Anda di halaman 1dari 7

Nama : Hilya Wildatussalma Al-Frisna

Nim : 6511420020

“BAGAIMANA GIZI KERJA DI INDONESIA ? APAKAH SUDAH SESUAI PRINSIP-


PRINSIP GIZI KERJA ?”

Menurut saya, Penerapan Gizi Kerja di Indonesia belum sepenuhnya sesuai dengan
prinsip yang berlaku. Banyaknya hambatan dan masalah yang masih ada pada gizi terutama
pada bidang pekerjaan masing-masing, semakin berat pekerjaan semakin besar tantangan
yang ada. Sedangkan pengertian penerapan gizi kerja merupakan pemenuhan gizi yang
diperlukan oleh para pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan
dan beban kerjanya demi meningkatkan produktivitas. 

Prevalensi status gizi dewasa menurut WHO (World Health Oragnization) (2018)
terdiri dari 9,7% gizi kurang (underweight), 38,5% gizi lebih (overweight) pada laki-laki dan
39,2% pada perempuan, 11,1% obesitas pada laki-laki dan 15,1% perempuan. Menurut Riset
Kesehatan Dasar (2018), prevalensi status gizi mengalami peningkatan meliputi gizi lebih
(overweight) dari 8,6% menjadi 13,6%, obesitas dari 10,5% menjadi 21,8%, status gizi
kurang (underweight) dari 18,4% menjadi 19,6%. 

Pada fakta di luar negeri juga didapatkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Kementrian Tenaga Kerja Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan 16.000
pekerja di Negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukan hasil bahwa ditemukan
65% pekerja yang mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja rutin, 28% mengeluhkan
kelelahan mental dan 7% tenaga kerja mengeluhkan stres berat dan merasa tersisihkan. Lalu,
Hasil penelitian lainnya juga terdapat hubungan status gizi dengan kelelahan kerja dengan p
value= <0,05 dan tingkat korelasi (r) sebesar 0,614 (kuat) dan status gizi para pekerja bagian
Weaving pada suatu pabrik tekstil termasuk normal sebanyak 83,3% serta tingkat kelelahan
kerja para pekerja bagian Weaving termasuk kelelahan ringan sebanyak 86,7%. Berdasarkan
kondisi dan kenyataan dilapangan : 

A. Banyak pekerja yang hanya diberikan uang intensif oleh perusahaan


tempatnya bekerja, yang dianggap sebagai “uang makan” untuk mereka. Akan tetapi,
tentu ini tidak selalu digunakan sebagaimana mestinya. banyak juga karyawan yang
justru membelanjakan uang tersebut bukan untuk makanan (atau pun pemenuhan gizi
lainnya), namun digunakan untuk keperluan lain.
B. Tidak ada pemetaan yang dilakukan dalam rangka  pemenuhan zat gizi yang pekerja,
misalnya pemetaan berdasarkan status gizinya, jam kerja (lembur atau tidak), dll.
C. Masalah dalam penerapan gizi kerja di perusahaan diantaranya:
a. kebijakan manajemen, pengetahuan pengelola makan di perusahaan tentang
gizi kerja dan higiene sanitasi makanan, kemudian partisipasi tenaga kerja
dan pengawasan.
b. Di wilayah Jepang, dilakukan penelitian oleh Kementerian Tenaga Kerja
Jepang terhadap 12.000 perusahaan yang melibatkan 16.000 pekerja di
Negara tersebut yang dipilih secara acak telah menunjukan hasil bahwa
ditemukan 65% pekerja yang mengeluhkan kelelahan fisik akibat kerja
rutin, 28% mengeluhkan kelelahan mental dan 7% tenaga kerja
mengeluhkan stres berat dan merasa tersisihkan.
Penyelenggaraan gizi kerja dalam bentuk pemberian makanan sesuai pedoman gizi
seimbang perlu mendapat perhatian yang serius. Makanan yang dihidangkan untuk tenaga
kerja hendaknya memenuhi syarat- syarat gizi, yaitu mengandung zat tenaga, zat pembangun,
dan zat pengatur. Komposisi antara ketiga zat tersebut harus seimbang dan diberikan dalam
jumlah dan kandungan energi yang tepat (Kementrian Kesehatan RI, 2014). Kemudian
berdasarkan penelitian mengenai penerapan gizi kerja di perusahaan dapat meningkatkam
produktivitas pekerja. Salah satu penelitian tersebut dilakukan di sebuah pabrik di kabupaten
Wonogiri oleh Ulfa dan Anik, hasil dari penelitian ini yaitu terdapat pengaruh intervensi gizi
kerja melalui pemberian makanan tambahan terhadap produktivitas kerja pada pekerja
bagian packing. Terkait hal tersebut maka dibuatlah peraturan perundangan terkait gizi kerja
dan penyelenggaraan makan bagi tenaga kerja antara lain:
1. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
2. Permenaker No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
3. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 01/Men/1979 tentang
Pengadaan Kantin dan Ruang Makan.
4. Surat Edaran Direktur Jenderal Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang Perusahaan
Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 88 Tahun 2019 Tentang Kesehatan Kerja
pasal 5 berbunyi Standar Kesehatan Kerja dalam upaya peningkatan kesehatan meliputi:
1. peningkatan pengetahuan kesehatan;
2. pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat
3. pembudayaan keselamatan dan Kesehatan Kerja di Tempat kerja
4. penerapan gizi kerja; dan
5. peningkatan kesehatan fisik dan mental

Yang dimaksud “penerapan gizi kerja” adalah pemenuhan gizi yang diperlukan oleh Pekerja
untuk melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan jenis pekerjaan dan beban kerjanya untuk
meningkatkan produktivitas. 

Kententuan pengadaan kantin dan ruang makan perusahaan menggunakan Surat Edaran
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan
Ruang Makan, menyatakan:

1. Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh antara 50 sampai 200 orang supaya
menyediakan ruang tempat makan di perusahaan yang bersangkutan
2. Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari 200 orang supaya
menyediakan kantin di perusahaan yang bersangkutan

Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting sebagai salah satu
bentuk usaha untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan. Status kesehatan dan status gizi
yang baik tentunya dapat meningkatkan produktivitas kerja dari manusia. Gizi kerja perlu
diperhatikan hal ini berkaitan dengan tingkat produktivitas karyawan untuk menciptakan atau
menghasilkan suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani, Ajeng Ardhya
(2020) menyatakan bahwa pemenuhan gizi yang baik dapat meminimalisir kelelahan kerja
agar terpenuhinya produktivitas kerja yang optimal. Sehingga dengan terpenuhi gizi yang
bagi pekerja dapat memberikan dampak yang positif pada perusahan. Pemenuhan gizi kerja
yang tidak optimal dapat menimbulkan berbagai dampak :

a. daya tahan tubuh yang menurun akibat asupan makan yang kurang sehingga
mengakibatkan pekerja sering mengambil cuti bekerja
b. kemapuan fisik menurun 
c. berat badan menurun yang berakibat pekerja kurang bertenaga dalam bekerja. 
Banyak factor yang dapat memengaruhi tingkat produktivitas pada pekerja, salah
satunya adalah factor gizi dan Kesehatan. Beberapa penelitian banyak menyebutkan adanya
pengaruh antara gizi dan Kesehatan terkait dengan produktivitas kerja. Masih banyak pekerja
yang memiliki masalah kurang gizi, anemia, dan kurang asupan zat gizi mikro. Masalah
dalam status gizi pekerja baik itu kurang gizi maupun obesitas dapat mempengaruhi
kemampuan fisik seorang pekerja yang kurang, hingga dapat mengurangi produktivitas kerja
(Riyani dan Ardyanto, 2016)

Peningkatan kualitas sumber daya manusia menjadi sangat penting sebagai salah satu
bentuk usaha untuk dapat meningkatkan derajat kesehatan. Status kesehatan dan status gizi
yang baik tentunya dapat meningkatkan produktivitas kerja dari manusia. Gizi kerja perlu
diperhatikan hal ini berkaitan dengan tingkat produktivitas karyawan untuk menciptakan atau
menghasilkan suatu produk. Penelitian yang dilakukan oleh Ramadhani, Ajeng Ardhya
(2020) menyatakan bahwa pemenuhan gizi yang baik dapat meminimalisir kelelahan kerja
agar terpenuhinya produktivitas kerja yang optimal. Sehingga dengan terpenuhi gizi yang
bagi pekerja dapat memberikan dampak yang positif pada perusahan.

Secara gambaran besar ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki
dalam gizi kerja. Pertama, terkait dengan bagaimana pemenuhan gizi pekerja dengan terlebih
dahulu melakukan penilaian status gizi masing-masing individu. Misalnya ini dapat
dilakukan dengan beberapa indikator seperti usia, jenis kelamin, dan lain-lain. Kedua,
memperhatikan kondisi fisiologis pekerja dalam pemenuhan gizinya. Misalnya terdapat
pekerja wanita yang sedang hamil atau pun menyusui, tentu kelompok ini memerlukan
pemenuhan zat gizi tertentu, seperti zat besi dan asam folat. Ketiga, pemenuhan zat gizi
pekerja berdasarkan jam lembur. Tentu akan berbeda kebutuhan zat gizi yang harus dipenuhi
ketika seseorang harus bekerja selama 8 jam sehari dibandingkan dengan pekerja yang harus
lembur hingga 10 bahkan 12 jam dalam sehari (Kemenkes RI, 2011).

Salah satu masalah gizi kerja yang belum dapat diatasi yaitu mengenai ibu hamil dan
ibu menyusui. Masalah gizi yang terjadi pada ibu hamil dapat mengganggu Kesehatan ibu
dan janiin, sehingga tercukupinya gizi pada ibu hamil merupakan masalah yang penting.
Masalah ibu hamil yang terjadi di Indonesia adalah gizi kurang, seperti Kekurangan Energi
Kronis (KEK) dan anemia. Anemia saat kehamilan akan berdampak kelelahan, kelelahan
yang terjadi pada ibu hamil berdampak bagi produktivitas jangka pendek dan jangka Panjang.
Kelelahan kerja dapat timbul pada semua jenis pekerjaan, baik pekerjaan formal maupun
informal. Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja
dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu pula sebaliknya pada seorang tenaga kerja
dengan keadaan gizi yang buruk dan dengan beban kerja yang berat akan mengganggu kerja
dan mempercepat kelelahan. Bagi ibu hamil, kelelahan dapat dihindari dengan membatasi
jumlah kerja serta beban kerja. Kelelahan kerja pada ibu hamil pula dapat menyebabkan
kurangnya kekuatan ibu saat persalinan. Kegiatan yang dianjurkan dilakukan oleh ibu hamil
adalah berjalan serta melakukan aktivitas normal yang tidak melelahkan. Selain itu, waktu
istirahat dan aktivitas yang bergantian pada ibu hamil pun dapat membantu mengurangi
kelelahan kerja. Ibu hamil yang bekerja, kecukupan asupann zat besi sangat penting. Pekerja
Wanita yang kekurangan zat besi dalam makanan dan memiliki tingkat pekerjaan yang tinggi
akan menyebabkan kelelahan kerja.

Salah satu kegiatan yang menyita waktu untuk ibu yang sedang menyusui karena
kesibukannya dalam bekerja, maka ibu tidak memperhatikan asupan gizi dengan baik. Hal
tersebut juga berpengaruh pada bayi yang sedang disusuinya dari kesibukan yang dijalani
seorang ibu akan tidak mempunyai waktu untuk memberikan asi eksklusif dan mengatur
asupan gizinya secara baik. Pekerjaan ibu sangat berpengaruh signifikan karena dengan ibu
bekerja akan sedikit memperhatikan masalah asupan gizi. Namun dengan bekerja ibu dapat
memiliki pengalaman dan pengetahuan. Ibu pekerja akan lebih berpengaruh terhadap
memperhatikan gizinya daripada ibu yang tidak memiliki pekerjan. Ibu yang tidak bekerja
akan baik dalam memperhatikan asupan gizi dan pemberian asi eksklusif. Selain itu, masalah
yang terjadi pada ibu menyusui adalah waktu untuk pumping atau waktu pemberian asi pada
sang anak. Di Indonesia, belum ada kelonggaran waktu untuk hal tersebut. Apalagi jika jarak
tempat kerja dengan rumah pekerja.

Penerapan gizi kerja pada perusahaan di Indonesia juga belum sesuai dengan prinsip
yang ada. Pada sebuah perusahaan tentu memiliki jumlah karyawan yang tidak sedikit,
kebutuhan kalori masing-masing karyawan dapat berbeda-beda. Kebutuhan nutrisi yang harus
menyesuaikan dengan kondisi tempat bekerja. Jangan sampai makanan yang dikonsumsi
karyawan pada akhirnya menimbulkan masalah degenerative. Aktivitas fisik di tempat kerja
juga harus dilakukan untuk keseimbangan tubuh. Buah menjadi salah satu vitamin yang
paling bagus untuk Kesehatan. Permasalahan yang sering terjadi juga yaitu radang
tenggorokan dan dehidrasi yang diakibatkan tidak memperhatikan hidrasi harian. Misalnya,
ada pekerjaan yang menurut karyawan untuk tidak boleh minum selama bekerja, padahal di
tinggal di ruang ber-ac, hal tersebut harus diperhatikan secara Bersama-sama.

Produktivitas kerja merupakan asset berharga karena merupakan bagian dari proses
produksi, dan mereka selalu dihadapkan dengan potensi bahaya. asupan makanan harus
mengandung semua zat gizi dengan jumlah sesuai kebutuhan, kualitas dan kuantitas makanan
serta pola makan. Penting kiranya tata laksana di tempat kerja memperhatikan: penyediaan
kantin dan ruang makan, ketersediaan preparat gizi, penyuluhan gizi, maupun pemberian
makanan di tempat kerja. Perbaikan dan peningkatan asupn gizi mempunyai makna penting
sebagai upaya pencegahan morbilitas, meningkatkan produktivitas kerja dan berperan dalam
mengurangi permasalahan Kesehatan termasuk akibat perubahan gaya hidup atau pola
konsumsi pangan karyawan.

Permasalahan gizi sekarang sudah masuk dalam permasalahan gizi ganda, yang
artinya bahwa masalah gizi buruk belumlah teratasi namun sudah muncul masalah lagi yaitu
kelebihan gizi. Obesitas merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara tinggi badan dan
berat badan akibat jumlah jaringan lemak tubuh yang berlebihan, umumnya ditimbun dalam
jaringan subkutan, sekitar organ tubuh dan kadang terjadi infiltrasi ke dalam organ tubuh.
Obesitas terdiri dari 2 macam yaitu obesitas umum dan obesitas sentral/abdominal. Obesitas
sentral merupakan salah satu jenis obesitas yang menggambarkan distribusi lemak didaerah
abdomen yang dinilai dari ukuran lingkar pinggang (Waist Circumference) yaitu > 90 cm
untuk laki laki dan >80 cm untuk wanita (Ramachandran 2010 dalam Wiardani dan
Kusumajaya 2018).

Seorang karyawan yang mengalami obesitas karena tidak melakukan olahraga secara
rutin. Aktivitas fisik secara teratur bermafaat untuk mengatur berat badan serta menguatkan
system jaringan dan pembuluh darah. Pekerjaan lapangan atau tidak, hal ini menyebabkan
sedikitnya kesempatan untuk melakukan olahraga walaupun perusahaan telah menyediakan
fasilititas olahraga. Berdasarkan jadwal kerja, ada pekerja yang pulang setiap sore hari serta
pekerja dengan jadwal kerja 5 hari dan 14 hari. Hal ini tentunya dapat memengaruhi aktivitas
fisik khususnya kebiasaan olahraga yang dilakukan. Kebiasaan penduduk Indonesia dalam
mengonsumsi karbohidrat memang sangat tinggi. Di negara berkembang, sebesar 80% total
energi berasal dari sumber karbohidrat, sedangkan untuk negara maju umumnya kontribusi
karbohidrat hanya sekitar 50% energi total sehingga karbohidrat memiliki peran yang sangat
penting dalam terjadinya obesitas. asupan asupan lemak lebih menandakan bahwa menu
makanan yang disediakan oleh katering adalah menu makanan tinggi lemak khususnya lemak
hewani. Jika dalam perusahaan menyediakan makanan berupa catering yang sehat tentu akan
memudahkan para karyawan mengakses makanan sehat dan bergizi. Hal tersebut juga yang
masih menjadi penghalang gizi kerja di Indonesia.
Prinsip penyelenggarakan makan belum sepenuhnya memenuhi. Kita dapat melihat
contoh yang diberikan pada Google NYC yang berinvestasi pada Kesehatan dan
produktivitas. Manfaat menyediakan makanan bagi pekerja di antaranya adalah memperbaiki
status gizi pekerja, meningkatkan kecepatan dan ketelitian dalam bekerja, menghindari waktu
istirahat curian, mencegah kehilangan waktu kerja karena absensi sakit, dan memberikan
keuntungan bagi perusahaan dalam efisiensi penggunaan biaya tertentu serta peningkatan
produktivitas kerja. Disana tidak hanya memberikan makan siang melainkan fasilitas yang
memadai. Menyediakan layanan grab and go untuk karyawan yang terburu-buru untuk
makan. Proses pengolahan makanan juga sangat hygiene dilakukan oleh ahlinya.

Selain itu, pemberian edukasi terkait pentingnya gizi bagi pekerja pun sangat
diperlukan untuk menunjang seluruh upaya-upaya lainnya, karena bagaimana pun kontrol
terhadap pola makan pekerja akan kembali pada diri mereka masing-masing, dan melalui
edukasi lah salah satu metode yang bisa digunakan untuk meningkatkan kesadaran dan
kepedulian mereka terhadap hal tersebut. 

Anda mungkin juga menyukai