Bab IV
Bab IV
id
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Balai Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Litbangkes)
Magelang memiliki klinik dan laboratorium yang terfokus melakukan
pelayanan untuk pasien dengan gangguan fungsi tiroid dengan kaidah riset
atau penelitian. Penegakkan diagnosis penyakit gangguan fungsi tiroid di
klinik Litbangkes Magelang berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium
dengan indikator TSH dan FT4. Diagnosis pasien hipertiroid dikategorikan
menjadi empat, yaitu hipertiroid sub klinis, hipertiroid primer, hipertiroid
sekunder, dan hipertiroksinemia. Jumlah kunjungan pasien pada tahun
2019 sebanyak 2.743 kunjungan dengan rata-rata 229 kunjungan pasien
setiap bulan yang berasal dari wilayah Magelang, Temanggung,
Purworejo, Wonosobo, Yogyakarta, dan daerah lainnya di Jawa Tengah..
Pelayanan pemeriksaan laboratorium terdiri dari TSH, FT4, iodium dalam
urin, dan iodium dalam garam (Balai Litbangkes Magelang, 2019).
2. Karakteristik Subjek
Karakteristik subjek secara umum ditunjukkan pada tabel 4.1.
Berdasarkan jenis kelamin, sebagian besar subjek adalah perempuan
(82%). Subjek penelitian dibagi menjadi 3 kelompok umur berdasarkan
kelompok usia pada Permenkes Nomor 28 tahun 2019 tentang Angka
Kecukupan Gizi Masyarakat Indonesia, yaitu 18-29 tahun, 30-49 tahun,
dan 50-59 tahun (Menkes RI, 2019). Sebesar 64% subjek memiliki rentang
usia antara 30-49 tahun, persentase subjek dengan rentang usia 18-29
tahun dan 50-59 tahun masing-masing sebesar 14% dan 22%. Pendidikan
terakhir subjek, yaitu 18% diploma atau sarjana, 34% tamat SMA, 14%
tamat SMP, 30% tamat SD, dan 4% tidak tamat SD. Sebagian besar subjek
penelitian memiliki pekerjaan wiraswasta dan ibu rumah tangga. Pekerjaan
subjek penelitian 26% wiraswasta, 26% ibu rumah tangga, 22% petani,
49
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
50
Pekerjaan Wiraswasta 13 26
Ibu rumah tangga 14 28
Petani 11 22
Pegawai swasta 3 6
Guru 3 6
Pelajar/mahasiswa 3 6
Pegawai negeri sipil 2 4
Honorer 2 4
Tabel 4.2. Data asupan zat gizi dan kadar serum darah subjek penelitian
Total Primer Subklinik Eutiroid
Data Asupan
(n=50) (n=18) (n=24) (n=8)
Asupan Energi a
Kurang 22 (44%) 10 (55,6%) 8 (33,3%) 4 (50%)
Cukup 17 (34%) 4 (22,2%) 11 (45,8%) 2 (25%)
Lebih 11 (22%) 4 (22,2%) 5 (20,8%) 2 (25%)
Asupan Karbohidrat a
Kurang 30 (60%) 12 (66,7%) 14 (58,3%) 4 (50%)
Cukup 12 (24%) 3 (16,7%) 7 (29,2%) 2 (25%)
Lebih 8 (16%) 3 (16,7%) 3 (12,5%) 2 (25%)
Asupan Protein a
Kurang 17 (34%) 7 (38,9%) 7 (29,2%) 3 (37,5%)
Cukup 17 (34%) 6 (33,3%) 7 (29,2%) 4 (50%)
Lebih 16 (32%) 5 (27,8%) 10 (41,7%) 1 (12,5%)
Asupan Lemak a
Kurang 19 (38%) 11 (61,1%) 4 (16,7%) 4 (50%)
Cukup 16 (32%) 2 (11,1%) 11 (45,8%) 3 (37,5%)
Lebih 15 (30%) 5 (27,8%) 9 (37,5%) 1 (12,5%)
Asupan Zat Besi a
Kurang 20 (40%) 8 (44,4%) 9 (37,5%) 3 (37,5%)
Cukup 8 (16%) 3 (16,7%) 2 (8,3%) 3 (37,5%)
Lebih 22 (44%) 7 (38,9%) 13 (54,2%) 2 (25%)
Asupan Seng a
Kurang 35 (70%) 11 (61,1%) 20 (83,3%) 4 (50%)
Cukup 2 (4%) 2 (11,1%) 0 (0%) 0 (0%)
Lebih 13 (26%) 5 (27,8%) 4 (16,7%) 4 (50%)
Kadar Serum Zat Besi b
Rendah 10 (20%) 2 (11,1%) 8 (33,3%) 0 (0%)
Normal 40 (80%) 16 (88,9%) 16 (66,7%) 8 (100%)
Tinggi 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
Kadar Serum Seng c
Rendah 2 (4%) 0 (0%) 2 (8,3%) 0 (0%)
Normal 47 (94%) 18 (100%) 22 (91,7%) 7 (87,5%)
Tinggi 1 (2%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (12,5%)
Sumber: Data Primer (2020)
a)
Asupan: Kurang jika <80% AKG; Cukup jika 80-110% AKG; Lebih jika >110% AKG.
b)
Kadar serum zat besi laki-laki: Rendah <70 µg/dL; Normal 70-200 µg/dL; Tinggi >200
µg/dL. Perempuan: Rendah <62 µg/dL; Normal 62-173 µg/dL; Tinggi >173 µg/dL.
c)
Kadar serum seng: Rendah <60 µg/dL; Normal 60-130 µg/dL; Tinggi >130 µg/dL.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
52
54
Subjek penelitian ini memiliki rata-rata asupan zat besi sebesar 15,08
mg, terdiri dari zat besi sumber hewani 2,93 mg dan zat besi nabati 12,85
mg, sedangkan rerata asupan seng sebesar 6,23 mg. Rata-rata kadar serum
zat besi dan seng subjek yaitu 83,74 dan 85,1 µg/dL. Perbedaan kadar
serum seng signifikan antara tiga kelompok, secara berurutan rata-rata
kadar serum seng pada kelompok eutiroid 93 µg/dL, hipertiroid primer
91,61 µg/dL dan hipertiroid subklinik 77,58 µg/dL.
Komponen makanan yang dapat mengganggu penyerapan zat besi
dan seng terdiri dari fitat, tanin, dan oksalat. Rata-rata konsumsi harian
fitat sebesar 808,9 mg, konsumsi tanin 685,84 mg, dan rerata konsumsi
oksalat 230,26 mg. Thyrozol merupakan pengobatan utama subjek
hipertiroid pada penelitian ini dengan rata-rata konsumsi per hari sebesar
7,1 mg/hari, sedangkan pada kelompok hipertiroid primer 7,1 mg/hari,
subjek hipertiroid subklinik 6,04 mg , dan kelompok eutiroid 3,77 mg.
Rasio molar fitat:zat besi dan fitat:seng telah digunakan untuk
memperkirakan proporsi zat besi seng yang dapat diserap oleh saluran
cerna (Ma, 2007; Norhaizan et al., 2009). Fitat dapat menghambat
absorpsi zat besi apabila rasio molar fitat:zat besi >1 mmol/hari (Ma,
2007). Subjek memiliki rasio fitat:zat besi sebesar 4,67 mmol/hari, artinya
penyerapan zat besi yang dikonsumsi subjek terhambat oleh fitat. Kategori
laju absorpsi seng berdasarkan rasio molar fitat:seng adalah <5, 5-15, dan
>15 mmol/hari yang merupakan angka absorpsi seng tinggi, sedang, dan
rendah (Hotz et al., 2004). Rasio molar fitat:seng pada penelitian ini
adalah 13,84 mmol/hari, artinya absorpsi seng pada makanan yang
dikonsumsi subjek hipertiroid pada penelitian ini dikategorikan sedang.
Rerata kadar TSH subjek penelitian sebesar 0,14 mIU/mL yang
digolongkan pada kadar TSH rendah (<0,3 mIU/mL). Kadar TSH masing-
masing kelompok hipertiroid primer, hipertiroid subklinik, dan eutiroid
sebesar 0,04; 0,05; dan 0,62 mIU/mL. Subjek memiliki rata-rata kadar FT4
sebesar 2,49 ng/dL yang termasuk pada kadar FT4 tinggi (>2,0 ng/dL).
Subjek dengan hipertiroid primer, hipertiroid subklinik, dan eutiroid
memiliki kadar FT4 masing-masing sebesar 4,65; 1,17; dan 1,61 ng/dL.
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
56
3. Analisis Bivariat
Analisis statistik bivariat menggunakan uji korelasi Rank Spearman
untuk melihat hubungan antara dua variabel, yaitu variabel bebas dengan
variabel terikat dan variabel perancu dengan variabel terikat. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah asupan zat besi, asupan seng, kadar
serum zat besi, dan kadar serum seng. Variabel terikat pada penelitian ini,
yaitu kadar TSH dan kadar FT4. Variabel perancu dalam penelitian ini,
antara lain asupan energi, zat gizi makro, fitat, tanin, oksalat, konsumsi
thyrozol, dan usia. Hasil analisis bivariat dapat dilihat pada Tabel 4.4.
TSH, dimana semakin tinggi konsumsi thyrozol subjek maka kadar TSH
semakin rendah. Tingkat kekuatan hubungan thyrozol dan TSH pada
subjek penelitian ini termasuk cukup. Thyrozol juga memiliki hubungan
yang signifikan dengan FT4 dengan p value sebesar 0,001 dan nilai r
sebesar 0,470. Nilai r yang positif menyatakan bahwa konsumsi thyrozol
berkorelasi positif dengan kadar FT4, dimana semakin tinggi konsumsi
thyrozol subjek maka kadar FT4 semakin tinggi. Tingkat kekuatan
hubungan thyrozol dan FT4 pada subjek penelitian ini termasuk cukup.
Asupan energi, protein, lemak, dan karbohidrat berhubungan secara
signifikan dengan kadar TSH pada pasien hipertiroid (p<0,05).
Berdasarkan tabel 4.4, nilai r berkisar antara -0,296 s.d. -0,351
menunjukkan tingkat kekuatan hubungan yang lemah dan nilai r yang
negatif menyatakan semakin tinggi asupan energi, protein, lemak, dan
karbohidrat maka kadar TSH subjek penelitian semakin rendah. Variabel
perancu lainnya yaitu usia memiliki hubungan signifikan dengan kadar
FT4 dengan nilai p sebesar 0,027 dan nilai r sebesar -0,313. Hubungan
antara usia subjek dan kadar FT4 termasuk lemah, semakin tua usia subjek
maka semakin rendah kadar FT4 subjek penelitian.
Tabel 4.5 Hasil uji regresi antara variabel bebas dan terikat
Unstandardized Standarized
R
Variabel Coefficients Coefficients p
Square
B Std. Error Beta
Asupan zat besi Kadar TSH -0,008 0,005 -0,207 0,043 0,148
Kadar serum besi 0,001 0,001 0,083 0,007 0,564
Asupan seng 0,005 0,010 -0,073 0,005 0,616
Kadar serum seng 0,002 0,002 0,115 0,013 0,428
Asupan zat besi Kadar FT4 -0,007 0,047 -0,023 0,001 0,876
Kadar serum besi 0,011 0,012 0,128 0,017 0,374
Asupan seng 0,099 0,084 0,168 0,028 0,244
Kadar serum seng 0,049 0,019 0,353 0,125 0,012*
Sumber: Data Primer (2020)
*) Pengaruh signifikan secara statistik (p<0,05). Uji regresi linier sederhana.
Hasil uji regresi linier sederhana pada tabel 4.3 menyatakan kadar
serum seng memengaruhi kadar FT4 pasien hipertiroid, dengan nilai p
0,012 dan nilai R square 0,125. Pengaruh kadar serum seng terhadap kadar
FT4 sebesar 12,5%. Jika kadar serum seng meningkat 1 µg/dl, maka
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
59
4. Analisis Multivariat
Analisis multivariat digunakan untuk mengetahui besar pengaruh
dari hubungan antara banyak variabel bebas dan perancu dengan satu
variabel terikat dan dapat melihat variabel yang paling berpengaruh
terhadap kadar TSH dan FT4 pada subjek hipertiroid. Asupan energi, zat
gizi makro, fitat, dan konsumsi thyrozol dimasukkan dalam analisis
multivariat terhadap kadar TSH karena nilai p < 0,25 dan nilai r < 0,5 pada
analisis bivariat. Hal ini juga berlaku pada asupan tanin, konsumsi thyrozol
dan usia subjek yang dilakukan analisis multivariat terhadap kadar FT4.
Uji regresi linier ganda dilakukan pada variabel asupan zat besi,
kadar serum zat besi, asupan seng, kadar serum seng, asupan energi, zat
gizi makro, fitat, dan konsumsi thyrozol dengan kadar TSH (Tabel 4.5).
Hasil uji menunjukkan bahwa asupan zat besi, kadar serum zat besi,
asupan seng, kadar serum seng, asupan energi, zat gizi makro, fitat, dan
konsumsi thyrozol tidak memengaruhi kadar TSH pada subjek hipertiroid,
berdasarkan nilai Sig. F. sebesar 0,277 (p>0,05).
Asupan zat besi, kadar serum zat besi, asupan seng, kadar serum
seng, asupan tanin, konsumsi thyrozol, dan usia dengan kadar FT4
dianalisis lebih lanjut menggunakan uji regresi linier ganda, dapat dilihat
pada Tabel 4.6. Berdasarkan nilai Sig.F asupan zat besi, kadar serum zat
besi, asupan seng, kadar serum seng, asupan tanin, konsumsi thyrozol, dan
usia secara bersamaan memengaruhi kadar FT4 subjek hipertiroid
(p<0,001). Secara independen, asupan seng memengaruhi kadar FT4
(p=0,026), begitupula konsumsi thyrozol berpengaruh terhadap kadar FT4
(p<0,001). Asupan zat besi, kadar serum zat besi, kadar serum seng,
asupan tanin, dan usia tidak berpengaruh signifikan terhadap kadar FT4
subjek hipertiroid (p>0,05).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
61
B. Pembahasan
Subjek hipertiroid pada penelitian ini, lebih banyak berjenis kelamin
perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan prevalensi 18% vs
82% atau 1:5. Proporsi jenis kelamin penelitian ini sesuai dengan prevalensi
hipertiroid di Indonesia yang lebih banyak pada perempuan dibandingkan
laki-laki, yaitu 0,6% perempuan dan 0,2% laki-laki (Kemenkes, 2013).
Sebagian besar subjek memiliki usia lebih dari 30 tahun (86%) dengan rata-
rata usia 40,4 tahun. Studi pada subjek dengan penyakit tiroid autoimun
menunjukkan hubungan antara usia saat diagnosis dan tingkat keparahan
penyakit tiroid (Manji et al., 2006). Studi pada populasi di Cina menunjukkan
pengaruh jenis kelamin dan usia pada fungsi kelenjar tiroid (Meng et al.,
2015). Risiko hipertiroid meningkat seiring bertambahnya usia dan lebih
sering terjadi pada wanita (De Leo et al., 2016).
Sekitar 42% subjek mengalami kegemukan dan obesitas, serta status
gizi kurang sebesar 7%. TSH memiliki hubungan positif dengan derajat
obesitas, peningkatan kadar TSH dan leptin menghasilkan peningkatan massa
lemak tubuh pada individu obesitas (Iacobellis et al., 2005). Hubungan positif
ditemukan antara FT4 dengan lingkar pinggang dan IMT pada pasien
obesitas, konversi hormon T4 menjadi T3 meningkat sejalan dengan
peningkatan aktivitas enzim deiodinase sebagai akibat dari akumulasi lemak
untuk meningkatkan energy expenditure pada subjek obesitas sentral (De
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
62
1. Pengaruh Asupan dan Kadar Serum Zat Besi terhadap Kadar TSH
Zat besi merupakan mineral penting yang berperan sentral dalam
banyak proses metabolisme. Metabolisme aerobik sangat bergantung pada
protein yang mengandung zat besi (WHO, 2007). Zat besi juga berperan
sebagai kofaktor penting dalam metabolisme tubuh, sekitar 10% (350 mg)
zat besi ditemukan dalam enzim dan sitokrom (Waldvogel-Abramowski et
al., 2014). Pasien hipertiroid mengalami gangguan metabolisme besi
akibat reaksi fase akut pada hipertiroid (Fischli et al., 2017).
Kelebihan asupan zat besi terjadi pada 22 subjek (44%), sedangkan
kurang asupan zat besi pada subjek hipertiroid di penelitian ini cukup
besar, yaitu 40%. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa penduduk
dewasa di Indonesia memiliki rata-rata asupan zat besi sebesar 14,5 mg /
hari. Prevalensi kurang asupan zat besi pada pasien hipertiroid lebih tinggi
dibandingkan kurang asupan zat besi pada populasi orang dewasa
Indonesia, yaitu 40% vs 36,4% (Prasetyo et al., 2018). Asupan zat besi
berlebih yaitu asupan zat besi yang melebihi angka kecukupan gizi, yakni
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
64
18 mg/hari pada perempuan dan 9 mg/hari pada laki-laki. Asupan zat besi
subjek pada penelitian ini sekitar 15,08 mg/hari.
Kadar serum zat besi yang rendah ditemukan pada 10 pasien
hipertiroid (20%), sedangan 40 subjek (80%) memiliki kadar serum zat
besi yang normal, dengan rata-rata kadar serum zat besi pada subjek
penelitian sebesar 83,74 µg/dl. Studi sebelumnya pada 49 pasien
hipertiroid menemukan rata-rata kadar serum zat besi subjek hipertiroid
adalah 13,32 µg/g (Hanif et al., 2014). Studi di Turki dan Arab
menunjukkan kadar serum zat besi pasien hipertiroid tidak jauh berbeda
dengan hasil penelitian ini, yaitu 89,03 dan 99,1 µg/dl. Pada kedua
penelitian tersebut kadar serum zat besi subjek hipertiroid lebih tinggi
dibandingkan pasien hipotiroid dan subjek sehat (Onat et al., 2003; Refaat,
2015).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan asupan zat besi
lebih dari kebutuhan dapat menurunkan kadar TSH pada pasien hipertiroid
(r= -0,294; p=0,038), sedangkan kadar serum zat besi tidak memengaruhi
kadar TSH pada pasien hipertiroid (r=0,101; p=0,485). Penelitian
Mulyantoro et al. (2015) menunjukkan tidak terdapat perbedaan pada
kadar TSH setelah suplementasi zat besi sebesar 60 mg pada anak usia 9-
12 tahun. Hasil studi Refaat (2015) menunjukan sebaliknya, yaitu kadar
serum zat besi berhubungan secara signifikan dengan kadar TSH (r= -
0,151; p=0,001) pada subjek wanita sehat.
Hasil studi pada anak dengan gangguan tiroid di Nepal juga
menunjukkan terdapat hubungan antara kadar TSH dengan kadar
hemoglobin (r= -0,337; p<0,001) dan saturasi transferin (r= -0,024;
p=0,002) (Khatiwada et al., 2016). Penelitian pada anak dengan anemia
defisiensi besi menunjukkan kadar serum zat besi memiliki hubungan
negatif dengan kadar TSH (r= -0,635, p<0,001) dan terdapat hubungan
signifikan antara kadar TSH dan ferritin (r= -0,342; p<0,01) (El Masry et
al., 2018). Hasil studi Fu et al. (2017) mendukung pernyataan tersebut,
dimana nilai TSH pada kelompok dengan kadar serum ferritin >20 g/L
secara signifikan lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok dengan
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
65
kadar serum ferritin 20-100 g/L dan kadar serum ferritin >100 g/L pada
subjek wanita.
2. Pengaruh Asupan dan Kadar Serum Zat Besi terhadap Kadar FT4
Hasil penelitian ini menunjukkan terdapat 44% subjek kelebihan
asupan zat besi, 40% subjek kurang asupan zat besi, dan 20% subjek
hipertiroid mengalami defisiensi zat besi berdasarkan kadar serum zat besi
yang rendah. Kelebihan asupan zat besi dapat memperburuk kondisi
hipertiroid dimana sudah terjadi eritrositosis akibat peningkatan
eritropoiesis dan peningkatan kadar serum zat besi pada kondisi tersebut
(Lima et al., 2006). Defisiensi zat besi juga dapat mengganggu
metabolisme tiroid disebabkan zat besi dapat mengubah kontrol sistem
saraf pusat pada metabolisme kelenjar tiroid dan ikatan inti hormon tiroid.
Tiroid peroksidase (TPO) adalah enzim yang mengandung heme atau
protein zat besi yang berperan dalam sintesis hormon tiroid (Tienboon et
al., 2003). Konversi secara enzimatik hormon T4 menjadi T3 oleh enzim
tiroksin 5-deiodenase bergantung pada status zat besi tubuh (Holtorf,
2014). Defisiensi zat besi menurunkan proses konversi T4 menjadi T3 dan
menurunkan enzim hepatic T4-5’-deiodinase (Ashraf et al., 2017).
Berdasarkan uji statistik pada hasil studi ini, asupan zat besi tidak
berpengaruh terhadap kadar FT4 (r= -0,142; p=0,326) dan tidak terdapat
pengaruh yang signifikan antara kadar serum zat besi dengan kadar FT4
subjek hipertiroid (r=0,142; p=0,327). Hasil ini sesuai dengan studi oleh
El-Masry et al. (2018) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan
signifikan antara kadar serum iron dengan FT4 (r=0,06; p=0,647) pada
anak dengan anemia defisiensi besi. Hasil studi Refaat (2015) juga
menunjukan bahwa kadar serum zat besi tidak berhubungan secara
signifikan dengan kadar FT4 (r=0,075; p=0,09) pada subjek wanita sehat.
Penelitian oleh Bastian et al. (2010) memberikan hasil sebaliknya
yaitu, defisiensi zat besi secara signifikan menurunkan kadar serum T4
sebesar 52%. Studi lain menyatakan kekurangan zat besi secara signifikan
menurunkan mRNA gen hormon tiroid dan mengganggu transkripsi gen
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
66
studi oleh Prasetyo et al. (2018) yang menunjukkan bahwa asupan seng
pada penduduk usia dewasa Indonesia lebih rendah dibandingkan AKG
yaitu 4,9 mg/hari. Rata-rata asupan seng pada pasien hipertiroid penelitian
ini lebih tinggi daripada penelitian sebelumnya (6,23 vs 4,9 mg/hari),
sedangkan persentase subjek dengan defisiensi asupan seng pada
penelitian ini mendekati hasil penelitian sebelumnya (70% vs 74,3%)
(Prasetyo et al., 2018).
Rata-rata kadar serum seng subjek sebesar 85,1 µg/dl dan terdapat
perbedaan kadar serum seng subjek antara kelompok subjek hipertiroid
primer, hipertiroid subklinik, dan eutiroid (p<0,001). Sebagian besar
subjek (94%) mempunyai kadar serum seng normal, tetapi 1 orang subjek
memiliki kadar serum seng tinggi dan 2 orang subjek dengan kadar serum
seng rendah. Nilai normal serum seng adalah 60-130 µg/dL. Hasil studi
sebelumnya pada subjek hipertiroid menunjukkan kadar serum seng
sebesar 4,54 µg/g (Hanif et al., 2018), sedangkan rata-rata kadar serum
seng pada subjek hipertiroid di India sebesar 48,93 µg/dl (Sinha et al.,
2015). Perbedaan kadar serum seng subjek hipertiroid dengan hasil
penelitian ini mungkin disebabkan perbedaan metode analisis serum seng
dan karakteristik subjek.
Studi ini menunjukkan hasil, yaitu asupan seng tidak berpengaruh
terhadap kadar TSH (r= -0,162; p=0,261), begitu pula kadar serum seng
terhadap kadar TSH (r=0,15; p=0,299). Penelitian Brandao-Neto et al.
(2006) mendukung hasil penelitian ini yang menunjukkan tidak adanya
hubungan antara kadar serum seng dan kadar TSH. Sanjari et al. (2012)
melakukan studi cross sectional pada anak usia 8-12 tahun di Iran dengan
hasil, yaitu tidak terdapat perbedaan kadar serum seng antara anak gondok
dengan anak tidak gondok dan defisiensi seng bukan merupakan faktor
risiko gondok endemik pada populasi tersebut. Namun, hasil penelitian ini
berbeda dengan studi sebelumnya yang menyatakan terdapat hubungan
positif antara kadar serum seng dengan TSH pada subjek hipertiroid
(r=0,314; p=0,046) (Sinha et al., 2015).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
68
Fitat adalah chelator atau pengikat seng yang kuat. Fitat tidak dapat
dicerna atau diserap di saluran usus, sehingga seng yang terikat pada fitat
juga melewati usus, tidak terserap (Lonnerdal, 2000). Fitat pada biji dan
polong-polongan secara alami memiliki kandungan yang tinggi, sedangkan
kandungan fitat sedikit lebih rendah terdapat pada buah, daun, dan sayuran
(Hotz et al., 2004). Rata-rata fitat yang dikonsumsi subjek adalah 808,09
mg/hari. Kelompok dengan asupan fitat tertinggi adalah subjek dengan
hipertiroid subklinis yaitu 842,39 mg / hari.
Rasio molar fitat:seng telah digunakan untuk memperkirakan
proporsi seng yang dapat diserap oleh saluran cerna. Efek penghambatan
fitat pada penyerapan seng bergantung pada kuantitas atau jumlah fitat dan
seng yang dikonsumsi. Kategori laju absorpsi seng berdasarkan rasio
molar fitat:seng adalah <5, 5-15, dan >15 mmol / hari yang merupakan
angka absorpsi seng tinggi, sedang, dan rendah (Hotz et al., 2004; Gibson
et al., 2018). Rasio molar fitat:seng pada penelitian ini adalah 13,84
mmol/hari, berarti penyerapan seng pada subjek hipertiroid termasuk
kategori sedang. Nilai ini lebih rendah dibandingkan rasio molar fitat:seng
pada wanita dewasa di India, yaitu 26 mmol/hari. Penghambatan fitat
terhadap penyerapan seng merupakan salah satu variabel perancu dalam
hubungan asupan dan kadar serum seng terhadap kadar TSH pada subjek
hipertiroid (Herbst et al., 2014; Gibson et al., 2018).
5. Pengaruh Asupan dan Kadar Serum Zat Besi serta Seng terhadap
Kadar TSH dan FT4 pada Pasien Hipertiroid
a. Asupan dan kadar serum zat besi serta seng terhadap kadar
TSH
Hasil analisis multivariat penelitian ini menyatakan bahwa
asupan zat besi, kadar serum zat besi, asupan seng, kadar serum
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
70
seng, asupan energi, zat gizi makro, fitat, dan konsumsi thyrozol
tidak memengaruhi kadar TSH (p=0,277; R square=0,247). Secara
independen, asupan zat besi juga tidak berpengaruh terhadap kadar
TSH (p=0,480; B= -0,007; β standardized= -0,182). Walaupun
sebelumnya pada uji bivariat menunjukkan bahwa asupan zat besi
yang meningkat lebih dari kebutuhan dapat menurunkan kadar TSH
pasien hipertiroid (p=0,038 ; r= -0,294).
Sebaliknya, analisis regresi linier yang dilakukan oleh He et al.
(2018) menunjukkan bahwa kadar serum ferritin dan usia secara
signifikan memengaruhi kadar TSH pada subjek wanita hamil (β
standardized= -0,007 dan -0,059; p<0,05). Hasil studi terbaru
menunjukkan kadar TSH yang lebih tinggi pada subjek defisiensi zat
besi dibandingkan subjek kontrol. Analisis regresi logistik
mengkonfirmasi bahwa defisiensi zat besi merupakan faktor risiko
untuk peningkatan antibodi tiroglobulin yang berperan mengaktifkan
hormon tiroid (Zhang et al., 2020). Penelitian oleh Wang et al.
(2014) menyatakan bahwa pasien dengan autoantibodi tiroid
memiliki frekuensi defisiensi zat besi dan hemoglobin yang
signifikan lebih tinggi dibandingkan subjek sehat.
Studi sebelumnya menyatakan subjek wanita defisiensi zat besi
ringan dan subjek dengan anemia defisiensi zat besi memiliki kadar
TSH yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek kontrol
(p<0,001). Angka positif thyroid peroxidase antibodies (TPOAb)
juga lebih tinggi pada kedua kelompok defisiensi zat besi (p<0,005)
(Li et al., 2016). Tiroid peroksidase adalah enzim yang berperan
dalam produksi hormon tiroid, kehadiran TPOAb dalam darah
menunjukkan kelainan autoimun sebagai penyebab penyakit tiroid.
Status zat besi tubuh berhubungan dengan fungsi tiroid dan dapat
menyebabkan gangguan hormon tiroid terutama autoimunitas tiroid
apabila kekurangan maupun kelebihan zat besi (Li et al., 2016;
Okuroglu et al., 2020).
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
71
b. Asupan dan kadar serum zat besi serta seng terhadap kadar
FT4
Peningkatan asupan zat besi, kadar serum zat besi, asupan
seng, kadar serum seng, asupan tanin, konsumsi thyrozol, dan usia
secara bersamaan dapat meningkatkan kadar FT4 subjek hipertiroid
(p<0,001; R square=0,459). Secara independen, asupan seng pasien
hipertiroid berpengaruh terhadap kadar FT4 (p=0,026; B=0,172;
β standardized=0,291). Hasil studi Jain (2014) menunjukkan kadar
serum seng berpengaruh terhadap kadar FT4 dan total T4 (p<0,01).
Penelitian sebelumnya pada subjek dengan penyakit autoimun tiroid
yang melakukan analisis regresi, menunjukkan kadar serum seng
berpengaruh signifikan terhadap volume kelenjar tiroid (p=0,043)
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
73
C. Nilai-Nilai Kebaruan
Penelitian terkait hubungan antara seng, zat besi, TSH, FT4, dan
hipertiroid sudah banyak dilakukan sebelumnya. Nilai kebaruan dari hasil
penelitian ini adalah ditemukannya pengaruh asupan dan kadar serum seng
terhadap kadar FT4 pada pasien hipertiroid. Peningkatan kadar serum seng
sebesar 1 µg/dL dapat meningkatkan kadar FT4 sebesar 0,049 ng/dL,
sedangkan peningkatan asupan seng sebesar 1 mg dapat meningkatkan kadar
FT4 sebesar 0,172 ng/dL. Studi sebelumnya oleh Jain (2014) menyatakan
kadar serum seng berpengaruh terhadap kadar FT4 pada populasi Amerika
Serikat, namun tidak diketahui berapa besar pengaruh kadar serum seng
terhadap FT4. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menyatakan bahwa secara
bersamaan peningkatan asupan zat besi, kadar serum zat besi, asupan seng,
kadar serum seng, asupan tanin, dan thyrozol dapat meningkatkan kadar FT4
pasien hipertiroid sebesar 45,5%.
Penelitian terkait zat besi dan hormon tiroid sudah banyak dilakukan
sebelumnya. Penelitian ini menemukan peningkatan asupan zat besi dapat
library.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
78
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti tidak melakukan pengukuran kadar hepcidin, sedangkan
hepcidin merupakan protein utama yang mengatur kadar zat besi dalam darah
(WHO, 2007). Hepcidin meningkat pada keadaan hipertiroid dan
memengaruhi produksi hormon tiroid T3 dan T4 melalui ekspresi mRNA sel
HepG2, akibatnya terjadi peningkatan kadar hormon T4. Hepcidin
memengaruhi kadar serum zat besi maupun kadar FT4 (Fischli et al., 2017).
Keterbatasan lainnya, yaitu peneliti melakukan food recall 2x24 jam.
Sebaiknya food recall dilakukan 3x24 jam, sebab apabila terdapat perbedaan
yang signifikan antara wawancara asupan makanan hari pertama dan kedua,
data food recall hari ketiga dapat ditambahkan untuk menggambarkan rata-
rata asupan makanan subjek penelitian selama 24 jam (Castell et al., 2015).