Anda di halaman 1dari 10

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di

Puskesmas Bangetayu Semarang

Tabel 4.1 Distribusi frekuensi responden berdasarkan tingkat pengetahuan


tentang kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas
Bangetayu Semarang Tahun 2019

Tingkat pengetahuan Frekuensi Persentase


tentang kanker serviks
Baik 22 34,9
Cukup 41 65,1
Jumlah 63 100

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan

tentang kanker serviks sebagian besar pengetahuan cukup sebanyak 41

responden (65,1%) dan pengetahuan baik sebanyak 22 responden (34,9%).

Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang juga dipengaruhi oleh

informasi. Semakin banyak orang menggali informasi baik dari media cetak

maupun media elektronik maka pengetahuan yang dimiliki semakin

meningkat. Selain itu pengalaman juga merupakan sumber pengetahuan

atau suatu cara untuk memperoleh kebenaran dan pengetahuan (Surajiyo,

2015).

2. Perilaku deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di

Puskesmas Bangetayu Semarang

65
66

Tabel 4.2 Distribusi frekuensi responden berdasarkan perilaku deteksi dini


kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas
Bangetayu Semarang Tahun 2019

Perilaku deteksi dini Frekuensi Persentase


kanker serviks
Baik 18 28,6
Kurang baik 45 71,4
Jumlah 63 100

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa perilaku deteksi dini

kanker serviks sebagian besar kurang baik sebanyak 45 responden (71,4%)

dan baik sebanyak 18 responden (28,6%).

Dampak dari rendahnya perilaku WUS menyebabkan sebagian

besar wanita datang berkunjung dengan diagnosa kanker leher rahim

stadium lanjut. Oleh karena itu, penyampaian informasi pada wanita usia

subur tentang IVA sangat diperlukan untuk dapat merubah perilaku

masyarakat terutama wanita usia subur, tenaga kesehatan (bidan) dalam

memperkirakan kemungkinan kanker leher rahim dengan memperhatikan

gejala klinik dan pada pemeriksaan dalam (Nurcahyo, 2014).

3. Hubungan tingkat pengetahuan tentang metode IVA dengan perilaku

deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas

Bangetayu Semarang

Tabel 4.3 Hubungan tingkat pengetahuan tentang metode IVA dengan


perilaku deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur
di Puskesmas Bangetayu Semarang Tahun 2019

Tingkat Perilaku deteksi dini Total % P-value Odds


pengetahuan kanker serviks Ratio
tentang kanker Baik Kurang baik
serviks F % f %
Baik 16 72,7 6 27,3 22 100 0,000 52,000
Cukup 2 4,9 39 95,1 41 100
Jumlah 18 28,6 45 71,4 63 100
67

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan

tentang kanker serviks yang baik sebanyak 22 responden, sebagian besar

perilaku deteksi dini kanker serviks baik sebanyak 16 responden (72,7%)

dan kurang baik sebanyak 6 responden (27,3%). Tingkat pengetahuan

tentang kanker serviks yang cukup sebanyak 41 responden, sebagian besar

perilaku deteksi dini kanker serviks kurang baik sebanyak 39 responden

(95,1%) dan baik sebanyak 2 responden (4,9%).

Hasil penelitian didapatkan P-value = 0,000 (<0,05), sehingga dapat

disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat pengetahuan tentang metode IVA

dengan perilaku deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di

Puskesmas Bangetayu Semarang. Odds Ratio (OR) adalah ukuran asosiasi

paparan (faktor risiko) dengan kejadian penyakit; dihitung dari angka

kejadian penyakit pada kelompok berisiko (terpapar faktor risiko) dibanding

angka kejadian penyakit pada kelompok yang tidak berisiko (tidak terpapar

faktor risiko). Dari uji statistik didapatkan Odds Ratio (OR) 52,000, yang

artinya jika tingkat pengetahuan tentang kanker serviks baik, maka peluang

perilaku deteksi dini kanker serviks untuk baik adalah 52 kali dibandingkan

jika tingkat pengetahuan tentang kanker serviks cukup.

Masyarakat yang pengetahuannya tinggi akan lebih mudah

menerima informasi atau penyuluhan yang diberikan seperti pengetahuan

tentang faktor penyebab kanker serviks. Sehingga masyarakat khususnya


68

wanita usia subur akan lebih sadar untuk mencegah faktor penyebab

terjadinya kanker serviks (Aminati, 2017).

B. Pembahasan

1. Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di

Puskesmas Bangetayu Semarang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang

kanker serviks sebagian besar pengetahuan cukup sebanyak 41 responden

(65,1%) dan pengetahuan baik sebanyak 22 responden (34,9%).

Pengetahuan responden yang cukup dikarenakan responden yang mampu

mencari informasi tentang pengertian kanker serviks. Informasi dapat

diperoleh dari berbagai media massa atau pengalaman dari keluarganya.

Majunya tehnologi dengan tersedia bermacam-macam media massa dapat

mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang penyakit kanker serviks.

Hal ini menunjukkan masih rendahnya kesadaran wanita usia subur

untuk melakukan pemeriksaan guna pencegahan secara dini terjadinya

kanker cerviks. Rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat mengenai

pentingnya pemeriksaan IVA di Indonesia banyak disebabkan oleh

kurangnya tingkat kewaspadaan masyarakat terhadap kanker serviks serta

informasi mengenai cara pencegahan dan deteksi dininya (Aminati, 2017).

Menurut Surajiyo (2015) Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang

juga dipengaruhi oleh informasi. Semakin banyak orang menggali

informasi baik dari media cetak maupun media elektronik maka


69

pengetahuan yang dimiliki semakin meningkat. Selain itu pengalaman juga

merupakan sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh

kebenaran dan pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang

kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang

dihadapi di masa lalu. Orang yang memiliki pengalaman akan

mempunyai pengetahuan yang baik dibandingkan dengan orang yang tidak

memiliki pengalaman (Notoatmodjo, 2015).

Didukung penelitian Rahayu tahun 2017. Hasil penelitian diperoleh

dari 81 responden yang diteliti, terdapat 64,2% melakukan deteksi dini

kanker servik metode IVA, sebanyak 64,2% memiliki tingkat pengetahuan

yang baik, dan sebanyak 65,4% memiliki sikap baik.

2. Perilaku deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di

Puskesmas Bangetayu Semarang

Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku deteksi dini kanker

serviks sebagian besar kurang baik sebanyak 45 responden (71,4%) dan baik

sebanyak 18 responden (28,6%). Penyebab tidak baiknya perilaku wanita

pasangan usia subur dalam melakukan deteksi dini kanker serviks dengan

metode IVA dikarenakan kurangnya informasi mengenai pelaksanaan tes

IVA pada wanita usia subur, penyebab lain tidak dilaksanakan tes IVA

dikarenakan pekerjaan yang dimana kesibukan pekerjaan rumah tangga

menyebabkan rendahnya informasi seperti jadwal pemeriksaan IVA,

kurangnya bertanya kepada petugas kesehatan yang dikarenakan waktu

luang yang habis mengurus pekerjaan dirumah, sehingga tidak pernahnya


70

dilakukan pelaksanaan pemeriksaan tes IVA yang dimana tes IVA sangat

bermanfaat untuk mencegah terjadinya kanker rahim pada wanita pasangan

usia subur.

Masalah lain dalam usaha skrining kanker serviks ialah keengganan

wanita diperiksa karena malu. Penyebab lain ialah kerepotan, keraguan

akan pentingnya pemeriksaan, kurangnya pengetahuan tentang pentingnya

pemeriksaan, takut terhadap kenyataan hasil pemeriksaan yang akan

dihadapi, ketakutan merasa sakit pada pemeriksaan, rasa segan diperiksa

oleh dokter pria atau pun bidan dan kurangnya dorongan keluarga terutama

suami. Banyak masalah yang berkaitan dengan pasien dapat dihilangkan

melalui pendidikan terhadap pasien dan hubungan yang baik antara

dokter/bidan (Sunaryo. 2014).

Di samping itu, inovasi skrining kanker serviks dalam pelayanan

kesehatan masyarakat dapat dilakukan bersamaan. Interval pemeriksaan

sitologi (screening interval) merupakan hal lain yang penting dalam metode

skrining. Selain itu Strategi program skrining kanker serviks harus

memperhatikan golongan usia yang paling terancam (high risk group) dan

perjalanan alamiah penyakit (natural history) (Agustin, 2016). Pemeriksaan

ini dilakukan rutin pada wanita yang tidak menunjukkan gejala, sejak usia

20 tahun atau lebih, atau kurang dari 20 tahun bila secara seksual sudah

aktif. Pemeriksaan dilakukan 2 kali berturut-turut dan bila negatif,

pemeriksaan berikutnya paling sedikit setiap 3 tahun sampai berusia 65


71

tahun. Pada wanita risiko tinggi atau pernah mendapat hasil abnormal harus

diperiksa setiap tahun (Kartikawati, 2013).

Menurut Nurcahyo (2014) Dampak dari rendahnya perilaku WUS

menyebabkan sebagian besar wanita datang berkunjung dengan diagnosa

kanker leher rahim stadium lanjut. Oleh karena itu, penyampaian informasi

pada wanita usia subur tentang IVA sangat diperlukan untuk dapat merubah

perilaku masyarakat terutama wanita usia subur, tenaga kesehatan (bidan)

dalam memperkirakan kemungkinan kanker leher rahim dengan

memperhatikan gejala klinik dan pada pemeriksaan dalam.

Didukung penelitian Ananda tahun 2017. Hasil penelitian lebih dari

separuh (53,8%) pernah melaksanakan deteksi dini kanker serviks dengan

metode IVA dalam 5 tahun terakhir, kurang dari separuh (46,2%)

responden memiliki tingkat pendidikan sedang, lebih dari separuh (63,1%)

responden memiliki pengetahuan rendah, lebih dari separuh (50,8%)

responden dengan dukungan suami tidak baik

3. Hubungan tingkat pengetahuan tentang metode IVA dengan perilaku

deteksi dini kanker serviks pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas

Bangetayu Semarang

Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada hubungan tingkat

pengetahuan tentang metode IVA dengan perilaku deteksi dini kanker

serviks pada Pasangan Usia Subur di Puskesmas Bangetayu Semarang.

Pengetahuan tidak hanya diperoleh dari pendidikan formal, tetapi juga

diperoleh dari pelatihan, penyuluhan, teman, brosur, dan semakin banyak


72

memperoleh pengetahuan tentang pemeriksaan IVA maka akan semakin

besar kemungkinan untuk melakukan pemeriksaan IVA.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan tentang

kanker serviks yang baik sebanyak 22 responden, sebagian besar perilaku

deteksi dini kanker serviks baik sebanyak 16 responden (72,7%) dan kurang

baik sebanyak 6 responden (27,3%). Gejala awal kanker serviks adalah

keputihan yang berulang dan tidak sembuh-sembuh. Meskipun sudah

melakukan pengobatan, namun keputihan ini tidak kunjung sembuh.

Keputihan ini disertai dengan bau yang tidak sedap, gatal dan panas.

Keputihan yang harus diwaspadai adalah jika keputihan terjadi bersamaan

dengan penyakit kelamin, misalnya Gonorhoe (kencing nanah) dan Sifilis

(Nur Cahyo, 2014).

Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Cara pencegahan kanker

serviks antara lain: Pemberian vaksin kanker serviks, inspeksi visual asam

asetat (IVA), deteksi dengan Pap Smear, hindari hubungan seks bebas,

hindari rokok, menghindari diet tidak seimbang dan produk kimia

berbahaya. Persyaratan untuk mengikuti tes IVA diantaranya sudah

menikah, tidak sedang datang bulan dan tidak sedang hamil (MenKes RI,

2017).

Tingkat pengetahuan tentang kanker serviks yang cukup sebanyak

41 responden, sebagian besar perilaku deteksi dini kanker serviks kurang

baik sebanyak 39 responden (95,1%) dan baik sebanyak 2 responden

(4,9%). Pengetahuan responden tentang tanda gejala kanker serviks yang


73

cukup baik dikarenakan responden yang mampu mencari informasi tentang

pengertian kanker serviks melalui media massa. Salah satu faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah informasi. Informasi yang diperoleh

baik dari pendidikan formal maupun non formal dapat memberikan

pengaruh jangka pendek sehingga menghasilkan perubahan akan tersedia

bermacam-macam media masa yang dapat mempengaruhi pengetahuan

masyarakat.

Menurut Aminati (2017) Masyarakat yang pengetahuannya tinggi

akan lebih mudah menerima informasi atau penyuluhan yang diberikan

seperti pengetahuan tentang faktor penyebab kanker serviks. Sehingga

masyarakat khususnya wanita usia subur akan lebih sadar untuk mencegah

faktor penyebab terjadinya kanker serviks. Untuk mendeteksi kanker

serviks dapat menggunakan tes pap smear dan IVA. Pap smear adalah suatu

metode dimana dilakukan pengambilan sel dari mulut rahim kemudian

diperiksa dibawah mikroskop. Pemeriksaan IVA adalah pemeriksaan

dengan cara melihat langsung leher rahim setelah memulas leher rahim

dengan menggunakan asam asetat 3-5 %.

Upaya preventif terhadap kanker serviks salah satunya dengan

deteksi dini kanker serviks berkala, dengan Insveksi Visual Asam Asetat

(IVA). Metode IVA merupakan pemeriksaan dengan mengambil lendir

dari vagina dan ditempelkan ke kaca lalu di poles dengan asam asetat.

Dengan tujuan bila kanker serviks ditemukan pada tahap awal dapat

diharapkan menyembuhkan secara maksimal (Aziz, 2013). Pada wanita


74

PUS yang memiliki tingkat pengetahuan yang baik lebih banyak melakukan

pemeriksaan deteksi dini kanker serviks dari pada yang tidak melakukan

pemeriksaan deteksi dini kanker serviks, jadi dapat dikatakan bahwa tingkat

pengetahuan yang baik menyebabkan seseorang mau melaksanakan

pemeriksaan deteksi dini kanker serviks untuk kebaikannya, namun

sebaliknya tingkat pengetahuan wanita PUS yang rendah lebih cenderung

untuk tidak mau melaksanakan pemeriksaan deteksi dini kanker serviks

(Sunaryo, 2014).

Didukung penelitian Eldawaty tahun 2016. Hasil penelitian

didapatkan ada hubungan tingkat pengetahuan Wanita Usia Subur (WUS)

dengan sikap terhadap pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA).

Anda mungkin juga menyukai