BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit merupakan pelayanan kesehatan institusi menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan
rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat (1). Pelayanan farmasi rumah sakit
adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit
yang utuh dan berorientasi kepada pelayanan pasien. Sebagai upaya untuk
menjamin mutu pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang berorientasi pada
keselamatan pasien dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
nomor 72 tahun 2016 tentang standar pelayanan kefarmasian di rumah sakit (2).
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab
kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Salah satu jenis
pelayanan kefarmasian di rumah sakit adalah pelayanan farmasi klinik. Pelayanan
farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang diberikan Apoteker kepada
pasien dalam rangka meningkatkan outcome terapi dan meminimalkan risiko
terjadinya efek samping karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient
safety) sehingga kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Salah satu kejadian
yang dapat membahayakan keselamatan pasien (patient safety) adalah medication
error (2).
Medication error adalah setiap kejadian yang dapat dihindari yang dapat
menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau
membahayakan pasien. Medication error sampai saat ini tetap menjadi salah satu
permasalahan kesehatan yang banyak menimbulkan berbagai dampak bagi pasien
mulai dari resiko ringan bahkan resiko yang paling parah yaitu menyebabkan suatu
kematian . Kesalahan pengobatan (medication error) dapat terjadi pada 4 fase, yaitu
kesalahan Kesalahan peresepan (prescribing error), kesalahan penerjemahan resep
(transcribing erorr), kesalahan menyiapkan dan meracik obat (dispensing erorr),
2
lengkap meliputi (tidak adanya tanggal penulisan resep sebesar 53,33%, paraf
dokter sebesar 51,43%, alamat pasien sebesar 84,76%, berat badan pasien sebesar
100%, dan jenis kelamin pasien sebesar 99,05%), penulisan aturan pakai yang tidak
jelas sebesar 15,24%, dan penggunaan singkatan yang tidak lazim sebesar 15,24%.
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa medication error fase prescribing
terjadi pada peresepan pasien anak rawat jalan di RSUD Sambas (6).
Hasil survei diperoleh dari Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten
Lampung Tengah bahwa selama tahun 2021 jumlah resep pasien pediatri rawat
jalan yang masuk ke Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo
Kabupaten Lampung Tengah mencapai 3600 resep yang berasal dari poli anak, poli
penyakit dalam, poli obgyn, poli bedah dan poli umum. Tingginya jumlah resep
pediatri dan keterbatasan jumlah sumberdaya manusia di Instalasi Farmasi Rumah
Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah dapat berpotensi untuk
terjadinya medication error
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik dan dianggap perlu di
lakukannya penelitian tentang Analisis Kejadian Medication Error Fase
Prescribing Pada Resep Pasien Pediatri Rawat Jalan di Rumah Sakit Umum Kartini
Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah.
B. Rumusan Masalah
Apakah terjadi kejadian medication error fase prescribing pada resep pasien
pediatri rawat jalan di Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah ?
C. Tujuan
a Tujuan Umum
Mengetahui kejadian medication error fase prescribing pada resep pasien
pediatri rawat jalan di Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah.
b Tujuan Khusus
a) Mengetahui karakteristik pasien pediatri di Rumah Sakit Umum Kartini
Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah berdasarkan jenis kelamin dan umur
asal poli.
4
D. Manfaat Penelitian
a Keilmuan
Bagi bidang farmasi untuk mengidentifikasi terkait ketidak sesuaian skrining
resep pada pasien anak di rumah sakit.
b Personal dan Instansi
a) Bagi peneliti untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam
melakukan penelitian sehingga diharapkan mampu memahami skrining
yang dilakukan pada resep anak sehingga menghindari kejadian
medication error.
b) Bagi rumah sakit sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan upaya
pencegahan medication error.
c) Bagi peneliti lainnya sebagai acuan pustaka untuk penelitian selanjutnya
mengenai hubungan dilakukannya skrining resep dalam mencegah
terjadinya medication error.
c Pemerintah
Membuat kebijakan terkait upaya mencegah terjadinya medication error pada
pasien anak yang komprehensif.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Medication Error
a. Definisi Medicaton Error
Kesalahan pengobatan adalah kegagalan dalam proses perawatan yang
mengarah pada, atau berpotensi menyebabkan, membahayakan pasien.
Kesalahan pengobatan dapat terjadi dalam menentukan rejimen obat dan dosis
mana yang akan digunakan (kesalahan resep - resep yang tidak rasional, tidak
sesuai, dan tidak efektif, resep kurang, resep berlebihan); menulis resep
(kesalahan resep); membuat formulasi (kekuatan yang salah, kontaminan atau
pezina, pengemasan yang salah atau menyesatkan); mengeluarkan formulasi
(obat yang salah, formulasi yang salah, label yang salah); pemberian atau minum
obat (dosis salah, rute salah, frekuensi salah, durasi salah) terapi pemantauan
(gagal mengubah terapi bila diperlukan, perubahan yang salah). Kesalahan
dalam meresepkan termasuk resep yang tidak rasional, tidak pantas, dan tidak
efektif, resep kurang dan resep berlebihan (secara kolektif disebut kesalahan
resep) dan kesalahan dalam menulis resep (termasuk keterbacaan).
Menghindari kesalahan pengobatan adalah penting dalam peresepan yang
seimbang, yaitu penggunaan obat yang sesuai dengan kondisi pasien dan, dalam
batas yang dibuat oleh ketidakpastian yang datang pada keputusan terapeutik,
dalam rejimen dosis yang mengoptimalkan keseimbangan manfaat untuk
membahayakan. Dalam peresepan yang seimbang, mekanisme kerja obat harus
dikawinkan dengan patofisiologi penyakit (7).
b. Penggolongan Medication Error
Medication error dapat terjadi pada proses pengobatan, antara lain:
prescribing (peresepan), transcribing (penerjemahan resep), dispensing
(penyiapan), dan administration . Berikut adalah tipe – tipe kejadian dalam
Medication error sebagai berikut :
6
Pesribing error (kesalahan dalam Kesalahan pemilihan obat, dosis, bentuk sediaan obat,
peresepn) kuantitas, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian,atau
intruksi penggunaan obat, penulisan resep yang tidak
jelas, dan lain lain yang menyebabkan kesalahan
pemberian obat kepada pasien.
Omission error (kesalahan karena Kegagalan memberikan dosis obat kepada pasien
kurang stok obat) sampai pada jadwal berikutnya.
Unauthorized drug error (kesalahan Memberikan obat yang tidak di instruksikan oleh dokter
pemberian obat diluar kuasa)
Wrog patient (salah pasien) Memberikan obat kepada pasien yang salah
Improper dose error (kesalahan karena Memberikan dosis obat kepada pasien lebih besar atau
dosis yang tidak tepat) lebih kecil dari pada dosis yang diinstruksikan oleh
dokter atau memberikan dosis duplikasi
Wrong dosage from error (kesalahan Memberikan obat dengan bentuk sediaan yangtidak
dari dosis yang salah) benar
Wrong drug preparation (kesalahan Mempersiapkan obat dengan bentuk sediaan yang tidak
dari persiapan obat) sesuai
Wrong administration thecniqui error Prosedur atau teknik yang tidak layak atau tidak benar
(kesalahan dari teknik administrasi saat pemberian obat
yang salah)
Deteriorated drug error (kesalahan Memberikan obat yang telah kadaluarsa atau yang telah
pemberian obat yang aktifitasnya mengalami penurunan
menurun)
Monitoring error (kesalahan dalam Kegagalan untuk memantau kelayakan dan deteksi
pemantauan) problem dari regimen yang diresepkan
Wrong time error (kesalahan waktu Memberikan obat diluar waktu, dari interval waktu yang
pemberian) ditentukan
Compliance error (kesalahan Sikap pasien yang tidak layak berkaitan dengan
kepatuhan penggunaan obat oleh ketaatann penggunaan obat yang diresepkan
pasien
d Prescribing Error
Medication error pada fase prescribing adalah error yang terjadi pada fase
penulisan resep. Fase ini meliputi (11) :
a) Kesalahan resep
1. Seleksi obat (didasarkan pada indikasi, kontraindikasi, alergi yang
diketahui, terapi obat yang ada, dan faktor lain), dosis, bentuk sediaan,
mutu, rute, konsentrasi, kecepatan pemberian, atau instruksi untuk
menggunakan suatu obat yang diorder atau diotorisasi oleh dokter (atau
misalnya seorang pasien dengan infeksi bakteri yang resisten terhadap
obat yang ditulis untuk pasien tersebut.
2. Resep atau order obat yang tidak terbaca yang menyebabkan kesalahan
yang sampai pada pasien.
b) Kesalahan karena yang tidak diotorisasi
Pemberian kepada pasien, obat yang tidak diotorisasi oleh seorang penulis
resep yang sah untuk pasien. Mencakup suatu obat yang keliru, suatu dosis
diberikan kepada pasien yang keliru, obat yang tidak diorder, duplikasi dosis,
dosis diberikan di luar pedoman atau protokol klinik yang telah ditetapkan,
misalnya obat diberikan hanya bila tekanan darahpasien turun di bawah suatu
tingkat tekanan yang ditetapkan sebelumnya (11).
c) Kesalahan karena dosis tidak benar
Pemberian kepada pasien suatu dosis yang lebih besar atau lebih kecildari
jumlah yang diorder oleh dokter penulis resep atau pemberian dosis duplikat
kepada pasien, yaitu satu atau lebih unit dosis sebagai tambahan pada dosis
obat yang diorder.
d) Kesalahan karena indikasi tidak diobati
Kondisi medis pasien memerlukan terapi obat tetapi tidak menerima suatu
obat untuk indikasi tersebut. Misalnya seorang pasien hipertensi atau
glukoma tetapi tidak menggunakan obat untuk masalah ini.
e) Kesalahan karena penggunaan obat yang tidak diperlukan
Pasien menerima suatu obat untuk suatu kondisi medis yang tidak
memerlukan terapi obat (11).
8
B. Resep
a. Definisi Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari seorang dokter, dokter gigi, dokter
hewan yang diberi izin berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
kepada apoteker pengelolaan apotek untuk menyiapkan dan atau membuat,
meracik serta menyerahkan obat kepada pasien (8).
b. Jenis – Jenis Resep
Jenis- jenis resep dibagi menjadi:
a) Resep Standar
Resep standar (resep officinalis/pre compounded) merupakan resep
dengan komposisi yang telah dibakukan dan dituangkan ke dalam buku
farmakope atau buku standar lainnya. Resep standar menuliskan obat jadi
(campuran dari zat aktif) yang dibuat oleh pabrik farmasi dengan merk
dagang dalam sediaan standar atau nama generik (9).
b) Resep magistrales
Resep magistrales (resep polifarmasi/compounded) adalah resep yang
telah dimodifikasi atau diformat oleh dokter yang menulis. Resep ini dapat
berupa campuran atau obat tunggal yang diencerkan dan dalam pelayanannya
perlu diracik terlebih dahulu (9).
c. Unsur – unsur Dalam Resep Dokter
a) Inscriptio
Identitas dokter: nama, alamat, dan nomor izin praktek dokter, dapat
dilengkapi dengan nomor telepon, jam praktek, serta hari praktek. Nama kota
dan tanggal penulisan resep.
b) Invocatio
Tanda R/ pada bagian kiri setiap penulisan resep. Tanda ini adalah
singkatan dari resipe yang berarti “harap diambil”.
c) Prescriptio
Inti resep dokter atau komposisi berisi : nama seiap jenis/bahan obat, dan
jumlah bahan obat (mg, g, ml, l). Untuk penulisan jumlah obat dalam satuan
biji (tablet, kapsul, botol) dalam angka romawi.
9
d) Subscriptio
Merupakan tanda tangan/paraf dokter penulis resep yang berperan sebagai
legalitas dan keabsahan resep tersebut.
e) Signatura
Aturan pemakaian obat (frekuensi, jumlah obat dan saat obat diminum,
informasi lain), umumnya ditulis dengan singkatan dalam bahasa latin.
Aturan pakai ditandai dengan signa yang disingkat dengan huruf s.
f) Pro
Pro (diperuntukan) terdiri dari nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan
berat badan pasien (10).
C. Rumah Sakit
Berdasarkan PERMENKES No. 56 Tahun 2016 Rumah Sakit adalah institusi
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat
darurat. Rumah sakit merupakan salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan untuk mewujudkan derajat
kesehatan yang optimal bagi masyarakat (11).
Menurut WHO (World Health Organization) , rumah sakit merupakan bagian
intergral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan
pelayanan paripurna (komprehensif) , penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan
pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medis (11).
kompeten secara profesional, yang bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan serta
pelayanan kefarmasian, yang terdiri atas pelayanan paripurna, mencakup
perencanaan, pengadaan, produksi, penyimpanan perbekalan kesehatan/sediaan
farmasi; dispensing obat berdasarkan resep bagi penderita rawat inap dan rawat
jalan; pengendalian mutu dan pengendalian distribusi dan penggunaan seluruh
perbekalan kesehatan di rumah sakit; serta pelayanan farmasi klinis (13).
a. Tugas
Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan
kesehatan. Sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan yang dimaksud adalah
obat, bahan obat, gas medis dan alat kesehatan, mulai dari pemilihan,
perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian,
pengendalian, penghapusan, administrasi dan pelaporan serta evaluasi yang
diperlukan bagi kegiatan pelayanan rawat jalan dan rawat inap. IFRS berperan
sangat sentral terhadap pelayanan di rumah sakit terutama pengelolaan dan
pengendalian sediaan farmasi dan pengelolaan perbekalan kesehatan (13).
b. Tanggung Jawab
Mengembangkan pelayanan farmasi yang luas dan terkoordinasi dengan baik
dan tepat untuk memenuhi kebutuhan unit pelayanan yang bersifat diagnosis dan
terapi untuk kepentingan pasien yang lebih baik (13).
c. Fungsi
IFRS berfungsi sebagai unit pelayanan dan unit produksi. Unit pelayanan
yang dimaksud adalah pelayanan yang bersifat manajemen (nonklinik)
merupakan pelayanan yang tidak bersentuhan langsung dengan pasien dan
tenaga kesehatan lain. Pelayanan IFRS yang menyediakan unsur logistik atau
perbekalan kesehatan dan aspek administrasi. IFRS yang berfungsi sebagai
pelayanan nonmanajemen (klinik) pelayanan yang bersentuhan langsung dengan
pasien atau kesehatan lainnya (13).
d. Ruang Lingkup
Ruang lingkup IFRS yaitu memberikan pelayanan farmasi berupa pelayanan
nonklinik dan klinik. Pelayanan nonklinik biasanya tidak secara langsung
dilakukan sebagai bagian terpadu, pelayanan ini sifatnya administrasi atau
12
c) Pengadaan.
Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan
yang telah direncanakan dan disetujui, melalui Pembelian,
Produksi/pembuatan sediaan farmasi, dan sumbangan/droping/ hibah.
14
d) Penerimaan.
Penerimaan dan pemeriksaan merupakan salah satu bagian dari
kegiatan pengadaan agar obat yang diterima sesuai dengan jenis,
jumlah dan mutunya berdasarkan dokumen yang menyertainya
dilakukan oleh panitia penerimaan yang salah satu anggotanya adalah
tenaga farmasi. Pemeriksaan mutu obat dilakukan secara
organoleptik, khusus pemeriksaan label dan kemasan perlu dilakukan
pengecekan terhadap tanggal kedaluwarsa, dan nomor batch terhadap
obat yang diterima (14).
e) Penyimpanan.
Penyimpanan adalah suatu kegiatan menyimpan dan memelihara
dengan cara menempatkan sediaan farmasi dan BMHP yang diterima
pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik
yang dapat merusak mutu obat. Tujuan penyimpanan adalah untuk
memelihara mutu sediaan farmasi, menghindari penggunaan yang
tidak bertanggungjawab, menghindari kehilangan dan pencurian, serta
memudahkan pencarian dan pengawasan (14).
f) Pendistribusian.
Distribusi adalah kegiatan menyalurkan sediaan farmasi dan
BMHP di rumah sakit untuk pelayanan pasien dalam proses terapi
baik pasien rawat inap maupun rawat jalan serta untuk menunjang
pelayanan medis dan BMHP. Tujuan pendistribusian adalah
tersedianya sediaan farmasi dan BMHP di unitunit pelayanan secara
tepat waktu, tepat jenis dan jumlah. Distribusi sediaan farmasi dan
15
h) Pengendalian.
Pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan untuk memastikan
tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan
program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan
kekurangan/kekosongan obatdi rumah sakit (14).
i) Administrasi.
Kegiatan administrasi terdiri dari Pencatatan, Pelaporan,
Administrasi Keuangan, dan Administrasi Penghapusan Pencatatan
merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi
sediaan farmasi dan BMHP yang keluar dan masuk di lingkungan
IFRS. Adanya pencatatan akan memudahkan petugas untuk
melakukan penelusuran bila terjadi adanya mutu obat yang substandar
dan harus ditarik dari peredaran. Pencatatan dapat dilakukan dengan
menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum
digunakan untuk melakukan pencatatan adalah Kartu Stok dan kartu
Stok Induk (14).
c) Rekonsiliasi Obat.
Proses mendapatkan dan memelihara daftar semua obat (resep dan
nonresep) yang sedang pasien gunakan secara akurat dan rinci,
termasuk dosis dan frekuensi, sebelum masuk RS dan
membandingkannya dengan resep/instruksi pengobatan ketika admisi,
transfer dan discharge, mengidentifikasi adanya diskrepansi dan
mencatat setiap perubahan, sehingga dihasilkan daftar yang lengkap
dan akurat (14).
e) Konseling.
Konseling Obat adalah suatu aktivitas pemberian nasihat atau saran
terkait terapi obat dari apoteker (konselor) kepada pasien dan/atau
keluarganya. Pemberian konseling obat bertujuan untuk
meningkatkan kepatuhan pasien, mengoptimalkan hasil terapi,
meminimalkan risiko Reaksi Obat yang Tidak Dikehendaki (ROTD),
dan meningkatkan cost-effectiveness yang pada akhirnya
meningkatkan keamanan penggunaan obat bagi pasien (patient
safety)(14).
f) Visite.
Visite merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang
dilakukan apoteker secara mandiri atau bersama tim tenaga kesehatan
untuk mengamati kondisi klinis pasien secara langsung, dan mengkaji
masalah terkait obat, memantau terapi obat dan Reaksi Obat yang
Tidak Dikehendaki, meningkatkan terapi obat yang rasional, dan
menyajikan informasi obat kepada dokter, pasien serta profesional
kesehatan lainnya (14).
h) Dokumentasi
Pemantauan Terapi Obat (PTO) yang dilakukan harus
dikomunikasikan dengan dokter, perawat dengan metode komunikasi
SOAP (Subjective Objective Assessment Plan) sebagai dokumen
tertulis dan dapat dilakukan metode SBAR (Situation Background
Assessment Recommendation) jika dilakukan komunikasi verbal.
Penulisan SOAP harus menyatakan kesinambungan dan keterkaitan
antara data subyektif dengan data obyektif. Selanjutnya data yang
18
H. Pasien Pediatri
Masa bayi dan anak merupakan periode pertumbuhan dan perkembangan yang
sangat pesat. Anak bukan dewasa kecil sehingga penggunaan obat untuk anak
merupakan hal khusus yang terkait dengan perbedaan laju perkembangan organ,
sistem enzim yang bertanggung jawab terhadap metabolisme dan ekskresi obat. Hal
ini ditunjang dengan belum banyaknya penelitian tentang penggunaan obat pada
bayi dan anak. Data farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan keamanan obat
untuk bayi dan anak-anak masih sangat jarang. Kurangnya informasi mengenai hal
ini menyebabkan timbulnya kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki seperti
grey baby syndrome (sebagai akibat pemberian kloramfenikol dengan dosis
berlebih), phocomelia (sebagai akibat pemberian thalidomida) dan kernicterus
(sebagai akibat pemberian sulfonamida) (16).
Hal penting yang harus diperhatikan untuk pediatri adalah dosis yang optimal,
regimen dosis tidak dapat disederhanakan hanya berdasarkan berat badan atau luas
21
permukaan tubuh pasien pediatri yang diperoleh dari ekstrapolasi data pasien
dewasa. Bioavalaibilitas, farmakokinetik, farmakodinamik, efikasi dan informasi
tentang efek samping dapat berbeda secara bermakna antara pasien pediatri dan
pasien dewasa karena adanya perbedaan usia, fungsi organ dan status penyakit.
Perkembangan yang signifikan telah dibuat untuk farmakokinetik untuk pediatri
selama dua dekade ini, tetapi hanya sedikit penelitian yang mempunyai korelasi
secara farmakokinetik dengan outcome efikasi, efek samping dan kualitas
hidup.(16).
a Pembagian Usia
Perkembangan penanganan klinik penyakit untuk pasien pediatri sangat
berarti. Ada banyak prinsip farmakoterapi yang harus dipertimbangan dalam
penanganan pasien pediatri. Beberapa definisi yang berhubungan dengan
pediatri adalah (16) :
a) Pediatri : Anak yang berusia lebih muda dari 18 tahun
b) Neonatus : Usia 1 hari sampai 1 bulan
c) Bayi : Usia 1 bulan sampai 1 tahun
d) Anak : Usia 1 tahun sampai 11 tahun
e) Remaja : Usia 12 tahun sampai 18 tahun
I. Kerangka Teori
Rumah Sakit
Pengelolaan Sediaan
Pelayanan Farmasi Klinik
Farmasi, Alat Kesehatan
dan Bahan Medis Habis
Pakai
Pengkajian dan Pelayanan Resep
Medication Error
Pengkajian Administrasi
Resep
1. Nama Pasien
2. Umur Pasien
3. Jenis Kelamin Pasien
4. Berat Badan Pasien
5. Tinggi Badan Pasien
6. Nama Dokter
7. Nomor Ijin (SIP)
8. Alamat Dokter
9. Paraf Dokter
10. Tanggal Resep
11. Ruangan/Unit Asal Resep
Pengkajian Klinis Resep
1. Indikasi
2. Duplikasi pengobatan
3. Interaksi obat
4.
Gambar 2.1 Skema Kerangka Teori
23
J. Kerangka Konsep
Resep
K. Definisi Oprasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variabel yang dimaksud, atau
tentang apa yang diukur oleh variabel yang bersangkutan (17). Berikut ini definisi
operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian:
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pengambilan data secara
retrospektif yang didasarkan data resep pasien di Instalasi Farmasi Rumah Sakit
Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah.
b. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah resep pasien pediatri di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah periode
Januari – Juni 2022 yang memenuhi kriteria inklusi.
N
n=
1 + N (d)
Keterangan :
n = besaran sampel minimum
N = jumlah populasi
d = tingkat kepercayaan/ketetapan yang diinginkan (0.1)
Sehingga jika besar populasi 1825 pasien pediatri pada periode Januari – Juni
2022, maka perhitungan besar sampelnya adalah :
1825
n=
1 + 18,25 (0,1)
1825
n=
19,25
𝑛 = 94,8 dibulatkan menjadi 100 sampel
d. Kriteria Sampel
a) Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap
anggota populasi yang dapat diambil sebagai sampel (15). Sampel yang
memenuhi kriteria inklusi dalam penelitian ini :
1. Resep pasien pediatri dengan umur 1 sampai 18 tahun di Instalasi
Farmasi Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah periode Januari – Juni 2022.
2. Resep pasien pediatri rawat jalan yang ditebus di Instalasi Farmasi
Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung Tengah
periode Januari – Juni 2022.
b) Kriteria Ekslusi
Kriteria ekslusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat diambil
sebagai sampel (15). Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah Resep yang
tidak terbaca dan tidak teridentifikasi dengan jelas.
D. Variabel Penelitian
Variabel adalah sesuatu yang digunakan sebagai ciri, sifat atau ukuran yang
dimiliki atau didapatkan oleh satuan penelitian tentang sesuatu konsep tertentu.
27
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peraturan Mentri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit. Pengumpulan data dilakukan sendiri oleh penulis.
F. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data sekunder dengan
pengumpulan data resep, setiap temuan Medication error pada fase prescrebing.
Selanjutnya data ditabulasi dalam bentuk % (persen) dari masing-masing bentuk
kejadian Medication Error dengan mengggunakan diagram batang. Setelah data
terkumpul, data akan dikelola dengan program Microsoft Excel yang ada
dikomputer.
G. Pengolahan Data
Data diolah dengan Microsoft Excel untuk mempermudah dalam pengolahan
data yang diperoleh selanjutnnya disimpulkan dan dilihat kesesuaianya dengan
persyaratan Kepututasan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang
pelayanan kefarmasian di rumah sakit. Kemudian data hasil penilaian pada angket
dianalisis untuk mengetahui ada atau tidaknya kesalahan medication eror di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Kartini Kalirejo Kabupaten Lampung
Tengah.
28
H. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara analisis univariat (deskriptif) dan dihitung dalam
besaran presentasi sehingga menghasilkan angka presentasi yang dimaksudkan
pada masing fase prescribing kejadian medication error.
Persiapan Penelitian
Pelaksanaan
Penelitian
Pengolahan dan
Analisis Data
Penyusunan Skripsi
Seminar Hasil
Perbaikan Skripsi
29
DAFTAR PUSTAKA
16. Derektorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. 2009. Pedoman Pelayanan
Kefarmasian Untuk Pasien Pediatri. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.
17. Notoatmodjo S. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka
Cipta.
31
LAMPIRAN