Anda di halaman 1dari 117

PEMERINTAH KABUPATEN SIDOARJO

DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO


RSUD SIDOARJO BARAT
Jalan Bibis Bunder Tambak Kemerakan, Krian, Sidoarjo Kode Pos 61262
Telepon (031) 89911199
Email : rsudsidoarjobarat@sidoarjokab.go.id
Website : www.rsudsidoarjobarat.sidoarjokab.go.id

KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO BARAT
NOMOR : ${nomor}

TENTANG
PEMBERLAKUAN PEDOMAN KERJA SASARAN KESELAMATAN PASIEN
DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO BARAT
KABUPATEN SIDOARJO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SIDOARJO BARAT

Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan keselamatan pasien dan


mutu pelayanan rumah sakit yang berkelanjutan,
dibutuhkan peraturan yang kompherensif sebagai
dasar untuk mencapai sasaran keselamatan pasien di
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
b. bahwa berdasarkan pertimbangan huruf a, maka
perlu menetapkan Keputusan Direktur tentang
Pemberlakuan Pedoman Kerja Sasaran Keselamatan
Pasien di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat;
c.
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
2. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun
2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234) sebagaimana telah diubah
beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022
Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 6801);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017
tentang Keselamatan Pasien (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 308);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2017 tentang Akreditasi Rumah
Sakit,
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK.02.02/MENKES/535/2016 Tentang
Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit,
7. Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 40 Tahun 2022
tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan
Fungsi, Serta Tata Kerja Unit Organisasi Bersifat
Khusus Rumah Sakit Umum Daerah Di Lingkungan
Pemerintah Kabupaten Sidoarjo (Berita Daerah
Kabupaten Sidoarjo Tahun 2022 Nomor 40).

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD SIDOARJO BARAT


TENTANG PEMBERLAKUAN PEDOMAN KERJA
KEBIJAKAN SASARAN KESELAMATAN PASIEN.
KESATU : Ditetapkan Kebijakan Pedoman Kerja Sasaran
Keselamatan Pasien Rumah Sakit Umum Sidoarjo Barat
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Surat Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal
ditetapkan dan apabila dikemudian hari ternyata
terdapat kekeliruan di dalamnya akan diadakan
perbaikan.

Ditetapkan di : Sidoarjo
Pada tanggal : ${tanggal_surat}

Plt. DIREKTUR RSUD SIDOARJO BARAT


${qrcode}
dr. ABDILLAH SEGAF ALHADAD, MM.
Pembina
NIP 19740916 200801 1 008

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD
SIDOARJO BARAT
NOMOR : ${nomor}
TANGGAL : ${tanggal_surat}

KATA PENGANTAR

Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di


semua rumah sakit yang diakreditasi. Tujuan Sasaran Keselamatan Pasien
adalah untuk mendorong rumah sakit agar melakukan perbaikan spesifik dalam
keselamatan pasien. Sistem yang baik akan berdampak pada peningkatan mutu
pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien.
Enam Sasaran Keselamatan Pasien diatur dalam Permenkes No. 11
Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien terdiri dari mengidentifikasi pasien
dengan benar; meningkatkan komunikasi yang efektif; meningkatkan keamanan
obat-obatan yang harus diwaspadai (High Alert Medications); memastikan lokasi
pembedahan yang benar, prosedur yang benar, pembedahan pada pasien yang
benar; mengurangi risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan dan mengurangi
risiko cedera pasien akibat jatuh.
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat mengembangkan suatu
pendekatan dengan penyusunan pedoman enam Sasaran Keselamatan Pasien
sebagai acuan dalam menerapkan pelaksanaan keselamatan pasien di rumah
sakit. Tujuan penyusunan pedoman ini untuk dapat menggiatkan perbaikan-
perbaikan tertentu dalam soal keselamatan pasien. Diharapkan petugas dalam
memberikan pelayanan selalu mengutamakan keselamatan pasien untuk
meningkatkan mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat.
Ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi aktif
menyumbangkan tenaga dan pikiran sehingga pedoman ini dapat tersusun
dengan baik. Kami menyadari bahwa dalam pedoman ini masih memiliki
kekurangan, oleh karena itu saran dan masukan demi perbaikan ini sangat kami
harapkan agar pedoman ini menjadi sempurna pada masa mendatang.

Sidoarjo, ${tanggal_surat}
Pokja Sasaran Keselamatan Pasien
RSUD Sidoarjo Barat

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
DAFTAR TABEL........................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
DAFTAR SINGKATAN...............................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. Tujuan......................................................................................... 1
1.3. Ruang Lingkup............................................................................ 2
1.4. Landasan Hukum........................................................................ 3
BAB II TINJAUNA PUSTAKA.................................................................... 4
2.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar…………………………... 4
2.2 Meningkatkan Komunikasi Efektif………………………………… 5
2.3 Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus Diwaspadai.10
2.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien Yang Benar…………………………. 12
2.5 Mengurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan……. . 13
2.6 Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh……………. 15
BAB III SASARAN KESELAMATAN PASIEN…………………………….... 18
3.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar………………………….. 18
3.2 Meningkatkan Komunikasi Efektif………………………………… 29
3.3 Meningkatkan Keamanan Obat-Obatan Yang Harus Diwaspadai.43
3.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang Benar,
Pembedahan Pada Pasien Yang Benar…………………………. 46
3.5 Mengurangi Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan……. . 60
3.6 Mengurangi Resiko Cedera Pasien Akibat Jatuh……………….. 76
BAB IV PENUTUP .................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 88

ii

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
DAFTAR TABEL

Tabel 3.2.1 Pelaporan Kondisi pasien menggunakan metode SBAR .....................39


Tabel 3.2.2 Pelaporan hasil nilai kritis dengan metode SBAR.................................41
Tabel 3.2.3 Serah terima pasien dengan metode SBAR .........................................41
Tabel 3.5.1 Formula Alkohol Handrub .....................................................................70
Tabel 3.6.1 Faktor Resiko Jatuh ..............................................................................77
Tabel 3.6.2 Instrumen Morse Fall Score ..................................................................78
Tabel 3.6.3 Penatalaksanaan Morse menurut skor yang di dapatkan ....................79
Table 3.6.4 Instrumen Humpty Dumpty Falls Scale ................................................80
Tabel 3.6.5 Penatalaksanaan Humpty Dumpty Falls Scale Menurut Skor Yang Di
Dapatkan.......................................................................................................81
Tabel 3.6.6 Instrumen Metode Get Up And Go........................................................81
Tabel 3.6.7 Tatalaksana Pencegahan Resiko Jatuh Dengan Menggunakan Instrument
Morse Fall Score…………………….......……………………………………….83
Tabel 3.6.8 Tatalaksana Pencegahan Resiko Jatuh Dengan Menggunakan Instrument
Humpty Dumpty Falls Scale……………….…………………………………….84
Tabel 3.6.9 Tingkatan Penilaian Risiko Jatuh Menggunakan Metode Get Up And Go85
Tabel 3.6.10 Form Penatalaksanaan Risiko Jatuh Menggunakan Metode Get Up And
Go…………………………………………………………………………………..85

iii

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.2.1 Kode Alfabet Internasional .......................................................30


Gambar 3.2.2 Stempel TBaK ..........................................................................31
Gambar 3.2.3 Dokumentasi pelaporan kondisi pasien melalui telepon dengan
format SOAP ...........................................................................................32
Gambar 3.2.4 Dokumentasi pelaporan nilai kritis dengan format SOAP.........34
Gambar 3.2.5 Formulir Pelaporan Nilai Kritis Instalasi Laboratorium RSUD
Sidoarjo Barat………………..………………………………………….35
Gambar 3.2.6 buku pelaporan nilai kritis RSUD sibar………………………….37
Gambar 3.2.7 Serah terima pasien antar PPA pada formulir RM I4 ...............36
Gambar 3.2.8 Serah terima pasien antar unit perawatan pada formulir RMI1037
Gambar 3.2.9 Serah Terima Pasien Rawat Jalan dengan Instalasi Laboratorium
pada formulir permintaan pemeriksaan laboratorium .............................38
Gambar 3.2.10 Serah Terima Pasien Rawat Jalan dengan Instalasi Radiologi
pada formulir permintaan pemeriksaan radiologi ...................................39
Gambar 3.4.1 formulir assessmen keperawatan pra op RM I-25……………..48
Gambar 3.4.2 formulir assessmen keperawatan pra op RM I-25……………..49
Gambar 3.4.3 formulir assessmen keperawatan pra op RM I-23…………….54
Gambar 3.4.4 formulir surgical safety checklist RM I-21………………………59
Gambar 3.5.1 Momen 1 (Sebelum Kontak Dengan Pasien) ...........................63
Gambar 3.5.2 Momen 2 (Sebelum Prosedur Bersih/Aseptik) .........................64
Gambar 3.5.3 Momen 3 (Setelah Terpapar Cairan Tubuh) ............................66
Gambar 3.5.4 Momen 4 (Setelah Kontak Dengan Pasien) .............................67
Gambar 3.5.5 Momen 5 (Setelah Kontak Dengan Lingkungan Sekitar Pasien)68
Gambar 3.5.6 Cara cuci Tangan Dengan Air Mengalir dan Sabun................. 72
Gambar 3.5.7 Cara Cuci Tangan Dengan Alkohol Handrub ..........................73
Gambar 3.5.8 Teknik Cuci Tangan Bedah Menggunakan Alkohol Handrub ..75

iv

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
DAFTAR SINGKATAN

DPJP : Dokter Penanggung Jawab Pasien


IKP : Insiden Keselamatan Pasien
Kemenkes : Kementrian Kesehatan
Kepmenkes : Keputusan Menteri Kesehatan
Permenkes : Peraturan Menteri Kesehatan
POCT : Poin of Care Testing
PPA : Profesional Pemberi Asuhan
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SBAR : Situation, Background, Assessment, Recommendation
TBaK : Tulis, baca, konfirmasi

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
vi

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan Undang
Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat
hukum yang sah.
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pelayanan kesehatan adalah upaya yang diselenggarakan oleh
suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan
individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat. Pelayanan kesehatan
yang bermutu adalah pelayanan kesehatan yang dapat memuaskan
setiap pemakai jasa pelayanan kesehatan sesuai dengan tingkat
kepuasan rata-rata penduduk, serta yang penyelenggaraannya sesuai
dengan kode etik dan standar pelayanan profesi yang telah ditetapkan.
Sasaran Keselamatan Pasien wajib diterapkan di rumah sakit
untuk mencegah terjadinya insiden keselamatan pasien serta
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan standar WHO
Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh pemerintah, Tujuan SKP
adalah untuk mendorong rumah sakit melakukan perbaikan-perbaikan
yang menunjang tercapainya keselamatan pasien. Sasaran dalam SKP
menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan,
memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan nasihat
para pakar serta penelitian berbasis bukti.
Di lndonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan
Kesehatan, diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang
terdiri dari :
1. Sasaran 1 mengidentifikasi pasien dengan benar;
2. Sasaran 2 meningkatkan komunikasi yang efektif;
3. Sasaran 3 meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus
diwaspadai;
4. Sasaran 4 memastikan sisi yang benar, prosedur yang benar, pasien
yang benar pada pembedahan/tindakan invasif;
5. Sasaran 5 mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan; dan
6. Sasaran 6 mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh.

1.2 TUJUAN
1. Memberikan informasi dan acuan bagi Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo Barat dalam melaksanakan Sasaran Keselamatan Pasien

(1)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2. Terlaksananya Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo Barat secara sistematis dan terarah
3. Menjamin terlaksananya Sasaran Keselamatan Pasien di Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo Barat
4. Meningkatkan layanan dengan selalu memperbaiki sistem
berdasarkan kejadian yang ada
5. Sebagai acuan penyusunan instrument akreditasi di Rumah Sakit
Umum Daerah Sidoarjo Barat

1.3 RUANG LINGKUP


1.3.1 Mengidentifikasi pasien dengan benar
1. Petugas / Staf admisi yang menerima pasien
2. Seluruh Profesional Pemberi Asuhan (PPA), termasuk dokter,
perawat, analis laboratorium, radiographer, teknisi
kardiovaskular, petugas gizi, fisioterapis, dll.
3. Petugas / Staf Non Klinis
1.3.2 Meningkatkan komunikasi yang efektif
Lingkup area ini diterapkan di seluruh area pelayanan di Rumah
Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat harus dilaksanakan oleh
semua pemberi pelayanan seperti; PPA, staf administrasi, petugas
kasir, petugas security, petugas cleaning service, petugas front
office, penunjang medis dan lain-lain. Seluruh staf rumah sakit
harus memahami dan menerapkan tata cara komunikasi yang baik
dan efektif dengan melaksanakan standar yang telah tetapkan.
1.3.3 Meningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
Semua petugas yang bertugas di Gudang Farmasi, Unit
Pelayanan Farmasi Instalasi Gawat Darurat, Unit Pelayanan
Farmasi Rawat Jalan, Unit Pelayanan Farmasi Rawat Inap, Unit
Pelayanan Farmasi Intensif dan Kamar Operasi, Ruang Perawatan
Pasien
1.3.4 Memastikan sisi yang benar, prosedur yang benar, pasien yang
benar pada pembedahan/tindakan invasif
Ruang lingkup penggunaan ini berlaku untuk semua pelayanan
pembedahan di RSUD Sidoarjo Barat. Dan harus dipatuhi oleh
semua profesi yang terlibat dalam pelayanan dan yang
bertanggung jawab untuk identifikasi dan penandaan.

(2)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
1.3.5 Mengurangi risiko infeksi akibat perawatan kesehatan
Pelaksanaan kebersihan tangan harus dilakukan oleh seluruh
petugas yang ada di seluruh area Rumah Sakit Umum Daerah
Sidoarjo Barat, termasuk seluruh pengunjung dan pasien yang
berobat ke Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat.
1.3.6 Mengurangi risiko cedera pasien akibat jatuh
Pengkajian risiko jatuh dilaksanakan pada pasien di lingkungan
RSJPD Harapan kita, diantaranya adalah pada:
1. Area rawat jalan/non rawat inap yang terdiri dari Poliklinik
Spesialis, Instalasi Laboratorium, dan Instalasi Radiologi
2. Area rawat inap yang terdiri dari lnstalasi Gawat Darurat
(IGD), Instalasi Rawat Inap, Instalasi Pelayanan Intensif,
Instalasi Peristi Ibu dan Bayi

1.4 LANDASAN HUKUM


1. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran
2. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan
3. Undang - undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi Rumah
Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien

(3)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


2.1.1. Pengertian Identifikasi Pasien
Keselamatan Pasien (patient safety) merupakan sesuatu yang
jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi pelayanan. Perilaku
perawat dengan kemampuan perawat sangat berperan penting
dalam pelaksanaan keselamatan pasien. Perilaku yang tidak aman,
lupa, kurangnya perhatian/motivasi, kecerobohan, tidak teliti dan
kemampuan yang tidak memperdulikan dan menjaga keselamatan
pasien berisiko untuk terjadinya kesalahan dan akan mengakibatkan
cedera pada pasien, berupa Near Miss (Kejadian Nyaris
Cedera/KNC) atau Adverse Event (Kejadian Tidak Diharapkan/KTD)
selanjutnya pengurangan kesalahan dapat dicapai dengan
memodifikasi perilaku. Perawat harus melibatkan kognitif, afektif dan
tindakan yang mengutamakan keselamatan pasien (Julia, 2016).
Laporan Insiden Keselamatan Pasien di Indonesia berdasarkan
propinsi menemukan bahwa dari 145 insiden yang dilaporkan 55
kasus (37,9%) terjadi di wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan jenisnya
dari 145 insiden yang dilaporkan didapatkan Kejadian Nyaris Cidera
(KNC) sebanyak 69 kasus (47,6%), Kejadian Tidak Diharapkan
(KTD) sebanyak 67 kasus (46,2%), dan lain-lain sebanyak 9 kasus
(6,2%). Walaupun data ini telah ada secara umum di Indonesia,
kejadian atau catatan yang berhubungan dengan keselamatan
pasien di rumah sakit belum dikembangkan secara menyeluruh oleh
semua rumah sakit sehingga perhitungan kejadian yang
berhubungan dengan keselamatan pasien masih sangat terbatas
(Lumenta, 2008; Umaternate, Kumaat, & Mulyadi, 2015).
Cahyono (2008) menyatakan setiap asuhan klinis baik terkait
dengan proses diagnosis, terapi, tindakan pembedahan, pemberian
obat, pemeriksaan laboratorium, dsb. dapat menimbulkan kerugian
yang tidak diharapkan pasien baik secara fisik (cedera iatrogenik),

(4)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
finansial, maupun sosial. Secara lebih populer, asuhan klinis yang
kemudian menimbulkan dampak yang merugikan bagi pasien akibat
manajemen medis dan bukan akibat penyakit yang diderita pasien
dikenal sebagai adverse events atau KTD (baik oleh dokter maupun
pasien).
Keamanan pelayanan di rumah sakit salah satunya dimulai dari
ketepatan identifikasi pasien. Kesalahan identifikasi pasien diawal
pelayanan akan berdampak pada kesalahanan pelayanan pada
tahap selanjutnya (WHO, 2009). Proses identifikasi pasien perlu
dilakukan dari sejak awal pasien masuk rumah sakit yang kemudian
identitas tersebut akan selalu dikonfirmasi dalam segala proses di
rumah sakit, seperti saat sebelum memberikan obat, darah atau
produk darah atau sebelum mengambil darah dan spesimen lain
untuk pemeriksaan. Sebelum pengobatan dan tindakan atau
prosedur. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi kesalahan identifikasi
pasien yang nantinya bisa berakibat fatal jika pasien menerima
prosedur medis yang tidak sesuai dengan kondisi pasien seperti
salah pemberian obat, salah pengambilan darah bahkan salah
tindakan medis (Permenkes RI, 2017).
2.1.2. Tujuan Identifikasi Pasien
Memberikan panduan pelaksanaan untuk memastikan tidak
terjadinya kesalahan dalam identifikasi pasien selama perawatan di
rumah sakit.
Mencegah dan mengurangi kejadian/ kesalahan yang
berhubungan dengan salah identifikasi. Keslahan ini dapat berupa
salah pasien, kesalahan prosedur, kesalahan medikasi, kesalahan
tranfusi, dan kesalahan pemeriksaan diagnostik

2.2. MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


2.2.1. Pengertian Komunikasi Efektif
Istilah komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare –
communicatio dan communicatus yang berarti suatu alat yang
berhubungan dengan sistem penyampaian dan penerimaan berita,
seperti telepon, telegraf, radio, dan sebagainya (Yenni & Dita, 2020).
Komunikasi adalah suatu proses pertukaran, penyampaian, dan

(5)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
penerimaan berita, ide, atau informasi dari seseorang ke orang lain
(Anjaswarni, 2016).
Komunikasi efektif adalah komunikasi yang tepat waktu,
akurat, lengkap, jelas, dan dipahami oleh resipien/ penerima
pesan yang dapat dilakukan secara tertulis, lisan dan elektronik.
Komunikasi yang paling banyak memiliki potensi terjadinya
kesalahan adalah pemberian instruksi secara lisan atau melalui
telpon, pelaporan hasil kritis dan saat serah terima. Latar belakang
suara, gangguan, nama obat yang mirip dan istilah yang tidak umum
sering kali menjadi masalah.(Kemenkes RI, 2022).
2.2.2. Manfaat Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif antara petugas kesehatan yang lain dapat
menghasilkan perawatan yang terbaik untuk pasien. Selain itu untuk
membentuk kesan yang baik dengan pasien maupun tenaga
kesehatan yang lain agar mendapatkan kepercayaan yang relevan.
Agar pasien ataupun tenaga kesehatan saling bertukar informasi dan
dapat memproses demi kelancaran asuhan keperawatan. Penerapan
komunikasi efektif dapat memperkecil kesalahan dan meningkatkan
keterampilan dalam praktik keperawatan (Palupi, 2021).
Komunikasi efektif merupakan kunci bagi perawat dan tenaga
kesehatan lainnya untuk mencapai keselamatan pasien. Komunikasi
yang efektif, tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan dipahami oleh
penerima, akan mengurangi kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien (Permenkes, 2017).
2.2.3. Pronsip Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi permasalahan
yang kemungkinan timbul akibat hubungan antara dokter/tenaga
kesehatan dengan pasien. Keberhasilan komunikasi antara dokter
dan pasien pada umumnya akan menimbulkan rasa nyaman dan
puas bagi kedua belah pihak. Prinsip – prinsip komunikasi efektif
yang dapat dilakukan menurut Yusuf (2017) adalah:
1. Keterbukaan, artinya membuka diri bagi orang lain, bereaksi pada
orang lain secara spontan dengan didasari ketulusan.
2. Respect atau peduli kepada orang lain, dengan memberikan rasa
hormat dan saling menghargai. Rasa peduli kepada orang lain,

(6)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
dengan didasari rasa hormat dan saling menghargai merupakan
kunci berkomunikasi dengan orang lain.
3. Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi
atau kondisi yang dihadapi oleh orang lain atau merasakan
perasaan orang lain. Perasaan empati sangat diperlukan dalam
jasa pelayanan kesehatan, bagaimana seorang dokter atau
perawat dapat merasakan penderitaan pasien tanpa harus hanyut
dalam permasalahan pasien.
4. Care atau perhatian, adalah kemampuan untuk memberikan
perhatian pada orang lain.
5. Sikap positif (positiveness), dokter atau perawat diharapkan
menunjukkan sikap positif atau kebesaran jiwa, baik kepada
pasien, diri sendiri, dan lingkungan.
6. Sikap mendukung (supportiveness), komunikasi akan efektif
apabila kedua belah pihak saling memberikan dukungan terhadap
pesan yang disampaikan.
7. Rendah hati, apapun kondisi pasien tidak peduli apakah pasien
kaya atau miskin, berpendidikan atau tidak, pintar atau bodoh,
semua itu harus dilayani dengan rendah hati dan kasih sayang.
2.2.4. Syarat Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif membutuhkan keterlibatan semua orang agar
tercapai tujuan utama, maka dari itu adapun syarat-syarat yang harus
dipenuhi seperti yang diungkapkan oleh Ariani (2018) yaitu:
1. Dapat dipercaya (credible), di dalam unsur dapat dipercaya harus
ada kompetensi, sikap, tujuan, kepribadian dan dinamis.
2. Konteks (context), di dalam informasi mempunyai sasaran, topik
pembicaraan dan mendengarkan dengan seksama
3. Isi (content), Informasi tersebut harus bermanfaat dan menarik
4. Kejelasan (clarity) informasi jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan agar tidak terjadi kesalahpahaman
5. Berkesinambungan dan konsistensi, informasi harus tepat pada
sasaran dan tidak menyimpang dari topik
6. Saluran (chanel), informasi dapat disalurkan dengan berbagai
teknik berkomunikasi, verbal atau non verbal
7. Kapabilitas sasaran, cara berkomunikasi harus disesuaikan
dengan karakteristik pendengar atau penerima..

(7)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2.2.5. Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Efektif
Komunikasi efektif dapat melahirkan budaya yang produktif,
maka dari itu perawat memiliki peran penting dalam melakukan
komunikasi efektif. Adapun faktor yang dapat mempengaruhi
komunikasi efektif yaitu (Palupi, 2021) :
1. Kecerdasan emosional dan kemampuan yang ada di dalam
individu tersebut dapat memecahkan masalah, mengamati,
mengidentifikasi dan dapat menerapkan informasi emosional
pada diri sendiri jika kebalikannya perawat tersebut akan
menghambat pelaksanaan komunikasi efektif.
2. Keterampilan berkomunikasi salah satu faktor penting yang
dimiliki perawat sehingga dapat berkomunikasi efektif dengan
menggunakan teknik seperti bahasa yang sederhana dan mudah
dipahami, membatasi 2 sampai 3 tema dengan artikulasi yang
jelas.
3. Pengalaman kerja akan mempengaruhi perawat saat
berkolaborasi ataupun menghadapi pasien karena perawat
memegang posisi penting akan meningkatnya kualitas rumah
sakit.
4. Persepsi merupakan cara perawat untuk mengidentifikasi dan
mengkoordinasikan apa yang akan dilakukan ke pasien atau
tenaga kerja lainnya lalu memvalidasi apakah pesan yang
disampaikan sudah atau belum diterima, dikarenakan persamaan
persepsi membuat pengurangan resiko kesalahan tindakan lebih
rendah.
5. Sosial budaya tantangan yang harus dihadapi perawat dengan
anggota kesehatan yang lain maupun pasien. Budaya tersebut
akan membentuk komunikasi dan lingkungan yang berbeda, jika
komunikasi tersebut terbuka akan memudahkan untuk bertukar
informasi, mengutarakan ide ide dan menjalin komunikasi yang
baik.
2.2.6. Penyebab Komunikasi Tidak Efektif
Kegagalan Komunikasi antara perawat dan dokter disebabkan
Oleh (Nazri dkk, 2015) :
1. Ketidaksiapan perawat berkomunikasi

(8)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Kompetensi dan kemampuan perawat mempersiapkan
komunikasi merupakan komponen kunci keberhasilan
komunikasi antara perawat dengan dokter dengan telepon.
2. Profesionalisme yang lemah
3. Kolaborasi yang tidak adekuat
4. Sulit ketika menghubungi dokter
5. Kurangnya perhatian dokter saat di telepon
6. Kemampuan dokter menerima pesan dari perawat seperti
keterbatasan waktu yang dimiliki dokter dalam menerima
pesan dan ketidaktertarikan dokter menerima telepon dari
perawat.
2.2.7. Faktor Penghambat Komunikasi Efektif
Keterampilan dan strategi komunikasi efektif sangatlah penting
bagi perawat. Tetapi ada beberapa hal yang dapat menghambat
proses komunikasi tersebut. Hambatan dapat merusak hubungan
antar tenaga kesehatan, pasien dan keluarga pasien. Adapun
hambatan berkomunikasi dalam Palupi (2021) yaitu :
1. Bahasa
Seringkali ditemukan bahwa perbedaan bahasa sangatlah
mempengaruhi dalam kelancaran asuhan keperawatan.
2. Perbedaan budaya
Perawat harus peka terhadap persepsi kesehatan dan kematian
maupun saat berkolaborasi dalam hal asuhan keperawatan.
3. Konflik
Konflik merupakan suatu permasalahan antara dua orang yang
sangat menguras pikiran antara pasien atau tenaga kesehatan
yang lain yang terlibat di dalamnya.
4. Lingkungan
Faktor lingkungan seperti beban kerja yang melebihi batas
kemampuan tenaga kesehatan selain itu kurangnya dukungan
antara sesama tenaga kesehatan.
Faktor - faktor yang menghambat komunikasi antara perawat dan
dokter dalam Nazri (2015) antara lain :
1. Lemahnya struktur komunikasi
2. Hirarki
3. Bahasa

(9)

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
4. Budaya
5. Jenis kelamin
6. Perbedaan gaya
2.2.8. Metode Komunikasi Efektif
Metode komunikasi efektif sesuai Sesuai Standar Akreditasi
Rumah Sakit Tahun 2022 yaitu:
1. Metode komunikasi saat menerima instruksi dan melaporkan
nilai kritis pemeriksaan diagnostik melalui telepon adalah
adalah “menulis/menginput ke komputer - membacakan -
konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation) kepada
pemberi instruksi misalkan DPJP.
2. Metode komunikasi saat melaporkan kondisi pasien kepada
DPJP dapat menggunakan metode misalnya Situation -
background - assessment - recommendation (SBAR). SBAR
merupakan alat komunikasi yang direkomendasikan oleh World
Health Organization untuk mengkomunikasikan informasi penting
yang membutuhkan perhatian dan tindakan segera, komunikasi
SBAR tidak hanya meningkatkan mutu pelayanan, tetapi juga
dapat meningkatkan kualitas hand over yang akan menekan
angka medical error (Astuti & Ilmi, 2019).
3. Metode komunikasi saat serah terima distandarisasi pada jenis
serah terima yang sama misalnya serah terima antar ruangan di
rawat inap. Untuk jenis serah terima yang berbeda maka dapat
menggunakan metode, formulir dan alat yang berbeda. Misalnya
serah terima dari IGD ke Instalasi rawat inap dapat berbeda
dengan serah terima dari kamar operasi ke Instalasi Pelayanan
Intensif.
2.2.9. Dampak Komunikasi tidak Efektif
Komunikasi yang tidak efektif antar profesi dalam bidang
kesehatan adalah salah satu hal yang menyebabkan kesalahan
medis dan cedera pada pasien. Karena itu, pasien harus tinggal lebih
lama di rumah sakit, membayar lebih dan merasakan pelayanan yang
tidak memuaskan (Agustina dkk, 2018)
Komunikasi tidak efektif dalam timbang terima pasien dapat
meningkatkan kejadian medication error, membahayakan pasien,
memperpanjang proses perawatan, menurunkan kepuasan pasien,

( 10 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
memperpanjang hari rawat pasien, dan berakhir terhadap kurangnya
mutu asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien (Anggraini,
2019).

2.3. MENIGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI
2.3.1 Pengertian Obat-Obatan yang harus Diwaspadai
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 72 Tahun
2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, High-
alert medication adalah Obat yang harus diwaspadai karena sering
menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event)
dan Obat yang berisiko tinggi menyebabkan Reaksi Obat yang Tidak
Diinginkan (ROTD).
Daftar obat berisiko tinggi ditetapkan oleh rumah sakit dengan
mempertimbangkan data dari referensi dan data internal di rumah
sakit. Referensi yang dapat dijadikan acuan antara lain daftar yang
diterbitkan oleh ISMP (Institute for Safe Medication Practice).
High Alert Medications mencakup :
a. Obat risiko tinggi, yaitu sediaan farmasi dengan zat aktif yang
akan menimbulkan kematian atau kecacatan bila terjadi
kesalahan (error) dalam penggunaannya (contoh: insulin, heparin
atau kemoterapeutik).
b. Obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat
Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound
Alike/LASA)
c. Elektrolit konsentrat contoh: kalium klorida dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 2 mEq/ml, kalium fosfat, natrium klorida
dengan konsentrasi lebih dari 0,9% dan magnesium sulfat injeksi
dengan konsentrasi 50% atau lebih pekat
d. Elektrolit konsentrasi tertentu, contoh: kalium klorida dengan
konsentrasi 1 mEq/ml, magnesium sulfat 20% dan 40%
(Kemenkes RI, 2019).

2.3.2 Kategori Obat-Obatan yang harus Diwaspadai


Berikut adalah obat-obatan yang termasuk dalam kategori High Alert
Medications menurut ISMP (Institute for Safe Medication Practice) :

( 11 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
( 12 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2.4. MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR, PROSEDUR
YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR
2.4.1 Pengertian
Dalam pelayanan bedah besar dan kompleks ada sesuatu hal
yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan seperti penandaan
yang salah, prosedur salah atau orang yang salah operasi. Adanya
suatu kebijakan yang direkomendasikan oleh National Patient Safety
Agency (NPSA) dan WHO untuk melengkapi checklist Keselamatan
Pasien yang diluncurkan pada tanggal 1 Juni 2009 untuk dipatuhi.
Menurut WHO 2009, penelitian di 56 negara dari 192 negara
anggota WHO tahun 2004 diperkirakan 234,2 juta prosedur
pembedahan dilakukan setiap tahun berpotensi komplikasi dan
kematian (Weiser, et al. 2008). Berbagai penelitian menunjukkan
komplikasi yang terjadi setelah pembedahan. Data WHO
menunjukkan komplikasi utama pembedahan adalah kecacatan dan
rawat inap yang berkepanjangan 3-16% pasien bedah terjadi di
negara-negara berkembang. Secara global angka kematian kasar
berbagai operasi sebesar 0,2-10%. Diperkirakan hingga 50% dari
komplikasi dan kematian dapat dicegah di negara berkembang jika
standar dasar tertentu perawatan diikuti (WHO, 2009).
2.4.2 Tujuan
a. Tujuan Utama :
Tujuan utama dari panduan ini agar petugas kamar operasi
mampu melakukan penandaan area operasi yang tepat untuk
menciptakan perilaku tim pembedahan dan lingkungan yang aman
bagi pasien.
b. Tujuan Khusus :
2.1. Meminimalkan risiko operasi di lokasi yang salah atau pasien
yang salah
2.2. Meminimalkan risiko dari prosedur yang salah yang dilakukan
2.3. Menginformasikan dan memandu dokter bedah untuk
menggunakan metode penandaan dengan menandai kulit

( 13 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
dan lokasi yang akan dioperasi.
2.4. mengidentifikasi sisi dan bagian tubuh yang akan dioperasi
atau diinisiasi

2.5. MENGURANGI RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN KESEHATAN


2.5.1 Pengertian dalam lingkup hand hygiene (kebersihan tangan)
HAIs ( Healthcare Associated Infections) adalah Infeksi yang
terjadi selama perawatan di rumah sakit atau faSilitas pelayanan
kesehatan lainnya, dimana saat masuk tidak sedang infeksi dan tidak
sedang dalam masa inkubasi, infeksi terjadi setelah pulang dari
perawatan, juga bisa terjadi pada petugas akibat dari pemberian
pelayanan (CDC 2007).
Kegagalan melakukan kebersihan tangan merupakan penyebab
utama HAIs dan dapat menyebarkan multi resisten serta berkonstribusi
terhadap timbulnya wabah. (Boyke dan Pittet 2002). Penelitian lain
oleh Semmelweis (1861) dan peneliti –peneliti lainnya mengatakan
bahawa penularan penyakit menular dari pasien ke pasien terjadi
melalui tangan petugas kesehatan. Menjaga kebersihan tangan
dengan baik dan benar dapat mencegah penularan mikroorganisme
dan menurunkan HAIs.
1. Hand hygiene atau kebersihan tangan
Suatu tindakan membersihkan tangan dengan menggunakan
sabun/antiseptik di bawah air mengalir (cuci tangan) atau dengan
menggunakan cairan berbahan dasar alkohol (handrub).
Kebersihan tangan terdiri dari handrub, kebersihan tangan
dengan air mengalir ,cuci tangan bedah ( WHO Guidelineson
Hand Hygiene in Health Care, 2009).
2. Handrub
Cairan antiseptik untuk membersihkan tangan berbahan dasar
alkohol 60 sampai dengan 90%.
3. Cuci tangan bedah
Proses yang secara mekanik melepaskan kotoran dan debris dari
kulit tangan dan lengan sampai siku dengan menggunakan cairan
antiseptik dan air dan dikeringkan dengan handuk steril yang
dilakukan oleh tim bedah sebelum melakukan tindakan
pembedahan.

( 14 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
4. Langkah efektif kebersihan tangan
Langkah paling efektif melakukan kebersihan tangan adalah
menggunakan cairan handrub berbahan dasar alkohol alkohol
yang dapat digunakan sebagai antiseptik tangan karena memiliki
kelebihan: Eliminasi berbagai mikroba (termasuk virus); waktu
singkat (20 hingga 30 detik); dapat diletakkan di area point of
care; toleransi pada kulit yang baik; tidak perlu sarana cuci
tangan (air bersih, washtafel, sabun, tissue). Antiseptik
chlorhexidine 2% dan cairan handrub sebaiknya tidak digunakan
bersamaan.
5. Antiseptik
Antiseptik adalah germisida kimia yang diformulasikan untuk
digunakan pada kulit atau jaringan hidup dan tidak ditujukan
untuk mendekontaminasi benda mati.
2.5.2 Tujuan dan manfaat hand hygiene (kebersihan tangan)
1. Menghilangkan atau meminimalkan mikroorganisme di tangan
2. Mencegah perpindahan mikroorganisme dari lingkungan ke pasien
dan dari pasien ke pasien dan dari pasien ke petugas kesehatan
3. Pencegahan dan pengendalian HAIs
4. Mencegah penyebaran organisme resisten/ MDRO
2.5.3 Sejarah Kebersihan Tangan
Bukti ilmiah kebersihan tangan mencegah penyakit baru muncul
pada awal abad ke-19. Tahun 1847, Ignaz Semmelweis, ahli
kandungan Austria mengamati tingginya angka kematian (mortality
rate) karena puerperal fever (demam nifas) di Uneversity Vienna
General Hospital. Hipotesanya adalah Cadaverous particle terbawa
oleh Dokter dan Mahasiswa Kedokteran dari ruang otopsi ke kamar
bersalin. Intervensi yang dilakukan Ignaz Semmelweis saat itu yaitu
menerapkan cuci tangan dengan Chlorinated Lime Solution yang
mana sebelumnya digunakan sebagai desinfektan untuk mengobati
gangren dan memproses usus hewan yang digunakan senar
instrumen musik oleh French Chemist dan pharmacist Antoine
Labarraque. Insiden Puerperal Fever turun secara signifikan.
2.5.4 Jenis bakteri flora di tangan
Bakteri yang ditemukan pada tangan dibagi menjadi dua
kategori. Yaitu flora resident dan flora transient. Flora resident adalah

( 15 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
mikroorganisme yang berada dipermukaan kulit yang dominan dengan
staph. Epidermis termasuk staph. Hominis, staph. Coagulase negatif
dan sejumlah jamur pityrosporum (malassezia spp). Berfungsi sebagai
antimicrobial antagonis dan melindungi ekosistim kulit. Flora transient
dipindahkan melalui kontak langsung dengan pasien atau kontak
dengan permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan
mikroorganisme yang patogen, terdiri dari : Staph aureus, Gram
negatif basili atau jamur dan sering menyebabkan infeksi (Pedoman
WHO 2009)

2.6. MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH


2.6.1 Pengertian Risiko Jatuh
Jatuh pada pasien adalah suatu peristiwa dimana seseorang
mengalami jatuh dengan atau tanpa disaksikan oleh orang lain, tidak
sengaja/tidak direncanakan, dengan arah jatuh ke lantai, dengan atau
tanpa mencederai dirinya. Risiko jatuh pada pasien yang berisiko
untuk jatuh umumnya disebabkan oleh faktor lingkungan dan faktor
fisiologis yang dapat berakibat cidera (Liestanto dan Astuti, 2019).
Keselamatan pasien merupakan hak pasien. Pasien berhak
memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama masa
perawatan di rumah sakit (Kemenkes, 2009). Cidera akibat jatuh
merupakan tanggung jawab rumah sakit. Karena setiap kejadian yang
menimpa pasien di rumah sakit. Disamping itu, kejadian pasien jatuh
masih merupakan masalah yang sering dihadapi, dengan akibat yang
sering kali fatal (Santoso, 2013).
Isu keselamatan pasien praktis mulai dibicarakan kembali pada
tahun 2000-an, sejak laporan dari Institute of Medicine (IOM) yang
menerbitkan laporan: To Err Is Human, Building A Safer Health
System dan memuat data menarik tentang Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD). Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah
sakit di Utah dan Colorado serta New York. Kejadian tidak diharapkan
(KTD) di Utah dan Colorado ditemukan sebesar 2,9%, dimana 6,6%
di antaranya meninggal dunia. Sedangkan di New York kejadian tidak
diharapkan (KTD) adalah sebesar 3,7% dengan angka kematian
13,6%. Publikasi World Health Organization (WHO) pada tahun 2004,
mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit berbagai negara:

( 16 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Amerika, Inggris, Denmark dan Australia, ditemukan kejadian tidak
diharapkan (KTD) dengan rentang 3,2-16,6%. Berdasarkan data-data
tersebut, berbagai negara segera melakukan penelitian dan
mengembangkan sistem keselamatan pasien
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 11 Tahun 2017 ini
ditetapkan dengan pertimbangan bahwa dalam rangka meningkatkan
kualitas pelayanan kesehatan, dibutuhkan tindakan yang
komprehensif dan responsif terhadap kejadian tidak diinginkan di
fasilitas pelayanan kesehatan agar kejadian serupa tidak terulang
kembali (Permenkes Nomor 11 Tahun 2017 Tentang Keselamatan
Pasien). Maka dalam hal ini perlu adanya panduan dan SOP
asesmen resiko jatuh.
Standart oprasional prosedur dalam menerapkan assesment
dengan instrument risiko jatuh seperti MFS (Morse Fall Scale), HDFS
(Humpty Dumpty Falls Score) dan Get Up and Go di perlukan untuk
memudahkan petugas rumah sakit untuk mendeteksi kejadian resiko
jatuh. Selain itu, menanamkan rasa “Caring” yang ada dalam diri
profesional pemberi asuhan penting dilakukan dengan melihat pasien
yang dirawat secara holistic. Dengan penerapan budaya patient
safety yang bersifat “Caring” maka secara otomatis akan
meningkatkan mutu pelayanan keperawatan dan keselamatan pasien
yang akan berdampak pada meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien di lingkungan rumah sakit.
2.6.2 Tujuan
Sebagai suatu proses untuk mencegah kejadian jatuh pada pasien,
dengan cara:
1. Mengidentifikasi pasien yang memiliki risiko tinggi jatuh dengan
menggunakan "Asesmen Risiko Jatuh".
2. Melakukan asesmen ulang pada semua pasien.
3. Melakukan asesmen yang berkesinambungan terhadap pasien
yang berisiko jatuh dengan menggunakan "Asesmen Risiko Jatuh
MFS (Morse Fall Scale), HDFS (Humpty Dumpty Falls Score )
dan Get Up and Go".
4. Menetapkan standar pencegahan dan penanganan risiko jatuh
secara komprehensif.

( 17 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
BAB III
SASARAN KESELAMATAN PASIEN

3.1. MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR


3.1.1. Prinsip Identifikasi Pasien
1. Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat memiliki tanggung
jawab untuk melakukan identifikasi kepada pasien dengan cara
melakukan konfirmasi dan verifikasi identitas pasien secara tepat
dan benar.
2. Identitas utama pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
adalah : Nama, Tanggal lahir, dan Nomer rekam Medis.
3. Riwayat Alergi pasien dan resiko jatuh diidentifikasi sejak awal
pasien masuk di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
sebagai bagian dari proses identifikasi pasien.
4. Pasien harus terlibat secara aktif dalam proses identifikasi.
5. Seluruh pasien menerima penjelasan pentingnya identifikasi
pasien prinsip dalam keselamatan pasien.

( 18 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
6. Seluruh staf Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
memahami dan mampu melaporkan kejadian/kesalahan yang
berhubungan dengan salah identifikasi.
7. Identifikasi pasien dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara
verbal (menanyakan nama pasien dan tanggal lahir ) dan Visual
(melihat gelang pasien). Identifikasi saat kontak pertama kali
dengan pasien menggunakan identifikasi secara verbal dan
visual.
8. Proses identifikasi pasien dilakukan pada saat :
a. Pemberian Obat
b. Pemberian darah atau produk darah
c. Pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
Atau
d. Pemberian pengobatan atau tindakan lainnya (tindakan
pembedahan,tindakan non bedah,pemeriksaan klinis dan
penunjang).
3.1.2. Proses Identifikasi Awal Pasien
Proses identifikasi Pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo
Barat diawali sejak penerimaan dan pendaftaran sebagai pasien
Rawat Inap, Pasien Rawat Jalan atau pasien Gawat Darurat oleh
petugas yang bertugas pada saat itu , dengan cara :
1. Pasien Rawat Jalan : Pencatatan identitas pada kartu identitas
berobat
2. Pasien Rawat Inap : Pencatatan identitas pada gelang Pengenal
pasien
3.1.3. Konfirmasi
Konfirmasi adalah suatu proses untuk memastikan kebenaran
identitas pasien, konfirmasi dilakukan dengan cara meminta pasien
untuk mencocokkan kebenaran identitas yang tertulis pada :
1. Gelang Pengenal pada saat pendaftaran sebagai pasien Rawat
Inap
2. Kartu Identitas Berobat pada saat pendaftaran sebagai pasien
Rawat Jalan
3. Apabila karena keadaan dan kesehatannya Pasien tidak mampu
melakukan hal-hal tersebut (misal gangguan pendengaran,bisu),

( 19 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
proses konfirmasi dibantu atau dilakukan oleh keluarga atau
pendamping Pasien tersebut.
3.1.4. Verifikasi
1. Verifikasi adalah proses yang dilakukan untuk memastikan
kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadai individu tertentu.
2. Proses Verifikasi identitas pasien dilakukan dengan meminta
pasien menyebutkan nama dan tanggal lahir pasien, sementara
petugas menciocokkan dengan data identitas pasien yang
tercantum pada gelang identitas dan label spesimen,etikat obat,
lembar order pemeriksaan penunjang, hasil pemeriksaan
penjunjang dll.
3. Tindakan/ prosedur medis yang harus dilakukan proses verifikasi
identitas pasien :
- Melakukan tindakan intervensi/terapi (pemberian obat,
pemberian darah atau produk darah, melakukan terapi radiasi)
- Melakukan tindakan (memasang jalur intravena atau
hemodialisis)
- Sebelum tindakan diagnostik apapun (mengambil darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan laboratorium penunjang,
atau sebelum melakukan kateterisasi jantung ataupun tindakan
radiologi diagnostik)
- Menyajikan makanan pasien

3.1.5 Gelang Identifikasi Pasien


1. Ketentuan Umum
a. Gelang identifikasi harus dipakai oleh semua pasien selama
perawatan di rumah sakit dan hanya boleh dilepas saat pasien
pulang dari Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
b. Pemakaian gelang identifikasi pasien diwajibkan untuk pasien
rawat inap, dan pasien di instalasi Gawat Darurat baik triase
hitam, merah, kuning hijau.
c. Gelang Identifikasi yang di gunakan di Rumah Sakit Umum
Daerah Sidoarjo Barat adalah gelang dengan ukuran yang
mudah disesuaikan dengan ukuran bayi, ukuran anak, ukuran
dewasa, tahan air, tidak mudah lepas, dan tidak mudah
menimbulkan iritasi pada kulit.

( 20 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
d. Penulisan gelang identifikasi pasien :
- Pada gelang identifikasi , tertulis 3 identitas utama, yaitu
Nama, tanggal lahir, Nomor Rekam Medis pasien.
- Penulisan nama tidak boleh disingkat , sesuai dengan yang
tertulis di rekam medis
- Tidak diperkenankan mencoret dan menulis ulang di gelang
identifikasi. Ganti gelang identifikasi jika terdapat kesalahan
penulisan data.
e. Warna pada Gelang Identifikasi
- Gelang identifikasi warna Biru untuk pasien laki-laki
- Gelang Identifikasi warna pink / merah muda untuk pasien
perempuan
f. Penanda Tambahan pada Gelang Identifikasi ;
Selain gelang identifikasi, pasien juga mendapat penanda
tambahan antara lain :
- Jika pasien memiliki alergi, tambahan penanda alergi dengan
stiker ”allergy” berwarna merah
- Jika pasien memiliki resiko jatuh sedang dan tinggi, tambahan
penanda resiko jatuh dengan stiker berwarna kuning
- Pada pasien ”DNR” (do not Rescucitate) tambahan penanda
DNR dengan stiker berwarna ungu.

g. Pemasangan Gelang Identifikasi pasien :


- Gelang Identifikasi di pasang pada pergelangan tangan pasien
yang dominan, kecuali tangan yang dominan tersebut akan
dilakukan tindakan
- Jika Gelang Identifikasi rusak dan terlepas, petugas yang
mendapati hal tersebut bertanggungjawab untuk segera
memasangkan gelang identifikasi baru.
- Pasien diminta untuk mengkonfirmasi kebenaran data
identitas yang tertulis pada Gelang identitas. Apabila pasien
tidak mampu melakukan konfirmasi data identitas tersebut.
Konfirmasi dilakukan terhadap keluarga/pengantarnya. Apabila
keluarga /pengantarnya tidak ada, konfirmasi dilakukan oleh

( 21 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
perawat/ petugas lain dengan cara mencocokkan data yang
tertulis pada Gelang Identifikasi dengan data pendaftaran
pasien tersebut.
- Pasien mendapatkan penjelasan mengenai prosedur
identifikasi dan tujuannya oleh petugas yang memasangkan
gelang identifikasi pasien.
- Pasien harus dipastikan sudah memahami manfaat dan tujuan
pemasangan gelang identifikasi.
- Periksa ulang 3 identitas utama data digelang identifikasi
dipakai kan kepasien
h. Pengecekan gelang identifikasi pasien :
- Pengecekan identifikasi dilakukan tiap kali pergantian jaga
perawat.
- Sebelum pasien di transfer di unit lain lakukan Verifikasi
dengan benar dan pasti kan gelang identifikasi terpasang
dengan baik. Unit yang menerima transfer pasien harus
melakukan verifikasi ulang identitas pasien dan memastikan
kesesuaian dengan yang tercantum di dalam gelang
identifikasi dan dokumen pendukung lain.
- Jangan melakukan prosedur apapun jika pasien tidak memakai
gelang identifikasi (kecuali pasian sejak awal memang tidak
memakai gelang identifikasi karena akasan tertentu, dan hal ini
harus sudah tercatat dalam rekam medis pasien).
- Seluruh gelang identifikasi yang berasal dari luar rumah sakit
umum daerah sidoarjo barat dilepas, sebelum petugas
memasang gelang identifikasi pasien rumah sakit umum
bagian barat (misal pasien rujukan dari luar rumah sakit umum
daerah sidoarjo barat)
2. Ketentuan Khusus
a. Apabila pemakaian gelang identifikasi pasien menganggu
prosedur dan / tindakan tertentu (misal tindakan operasi di
instalasi bedah sentral), gelang tersebut dapat dilepas kemudian
direlokasi dan dipasangkan kembali oleh petugas penangung
jawab setelah prosedur selesai dilakukan. Pelepasan dan
penggantian gelang baru Harus di dokumentasikan di dalam
rekam medis pasien.

( 22 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
b. Jika ukuran gelang identifikasi tidak cukup (tangan lebih besar,
edema, dll), maka diperkenankan menggunakan dua atau lebih
gelang identifikasi yang disambungkan kemudian dikunci
sehingga tidak bisa dilepas.
c. Jika Gelang Identifikasi tidak dapat dipakaikan dipergelangan
tangan maka :
- Pasangkan gelang identifikasi dipergelangan kaki. Pada
situasi dimana tidak dapat dipasang di pergelangan kaki,
gelang identifikasi dapat dipakaikan di baju pasien di area
yang jelas terlihat . Hal ini harus dicatat direkam medis
pasien. Gelang identifikasi harus dipasang ulang jika baju
pasien diganti dan harus selalu menyertai pasien sepanjang
waktu.
- Pada kondisi baju tidak bisa di pakaikan , gelang identifikasi
harus menempel pada badan pasien dengan menggunakan
perekat tranparan/ tembus pandang hal ini harus dicatat di
rekam medis pasien.
- Pada kondisi Gelang Identifikasi tidak digunakan di
karenakan menolak penggunaan gelang identifikasi tanpa
alasan yang jelas, maka pasien di beri penjelasan tentang
risiko-resiko akibat kesalahan identifikasi dan dipersilakan
untuk menandatangani pernyataan penolakan pemesangan
gelang Identifikasi.
d. Gelang identifikasi menyebabkan alergi atau iritasi kulit maka :
Kepada pasien yang tidak menggunakan gelang identifikasi
tersebut, verifikasi dilakukan oleh dua staf yang sedang bertugas
(double check antara kedua petugas) untuk memastikan ketepatan
identifikasi pasien. Catat kedua nama petugas dalam rekam medis
pasien setiap dilakukan verifikasi.
3.1.5. Prosedur Identifikasi Pasien yang Menjalankan Tindakan Operasi
1. Petugas di kamar operasi harus melakukan verifikasi identitas
pasien ( nama dan tanggal lahir) pasien pada saat sign-in.
2. Jika diperlukan untuk melepas gelang identifikasi selama
dilakukan operasi, tugaskanlah seorang perawat di kamar operasi
untuk bertanggungjawab melepas dan memasang gelang
identifikasi yang baru. Proses ini harus di dokumentasikan dalam

( 23 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
rekam medis, segera setelah prosedur selasai dilakukan, gelang
identifikasi baru dipasang kembali.
3.1.6. Prosedur Identifikasi Pasien pada Prosedur Pengambilan dan
Pemberian Produk/Komponen Darah
1. Tanggung jawab identifikasi saat pengambilan, pengiriman,
penerimaan, dan penyerahan darah atau komponen darah
(Tranfusi) merupakan tanggungjawab masing-masing petugas.
2. Identitas yang tertulis pada botol / tempat sampel minimal terdapat
data Nama,, Tanggal Lahir dan Nomer Rekam Medis, nama
ruangan, dan nama sampeljaringan.
3. Masing-masing petugas di atas harus memastikan kebenaran
identitas pada setiap tahapan serah terima produk darah pada
poin (1) dan harus terdokumentasi.
4. Sebelum melakukan pengambilan darah , siapkan botol/ tempat
sampel yang telah tertulis identitas pasien. Pasien/ keluarga
pasien di minta untuk mengkonfirmasi kebenaran identitas yang
tertulis pada botol/ tempat sampel tersebut
5. Sebelum melakukan pemberian darah/produk darah (transfusi),
dua orang petugas rumah sakit (perawat dan atau dokter) yang
kompeten di unit tersebut harus memaastikan kebenaran data
identitas, jenis darah, golongan darah dan dilakukan, gelang
identifikasi baru dipasang kembali.
3.1.7. Prosedur Identifikasi pasien
1. Prosedur Pemasangan Gelang Identifikasi Pasien
a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri (Nama, Jabatan, Unit Pelayanan)
c. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama
lengkap, tanggal lahir dan/atau nomor rekam medis)
d. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
e. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
f. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur pemasangan
gelang identitas kepada pasien “Bapak/ibu sesuai peraturan
keselamatan pasien, Saya akan memasang gelang identitas
ini pada pergelangan tangan bapak/ibu. Tujuannya adalah
untuk memastikan identitas bapak/ibu dengan benar dalam
mendapatkan pelayanan dan pengobatan selama di rumah

( 24 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
sakit ini.
g. Cantumkan TN. X/n. X dan nomor rekam medis pada gelang
identitas jika pasien tidak ada keluarga dan tidak sadar
h. Tempelkan Barcode yang berisi nama, tanggal lahir dan nomor
rekam medis pada gelang identitas jika pasien sadar tanpa
keluarga
i. Lakukan verifikasi untuk mengetahui bahwa pasien dan
atau keluarga paham atas informasi tersebut
j. Pasangkan gelang identitas pada pergelangan tangan pasien
sesuai dengan kondisi oleh perawat yang melakukan prosedur
k. Informasikan kepada pasien dan atau keluarga untuk
mengingatkan petugas apabila petugas lupa menanyakan
nama dan tanggal lahir pada saat akan melakukan
l. Informasikan kepada pasien dan atau keluarga bahwa gelang
identitas ini harus selalu dipakai hingga pasien diperbolehkan
pulang/keluar rumah sakit “Bapak/ibu, mohon agar gelang
identitas ini jangan dilepas Selama masih dalam perawatan di
rumah sakit”.
m. Ucapkan terima kasih dan sampaikan “terima kasih atas
pengertian dan kerjasamanya”.
n. Rapikan pasien dan alat yang digunakan
o. Informasikan hasil jika diperlukan
p. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

2. Prosedur Pelepasan Gelang Identifikasi


a. Ucapkan salam
b. Perkenalkan diri (Nama, Jabatan, Unit Pelayanan)
c. Identifikasi pasien menggunakan minimal dua identitas (nama
lengkap, tanggal lahir dan/atau nomor rekam medis)
d. Jelaskan tujuan dan langkah-langkah prosedur
e. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah
f. Lakukan serah terima berkas-berkas dan obat – obatan (jika
ada) kepada pasien atau keluarga.
g. Pastikan tagihan telah selesai dengan menunjukkan bukti
pembayaran (untuk pasien tunai)
h. Jelaskan maksud dan tujuan pelepasan gelang identifikasi

( 25 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
pasien “ Bapak/Ibu, sesuai peraturan keselamatan pasien,
saya akan melepaskan gelang Bapak/Ibu karena telah selesai
proses pelayan kesehatan yang kami berikan.
i. Lepaskan gelang identifikasi pasien yang akan dipulangkan
baik itu sembuh, PBJ (Pulang Berobat Jalan), PAPS (Pulang
Atas Permintaan Sendiri) dan Meninggal dunia.
j. Sebelum membuang gelang tersebut ke tempat sampah,
terlebih dahulu gunting-gunting gelang tersebut menjadi
beberapa bagian.
k. Ucapkan terimakasih dan sampaikan “Terima kasih atas
pengertian dan kerjasamanya”.
l. Rapikan pasien dan alat yang digunakan
m. Informasikan hasil jika diperlukan
n. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

3. Identifikasi ibu melahirkan


Pemakaian gelang identifikasi pasien untuk ibu melahirkan
ditentukan sebagai berikut :
a. Sebelum melahirkan gelang identifikasi ibu berisi data seperti
pada pasien rawat inap lainnya yang berisikan
- Nama pasien
- Tanggal lahir pasien
- Nomer Rekam Medis:
b. Setelah bayi didaftarkan sebagai pasien Rumah Sakit Umum
Sidoarjo Barat , maka ibu diberikan gelang tambahan yang
berisi data :
- Nama Bayi........By Ny.
- Jenis Kelamin : Lk/Pr
- Tanggal lahir dan jam kelahiran bayi
- Nomer rekam medis Bayi
c. Jadi setelah ibu melahirkan dan bayinya sudah terdaftar
menjadi pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
maka gelang yang di gunakan pada ibu adalah gelang
identifikasi ibu dengan Nomor Rekam medis ibu, dan gelang
tambahan yang berisi identitas bayi dan nomor Rekam medis
bayi.

( 26 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
d. Identifikasi pada ibu bayi yang sudah pulang, menggunakan
gelang identitas yang berisi identitas bayi dan nomer rekam
medis bayi yang masih di pakai ibu bayi.

4. Prosedur Identifikasi Pada Bayi Baru Lahir atau Neonatus


a. Pakaikan dua Gelang identifikasi di ekstremitas yang berbeda
yaitu di pergelangan tangan dan pergelangan kaki, gelang
pertama adalah gelang ibu dan gelang yang kedua adalah
gelang bayi
b. Pemakaian gelang bayi yang baru dilahirkan ditentukan
sebagai berikut ;
 Sebelum bayi didaftarkan sebagai pasien Rumah Sakit umum
Daerah Sidoarjo barat, bayi dipakaikan gelang yang berisi
data identitas ibu :
- Nama bayi :............................By Ny.
- Jenis kelami :Lk/Pr
- Tanggal lahir dan jam kelahiran bayi
- Nomor rekam medis ibu
 Saat bayi sudah didaftarkan, bayi mendapatkan gelang
identifikasi bayi berisi data :
- Nama Bayi :.........By Ny.
- Jenis kelamin : Lk/Pr
- Tanggal lahir dan jam kelahiran bayi
- Nomer rekam medis ibu
c. Jadi setelah ibu melahirkan dan bayinya sudah terdaftar
menjadi pasien Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat
maka gelang yang digunakan pada ibu adalah gelang
identifikasi ibu dengan nomor Rekam Medis ibu, dan gelang
tambahan yang berisi identitas bayi dan nomor Rekam medis
bayi.
d. Identitas pada ibu bayi yang sudah pulang, menggunakan
gelang identifikasi yang berisi identitas bayi dan nomor rekam
medis bayi yang masih dipakai ibu bayi.
5. Prosedur Identifikasi Pasien Koma / Tidak Sadar
a. Identifikasi untuk pasien yang memiliki keluarga/penunggu :

( 27 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
- Lakukan identiffikasi pasien dengan meminta keluarga/
penunggu pasien menyebutkan nama dan tanggal lahir
pasien dengan mengucapkan : “Selamat
pagi/siang/sore/malam bapak/ibu, saya….(nama petugas),
petugas IGD/ruang…………, sesuai ketentuan keselamatan
pasien di RSUD Sidoarjo Barat, sebelum melakukan tindakan
………,saya akan menanyakan kembali identitas pasien yang
bapak/ibu tunggu, mohon disebutkan nama dan tanggal lahir
pasien ”
- Cocokkan identitas yang disebutkan keluarga/penunggu
dengan identitas yang tercatat pada gelang identitas pasien
tersebut serta data yang tercatat pada berkas rekam medis
pasien
b. Jika identitas sudah benar/cocok, lanjutkan dengan memberikan
tindakan intervensi/terapi, tindakan medis, tindakan prosedur
diagnostik, dan penyajian makanan pasien yang akan
diberikan kepada pasien
c. Identifikasi untuk pasien yang tidak memiliki keluarga /
penunggu :
- Lakukan identifikasi dengan double check oleh dua petugas
ruangan yang akan melakukan tindakan intervensi/terapi,
tindakan medis, tindakan prosedur diagnostik, dan
penyajian makanan pasien
- Secara bersama melihat data identitas pasien pada gelang
pasien dan mencocokkan dengan data identitas pasien yang
tercantum pada berkas rekam medis pasien
- Jika identitas sudah benar/cocok, lanjutkan dengan
memberikan tindakan intervensi/terapi, tindakan medis,
tindakan prosedur diagnostik, dan penyajian makanan
pasien atau layanan yang akan diberikan kepada pasien
d. Identifikasi untuk pasien dalam keadaan terbius di Ruang
Operasi :
- Lakukan identifikasi dengan double check oleh dua petugas
di Ruang Operasi yang akan melakukan tindakan/prosedur

( 28 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
- Secara bersama melihat data identitas pasien pada gelang
pasien dan mencocokkan dengan data identitas pasien yang
tercantum pada berkas rekam medis
- Jika identitas sudah benar/cocok, lanjutkan dengan
memberikan tindakan intervensi/terapi, tindakan medis,
tindakan prosedur diagnostik, dan penyajian makanan
pasien atau layanan yang akan diberikan kepada pasien

6. Prosedur Identifikasi Pasien Meninggal


a. Lakukan konfirmasi ulang identitas pasien dengan gelang
identitas dan rekam medis (sebagai bagian dari proses
verifikasi kematian) setelah pasien dinyatakan meninggal oleh
dokter yang bertugas/ DPJP
b. Antar pasien yang telah meninggal dunia di ruang perawatan
setelah 2 jam ke Instalasi Forensik
c. Lepas gelang identitas pasien yang telah meninggal dunia saat
diserahkan kepada keluarga oleh petugas Instalasi Forensik

7. Prosedur Identifikasi Pasien Kondisi Darurat Bencana


a. Siapkan gelang identifikasi pasien sesuai Triase (Hitam, Merah,
Kuning, Hijau)
b. Pasangkan gelang identifikasi menurut tingkat kegawatan
pasien dan tuliskan nama pasien dengan menuliskan
identifikasi sementara yaitu B1, B2, B3 dst (triase hitam) R1, R2,
R3 dst (triase merah) Y1, Y2, Y3 dst (triase kuning), G1, G2, G3
dst (triase hijau)
c. Lakukan identifikasi ulang pasien setelah kondisi bencana
teratasi dan ada verifikasi dari pasien/keluarga.
d. Pasangkan gelang identitas pasien dengan menulis nama
lengkap dan tanggal lahir bila pasien masih memerlukan
tindakan/ pengobatan.
e. Ucapkan salam
f. Lakukan kebersihan tangan 6 langkah

( 29 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.2. MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF
RSUD Sidoarjo Barat menetapkan metode komunikasi sesuai
Standar Akreditasi Rumah Sakit yang dikeluarkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2022 yaitu Tulis, Baca, Konfirmasi
atau TBaK dan SBAR (Situation - background - assessment -
recommendation) berdasarkan National Health Service (2021).
Secara Rinci metode SBAR (Situation -background - assessment -
recommendation) adalah sebagai berikut :
1. Situation : Sampaikan kondisi terkini meliputi :
a. Identitas pelapor (Nama, Jabatan, Instalasi, Rumah sakit)
b. Identitas pasien (nama pasien, umur)
c. Masalah pasien
2. Background : Sampaikan informasi/ latar belakang pasien yang
berhubungan dengan kondisi saat ini :
a. Alasan masuk rumah sakit, tanggal masuk rumah sakit
b. Diagnosa medis, diagnosa keperawatan
c. Riwayat medis, dokter konsultan
d. Obat obatan saat ini, riwayat alergi
e. Tindakan sebelumnya
f. Hasil pemeriksaan penunjang
3. Assessment : Sampaikan hasil pengkajian terhadap kondisi pasien saat
ini, meliputi :
a. Kondisi umum pasien (Tingkat kesadaran, GCS dll)
b. Tanda - tanda vital
c. Hasil pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan masalah
terkini
d. Hasil pemeriksaan fisik
4. Recommendation : Tanyakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi
masalah tersebut, meliputi :
a. Advis dokter
b. Perubahan terapi

Dalam menuliskan kalimat yang sulit maka komunikan harus


menjabarkan hurufnya satu persatudengan menggunakan alfabet yaitu Kode

( 30 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Alfabet Internasional

Gambar 3.2.1 Kode Alfabet Internasional

Metode, formulir dan alat bantu ditetapkan sesuai dengan jenis


komunikasi agar dapat dilakukan secara konsisten dan lengkap meliputi :
1. Metode komunikasi saat menerima instruksi melalui telepon adalah
adalah “menulis/menginput ke komputer - membacakan - konfirmasi
kembali” (writedown, read back, confirmation) kepada pemberi instruksi
misalkan DPJP. Konfirmasi harus dilakukan saat itu juga melalui telepon
untuk menanyakan apakah “yang dibacakan” sudah sesuai dengan instruksi
yang diberikan. Sedangkan metode komunikasi saat melaporkan kondisi
pasien kepada DPJP dapat menggunakan metode misalnya Situation -
background - assessment - recommendation (SBAR). Metode komunikasi
saat menerima instruksi dan saat melaporkan kondisi pasien ke DPJP dapat
juga dilakukan melalui whatsapp.
Tata laksana komunikasi saat melaporkan kondisi pasien via telepon :
a) Sampaikan kondisi terkini (Situation) meliputi :
1) Identitas pelapor (Nama, Jabatan, Unit Pelayanan, asal rumah
sakit)
2) Identitas pasien (nama pasien, usia)
3) Masalah pasien
b) Sampaikan informasi/ latar belakang pasien yang berhubungan
dengan kondisi saat ini (Background) meliputi:
1) Alasan masuk rumah sakit, Tanggal masuk rumah sakit
( 31 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2) Diagnosa medis, diagnosa keperawatan
3) Riwayat medis, dokter konsultan
4) Obat - obatan saat ini, riwayat alergi
5) Tindakan sebelumnya
6) Hasil pemeriksaan penunjang
c) Sampaikan hasil pengkajian terhadap kondisi pasien saat ini
(Assessment) meliputi :
1) Kondisi umum pasien (Tingkat Kesadaran, GCS dll)
2) Tanda - tanda vital
3) Hasil pemeriksaan penunjang yang berhubungan dengan masalah
terkini
4) Hasil pemeriksaan fisik
d) Tanyakan apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah
tersebut (Recommendation) meliputi :
1) Advis dokter
2) Perubahan terapi
e) Tulis hasil konsultasi dengan format SOAP di catatan perkembangan
pasien terintegrasi (CPPT)
f) Bacakan kembali / Read back instruksi lisan oleh penerima instruksi
g) Konfirmasi ulang advis dokter
h) Tulis secara lengkap nama petugas yang konsul, tanggal, jam dan
tanda tangan
i) Bubuhkan cap stempel TBaK (Tulis Baca Konfirmasi) pada akhir tulisan
di lembar CPPT (Catatan perkembangan pasien terintegrasi) pada
kolom 4-5
j) Isi stempel TBaK yang meliputi tanggal dan tanda tangan PPA

Gambar 3.2.2 Stempel TBaK

( 32 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
k) Minta tanda tangan pemberi instruksi terhadap catatan hasil komunikasi
via telepon yang sudah dilakukan dalam waktu 1x24jam

Gambar 3.2.3 Dokumentasi pelaporan kondisi pasien melalui telepon


dengan format SOAP
2. Metode komunikasi saat melaporkan nilai kritis pemeriksaan diagnostik
melalui telepon juga dapat dengan “menulis/menginput ke komputer -
membacakan - konfirmasi kembali” (writedown, read back, confirmation).
Hasil kritis didefinisikan sebagai varian dari rentang normal yang
menunjukkan adanya kondisi patofisiologis yang berisiko tinggi atau
( 33 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
mengancam nyawa, yang dianggap gawat atau darurat, dan mungkin
memerlukan tindakan medis segera untuk menyelamatkan nyawa atau
mencegah kejadian yang tidak diinginkan. Hasil kritis dapat dijumpai pada
pemeriksaan pasien rawat jalan maupun rawat inap. Pemeriksaan
diagnostik mencakup pemeriksaan seperti laboratorium,
pencitraan/radiologi, diagnostik jantung juga pada hasil pemeriksaan yang
dilakukan di tempat tidur pasien (point of care testing-POCT). Pada pasien
rawat inap pelaporan hasil kritis dapat dilaporkan melalui perawat yang akan
meneruskan laporan kepada DPJP yang meminta pemeriksaan. Rentang
waktu pelaporan hasil kritis ditentukan kurang dari 30 menit sejak hasil di
verifikasi oleh PPA yang berwenang di unit pemeriksaan penunjang
diagnostik.
a) Tata laksana pelaporan nilai kritis kepada DPJP
1) Konfirmasi hasil pemeriksaan diagnostik oleh petugas pemeriksa
tentang keadaan pasien dan hasil nilai kritis
2) Catat pada buku pelaporan nilai kritis
3) Cocokkan hasil nilai kritis pemeriksaan diagnostik dengan keadaan
pasien
4) Laporkan hasil nilai kritis pemeriksaan diagnostik kepada DPJP
dengan metode SBAR (Apabila DPJP sudah dihubungi 3x belum
menjawab laporan maka pelaporan dapat dilakukan ke dokter
spesialis lain dengan kompetensi yang sama)
5) Dokumentasikan pada lembar Catatan Perkembangan Pasien
Terintegrasi (CPPT)
6) Berikan stempel nilai kritis pada lembar Catatan Perkembangan
Pasien Terintegrasi (CPPT) disebelah hasil nilai kritis

( 34 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.2.4 Dokumentasi pelaporan nilai kritis dengan format SOAP
b) Tata Laksana Pelaporan Hasil Nilai Kritis oleh petugas laboratorium
1) Validasi dan verifikasi hasil nilai kritis
2) Laporkan hasil nilai kritis pemeriksaan diagnostik kepada perawat atau
bidan penanggung jawab pasien
3) Tulis hasil nilai kritis pada buku pelaporan nilai kritis laboratorium
4) Tulis hasil nilai kritis pada buku pelaporan nilai kritis oleh perawat atau
bidan penanggung jawab pasien
5) Bacakan kembali / read back hasil nilai kritis oleh perawat atau bidan
penanggung jawab pasien
6) Minta verifikasi pada buku pelaporan hasil nilai kritis kepada petugas
pemeriksa diagnostik

( 35 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.2.5 Buku Pelaporan Nilai Kritis Instalasi Laboratorium RSUD Sidoarjo Barat
( 37 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.2.6 Buku Pelaporan Nilai Kritis RSUD Sidoarjo Barat

( 38 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3. Metode komunikasi saat serah terima distandarisasi pada jenis serah
terima yang sama misalnya serah terima antar ruangan di rawat inap.
Untuk jenis serah terima yang berbeda maka dapat menggunakan
metode, formulir dan alat yang berbeda. Misalnya serah terima dari
IGD ke Instalasi rawat inap dapat berbeda dengan serah terima dari
kamar operasi ke Instalasi Pelayanan Intensif.
Jenis serah terima (handover) di dalam rumah sakit dapat mencakup:
a) Antara PPA

Gambar 3.2.7 Serah terima pasien antar PPA pada formulir RM I4

( 36 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
b) Antara unit perawatan yang berbeda di dalam rumah sakit
(misalnya saat pasien dipindahkan dari ruang perawatan intensif
ke ruang perawatan atau dari instalasi gawat darurat ke ruang
operasi)

Gambar 3.2.8 Serah terima pasien antar unit perawatan pada formulir

( 37 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
RM I10
c) Dari ruang perawatan pasien ke unit layanan diagnostik seperti
radiologi atau fisioterapi
Timbang terima ke unit layanan diagnostik seperti radiologi dan
laboratorium tidak perlu dilakukan apabila sudah ada petugas
yang mengantarkan pasien ke unit layanan diagnostik tersebut,
dalam hal ini petugas yang mengantar adalah dokter atau
perawat atau bidan. Apabila tidak ada petugas yang
mendampingi pasien saat melakukan pemeriksaan ke unit
diagnostik. Misalnya pasien dari unit rawat jalan yang akan
melakukan pemeriksaan ke laboratorium atau radiologi maka
pasien diberi formulir permintaan pemeriksaan diagnostik yang
sudah diberi stempel timbang terima dan diisi tanggal, jam, tanda
tangan serta nama petugas yang mengirim permintaan yang di
letakkan di balik formulir permintaan pemeriksaan diagnostik.
Kemudian petugas yang menerima formulir permintaan
pemeriksaan diagnostik mengisi tanggal, jam, tanda tangan dan
nama pada stempel bukti timbang terima.

( 38 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.2.9 Serah Terima Pasien Rawat Jalan dengan Instalasi
Laboratorium pada formulir permintaan pemeriksaan laboratorium

Gambar 3.2.10 Serah Terima Pasien Rawat Jalan dengan Instalasi


Radiologi pada formulir permintaan pemeriksaan radiologi

Tabel 3.2.1 Pelaporan Kondisi pasien menggunakan metode SBAR


Selamat pagi dokter, saya eka perawat Ruang ICU RSUD Sidoarjo
s Barat, Melaporkan pasien atas nama Tn A usia 45 tahun mengalami
sesak nafas
B - Diagnosa medis : CKD
- Diagnosa keperawatan : hipervolemia, risiko ketidakseimbangan

( 39 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
elektrolit
- Pasien masuk tanggal 18/9/2022 jam 19.00 dengan keluhan nafas
terasa agak berat setelah makan buah apel 2 buah dan mangga 1
buah
- Riwayat penyakit sebelumnya : DM, HT, HD rutin sejak 2 bulan lalu,
tiap rabu dan sabtu, HD terakhir hari sabtu 17/9/2022
- Riwayat alergi disangkal
- Terapi :
Infus terpasang PZ 500CC/24jam
Per oral ketocid 2x1, terakhir diminum jam 08.00
Injeksi lasix 2x1 ampul, terakhir jam 08.00
Injeksi ondancentron 8mg 2x1
- Tindakan yang sudah dilakukan memberikan oksigen simple mask
8lpm, Memberikan posisi semi fowler
- Pasien terpasang double lumen vena sub clavia dekstra
- Pasien terpasang DC, produksi urin kuning jernih
- K/u lemah, Kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6
- Rhonki di kedua lapang paru
- TD : 180/100 Nadi : 110x/mnt RR : 30x/mnt suhu : 37,2 Spo2 : 94%
- Odem ekstremitas bawah pitting odem 3+, saat berbicara pasien
tampak sesak
- Hasil lab tanggal 18/9/2022 jam 23.00
Albumin 3
A Ureum 300mg/dl
Creatinin 15
Kalium 5,0 mMol/L
- Balance cairan per 12jam : total intake 500, output (urin 100cc),
balance + 400cc
- Bilumen HD ditutup dengan transparant dressing area sekitar balutan
tampak kotor, jahitan kedua sisi utuh, tampak kemerahan sekitar area
insersi
R - Haruskah saya berikan oksigen NRM dan pemeriksaan BGA?
- Perlukah peningkatan diuretik melalui syringe pump?
- Perlukah pemeriksaan ulang kalium?
- Perlukah direncanakan HD cito?
- Perlukah konsul anastesi terkait terdapatnya tanda - tanda infeksi -pada

( 40 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
area insersi bilumen?
- Mohon advis selanjutnya

Tabel 3.2.2 Pelaporan hasil nilai kritis dengan metode SBAR


Selamat siang dokter, saya eka perawat di ICU RSUD Sidoarjo Barat
S melaporkan pasien atas nama Tn A usia 45 tahun, saat ini pasien
mengeluh badan lemas
Diagnosa medis : DM
Diagnosa keperawatan : ketidakstabilan kadar glukosa darah
Pasien masuk tanggal 15/9/2022 jam 19.00 dengan keluhan sering
pusing, nafsu makan berkurang
Riwayat penyakit sebelumnya : DM, HT
Terapi :
B
- infus pz 14tpm
- ranitidine 40mg 2x1
- novorapid 3x4 unit (terakhir masuk jam 07.00)
- p.o captopril 1x 12,5mg
Pasien alergi ceftriaxone
Pasien diberikan minum teh manis
Kesadaran compos mentis gcs e4 v5 m6
TD : 150/90 Nadi : 80x/mnt RR : 18x/mnt suhu : 36,4 Spo2 : 99%
A Hasil GDA 17/9/2022 jam 11.30 50mg/dl, hasil sebelumnya tgl 17/9/2022
jam 06.00 265mg/dl
-pasien tampak pucat dan keringat dingin
- Perlukah di cek ulang GDA 1 jam lagi?
R
- Mohon advis selanjutnya

Tabel 3.2.3 Serah terima pasien dengan metode SBAR


Selamat pagi, mengoperkan Tn A usia 45 tahun dengan keluhan sesak
S
nafas
B - Diagnosa medis : CKD
( 41 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
- Diagnosa keperawatan : hipervolemia, risiko ketidakseimbangan
elektrolit
- Pasien masuk tanggal 18/9/2022 jam 19.00 dengan keluhan nafas
terasa agak berat setelah makan buah apel 2 buah dan mangga 1 buah
- Riwayat penyakit sebelumnya : DM, HT, HD rutin sejak 2 bulan lalu, tiap
rabu dan sabtu, HD terakhir hari sabtu 17/9/2022
- Riwayat alergi disangkal
- Terapi :
Infus terpasang PZ 500CC/24jam
Per oral ketocid 2x1, terakhir diminum jam 08.00
Injeksi lasix 2x1 ampul, terakhir jam 08.00
Injeksi ondancentron 8mg 2x1
- Tindakan yang sudah dilakukan memberikan oksigen simple mask 8lpm,
Memberikan posisi semi fowler
- Pasien terpasang double lumen vena sub clavia dekstra
- Pasien terpasang DC, produksi urin kuning jernih
- K/u lemah, Kesadaran compos mentis, GCS E4 V5 M6
- Rhonki di kedua lapang paru
- TD : 180/100 Nadi : 110x/mnt RR : 30x/mnt suhu : 37,2 Spo2 : 94%
- Odem ekstremitas bawah pitting odem 3+, saat berbicara pasien tampak
sesak
- Hasil lab tanggal 18/9/2022 jam 23.00
Albumin 3
A Ureum 300mg/dl
Creatinin 15
Kalium 5,0 mMol/L
- Balance cairan per 12jam : total intake 500, output (urin 100cc), balance
+ 400cc
- Bilumen HD ditutup dengan transparant dressing area sekitar balutan
tampak kotor, jahitan kedua sisi utuh, tampak kemerahan sekitar area
insersi
1. Monitor intake dan output cairan
2. Batasi asupan cairan
R 3. Ajarkan cara membatasi cairan
4. Kolaborasi Injeksi furosemid stop diganti furosemide pump 5mg/jam,
5. Cek kalium ulang jam 16.00, HD cito menunggu hasil lab

( 42 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.3. MENIGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS
DIWASPADAI
3.3.1. Prinsip
1. Kurangi atau eliminasi kemungkinan terjadinya kesalahan,
dengan cara:
a. Mengurangi jumlah High Alert Medications yang disimpan
di unit perawatan
b. Menyediakan akses informasi mengenai High Alert
Medications
c. Menstandarisasi prosedur instruksi/peresepan,
penyimpanan, persiapan, dan pemberian High Alert
Medication
d. Mengurangi konsentrasi dan volume obat yang tersedia
e. Menghindari penggunaan High Alert Medications sebisa
mungkin
2. Lakukan pengecekan ganda
3. Minimalisasi konsekuensi kesalahan
a. Pisahkan obat-obatan dengan penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike)
b. Minimalisasi instruksi verbal dan hindarkan penggunaan
singkatan
c. Batasi akses terhadap High Alert Medications
4. Obat-obatan yang digunakan dalam keadaa emergensi
medis (misalnya : kondisi mengancam nyawa yang bersifat
gawat darurat) tidak diwajibkan untuk mengikuti Panduan
Penggunaan High Alert Medications
3.3.2. Pengelolaan High Alert Medications
1. Penyimpanan High Alert Medications

( 43 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
a. Penyimpanan High Alert Medications dilakukan dalam
lemari penyimpanan obat yang terpisah dengan obat lain
dan diberi tanda khusus (penandaan warna merah dan
label “High Alert”) dengan akses terbatas
b. Penyimpanan memperhatikan standar penyimpanan obat
yang baik dengan pemenuhan persyaratan penyimpanan
obat antara lain : kesesuaian suhu dan keamanan dari
salah guna maupun penyalahgunaan High Alert
Medications.
c. Penempatan High Alert Medications dalam lemari
penyimpanan dengan metode FIFO (First In First Out)
dan FEFO (First Expired First Out) berdasarkan urutan
alfabetis (urutan abjad) dan bentuk sediaan obat dengan
cara:
- Untuk High Alert Medications yang dipersyaratkan
disimpan pada suhu dingin yaitu antara 2–8℃ maka
disimpan dalam lemari es (pharmaceutical refrigerator)
dengan suhu terkendali.
- Untuk High Alert Medications yang dipersyaratkan
disimpan pada suhu ruangan yaitu 15–25℃ maka
disimpan dalam lemari yang telah diberikan penanda
khusus.
d. Penyimpanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai dengan penampilan dan
penamaan yang mirip (LASA, Look Alike Sound Alike)
tidak ditempatkan berdekatan (terpisah/diantarai dengan
satu item obat lain), diberikan penandaan khusus label
“LASA” pada kotak penyimpanan obat, penulisan nama
obat dengan Tall Man Lettering, serta dicantumkan tabel
Penulisan nama obat dengan Tall Man Lettering pada
tempat penyimpanan obat LASA untuk mencegah
terjadinya kesalahan pengambilan obat
e. Elektrolit konsentrat dan elektrolit konsentrasi tertentu
tersedia di Instalasi Farmasi/ Satelit Farmasi. Elektrolit
konsentrat disimpan dengan lokasi akses terbatas dan

( 44 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
penandaan yang jelas untuk menghindari kesalahan
pengambilan dan penggunaan
f. Obat elektrolit konsentrat disimpan di Instalasi Farmasi
dan dapat disimpan dalam jumlah terbatas di Troli
Emergensi atau Kit Emergensi
g. Elektrolit konsentrat disimpan di unit perawatan untuk
kebutuhan klinis yang penting, dengan syarat dipisahkan
dengan obat yang lain dan disimpan dalam kontainer dan
masing-masing diberi label (nama pasien, no rekam
medis pasien dan tanggal lahir).
h. Elektrolit konsentrat yang disimpan pada unit perawatan
pasien dilengkapi dengan pengamanan yang harus
memenuhi persyaratan yaitu staf yang dapat mengakses
dan memberikan elektrolit konsentrat adalah staf yang
kompeten dan terlatih, disimpan dalam lemari tersendiri
terpisah dari obat lain, diberikan pelabelan secara jelas,
lengkap dengan peringatan kewaspadaan, dan disimpan
pada area yang dibatasi ketat (restricted)
2. Penandaan High Alert Medications
a. High Alert Medications diberikan label High Alert dengan
ditempelkan pada kemasan satuan terkecil, contoh :
ampul, vial
b. Obat LASA diberikan label LASA pada kotak/rak
penyimpanan obat dan penulisan nama obat
menggunakan “Tall Man Lettering”
c. Elektrolit konsentrat diberikan label High Alert dan Label
“Elektrolit Konsentrat” pada kemasan satuan terkecil
3. Permintaan/Peresepan High Alert Medications
a. Permintaan/peresepan High Alert Medications tidak boleh
dilakukan melalui telepon (verbal), harus tertulis, untuk
menghindari penyalahgunaan dan kesalahan dalam
pemberian obat
b. Instruksi harus mencakup minimal :
- Nama pasien dan tanggal lahir
- Tanggal dan waktu instruksi dibuat

( 45 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
- Nama obat, dosis, bentuk sediaan, jalur pemberian,
dan lama penggunaan obat
c. Dokter harus mempunyai diagnosis, kondisi, dan indikasi
penggunaan setiap obat high alert secara tertulis
d. Pada kondisi emergency dan cito (segera) dimana DPJP
tidak berada ditempat, maka permintaan/peresepan obat
dapat dilakukan langsung oleh dokter jaga yang bertugas
4. Pendistribusian High Alert Medications dari Gudang Farmasi
ke Unit Pelayanan Farmasi
High Alert Medications yang didistribusikan dipastikan sudah
berlabel/bertanda “high alert” dan digarisbawahi dengan
tinta merah pada bukti distribusi saat serah terima.
5. Penyiapan High Alert Medications
a. High Alert Medications disiapkan dengan melakukan
pemeriksaan ulang antara obat, resep instruksi terapi dan
etiket saat penyiapan serta melakukan double check
(pemeriksaan kedua) oleh petugas farmasi yang berbeda/
petugas kesehatan lainnya saat serah terima (jika
petugas farmasi yang dinas hanya satu orang).
b. Penyiapan obat dengan kategori LASA dilakukan dengan
pemeriksaan ulang oleh dua petugas yang berbeda
6. Pemberian/Penggunaan High Alert Medications
a. Pemberian High Alert Medications harus menerapkan
prinsip 5 Benar yaitu :
- Benar Obat
- Benar Pasien
- Benar dosis
- Benar Waktu dan Frekuensi Pemberian
- Benar Rute Pemberian
b. Setiap pemberian/ penggunaan High Alert Medications
sebagai terapi pada pasien dilakukan oleh petugas
kesehatan yang kompeten (terlatih) diikuti dengan
pelaksanaan pengecekan ganda (double checked) oleh
petugas yang berbeda dan didokumentasikan di rekam
medis pasien menggunakan paraf dan nama petugas.

( 46 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
c. Pemberian elektrolit konsentrasi tinggi sebelum
digunakan harus terlebih dulu diencerkan dan dilakukan
oleh petugas kesehatan yang kompeten

3.4. MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,


PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG
BENAR
3.4.1. Verifikasi Pra Operasi
Verifikasi praoperasi merupakan proses pengumpulan
informasi dan konfirmasi secara terus menerus yang bertujuan:
a. Melakukan verifikasi terhadap sisi yang benar, prosedur
yang benar dan pasien yang benar;
b. Memastikan bahwa semua dokumen, foto dan hasil
penunjang terkait operasi telah tersedia;
c. Melakukan verifikasi bahwa produk darah, peralatan medis
khusus dan atau implan yang diperlukan sudah tersedia.
Penatalaksanaan formulir verifikasi praoperasi atara lain:
a. Proses untuk melengkapi proses verifikasi praoperasi dapat
dilakukan lebih dari sekali dan tidak hanya disatu tempat
saja. Misalnya persetujuan tindakan bedah dapat di ambil di
poli rawat jalan, di rawat inap dan kelengkapannya dapat
dilakukan kembali di ruang premedikasi Instalasi Bedah.
b. Setelah pasien tiba di ruang premedikasi, maka dapat
dilakukan timbang terima antar ruangan asal pasien dengan
perawat Instalasi bedah dengan cara melakukan cek pada
formulir Asesmen Keperawatan Pra Operasi (RM-I25)
c. Cara pengisian formulir dengan cara memberikan tanda “√”
yang sesuai dengan pasien, dan tanda “X” yang tidak sesuai
dengan pasien pada kotak tang telah disediakan
d. Setelah formulir lengkap terisi, tuliskan identitas perawat
yang mengantar dan menerima, beri tandatangan dan waktu
timbang terima pasien.

( 47 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
( 48 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.4.1 formulir asesmen keperawatan pra operasi
RM I-25

( 49 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.4.2 formulir asesmen keperawatan pra operasi
RM I-25

( 50 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.4.2. Penandaan Lokasi
1. Penandaan sisi operasi atau tindakan invasif dilakukan
dengan melibatkan pasien serta dengan tanda yang tidak
memiliki arti ganda serta segera dapat dikenali dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Menggunakan tanda “” arrow di area insisi atau
mendekati area insisi dengan menggunakan spidol
permanen warna biru
b. Penandaan harus dibuat oleh PPA yang akan
melakukan tindakan
c. Penandaan dibuat saat pasien terjaga dan sadar jika
memungkinkan atau di lakukan dengan keluarga
sebagian saksi
d. Tanda harus terlihat sampai pasien disiapkan
Penandaan sisi operasi hanya ditandai pada semua
kasus yang memiliki dua sisi kanan dan kiri (lateralisasi),
struktur multiple (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple
level (tulang belakang).
Penandaan lokasi tindakan operasi dilakukan oleh
PPA yang akan melakukan tindakan tersebut. PPA
tersebut akan melakukan seluruh prosedur operasi dan
tetap berada dengan pasien selama tindakan berlangsung.
Pada pasien dengan kondisi emergency atau pada
pasien yang MRS sore/malam diluar jam kerja dokter
operator, maka akan dilakukan penandaan oleh dokter
operator paling lambat di ruang premedikasi sebelum
dilakukannya Sign In. Pelaksanaan penandaan harus
melibatkan pasien dan atau keluarga pasien yang sadar
baik.
Pada pasien yang akan dilakukan tindakan invasif
diluar kamar operasi, maka lokasi dari blok prosedur lokal /
harus ditandai sebelum pasien diberikan anestesi umum
(jika ada yang harus diberikan) dan / atau ketika pre–
operatif penilaian dilakukan oleh DPJP anestesi. Tanda
Arrow () untuk menunjukkan titik masuk untuk jarum dan
dibuat menggunakan spidol biru permanen.

( 51 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Pastikan tanda di tubuh pasien tidak huilang, jika tanda
hilang maka harus dilakukan penandaan ulang oleh dokter
operator.
2. Pengecualian penandaan
Adapun prosedur dengan pengecualian penandaan yaitu:
1) Pada organ soliter (contoh pituitary, jantung, trakea,
oesophagus, hati, limpa, kolon, rectum, vagina, serviks,
uterus, uretra, atau prostat, dan lain-lain)
2) Pendekatan tunggal ke dalam salah satu rongga tubuh
seperti abdomen atau mediastinum (termasuk prosedur
minimal invasif: laringoscopy atau cystoskopi)
3) Prosedur orifisium alami (contoh eksisi transanal atau trans
vaginal), dan lokasi dipermukaan mukosa dan perineum.
4) Operasi histerektomi atau hyroidectomy, juga dapat
dibebaskan dari penandaan operasi
5) Penandaan pada kasus membran mukosa; kasus gigi yang
direncanakan untuk ekstraksi. Harus ada catatan gigi dan
radiografi gigi. Penandaan menggunakan “” dengan
bolpoin hitam dilakukan pada nomor anatomi gigi untuk
ekstraksi ditandai dengan jelas pada formulir penandaan
lokasi operasi RM -I23.3
6) Untuk pasien bayi, neonatus atau prematur penandaan
lokasi dengan menuliskan di stiker label dan ditempelkan
di gelang identitas bayi dan tidak menutupi tulisan identitas
7) Untuk operasi mata tunggal, di berikan penandaan berupa
kasa yang ditempelkan ke sisi mata yang akan di operasi
atau akan dilakukan tindakan invasif. Pengecualian untuk
prosedur bilateral yang direncanakan pada kedua mata
(seperti operasi juling bilateral tidak diberikan penandaan)
3. Tempat dilakukannya pengecekan penandaan
a. Ruang preoperasi (perawatan)
1) Dilakukan penandaan H-1 sebelum operasi
2) Pastikan bahwa pasien sudah diidentifikasi
oleh 2 petugas
3) Pastikan secara verbal kepada pasien atau
keluarga mengenai kebenaran pasien

( 52 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
4) Lihat Kembali rekam medis pasien seagai
konfirmasi untuk memastikan lokasi operasi
5) Dokter operator telah memberikan tanda di
tempat yang akan dilakukan operasi, diatas
atau sedekat mungkin dengan tempat operasi
di tubuh pasien dan mendokumentasikan pada
formulir penandaan lokasi operasi RM-I23
b. Ruang operasi
1) Konfirmasi sekali lagi identitas, informed
consent prosedur operasi sebelum pasien
dibaringkan di meja operasi
2) Lihat kembali rekam medis bahwa identifikasi
tempat operasi adalah sudah benar
3) Lihat kembali hasil pemeriksaan radiologi dan
konfirmasi bahwa sudah sesuai dengan tempat
operasi
4) Setelah pasien dibaringkan dan segera
sebelum insisi dimulai, konfirmasi yang terakhir
bahwa pasien benar, tempat dan sisi operasi
benar, prosedur benar, posisi pasien telah
benar, telah tersedia implan yang benar,
peralatan khusus dan persyaratan kusus telah
benar dan dikonfirmasi secara verbal oleh
perawat, dokter bedah dan anestesi
d. Sterilitas dari tanda
Penelitian telah dilakukan untuk memastikan apakah
penggunaan penanda tinta permanen untuk menandai lokasi
bedah, mempengaruhi sterilitas kulit pasien setelah
dibersihkan dengan cairan steril persiapan bedah . Hasil
penelitian menunjukkan bahwa tidak ada pertumbuhan terlihat
dalam budaya menyeka (desinfeksi) yang diambil pada kedua
kelompok kontrol (un-ditandai) dan pada kelompok
eksperimen (ditandai). (Cronen, et al. 2005). Penandaan ini
tidak mempengaruhi sterilitas bidang bedah, sehingga
memberikan dukungan untuk keselamatan penandaan lokasi
pembedahan.

( 53 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
e. Dokumentasi penandaan lokasi operasi
Dokumentasi penandaan lokasi operasi dituliskan dalam
formulir penandaan lokasi operasi yang berlaku di RSUD
Sidoarjo Barat. Adapun format formulir penandaan lokasi
operasi didalam rekam medis RM-I23 meliputi:
1. Pengisian identitas berupa:
a. Nama
b. Nomor rekam medis
c. Tanggal lahir pasien
d. Nomor induk kependudukan
2. Isi tanggal prosedur penandaan
3. Isi diagnosa medis
4. Isi rencana prosedur
5. Isi nama dokter operator
6. Isi jenis kelamin
7. Tentukan area yang dioperasi dengan menandai
gambar yang telah tersedia di RM-I23
8. Mintakan tanda tangan pasien atau keluarga
9. Tanda tangan dokter operator

( 54 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.4.3 formulir asesmen keperawatan pra operasi
RM I-23

( 55 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.4.3. Surgical safety checklist / SSC
A. Strategi Safe Surgical Saves Lives:
1. Sosialisasi dan promosi
Surgical safety adalah masalah kesehatan yang serius
dan harus mendapat perhatian
2. Budayakan penggunaan checklist
Sebagai standar kendali mutu pembedahan dalam
upaya surgical safety dan anesthesia safety
3. Monitoring dan pendataan penting dalam identifikasi
masalah patient safety dan upaya pemecahannya serta
penyusunan program selanjutnya.
B. Implementasi
Diperlukan metode yang sederhana, praktis dan mudah
dikerjakan dan tidak menganggu proses pembedahan dan
anestesi serta dapat menjamin safe surgery. Metode yang
digunakan adalah surgical safety checklist. Metode yang
digunakan untuk meningkatkan keselamatan dan kualitas
pembedahan dan anestesi Menurunkan unnecessary
surgical and anesthesia deaths and complications
C. Pelaksanaan
Ada 3 periode terpenting :
1. Sebelum induksi ( sign in )
2. Sebelum insisi ( time out )
3. Sebelum keluar OK ( sign out )
D. Penanggung Jawab
Penanggung jawab secara keseluruhan bahwa pasien yang
akan dilakukan pembedahan, telah dilakukan checklist
adalah operator/ ahli bedah dibantu seorang sirkulator
(Onloop). Penanggung jawab kegiatan meliputi:
1. Periode sebelum induksi/ sign in dilakukan oleh perawat
sirkuler dan tim anestesi
2. Sebelum insisi / time out dilakukan oleh operator/ ahli
bedah, perawat bedah dan ahli anestesi
3. Sebelum keluar dari kamar operasi dilakukan oleh
operator/ ahli bedah, perawat bedah, ahli anestesi

( 56 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
E. Dokumentasi Surgical Safety Checklist
Dokumentasi surgical safety checklist dituliskan dalam
formulir surgical safety dikamar operasi yang berlaku di
RSUD Sidoarjo Barat. Adapun format formulir urgical safety
dikamar operasi didalam rekam medis RM-I21 meliputi:
1. Sebelum Tindakan (Sign In) → (Minimal perawat dan
dokter anestesi)
a. Apakah pasien sudah dikonfirmasi identitas, lokasi,
prosedur dan informed consent?
❑ Sudah ❑ Belum
b. Apakah area operasi sudah ditandai?
❑ Sudah ❑ Belum ❑ Tidak perlu
c. Apakah mesin anestesi dan obat - obatan telah
diperiksa kesiapannya?
❑ Sudah ❑ Belum
d. Apakah pulse oksimetri sudah terpasang pada pasien
dan berfungsi dengan baik?
❑ Ya ❑ Tidak
e. Apakah pasien mempunyai :
1) Riwayat alergi :
❑ Tidak ❑ Ya, Jenis……
2) Kesulitan menjaga jalan napas atau risiko
aspirasi?
❑ Ya, dan tersedia peralatan dan bantuan untuk
mengatasinya
❑ Tidak
3) Risiko hilangnya darah >500 mL (7 mL/kg pada
anak-anak)?
❑ Ya, sudah tersedia 2 iv line / akses vena sentral
❑ Tidak
f. Apakah ada rencana pemasangan implant?
❑ Sudah ❑ Belum ❑ Tidak perlu

( 57 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2. Sebelum Insisi Kulit (Time Out) → (Operator, Anestesi,
Instrumen)
a. Konfirmasi semua anggota tim operasi sudah
memperkenalkan diri dan tugas masing – masing
❑ Sudah ❑ Belum
b. Konfirmasi nama pasien, jenis tindakan, dan area
yang akan dioperasi
❑ Sudah ❑ Belum
c. Apakah antibiotik profilaksis sudah diberikan paling
tidak 60 menit sebelum operasi?
❑ Sudah, Jam………… Obat:
…………………………………
❑ Belum
d. Antisipasi keadaan kritis
1) Operator
Apakah ada tindakan darurat / prosedur diluar
standar operasi yang akan dilakukan?
❑ Ya, Jenis………………………………………
❑ Tidak
Lama waktu operasi? …………. Jam ………Menit
Bagaimana antisipasi kehilangan darah……………
2) Anestesi
Apakah ada perhatian khusus mengenai pembiusan
pada pasien ini?
❑ Ya,…………………………………………………
❑ Tidak
3) Untuk tim perawat :
❑ Apakah peralatan sudah disterilisasi? ....................
❑ Apakah ada perhatian khusus pada peralatan? .....
e. Apakah foto rontgen sudah ditampilkan?
❑ Ya ❑ Tidak diperlukan
3. Sebelum Pasien Meninggalkan Tempat Tindakan ( Sign
Out ) → ( Operator, Anestesi, Instrumen )
a. Perawat memastikan secara verbal :
❑ Nama prosedur yang dilakukan?.
( 58 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
❑ Kecocokan jumlah Instrumen, bahan medis habis
pakai (BMHP), jarum sebelum dan sesudah
operasi
❑ Sesuai ❑ Tidak Sesuai
❑ Label pada spesimen (membacakan identitas
pasien, jenis spesimen, register, ruangan yang
tertera pada label)
❑ Ada permasalahan dengan pemakaian peralatan
❑ Ada, Jelaska
❑ Tidak Ada
b. Untuk Operator, Anestesi dan Perawat :
❑ Apa yang menjadi perhatian khusus pada saat
masa pemulihan diruang pulih sadar

( 59 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.4.4 Formulir Surgical Safety Checklist
RM-I21

( 60 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.5. MENGURANGI RISIKO INFEKSI TERKAIT PELAYANAN
KESEHATAN
3.5.1 Hal-Hal Yang Perlu Diingat Saat Membersihkan Tangan
1. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan bilas
dengan air mengalir dilakukan pada saat:
a. Bila tangan jelas tampak kotor, terkena cairan tubuh
pasien, yaitu darah, cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit
yang tidak utuh, ganti verband, walaupun telah memakai
sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi
ke area lainnya yang bersih, walaupun pada pasien yang
sama.

( 61 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
2. Kebersihan tangan dengan menggunakan antiseptik berbasis
alkohol : Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau
terkontaminasi.
3. Kriteria memilih antiseptik :
a. Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak
mikroorganisme secara luas (gram positif dan gram
negative,virus lipofilik,bacillus dan tuberkulosis,fungiserta
endospore).
b. Efektifitas
c. Kecepatan efektifitas awal
d. Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk
meredam pertumbuhan
e. Tidak menyebabkan iritasi kulit
f. Tidak menyebabkan alergi
3.5.2 Indikasi Kebersihan Tangan
1. Segera : setelah tiba di tempat kerja
2. Sebelum :
a. Kontak langsung dengan pasien
b. Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan
tindakan invasif (pemberian suntikan intra vaskuler)
c. Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
d. Mempersiapkan makanan
e. Memberi makan pasien
f. Meninggalkan rumah sakit.
3. Diantara : Prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana
tangan terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.
4. Setelah :
a. Kontak dengan pasien
b. Melepas sarung tangan
c. Melepas alat pelindung diri
d. Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ekskresi,
eksudat luka dan peralatan yang diketahui atau
kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh,
ekskresi (bedpen, urinal) apakah menggunakan atau
tidak menggunakan sarung tangan.
e. Menggunakan toilet, menyentuh/melap hidung dengan

( 62 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
tangan.
3.5.3 Persiapan Membersihkan Tangan
1. Air mengalir
Dengan guyuran air mengalir tersebut maka mikroorganisme
yang terlepas karena gesekan mekanis atau kimiawi saat cuci
tangan akan terhalau dan tidak menempel lagi dipermukaan
kulit
2. Sabun
Bahan tersebut tidak membunuh mikroorganisme tetapi
menghambat dan mengurangi jumlah mikroorganisme
dengan jalan mengurangi tegangan permukaan sehingga
mikroorganisme terlepas dari permukaan kulit dan mudah
terbawa oleh air.
3. Larutan Antiseptik
Larutan antiseptik atau disebut juga antimikroba topikal,
dipakai pada kulit atau jaringan hidup lainnya untuk
menghambat aktivitas atau membunuh mikroorganisme
4. Lap Tangan Yang Bersih Dan Kering
3.5.4 Lima (5) Momen Cuci Tangan :
1. Sebelum kontak dengan pasien
a. Kapan?
Dilakukan sebelum menyentuh pasien ketika petugas
mendekati pasien. Indikasi ini ditetapkan oleh terjadinya
kontak terakhir dengan area pelayanan kesehatan dan
kontak berikutnya dengan pasien.
b. Mengapa?
Mencegah penyebaran kuman dari area pelayanan
kesehatan ke pasien dan melindungi pasien dari kolonisasi
dan beberapa kasus, terhadap infeksi eksogen oleh kuman
berbahaya yang dibawa tangan petugas di layanan
kesehatan.
c. Situasi yang menggambarkan kontak langsung dengan
pasien
1) Sebelum berjabat tangan dengan pasien, membelai
kepala anak-anak
2) Sebelum membantu pasien dalam aktivitas perawatan

( 63 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
diri: bergerak, mandi, makan, ganti baju dan lain-lain.
3) Sebelum memberikan perawatan dan perawatan non
invasive lain: memberikan oksigen masker,
memberikan fisioterapi.
4) Sebelum pemeriksaan fisik, pemeriksaan non invasif:
mengukur nadi, mengukur tekanan darah, auskultasi
dada, pemeriksaan EKG

Gambar 3.5.1 Momen 1 (Sebelum Kontak Dengan Pasien)


2. Sebelum prosedur bersih/aseptic
a. Kapan?
Segera sebelum mengakses kritikal site yang berisiko
penularan pada pasien. Indikasi ini ditetapkan karena
kejadian kontak terakhir dengan permukaan di area
pelayanan kesehatan dan dizona pasien (termasuk pasien
dan sekitarnya), dan setiap prosedur yang secara langsung
dan tidak langsung kontak dengan membran mukosa, kulit
tidak utuh atau peralatan medis invasif.
b. Mengapa?
Untuk mencegah transmisi kuman ke pasien dan dari satu
bagian tubuh ke bagian yang lain pada pasien yang sama
melalui inokulasi.
Catatan: Jika sarung tangan digunakan untuk melakukan
tindakan/prosedur bersih/aseptik, maka kebersihan tangan
( 64 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
harus dilakukan sebelum menggunakannya, indikasinya
bukan ditentukan urutan tindakan pelayanan kesehatan tetapi
karena kontak langsung atau tidak langsung dengan mukosa
membran, kulit tidak utuh atau peralatan medis invasif.
c. Situasi yang menggambarkan prosedur bersih/aseptik
1) Sebelum menyikat gigi pasien, memberikan tetes mata,
melakukan pemeriksaan vagina atau dubur, memeriksa
mulut, hidung, telinga dengan atau tanpa alat/instrument,
memasukkan obat supositoria dan penghisapan lender.
2) Sebelum membalut luka dengan atau tanpa instrumen,
memberi salep pada vesikel, melakukan injeksi
percutan/tusukan.
3) Sebelum insersi peralatan medis invasif (nasal kanula,
nasogastrik tube, endotrakheal tube, pemeriksaan urin,
kateter perkutan, drainase), membuka sirkuit/rangkaian
dari peralatan medis invasive (untuk makanan, obatobatan,
drain, penghisapan/suction, tujuan pemantauan).
4) Sebelum menyiapkan makanan, obat-obatan, produk
farmasi dan bahan steril.

Gambar 3.5.2 Momen 2 (Sebelum Prosedur Bersih/Aseptik)

3. Setelah terpapar dengan cairan tubuh


a. Kapan?
Segera setelah melakukan pekerjaan yang berisiko paparan
( 65 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
pada cairan tubuh selesai (dan setelah melepas sarung
tangan). Indikasi ini ditetapkan karena terjadinya kontak
(meski minimal dan tidak terlihat jelas) dengan darah atau
cairan tubuh lainnya dan kontak berikutnya dengan
permukaan apapun, termasuk pasien, lingkungan sekitar
pasien atau area pelayanan kesehatan.
b. Mengapa ?
Untuk melindungi petugas di pelayanan kesehatan dari
kolonisasi atau terinfeksi dengan kuman pdari pasien dan
melindungi lingkungan di pelayanan kesehatan dari
kontaminasi kuman dan potensi penyebarannya.
Catatan : Jika petugas kesehatan memakai sarung tangan
pada saat paparan cairan tubuh, harus segera dilepas
setelahnya dan harus melakukan kebersihan tangan.
c. Situasi yang menggambarkan paparan cairan tubuh
1) Setelah kontak dengan membran mukosa dan/atau
dengan kulit tidak utuh
2) Setelah injeksi perkutan atau selesai tusukan, setelah
insersi peralatan medis invasive (akses vaskuler,
kateter, tube, drain dan lain-lain), setelah membuka
sirkuit/rangkaian peralatan invasive.
3) Setelah melepas peralatan medis invasive.
4) Setelah melepas/mengganti berbagai
perlindungan/penutup (napkin, dressing, kasa, dan lain-
lain)
5) Setelah menangani sampel organic, setelah
membersihkan ekskreta dan caitan tubuh lain, setelah
membersihkan permukaan yang terkontaminasi dan
material kotor (linen kotor, instrument gigi, urinal,
bedpan, lavatory dan lain-lain).

( 66 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.5.3 Momen 3 (Setelah Terpapar Cairan Tubuh)

4. Setelah kontak dengan pasien


a. Kapan ?
Ketika meninggalkan area pasien, setelah menyentuh
pasien. Indikasi ini ditetapkan oleh terjadinya kontak terakhir
dengan kulit utuh atau pakaian pasien atau permukaan di
lingkugan sekitar pasien (mengikuti kontak dengan pasien),
dan kontak berikutnya dengan permukaan di area pelayanan
kesehatan.
b. Mengapa ?
Untuk melindungi petugas kesehatan dari kolonisasi dan
potensi infeksi oleh kuman pasien dan untuk melindungi
lingkungan di area pelayanan kesehatan dari kontaminasi
kuman dan potensi penyebaran.
b. Tindakan ini dapat ditunda sampai petugas kesehatan harus
melepas dan memproses peralatan di tempat yang sesuai,
asalkan hanya menyentuh peralatan ini saja sebelum
melakukan kebersihan tangan.
Catatan : Indikasi (momen) 4 tidak dapat dipisahkan dengan
indikasi (momen) 1. Saat petugas kesehatan menyentuh
pasien secara langsung kemudian menyentuh benda-benda
di lingkungan pasien sebelum meninggalkan zona pasien
adalah merupakan indikasi (momen) 4 bukan 5.
a. Situasi yang menggambarkan kontak langsung dengan
( 67 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
pasien
1) Setelah berjabat tangan dengan pasien, membelai
kepala anak-anak
2) Setelah membantu pasien dalam aktivitas perawatan diri:
bergerak, mandi, makan, ganti baju dan lain-lain.
3) Setelah pemeriksaan fisik, pemeriksaan non invasif:
mengukur nadi, mengukur tekanan darah, auskultasi
dada, pemeriksaan EKG.
4) Setelah memberikan perawatan dan perawatan non
invasive lain: memberikan oksigen masker, memberikan
fisioterapi.

Gambar 3.5.4 Momen 4 (Setelah Kontak Dengan Pasien)

5. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien


a. Kapan ?
Setelah menyentuh benda atau furniture ketika
meninggalkan sekitar pasien, tanpa harus menyentuh
pasien. Indikasi ini ditetapkan karena terjadinya kontak
terakhir dengan benda dan permukaan di lingkungan pasien
(tanpa menyentuh pasien) dan kontak berikutnya dengan
permukaan di area pelayanan kesehatan.
b. Mengapa ?
Untuk melindungi petugas kesehatan dari kolonisasi oleh
kuman pasien yang mungkin ada pada permukaan/benda di
lingkungan pasien dan untuk melindungi lingkungan

( 68 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
pelayanan kesehatan dari kontaminasi kuman dan potensi
penyebarannya.
Catatan : Indikasi 4 (setelah kontak dengan pasien) dan
indikasi 5 (setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien)
mungkin tidak akan pernah digabungkan, indikasi 5 tidak
termasuk kontak dengan pasien dan indikasi 4 berlaku hanya
setelah kontak dengan pasien.
c. Situasi yang menggambarkan kontak dengn lingkungan
sekitar pasien
1) Setelah aktivitas pemeliharaan: mengganti linen dengan
pasien turun/keluar dari tempat tidur, memegang bed
rail/rel tempat tidur, membersihkan meja pasien.
2) Setelah melakukan aktivitas perawatan: menyesuaikan
kecepatan perfusi, membersihkan alarm monitor.
3) Setelah kontak lain dengan permukaan atau benda mati
(yang seharusnya dihindari) : bersandar di tempat tidur,
meja.

Gambar 3.5.5 Momen 5 (Setelah Kontak Dengan Lingkungan Sekitar


Pasien)

3.5.5 Cara Membersihkan Tangan


Ada 2 (dua) cara membersihkan tangan, yaitu dengan
menggunakan sabun dan air mengalir, dan yang kedua dengan

( 69 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
menggunakan handrub.
1. Mencuci Tangan dengan Sabun dan air Mengalir
a. Waktu yang dibutuhkan untuk mencuci tangan dengan sabun
dan air mengalir adala 40 – 60 detik.
b. Karena mikroorganisme tumbuh dan berkembang biak pada
keadaan lembab dan air yang tidak mengalir, maka :
1) Dispenser (botol) sabun harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum pengisian ulang.
2) Jangan menambahkan sabun cair kedalam tempatnya bila
masih ada isinya (Toping up), penambahan ini dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri pada sabun yang
dimasukkan.
3) Jangan menggunakan baskom yang berisi air. Meskipun
memakai tambahan antiseptik (seperti: Dettol atau
Savlon), mikroorganisme dapat bertahan dan berkembang
biak dalam larutan ini (Rutala 1996).
4) Jika air mengalir tidak tersedia, gunakan wadah air
dengan kran atau gunakan ember dan gayung, tampung
air yang telah digunakan dalam sebuah ember dan
buanglah di toilet.
c. Setiap wastafel harus tersedia sabun dan handuk/tissue
towel sekali pakai.
2. Mencuci Tangan dengan Handrub Antiseptik (Handrub
Berbasis Alkohol)
a. Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih
lebih efektif membunuh flora residen dan flora transien
daripada mencuci tangan dengan sabun antiseptik atau
dengan sabun biasa dan air.
b. Handrub yang digunakan adalah berbasis alkohol 60 - 90%,
ethanol 100%. Waktu yang dibutuhkan untuk mencuci
tangan dengan handrub adalah 20 – 30 detik
c. Formula alkohol handrub (WHO, 2009) adalah sebagai
berikut:

( 70 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Tabel 3.5.1 Formula Alkohol Handrub
d. Handrub antiseptik tidak menghilangkan kotoran atau zat
organik, sehingga jika tangan sangat kotor atau
terkontaminasi oleh darah atau cairan tubuh, maka harus
mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir terlebih
dahulu.
e. Selain itu untuk mengurangi “penumpukan” emolien pada
tangan setelah pemakaian handrub antiseptik berulang, tetap
diperlukan cuci tangan dengan sabun dan air mengalir setiap
5-10 aplikasi handrub.
f. Handrub antiseptik yang tidak mengiritasi dapat dibuat
dengan menambahkan gliserin, glikol, propilen atau sorbitol
ke dalam alcohol (2 ml dalam 100 ml etik atau isopropil
alkohol 60 – 90%).
g. Dispenser (botol) alcohol handrub harus dibersihkan dan
dikeringkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang (jika
menggunkan refill), lebih disarankan menggunkan single use
container (bukan refill)
h. Jangan menambahkan alkohol handrub ke dalam tempatnya
bila masih ada isinya (Toping up), penambahan ini dapat
menyebabkan kontaminasi bakteri pada handrub yang
dimasukkan.
( 71 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
i. Alkohol handrub harus tersedia di setiap tempat tidur pasien
(zona pasien).
3.5.6 Langkah-langkah Cuci Tangan Menurut WHO
1. Langkah Cuci Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir :
Sebelumnya basahi terlebih dahulu tangan dengan air
mengalir, kemudian tuangkan 3 – 5 cc sabun cair untuk
menyabuni seluruh permukaan tangan. Selanjutnya lakukan 6
(enam) langkah berikut ini dengan 4 (empat) kali hitungan untuk
setiap langkah / gerakan:
a. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan, dan sebaliknya
c. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
d. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
e. Gosok ibu jari tangan kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya
f. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri, dan sebaliknya. Setelah 6 (enam)
langkah selesai, bilaslah kedua tangan dengan air mengalir.
Selanjutnya keringkan dengan handuk/tissue towel sekali
pakai sampai benar-benar kering dan terakhir gunakan
handuk/ tissue tersebut untuk menutup keran.

( 72 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.5.6 Cara cuci Tangan Dengan Air Mengalir dan Sabun

2. Langkah Cuci Tangan dengan Menggunakan Handrub


Antiseptik
Sebelum memulai langkahnya, tuangkan terlebih dahulu 3 – 5
cc antiseptik berbasis alkohol ke telapak tangan. Selanjutnya
lakukan langkah-langkah cuci tangan berikut ini dengan 4
(empat) kali hitungan untuk setiap langkah / gerakan :
a. Gosok kedua telapak tangan hingga merata
b. Gosok punggung tangan dan sela-sela jari tangan kiri
dengan tangan, dan sebaliknya
c. Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
d. Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
e. Gosok ibu jari tangan kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan sebaliknya
f. Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di
telapak tangan kiri, dan sebaliknya

( 73 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.5.7 Cara Cuci Tangan Dengan Alkohol Handrub

( 74 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3. Teknik Cuci Tangan Bedah Menggunakan Alkohol Handrub

( 75 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Gambar 3.5.8 Teknik Cuci Tangan Bedah Menggunakan Alkohol
Handrub
3.5.7 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan dalam Menjaga Kebersihan
Tangan
1. Jari Tangan
b. Kuku yang panjang dapat berperan sebagai reseorvoar
untuk bakteri gram negatif, jamur, dan patogen lainnya
c. Kuku yang panjang baik kuku alami maupun buatan lebih
mudah melubangi sarung tangan.
d. Kuku harus dijaga tetap pendek tidak lebih dari 3 mm
( 76 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
melebihi ujung jari.
2. Kuku Buatan
Kuku buatan yang dipakai oleh petugas kesehatan dapat
berperan dalam infeksi nosokomial. Dan dapat berperan
sebagai reservoar untuk bakteri gram negatif. 3) Cat Kuku
Penggunaan cat kuku saat bertugas tidak diperkenankan.
3. Perhiasan
Penggunaan perhiasan saat bertugas tidak diperkenankan. Bila
menggunakan setiap cuci tangan semua perhiasaan (asesoris
tangan : cincin, gelang, jam tangan dll) harus di lepas.
3.5.8 Area Kebersihan tangan
Kebersihan tangan dilakukan di seluruh area rumah sakit,
baik area pelayanan langsung pada pasien, penunjang maupun
area non pelayanan langsung pada pasien sesuai dengan indikasi
kebersihan tangan.
3.5.9 Monitoring / Audit Cuci Tangan
1. Monitoring / audit kepatuhan cuci tangan adalah melakukan
pengecekkan terhadap praktik aktual terhadap standar yang
ada, termasuk membuat laporan ketidakpatuhan cuci tangan
yang dilakukan oleh perawat PPI / IPCN (Infection Prevention
Control Link Nurse).
2. Audit kepatuhan cuci tangan dilakukan dengan menggunakan
suatu instrumen baik formulir maupun audit dengan
menggunakan aplikasi berbasis teknologi informasi.
3. Pelaksanaan audit dilaksanakan sewaktu-waktu / tentatif di
instalasi / unit.
4. Hasil monitoring / audit direkap dan disusun menjadi sebuah
laporan yang informatif disajikan dalam bentuk tabel atau
diagram. Selanjutnya hasil Audit Kepatuhan Cuci Tangan
dilaporkan kepada Ketua Komite PPI, Direktur, dan
difeedbackkan kepada Kepala Bidang, Kepala Instalasi, dan
Kepala Ruangan.

3.6 MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT TERJATUH


Prinsip pencegahan injury mengenai hal-hal yang membahayakan
keamanan dan strategi pencegahan, pengontrolan lingkungan dan

( 77 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
mesin- mesin, dan penguatan pada pengaturan di antara peralatan
pengaman, tenaga kerja dan sebagainya (RS AR. Bunda, 2020).
Pengkajian resiko jatuh ini telah dapat di laksanakan sejak pasien
mulai mendaftar, dangan menggunakan asesmen risiko jatuh. Tim
Patient Safety atau Tim Keselamatan Pasien di bentuk oleh RSUD
Sidoarjo Barat, menetapkan Morse Fall Scale (MFS) sebagai instrumen
yang di gunakan utuk mengidentifikasi risiko pasien dewasa dan Humpty
Dumpty Falls Score (HDFS) sebagai instrument yang di gunakan untuk
mengidentifikasi risiko jatuh anak sebagai instrument yang digunakan
untuk mengidentifikasi resiko jatuh pasien rawat inap. Metode Get Up
and Go sebagai instrument yang di gunakan untuk mengidentifikasi
risiko jatuh pada pasien rawat jalan dan triage (IGD)

3.6.1 Faktor Resiko Jatuh


Menurut Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang (2016)
Faktor risiko jatuh dapat dikelompokkan menjadi 2 kategori :
1. Intrinsik : Berhubungan dengan kondisi pasien, termasuk
kondisi psikologis
2. Ekstrinsik : Berhubungan dengan lingkungan

Tabel 3.6.1 Faktor Resiko Jatuh

Intrinsik Ekstrinsik
(berhubungan dengan kondisi (berhubungan dengan
pasien) lingkungan)

Dapat 1. Riwayat jatuh sebelumnya 1. Lantai basah/silau,


diperkirak 2. Inkontinensia ruang berantakan,
an 3. Gangguan kognitif pencahayaan kurang,
/ psikologis kabel longgar/lepas
4. Gangguan 2. Alas kaki tidak pas
keseimbangan 3. Dudukan toilet yang
/ mobilitasas rendah
5. Usia > 65 tahun 4. Kursi atau tempat tidur
6. Usia anak-anak beroda
7. Osteoporosis 5. Peralatan rusak
8. Status kesehatan yang buruk 6. Tempat tidur
9. Gangguan ditinggalkan dalam
( 78 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
moskuloskeletal posisi tinggi
Tidak 1. Kejang Reaksi individu
dapat 2. Aritmia jantung terhadap obat-
diperkirak 3. Pingsan obatan, Medikamentosa
an 4. Serangan jatuh (Drop Attack) (terutama konsumsi
5. Penyakit Kronis; seperti > 4 jenis obat)
osteoporosis, penyakit
kardiovaskular, penyakit
paru dan diabetes
6. Penyakit neurologi; seperti
stroke dan Parkinson

3.6.2 Penilaian resiko jatuh di Rawat Inap

Penatalaksanaan resiko jatuh pasien dilakukan sesuai skor


yang didapatkan dalam asesmen resiko jatuh
1. Morse Fall Scale (MFS)
Merupakan salah satu instrument yang dapat digunakan untuk
mengindentifikasi pasien berisiko jatuh. Dengan menghitung
skor MFS pada pasien dapat menentukan risiko jatuh pada
pasien tersebut, sehingga dapat diupayakan pencegahan yang
perlu dilakukan (Jackson, M. dan Jackson L. 2018)

Tabel 3.6.2 Instrumen Morse Fall Score


Faktor Resiko Skala Poin

Riwayat jatuh  Ya 25
 Tidak 0
Diagnosis  Ya 15
sekunder (> 1  Tidak 0
diagnosis medis)
Alat bantu  Bedrest/dibantu perawat 0
 Penopang, tongkat/walker 15

 Furniture 30

Memakai terapi  Ya 20
intravena  Tidak 0

( 79 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Cara  Normal/bedrest/imobilisasi 0
berjalan/berpindah  Lemah 15

 Terganggu 30

Status Mental  Orientasi sesuai kemampuan diri 15


 Lupa keterbatasan diri 0
Total

Tabel 3.6.3 Penatalaksanaan Morse menurut skor yang di


dapatkan

Tingkat Risiko Skor Morse


Risiko Rendah 1-24
Risiko Sedang 25-45
Risiko Tinggi > 45

a. Bila risiko sedang dan tinggi, pasang stiker bertuliskan fall risk pada
gelang identitas pasien

b. Beri tanda segitiga risiko jatuh yang berwarna kuning pada tempat
tidur untuk risiko sedang dan tinggi

c. Lakukan asesmen ulang pasien risiko jatuh sedang 2x24 jam dan
risiko tinggi 1x24 jam

d. Lakukan asesmen ulang saat ada perubahan kondisi pasien dan


pasien transfer dari instalasi lain (kecuali pasien baru dari IGD dan
rawat jalan)

2. Humpty Dumpty Falls Scale


Humpty Dumpty Falls Scale (HDFS) adalah salah satu alat
ukur/instrumen penilaiain risiko jatuh pada pasien anak dengan
7 tujuh item yakni usia, jenis kelamin, diagnosis, gangguan

( 80 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
kognitif, faktor lingkungan, respons terhadap
pembedahan/sedasi, dan penggunaan obat (Gustinerz, 2021)

( 81 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Tabel 3.6.4 Instrumen Humpty Dumpty Falls Scale
Parameter Kriteria Poin
Umur  < 3 tahun 4
 3-7 tahun 3

 7-13 tahun 2

 13-18 tahun 1

Jenis Kelamin  Laki-laki 2


 Perempuan 1
Diagnosa  Diagnosis neurologi 4
 Perubahan Oksigenasi (Diagnostik 3
respiratorik, dehidrasi, Anemia,
Anoreksia, pingsan, pusing, dll)
 Gangguan perilaku/psikiatri
 Diagnosa lainnya 2
1
Gangguan kognitif  Tidak menyadari keterbatasan 3
 Lupa keterbatasan 2

 Mengetahui kemampuan diri 1

Faktor  Riwayat jatuh dari TT saat bayi/ anak 4


Lingkungan  Pasien menggunakan alat bantu atau 3
box atau mebel
 Pasien berada di tempat tidur 2

 Pasien diluar ruang rawat 1

Respon terhadap  Dalam 24 jam 3


operasi/obat  Dalam 48 jam 2
penenang/efek  >48 jam 1
anastesi
Penggunaan obat  Bermacam-macam obat yang digunakan, 3
obat sedative (kecuali pasien ICU yang
menggunakan sedasi dan paralisis),
hipnotik, barbiturate, fenotiazine,
antidepresan, laksans/deuretik, narkotik
 Salah satu dari pengobatan diatas 2
 Pengobatan lain 1

Total

( 82 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Tabel 3.6.5 Penatalaksanaan Humpty Dumpty Falls Scale menurut skor
yang di dapatkan
Tingkat Risiko Skor HDFS
Risiko Rendah 7-11
Risiko Tinggi ≥ 12

a. Bila risiko sedang dan tinggi, pasang stiker bertuliskan fall risk
pada gelang identitas pasien

b. Beri tanda segitiga risiko jatuh yang berwarna kuning pada tempat
tidur untuk risiko sedang dan tinggi

c. Lakukan asesmen ulang pasien risiko jatuh sedang 2x24 jam dan
risiko tinggi 1x24 jam

d. Lakukan asesmen ulang saat ada perubahan kondisi pasien dan


pasien transfer dari instalasi lain (kecuali pasien baru dari IGD dan
rawat jalan)

3.6.3 Penilaian resiko jatuh di rawat jalan


1. Get up and Go
Metode Get Up and Go adalah Cara cepat dan sederhana
untuk menilai kemungkinan pasien jatuh di Instalasi Rawat
Jalan. (Mathias, 1986)
Tabel 3.6.6 Instrumen Metode Get up and Go
No Penilaian/Pengkajian Ya Tidak
A Cara berjalan pasien (salah satu atau lebih)
2. Tidak seimbang/sempoyongan/limbung
3. Jalan dengan menggunakan alat bantu (kruk,
tripot, kursi roda, orang lain)
B Menopang saat akan duduk : tampak memegang
pinggiran kursi atau meja / benda lain sebagai
penopang saat akan duduk

( 83 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
3.6.4 Penatalaksanaan resiko jatuh pasien rawat inap
Penatalaksanaan resiko jatuh pasien dilajukan sesuai skor
yang didapatkan dalam asesmen resiko jatuh
1. Tatalaksana pasien resiko jatuh dengan menggunakan
instrument Morse Fall Score
Tabel 3.6.7 Tatalaksana Pencegahan resiko jatuh dengan
menggunakan instrument Morse Fall Score

( 84 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Beri tanda (√) bila sudah
No Jenis Informasi
diinformasikan
Risiko Tinggi
1. Memberikan tanda/stiker fall risk
pada gelang sebagai tanda pasien
risiko jatuh
2. Memberikan tanda lambang
segitiga dengan latar belakang
merah pada bed pasien
3. Memasang pengaman tempat
I
tidur pasien
4. Observasi pada pasien
5. Menempatkan pasien di tempat
yang aman
6. Memberikan pencahayaan lampu
yang cukup
7. Menjaga lantai untuk tetap bersih
dan kering
Risiko Sedang
1. Memberikan tanda/stiker fall risk
pada gelang sebagai tanda
pasien risiko jatuh
2. Memberikan tanda lambang
segitiga dengan latar belakang
II kuning pada bed pasien
3. Memasang pengaman tempat
tidur pasien
4. Menggunakan lampu pada
malam hari sebagai
pencahayaan tambahan
5. Menjaga lantai untuk tetap bersih
dan kering
III Risiko Rendah

( 85 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
1. Memberi penerangan yang
cukup pada tempat perawatan
2. Menjaga lantai untuk tetap bersih
dan kering
3. Memberi informasi dan edukasi
kepada pasien dan atau anggota
keluarga untuk mencegah pasien
jatuh

2. Tatalaksana pasien resiko jatuh dengan menggunakan


instrument Humpty Dumty Fall Scale
Tabel 3.6.8 Tatalaksana Pencegahan resiko jatuh dengan
menggunakan instrument Humpty Dumty Fall Scale

Risiko Tinggi
1. Mengedukasi keluarga untuk
mendampingi pasien saat berpindah
tempat/mobilisasi
2. Mempertimbangkan pemilihan
I kamar pasien lebih dekat dengan
nurse station
3. Memasang pengaman tempat tidur
4. Mengatur posisi bed paling rendah
5. Mengecek pasien setiap 1 jam
6. Mengevaluasi waktu penggunaan
obat
Risiko Rendah
1. Mengorientasikan ruangan
2. Mengatur posisi bed paling rendah
3. Memasang pengaman tempat tidur
II
4. Menganjurkan pasien menggunakan
sandal anti slip
5. Mengkaji kebutuhan eliminasi,
membatu sesuai dengan
kebutuhannya
6. Mendekatkan tombol bel pasien dan
mengedukasi keluarga pasien
tentang kegunaan bel pasien
7. Menggunakan lampu pada malam
hari sebagai pecahayaan tambahan

3.6.5 Penatalaksanaan resiko jatuh di rawat jalan


( 86 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
1. Metode Get Up and GO
Metode Get Up and Go adalah Cara cepat dan sederhana untuk
menilai kemungkinan pasien jatuh di Instalasi Rawat Jalan.
(Mathias, 1986) . Pasien di Instalasi Rawat Jalan dan Triage (igd)
dapat dilakukan penilaian risiko jatuh dengan menggunakan
metode Get Up and Go. Untuk di rawat jalan penilaian dilakukan
oleh security sedangkan di triase (IGD) dilakukan oleh petugas
triage
Tabel 3.6.7 Instrumen Metode Get Up And Go
No Penilaian/Pengkajian Ya Tidak
A Cara berjalan pasien (salah satu atau lebih)
2. Tidak seimbang/sempoyongan/limbung
3. Jalan dengan menggunakan alat bantu (kruk,
tripot, kursi roda, orang lain)
B Menopang saat akan duduk : tampak memegang
pinggiran kursi atau meja / benda lain sebagai
penopang saat akan duduk

a. Penilaian tingkat risiko pasien jatuh dengan menggunakan metode


Get Up And Go
Tabel 3.6.9 Tingkatan Penilaian Risiko Jatuh Menggunakan Metode
Get Up And Go
No Hasil Penilaian/Pengkajian Ket
1 Tidak risiko Tidak ditemukan A dan B
2 Risiko rendah Ditemukan salah satu dari A/B
3 Risiko tinggi Ditemukan A dan B

b. Penatalaksanaan risiko jatuh pasien dengan menggunakan


metode Get Up And Go, meliputi :
Tabel 3.6.10 Form Penatalaksanaan Risiko Jatuh Menggunakan
Metode Get Up And Go
No Hasil Tindakan
1 Tidak beresiko Tidak ada tindakan pada pasien
2 Resiko sedang a. Berikan edukasi kepada pasien tentang resiko
jatuh pasien
b. Informasikan kepada keluarga (bila ada) untuk
( 87 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
selalu mendampingi pasien
c. Minta bantuan petugas lain untuk mendampingi
pasien bila pasien datang sendiri
3  Resiko tinggi a. Berikan pita berwarna kuning pada lengan
kanan pasien
b. Berikan edukasi pasien dan keluarga tentang
pencegahan resiko jatuh
c. Informasikan kepada pasien dan keluarga
tentang tujuan pemakaian pita berwarna kuning 
d. Berikan edukasi kepada keluarga (bila ada)
untuk selalu mendampingi pasien
e. Minta bantuan petugas lain untuk mendampingi
pasien bila pasien datang sendiri
f. Informasikan kepada pasien dan keluarga agar
pita berwarna kuning sebagai identitas resiko
jatuh harus selalu digunakan selama di rumah
sakit

( 88 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
BAB IV
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap


pelayanan Rumah Sakit maka pelaksanaan kegiatan sasaran keselamatan
pasien rumah sakit sangat penting. Melalui kegiatan ini diharapkan terjadi
penekanan/penurunan insiden, sehingga dapat lebih meningkatkan layanan
Rumah Sakit Umum Daerah Sidoaro Barat.
Demikian Pedoman Sasaran Keselamatan Pasien ini kami susun
kepada rekan-rekan sejawat di Rumah Sakit Umum Daerah Sidoarjo Barat,
kiranya dapat sebagai acuan dan bermanfaat untuk pelayanan Sasaran
Keselamatan Pasien. Atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

( 89 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
DAFTAR PUSTAKA

Agustina, C., Dwiantoro, L., & Warsito, B. E. (2018). Komunikasi Efektif


Perawat Dalam Patient Safety: Literatur Review. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang, Indonesia, 181.
Anggraini, D., Novieastari, E., & Nuraini, T. (2020). Peningkatan Kemampuan
Timbang Terima Pasien Melalui Budaya Komunikasi situation,
background, assessment, recommendation (sbar) di RS di
BEKASI. Jurnal Persatuan Perawat Nasional Indonesia (JPPNI), 4(2),
91-97.
Anjaswarni. (2016). Komunikasi dalam keperawatan. Jakarta: Pusdik SDM
Kesehatan.
Ariani, T. A. (2018). Komunikasi Keperawatan: Komunkasi (Vol. 1).
UMMPress.
Astuti, N., & Ilmi, B. (2019). Penerapan komunikasi situation, background,
assesment, recomendation (SBAR) pada perawat dalam
melaksanakan handover. IJNP (Indonesian Journal of Nursing
Practices), 3(1), 42-51.Larasati, A., & Dhamanti, I. (2021). Literature
Review: Implementation of Patient Safety Goals in Hospitals in
Indonesia. Media Gizi Kesmas, 10(1), 138-148.
Fusfitasari, N. Y., TPd, M., Amita, N. D., & Kep, M. (2020). Komunikasi
Terapeutik (Therapeutic Communication) pada Anak. PM Publisher.
Gustinerz. (2021). Menilai Risiko Jatuh Anak dengan Skala Humpty Dumpty.
Di petik 26 januari 2021, dari Menilai Risiko Jatuh Pasien Anak
dengan Skala Humpty Dumpty – Gustinerz.com
HIPKABI. 2012. Buku Pelatihan Dasar-Dasar Praktik Klinik Kamar Bedah.
Jakarta: HIPKABI Pers.
Institute for Safe Medication Practice (ISMP). ISMP List of High-Alert
Medications in Acute Care Setting. ISMP: 2018
Jackson, M. dan Jackson L. (2018). Seri Panduan Praktik Keperawatan
Klinis. ERLANGGA: Jakarta
Jatmika, A. (2013, Juni 12). Tak Ingin Merepotkan Jadi Alasan Lansia Jatuh.
Dipetik 5 April 2017
Kemenkes RI, 2019. Petunjuk Teknis Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kemenkes RI. (2011). Standar Akreditasi Rumah SAkit. Jakarta: Kementrian

( 90 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Kesehatan Republik Indonesia.
Kemenkes RI. (2015). Pedoman Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
(Patient Safety) (III ed.). Jakarta: Kemenkes RI.
Kemenkes RI. Peraturan Menteri Kesehatan nomor 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien. Jakarta: Kemenkes RI; 2017
Larasati, A., & Dhamanti, I. (2021). Literature Review: Implementation of
Patient Safety Goals in Hospitals in Indonesia. Media Gizi
Kesmas, 10(1), 138-148.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2022. Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. HK.01.07/MENKES/1128/2022 tentang
Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI
Nazri, F., & Juhariah, S. (2015). Implementasi komunikasi efektif perawat-
dokter dengan telepon di ruang ICU Rumah Sakit Wava
Husada. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 28(2), 174-180.
Palupi, L. (2021). Identifikasi Penerapan Komunikasi Efektif Di Rumah Sakit
Dengan Pendekatan Studi Literatur (Doctoral dissertation, Universitas
Muhammadiyah Malang).
Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP). KKP-RS. Tahun
2008
Peraturan Menteri Kesehatan No 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Rumah Sakit
Rumah Sakit AR Bunda. (2020). Pedoman Pengurangan Resiko Pasien
Jatuh. Lubuklinggau : Rumah Sakit AR Bunda Kec. Lubuklinggau
Barat I, Kota Lubuklinggau, Sumatra Selatan.
Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. (2016). Panduan Resiko Jatuh.
Padang: Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin, Sumatra Barat.
Sandrawati, Juliana dkk. 2013. Rekomendasi untuk Meningkatkan Kepatuhan
Penerapan Surgical safety checklist di Kamar Bedah. Buletin
Penelitian Sistem Kesehatan Vol. 17 No. 1 (Jurnal Online).
Sanjaya P D, Elsye M R, Maria U. Evaluasi Penerapan Pencegahan Pasien
Berisiko Jatuh di Rumah Sakit. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 2017;
11(2):105-113. [diakses 28 Juli 2018]
Santoso, T. (2013, Mei 30). Pencegahan pasien Jatuh. Pencegahan Pasien
Jatuh / Fall Prevention | Lean Healthcare Indonesia (lean-
indonesia.com)

( 91 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Siauta, V. A., Inayah, I., & Rohayani, L. (2020). Gambaran Pelaksanaan
Komunikasi Sbar Dalam Melakukan Handover Di Pelayanan
Keperawatan Rumah Sakit. PIN-LITAMAS, 2(1), 244-247.
WHO. (2007). A Global Report on Falls Prevention. Epidemiology of Falls.
Dipetik 25 Februari 2017.
World Health Organization. World Health Organization, 2009. WHO
Guidelines for Safe Surgery : Safe Surgery Saves Lives. Geneva:
WHOs
WHO. Guidelines on Hand Hygiene in Health Care. Library Cataloguing-in-
Publication Data; 2009.
Yusuf, A. (2017). Konsep Komunikasi Efektif Dalam Keperawatan.
In Seminar Komunikasi Efektif pada Klien dengan masalah Psikososial
dan gangguan Jiwa (pp. 1-16). Ikatan Perawat Kesehatan Jiwa (IPKJI).

( 92 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
LAMPIRAN

( 93 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
( 94 )

Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.
Dokumen ini telah ditandatangani secara elektronik menggunakan sertifikat elektronik yang diterbitkan oleh BSrE sesuai dengan
Undang Undang No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, tandatangan secara elektronik memiliki
kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah.

Anda mungkin juga menyukai