Anda di halaman 1dari 25

1

I.

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Perubahan gaya hidup masyarakat zaman sekarang menyebabkan
timbulnya berbagai masalah kesehatan, salah satu yang paling sering dan
membayakan ialah obesitas.

Menurut Silbernagl 2006 dalam bukunya

menyebutkan bahwa obesitas merupakan adipositas atau berat badan berlebih.


Kalori yang masuk kedalam tubuh akan diubah menjadi trigliserida dan
disimpan dalam sel adiposa. Umumnya sel adiposa akan membesar , tetapi
jika terlalu besar maka akan terbagi menjadi sel adiposa lainnya dan akan
menumpuk pada bagian-bagian tubuh tertentu. Efek yang ditimbulkan oleh
obesitas juga tak main-main seperti peningkatkan risiko terjadinya berbagai
macam

penyakit antara lain hihpertensi, diabetes melitus tipe II,

hiperlipidemia, ateroklerosis, serta batu ginjal dan batu empedu. Serta efek
yang paling membahayakan dari obesitas ialah kematian, terdapat lebih dari
40% penderita obesitas memiliki peningkatan risiko dua kali lipat terjadi
kematian dini.
Data Riskesdas pada tahun 2013

menunjukkan bahwa prevalensi

obesitas berdasarkan hasil pengukuran IMT (indeks massa tubuh) tersebar


dari berbagai tingkatan usia, yaitu pada anak-anak usia 5-12 tahun 8.8%,
remaja usia 13-15 tahun 2.5%, remaja 16-18 tahun 1.6%, dan dewasa >18
tahun 15.4%. Obesitas laki-laki dewasa sendiri pada tahun 2013 mencapai
19.7% dan mengalami kenaikan 11.9% dari tahun 2010, sedangkan wanita
dewasa 32.9 % meningkat 18.1% dari tahun 2010.

Dari data diatas

didapatkan prevalensi obesitas selalu meningkat dan prevalensi tertinggi


adalah pada wanita dewasa, pendidikan.

Secara umum, ada beberapa faktor yang mempengaruhi obesitas antara


lain tingkat aktivitas fisik, energi berlebih, lingkungan, sosial dan psikologi,
kelainan neurogenik dan genetik (Guyton, 2006). Sedangkan di Indonesia
sendiri berdasarkan penelitian Rian Diana tahun 2013 menyebutkan beberapa
ada beberapa faktor lain yaitu status perkawinan, penghasilan, lokasi
geografi, aktivitas fisik dan tingkat pendidikan.
Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, terdapat penelitian baru
yang mengungkapkan bahwa terdapat pengaruh durasi tidur terhadap
peningkatan berat badan. Rata-rata orang dewasa tidur dalam durasi 7 jam,
dan jika durasi tidurnya lebih sedikit atau bahkan lebih lama dapat
meningkatkan berat badan (Watanabe, 2010).

Tidur juga memiliki peranan

dalam regulasi beberapa hormon seperti, growth hormon (GH), leptin,


ghrelin, dan kortisol. Selain itu kadar hormon melatonin juga meningkat saat
tidur disertai dengan peningkatan hormon leptin saat tidur. (Arendt, 2000).
Diet juga mempengaruhi regulasi hormon saat tidur, saat individu yang sering
memakan makanan cepat saji memiliki kadar hormon leptin yang cenderung
lebih sedikit, dan pada saat yang sama terjadi peningkatan kadar hormon
ghrelin saat terjadi kurang istirahat. Tidur dalam waktu yang cukup juga dapat
menghambat proses penuaan dengan menurunnya tingkat stress, baik stress
fisik maupun fisiologis (Patel, 2006)
Pada penelitian Bheil pada tahun 2009 didapatkan hasil jika durasi tidur
yang kurang dari 4 jam dapat meningkatkan hormon ghrelin dan menurunkan
hormon leptin. Ghrelin merupakan hormon yang dapat meningkatkan nafsu
makan, hormon ini akan meningkat sesaat sebelum makan dan menurun
setelah kita makan. Leptin juga merupakan hormon yang dikeluarkan oleh

sel adiposa yang menunjukkan peningkatan kelebihan energi sehingga akan


menurunkan produksi zat perangsang nafsu makan seperti NPY dan AGRP
(Guyton, 2006).

Selain itu, durasi tidur yang singkat dapat meningkatkan

IMT, lemak tubuh, waist and hip circumference dan fat mass index terutama
pada wanita dan pada remaja yang waktu tidurnya kurang dari 8 jam tingkat
aktivitas fisiknya lebih rendah dan lebih cenderung duduk diam menonton
televisi (Garaulet, 2011).
Penelitian ini dilakukan pada wanita dewasa muda dengan usia >18
tahun karena berdasarkan hasil Riskesdas 2013 merupakan kelompok dengan
prevalensi obesitas tertinggi, serta pada usia >18 tahun merupakan saat
dimana seseorang menjalani kehidupan sebagai kaum dewasa muda dimana
semakin berat beban yang ditanggung baik dalam kehidupan pekerjaan,
pernikahan, pendidikan. Pendidikan terutama perkuliahan merupakan masa
yang sangat berbeda dengan sekolah merupakan beban tersendiri bagi para
dewasa muda, terutama pada fakultas kedokteran dimana terdapat jadwal
yang padat serta waktu tidur yang kurang sehingga dapat meningkatkan risiko
terjadinya obesitas. Sehingga pada penelitian kali ini akan difokuskan pada
mahasiswi Fakultas Kedokteran UNSOED.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian pada latar belakang permasalahan diatas, maka
dapat diambil rumusan masalah penelitian yaitu :
Apakah terdapat pengaruh antara durasi tidur dengan kejadian
obesitas pada mahasiswi FK UNSOED
C. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN
1. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mengetahui ada tidaknya pengaruh durasi tidur terhadap
kejadian obesitas pada mahasiswi FK UNSOED
b. Tujuan Khusus

1) Mengetahui frekuensi durasi tidur mahasiswi FK UNSOED


2) Mengetahui durasi tidur mahasiswi obesitas
2. Manfaat
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini bertujuan untuk menambah informasi tentang
pengaruh durasi tidur terhadap kejadian obesitas pada mahasiswi FK
UNSOED.
b. Manfaat praktis
1) Bagi almamater, diharapkan penelitian ini dapat menambah
referensi terkait pengaruh durasi tidur terhadap obesitas dan dapat
digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan.
2) Bagi pembaca, diharapkan dapat menambah pengetahuan guna
mengontrol waktu tidurnya dan indeks massa tubuh agar tetap
dalam kondisi seimbang sehingga dapat terhindar dari obesitas.
3) Bagi peneliti lain, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan penilitian bagi peneliti lain khususnya dalam
pembahasan pengaruh durasi tidur terhadap kejadian obesitas.
D. KEASLIAN PENELITIAN
No
1.

Nama Peneliti
Judul
Yenni Yostiana Hubungan
Sinaga, 2015

Kualitas
dengan

Hasil
Perbedaan
Tidak
ada Pada
Tidur hubungan

Obesitas bermakna

penelitian
Yenni

Mahasiswa

antara kualitas menghubun

Fakultas

tidur terhadap

gkan durasi

Kedokteran Riau

tidur dengan

Angkatan 2014

obesitas,
sedangkan
pada
penelitian

baru

ini

adalah
membandin
gkan durasi
tidur normo
weight
dengan
2

Glegor
2004

Terdapat

obesitas
Subjek

Between Short

hubungan

berusia

Sleep Duration

antara

and Obesity in

tidur

Young Adults: A

kejadian

pada

13-Year

obesitas

penelitian

Haslor, The Association

Prospective Study

13

durasi tahun,
dengan sedangkan

yang

akan

dilakukan
subjek
berusia
diatas
tahun
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

18

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. MATERI PUSTAKA
1. OBESITAS
Menurut CDC (2016) menyebutkan bahwa obesitas merupakan berat
badan yang melebihi berat badan yang sehat. Obesitas sendiri dapat
diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu yang paling sering
digunakkan ialah IMT (Indeks Massa Tubuh) yang dihitung berdasarkan

berat badan dan tinggi badan dengan rumus

berat badan(kg )
tinggi badan(m2)

Bedasarkan rumus tersebut hasil IMT dikategorikan berdasarkan interval,


menurut WHO kategorinya adalah sebagai berikut

Gambar 2.1. Kategori IMT (WHO, 2016)


sedangkan untuk wilayah asia terutama indonesia, departemen kesehatan
indonesia telah menetapkan sendiri kategori IMT seperti pada tabel
berikut

Gambar
2.2 Kategori
IMT
(Depkes
RI,2010)
Berdasarkan data diatas didapatkan bahwa keadaan obesitas jika
menurut WHO IMT lebih dari sama dengan 30, sedangkan menurut
depkes RI terjadi saat nilai IMT diatas 27.
a. Etiologi Obesitas
Penyebab terjadinya obesitas memang sangat komplek sekali,
karena dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Guyton 2006,

terdapat beberapa penyebab terjadinya obesitas yaitu penurunan


aktivitas fisik, energi berlebih, faktor lingkungan , faktor sosial dan
psikologis, kelainan neurogenik, serta faktor genetik.
1) Penurunan aktivitas fisik
Aktivitas fisik merupakan latihan fisik yang secara terartur
dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak
tubuh. Rata-rata setiap orang akan menghabiskan 25-30% dari
energi total yang digunakan setiap hari untuk aktivitas fisik.
Jika terjadi penurunan aktivitas fisik maka dapat menurunkan
massa otot dan meningkatkan adiposit sehingga terjadi
peningkatan berat badan yang jika terjadi secara terus menerus
akan menyebabkan obesitas.
2) Energi berlebih
Untuk menjaga kondisi tubuh tetap fit diperlukan
keseimbangan berbagai hal., salah satunya ialah keseimbangan
energi yang masuk dan yang keluar. Jika energi yang masuk
lebih besar dari yang dikeluarkan maka akan terjadi
peningkatan berat badan karena energi yang tersisa akan diubah
dan disimpan menjadi lemak. Setiap 9,3 kalori yang masuk
kedalam tubuh akan terjadi penyimpanan lemak sebanyak 1 gr.
Rata-rata pada orang dewasa timbul akibat peningkatan ukuran
adiposit

sedangkan

pada

anak-anak

disebabkan

karena

penambahan jumlah adiposit.


3) Faktor lingkungan
Lingkungan yang dipenuhi oleh makanan, dan hal-hal yang
serba instan akan menigkatkan risiko terjadinya obesitas.
4) Faktor sosial dan psikologi

Kondisi stress psikologi pada beberpa orang dapat


meningkatkan nafsu makannya.Pada saat stress ada beberapa
orang yang akan manyalurkan stressnya dengan meningkatkan
makannya.
5) Kelaianan neurogenik
Susunan fungsional pada hipotalamus seseorang yang
mengalami obesitad berbeda dengan orang normal. Terdapat
juga perubahan neurotransmiter pada jaras hipotalamus yang
mengatur perilaku makan. Perubahan yang terjadi antara lain,
peningkatan neurotransmitter oreksigenik seperti NPY dan
penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan MSH.
6) Faktor genetik
Kelainan pada

gen

yang

sifatnya

menurun

dapat

menyebabkan kelaian seperti, kelainan pada jaras yang


mengatur pusat makan, kelaianan pengeluran dan penyimpanan
lemak. Penyebab kelainan pada gen yang menyebabkan
obesitas ialah :
a) Mutasi MCR-4
b) Defisiensi leptin kongenital
c) Mutasi reseptor leptin
b. Patogenesis Obesitas
Obesitas terjadi akibat berbagai multifaktor yang saling
berinteraksi satu sama lain, baik itu keterlibatan antara gen, hormonal
maupun faktor lingkungan yang mempengaruhi individu. Patofisiologi
obesitas secara umum adalah ketidakseimbangan antara jumlah energi
yang masuk dengan jumlah energi yang dikeluarkan untuk
beraktivitas. Namun tidak hanya hal tersebut yang dapat mencetuskan

10

timbulnya obesitas, beberapa penyakit pun dapat menimbulkan gejala


klinis obesitas (Flier et al, 2007).
Ada pula yang menyebutukan bahwa obesitas disebabkan
karena kelainan genetik, antara lain ialah terdapat kelaianan gen ob
yang menyebabkan penurunan dari leptin. Pada penderita obesitas
dijumpai penurunan kadar leptin ini, bahkan yang mengalami onset
dini obesitas tidak hanya dikarenakan inaktivasi gen reseptor (db)
tetapi juga gen leptin (ob) itu sendiri. Lalu gen proopiomelanokortin
(POMC), mutasi pada gen ini menyebabkan penurunan -MSH
(melanocyte-stimulating hormone) yang merupakan penghambat nafsu
makan di hipotalamus yang nantinya akan merikatan dengan MCR-4.
Selanjutnya kelainan gen proenzyme convertase 1 (PC-1) Mutasi pada
gen ini akan mencegah terjadinya pembentukan -MSH dari prekusor
peptidanya, POMC (Flier et al, 2007).

Gamb
ar 2.3 Mekanisme Obesitas (Silbernagl, 2006)

11

Peningkatan jumlah makanan yang dikonsumsi oleh penderita


obesitas dapat terjadi karena gangguan dari pengaturan rasa kenyang.
Rasa kenyang sendiri diatur oleh beberapa hormon, antara lain insulin,
kortisol dan peptida usus seperti ghrelin, peptida YY dan kolesitokinin
yang bekerja langsung menuju pusat kontrol hipotalamus. Selain dari
hormonal terdpat pula pengaturan oleh metabolit seperti glukosa
dalam hal saat terjadi hipoglikemia maka individu akan merasa lapar
(Barret, et al, 2009).
Sel adiposa sendiri juga memiliki pengaruh dalam proses
terjadinya obesitas ini karena sel ini juga berfungsi sebagai sel
endokrin yang melepaskan beberapa molekul yang berkaitan dengan
obesitas, seperti adinopektin, resistin, dan RBP4 (retinal binding
protein 4). Kadar adinopeltin diketahui menurun pada penderita
obesitas, sedangkan kadar resistin dan RBP4 meningkat. Faktor-faltor
tersebut menyebabkan gangguan homeostatis lemak, sensitivitas
insulin, kontrol gula darah dan koagulasi (Flier et al, 2007).
2. TIDUR
Tidur merupakan suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut
dapat dibangunkan dengan pemberian rangsang sensorik atau dengan
rangsangan lainnya (Guyton, 2006). Selain itu, tidur juga merupakan
salah satu tahap pada proses penurunan kesadaran yaitu pada tahap ke
tiga.

Kesadaran

sendiri merupakan keadaan dimana seseorang

mengetahui secara subjektif tentang dunia luar dan diri sendiri termasuk
mengetahui alam pikirannya sendiri seperti sadar akan pikiran, persepsi,
mimpi dan lain sebagainya. Kesadaran diatur dipengaruhi oleh integrasi
berbagai bagian sistem saraf.

Ada pula keadaan dimana menurnnya

12

kesadaran , berdasarkan interaksi anatar rangsangan perifer dan otak


antara lain kewaspadaan maksimal, terjaga, tidur dan koma. Tidur dan
siklus bangun-tidur diatur oleh hubungan timbal balik antar 3 sistem saraf
yaitu sistem keterjagaan (sistem retikular), pusat tidur lambat pada
hipotalamus yang mengandung neuron tidur yang menginduksi tidur, serta
pusat tidur paradoksal pada batang otak yang mengandung neuron tidur
paradoksal (Sherwood, 2011).
Ada beberapa bagian saraf yang mempengaruhi tidur, yaitu nuklei
rafe, nuklei traktus solitarius, dan bagian diencephalon. Nnuklei rafe
terletak pada separuh bagian bawah pons di medulla, serabut saraf ini
menyebar ke formatio retikularis batang otak, talamus, hipotalamus,
sistem limbik, dan neokorteks serebri. Neuron rafe ini akan sekresikan
serotonin yang merupakan zat transmitter yang dapat menyebabkan tidur.
Perangsangan pada beberapa daerah di nukleus traktus solitarius dan
daerah diencephalon seperti bagian rostal hipotalalmus yaitu area
suprakiasma

serta

area

pada

nukleus

difus

hipotalamus

dapat

menyebabkan tidur alami (Guyton, 2006).


a. Fisiologi Tidur
Pada saat tertidur tingkat aktivitas otak secara keseluruhan tak
berkurang, bahkan pada tahap-tahap tertentu terjadi peningkatan
penyerapan O2 yang melebihi penyerapan saat keadaan terjaga. Tidur
terbagi menjadi dua tipe tidur yang memiliki kualitas yang berbeda
yang ditandai oleh perbedaan pola EEG (Elektroensefalografi) yaitu
tidur gelombang lambat (Non Rapid Eye Movement) dan tidur
paradoksal (Rapid Eye Movement) (Sherwood, 2011).

13

1) Tidur gelombang lambat (NREM)


Pada fase ini terjadi tidur yang nyenyak dan tenang
yang dialami pada jam-jam pertama tidur setelah terjaga, serta
terjadi penurunan tonus pembuluh darah perifer, tekanan
darah, frekuensi pernafasan, kecepatan metabolisme basal
akan berkurang sebanyak 10-30 persen. Meski sering disebut
sebagai fase tidur tanpa mimpi, tetapi seringkali terjadi mimpi
buruk yang terjadi dan tak dapat diingat setelah terbangun
(Guyton, 2006).
2) Tidur paradoksal (REM)
Terjadi terpotong-potong yang totalnya mencapai 25%
dari seluruh masa tidur manusia. Setiap potongannya berdurasi
90 menit. Dalam fase ini tidur tak begitu tenang, dan terkadang
berhubungan dengan mimpi. Biasanya tidur REM disertai
mimpi serta pergerakan otot dan lebih sukar untuk
dibangunkan tetapi terbangun spontan saat pagi hari saat
episode REM. Otak pun menjadi sangat aktif dan terjadi
peningkatan metabolisme diseluruh otak sebanyak 20%. Pada
fase ini terjadi pergerakan mata yang cepat dikarenakan timbul
pergerakan otot yang tak teratr pada otot-otot mata, selain itu
tejadi frekuensi denyut jantung dan pernafasan yang irreguler
sebagai pertanda tidur dalam keadaan bermimpi (Guyton,
2006).
b. Siklus Bangun Tidur
Terdapat dua pendapat tentang sikluas bangun tidur, pada
teori lama disebutkan sistem retikular yang telah terjaga sepanjang

14

hari mengalami kelelahan sehingga menjadi inaktif. Sedangkan


teori baru mengatakan bahwa tidur disebabkan karena proses
penghambatan aktif (Guyton, 2006).
Saat nukleus pengaktif sistem retikular pada hipotalamus
maka akan rangsang korteks serebri dan sistem saraf perifer lalu
keduanya akan kirim umpan balik positif ke hipotalamus. Sampai
akhirnya sistem saraf terasa letih sehingga tak terjadi siklus umpan
balik positif dan akhirnya perangsang tidur dari pusat tidur akan
ambil alih (Guyton, 2006).
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi tidur
Tidur sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti:
1) Usia
Setiap individu dengan usia berbeda memiliki waktu tidur
yang berbeda pula. Semakin bertambah usia maka semakin
berkurang juga durasi tidurnya. Pada usia 12 tahun kebutuhan
tidur adalah 9 jam, berkurang menjadi 8 jam pada usia 20 tahun, 7
jam pada usia 40 tahun,6, 5 jam pada usia 60 tahun dan 6 jam pada
usia 80 tahun (Prayitno, 2002).
2) Lingkungan
Lingkungan sangat mempengaruhi

tidur

seseorang,

terdapat lingkungan yang membantu dan mengganggu tidur


seseorang. Lingkungan yang membantu tidur seseorang seperti
lingkungan rumah sendiri atau kamar sendiri karena individu
sudah terbiasa berada dalam lingkungan tersebut, sedangkan
lingkungan yang mengganggu tidur ialah seperti rumah sakit
karena termasuk wilayah asing bagi individu (Adamkova, et al,
2009).
3) Kelelahan

15

Semakin lelah seseorang maka kenyamanan tidurnya akan


semakin meningkat. Pada hasil penelitian didapatkan bahwa jika
olahraga

dilakukan

3-6 jam

sebelum

tidur

maka

dapat

menimbulkan efek positif terhadap tidur (Kaplan, 2010).


4) Pekerjaan
Dalam penelitian Kecklund tahun 1997 didapatkan bahwa
terdapat penurunan durasi tidur sebanyak 2-3 jam pada pekerja
shift pagi dan malam.
5) Stress Psikologis
Stress emosional dapat menyebabkan seseorang menjadi
tegang dan seringkali frustasi ketika tak daat tidur. Stress juga
dapat menyebabkan seseorang berusaha keras untuk dapat tidur ,
sering terbangun atau tidur berlebihan (Tsujino, et al, 2009).
6) Alkohol dan stimulan
Semakin banyak alkohol yang diminum atau dikonsumsi
maka semakin tinggi pula seseorang mengalami gangguan tidur.
Serta bahan stimulan seperti kafein dapat mempengaruhi sistem
saraf pusat dan dapat mengganggu tidur. Berdasarkan National
Sleep Foundation pada tahun 2002 mengatakan bahwa kafein tak
berpengaruh terhadap orang dewasa dan anak-anak jika tidak
melebihi 250 mg perhari. Sedangkan jika diminum berlebihan
dapat meyebabkan terjadinya gangguan tidur.
7) Diet
Berlebihnya berat badan seseorang dapat mempengaruhi
total waktu tidur dan bangun yang cenderung lebih awal (Tsujino,
et al, 2009).
8) Merokok
Salah satu kandungan yang terdapat dalam rokok ialah
nikotin. Nikotin ini memiliki efek stimulasi terhadap tubuh , dan

16

biasanya seorang perokok mengalami kesulitan untuk tidur. Jika


saat

setelah

makan

perokok

tak

merokok

maka

dapat

meningkatkan tingkat kenyamanan saat tidur ( National Seep


Foundation, 2002).
9) Penyakit
Terjadi perbedaan durasi, irama serta waktu bangun yang
terjadi pada seseorang yang sakit dengan yang normal (Flier, et al,
2007).
10) Obat-obatan
Obat seperti beta blocker dan digoksin dapat menyebabkan
keadaan mimpi buruk, selain itu beta blocker juga dapat
menyebabkan insomnia dan terbangun tiba-tiba saat tidur (Potter
dan Perry, 1993).
3. PENGARUH DURASI TIDUR TERHADAP OBESITAS
Berbagai hal yang berlangsung selama tidur, salah satunya dalam
hal metabolisme glukosa. Pada individu yang normal terjadi peningkatan
hormon pertumbuhan dan penurunan kortisol serta epinefrin ketika tidur.
Peningkatan hormon pertumbuhan selama awal tidur akan menjaga kadar
gula darah stabil dengan menghambat pengambilan glukosa dari otot.
Sedangkan

penurunan

kadar

kortisol

inilah

yang

menyebabkan

terlambatnya efek sensitivitas insulin selama tidur, sehingga efek ini akan
muncul pada akhir malam. Karena inilah, kadar gula darah tetap stabil
selama tidur di sepanjang malam meskipun individu dalam keadaan
berpuasa (Cauter et al, 1997).
Setelah awal mula tidur, pada penderita obese dijumpai penurunan
kadar gula darah dan penurunan kecepatan sekresi insulin dikarenakan
penurunan pelepasan hormon pertumbuhan (Cauter et al, 1997). Hal ini
dapat menyebabkan penderita obese banyak mengonsumsi makanan di

17

malam hari karena tubuh merasa kelaparan. Penurunan kecepatan sekresi


insulin ini tidak hanya dikarenakan resistensi insulin tetapi juga pengaruh
dari perubahan kortisol (Cauter et al, 1997).
Terdapat pula neuropeptida oreksin atau hipokretin, yang tugasnya
tak hanya mengatur nafsu makan tetapi juga mengatur pola tidur pada
individu. Oreksin merupakan neuropeptida yang diproduksi di neuron
hipotalamus, terutama di area lateral hipotalamus (LHA), yang
merupakan pusat pengaturan nafsu makan. Peran oreksin ini didukung
dengan ditemukannya kedua reseptor oreksin, OX1R dan OX2R, pada
pusat-pusat pengaturan makan dan siklus bangun-tidur. Oreksin diaktifkan
oleh neurotensin, oksitosin, dan vasopressin. Sebaliknya GABA, glukosa,
5-HT, noradrenalin dan leptin menghambat aktivitas oreksin (Tsujino et
al, 2009).
Dalam pengaturan nafsu makan, oreksin diaktifkan jika tubuh
dalam keadaan hipoglikemi. Sebaliknya, jika kadar gula darah
ekstraseluler meninggi maka oreksin pun berkurang (Tsujino et al, 2009).
Kurangnya durasi tidur dapat meningkatkan kadar oreksin dalam
tubuh sehingga terjadi peningkatan nafsu makan (Tsujino et l, 2009).
Selain itu terdapat hormon ghrelin yang sebanding dengan sistem saraf
simpatis dan sifatnya meningkatkan nafsu makan, sedangkan leptin
sebanding dengan sistem parasimpatis yang mana fungsinya menurunkan
nafsu makan. Pada jam tidur yang kurang berarti terjadi durasi simpatis
yang lama sehingga pengeluaran hormon leptin akan dicegah dan terjadi
peningkatan hormon ghrelin yang menyebabkan rasa lapar (Spiegel, et al,
2004). Selain itu berdasarkan penelitian Taheri pada tahun 2004,
berkurangnya jam tidur dari 8 jam menjadi 5 jam dapat menurunkan

18

kadar leptin sebesar 15,5%, dimana kadar leptin dan ghrelin akan selalu
berkebalikan, sehingga menyebabkan peningkatan hormon ghrelin
sebanyak 14,9%.
Sehingga secara keseluruhan dapat dilihat terdapat hubungan
antara jumlah jam tidur dengan kejadian obesitas, dikarenakan disregulasi
nafsu makan. Kaitan jumlah jam tidur yang berhubungan dengan obesitas,
adalah penurunan jumlah jam tidur. Dari keseluruhan hal yang paling
umum menyebabkan peningkatan nafsu makan pada penurunan jumlah
jam tidur adalah penurunan kadar leptin dan peningkatan kadar ghrelin.
B. KERANGKA PEMIKIRAN PENELITIAN

Penurunan Durasi Tidur


Stress

Leptin

Ghrelin

Gambar 2.4. Kerangka Teori Penelitian


C. KERANGKA KONSEP
PENELITIAN
Obesitas

Durasi Gambar
Tidur 2.5 Kerangka Konsep Penelitian
Obesitas
D. HIPOTESIS
Terdapat pengaruh yang bermakna antara durasi tidur dengan kejadian
obesitas pada mahasiswi FK UNSOED.

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

19

Penelitian ini merupakan penelitian observasional, dengan metode


cross sectional. Sebelumnya subjek akan mengisi lembar informed
consent lalu mengisi kuesioner yang berisi tentang kebiasaan tidurnya,
faktor-faktor yang mempengaruhi tidur, pola makan, gaya hidup serta
informasi tentang berat badan dan tinggi badan.
Setelah melakukan pengisian, akan diambil subjek yang termasuk
kategori obesitas lalu akan di ukur lagi oleh peneliti guna memastikan
keadaan IMT subjek. Jika sudah memenuhi kriteria maka akan di ambil
sebagai subjek penelitian, dan akan dibandingkan frekuensi tidurnya.
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
a. Populasi Target
Populasi target pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswi
FK UNSOED.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian kali ini adalah mahasiswi
obesitas di FK UNSOED.
2. Sampel
Pengambilan sampel menggunakkan non probability sampling
dengan consecutive sampling, yaitu seluruh subjek yang memenuhi
kriteria penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subjek
yang diperlukan terpenuhi.
Kriteria inklusi
- Mahasiswi FK UNSOED
- Mahasiswi dengan kategori obesitas
- Mahasiswi dengan usia diatas 18 tahun
- Subjek yang bersedia menjadi sampel penelitian
Kriteria eksklusi
-

Minum alkohol
Rutin olahraga
Program diet
Merokok

20

Besar Sampel yang diperlukan dicari menggunakkan rumus cross


sectional :

n1
n2 = -----------n1
1+ -----N

Hasilnya didapat 71.6 dan dibulatkan menjadi 72 sampel.

C. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakkan dalam penelitian ini antara lain
1. Variabel bebas : Kejadian obesitas
2. Variabel terikat : Durasi tidur
D. Definisi Operasional
Variabel

Definisi

Durasi

operasional
Rata-rata

Menggunakka

tidur

umlah

n kuesioner

Obesitas

waktu tidur
Keadaan

Menggunakka

kelebihan

n rumus IMT

berat badan

Cara ukur

satuan

Jenis data

Skala

jam

Numerik

data
Ratio

kg/m2

Numerik

Ratio

21

yang
melebihi
nilai normal
( 27 kg/m2)
Tabel 3.1 Definisi Operasional
E. Pengumpulan Data
1. Alat Pengumpulan Data
Untung mengetahui durasi tidur dilakukan wawancara dengan
menggunakkan kuesioner , sedangkan penentuan awal subjek termasuk
dalam kategori obesitas atau tidak dilakukan dengan pengisian
kuesioner yang selanjutnya akan dipastikan dengan pengukuran berat
badan

menggunakkan

timbangan

digital

dan

tinggi

badan

menggunakkan alat pengukur tinggi badan secara langsung oleh


peniliti.
2. Cara Pengumpulan Data
Sebelum pengambilan data akan dibagikan lembar informed
consent terlebih dahulu kepada responden, pengambilan data dilakukan
dengan melakukan pengisian kuesioner dan pengukuran berat dan
tinggi badan pada mahisiswi FK UNSOED.
F. Tata Urutan Kerja
1. Tahap Persiapan, meliputi :
-Konsultasi dengan pembimbing
-Studi pustaka untuk menentukanacuan penelitian
-Menyusun proposal penelitian
-Presentasi proposal penelitian
-Pengurusan ijin penelitan
-Pelaksanaan penelitian
2. Tahap Penatalaksanaan
-Pengumpulan data dengan kuesioner
-Melakukan pengukuran berat badan dan tinggi badan
3. Tahap Pengolahan Data
-Analisis Data
-Seminar Presentasi hasil penelitian

22

G. Analisis data
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat dilakukan untuk mempeoleh gambaran setiap
variabel dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi untuk
mengetahui variabel serta besar proporsi penyebarannya.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk mendapatkan informasi tentang
hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat. Uji Komparatif
yang dilakukan untuk data berpasangan ialah dependent t-test yang
harus memenuhi syarat uji parametrik (jenis data numerik, terdistribusi
normal, dan homogen). Uji Wilcoxon untuk melihat hubungan antara
variabel bebas dan variabel terikat. Transformasi data dilakukan jika
data tidak terdistribusi normal. Namun, apabila data tetap tidak
terdistribusi normal setelah transformasi data, maka dilakukan analisis
statistik non-parametrik dengan Uji Komparatif Mc Nemar.
H. Waktu dan tempat penelitian
1. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Maret - April 2017.
2. Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada ruang kelas FK UNSOED.

I. Jadwal Penelitian
JanuariFebruari
2017
1. Tahap Persiapan
Penyusunan
Proposal

dan

Maret-April
2017

Mei
2017

23

Penelitian
Pendahuluan
Seminar Proposal
2. Tahap Pelaksanaan
3. Tahap Pengolahan
Data dan Analisis
data
4. Tahap

Akhir

Penelitian
Penyusunan Hasil
Seminar Hasil
Tabel 3.2 Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA
Adamkova, V., Hubacek, J. A., Lanska, V., Vrablik, M., Kralova Lesna, I.,
Suchanek, P., . Veleminsky, M. 2009. Association between duration of the
sleep and body weight. Physiological Research, 58.
Arendt, J. 2000. Melatonin, circadian rhythms, and sleep. N Eng J Med; 343 (15)
Cauter, Van E., Polonsky KS., Scheen AJ. 1997. Roles of circadian rhythmicity
and sleep in human glucose regulation. Endocr Rev. 18:716738
CDC. 2016. Obesity Adult Defining (online). Diakses pada 25 September 2016
Beihl DA, Liese AD, Haffner SM. 2009. Sleep duration as a risk factor for
incident type 2 diabetes in a Multiethnic Cohort. Ann Epidemiol 19: 351357.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS) Indonesia tahun 2013. Jakarta : Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan Replubik Indonesia. 2010. Pedoman Praktis Memantau
Status Gizi Orang Dewasa. Jakarta

24

Flier, J.S., Maratos, E. 2007. Biology of Obesity. In: Fauci, .S., Kasper, D.L.,
Longo, d.L., Braunwald, E., Hauser, S.L., Jameson, J.L. Harrisons
Principles of Internal Medicine. 17th Ed. Mc Graw Hill, New York
Garaulet M, FB Ortega, et al. 2011. PEDIATRIC ORIGINAL ARTICLE Short
sleep duration is associated with increased obesity markers in European
adolescents: effect of physical activity and dietary habits . The HELENA
study, 13081317.
Guyton AC, and Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta :
EGC
Kaplan, H.I., Sadock, B.J., Grebb, J.A. 2010. Kaplan Sadock Sinopsis Psikiatri
Ilmu Pengetahuan Psikiatri Klinis Jilid 2. Jakarta : Bina Rupa Aksara
Kecklund G, Akerstedt T, Lowden A. 1997. Morning work: effects of early rising
on sleep and alertness. Pubmed. 20(3):215223.
National Sleep Foundation. 2002. Sleep in America Poll. National Sleep
Foundation, Washington.
Patel, S.R., Malhorta, A., White, D.P., Gottlieb, D.J., Frank, H.B. 2006.
Assocoation between Reduced Sleep and Weight Gain in Women. American
Journal of Epidemiology, 164, 947.
Potter, P., Perry, A. 1993. Fundamental of Nursing Concept, Process, dan
Practise. Mosby Year Book, Missouri
Prayitno. 2002. Ganguan Pola Tidur pada Lansia dan Pelaksanaannya. Jurnal
Kedokteran Trisakti. 21(1).
Silbernagl, Stefan., Florian Lang. 2006. Teks dan Atlas Bewarna Patofisologi.
Jakarta : EGC
Spiegel K, Tasali E, Penev P, Van Cauter E. 2004. Brief communication: Sleep
curtailment in healthy young men is associated with decreased leptin levels,
elevated ghrelin levels, and increased hunger and appetite. Ann Intern
Med. 2004b;141:846850.
Watanabe, M., Kikuchi, H., Tanaka, K., & Takahashi, M. 2010. Association of
Short Sleep Duration with Weight Gain and Obesity at 1-Year Follow-Up: A
Large-Scale Prospective Study.Pubmed. 33(2):161-7.
WHO. 2016. BMI Classification (online). WHO. Diakses 12 Oktober 2016
Taheri, Shahrad., Ling Lin., Diane Austi., Terry Young., Emmanuel Mignot. 2004.
Short Sleep Duration Is Associated with Reduced Leptin, Elevated Ghrelin
and Increased Body Mass Index. PloS Medicine : 1 (3)
Tsujino, N., Sakurai , T. 2009. Orexin / Hypocretin : A Neuropeptide at The
Inteface of Sleep, Energy Homeostatis, and Reward System. Pharmacol Rev
61.

25

Anda mungkin juga menyukai