Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia memiliki populasi sumber daya manusia terbesar ke-4 di


dunia, yaitu sekitar 260 juta jiwa atau setara dengan 40 persen dari total
jumlah populasi ASEAN. Pada tahun 2030-2040 Indonesia akan memasuki era
bonus demografi, yakni jumlah penduduk usia produktif (berusia 15-64 tahun)
lebih besar dibandingkan penduduk usia tidak produktif (berusia dibawah 15
tahun dan diatas 64 tahun). Pada periode ini, penduduk usia produktif
diperkirakan mencapai 64% dari total jumlah penduduk saat itu, semakin
memposisikan Indonesia sebagai negara yang paling berpotensi bergerak
maju dalam persaingan global.
Agar Indonesia dapat bersaing secara global, bonus demografi yang
ada harus dapat dimanfaatkan secara maksimal. Pemanfaatan bonus
demografi tersebut dapat melalui peningkatan kualitas dari segi pendidikan
maupun pelatihan.
Salah satu cara untuk meningkatkan kualitas adalah dengan membaca.
Dengan membaca kita dapat memperbanyak ilmu pengatahuan maupun
ketrampilan. Akan tetapi menurut hasil penelitian 'Most Littered Nation in the
World' yang pernah dirilis Central Connecticut State University pada tahun
2016 lalu, minat baca warga negara Indonesia berada di peringkat ke-60 dari
61 negara. Posisi itu persis di bawah Negara Thailand dan di atas Negara
Bostwana.
Bila dibandingkan dengan masyarakat Eropa atau Amerika khususnya
anak-anak, Indonesia jauh tertinggal. Anak-anak di Eropa atau Amerika bisa
membaca hingga 25-27 persen buku yang dalam setahun. Anak di Jepang
pun, memilki minat baca 15-18 persen buku per tahun. Sementara di Indonesia
jumlahnya hanya mencapai 0,01 persen pertahun, yang berarti setiap 100
orang penduduk Indonesia hanya 1 orang yang memiliki minat membaca.
Rendahnya minat baca atau literasi di Indonesia dapat disebabkan oleh :
(1) keterbatasan akses pada buku; (2) banyak daerah tak memiliki perpustakaan
dan toko buku; (3) serta kebiasaan membaca yang tak dibentuk di bangku
sekolah, apalagi ditambah dengan (4) perkembangan teknologi yang bersifat
praktis saat ini, membuat minat baca seseorang bisa menjadi semakin menurun.
Penurunan minat baca ini berdampak pada ketidakpahaman kita tentang
suatu ilmu, pedoman atau aturan. Sehingga membuat keilmuan kita menjadi
rendah dan mengakibatkan tidak sempurnanya pekerjaan yang kita lakukan
dikarenakan kurangnya pemahaman.
Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan adalah salah satu
Direktorat dibawah Dirjen Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas. Tugas dan
fungsi Direktorat Bina Intala adalah melaksanakan perumusan kebijakan,
penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, pemberian bimbingan
teknis dan supervisi, serta evaluasi dan pelaporan di bidang Instruktur dan
tenaga pelatihan.
Dalam melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Intala diperkuat dengan 4
subdirektorat sebagaimana pada gambar dibawah :

Direktur Bina Intala

Subbagian Tata
Usaha

Subdirektorat Subdirektorat Subdirektorat Subdirektorat TALA


ILPP ILPS Swasta
TALA Pemerintah

Seksi
Seksi Seksi Peningkatan
Peningkatan Seksi Peningkatan
Peningkatan Kompetensi TALA
Kompetensi Kompetensi TALA
Kompetensi ILPS Swasta
ILPP Pemerintah

Seksi
Bimbingan Karir Seksi Bimbingan Seksi Bimbingan Seksi Bimbingan
ILPP Karir ILPS Karir TALA Karir TALA Swasta
Pemerintah

Gambar 1.1 Struktur Organisasi Direktorat Bina Intala


Sebagaimana diungkap diatas, yang menjadi objek tugas dari Direktorat
Bina Intala adalah Instruktur dan tenaga pelatihan. Instruktur menurut
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara nomor
36/KEP/M.PAN/III/2003 adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang
berwenang untuk melaksanakan kegiatan pelatihan dan pembelajaran kepada
peserta pelatihan di bidang atau kejuruan tertentu.
Dalam melaksanakan tugasnya, Instruktur berkedudukan sebagai
pelaksana teknis fungsional pada instansi pemerintah. Instruktur sendiri terdiri
dari Instruktur tingkat terampil dan Instruktur tingkat ahli.
Instruktur tingkat terampil adalah Instruktur yang mempunyai kualifikasi
teknis yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan teknis
dan prosedur kerja di bidang pelatihan dan pembelajaran kejuruan tertentu. Dan
Instruktur tingkat ahli adalah Instruktur yang mempunyai kualifikasi profesional
yang pelaksanaan tugas dan fungsinya mensyaratkan penguasaan ilmu
pengetahuan, metodologi, dan teknik analisis di bidang pelatihan dan
pembelajaran kejuruan tertentu. Saat ini jumlah Instruktur sebanyak 2876 orang.
Tugas pokok Instruktur adalah melaksanakan kegiatan pelatihan dan
pembelajaran serta pengembangan pelatihan. Dalam melaksanakan kegiatan
pelatihan dan pembelajaran, Instruktur diberikan angka kredit sesuai dengan
jenjang jabatan dan butir kegiatan. Angka kredit dapat digunakan sebagai
salah satu syarat untuk pengangkatan dan kenaikan pangkat/jabatan.
Subdirektorat Instruktur Lembaga Pelatihan Pemerintah, mempunyai
tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan norma,
standar, prosedur, dan kriteria, pemberian bimbingan teknis dan supervisi
serta evaluasi dan pelaporan dibidang peningkatan kompetensi, dan
bimbingan karir Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, dan secara lebih rinci
seksi bimbingan karir Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, mempunyai
tugas sebagai berikut :
1. Melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan di bidang bimbingan
karir Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, meliputi penyiapan bahan
peraturan maupun kebijakan lainnya
2. Penyusunan norma standar, prosedur, dan kriteria di bidang bimbingan karir
Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, meliputi SOP, tata cara
rancangan pedoman dan sistem informasi.
3. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang bimbingan karir
Instruktur lembaga pelatihan pemerintah, meliputi Bimbingan Teknis dan
supervisi/pendampingan Angka kredit Instruktur
4. Evaluasi dan pelaporan di bidang bimbingan karir Instruktur lembaga
pelatihan pemerintah.

Berdasarkan identifikasi permasalahan pada tahap diagnostic reading,


ditemukan permasalahan yang ada pada seksi bimbingan karir Instruktur LPP
adalah sebagai berikut: (1) Belum optimalnya penyiapan bahan perumusan
kebijakan (2) Belum optimalnya penyusunan norma standar, prosedur dan
kriteria; (3) Belum optimalnya perolehan angka kredit Instruktur (4) Belum
optimalnya evaluasi dan pelaporan.
Permasalahan tersebut akan dianalisis melalui analisa teknik USG
(Urgent, Serious and Growth), dimana Urgency adalah tingkat mendesak,
Seriousness adalah tingkat keseriusan dan Growth adalah tingkat
pertumbuhan). Hasil yang didapat dengan menggunakan analisis USG
sebagai berikut :

Tabel 1.1
Analisis dengan Teknik USG

No Identifikasi Masalah U S G Total Rank

1 Belum optimalnya penyiapan bahan 5 4 4 13 2


perumusan kebijakan

2 Belum optimalnya penyusunan 5 5 5 15 1


norma standar, prosedur dan
kriteria

3 Belum optimalnya perolehan angka 4 4 4 12 3


kredit Instruktur

4 Belum optimalnya evaluasi dan 3 3 3 9 4


pelaporan

Dari hasil analisis dengan menggunakan USG (Urgent, Serious dan


Growth) seperti pada tablel 1.1 tersebut menunjukan bahwa permasalahan
yang menjadi prioritas utama adalah belum optimalnya perolehan angka kredit
Instruktur. Adapun penyebab dari masalah yang menjadi prioritas utama
ditunjukkan pada faktor-faktor sebagaimana tertuang dalam diagram fishbone
di bawah ini.

Tidak ada daftar isi dalam juknis


Gambar 1.3 Diagram Fishbone
Dari diagram diatas, dilihat bahwa penyebab belum optimalnya
perolehan angka kredit Instruktur dapat dilihat dari 6 (enam) faktor, antara lain:
bahan, manusia, metode, lingkungan, sarana dan waktu. Penyebab dari
masing-masing faktor tersebut akan dianalisis dengan metode tapisan, untuk
mendapatkan alternatif/strategi yang terbaik. Analisis dengan metode tapisan
melihat dari aspek efektifitas, efisiensi (biaya) dan kemudahan. Pengisian
metode tapisan ini menggunakan kuesioner yang disebarkan pada pihak-pihak
yang terkait dengan Instruktur, termasuk didalamnya instansi Pembina dan
pemangku jabatan fungsional Instruktur itu sendiri. Hasil metode tersebut
kemudian dituangkan pada table di bawah ini.
Tabel 1.2
Analisis Tapisan

No Alternatif Strategi Efisiensi


Efektivitas Kemudahan Total Ket
(Biaya)

1 Membuat Juknis dalam 5 4 5 14 1


versi digital

2 Mengelompokkan butir
kegiatan berdasarkan
jenjang jabatan

3 Mengerjakan DUPAK
di kantor selama jam
kantor

4 Membagikan buku
petunjuk teknis kepada
masing-masing
Instruktur

Dari metode tapisan diatas, diketahui bahwa membuat juknis dalam


bentuk digital merupakan alternatif strategi yang paling banyak dipilih dari
responden. Dengan demikian untuk permasalahan belum optimalnya
perolehan angka kredit instruktur, solusinya adalah membuat Juknis dalam
versi digital.
Oleh karena itu, melalui rancangan proyek perubahan ini, kepala seksi
bimbingan karir Instruktur lembaga pelatihan pemerintah selaku peserta Diklat
Kepemimpinan IV angkatan 26 dan sebagai project leader, berinisiatif
membuat Digitalisasi Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Instruktur dan
Angka Kreditnya berbasis android (DITUNJUK-PISAN) di Direktorat Bina
Instruktur dan Tenaga Pelatihan.

B. Tujuan Proyek Perubahan


1) Tujuan Jangka Pendek
adalah tersedianya petunjuk teknis jabatan fungsional Instruktur dan angka
kreditnya dalam bentuk digital berbasis android (DiTUNJUK-PISAN) di
direktorat Bina Intala.

2) Tujuan Jangka Menengah


adalah penggunaan dan implementasi DiTUNJUK-PISAN di seluruh Unit
Pelaksana Teknis Pusat Ditjen Binalattas, Kementerian Ketenagakerjaan.

3) Tujuan Jangka Panjang.


Adalah penggunaan dan pengimplementasian DiTUNJUK-PISAN
diseluruh Unit pelaksana Teknis Daerah (UPTD) maupun di
Kementerian/Lembaga lain di seluruh wilayah Indonesia.

C. Manfaat Proyek Perubahan


Adapaun manfaat proyek perubahan ini sebagai berikut:
a. Manfaat bagi project leader sebagai Kepala seksi bimbingan karir Instruktur
lembaga pelatihan pemerintah adalah:
1) Kemudahan dalam proses penilaian angka kredit Instruktur
2) Kemudahan dalam mengakses petunjuk teknis
3) Memudahkan proses sharing informasi
b. Manfaat bagi organisasi yang dalam hal ini Direktorat Bina Instruktur dan
Tenaga Pelatihan adalah:
1) Kemudahan dalam sosialisasi juknis
2) Penilaian dan Penetapan Angka Kredit Instruktur sesuai peraturan yang
berlaku
3) Menciptakan tenaga Instruktur yang professional dan mampu
mengeksplore seluruh butir kegiatan
4) Meningkatkan kinerja direktorat
c. Manfaat bagi eksternal/stakeholder, adalah:
1) Kemudahan akses informasi Juknis bagi Instruktur
2) Meminimalkan waktu penyusunan DUPAK
3) Mampu mengeksplore butir kegiatan yang selama ini jarang dilakukan
4) Mempercepat perolehan angka kredit untuk kenaikan pangkat dan
jabatan.

D. Ruang Lingkup Perubahan


Ruang lingkup perubahan ini meliputi:
a) Penyiapan bahan dan dan pengumpulan data
b) Perancangan digitalisasi petunjuk teknis JF Instruktur daan angka
kreditnya dalam berbasis android (DiTUNJUK-PISAN)
c) Pembuatan sistem digitalisasi petunjuk teknis JF Instruktur daan angka
kreditnya dalam berbasis android (DiTUNJUK-PISAN)
d) Implementasi (DiTUNJUK-PISAN)
e) Pembuatan pedoman penggunaan DiTUNJUK-PISAN

FORM.1

KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN RI
SEKRETARIAT JENDERAL
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN
SUMBER DAYA MANUSIA KETENAGAKERJAAN
FORM PERSETUJUAN MENTOR
DIKLATPIM TK IV ANGKATAN XXVI TAHUN 2019

Nama Peserta : Fifit Fausia

NDH : 11

Instansi : Direktorat Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan

Nama Mentor : Moh. Amir Syarifuddin, S.T., M.M

Jabatan : Plt. Kasubdit Instruktur Lembaga Pelatihan


Pemerintah

No. HP Mentor : 08561050500

Email Mentor : cakmas@gmail.com


Digitalisasi Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional
Gagasan Perubahan :
Instruktur dan Angka Kreditnya Berbasis Android
(DiTUNJUK-PISAN) di Direktorat Bina Instruktur
dan Tenaga Pelatihan

Mengetahui, Disetujui oleh,


Atasan Langsung, Mentor,

Moh. Amir Syarifuddin, S.T., M.M Moh. Amir Syarifuddin, S.T., M.M
NIP. 19690275 199703 1 001 NIP. 19690275 199703 1 001

Anda mungkin juga menyukai