Kalimat di atas adalah kutipan kalimat yang diambil dari seorang Guru.
Sebenarnya itu adalah kalimat yang menyatakan keadaan zaman sekarang.
Keadaan seperti itu sekarang menimpa umat Islam. Umat didera berbagai
masalah kehidupan, baik masalah muamalah maupun ibadah. Celakanya, dalam
memecahkan masalah-masalah tersebut, umat tidak selalu menggunakan jalan
yang baik, terkadang jalan yang buruk pun diambil, karena memang batas antara
baik dan buruk saat ini sudah tidak begitu terlihat.
Mayoritas umat tidak mampu melihat akar persoalan yang tengah membelit
mereka. Ketidakmampuan mengidentifikasi persoalan besar yang menghadang
umat ini berakibat pada perumusan problem solving yang keliru dalam
mengatasi persoalan tersebut.
Masih banyak kaum muslim yang masih percaya bahwa sistem demokrasi dapat
menyelesaikan persoalan umat. Berkali-kali sejumlah harakah islamiyyah dan
partai politik Islam terjun ke arena demokrasi untuk mengulang kegagalan yang
sama. FIS di Aljazair sudah menjadi contoh nyata betapa demokrasi tidak akan
pernah berpihak sedikitpun pada perjuangan Islam. Demokrasi mengkhianati
sendiri konsepnya bahwa suara mayoritas akan berkuasa. FIS yang menang
telak memperoleh suara mayoritas, akan tetapi justru dibunuh sendiri oleh pisau
demokrasi.
Namun, pelajaran dari FIS ternyata tidak membuat jera sebagian umat ini. Di
Mesir, Ikhwanul Muslimin akhirnya menjadi tumbal demokrasi pasca jatuhnya
rezim Mubarak. Presiden Mursi yang terpilih secara konstitusional
digulingkan oleh militer dukungan AS. Lagi-lagi kredo demokrasi tentang suara
mayoritas tak berlaku bagi perjuangan Islam.
Katarak politik semakin nyata manakala ditawarkan pada mereka kewajiban
menegakkan Khilafah sebagai problem solving, sebagian dari mereka
memberikan bantahan. Mereka menganggap bahwa ide ini utopis dan hanya
bagian dari romantisme sejarah. Padahal penolakan dan tuduhan yang mereka
lontarkan sungguh amat lemah dan tak berharga dalam timbangan syariah Allah
SWT.
Kebathilan Demokrasi
Demokrasi bisa diartikan sebagai kekuasaan rakyat, yang artinya pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Dalam demokrasi, kedaulatan dan
kekuasaan ada di tangan rakyat, yang kemudian diberikan kepada wakil-wakil
mereka di parlemen. Pada akhirnya, merekalah yang berdaulat membuat
hukum-hukum sesuai dengan keinginan mereka.
Dari sudut pandang akidah Islam, ini merupakan konsep rusak dan
menyesatkan, karena demokrasi memberikan posisi bahwa kedaulatan atau hak
mutlak untuk membuat hukum ada pada manusia/ rakyat. Padahal dalam Islam
kedaulatan (hak membuat hukum) berada di tangan Al-Musyari‟ yakni Allah
SWT. Dengan kata lain, dalam Islam, kedaulatan ada di tangan syariah .
Ketetapan ini di dasarkan pada dalil-dalil yang qath’i. Allah SWT berfirman:
َّ ْ ُْ
ِل ُ
ِ ِ ِإ ِن الحكم ِإلا
ْ َْ ْ ُ َّ َ ْ َ ْ َ َ
… …ليسجخ ِلفنهم ِفى الار ِض
Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia
(selama) kamu menyuruh (berbuat) yang makruf, mencegah dari yang
mungkar, dan beriman kepada Allah. Seandainya Ahlulkitab beriman,
tentulah itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada yang beriman dan
kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik. (TQS Ali Imran :110)
Keempat, adanya kelompok atau thaifah yang memperjuangkan tegaknya
kembali Khilafah. Maksudnya, di samping adanya janji Allah SWT, kabar
gembira dari Rasulullah SAW serta dukungan umat yang berkarakter seperti
para sahabat Nabi SAW, munculnya kelompok/ jamaah yang senantiasa
memperjuangkan tegaknya syariah kaffah menjadi argumentasi normatif bahwa
Khilafah bukanlah utopis.
Untuk itu, kita juga harus selalu meyakini hadits Rasulullah SAW tentang
keberadaan para pejuang pengemban dakwah Islam di tengah masyarakat yang
senantiasa sabar menanti keputusan-Nya.
”Akan selalu ada thaifah/ kelompok yang akan selalu memperjuangkan
kebenaran, tidak membahayakan mereka siapa saja yang hendak
menghinakan dan menyalahi mereka hingga tiba hari kiamat nanti”. (HR
Bukhari Muslim).
Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi kita untuk memiliki keyakinan yang
kuat akan kembalinya Khilafah. Akan tetapi Khilafah tidak bisa terwujud
kecuali dengan perjuangan yang optimal serta penuh keikhlasan dari
Kaum muslimin.