Anda di halaman 1dari 8

MINI RISET

Identifikasi Medication Error pada fase


Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Mitra Sejati Medan.
I. PENDAHULUAN
Makalah ini berisi laporan singkat dari mini riset untuk memenuhi
tugas mata kuliah Keselamatan Pasien dan Tata Kelola Klinik, Rumah
Sakit yaitu tentang Identifikasi Medication Error pada fase
Prescribing, Transcribing, dan Dispensing di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Mitra Sejati Medan.

II. TEORI
Pada saat ini upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
rneningkatkan upaya keselamatan pasien di rumah sakit sudah
merupakan sebuah gerakan universal. Berbagai negara maju bahkan
telah menggeser paradigma "quality” kearah paradigma baru
Quality-safety yang mengandung arti tidak hanya meningkatkan mutu
pelayanan, namun yang lebih penting adalah menjaga keselamatan
pasien secara konsisten dan terus menerus. Keselamatan (safety) telah
menjadi isu global termasuk juga untuk rumah sakit. Terdapat lima isu
penting yang terkait dengan keselamatan (safety) di rumah sakit dan
keselamatan pasien (patient safety) merupakan salah satunya.
Keselamatan pasien adalah suatu sistem yang membuat asuhan
pasien lebih aman, meliputi asessmen risiko, identifikasi dan
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan
belajar dari insiden dan tindak lanjutnya, serta implementasi solusi
untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil.
Terjadinya insiden keselamatan pasien di rumah sakit akan
memberikan dampak yang merugikan bagi pihak rumah sakit, petugas,
dan pasien khususnya. Adapun dampak yang ditimbulkan adalah
menurunnya tingkat kepercayaan masyarajat terhadap pelayanan
rumah sakit. Dampak yang lain adalah memperpanjang masa rawat,
meningkatkan cidera bahkan kematian, perilaku yang saling
menyalahkan, konflik antara petugas dengan pasien, tuntutan dan
proses hukum, blow up media massa yang keseluruhannya ini dapat
menurunkan citra rumah sakit.
RS. Mitra Sejati adalah rumah sakit umum yang terletak di kota
Medan dengan tipe-B telah mendapat sertifikat Akreditasi Paripurna
dari KARS pada tahun 2017. Saat ini rumah sakit tengah
mempersiapkan diri untuk re-akreditasi versi SNARS. Rumah sakit
memiliki beberapa unit pelayanan, salah satunya unit Instalasi Farmasi.
Instalasi farmasi RS. Mitra Sejati memiliki petugas yang
berkompetensi dengan sertifikasi, yaitu apoteker yang berjumlah 8
orang hanya 2 orang yang memiliki SIPA dan asisten apoteker
berjumlah 11 orang keseluruhannya memiliki SIK.
Berdasarkan hal diatas demi untuk meningkatkan citra RS. Mitra
sejati dimata masyarakat, maka dilakukan upaya peningkatan
keselamatan pasien dengan perbaikan mutu terutama di bidang
pelayanan Instalasi farmasi. Salah satu cara penanganannya adalah
mencegah medical error dengan menekan kasus medication error di
Instalasi Farmasi
Dari hasil survei yang dilakukan oleh peneliti, pelaksanaan upaya
kesalamatan pasien di Rumah Sakit (RS) Mitra Sejati Medan
ditemukan masalah seperti pelaksanaan standard keselamatan pasien
dalam penanganan Medication Error (ME) masih belum terpenuhi.
Kesalahan dalam pengobatan (Medication Error) adalah
kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian obat selama
dalam penanganan tenaga kesehatan, yang sebetulnya dapat
dicegah (Kepmenkes,2004). Medication error ini sangat sering
terjadi dirumah sakit. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengetahui Medication Error yang terjadi pada berbagai fase
dalam pelayanan obat di RS. Mitra Sejati Medan. Ada 3 fase yang
dinilai dalam medication error ini yaitu pada fase prescribing,
transcribing dan pada fase dispensing.

III. KASUS dan ANALISIS


KASUS
Dalam riset ini kasus yang saya ambil dari Instalasi Farmasi RS.
Mitra Sejati Medan.

ANALISA
Dalam menganalisa pennganan medication error di RS. Mitra
Sejati. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional
dengan pendekatan cross sectionalterhadap data-data resep yang ada di
depot intalasi farmasi RS. Mitra Sejati Medan, yang bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
medication error.
Pengkajian resep merupakan salah satu pelayanan kefarmasian
yang bertanggung jawab langsung kepada pasien dengan maksud
untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Republik Indonesia,
2016). Fase prescribing adalah proses yang dilakukan untuk
meresepkan obat, dosisnya, bentuk sediaannya, rute, dan lainnya
(Siregar, 2006). Menurut Depkes RI (2008),kesalahan dalam
pemberian obat menduduki peringkat pertama (24,8%) dari 10
besar insiden yang dilaporkan dan dalam proses penggunaan
obat yang meliputi prescribing, transcribing, dispensing
dan administrating menduduki peringkat pertama.
Pada penelitian ini, adanya kesalahan saat fase prescribing
dilakukan dengan mengkaji resep berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia nomor 73 tahun 2016 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bab Pelayanan Farmasi Klinis sub
bab Pengkajian Resep meliputi kajian administratif, farmasetis dan
klinis. Standar minimal tidak adanya kesalahan pemberian obat
sebesar 100% dilihat dari Kepmenkes No 129 tahun 2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
Pada tahap kajian administratif terdapat 9 parameter yang
diidentifikasi yaitu resep yang sulit terbaca, tidak ada tanggal
permintaan resep, tidak lengkap identitas pasien (jenis kelamin,usia,
berat badan, tinggi badan), tidak ada nomor rekam medik, tidak ada
no kamar pasien dan tidak ada SIP, alamat serta paraf dokter penulis
resep.
Surat Izin Praktek (SIP) yang dimiliki dokter merupakan salah
satu persyaratan praktek kedokteran menurut PMK no.
2052/Menkes/X/2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik
Kedokteran, diantaranya adalah menegakkan diagnosis, menentukan
penatalaksanaan dan pengobatan pasien, melakukan tindakan
kedokteran dan menulis resep obat dan alat kesehatan guna
meningkatkan mutu pelayanan yang dilakukan dokter maupun
dokter gigi dengan pembinaan dan pengawasan oleh pemerintah
daerah. Jika ada pelanggaran terkait pelayanan oleh dokter, maka
kepala dinas kesehatan kabupaten/kota dapat mengambil tindakan
administratif berupa peringatan lisan, tertulis hingga pencabutan SIP.
Resep yang sulit terbaca dengan jelas dapat berakibat fatal saat
diterjemahkan oleh transcriber (apoteker dan asisten apoteker).
Kesalahannya dapat berupa salah menerjemahkan nama obat, aturan
pakai obat, jumlah obat yang diambil, salah membaca nama pasien.
Kesalahan ini dapat berpengaruh pada saat dispensing obat, yaitu
salah mengambil obat, salah menghitung dosis hingga salah
memanggil pasien. Kesalahan ini jika diteruskan dapat meningkatkan
jumlah kejadian ME. (Susanti, 2013)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi medication error
pada ketiga fase tersebut. Masing-masing untuk fase prescribing
potensi kesalahan terjadi karena: tulisan resep tidak terbaca 5%,
nama obat berupa singkatan 30%, tidak ada dosis pemberian 5%,
tidak ada jumlah pemberian 0%, tidak ada aturan pakai 0%, tidak
menuliskan satuan dosis 0%, tidak ada bentuk sediaan 0%, tidak ada
rute pemberian 10%, tidak ada tanggal permintaan resep 0%, tidak
lengkap identitas pasien 85%, tidak ada nomor rekam medik 0%,
usia 60%, berat badan 70%, tinggi badan 100%, jenis kelamin
pasien 0%, no kamar pasien 100%, tidak ada SIP dokter 50%, tidak
ada paraf dokter 80%. Pada Transcribing potensi kesalahan terjadi
karena: Tidak ada dosis pemberian obat 0%, Tidak ada rute
pemberian 5%,Tidak ada bentuk sediaan 0%. Pada Dispensing
potensi kesalahan terjadi karena: Pemberian etiket yang tidak lengkap
5%. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa kejadian medication error
disepanjang tahun 2019 yang terjadi di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Mitra Sejati Medan
Instalasi farmasi sudah seharusnya memiliki tingkat pengetahuan
apoteker dan asisten apoteker yang sudah memadai, kompetensi
pemberian obat yang sesuai standar, komunikasi apoteker dan asisten
apoteker terhadap pasien seharusnya juga jelas dan efektif, tingkat
beban kerja apoteker dan asisten apoteker disesuaikan berdasarkan
kebutuhan.

IV. KESIMPULAN
Manajemen Rumah Sakit perlu memberikan sosialisasi terkait ME,
prinsip benar pemberian obat, dan komunikasi efektif sebagai
pengembangan profesionalitas petugas sehingga dapat meminimalisir
kejadian ME. Peninjauan kembali lingkungan fisik Rumah Sakit juga
diperlukan agar tidak mengganggu pelayanan. Selain itu, untuk bagian
farmasi perlu meninjau kembali tugas pokok, fungsi, dan uraian tugas
petugasnya. Pemberian obat kepada pasien merupakan tanggung jawab
utama bagian kefarmasian, sehingga perlunya mengoptimalkan fungsi
apoteker.
Peranan apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien yaitu:
1. Mengelola laporan ME.
2. Medidik staff dan klinisi terkait lainnya untuk menggalakkan
praktek pengobatan yang aman.
3. Terlibat dalam pengembangan dan pengkajian kebijakan
penggunaan obat.
4. Mengidentifikasi pelaksanaan praktek profesi terbaik untuk
menjamin medication safety.
5. Berpartisipasi dalam komite atau tim yang berhubungan dengan
medication safety.
6. Memonitor kepatuhan terhadap standar pelaksanaan keselamatan
pasien yang ada.

V. DAFTAR PUSTAKA
Arfan AN, Pasinringi SA, dan Sidin AI. Gambaran Determinan Insiden
Keselamatan Pasien pada Petugas Kesehatan di Rumah Sakit
Universitas Hasanudin. [Tesis]. Universitas Hasanuddin, Makasar.
2013.

Agalu, asrat et al. 2011.Medication prescribing errors in the


intensive care unit of Jimma University Specialized Hospital,
Southwest Ethiopia. Journal of Multidisciplinary Healthcare :4

Ansari, mukhtar & sen, abhishek. 2013. Evaluation Of Look-


Alike And Sound-Alike Medicines And Dispensing Errors In A
Tertiary Care Hospital Pharmacy Of Eastern Nepal : Int J Pharm. P(14-
19)

Ansel, howard C. 2006. kalkulasi farmasetik panduan untuk


apoteker. jakarta: EGC.

Agadiwanti S.I., 2017. Identifikasi Kesalahan Pengobatan


(Medication Error) Pada Tahap Peresepan (Prescribing) Rawat
Jalan Di Poli Anak Rumah Sakit X Ambarawa Periode Oktober-
Desember 2016, Skripsi, Program Studi Farmasi, Universitas
Ngudi Waluyo : Ungaran

Anief, M. 2012, Farmasetika, Gadjah Mada University Press:


Yogyakarta
Cochen, michael R. 1991. medication error. American Pharmacist
Acociation

Cheung, Ka-Chun at al. 2009. Medication errors: the


importance of safe dispensing: british journal of clinical
pharmacology. P (676-680)

Cohen, 1999, Medication Errors, American Pharmaceutical


Association, Washinton DC

Costello J.L., Torowicz D.L., and Yeh T.S., 2007, Effects of


A Pharmacist-Ied Pediatrics Medication Safety Team On Medication-
Error Reporting, American Journal of Health-System Pharmacy:
America

Dobrzanski et all. 2002. The nature of hospital prescribing error.


Brithis journal of clinical govermen. Vol. 7. No 3. P(187-193)

Depkes RI, 2004, Ilmu Resep Teori I, Departemen Kesehatan Republik


Indonesia : Jakarta

Depkes RI, 2009, Profil Kesehatan Indonesia, Depertemen Kesehatan


Republik Indonesia : Jakarta

Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina


Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen kesehatan RI. 2008.
Tanggung Jawab Apoteker Terhadap Keselamatan Pasien (Patient
Safety ).

Direktorat jendral pelayanan farmasi dan alat kesehatan. 2004.


keputusan mentri kesehatan republik indonesia tentang standar
pelayanan kefarmasian di apotek Nomor 1027/MENKES/
SK/IX/2004. Jakarta: mentri kesehatan republik indonesia

Forster AJ, Dervin G, Martin, Cjr., and Papp S. Improving Patient


Safety through the Systematic Evaluation of Patient Outcomes.
Canadian Journal of Surgery. 2012; 55: 418-425.

Ginsburg L, Tregunno D, Fleming M, Gilin D, and Norton P. (Online)


2008. Patient Safety Culture: Improving Measurement and
Establishing Links to Patient Safety Activity.
http://www.patientsafetyinstitute.ca/en/search/pages/results.aspx?k=Gi
nsburg,%20L.,%20Tregunno,%20D.,%20Fleming,%20M.,%20Gilin,%
20D.%20&%20Norton

Karadeniz G and Cakmakci A. Nurses' Perceptions of Medication


Errors. International Journal of Clinical Pharmachology Research.
2002; 22(3-4): 111-116.

Mashuda, ali. 2011. Pedoman Cara Pelayanan Kefarmasian Yang


Baik (Cpfb) Good Pharmacy Practice (Gpp).Kerjasama direktorat
jenderal bina kefarmasian dan alat kesehatan kementerian kesehatan
republik indonesia Dengan pengurus pusat ikatan apoteker indonesia

Poillon, Florence. 1999. Institut of medicine (IOM)

Sanghera IS, Franklin BD, and Dhillon S. The Attitudes and Beliefs of
Healthcare Professionals on the Causes and Reporting of Medication
Errors in a UK Intensive Care Unit. Anaesthesia. 2007; 62(1): 53-61.

Sorra JS and Dyer N. Multilevel Paycometric Properties of the AHRQ


Hospital Survey on Patient Safety Culture. BioMed Central Health
Services Research. 2010; 10(199): 1-13.

Tirtawidjaja, Krissna. 2006. Standar Pelayanan Kefarmasian


di Apotek Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
NOMOR 1027/MENKES/ SK/IX/2004. Departemen Kesehatan
RI : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan

The Health Foundation. Evidence Scan: Does Improving Safety


Culture Affect Patient Outcomes? (Online) 2011.
http://www.health.org.uk/sites/default/files/DoesImprovingSafetyCultu
reAffectPatientOutcomes.pdf.

Uribe CL and Sharon BS. Perceived Barrier to Medical Error


Reporting: An Exploratory Investigation. Journal of Public Health
Management and Practice 2002; 47(4): 263-279.
Velo, Giampaolo & Minuz, Pietro. 2009. Medication errors:
prescribing faults and prescription errors: british journal of clinical
pharmacology. P(624-628)

Windarti, M.I. Strategi Mencapai Keamanan Pemberian Obat


Dalam Buku Suharjo Dan Cahyono. 2008. Membangun Budaya
Keselamatan Pasien Dalam Praktik Kedokteran. Kanisius (Anggota
Ikappi): Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai