Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang.

Keselamatan pasien (patient safety) merupakan salah satu isu

penting dalam sistem kesehatan yang mendapat banyak perhatian

dari berbagai kalangan. Dewasa ini, sistem kesehatan di dunia tengah

menyoroti permasalahan patient safety yang terjadi dalam suatu

fasilitas kesehatan.1–3 Maraknya masalah yang terkait dengan

patient safety kemudian mendorong lembaga akreditasi rumah sakit

internasional, Joint Commission International (JCI), untuk

menjadikannya sebagai salah satu aspek penting dalam melakukan

penilaian pada kualitas pelayanan kesehatan di dunia.

Medication errors (ME) merupakan tolak ukur yang dapat

digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan konsep patient

safety. Berdasarkan laporan The National Coordinating Council for

Medication Error Reporting and Prevention (NCC MERP), ME

didefinisikan sebagai suatu kejadian yang dapat dicegah, dan dapat

atau berpotensi menyebabkan atau mengarah pada penggunaan obat

yang tidak tepat yang dapat menimbulkan bahaya pada pasien.

Obat-obatan melalui rute intravena dapat diberikan secara

tersendiri (dalam bentuk obat tunggal) ataupun bentuk IV Admixture.

IV Admixture adalah suatu larutan steril yang dimaksudkan untuk

penggunaan parenteral (diberikan melalui intravena) yang dibuat

1
dengan cara mencampurkan satu atau Iebih produk parenteral ke

dalam satu wadah. Pada saat ini program IV Admixture semakin

banyak digunakan.

Latar belakang mengapa IV Admixture menjadi tanggung

jawab farmasis dan tenaga kesehatan lain yang ada di rumah sakit

ialah pertimbangan: Farmasis menguasai problem yang berkaitan

dengan kontaminan, inkompatibilitas fisika, kimia. ataupun

inkompatibilitas terapeutik serta sekaligus dapat mengatasinya jika

problem ini muncul, serta menguasai problem yang berkaftan dengan

stabilitas, efisiensi biaya, menurunnya potential errors (kesalahan),

kualitas meningkat, merupakan salah satu dan pengamalan

pharmaceutical care.

Kebutuhan nutrisi bagi tubuh merupakan suatu kebutuhan

dasar manusia yang sangat penting. Dilihat dari kegunaannya nutrisi

merupakan sumber energi untuk segala aktivitas dalam system tubuh.

Sumber nutrisi dalam tubuh berasal dari dalam tubuh sendiri, seperti

glikogen yang terdapat dalam otot dan hati ataupun protein dan lemak

dalam jaringan yang bersal dari luar tubuh seperti yang sehari-hari

dimakan oleh manusia.

Nutrisi parenteral adalah pemberian nutrient dalam bentuk

formula parenteral ke dalam pembuluh darah balik (vena) yang bisa

berupa vena perifer atau vena sentral.

2
I.2 Rumusan Masalah.

1. Apa dimaksud dari medication error?

2. Apa dimaksud dengan iv admixture?

3. Apa dimaksud dengan total parenteral nutrition?

I.3 Tujuan.

1. Untuk mengetahui apa-apa saja yang dimaksud medication error.

2. Untuk mengetahui apa-apa saja yang dimaksud iv admixture.

3. Untuk mengetahui apa-apa saja yang dimaksud total parenteral

nutrition.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Medication Error (ME).

II.1.1 Pengertian

Medication errors (ME) merupakan tolak ukur yang dapat

digunakan untuk mengukur keberhasilan pelaksanaan konsep

patient safety. Berdasarkan laporan The National Coordinating

Council for Medication Error Reporting and Prevention

(NCCMERP), Medication Error didefinisakan sebagai suatu

kejadian yang dapat dicegah, dan dapat atau berpotensi

menyebabkan atau mengarah pada penggunaan obat yang

tidak tepat yang dapat menimbulkan bahaya bagi pasien.

Beberapa bukti penelitian menyatakan cedera/bahaya

akibat ME yang dapat berdampak fatal dan menimbulkan

kerugian bagi pasien, baik secara fisik maupun finansial.

Medication errors dapat terjadi pada beberapa tahapan, yaitu:

1) prescribing, 2) transcribing, 3) dispensing, dan 4)

administration. Tahap pemberian obat (administration)

merupakan salah satu tahap dimana angka kejadian ME

dilaporkan cukup tinggi.

II.1.2 Tahapan Terjadinya ME

1. Prescribing (Penulisan Resep)

4
Kesalahan dalam proses prescribing merupakan

kesalahan yang terjadi dalam penulisan resep obat oleh

dokter. Penyebab-penyebab kesalahan: Kesalahan

penulisan resep (keraguan nama obat, penulisan angka

desimal pada obat, penggunaan singkatan tidak tepat),

Kesalahan penulisan dosis, Sejarah pengobatan pansien

yang tidak akurat, Tidak jelas instruksi yang diberikan dalam

resep.

Pengendalian dalam proses prescribing: Perlu dibuat

SOP (Standard Operating Procedure) untuk prescribing yang

lebih baik, Tingkatkan pengetahuan dokter tentang obat

yang diresepkan, dosis yang direkomendasikan.

Computerised prescribing. Metode ini telah dilakukan di

berbagai rumah sakit di Amerika, khususnya untuk pasien

rawat inap. Penulisan resep oleh dokter tidak dilakukan di

secarik kertas resep tetapi melalui komputer. Suatu

perangkat lunak (software) kemudian menerjemahkan dan

menginformasikan mengenai ketepatan dosis, frekuensi, dan

cara pemberian obat serta kemungkinan interaksi obat yang

terjadi dalam peresepan yang dituliskan oleh dokter.

2. Transcribing (Membaca Resep).

Kesalahan dalam proses transcribing merupakan

kesalahan yang terjadi dalam membaca resep obat di

5
apotek. Penyebab-penyebab Kesalahan antara lain:

kesalahan pembacaan resep, Tidak menjalankan resep yang

ditulis, Instruksi dalam resep terlewatkan.

Pengendalian dalam proses transcribing perlu dibuat

SOP (Standard operating procedure) untuk transcribing yang

lebih baik, Konsultasi langsung ke penulis resep (dokter) jika

ada resep yang tidak bisa dibaca, konfirmasi langsung ke

dokter jika ada obat yang diganti (tidak sesuai dengan merk

yang diresepkan) dan Menjalankan resep sesuai dengan

yang dituliskan

3. Dispensing (Peracikan Resep).

Kesalahan dalam proses dispensing merupakan

kesalahan yang terjadi dalam peracikan atau pengambilan

obat di apotek. Penyebab-penyebab kesalalan: Kesalalan

peracikan obat, Salah menghitung dosis, Salah memberi

label, Salah menulis instruksi Pemberian obat di luar

instruksi, Kesalahan pengambilan obat karena kemiripan

nama dan kemasan dan Pemberian obat yang kadaluarsa.

Pengendalian dalam proses dispensing: Perlu dibuat

SOP (Standard Operating Procedure) untuk dispensing yang

Iebih baik. Menerapkan prinsip tepat pasien. Tepat indikasi.

Tepat waktu pemberian. Tepat obat, Tepat dosis, Tepat label

obat (aturan pakai) Tepat rute pemberian, Pemberian etiket

6
yang tepat. Etiket harus dibaca minimum tiga kali: pada saat

pengambilan obat dari rak, pada saat mengambil obat dari

wadah, pada saat mengembalikan obat ke rak. Dilakukan

pemeriksaan ulang oleh orang berbeda. Pemeriksaan

meliputi kelengkapan permintaan, ketepatan etiket, aturan

pakai, pemeriksann kesesuaian resep terhadap obat,

kesesuaian resep terhadap isi etiket. Mengetahui interaksi

obat. Mengecek hasil hitungan dosis dengan perawat lain

(double check), Mencampur/ mengoplos obat sesuai

petunjuk pada label/kemasan obat dan mengecek tanggal

kadaluarsa obat.

4. Administering (Administrasi Resep).

Kesalahan dalam proses administering berkaitan

dengan hal-hal yang bersifat administrasi pada saat obat

diberikan atau diserahkan kepada pasien. Penyebab-

penyebab Kesalahan: Kesalahan penulisan identitas pasien,

Kesalahan pembacaan identitas pasien, Kesalahan

penulisan cara pemberan obat, Resep tidak lengkap,

Kesalahan menyampaikan intruksi pemakaian obat dan tidak

mengecek identitas pasien.

Pengendalian dalam proses administering: Perlu

dibuat SOP (Standard Operating Procedure) untuk

administering yang lebih baik, Mencatat nama pasien, nama

7
obat, dosis, cara dan waktu pemberian obat dengan sangat

hati-hati. Mencantumkan nama inisial dan paraf, Mencatat

keluhan pasien, Membaca sekali lagi nama pasien sebelum

menyerahkan.

II.1.3 Jenis-jenis ME( Berdasarkan alur proses pengobatan)

1. Unauthorized drug.

Obat yang terlanjur diserahkan kepada pasien

padahal diresepkan oleh bukan dokter yang berwenang.

2. Improper dose/ quantity.

Dosis, strength atau jumlah obat yang tidak sesuai

dengan yang dimaksud dalam resep.

3. Wrong dose preparation method.

Penyiapan/ formulasi atau pencampuran obat yang

tidak sesuai.

4. Wrong dose from.

Obat yang diserahkan dalam dosis dan cara

pemberian yang tidak sesuai dengan yang diperintahkan di

dalam resep.

5. Wrong patient.

Obat yang diserahkan atau diberikan pada pasien

yang keliru yang tidak sesuai dengan yang tertera di resep.

6. Omission error.

8
Gagal dalam memberikan dosis sesuai permintaan,

mengabaikan penolakan pasien atau keputusan klinik yang

mengisyaratkan untuk tidak diberikan obat yang

bersangkutan.

7. Extra dose.

Memberikan duplikasi obat pada waktu yang berbeda.

8. Prescribing error.

Obat diresepkan secara keliru atau perintah diberikan

secara lisan atau diresepkan oleh dokter yang tidak

berkompeten.

9. Wrong administration technique.

Menggunakan cara pemberian yang keliru termasuk

misalnya menyiapkan obat dengan teknik yang tidak

diberikan (misalkan obat im diberikan iv)

10. Wrong time.

Obat diberikan tidak sesuai dengan jadwal pemberian

atau diluar jadwal yang ditetapkan.

II.1.4 Penyebab kesalahan pemberian obat.

Menurut leape, et.al (1995) mengidentifikasi penyebab

kesalahan pemberian obat antara lain:

1. Kurangnya diseminasi pengetahuan, terutama para dokter

yang merupakan 22% penyebab kesalahan.

9
2. Tidak cukupnya informasi mengenai pasien seperti halnya

data uji laboratorium. Sebanyak 10% kesalahan dosis yang

kemungkinan disebabkan tidak diikutinya SOP pengobatan.

3. 9% kesalahan dalam membaca resep seperti tulisan tidak

terbaca, interpretasi perintah dalam resep dan singkatan

dalam resep, salah mengerti perintah lisan, pelabelan dan

kemasan nomenklatur yang membingungkan, blok dari

penyimpanan obat yang tidak baik, masalah dengan standar

dan distribusi, asesmen alat penyampaian obat yang tidak

baik saat membeli dan penggunaan misalnya pada alat

infus dan anti kanker, gangguan ketegangan dan

lingkuangan kerja dan ketidakpatuhan pasien.

II.2 IV Admixture.

II.2.1 Pengertian.

Obat-obatan melalui rute intravena dapat diberikan

secara tersendiri (dalam bentuk obat tunggal) ataupun bentuk

IV Admixture. IV Admixture adalah suatu larutan steril yang

dimaksudkan untuk penggunaan parenteral (diberikan melalui

intravena) yang dibuat dengan cara mencampurkan satu atau

Iebih produk parenteral ke dalam satu wadah. Pada saat ini

program IV Admixture semakin banyak digunakan.

10
Latar belakang mengapa IV Admixture menjadi tanggung

jawab farmasis dan tenaga kesehatan lain yang ada di rumah

sakit ialah pertimbangan:

a. Farmasis menguasai problem yang berkaitan dengan

kontaminan, inkompatibilitas fisika, kimia. ataupun

inkompatibilitas terapeutik serta sekaligus dapat

mengatasinya jika problem ini muncul, serta menguasai

problem yang berkaftan dengan stabilitas.

b. Efisiensi biaya.

c. Menurunnya potential errors (kesalahan).

d. Kualitas meningkat.

e. Merupakan salah satu dan pengamalan pharmaceutical care.

II.2.2 Keuntungan IV Admixture.

Beberapa keuntungan yang diperoleh rnelalui pemberian

obat dengan cara IV Admixture ialah:

a. Lebih praktis karena larutan infus yang telah dicampur obat

dapat sekaligus berfungsi ganda, yaitu larutan infus

sebagai pemelihara keseimbangan cairan tubuh dan obat

yang berada di dalamnya dapat berfungsi mempertahankan

kadar terapeutik obat dalam darah.

b. Pada pemberian banyak obat (multiple drugs therapy), cara

ini merupakan alternatif yang paling baik mengingat

11
terbatasnya pembuluh vena yang tersedia sehingga lebìh

convenience (nyaman) bagi penderita.

II.2.3 Kerugian IV Admixture.

Namun, perlu diperhatikan bahwa pemberian obat

melalui cara ini apabila dilakukan secara sembarangan dapat

menimbulkan beberapa kerugian. Kerugian yang dimaksud

berkaitan dengan pemberian obat secara intravena pada

umumnya ataupun problem-problem yang dapat timbul akibat

pencampuran yang dilakukan secara sembarangan.

Kerugian yang berkaitan dengan penggunaan rute

intravena pada umumnya:

a. Air embolism.

b. Bleeding (perdarahan).

c. Reaksi alergi.

d. Phlebitis/iritasi vena.

e. Pirogen.

f. Ekstravasasi.

II.2.4 Masalah yang dapat timbul pada IV Admixture.

Problem-problem yang dapat timbul sebagai akibat

pencampuran yang dilakukan secara sembarangan terkait

dengan sterilitas sediaan serta inkompatibilitas:

a. Inkompatibilitas invitro.

12
Ditandai dengan adanya kekeruhan. cloudness,

endapan, atau perubahan warna. Inkompatibilitas invitro

terbagi atas:

1. lnkompatibilitas fisika yang ditandai dengan

berkurangnya atau solubilitas bahan obat, terjadinya

supersarturasi pada suhu rendah.

2. Inkompatibilitas kimia terjadi akibat peristiwa oksidasi,

reduksi, pembentukan senyawa kompleks dan hidrolisis.

b. Inkompatibilitas farmakologi.

Inkompatibilitas farmakologi dapat terjadi akibat

interaksi antar obat atau interaksi obat dengan penyakit

yang diderita pasien. Adanya interaksi farmakologi dapat

mengakibatkan efek obat meningkat sehingga terjadi

toksisitas, atau menurunkan efek obat sehingga

pengobatan menjadi subterapeutik.

c. Problem sterilitas.

Pencampuran bahan obat ke dalam larutan infus yang

tidak rnenggunakan cara-cara aseptik dapat menyebabkan

rnasuknya mikroorganisme ke dalam sediaan.

d. Adanya partikel dalam sediaan parenteral.

e. Partikel dapat berasal dari tutup karet vial, pecahan kaca

pada saat mematahkan ampul, rambut, atau kain petugas.

13
II.2.5 Stabilitas Produk.

Stabilitas produk IV Admixture berkaitan dengan waktu

kedaluwarsa obat-obatan yang telah mengalami pencampuran.

Komponen yang diperlukan dalam penyiapan IVAdmixture

ialah:

a. Area Semua pencampuran produk parenteral harus

dilakukan dalam ruang aseptik.

b. Kebijakan dan prosedur.

c. Pedoman yang diperlukan untuk menyiapkan produk

parenteral (prosedur-prosedur tetap yang berkaitan dengan

penyiapan IV Admixture) harus diuraikan dengan jelas dalam

kebijakan yang dibuat oleh farmasis. Selain itu. informasi

yang lengkap mengenai pelabelan, penyimpanan, dan waktu

kedaluwarsa sediaan juga harus tersedia di unit farmasi. Apa

saja yang perlu dicantumkan dalam pelabelan serta sistem

kontrol pada penyiapan produk IV Admixture.

II.2.6 Peralatan yang diperlukan dalam IV Admixture.

Beberapa peralatan yang diperlukan dalam penyiapan IV

Admixture:

a. Jarum.

b. Swinge.

c. Alkohol.

d. Wadah-wadah yang bersifat disposable use.

14
e. Refrigerator (pendingin): alat ini digunakan untuk menjaga

stabilitas produk IV Admixture.

II.3 Total Parenteral Nutrition (TPN).

II.3.1 Pengertian.

Nutrisi Parenteral Total atau yang lebih dikenal dengan

istilah TPN (Total Parenteral Nutrition) digunakan untuk

memberikan dukungan nutrisi dalam jangka waktu lama bagi

pasien-pasien yang tidak mampu mengonsumsi makanan per

oral dan tidak dapat menjalani pemberian nutrisi enteral.

Karena TPN merupakan cara pemberian nutrisi yang

mahal, memerlukan monitoring yang terus-menerus dan

berpotensi untuk menimbulkan komplikasi infeksi, metabolic

serta mekanis, tindakan ini hanya dilakukan bila cara

pemberian nutrisi yang lain (oral dan enteral) tidak adekuat atau

merupakan kotraindikasi sementara dukungan nutrisi dalam

waktu yang lama sangat dibutuhkan.

II.3.2 Komplikasi yang bisa terjadi dalam pemberian TPN.

Terdapat beberapa komplikasi yang bisa terjadi dalam

pemberian nutrisi parenteral total yaitu:

1. Komplikasi Teknis.

Komplikasi teknis yang berkaitan dengan

pemasangan katetera seperti pneumotoraks, ruptura atau

penetrasi arteri subklavia, dan emboli udara.

15
2. Komplikasi Infeksi.

Komplikasi infeksi yang ditandai oleh demam,

hipotensi, oliguria, dan kemunduran keadaan umum. Indikasi

absolut pelepasan kateter adalah syok septik, bacteremia,

infeksi pada tempat pemasangan, gejala emboli, dan demam

persisten tanpa ditemukan penyebab lain.

3. Komplikasi Metabolik.

Komplikasi metabolik yang berkaitan dengan

gangguan keseimbangan glukosa, asam-basa, dan elektrolit

seperti hiper/ hipoglikemia, hiper/ hypokalemia, hiper/

hipomagnesemia, dan hiper/ hipofostemia.

II.3.3 Indikasi TPN.

Sebagai terapi nutrisi parenteral diberikan pada saat keadaan:

1. Ketidakmampuan untuk mencerna atau menyerap

makanan secara memadai. Seperti pada keadaan saat

muntah-muntah yang persisten, diare yang berat, sindrom

mal-absorbsi berat, beberapa keadaan trauma perut.

2. Usus harus diistirahatkan. Contohnya adalah fistula enteral

serta penyakit inflamasi usus yang akut dan tidak

memberikan respons terhadap terapi lainnya.

3. Malnutrisi berat dengan penurunan berat badan sebesar

10% atau lebih.

4. Kelainan saluran cerna.

16
5. Kebutuhan suplementasi jika asupan oral tidak mencukupi

pada pasien-pasien kanker yang menjalani terpai yang

agresip (terapi radiasi maupun kemoterapi)

6. Sesudah pembedahan atau cedera, khususnya luka bakar

yang luas, fraktur multiple atau sepsis.

7. Gagal jantung, hati dan ginjal yang akut dengan perubahan

kebutuhan akan asam amino.

8. Pasien penyakit AIDS.

9. Transplantasi sumsung tulang.

II.3.4 Kontraindikasi TPN.

Nutrisi parenteral tidak boleh diberikan pada krisis

hemodinamik seperti keadaan syok atau dehidrasi yang belum

terkoreksi (kontraindikasi absolut). Keadaan seperti kegagalan

pernapasan yang membutuhkan bantuan respirator merupakan

kontraindikasi relatif mengingat metabolism glukosa dapat

menambah produksi CO2 yang memperberat keadaan tersebut.

II.3.5 Metode Pemberian TPN.

Nutrisi parenteral total, pemberian nutrisi melalui jalur

intravena ketika kebutuhan nutrisi sepenuhnya harus dipenuhi

melalui cairan infus. Cairan yang dapat digunakan adalah

cairan yang mengandung karbohidrat, seperti triofusin E1000,

cairan yang mengandung asam amino, seperti panamin G, dan

cairan yang mengandung lemak, seperti intralipid.

17
Lokasi pemberian nutrisi secara parenteral melalui vena

sentral dapat melalui vena antikubital pada vena basilica

sefalika, vena subklavia, vena jugularis interna dan eksterna,

dan vena femoralis. Nutrisi parenteral melalui perifer dapat

dilakukan pada sebagian vena di daerag tangan dan kaki.

II.3.6 Regimentasi Pemberian.

Untuk dewasa, pemberian TPN dimulai dengan

tunjangan parsial yang lalu ditingkatkan untuk mencapai target

kalori dalam 24 jam. Salah satu metode umum untuk memulai

terapi adalah dengan menyediakan setengah dari volume dan

nutrien yang diharapkan pada hari pertama kemudian

ditingkatkan untuk memenuhi target hari selanjutnya.

Metode umum kedua ialah menyediakan volume target

TPN dengan nutrien sekitar 50% total target hari pertama.

Emulsi lipid harus diberikan sebagai infus terpisah, paling tidak

pada hari pertama. Pemberian hari selanjutnya ialah untuk

memenuhi jumlah nutrien yang ditargetkan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hartono, A., 2006., Terapi Gizi Dan Diet Rumas Sakit Ed 2., EGC; Jakarta.

Hidayat, A.A., Uliyah, M., 2004., Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar
Manusia., EGC; Jakarta.

Oetari, R.A., 2018., Teknik Aseptis., UGM Press; Yogyakarta.

Rollins, C.J. Basic Of Enteral And Parenteral Nutrition. In: Wolinsky, I. And
Williams, L. (Eds.). Nutrition In Pharmacy Practice.
Washington D.C. : American Harmaceutical Association, 2002.

Setiawan, E., Irawati. S., Dwijayanti. S., 2016., Profil Kompatibilitas


Sediaan Obat Intravena Dengan Pelarut Pada Pasien
Intensive Care Unit., Jurnal Farmasi Klinik Indonesia, Juni 2016
Vol. 5 No. 2,

19

Anda mungkin juga menyukai