Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI ANAK (IKGA)

EKSTRAKSI

Oleh :

Kahica Nurhidayah

1806129010047

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MAHASARASWATI

DENPASAR
2020

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam praktek kedokteran gigi seorang dokter gigi diharapkan memiliki

kemampuan dan keterampilan dalam berbagai tindakan yang ada kaitannya

dengan kasus-kasus yang memerlukan intervensi secara radikal. Beberapa hal

yang dikategorikan sebagai tindakan pembedahan adalah seperti pencabutan gigi,

bedah dento alveolar dan pengambilan tumor jinak. Pencabutan gigi anak

termasuk salah satu tindakan pembedahan yang memerlukan ketrampilan lebih

dari sang dokter gigi. Harus dipahami sebelumnya indikasi dan kontra indikasi

sebelum pencabutan dilaksanakan.

Menurut Pedlar dkk (2001) pencabutan gigi merupakan suatu prosedur

bedah yang dilakukan dengan tang, elevator atau pendekatan

transalveolar.Pencabutan bersifat irreversible dan terkadang menimbulkan

komplikasi.

Pencabutan gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar yang

utuh tanpa menimbulkan rasa sakit, dengan trauma yang sekecil mungkin pada

jaringan penyangga nya sehingga luka bekas pencabutan akan sembuh secara

normal dan tidak menimbulkan problema prostetik pasca-bedah. (Pedlar, 2001)


Sebelum dilakukan tindakan pencabutan, banyak hal yang harus

dipersiapkan. Persiapan pencabutan gigi anak ini terdiri dari persiapan alat dan

persiapan terhadap komplikasi yang dapat terjadi paska pencabutan. Persiapan

praoperasi yang baik akan meningkatkan hasil klinis, meningkatkan kepuasan

pasien dan membantu mengurangi kemungkinan timbulnya komplikasi. Selain itu

terdapat juga instruksi-instruksi yang harus diberikan dokter gigi kepada anak

setelah pencabutan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana indikasi pencabutan gigi anak?

2. Bagaimana kontra-indikasi pencabutan gigi anak?

3. Apa saja alat-alat ekstraksi gigi rahang atas dan bawah pada anak?

4. Bagaimana tata cara pencabutan gigi rahang atas dan bawah pada

anak?

5. Apa saja instruksi paska pencabutan gigi anak?

6. Apa saja komplikasi pada saat pencabutan dan pasca pencabutan gigi

anak?

7. Bagaimana penanganan komplikasi pencabutan gigi anak?


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Indikasi Pencabutan Gigi

Indikasi untuk pencabutan gigi sulung adalah sebagai berikut:

1. Natal tooth/neonatal tooth

Natal tooth adalah gigi erupsi sebelum lahir. Neonatal tooth : gigi erupsi

setelah 1 bulan lahir dan biasanya gigi mengalami mobiliti, dapat

mengiritasi, menyebabkan ulserasi pada lidah, dan mengganggu untuk

menyusui

2. Gigi dengan karies luas, karies mencapai bifurkasi dan tidak dapat

direstorasi sebaiknya dilakukan pencabutan. Kemudian dibuatkan space

maintainer.

3. Infeksi di periapikal atau di interradikular dan tidak dapat disembuhkan

kecuali dengan pencabutan.

4. Gigi yang sudah waktunya tanggal dengan catatan bahwa penggantinya

sudah mau erupsi.

5. Gigi sulung yang persistensi

6. Gigi sulung yang mengalami impacted, karena dapat menghalangi

pertumbuhan gigi tetap.

7. Gigi yang mengalami ulkus decubitus.

8. Untuk perawatan ortodonsi

9. Supernumerary tooth.
10. Gigi penyebab abses dentoalveolar
2.2 Konra-Indikasi Pencabutan Gigi
Kontraindikasi pada pencabutan gigi sulung adalah sebagai berikut:

1. Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnya. Misalnya akut infektions

stomatitis, herpetik stomatitis. Infeksi ini disembuhkan dahulu baru dilakukan

pencabutan.

2. Blood dyscrasia atau kelainan darah, kondisi ini mengakibatkan terjadinya perdarahan

dan infeksi setelah pencabutan. Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter

ahli tentang penyakit darah.

3. Pada penderita penyakit jantung. Misalnya : Congenital heart disease, rheumatic heart

disease yang akut.kronis, penyakit ginjal/kidney disease.

4. Pada penyakit sistemik yang akut pada saat tersebut resistensi tubuh lebih rendah dan

dapat menyebabkan infeksi sekunder.

5. Adanya tumor yang ganas, karena dengan pencabutan tersebut dapat menyebabkan

metastase.

6. Pada penderita Diabetes Mellitus (DM), tidaklah mutlak kontra indikasi. Jadi ada

kalanya pada penyakit DM ini boleh dilakukan pencabutan tetapi haruslah lebih dahulu

mengadakan konsultasi dengan dokter yang merawat pasien 13 tersebut atau konsultasi

ke bagian internist. Pencabutan pada penderita DM menyebabkan :

1) Penyembuhan lukanya agak sukar.

2) Kemungkinan besar terjadi sakit setelah pencabutan

3) Bisa terjadi perdarahan berulang kali.

7. Irradiated bone

Pada penderita yang sedang mendapat terapi penyinaran.


2.3 Alat-Alat Ekstraksi Gigi Rahang Atas dan Bawah

Beberapa dokter gigi memilih menggunakan instrumen bedah untuk anak-anak

seperti instrument yang digunakan pada dewasa. Bagaimanapun juga, banyak dokter

gigi anak dan oral and maxilofacial surgeons lebih memilih tang ekstraksi anak-anak

yang lebih kecil seperti no.150S dan 151S, karena beberapa sebab :

1. Ukuran tang nya yang lebih kecil lebih memudahkan untuk masuk dalam kavitas oral

dari pasien anak-anak.

2. Tang ekstraksi yang lebih kecil lebih mudah disembunyikan dalam tangan operator.

3. Bentuk paruh dari tang yang lebih dapat beradaptasi dengan bentuk anatomi gigi

sulung.

Gambar 1. Dilihat pada gambar diatas perbandingan tang untuk dewasa dan tang untuk anak
anak.

1) Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RA

Tang untuk rahang atas biasanya berbentuk tang biasa yang lurus antara kepala dan

badan tang tersebut, diantaranya:


(1) Gigi sulung anterior:

Gambar 2. Tang dengan kepala yang lurus dengan badan tang.

(2) Gigi sulung posterior:

Gambar 3. Tang dengan kepala agak membengkok dari badan tang.

(3) Akar gigi:


Gambar 4. Tang dengan kepala tang agak tertekuk dan kedua ujung tang saling
bertemu.

2) Instrumen untuk pencabutan gigi sulung RB

Berbeda dengan tang untuk rahang atas, pada tang untuk rahang bawah rata rata

kepalanya membentuk sudut 90° terhadap badannya sehingga terlihat seperti

bengkok, diantaranya:

(1) Gigi sulung anterior:

Gambar 5. Tang dengan kepala yang sedikit runcing penyerupai capit pada
ujungnya.

(2) Gigi sulung posterior :


Gambar 6. Tang dengan kepala yang sedikit membulat dibanding tang anterior
dan ujungnya terdapat takik.

(3) Akar gigi :

Gambar 7. Tang untuk akar ini menyerupai tang untuk gigi posterior namun tidak
memiliki takik pada ujungnya, dan kedua ujung tang ini saling bertemu.

3) Alat Bantu

Selain instrumen tang, dalam ekstraksi gigi untuk anak anak juga menggunakan

alat bantu seperti bend atau elevator, dan beberapa instrumen standar untuk

pemeriksaan seperti :

(1) Kaca mulut

(2) Sonde

(3) Pinset

(4) Injektor

(5) Ekskavator
(6) Cotton roll

(7) Betadine cane yg diisi betadin

(8) Dan lain lain.

Gambar 8. Beberapa alat yang harus dipersiapkan sebelum pencabutan gigi pada anak

2.4 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Atas dan Rahang Bawah

2.4.1 Persiapan Pencabutan Gigi

1. Sebagian negara mempunyai hukum yang mengharuskan izin tertulis dari orang tua

(Informed Concent) sebelum melakukan anastesi pada pasien anak.

2. Kunjungan untuk pencabutan sebaiknya dilakukan pagi hari (saat anak masih aktif) dan

dijadwalkan, sehingga anak tidak menunggu terlalu lama karena anak cenderung

menjadi lelah menyebabkan anak tidak koperatif. Anak bertoleransi lebih baik terhadap

anastesi lokal setelah diberi makan ± 2 jam sebelum pencabutan.

3. Penjelasan lokal anastesi tergantung usia pasien anak, teknik penanganan tingkah laku

anak yang dapat dilakukan, misalnya TSD,modelling.


Gambar 1 : Instrumen dapat diperlihatkan pada anak (kiri). Penyuntikan dilakukan
menggunakan kaca agar anak dapat melihat prosedur penyuntikan (kanan)

4. Instrumen yang akan dipakai, sebaiknya jangan diletakkan di atas meja. Letakkan pada

tempat yang tidak terlihat oleh anak dan diambil saat akan digunakan. Jangan mengisi

jarum suntik di depan pasien, dapat menyebabkan rasa takut dan cemas.

5. Sebaiknya dikatakan kepada anak yang sebenarnya bahwa akan ditusuk dengan jarum

(disuntik) dan terasa sakit sedikit, tidak boleh dibohongi.

A B

Gambar 2 A. Selama penyuntikan, asisten memegang tangan anak agar tidak bergerak. B.
Kombinasi perawatan dengan audioanalgesik anak

1. Rasa sakit ketika penyuntikan sedapat mungkin dihindarkan dengan cara sebagai

berikut :

1) Memakai jarum yang kecil dan tajam

2) Pada daerah masuknya jarum dapat dilakukan anastesi topikal lebih dahulu.

Misalnya dengan 5 % xylocaine (lidocaine oitmen)


3) Jaringan lunak yang bergerak dapat ditegangkan sebelum penusukan jarum

4) Deponir anastetikum perlahan, deponir yang cepat cenderung menambah rasa sakit.

Jika lebih dari satu gigi maksila yang akan dianastesi, operator dapat menyuntikkan

anastesi awal, kemudian merubah arah jarum menjadi posisi yang lebih horizontal,

bertahap memajukan jarum dan mendeponir anastetikum.

5) Penekanan dengan jari beberapa detik pada daerah injeksi dapat membantu

pengurangan rasa sakit.

6) Jaringan diregangkan jika longgar dan di masase jika padat (pada palatal). Gunanya

untuk membantu menghasilkan derajat anastesi yang maksimum dan mengurangi

rasa sakit ketika jarum ditusukan.

1. Aspirasi dilakukan untuk mencegah masuknya anastetikum dalam pembuluh darah,

juga mencegah reaksi toksis, alergi dan hipersensitifitas.

2. Waktu untuk menentukan anastesi berjalan ± 5 menit dan dijelaskan sebelumnya

kepada anak bahwa nantinya akan terasa gejala parastesi seperti mati rasa, bengkak,

kebas, kesemutan atau gatal. Dijelaskan agar anak tidak takut, tidak kaget, tidak

bingung atau merasa aneh. Pencabutan sebaiknya dilakukan setelah 5 menit. Jika

tanda parastesi tidak terjadi, anastesi kemungkinan gagal sehingga harus diulang

kembali.

3. Vasokontristor sebaiknya digunakan dengan konsentrasi kecil, misalnya xylocaine 2

% dan epinephrine 1 : 100.000.

2.4.2 Tata Cara Pencabutan Gigi Sulung Rahang Atas Anterior dan Posterior

Arah gaya dasar untuk ekstraksi 6 gigi anterior maksila dan mandibula adalah

tekanan ke arah labial dengan rotasi ke arah mesial dan keluar ke arah

labial.Sedangkan untukMolar maksila dan mandibular, penekanan ke arah lingual,


kemudian ke arah bukal dengan penekanan yang lebih kuat ke arah bukal kemudian

keluar ke arah bukal. (Pinkham, 1999)

Gambar 3. Pergerakan gigi selama ekstraksi (Sumber: Tandon, 2008)

1. Gigi Sulung Anterior Rahang Atas

Gaya pertama diberikan ke arah apikal kemudian tekanan ringan ke arah lingual.

Tekanan yang sedikit ini akan melebarkan tulang gingival bagian lingual. Gaya berikutnya

adalah dengan gerakan berlawanan arah jarum jam yang melonggarkan gigi dengan gerakan

yang melepaskan. Kemudian, diteruskan dengan gaya ke arah labial, yang akan melepaskan

gigi dari soketnya. Pada anak yang lebih tua beberapa ekspansi tambahan mungkin dapat

digunakan untuk mencabut kaninus atas permanen.Pencabutan gigi anterior sulung rahang

atas biasanya digunakan upper primary atau primary root forcep.

Gigi anterior rahang atas memiliki akar tunggal yang cenderung konikal.Hal ini

menyebabkan gigi cenderung memiliki resiko fraktur rendah dan mendukung gerakan rotasi.

2. Gigi Sulung Posterior Rahang Atas


Gigi sulung posterior rahang atas dan bawah dicabut dengan gerakan buccolingual

Karena akar palatal melengkung, gerakan untuk pencabutan gigi diarahkan ke palatal dengan

tekanan ringan untuk memperluas soket gigi.Tekanan ringan bertujuan agar tidak sampai

mematahkan akar palatal yang melengkung. Kemudian diteruskan dalam satu gaya ke arah

bukal, gigi menjadi longgar dan gerakan berlawanan arah jarum jam mengeluarkan gigi dari

soketnya. (Pinkham, 1999)

Gigi molar sulung rahang atas berbeda dengan gigi permanen.Ketinggian konturnya

lebih dekat ke cementoenamel junction dan akarnya lebih divergen serta diameternya lebih

kecil.Karena struktur akar melemah saat erupsi gigi permanen, sering terjadi fraktur akar saat

ekstraksi. Hal lain yang harus diperhatikan adalah hubungan antara molar sulung dengan

mahkota premolar yang akan tumbuh. Apabila akar mengelilingi mahkota premolar, bukan

mustahil premolar ikut tercabut bersama molar sulung.Jika pada gambaran radilografi terlihat

adanya penguncian gigi premolar karena akar gigi sulung maka gigi harus dibelah dan

masing-masing gigi diangkat secara hati-hati. (Pinkham, 1999)

Perlekatan epithelial dipisahkan, kemudian menggunakan elevator 301 lurus untuk

luksasi gigi dan ekstraksi diselesaikan dengan tang universal rahang atas no 150S. (Pinkham,

1999)

2.5 Tata Cara Pencabutan Gigi Rahang Sulung Bawah Anterior dan Posterior

1. Gigi Sulung Anterior Rahang Bawah

Bagian melintang dari akar gigi ini adalah oval. Dimulai dengan gaya inisial pada

apikal gigi, arah gaya berikutnya adalah ke arah labial dalam satu gerakan. Gigi akan terasa

longgar dari soketnya,gigi dikeluarkan deri soketnya dengan gerakan berlawanan arah jarum

jam (Shoba Tandon, 2008).

Gigi anterior rahang bawah memiliki akar tunggal. Dokter gigi harus berhati-hati dalam
menggerakkan tang agar tidak mengganggu gigi yang berdekatan karena akan sangat mudah

menimbulkan kegoyangan. Hal ini juga menyebabkan dokter gigi dapat menggunakan

gerakan rotasi dan sedikit gerakan ke arah labial dan lingual dapat melepaskan gigi dari

soketnya (Pinkham, 1999).

2. Gigi Sulung Posterior Rahang Bawah

Potongan melintang dari akar gigi ini adalah datar dalam arah mesiodistal dan

berbentuk lonjong.Gerakan rotasi tidak digunakan. Gaya inisial adalah tekanan ringan ke arah

lingual, kemudian diteruskan dalam satu gaya ke bukal sampai gigi melonggar dari soketnya.

Setelah itu, gigi dikeluarkan dari soketnya dengan gerakan berlawanan arah jarum jam.

(Shoba Tandon, 2008)

Pada pencabutan gigi posterior rahang bawah, dokter gigi harus memberikan support

dengan tangan yang tidak melakukan ekstraksi pada mandibula pasien supaya tidak terjadi

cedera sendi temporo mandibular.

2.6 Instruksi Pasca Pencabutan Gigi

1. Mengigit tampon selama 30 menit, tetapi jangan dikunyah.

2. Tidak menggunakan sedotan pada saat minum setelah 24 jam.

3. Menggosok gigi setiap hari, tetapi tidak menggunakan mouthwash pada hari

pencabutan.

4. Meminum obat analgesic jika terasa sakit.

5. Jika nyeri meningkat setelah 48 jam atau perdarahan abnormal terjadi segera hubungi

dokter.

6. Untuk mencegah perdarahan dan pembengkakan, posisi kepala lebih ditinggikan saat

tidur.

7. Jangan meludah, karena meludah dapt menyebabkan perdarahan.

8. Jika perdarahan terjadi lagi, pasang kembali lagi tampon.


9. Es dapat digunakan setelah pencabutan untuk mengurangi pembengkakan.

10. Makan dan minum seperti biasa.

2.7 Komplikasi Saat Pencabutan Gigi dan Pasca Pencabutan Gigi dan Penanganannya

Pada umumnya, komplikasi pada kasus ekstraksi gigi anak hampir sama dengan

yang terjadi pada dewasa.Jika pada Komplikasi anak jarang terjadi dry socket, jika

terjadi dry socket pada anak di bawah 10 tahun, maka operator harus menduga adanya

infeksi seperti actinomycosis atau gangguan komplikasi sistemik lainnya (anemia,

gangguan nutrirsi).

Aspirasi atau tertelannya gigi atau akar mungkin terjadi terutama di bawah

anestesi umum dengan mulut yang terbuka. Kecelakaan ini dapat dihindari dengan

mengontrol tekanan pada pegangan tang dan dapat juga dengan menggunakan sponge

4X4 inchi sebagai tirai di belakang gigi yang akan diekstraksi.

2.7.1. Trauma jaringan lunak (laserasi) dan gigi sekitarnya

Trauma pada jaringan lunak yang paling sering adalah robeknya mukosa atau

tiap selama ekstraksi gigi. Hal ini dapat dicegah dengan cara membuat ukuran flap

yang adekuat untuk mencegah tegangan yang berlebih pada flap serta pemakaian

tenaga yang secukupnya saat manipulasi gigi dan flap. Trauma pada jaringan

lunak yang sering terjadi lainnya adalah tertusuknya jaringan lunak oleh instrumen.

Seperti elevator lurus atau elevator periosteal yang terpeleset dari daerah operasi dan

memasuki atau merobek jaringan lunak sekitarnya. Pencegahan terbaik adalah dengan

menggunakan tenaga yang terkendali dan perhatian khusus pada jari-jari tangan
sebelahnya yang menopang untuk mengantisipasi terpelesetnya alat. Jika instrumen

terpeleset dari gigi atau tulang, jari-jari akan menahannya sebelum trauma terjadi.

Bila trauma telah terjadi, terapi ditujukan terutama untuk mencegah timbulnya infeksi.

Jika trauma mengeluarkan darah yang banyak, dapat dikontrol dengan melakukan

penekanan langsung dengan jari. (Koch, 2001)

Abrasi atau luka pada bibir dan sudut mulut, umumnya karena gesekan alat pada

jaringan lunak. Jika abrasi terjadi, dokter harus menginformasikan pasien untuk

melapisi luka dengan vaselin atau salep antibiotik. Pertahankan salep agar menempel

di daerah luka. Abrasi biasanya akan sembuh dalam waktu 5-10 hari. (Koch, 2001)

Sedangkan trauma pada gigi tetangga dapat juga terjadi pada saat dilakukan

ekstraksi. Dokter gigi biasanya terlalu fokus pada gigi yang akan di cabut sehingga

tidak memperhatikan gigi sekitarnya yang mengalami trauma seperti menjadi goyang

karena menjadi tumpuan elevator, tambalam lepas, dan kadang giginya dapat avulsi.

Bila terjadi, segera lakukan penanganan seperti penambalan dan memfiksasi gigi

goyang atau yang avulsi. (Koch, 2001)

2.7.2. Fraktur tulang alveolar dan tuberositas maksilaris

Komplikasi yang biasa terjadi pada pencabutan gigi dan pemeriksaan dari gigi

yang telah tercabut dapat menunjukkan adanya fragmen alveolar yang menempel pada

akar gigi tersebut. Ini mungkin berhubungan dengan terjepitnya tulang alveolar secara

tidak sengaja di antara ujung tang pencabut gigi atau konfigurasi dari akar gigi itu

sendiri, bentuk dari tulang alveolar, atau adanya perubahan patologis dalam tulang itu

sendiri.(Pedersen, 1996)
Disarankan untuk membuang fragmen alveolar yang telah kehilangan lebih dari

separuh perlekatan periostealnya dengan menjepitnya menggunakan tang hemostatik

dan memindahkannya dari jaringan lunak dengan elevator periosteal, trimmer

mitchell, atau skeler Cumine. (Pedersen, 1996)

Terkadang, selama pencabutan dari gigi molar atas , tulang pendukung dan

tuberositas maksila terasa goyang bersama gigi. Bila terjadi fraktur tang harus

diletakkan dan dibuat flap mukoperiosteal bukal yang besar. Tuberositas yang fraktur

dan gigi tersebut kemudian dibebaskan dari jaringan lunak palatal dengan alat tumpul

dan diangkat dari soketnya. Flap jaringan lunak kemudian didekatkan satu sama lain

dan dijahit untuk menyatukan tepinya dan jahitan dibiarkan sedikitnya 10hari.

(Pedersen, 1996)

2.7.3. Fraktur mahkota atau akar gigi

Pada gigi yang non vital biasanya terdapat kerapuhan yang menyebabkan resiko

terjadinya fraktur. Fraktur mahkota dapat disebabkan oleh adanya karies yang besar,

penggunaan tenaga yang berlebihan atau gigi non vital yang telah mendapatkan

perawatan endodontik. Sedangkan fraktur akar pada umunya disebabkan karena

morfologi akar yang abnormal seperti ujung yang bengkok atau terlalu divergen,

hipersementosis akar. (Pedersen, 1996)

Penanganan keadaan ini, pertama-tama sebaiknya dilakukan pengambilan foto rontgen

sebelum dilakukan tindakan ekstraksi gigi. Bila posisi giginya sulit, harus dilakukan

pemotongan mahkota dan akar. Apabila masih sulit juga dapat dilakukan pembuatan flap dan

pengurangan tulang alveolar bagian bukal untuk mendapatkan posisi pengambilan yang lebih

mudah. Setelah itu diberikan antibiotik dan analgesik yang adekuat (Pedersen, 1996)
2.7.4. Infeksi

Infeksi pada anak biasanya terjadi pada pada pencabutan region rahang atas dan

region molar. Infeksi yang terjadi pada anak-anak merupakan hal yang penting

diketahui karena dokter gigi dapat mencegah penyebaran infeksi agar tidak lebih

parah. Infeksi pada rahang yang masih muda dapat menjadi:

1. Menyebar ke ruangan sumsum tulang yang luas

2. Dapat melibatkan bud gigi permanen. Infeksi dapat juga menyebabkan destruksi

benih gigi permanen

3. Dapat mencapai pusat pertumbuhann rahang, khususnya condilus mandibula yanh

mengakibatkan adanya disfigurement (cacat)

4. Dapat menyebabkan abses dan selulitis

Infeksi serius biasanya disertai dengan manifestasi sistemik

1. Demam dengan denyut nadi yang cepat, pernafasan yang dangkal tetapicepat

2. Malaise, nausea, vomiting

3. Peningkatan jumlah sel darah putih, terutama neutrophil

4. Dehidrasi terutama karena kehilangan cairan melalui keringat dan kurangnya

pemasukan cairan.

Pengelolaan Infeksi

Pengobatan sistemik:
1. Antibiotic, yang paling baik digunakan adalah penisilin, jika pasien sensitive terhadap

penisilin dapat diberikan eritromisin. Selain itu harus diperhatikan agar pasien tidak

mengalami dehidrasi

2. Pemberian makanan yang kaya vitamin B, C dan protein. (Pedersen, 1996)

2.7.5. Trauma pada syaraf

Sering terjadi pada rahang bawah yaitu pada nevus alveolaris inferior, lingualis,

dan mentalis. Disebabkan oleh :

1. Trauma langsung dari jarum suntik

2. Pemakaian tang dengan tenaga besar Scalpel yang meleset kearah lingual

3. Ujung akar yang mencapai kanalis hingga merobek kanalis

4. Trauma nevus mentalis karena manipulasi pada gigi premolar.

Penanganan :

1. Informasikan pada pasien akan ada perbaikan bersamaan dengan waktu

2. Jika 6minggu tidak ada perbaikan rujuk ke spesialis untuk terapi melalui

dekompresi,eksisi,anastomosis dengan graf.

3. Bisa juga diberikan obat-obatan neurotropik selama masa terapi. (Pedersen, 1996)

2.7.6. Emphysema

Emphysema adalah akumulasi udara pada jaringan lunak. Disebabkan oleh:

1. Penggunaan handpiece kecepatan tinggi tanpa disertai air yang cukup

2. Peningkatan tekanan intraoral


3. Penggunaan hidrogen peroksida pada daerah operasi

Penanganan :

1. Perawatan fisik dengan kompres panas dan dingin secara bergantian

2. Penekanan dengan dressing alkohol yang mengarah ke socket dan udara yang

terperangkap tersebut dikeluarkan dengan menusukkan jarum suntik pada daerah

krepitasi

Berikan antibiotik, analgesik dan ruburontia Perdarahan primer (intraoperasi)

dan sekunder (postoperasi)

Perdarahan primer yaitu suatu perdarahan yang timbul selama tindakan pembedahan

dilakukan. Biasanya karena trauma yang berlebihan, adanya jaringan yang terinfeksi atau

perdarahan yang timbul berhubungan dengan keadaan pasien tersebut seperti sedang terapi

aspirin/warfarin, hipertensi, leukemia, hemofili dll. Bila perdarahan telah terjadi dapat

dilakukan suction atau pembersihan daerah dengan perdarahan dengan hati-hati untuk

menemukan sumber perdarahan tersebut. Bila sumber perdarahannya telah ditemukan dapat

dilakukan hemostatik lokal seperti penekanan langsung dengan menggigit tampon (bisa

dibasahi dengan cairan vasokonstriktor) selama 20menit, penjahitan atau aplikasi surgicel,

gelfoam, bone wax dll. Dapat juga dilakukan hemostatik dengan diathermi. (Pedersen, 1996)

Perdarahan sekunder adalah perdarahan yang timbul setelah tindakan

ekstraksi/pembedahan selesai dilakukan. Hal ini biasanya terjadi karena adanya trauma pada

socket atau terlepasnya gumpalan darah dari socket karena infeksi atau berkumur, dan

kebiasaan menghisap daerah bekas ekstraksi. Penanganannya hampir sama dengan

perdarahan primer, hanya di lakukan anestesi lokal agar mudah untuk memanipulasi socket

serta pembuangan gumpalan darah yang tersisa dan pembersihan luka dengan larutan saline,

untuk mencari sumber perdarahan dan melakukan tindakan penanggulangan. (Pedersen,

1996)
Hematoma atau perdarahan dibawah kulit yang disebut ekimosis juga dapat terjadi.

Hematom atau ekimosis akan hilang dengan sendirinya atau di kompres dingin, atau di beri

salep yang mengandung heparin untuk mempercepat hilangnya hematoma. (Pedersen, 1996)

2.7.7. Sinkop dan syok anafilaksis

Sinkop adalah suatu keadaan ketidaksadaran yang relatif tidak berbahaya,

sebagai akibat reaksi psikis. Gejalanya lemah,pusing,pucat pada hidung dan bibir atas,

kulit dingin dan basah,nadi cepat dan lemah dll. (Pedersen, 1996)

Penanganan :

1. Letakkan posisi pasien terlentang dengan kaki lebih tinggi

2. Rangsang pernafasan pasien

3. Periksa tanda-tanda vital hingga kembali kesadaranya

4. Jika belum sadar juga lakukan resusitasi.

Syok anafilaksis adalah reaksi hypersensitivitas tk.1 karena gangguan

metabolic dan hemodinamik ditandai dengan kegagalan sistem sirkulasi karena

penyuntikan antibiotik. Gejalanya tekanan darah cepat,nadi cepat,pucat,dll.

Penanganan :

1. Baringkan pasien kaki lebih tinggi dari kepala

2. Lakukan CPR

3. Beri injeksi epinefrin 1: 1000 sebanyak 0,3-0,5 ml secara IM diulang setiap 5 menit.

Beri jua kortikosteroid dan antihistamin.

2.7.8. Dry socket

Socket pada rongga mulut disertai rasa sakit karena hilangnya gumpalan darah

sehingga menyebabkan terbukanya tulang,mudah terpapar udara,makanan dan cairan disertai


bau mulut,dan biasanya timbul pada hari ke 2 setelah ekstraksi. Sering terjadi di mandibula

sakitnya bersifat menyebar,sakit pada telinga dari RB,jika dari RA menyebarnya ke pelipis

dan infraorbita (Pederson, 1996)

Faktor resiko dry socket :

1. Ekstraksi yang sulit dan traumatik

2. Oral hygiene dan plak kontrol yang buruk

3. Perokok

4. Riwayat dry socket

5. Wanita,yang sedang memakai kontrasepsi oral

6. Adanya gingivitis

7. Pemakaian obat kumur pada hari pertama postoperasi

Penanganan :

1. Socket diirigasi dengan larutan chlorhexidin 0,12% atau saline hangat. Jika sangat

sakit dilakukan anestesi blok.

2. Socket diisi dengan dressing

3. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa sakit

4. Perkembangan pasien harus diikuti

5. Tahap 1 dan 2 dapat diulangi seperlunya.

2.7.9. Pembengkakan postoperasi dan trismus

Pembengkakan postoperasi atau edema setelah ekstraksi gigi atau tindakan minor

merupakan hal biasa yang sering ditemukan. Pembengkakan ini akan mencapai puncaknya

dalam 48-72 jam postoperasi. Pembengkakan yang terjadi postoperasi,dapat juga


menyebabakan trismus. (Pedersen, 1996). Penanganan nya adalah dengan kompres

dingin,pemberian kortikosteroid secara IV atau IM.

Rasa sakit yang menetap disebabkan oleh :

1. Neuroma traumatik,

2. Causalgia (phantom tooth pain)

3. Sakit psikogenik

Penanganan :

1. Tetapkan kembali diagnosis yang benar dan tiliti kembali apakah telah dilakukan

ekstraksi gigi yang benar

2. Tetapkan riwayat rasa sakit dengan akurat

3. Eliminir kemungkinan penyebab fisik yang menimbulkan rasa sakit seperti penyakit

yang menyertainya

4. Tentukan respon terhadap rasa sakit dengan melakukan infiltrasi anastesi lokal dan

pemakaian analgesik yang umum

5. Jika sakit terus berlangsung hingga diatas 2-3minggu,segera rujuk ke spesialis untuk

dilakukan perawatan lebih lanjut.

2.7.10. Reaksi terhadap obat

Reaksi akibat obat obatan yang relative sering terjadi segera sesudah operasi

adalah mual dan muntah karena menelan analgesic narkotik atau nonnarkotik. Muntah

mengungkit keluar beku darah dan perdarahan akan timbul waktu pasien menelan

darah, yang akan mengakibatkan emesis. Cara terbaik untuk mengatasinya adalah

menginstruksikan pada pasien apabila minum obat-obatan narkotik sebaiknya

dilakukan sebelum makan. (Pedersen, 1996)

Reaksi alergi sejati terhadap analgesic bisa terjadi, tetapi relative jarang. Yang

umum adalah alergi aspirin yang termanifestasi sebagai urtikaria, angiodema, atau
asma. Reaksi alergi yang akut terhadap antibiotic dapat mematikan. Apabila

diperkirakan obat berpotensi merangsang reaksi alergi, pasien dianjurkan untuk

menghentikan pemakaian obat sesegera mungkin. Respon alergi sejati dapat diatasi

dengan antihistamin, epinefrin, dan steroid. (Pedersen, 1996)

BAB III
KESIMPULAN

Pencabutan gigi anak merupakan salah satu tindakan bedah yang membutuhkan

perhatian yang sangat penting sebelum dilakukan. Persiapan pencabutan gigi anak

terdiri atas persiapan pasien, persiapan operator, dan persiapan alat dan ruangan.

Semua hal ini harus dapat dipenuhi dan dilakukan sesuai standar yang berlaku.

Terdapat berbagai jenis alat yang digunakan dalam tindakan ekstraksi gigi anak.

Selain itu terdapat juga instruksi khusus yang diberikan kepada anak pasca tindakan

pencabutan dilakukan. Operator juga harus berhati-hati terhadap kemungkinan

komplikasi yang dapat terjadi dan harus siap dalam menangani komplikasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Adair, S.M., in Pinkham, J.R., Casamassimo, P.S, McTigue, D.J., Fields, H.W, Nowak, A.J.,

2005. Pediatric Dentistry Infancy Through Adolescent, Fourth edition, Elsevier Saunder,

St. Louis, Missouri.

Koch, G & Poulsen, S. Pediatric dentistry a clinical approach. 1st edition. Copenhagen :

Munksgaard. 2001.

Pedersen, G.W., 1996, Buku Ajar Praktis Bedah Mulut (terj.), Penerbit. Buku Kedokteran

EGC, Jakarta

Pedlar J, John WF. 2001. Oral and maxillafacial surgery. London: Churchill. Livingstone.

Tandon, Shobha. 2008. Textbook of Pedodontics. Paras Medical Publishing: India.

Anda mungkin juga menyukai