Anda di halaman 1dari 19

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Overweight

a. Definisi

Istilah gemuk, dapat dikategorikan kedalam dua bagian yaitu

overweight dan obesitas. Overweight dan obesitas didefinisikan sebagai

akumulasi lemak abnormal atau berlebihan yang dapat mengganggu

kesehatan (WHO, 2013)

Overweight adalah kelebihan berat badan termasuk didalamnya

otot, tulang, lemak dan air. Sedangkan obesitas adalah keadaan dimana

seseorang memiliki berat badan yang lebih berat dibandingkan berat

badan idealnya yang disebabkan oleh penumpukan lemak di tubuhnya

(Proverawati, 2010).

Pendapat yang dinyatakan oleh Astawan dan Leomitro (2009)

bahwa overweight adalah keadaan dimana berat badan seseorang

melebihi berat badan normal, tetapi belum sampai kategori obesitas.

Sedangkan obesitas adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan

lemak yang berlebih dalam tubuh sehingga berat badan seseorang jauh

diatas normal dan dapat membahayakan kesehatan.

b. Parameter Overweight

Parameter untuk menentukan overweight ialah dengan melakukan

pemeriksaan antropometri yang meliputi pengukuran tinggi badan dan


7

berat badan. Penentuan kelebihan berat badan pada orang dewasa

berbeda dengan penentuan kelebihan berat badan pada anak dan remaja.

Pada orang dewasa dapat ditentukan berdasarkan hitungan IMT (Indeks

Masa Tubuh) yaitu berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat

( ). Dikatakan overweight apabila hasil perhitungan IMT antara 25-

29,9 dan obesitas apabila hasil IMT lebih dari 30 (Arisman, 2010).

Berdasarkan baku antropometri untuk anak umur 5-18 tahun, status

gizi ditentukan berdasarkan nilai Z-score IMT/U. Selanjutnya

berdasarkan nilai Z-score ini status gizi anak dikategorikan pada tabel

2.1.

Tabel 2.1 Klasifikasi indikator IMT/U untuk usai 5-18 tahun


Kategori Ambang batas (Z-score)
Sangat kurus Zscore < -3,0
Kurus Zscore -3,0 s/d < -2,0
Normal Zscore -2,0 s/d 1,0
Gemuk (overweight) Zscore> 1,0 s/d 2,0
Obesitas Zscore > 2,0
Sumber: Riskesdas (2013)

c. Penyebab Overweight

Penyebab mendasar dari overweight adalah kelebihan asupan

energi dalam makanan dibandingkan pengeluaran energi. Jika seseorang

diberi makan diet tinggi kalori dalam jumlah tetap, sebagian mengalami

pertambahan berat badan lebih cepat dari yang lain, tetapi pertambahan

berat badan yang lebih lambat disebabkan oleh peningkatan pengeluaran

energi dalam bentuk gerakan (Ganong, 2008).

Secara umum, ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya

overweight yaitu:
8

1. Genetik

Overweight cenderung untuk diturunkan, sehingga diduga

memiliki penyebab genetik. Bila kedua orang tua overweight, 80%

anaknya menjadi overweight. Bila salah satu orang tua overweight,

kejadian overweight menjadi 40% dan bila kedua orang tua tidak

overweight, prevalensi overweight menjadi 14% (Mustofa, 2010).

Sel penyebab kegemukan itu sudah ada pada diri manusia sejak

awal kelahiran. Sejumlah sel penyebab kegemukan itu akan

bertambah terus usianya dan mengadakan reaksi sampai pada usia

lanjut. Remaja yang memiliki orang tua dengan badan gemuk akan

mewariskan tingkat metabolisme yang rendah dan memiliki

kecenderungan kegemukan bila dibandingkan dengan remaja yang

memiliki orang tua dengan berat badan normal (Sitorus, 2008).

2. Lingkungan

Lingkungan memegang peranan yang cukup berarti terhadap

overweight. Yang termasuk lingkungan dalam hal ini adalah pola gaya

hidup. Misalnya apa yang dimakan, berapa kali seseorang makan dan

bagaimana aktivitasnya. Seseorang tidak dapat mengubah pola genetik

namun dapat mengubah pola gaya hidup (Proverawati, 2009).

3. Aktivitas fisik

Menurunnya pemakaian energi untuk beraktivitas bisa

menyebabkan ketidakseimbangan energi positif yang menimbulkan

berat badan berlebih. Risiko overweight berhubungan dengan


9

kurangnya aktivitas fisik akibat sebagian besar waktu dihabiskan

untuk duduk, terutama saat menonton televisi dan bermain game pada

remaja (Hillsdon, 2007). Remaja 5,5 kali berpotensi menjadi

overweight jika menonton televisi lebih dari 5 jam per hari

dibandingkan dengan yang menonton televisi selama 2 jam per hari

(Bowman, et al. 2001).

4. Diet

Perubahan diet pada remaja berpengaruh terhadap terjadinya

overweight, seperti konsumsi fast food, melewatkan sarapan pagi

(breakfast skipping) dan makan sambil menonton televisi. Konsumsi

fast food terkait dengan kebiasaan makan diluar rumah pada remaja.

Fast food merupakan makanan yang tinggi lemak dan rendah nutrisi.

Fast food adalah makanan yang crunchy, aromatic, enak dan tinggi

lemak. Akibatnya, konsumsi fast food dapat meningkatkan intake

makanan dengan densitas energi yang tinggi namun indeks

kekenyangan (satiety index) yang rendah sehingga mengindukasi

terjadinya overweight (Bowman, et al. 2001).

5. Faktor kesehatan

Ada beberapa penyakit yang dapat mengakibatkan terjadinya

overweight yaitu hipertiroidisme, syndrome chusing dan beberapa

kelainan saraf yang dapat menyebabkan seseorang menjadi banyak

makan. Obat-obatan juga dapat menyebabkan terjadinya overweight,

yaitu obat jenis steroid dan beberapa anti depresi (Proverawati, 2009).
10

d. Dampak Overweight pada Remaja

Remaja yang overweight dapat menderita masalah kesehatan yang

serius yang dapat dibawa hingga dewasa. Menurut Proverawati (2010)

overweight meningkatkan risiko terjadinya beberapa penyakit, antara lain

sebagai berikut:

1. Diabetes tipe 2.

2. Tekanan darah tinggi.

3. Gout dan arthritis.

4. Batu kandung empedu

5. Tidur apneu ( kegagalan bernafas secara normal ketika sedang tidur,

menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam darah)

6. Masalah yang menyangkut perkembangan sosial dan emosional,

seperti kepercayaan diri yang rendah dan cenderung diganggu oleh

temannya, masalah tingkah laku dan pola belajar yang dapat

menyebabkan penurunan prestasi akademik serta depresi.

e. Penatalaksanaan Overweight

Tujuan utama penatalaksanaan overweight pada remaja adalah

menyadarkan tentang pola makan yang berlebihan dan aktivitas yang

kurang serta memberikan motivasi untuk memodifikasi perilaku. Tujuan

jangka panjang adalah perubahan gaya hidup yang menetap (Budiwiarti,

2012).

Adapun prinsip penatalaksanaan overweight ialah sebagai berikut

(Syarif, 2011):
11

1) Pengaturan Diet

Diet pembatasan energi yang seimbang merupakan metode

penurunan berat badan yang paling sering diresepkan. Diet tersebut

harus cukup secara nutrisi kecuali untuk energi, yang dikurangi hingga

poin di mana penyimpanan lemak harus dapat dimobilisasi untuk

mencapai kebutuhan energi harian. Defisit kalori dari 500 hingga 1000

kkal setiap harinya biasanya dapat mencapai tujuan tersebut. Tingkat

energi bervariasi pada setiap individu menurut ukuran dan

aktivitasnya, umumnya berkisar dari 1200 hingga 1800 kkal setiap

harinya.

Tambahan dari serat juga direkomendasikan untuk menurunkan

densitas kalori, untuk memberi rasa kenyang dengan memperlambat

waktu pengosongan lambung dan untuk menurunkan efisiensi

absorpsi usus. Suplemen vitamin dan mineral yang disesuaikan usia

sangat dianjurkan untuk dikonsumsi dalam program penurunan berat

badan. Pada wanita dibutuhkan kurang dari 1200 kkal dan 1800 kkal

pada pria. Program penurunan berat badan harus dikombinasikan

dengan rejimen diet gizi seimbang dengan modifikasi latihan dan gaya

hidup.

2) Latihan Fisik

Aktivitas fisik adalah komponen yang paling beragam dari

pengeluaran energi atau energy expenditur. Peningkatan pengeluaran

energi melalui olahraga atau aktivitas fisik lain merupakan komponen


12

penting untuk meningkatkan penurunan berat badan dan pencegahan

berat badan kembali naik. Tingkatan latihan atau olahraga yang

adekuat untuk menimbulkan efek adalah 60-90 menit perhari.

Apabila seorang overweight tidak dapat mencapai tingkatan

tertentu pada aktivitas fisik tersebut maka minimal perhari setidaknya

selama 30 menit melakukan aktivitas yang bersifat moderate

activity. Oleh karena itu diperlukan intervensi yang menargetkan

tingkatan aktivitas fisik tersebut untuk meningkatkan kesehatan dan

mengkontrol berat badan secara jangka panjang. Cara terbaik adalah

untuk memelihara kesehatan kardiovaskular secara maksimum,

terlepas dari berat badan, dapat dilakukan latihan intensitas tinggi

selama 20 sampai 30 menit 4 sampai 7 hari per minggu.

3) Modifikasi Gaya Hidup

Modifikasi tingkah laku telah menjadi hal yang penting dalam

intervensi overweight. Hal ini terfokus pada membentuk ulang

lingkungan seseorang untuk mengurangi kebiasaan yang berkontribusi

terhadap overweight. Sebagai tambahan pada nutrisi dan aktivitas

fisik, komponen kunci dari program modifikasi tingkah laku meliputi

self-monitoring, penetapan tujuan, kontrol stimulus, penyelesaian

masalah, restrukturisasi kognitif dan pencegahan kekambuhan.

Self-monitoring dengan rekaman data dan waktu setiap harinya

mengenai asupan makanan, disertai pula dengan pemikiran dan

perasaan, membantu mengidentifikasikan aturan fisik dan emosi yang


13

terjadi saat makan. Aktivitas fisik biasanya dicatat dalam menit atau

kalori yang dihabiskan.

Kontrol stimulus mencakup modifikasi dari rantai kejadian yang

mendahului makan, jenis makanan yang dikonsumsi saat makan dan

konsekuensi dari makan. Strategi seperti menaruh alat makan di antara

kunyahan merupakan salah satu cara untuk memperlambat proses

makan.

Restrukturisasi kognitif mengajarkan seseorang untuk

mengidentifikasi, menantang dan menghilangkan pikiran negatif yang

sering menurunkan usaha dalam pemeliharaan berat badan. Program

yang komprehensif dari modifikasi gaya hidup menghasilkan

penurunan berat badan kira-kira 10% dari berat badan awal dalam 16-

26 minggu.

2. Remaja

Masa remaja merupakan periode penting dalam rentang kehidupan

manusia, karena masa remaja adalah suatu periode peralihan dari masa

kanak-kanak ke masa dewasa. Pada masa ini remaja merasakan adanya

perubahan yang terjadi pada dirinya seperti perubahan fisik yang hampir

menyerupai orang dewasa atau yang biasa disebut dengan masa pubertas,

perubahan sikap, perasaan atau emosi yang sering tanpa disadari oleh

remaja itu sendiri (Proverawati, 2010).

Rentang waktu usia remaja biasanya dibedakan atas tiga, yaitu usia

12-15 tahun termasuk masa remaja awal, usia 15-18 tahun termasuk masa
14

remaja pertangahan dan usia 18-21 tahun termasuk masa remaja akhir

(Burkhauser, 2009).

Seperti halnya orang dewasa, remaja memerlukan zat-zat makanan

atau zat-zat gizi untuk pertumbuhan dan perkembangan serta memperoleh

energi agar dapat melakukan kegiatan fisiknya sehari-hari (Kartasapoetra

dan Marsetyo, 2008).

a. Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam kehidupan karena

merupakan sumber energi utama bagi manusia yang harganya relatif

murah (Almatsier, 2010). Budiyanto (2006) juga menyatakan bahwa

karbohidrat selain murah juga mengandung serat-serat yang sangat

bermanfaat sebagai diet (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan dan

kesehatan manusia. Kebutuhan karbohidrat pada remaja yaitu berkisar

antara 55-70% dari kebutuhan kalori.

b. Protein

Menurut Budiyanto (2006), protein merupakan suatu zat makanan yang

sangat penting bagi tubuh, karena zat ini berfungsi sebagai zat

pembangun dan pengatur. Protein juga mensuplai sekitar 12-14% asupan

energi selama masa remaja.

c. Lemak

Lemak diperlukan sebagai cadangan energi dan pelindung organ tubuh.

Satu gram lemak menghasilkan 9 kalori. Angka kebutuhan gizi harian

untuk lemak sebesar 62 gram, sekitar 20-30% dari total kebutuhan kalori
15

harian. Lemak juga membantu menjaga kesehatan kulit dan rambut, suhu

tubuh, metabolisme sel tubuh, dan membantu melarutkan vitamin A, D,

E, dan K. Ada dua jenis sumber lemak, yaitu sumber lemak tidak jenuh

dan lemak jenuh (Anonim, 2012).

1) Lemak Tidak Jenuh

Lemak tidak jenuh (unsaturated fat), baik tunggal maupun ganda

seperti asam lemak Omega-3 bermanfaat untuk kesehatan jantung,

menurunkan tekanan darah dan risiko penyakit jantung koroner.

Lemak “baik” bisa diperoleh dari olive oil, canola oil, minyak sayur,

kedelai, kacang-kacangan, biji-bijian, kenari, alpukat. Sedangkan

asam lemak Omega-3 banyak terdapat di ikan salmon dan mackerel.

2) Lemak Jenuh

Lemak jenuh (saturated fat) dan lemak trans (trans fat) jika

dikonsumsi berlebih dapat meningkatkan risiko penyakit jantung

karena kadar kolesterol total dan kolesterol jahat LDL meningkat.

Lemak jenuh terdapat pada hewani seperti daging, jerohan, sedangkan

lemak trans terdapat pada minyak sayur yang dihidrogenasi, margarin,

serta makanan yang digoreng.

d. Natrium

Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang

dibutuhkan tubuh. Sumber utama natrium adalah garam dapur. WHO

(1990) menganjurkan pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6 gram

sehari (ekivalen dengan 2400 mg natrium) (Almatsier, 2010).


16

Tabel 2.2 Indikator Kecukupan Zat Gizi Pada Remaja


Zat gizi Indikator
Energi Laki – laki : 2400 Kkalori
Perempuan : 2100 Kkalori
Karbohidrat 55 – 70% dari kebutuhan energi total
Lemak 25 – 30% dari kebutuhan energi total
Protein Laki – laki : 60 g/hari
Perempuan : 57 g/hari
Menurut Kemenkes (2010) yaitu 80% dari AKG
Natrium (Na) Laki – laki : 1500 mg
Perempuan : 1500 mg
Kolesterol 1100 mg
Sumber: Depkes (2011) dan LIPI (2013)

3. Konsumsi Fast Food

Istilah fast food pertama kali diperkenalkan di Amerika Serikat sekitar

tahun 1950-an dan pelajar merupakan konsumen terbanyak yang memilih

menu fast food. Fast food dipilih karena keterbatasan waktu maupun

fasilitas untuk menyiapkan makanannya sendiri. Fast food merupakan

makanan yang dapat diolah dan disajikan dalam waktu yang singkat dan

mudah dalam hitungan beberapa menit. Fast food merupakan makanan

cepat saji yang memiliki kalori, protein, lemak dan sodium tinggi,

sedangkan vitamin A, C, E, kalisum, zat besi, asam folat dan serat yang

relatif rendah (Dian, 2008).

Fast food memiliki karakteristik yang dapat menarik minat konsumen.

Perusahaan fast food dari Amerika Serikat, seperti KFC dan Mc.Donald,

memiliki delapan karakteristik yang disebut 8 F sebagai label perusahaan,

yaitu fast, full, fresh, fried, family, fantasy, fordism dan franchising. Fast,

full dan fresh berkaitan dengan makanan yang cepat saji dan mudah untuk

didapatkan kapanpun dengan proses delivery, fried merupakan makanan

yang paling banyak digemari yaitu digoreng. Family dan fantasy


17

berhubungan dengan konsep keluarga dalam menikmati hidangan fast food.

Fordism dan franchising berbicara tentang peningkatan mutu dan upaya

mendapatkan target pemasaran, seperti harga terjangkau dan iklan-iklan

menarik yang terutama ditujukan pada remaja (Cui, Y. 2009). Berbagai

makanan yang tergolong fast food adalah ayam goreng, kentang goreng,

hamburger, pizza, donat dan lain-lain.

Masa remaja merupakan saat dimana seseorang mulai berinteraksi

dengan lebih banyak pengaruh lingkungan dan mengalami pembentukan

prilaku. Perubahan gaya hidup mereka menjadi lebih aktif, lebih banyak

makan di luar rumah, dan mendapat banyak pengaruh dalam pemilihan

makanan yang akan dimakannya, mereka juga lebih sering mencoba-coba

makanan baru, salah satunya adalah fast food. Remaja terdorong untuk

mengkonsumsi makanan tertentu karena penayangan iklan makanan cepat

saji yang sangat gencar saat menonton televisi.

Bahaya fast food terhadap overweight terkait dengan intake kalori

yang melebihi kebutuhan sehingga timbul ketidakseimbangan energi dalam

tubuh. Intake kalori total konsumen fast food sebesar 16.8% lebih besar dari

non fast food pada remaja yang berusia 14-19 tahun. Konsumen fast food

mengkonsumsi total fat, saturated fat, karbohidrat dan gula tambahan yang

berlebih, dengan buah dan serat yang sedikit. Densitas energi dan lemak

yang tinggi ini akan menimbulkan intake kalori yang berlebihan (Rice, S.

2007). Konsumsi fast food secara kesuluruhan disajikan dalam tabel berikut:
18

Tabel 2.3 komposisi fast food


Zat gizi Fast food
Energi (kkal) 2020
Protein (% kkal) 19
Karbohidrat (% kkal) 50
Lemak (% kkal) 31
Serat (gr) 12
Besi (mg) 14
Kalsium (mg) 896
Natrium (mg) 3711
Zink (mg) 8,4
Asam folat (mg) 466
Vitamin B 6 (mg) 1,8
Vitamin B 12 (µg) 2,7
Vitamin A (RE) 1075
Vitamin C (mg) 329
Sumber: Rice, S. (2007)

Konsumsi makanan cepat saji dapat mempengaruhi kualitas diet dan

meningkatkan risiko overweight karena tingginya kandungan lemak dan

minimnya serat. Seseorang yang mengkonsumsi makanan cepat saji

berhubungan positif dengan peningkatan berat badan. Mengkonsumsi

makanan cepat saji lebih dari 2 kali perminggu berat badannya meningkat

4,5 kg dan 104% meningkatkan resistensi insulin jika dibandingkan dengan

mereka yang mengonsumsi makanan cepat saji 1 kali per minggu

(Mardatillah, 2008).

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi, dkk (2012) diketahui

bahwa seluruh remaja SMA Negeri 9 Semarang pernah mengkonsumsi fast

food dalam satu minggu terakhir. Frekuensi terendah adalah satu kali dan

tertinggi adalah >7kali/minggu (43,75%). Dari 9 jenis fast food yang diteliti,

jenis fast food fried chicken adalah fast food yang paling sering dikonsumsi

responden (73,75%), diikuti oleh makanan beku (nugget, sosis).


19

4. Aktivitas Fisik

Aktivitas fisik merupakan setiap gerakan fisik sebagai hasil dari

adanya kontraksi otot skeletal dan diukur sebagai pengeluaran energi

(Subardja, 2006). Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan

energi tubuh, jika asupan kalori berlebihan dan tidak diikuti aktivitas fisik

yang tinggi akan menyebabkan kelebihan berat badan. Aktivitas fisik

merupakan salah satu komponen yang berperan dalam penggunaan energi.

Penggunaan energi tiap jenis aktivitas itu berbeda tergantung dari tipe,

waktu dan berat badan (Klien et al. 2007).

Aktivitas fisik dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, aktivitas

fisik yang sesuai untuk remaja sebagai berikut (Nurmalina, 2011):

a. Kegiatan ringan yaitu hanya memerlukan sedikit tenaga dan biasanya

tidak menyebabkan perubahan dalam pernapasan atau ketahanan

(endurance). Contohnya berjalan kaki, menyapu lantai, mencuci baju

atau piring, mencuci kendaraan, berdandan, duduk, les di sekolah, les di

luar sekolah, menonton TV, aktivitas main play station, main komputer.

b. Kegiatan sedang yaitu membutuhkan tenaga terus menerus, gerakan otot

yang berirama (flexibility). Contohnya berlari kecil, tenis meja, berenang,

bersepeda, bermain musik, jalan cepat.

c. Kegiatan berat yaitu biasanya berhubungan dengan olahraga dan

membutuhkan kekuatan (strength), membuat berkeringat. Contoh:

berlari, bermain sepak bola, aerobik, bela diri (misal karate, taekwondo,

pencak silat) dan outbond.


20

Aktivitas fisik yang rendah berhubungan dengan kemajuan

teknologi. Kemajuan teknologi di bidang transportasi misalnya, telah

mengurangi aktivitas berjalan kaki sehingga berakibat ketergantungan

pada kendaraan bermotor. Sebuah studi overweight dengan pendekatan

cross-culture, menunjukkan juga perkembangan video game

menyebabkan berkurangnya aktivitas fisik. Gaya hidup sedentarian

meningkat seiring dengan penurunan aktivitas fisik (Nakeeb, 2012)

Remaja masa kini menghabiskan waktu yang cukup banyak

bermain dengan peralatan elektronik seperti komputer, video game dan

menonton televisi (Gavin, 2007). Jumlah waktu tidur juga berhubungan

dengan kegemukan. Remaja dengan waktu tidur lebih banyak berisiko

lebih tinggi untuk mengalami kegemukan (Chaput et al. 2006).

Kebiasaan olahraga merupakan salah satu bentuk aktivitas fisik

yang dapat menurunkan berat badan. Olahraga jika dilakukan secara

teratur dengan takaran yang cukup akan dapat mencegah munculnya

kegemukan dan menjaga kesehatan. Olahraga semestinya dibiasakan

sejak dini agar menjadi sebuah kebiasaan yang terus dapat dilakukan

hingga usia dewasa dan lanjut (Marbun, 2006).

Aktivitas fisik yang dilakukan 3 sampai 5 kali setiap minggu

dengan waktu minimal 15 menit setiap pelaksanaannya, akan dapat

mengurangi risiko terjadinya overweight (Khomsan, 2007).

Berdasarkan WHO, besarnya aktivitas fisik yang dilakukan

seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam Physical Activity Level (PAL)


21

atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang

dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai

Physical Avtivity Rate (PAR) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat

aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2010). PAL ditentukan dengan

rumus sebagai berikut:

PAL =

Keterangan :

PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik).

: Physical avtivity rate dari masing-masing aktivitas yang

dilakukan untuk tiap jenis aktivitas per jam.

: Alokasi waktu tiap aktivitas.

Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL:

a) Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69

b) Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99

c) Berat (vigorous or vigorously active lifestyle)  2.00-2.40

5. Penelitian Terkait

Penelitian yang terkait pada penelitian ini yaitu:

1. Hubungan kebiasaan konsumsi fast food, aktivitas fisik, pola konsumsi,

karakteristik remaja dan orang tua dengan Indeks Massa Tubuh (IMT),

Dwi Oktavianti (2012). Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif

analitik dengan pendekatan cross sectional. Besar populasi adalah 654

siswa. Sampel berjumlah 80 responden yaitu siswa kelas X dan XI SMA

Negeri 9 Semarang yang dipilih secara acak sesuai proporsi tiap kelas.
22

Analisis uji statistik menggunakan uji Korelasi Rank Spearman dan Chi

Square. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan antara

kebiasaan konsumsi fast food, lama menonton televisi, total konsumsi

energi, konsumsi karbohidrat, konsumsi protein, konsumsi lemak dan

pengetahuan gizi dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Perbedaan

penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sekarang yaitu terletak

pada variabel yang diteliti, uji statistik dan teknik samplingnya.

2. Hubungan antara pola makan dan aktivitas fisik dengan kejadian berat

badan lebih pada remaja, Andiradus Mujur (2011). Penelitian

observasional dengan pendekatan cross sectional. Subyek penelitian

adalah 35 siswa SMAN 4 Semarang. Pengambilan data dilakukan dengan

pengisian kuesioner terpimpin yang telah diujicobakan serta wawancara

secara dept interview. Data dianalisis dengan uji chi-square. Hasil

analisis data penelitian dengan deskriptif menunjukkan bahwa pola

makan remaja termasuk kategori baik, aktivitas fisik termasuk jenis

aktivitas ringan. Hasil analisis data dengan korelasi chi-square

menunjukan bahwa terdapat hubunga antara pola makan dan aktivitas

fisik dengan berat badan lebih pada remaja SMAN 4 Semarang.

Perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan sekarang yaitu

terletak pada variabel yang diteliti dan cara pengumpulan data.


23

B. Kerangka Teori

Pemberdayaan Ketersediaan Genetik


keluarga dan pangan
pemanfaatan
Asupan
sumberdaya Pengetahuan Makanan
masyarakat gizi
Kejadian
Hormonal Overweight
Pendidikan dan Kebiasaan
keterampilan makan Aktivitas
Fisik
Kemajuan
Teknologi Obat-obatan

Keterangan :

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

: Variabel dianalisis

: Variabel tidak dianalisis

Skema 2.1 Kerangka Teori


Sumber: Purwati, 2010; Irianto, 2007; Misnadierly, 2007

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi hubungan

atau kaitan antara konsep yang lainnya atau antara variabel yang satu dengan

variabel yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Variabel bebas Variabel terikat

Konsumsi fast food


Kejadian Overweight
Aktivitas Fisik

Skema 2.2 Kerangka Konsep


24

D. Hipotesis

Berdasarkan kerangka konsep, maka peneliti membuat hipotesis sebagai

berikut:

Ha

1. Ada hubungan konsumsi fast food dengan kejadian overweight pada siswa

di SMAN 1 Bangkinang Kota.

2. Ada hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian overweight pada siswa

di SMAN 1 Bangkinang Kota.

Anda mungkin juga menyukai