Anda di halaman 1dari 62

1

TIM PENYUSUN

Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan


Dengue Dengan Metode Wolbachia

Pengarah:
Budi G Sadikin
Menteri Kesehatan RI
Dr. dr. Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
dr. Maria Endang Suwiwi, MPH
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
dr. Imran Pambudi, MPHM
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular
Koordinator:
dr. Asik, MPPM
Ketua Tim Kerja Arbovirosis

Editor:
dr. Fadjar SM. Silalah (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Burhannudin Thohir, SKM (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Warsito Tantowijoyo, Phd (WMP Yogyakarta)
dr. Citra Indriani, MPH (Universitas Gajah Mada)
Endah Supriyati, SGz (WMP Yogyakarta)

Penyusun:
Prof. dr. Adi Utarini, MSc., MPH, PhD (Universitas Gajah Mada)
Prof. Dr. Mohamad Sudomo (Ketua Komli)
dr. Riris Andono Ahmad, MSc., PhD (Universitas Gajah Mada)
dr. Eggy Arguni, MSc.,Sp.A(K) (Universitas Gajah Mada)
dr. Iriani Samad, MSc (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Dr. Agus Handito, SKM, M. Epid (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
dr. Astrid Septrisia Paat (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
dr. Dyana Gunawan (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Agus Sugiarto, SKM., M.Kes (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)

2
Nurlina, SKM, MKKK (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Erliana Setiani, S.K.M., MPH (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Desfalina Aryani, S.K.M. (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Anzala Khoirun Nisa, S.K.M (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Jeffrynsen Immanuel, SKM (Anggota Tim Kerja Arbovirosis)
Widi Nugroho, SE, MMT (WMP Yogyakarta)
Ranggoaini Jahja, S. Psi. M. Hum (WMP Yogyakarta)
Antonius Nur Hadi Kusno (WMP Yogyakarta)
Evy Gustiana (WMP Yogyakarta)
Equatori Prabowo, ST (WMP Yogyakarta)
Achmad An’am Tamrin (WMP Yogyakarta)
Ari Yuliandi, SH, MH (Sekretaris Ditjen P2P)
Yahiddin Selian, SKM, M.Sc (Direktorat Surveilans dan
Kekarantinaan Kesehatan)
Dr. drh. Sugiarto, MSi (Direktorat Surveilans dan
Kekarantinaan Kesehatan)
dr. Bagus Febrianto.M.Sc (Kepala B2P2VRP Salatiga)
Lulus Susanti.SKM MPH (B2P2VRP Salatiga)

Kontributor:
Widi Hartatiek, S.Si., Apt. MM (BBTKLPP Surabaya)
Dr. dr. Mochamad Abdul Hakam, Sp.PD, FINASIM
(Kepala Dinas Kesehatan Kota
Semarang)
dr. Darmawali Handoko, M.Epid. (Kepala BBTKL PP Yogyakarta)
Priagung Adhi Bawono, SKM. M. Med., SC(PH)
(Kepala BBTKL PP Banjarbaru)
DR. dr. Irene, MKM (Kepala BBTKL PP Jakarta)
Bunga Mayung Datu Linggi, SKM, M.Kes (Kasubag Adum Direktorat P2PM)
Zamora Bardah, SH, MKM (Sekretaris Ditjen P2P)
Andry Hadi Utomo, S.H (Sekretaris Ditjen P2P)
Dr. apt. Muhamad Syaripuddin.,SSi.,MKM (Pusat Kebijakan Kesehatan Global
dan Teknologi Kesehatan)
Dian Perwitasari, SKM, M.Biomed (Pusat Kebijakan Kesehatan Global
dan Teknologi Kesehatan)
Sugiharti, SKM, MKM (Pusjak KGTK)
Nanda Probo Dewanto, A.Md. (Direktorat Promosi Kesehatan)
Agus Ari Wibowo, SKM, M.Sc (BBTKLPP Jakarta)
Dinda Sekar Mentari, SKM (BBTKLPP Jakarta)

3
Indah Nur Haeni, SSi, MSc (BBTKLPP Yogyakarta)
Dr. Andiyatu Sanusi, S.K.M., M.Si. (BBTKLPP Yogyakarta)
Dr. Andiyatu, S.K.M., M.Si. (BBTKLPP Yogyakarta)
Widi Hartatiek, S.Si., Apt. MM (BBTKLPP Surabaya)
Juniarsih SKM.M.Kes (BBTKLPP Surabaya)
Hamidi Nasroem, SKM., M.Kes (BBTKLPP Banjarbaru)
Evi Sulistyorini, SKM, M.Si (B2P2VRP Salatiga)
Ary Oktsari Yanti S, SKM (B2P2VRP Salatiga)
Riyani Setiyaningsih, S.Si. M.Sc (B2P2VRP Salatiga)
drg. Dhihram Tenrisau, M.Epid (Passkas)
Aan Aryanti, SKM (Dinas Kesehatan Prov DKI Jakarta)
Rizka Panji Hidayaty, SKM (Dinas Kesehatan Prov Jawa Barat)
Tri Dewi Kristini,SKM,MKes(Epid) (Dinas Kesehatan Prov Jawa Tengah)
Poppy Kurnia Galuh T K, S.Si, M.Si (Dinas Kesehatan Prov Kaltim)
Yane Ndapaole,SKM,M.Sc (Dinas Kesehatan Provinsi NTT)
Drg. Retnowati M. Kes (Dinas Kesehatan Kota Kupang)
dr. Maria Imakulata Husni (Dinas Kesehatan Kota Kupang)
Tiurmasari Elisabet Saragih, SKM., M.Sc (Dinas Kesehatan Kota Kupang)
Nur Dian Rakhmawati, S.Kep, Ns, MPH (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
Haryati, M.Kes (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
Wiwik Dwi Lestari, S.K.M (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
Muhammad Ihsan, S.KM (Dinas Kesehatan Kota Semarang)
dr. Arum Ambarsari, M.Epid (Suku Dinas Kesehatan Kota Jakbar)
Yuyun Ashari, SKM (Suku Dinas Kesehatan Kota Jakbar)
Miriansya SKM., MMRS (Dinas Kesehatan Kota Bandung)
dr. Ira Dewi Jani, MT. (Dinas Kesehatan Kota Bandung)
dr. Intan Annisa Fatmawaty (Dinas Kesehatan Kota Bandung)
Yusuf Lensa Hamdan, S.KM., M.K.M (Dinas Kesehatan Kota Bontang)
Muhammad Ramsi, S.KM (Dinas Kesehatan Kota Bontang)
Adi Permana, S.KM., M.M (Dinas Kesehatan Kota Bontang)

Diterbitkan Oleh :
Kementerian Kesehatan RI
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang
Dilarang memperbanyak buku ini sebagian atau seluruhn-
ya dalam bentuk dan dengan cara apapun juga, baik secara
mekanis maupun elektronik termasuk fotokopi rekaman dan
lain-lain tanpa seijin tertulis dari penerbit

4
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN PENYAKIT
NOMOR: HK.02.02/C/573/2023
TENTANG
PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT PENANGGULANGAN DENUE
DENGAN METODE WOLBACHIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


PENYAKIT,

Menimbang : a. bahwa Dengue merupakan salah satu


masalah kesehatan masyarakat yang
menimbulkan kesakitan dan kematian
yang tinggi di Indonesia secara nasional
sehingga perlu dilakukan upaya
penanggulangan yang salah satunya
melalui Intervensi Vektor dengan metode
memanfaatkan nyamuk Aedes ber-
Wolbachia;
b. bahwa dengan ditetapkannya
Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor HK.01.07/Menkes/1341/2022
tentang Penyelenggaraan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan
Metode Wolbachia, perlu menetepkan

5
Keputusan Direktur Jenderal Pencegahan
dan Pengendalian Penyakit tentang
Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Pilot
Project Penanggulangan Dengue Dengan
Metode Wolbachia.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009


tentang Kesehatan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor
144, Tambahan Lembaran Negara Nomor
5063);
2. Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun
2021 tentang Kementerian Kesehatan
(Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2021 Nomor 83);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 82
Tahun 2014 tentang Penanggulangan
Penyakit Menular (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 1755);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 5
Tahun 2022 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kesehatan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 156);
5. Keputusan Menteri Kesehatan
Nomor: HK.01.07/Menkes/1341/2022
tentang Penyelenggaraan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan
Metode Wolbachia.

6
MEMUTUSKAN:

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL


PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
PENYAKIT TENTANG PETUNJUK TEKNIS
PENYELENGGARAAN PILOT PROJECT
PENANGGULANGAN DENGUE DENGAN
METODE WOLBACHIA.

KESATU : Menetapkan Petunjuk Teknis Penyelenggaraan


Pilot Project Penanggulangan Dengue Dengan
Metode Wolbachia yang selanjutnya disebut
Petunjuk Teknis sebagaimana tercantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal
ini.
KEDUA : Petunjuk Teknis sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KESATU menjadi acuan bagi pengelola
program baik pusat maupun daerah, tenaga
kesehatan, dan pemangku kepentingan
terkait dalam menyelenggarakan Pilot Project
Penanggulangan Dengue Dengan Metode
Wolbachia di kabupaten/kota yang telah
ditetapkan.
KETIGA : Pendanaan penyelenggaraan Penanggulangan
Dengue Dengan Metode Wolbachia
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah, dan/atau sumber dana lain
yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

7
KEEMPAT : Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku
pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Februari 2023

DIREKTUR JENDERAL PENCEGAHAN


DAN PENGENDALIAN PENYAKIT,

MAXI REIN RONDUNUWU

8
DAFTAR ISI

Tim Penyusun .................................................................................................... 2

SK Dirjen P2P .................................................................................................... 5

Daftar Isi .............................................................................................................. 9

Bab I PENDAHULUAN .................................................................................11

A. Latar Belakang .............................................................................. 11

B. Tujuan ............................................................................................... 13

C. Strategi ............................................................................................. 13

Bab II PERSIAPAN ...................................................................... 17

Bab III EPIDEMIOLOGI ............................................................... 21

A. Mekanisme Kerja Teknologi Wolbachia Melawan Virus


Dengue ............................................................................................21

B. Dampak Teknologi Wolbachia Terhadap Dengue .........21

C. Efek Teknologi Wolbachia Terhadap Manusia .................23

D. Efek Teknologi Wolbachia Terhadap Lingkungan ...........23

E. Penerapan Teknologi Wolbachia ...........................................24

Bab IV TAHAP PERSIAPAN ........................................................ 25

9
A. Penyiapan Masyarakat ...............................................................25

B. Strategi Penyiapan Masyarakat .............................................27

C. Penentuan Target Wilayah Release dan Peta (grid) Penitipan


Ember ...............................................................................................29

D. Penyiapan Nyamuk Berwolbachia .........................................30

E. Penyiapan Fasilitas ......................................................................38

F. Penyiapan SDM ............................................................................39

G. Sistem QA .......................................................................................40

Bab V PELAKSANAAN ............................................................... 42

A. Peningkatan Kapasitas Kader Sebagai Pelaku Penitipan


Ember atau Penyebaran Nyamuk Ber-Wolbachia............42

B. Penyiapan Logistik .....................................................................43

Bab VI MONITORING DAN EVALUASI ..................................... 46

Bab VII PENCATATAN DAN PELAPORAN ................................. 48

A. Pencatatan ......................................................................................48

B. Pelaporan .......................................................................................50

Bab VIII PENUTUP ....................................................................... 52

Lampiran ....................................................................................... 53

10
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Infeksi dengue merupakan salah satu masalah
kesehatan di Indonesia. Infeksi dengue dikenal dalam 2
spektrum penyakit, yaitu dengan sebutan demam dengue (DD;
atau dengue fever, DF) untuk infeksi dengue yang ringan, dan
demam berdarah dengue (DBD; atau dengue haemorrhagic
fever, DHF) untuk infeksi dengue yang disertai kebocoran
plasma sehingga menyebabkan penyakit yang lebih berat,
yang kemudian juga dapat menyebabkan kematian akibat
syok (sindrom syok dengue, SSD; dengue shock syndrome,
DSS). Dengue pertama kali dilaporkan di Jakarta dan Surabaya
pada tahun 1968. Setelahnya, kasus dengue dilaporkan hampir
di seluruh kabupaten/kota di Indonesia, dan hingga saat
ini terjadi tren peningkatan kasus. Pada tahun 2020, angka
kesakitan (incidence rate atau IR) DBD di Indonesia adalah
39,9 per 100.000 penduduk,
Wolbachia adalah bakteri alami, simbion yang umum
ditemukan di hewan arthropoda (berbuku buku), termasuk
serangga. Wolbachia mempunyai ribuan strain yang berasosiasi
dengan berbagai jenis inang (serangga) dan mempunyai peran
yang berbeda-beda di setiap inangnya. Peran peran itu antara
lain, meningkatkan atau menurunkan kebugaran (fitness),
feminisasi atau mengubah rasio betina lebih besar dibanding
jantan melalui mekanisme male killing dan perubahan seksual
embrio dari jantan ke betina, mengubah perannya misalnya dari
tidak hama menjadi hama tanaman, ketidaksesuaian sperma

11
dan sel telur dan lain-lainnya. Hasil studi yang dilakukan oleh
World Mosquito Program Yogyakarta (WMP Y) menunjukkan
bahwa Wolbachia sangat umum (lebih dari 50%) ditemukan
di serangga-serangga yang ada di sekitar hunian, area kebun,
dan area pertanian, diantaranya ditemukan di lebah, capung,
kupu-kupu, dan lain-lain.
Wolbachia diidentifikasi pertama kali pada tahun
1924 oleh Marshall Hertig dan Simeon Burt Wolbach.
Wolbachia kemudian dideskripsikan sebagai spesies
(Wolbachia pipientis) pada tahun 1936 oleh Marshall Hertig.
Fenomena ketidaksesuaian sperma dan telur ditemukan pada
tahun 1971. Potensi Wolbachia sebagai penghambat transmisi
dengue ditemukan di tahun 2008, yang selanjutnya di uji
lapangan pada tahun 2015, dan WMP Y membuktikan efikasi
Wolbachia terhadap kasus dengue di tahun 2020.
Wolbachia adalah teknologi pelengkap dari program
pengendalian dengue yang sudah ada. Teknologi-teknologi
yang dilakukan di program nasional menyasar pada 1) sisi
mengurangi gigitan nyamuk dengan program pengendalian
populasi, seperti PSN, Fogging, 3M dll, dan 2) meningkatkan
kualitas penanganan medis sehingga fatalitynya menurun.
Wolbachia melengkapi pada sisi 3) mengurangi potensi nyamuk
sebagai vektor, yaitu dengan mekanisme penghambatan
replikasi virus dengue yang diperankan oleh Wolbachia. Jadi
teknologi Wolbachia tidak untuk menggantikan program
yang sudah ada, namun teknologi Wolbachia harus menjadi
bagian dari program tersebut, dan integrasi ini kemungkinan
akan memberikan dampak penurunan kasus dengue yang
signifikan.

12
B. Tujuan
Petunjuk Teknis ini bertujuan untuk memberikan
acuan bagi pengelola program baik pusat maupun daerah,
tenaga kesehatan, dan pemangku kepentingan terkait dalam
menyelenggarakan Pilot Project Penanggulangan Dengue
Dengan Metode Wolbachia di kota yang telah ditetapkan,
yaitu di kota yang memiliki angka insiden atau kesakitan
Dengue tinggi, sebagai berikut:
1. Kota Bandung;
2. Kota Administrasi Jakarta barat;
3. Kota Bontang;
4. Kota Kupang; dan
5. Kota Semarang.
C. Strategi
1. Penguatan Advokasi dan Koordinasi Lintas Program dan
Lintas Sektor
Permasalahan Dengue tidak dapat diselesaikan
oleh sektor kesehatan saja dan membutuhkan waktu
yang cukup panjang dalam penyelesaiannya. Secara
umum permasalahan Dengue Dengue meliputi
pelaksanaan program yang belum berkesinambungan,
kurangnya perhatian dari pemangku kepentingan dan
ketersediaan sumber daya yang belum memadai untuk
pelaksanaan program di daerah.
Pelaksanaan program yang belum
berkesinambungan tercermin dari fluktuatifnya jumlah
penemuan kasus baru aktif. Hal ini sesuai dengan
fakta biologis bahwa masa inkubasi Dengue Dengue
yang panjang mengharuskan adanya kesinambungan
Penanggulangan Dengue Dengue di daerah dari tahun
ke tahun.

13
Oleh karena itu dibutuhkan komitmen dari
pemangku kepentingan melalui penguatan advokasi
serta koordinasi dan kerja sama lintas program dan
lintas sektor dalam Penanggulangan Dengue Dengue
sesuai tugas dan fungsi serta kewenangan masing-
masing. Untuk memperoleh komitmen Pemerintah
Daerah dalam Penanggulangan Dengue Dengue, dapat
dilakukan melalui advokasi agar memperoleh dukungan
kebijakan. Kebijakan ini mencakup terjaminnya
ketersediaan sumber daya untuk Penanggulangan
Dengue Dengue serta penghapusan stigma terhadap
orang yang sedang dan pernah mengalami Dengue
Dengue beserta keluarganya.
Kebijakan Dengue Dengue nasional perlu
terus disosialisasikan ke Pemerintah Daerah provinsi
dan kabupaten/kota sebagai acuan dalam pelaksanaan
program Penanggulangan Dengue Dengue di daerah

2. Penguatan Peran Serta Masyarakat dan Organisasi


Kemasyarakatan
Masyarakat dan organisasi kemasyarakatan
mempunyai peran penting dalam Penanggulangan
Dengue Dengue. Peran masyarakat dan organisasi
kemasyarakatan yang dapat dilakukan antara lain:
a. penemuan Pasien Dengue Dengue yang dapat
dilakukan melalui penemuan kasus secara aktif,
pasif, intensif, dan masif, berbasis keluarga atau
masyarakat.
b. penemuan kasus melalui kolaborasi kader
kesehatan, tokoh agama, tokoh masyarakat dan
lintas sektor lainnya.
c. penyebarluasan informasi tentang Dengue

14
Dengue untuk edukasi kepada masyarakat agar
mendapatkan pemahaman yang benar tentang
Dengue Dengue.
3. Penyediaan Sumber Daya yang Mencukupi dalam
Penanggulangan Dengue Dengue
Ketersediaan sumber daya yang memadai baik
secara kuantitas maupun kualitas sangat dibutuhkan
dalam Penanggulangan Dengue Dengue. Penyediaan
sumber daya antara lain melalui peningkatan kapasitas
petugas kesehatan, pelibatan masyarakat, penyediaan
dana serta logistik di semua tingkatan baik di Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, maupun di fasilitas pelayanan
kesehatan.
Untuk itu dukungan Pemerintah Daerah
dalam program Dengue Dengue sangat dibutuhkan
terutama dalam era desentralisasi ini, untuk memastikan
kesinambungan kegiatan dan pelayanan program di
daerah. Dukungan yang diharapkan terutama dalam
ketersediaan dana dan sumber daya manusia yakni
tenaga kesehatan dan masyarakat terlatih.

4. Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan serta


Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan
Dengue
Surveilans Dengue merupakan kegiatan penting
untuk memperoleh data epidemiologi yang diperlukan
dalam sistem informasi program Penanggulangan
Dengue. Surveilans Dengue dilakukan pada survei data
kasus infeksi Dengue.
Fasilitas pelayanan kesehatan milik masyarakat/

15
swasta diharapkan berkontribusi dalam pelaksanaan
surveilans penemuan kasus Dengue melalui koordinasi
dengan Puskesmas setempat. Melalui Surveilans
Dengue yang baik maka pencapaian maupun kendala
dalam menuju Eliminasi Dengue dapat diantisipasi dan
diatasi dengan tanggap.

16
BAB II
PERSIAPAN

Rencana Kegiatan

Rencana Kegiatan per kota sebagai lokus


penyelenggaraan Pilot Project Penanggulangan Dengue
Dengan Metode Wolbachia

17
18
19
20
BAB III
EPIDEMIOLOGI

A. Mekanisme kerja teknologi Wolbachia melawan Virus


Dengue
Wolbachia pada Ae. aegypti tidak mengubah karakter
biologi dan behaviournya tapi menghambat replikasi dengue.
Mekanisme penghambatan sudah banyak dikaji. Mekanisme
itu antara lain: 1) menginduksi produksi O tertentu dari sel yang
merupakan toksin dari Virus, 2) menginduksi hormonal yang
menyebabkan virus tidak bisa berkembang, 3) meningkatkan
fitnes dari nyamuk sehingga mampu mencounter infeksi
virus dan penyakit lainnya, dan yang lebih umum adalah 3)
kompetisi makanan antara Wolbachia dengan virus dengue.

B. Dampak teknologi Wolbachia terhadap dengue


Indonesia khususnya Yogyakarta menjadi wilayah
pertama di Dunia yang berhasil membuktikan efikasi atau
dampak dari pelepasan nyamuk ber-Wolbachia ber-skala luas
dari rangkaian penelitian yang telah dilakukan WMP Yogyakarta.
Desain Penelitian pertama, studi kuasi eksperimental dilakukan
di Kota Yogyakarta, yaitu di sisi wilayah barat sebagai wilayah
intervensi (Kecamatan Tegalrejo dan Wirobrajan) dan wilayah
timur sebagai wilayah kontrol (Kecamatan Kotagede).
Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia dilakukan selama
7 bulan pada bulan Agustus 2016-Februari 2017, dan kasus
dengue diidentifikasi dari sistem surveilans dengue oleh Dinas
Kesehatan Kota pada periode sebelum dan setelah intervensi

21
(2006-2019). Hasil kuasi eksperimental menunjukkan bahwa
Wolbachia dapat menurunkan 76% dengue di daerah
penelitian (Indriani, Citra et al. 2020).
Penelitian kedua, yaitu studi Aplikasi Wolbachia
dalam Eliminasi Dengue (AWED) dengan rancangan Cluster
Randomized Trial Control Trial (CRCT) dimulai pada tahun
2017, di Kota Yogyakarta (menggunakan wilayah yang berbeda
dengan penelitian pertama), dan Sewon, Bantul. Dalam studi
CRCT ini, WMP Yogyakarta membagi wilayah Kota Yogyakarta
dan Sewon, Bantul, menjadi 24 klaster, dan menitipkan ember
berisi telur nyamuk di rumah orang tua asuh dan fasilitas
umum di 12 klaster yang menjadi daerah kontrol, dan 12
klaster yang tidak disebari telur nyamuk ber-Wolbachia yang
menjadi daerah pembanding.
Hasil utama study CRCT ini menunjukkan bahwa
Wolbachia efektif menurunkan kasus dengue sebesar 77%,
bahkan Wolbachia juga efektif menekan insiden dengue dari
4 strain yang umum ditemukan di Indonesia (DENV 1 - DENV
4). Selain itu, dari hasil studi ini juga membuktikan bahwa
Wolbachia dapat mengurangi hospitalisasi atau rawat inap
karena dengue di Rumah Sakit sebesar 86% (Utarini, Adi et
al. 2021) . intervensi juga Wolbachia tidak menginduksi atau
menyebabkan terjadinya mutasi virus ke arah yang lebih
berbahaya. secara kontinue melakukan test membandingkan
Wolbachia di inang aslinya dengan yang ada di Ae. aegypti,
dan sampai saat ini tidak ada indikasi terjadinya mutasi.
Dari berbagai bukti ilmiah yang telah dikumpulkan,
baik dari hasil studi yang dilakukan di Indonesia maupun
di negara lain seperti Brazil, Vietnam dan Australia menjadi
dasar analisis dan kajian yang dilakukan oleh VCAG-WHO
(Vector Control Advisory Group – World Health Organization).
Badan ini merupakan badan independen WHO yang

22
berperan sebagai Dewan Penasehat untuk Pengendalian
Vektor. Dari hasil kajian ini, VCAG merekomendasikan WHO
untuk mengembangkan pedoman rekomendasi pelepasan
Wolbachia untuk pengendalian dengue (VCAG, 2021)

C. Efek teknologi Wolbachia terhadap manusia


Wolbachia aman terhadap manusia, karena 1)
Wolbachia hanya bisa hidup di sel serangga, tidak bisa hidup
di sel manusia/mamalia, 2) ukuran sel Wolbachia lebih besar
dibandingkan probosis nyamuk, sehingga kalaupun nyamuk
menggigit manusia, Wolbachia tersaring karena ukurannya.
Wolbachia juga hanya bisa hidup di sel hidup, sehingga pada
saat nyamuk menggigit manusia, kalaupun Wolbachia terikut
dalam saliva nyamuk, selain sudah tersaring, Wolbachia ini
dalam kondisi mati karena saliva bukan sel, 3) Kalaupun misalnya
nyamuk ber-Wolbachia tidak sengaja tertelan oleh manusia,
maka ketika nyamuk tertelan dan mati, maka sel Wolbachia
yang di dalamnya juga akan mati. Bukti-bukti keamanan pada
manusia: 1) Manusia sudah berinteraksi dengan Wolbachia
sangat lama, dan sampai saat ini tidak pernah dilaporkan ada
penyakit yang disebabkan oleh Wolbachia, 2) Secara rutin,
Tim Peneliti mengetes volunter pemberi makan nyamuk.
Rata-rata velunter sudah memberi makan nyamuk lebih dari
5 tahun, dengan intensitas yang sangat tinggi yaitu 1 minggu
sekali dengan jumalh nyamuk yang banyak. Testing dilakukan
dengan mengambil sampel darah dari volunter tersebut dan di
test antibodinya. Hasil menunjukkan bahwa tidak ditemukan
antibodi terhadap adanya Wolbachia di darah semua volunter
yang diuji.

D. Efek teknologi Wolbachia terhadap lingkungan


Wolbachia aman terhadap lingkungan. Wolbachia

23
hanya hidup di sel hidup, sehingga tidak mungkin menjadi
polutan di udara, air dan tanah. Wolbachia hanya bisa
ditularkan lewat jalur pewarisan, sehingga kecil kemungkinan
Wolbachia berpindah ke jenis serangga/makluk yang lain.
Di Ae. aegypti sendiri, Wolbachia tidak mengubah resistensi,
sehingga tidak memicu penggunaan insektisida.
E. Penerapan teknologi Wolbachia
Penggunaan pendekatan Wolbachia sebagai
population replacement dengan memfungsikan Wolbachia
sebagai penghambat replikasi virus dengue sehingga potensi
nyamuk sebagai vektor menjadi kecil. Dalam pendekatan
ini, Ae. aegypti ber-Wolbachia dilepaskan ke habitat alami,
dan melalui perkawinan, Wolbachia diturunkan ke generasi
berikutnya. Pelepasan nyamuk ber-Wolbachia bisa dilakukan
melalui nyamuk dewasa atau telur, dan keduanya mampu
menghasilkan perkembangan Wolbachia yang sama baiknya.
Namun pelepasan nyamuk dewasa kurang disukai masyarakat
karena peningkatan concern kenyamanan yang langsung
terasa.

Di Sleman dan Bantul, teknologi Wolbachia menjadi


bagian dari program pengendalian demam berdarah Pemkab
melalui Dinkes. Dalam implementasinya, pemkab adalah
pemilik dan pelaku implementasi, dan kader sebagai pelaksana
penitipan ember. Di Sleman, penitipan telur dilakukan dari
Agustus 2021-Januari 2022, dengan proporsi Wolbachia saat
monitoring terakhir (Januari 2022) mencapai 70%. Di Bantul,
implementasi baru dimulai dan penitipan ember direncanakan
akan dilakukan pada Mei-November 2022.

24
BAB IV
TAHAP PERSIAPAN

A. Penyiapan Masyarakat
1. Meningkatkan pelibatan masyarakat yang
berkesinambungan

Pelibatan masyarakat dan kelompok berdaya di


masyarakat sangat penting dalam perilaku pencegahan
dengue, pelaporan tersangka dengue dan mengenali
tanda bahaya dengue. Masyarakat ditempatkan sebagai
subjek yang dapat melakukan tindakan pencegahan
dengue secara mandiri. Upaya intervensi yang akan
dilakukan adalah: (1) Meningkatkan komunikasi,
informasi dan edukasi (KIE) menggunakan pendekatan
sosioantropologi, communication for behavioral impact
(COMBI), atau lainnya ke masyarakat dan kelompok
berisiko tentang pencegahan dengue, PSN dan tanda
bahaya dengue melalui kegiatan diseminasi informasi
di berbagai media; (2) Melibatkan dan memberdayakan
masyarakat, kelompok masyarakat berdaya dalam
pencegahan dan penanggulangan dengue, melalui
kegiatan Lomba Desa Siaga memanfaatkan indikator
vektor dengan monitoring evaluasi oleh perangkat
desa, pemeriksaan jentik di institusi atau tempat-tempat
umum, kader Jumantik di instansi, keterlibatan kelompok
pramuka, tokoh agama, pesantren dan kampus sehat;
(3) Mengembangkan community championkelompok
sebaya dalam meningkatkan kepedulian masyarakat
tentang dengue; (4) Mengoptimalkan, mengembangkan,
dan mengintegrasikan kelompok masyarakat berdaya

25
dalam memantau dan mengatasi persoalan kesehatan
lingkungan dengan Strategi dan Intervensi 36 37
pendekatan sosioantropologis atau lainnya, melalui
kegiatan pertemuan advokasi untuk menumbuhkan
kepedulian terhadap dengue, melakukan pemicuan tular
vektor, maupun mengembangkan metode lain yang
lokal spesifik; (5) Mengidentifikasi dan mengintegrasikan
strategi partisipasi masyarakat-kelompok komunitas
berdaya ke dalam perencanaan dan pengelolaan wilayah,
terutama wilayah perkotaan yang padat penduduknya;
dan (6) Meningkatkan partisipasi aktif masyarakat dalam
melaporkan kasus suspek dengue ke puskesmas melalui
pelaporan berjenjang menggunakan teknologi terkini.

2. Menjalin kolaborasi dengan LSM peduli lingkungan,


organisasi masyarakat, dan komunitas

Penyakit dengue sangat terkait dengan


intervensi kesehatan lingkungan. Oleh karenanya
sangat penting terjalin kolaborasi dengan LSM peduli
lingkungan, organisasi masyarakat, dan komunitas. Upaya
intervensi yang dilakukan adalah: (1) Mengidentifikasi
dan mendorong peran lembaga/pihak yang relevan
di tingkat nasional dan daerah untuk berpartisipasi
dalam pencegahan dengue dan penanganan KLB; (2)
Mengadvokasi pencegahan fogging yang tidak sesuai
dengan panduan; (3) Mengidentifikasi areaarea yang
potensial untuk kolaborasi dengan lembaga/pihak
terkait menurut wilayah dan karakteristik populasi
tertentu (area kumuh, miskin atau tempat lainnya); dan (4)
Meningkatkan peran LSM peduli lingkungan, organisasi
masyarakat, dan komunitas dalam pencegahan dan
penanggulangan dengue.

26
3. Menguatkan peran media dalam mengedukasi
masyarakat

Media merupakan mitra program


penanggulangan dengue yang mempunyai jangkauan
luas untuk memberikan edukasi masyarakat terkait
pesan-pesan gerakan masyarakat (Germas), kesehatan
lingkungan dan pencegahan dengue. Upaya intervensi
yang dilakukan adalah: (1) Meningkatkan kapasitas
media untuk mengedukasi masyarakat tentang vektor,
kesehatan lingkungan, pencegahan dengue, serta gejala
dan tanda bahaya dengue melalui kegiatan sensitisasi
media nasional dan menguatkan peran daerah dalam
kolaborasi dengan pihak media; dan (2) Meningkatkan
apresiasi/ penghargaan media terhadap inisiatif lokal
masyarakat untuk pencegahan dengue

B. Strategi penyiapan masyarakat

1. Manajemen Organisasi

a. Tujuan: manajemen organisasi pilot project


teknologi Wolbachia yang efektif dan efesien

b. Langkah-langkah

1) Pertemuan koordinasi pemangku kebijakan


(walikota/bupati) dengan stakeholder,lintas
sektor,lintas program, organisasi
masyarakat/LSM.

2) Pembentukan tim pelaksana implementasi


pilot project teknologi Wolbachia dengan
masing-masing tugas pokok,fungsi dan
tanggung jawab di tingkat kota/kabupaten

27
3) Pembuatan SK (Surat Keputusan) atau
Instruksi dari Kepala Daerah dan Pemerintah
Daerah Walikota/Bupati tentang tim
pelaksana (pokja) implementasi pilot project
teknologi Wolbachia.

2. Pelibatan Pemangku Kebijakan (Stakeholder


Engagement)

a. Tujuan: terbentuknya dukungan dan komitmen


semua pihak baik pemerintah daerah maupun
lintas sektor yang terkait dalam implementasi
pilot project teknologi Wolbachia

b. Langkah-langkah

1) Sosialisasi dan advokasi Kepala Daereah dan


Pemerintah Daerah untuk mendukung dan
berkomitmen implementasi pilot project
teknologi Wolbachia

2) Pertemuan koordinasi pemangku kebijakan


(walikota/bupati) dengan stakeholder,lintas
sektor,lintas program, swasta, organisasi
masyarakat/LSM

3) Melakukan pencanagan (lounching) di


wilayah Implementasi pilot project

3. Pelibatan Masyarakat

a. Tujuan: terbentuknya pemahaman yang sama


di masyarakat sehingga meminimalkan bahkan
meniadakan penolakan terhadap implementasi
teknologi Wolbachia.

28
b. Langkah-langkah

1) Sosialisasi tentang teknologi Wolbachia


melalui pertemuan langsung atau tidakm
lansung (sarana online) dengan masyarakat
di wilayah RT/RW, desa/kampung/
kelurahan/kecamatan bahkan sampai
tingkat kota/kabupaten/provinsi.

2) Melakukan pelatihan-pelatihan untuk kader

4. Media dan Komunikasi

a. Tujuan: mensosialisasikan implementasi pilot


project teknologi Wolbachia melalui berbagai
saluran informasi. Langkah-langkah untuk
pelaksanaan media komunikasi adalah sebagai
berikut:

1) Melakukan pemetaan (maping) kebutuhan


media yang akan digunakan.

2) Menyusun materi sosialisi yang disesuikan


dengan kebutuhan masyarakat.
C. Penentuan target wilayah release dan peta (grid) penitipan
ember.
1. Penentuan target wilayah
a. Tujuan: menentukan wilayah dari area piloting
yang akan diintervensi teknologi wolbachia
dengan mempertimbangkan beban dari penyakit
dengue berbasis kecamatan, ketersediaan telur
yang bisa di-support oleh tim teknologi. Langkah-
langkah Penentuan target wilayah adalah sebagai
berikut:

29
1) Menganalisis beban dari penyakit dengue
3-5 tahun terakhir.
2) Menentukan wilayah prioritas yang akan
diintervensi teknologi wolbachia
b. SOP yang harus dibuat adalah penentuan wilayah
target berbasis beban dari penyakit dengue.
2. Pembuatan peta (grid) penitipan ember
a. Tujuan: menentukan titik-titik yang akan dititipi
ember, dan menentukan jumlah ember yang akan
berhubungan dengan jumlah logistik, jumlah telur
per minggu, operasional pelaksanaan penitipan
ember, sistem monitoring dan lain-lain. Langkah-
langkah Pembuatan peta (grid) penitipan ember:
1) Penyediaan peta terupdate di wilayah target
yang terdiri dari wilayah hunian dan wilayah
non hunian
2) Pembuatan peta grid di area release yang
kemudian diturunkan ke peta grid wilayah
kecamatan, wilayah desa/kelurahan, wilayah
RW.
3) Menghitung jumlah grid berbasis area
kabupaten, kecamatan, kelurahan/desa,
atau kalau memungkinkan sampai level
operasional terbawah misalnya RW/RT.
b. SOP yang dibuat: SOP mapping/grid

D. Penyiapan nyamuk berwolbachia


1. Penyiapan koloni
a. Assessment nyamuk lokal
1) Tujuan: untuk mengetahui level resistensi
nyamuk liar di area pelepasan dan
menyiapkan prediksi keberhasilan

30
pelepasan dan menyiapkan nyamuk yang
ber-Wolbachia akan dilepaskan
2) Langkah-langkah yang dilakukan
Assessment nyamuk lokal
a) Melakukan sampling nyamuk di
wilayah target dengan menggunakan
ovitrap. Jumlah ovitrap sekitar 100
dan lokasi sampling menyebar pada
wilayah target
b) Melakukan pemeliharaan nyamuk
hasil sampling
c) menguji resistensi menggunakan kit
standar WHO dengan membandingkan
antara nyamuk liar (diperoleh dari
sampling di atas) dengan nyamuk ber-
Wolbachia
d) Apabila terjadi perbedaan resistensi
antara nyamuk lokal dan nyamuk
laboratorium ber-wolbachia (nyamuk
liar resistensi lebih tinggi 10% dari
nyamuk ber-Wolbachia) maka
perlu dilakukan kawin silang (atau
backrossing)
b. Backcrossing
1) Tujuan: memperbaiki karakter resistensi
dari nyamuk ber-Wolbachia yang akan
dilepaskan sehingga kemungkinan
Wolbachia akan berkembang di wilayah
target menjadi tinggi
2) Langkah-langkah melakukan Backcrossing
a) menggunakan materi hasil sampling
assessment, maka nyamuk liar dari

31
wilayah target dipelihara. Teknik
pemeliharaan mengikuti SOP.
b) Nyamuk jantan dari wilayah
target dikawin silangkan dengan
nyamuk betina ber-Wolbachia dari
laboratorium. Kawin silang dilakukan
maksimum 2 kali.
c) Di setiap proses kawin silang dilakukan
pengetesan kandungan Wolbachia.
Koloni dengan kandungan wolbachia
100% yang akan digunakan untuk
pemeliharaan lanjutan.
d) Pada akhir backcrossing dilakukan
test resistensi seperti dilakukan pada
langkah asesmen (no 1)
2. Produksi Massal
a. Produksi nyamuk ber Wolbachia
1) Tujuan: untuk memproduksi telur nyamuk
ber-Wolbachia yang memenuhi jumlah
(kuantitas) untuk di lapangan maupun di
laboratorium dan memenuhi standar yang
ditentukan (kualitas)
2) Langkah-langkah Produksi nyamuk ber
Wolbachia
a) Menentukan kuantitas dan kualitas
produksi
(1) Kuantitasnya adalah 80%
telur akan digunakan untuk
disebarkan di wilayah target
(2) Kualitasnya adalah Wolbachia
100%, daya tetas >90%, nol
kandungan dengue, chikungunya

32
dan zika (dilaksanakan Bidang
Penjaminan Mutu dan Monev)
b) Membuat sistem produksi
(1) Pembuatan rencana dan jadwal
(2) Sistem alur sampel antar bidang
teknologi dan QA
(3) Sistem rearing antara open
(menambahkan 10-15%
pejantan liar ke dalam koloni
yang dipelihara) dan closed
colony (total materi yang
dipelihara dari laboratorium)
(4) Membuat sistem monitoring
dan evaluasi produksi dan (risk
mitigation and management).
c) Produksi nyamuk berWolbachia
(1) Melakukan penetasan dengan
jumlah telur adalah 200% dari
kebutuhan indukan produksi
(2) Melakukan pemeliharaan
jentik dan sortasi kualitas
pertumbuhan jentik (apabila
ada kondisi pertumbuhan jentik
tidak optimal, sakit atau tidak
seragam maka tidak digunakan
di tahapan selanjutnya)
(3) Melakukan sortasi pupa dengan
jumlah disesuaikan kebutuhan
per kandang. Untuk di UGM,
setiap kandang berisi 1000-1200
pupa/nyamuk.

33
(4) Melakukan pemasukan pupa ke
dalam kandang.
(5) Melakukan feeding (pemberian
makan) berupa larutan gula
(6) Pemberian makan darah (blood
feeding). Untuk di UGM masih
menggunakan sistem human
blood feeding.
(7) Melakukan QA:
(a) melakukan sampling
dewasa untuk pengujian
Wolbachia
(b) Melakukan sampling
dewasa untuk pengujian
dengue, chikungunya dan
zika.
(c) Melakukan pengiriman
sampel ke Bidang
Penjaminan Mutu dan
Monev.
(d) Melakukan QA untuk
hatching rate. menetaskan
100-150 telur dari masing-
masing cohort/koloni
dalam 3-5 ulangan. Pada
hari ke 3 dihitung jumlah
jentik yang survive.
Hatching rate dihitung
dengan membagi
jumlah jentik terhadap
jumlah telur viabel yang
ditetaskan.

34
(8) Melakukan proses peneluran
dan panen telur:
(a) Memasukkan ovicup
(media peneluran). Ovicup
akan di dalam kandang
sekitar 2-3 hari.
(b) Setelah 2-3 hari, dilakukan
pemanenan telur:
i. Pengambilan ovicup
yang ada telurnya
ii. Pengeringan ovicup
yang ada telurnya
iii. Penyimpanan ovicup
yang ada telurnya.
d) Pengepakan dan pengiriman paket.
(1) Melakuan pemotongan strip
dalam bentuk “plate” dengan
ukuran lebar 0,5-2 cm dan
panjang sekitar 2,5 cm. Setiap
plat diperkirakan berisi 200-
250 telur. Untuk spesifikasi dan
gambarnya tercantum dalam
SOP.
(2) Melakukan pengepakan paket
telur dan pakan untuk masing-
masing ember (cat: apabila
pembuatan paket dilakukan di
tempat produksi);
(3) Melakukan pengepakan paket
telur yang akan dikirimkan ke
wilayah target;
(4) Pengiriman paket. Dilakukan

35
asessment untuk beberapa
alternatif kurir: kecepatan
sampai, kondisi selama proses
perjalanan, kondisi paket setelah
sampai di tujuan.
e) Penerimaan dan pengetesan kualitas
telur sebelum didistribusikan ke
kader/target penitipan.
(1) Pembuatan sistem dokumentasi
dan assessment kondisi paket
ketika diterima (kapan diterima
(hari dan jam), siapa penerima,
kondisi diterima (catatan-
catatan kecacatan ketika paket
diterima)
(2) Pembukaan paket dan melihat
kondisi paket telur yang ada.
(3) Penyimpanan telur sebelum
digunakan untuk release
(pelepasan).
(4) Pengujian kualitas telur, dengan
melihat hatching ratenya. Sama
seperti pengujian hatching
rate di atas, dilakukan dengan
menetaskan 100-150 telur
dalam 3-5 ulangan, dan
dihitung jumlah jentik yang
survive di hari ke-3. Hasil QA ini
dikomunikasikan dengan unit
produksi.

36
b. Produksi nyamuk liar lokal untuk materi rearing
1) Tujuan: untuk penyiapan materi nyamuk
yang digunakan untuk produksi nyamuk
ber-Wolbachia. Pada sistem rearing open
population, perlu ditambahkan pejantan
liar dari wilayah target yang bertujuan
untuk memantain (memelihara) karakter
liar dan resistensi dari nyamuk yang akan
disebarkan. Catatan: untuk pemeliharaan,
nyamuk liar terpisah dengan nyamuk
yang ber-Wolbachia, untuk menghindari
kontaminasi.
2) Langkah-langkah:
a) Pengambilan sampel nyamuk liar
dengan menggunakan ovitrap.
Teknis kegiatan seperti pengambilan
sampel untuk assessment nyamuk.
Pengambilan sampel dilakukan setiap
3-4 bulan sekali untuk stok.
b) Pemeliharaan nyamuk liar. Materi yang
digunakan untuk open population
adalah maksimum F2 (atau generasi
ke 3 dipelihara di laboratorium).
c) Penyiapan pejantan untuk digunakan
dalam materi open population.
d) Sistem QA untuk pejantan yang
akan digunakan untuk materi open
population. Ini untuk menjamin tidak
terjadi kontaminasi pada koloni
Wolbachia yang dipelihara.
e) Penyimpanan telur koloni liar.

37
c. QA produksi
1) Tujuan: menjamin koloni yang disiapkan di
lab. dan dikirimkan ke wilayah target sesuai
standar.
2) Langkah-langkah:
a) Sebagian sudah dijelaskan di atas.
b) Melakukan adjustment apabila QA
koloni tidak sesuai dengan kualitas.
3) SOP yang perlu dibuat:
a) SOP sampling nyamuk liar untuk
maintain (memelihara) koloni
Wolbachia
b) SOP pemeliharaan nyamuk liar

E. Penyiapan fasilitas
1. Penyiapan fasilitas produksi
a. Tujuan: menyiapkan fasilitas yang kompeten
untuk memproduksi 10-20 juta telur nyamuk/
minggu untuk memenuhi kebutuhan piloting
5 kota. Asumsi: Balai Besar Litbang Vektor dan
Reservoir Penyakit di Salatiga atau tempat lain
akan melakukan produksi nyamuk ber-Wolbachia,
karena kapasitas di UGM hanya 4-8 juta/minggu,
jumlah yang tidak cukup untuk memenuhi
kebutuhan piloting.
b. Langkah-langkah :
1) Pembuatan time schedule pelaksanaan
rearing sesuai waktu implementasi.
2) Perencanaan alat dan bahan rearing, jumlah
menyesuaikan kebutuhan implementasi.
3) Penyiapan fasilitas laboratorium rearing
4) Penyiapan Sumber Daya Manusia (SDM)

38
5) Penyediaan fasilitas pendukung lainnya
(kandang marmut sebagai pakan darah).
6) Pembuatan SOP pemeliharaan nyamuk
dengan pakan darah marmut.
c. Penyiapan fasilitas penyimpanan dan pengujian
kualitas di wilayah target
1) Tujuan: menyediakan fasilitas penyimpanan
sehingga kualitas telur terjaga dengan
baik, dan tempat untuk melakukan kontrol
kualitas telur sebelum didistribusikan ke
kader/rumah-rumah target.
2) Langkah-langkah
a) Menyiapkan tempat dengan ukuran
sesuai kebutuhan
b) Menyiapkan fasilitas pendukung (AC,
meja dll) untuk kebutuhan penyimpan
dan pengujian
F. Penyiapan SDM
1. Penyiapan SDM produksi
a. Tujuan: menyiapkan sdm yang berdedikasi dan
mempunyai kemampuan yang kompeten untuk
melakukan kegiatan-kegiatan produksi seperti
yang dijelaskan di atas.
b. Langkah-langkah
1) Menyiapkan SK untuk staff yang di assign
untuk produksi.
2) Melakukan training dan magang untuk staff
produksi
3) Melakukan pendamping pada awal-awal
produksi.
4) Melakukan performance appraisal rutin
untuk staff-staff yang melakukan produksi.

39
G. Sistem QA
1. Capacity building
Pelaksanaan pelatihan tenaga laboratorium
masing-masing BBTKLPP yang terlibat untuk monitoring.
Jumlah tenaga yang dilatih terdiri dari Entomolog
Kesehatan dan atau Pranata Laboratorium Kesehatan.
a. Pelatihan deteksi wolbachia pada nyamuk
dengan metode PCR
Lama pelatihan adalah 3 hari efektif.
Pelaksanaan pelatihan akan dilakukan secara
bertahap sesuai kapasitas laboratorium
WMP Yogyakarta UGM. Jadwal pelatihan
akan menyesuaikan dengan kondisi
lapangan.
b. Pelatihan deteksi resistensi pada nyamuk
dengan metode PCR di B2P2VRP Salatiga
Pembagian PJ wilayah :
1) Kota Semarang : BBTKLPP Yogyakarta
dan B2P2VRP Salatiga
2) Kota Bandung : BBTKLPP Jakarta dan
B2P2VRP Salatiga
3) Kota Jakarta Barat : BBTKLPP Jakarta
dan B2P2VRP Salatiga
4) Kota Bontang : BBTKLPP Banjarbaru
dan B2P2VRP Salatiga
5) Kota Kupang : BBTKLPP Surabaya dan
B2P2VRP Salatiga
2. Penyiapan bahan dan alat
Bahan dan alat dikategorikan dalam tiga aktivitas, yaitu:
a. Skrining Wolbachia
b. Skrining Virus Dengue, Chikungunya, dan Zika
c. Skrining resistensi insektisida

40
d. Rincian bahan dan alat disajikan dalam Lampiran
X.
3. Perencanaan QA hasil screening wolbachia di BBTKLPP
ke Laboratorium WMP Yogyakarta UGM.
BBTKLPP mengirimkan sampel (1-2%) secara berkala
untuk dilakukan uji banding (pemantapan mutu
eksternal)
a. pre release 2 kali
b. release 2 kali (akhir monitoring ke-2 dan ke-4)
pada akhir monitoring ke 4 apabila wolbachia
belum mencapai 40%, maka release nyamuk
berwolbachia akan diperpanjang waktunya
c. post release 1 kali
4. Resistensi insektisida
Bidang Teknologi mengirimkan sampel nyamuk
dari lokasi implementasi ke BBTKLPP untuk dilakukan uji
resistensi dengan metode PCR.

41
BAB V
PELAKSANAAN

A. Peningkatan kapasitas kader sebagai pelaku penitipan ember


atau penyebaran nyamuk ber-Wolbachia
1. Pemilihan kader dan kesepakatan komitmen
a. Tujuan: membentuk tim pelaksana penitipan
ember atau penyebaran nyamuk berWolbachia di
unit terdepan.
b. Langkah-langkah:
1) Melakukan pemilihan kader yang disesuikan
struktur kerja kader di masing-masing lokasi.
2) Membentuk komitmen kader dengan
mekanisme yang disepakatai bersama
1. Peningkatan kapasitas kader
a. Tujuan: untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuan dan skill kader.
b. Langkah-langkah
1) Penjelasan tentang peran kader
selama pelaksanaan
2) Penjelasan tentang tahapan-tahapan
pelaksanaan penitipan ember
3) Praktek penitipan ember. masing-
masing kader akan mengampu 1
ember dan didampingi oleh trainier
4) Dilakukan evaluasi peningkatan
kapasitas kader selama melakukan
training
c. SOP yang dibuat: SOP training kader dan
evaluasi kapasitasi

42
B. Penyiapan logistik
1. Ember
a. Tujuannya: menyiapkan jumlah ember sebagai
media penitipan telur sesuai dengan standar dan
jumlah yang dibutuhkan
b. Langkah_langkah
c. Membuat spesifikasi ember sesuai standar
d. Membuat tender pengadaan
e. Menjamin pengadaan sesuasi spesifikasi, jumlah
dan waktu yang ditentukan
f. Menyimpan di gudang sebelum didistribusikan
g. Membuat sistem pendistribusian ember
1. Telur dan pakan
a. Tujuan melakukan pengepakan telur dan pakan
sesuai dengan standar dan jumlah pakan cukup
untuk perkembangan jentik menjadi nyamuk.
b. Langkah-langkah
1) Melakukan pengepakan telur dan pakan
2) Melakukan pembagian jumlah berdasar
kebutuhan per kelurahan
3) Distribusi paket telur dan pakan dari lokasi
penegpakan ke kader.
2. Penitipan ember atau penyebaran nyamuk berWolbachia
a. Tujuan: melakukan penyebaran nyamuk
berWolbachia
b. Langkah-langkah
1) Menyiapkan logistik
2) Telur dimasukkan ke ember dan diberiair
3) Ember dititipkan di lokasi yang sudah
ditentukan. Kader mengirimkan data jumlah
ember yang dititipkan
4) Setiap 2 minggu dilakukan penggantian

43
paket. Kader melaporkan jumlah emberyang
dititipkan atau ada respondent yang tidak
bersedia dititipi lagi, atau data penggantian
respondent
5) Staff lapangan melakukan QA
a. 10% atau minimal 4 per pedukuahn
sebagai ember QA
b. Pengamatan pada ember QA, yaitu
status berhasil/gagal dan jumlah
selongsong pupa per ember.
4. SOP yang dibuat:
a. SOP penitipan ember dan penggantian paket
b. SOP pelaporan data pelaksanaan
c. SOP QA penitipan ember

5. Pengambilan sampel nyamuk untuk monitoring


Wolbachia
a. Tujuan: untuk mengetahui perkembangan
Wolbachia dan melakukan adjustmet penitipan
ember apabila frekuensi Wolbachia masih dibawah
standar
b. Langkah-langkah
1) Membuat rencana monitoring: dilakukan
kapan, oleh siapa, jumlah target nyamuk
2) Membuat peta titik monitoring
3) Mempersiapkan logistik
4) Melakukan sampling pada titik-tik yang
ditentukan
5) Melakukan identifikasi dan preservasi
sampel
6) Mengirimkan sampel ke Div QA
7) Membuat data sampel yang terhubung

44
dengan unit QA, baik secara manual maupun
secara digital.
c. SOP
1) SOP pemetaan titik monitoring
2) SOP sampling

45
BAB VI
MONITORING DAN EVALUASI

Kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) pelaksanaan Pilot Project


Wolbachia dilaksanakan sejak mulai perencanaan produksi telur,
release nyamuk berwolbachia hingga pasca release.
A. Monev produksi telur nyamuk berwolbachia (pre-release)
Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
1. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan sampel
nyamuk liar lokasi iimplementasi dari Bidang Teknologi,
2. Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan dua kali.
Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida pada
nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada nyamuk dan 3)
skrining arbovirus pada nyamuk berwolbachia
3. Hasil uji dan skrining disampaikan kepada lab yang
memiliki kapasitas.

1. Monev release nyamuk berwolbachia


Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan
sampel nyamuk liar lokasi iimplementasi dari
Bidang Teknologi,
b. Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan empat
kali. Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida
pada nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada
nyamuk dan 3) skrining arbovirus pada nyamuk
berwolbachia
c. Pelaksanaan uji banding (pemantapan mutu
eksternal)

46
BBTKLPP mengirimkan sampel nyamuk
berwolbachia (1-2%) ke lab yang memiliki
kapasitas pemeriksaan.
d. Hasil uji dan skrining disampaikan kepada lab
yang memiliki kapasitas pemeriksaan

2. Monev pasca release


Monev dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
a. Menerima sampel nyamuk berwolbachia dan
sampel nyamuk liar lokasi implementasi dari
Bidang Teknologi
b. Kegiatan penjaminan mutu dilaksanakan dua kali.
Kegiatan ini meliputi 1) uji resistensi insektisida
pada nyamuk liar, 2) skrining wolbachia pada
nyamuk dan 3) skrining arbovirus pada nyamuk
berwolbachia
c. Hasil uji dan skrining disampaikan kepada
Laboratorium yang memiliki kapasitas untuk
melaksanakan pemeriksaan.

47
BAB VII
PENCATATAN DAN PELAPORAN

Pencatatan dan pelaporan merupakan salah satu elemen


yang sangat penting untuk mendapatkan gambaran dan informasi
kegiatan di semua tingkat pelaksana program Penanggulangan
Dengue.
A. Pencatatan
Pencatatan adalah suatu kegiatan yang dilakukan petugas
untuk mencatat hasil kegiatan pencatatan pilot project.
Pencatatan dilakukan pada semua fasilitas pelayanan
kesehatan yang melakukan pelayanan Dengue. Pencatatan
Dengue paling sedikit meliputi:
1. jumlah kasus;
2. jumlah kematian; dan
3. ABJ di luar ember wolbachia.
Kegiatan pencatatan yang dilakukan baik di fasilitas
pelayanan kesehatan, dinas kesehatan kabupaten/kota,
maupun dinas kesehatan provinsi, sebagai berikut:
1. Pencatatan di Puskesmas dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Lainnya
Setiap kegiatan yang dilaksanakan oleh Puskesmas
baik dilaksanakan di dalam gedung maupun di luar
gedung dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
harus dicatat dengan baik. Berikut kegiatan pencatatan
yang dilakukan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya:
a. Pencatatan Hasil Penemuan Suspek di Masyarakat
Pencatatan tersebut dapat dilakukan oleh petugas
ataupun kader kesehatan. Kader kesehatan

48
mencatat, mengumpulkan, memilah, dan merekap
hasil penemuan bercak yang dilakukan oleh
masing-masing kepala keluarga pada formulir
penemuan bercak. Pencatatan yang dilakukan
meliputi alamat, nama kepala keluarga berikut
anggota keluarga, usia, dan tempat ditemukan
bercak. Kader melaporkan rekapan tersebut
ke petugas Puskesmas terlatih Dengue untuk
dikonfirmasi dengan mengikuti alur diagnosis.

b. Pencatatan Kasus
Kasus yang telah ditemukan, baik melalui kegiatan
pasif maupun aktif, serta mendapatkan pengobatan
dicatat dalam Kartu Pasien. Pencatatan meliputi
identitas diri pasien, cara penemuan, diagnosis,
riwayat pengobatan, gambaran kelainan kulit dan
saraf (charting), keadaan cacat, pengobatan MDT,
dan pemeriksaan kontak serumah. Pencatatan
di Kartu Pasien dipindahkan ke register kohort
monitoring pasien tipe PB dan MB secara manual
atau dimasukkan dalam Sistem Informasi Program
Dengue (SIPK) online.
2. Pencatatan di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan pencatatan
rekapitulasi laporan program yang masuk dari
Puskesmas/fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Untuk
rekapitulasi pencatatan kasus menggunakan Sistem
Informasi Program Dengue Dengue (SIPK) berbasis
offline yang dikenal dengan Recording and Reporting (RR
elektronik) maupun Sistem Informasi Program Dengue
Dengue (SIPK) online.

49
3. Pencatatan di Dinas Kesehatan Provinsi
Dinas kesehatan provinsi melakukan pencatatan
rekapitulasi laporan program yang masuk dari
dinas kesehatan kabupaten/kota. Untuk rekapitulasi
pencatatan kasus, petugas dinas kesehatan provinsi
melakukan pemantauan, pengecekan dan validasi
data kabupaten/kota menggunakan Sistem Informasi
Program Dengue Dengue (SIPK) berbasis offline maupun
online.

B. Pelaporan
1. Pelaporan oleh Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya ditujukan kepada dinas kesehatan
kabupaten/kota setiap bulan.
2. Dinas kesehatan kabupaten/kota melakukan kompilasi
pelaporan dari Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, dan melakukan analisis situasi
epidemiologi Dengue untuk pengambilan kebijakan
dan rencana tindak lanjut, serta melaporkan ke dinas
kesehatan provinsi setiap 3 (tiga) bulan.
3. Dinas kesehatan provinsi melakukan kompilasi pelaporan
dan melakukan analisis situasi epidemiologi Dengue
untuk pengambilan kebijakan dan rencana tindak lanjut
serta melaporkan ke Direktur Jenderal di Kementerian
Kesehatan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang
pencegahan dan pengendalian penyakit setiap 3 (tiga)
bulan.
4. Direktorat Jenderal yang memiliki tugas dan fungsi
di bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
melakukan kompilasi pelaporan dan melakukan analisis
situasi epidemiologi Dengue untuk pengambilan
kebijakan teknis dan tindak lanjut serta memberikan

50
umpan balik ke dinas kesehatan provinsi dan
menyampaikan laporan ke Menteri Kesehatan.
5. Pelaporan dilakukan secara berkala dan teratur.

51
BAB VIII
PENUTUP

Dengue masih merupakan masalah kesehatan masyarakat


di Indonesia hingga saat ini juga menjadi tantangan dalam
Penanggulangan Dengue di Indonesia. Untuk itu dalam kegiatan
Penanggulangan Dengue, sangat dibutuhkan peran dari Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, masyarakat, serta pemangku kepentingan
terkait.
Sebagai payung hukum dalam penyelenggaraan pilot
project penerapan teknologi wolbachia, maka disusun keputusan
Direktur jenderal P2P tentang petunjuk teknis penerapan Pilot
Proect Wolbachia yang digunakan sebagai acuan bagi Pemerintah
Pusat, Pemerintah Daerah, pengelola program, tenaga kesehatan,
masyarakat, dan seluruh pemangku kepentingan terkait, sehingga
target program Penanggulangan Dengue dapat tercapai khususnya
dalam penerapan pilot project wolbachia.

52
Lampiran 1: Formula penghitungan jumlah titik rilis
implementasi teknologi nyamuk ber-Wolbachia

Pada implementasi nyamuk ber-Wolbachia, penyebaran nyamuk


ber-Wolbachia hanya dilakukan di area hunian (wilayah residensial).
Termasuk dalam area hunian adalah perumahan warga dan fasilitas
umum diantaranya sekolah, taman, kantor, bisnis, tempat ibadah
pasar, kuburan dan lain-lain. Penyebaran nyamuk dilakukan dengan
menggunakan ember rilis yang dititipkan ke warga dan instansi/
Lembaga/unit usaha yang menyetujui untuk menjadi orangtua
asuh. Jarak antar ember adalah 75 meter (grid 75x75 meter).
Sebelum dilakukan sensing (penentuan) OTA, sangat penting untuk
mempunyai estimasi jumlah titik rilis di suatu wilayah.

Komponen yang digunakan dalam estimasi titik rilis adalah:

1. Luasan administrasi: adalah luasan total suatu wilayah


target (wilayah bisa dalam kabupaten, kecamatan atau
kelurahan/desa tergantung unit wilayah yang akan
dihitung jumlah titik rilisnya). Luasan administras ini
biasanya sudah tersedia di unit-unit wilayah tersebut.
2. Asumsi hunian: adalah asumsi untuk menentukan luasan
hunian yang akan disebari nyamuk ber-Wolbachia.
Asumsi ini bisa didasarkan pada kondisi di lapangan
atau bisa dari peta wilayah.

Estimasi jumlah titik rilis diperolah dari rumus

53
Sebagai contoh, penghitungan estimasi titik rilis di Kecamatan
Tembalang, Kota Semarang

Jadi berdasarkan luasan administrasi dan asumsi persentasi luasan


hunian, maka estimasi titik rilis di Kecamatan Tembalang adalah
7.072 titik. Estimasi ini kemudian akan disesuaikan dengan kondisi
local pada saat dilakukan sosialisasi dan penentuan oranr tua asuh.
Estimasi ini bisa berubah dikarenakan, diantaranya:

1. Estimasi kurang tepat, karena:


a. tutupan awan di peta yang menyebababkan area
ground tidak clear
b. Ada area hunian baru yang belum masuk di
pemetaan
2. Ada area-area yang luasannya sangat kecil, misalnya
kurang dari 4 titik, yang tidak efisien untuk dilakukan
penitipan ember
3. Ada area/rumah-rumah yang tidak bersedia sebagai
orang tua asuh
4. Wilayah yang sulit beresiko untuk dijangkau dalam
proses penitipan ember
5. Gambar dan spesifikasi Ember Wolbachia
a. Diameter Ember: 11 Cm
b. Tinggi Ember: 13 cm
c. Volume : 1 Liter
d. Jumlah Lobang : 8
e. Ukuran Lobang : 8 mm

54
55
Lampiran 2: Formula penghitungan kebutuhan telur di lapangan
pada implementasi teknologi nyamuk ber-Wolbachia

Kebutuhan telur untuk kebutuhan penyebaran nyamuk ber-


Wolbachia di lapangan adalah kebutuhan telur yang sudah dalam
bentuk potongan strip yang berisi 250 telur yang memenuhi standart
yang ditentukan (Lampiran 3).

Sikulus rilis untuk implementasi ini adalah dua mingguan, namun


karena daya simpan dan kemungkinan fasilitas penyimpanan di
lapangan yang tidak bisa menjamin kualitas telur, maka pengiriman
telur ber-Wolbachia seharusnya dilalukan mingguan. Jadi jumlah
yang kebutuhan (yang dikirimkan) tiap minggunya adalah setengah
dari titik rilis.

Komponen yang digunakan dalam estimasi titik rilis adalah:

1. Jumlah titik rilis: adalah jumlah rumah yang akan dititipi


ember (lampiran 1). Jumlah titik rumah (orang tua
asuh) ini adalah sama dengan jumlah ember yang akan
dititipkan.
2. Estimasi kerusakan selama pengiriman dan
penyimpanan: adalah perkiraan telur akan rusak Ketika
proses pengiriman dan penyimpanan. Estimasi ini
sebaiknya didasarkan pada trial (uji), namun di dokumen
ini kita gunakan estimasi sekitar 30%.
Dari dua komponen tersebut maka diperoleh formula estimasi
kebutuhan telur dua mingguan di lapangan adalah sebagai berikut:

56
Simulasi untuk kecamatan tembalang, dibutuhkan telur viable
sebanyak 1.149.200/minggu. Karena telur tersebut tertemoel di stril,
dan kebutuhan strip adalah sesuai dengan jumlah embernya ,maka
setiap strip diestimasi mempunyai 250 telur.

57
Lampiran 3: Standart telur nyamuk ber-Wolbachia untuk
implementasi teknologi nyamuk ber-Wolbachia

Stendart telur nyamuk ber-Wolbachia yang dibutuhkan untuk


menjamin bahwa telur-telur tersebut mampu berkembang dan
Wolbachia mampu established adalah sebagai berikut:

Kriteria kualitas:

1. Mempunyai frekuensi Wolbachia >98% atau diharapkan


sekali untuk frekuensi 100%
2. Mempunyai daya tetas (hatching rate) >90% atau
minimal 80% tetapi jumlah telurnya akan dikompenasi
dengan daya tetasnya. Telur dengan daya tetas yang
baik ditandai dengan kemulusan cangkang telurnya.
Apabila kondisi cangkan telur keriput maka harus ada
keterangan bahwa kondisi telur dengan ciri tersebut
masih mampu menetas.

Kriteria kuantitas

1. Jumlah yang dikirimkan cukup (lampiran 2), dengan


memperhitungkan kompensasi-kompensasi yang
mempengaruhi daya tetas telur.

58
Kriteria pengepakan dan label

1. Telur-telur yang dikirim harus disertai dengan label:


frekuensi Wolbachia, Daya tetas, Generasi, tanggal
panen, tanggal penyimpanan, tanggal pengepakan dan
tanggal pengiriman.

59
60

Anda mungkin juga menyukai