Anda di halaman 1dari 11

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN KADAR GULA

DARAH PASIEN DIABETES MELIRUS DI RUANG RAWAT


INAP RUMAH SAKIT XXXXX

SKRIPSI

Disusun oleh :

ANNORA ADHEVANIA SORENGGANI


2011604034

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN ANESTESIOLOGI


PROGRAM SARJANA TERAPAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH
YOGYAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes merupakan gangguan metabolik tubuh yang ditandai dengan


peningkatakan kadar gula dalam kegagalan sekresi insulin, kerja insulin atau
keduanya (Eltrikanawati et al., 2020).Diabetes melitus (DM) saat ini menjadi salah
satu ancaman kesehatan global, di seluruh dunia hampir setengah miliar orang hidup
dengan diabetes. Faktor genetik atau gaya hidup seseorang merupakan salah satu
penyebab penyakit DM (Perkumpulan Endokrin Indonesia, 2021). Diabetes melitus
merupakan suatu penyakit yang diakibatkan karena tubuh penderitanya tidak bisa
secara otomatis mengontrol kadar gula di dalam darah. Diabetes melitus merupakan
penyakit silent killer yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa darah dan
kegagalan sekresi insulin atau penggunaan insulin dalam metabolisme yang tidak
adekuat(Jimmy, Yudy Goysal, 2019) Penderita DM mengalami peningkatan jumlah
kadar gula dalam darah (Hiperglikemi) yang disebabkan karena adanya kelainan
sekresi pada insulin kerja insulin bahkan keduanya (Sudirman & Modjo,
2021).Diabetes melitus dari waktu ke waktu dapat mengakibatkan kerusakan pada
bagian tubuh seperti organ jantung, pembuluh darah, mata, ginjal dan saraf
(Trinovita et al, 2020). Penyakit diabetes melitus berlangsung lama bahkan seumur
hidup dan jumlah penderita penyakit ini terus meningkat di dunia, termasuk di negara
berkembang (Febriyan, 2020).

Menurut World Health Organization (2020), diabetes melitus merupakan


penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai
dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme
karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat dari insulfisiensi fungsi insulin, yang
dapat disebabkan oleh gangguan produksi insulin oleh sel-sel beta langerhans kelenjar
pankreas atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.
Diabetes Melitus (DM) merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai
oleh hiperglikemia karena gangguan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya. DM
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yakni, DM tipe 1, DM tipe 2, DM
Gestasional dan DM tipe lain. Beberapa tipe DM yang ada, DM tipe 2 merupakan
jenis yang paling banyak ditemukan sejumlah 90-95% (ADA, 2018).
Diabetes melitus merupakan ancaman kesehatan global di setiap negara tanpa
memandang status sosial dan ekonomi. Organisasi International Diabetes Federation
(IDF) menyatakan sedikitnya 463 juta orang dewasa saat ini hidup dengan diabetes
melitus pada tahun 2019 dan diperkirakan 578 juta orang akan menderita diabetes
pada tahun 2030. Angka kejadian diabetes diperkirakan melonjak menjadi 700 juta
kasus pada tahun 2045. Negara di Wilayah Arab-Afrika Utara dan Pasifik
Barat menempati peringkat pertama dan kedua prevalensi diabetes melitus 12,2%
dan 11,4%. Indonesia menduduki peringkat ketiga terbesar di Kawasan Asia
Tenggara dengan prevalensi sebesar 11,3% (IDF, 2019). Data tersebut
menunjukkan bahwa Indonesia merupakan salah satu penyebab utama banyaknya
prevalensi penderita diabetes melitus di kawasan Asia Tenggara (Kemenkes RI,
2020).
Hasil Riskesdas tahun 2018 menunjukkan prevalensi diabetes melitus di
Indonesia berdasarkan diagnosis dokter pada penduduk umur ≥ 15 tahun sebesar 2%.
Terdapat 4 provinsi dengan prevalensi tertinggi diantaranya DKI Jakarta (3,4%),
Kalimantan Timur (3,1%), DI Yogyakarta (3,1%), dan Sulawesi Utara (3%). Provinsi
DI Yogyakarta pola penyakit dipantau oleh sistem Surveilans Terpadu Penyakit (STP).
Terdapat 21.270 kasus diabetes melitus berdasarkan laporan STP tahun 2019.
Diabetes melitus menempati peringkat keempat setelah penyakit hipertensi, diare, dan
influenza (D. K. D. I. Yogyakarta, 2020). Prevalensi diabetes melitus di kabupaten
Sleman diurutan kedua setelah kota Yogyakarta. Prevalensi diabetes melitus di kota
Yogyakarta sebanyak 4,9%, kabupaten Sleman 3,3%, kabupaten Bantul 3,3%,
kabupaten Kulon Progo 2,8%, dan kabupaten Gunung Kidul 2,4% (R. W. Yogyakarta,
2020).
Kadar gula darah yang tinggi sangat mengganggu konsentrasi untuk tidur
nyenyak, dikarenakan seringnya keinginan untuk buang air kecil pada malam hari,
dan kadang muncul rasa haus yang berlebihan. Gangguan tidur merupakan masalah
umum yang terjadi pada pasien DM dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan
gangguan tidur akibat adanya keluhan nocturia dan nyeri karena peningkatan badan
keton akan mengganggu keseimbangan asam-basa basa tubuh jika dalam jumlah yang
banyak (Kuddus, 2019). Gangguan tidur merupakan masalah umum yang terjadi pada
pasien DM dan sebaliknya DM juga dapat menimbulkan gangguan tidur akibat
adanya keluhan nocturia dan nyeri. Gangguan tidur membuat kualitas tidur terganggu.
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang tersebut
tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan apatis,
kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata perih,
perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk (Kuddus,
2019). Kualitas tidur yang buruk bagi pasien DM adalah sering berkemih di malam
hari, makan berlebihan sebelum waktu tidur, stress dan kecemasan yang berlebihan
serta peningkatan suhu tubuh dapat menggangu pola tidur di malam hari, sehingga
menyebabkan kurangnya kualitas tidur. Beberapa gangguan pada respon imun,
metabolisme endokrin dan fungsi kardiovaskuler.Akibatnya adalah mempengaruhi
sistem endokrin terutama terkait dengan gangguan toleransi glukosa, resistensi insulin
dan berkurangnya respon insulin(Kuddus, 2019).
Tidur merupakan fungsi biologis dasar dan esensial dalam kehidupan manusia.
Tidur merupakan kesempatan restorasi fi sik, mental, dan emosional. Kurangnya
kualitas dan kuantitas tidur dapat menghasilkan gangguan metabolik dan
kardiovaskuler.Tidur memiliki fungsi metabolik, dan beberapa penelitian
menunjukkan korelasi antara kurangnya kualitas tidur dan peningkatan risiko diabetes
melitus (DM) (Br Ginting and Mufidah, 2021). Tidur merupakan keadaan dimana
ketika seseorang tidak melakukan sebuah aktifitas seperti biasanya, serta merupakan
perubahan status kesadaran yang berulang-ulang. Tidur termasuk keadaan yang
memperistirahatkan fisik dibawah alam sadar. Sedangkan, kualitas tidur merupakan
suatu keadaan dimana pola tidur yang dijalankan memberikan sebuah kesegaran atau
kebugaran ketika terbangun (Boku & Suprayitno, 2019).
Kualitas tidur adalah kepuasan seseorang terhadap tidur, sehingga seseorang
tersebut tidak memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan gelisah, lesu dan
apatis, kehitaman di sekitar mata, kelopak mata bengkak, konjungtiva merah, mata
perih, perhatian terpecah-pecah, sakit kepala dan sering menguap atau mengantuk .
Kualitas tidur merupakan aspek kuantitatif dan kualitatif seperti lamanya tidur, waktu
yang diperlukan untuk bisa tidur, frekuensi terbangun, dan aspek subjektif kedalaman
dan kepuasan tidur.(Muhammad Basri, Baharuddin K and Sitti Rahmatia, 2020)
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai “Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah Pada
pasien Diabetes Melitus di Ruang Rawat RS xxx”.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari latar belakang diatas yaitu : “Apakah Ada Hubungan
Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah Pada pasien Diabetes Melitus”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan umum penelitian ini
adalah untuk mengetahui Hubungan Kualitas Tidur dengan Kadar Glukosa Darah
Pada pasien Diabetes Melitus di Ruang Rawat RS xxx.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kuallitas tidur pasien Diabetes militus
b. Untuk mengetahui kadar Glukosa darah pada pasien diabetes mellitus
c. Untuk mengetahui hubungan kualitas tidur dengan Kadar gula darah pada
pasien diabetes melitus
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan, menambah ilmu dan
menjadi referensi tentang pentingnya kebutuhan istirahat tidur baik secara kualitas
serta penaruh yang dapat terjadi akibat tidak terpenuhinya keburuhan tidur yang
baik secara fisiologis dan psikologis pagi penderita diabetes mellitus.
2. Manfaat Praktis
a. Sebagai bahan acuan dan referensi untuk mengembangkan penelitian
selanjutnya.
d. Dapat digunakan sebagai bahan informasi dan pengetahuan dan
pengembangan agar mahasiswa mengerti mengenai hubungan kualitas tidur
dengan kadar gula darah Pada pasien Diabetes Melitus

E. Ruang Lingkup Penelitian


1. Ruang Lingkup Materi
a. Penelitian ini membahas tentang hubungan kualitas tidur dengan kadar gula
darah Pada pasien Diabetes Melitus
b. Ruang Lingkup Responden
Responden yang digunakan dalam penelitian ini adalah pasian dengan diabetes
mellitus
2. Ruang Lingkup Tempat
Penelitian ini dilakukan diruang rawat inap RS xxx.
3. Ruang Lingkup Waktu
Penelitian ini dilakukan pada tahun 2023.
F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Penelitian Terkait

Nama Dan Judul Metode Penelitian Hasil Penelitian Persamaan Perbedaan


Tahun Penelitian
Penelitian
Dewi (2022) Pengaruh Dalam desain penelitian Pada perawat dengan beban 1. Alat ukur 1. Variabel terikat
beban kerja ini mengunakan kerja ringan dengan burnout yang yaitu burnout
terhadap pendekatan cross berat terdapat 7 orang digunakan 2. Pengambilan
faktor sectional. Teknik (12,1%), sedangkan beban adalah sampel
burnout pengambilan sampel kerja ringan dengan burnout kuesioner menggunakan
syndrome menggunakan Random ringan terdapat 14 orang 2. Desain random
pada Sampling. Instrumen (24,1%). Pada beban kerja penelitian sampling
Perawat unit yang digunakan berat dengan burnout berat menggunakan
rawat inap kuesioner beban kerja terdapat 23 orang (41,4%) cross
rumah sakit dan faktor burnout dan sedangkan beban kerja berat sectional
islam orpeha berisi 20 pertanyaan dan dengan burnout ringan 3. Variabel
Tulungagung faktor burnout dengan 15 terdapat 13 orang (22,4%). bebas yaitu
pertanyaan. Pada hasil uji statistic nilai p- beban kerja
value sebesar 0,041 yang 4. Sampel yaitu
menunjukan ≤ dari 0,05 (p- perawat ruang
value ≤ 0,05), artinya rawat inap
menunjukan adanya pengaruh
yang signifikan antara beban
kerja dengan faktor burnout
syndrome perawat ruang
rawat inap RSI Orpeha
Tulungagung.
Handri (2021) Hubungan Penelitian ini merupakan Dari Tabel 2 dapat dilihat 1. Alat ukur 1. Penelitian ini
beban kerja deskriptif analitik bahwa sebagian besar yang menggunakan
dengan dengan pendekatan cross responden paling banyak digunakan deskriptif
kelelahan sectional. Populasi pada memiliki beban kerja yang menggunakan analitik
kerja pada penelitian ini adalah berat (56,9%) dan memiliki kuesioner.
Perawat seluruh perawat kelelahan kerja tinggi 2. Desain
pelaksana di pelaksana di instalasi (67,2%). Tabel 3 penelitian
instalasi Rawat Inap Lantai 1 menunjukkan tidak terdapat menggunakan
rawat inap RSUD Sekarwangi hubungan bermakna antara cross
sebanyak 58 responden. beban kerja dengan kelelahan sectional
Cara pengambilan kerja pada perawat pelaksana 3. Variabel
sampel menggunakan setelah dilakukan uji bebas yaitu
total sampling. Kolmogorov-Smirnov beban kerja
Instrumen yang (p=0,338). Tabel 3 4. Sampel yaitu
dipergunakan adalah menunjukkan tidak terdapat perawat ruang
kuesioner beban kerja. hubungan bermakna antara rawat inap
Kuesioner kelelahan beban kerja dengan kelelahan
kerja terdiri dari 40 kerja pada perawat pelaksana
pernyataan dengan setelah dilakukan uji
jawaban menggunakan Kolmogorov-Smirnov
skala Likert 0-3. (p=0,338).
Linda (2023) Hubungan Penelitian ini merupakan Hasil uji statistik spearman 1. Alat ukur 1. Variabel bebas
beban kerja penelitian kuantitatif rank diperoleh nilai 𝜌 value = yang yaitu beban
mental dengan pendekatan cross 0,395 dengan α = 0,05, maka digunakan kerja mental
dengan sectional. Teknik 𝜌 > α sehingga dapat menggunakan 2. Sampel yaitu
burnout pengambilan sampel disimpulkan bahwa tidak ada kuesioner. perawat igd
perawat menggunakan sampling hubungan yang signifikan 2. Desain
Di ruang igd jenuh dengan jumlah antara beban kerja mental penelitian
rumah sakit sampel 25 orang. Cara dengan burnout perawat di menggunakan
uns pengumpulan data ruang Instalasi Gawat Darurat cross
menggunakan kuesioner (IGD) Rumah Sakit UNS. sectional
beban kerja mental dan Hasil correlation coefficient
Kuesioner burnout didapatkan nilai – 0,178, hal
ini menandakan hampir tidak
ada hubungan antara beban
kerja mental dengan burnout
perawat di ruang Instalasi
Gawat Darurat (IGD) Rumah
Sakit UNS.

Anda mungkin juga menyukai