanya secara langsung tetapi juga secara tidak
langsung”.
 Menurut Paul Webley (1997): “Analisis jalur merupakan pengembangan langsung bentuk
regresi berganda dengan tujuan untuk memberikan estimasi tingkat kepentingan
(magnitude) dan signifikansi (significance) hubungan sebab akibat hipotetikal dalam
seperangakat variabel.”
 Menurut David Garson (2003): “Model perluasan regresi yang digunakan untuk menguji
keselarasan matriks korelasi dengan dua atau lebih model hubungan sebab akibat yang
dibandingkan oleh peneliti. Modelnya digambarkan dalam bentuk gambar lingkaran dan
panah dimana anak panah tunggal menunjukkan sebagai penyebab. Regresi dikenakan
pada masing-masing variabel dalam suatu model sebagai variabel tergantung (pemberi
respon) sedang yang lain sebagai penyebab. Pembobotan regresi diprediksikan dalam suatu
model yang dibandingkan dengan matriks korelasi yang diobservasi untuk semua variabel
dan dilakukan juga penghitungan uji keselarasan statistik.
 Menurut Streiner (2005): “Analisis jalur merupakan perluasan dari regresi linier berganda,
dan yang memungkinkan analisis model-model yang lebih kompleks”

Dari definisi-definisi di atas dapat dsimpulkan bahwa sebenarnya analisis jalur dapat dikatakan
sebagai kepanjangan dari analisis regresi berganda, meski didasarkan sejarah terdapat perbedaan
dasar antara analisis jalur yang bersifat independen terhadap prosedur statistik dalam menentukan
hubungan sebab akibat; sedang regresi linier memang merupakan prosedur statistik yang digunakan
untuk menganalisis hubungan sebab akibat antar variabel yang dikaji.

125 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


B. Tujuan
Tujuan menggunakan analisis jalur diantaranya ialah untuk:
a. Melihat hubungan antar variabel dengan didasarkan pada model apriori
b. Menerangkan mengapa variabel-variabel berkorelasi dengan menggunakan suatu model yang
berurutan secara temporer
c. Menggambar dan menguji suatu model matematis dengan menggunakan persamaan yang
mendasarinya
d. Mengidentifikasi jalur penyebab suatu variabel tertentu terhadap variabel lain yang
dipengaruhinya.
e. Menghitung besarnya pengaruh satu variabel independen exogenous atau lebih terhadap
variabel dependen endogenous lainnya.

C. Keuntungan dan Kelemahan Metode Analisis jalur Dalam Sebuah Penelitian


Keuntungan menggunakan analisis jalur, diantaranya:
a. Kemampuan menguji model keseluruhan dan parameter – parameter individual,
b. Kemampuan pemodelan beberapa variabel mediator / perantara,
c. Kemampuan mengestimasi dengan menggunakan persamaan yang dapat melihat semua
kemungkinan hubungan sebab akibat pada semua variabel dalam model,
d. Kemampuan melakukan dekomposisi korelasi menjadi hubungan yang bersifat sebab akibat
(causal relation), seperti pengaruh langsung (direct effect) dan pengaruh tidak langsung (indirect
effect) dan bukan sebab akibat (non-causal association), seperti komponen semu (spurious).

Kelemahan menggunakan analisis jalur, diantaranya:


a. Tidak dapat mengurangi dampak kesalahan pengukuran,
b. Analisis jalur hanya mempunyai variable – variabel yang dapat diobservasi secara langsung,
c. Analisis jalur tidak mempunyai indikator – indikator suatu variabel laten,
d. Karena analisis jalur merupakan perpanjangan regresi linier berganda, maka semua asumsi
dalam rumus ini harus diikuti,
e. Sebab –akibat dalam model hanya bersifat searah (one direction); tidak boleh bersifat timbal balik
(reciprocal).

Asumsi – Asumsi dan Prinsip - Prinsip Dasar


Beberapa asumsi dan prinsip – prinsip dasar dalam analisis jalur diantaranya (Sarwono, J. 2014)
ialah:
a. Linearitas (Linearity).
Hubungan antar variabel bersifat linear, artinya jika digambarkan membentuk garis lurus dari kiri
bawah ke kanan atas, seperti gambar di bawah ini:
b. Ko-linier
Menunjukkan suatu garis yang sama. Maksudnya jika ada beberapa variabel exogenous
mempengaruhi satu variabel endogenous; atau sebaliknya satu variabel exogenous
mempengaruhi beberapa variabel endogenous jika ditarik garis lurus akan membentuk garis-
garis yang sama.

126 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


c. Model Rantai Sebab Akibat
Menunjukkan adanya model sebab akibat dimana urutan kejadian akhirnya menuju pada variasi
dalam variabel dependen / endogenous, seperti gambar di bawah ini. Dalam gambar dibawah
semua urutan kejadian X1, X2, X3, dan X4 menuju ke Y
d. Hubungan sebab akibat yang tertutup (Causal closure)
Semua pengaruh langsung satu variabel terhadap variabel lainnya harus disertakan dalam
diagram jalur.
e. Koefesien Beta (β)
Merupakan koefesien regresi yang sudah distandarisasi (standardized regression coefficient)
yang menunjukkan jumlah perubahan dalam variabel dependen endogenous yang dihubungkan
dengan perubahan (kenaikan atau penurunan) dalam satu standar deviasi pada variabel bebas
exogenous saat dilakukan pengendalian pengaruh terhadap variabel-variabel independen
lainnya. Koefesien beta disebut juga sebagai bobot beta (β). Nilai ini yang digunakan sebagai
besaran nilai dalam koefesien jalur (p) atau jumlah pengaruh setiap variabel exogenous terhadap
variabel endogenous secara sendiri-sendiri atau disebut sebagai pengaruh parsial.
f. Koefesien Determinasi (R2)
Disebut juga sebagai indeks asosiasi. Merupakan nilai yang menunjukkan berapa besar varian
dalam satu variabel yang ditentukan atau diterangkan oleh satu atau lebih variasbel lain dan
berapa besar varian dalam satu variabel tersebut berhubungan dengan varian dalam variabel
lainnya. Dalam statistik bivariat disingkat sebagai r2 sedang dalam multivariat disingkat sebagai
R2. Nilai ini yang digunakan sebagai besaran nilai untuk mengekspresikan besarnya jumlah
pengaruh semua variabel exogenous terhadap variabel endogenous secara gabungan atau
disebut sebagai pengaruh gabungan.
g. Data metrik berskala interval.
Semua variabel yang diobservasi mempunyai data berskala interval (scaled values). Jika data
belum dalam bentuk skala interval, sebaiknya data diubah dengan menggunakan metode
suksesive interval (Method of Successive Interval /MSI) terlebih dahulu. Jika data bukan metrik
digunakan maka akan mengecilkan nilai koefesien korelasi. Nilai koefesien korelasi yang kecil
akan menyebabkan nilai R2 menjadi semakin kecil. Dengan demikian pemodelan yang dibuat
menggunakan analisis jalur tidak akan valid; karena salah satu indikator kesesuaian model yang
dibuat dengan teori ialah dengan melihat nilai R2 yang mendekati 1. Jika nilai ini semakin
mendekati 1; maka model dianggap baik atau sesuai dengan teori.
h. Variabel - variabel residual tidak berkorelasi dengan salah satu variabel-variabel dalam model.
i. Istilah gangguan (disturbance terms) atau variabel residual tidak boleh berkorelasi dengan
semua variabel endogenous dalam model. Jika dilanggar, maka akan berakibat hasil regresi
menjadi tidak tepat untuk mengestimasikan parameter-parameter jalur.
j. Multikoliniearitas yang rendah. Multikolinieritas maksudnya dua atau lebih variabel bebas
(penyebab) mempunyai hubungan yang sangat tinggi. Jika terjadi hubungan yang tinggi maka
kita akan mendapatkan standard error yang besar dari koefesien beta (b) yang digunakan untuk
menghilangkan varians biasa dalam melakukan analisis korelasi secara parsial.
k. Recursivitas. Semua anak panah mempunyai satu arah, tidak boleh terjadi pemutaran kembali
(looping) atau tidak menunjukkan adanya hubungan timbal balik (reciprocal)

127 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


l. Spesifikasi model benar diperlukan untuk menginterpretasi koefesien-koefesien jalur.
Kesalahan spesifikasi terjadi ketika variabel penyebab yang signifikan dikeluarkan dari model.
Semua koefesien jalur akan merefleksikan kovarians bersama dengan semua variabel yang
tidak diukur dan tidak akan dapat diinterpretasi secara tepat dalm kaitannya dengan akibat
langsung dan tidak langsung.
m. Input korelasi yang sesuai. Artinya jika kita menggunakan matriks korelasi sebagai masukan,
maka korelasi Pearson digunakan untuk dua variabel berskala interval; korelasi polychoric untuk
dua variabel berksala ordinal; tetrachoric untuk dua variabel dikotomi (berskala nominal);
polyserial untuk satu variabel interval dan lainnya ordinal; dan biserial untuk satu variabel
berskala interval dan lainnya nominal.
n. Tidak terjadi Multikolinieritas. Multikolinieritas terjadi jika antar variabel bebas (exogenous) saling
berkorelasi sangat tinggi, misalnya mendekati 1.
o. Merancang model sesuai dengan teori yang sudah ada untuk menunjukan adanya hubungan
sebab akibat dalam variabel – variabel yang sedang diteliti. Sebagai contoh: variabel motivasi,
IQ dan kedisplinan mempengaruhi prestasi belajar. Berdasarkan hubungan antar variabel yang
sesuai teori tersebut, kemudian kita membuat model yang dihipotesikan.
Karena penghitungan analisis jalur menggunakan teknik regresi linier; maka asumsi
umum regresi linear sebaiknya diikuti, yaitu:
a. Model regresi harus layak. Kelayakan ini diketahui jika angka signifikansi pada ANOVA
sebesar < 0.05
b. Predictor yang digunakan sebagai variable bebas harus layak. Kelayakan ini diketahui jika
angka Standard Error of Estimate < Standard Deviation
c. Koefesien regresi harus signifikan. Pengujian dilakukan dengan Uji T. Koefesien regresi
signifikan jika T hitung > T table (nilai kritis)
d. Tidak boleh terjadi multikolinieritas, artinya tidak boleh terjadi korelasi yang sangat tinggi
antar variable bebas.
e. Tidak terjadi otokorelasi. Terjadi otokorelasi jika angka Dubin dan Watson sebesar < 1 dan
>3

D. Model Analisis Jalur Dengan Data Panel

Model ekonometrika yang digunakan adalah model analisis jalur (path analyse) dengan
pengelolaan data menggunakan EVIEWS. Dari Gambar 1 Model Analisis Jalur dapat diturunkan
persamaan regresinya sebagai berikut:

PDRB = β0 + β1INV + β2KURS + β3PJ + β4IPM + β5BD + ε1 ……… 1


POV = β0 + β6PDRB + β7INV + β8BD + β9POP + ε2 ……………….. 2
Kemudian persamaan regresi dirubah dalam bentuk persamaan
logaritma dan diperoleh persamaan sebagai berikut:

Log PDRB = β0 + β1LogINV + β2LogKURS + β3LogPJ + β4IPM + β5LogBD + ε1


Log POV = β0 + β6LogPDRB + β7LogINV + β8LogBD + β9LogPOP + ε2

128 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Keterangan:
PDRB : Produk Domestik Regional Bruto
INV : Investasi
KURS : Kurs
PJ : Panjang Jalan
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
BD : Belanja daerah
POV : Poverti (Jumlah Penduduk Miskin)
POP : Populasi (Julah Penduduk)
βo : Konstanta
β1, β2, … βn : Koefisien
ε1 : Error sub struktur 1
ε2 : Error sub struktur 2
Log : Logaritma

INV

p1 p7 e1 e2

KURS p2

p3
PJ p6
PDRB POV
p4

IPM
p5
p8
BD
p9
POP

Gambar 1. Model Analisis Jalur (Path Analysis)


Kemudian setelah persamaan untuk analisis jalur kita susun, maka diperlukan data untuk
mendukung persamaan tersebut. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif. Data kuantitatif merupakan data yang berbentuk bilangan. Sumber yang digunakan
adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang
melakukan penelitian dari sumber-sumber yang telah ada. Sumber data yang digunakan adalah

129 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


adalah dari Badan Pusat Statistik (BPS), Bank Indonesia, serta World Bank. Data yang digunakan
merupakan data gabungan antara cross section dan data time series yang diambil dari 34 provinsi
yang ada di Indonesia dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2019. Pengolahan data pada penelitian
ini menggunakan program Eviews 10.
Tabel
Data INV, PJ, POP, IPM, BD, PDRB dan POP
NO PROVINSI TAHUN INV PJ POP IPM BD PDRB POV
2015 4484.85 23824.00 5002.00 69.45 12611.11 22524.00 859.41
2016 4263.24 23743.00 5096.20 70.00 12653.24 22835.00 841.31
1 ACEH 2017 1097.11 24019.00 5189.50 70.60 14813.72 23363.00 829.80
2018 2001.05 23915.00 5281.30 71.19 15335.36 24014.00 831.50
2019 5518.29 23915.00 5371.50 71.90 17177.51 24590.00 809.76
2015 10497.45 40528.00 13937.80 69.51 8495.66 31637.00 1508.14
2016 15681.94 40489.00 14102.90 70.00 10976.89 32885.00 1452.55
SUMATERA
2 2017 32207.47 39543.00 14262.10 70.57 13402.54 34184.00 1326.57
UTARA
2018 26148.68 39114.00 14415.40 71.18 13544.56 35571.00 1291.99
2019 24607.40 39245.00 14562.50 71.74 15827.75 37049.00 1260.50
2015 2340.19 23598.00 5196.30 69.98 4326.35 27081.00 349.53
2016 4861.07 23598.00 5259.50 70.73 4876.17 28165.00 376.51
SUMATERA
3 2017 4150.73 22556.00 5321.50 71.24 6363.96 29311.00 359.99
BARAT
2018 4927.66 22388.00 5382.10 71.73 6822.71 30471.00 353.24
2019 5210.45 22388.00 5441.20 72.39 7150.37 31670.00 343.09
2015 18956.65 26842.00 6344.40 70.84 10892.86 70770.00 562.92
2016 18290.93 26924.00 6501.00 71.20 10075.13 70569.00 501.59
4 RIAU 2017 25205.58 24992.00 6657.90 71.79 9247.19 70755.00 496.39
2018 24013.82 24497.00 6814.90 72.44 8537.82 70740.00 494.26
2019 40665.83 24497.00 6971.70 73.00 9179.05 71122.00 483.92
2015 5025.92 13886.00 3402.10 68.89 3604.25 36754.00 311.57
2016 4704.00 13866.00 3459.90 69.62 3381.88 37729.00 290.81
5 JAMBI 2017 4047.09 13027.00 3515.00 69.99 4583.49 38850.00 278.61
2018 4352.11 13092.00 3570.30 76.65 4869.54 40052.00 281.47
2019 5196.69 13092.00 3624.60 71.26 4828.41 41181.00 273.37
2015 19852.91 18620.00 8052.30 67.46 6030.39 31549.00 1112.53
2016 46067.57 18737.00 8160.90 68.24 6627.64 32700.00 1096.50
SUMATERA
6 2017 24226.13 19233.00 8267.00 68.86 8260.83 34060.00 1086.76
SELATAN
2018 25139.01 18989.00 8370.30 69.39 9182.30 35670.00 1076.40
2019 27159.19 18989.00 8470.70 70.02 9713.47 37261.00 1067.16
2015 838.08 9230.00 1874.90 68.59 2436.20 20302.00 322.83
2016 1697.49 9237.00 1904.80 69.33 2491.65 21040.00 325.60
7 BENGKULU
2017 2175.61 9196.00 1934.30 69.95 3243.39 21752.00 302.62
2018 6880.90 9327.00 1963.30 70.64 3202.90 22498.00 303.55

130 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


NO PROVINSI TAHUN INV PJ POP IPM BD PDRB POV
2019 7470.96 9327.00 1991.80 71.21 3639.87 23276.00 298.00
2015 4657.27 17603.00 8117.30 66.95 4898.78 24582.00 1100.68
2016 7183.27 17603.00 8205.10 67.65 5691.23 25569.00 1139.78
8 LAMPUNG 2017 8648.69 21044.00 8289.60 68.25 7017.85 26615.00 1083.74
2018 14230.54 20759.00 8370.50 69.02 7633.03 27742.00 1091.66
2019 4586.34 20759.00 8447.70 69.57 7807.92 28936.00 1041.48
2015 2164.55 5525.00 1372.80 69.05 2212.65 33480.00 66.62
KEPULAUAN 2016 2910.08 5525.00 1401.80 69.55 2287.56 34133.00 71.07
9 BANGKA 2017 3808.90 5485.00 1430.90 69.99 2468.72 34935.00 76.20
BELITUNG
2018 3783.37 5536.00 1459.90 70.69 2666.62 35765.00 69.93
2019 4148.22 5536.00 1488.80 71.30 2962.02 36238.00 67.37
2015 9446.42 5338.00 1973.00 73.75 2649.78 78625.00 114.84
2016 7467.13 5115.00 2028.20 73.99 2852.61 80296.00 119.14
10 KEPULAUAN RIAU 2017 2773.12 5686.00 2082.70 74.45 3525.10 79758.00 128.43
2018 16424.06 5686.00 2136.50 74.84 3499.84 81295.00 125.26
2019 24609.02 5686.00 2189.70 75.48 3659.56 83202.00 127.76
2015 65442.32 7094.00 10177.90 78.99 53419.02 142914.00 368.67
2016 57875.12 7094.00 10277.60 79.60 59392.46 149832.00 385.84
11 DKI JAKARTA 2017 109515.36 6732.00 10374.20 80.06 73535.70 157637.00 393.13
2018 119441.75 6732.00 10467.60 80.47 78671.23 165863.00 372.26
2019 119408.62 6732.00 10557.80 80.76 89088.35 174137.00 362.30
2015 105438.27 26274.00 46709.60 69.50 28561.85 25846.00 4485.66
2016 103867.21 26205.00 47379.40 70.05 31344.46 26924.00 4168.11
12 JAWA BARAT 2017 108066.61 26980.00 48037.60 70.69 35512.08 27975.00 3774.41
2018 122988.05 27545.00 48683.70 71.30 36482.71 29161.00 3539.40
2019 131035.98 27545.00 49316.70 72.03 37132.31 30247.00 3375.89
2015 27141.97 27545.00 33774.10 69.49 18517.59 23887.00 4505.78
2016 37920.23 27574.00 34019.10 69.98 20050.50 24959.00 4493.75
13 JAWA TENGGAH 2017 52008.63 30394.00 34257.90 70.52 24349.75 26089.00 3867.42
2018 61833.97 30607.00 34490.80 71.12 26231.24 27291.00 4197.49
2019 56509.90 30670.00 34718.20 71.73 26652.34 28576.00 3679.40
2015 1491.53 3874.00 3679.20 77.59 3911.11 22688.00 485.56
DAERAH 2016 1211.95 3874.00 3726.90 78.38 4270.07 23566.00 488.83
14 ISTIMEWA 2017 789.10 4377.00 3762.20 78.89 5279.62 24534.00 466.33
YOGYAKARTA
2018 7309.01 4370.00 3802.90 79.53 5790.57 25777.00 450.25
2019 6501.75 4370.00 3842.90 79.99 6149.11 27190.00 440.89
2015 73907.95 41740.00 38847.60 68.95 24678.65 34272.00 4775.87
2016 61569.08 41740.00 39075.30 69.74 26527.24 35971.00 4638.53
15 JAWA TIMUR
2017 66270.15 40955.00 39293.00 70.27 31851.42 37724.00 4405.27
2018 52642.07 40936.00 39500.90 70.77 35289.76 39588.00 4292.15

131 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


NO PROVINSI TAHUN INV PJ POP IPM BD PDRB POV
2019 57495.14 41192.00 39689.60 71.50 33843.73 41567.00 4056.00
2015 43148.19 6969.00 11955.20 70.27 9236.21 30813.00 690.66
2016 49836.88 6976.00 12203.10 70.96 9786.47 31782.00 657.74
16 BANTEN 2017 56429.43 6927.00 12448.20 71.42 10265.22 32940.00 699.83
2018 59579.73 6817.00 12689.70 71.95 11072.78 34192.00 668.74
2019 46678.25 6918.00 12927.30 72.44 12285.53 35431.00 641.42
2015 8089.96 7879.00 4152.80 73.27 5873.71 31094.00 218.79
2016 6536.56 7879.00 4200.00 73.65 5923.70 32689.00 174.94
17 BALI 2017 12608.22 8678.00 4246.50 74.30 6478.85 34133.00 176.48
2018 16066.10 8722.00 4292.20 74.77 6701.28 35915.00 168.34
2019 13315.03 8722.00 4336.90 75.38 6834.26 37534.00 156.91
2015 9996.02 8169.00 4835.60 65.19 3647.33 18475.00 802.29
2016 7241.20 8169.00 4896.70 65.81 4148.66 19306.00 786.58
NUSA TENGGARA
18 2017 7203.19 8525.00 4955.60 66.58 5421.93 19098.00 748.12
BARAT
2018 7778.92 8504.00 5013.70 67.30 5334.65 18015.00 735.62
2019 7282.00 8504.00 5070.40 68.14 5273.58 18542.00 705.68
2015 2259.97 21752.00 5120.10 62.67 3570.23 11088.00 1160.53
2016 1604.18 21755.00 5203.50 63.13 4040.76 11469.00 1150.08
NUSA TENGGARA
19 2017 2965.07 23193.00 5287.30 63.73 4987.99 11863.00 1134.74
TIMUR
2018 5699.99 23635.00 5371.40 64.39 5059.89 12276.00 1134.11
2019 5515.25 23635.00 5456.20 65.23 5448.45 12714.00 1129.46
2015 24569.48 15750.00 4789.60 65.59 4207.75 23457.00 405.51
2016 17489.59 18092.00 4861.70 65.88 4503.52 24309.00 390.32
KALIMANTAN
20 2017 20081.58 18234.00 4932.50 66.26 5562.10 25199.00 388.81
BARAT
2018 13714.60 18315.00 5001.70 66.98 5872.18 26108.00 369.73
2019 15098.60 18315.00 5069.10 67.65 5910.67 27050.00 370.47
2015 14147.73 15081.00 2495.00 68.53 3546.93 31619.00 148.13
2016 13663.68 15081.00 2550.20 69.13 3587.85 32900.00 137.46
KALIMANTAN
21 2017 11722.07 17939.00 2605.30 69.79 4412.60 34369.00 137.88
TENGGAH
2018 22916.96 17987.00 2660.20 70.42 5250.30 33560.00 136.45
2019 12532.83 17997.00 2714.90 70.91 5456.29 36992.00 131.24
2015 15320.15 12805.00 3989.80 68.38 5500.27 27787.00 189.16
2016 9513.94 12805.00 4055.50 69.05 5600.69 28540.00 184.16
KALIMANTAN
22 2017 6284.90 13614.00 4119.80 69.55 6002.25 29578.00 194.85
SELATAN
2018 11846.15 13477.00 4181.70 70.17 6722.89 30628.00 195.01
2019 15244.68 13477.00 4244.10 70.72 7031.95 31413.00 190.29
2015 42462.71 12463.00 4068.60 74.17 9376.31 128603.00 209.98
KALIMANTAN 2016 22196.77 12574.00 3501.20 74.59 8212.41 125386.00 211.24
23
TIMUR 2017 28392.09 13333.00 3575.40 75.12 8765.87 126625.00 218.67
2018 34449.59 13558.00 3648.80 75.83 11210.81 127390.00 222.39

132 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


NO PROVINSI TAHUN INV PJ POP IPM BD PDRB POV
2019 33920.76 13558.00 3721.40 76.61 10769.67 130859.00 220.91
2015 4107.07 4977.00 642.00 68.76 2628.83 76823.00 40.93
2016 5506.21 5016.00 666.30 69.20 3068.22 76786.00 47.03
KALIMANTAN
24 2017 2871.95 3183.00 691.10 69.84 2585.44 78915.00 48.56
UTARA
2018 2331.37 4006.00 716.40 70.56 2560.73 80716.00 49.59
2019 5536.61 4006.00 742.20 71.15 3005.92 83308.00 48.61
2015 1484.56 9488.00 2412.10 70.39 2818.67 29196.00 217.14
2016 10212.90 9488.00 2436.90 71.05 2985.77 30680.00 200.35
25 SULAWESI UTARA 2017 8030.53 9840.00 2461.00 71.66 3891.53 32298.00 194.85
2018 8605.03 10072.00 2484.40 72.20 4080.74 33915.00 189.05
2019 11324.77 10072.00 2507.00 72.99 4524.49 35512.00 188.60
2015 15938.73 16234.00 2876.70 66.76 3037.42 28779.00 406.34
2016 22582.83 16234.00 2921.70 67.47 3253.13 31151.00 413.15
SULAWESI
26 2017 22869.49 16565.00 2966.30 68.11 3708.73 32860.00 423.27
TENGGAH
2018 18225.92 16908.00 3010.40 68.88 4106.73 34419.00 413.49
2019 29530.11 16908.00 3064.00 69.50 4323.33 36347.00 404.03
2015 12433.67 33215.00 8520.30 69.15 6415.56 29436.00 864.52
2016 8339.51 33222.00 8606.40 69.76 7292.54 31303.00 798.81
SULAWESI
27 2017 11626.41 30679.00 8690.30 70.34 9220.49 33234.00 825.97
SELATAN
2018 12213.57 30476.00 8772.00 70.90 9444.56 35254.00 779.64
2019 9879.04 30476.00 8851.20 71.66 10099.90 37351.00 759.58
2015 4015.68 11424.00 2499.50 69.15 2886.69 29203.00 345.02
2016 6847.48 11424.00 2551.00 69.31 3260.32 30476.00 327.29
SULAWESI
28 2017 13537.46 13064.00 2602.40 69.86 4033.24 31894.00 313.16
TENGGARA
2018 11347.66 13235.00 2653.70 70.61 4138.22 33286.00 301.85
2019 17557.12 13235.00 2704.70 71.20 4310.57 34738.00 299.97
2015 189.49 5885.00 1133.20 65.86 1476.33 19474.00 206.52
2016 2373.14 5885.00 1150.80 66.29 1652.70 20427.00 203.69
29 GORONTALO 2017 1447.93 5495.00 1168.20 67.01 1829.86 21478.00 200.91
2018 3257.62 5539.00 1185.50 67.71 1889.29 22541.00 188.30
2019 3225.64 5539.00 1202.60 68.49 1944.67 23642.00 184.71
2015 1131.39 6942.00 1282.20 62.96 1473.75 20251.00 153.21
2016 360.88 6809.00 1306.50 63.60 1814.45 21068.00 146.90
30 SULAWESI BARAT 2017 814.65 5758.00 1331.00 64.30 1977.19 22050.00 149.47
2018 3501.88 5677.00 1355.60 65.10 1907.11 22999.00 152.83
2019 1327.60 5677.00 1380.30 65.73 2135.48 23817.00 151.87
2015 82.20 8342.00 1686.50 67.05 2304.54 14740.00 327.77
2016 654.98 8676.00 1715.50 67.60 2831.65 15321.00 331.79
31 MALUKU
2017 2924.48 10213.00 1744.70 68.19 2845.88 15942.00 320.42
2018 1129.35 10185.00 1773.80 68.87 3083.52 16612.00 317.84

133 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


NO PROVINSI TAHUN INV PJ POP IPM BD PDRB POV
2019 741.93 10185.00 1802.90 69.45 3230.50 17255.00 319.51
2015 921.40 7100.00 1162.30 65.91 1856.13 17534.00 72.64
2016 3281.55 7006.00 1185.90 66.63 2061.13 18177.00 76.40
32 MALUKU UTARA 2017 4240.90 7432.00 1209.30 67.20 2312.01 19193.00 78.28
2018 7530.01 7354.00 1232.60 67.76 2516.32 20322.00 81.93
2019 14701.86 7354.00 1255.80 68.70 2762.09 21171.00 87.18
2015 3630.79 9430.00 871.50 61.73 7506.27 60064.00 225.54
2016 6923.42 9430.00 893.40 62.21 7257.00 61242.00 223.60
33 PAPUA BARAT 2017 1206.72 11867.00 915.40 62.99 7839.00 62164.00 212.86
2018 4205.50 12529.00 937.50 63.74 8098.28 64487.00 213.67
2019 1022.43 12529.00 959.60 64.70 8729.20 64683.00 207.59
2015 13649.32 18548.00 3149.40 57.25 12986.63 41377.00 898.21
2016 15919.12 18548.00 3207.40 58.05 13071.34 44342.00 914.87
34 PAPUA 2017 27285.61 21732.00 3265.20 59.09 14016.06 45578.00 910.42
2018 16501.44 21824.00 3322.50 60.06 14143.11 48075.00 915.22
2019 13648.54 21824.00 3379.30 60.84 13978.12 39854.00 900.95

Tahapan dalam melakukan penyelesaian analisis jalur dengan metode data panel sebagai
berikut;
Copy data dari excel ke eviews

134 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Buka Eviews

Klik File  pilih New  Workfile

135 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Maka akan muncul tampilan sebagai berikut :

136 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Pilih Workfile structure type dengan Balance Panel

Makan akan muncul tampilan sebagai berikut:

Klik  Quick  Empty Group (Edit Series)

137 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Letak kursor disamping obs  klik Paste

Sebelum Data di Paste Setelah Data di Paste

Selanjutnya kita pilih persamaan regresi untuk persamaan 1 sebagai berikut:


Log PDRB = β0 + β1LogINV + β2LogKURS + β3LogPJ + β4IPM + β5LogBD + ε1
Blok Variabel pdrb, inv, kurs, pj, ipm dan bd kemudian klik kanan dan open  as equation

138 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Ketik ke dalam Equation Specification
persamaan  log(pdrb) log(inv) log(pj) log(kurs) ipm log(bd) c

Model Fixed Effect

139 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dependent Variable: LOG(PDRB)
Method: Panel EGLS (Cross-section weights)
Total panel (balanced) observations: 170
Linear estimation after one-step weighting matrix

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(INV) 0.019447 0.008589 2.264247 0.0252


LOG(PJ) -0.032193 0.066598 -0.483389 0.6296
LOG(KURS) 0.079739 0.116721 0.683158 0.4957
IPM 0.091834 0.005957 15.41634 0.0000
LOG(BD) 0.247207 0.036568 6.760178 0.0000
C 18.57177 1.289447 14.40289 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.999375 Mean dependent var 101.8675


Adjusted R-squared 0.999194 S.D. dependent var 51.67642
S.E. of regression 0.117329 Sum squared resid 1.803372
F-statistic 5511.612 Durbin-Watson stat 1.496207
Prob(F-statistic) 0.000000

Kemudian lakukan cara seperti diatas untuk memperoleh Model Random Effect

140 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Model Random Effect

Dependent Variable: LOG(PDRB)


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Total panel (balanced) observations: 170

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(INV) 0.158305 0.026217 6.038298 0.0000


LOG(PJ) 0.350150 0.098252 3.563790 0.0005
LOG(KURS) -1.311313 0.559472 -2.343840 0.0203
IPM 0.058820 0.012383 4.749958 0.0000
LOG(BD) 0.683645 0.079939 8.552080 0.0000
C 16.38881 5.328983 3.075411 0.0025

Weighted Statistics

R-squared 0.718247 Mean dependent var 8.410338


Adjusted R-squared 0.709657 S.D. dependent var 0.366438
S.E. of regression 0.197449 Sum squared resid 6.393744
F-statistic 83.61420 Durbin-Watson stat 1.146595
Prob(F-statistic) 0.000000

141 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dari 2 persamaan dapat disusun
Model Fixed Effect Model Random Effect
Variable Coefficient t-Statistic Coefficient t-Statistic
LOG(INV) 0.019447 2.264247** 0.158305 6.038298***
LOG(PJ) -0.032193 -0.483389 0.350150 3.563790***
LOG(KURS) 0.079739 0.683158 -1.311313 -2.343840**
IPM 0.091834 15.41634*** 0.058820 4.749958***
LOG(BD) 0.247207 6.760178*** 0.683645 8.552080***
C 18.57177 14.40289*** 16.38881 3.075411***
R-squared 0.999194 0.718247
F-statistic 5511.612 83.61420

Dari 2 model diperoleh dipilih model terbaik dengan menggunakan uji Hausman, dengan
cara model dalam kondisi Random Effect Model  klik View Fixed/Random Effect Testing 
Correlated Random effect - Hausman Test

142 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dan hasilnya sebagai berikut:

Dari hasil uji Hausman dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah Model Random Effect.

Regresi data panel memberikan alternatif model, Common Effect, Fixed Effect dan Random
Effect. Model Common Effect dan Fixed Effect menggunakan pendekatan Ordinary Least
Squared (OLS) dalam teknik estimasinya, sedangkan Random Effect menggunakan Generalized
Least Squares (GLS) sebagai teknik estimasinya. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam regresi
linier dengan pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) meliputi uji Linieritas, Autokorelasi,
Heteroskedastisitas, Multikolinieritas dan Normalitas. Walaupun demikian, tidak semua uji asumsi
klasik harus dilakukan pada setiap model regresi linier dengan pendekatan OLS.

Uji Heteroskedastisitas
Regresi data panel tidak sama dengan model regresi linier, oleh karena itu pada model data
panel perlu memenuhi syarat BLUE (Best Linear Unbiased Estimator) atau terbebas dari
pelanggaran asumsi-asumsi dasar (asumsi klasik). Jika dilihat dari ketiga pendekatan yang dipakai,
maka hanya uji heteroskedastisitas saja yang relevan dipakai pada model data panel.
Uji heteroskedastisitas digunakan untuk melihat apakah residual dari model yang terbentuk
memiliki varians yang konstan atau tidak. Suatu model yang baik adalah model yang memiliki varians
dari setiap gangguan atau residualnya konstan. Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana asumsi
tersebut tidak tercapai, dengan kata lain dimana adalah ekspektasi dari eror dan adalah varians
dari eror yang berbeda tiap periode waktu.

143 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Langkah-langkah uji heteroskedastisitas data panel sebagai berikut:
Buka estimasi model terpilih  Proc  Make Residual Series…

Dalam Name for resid series  berinama residrem


Kemudian klik Estimate  pada Equation Estimation
log(residrem^2) c log(inv) log(kurs) log(pj) ipm log(bd)

144 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Hasil Uji heteroskedastisitas sebagai berikut:

Dependent Variable: LOG(RESIDREM^2)


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Total panel (balanced) observations: 170

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(INV) 0.273871 0.073356 3.733432 0.0003


LOG(KURS) 2.205233 1.859690 1.185807 0.2374
LOG(PJ) 0.380863 0.607191 0.627254 0.5314
IPM -0.047500 0.074981 -0.633494 0.5273
LOG(BD) -0.153578 0.552499 -0.277970 0.7814
C -28.07130 14.01052 -2.003588 0.0468

Effects Specification
S.D. Rho

Cross-section random 1.643900 0.5149


Idiosyncratic random 1.595658 0.4851

Weighted Statistics

R-squared 0.021338 Mean dependent var -1.239077


Adjusted R-squared -0.008500 S.D. dependent var 1.593711
S.E. of regression 1.600469 Sum squared resid 420.0864
F-statistic 0.715134 Durbin-Watson stat 1.948803
Prob(F-statistic) 0.612909

Uji Multikolinearitas

Regresi data panel tidak sama dengan model regresi linier, oleh karena itu pada model data panel
perlu memenuhi syarat terbebas dari pelanggaran asumsi-asumsi dasar (asumsi klasik). Meskipun
demikian, adanya korelasi yang kuat antara variabel bebas dalam pembentukan sebuah model
(persamaan) sangatlah tidak dianjurkan terjadi, karena hal itu akan berdampak kepada keakuratan
pendugaan parameter, dalam hal ini koefisien regresi, dalam memperkirakan nilai yang sebenarnya.
Korelasi yang kuat antara variabel bebas dinamakan multikolinieritas.

145 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Blok seluruh variable  copy Klik Quick  Group Statistics  Correlations

Hasil Uji Correlation sebagai berikut:

Nilai seluruh correlation dibawah 0,9 artinya tidak adanya korelasi yang kuat antara variabel bebas
dalam pembentukan sebuah model, atau model tersebut tiding mengandung multikolinearitas.

146 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Setelah model terpilih dan lolos pengujian Asumsi Klasik, hasil gambar untuk persamaan
1 bisa kita selesaikan sebagai berikut:

INV

0.158*** 0,539

PJ
0,350***

KURS -1,31**
PDRB
0,058***
IPM

0,68***
BD

Gambar …..
Catatan : Rumus e1 dapat dicari dengan formula 𝑒1 =(1-R2)1/2
Keterangan: *** signifikan α=1% ** signifikan α=5% * signifikan α=10%

Berdasarkan Gambar diatas dapat disimpulkan seluruh variable bebas memiliki


pengaruh signifikan dengan α 1%, dan semua memiliki pengaruh positip terhadap PDRB
kecuali kurs memiliki pengaruh negative terhadap PDRB.

Selanjutnya kita pilih persamaan regresi untuk persamaan 2 sebagai berikut:


POV = β0 + β6PDRB + β7INV + β8BD + β9POP + ε2
Blok Variabel POV, PDRB, INV, BD dan POP, kemudian klik kanan dan open  as equation

147 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Hasil regresi Fixed Effect Model

Dependent Variable: LOG(POV)


Method: Panel EGLS (Period weights)
Total panel (balanced) observations: 170

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.106708 1.704094 0.062619 0.9501


LOG(PDRB) -0.549792 0.087534 -6.280867 0.0000
LOG(INV) -0.084481 0.045402 -1.860753 0.0646
LOG(BD) 0.391414 0.084959 4.607110 0.0000
LOG(POP) 1.319310 0.067212 19.62918 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.851899 Mean dependent var 12.95418


Adjusted R-squared 0.844540 S.D. dependent var 1.190581
S.E. of regression 0.431993 Sum squared resid 30.04553
F-statistic 115.7622 Durbin-Watson stat 0.111740
Prob(F-statistic) 0.000000

148 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Hasil regresi Random Effect Model

Dependent Variable: LOG(POV)


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Total panel (balanced) observations: 170

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C 5.656889 1.284291 4.404678 0.0000


LOG(PDRB) -0.060263 0.025635 -2.350777 0.0199
LOG(INV) 0.003230 0.007840 0.411923 0.6809
LOG(BD) -0.215387 0.033743 -6.383066 0.0000
LOG(POP) 1.020009 0.101676 10.03198 0.0000

Weighted Statistics

R-squared 0.467822 Mean dependent var 0.648859


Adjusted R-squared 0.454921 S.D. dependent var 0.073390
S.E. of regression 0.054183 Sum squared resid 0.484412
F-statistic 36.26167 Durbin-Watson stat 0.958777
Prob(F-statistic) 0.000000

149 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dari 2 persamaan dapat disusun sebagai berikut:
Model Fixed Effect Model Random Effect
Variable Coefficient t-Statistic Coefficient t-Statistic
C 0.106708 0.062619 5.656889 4.404678***
LOG(PDRB) -0.549792 -6.280867*** -0.060263 -2.350777**
LOG(INV) -0.084481 -1.860753* 0.003230 0.411923
LOG(BD) 0.391414 4.607110*** -0.215387 -6.383066***
LOG(POP) 1.319310 19.62918*** 1.020009 10.03198***
R-squared 0.851899 0.467822
F-statistic 115.7622 36.26167

Dari 2 model diperoleh dipilih model terbaik dengan menggunakan uji Hausman,
dengan cara model dalam kondisi Random Effect Model  klik View Fixed/Random Effect
Testing  Correlated Random effect - Hausman Test

Dari hasil uji Hausman dapat disimpulkan bahwa model terbaik adalah Model Random Effect.

Regresi data panel memberikan alternatif model, Common Effect, Fixed


Effect dan Random Effect. Model Common Effect dan Fixed Effect menggunakan
pendekatan Ordinary Least Squared (OLS) dalam teknik estimasinya, sedangkan Random
Effect menggunakan Generalized Least Squares (GLS) sebagai teknik estimasinya. Uji
asumsi klasik yang digunakan dalam regresi linier dengan pendekatan Ordinary Least
Squared (OLS) meliputi uji Linieritas, Autokorelasi, Heteroskedastisitas, Multikolinieritas dan

150 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Normalitas. Walaupun demikian, tidak semua uji asumsi klasik harus dilakukan pada setiap
model regresi linier dengan pendekatan OLS.
Uji Heterskodastisitas

Dependent Variable: LOG(RESIDREM2^2)


Method: Panel EGLS (Cross-section random effects)
Total panel (balanced) observations: 170

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

LOG(PDRB) 0.328302 0.181398 1.809847 0.0721


LOG(INV) -0.012732 0.039720 -0.320541 0.7490
LOG(BD) -0.575281 0.266778 -2.156405 0.0325
LOG(POP) -0.153933 0.297269 -0.517824 0.6053
C 6.564250 5.806112 1.130576 0.2599

Weighted Statistics

R-squared 0.036565 Mean dependent var -0.275795


Adjusted R-squared 0.013209 S.D. dependent var 0.436717
S.E. of regression 0.433823 Sum squared resid 31.05338
F-statistic 1.565560 Durbin-Watson stat 1.436839
Prob(F-statistic) 0.185867

Kesimpulan nilai t da nilai tidak signifikan pada α 5%, hal ini menunjukan bahwa variable
bebas tidak memiliki pengaruh terhadap residuannya.

Hasil Uji Correlation sebagai berikut:

Nilai seluruh correlation dibawah 0,9 artinya tidak adanya korelasi yang kuat antara variabel
bebas dalam pembentukan sebuah model, atau model tersebut tiding mengandung
multikolinearitas.

151 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


INV
0,729

0,0032

PDRB -0,06** POV

-0,215***

BD 1,02***

POP

Catatan : Rumus e2 dapat dicari dengan formula 𝑒2 =(1-R2)1/2


Keterangan: *** signifikan α=1% ** signifikan α=5% * signifikan α=10%

152 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Uji Mediasi dengan Sobel Test

Sobel test merupakan uji untuk mengetahui apakah hubungan yang melalui sebuah variabel
mediasi secara signifikan mampu sebagai mediator dalam hubungan tersebut. Sebagai
contoh pengaruh A terhadap B melalui M. Dalam hal ini variabel M merupakan mediator
hubungan dari A ke B. Untuk menguji seberapa besar peran variabel M memediasi pengaruh
A terhadap B digunakan uji Sobel test. Dimana Sobel test mengunakan uji z dengan rumus
sebagai berikut :
𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
Dimana :
a Koefisien regresi variable independen terhadap variable mediasi
b Koefisien regresi variable mediasi terhadap variable independen
SEa Standard error of estimation dari pengaruh variable independen terhadap
variable mediasi
SEb Standard error of estimation dari pengaruh variable mediasi terhadap variable
independen

INV

0.003230
0.158305 (0.007840)
(0.026217)***

PDRB POV
-0.060263
(0.025635)**
𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
0.1583𝑥(−0,060263)
𝑧=
√(−0,0602632 𝑥0,02622 ) + (0,15832 𝑥0,0256352 )

𝑧 = −2,19

153 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar -2,19, karena nilai z
yang diperoleh sebesar -2,19 > 1.96 dengan tingkat signifikansi 5% maka membuktikan
bahwa Produk Domestik Regional Bruto mampu memediasi hubungan pengaruh Investasi
terhadap jumlah penduduk miskin.

-0.060263
(0.025635)**
PDRB POV
0.683645
(0.033743)***
-0.215387
(0.0337)***
BD

𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
0,683645𝑥(−0,060263)
𝑧=
√(−0,0602632 𝑥0,0337432 ) + (0,6836452 𝑥0,0256352 )

𝑧 = −2,2667

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar -2,2667, karena nilai z
yang diperoleh sebesar -2,2667 > 1.96 dengan tingkat signifikansi 5% maka membuktikan
bahwa Produk Domestik Regional Bruto mampu memediasi hubungan pengaruh Belanja
Daerah terhadap jumlah penduduk miskin.

PJ
0.350150 -0.060263
(0.098252)*** (0.025635)**
(0.033743)***
PDRB POV

154 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
0,350150𝑥(−0,060263)
𝑧=
√(−0,0602632 𝑥0,0982522 ) + (0,3501502 𝑥0,0256352 )

𝑧 = −1,96234
Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar -1,96234, karena nilai
z yang diperoleh sebesar -1,96234 > 1.96 dengan tingkat signifikansi 5% maka membuktikan
bahwa Produk Domestik Regional Bruto mampu memediasi hubungan pengaruh Panjnag
jalan terhadap jumlah penduduk miskin.

-0.060263
-1.311313 (0.025635)**
KURS (0.559472)**
(0.033743)***
PDR POV
B

𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
−1,311313𝑥(−0,060263)
𝑧=
√(−0,0602632 𝑥0,5594722 ) + (−1,3113132 𝑥0,0256352 )

𝑧 = 2,327036

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar 2,327036, karena nilai
z yang diperoleh sebesar 2,327036 > 1.96 dengan tingkat signifikansi 5% maka
membuktikan bahwa Produk Domestik Regional Bruto mampu memediasi hubungan
pengaruh Kurs terhadap jumlah penduduk miskin.

155 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


-0.060263
(0.025635)**

0.058820
PDRB POV
(0.012383)***
IPM *(0.033743)***

𝑎𝑏
𝑧=
√(𝑏2 𝑆𝐸𝑎2 ) + (𝑎2 𝑆𝐸𝑏2 )
0,058820𝑥(−0,060263)
𝑧=
√(−0,0602632 𝑥0,0123832 ) + (0,0588202 𝑥0,0256352 )

𝑧 = −2,10691

Dari hasil perhitungan sobel test di atas mendapatkan nilai z sebesar -2,10691, karena nilai
z yang diperoleh sebesar -2,10691 > 1.96 dengan tingkat signifikansi 5% maka membuktikan
bahwa Produk Domestik Regional Bruto mampu memediasi hubungan pengaruh Indek
Pembangunan Manusia terhadap jumlah penduduk miskin.

Besaran pengaruh langsung dan tak langsung variable bebas


terhadap jumlah penduduk Miskin
Pengaruh Pengaruh tidak Pengaruh
Variabel
langsung (%) Langsung (%) Total (%)
Investasi 0.00001 -0.0095** -0,00949
Panjang Jalan -0,0211** -0,0211
Kurs 0,0790** 0,0790
IPM -0,0035** -0,0035
Belanja Daerah 0,0464*** -0,00412** 0,0052
Populasi 1,0404*** 0,0010404
PDRB 0,0036** 0,0036
Keterangan:
*** signifikan α=1% ** signifikan α=5% * signifikan α=10%

156 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Tahap Uji Hipotesis dan Pembuatan Kesimpulan
1. Pengaruh Investasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil penelitian menunjukan Investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin.
Hasil ini terlihat dari nilai probabilitas t hitung > α = 5%.Hal ini menunjukkan bahwa
secara langsung investasi tidak mempengaruhi jumlah penduduk miskin.
2. Pengaruh Investasi terhadap jumlah penduduk miskin melalui mediasi Produk Domestic
Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto memediasi pengaruh investasi terhadap jumlah
penduduk miskin di 34 provinsi periode 2015-2019. Hal ini dibuktikan di dengan Uji Sobel
(Sobel Test) yang menunjukan hasil perhitungan nilai z statistik pengaruh mediasi
sebesar -2,19 lebih besar dari z tabel yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05.
Pengaruh langsung investasi terhadap jumlah penduduk miskin adalah sebesar 0,001.
Sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung investasi terhadap jumlah penduduk
miskin melalui produk domestic regional bruto adalah -0,95 %.
3. Pengaruh Belanja daerah terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil penelitian menunjukan Belanja Daerah berpengaruh secara signifikan terhadap
jumlah penduduk miskin.
Hasil ini terlihat dari nilai probabilitas t hitung < α = 5%.Hal ini menunjukkan bahwa
secara langsung Belanja Daerah mempengaruhi jumlah penduduk miskin.
4. Pengaruh Belanja Daerah terhadap jumlah penduduk miskin melalui mediasi Produk
Domestic Regional Bruto
Produk Domestik Regional Bruto memediasi pengaruh Belanja Daerah terhadap jumlah
penduduk miskin di 34 provinsi periode 2015-2019. Hal ini dibuktikan di dengan Uji Sobel
(Sobel Test) yang menunjukan hasil perhitungan nilai z statistik pengaruh mediasi
sebesar -2,2667 lebih besar dari z tabel yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05.
Pengaruh langsung Belanja Daerah terhadap Jumlah Penduduk Miskin adalah sebesar
0,0464. Sedangkan besarnya pengaruh tidak langsung investasi terhadap jumlah
penduduk miskin melalui produk domestic regional bruto adalah -0,0412 %.
157 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki
5. Pengaruh Panjang Jalan terhadap jumlah penduduk miskin melalui mediasi Produk
Domestic Regional Bruto.
Produk Domestik Regional Bruto memediasi pengaruh Panjang Jalan terhadap jumlah
penduduk miskin di 34 provinsi periode 2015-2019. Hal ini dibuktikan di dengan Uji Sobel
(Sobel Test) yang menunjukan hasil perhitungan nilai z statistik pengaruh mediasi
sebesar -1,9623 lebih besar dari z tabel yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05.
Besarnya pengaruh tidak langsung Panjang Jalan terhadap jumlah penduduk miskin
melalui produk domestic regional bruto adalah -0,0211 %.
6. Pengaruh Kurs terhadap jumlah penduduk miskin melalui mediasi Produk Domestic
Regional Bruto.
Produk Domestik Regional Bruto memediasi pengaruh Kurs terhadap jumlah penduduk
miskin di 34 provinsi periode 2015-2019. Hal ini dibuktikan di dengan Uji Sobel (Sobel
Test) yang menunjukan hasil perhitungan nilai z statistik pengaruh mediasi sebesar 2,32
lebih besar dari z tabel yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Besarnya pengaruh
tidak langsung Kurs terhadap jumlah penduduk miskin melalui produk domestic regional
bruto adalah 0,0790 %.
7. Pengaruh IPM terhadap jumlah penduduk miskin melalui mediasi Produk Domestic
Regional Bruto.
Produk Domestik Regional Bruto memediasi pengaruh IPM terhadap jumlah penduduk
miskin di 34 provinsi periode 2015-2019. Hal ini dibuktikan di dengan Uji Sobel (Sobel
Test) yang menunjukan hasil perhitungan nilai z statistik pengaruh mediasi sebesar -
2,106 lebih besar dari z tabel yaitu 1,96 dengan tingkat signifikansi 0,05. Besarnya
pengaruh tidak langsung IPM terhadap jumlah penduduk miskin melalui produk domestic
regional bruto adalah -0,0035 %.
8. Pengaruh Populasi terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil penelitian menunjukan Populasi berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
penduduk miskin.

158 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


Hasil ini terlihat dari nilai probabilitas t hitung < α = 5%.Hal ini menunjukkan bahwa
secara langsung Populasi mempengaruhi jumlah penduduk miskin. Besarnya pengaruh
langsung Populasi terhadap jumlah penduduk miskin sebesar 0,010404%.
9. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto terhadap Jumlah Penduduk Miskin
Hasil penelitian menunjukan Produk Domestik Regional Bruto berpengaruh secara
signifikan terhadap jumlah penduduk miskin.
Hasil ini terlihat dari nilai probabilitas t hitung < α = 5%.Hal ini menunjukkan bahwa
secara langsung Produk Domestik Regional Bruto mempengaruhi jumlah penduduk
miskin. Besarnya pengaruh langsung Produk Domestik Regional Bruto terhadap jumlah
penduduk miskin sebesar 0,0036%.

159 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


DAFTAR PUSTAKA

Gujarati, D. N. (2003). Basic Econometrics” fourth edition McGraw-Hill. New York.

Hsiao, C. (2014). Analysis of panel data (No. 54). Cambridge university press.

Maddala, G. S., & Lahiri, K. (1992). Introduction to econometrics(Vol. 2). New York: Macmillan.

Wibisono, Y. (2005). Metode statistik. Gajah Mada University, Yogyakarta.

Widarjono, A. (2009). Ekonometrika pengantar dan aplikasinya. Yogyakarta: Ekonisia.

160 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki


AGUS TRI BASUKI adalah Dosen Fakultas Ekonomi di Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta sejak tahun 1994. Mengajar Mata Kuliah Statistik, Ekonometrik, Matematika
Ekonomi dan Pengantar Ekonomi. S1 diselesaikan di Program Studi Ekonomi Pembangunan
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta tahun 1993, kemudian pada tahun 1997 melanjutkan
Magister Sains di Pascasarjana Universitas Padjadjaran Bandung jurusan Ekonomi
Pembangunan. Pada tahun 2020 penulis memperoleh gelar Doktor Ilmu Ekonomi di
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis selain mengajar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta juga mengajar
diberbagai Universitas di Yogyakarta. Selain sebagai dosen, penulis juga menjadi konsultan
di berbagai daerah di Indonesia.
Selain Buku Demografi, Kemiskinan dan Pengeluaran Pemerintah Perspektif Ekonomi
Pembangunan, penulis juga menyusun Buku :
1. Pengantar Ekonomi Mikro
2. Statistik Untuk Ekonomi dan Bisnis
3. Electronic Data Processing
4. Analisis Regresi Dalam Penelitian Ekonomi dan Bisnis
5. Analisis Statistik dengan SPSS
6. Ekonometrika dan Aplikasi dalam Ekonomi
7. Aplikasi SEM Dalam Studi Perilaku Organisasi

161 | A n a l i s i s D a t a P a n e l Dr AgusTri Basuki

Anda mungkin juga menyukai