Anda di halaman 1dari 6

2.1.

1 Definisi obesitas
Obesitas merupakan suatu penyakit multifaktorial, yang terjadi akibat akumulasi
jaringan lemak berlebihan, sehingga dapat mengganggu kesehatan. Obesitas terjadi bila besar
dan jumlah sel lemak bertambah pada tubuh seseorang. Obesitas merupakan suatu kelainan
kompleks pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi yang dikendalikan oleh beberapa
faktor biologik spesifik. obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan dengan akumulasi
lemak yang tidak normal atau berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat mengganggu
kesehatan. Obesitas timbul sebagai akibat masukan energi yang melebihi pengeluaran energi.
Bila energi dalam jumlah besar (dalam bentuk makanan) yang masuk ke dalam tubuh
melebihi jumlah yang dikeluarkan, maka berat badan akan bertambah dan sebagian besar
kelebihan energi tersebut akan di simpan sebagai lemak. Oleh karena itu, kelebihan adipositas
(obesitas) disebabkan masukan energi yang melebihi pengeluaran energi. Untuk setiap
kelebihan energi sebanyak 9,3 kalori yang masuk ke tubuh, kira kira 1 gram lemak akan
disimpan. Lemak disimpan terutama di aposit pada jaringan subkutan dan rongga
intraperitoneal, walaupun hati dan jaringan tubuh lainnya seringkali menimbun cukup lemak
pada orang obesitas.
Sedangkan menurut(Misnadierly, 2007). obesitas adalah kelebihan lemak dalam tubuh,
yang umumnya ditimbun dalam jaringan subkutan (bawah kulit), sekitar organ tubuh dan
kadang terjadi perluasan ke dalam jaringan organnya Obesitas merupakan keadaan yang
menunjukkan ketidakseimbangan antara tinggi dan berat badan akibat jaringan lemak
dalam tubuh sehingga terjadi kelebihan berat badan yang melampaui ukuran ideal
(Sumanto,2009).Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyaknya makan, terlalu
sedikitnya aktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya (Misnadierly, 2007). Keadaan
obesitas ditentukan dengan mengklasifikasikan status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh
(IMT), Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan rumus matematis yang berkaitan dengan
lemak tubuh orang dewasa, dan dinyatakan sebagai berat badan dalam kilogram dibagi
dengan kwadrat tinggi badan dalam ukuran meter (Arisman,2007). Rumus menentukan IMT
IMT = BB /TB. Kegemukan dan obesitas terjadi akibat asupan energi lebih tinggi dari pada
energi yang dikeluarkan. Asupan energi tinggi disebabkan oleh konsumsi makanan sumber
energi dan lemak tinggi, sedangkan pengeluaran energi yang rendah disebabkan karena
kurangnya aktivitas fisik dan sedentary life style
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif seseorang,
sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan protein. Kondisi ini
disebabkan oleh ketidak seimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, dimana
konsumsi terlalu banyak dibandingkan dengan kebutuhan atau pemakaian energi (Krisno,
2002). Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasilemak pada
jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi denganjumlah simpanan kelebihan
lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh.Distribusi lemak dapat meningkatkan
risiko yang berhubungan dengan berbagaimacam penyakit degeneratif (WHO 2000).

2.1.2 Epidemiologi obesitas


Masalah kegemukan dan obesitas di Indonesia terjadi pada semua kelompok umur dan
pada semua strata sosial ekonomi. Hasil RISKESDAS tahun 2010 menunjukkan prevalensi
kegemukan dan obesitas pada anak sekolah (6-12 tahun) sebesar 9,2%. Sebelas propinsi,
seperti D.I. Aceh (11,6%), Sumatera Utara (10,5%), Sumatera Selatan (11,4%), Riau
(10,9%), Lampung (11,6%), Kepulauan Riau (9,7%), DKI Jakarta (12,8%), Jawa Tengah
(10,9%), Jawa Timur (12,4%), Sulawesi Tenggara (14,7%), Papua Barat (14,4%) berada di
atas prevalensi nasional. Saat ini obesitas menjadi masalah epidemi diseluruh dunia baik
negara maju atauoun negara berkembang yang dikenal dengan globesitas. Prevalensi obesitas
popuplasi dewasa di dunia pada tahun 2008 lebih dari 200 juta pria dan 300 juta wanita.
Secara keseluruhan lebih dari 10% populasi dewasa di dunia mengalami obesitas. Amerika
merupakan negara dengan prevalensi obesitas tertinggi yaitu dengan 26%. Di indonesia
prevalensi obesitas berdasarkan hasil riset kesehatan dasar ( RISKESDAS) tahun 2013
menunjukkan bahwa provinsi sulawesi utara memiliki prevalensi obesitas tertiggi yaitu 24%
dan untuk prevalensi obesitas sentral tertinggi ditempati oleh provinsi DKI jakarata yaitu
mencapai 39,7%.
Sedangkan dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Indonesia tahun 2010
menunjukkan angka kelebihan berat badan dan obesitas pada penduduk dewasa di atas usia
18 tahun besarnya 21,7%, dimana 11,7% (27,7 juta jiwa) adalah obesitas. Jadi, terdapat
peningkatan cukup tinggi angka penduduk yang mengalami obesitas di Indonesia. Obesitas
dinyatakan sebagai salah satu dari sepuluh masalah kesehatan utama didunia dan kelima
teratas di negara berkembang. Prevalensi obesitas populasi dewasa di seluruh dunia pada
tahun 2005 mencapai 400 juta jiwa dan pada tahun 2015, jumlah ini diperkirakanmeningkat
menjadi 700 juta jiwa (WHO, 2005).Menurut Center of Disease Control (CDC), pada tahun
2006 prevalensi
obesitas penduduk Amerika usia 20 tahun ke atas sekitar 34%. Pada periode sepuluh tahun
terakhir obesitas memperlihatkan trend yang meningkat tajam, dari prevalensi awal 22,9%
(NCHS, 2008). Di berbagai negara berkembang, obesitasmemperlihatkan frekuensi yang
tinggi. Menurut perkiraan WHO, Samoa merupakan negara dengan permasalahan obesitas
terbesar di seluruh dunia dengan prevalensi sekitar 75%. Di Indonesia, berdasarkan survey
Nasional tahun
1996/1997, ibukota seluruh provinsi memperlihatkan sekitar 8,1% penduduk dewasa
menderita kelebihan berat badan (overweight) (BMI 25-27) dan sekitar6,8% mengalami
obesitas (Hadi, 2005). Pada tahun 2003, prevalensi obesitas di wilayah kota (18,6%) dan di
Kabupaten (7,1%) tergolong tinggi (Food and Nutrition Buletin,2005). prevalensi obesitas di
wilayah kota Indonesia mencapai 18,6% dan di Kabupaten hanya mencapai 7,1% (Food and
Nutrition Buletin,2005).
Pada tahun 2014 lebih dari 1,9 milyar orang dewasa yang berumur lebih dari 8 tahun
kelebihan berat badan (39%), dan dari jumlah tersebut 600 juta (13%)mengalami obesitas
(WHO, 2015). Hasil Riset Kesehatan Dasar Indonesia(Riskesdas) tahun 2013, prevalensi
obesitas di Indonesia (32,9%) meningkat dari tahun 2007 (18,1%).

2.1.3 Faktor Resiko


a. Genetik
Kegemukan dapat diturunkan dan generasi sebelumnya pada generasi berikutnya
didalam sebuah keluarga. Itulah sebabnya kita seringkali menjumpai orangtua yang gemuk
cenderung memiliki anak-anak yang gemuk pula. Dalam hal ini nampaknya faktor genetik
telah ikut campur dalam menentukan jumlah unsur sel lemak dalam tubuh. Hal ini
dimungkinkan karena pada saat ibu yang obesitas sedang hamil maka unsur sel lemak yang
berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara otomatis akan diturunkan kepada sang
bayi selama dalam kandungan. Maka tidak heranlah bila bayi yang lahirpun memiliki unsur
lemak tubuh yang relatif sama besa.
b. Kerusakan Pada Salah satu Bagian Otak
Sistern pengontrol yang mengatur perilaku makan terletak pada suatu bagian otak yang
disebut hipotalamus sebuah kumpulan inti sel dalam otak yang langsung berhubungan dengan
bagian-bagian lain dan otak dan kelenjar dibawah otak. Hipotalamus mengandung lebih
banyak pembuluh darah dan daerah lain pada otak, sehingga lebih mudah dipengaruhi oleh
unsur kimiawi dan darah. Dua bagian hipotalamus yang mempengaruhi penyerapan makan
yaitu hipotalamus lateral (HL) yang menggerakan nafsu makan (awal atau pusat makan);
hipotalamus ventromedial (HVM) yang bertugas menintangi nafsu makan(pemberhentian
atau pusat kenyang). Dan hasil penelitian didapatkan bahwa bila HL rusak/hancur maka
individu menolak untuk makan atau minum, dan akan mati kecuali bila dipaksa diberi makan
dan minum (diberi infus). Sedangkan bila kerusakan terjadi padabagian HVM maka
seseorang akan menjadi rakus dan kegemukan
c. Pola Makan Berlebihan
Orang yang kegemukan lebih responsif dibanding dengan orang berberat badan normal
terhadap syarat lapar eksternal, seperti rasa dan bau makanan, atau saatnya waktu makan.
Orang yang gemuk cenderung makan bila ia merasa ingin makan, bukan makan pada saat ia
lapar. Pola makan berlebih inilah yang menyebabkan mereka sulit untuk keluar dan
kegemukan jika sang individu tidak memiliki kontrol diri dan motivasi yang kuat untuk
mengurangi berat badan.
d. Kurang Gerak/Olahraga
Tingkat pengeluaran energi tubuh sangat peka terhadap pengendalian berat tubuh.
Pengeluaran energi tergantung dan tingkat aktivitas dan olahraga angka metabolisme basal
atau tingkat energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi minimal tubuh. Dan
kedua faktor tersebut metabolisme basal memiliki tanggung jawab dua pertiga dan
pengeluaran energi orang normal. Meski aktivitas fisik hanya mempengaruhi satu pertiga
pengeluaran energi seseorang dengan berat normal, tapi bagi orang yang memiliki kelebihan
berat badan aktivitas fisik memiliki peran yang sangat penting. Pada saat berolahraga kalori
terbakar, makin banyak berolahraga maka semakin banyak kalori yang hilang. Kalori secara
tidak langsung mempengaruhi sistem metabolisme basal.
Orang yang duduk bekerja seharian akan mengalami penurunn metabolisme basal
tubuhnya. Kekurangan aktifitas gerak akan menyebabkan suatu siklus yang hebat, obesitas
membuat kegiatan olahraga menjadi sangat sulit dan kurang dapat dinikmati dan kurangnya
olahraga secara tidak langsung akan mempengaruhi turunnya metabolisme basal tubuh orang
tersebut. Jadi olahraga sangat penting dalam penurunan berat badan tidak saja karena dapat
membakar kalori, melainkan juga karena dapat membantu mengatur berfungsinya metabolis
normal.
e. Lingkungan
Faktor lingkungan ternyata juga mempengaruhi seseorang untuk menjadi gemuk. Jika
seseroang dibesarkan dalam lingkungan yang menganggap gemuk adalah simbol
kemakmuran dan keindahan maka orang tersebut akan cenderung untuk menjadi gemuk.
Selama pandangan tersebut tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal maka orang yang obesitas
tidak akan mengalami masalah-masalah psikologis sehubungan dengan kegemukan.
f. Faktor Sosial
Di Negara-negara maju obesitas banyak di temukan pada golongan ekonomi rendah,
sedangkan di Negara-negara berkembang banyak diketemukan pada golongan ekomoni
menengah ke atas. Hal tersebut dimungkinkan adanya pandangan sosial di Negara
berkembang bahwa ke suksesan dan karier suami dinilai dari gizi dengan memandang ukuran
tubuh istri dan anak-anaknya, jika mereka gemuk berarti suami sukses dan sebaliknya. Di
tambah pula adanya anggapan bahwa gemuk adalah kemakmuran.
g. Faktor kompensasi
Problema sosial umumnya sangat dirasakan oleh wanita terutama ibu-ibu rumah
tangga. Misalnya banyak tugas rumah tangga yang harus diselesaikan, rutinitas sehari-hari
yang membosankan ditambah lagi jika anak-anaknya bandel. Kondisi tersebut diatas biasanya
di lampiaskan oleh ibu-ibu dengan makan berlebih (compensation eating) rasa kenyang
diidentikan dengan rasa puas, rasa aman (security feeling).
h. Faktor gaya hidup
Salah satu dampak negatif kemajuan teknologi adalah terjadinya pergeseran gaya hidup
dan dinamis aktif menjadi malas-malasan (sedentary). Kondisi tersebut disebabkan oleh
peran mesin-mesin serba otomatis yang rnenggantikan hampir semua pekerjaan manusia,
contoh : dahulu seorang Ibu rumah tangga harus menimba air untuk keperluan mencuci
pakaian, kini tinggal tekan menekan tombol mesin cuci. Semuanya menjadi bersih, tanpa
banyak mengeluarkan tenaga. Keadaan tersebut menjadi tubuh surplus energi artinya nilai
kalori dan asupan makan besar dibanding nilai kaloriuntuk aktivitas fisik, hal tersebut
menyebabkan terjadinya obesitas.
Daftar pustaka

Pedoman pencegahan dan penanggulangan kegemukan dan obesitas pada anak


kementerian kesehatan republik indonesia 20112

Elsa Sundari Angka Kejadian Obesitas Sentral Pada Masyarakat Kota Pekanbaru Jom
Fk Volume 2 No. 2 Oktober 2015

Anda mungkin juga menyukai