Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan dewasa akhir?
2. Apa saja perkembangan fisik dewasa akhir?
3. Apa saja masalah-masalah kesehatan dewasa akhir?

C. Tujuan
1. Memahami usia dewasa akhir
2. Mengetahui perkembangan fisik dewasa akhir
3. Mengetahui masalah kesehatan dewasa akhir

1
BAB II

PEMBAHASAN

I. PENGERTIAN MOTIVASI

Istilah motivasi berasal dari bahasa Latin, yang berarti “bergerak”.


Motivasi adalah suatu proses dalam diri manusia atau hewan yang
menyebabkan organisme tersebut bergerak menuju tujuan yang dimiliki,
atau bergerak menjauh dari situasi yang tidak menyenangkan.Motivasi
terbagi menjadi dua yaitu :

a) Motivasi intrinsic adalah suatu keinginan untuk melakukan sesuatu


karena memang menikmati kepuasan dalam melakukan tindakan
tersebut.
b) Motivasi ekstrinsik adalah suatu keinginan untuk mengejar suatu
tujuan yang diakibatkan oleh imbalan-imbalan yang bersifat eksternal,
seperti uang, atau popularitas.

2
Namun teori tersebut tidak dapat menjelaskan kompleksitas motifasi
pada manusia secara penuh, karena manusia merupakan mahluk yang dapat
berpikir dan merencanakan masa depannya, menentukan tujuanbagi dirinya,
dan merancang strategi untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut.

II. JENIS-JENIS MOTIVASI

A. HEWAN YANG LAPAR: MOTIFASI UNTUK MAKAN

Beberapa orang memiliki tubuh yang kurus, sedangkan beberapa orang


lainnya memiliki tubuh yang gemuk. Beberapa orang dapat memakan apapun
yang mereka inginkan tanpa mengalami kenaikan berat badab, sedangkan
beberapa orang lainnya berjuang sepanjang hidupnya untuk menurunkan
beberapa pon berat badannya dan tidak berhasil. Seberapa kuatkah gen,
psikologi, dan lingkungan mempengaruhi motifasi kita untuk makan atau untuk
tidak makan?

1. Aspek Biologis dari Berat Badan


Pada masa lalu, kebanyakan psikolog berpikir bahwa kelebihan
berat badan merupakan tanda gangguan emosional. Namun saat peneliti
benar-benar mengontrol jalannyapenelitian, mereka menemukan bahwa
orang-orang dengan tubuh yang gemuk memiliki kesehatan mental yang
relative sama dibandingkan rata-rata orag dengan berat badan normal.
Mereka juga menemukan hasil penelitian yang lebih mengejutkan lagi, yaitu
kelebihan berat badan tidak selalu disebabkan oleh pola makan yang
berlebih (Stunkard, 1980). Kebanyakan orang yang kelebihan berat badan
memang memakan melahap dalam jumlah besar, namun mereka dengan
tubuh yang kurus juga melakukan hal yang sama. Sebuah penelitian
menunjukkan bahwa orang-orang yang kurus memiliki kesulitan menaikkan
berat badan sesulit orang-orang gemuk yang berusaha menurunkan berat

3
badan mereka. saaat penelitian tersebut berakhir, para subjek yang kurus
kembali kehilangan berat badan secepat pertambahan berat badan pada
orang-orang gemuk yang mengakhiri dietnya (Sims, 1974).
Pengaruh Genetic pada Berat Badan dan Bentuk
Tubuh.Penelitian-penelitian tersebut menghasilkan penjelasan bahwa
terdapat suatu mekanisme biologis yang menjaga berat badan kita agar tetap
pada suatu set point (suatu sistempengaturan yang diasumsikan menjaga
berat badan agar tetap stabil) yang ditentukan secara genetis, dimana kita
akan tetap berada pada berat badan tersebut , selama kita tidak berusaha
menambah atau mengurangi berat badan kita (Lisner dkk., 1991). Titik
berat badan tersebut dapat memiliki variasi sekitar 10 persen keatas maupun
kebawah. Sebagai contoh, seorang wanita dengan set poin sebesar 150 pon
(75 kilogram) dapat memiliki berat badan antara 135 pon hingga 165 pon.
Teori set poin memprediksikan bahwa berat badan dan lemak tubuh
bersifat turun-temurun.Penelitian terhadap anak kembar dan anak adopsi
menghasilkan nilai korelasi antara baerat Badan dan lemak tubuh dengan
faktor genetis sebesar 0,40 hingga 0,70 (commuzie dan Allison, 1998).
sepasang individu kembar identik yang tumbuh di keluarga yang berbeda,
berat badan dan jumlah lemak tubuh.
Terjadinya mutasi pada gen-gen yang mengatur pola makan normal
dan pengaturan berat badan dapat mengakibatkan terjadinyanobesitas.
Sebagai contoh, salah satu gen yang disebut sebagai obese atau seringkali
disingkat sebagai ob, menyebabkan sel-sel lemak menghasilkan protein, yang
oleh para peneliti dinamakan leptin (berasal dsri ksts leptos pada bahasa
yunani, berarti kurus). Leptin dialirkan melalui darah menuju hipootalamus,
yakni bagian otak yang mengatur selera makan. Saat kadar leptin berada pada
tingkatan yang normal, orang akan makan dalam jumlah yang cukkup, hanya
untuk menjaga berat badan mereka. saat terjadi mutasi pada pada gen ob,
kadar leptin akan menjadi terlalu rendah, namun hipotalamus akan

4
menganggap tubuh kekurangan cadangan lemak dan memerintahkan individu
untuk makan dalam jumlah lebihbanyak (Zhang dkk., 1994). Menyuntikkan
leptin ke seekor tikus yang mengalami defisiensi leptin akan mengurangi
selera makan tikus tersebut, mempercepat proses metabolisme pada tikus yang
mengalami defisiensi leptin akan, mengurangi selera makan tikus tersebut,
mempercepat proses metabolism pada tikus tersebut, serta membuatnya
menjadi lebih aktif. Sebagai dampaknya, tikus tersebut kehilangan berat
badannya (Friedman, 2003).
Penelitian pada tikus memperlihatkan bahwa leptin memiliki peran
penting pada usia awal, dengan mengubah struktur kimia pada otak yang
mempengaruhi jumlah asupan makanan seekor hewan atau seorang manusia.
Beberapa penelitian menduga bahwa manakala bayi diberikan makanan dalam
jumlah yang berlebih selama periode berkembangnya hipotalamus, bayi
tersebut kelak dapat mengalami obesitas.
Para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah gen lainnya yang terkait
dengan masalah kelebihan berat badan (Farooqi dan O’rahilly, 2004;
Friedman, 2003; Herbert dkk., 2006). Sebagai contoh, para peneliti telah
menemukan gen yang memodulasi produksi protein, yang ternyata mengubah
kelebihan kalori menjadi panas alih-alih menjadi lemak. Keberadaan gen ini
mungkin merupakan penyebab orang dengan tubuh kurus tetap saja kurus,
meskipun mereka makan dalam jumlah yang berlebih (Arsenijevic dkk.,
2000).
Perdebatan mengenai kelebihan berat badan.Saat ini, para ilmuwan
sedang memperdebatkan kemungkinan melebarnya masalah daan tindakan-
tindakan pencegahannya. Seorang ilmuwan yang menemukan gen leptin,
Jeffrey Friedman, dalam sebuah wawancara mengatakan bahwa peningkatan
jumlah penderita obesitas merupakan akibat dari semakin banyaknya orang-
orang yang gemuk; sedangkan jumlah orang yang kurus hampir-hampir tidak
mengalami suatu perubahan (Kolata, 2004). Dalam pengamatan Friedman,

5
orang kurus tidak menjadi obesitas-karena sebagian besar dari mereka
memiliki metabolisme yang cepat-sedangkanorang-orang yang gemuk
kesulitan menurunkanberat badannya secara permanen, meskipun mereka
ingin menurunkannya, karena berat badan ditentukan secara genetis. Para
ilmuan lainnya sepakat bahwa gen-gen memiliki peranan penting, namun
mereka memperhatikan bahwa perubahan lingkungan dan budaya
menyebabkan orang-orang memiliki berat badan tertentu. Selain itu, di luar
kelompok orang-orang yang sangat kurus dan kelompok orang-orang yang
sangat gemuk, terdapat jutaan orang yang mengalami peningkatan badan
antara 10, 30, hingga 50 pon, dan peningkatan tersebut tidaklah normal.

2. Budaya , Gender ,Dan Berat Badan


Salah satu faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya
peningkatan berat badan di berbagai belahan dunia , memiliki hubungan
dengan perubahan budaya yang terjadi di banyak daerah di dunia:
a. peningkatan jumlah komsumsi makanan cepat saji, diakibatkan oleh
murahnya harga makanan cepat saji, dan tingginya kandungan kalori
pada makanan tersebut;
b. kebiasaan memakan makanan cepat saji saat melakukan suatu
kesibukan (sehingga makanan cepat saji berfungsi seperti snack,di luar
waktu makan utama);
c. penggunaan alat-alat yang menyebabkan kita tidak perlu mengeluarkan
energy, seperti penggunaan remote control;
d. kecenderungan memilih mengendarai mobil dibandingkan bersepeda
atau berjalan kaki karena dirasa lebih nyaman dan lebih cepat sampai
tujuan;
e. bertambah besarnya ukuran makanan ddan minuman cepat saji;6
kecenderungan menonton TV atau video dibandingkan melakukan
sesuatu yang bersifat aktif (Critser, 2002; Robinson, 1999). Ringkasnya,

6
penyebab dari meningkatnya jumlah orang yang kelebihan berat badan
adalah: peningkatan konsumsi kalori dan penurunan jumlah olah raga.

Budaya konsumsi.Sebagian besar manusia secara genetis memiliki


tendensi mengalami peningkatan berat badan apabila menyantap makanan
dalam jumlah besar. Hal ini mungkin disebabkan oleh evolusi yang dialami
leluhur prasejarah kita, yang sering mengalamimasa-masa kelaparan
sehingga leluhur prasejarah kita menyimpan kalori dalam bentuk lemak
untuk meningkatkan kemampuan bertahan hidup. Sayangnya, proses
evolusi tidak merancang suatu mekanisme pencegahan peningkatan berat
badan yang berlebihan saat makanan tersedia lebih mudah, lebih enak, lebih
bervariasi, dan lebih murah, terutama bagi orang-orang yang memiliki
metabolism lambat. Hal diatas sungguh sesuai dengan situasi saat ini, ketika
kita dikelilingi oleh 3/4pon burger, kentang goring, keripik, tacos, permen,
dan pizza. Saat menu makanan telah dapat diprediksi, orang-orang menjadi
terbiasa dan memakannya dalam jumlah yang lebih sedikit. Sejalan dengan
bertambahnya variasi makanan, orang-orang juga memiliki kecenderungan
memakan lebih banyak dan mengalami peningkatan berat badan (Raynor
dan Eptein, 2001).

Gender Dan Bentuk Tubuh Ideal. Saat orang-orang dari berbagai


etnik dan berbagai kelas sosial menjadi lebih gemuk, standar bentuk tubuh
ideal bagi wanita pada kebudayaan di amerika serikat, kanada dan eropa
justru menjadi semakin kurus. Bentuk tubuh yang populer sebelum
terjadinya perang dunia I, dan sesudah perang dunia II, adalah tubuh wanita
yang berlekuk ‘bak gitar’ disertai payudara yang montok dan pinggul yang
besar (seperti Jayne Mansfield). Sebaliknya, pada era flapper (ketika para
wanita muda mengenakan pakaian yang tidak konvensional dan
menunjukkan perilaku yang menyimpang dari norma, terjadi pada periode

7
1920-an dan muncul kembalii padaperiode 1960-an), payudara dan pinggul
yang besar menjadi sesuatu yang ketinggalan zaman. Saat ini, para wanita
Amerika memiliki standar bentuk tubuh yang janggal, yakni memiliki
payudara yang besar, namun dengan pinggul yang kecil!

Standarbentuk tubuh pria ideal di Amerika juga telah mengalami


perubahan. Pada beberapa dasawarsa yang lalu, bentuk tubuh yang kekar
dan berotot seperti pada petani atau buruh, dianggap sebagai bentuk tubuh
yang tidak menarik, karena bentuk tubuh tersebut dianggap sebagai simbol
kelas pekerja. Sebaliknya pada zaman kuno, para pria yang tergolong dalam
kelas menengah dituntut untuk memilikibentuk tubuh yang berotot dan kuat
(Bordo, 2000). Saat ini, tubuh yang kekar dan atletis merupakan simbol
kemakmuran, karena pada masa kini pria yang tampak kokoh, kuat, dan
atletis umumnya dalah pria yang memiliki cukup uang dan cukup waktu
untuk mengunjungi tempat-tempat kebugaran.

3. Tubuh sebagai Medan Pertempuran : Ganguan Pola Makan


Kerumitan yang terdapat pada motivasi untuk makan atau tidak
makan menyebabkan kita sering melihat banyak orang, terutama wanita
yang terjepit ditengah kebutuhan biologis mereka (untuk makan) dan
budaya mereka (untuk tampil langsing). Beberapa orang gagal
memenangkan peperangan tersebut, dan mengembangkan gangguan pola
makan yang serius, yang merupakan suatu imbas dari ketakutan internal
menjadi gemuk. Contohnya para penderita bulimia, yaitu suatu gangguan
pola makan yang ditandai oleh sejumlah episode pola makan yang
berlebihan yang diikuti oleh usaha memuntahkan makanan yang dilakukan
dengan paksaan atau menggunakan obat pencahar. Serta para penderita
anoreksia, yaitu gangguan pola makan yang ditandai oleh rasa takut menjadi
gemuk mengalami obsesi berlebih mengenai bentuk tubuh yang ideal serta

8
menganggap diri mereka gemuk padahal mereka memiliki bentuk tubuh
yang kurus dan abnormal.
Gangguan pola makan dan gangguan konsep tubuh yang ideal juga
mengalami peningkatan dikalangan pria dewasa daan remaja. Pria memliki
delusi mengaggap tubuh mereka yang berotot sebagai tunuh yang terlalu
mungil, akibatnya mereka menggunakan steroid dan berlatih angkat beban
secara berlebihan ( Philips, dan Olivardia, 2000).

B. HEWAN SOSIAL : MOTIVASI UNTUK MENCINTAI


1. Aspek Biologis dari Perasaan Cinta

Para psikolog yang meneliti perasaan cinta membedakan


passionate love (cinta romantic) yang dicirikan oleh adanya emosi
keintiman yang kuat dan ketertarikan social yang tinggi, dengan
companionate love (cinta persahabatan) yang dicirikan dengan adanya
afeksi, rasa percaya, dan perasaan tentram kala bersama orang yang
dicintai (Hatfield dan Rapson, 1996). Passionate love merupakan situasi
saat seseorang mengalami hasrat yang sangat kuat dan tidak bisa
dijelaskan dengan logika serta tahap awal dari hubungan cinta, namun
passionate love dapat menghilang atau berevolusi menjadi companionate
love.

Para ilmuwan yang berorientasi pada biologi meyakini bahwa


saraf-saraf yang berkaitan dengan passionate love berkembang semenjak
bayi, didorong oleh ketergantungan bayi kepada ibunya. Menurut
pandangan ini, cinta yang maternal dan romantic-ketergantungan yang
paling mendalam, pada manusia- memilliki suatu tujuan umum yang
dibentuk oleh proses evalolusi, yakni menjaga kelangsungan spesies.

9
Mekanisme sitem saraf yang berperan pada kelekatan ibu dan bayinya
diyakini berperan dalam hubungan cinta romantic pada masa dewasa.
Hormone oxytocin memiliki peranan dalam attachment-caregiving
(kelekatan-perawatan), hormone ini mempengaruhi intensitas
pengekspresian perasaan cinta, peduli, saling percaya, tidak hanya antara
ibu dan anak tetapi juga antara teman dan pasangan (Taylor dkk, 2000b).

2. Aspek Psikologis Dari Perasaan Cinta

Salah satu indikator utama mengenai siapa yang kita cintai adalah
kedekatan: orang-orang yang berada di sekeliling kita sering kali
merupakan orang-orang yang juga akrab di hati kita. Kita memilih teman
dan pasangan kita dari sekelompok orang yang tinggal di sekitar kita, atau
bersekolah dan bekerja di dekat kita. Kemiripan penampilan, sikap,
kepercayaan, nilai-nilai, kepribadian, dan ketertarikan yang sama,
merrupakan indikator kedua dalam menentukanorang yang kita cintai
(Berscheid dan Reis, 1998). Meskipun psikologi populer terkadang
mengatakan bahwa kita tertarik dengan orang yang memiliki sikap
berkebalikan dengan kita, pada kenyataannya, kita cenderung memilih
teman dan pasangan yang memiliki kemiripan dengan kita.

Tori kelekatan rasa cinta.Menurut Philip Shaver Dan Cindy


Hazan (1993), para individu dewasa, sebagaimana bayi, dapat mengalami
perasaan aman, cemas atau menghindar dari ketertarikan mereka.
pasangan hidup yang memiliki kelekatan yang aman, akan memiliki
perasaan aman: mereka jarang menunjukkan perilaku cemburu atau
khawatir bahwa mereka akan diabaikan oleh pasangannya. Orang-orang
yang merasa aman juga lebih cepat memahami dan memaafkan pasangan
mereka apabila pasangan mereka melakukan sesuatu yang bodoh atau
menyebalkan (Milkuliner dkk., 2005; Shaver dan Milkuliner, 2006).

10
Mereka yang merasacemas akan selalu berubah-ubah dalam menyikapi
hubungan berpasangannya, mereka ingin menjalin kedekatan, namun
merasa khawatir akan ditinggalkan oleh pasangan mereka (Aron, Aron
dan Allen, 1998). Mereka yang cenderung menghindar, akan sulit
mempercayai orang lain dan cenderung menghindar dari ketertarikan
hubungan intim.

Yang menyebabkan perbedaan-perbedaan yaitu menurut teori


attachment of love, gaya ketertarikan seseorang saat telah menjadi
individu dewasa sangat dipengaruhi oleh cara orang tuanya
memperhatikan dirinya (Fraley dan Shaver, 2000: Milkuliner dan
Goodman, 2006). Distribusi tiga gaya ikatan di kalangan individu dewasa,
ternyata sangat mirip dengan distribusi yang ditemukan pada bayi: sekitar
64 persen memiliki ikatan yang aman, 25 persen akan menghindar, dan 11
persen memiliki kecemasan. Namun perlu anda ingat bahwa anak-anak
dengan temperamen yang penakut dan anak-anak dengan sirkuit imbalan
(reward circuits) yang tidak berfungsi dengan normal dapat menolak
sentuhan-sentuhan atau pelukan dari orang tua yang paling ramah
sekalipun.

Komponen dari perasaan cinta. Elemen-elemen yang merupakan


bumbu dasar’ cinta,mayoritas dari mereka menyetujui bahwa perasaan
cinta merupakan gabungan dari hasrat (passion), keintiman (intimacy),
dan komitmen (Aron dan Westbay, 1996; Lemieux dan Hale, 2000;
Sternberg, 1997). Namun pada sebagian besar hubungan asmara, romantic
passion akan menghilang setelah hubungan berjalan beberapatahun dan
sebaliknya keintiman justru meningkat. Keintiman didasari oleh
pengetahuan yang mendalam mengenai pasangan kita, yang didapat secara
bertahap, sedangkan passion didasari oleh emosi, yang dihasilkan dari
suatu pengalaman yang baru.

11
3. Gender, Budaya, Dan Perasaaan Cinta

Di berbagai budaya, pria sejak awal telah belajar bahwa


menunjukkan emosi dapat dianggap sebagai bukti bahwa mereka lemah
dan mudah disakiti, atau dianggap tidak maskulin. Pria pada budaya-
budaya seperti itu cenderung mengekspresikan perasaan cinta mereka
dengan cara yang berbeda dibandingkan wanita. Pada kebudayaan
kontemporer barat, mayoritas wanita menggunakan kata-kata dalam
mengekspresikan perasaan cinta mereka, sedangkan mayoritas pria akan
mengekspresikan perasaan cinta mereka dalam bentuk tindakan
melakukan berbagai hal untuk pasangan mereka, mencari nafkah untuk
keluarga mereka, atau sekedar melakukan suatu hal bersama-sama, seperti
menonton TV atau pertandingan sepak bola bersama pasangannya
(Baumeister dan Bratslavsky, 1999; Cancian, 1997; Swain, 1989).

Perbedaan yang terdapat pada kedua gender dalam


mengekspresikan motif cinta dan keintiman tidak terjadi begitu saja,
melainkan terbentuk akibat pengaruh faktor ekonomi, social, dan budaya.
Sebagai contoh, selama bertahun-tahun, dalam memilih pasangan, para
pria dari budaya barat lebih romantis dibandingkan wanita, dan para
wanita ternyata lebih pragmatis dibandingkan pria. Salah satu alasannya
adalah karena wanita tidak sekedar menikahi seorang pria; wanita
sesungguhnya menikahi suatu standar kehidupan, sehingga wanita tersebut
tidak ingin menikah dengan seseorang yang tidak cocok dengan standar
kehidupannya atau yang membuang-buang waktunya dalam sebuah
hubungan yang tidak berkembang, meskipun wanita tersebut mencintai
pria itu. wanita menikah lebih berdasarkan alas an ekstrinsik, bukan
karena alasan intrinsik. Sebaliknya, seorang pria dapat menjadi sentimentil
dalam memilih pasangan hidup. Sekitar tahun 1960, dua pertiga sampel
yang terdiri dari para mahasiswa mengatakan bahwa mereka tidak akan

12
menikah dengan seseorang yang tidak mereka cintai, namun hanya
seperempat mahasiswi yang mengatakan hal yang sama (Kephart, 1967).

C. HEWAN EROTIS: MOTIFASI MELAKUKAN HUBUNGAN


SEKSUAL

1. Aspek Biologis Dari Hasrat


Penelitian biologi menemukan bahwa testosterone
mempengaruhi dorongan seksual pada kedua gender, meskipun hormon
tidak mempengaruhi perilaku seksual secara langsung. Survei yang
dilakukan Kinsey mengenai seksualitas pada pria dan waanita serrta
penelitian laboratorium yang dilakukan olah masters dan Johnson
menunjukkan bahwa secara psikologis, tidak ada suatu jenis “orgasme
yang benar bagi para wanita,” dan kedua gender memiliki kesamaan
kemampuan terstimulasi oleh rangsangan seksual.
Beberapa peneliti meyakini bahwa pria pada umumnya memiliki
frekuensi perilaku seksual yang lebih tinggi, karena pria memiliki
dorongan seeksual yang lebih kuat dibandingkan wanita. Beberapa
peneliti lainnya meyakini bahwa pwebedaan motivasi dan perilaku
seksual dan terdapat pada pria dan wanita merupakan hasil perbedaan
peran, nilai-nilai budaya, dan kesempatan. Pandangan yang kompromis
menyatakan bahwa dibandingkan wanita, seksualitas pria lebih
dipengaruhi oleh factor-faktor biologis, sedangkan seksualitas wanita
lebih dipengaruhi oleh situasi, hubungan, dan norma-norma budaya.

2. Aspek Psikologis Dari Hasrat

13
Motif-motif dalam melakukan hubungan seks.Penelitian yang
dilakukan pada sekian ratus mahasiswa dan pada lebih dari 1500
individu dewasa, mengidentifikasi enam factor yang mendasari alas an-
alsan yang dimiliki orang-orang untuk melakukan hubungan seks
(Cooper, Shapiro, dan Powers, 1998) :

 Enhacement-kepuasan emosional atau kepuasan fisik yang didapat


dari hubungan seks.
 Intimacy – keintiman emosional dengan pasangan anda.
 Coping- menghadapi emosi negative atau kekecewaan
 Self-affirmation- meyakinkan diri sendiri bahwa kita adalah seorang
yang menarik atau seseorang yang diiginkan oleh orang lain.
 Partner approval- dorongan untuk menyenangkan pasangan,
mungkin saja hal ini dilakukan untuk menghindari kemarahan atau
penolakan dari pasangan.
 Pengakuan kelompok – keinginan untuk membuat teman-teman
anda merasa kagum, diterima menjadi anggota suatu kelompok dan
keinginan melakukan apa yang sepertinya dilakukan semua orang.
Motif-motif ekstrinsik untuk melakukan hubungan seks adalah
kebutuhan untuk mendapatkan pengakuan, dan lebih terasosiasi dengan
perilaku seksual yang berisiko,dibandingkan motif-motif intrinsic.
Kedua gender dapat menyetujui terjadinya intercourse (persetubuhan)
atas dasar motifasi nonseksual: pria terkadang merasa wajib
melakukannya untuk membuktikan maskulinitas mereka, dan wanita
terkadang terpaksa melakukannya untuk menjaga hubungan
pasangannya. Tiap-tiap orang memiliki motif yang berbeda-beda dalam
melakukan hubungan seks yang tidak mereka inginkan, tergantung pada
rasa aman yang mereka miliki dan komitmen mereka terhadap suatu
hubungan.

14
Pemaksaan seksual atau pemerkosaan.Wanita dan pria
memiliki perbedaan persepsi terkait pemerkosaan atau hubungan
seksual yang dipaksakan: tindakan yang oleh wanita dipandang sebagai
pemaksaan seksual, bagi pria terkadang dipandang sebagai tindakan
yang wajar. Beberapa motivasi yang dimiliki pelaku tindakan
pemerkosaan antara lain :
 Pengakuan kelompok. Mahasiswa yang secara fisik melakukan
pemaksaan terhadap pasangan mereka untuk melakukan hubungan
selsual, sering kali melakukan hal tersebut karena mendapatkan
tekanan dari teman-teman prianya untuk membuktikan
kejantanannya (Kanin, 1985).
 Rasa marah, pembalasan dendam dan keinginan mendominasi atau
mempermalukan korbannya. Motivasi ini terlhat pada para prajurit
yang melakukan tindakan pemerkosaan terhadap para wanita saat
berlangsungnya perang dan para prajurit tersebut seringkali
kemudian membunuh wanita tersebut (Olujic, 1998).
 Narsisme dan rasa permusuhan terhadap wanita. Para pria yang
agresif secara seksual sringkali memiliki sifat narsisme sehingga
tidak memliki kemampuan berempati terhadap wanita.
 Rasa tidak suka terhadap korban, dan kesenangan sadistic yang
didapat dari menyakiti. Sejumlah kecil pelaku pemerkosaan
merupakan pria yang memiliki motif menyakiti atau membunuh
korbannya.

3. Aspek Budaya Dari Hasrat


Tiap-tiap budaya memiliki perbedaan dalam menentukan bagian
tubuh yang dianggap erotis, atau sebaliknya yang dianggap menjijikkan,
serta apakah hubungan seks itu sendiri merupakan sesuatu yang

15
dianggap baik atau buruk. Budaya menyebarkan pemikiran-pemikiran
ini melalui peran gender, dan naskah seksual, yang menentukan perilaku
yang dianggap layak saat melakukan hubungan seks, sesuai gender, usia
dan orientasi seksual seseorang.

4. Gender, Budaya, dan Seks


Perbedaan seksualitas yang terdapat pada kedua gender sangat
dipengaruhi oleh factor-faktor ekonomi dan kebudayaan, seperti rasio
(perbandingan) jumlah pria dan wanita serta ketersediaan pasangan.
Sejalan dengan semakin serupanya peran gender, perilaku seksual pada
pria dan wanita pun juga menjadi semakin serupa, dengan semakin
banyaknya wanita yang menginginkan hubungan seks untuk
mendapatkan kepuasan alih-alih menggunakan hubungan seks sebagai
alt penawaran. Kota-kota besar memiliki “pasar seks” yang berbeda-
beda, yakni daerah geografis dan budaya tempat orang mencari
pasangan, dan orang-orang cenderung tidak menjelajahi pasar seks yang
berbeda-beda.
Sebagaimana yang didiskusikan pada “biologi dan orientasi
seksual,” penjelasan psikolog tradisional mengenai homoseksualitas
tidak mendapatkan dukungan. Factor genetis dan hormonal terlibat
dalam pembentukan orientasi seksual, meskipun bukti-bukti yang
mendukung pandangan ini lebih sering terlihat pada pria homoseksual
dibandingkan pada wanita homoseksual. Semakin tua kakak kandung
pria yang dimiliki seorang pria, akan semakin bersebarlah kemungkinan
orang tersebut akan menjadi pria homoseksual; hal ini mengindikasikan
terlibatnya peristiwa-peristiwa perkelahian dalam pembentukan
orientasi seksual seseorang. Terlepas dari bukti-bukti yang menunjukan
adanya kontribusi biologis terhadap pembentukan orientasi seksual
seseorang, terdapat berbagai variasi ekspresi homoseksualitas, dimana

16
orientasi wanita homoseksusal cenderung bersifat lebih fleksibel
dibandingkan orientasi pria homoseksual.

D. HEWAN YANG KOMPOTEN : MOTIVASI BERPRESTASI

1. Dampak Motivasi di Tempat Kerja


Penelitian mengenai motivasi berprestasi dimulai dengan penelitian
yang menggunakan Thematic Apperception Test (TAT). Tes ini meminta
partisipan untuk mengarang cerita berdasarkan sejumlah gambar yang
ambigu, seperti gambar seorang anak kecil yang memegang sebuah biola,
dengan ekpresi wajah yang sukar ditebak. McClelland (1961) menyatakan
bahwa kekuatan motif beprestasi ditunjukan dalam fantasi-fantasi para
partisipan. Orang-orang yang termotivasi oleh kebutuhan berprestasi yang
tinggi akan menetapkan tujuan dengan standar keberhasilan dan
kesempurnaan yang tinggi, namun bersifat realistis. TAT memliki masalah
empiris, namun TAT telah mendorong dilakukannya berbagai penelitian
mengenai factor-faktor yang mempenagruhi motivasi berprestasi.
Pentingnya Memiliki Tujuan.Saat ini, pendekatan yang umum
digunakan dalam memahami motivasi beprestasi memliki penekanan pada
tujuan (goals). Tujuan dapat meningkatkan motivasi dan kinerja apabila ketiga
kondisi berikut ini tepenuhi (Higgins, 1998; Locke dan Lathan, 2002) :
 Tujuan bersifat sspesifik. Kita perlu lebih spesifik menentukan tujuan,
termasuk menentukan waktu pengerjaan “pada hari ini saya kan
mengerjakan makalah ini, minimal empat halaman”.
 Tujuan harus menantang, namun dapat dicapai. Kita cenderung bekerja
keras untuk mencapai tujuan yang sulit namun realistis.
 Tujuan kita dibatasi pada mendapatkan apa yang kita inginkan, bukannya
menghindari apa yang kita inginkan. Opproach goals atau tujuan

17
mendekati adalah tujuan yang ditetapkan berdasarkan keinginan mencapai
suatu hasil, atau mendapatkan suatu pengalaman, seperti belajar
menyelam dilaut. Sedangkan avoidance goals atau tujuan menjauhi yaitu
adalah tujuan yang ditetapkan berdasarkan keinginan menghindari
pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti tidak terlihat memalukan
saat tampil dihadapan umum.
Keinginan dan self-efficacy. Sebagaimana didiskusikan dalam
penelitian dari jarak dekat” motivasi berprestasi tidak hanya bergantung
pada kemampuan, namun juga bergantung pada apakah seseorang
memiliki tujuan penguasaan (tujuan mempelajari), yang fokusnya adalah
mempelajari suatu kemampuan baru dengan baik atau tujuan kinerja yang
fokusnya adalah mendemonstrasikan atau memamerkan kemampuan kita
pada orang lain. tujuan penguasaan menyebabkan seseorang mampu
menerima kegagalandan kemunduran, sedangkan tujuan kinerja
menyebabkan seseorang akan menyerah saat menghadapi kegagalan.
Orang-orang berprestasi tinggi mampu menemukan kombinasi yang tepat
antara menguasi sesuatu dengan baik dan endemonstrasikannya dengan
kinerja yang maksimum. Harapan dan keyakinan (baik positif maupun
negative) yang dimiliki seseorang dapat menciptakan self-fulfilling
prophecy. Harapan dan keyakinan seseorang berasal dari tingkat self-
efficacy.

2. Dampak dari Usaha pada Motivasi

Kondisi lingkungan kerja. Beberapa aspek lingkungan kerja sering


kali dapat meningkatkan motivasi dan kepuasan kita dalam bekerja, serta
mengurangi kemungkinan terjadinya kelelahan emosional (Bond dkk, 2004;
Maslach dkk,. 2001; Rhoades dan Eisenberger,2002). Aspek-aspek tersebut
adalah :

18
 Para pegawai merasa bahwa pekerjaan tersebut merupakan pekerjaan yang
penting dan memliki makna bagi mereka.
 Para pegawai memliki kendali atas berbagai aspek dari pekerjaan mereka,
seperti menentukan jadwal mereka dan membuat keputusan.
 Tugas-tugas bervariasi.
 Perusahaan menetapkan peraturan-peraturan yang jelas dan konsisten
 Para pegawai memliki hubungan yangs aling mendukung dengan atsan
dan rekan kerja mereka.
 Perusahaan menawarkan kesempatan belajar bagi para pegawainya.

Kesempatan untuk mencapai sesuatu. Factor penting lainnya yang


dapat mempenagruhi pencapaian seseorang adalah tersedianya kesempatan
untuk meraih prestasi. Hal ini terutama terjadi pada mereka yang menjadi
korban diskriminasi sistematis. Sebagai contoh pada masa lalu para wanita
dikatakan tingkat keberhasilan yang lebih rendah ditempat kerja dibandingkan
pria karena wanita memiliki “ketakutan akan keberhasilan”. Namun ketakutan
internal tersebut kemudian menghilang, sejalan dengan meningkatnya jumlah
kesempatan bagi para wanita untuk meningkatkan kemampuan diri mereka.

E. MOTIF, NILAI-NILAI DAN KESEJAHTERAAN

Orang-orang yang termotivasi oleh kepuasan intrinsic dari suatu


aktivitas merupakan orang-orang yang lebih bahagia dan lebih puas
dibandingkan mereka yang termotivasi oleh imbalan ekstrinsik (Deci dan
Ryan 1985, Kasser dan Ryan, 2001). Namun apapun nilai-nilai dan tujuan
yang kita pilih, jika terdapat konflik pada nilai-nilai dan tujuan tersebut
maka kesenjangan yang terjadi dapat menghasilkan tekanan emosional dan

19
keidakbahagiaan. Para ilmuan telah mengidentifikasi tiga jenis konflik
motivasi :

1. Konflik mendekat-mendekati akan terjadi jika kita memliki ketertarikan


dengan intensitas yang sama pada dua atau lebih kemungkinan aktivitas
atau tujuan. Sebagai contoh anda ingin menjadi dokter hewan dan
seorang penyanyi; anda ingin pergi pada hari selasa malam, namun anda
juga ingin belajar untuk menghadapi ujian pada harirabu.
2. Konflik menghindar-menghindari menuntut kita untuk memilih salah
satu dari dua plihan yang sama-sama tidak kita sukai. Contohnya
seseorang yang baru belajar terjun paying misalnya harus memilih
antara ketakutan untuk melakukan terjun paying dengan rasa malu
apabila mereka menolak melakukannya.
3. Konflik mendekati-menghindari akan terjadi saat suatu aktivitas atau
tujuan tunggal memliki aspek positif dan negative sekaligus. Contoh
anda ingin menjadi eksekutif yang berkuasa namun anda khawatir akan
kehilangan teman-teman anda apabila anda berhasil.

20
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah di atas dapat disimpulkan bahwa
motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah,
danketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya.Tiga elemen
utama dalam definisi ini diantaranya adalah intensitas, arah, dan ketekunan,
di mana motivasi ini juga terdiri dari motivasi untuk makan, motivasi untuk
mencintai sesama makhkuk hidup, motivasi untuk melakukan hubungan
seksual dengan pasangan, serta motivasi untuk berprestasi dalam segala hal,
yang mana setiap indivdu memilik motivasi-motivasi tersebut agar tetap
dapat mempertahankan hidupnya.

B. SARAN
Diharapkan setelah membaca makalah ini mahasiswa dapat
memahami arti sesungguhnya dari motivasi, kemudia dapat mengenali
potensi apa yang ada dalam dirinya, kemudia mamaksimalkan usaha-
usahanya dalam berprestasi.

21
22

Anda mungkin juga menyukai