ABSTRACT
The purpose of this research was to obtain edible film that meet physical and chemical characterictics
of Japan Internasional Standard (JIS). This research was conducted from June 2015 to December 2015. This
research used the randomized bloc design with one factor, the addition of eel surimi waste water (0 m L, 12 mL,
15 mL dan 18 mL). The observed parameters included chemical (water activity) and physical (thickness, percent
of elongation, vapor transmission rate) characterictics. The results showed that there were no significant effects
on thickness water activity, vapor transmission rate and percent of elongation. Furthermore, the edible film met
Japan Industrial standard (JIS) based on thickness 0.139 to 0.214 mm, vapor transmission rate 3 .514 to
7.133 g/m 2/jam and the percent of elongation 106.22% to 174.55%.
Keywords: Edible film, eel, surimi waste water
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan memperoleh edible film yang memenuhi Japan Internasional Standard (JIS).
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2015 sampai Desember 2015. Metode penelitian
menggunakan Rancangan Acak Kelompok non Faktorial (RAK) dengan satu faktor penambahan air
cucian surimi belut sawah (Monopterus albus) (0 mL, 12 mL, 15 mL, dan 18 mL). Parameter yang diamati
meliputi analisa ketebalan, persen pemanjangan, aktivitas air dan laju transmisi uap air. Hasil penelitian
menunjukkan penambahan air cucian surimi belut sawah (Monoprerus albus) tidak berpengaruh nyata
terhadap analisa ketebalan, aktivitas air, persen pemanjangan dan laju transmisi uap air. Edible film yang
dihasilkan sudah cukup memenuhi Japan Internasional Standard (JIS) yaitu ketebalan 0,139 hingga
0,214 mm, laju transmisi uap air 3,514 hingga 7,133 g/m 2/jam dan persen pemanjangan 106,22%
hingga 174,55%.
Kata kunci: Air cucian surimi, belut sawah, edible film
penelitian ini terdiri dari micrometer sekrup, a. Air cucian surimi sebanyak 0%, 4%, 5%
penjepit, statif, jangka sorong, cawan petri, dan 6%
neraca analitik, toples, oven, desilator, cawan b. Penambahan aquadest dan NaOH 1M
porselen, magnetic strirer, inkubator, hingga pH 11 kemudian dilakukan
timbangan, pisau, baskom, kain kasa,alat ukur pengadukan dan pemanasan pada suhu
Rh, grinder, spektro, labu ukur, dan hot plate. 55 oC selama 30 menit
c. Penambahan gliserol sebanyak 3%
Metode Penelitian d. Pembuatan suspense dengan penambahan
Rancangan penelitian yang digunakan pati ganyong sebanyak 4 g dalam 100 mL
adalah rancangan acak kelompok non aquadest dan dipanaskan pada suhu 65 o C
factorial (RAK) dua kali ulangan. Untuk hingga terjadi gelatinisasi sempurna
mengetahui pengaruh setiap perlakuan, e. Pencampuran hasil kerja point c dan d
dilakukan analisa data dengan menggunakan selanjutnya dilakukan pengadukan hingga
analisa keragaman (ANSIRA). Bagi perlakuan homogen
yang berpengaruh nyata dilakukan uji lanjut f. Penambahan emulsifier CMC sebanyak
pada taraf 5%. 1,5 gram
(A) Air cucian surimi belut sawah g. Penambahan minyak kelapa sawit 3%,
(Monopterus albus) : proses pengadukan tetap dilakukan
A0 = 0%( b\v) (kontrol) dengan menggunakan magnetic stirer
A1 = 4%(b\v) h. Suspense edible film di degassing selama
A2 = 5%(b\v) 1 jam
A3 = 6%(b\v ) i. Suspense dimasukan kedalam cawan petri
dengan diameter 11 cm sebanyak 40 ml
Tahapan Penelitian j. Suspense dikeringkan dengan oven pada
Pembuatan surimi belut suhu 70 oC selama 10 jam
Pembuatan surimi belut untuk bahan k. Film diangkat dan dimasukkan dalam
edible film (Rostini 2013): desilator selanjutnya siap untuk dianalisa
a. Penyiangan belut dengan membuang
kepala dan isi perut belut yang selanjutnya Tabel 1. Formulasi pembuatan edible film air
dilakukan pencucian dengan air bersih cucian surimi belut sawah
b. Pemotongan untuk memisahkan bagian (Monopterus albus) dengan persentasi
daging dengan tulang dan kulit (fillet), lalu 300 mL aquadest.
dilakukan pelumatan daging belut A0 A1 A2 A3
c. Pencucian daging lumat dengan air dingin Perlakuan Bahan
(0%) (4%) (5%) (6%)
pada suhu kisaran 1-5 oC dengan volume Air cucian surimi 0 12 15 18
air 3 kali volume daging lumat selama belut sawah (mL)
10 menit Gliserol (mL) 9 9 9 9
CMC (g) 1,5 1,5 1,5 1,5
d. Pengadukan daging lumat dalam air dingin Pati ganyong (g) 4 4 4 4
sampai homogen, pengadukan dihentikan Minyak kelapa 9 9 9 9
untuk mengendapkan daging lumat sawit (mL)
sedangkan kotoran dan lemak yang Aquadest (mL) 277,8 265,8 262,8 259,8
mengapung dipermukaan air dibuang
e. Pemisahan air dari daging lumat yang Parameter Pengamatan
sudah tercucian dengan alat press. Parameter yang diamati adalah aktivitas
air (a w), ketebalan (mm), persen pemanjangan
Pembuatan Edible film dan laju transmisi uap air.
Pembuatan edilble dengan komposit
(Marsega 2015). Formulasi dalam pembuatan Aktivitas Air (a w)
edible film ini dapat dilihat pada Tabel 1. Pengukuran aktivitas air (Sudarmadji
Adapun cara kerja pembuatan edible film air et al. 1997) dengan cara tidak langsung yaitu
cucian surimi belut sawah adalah sebagai dengan menghitung berat air yang berserap
berikut. dalam kertas saring yang telah diketahui
beratnya dalam wadah yang berisi zat yang b. Kondisi fisik bahan diukur berupa
akan diukur nilai aktivitas airnya. Prosedur panjang dengan menggunakan jangka
pengukurannya adalah sebagai berikut. sorong
a. Larutan NaOH jenuh, KC2H3O 2 jenuh c. Beban dipasang satu persatu pada tempat
dan (NH4). SO 4 jenuh disiapkan sebagai yang telah disediakan
larutan standar yang telah diketahui nilai d. Perpanjangan sampel dihitung setelah
a w nya. ditarik sampai batas putus
b. Kertas saring Whatman no. 42 dengan
ukuran seragam dikeringkan dalam oven % perpanjangan = (L1-L0)/L0 x 100%
dan ditimbang beratnya (w 0).
c. Tiga buah toples beserta penyangga Keterangan:
disiapkan, kemudian tiga larutan standar L0 = Panjang film sebelum ditarik (cm)
dimasukkan kedalam masing-masing L1 = Panjang film setelah ditarik (cm)
toples dan didiamkan selama 15 menit.
d. Kertas saring yang telah diketahui Laju transmisi uap air (g/m 2/jam)
beratnya dimasukkan masing-masing Laju transmisi uap air dilakukan dengan
toples yang berisi larutan standar, dan gravimetric dessicant method.
didiamkan selama 24 jam. a. Film yang akan diuji dipasang pada cawan
e. Kertas saring ditimbang kembali beratnya yang berisi 10 g silica gel.
(w1) b. Bagian tepi cawan dan film ditutup
f. Selisih berat sebelum dan sesudah dengan wax atau isolasi.
disimpan adalah berat air yang diserap (w 1) c. Cawan dan film ditimbang, dimasukkan
g. Hubungan banyaknya air yang diserap kedalam toples plastic berisi 100 mL
dengan aw larutan digambarkan berupa larutan NaCl 40%,
grafik standar, dan persamaan regresi d. Kemudian toples ditutup rapat. Setiap
y = a + bx dihitung jam cawan ditimbang dan pengamatan
h. Sampel dikerjakan dengan cara yang sama, dilakukan selama 4 jam.
yaitu menempatkan sampel dalam toples e. Data yang diperoleh dibuat persamaan
sebagai pengganti larutan standar. Toples regresi linier, sehingga diperoleh slope
disiapkan sebanyak sembilan buah (sesuai kenaikan berat cawan (g/jam) dibagi
perlakuan) kedalam variable x pada dengan luas area film yang diuji (m2).
persamaan regresi, sehingga diperoleh nilai
a w pada sampel
i. Nilai berat air yang diserap disubstitusikan HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisa Persen Pemanjangan Edible film
Ketebalan American Society for Testing
Proses pemanjangan merupakan
and Materials (ASTM) 1997 dalam perubahan panjang maksimum pada saat
Santoso (2011)
terjadi peregangan hingga sampel terputus.
Ketebalan film diukur dengan
Nilai rata-rata persen pemanjangan edible film
menggunakan micrometer skrup dengan
pada penelitian ini berkisar antara 106,22 %
ketelitian 0,01 mm pada lima tempat yang
hingga 174,55 %. Persen pemanjangan
berbeda. Nilai ketebalan diukur dari rata-rata
terendah terdapat pada perlakuan 0% (A 0)
lima pengukuran ketebelan edible film.
sedangkan persen pemanjangan tertinggi
pada perlakuan 6% (A 3). Perbandingan rata-
Persen pemanjangan (%)
rata persen pemanjangan edible film dapat
Persen pemanjangan diukur dengan
dilihat pada Gambar 1.
metode aplikasi Hukum Hooke. Prosedur
Berdasarkan hasil analisa keragaman
pengujian perpanjangan adalah sebagai
menunjukkan bahwa persen pemanjangan
berikut:
edible film pada perlakuan A0, A1, A2 dan A3
a. Peralatan disiapkan berupa statif lengkap
tidak berpengaruh nyata hal ini diduga karena
dengan penjepit bahan dan beban
perlakuan protein dari air cucian surimi belut
sawah yang digunakan terlalu kecil yaitu tidak mudah putus karena mampu menahan
sebesar 0,6572 mg/ml sehingga kemampuan beban dan gaya tarik yang diberikan.
gugus polar pada protein untuk mengikat air Penggunaan hidrokoloid dapat meningkatkan
semakin kecil. Hal ini didukung oleh hasil nilai daya putus dan persen pemanjangan
penelitian Marsega (2015) yang menyatakan karena menghasilkan efek pelumasan yang
semakin tinggi protein yang diberikan maka membuat emulsi edible film lebih fleksibel,
akan semakin tinggi sifat hidrofilik dari edible elastis, dan kuat.
film. Jenis plastisizer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah gliserol yang diduga
Persen pemanjangan (%)
menyebabkan edible film lebih elastis yang
Pe rsen pemanjangan (%)
174.545
disebabkan gliserol dapat menurunkan ikatan
200
kohesi mekanik antara polimer sehingga
150 106.22 117.825 118.205 mobilitas antar rantai molekul polimer
100
meningkat. Hal ini didukung oleh penelitian
50
Harsunu (2009) yang menyatakan
0 penambahan gliserol akan mengurangi gaya
A0 A1 A2 A3
Pe rlakuan intermolekuler sehingga mobilitas antar rantai
molekul polimer meningkat dan edible film
Keterangan: menjadi elastis.
A0 = air cucian surimi (0%)
A2 = air cucian surimi (5%) Analisa Laju Transmisi Uap Air
A1 = air cucian surimi (4%)
A3 = air cucian surimi (6%)
Laju transmisi uap air merupakan
permeabilitas yang menyangkut proses
Gambar 1. Nilai rata-rata persen pemanjangan (%)
edible film. pemindahan larutan dan difusi, dimana
larutan tersebut berpindah dari satu sisi film
Gambar 1. menunjukkan bahwa dan selanjutnya berdifusi ke sisi lainnya
penambahan kitosan cangkang udang terjadi setelah menembus film tersebut (ASTM
peningkatan nilai kekeruhan sebesar 20,8% dalam Trilaksani et al. 2007). Nilai laju
untuk konsentrasi kitosan sebesar 0,5% dan transmisi uap air pada penelitian ini berkisar
42,36% untuk konsentrasi kitosan 1% atau antara 3,5414 g/m2/jam (A3) hingga 7,1334
semakin meningkat seiring dengan g/m2/jam (A0). Nilai rata-rata laju transmisi
penambahan konsentrasi kitosan, sedangkan uap air edible film dapat dilihat pada Gambar
pada serbuk cangkang keong mas terjadi 2. Gambar 2. menunjukkan bahwa semakin
penurunan nilai kekeruhan, yaitu sebesar tinggi perlakuan air cucian surimi belut sawah
78% pada konsentrasi 0,5% dan 73% maka akan rendah laju transmisi uap air.
untuk konsentrasi 1%. Hasil analisa keragaman menunjukkan
Meningkatnya nilai rata-rata persen bahwa laju transmisi uap air edible film pada
pemanjangan pada Gambar 1. terjadi karena perlakuan A0, A1, A2 dan A3 tidak
protein dan polisakarida yang memiliki matrik berpengaruh nyata hal ini diduga karena
polimer diduga dapat menghasilkan kekuatan protein dari air cucian surimi belut sawah
tarik intermolekul menjadi semakin kuat yang digunakan terlalu kecil sehingga
sehingga kemampuan meregang dari film juga kemampuan protein terhadap laju transmsi
meningkat. Trilaksani et al. (2007) uap air terlalu tinggi. Edible film berbahan
menyatakan bahwa semakin tinggi perlakuan protein umumnya memiliki ketahanan
air cucian surimi yang digunakan maka terhadap laju transmisi uap air yang
semakin besar protein yang berasal dari air dipengaruhi oleh sifat hidrofilik dari protein.
cucian surimi untuk menghasilkan persen Menurut Ariani (2008) semakin tinggi protein
pemanjangan yang tinggi. Isnawati dalam yang ditambahkan akan menyebabkan jumlah
Hawa et al. (2013) menambahkan bahwa nilai ikatan intermolekul yang menyebabkan
persen pemanjangan yang tinggi ketebalan semakin tinggi dan nilai laju
mengindikasikan edible film yang dihasilkan tansmisi uap air lebih rendah yang
5.5541
6
3.5414 ketebalan 0,139 mm dan yang tertinggi pada
(g/m 2 /jam)
4
perlakuan air cucian surimi belut sawah 6%
2 (A3) dengan nilai ketebalan 0,214 mm.
0 Perbandingan rata-rata ketebalan dari edible
A0 A1 A2 A3
film disajikan pada Gambar 3.
Perlakuan
Keterangan
0.25 Ketebalan (mm)
A0 = air cucian surimi 0% 0.214
0.194
A1 = air cucian surimi 4% 0.2 0.162
A2 = air cucian surimi 5% 0.139
0.15
A3 = air cucian surimi 6%
0.1
Gambar 2. Nilai rata-rata laju transmisi uap air
(g/m 2/hari) edible film. 0.05
0
Rendahnya laju transmisi uap air juga A0 A1 A2 A3
diduga karena perubahan struktur dari Keterangan:
protein yang terkandung dalam edible film. A0 = air cucian surimi (0%)
Proses pembuatan edible film ini menggunakan A1 = air cucian surimi (4%)
A2 = air cucian surimi (5%)
suhu 70 OC, sedangkan protein dapat A3 = air cucian surimi (6%)
denaturasi pada suhu 45 OC sehingga pada
saat pembuatan edible film protein mengalami Gambar 3. Nilai Rata-rata ketebalan (mm) edible film.
terdenaturasi yang dapat merubah struktur
dari protein tersebut. Kokoszka et al. dalam Hasil analisa keragaman menunjukkan
Marsega (2015) menambahkan bahwa bahwa perlakuan pemberian air cucian surimi
karakteristik edible film berbasis protein dapat belut sawah (A0, A1, A2 dan A3) tidak
dipengaruhi oleh denaturasi protein ataupun berpengaruh nyata terhadap ketebalan edible
penambahan zat kimia lain. film pada taraf uji 5%. Semakin tinggi
Menurut Santoso (2012) Pembentukan perlakuan air cucian surimi belut sawah yang
edible film berbahan baku pati dimulai dari ditambahkan ketebalan edible film yang
pecahnya granula dan diikuti keluarnya dihasilkan semakin besar, hal ini dapat dilihat
amilosa yang membentuk jaringan dan pada penambahan perlakuan air cucian surimi
mengelilingi granula tersebut sehingga terjadi belut sawah dengan perlakuan 6% (A 3).
intereaksi antara amilosa satu dengan amilosa Peningkatan ketebalan edible film diduga
lainya dan antara amilosa granula itu sendiri. karena semakin besar perlakuan air cucian
Pada saat terjadi interaksi antar amilosa surimi belut sawah yang ditambahkan akan
diduga struktur molekul amilosa satu dengan meningkatkan jumlah protein dalam larutan
yang lainnya dalam keadaan homogen yang edible film sehingga total padatan yang
dapat menyebabkan matrik film akan mengendap sebagai pembentuk edible film
terbentuk lebih rapat yang sulit untuk semakin banyak. Hasil penelitian ini didukung
ditembus oleh uap air. Poloengasih dan oleh penelitian Trilaksani et al (2007) yang
Djagal dalam Ariani (2008) menyatakan menyatakan penggunaan protein sarkoplasma
amilosa memiliki kerapatan yang lebih tinggi sebesar 5% pada larutan edible film akan
dibandingkan dengan amilopektin. Kerapatan menghasilkan ketebalan film yang lebih tinggi
akan mempengaruhi porositas edible film dibanding menggunakan protein sarkoplasma
sehingga akan mempengaruhi laju transmisi 4%, hal ini terjadi karena konsentrasi
uap air. konsentrat air limbah surimi yang semakin
Aktivitas air
0.395
karena adanya pemekaran atau 0.4 0.295 0.255
pengembangan molekul protein yang 0.2
terdenaturasi sehingga membuka gugus 0
reaktif rantai polipeptida. Ikatan antara A0 A1 A2 A3
gugus-gugus reaktif protein tersebut akan Perlakuan
air. Hal ini akan berpengaruh pada Japanese Industrial Standard yaitu maksimal 10
penurunan nilai a w edible film yang berarti g/m2/jam. Hasil transmisi uap air pada
ketahanan edible film akan semakin baik karena penelitian ini telah memenuhi srandar mutu
semakin sedikitnya kandungan air bebas Japanese Industrial Standard (JIS). Laju transmisi
dalam edible film yang dapat digunakan sebagai uap air edible film berbahan air cucian surimi
media pertumbuhan mikroba. belut sawah lebih rendah dari pada edible film
Rendahnya nilai aktivitas air yang berbahan surimi belut sawah dan tapioca dan
berkisar antara 0,475 sampai dengan 0,255 konsentrat air cuci surimi ikan nila. Hal ini
juga disebabkan oleh kandungan amilosa diduga ketahanan edible film berbahan air cuci
yang lebih rendah dibanding amiloektin pada surimi belut akan lebih baik.
pati ganyong sehingga kemampuan menyerap
air yang lebih tinggi. Gugus hidrosil amilosa Tabel 2. Karakteristik Edible film Dari Air Cucian
membentuk ikatan hydrogen dengan molekul Surimi Belut Sawah Dengan Standar
Japanese industrial Standard.
air, dimana air dalam bahan yang terikat Karakteristik Film
melalui ikatan hydrogen lebih mudah Ketebalan Pemanjanga Transmisi uap air
Keterangan
diuapkan dalam proses. Purnomo dalam (mm) n (%) (g/m2/jam)