Anda di halaman 1dari 8

Review

Analisis Peran Metabolisme Serat Dalam Mencegah dan


Mengatasi Obesitas
Muhammad Musyafa Al Faruq1, Nurzhafarina Sajidah1, Rifa Fauziyyah Arroyan1,
Tri Oktaviani1
1

Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Ilmu Hayati, Universitas Surya

ABSTRAK
Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak secara abnormal atau berlebihan yang
dapat menimbulkan resiko bagi kesehatan. Ukuran kasar sebagai parameter obesitas adalah body
mass index (BMI). Apabila seseorang memiliki BMI bernilai 30 atau lebih, maka orang tersebut
dinyatakan menderita obesitas. Saat ini, jumlah penderita obesitas di dunia terus meningkat, tidak
hanya di Negara maju, tetapi juga di Negara berkembang. Salah satu cara untuk mencegah dan
mengatasi obesitas adalah dengan konsumsi serat pangan secara teratur. Serat pangan memiliki
sifat yang bulky dan viskositas yang tinggi. Sifat tersebut akan membuat seseorang yang
mengkonsumsi serat menjadi cepat kenyang dan mencegah terjadinya konsumsi energy berlebih.
Selain itu, serat pangan juga memiliki kepadatan energi per satuan berat yang lebih rendah
dibandingkan makanan lain, seperti makanan berlemak. Konsumsi serat secara teratur dapat
membantu menjaga keseimbangan energi tubuh.
Kata kunci : Berat badan, Konsumsi, Lemak, Obesitas, Serat.

PENDAHULUAN
Seiring dengan perkembangan jaman,
dengan meningkatnya arus globalisasi secara
tidak langsung berdampak pada pola hidup
manusia seperti pada pola makan manusia.
Kini, manusia cenderung banyak memilih
makanan siap saji (fast food) dibandingkan
dengan
yang
diolah
sendiri.
Ketidakseimbangan komposisi kandungan
gizi pada fast food cenderung membuat
jalannya metabolisme dalam tubuh kurang
maksimal dan menimbulkan berbagai
penyakit seperti Obesitas.

Obesitas merupakan penyakit yang


diakibatkan karena adanya penumpukan
lemak yang berlebihan secara menyeluruh di
bawah kulit dan jaringan lainnya di dalam
tubuh. Penyakit ini dapat timbul kapan saja
dan sering terjadi pada saat usia remaja.
Obesitas merupakan peningkatan total lemak
tubuh, yaitu apabila ditemukan kelebihan
berat badan >20% pada pria dan >25% pada
wanita karena lemak (Ganong, 2003).
Menurut
(Purwati,
2007),
berdasarkan kondisi selnya, obesitas
digolongkan dalam beberapa tipe yaitu:

a) Tipe Hiperplastik, obesitas yang


terjadi karena jumlah sel yang lebih
banyak dibandingkan kondisi normal,
tetapi ukuran sel-selnya sesuai
dengan ukuran sel normal terjadi pada
masa anak-anak.
b) Tipe Hipertropik, obesitas yang
terjadi karena ukuran sel yang lebih
besar dibandingkan ukuran sel
normal. Obesitas tipe ini banyak
menjangkit orang dewasa.
c) Tipe Hiperplastik dan Hipertropik
kegemukan tipe ini terjadi karena
jumlah dan ukuran sel melebihi
normal. Kegemukan tipe ini dimulai
pada masa anak - anak dan terus
berlangsung sampai setelah dewasa.
Selain itu jenis obesitas juga dapat
digolongkan berdasarkan penyebaran lemak
didalam tubuh, yaitu:
a) Tipe Adroid, ditandai dengan
pertumbuhan
lemak
berlebih
dibagian tubuh sebelah atas yaitu
sekitar dada, pundak, leher, dan
muka. Umumnya dialami pria dan
wanita yang sudah menopause.
Lemak yang menumpuk merupakan
lemak jenuh.
b) Tipe Genoid, ditandai dengan
penimbunan lemak pada bagian
bawah, yaitu sekitar perut, pinggul,
paha, dan pantat. Umumnya banyak
diderita oleh perempuan. Jenis
timbunan lemaknya adalah lemak
tidak jenuh.
Dengan meningkatnya angka obesitas
dari tahun ke tahun maka karya tulis ini
dibuat
untuk
menganalisis
peran

metabolisme serat di dalam tubuh sebagai


upaya preventif & representatif Obesitas.

PREVALENSI OBESITAS DI
DUNIA
Jumlah penderita obesitas di dunia
saat ini semakin meningkat. Pada tahun 2010,
obesitas diestimasikan telah menyebabkan
kematian pada 3-4 juta orang di dunia.
Prevalensi obesitas di dunia telah meningkat
secara substansial dalam tiga dekade terakhir,
dengan variasi dan trend yang berbeda di
tiap-tiap negara. Di negara maju, peningkatan
obesitas yang dimulai pada 1980-an telah
melemah dalam 8 tahun terakhir. Sebaliknya,
data menunjukkan bahwa ada kemungkinan
prevalensi obesitas di negara berkembang
akan terus meningkat, di mana hampir dua
dari tiga orang berisiko mengalami obesitas.
Diperkirakan sebanyak 62% penderita
obesitas hidup di negara berkembang.
Negara-negara kepulauan di Pasifik dan
Karibia serta negara-negara di Timur Tengah
dan Amerika Tengah telah mengalami
tingkat kelebihan berat badan dan obesitas
yang tinggi (Marie, et al., 2014)
Jumlah prevalensi obesitas di dunia
semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada
tahun 1980, jumlah individu yang menderita
obesitas adalah sebanyak 857 juta jiwa.
Jumlah ini terus meningkat hingga pada
tahun 2013 jumlah individu yang menderita
obesitas mencapai angka 2,1 milyar jiwa.
Secara umum, prevalensi obesitas pada
wanita lebih tinggi dibandingkan pria. Saat
ini, obesitas tidak hanya menyerang orang
dewasa saja, tetapi juga anak-anak. Sebanyak
14% dari total populasi anak-anak di dunia

dilaporkan mengalami kelebihan berat badan


atau obesitas (Marie, et al., 2014).
Di Indonesia sendiri, prevelansi
obesitas pada pria dan wanita dewasa
masing-masing telah mencapai jumlah 5% 10% dari populasi. Sementara, prevelansi
obesitas pada anak-anak dan remaja telah
mencapai 5% - 7,5% dari populasi. Jumlah
ini diperkirakan akan terus meningkat di
tahun yang akan datang. Peningkatan besar
dalam obesitas selama 33 tahun terakhir
diduga disebabkan oleh berbagai faktor,
seperti peningkatan asupan kalori, perubahan
dalam komposisi diet, penurunan tingkat
aktivitas fisik, dan perubahan microbiome
dalam usus (Marie, et al., 2014).

POLA KONSUMSI MAKANAN


BERLEMAK TINGGI SEBAGAI
SALAH SATU PENYEBAB
OBESITAS
Terdapat berbagai faktor penyebab
obesitas, antara lain dilihat dari segi asupan
konsumsi makanan, gaya hidup, genetik,
fisiologi, sosial-ekonomi, psikologis, umur,
serta jenis kelamin. Asupan makanan tidak
sehat dapat memicu terjadinya obesitas.
Makanan tidak sehat yang dimaksud adalah
makanan tinggi kalori yang pada umumnya
bersumber dari jenis makanan olahan serba
instan & cepat saji (burger, pizza, hot dog),
dan minuman soft drink (Mursito, 2003).
Fakta lainnya, terkait asupan konsumsi
makanan tidak sehat sebagai penyebab
obesitas yaitu terjadi pada seseorang ketika
masih bayi tidak dibiasakan mengkonsumsi
ASI, akan tetapi mengkonsumsi susu formula
yang tinggi kalori dalam bentuk gula
(Sartika, 2011). Gaya hidup berhubungan

dengan aktivitas fisik, semakin sedikit


aktivitas fisik yang dilakukan akan semakin
riskan terkena diabetes, karena kalori yang
terdapat dalam tubuh hanya digunakan
sedikit sehingga akan terdeposisi di dalam
tubuh juga kebiasan merokok & meminum
alkohol sebagai faktor psikologis. Faktor
genetik juga ikut berperan dalam kegemukan.
Sekitar 80% resiko terkena obesitas
mengancam pada kedua orangtua yang juga
penderita obesitas, sedangkan sekitar 40%
kasus terkena obesitas yaitu jika salah satu
orang tuanya obesitas (Khomsan, 2004).
Kemudian untuk faktor fisiologi, umur dan
BMI (Body Mass Indeks) akan meningkat
sesuai bertambahnya umur. Kesejahteraan
keadaan eonomi dan sosial juga akan
memberikan kontribusi dalam obesitas.
Seseorang pada tingkat status rendah minim
mengalami obesitas karena makanan yang
sukar didapat. Meskipun obesitas umum
terjadi pada tingkat segala jenis umur,
obesitas sering terjadi pada kelainan di tahap
pertengahan yaitu ketika perkembangan
rangka yang cepat sehingga anak menjadi
besar untuk ukuran seumurnya. Untuk faktor
umur, obesitas lebih sering terjadi pada
perempuan dibanding laki-laki terutama
setelah melahirkan dan monopause, akibat
pengaruh faktor endokrin saat terjadi
perubahan hormonal (Widhayanti, 2009).

MEKANISME TERJADINYA
OBESITAS DI DALAM TUBUH
Obesitas dapat didefinisikan sebagai
kelebihan jaringan adiposa. Salah satu
penyebab obesitas adalah adanya kelebihan
berat badan di dalam tubuh. Adanya
pemasukan energi yang lebih besar daripada
pengeluaran energi menyebabkan adanya

akumulasi cadangan lemak di dalam tubuh


yang semakin banyak dapat menyebabkan
obesitas. Untuk setiap kelebihan energi,
sebanyak 9,3 kalori yang masuk ke tubuh
maka sekitar 1 gram lemak akan disimpan.
Lemak tersebut kemudian disimpan di
jaringan subkutan dan rongga intraperitoneal,
serta hati dan jaringan tubuh lainnya.
Perkembangan obesitas pada orang dewasa
juga terjadi akibat penambahan jumlah
adiposit dan peningkatan ukurannya.
Seseorang dengan obesitas ekstrim dapat
memiliki adiposit sebanyak empat kali
normal, dan setiap adiposit memiliki lipid
dua kali lebih banyak dari orang yang kurus
(Guyton & Hall, 2007). Obesitas merupakan
faktor
resiko
terjadinya
penyakit
degenerative seperti diabetes melitus tipe 2,
hipertensi, kardiovaskular, dan kanker.
Obesitas terjadi karena adanya
ketidakseimbangan jumlah kalori yang
masuk dan keluar dari tubuh serta penurunan
aktivitas
fisik
yang
menyebabkan
penumpukan lemak di sejumlah bagian
tubuh. Pengaturan keseimbangan energi
diperankan oleh hipotalamus melalui 3
proses fisiologis, yaitu pengendalian rasa
lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi, dan regulasi sekresi
hormon. Proses penyimpanan energi ini
terjadi melalui sinyal-sinyal eferen setelah
mendapatkan sinyal aferen dari perifer.
Sinyal-sinyal tersebut dapat bersifat anabolik
(meningkatkan rasa lapar serta menurunkan
pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat
katabolik
(meningkatkan
pengeluaran
energi). Sinyal tersebut terbagi dua yaitu
sinyal panjang yaitu oleh fat-derived hormon
leptin, dan insulin yang mengatur

penyimpanan dan keseimbangan energi,


sedangkan sinyal pendek oleh kolesistokinin
(CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan
rasa lapar. (Sherwood, 2012). Apabila asupan
energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka
jaringan adiposa meningkat disertai dengan
peningkatan kadar leptin dalam peredaran
darah. Kemudian, leptin merangsang
anorexigenic center di hipotalamus untuk
menurunkan produksi Neuro Peptida Y
(NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu
makan, dan begitu pula sebaliknya. Akan
tetapi, hal tersebut tidak terjadi pada
penderita obesitas karena terjadi resistensi
leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak
menyebabkan penurunan nafsu makan. Hal
tersebut
menyebabkan
ketidakseimbangannya energi di dalam
tubuh, karena energi yang masuk lebih
banyak
dibandingkan
energi
yang
dikeluarkan (Jeffrey, 2009).

KONTROL
DIET
DALAM
MENGATASI OBESITAS
Berikut adalah beberapa cara yang
dapat dilakukan guna menghindari atau
menyembuhkan penyakit obesitas :
1. Diet.
Diet menjadi salah satu cara yang
dapat
dilakukan
untuk
menyembuhkan penyakit obesitas.
Diet
yang dilakukan dengan
mengkonsumsi makanan rendah
kalori tetapi cukup gizi, yaitu sekitar
15 20 kalori/kg.bb., dengan
komposisi 20% protein, 65%
karbohidrat dan 15% lemak (Sutedjo,
1985).

2. Olah Raga.
Dengan melakukan olahraga secara
rutin, secara tidak langsung dapat
mempercepat metabolisme tubuh,
juga dapat membuat kondisi tubuh
lebih segar dan dapat menambah
estetika. Dengan melakukan olahraga
jumlah kalori yang dikeluarkan tubuh
lebih banyak dari pada jumlah kalori
yang masuk sehingga kalori dalam
tubuh
akan
berkurang
dan
menghindari terjadinya penumpukan
lemak dalam tubuh (Danfort, 1985).
3. Obat-obatan.
Obat-obatan yang banyak digunakan
untuk obesitas terdiri dari obat
penahan nafsu makan di antaranya
alah golongan amfetamin, obat yang
meningkatkan/mempercepat
metabolisme tubuh misalnya preparat
tiroid, obat pemacu keluarnya cairan
tubuh misalnya diuretika; pencahar.
Namun obat-obat tersebut bila
digunakan dalam jangka panjang
akan menyebabkan efek samping
sangat merugikan tubuh. Oleh karena
itu penggunaannya sebaiknya disertai
kontrol ketat dan sesuai dengan resep
dokter (Hedi, 1986).
4. Mengkonsumsi makan berserat
Mengkonsumsi serat larut air (soluble
fiber) seperti pektin serta beberapa
hemiselulosa
mempunyai
kemampuan menahan air dan dapat
membentuk cairan kental dalam
saluran pencernaan. Makanan yang
mengandung bayak serat waktu

cernanya lebih lama dalam lambung,


sehingga dapat memberikan efek rasa
kenyang lebih lama sehingga
mencegah untuk mengkonsumsi
makanan lebih banyak. Makanan
dengan kandungan serat kasar yang
tinggi biasanya mengandung kalori
rendah, kadar gula dan lemak rendah
yang dapat membantu mengurangi
terjadinya obesitas (Anik, 2010).

PERAN SERAT PANGAN DALAM


MENCEGAH OBESITAS
Serat pangan merupakan karbohidrat
dan lignin yang tidak dapat dicerna oleh
enzim pencernaan manusia yang dapat
diperoleh dari tanaman, khususnya di bagian
dinding sel yang setidaknya terdiri dari 95%
serat. Karbohidrat yang termasuk serat
pangan diantaranya adalah selulosa,
hemiselulosa, pektin, lignin, gum, -glucan,
fruktan dan pati resisten. Serat pangan
ternyata tidak hanya penting untuk fungsi
saluran pencernaan, tetapi juga dapat
membantu mencegah dan mengatasi berbagai
penyakit, salah satunya obesitas (Gropper &
Smith, 2012)
Asupan serat pangan, baik dari
makanan
maupun
suplemen
dapat
memberikan manfaat dalam pengurangan
berat badan dan manfaat kesehatan lainnya.
Manfaat tersebut dapat muncul dengan
mengonsumsi serat 20-27 gram/hari dari
makanan atau 20 gram/hari dari suplemen.
Dalam mengatasi masalah berat badan, serat
berperan sebagai penghambat fisiologis
untuk asupan energi dengan setidaknya
menggunakan tiga mekanisme (Heaton,
1973) :

Serat menggantikan energi


dan nutrisi yang tersedia dari
diet.
Serat meningkatkan intensitas
mengunyah yang membatasi
asupan makanan dengan
mendorong sekresi air liur dan
asam lambung, sehingga
terjadi perluasan perut dan
meningkatkan rasa kenyang.
Serat mengurangi efisiensi
penyerapan usus halus.

Manusia cenderung mengkonsumsi


makanan dengan berat yang konstan.
Konsumsi makanan dengan energi yang lebih
rendah per satuan berat dan dalam jumlah
yang konstan dapat mempromosikan
penurunan berat badan. Makanan tinggi serat
memiliki kepadatan energi yang jauh lebih
rendah dibandingkan dengan makanan tinggi
lemak. Dengan demikian, makanan tinggi
serat dapat menggantikan sumber energi
lainnya. Sifat bulky dan viskositas yang
tinggi pada serat pangan bertanggung jawab
untuk mempengaruhi perasaan jenuh dan
kenyang saat makan. Konsumsi makanan
kaya serat biasanya akan disertai dengan
upaya peningkatan intensitas dan waktu
pengunyahan,
yang
menyebabkan
peningkatan rasa kenyang disertai penurunan
tingkat konsumsi makanan. Konsumsi serat
secara
teratur
dapat
membantu
mengendalikan keseimbangan energi pada
tubuh. (Slavin, 2008).

PERAN SERAT PANGAN


DALAM MENGATASI
OBESITAS
Pada seseorang yang telah terkena
obesitas melalui pola konsumsi serat selain
dapat mengontrol juga dapat menurunkan
berat badan, karena kandungan pektin, beta
glucans, gum serta beberapa hemiselulosa
yang terdapat dalam serat larut air (soluble
fiber) dimana mampu menahan air dan dapat
membentuk cairan kental dalam saluran
pencernaan, sehingga terjadi reduksi
penyerapan zat makanan pada bagian
proksimal akibat serat yang mampu menunda
pengosongan makanan dari lambung dan
menghambat
bercampurnya
enzim
pencernaan dengan isi saluran cerna serta
dengan adanya cairan kental tersebut dapat
mengurangi kandungan asam amino dalam
tubuh melalui penghambatan peptida usus
(Winarsi, 2001).
Untuk menurunkan berat badan yang
berlebihan (obesitas) makanan yang
mengandung serat kasar tinggi dapat menjadi
solusinya. Mekanisme yang terjadi dalam
peranan tersebut adalah absorbsi zat makanan
akan berkurang akibat makanan dalam
saluran pencernaan akan tinggal dalam waktu
relatif singkat, memberikan rasa kenyang
sehingga menurunkan frekuensi konsumsi
kuantitas makanan, serta mengandung kalori,
gula dan lemak dalam jumlah rendah (Joseph,
2002).

REKOMENDASI BAGI
PENDERITA OBESITAS
Salah satu faktor penting penyebab
terjadinya obesitas adalah adanya kelebihan
berat badan terutama adanya timbunan lemak

di dalam tubuh. Maka, direkomendasikan


untuk mengkonsumsi makanan berserat. Hal
itu karena, dengan mengonsumsi serat maka
diharapkan dapat memberikan rasa kenyang
lebih lama sehingga asupan kalori dapat
diatur. Salah satu contohnya adalah serat
chitosan dalam minyak ikan. Serat chitosan
dapat menurunkan kadar kolesterol darah
sehingga mengontrol obesitas, yaitu karena
grup amino dari chitosan mengikat molekul
negative seperti lemak dan empedu sehingga
mencega penyerapannya di dalam tubuh
(Koide, 1998). Menurut sebuah penelitian,
dosis yang digunakan adalah 3-6 gram per
hari selama 8 minggu secara signifikan dapat
menrunkan total serum kolesterol (188 mg/dl
menjadi 177 mg/dl) dan kenaikan pada
kolesterol HDL (51 mg/dl menjadi 56 mg/dl).

Referensi

Contoh bahan pangan lain yang


mengandung serat adalah buah-buahan dan
sayuran, serealia dan hasil olahannya, dan
biji-bijian selain serealia. Serat pangan dari
jenis sayuran diantaranya adalah wortel
rebus, kangkung, brokoli rebus, labu, jagung
manis, kol kembang, daun bayam, dsb.
Sedangkan
dari
jenis
buah-buahan
diantaranya adalah alpukat, anggur, apel,
belimbing, jambu biji, jeruk bali, jeruk sitrun,
manga, melon, nanas, dsb (Santoso, 2011).
Selain keduanya, contoh serat pangan dari
kacang-kacangan diantaranya adalah kacang
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, kacang
panjang, dsb. Konsumsi serat pangan yang
dianjurkan adalah 30 gram/hari, namun
konsumsi serat rata-rata masyarakat
Indonesia adalah 9,9-10,7 gram/hari
(Nainggolan & Adimunca, 2005).

Hedi, R., 1986. enanggulangan Kegemukan


dengan Obat-Obatan, Jakarta: FKUI.

Anik, H., 2010. Manfaat Serat Pangan


dalam Menu Makan, Jakarta: Universitas
Mercu Buana.
Danfort, E., 1985. Diet and Obesity.
s.l.:AmJ Clin Nutrition.
Ganong, F., 2003. Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Jakarta: EGC.
Gropper, S. S. & Smith, J. L., 2012.
Advanced Nutrition and Human
Metabolism. 6 ed. Belmont: Wadsworth.
Guyton, A. & Hall, J., 2007. Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC.
Heaton, K. W., 1973. Food Fibre As An
Obtacle to Energy Intake. The Lancet,
Volume 2, pp. 1418-1421.

Jeffrey, 2009. Stronger Relationshi Between


entral Adiposity And C Reactve Protein In
Older Women Tahn Men, Source
Menopause. s.l.:s.n.
Joseph, G., 2002. Manfaat Serat Makanan
Bagi Kesehatan Kita. Makalah Falsafah
Sains, pp. 23-31.
Khomsan, A., 2004. Pengantar Pangan dan
Gizi. Depok: Penebar Swadaya.
Koide, S., 1998. Chitin-chitosan:
Properties, benefits and risks.Nutrition
Research. s.l.:18 (6): 1091-1101.
Marie, N. et al., 2014. Global, regional, and
national prevalence of overweight and
obesity in children and adults during 1980
2013 : a systematic analysis for the Global
Burden of Disease Study 2013. The Lancet
Journal, 384(9945), pp. 766-781.

Mursito, B., 2003. Ramuan Tradisional


Untuk Pelangsing Tubuh. Jakarta: Penebart
Swadaya.

Sherwood, L., 2012. Fisiologi Manusia dari


Sel ke Sistem Pembuluh Darah dan Tekanan
Darah. Jakarta: Kedokteran EGC.

Nainggolan, O. & Adimunca, C., 2005. Diet


Sehat Dengan Serat. Cermin Dunia
Kedokteran No. 147. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.

Slavin, J. L., 2008. Position of the American


Dietetic Association : Health Implications of
Dietary Fiber. Journal of American Dietetic
Association, Volume 108, pp. 1716-1731.

Purwati, 2007. Perencanaan Menu Untuk


Penderita Kegemukan. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Sutedjo, 1985. Obesitas, Hubungannya


dengan Kesehatan Jantung. Simposium
Sehari Pengaruh Kegemukan pada Estestika
Tubuh, p. 103.

Santoso, A., 2011. Serat Pangan (Dietary


Fiber) Dan Manfaatnya Bagi Kesehatan.
[Online]
Available at:
http://journal.unwidha.ac.id/index.php/magis
tra/article/viewFile/74/36
[Accessed 12 December 2015].
Sartika, R. A. D., 2011. Faktor Risiko
Obesitas Pada Anak 5-15 Tahun Di
Indonesia. Makara Kesehatan, pp. 37-43.

Widhayanti, R. E., 2009. Efek Pendidikan


Gizi Terhadap Perubahan Konsumsi Energi
dan Indeks Massa Tubuh Pada Remaja
Kelebihan Berat Badan, Semarang:
Universitas Diponegoro.
Winarsi, H., 2001. Peran Serat Makanan
(Dietary Fiber) Untuk Mempertahankan
Tubuh Sehatt. Makalah Falsafah Sains, pp.
20-30.

Anda mungkin juga menyukai