Anda di halaman 1dari 7

HARUSKAH

BARCODE
UNTUK
ADMINISTRASI
OBAT WAJIB ?

POLICY BRIEF
DAN REFORMASI BIROKRASI REPUBLIK
PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA
DI TUJUKAN KEPADA KEMENTRIAN

INDONESIA

REVIANI
101814453047
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
POLICY BRIEF

Med in be j a un me d
je t an pe k a ak ik,
pe ti da pe m an ke ka
di bi g ke ta

Meningkatkan kualitas
kefarmasian guna meminimalkan
medication errors
Policy Brief!

RINGKASAN
EKSEKUTIF
Patient safety merupakan isu kritis dan harus di tangani dengan tepat
karena menyangkut masalah keselamatan pasien, Kasus medication error
di Indonesia sangat banyak. Medication error yang terjadi pada pasien
rawat inap di Indonesia mencapai 3 sampai 6,9%. penelitian lain
melaporkan angka kejadian medication error yang lebih besar yaitu 4-17%
dari seluruh pasien yang di rawat di seluruh rumah sakit. Dari hasil
penelitian diketahui bahwa medication errors yang terjadi pada fase
administrasi menduduki urutan kedua setelah fase ordering/prescribing
(39%) yaitu sebesar 38% (Dwiprahasto dan Kritine, 2008).
Pemberian obat yang aman diperlukan untuk memastikan
perawatan berkualitas bagi kesehatan pasien. Pemanfaatan teknologi
dapat berpotensi untuk mengurangi tingkat kesalahan pengobatan dalam
pengaturan medis. Menerapkan sistem pengobatan barcode (BCMA) di
semua fasilitas kesehatan dapat menjadi solusi untuk mengatasi ancaman
kesalahan pengobatan yang terus-menerus dihadapi pasien setiap hari.
Dalam mendukung dorongan untuk menetapkan kebijakan yang
mensyaratkan pemindaian barcode sebelum memberikan obat, akan
membantu menyelamatkan tidak hanya nyawa, tetapi juga jutaan biaya
terkait dengan kesalahan pengobatan. Organisasi yang dapat menyadari
manfaat sistem Barcode akan membuat kemajuan terkait perawatan
pasien yang aman dalam pemberian obat. Barcode tersebut  dirancang
untuk meningkatkan keselamatan pasien, mengurangi kesalahan
pemberian obat, dan menghilangkan biaya terkait dengan kesalahan ini
(Voshall, Piscotty, Lawerence, & Targosz, 2013).
Policy Brief

PENDAHULUAN
Medication errors lebih sering terjadi

dibandingkan kategori kesalahan yang lainnya,

dan sebagian besar medication errors terjadi

selama fase pemberian obat (34%) di mana hal ini

berdampak pada pasien dan menyebabkan

kerugian(Gooder, 2011). Kebutuhan untuk

menggunakan barcode pada obat-obatan

digunakan untuk pemindaian yang dimaksudkan

untuk mengurangi kemungkinan terjadinya

medication errors. Berdasarkan penelitian yang

telah menelusuri akar penyebab masalah,

Medication errors disebabkan oleh kerusakan

sistem multifokal dalam peralatan, manajemen,

lingkungan, komunikasi, dan prosedur. Barcode

adalah salah satu solusi untuk mencegah

kesalahan administrasi obat dan dapat

mengurangi medication error yang banyak

dilaporkan (86%) (Gooder, 2011). Seiring dengan

kemajuan teknologi yang sangat pesat, sangat

diharapkan organisasi-organisasi mampu

memanfaatkan kemajuan teknologi guna

mengatasi permasalahan-permasalahan yang

sering terjadi.
Metodologi
Pendekatan

Policy brief ini disusun dengan cara


melakukan analisis terhadap kebijakan terkait
pelayanan kefarmasian di rumah sakit yaitu
Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit .

Hasil dan Diskusi


Kerugian atau cidera terhadap pasien masalah yang berhubungan dengan
sering terjadi pada lingkup Adverse drug kesehatan.
event (ADE), terjadi sekitar 6,5 % atau Saat ini kenyataannya sebagian
1.900 ADE per rumah sakit pertahun besar rumah sakit di Indonesia belum
(Gooder,2011). Dalam Permenkes No. 72 melakukan kegiatan pelayanan farmasi
Tahun 2016 tentang standar pelayanan seperti yang diharapkan, mengingat
kefarmasian di Rumah Sakit menyebutkan beberapa kendala antara lain
bahwa Penyelenggaraan Standar kemampuan tenaga farmasi, terbatasnya
Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit pengetahuan manajemen rumah sakit
harus didukung oleh ketersediaan akan fungsi farmasi rumah sakit,
sumber daya kefarmasian, kebijakan manajemen rumah sakit,
pengorganisasian yang berorientasi terbatasnya sarana, peralatan, serta
kepada keselamatan pasien, dan standar pengetahuan pihak-pihak terkait tentang
prosedur operasional. Sumber daya yang pelayanan farmasi rumah sakit. Akibat
di maksud dalam hal ini ialah sumber daya kondisi ini maka pelayanan farmasi
manusia dan sumber daya non manusia rumah sakit masih bersifat konvensional
(sarana dan peralatan). Selain sumber daya yang hanya berorientasi pada produk
manusia, penting untuk memperhatikan yaitu sebatas penyediaan dan
sarana dan peralatan demi meningkatkan pendistribusian. Apabila kondisi tersebut
mutu pelayanan dan meminimalisir terus berkelanjutan, sebagaimana telah
terjadinya kesalahan seperti medication di sebutkan pada Permenkes no.72 tahun
errors. 2016 pasal 2 tentang pengaturan standar
Mengingat tuntutan pasien dan pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit
masyarakat akan mutu pelayanan bertujuan untuk salah satuanya ialah
farmasi, mengharuskan adanya melindungi pasien dan masyarakat dari
perubahan pelayanan dari paradigma penggunaan Obat yang tidak rasional
lama drug oriented ke paradigma baru dalam rangka keselamatan pasien
patient oriented dengan filosofi (patient safety) tidak dapat terlaksana
Pharmaceutical Care (pelayanan dengan baik, yang dapat menyebabkan
kefarmasian). Praktek pelayanan kerugian terhadap pasien. Sehingga
kefarmasian merupakan kegiatan yang perlu adanya solusi terbaru salah satunya
terpadu dengan tujuan untuk solusi terkait pemanfaatan teknologi
mengidentifikasi, mencegah dan guna menjamin patient safety.
menyelesaikan masalah obat dan
Rekomendasi

Penerapan BCMA (Barcode


Technology- Assissted Medication
Administration pada Rumah sakit
dan Faskes lainnya.
Petugas kesehatan harus
mendorong tinjauan legislatif untuk
mengembangkan kebijakan untuk
memerlukan sistem BCMA di
fasilitas medis.
Tenaga medis (Farmasi) dalam
organisasi harus sadar tentang lima
hak (Pasien yang tepat, obat yang
tepat, dosis yang tepat, waktu yang
tepat, dan rute yang benar);
sedangkan BCMA hanya bagian
dari rencana pencegahan terhadap
kesalahan pengobatan.
Menambah staff yang memahami
alur kerja, perancangan proses,
hubungan dengan vendor, dan
pendidikan yang terkait dengan
teknologi baru.
Memahami masalah yang terkait
dengan teknologi kode batang dan
bagaimana penggunaannya dalam
dunia kesehatan.
Melakukan monitoring dan evaluasi
terkait penggunaan BCMA.
REFERENCES
Dwiprahasto, I., Kristin, E., 2008. Masalah dan Pencegahan
Medication Error. Bagian Farmakologi dan Toksikologi/Clinical
Epidemiology & Biostatistics Unit. Fak. Kedokteran UGM/RS.
Dr. Sardjito. Yogyakarta.

Gooder, V.J. (2011). Nurses’ perceptions of a (BCMA) bar-


coded medication administration system: A case-control
study. Online Journal of Nursing Informatics, 15(2).  Retrieved
from http://ojni.org/issues/?p=703

Peraturan Menteri Kesehatan No.72 Tahun 2016 Tentang


Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit .

Voshall, B., Piscotty, R., Lawerance, J., & Targosz, M. (2013).


Barcode medication administration work-arounds: A
systematic review and implications for nurse executives.
Journal of Nursing Administration, 43(10), 530-535. doi:
10.1097/NNA.0b013e3182a3e8ad

Anda mungkin juga menyukai