1. Contoh kasus:
Kemendikbud melaksanakan kegiatan pengadaan barang berupa penyediaan satu (1) unit
mobil pintar dengan nilai pekerjaan sebesar Rp197.000.000,00., yang akan digunakan
sebagai mobil penyuluhan. Barang milik negara menurut ketentuan PP Nomor 6 Tahun 2006
adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari
perolehan lainnya yang sah. Barang milik negara dapat diperoleh melalui Pengadaan barang
milik negara yang diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2010.
a. Berikan contoh gambaran dan alasan jenis metode pengadaan pada kegiatan
penyediaan barang/pekerjaan konstruksi /jasa lain berdasarkan contoh kasus diatas!
b. Pada pemanfaatannya dilakukan peminjaman barang milik negara pada kasus diatas
yaitu mobil pintar kepada suatu badan hukum. jelaskan proses yang harus dilakukan
pada penggunaan barang milik negara tersebut!
Jawaban :
Pada setiap jenis barang/jasa yang akan diadakan terdapat cara pemilihan penyedia dengan
cara pengadaan langsung. Pengadaan Langsung adalah Pengadaan Barang/Jasa langsung
kepada Penyedia Barang/Jasa, tanpa melalui Pelelangan, Seleksi, atau Penunjukan
Langsung. Menurut pasal 57 ayat (5) Perpres nomor 70 tahun 2012 Pemilihan Penyedia
Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya dengan metode Pengadaan Langsung dilakukan
sebagai berikut:
a. pembelian/pembayaran langsung kepada Penyedia untuk Pengadaan
Barang/Jasa Lainnya yang menggunakan bukti pembelian dan kuitansi, serta
Pengadaan Pekerjaan Konstruksi yang menggunakan kuitansi;
b. permintaan penawaran yang disertai dengan klarifikasi serta negosiasi
teknis dan harga kepada Penyedia untuk Pengadaan Langsung yang
menggunakan SPK.
Pengadaan langsung yang menggunakan kuitansi, menurut pasal 55 Perpres nomor 70 tahun
2012, adalah pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai sampai
dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Sedangkan pengadaan yang menggunakan
SPK adalah pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya dengan nilai sampai
dengan Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan jasa konsultansi dengan nilai
sampai dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Menurut pasal 58 ayat (5) Perpres
nomor 70 tahun 2012 Pemilihan Penyedia Jasa Konsultansi dengan metode Pengadaan
Langsung dilakukan dengan permintaan penawaran yang diikuti dengan klarifikasi serta
negosiasi teknis dan biaya kepada calon Penyedia Berdasarkan pasal 57 dan 58 Perpres
nomor 70 tahun 2012 tersebut maka untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya dengan nilai sampai dengan Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan
jasa konsultansi sampai dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) dilakukan oleh
pejabat pengadaan dengan cara pengadaan langsung.
Prinsip pengadaan tersebut menghendaki agar pengadaan dilakukan dengan cara yang
dapat dipertanggungjawabkan dengan tetap berupaya untuk memperoleh barang yang
berkualitas yang dapat memberi manfaat maksimal, dengan harga termurah di antara
barang dengan kualitas yang sudah ditentukan, mengikutsertakan sebanyak mungkin
penyedia, adil dan transparan serta tidak mengarah ke satu merek tertentu.
Dalam hal pengadaan barang/jasa dilaksanakan dengan cara pengadaan langsung (tanpa
melalui pelelangan/seleksi), sebagian prinsip pengadaan tersebut dapat diabaikan. Prinsip
adil/tidak diskriminatif dan prinsip bersaing diabaikan ketika Pejabat Pengadaan membeli
langsung kepada penyedia tanpa proses lelang/seleksi. Prinsip terbuka dan transparansi
diabaikan ketika Pejabat Pengadaan menunjuk salah satu penyedia untuk melaksanakan
pekerjaan dengan cara pengadaan langsung tanpa pengumuman dan tidak
mengikutsertakan banyak penyedia.
Dalam pelaksanaan pengadaan langsung PPK dan Pejabat Pengadaan memiliki keleluasaan
untuk malaksanakan pengadaan sepanjang tetap berpegang pada prinsipprinsip efisien,
efektif, dan akuntabel. PPK dapat menetapkan secara pasti serta menyebut atau menuliskan
jenis/merek/tipe barang yang akan dibeli. Bahkan khusus untuk pengadaan barang dan jasa
lainnya, menurut pasal 56 ayat (4a) Perpres nomor 70 tahun 2012, penilaian kualifikasi
penyedia tidak harus melalui proses prakualifikasi. Kalaupun persyaratan kualifikasi
penyedia mau dinilai, penilaiannya dilakukan setelah transaksi selesai. Karena transaksi
pengadaan langsung bersifat cash and carry. hasil penilaian tersebut tidak dapat dijadikan
alasan untuk membatalkan transaksi Contohnya pembelian ATK seharga Rp10.000.000,-
(sepuluh juta rupiah) pada sebuah toko pengecer tidak mungkin dibatalkan hanya karena
setelah selesai transaksi diketahui bahwa pengecer tersebut tidak memiliki NPWP dan/atau
SIUP. Perpres tentang pengadaan barang/jasa tidak melarang pengadaan langsung
barang/jasa lainnya kepada pada pengecer yang tidak memenuhi syarat kualifikasi
penyedia. Contoh lainnya pekerjaan jasa seperti perbaikan AC, kebersihan halamam gedung,
pemotongang rumput dengan nilai Rp2.500.000,- boleh saja dikerjakan oleh tukang yang
tidak memiliki NPWP.
Masalah dalam pengadaan langsung kepada pengecer yang tidak memiliki NPWP adalah
terkait kewajiban bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut pajak. Hal tersebut menjadi
salah satu penyebab banyak Pejabat Pengadaan lebih suka menunjuk CV sebagai penyedia
barang/jasa ketimbang membeli langsung ke toko/pengecer. Padahal CV tersebut juga
membeli barang kepada toko/pengecer sehingga harga yang ditawarkan oleh CV tersebut
lebih mahal.
b.2. Pengadaan dengan nilai sampai dengan Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah)
untuk jasa konsultansi, di atas Rp10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) sampai dengan
Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa
lainnya dilakukan oleh Pejabat Pengadaan dengan cara:
✓ membeli langsung kepada penyedia.
✓ menggunakan Harga Perkiraan sendiri (HPS).
✓ negosiasi secara lisan, kesepakatan harga paling tinggi sama dengan harga
dalam rincian HPS.
✓ bukti transaksinya, untuk barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya menjadi
satu dengan bukti pembayaran menggunakan kuitansi, untuk jasa
konsultansi bukti transaksi menggunakan SPK dan bukti pembayarannya
menggunakan kuitansi.
✓ persyaratan kualifikasi penyedia, untuk barang dan jasa lainnya tidak harus
terpenuhi.
b.3. Pengadaan dengan nilai di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai
dengan Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) hanya untuk barang/pekerjaan
konstruksi/jasa lainnya, dilakukan oleh Pejabat Pengadaan dengan cara:
✓ membeli langsung kepada penyedia.
✓ memerlukan penawaran tertulis, untuk itu Pejabat Pengadaan meminta
penyedia mengajukan surat penawaran.
✓ menggunakan Harga Perkiraan sendiri (HPS).
✓ negosiasi dituangkan dalam Berita Acara, kesepakatan harga paling tinggi
sama dengan harga dalam rincian HPS.
✓ bukti transaksi menggunakan SPK, bukti pembayarannya menggunakan
kuitansi.
✓ persyaratan kualifikasi penyedia, untuk barang dan jasa lainnya tidak harus
terpenuhi.
Sehubungan dengan diperlukannya surat penawaran tertulis, HPS, dan negosiasi dalam pengadaan
langsung dengan nilai di atas Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah), perlu dipahami bahwa total
nilai dalam surat penawaran dan total nilai HPS bukan merupakan satu kesatuan yang mengikat.
Oleh karena itu terbuka kemungkinan dilakukan hal-hal berikut:
1. Satu HPS dilaksanakan dengan lebih dari satu kali pengadaan dan/atau lebih dari satu
penyedia barang/jasa. Contohnya dalam HPS tercantum: 3 unit TV, 4 unit kipas angin, 2 unit
kulkas, 2 unit Laptop, 3 unit printer, dan 10 unit korsi. Pelaksanaan pengadaannya Pejabat
Pengadaan meminta ke satu penyedia untuk mengajukan surat penawaran 3 unit TV, 4 unit
kipas angin, dan 2 unit kulkas. Untuk laptop, printer, dan korsi pelaksanaan pengadaannya
dimintakan oleh Pejabat pengadaan kepada penyedia lain dan/atau pada waktu yang lain.
2. Tidak semua barang yang ada dalam surat permintaan penawaran harus dicantumkan dalam
surat penawaran. Contohnya dalam surat permintaan penawaran dari Pejabat Pengadaan,
penyedia diminta untuk mengajukan surat penawaran 3 unit TV, 4 unit kipas angin, dan 2
unit kulkas. Berhubung kulkas tidak tersedia, penyedia hanya mencantumkan dalam surat
penawarannya 3 unit TV dan 4 unit kipas angin.
3. Tidak semua barang yang dicantumkan dalam surat penawaran harus disepakati dalam
proses negosiasi dan dilakukan transaksi. Contohnya dalam surat penawarannya penyedia
menawarkan 3 unit TV dan 4 unit kipas angin. Jika dalam proses negosiasi tidak dicapai
kesepakatan harga kipas angin maka pada akhirnya transaksi antara Pejabat Pengadaan dan
Penyedia hanya pembelian 3 unit TV.
4. Dibolehkan pula penyedia menawarkan barang/jasa melebihi yang tercantum dalam surat
permintaan penawaran. Namun keputusan untuk membeli barang yang ditawarkan ada
pada Pejabat Pengadaan, Contohnya dalam surat permintaan penawaran penyedia diminta
untuk mengajukan penawaran 3 unit TV dan 4 unit kipas angin. Jika disamping 3 unit TV dan
4 unit kipas angin penyedia mancantumkan juga beberapa jenis barang lain dalam surat
penawarannya, maka surat penawaran tersebut tetap sah.
Maka, berdasarkan penjelasan materi diatas, untuk menjawab pertanyaan contoh kasus
diatas :
1. Pengadaan barang yang dilakukan kemendikbud dengan nilai sampai dengan
Rp197.000.000,- (seratus Sembilan puluh tujuh juta rupiah) tidak harus dilakukan
pelelangan/seleksi, tetapi dilakukan dengan pengadaan langsung oleh pejabat
pengadaan kemendikbud.
2. Paket pengadaan kemendikbud yang nilainya tidak lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus
juta rupiah) boleh dipecah menjadi lebih dari satu kali pengadaan langsung.
3. Untuk pengadaan barang mobil pintar kemendikbud, dengan cara pengadaan langsung,
Pejabat Pengadaan boleh menunjuk penyedia yang tidak memenuhi persyaratan
kualifikasi atau membeli barang pada toko/outlet/pengecer milik perseorangan.
4. Pengadaan barang dengan cara Pengadaan Langsung dibolehkan menyebut merek.
Larangan penyebutan merek berlaku untuk dokumen pengadaan sedangkan proses
pengadaan langsung tidak memerlukan dokumen pengadaan karena tidak dilakukan
pelelangan.
5. Penunjukan badan hukum seperti CV, PT, dan Koperasi sebagai penyedia dalam
Pengadaan Langsung, yang didasari pertimbangan bahwa badan hukum tersebut
memenuhi persyaratan kualifikasi pada saat dimana Pejabat Pengadaan dibolehkan
melaksanakan pembelian langsung ke toko tanpa harus melakukan penilaian
persyaratan kualifikasi, menyebabkan harga barang menjadi lebih mahal sehingga
menimbulkan kerugian bagi negara.
2. Dari gambaran kasus diatas klasifikasikan jenis perbuatan melawan hukum yang dilakukan
oleh pemerintah dan berikan analisis berdasar kasus diatas!
Jawaban :
Berdasarkan artikel yang diuraikan dalam soal nomor dua (2), klasifikasi jenis perbuatan
melawan hukum yang dilakukan pemerintah adalah sebagai berikut,:
1. Pengertian Perlawanan Hukum
Perkembangan pengertian perbuatan melawan hukum di negeri Belanda sangat
berpengaruh didalam perkembangan di lndonesia karena kaidah hukum di sana berlaku
bagr negeri jajahannya berdasarkan azas konkordansi termasuk Indonesia. Dalam
perkembangannya pengertian perbuatan melawan hukum mengalami perubahan
dalam tiga periode sebagai berikut :
A. Periode sebelum tahun 1838 Pada periode ini di negeri Belanda belum terbentuk
kodifikasi Burgerlijk Wetboek (BW), sehingga pelaksanaan perlindungan hukum
terhadap perbuatan melawan hukum belum jelas dan belum terarah.
B. Periode antara tahun 1838 -1919 Pada periode ini di negeri Belanda telah terbentuk
kodifikasi BW, sehingga berlakulah ketentuan pasal 1401 BW yang sama dengan
ketentuan 1365 Kitab Undang-undang Hukum Perdata mengenai perbuatan
melawan hukum (Onrechtmatige Daad) yang ditafsirkan sebagai berbuat sesuatu
(aktif) maupunn tidak berbuat sesuatu (pasif) yang merugikan orang lain baik yang
disengaja maupun yang merupakan kelalaian sebagaimana yang diatur dalam
ketentuan pasal 1366 KUH Perdata.
C. Periode setelah tahun 1919 Periode ini merupakan dasar dan permulaan pengertian
baru perbuatan melawan hukum dan sekaligus merupakan koreksi terhadap paham
kodifikasi yang sempit dan ajaran legisme yang hanya memandang aturan tertulis
atau kebiasaan yang diakui tertulis sebagai hukum.
Tuntutan utama gugatan di peradilan Tata Usaha Negara adalah pernyataan batal
atau tidak syah keputusan TUN yang digugat, meskipun dapat disertai tuntutan ganti rugi
akan tetapi menurut ketentuan pasal 3 PP No 43 tahun 1991 tentang ganti rugi dan tata cara
pelaksanaannya, maksimal hanya lima juta rupiah.
4. Perbuatan Pemerintah
Rumusan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang bertaku dalam pasal 1
angka 2 tersebut menunjukkan bahwa keabsahan perbuatan pemerintah dilahirkan
dari kewenangan yang diberikan oleh negara dan kewenangan tersebut dapat tedadi
dari beberapa hal yaitu :
1. Kewenangan dari Atribusi Yaitu pemberian wewenang pemerintah berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang dibuat oleh orginal Legislator
yaitu MPR sebagai pembentuk konstitusi dan presiden bersama-sama
pemerintah yang melahirkan Undang-undang serta DPRD bersama-sama
pemerintah daerah yang melahirkan peraturan daerah seperti Gubernur yang
diberikan wewenang oleh uu tentang Pemilu anggota DPR, DPRD dan DPD untuk
meresmikan keanggotaan DPRD.
2. Kewenangan dari Delegasi Yaitu pemberian wewenang pemerintah berdasarkan
pendelegasian dari badan atau jabatan TUN yang telah memperoleh
kewenangan secara atribusi yang bertindak sebagai delegated legislator, seperti
Presiden yang diberikan wewenang untuk menerbitkan Peraturan Pemerintah
kemudian melimpahkan wewenangnya kepada Badan atau jabatan tertentu
dalarn hal ini Badan atau jabatan TIJN yang mendapat limpahan kewenangan
tersebut bertanggung jawab penuh terhadap perbuatannya, sehingga apabila
terjadi perbuatan melawan hukum baik karena sengaja maupun karena
kelalaian maka dialah yang dapat digugat untuk mempertanggungjawabkannya.
3. Kewenangan dari Mandat Yaitu pemberian wewenang pemerintah berdasarkan
hubungan intern seperti Menteri menugaskan Dirjen atau Irjennya untuk atas
nama Menteri melakukan tindakan hukum mengeluarkan keputusan TUN
tertentu. Dalam hal ini tidak terjadi perubahan apa-apa mengenai kewenangan,
wewenang tetap ada pada pemberi mandat, sehingga apabila terjadi kesalahan
maka yang bertangung jawab adalah pemberi mandat (mandans) sedangkan
penerima mandat (mandataris) tidak dapat dikenai pertanggungan jawab
karena dia hanya melaksanakan tugas saja tanpa ada pelimpahan wewenang.
Dengan demikian dari sifat umum dan individualnya tindakan hukum publik
yang bersifat sepihak, maka keputusan TUN yang dapat diterbitkan
Badan/pejabat TUN adalah :
1. Bersifat umum abstrak. seperti Presiden mengeluarkan suatu Peraturan
Pemerintah dalam pelaksanaan suafu ketentuan undang-undang.
2. Bersifat umum kongkrit. seperti Gubernur mengeluarkan keputusan yang
menyatakan bahwa daerahnya terjangkit penyakit busung lapar.
3. Bersifat individual abstrak. seperti izin untuk mendirikan pabrik cat yang
disertai bermacam-macam syarat atau ketentuan-ketenfuan, umpama
tentang tata cara pembuangan air limbah pabrik yang bersangkutan.
4. Bersifat individual kongkrit. seperti penetapan pengangkatan sebagai PNS,
penetapan pajak dlf.
Jawab :
Pendapatan Asli Daerah adalah hak pemerintah daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan
bersih yang diperoleh dari Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Peengelolaan Kekayaan Daerah yang
Dipisahkan serta Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah, sebagaimana yang tercantum dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 285 ayat (1),
Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah pada Pasal 21
ayat (1) dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah pda Pasal 26 ayat (1). Pengertian pendapatan asli daerah seharusnya tidak perlu
menjadi perdebatan lagi karena dalam peraturan peundang-undangan sudah diatur dengan jelas,
objek pendapatan asli daerah dalam pelaksanaannya harus memiliki dasar hukum yang jelas untuk
dipungut atau tidaknya. Untuk Pajak Daerah dan Retribusi Daerah diatur dengan Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan pelaksanaan di Daerah harus
diatur dengan Peraturan Daerah, dan Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan diluar yagn
telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah pada Pasal 286 ayat (2). Peraturan Daerah sebagai dasar
pelaksanaan merupakan persyaratan mutlak bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan pungutan,
karena SKPD dilarang melakukan pungutan selain yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah sesuai
Pasal 58 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 hal ini juga diatur dalam Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah pada
Pasal 128 ayat (2).
Maka berdasarkan rincian perundang undangan diatas, jika PBB suatu daerah Rp.100.000.000,00
(seratus juta rupiah), maka itu adalah menjadi retribusi atau kutipan atau iuran wajib yang diberikan
oleh warga daerah tersebut milik daerah itu sepenuhnya.